Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KELOMPOK

KESELAMATAN KERJA DAN


PENANGGULANGAN KEBAKARAN

KUNJUNGAN VIRTUAL PERUSAHAAN

PT. IDE STUDIO

02 Desember 2021

KELOMPOK 3

• Prita Adisty Handayani, S. Kep., Ns., • Rodiyansyah, A.Md.Kep


M.Kep
• Siska Apriliati, A.Md.Kep
• Silva Nurhamidah, A.Md. Kep
.
• Siti Handayani, A.Md.Kep
• Yusi Septa Syahrianti, S.Kep.,Ns
• Siti Juwariyah, S. Kep., Ns., M.Kep
• Rino Perdana Putra, A.Md. Kep
• Siti Normah, A.Md. Kep
• Radika Zulfikha Isnaen, A.Md. Kep
• Surnia Fadia Nakul, A.Md. Kep
• Pron Yogi, S.Kep., Ns
• Wahyu Ekanada Adi Pratama Wibowo,
• Ramadhana Ganjar Pamungkas, A.Md. A.Md. Kep
Kep
• Yeni Adytia Laoli, S. Kep., Ns
• Ratna Trias Ujiani, S. Kep., Ns
• Yuliana Susilowati, A.Md. Kep
• Reski Fausiah, S. Kep., Ns
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Kelompok yang berjudul “Keselamatan Kerja dan Penanggulangan
Kebakaran” ini dengan baik dan lancar.

Laporan ini berisikan tentang hasil kerja dari kelompok 3 yang menjadi
bagian dalam peserta Hiperkes dan Keselamatan Kerja bagi paramedis di
Perusahaan yang bekerjasama dengan Balai K3 Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hasil kerja dari kelompok 3 ini merupakan hasil kunjungan virtual online ke
perusahaan PT IDE STUDIO pada tanggal 02 Desember 2021 yang membahas
tentang beberapa hal penting terkait dengan keselamatan kerja dan
penanggulangan kebakaran seperti Identitas Perusahaan, Proses Produksi, Potensi
Bahaya Mekanik, Bahaya Listrik, Bahaya Bahan Kimia, Bahaya Kebakaran dan
bahan peledakan, APAR, APD, Unit Tanggap Darurat dan Organisasi K3 yang
termuat dalam P2K3.

Besar harapan kami, bahwa dengan laporan kelompok ini dapat menjadi
bahan pembelajaran dan pertimbangan dalam pemenuhan pengeluaran sertifikat
pelatihan ini. Selain itu, diharapkan laporan ini dapat memberikan informasi
mengenai kompetensi peserta yang telah lulus dan dapat dipertanggungjawabkan
dalam penguasaan materi, keterampilan serta ilmunya.

Kami menyadari bahwa laporan kelompok ini masih memiliki banyak


kekurangan. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun demi penyempurnaan laporan ini. Bersamaan dengan hal ini,
kami ucapkan terimakasih kepada team kelompok 3 dan juga team HMS yang
telah membantu memfasilitasi dan memberi dukungan serta arahannya. Kami juga
berterimakasih kepada Direktur CV. HMS yang telah memberikan kami
kesempatan dalam mengikuti dan mendukung serta memfasilitasi kami. Tidak
lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada Balai K3 Daerah Istimewa
Yogyakarta serta pemateri yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, karena
telah berbagi kesempatan dalam ilmu pengetahuan serta pengalamannya selama
pelatihan ini. Semoga sehat, sukses dan bahagia selalu.

Akhir kata, kami ucapkan terimakasih atas perhatian, bantuan dukungan


serta kerjasama dari bapak/ibu dan teman-teman semua serta tim penyusun.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai semua urusan kita.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keselamatan dan kesehatan kerja harus ada di perusahaan atau instansi


pemerintahan, karena salah satu aspek perlindungan tenaga kerja. Hal ini
dituangkan dalam UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, adanya
jaminan keselamatan kerja pada pasal 3 ayat 1 berbunyi “mencegah, mengurangi
dan memadamkan kebakaran” dan pasal 9 ayat 3 yang berbunyi
“menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran”.

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang - Undang Nomor 1 Tahun


1970 tentang keselamatan kerja, telah diatur di dalamnya mengenai kewajiban
bagi setiap tempat kerja untuk menerapkan SMK3, termasuk peraturan mengenai
implementasi Alat Pelindung Diri (APD). Terkait implementasi APD banyak
aspek yang berpengaruh diantaranya faktor manusia, kondisi atau spesifikasi APD
dan kenyamanan penggunaan APD. Penggunaan APD yang tepat dapat
mengurangi tingkat terjadinya kecelakaan secara signifikan. Hal tersebut dapat 2
dicapai jika APD yang dipergunakan didesain berdasarkan studi tentang ergonomi
dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Salah satu bahaya yang dapat terjadi
di tempat kerja adalah terjadinya kebakaran. Menurut Tarwaka (2012), bahaya
kebakaran dapat terjadi setiap saat, kapan saja dan dimana saja, karena terdapat
banyak peluang yang dapat memicu terjadinya kebakaran.

Kebakaran perusahaan merupakan sesuatu hal yang sangat tidak


diinginkan. Bagi tenaga kerja, kebakaran perusahaan dapat merupakan
penderitaan dan malapetaka khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan
dan dapat berakibat kehilangan pekerjaan, sekalipun mereka tidak menderita
cidera. Dengan kebakaran, juga hasil usaha dan upaya yang sekian lama atau
dengan susah payah dikerjakan dapat menjadi hilang sama sekali.
Salah satu permasalahan di Industri yaitu, masalah kebakaran yang telah
menjadi persoalan besar dan menjadi salah satu ancaman bagi manusia. Dinas
Pemadam Kebakaran Kota Surabaya mencatat kasus kebakaran di Surabaya pada
tahun 2013 ada sebanyak 433 kejadian dan meningkat menjadi 596 kejadian pada
tahun 2014, sedangkan di tahun 2015 mulai Januari hingga Juni sebanyak 125
insiden yang sebagian besar karena arus listrik (Kominfo Jatim, 2015). Potensi
bahaya kebakaran merupakan suatu keadaan yang memungkinkan atau berpotensi
terhadap terjadinya kebakaran baik sebagai bencana alam ataupun bencana yang
disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri yang menyebabkan kerugian,
kematian, kerusakan atau ketidakmampuan melaksanakan fungsi operasional yang
telah ditetapkan (Tarwaka, 2012).

B. DASAR HUKUM

1. Undang- undang Dasar Tahun 1945 Pasal 27 Ayat 2 tentang penghidupan


yang layak
2. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
3. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No.PER.03/MEN/1982
Tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia NOMOR:
PER.04/MEN/1987 Tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (P2K3)
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. NOMOR: PER-02/MEN/1992
tentang tata cara penunjukan, kewajiban dan wewenang ahli keselamatan
dan kesehatan kerja
7. Peraturan menteri tenaga kerja nomor Per-04/MEN/1995 tentang
perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja
8. Keputusan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
NOMOR: KEP.239/MEN/2003 tentang pedoman pelaksaaan sertifikasi
kompetensi calon ahli keselamatan dan kesehatan kerja
9. Penghargaan bulan K3 bagi perusahaan Permenakertrans NOMOR: PER-
01/MEN/2007 tentang penghargaan keselamatan dan kesehatan kerja bagi
perusahaan
10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

C. PERMASALAHAN

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang


akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan
dalam mencegah dan menangani kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.

D. TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan
dalam mencegah dan menangani kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran


dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan
proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan
intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di
lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun
jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-
pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi
UU No.12 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja
atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundangan-undangan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl
No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan
dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkup nyameliputi segala lingkungan kerja,
baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerjadi
mulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumberdaya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh
karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga
K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan
mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan
dengan baik.

B. Teori Kebakaran
Kebakaran merupakan sebuah fenomena yang menyebabkan banyak kasus
kematian dan juga menyebabkan kerugian properti hingga milirian dolar
setiap tahunnya (Buchanan dan Abu, 2017: 2).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), kebakaran adalah suatu
fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperature kritis dan
bereaksi secara kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan
panas, nyala api, cahaya, asap uap air, karbon monoksida, karbon dioksida,
atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional Indonesia, 2000).
1. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena
tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai
sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan.
Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan
dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah
tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk
menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai
keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah
pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang
berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak
sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak
mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan
seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan,
mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan,
memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil
analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai
ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja.
Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat
efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan
keselamatan.

2. Faktor – Faktor Kecelakaan


Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja
sebuah industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada
industri mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk
mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari
situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus
dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan
kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi
pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan
antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu
kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang
manager untuk salah satu factor kecelakaan terhadap pekerja adalah
dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik
yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata
pendapatan, dan tidak membayar upah pekerjaakan membuat pekerja
malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka
ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak
dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan
tersendiri.

3. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja


Kinerja (performa) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultan terdiri tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban
tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bias
dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun
kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.

a. Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada


umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian
didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori
protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi
tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan
bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal.
Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja
yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan
non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga
untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat
kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan
kerja.

b. Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang


bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian
kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya
pola kerja bergilir dan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-
ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain
yang turut memper berat beban kerja antara lain tingkat gaji dan
jaminan social bagi pekerja yang masih relative rendah, yang
berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan stres.

c. LingkunganKerja

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat me
mpengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja
(Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease &Work
Related Diseases).
4. TinjauanTentang Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan
demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan
mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya.
Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang
sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan,
baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar;
sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi,
Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini
dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau
keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang
berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan
sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya
tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan
kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang
pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan
kebijakan sector lain, seperti: kebijakan sector pendidikan, kebijakan
sector ketenagakerjaan, sector keuangan dan peraturan kepegawaian.
Kebijakan sector kesehatan yang berpengaruh terhadap pendaya gunaan
tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi
pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan,
kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan
kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa
factor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga
kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi
pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu,
kebijakan pendaya gunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua
faktor di atas.

a) Jenis Tenaga Kesehatan


Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan,
baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non
gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru
Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan
jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang
mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh
melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan
fisik manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat
b. Perawat Gigi
c. Bidan
d. Fisioterapis
e. Refraksionis Optisien
f. Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten Apoteker
i. Analis Farmasi
j. Dokter Umum
k. Dokter Gigi
l. Dokter Spesialis
m. Dokter Gigi Spesialis
n. Akupunturis
o. TerapisWicara dan
p. Okupasi Terapis

b) Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan


Kerja

Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling


berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit
akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja.
Melihat ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah
sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi
(lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan
kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan
dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan
kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan
kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini
kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal
penanganan kesehatan pekerja, kita pun harus mengikuti standar
internasional agar industry kita tetap dapat ikut bersaing di pasar
global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja
merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau
Dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi
perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan
(ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.Bagi
fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja
akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya
untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan
di setiap kawasan industry akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga
hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya
rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang
tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan
kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki
kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya
rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan
kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan
tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai
dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku.
Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi
di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga
kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU
No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen
dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenaga
kerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja; tugas pokok
meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

c) Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)

Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu


upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara
mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan
dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap
pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan
deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat,
mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan
produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan
untuk menegakkan diagnose penyakit akibat kerja secara cepat dan
tepat (prompt-treatment).

Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan


kesehatan pekerja yang meliputi :
a) Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas
kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan
pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan
mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi
kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan
kepadanya. Anamnese umum Pemerikasaan kesehatan awal
ini meliputi: anamnese pekerjaan, penyakit yang pernah
diderita, alrergi, imunisasi yang pernah didapat, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium rutin pemeriksaan tertentu;
tuberkulin test, psiko test.
b) Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang
disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi.
Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar
pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini
meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti
pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan
pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang
dihadapi dalam pekerjaan.
c) Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala,
yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang
dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sector
kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern
laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan
paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada
masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan
promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah
agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat
disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe
act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan
sebagainya.

C. IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA

1. BAHAYA MEKANIK
K3 mekanik adalah serangkaian kegiatan pengawasan dan semua
tindakan yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan atas
pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan terhadap
obyek pengawasan K3 mekanik ditempat kerja.

Dasar hukum pengawasan K3 mekanik;


1. Undang-undang No.1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja
2. Permen No.04/Men/1985,tentang pesawat tenaga dan produksi
3. Permen No.05/Men/1985, tentang pesawat angkat dan angkut
4. Permen No.01/Men/1989, tentang kwalifikasi dan syarat-syarat
operator crane angkat

Tempat tersebut dapat berada di atas atau dibawah suatu level dasar
atau pekerja untuk naik maupun turun mendapatkan jalan masuk ke
(access to) atau jalan keluar dari (egress from) suatu tempat ketika
bekerja, dengan tidak menggunakan tangga jalan (staircase) yang ada
pada bangunan permanen.
Mungkin sebagian dari anda sudah pernah memiliki pengalaman
bekerja di ketinggian, atau sebagain lain belum sama sekali. Memiliki
pengalaman atau tidak, tentunya kita harus kembali mengetahui terkait
potensi bahaya bekerja di ketinggian untuk menjadi bekal
kewaspadaan kita ketika kita bekerja di ketinggian.
Terjatuh terjadi ketika pekerja kehilangan keseimbangannya. Terjatuh
dibagi menjadi 2: jatuh di Level yang sama atau jatuh di level yang di
bawahnya. Seperti:
 Jatuh di di permukaan (contoh terpeleset)
 Jatuh terbentur satu Objek
 Jatuh dari kendaraan/perlengkapan
 Jatuh dari tangga
 Jatuh dari level yang tidak sama
 Jatuh dari objek yang terbuka/terjerumus

Terjatuh bisa diakibatkan dari:


 Tidak adanya pembatas (railing) yang menahan agar orang tidak
jatuh
 Tidak adanya alat pelindung diri yang menahan orang dari jatuh
 Tidak dilakukannya 3 point contact (1 tangan dan 2 kaki
bertumpu pada titik yang kuat)
Fasilitas tempat kerja, harus aman dari:
 Bahaya jatuh, baik pekerja itu sendiri atau bahaya jatuh
material/alat yang akan digunakan.
 Bahaya jatunya seperti kekuatan angin yang berada diatas.
 Kenyamanan percikan bara api, baik aktifitas pemotongan atau
pengelasan/gouging

Proteksi dari bahaya tersebut adalah:


