Anda di halaman 1dari 13

FARMAKOTERAPI III

KASUS

“Premenstrual Dysphoric Disorder “

OLEH:

WISNI DAMAYANTI O1A1 16 093

WANDA HAMIDAH O1A1 16 105

SUCI AINUN MAHARANI O1A1 16 109

ANDI NUR HAERATI O1A1 16 119

FATIMARDIYACH RAHMI O1A1 16 128

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
PENGENALAM UMUM

GANGGUAN DISFORIK PRAMENSTRUASI


Sejarah
Nama GDPM relatif baru, namun sebetulnya penjelasan tentang kondisi tersebut
sudah dikenal sejak zaman Hippocrates, seorang dokter bangsa Mesir yang hidup pada tahun
460-337 sebelum Masehi. Hippocrates menandai adanya pikiran bunuh diri dan beberapa
gejala berat lain pada perempuan saat sebelum menstruasi. Tahun 1931 kumpulan gejala
tersebut disebut sebagai Ketegangan Pra-menstruasi (Premenstrual Tension, PMT). Pada
tahun 1953, Dalton dari Inggris menyebut kondisi tersebut sebagai Premenstrual Syndrome

(PMS).1,4 Pada tahun yan sama Green dan Dalton juga mengajukan ketidakseimbangan
antara estrogen dan progesterone selama fase luteal sebagai penyebab biologi, dan
progesterone digunakan sebagai pilihan therapeutic. Sindrom ini merupakan kondisi yang
kompleks dan mencakup hingga 200 gejala, tetapi yang paling sering antara lain adalah
iritabilitas, nyeri payudara dan disforik.
Pada tahun 1987 dalam DSM-IIIR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder) disebutlah istilah LLPDD (Late Luteal Phase Dysphoric Disorder atau gangguan
disforik fase luteal akhir), yang kemudian pada tahun 1994 dalam DSM-IV (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder), disebut sebagai Premenstrual Dysphoric Disorder
(PMDD) sebagai kondisi yang lebih berat dari PMS.

Definisi Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD)


Salah satu gejala atau gangguan kesehatan yang sering dialami para perempuan
sebelum atau saat menstruasi adalah “Sindroma pra-menstruasi” atau lebih populer dengan
istilah PMS (Pre-menstrual syndome). PMS yang berlangsung ringan merupakan gejala yang
tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena bukan merupakan gangguan kesehatan yang serius,
dan dengan penanganan yang ringan akan dapat diatasi dan bahkan dapat pulih dengan
sendirinya. Namun, bila gejala gejala yang dialami cukup parah, misalnya sampai
menyebabkan sakit kepala yang berkepanjangan, demam tinggi, atau bahkan pingsan, maka
sebaiknya diwaspadai ada gangguan kesehatan yang lebih serius dan perlu pertolongan
dokter. PMS yang sangat parah ini disebut PMDD (Pre-menstrual Dysphoric Disorder) atau
Gangguan Disforik Pra-menstruasi (Biggs and Demuth, 2011; Alvero, 2017). Jika Anda
mengalami PMDD maka harus berkonsultasi kepada dokter. Menurut Jarvis et al (2008)
sekitar 90% perempuan pernah mengalami PMS walaupun tidak terus menerus, dan 20% di
antaranya mengalami PMS yang cukup parah sehingga perlu bantuan penanganan dokter, dan
ada sekitar 3-8% terdiagnosa mengalami Pre-menstrual dysphoric disorder (PMDD).
Gangguan disforik pramenstruasi juga disebut gangguan disforik fase luteal akhir.
Sindrom yang umum dikenal ini meliputi gejala mood (labilitas), gejala perilaku (perubahan
pola makan),dan gejala fisik (nyeri pada payudara, edema dan sakit kepala). Pola gejala ini
terjadi pada waktu tertentu selama siklus menstruasi, dan gejalanya membaik selama
beberapa waktu diantara siklus menstruasi.
Gangguan disforik pra-menstruasi (GDPM) merupakan gangguan mood yang
dirasakan sekitar beberapa hari sebelum bahkan saat menstruasi berlangsung. Gejala ini

dijumpai pada wanita sekitar usia 30 – 45 tahun. Gangguan ini ditandai terutama dengan
adanya gejala pada periode pra-menstruasi, bukan hanya terbatas pada kualitas hidup tetapi

juga dapat mengganggu kegiatan mereka bekerja. Wanita yang menderita GDPM akan
mengalami gangguan mood yang parah, memiliki suatu keinginan yang lebih daripada
biasanya, menginginkan asupan makanan yang tertentu dan menunjukkan gangguan kinerja
kognitif selama fase luteal.
GDPM dinyatakan juga sebagai paradigma psikosomatis ginekologi, yang melibatkan
beberapa sistem seperti, sistem saraf, endokrin, pengaruh gizi dan faktor psikososial. Semua
keluhan ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja, serta dapat juga menyebabkan
masalah interpersonal, sosial dan hubungan keluarga
Pada PMDD, gejala-gejalanya akan makin berat, terutama gangguan psikologis atau
emosional. Perempuan yang menderita PMDD menjadi sangat emosional dan mudah
tersinggung, sulit berkonsentrasi dan cepat merasa frustasi dan depresi. The American
Psychiatric Association (1994) membuat daftar 11 gejala potensial dari PMDD, yaitu:
1. Merasa sedih, putus asa, atau mencela diri sendiri
2. Merasa tegang, cemas, atau gelisah
3. Suasana hati yang tidak stabil dan sering diselingi dengan tangisan
4. Kemarahan yang tak kunjung padam dan peningkatan konflik interpersonal
5. Menurunnya minat pada kegiatan yang biasa dilakukan, yang mungkin berhubungan
dengan penarikan diri dari hubungan sosial
6. Kesulitan berkonsentrasi
7. Merasa lelah, lesu, atau kurang energi
8. Perubahan nafsu makan, yang mungkin berhubungan dengan keinginan terhadap
makanan tertentu
9. Hipersomnia atau insomnia
10. Perasaan subjektif karena kewalahan atau kehilangan kendali
11. Gejala fisik lainnya, seperti nyeri atau pembengkakkan payudara, sakit kepala, nyeri
sendi atau otot, kembung, dan berat badan naik.

Epidemiologi

Karena tidak adanya kesepakatan umum mengenai kriteria diagnostic, epidemiologi


gangguan disforik pramenstruasi tidak diketahui dengan pasti. Satu studi melaporkan bahwa
sekitar 40% perempuan mengalami sedikitnya gejala pramenstruasi ringan dan bahwa 2
sampai 10 % memenuhi criteria diagnosis gangguan tersebut.

Etiologi

Penyebab dangguan disforik pramenstruasi tidak diketahui. Meskipun demikian,


karena gejala terjadi pada siklus menstruasi, perubahan hormonal yang terjadi selama siklus
menstruasi mungkin terlibat dalam meimbulkan gejala. Suatu teori lazim menandai gangguan
tersebut akibat rasio abnormal estrogen dan progesterone yang tinggi pada perempuan yang
mengalami. Hipotesis lain mengesankan bahwa neuron amin biogenic pada perempuan yang
mengalami gangguan ini diengaruhi secara abnormal melalui perubahan hormone, gangguan
ini adalah contoh gangguan fase kronologis, dan merupakan akibat aktivitas abnormal
prostaglandin. Disamping teori biologis, masalah masyarakat dan pribadi mengenai
menstruasi dan dunia perempuan memengaruhi gejala pasien.

Diagnosis dan gambaran klinis

Gejala kognitif dan mood yang tersering adalah mood yang labil, irritabilitas,ansietas,
penurunan minat terhadap aktivitas, peningkatan mudahnya kelelahan, dan kesulitan
berkonsentrasi. Gejala perilaku sering meliputi perubahan nafsu makan dan pola tidur.
Keluhan somatic tersering adalah nyeri kepala, nyeri tekan payudara dan edema. Pada wanita
yang terkena , gejala muncul selama sebagian besar (jika tidak seluruh) siklus menstruasi,
meskipun biasanya gejala tersebut mereda sebelum akhir menstruasi, meskipun biasanya
gejala tersebut mereda sebelum akhir menstruasi tersebut. Wanita yang terkena bebas gejala
setidaknya 1 minggu selama setiap siklus menstruasi.

Diagnosis Banding

Jika gejala terjadi diseluruh siklus menstruasi tanpa meredanya gejala diantara siklus,
klinisi harus mempertimbangkan salah satu gangguan mood yang terkait siklus non
menstruasi serta gangguan ansietas. Adanya gejala berat, bahkan jadi siklik, harus mendorong
klinisi mempertimbangkan gangguan mood lain dan gangguan ansietas.

Perjalanan gangguan dan Prognosis

Perjalanan gangguan dan prognosis gangguan disforik pramenstruasi belum cukup dipelajari
untuk mencapai kesimpulan yang beralasan. Untuk mudahnya, gejala cenderung menjadi
kronis kecuali dimulai terapi yang efektif.
Kasus Farmakoterapi III

Ny SB usia 38 tahun berkunjung ke poliklinik dengan keluhan merasa ketakutan karena


setiap akan menstruasi rasanya ingin bunuh diri. Ny SB juga mengatakan bahwa sekitar 7-10
hari menjelang menstruasi tidak bisa konsentrasi pada pekerjaannya, depresi, merasa lelah,
cemas dan sakit kepala. Untuk mengatasi sakit kepalanya Ny SB menggunakan ibuprofen
400 mg. Ny SB merasakan gejala premenstrual sindrom semakin berat dengan bertambahnya
umur dan setelah melahirkan anak kedua.
Diagnosa : Premenstrual Dysphoric Disorder

Jawab :

1. Identitas pasien
- Nama pasien : Ny SB
- Umur : 38 tahun
- Jenis kelamin : perempuan

2. Data Subjektif
- Keluhan : Merasa ketakutan karena setiap akan menstruasi rasanya ingin bunuh diri.
- Riwayat penyakit : Ny SB merasakan gejala premenstrual sindrom semakin berat
dengan bertambahnya umur dan setelah melahirkan anak kedua.
- Riwayat pengobatan : Untuk mengatasi sakit kepalanya Ny SB menggunakan
ibuprofen 400 mg.
- Riwayat sosial : Ny SB mengatakan bahwa sekitar 7-10 hari menjelang menstruasi
tidak bisa konsentrasi pada pekerjaannya, depresi, merasa lelah, cemas dan sakit
kepala.
- Riwayat keluarga : -

3. Data Objektif
- Tidak ada pemeriksaan lab yang menegakkan diagnosis.
4. Assesment
- Pasien mengalami Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD) atau gangguan disforik
pramenstruasi
- Belum adanya pengobatan untuk mengatasi depresi dan gangguan disforik
pramenstruasi pasien Ny. SB
- Pasien mengeluh merasa lelah, susah berkonsentrasi dengan pekerjaannya dan cemas
jika menjelang menstruasi
- Tidak adanya pengobatan untuk kecemasan (ansietas) pada pasien Ny. SB

5. Planning
A.Terapi Farmakologi
- Pemilihan obat yang tepat golongan antidepresi yaitu fluoxetine Dosis awal 20 mg/
hari, yang dapat dibagi ke dalam 2 jadwal konsumsi. Dosis dapat ditingkatkan hingga
80mg/hari. Fluoxetine adalah obat antidepresan golongan selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI) yang digunakan untuk mengatasi depresi, gangguan obsesif
kompulsif (OCD), gangguan disforik pramenstruasi, bulimia, dan serangan
panik. Obat ini bekerja dengan meningkatkan aktivitas zat alami serotonin dalam
otak. Serotonin sendiri merupakan zat yang dipercaya dapat menimbulkan perasaan
nyaman dan senang. Dengan meningkatnya aktivitas serotonin, maka gangguan pada
keadaan emosional, tidur, nafsu makan, energi, dan ketertarikan dengan aktivitas
sosial dapat teratasi.
- Pemberian obat alprazolam untuk mengatasi kecemasan pasien.

- Ibuprofen adalah obat dengan fungsi untuk meredakan nyeri berbagai kondisi
seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri haid, nyeri otot, atau arthritis. Ibuprofen adalah
golongan nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID). Obat ini bekerja dengan
menghalangi produksi substansi alami tubuh yang menyebabkan peradangan. Dosis
ibuprofen untuk dewasa pengidap nyeri: Oral: Nyeri ringan hingga sedang:200-400
mg secara oral setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Dosis lebih dari 400 mg tidak terbukti
memiliki efikasi lebih besar. Dosis ibuprofen untuk dewasa pengidap nyeri haid: 200-
400 mg secara oral setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Jadi obat ibuprofen yang telah
digunakan dapat mengurangi sakit kepala dan nyeri haid pada pasien.
- Jika tidak mencapai tujuan terapi dengan obat yang diatas. Maka diperlukan agen
yang menekan ovulasi, termasuk analog GnRH dan danazolpil dan kontrasepsi oral
yang mengandung drospirenone dan etinil estradiol. Dengan penggunaan obat tersebut
pasien dapat menunda terjadinya haid atau menstruasi sehingga pasien tidak memiliki
niat untuk bunuh diri jika menjelang menstruasinya tetapi perlu adanya konsultasi
lebih lanjut dengan dokter.

2. Terapi non-farmakologi

1. Perubahan gaya hidup


Perubahan gaya hidup yang direkomendasikan antara lain:
 Berolahraga secara teratur, setidaknya tiga kali seminggu – cobalah untuk berolahraga
setiap hari, terutama pada periode pramenstruasi (peningkatan endorfin akan
membantu).
 Jangan merokok.
 Kurangi kafein dan alkohol dalam dua minggu sebelum menstruasi.
 Pastikan Anda mendapatkan cukup tidur.
 Mengelola stres Anda dengan cara apa pun yang bekerja untuk Anda – misalnya,
konseling, tai chi atau meditasi, berjalan atau berkebun.

2. Perubahan pola makan untuk PMS


Anda dapat mengelola berat badan Anda dan membantu mengurangi gejala PMS
Anda dengan membuat beberapa perubahan pola makan, termasuk:
 Makan porsi kecil lebih sering – misalnya, memiliki enam ‘mini-makanan’ bukan tiga
kali makan utama.
 Kurangi asupan makanan asin.
 Sertakan buah lebih segar dan sayuran, dan makanan gandum dalam diet harian Anda.
 Meningkatkan asupan makanan susu Anda, tapi beralih ke mengurangi lemak atau
versi non-lemak.
 Jangan menyimpan makanan tinggi lemak dan tinggi gula di rumah.
 Pastikan Anda selalu memiliki lezat dan sehat alternatif camilan di tangan.

3. Suplemen untuk PMS


Periksa dengan dokter Anda sebelum mengambil jenis suplemen, termasuk
suplemen herbal, dan pastikan bahwa Anda mengikuti petunjuk pada dosis. Terapi
komplementer harus dipandang sebagai obat dan harus diperlakukan dengan hormat yang
sama. Terapi yang dapat membantu mengurangi gejala PMS termasuk kalsium,
magnesium dan Vitex agnus castus. Makanan dan suplemen vitamin lainnya, seperti
minyak evening primrose, ekstrak ginkgo biloba, cohosh hitam, dandelion dan asam
lemak esensial, belum terbukti memiliki efek pada gejala PMS.
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, N, L., 2009, “Depresi : Tinjauan Psikologi”, Penerbit Kencana : Jakarta.

Rehatta, M, N., Elizeus, H., dan Aida, R, T., dan Redjeki, I, S., 2019, Anestesiologi dan
Terapi Intensif ; Buku Teks Kati-Perdatin, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.

Sinaga, E., Nonon, S., Suprihatin, Nailus, S., Salamah, U., dan Yulia, A, M., 2017,
Manajemen Kesehatan Menstruasi, Penerbit Universitas Nasional : IWWASH Global
One : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai