Anda di halaman 1dari 11

Makalah Kimia Lingkungan

Larutan Standar dan Standarisasi atau Faktorisasi

Disusun oleh Kelompok 3:

Nama:

1. Akhnas Hidayat
2. Dindya Luthfiah Fa’izah
3. Fairuz Atikah Shafarani

Mata Kuliah : Kimia Lingkungan


Kelas : 1D3A Kesehatan Lingkungan

Politeknik Kesehatan Jakarta 2


Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120
JAKARTA SELATAN
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi
sedikit sekali yang kitaingat. Segala puji hanya layak untuk Allah atas segala
berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Larutan Standar dan
Standarisasi atau Faktorisasi”.
Meskipun kami berharap isi dari makalah kami ini bebas dari kekurangan
dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tugas makalah ini dapat
lebih baik lagi.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih, semoga makalah kami ini
bermanfaat.

Jakarta, 2 Oktober 2020

Penyusun

I
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Standarisasi 2
2.2 Titasi 3
2.3 Pengenceran 5
2.4 Larutan 6
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 7
DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Larutan mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Tubuh kita
menyerap mineral, vitamin dan makanan dalam bentuk larutan. Demikian pula
hewan dan tumbuhan menyerap makanan dalam bentuk larutan. Larutan
merupakan campuran homogen dari dua jenis zat atau lebih. Larutan ada yang
berwujud cair, gas maupun padat. Larutan yang berbentuk gas, misalnya udara
yang merupakan campuran dari berbagai jenis gas terutama nitrogen dan oksigen.
Umumnya yang kita lihat adalah larutan dalam fase cair. Untuk larutan cair, bila
nama pelarut yang digunakan tidak disebutkan, berarti pelarut air. Larutan terdiri
dari dua komponen, yaitu pelarut dan terlarut. Zat pelarut pada umumnya
mempunyai proporsi yang lebih besar, sedangkan zat terlarut biasanya
mempunyai proporsi yang lebih kecil. Setiap larutan mempunyai standarisasi
masing – masing, jadi standarisasi larutan satu dengan larutan lain tidak sama
(Noor, 2006).
Beberapa larutan bersifat tidak stabil bila berada dalam udara terbuka maka
dari itu di perlukan standarisasi larutan untuk mengetahui konsentrasinya dan
dilakukan praktikum menegnai standarisasi larutan

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum standarisasi larutan kali ini yaitu:
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan melakukan standarisasi larutan
2. Agar mahasiswa mampu membuat larutan HCl dan H2SO4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Standarisasi
Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar
sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar
primer (John, 2003).
Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara
pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan
standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan
standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu
dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volume larutan).
Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan
menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah
sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standardisasi (Day, 2002).
Cairns (2009) juga mengungkapkan bahwa larutan standar primer adalah
larutan yang mengandung zat baku utama dalam kadar tertentu dan biasanya di
gunakan untuk membaku titran. Larutan standar primer ini merupakan seyawa
yang dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Sedangkan larutan
standar skunder adalah larutan (titran) yang biasanya ditempatkan pada buret yang
kemudian ditambahkan kedalam larutan zat yang telah diketahui konsentrasinya
secara standar primer.
Senyawa – senyawa semacam ini dapat ditimbang secara akurat hingga 4 atau
6 decimal, dan volumenya dicukupkan didalam labu ukur untuk menghasilkan
larutan yang diketahui molaritasnya (Cairns, 2009).
Menurut Day dan Underwood (1998) larutan standar primer harus
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Harus tersedia dalam dalam bentuk murni, atau dalam satu tingkat
kemurnian yang diketahui, pada suatu tingkat biaya yang logis. Secara
umum jumlah totol dari pengotor tidak boleh melebihi 0,01 - 0,02%
dan harus melakukan tes untuk mendeteksi kuantitas pengotor-

2
pengotor tersebut melalui tes kuantitatif dengan sensivitas yang
diketahui.
2. Substansi tersebut harus stabil. Harus mudah dikeringkan dan tidak
terlalu higroskopis sehingga tidak banyak menyerap air selama
penimbangan. Substansi tersebut seharusnya tidak kehilangan berat
jika terpapar udara. Garam hidrat biasanya tidak dipergunakan
sebagai standar primer.
3. Yang diiinginkn adalah standar primer tersebut mempunyai berat
ekivalen yang cukup tinggi agar dapat meminimalisasi konsekuensi
galat pada saat penimbangan.

2.2 Titrasi
Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan
konsentrasi yang tidak diinginkan untuk mengetahui konsentrasi yang sebenarnya
perlu dilakukan standarisasi-standarisasi yang dilakukan dengan titrasi (Baroroh,
2004).
Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volume larutan standar
ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak
dikenal. Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi (biasanya
sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi suatu zat
berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang
dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik ekivalen adalah titik
yg menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit.
Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau
ditentukan konsentrasinya atau strukturnya. Titik akhir titrasi adalah titik pada
saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot
tertentu yaitu bagian dari keseluruhan larutan yang dititrasi kemudian dilakukan
proses pengenceran (Khopkar, 1990).
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi
yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah
contoh tertentu yang akan dianalisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai
(tak diketahui, unknown). Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan

3
larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri. Dalam
analisis larutan asam dan basa, titrasi melibatkan pengukuran yang seksama,
volume-volume suatu asam dan suatu basa yang tepat saling menetralkan
(Gunawan, 2004).
Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang
ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan
dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya
titik akhir titrasi (Brady, 1999).
Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa
panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum
dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia
(erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu denga memekai pipet
gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya di
sekitar titik ekivalen. Dala titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik
ekivalen (Gunawan, 2004).
Suatu proses didalam laboratorium untuk mengukur jumlah suatu reaktan
yang bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan lainnya, dimana reaktan
pertama ditambahkan secara kontinu ke dalam reaktan kedua disebut titrasi.
Reaktan yang ditambahkan tadi disebut sebagai titrant dan reaktan yang
ditambahkan titrant kedalamnya disebut titree. Didalam beberapa titrasi, titik
ekivalen adalah titik selama proses titrasi dimana tepatnya titrat telah cukup
ditambahkan untuk bereaksi dengan titree. Salah satu masalah teknis dalam titrasi
adalah titik dimana suatu perubahan dapat diamati, terjadi yang untuk
mengindikasikan pendekatan yang paling baik ke titik ekivalen. Secara ideal, titik
akhir dan titik ekivalen seharusnya identik, tetapi dalam praktiknya jarang sekali
ada orang yang mampu membuat kedua titik tersebut tepat sama, meskipun ada
beberapa hal dimana perbedaan antara kedua hal tersebut dapat diabaikan
(Gunawan, 2004).
Kadang-kadang kita perlu mengetahui tidak hanya atau sekedar pH, akan
tetapi perlu kita ketahui juga berapa banyak asam atau basa yang terdapat didalam
sampel. Sebagai contoh, seorang ahli kimia lingkungan mempelajari suatu danau
dimana ikan-ikannya mati. Dia harus mengetahui secara pasti seberapa banyak

4
asam yang terkandung dalam suatu sampel air danau tersebut. Titrasi melibatkan
suatu proses penambahan suatu larutan yang disebut tirant dari buret ke suatu
flask yang berisi sampel dan disebut analit. Berhasilnya titrasi asam-basa
tergantung pada seberapa akurat kita dapat mendeteksi titik stoikiometri. Pada
titik tersebut, jumlah mol dari H3O+ dan OH- yang ditambahkan sebagai titrant
adlah sama dengan jumlah mol dari OH- atau H3O+ yang terdapat dalam analit.
Pada titik stoikiometri, larutan terdiri dari garam dan air. Larutan tersebut adalah
asam apabila ion asam yang terkandung didalamnya, dan basa apabila ion basa
yang terkandung didalamnya (Koesmadja, 2006).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik
ekivalen dari reaksi netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam dan basa
kedanya setara, yaitu dimana keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam titrasi,
suatu larutan yang akan dinetralkan, misal asam, ditempatkan di dalam flask
bersamaan dengan beberapa tetes indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya
(misal basa) yang terdapat didalam buret, ditambahkan ke asam. Pertama-tama
ditambahkan cukup banyak, kemudian dengan tetesan hingga titik ekivalen. Titik
ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna indikator. Titik pada titrasi
dimana indikator warnanya berubah disebut titik akhir (Koesmadja, 2006).

2.3. Pengenceran
Pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan
cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika
suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan maka sejumlah panas
dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat.
Agar pemanasan yang dihilangkan aman, asam sulfat pekat yang harus
ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air yang ditambahkan
kedalam asam sulfat maka panas yang dilepaskan besar yang dapat menyebabkan
air membeledak atau mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik. Jika kita
berada didekatnya,percikan tersebut dapat merusak kulit (Khopkar, 1990)
Pengenceran yaitu suatu cara atau metoda yang diterapkan pada suatu
senyawa dengan menambahkan pelarut yang bersifat netral seperti aquades dalam
jumlah tertentu. Penambahan pelarut dalam suatu senyawa dan berakibat

5
menurunnya kadar kepekatan atau tingkat konsentrasi dari senyawa yang
dilarutkan atau diencerkan (Brady, 1999)
Dalam kimia, pengenceran diartikan pencampuran yang bersifat homogen
antara zat pelarut dan terlarut dalam suatu larutan. Zat yang jumlahnya sedikit
didalam larutan disebut zat terlarut solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih
banyak daripada zat-zat lain disebut pelarut solven (Gunawan, 2004).

2.4 Larutan
Larutan merupakan campuran karena terdiri dari dua bahan dan disebut
homogen karena sifat-sifatnya sama disebuah cairan. Karena larutan adalah
campuran molekul biasanya molekul-molekul pelarut agak berjauhan dalam
larutan bila dibandingkan dalam larutan murni. Gaya tarik antar molekul tidak
sejenis menyebabkan pelepasan energi dan entalpi menurun. Larutan pada
dasarnya adalah campuran homogen, dapat berupa gas, zat cair maupun padatan.
Menyebabkan komponen-komponen dalam larutan saja tidak cukup memberikan
larutan secara lengkap. Banyak cara untuk memberikan konsentrasi larutan yang
semuanya menyatakan kuantitas zat terlarut dalam kuantitas pelarut (atau larutan).
Dengan demikian setiap sistem konsentrasi menyatakan satuan yang digunakan
zat terlarut, kuantitasn zat terlarut pelarut (Syukri, 1999).
Dua komponen yang penting dalam suatu larutan yaitu pelarut dan zat yang
dilarutkan dalam pelarut tersebut. Zat yang dilarutkan itu disebut zat terlarut.
Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakai larutan dalam air.
Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang banyak dinamakan
larutan pekat. Jika jumlah zat terlarut sedikit, larutan dinamakan cairan dengan
cairan, padatan atau gas sebagai zat yang terlarut (Sukdarjo, 1997).

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar
sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar
primer (John, 2003).
Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara
pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan
standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan
standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu
dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volume larutan).
Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan
menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah
sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standardisasi (Day, 2002).

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi


yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah
contoh tertentu yang akan dianalisis.

Dalam kimia, pengenceran diartikan pencampuran yang bersifat homogen


antara zat pelarut dan terlarut dalam suatu larutan. Zat yang jumlahnya sedikit
didalam larutan disebut zat terlarut solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih
banyak daripada zat-zat lain disebut pelarut solven (Gunawan, 2004).

7
DAFTAR PUSTAKA

Baroroh, Umi L. U. 2004. Diktat Kimia Dasar I. Banjarbaru: Universitas


Lambung Mangkurat.
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara.
Cairns D. (2009). Essentials of Pharmaceutical Chemistry Second Edition
(Intisari Kimia Farmasi Edisi Kedua). Penerjemah : Puspita Rini. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Day, R.A. dan Underwood, A. L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Gunawan, Adi dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Surabaya: Kartika.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Koesmadja, 2006. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: IT.

Anda mungkin juga menyukai