 Jika tempat kerja menggunakan scaffolding platform harus
terlebih dahulu diperiksa oleh orang yang kompeten
 Pekerja yang akan beraktifitas diatas harus memperlengkapi diri
dengan alat pelindung diri serta pelindung jatuh (body harness)
dan dipergunakan dengan benar
 Jika pekerja akan naik/turun dan pekerja terasa lelah ingin sejenak
istirahat maka hook body harness dicantolkan pada handrail atau
pipa scaffolding yang terpasang
 Lantai kerja harus diproteksi dengan fire blangket (jika ada
pemotongan atau pengelasan)
 Lantai kerja harus dipastikan terikat dengan kuat & tidak ada
celah / lubang yang dapat pekerja terperosok.
 Perlengkapan alat disimpan didalam box atau jika pada saat tidak
digunakan serta material yang tidak terpakai sebaiknya disimpan
didalam box
 Jika pekerja membutuhkan peralatan tambahan, sebaiknya
peralatan tersebut dikerek menggunakan tambang dan katrol
 Di-barikade lokasi tersebut atau pasang signboard dilarang
melintas ada perkerjaan diatas ketinggian
 Jika pekerja bekerja diatas ketinggian dan menggunakan sarana
personal basket atau Man Box dipastikan pekerja memasang body
harness pada Safety Line yang sudah disediakan
 Kesehatan pekerja diperiksa tekanan darahnya terlebih dahulu
oleh orang kompeten dalam hal ini nurse

2. BAHAYA LISTRIK
Listrik merupakan suatu muatan yang terdiri dari suatu muatan positif
dan muatan negative dimana suatu benda dapat dikatakan energy
listrik apabila suatu benda itu memiliki perbadaan jumlah muatan.
Sedangkan muatan yang dapat dipindah adalah muatan negative dari
sebuah benda, berpindahnya muatan negative ini disebabkan oleh
beberapa macam gaya atau energy, misalnya energy gerak, energy
panas.

Listrik memiliki besaran-besaran diantaranya, yaitu tegangan listrik,


arus listrik, hambatan listrik,gaya gerak listri (GGL), muatan listrik,
kapasitansi, induktansi, kuat medan listrik, dan fluks magnet.

a) Tegangan listrik
Tegangan listrik adalah perbedaan potensial listrik antara dua titik
dalam rangkaian listrik, dan dinyatakan dalam satuan volt.

b) Arus listrik
Arus listrik adalah banyaknya muuatan listrik yang disebabkan
dari pergerakan electron-elektron, mengalir dalam sirkuit tiap
satuan waktu.
c) Hambatan listrik
Hambatan listrik adalah perbandingan antara tegangan listrik dari
suatu komponen elektronika dengan arus listrik yang
melewatinya.
d) Gaya gerak listrik (GGL)
Gaya gerak listrik adalah besarnyya energy listrik yang berubah
menjadi energy bukan listrik atau sebaliknya.
e) Muatan listrik
Muatan listrik adalah muatan dasar yang dimiliki suatu benda,
yang membuatnya mengalami gaya pada benda lain yang
berdekatan dan juga memiliki muatan lisrik.
f) Kapasitansi
Kapasitansi adalah ukuuran muatan liistrik yang disimpan untuk
sebuah potensial listrik yang telah ditentukan.
g) Induktansi
Induktansi adalah sifat dari rangkaian elektronika yang
menyebabkan timbulnya potensial listrik secara proporsional
terhadap arus yang menggalir pada rangkaian tersebut.
h) Kuat medan listrik
Kuat medan listrik adalah ruangan disekitar benda bermuatan
listrik dimana benda-benda muatan listrik lainnya dalam ruang ini
akan merasakan atau mengalami gaya listrik arah medan listrik.
i) Fluks magnet
Fluks magnet adalah ukuran total medan magnetic yang
menembus bidang.

Kita akan membicarakan bagaimana listrik terbentuk. Listrik muncul


akibat adanya GGL atau gaya gerak listrik. Contoh sederhananya
misalnya kumaparan kawat lalu kumparan tersebut kita dekatkan di
magnet, maka akan ada arus dalam kawat tersebut. Hal itu terjadi
karena kawat tersebut kelebihan electron dan electron itu meloncat
pada daerah yang kekurangan electron. pada saat electron berpindah,
ada energi yang di hasilkan dan energy itu yang kita pakai. Jika kita
gerakkan magnet tersebut secara cepat dan berulang-ulang, hasilnya di
kawat tersebut muncul yang kita sebut listrik.

Proses ini kita temui pada generator pembangkit listrik PLN. Contoh
model yang paling sederhana adalah dynamo. Tetapi proses ini
dibalik. Coba kamu hubungkan dynamo itu pada lampu kecil, lalu
putar dynamo itu secara cepat, maka lampu itu akn nyala. Begitulah
terbentuknya listrik yang kita pakai saat ini. Alat itu terdapat jjuga
pada lampu sederhana model dulu. Dynamo akan diletakkan pada ban
depan dan ssat ban berputar lampu akan nyala.
Begitulah prosesnya, sebenarnya tidak rumit. Kita bisa menikamti
listrik selama generatornya ada pada PLN tetap berputar. Cara
memutarnya itulah menjadi permasalahan. Kenanyakan PLN
menggunakan mesin berbahan bakar fosil. Sebenarnya lebih ramah
jika kita menggunakan arus air, tenaga matahari, dan angin.

3. BAHAYA KIMIA

 Bentuk Bahan Kimia


Semua bahan kimia dikategorikan dalam tiga bentuk: padat, cair
atau gas.
Padat memiliki bentuk, seperti partikel debu atau pipa baja.
Cair merupakan cairan tak berbentuk. Pelarut dan minyak adalah
contoh dari bahan kimia dalam bentuk cair.
Gas adalah zat berbentuk yang mengembang untuk menempati
semua ruang dari wadahnya. Oksigen dan karbon monoksida
adalah contoh bahan kimia dalam bentuk gas. Gas yang biasanya
tidak terlihat, tetapi mereka dapat dideteksi dalam beberapa kasus
oleh rasa atau bau mereka.

 Beberapa jenis bahan kimia telah dikaitkan dengan efek


kesehatan yang merugikan. bahaya kimia tersebut diantaranya:
iritasi kulit, cedera mata atau kebutaan yang disebabkan oleh
produk kimia korosif
produk beracun, seperti uap dan asap, yang disebabkan oleh
pencampuran bahan kimia yang tidak kompatibel
luka bakar serius dari pelarut yang mudah terbakar yang terbakar
cedera dari wadah meledak, seperti kaleng semprot
keracunan dari menelan secara disengaja, terutama dengan anak-
anak
 Tips umum untuk keamanan bahan kimia
Selalu membaca label pada botol kimia.
Selalu ikuti petunjuk dan tindakan pencegahan yang tercantum
pada label.
Jangan menggunakan bahan kimia yang Anda tidak yakin apa itu
atau bagaimana melindungi diri sendiri.
Selalu meluangkan waktu untuk melindungi diri sendiri dan
orang-orang yang bekerja di sekitar Anda.
Selalu membuang bahan kimia yang benar. Setiap kota memiliki
drop-off lokasi limbah berbahaya rumah tangga. Untuk
pembuangan yang aman dari produk kimia di tempat kerja,
hubungi perwakilan kesehatan dan keselamatan di tempat Anda.

 Mengendalikan bahaya kimia di tempat kerja


Mengurangi atau menghilangkan penggunaan bahan kimia
berbahaya bila memungkinkan.
Menjaga sistem ventilasi yang memadai untuk mengurangi
konsentrasi bahan kimia di udara.
Praktek kebersihan pribadi yang baik (misalnya cuci tangan) dan
mempertahankan biasa rutinitas membersihkan tempat kerja dapat
mengurangi jumlah zat kimia yang diserap oleh tubuh pekerja.
Memperkenalkan kontrol administratif untuk meminimalkan
paparan bahan kimia
Gunakan alat pelindung diri.
Menjaga peralatan agar selalu dalam keadaan baik untuk
mencegah kebocoran dan kerusakan yang mungkin melepaskan
zat beracun.

 Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2012


tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja,
penggunaan bahan kimia berbahaya harus mendapatkan
penanganan khusus. Selain harus diawasi oleh seorang ahli yang
bertanggung jawab di bidang K3 Kimia, petugas K3 Kimia juga
dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dan pengawasan
operasional yang menggunakan bahan kimia berbahaya.

 Berikut adalah beberapa contoh dari produk rumah tangga yang


umum digunakan yang dapat merusak kesehatan Anda atau
menyebabkan kebakaran atau ledakan jika digunakan secara tidak
benar:
produk pembersih seperti pembersih toilet, desinfektan, dan
klorin
perlengkapan, seperti thinner dan glasir tembikar
persediaan garasi, seperti bagian Degreasers dan pelarut
pembersih
peralatan kantor, seperti toner mesin fotokopi

4. BAHAYA KEBAKARAN DAN PELEDAKAN


a) Tanggap : Respon / Reaksi terhadap suatu peristiwa yang
dihadapinya. Darurat : keadaan / situasi / kondisi / kejadian yang
tidak normal / luar biasa Perlu penanganan segera & tepat =
mencegah kecelakaan yang fatal. Keadaan darurat dapat berubah
menjadi bencana (disaster) yang mengakibatkan banyak korban
atau kerusakan fatal jika tdk segera ditangani dengan tepat dan
cepat.
b) Termasuk keadaan darurat : kebakaran, peledakan, kebocoran
kimia. Bencana alam, terorisme, demonstrasi dan
kecelakaan/keracunan massal dll.
c) Penerapan K3 diberlakukan jika min pekerja berjumlah 100 atau
lebih dari 100 orang
d) Kebakaran adalah terjadinya api yg tidak dikehendaki dan
menimbulkan kerugian, penyebabnya oleh akrena bahan yang
mudah terbakar/sumber panas
e) Teknik memadamkan api :
 Memisahkan bahan yang terbakar
 Olling/pendinginan dan pisahkan panas
 Isolasi/mengurangi kadar O2
 Menghambat rekasi kimia berantai
f) Bahan untuk memadamkan api :
 Air/ Fog/ Fume/ kabut
 Busa
 Gas CO2
 Dry Chemical
 Gas Halon (BCF)
g) Alat untuk memadamkan api :
Peralatan tradisional (Air, Pasir, Karung Goni yang sudah
dibasahi dengan air); APAR; Hydrant; Sprinkle : Air Siram
otomatis (dipasang di plafon atau atau atap, jika ada asap atau
deteksi api, maka air tsb akan otomatis keluar)
h) Permasalahan
Regu pemadam tidak trampil / ahli
Belum terbentuk unit penanggulangan kebakaran
Perlengkapan regu pemadam kurang (APD Kurang Lengkap)

B. APAR
1. Definisi APAR ( Alat Pemadam Api Ringan)
APAR adalah alat pemadam api berbentuk tabung berisi bahan kimia
yang ringan di jinjing atau mudah di bawa dan mudah di operasikan
oleh satu orang ber ukuran 0,5 – 16 kg. APAR merupakan alat
pemadam api yang pemakaiannya di lakukan secara manual dan di
arahkan dengan cara menyapu dari titik terluar menuju titik terdalam
dimana api berada.

2. Fungsi/Kegunaan
Untuk mencegah dan memadamkan kebakaran kecil

3. Pemasangan dan Penepatan APAR


Setiap APAR di pasang pada posisi yang mudah dilihat dan dijangkau
dan tidak boleh terhalang oleh benda apapun. Pemasangan APAR
harus sesuai dengan jenis/benda atau tempat yang di lindungi.
Pemasangan APAR tidak boleh di ruangan yang mempunyai suhu
lebih dari 4-49 ͦCdan di bawah 4 ͦC

4. Klasifikasi Kebakaran
Kelas A : Terjadi pada padat kecuali logam (kayu, kertas, karet, dan
kain)
Kelas B : Terjadi pada benda cair dan gas (bensin, solar, minyak
tanah, LPG)
Kelas C : Terjadi pada peralatan listrik yang berteggangan
Kelas D : Terjadi pada logam (magnesium, zurkumium, titanium)

5. Isi tabung APAR


 Water/Air
Berisi air tawar sebanyak kapasitas tabung kemudian diberi
pendorong N2/cartridge/ dengan di pompa secara manual,
digunakan untuk tipe kelas A, sifatnya mendinginkan/mempunyai
daya serap yang bear
 Powder
Powder kimia regular: tepung kimia yang efektif untuk
memadamkan
kebakaran kelas B,C. Bahan baku powder leguler: Sodium
bikarbonat, Postonium bikarbonat, Postanium carbonat, Postanium
clorida
 Powder kimia multi purphose : Tepung kimia yang efektif untuk
memamkan kebkaran kelas A, B dan C. kalium sulfat, mono
ammonium phospat
 Powder kimia Special DRY Powder : tepung kimia yang efektif
untuk memadamkan kebakaran kelas D. Campuran kalium klorida,
barium klorida, magnesium klorida, kalsium klorida, CO2
 Factor untuk memadamkan kebakaran kelas B (minyak) dan kelas
C (listrik) berfungsi untuk mengurangi kadar oksigen dan efektif
untu memadamkan kebakaran yang terjadi dalam ruangan.
 Busa/Foam
Berisi larutan kimia yang diberi tekanan N2/ sistem pencampuran 2
kimia yang membentuk gelombang-gelombang busa di dalamnya
bermuatan CO2 sebagai pendorong, digunakan untuk kelas A dan
B.
 Hallon
Efektif untuk mengurangi kebakaran jenis cairan yang mudah
terbakar dan peralatan listrik bertegangan (digunakan kelas B dan
C), bahan dari hallon biasanya terdiri dari unsur-unsur kimia
seperti clorin, fluorine, bromidebiodine.

6. Persyaratan Teknis APAR


 Tabung harus dalam keadaan baik ( tidak berkarat )
 Dilengkapi dengan etiket cara – cara penggunaan yang memuat
urutan singkat dan jelas tentang cara penggunaannya
 Segel harus dalam keadaan baik
 Tidak ada kebocoran pada membran tabung gas tekanan tinggi
( Cartridge )
 Slang harus dalam keadaan baik, tidak boleh ada retakan dan tahan
tekanan tinggi.
 APAR jenis busa / foam, tabung dalamnya tidak bocor serta lubang
pengeluaran tidak tersumbat
 Bahan baku pemadaman harus selalu dalam keadaan baik
 Tutup tabung harus baik dan tertutup rapat
 Warna tabung harus mudah dilihat sesuai dengan jenis APAR

7. Kegagalan APAR
• Media tidak sesuai
• Ukuran tidak sesuai
• Macet/ tidak berfungsi
• Salah penempatan
• Petugas

8. Prinsip pemakaian APAR


• Mengenal sifat benda terbakar
• Petugas mampu mengoperasikannya
• Harus mengenal keefektifan APAR
• Di sesuaikan dengan lingkungannya
• Memperhatikan kondisi temperature, arah angis, dan uap-uap yang
terjadi
• Keamanan petugas harus di perhatikan

9. SOP Penggunaan APAR


• Tarik kunci pengaman ; Saat mencabut kunci pengaman yang
perlu. diperhatikan jangan menekan tuas atas dan bawah secara
bersamaan .Hal ini akan membuat Pin atau kunci pengaman susah
dilepas ,karena pin tertekan
• Pegang bagian ujung selang ; jangan sekali -kali menekan bagian
tengah atau pangkal selang karena akan mengakibatkan media tidak
terarah dengan baik
• Arahkan selang ke sumber api ;Mengarahkan selang tepat ke
sumber api akan mempercepat proses pemadaman . Kesalahan
yang sering dilakukan ,pengguna mengarahkan ke bagian atas
sumber api atau ditembakkan di bagian lidah
apinya .Sehingga,kebakaran lama padam,bahkan resiko terburuk
api tidak padam
• Tekan tuas(katup) bagian atas sepenuhnya ; Lakukan hal ini dengan
benar . Karena dengan menekan tuas secara penuhakan lebih cepat
mengeluarkan seluruh isi media alat pemadam kebakaran. Sehingga
api segera padam
• Sapukan dari satu sisi ke sisi lainnya ; Hal ini dilakukan agar media
merata dan kebakaran dapat dipadamkan dengan segera.

C. APD
1. Pengertian Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan
perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Suma’mur, 1991).
Atau bisa juga disebut alat kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan
pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.

APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga


kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak
dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah
pengganti dari usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.
Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi pemakainya dari
bahaya-bahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena
itu, APD dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa
ketentuan yang diperlukan. Menurut ketentuan Balai

Hiperkes, syarat-syarat Alat Pelindung Diri adalah :


1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap
bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga
kerja.
2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
4. Bentuknya harus cukup menarik.
5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
6. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi
pemakainya yang dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak
tepat atau karena salah dalam menggunakannya.
7. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris
pemakainya.
9. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah
pemeliharaannya.

2. Tujuan, Manfaat, Jenis dan Kegunaan dari Alat Pelindung Diri


a) Tujuan
Melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan
administratif tidak dapat dilakukan dengan baik.
Meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja.
Menciptakan lingkungan kerja yang aman.
b) Manfaat
Untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya/ kecelakaan kerja.
Mengurangi resiko akibat kecelakaan.
c) Jenis
 Alat Pelindung Diri di bagi menjadi 3 kelompok yaitu:
APD bagian kepala meliputi : Alat Pelindung Kepala: Alat ini
adalah kombiansi dari alat pelindung mata,pernapasan dan
mata contohnya Topi Pelindung/ Pengaman (Safety Helmet),
Tutup Kepala, Hats/cap, Topi pengaman.
 Alat Pelindung Kepala Bagian Atas: Topi Pelindung/
Pengaman, Alat Pelindung Muka: Safety Glasses, Face
Shields, Goggles.
 Alat Pelindung Pengliahatan: Kaca Mata
 Alat Pelindung Telinga: Tutup Telinga (Ear muff), Sumbat
Telinga (Ear plugs).
 Alat Pelindung Pernafasan: Masker, Respirator.
 APD bagian badan meliputi : Alat Pelindung Seluruh Badan :
Jas laboratorium. Alat Pelindung Badan Bagian Muka :
Apron. Alat Pelindung Bagian Dada : Rompi Pelindung.
 APD bagian anggota badan meliputi : Alat Pelindung
Tangan: Sarung Tangan (Safety Gloves).
 Alat Pelindung Kaki: Sepatu Bot.

d) Kegunaan
 Alat Pelindung Kepala
Alat Pelindung Kepala Topi Pelindung/ Pengaman (Safety
Helmet): Melindungi kepala dari benda keras, pukulan dan
benturan, terjatuh dan terkena arus listrik.
Tutup Kepala: Melindungi kepala dari kebakaran, korosif,
uap-uap, panas/dingin.
Hats/ cap: Melindungi kepala dari kotoran debu atau
tangkapan mesin-mesin berputar.
Topi pengaman: untuk penggunaan yang bersifat umum dan
pengaman dari tegangan listrik yang terbatas. Tahan terhadap
tegangan listrik. Biasanya digunakan oleh pemadam
kebakaran.
 Alat Pelindung Muka Dan Mata
Melindungi muka dan mata dari:
Lemparan benda-benda kecil.
Lemparan benda-benda panas
Pengaruh cahaya
 Alat Pelindung Telinga
Sumbat Telinga (Ear plugs) yang baik adalah menahan
frekuensi Daya atenuasi (daya lindung): 25-30 dB, sedangkan
frekuensi untuk bicara biasanya (komunikasi) tak terganggu.
Tutup Telinga (Ear muff ) frekuensi 2800–4000 Hz sampai
42 dB (35–45 dB) Untuk frekuensi biasa 25-30 dB. Untuk
keadaan khusus dapat dikombinasikan antara tutup telinga
dan sumbat telinga sehingga dapat atenuasi yang lebih tinggi;
tapi tak lebih dari 50 dB,karena hantaran suara melalui tulang
masih ada.
 Alat Pelindung Pernafasan. Memberikan perlindungan
terhadap sumber-sumber bahaya seperti: Kekurangan
oksigen. Pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap dan uap
logam). Pencemaran oleh gas atau uap
 Alat Pelindung Tangan
Sarung Tangan (Gloves). Jenis pekerjaan yang membutuhkan
sarung tangan: Pengelasan/ pemotongan (bahan kulit).
Bekerja dengan bahan kimia (bahan karet). Beberapa
pekerjaan mekanikal di workshop dimana ada potensi cedera
bila tidak menggunakan sarung tangan (seperti benda yang
masih panas, benda yang sisinya tajam dlsb.).
 Alat Pelindung Kaki; Untuk mencegah tusukan. Untuk
mencegah tergelincir. Tahan terhadap bahaya listrik
 Alat Pelindung Badan; Pakaian Pelindung: digunakan untuk
melindungi tubuh dari benda berbahaya, misal api, asap,
bakteri, zat-zat kimia, dsb. Safety Belt; Berguna untuk
melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya
digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta
tempat tertutup atau boiler.
 Alat pelindung diri untuk tugas khusus: Apron untuk bekerja
dengan bahan kimia ataupun pekerjaan pengelasan. Full body
harness untuk bekerja di ketinggian melebihi 1,24 meter.
Tutup telinga (ear plugs) untuk bekerja di tempat dengan
kebisingan melebihi 85 dB. Sepatu boot karet (rubber boot)
untuk semua pekerjaan di kebun yang dimulai dari survey
lahan, pembibitan, penanaman hingga panen.

e) Kekurangan Alat Pelindung Diri


a. Kemampuan perlindungan yang tak sempurna karena memakai
Alat pelindung diri yang kurang tepat
b. Fungsi dari Alat Pelindung Diri ini hanya untuk menguragi
akibat dari kondisi yang berpotensi menimbulkan bahaya.
c. Tidak menjamin pemakainya bebas kecelakaan
d. Cara pemakaian Alat Pelindung Diri yang salah,
e. Alat Pelindung Diri tak memenuhi persyaratan standar
f. Alat Pelindung Diri yang sangat sensitive terhadap perubahan
tertentu.
g. Alat Pelindung Diri yang mempunyai masa kerja tertentu
seperti kanister, filter dan penyerap (cartridge).
h. Alat Pelindung Diri dapat menularkan penyakit,bila dipakai
berganti-ganti.
f) Kekurangan Alat Pelindung Diri
a. Mengurangi resiko akibat kecelakan
b. Melindungi seluruh/sebagian tubuhnya pada kecelakaan
c. Sebagai usaha terakhir apabila sistem pengendalian teknik dan
administrasi tidak berfungsi dengan baik.
d. Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja di tempat kerja.

D. ORGANISASIAN K3

1. P2K3
 Syarat Pembentukan P2K3
Pemnaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara
Penunjukan Ahli Keselematan Kerja Pasal 2, mensyaratkan
bahwa setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu pengusaha atau
pengurus WAJIB membentuk P2K3.
 Kriteria tempat kerja dimaksud ialah:
Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan
100 orang atau lebih
Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkejakan
kurang dari 100 orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses
dan inhalasi yang mempunyai risiko yang besar akan terjadinya
peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif.
 Anggota P2K3
Berdasarkan Pasal 3, Permenaker No.PER-04/MEN/1987 tentang
P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselematan Kerja
dinyatakan bahwa:
Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusahaan dan pekerja
yang susunannya terdiri dari ketua, sekretaris dan Anggota.
Sekertaris P2K3 ialah ahli Keselamatan Kerja dari Perusahaan
yang bersangkutan.
Ketua P2K3, diupayakan dijabat oleh Pimpinan perusahaan atau
salah satu pengurus perusahaan

 Tugas dan Fungsi P2K3


Fungsi :
1. Menghimpun dan mengelola data tentang K3 di tempat kerja
2. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap
tenaga kerja:
• Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat
menimbulkan gangguan termasuk bahaya kebakaran,
peledakan serta cara penanggulangannya
• Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan
produktivitas kerja
• Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
• Cara dan Sikap yang benar dan aman dalam
melaksanakan pekerjaannya
3. Membantu Pengusaha atau pengurus dalam :
• Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja
• Menentukan tindakan koreksi dan alternatif terbaik
• Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap
K3
• Mengevaluasi penyebab timbulnya bahaya kecelakaan,
penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah
yang diperlukan
• Melakukan pemantauan terhadap Gizi kerja
• Memeriksa kelengkapana peralatan keselamatan kerja
• Mengembangkan pelayanan kesehatan kerja
4. Membantu Pimpinan perusahan menyusun kebijakan
manajemen dan pedoman kerja dalam rangka upaya
meningkatkan keselamatan kerja, higiene perusahaan,
kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.
Tugas:
Tugas Ketua P2K3:
• Memimpin seua rapat Pleno P2K3 atau menunjuk pengurus
lainnya untuk memimpin rapat pleno
• Menentukan langkah kebijakan demi tercapainya pelaksanaan
program-program yang telah digariskan organisasi
• Mempertanggungjawabkan pelaksanaan K3 di
Perusahaannya kepada pemerintah melalui perusahaannya
• Mempertanggungjawabkan program-program P2K3 dan
pelaksanaanya terhadap direksi perusahaan
• Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program-program
K3 di Perusahaan

Tugas Wakil Ketua


Melaksanakan tugas-tugas ketua dalam hal ketua berhalangan dan
membantu pelaksanaan tugas ketua sehari-hari

Sekretaris
Membuat undangan rapat dan membuat notulen rapat
• Memberikan bantuan atau saran-saran yang diperlukan oleh
seksi seksi untuk kelancaran program-program K3
• Membuat Laporan ke Departemen-Departemen perusahaan
tentang adanya potensi bahaya ditempat kerja, dll.
Anggota
• Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai
dengan bidang tugas masing –masing
• Melaporkan kepada ketua atas setiap kegiatan yang telah
dilaksanakan.
 Pertemuan P2K3
Secara Efektif P2K3 dapat mengadakan pertemuan atau sidang
rutin sekurang-kurangnya adalah 3 bulan sekali. P2K3 mungkin
dapat memutuskan untuk mengadakan pertemuan lebih sering,
dan di sebagian besar tempat kerja, P2K3 mengadakan pertemuan
setiap bulan agar mereka lebih mampu menangani isu-isu K3 di
tempat kerja, menyusun rencana, menerapkan dan memantau
program-programnya secara efektif. Suatu hal yang sangat
penting adalah bagaimana selalu menjaga antusias dan komitmen
seluruh pengurus dan anggota P2K3.

2. UNIT TANGGAP DARURAT

Kecelakaan adalah suatu kejadian tidak terduga dan tidak di


kehendaki yang mengganggu suatu aktivitas atau pekerjaan yang telah
diatur. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikendaki
dan tidak terduga yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta
benda atau properti maupun korban jiwa.

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak


diharapkan, karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur
kesengajaan, apalagi dalam bentuk perencanaan. Kecelakaan adalah
suatu kejadian tidak diinginkan, datang secara langsung dan tidak
terduga, yang dapat menyebabkan kerugian pada manusia,
perusahaan, masyarakat dan lingkungan.

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi dan


menyebabkan kerugian pada manusia dan harta benda, dimana ada
tiga jenis tingkatan kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan
yaitu:
a. Accident adalah kejadian yang tidak diinginkan yang bisa
menimbulkan kerugian baik manusia, maupun terhadap harta
benda.

b. Incident adalah kejadian yang tidak diinginkan yang belum


menimbulkan kerugian.

c. Near missadalah kejadian hambir celaka, atau kejadian ini hampir


menimbulkan kejadian incidentataupun accident.

Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Internasional Labour


Organization(ILO) adalah sebagai berikut :

a) Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut jenisnya, yaitu seperti terjatuh,


tertimpa benda jatuh, tertumbuk atau terkena berbagai jenis benda,
terkecuali benda jatuh, terjepit oleh benda, gerakan yang melebihi
kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena arus listrik, kontak dengan
bahan yang berbahaya atau radiasi dan berbagai jenis lainnya.

b) Klasifikasi menurut penyebab


Klasifikasi kecelakaan kerja menurut penyebabnya, yaitu mesin , alat
angkut dan alat angkat, peralatan lain, berbagai jenis bahan, zat dan
radiasidan lingkungan kerja.
c) Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan
Klasifikasi kecelakaan menurut sifat luka atau kelaianan seperti patah
tulang, diskolasi atau keseleo, rengang otot atau urat, memar luka
dalam, amputasi, jenis luka lainnya, luka dipermukaan, gegar dan
remuk, luka bakar, berbagai macam keracunan mendadak (akut), mati
lemas, pengarus arus listrik, pengaruh radiasi.
d) Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh
Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh seperti bagian
kepala, leher, badan, anggota atas, anggota bawah.

Kecelakaan kerja dapat menimbulkan korban jiwa (manusia).


Kecelakaan kerja dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

1) Kecelakaan Kerja RinganBila manusia atau tenaga kerja yang


menjadi korban peristiwa kecelakaan kerja, setelah diberi
pengobatan seperlunya, selanjutnya bisa langsung bekerja
kembali seperti semula (samadengan kondisi sebelum menjadi
korban kecelakaan)

2) Kecelakaan Kerja SedangBila manusia atau tenaga kerja yang


menjadi korban peristiwa kecelakaan kerja dalam waktu
maksimal 2 x 24 jam setelah diberi pengobatan seperlunya,
selanjutnya bisa bekerja kembali seperti semula (samadengan
kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan kerja)

3) Kecelakaan Kerja Berat

Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa


kecelakaan kerja, tidak bisa bekerja kembali seperti semula
(sama dengan kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan
kerja) dalam waktu lebih dari 2 x 24 jam setelah diberi
pengobatan seperlunya. Atau bila manusia atau tenaga kerja
yang menjadi korban peristiwa kecelakaan kerja mengalami
cacat tubuh seumur hidup.

Unsur/ Definisi Tanggap Darurat

1. Keadaan darurat: Suatu kondisi yang tidak diinginkan dimana


terjadi kebakaran, ledakan, pencemaran, gempa bumi, longsor,
huru hara atau kondisi lain yang menimbulkan kerusakan
terhadap asset perusahaan atau menimbulkan cedera terhadap
manusia atau pencemaran lingkungan dan terganggunya jalannya
operasional perusahaan.

2. Tempat berkumpul : Tempat yang dianggap aman untuk


berkumpul bila ada evakuasi terhadap semua personil (karyawan,
penghuni perumahan dan mitra kerja maupun tamu/pengunjung)
di dalam areal perusahaan.

3. Tim Tanggap Darurat: Personil yang telah diberi pelatihan untuk


pelaksanaan tanggap darurat dan pencegahannya.

4. APAR adalah Alat Pemadam Api Ringan, yaitu alat pemadam api
berkapasitas kecil yang mudah dibawa dan dapat digunakan oleh
satu orang untuk memadamkan api pada awal terjadi kebakaran.

5. APD adalah peralatan keselamatan yang terkait dengan bencana


alam atau kebakaran.

6. DAMKAR adalah kesatuan unit pemadam kebakaran termasuk


personil dan peralatannya untuk menanggulangi kebakaran
kantor, perumahan dan lahan

7. Area Evakuasi adalah tempat berkumpul yang aman bagi


karyawan yang tidak terlibat langsung dalam proses
penanggulangan keadaan darurat.

8. Pencegahan/Preventif adalah suatu tindakan untuk mencegah/


menghindarkan diri dari sumber ancaman bahaya.

9. Penanggulangan / Represif tindakan secepatnya untuk


menanggulangi / mencegah meluasnya bahaya sumber api
kebakaran dengan menggunakan sarana pemadam kebakaran
yang ada.
BAB III

ANALISA HASIL KUNJUNGAN

A. IDENTITAS PERUSAHAAN
1. Nama Perusahaan : PT IDE STUDIO
2. Jenis Perusahaan : Furniture
3. Alamat : Jl. Parangtritis Km.8, Sewon, Bantul, DI
Yogyakarta
4. Jumlah Tenaga Kerja : 210 Orang
5. Tanggal Kunjungan : 02 Desember 2021

B. PROSES PRODUKSI
1. Bahan Produksi :
Bahan Baku : Kayu Jati (Sudah di oven)
Bahan Tambahan : Asesoris mebel, Lem, Tiner, Sekrup, Cat (toning), dsb

2. Mesin/Peralatan Kerja yang digunakan :


Berbagai mesin gergaji, mesin belah, mesin planner, mesin serut, mesin bor, mesin
sanding, mesin doktail, dsb
3. Proses Produksi :
Bahan baku  Pembuatan komponen  Perakitan Finishing Pengepakan
4. Barang Yang dihasilkan :
Produk Utama : Aneka mebel kayu
Produk Sampingan : Tidak ada
5. Limbah yang dikeluarkan :
Potongan kayu, serpihan kayu, serbuk kayu

C. IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA


1. BAHAYA MEKANIK

POTENSI JENIS SUMBER POTENSI PENGENDALIAN


BAHAYA POTENSI BAHAYA
BAHAYA

Benda dapat Tersayat - Mesin gergaji/ - Penggunaan sarung


melukai mesin potong/ tangan, namun belum
semua pekerja
mesin belah,
menggunakan sarung
Mesin serut & tangan saat
Tertusuk Mesin amplas mengoperasikan alat-alat
kerja
- Penjahit kulit

Benda dapat Terbentur - Susunan kayu - Pekerja belum


terbentur yang menumpuk menggunakan pelindung
tinggi dibagian kepala berupa helmet,
bahan baku yang sudah digunakan
hanya topi biasa

- Tumpukan - Bahan dan alat sudah


barang di tertata, namun posisi
gudang belum rapi dan masih
berserakan
Benda dapat Terepit Mesin press kayu Belum menggunakan sarung
memperangkap tangan saat
mengoperasionalkan alat

Jatuh dari Tersandung/ Bahan kayu, mesin- - Banyak barang


ketinggian sama Terpeleset mesin produksi berserakan dan belum
tertata rapi

Jatuh dari Jatuh dari Tangga curam Sudah terdapat pegangan


ketinggian beda tangga pada tangga namun perlu
diperhatikan kesesuaian
ukuran tangga agar aman.

2. BAHAYA LISTRIK

POTENSI JENIS SUMBER POTENSI PENGENDALIAN


BAHAYA POTENSI BAHAYA
BAHAYA
Bahaya Korsleting Stop kotak berada di Mensosialisasikan
Korsleting dekat air minum kepada pegawai agar
peletakan stop kontak
berada di tempat yang
aman, tidak dekat dengan
sumber air
Bahaya Tersengat listrik Banyak kabel yang Merapikan kabel,
sentuh berserakan, tidak rapi, mengecek kondisi kabel
ditakutkan jika ada kabel secara berkala
yang terkelupas atau
tidak tertutup sempurna
3. BAHAYA BAHAN KIMIA

POTENSI JENIS POTENSI SUMBER PENGENDALIAN


BAHAYA BAHAYA POTENSI
BAHAYA
Flammable Potensi kebakaran Solar, Oli, Disimpan digudang
Thinner
Explosive Potensi kebakaran Solar, Oli, Disimpan di gudang
Thinner
Iritatif iritasi, alergi Cairan Thinner, Disediakan APD : masker , kaos
Lem, Plitur, dan tangan, apron
Debu
Korosive Tidak ada Tidak ada Tidak ada

4. BAHAYA KEBAKARAN DAN PELEDAKAN :

POTENSI JENIS POTENSI SUMBER POTENSI PENGENDALIAN


BAHAYA BAHAYA BAHAYA
Bahan mudah Terbakar oli, solar ,Kayu jati ruangan satu dan lainnya
terbakar (sudah di open), serbuk terpisah.

kayu, potongan kayu. tersedia APAR,


pembuangan sementara
limbah yang mudah
terbakar berada pada ruang
terbuka, terdapat peringatan
dilarang merokok,
penyimpanan bahan bakar
pada ruang terbuka

Sumber Terbakar/konsleting Kabel listrik, Genset (8 pemeriksaan keselamatan


Panas jam kerja dalam 5 hari kerja tiap tahun (genset,

kerja) listrik, APAR, penyalur


petir)

Bahan mudah Ledakan kompressor Tidak dijelaskan di video


meledak untuk pemeliharaan
kompressor

Alat kerja Terbakar/ ledakan Genset, kompressor Melakukan pemeriksaan


dengan keselamatan kerja tiap

tekanan tahun ( genset, listrik,


Peyalur petir)
tinggi

5. ALAT PEMADAM KEBAKARAN

JENIS JUMLAH PENEMPATAN PEMERIKSAAN KETERANGAN


Dry Chemical 14 Disetiap bagian Dilakukan secara Penepatan APAR
Power (Apar) Tersedia berkala / tiap tahun belum tepat
Apar C02 2 Di dalam ruangan Dilakukan secara Penempatan
staff berkala/ tiap tahun APAR belum
tepat

6. Organisasi P2K3
APD : masker, kacamata, earmuff, sepatu, kaos tangan, apron

ORGANISASI PROGRAM KETERANGAN


Organisasi P2K3 Job Safety Analisis Dilaksanakan.
pengujian lingkungan tiap 6 bln,
pemeriksaan keselamatan kerja tiap
tahun (genset, listrik, APAR,
penyalur petir), pemkes tiap 6 bulan
di puskesmas.
Evaluasi SOP Dilaksanakan. Evalusi dilakukan
tiap tahun
Identifikasi Potensi bahaya Dilaksanakan.
pemeriksaan keselamatan kerja tiap
tahun (genset, listrik, APAR,
penyalur petir). Perusahaan juga
menyediakan APD : masker,
kacamata, earmuff, sepatu, kaos
tangan, apron.
Pengujian Lingkungan Kerja Dilaksanakan. pengujian lingkungan
tiap 6 bln
Pemeriksaan Kesehatan Kerja Setiap 6 bulan sekali dilaksanakan
pemeriksaan kesehatan di
puskesmas sewon
Pengujian keselamatan kerja Dilaksanakan.
pengujian lingkungan tiap 6 bln,
pemeriksaan keselamatan kerja tiap
tahun (genset, listrik, APAR,
penyalur petir), pemkes tiap 6 bulan
di puskesmas.
Laporan kecelakaan kerja Ada. Laporan Kecelakaan kerja tiap
3 bulan ke Disnaker (ringan
tangan/jari lecet)

7. ORGANISASI K3

ORGANISASI PROGRAM KETERANGAN


Unit Tanggap Identifikasi Potensi Tidak Dilaksanakan. Karena tidak ada
Darurat Kebakaan unit tanggap darurat, namun ada
(tidak ada, programnya. Dan Dari hasil survei
namun ada perusahan ini tidak pernah terjadi
programnya) kebakaran sampai sekarang ini.
Regu Pemadam Kebakaran Tidak ada regu tanggap darurat namun
ada program tanggap darurat
Alat Pemadam Kebakaran Ada . Terdapat APAR dengan jenis
powder sebanyak 14 buah dan jenis
CO2 2 buah
Deteksi Api Tidak ada hanya ada alarm api
Manual
Alarm Ada. Selama survei dilakukan terdapat
adanya alat pendeteksi api alaram
Manual
Ruang Panel Kontrol Tidak ada. Ada ruang panel genset dan
compressor saja.
Jalur Evakuasi Ada jalur evakuasi. Namun tida ada
dipasangkan rambu/ arah keluarnya.
Assebly point Ada.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Terdapat bahaya bahan kimia (Thinner, Lem, Plitur) dan debu yang
terhirup, meningkatkan resiko penyakit akibat kerja pada saluran
pernafasan akibat debu dan pendengaran
2. Terdapat APAR yang diletakkan pada penempatan yang salah dan
penyimpanan tidak sesuai menurut permenaker RI no. 4/MEN/1980.
3. Terdapat potensi bahaya benda dapat melukai dan memperangkap pekerja
dengan sumber potensi bahaya mesin-mesin produksi. Jenis potensi
bahaya yang dapat terjadi dalam bentuk tersayat, terpotong dan tertusuk
karena sebagian besar pekerja belum menggunakan sarung tangan saat
melakukan aktivitas kerja.
4. Terdapat potensi bahaya benda dapat membentur kepala dengan sumber
potensi bahaya berupa susunan kayu yang menumpuk tinggi serta
tumpukan di penyimpanan Gudang. Jenis potensi bahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk terbentur dibagian kepala karena Sebagian besar
pekerja belum menggunakan pelindung kepala berupa helmet. Pekerja
hanya menggunakan topi biasa.
5. Terdapat potensi bahaya jatuh baik dari ketinggian yang sama mapun
berbeda. Sumber potensi bahaya disini berupa bahan dan mesin produksi
yang tidak rapi.
6. Belum adanya regu penolong dalam perusahaan
7. Compressor belum diperiksa pengujian tiap tahun
8. Perusahaan belum ada sarana akses dan jalur evakuasi

B. SARAN
1. Melakukan pengawasan dan audit terdahap kepatuhan para pekerja untuk
menggunakan masker sesuai SOP
2. Memberikan ceramah tentang penempatan APAR yang benar dan
membuat standar operasional prosedur terkait penyimpanan dan
pengunaan APAR yang tepat menurut permenaker RI no. 4/MEN/1980
3. Seluruh pekerja menggunakan sarung tangan saat mengoperasionalkan
alat-alat kerja
4. Seluruh pekerja menggunakan alat pelindung kepala guna mengatasi
masalah risiko terbentur
5. Seluruh pekerja wajib menerapkan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat,
Rajin) untuk mencegah bahaya tersandung/ terpleset (jatuh dari ketinggian
yang sama)
6. Diharapkan perusahan dapat membuat tanggap darurat dengan baik (jalur
evakuasi di harus ada, harus ada regu ponolonng untuk antisipasi kejadin
yang lebih buruk)
7. Harus selalu rutin dalam melakukan pemeriksaan alat compressor
8. Sistem proteksi kebakaran pasif harus terintegrasi dengan sarana
penyelamatan pada bangunan seperti sarana akses dan jalur evakuasi. Hal
ini untuk mendukung proses evakuasi agar kerugian jiwa dan materi akibat
kebakaran dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional Indonesia SNI 03 Tahun 2000 Tentang


Definisi Kebakaran.

http://k3indonesia.co.id/2021/04/20/dasar-hukum-k3-indonesia/

http://scholar.unand.ac.id/44335/2/BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf

https://eprints.uns.ac.id/34769/1/R0014050_pendahuluan.pdf

Pemerintah Indonesia. 1980. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan


Transmigrasi Nomor 04 Tahun 1980 Tentang Syarat-Syarat
Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan.
Lembaran RI Tahun 1980 No 04. Jakarta Sekretariat Negara.

Pemerintah Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 26


PRT/M/2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan. Lembaran
RI Tahun 2008 No 26. Jakarta. Sekretariat Negara.

Ramli, S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire


Management). Jakarta: Dian Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai