00119075
1
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini telah diperiksa, disetujui dan siap dipertahankan di hadapan tim penguji
Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKes Awal Bros Batam
Pembimbing I Pembimbing II
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis dengan judul “Studi Fenomenologi Stigma
Masyarakat Terhadap Pasien Post COVID 19 di Perumahan X Kota Pekanbaru Tahun 2020 adalah
hasil karya sendiri bukan merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain kecuali kutipan yang
sumbernya dicantumkan. Jika kemudian hari kutipan yang saya buat ini ternyata tidak betul, maka
status kelulusan dan gelar yang saya peroleh menjadi batal dengan sendirinya.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan proposal dengan judul “Studi
Fenomenologi Stigma Masyarakat Terhadap Pasien Post COVID 19 di Perumahan X
Kota Pekanbaru Tahun 2020’’.
iii
5. Warga di Lingkungan Perumahan Griya Mas Kota Pekanbaru yang bersedia
menjadi informan sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
6. Kepada keluarga dan khusunya suami yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan penelitian ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan penulis berharap semoga Proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan menjadi bahan masukan dalam dunia keperawatan.
DAFTAR ISI..................................................................................................iv
DAFTAR SKEMA........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 81
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1...................................................................................................................42
DAFTAR SKEMA
Skema 1.1.....................................................................................................42
Skema 1.2.....................................................................................................44
Skema 1.3.....................................................................................................46
Skema 1.4.....................................................................................................49
Skema 1.5.....................................................................................................50
Skema 1.6.....................................................................................................53
Skema 1.7.....................................................................................................55
Skema 1.8.....................................................................................................59
1
4
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
TRANSKIP WAWANCARA.................................................................................84
1
5
Studi Fenomenologi Stigma Masyarakat Terhadap Pasien Post COVID 19
di Perumahan X Kota Pekanbaru Tahun 2020
1
6
Phenomenological Study of Community Stigma Against Post COVID 19 Patients
in Housing X Pekanbaru City year 2020
1
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
8
Penyakit ini dapat menyebar melalui tetesan kecil (droplet) dari hidung atau
mulut pada saat batuk atau bersin. Droplet tersebut kemudian jatuh pada benda di
sekitarnya. Kemudian jika ada orang lain menyentuh benda yang sudah
terkontaminasi dengan droplet tersebut, lalu orang itu menyentuh mata, hidung atau
mulut (segitiga wajah), maka orang itu dapat terinfeksi COVID-19. Atau bisa juga
seseorang terinfeksi COVID-19 ketika tanpa sengaja menghirup droplet dari
penderita. Inilah sebabnya mengapa kita penting untuk menjaga jarak hingga kurang
lebih satu meter dari orang yang sakit.
(Kementrian Kesehatan RI, 2020).z
(COVID 19 Indonesia,2020).
Di Riau terdapat total kasus konfirmasi sebanyak 18.854 kasus dengan kasus
sembuh sebanyak 16.413 dan meninggal sebanyak 419 kasus. Sedangkan di Kota
1
9
Pekanbaru terdapat konfirmasi COVID 19 sebanyak 9.255 kasus dan meninggal
sebanyak 213 kasus. Kecamatan Tampan terdapat kasus konfimasi COVID 19
sebanyak 1.677 kasus dengan kasus meninggal sebanyak 25 kasus.
2
0
Di tengah wabah COVID-19, muncul satu fenomena sosial yang berpotensi
memperparah situasi, yakni stigma sosial atau asosiasi negatif terhadap seseorang
atau sekelompok orang yang mengalami gejala atau menyandang penyakit tertentu.
Mereka diberikan label, stereotip, didiskriminasi, diperlakukan berbeda, dan atau
mengalami pelecehan status karena terasosiasi dengan sebuah penyakit. Sebagai
penyakit baru, banyak yang belum diketahui tentang pandemi Covid 19. Terlebih
manusia cenderung takut pada sesuatu yang belum diketahui dan lebih mudah
menghubungkan rasa takut pada “kelompok yang berbeda atau lain”. Inilah yang
menyebabkan munculnya stigma sosial dan diskriminasi terhadap etnis tertentu dan
juga orang yang dianggap mempunyai hubungan dengan virus ini.
Stigma negatif pada saat Covid 19 terjadi pada pasien serta petugas kesehatan
yang menangani pasien Covid 19. Stigma negatif yang diberikan hanya akan
memperparah keadaan baik secara mental maupun pada penyebaran penyakit itu
sendiri. Beberapa OPD, PDP juga mengalami tekanan psikologis dari lingkungan
sekitar. Hal ini terjadi karena masyarakat sering mendapatkan berbagai berita
negatif tentang penyakit ini meskipun dari data yang ada IDI menyebutkan
kemungkinan sembuh penyakit ini adalah 97%. Stigmatisasi
tersebut sangat berdampak terhadap imunitas seseorang yang terkait Covid 19 dan
akan berpengaruh dalam proses penyembuhan pasien Covid19. (Dinkes Bali,2020).
2
1
Di kutip dari jurnal “ Sosial stigma in the time of Corona Virus tahun 2020”
di simpulkan bahwa Pengetahuan yang tidak memadai dan informasi yang
bertentangan tentang penularan SARS-CoV-2. Ketidakpastian dan kecemasan
orang-orang telah membuat mereka percaya informasi yang bias dan samar-samar
yang disediakan oleh media tradisional, media sosial seperti facebook, twitter,
instragraam dan pakar yang memproklamirkan diri. Informasi yang salah tentang
Covid 19 telah menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Kecemasan yang
disebabkan oleh penguncian, banyak yang tidak diketahui seputar Covid 19 dan
takut terinfeksi telah menimbulkan stigma di masyarakat setempat.
(Sotgiou Giovanni,2020).
Hasil observasi dari pemberitaan seputar pandemi COVID 19 baik itu di media
cetak, media elektronik dan media sosial, tidak hanya diskriminasi pada pasien
COVID 19 dan pasien post COVID 19, masyarakat juga melakukan penolakan pada
perawat yang tinggal di daerah tertentu karena perawat tersebut bekerja di Rumah
Sakit yang menerima pasien COVID 19, yang paling ekstrem adalah penolakan
pemakaman jenazah korban COVID 19 oleh sejumlah warga, tidak hanya sekedar
menolak, warga bahkan melakukan pelemparan batu kepada para petugas medis yang
bertugas membawa jenazah korban COVID 19 dengan ambulans. Peristiwa ini
menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, kelompok mayarakat pro menilai
2
2
stigmatitasi dan perilaku diskriminasi adalah hal manusiawi
2
3
sebagai bentuk proteksi warga namun di sisi lain cara stigmatitasi dan diskriminasi
pada akhirnya berakhir pada kekerasan.
Bentuk stigma lain yang pernah dilakukan masyarakat adalah menjauhi anggota
keluarga pasien post COVID 19 karena di nilai keluarga pasien post COVID 19 adalah
orang-orang yang beresiko menularkan penyakit tersebut karena memiliki riwayat
kontak erat dengan pasien post COVID 19, stigmatitasi secara verbal juga pernah
dilakukan masyarakat misalnya dengan membicarakan pasien yang telah sembuh
tersebut masih memiliki potensi untuk kembali terkena COVID 19 dan dapat
menularkan pada orang-orang disekitarnya.
2
5
juga sangat cemas dengan banyak pemberitaan tentang COVID 19 yang di anggap
semakin menjadi beban psikologis di era pandemi COVID 19.
B. Rumusan Masalah
2
6
C. Tujuan Penelitian
2
7
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya stigma masyarakat terhadap pasien post
COVID 19 di Perumahan X Kota Pekanbaru Tahun 2020.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan bentuk pengalaman pribadi bagi peneliti dalam bidang
penelitian kualitatif dan sebagai gambaran bagi peneliti untuk mengetahui stigma
masyarakat terhadap pasien post COVID 19
2. Bagi Tenaga Kesehatan
2
8
E. Ruang Lingkup Penelitian
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoritis
1. Teori Stigma
9
d) Menurut Scheid dan Brown (2010)
a) Ketakutan
b) Tidak menarik
c) Kegelisahan
10
d) Asosiasi
f) Kurangnya kerahasiaan
12
proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang oleh
masyarakat.
3. Teori COVID 19
a) Pengertian
13
Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus yang paling baru ditemukan menyebabkan penyakit
coronavirus COVID-19.
b) Gejala
14
c) Tatalaksana
15
d) Pencegahan
e) Prognosis
16
4. Teori Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang
melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telingan.
(Glory Corner, 2016).
5. Teori Kecemasan
18
Kecemasan meurut freud Freud membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu:
19
6. Teori Lingkungan Sosial
Adapun menurut pendapat para ahli, definisi lingkungan sosial antara lain
adalah sebagai berikut
a) Stroz
b) Amsyari
c) Purwanto
Lingkungan sosial adalah setiap orang atau individu lain yang saling
mempengaruhi dalam kehidupan sehari- hari. Di dalam lingkungan sosial,
manusia membentuk pengelompokan sosial diantara sesama dalam
upayanya mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan. Dalam
suatu kehidupan sosial manusia juga memerlukan organisasi yaitu sekolah,
kelompok masyarakat dan lain-lain.
20
7. Jurnal pendukung
21
b) Dalam Tingginya angka positif COVID-19 di Indonesia membuat
munculnya stigma negatif masyarakat kepada pasien yang terpapar covid,
bahkan bukan hanya pasien yg positif COVID-19 yang mendapatkan
stigma negatif, tenaga medis yang merupakan garda pun mendapatkan
stigma negatif ketika pulang ke rumah untuk bertemu keluarga bahkan
sampai menolak jenazah petugas medis yang gugur dalam tugas
kemanusiaan ini.
22
c) Masalah psikologis dan stigma negatif akibat infeksi Covid 19 semakin
meningkat setiap hari, membuat masyarakat semakin takut dan khawatir
tentang penularan dari manusia ke manusia. Faktor-faktor yang
mempengaruhi dampak psikologis dan stigma masyarakat terdiri dari
beberapa hal, antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor yang
mempengaruhi efek psikologis adalah umur, jenis kelamin, latar belakang
pendidikan, ekonomi, sistem pendukung, kondisi kesehatan dan sumber
informasi.
23
rohani bagi Tuhan untuk mempersiapkan ketika mereka harus
meninggalkan dunia.
d) Sekarang ada fokus yang lebih besar dari sebelumnya untuk mempelajari
stigma dalam kaitannya dengan petugas layanan kesehatan. Jika petugas
kesehatan tidak menyadari sikap dan perilaku yang berpotensi
menstigmatisasi, dampak dari stigma serius. Petugas kesehatan yang
diharapkan mengalami tingkat stigma yang lebih tinggi melaporkan
peningkatan psikologis distress, stressor yang mungkin penting dalam
memprediksi dampak pada hasil petugas kesehatan. Kerja dengan pasien
berpotensi sangat menular menghasilkan stigmatisasi yang cukup.
24
Temuan ini menggaris bawahi bahwa stigma adalah prediktor penting
dari kepuasan belas kasih, kelelahan,dan kelelahan karena kasih sayang di
antara petugas kesehatan. Oleh karena itu penguatan sumber daya manusia
untuk frontline care penyedia membutuhkan tindakan untuk mengurangi
stigma. Hal ini tampaknya relevan terutama untuk petugas kesehatan dalam
situasi khusus ini, yang melakukan kontak dengan pasien selama keadaan
darurat COVID-19 sangat sulit secara emosional dan di mana stigma dapat
membahayakan hasil dan mempengaruhi prestasi kerja. Sejalan dengan
literatur yang lebih luas, temuan kami juga menunjukkan bahwa
mempelajari stigmatisasi COVID-19 dapat memberi kita wawasan tentang
stigma yang terkait dengan penyakit menular yang muncul dan potensi
konsekuensi dari stigmatisasitersebut.
25
e) Pengetahuan yang tidak memadai dan informasi yang bertentangan tentang
penularan SARS-CoV-2 dan tindakan perlindungan seperti pemakaian
masker wajah di depan umum dikaitkan dengan kecemasan di antara
populasi. Ketidakpastian dan kecemasan orang-orang telah membuat
mereka percaya informasi yang bias dan samar-samar yang disediakan oleh
media tradisional, media sosial (misalnya, Twitter, Facebook, Instagram,
dll.), dan pakar yang memproklamirkan diri. Informasi yang salah tentang
COVID-19 telah menyebar dengan cepat ke seluruh dunia.
26
B. Kerangka Teori
1. Proses Interpetasi
2. Proses Pendefinisian
3. Perilaku Diskriminasi
Pengetahuan
Kecemasan
Lingkungan Sosial
27
Review Jurnal 1:Ditemukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan dan stigma masyarakat
tentang COVID 19
u
n
t
u
k
m
e
l
a
w
a
n
s
t
i
g
m
a
s
o
29
C. Hipotesa
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
31
Fenomenologi adalah sebuah metodologi kualitatif yang mengizinkan
peneliti menerapkan dan mengaplikasikan kemampuan subjektivitas dan
interpersonalnya dalam proses penelitian eksploratori.
(Alase,2017).
32
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Purposive sampling adalah salah satu teknik sampling non random sampling
dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri
khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab
permasalahan penelitian. Berdasarkan penjelasan purposive sampling tersebut,
ada dua hal yang sangat penting dalam menggunakan teknik sampling tersebut,
yaitu non random sampling dan menetapkan ciri khusus sesuai tujuan penelitian
oleh peneliti itu sendiri.
33
Cara pemilihan partisipan dilakukan dengan cara purposive sampling yang mana
partisipan dipilih berdasarkan kriteria dan tujuan penelitian.
Kriteria Inkulsi:
3. Warga yang secara sadar dan tanpa paksaan bersedia dilakukan wawancara
Kriteria Eksklusi:
1. Warga yang tidak pernah melakukan stigma
1. Lokasi Penelitian
2. Waktu Penelitian
34
D. Alat Pengumpulan Data
1. Instrumen Inti
A. Wawancara
35
B. Observasi
1. Uji Validitas
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila
tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.
Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu: validitas internal dan validitas
eksternal.
1) Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian dengan
hasil yang dicapai.
2) Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian
dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi di mana sampel tersebut
diambil.
36
2. Uji Realibilitas
Dalam penelitian kualitatif suatu relaitas itu bersifat majemuk atau ganda, dinamis
atau selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan berulang seperti
semula. Situasi senantiasa berubah demikian juga perilaku manusia yang terlibat
didalamnya.
G. Analisa Data
a. Pengolahan data
Analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah analisis data NVivo
dengan software NVivo 12 plus. NVivo adalah sofware analisa data kualitatif yang
37
dikembangkan oleh Qualitative Solution and Research (QSR) international. Dalam
penelitian ini, peneliti memilih menggunakan NVivo 12 plus dalam analisa data. Dalam
penelitian ini digunakan standar proses analisis data yang sistematis yaitu analisis coding.
Fungsi analisis coding adalah untuk mengorganisasi dan mensistematisasi data secara
38
lengkap dan mendetail, sehinga data dapat muncul gambaran tentang topik dan peneliti
menemukan makna dari data yang dikumpulkan. pengolahan data yang terkumpul
dianalisa melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Open Coding
Membuat transkip catatan dan rekaman hasil wawancara yaitu dengan cara
memindahkan data tersebut ke dalam bentuk tulisan pada masing-masing
jawaban sehingga memudahkan proses penulisan.
b. Axial Coding
Matrix Coding Query adalah proses sub yang ada ditahap analisa query di
mana membantu peneliti dalam menjelajahi data dengan pendekatan yang
fleksibel untuk memahami apa yang terjadi dalam data dengan perspektif
39
yang lebih terfokus. Matrix coding Query digunakan oleh peneliti untuk
menemukan pola-pola data tertentu dengan menemukan kombinasi simpul
dan atribut dengan menampilkan hasilnya dalam sebuah tabel. Dalam tahap
ini peneliti membuat membuat matrix coding Query untuk menemukan pola-
pola tertentu.
e. Word Frequency Query
Word frequency Query adalah proses analisa data yang terdapat pada proses
query. Proses analisa data Word Frequency Query digunakan untuk
mengetahui kata atau konsep yang sering diucapkan dalam wawancara
dengan narasumber. Dalam tahap ini peneliti menggunakan analisa ini untuk
menjadikan pengingat oleh peneliti agar tidak ada isu penting yang
terlewatkan dalam proses analisa dan pelaporan.
f. Project Map
Project Map data adalah tahap terakhir dari proses analisa data
menggunakan NVivo. Proses ini adalah proses sub yang ada di Map. Map
adalah alat visualisasi yang digunakan untuk mengekplorasi gagasan dan
menampilakan koneksi antara data satu dengan yang lain. Sedangkan Project
map adalah representasi grafis dari berbagai item yang telah dibuat dalam
peelitian. Dalam tahap ini peneliti membuat peta analisa dari coding, case,
dan data sumber terkait untuk menampilkan alur proses data dan hubungan
tiap data yang telah dilakukan peneliti dari proses awal hingga akhir.
g. Framework Matrices
40
menggunakan analisa data NVivo. Dalam proses ini peneliti membuat representatif yang
menjelaskan dari mana peneliti bisa menjawab setiap rumusan masalah yang ada dengan
sumber data dari narasumber dan dokumen pendukung. Hasil dari analisa Framework
Matrices terlampir.
H. Etika Penelitian
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (Respect for human dignity). Peneliti perlu
mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan
dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari
paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (Respect for privacy and
confidentiality). Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu.
3. Keadilan, bahwa semua subjek penelitian harus diperlakukan dengan baik, sehingga terdapat
keseimbahan antara manfaat dan risiko yang dihadapi oleh subjek penelitian. Jadi harus
diperhatikan risiko fisik, mental dan risiko sosial.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan. Peneliti melaksanakan penelitian
sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal
mungkin bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence).
Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian yang dilakukan pada pada bulan Februari tahun 2021,
untuk mendapakan gambaran mengenai stigma masyarakat terhadap pasien post COVID 19 di perumahan X kota
Pekanbaru. Hasil penelitian ini akan dijabarkan menjadi dua bagian yaitu:
1) Informasi umum tentang data data demografi partisipan
2) Deskripsi hasil penelitian berupa pengelompokkan subtema dan perumusan tema yang muncul
dari transkrip dan catatan lapangan yang didapatkan selama proses wawancara dari sudut pandang
masyarakat terhadap pasien post COVID-19.
A. Gambaran Tempat Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini adalah warga yang tinggal di perumahan X Kota Pekanbaru.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sidomulyo, perumahan ini sudah ada lebih kurang
15 tahun yang lalu. Perumahan ini berada pada RW 015 dan terdapat 5 RT, penelitian dilakukan di RW
015 RT 005, adapun jumlah KK pada RT 005 yaitu 132 KK.
B. Karakteristik Partisipan
Table 1.1
Karakteristik partisipan penelitian
Fenomenologi : Stigma Masyarakat Terhadap Pasien Post Covid 19
42
C. Tema dan Hasil Pembahasan Penelitian
Berdasarkan hasil analisis wawancara semi struktur yang dilakukan peneliti telah
mengidentifikasi beberapa sub tema daan di rumuskan tiga tema besar yang berkaitan dengan
tujuan penelitian. Tema-tema tersebut terdiri dari:
43
Skema 1.1: Sub Tema
Hasil penelitian ini diperoleh melalui wawancara semi struktur 6 pertanyaaan terbuka dengan
partisipan dan catatan lapangan yang dilakukan pada saat wawancara berlangsung. Dari hasil analisa data,
peneliti mendapatkan 3tema besar yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Tema yang didapatkan
berdasarkan rumusan dari beberapa sub tema yang di dapatkan selama proses wawancara berlangsung,
tema ini merupakan bantuan perumusan tema dengan aplikasi dari hasil uji NVIVO 12 plus yaitu group
query. Tema tema yang muncul pada setiap partisipan:
No Tema Sub Tema
1. Persepsi a) Tertular
b) Merasa takut
c) Isolasi mandiri
44
2. Pengetahuan a) Tanda dan Gejala
b) Pencegahan
3. Kecemasan a) Merasa Cemas
b) Lingkungan Sosial
45
1. Persepsi
Tema-tema yang dihasilkan dari persepsi adalah tertular. Berikut penjelasan mengenai sub tema:
a. Tertular
46
Skema 1.2: Text Search Query Tertular
Sumber: Data Primer Hasil Olah NVIVO Versi 12 plus
Skema ini menjelaskan pernyataan partisipan yang memiliki kata kunci takut tertular dengan
bantuan Tools Text Search Query dalam NVIVO 12 plus. Kata kunci ini merupakan yang terdapat
pada pernyataan partisipan. Berdasarkan hasil wawancara semi struktur didapatkan 7 partisipan
menyatakan bahwa tertular meliputi:
“....Orang-orang yang terkena COVID 19 bisa karena tertular dari orang-orang sekitarnyakarena
tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan benar ” (P1)
“....Penderita COVID 19 perlu dijauhi karena COVID 19 sangat mudah menular dari orangke
orang, lebih baik diisolasi 14 hari ...” (P3)
“....Saya berusaha menghindar, keluarga saya berusaha menghindar karena takut tertularCOVID
19 ... ” (P4)
47
“ ... Orang-orang yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehingga terrtular COVID 19, orang
tersebut harus segera diobati dan tidak membaur dengan masyarakat untuk sementara waktu ”
(P6)
“....Orang-orang yang tertular penyakit ini karena tidak menjaga jarak, tidak mencuci tanganatau
bisa saja sudah menerapkan protokol kesehatan tetapi tertular dari lingkungan sekitar ”(P8)
48
“ ... Orang yang tertular COVID 19 dari orang lain, karena daya tahan tubuh yang rendah
“....Orang yang tertular COVID 19 dari orang yang lain, bisa saja terkena saat berkumpul di
keramaian, di tempat kerja atau dari tetangga sekitar rumah maupun saudara-saudara terdekat .... ”
(P10)
b. Merasa Takut
Skema ini menjelaskan pernyataan partisipan yang memiliki kata kunci merasa takut dengan
bantuan Tools Text Search Query dalam NVIVO 12 plus. Kata kunci ini merupakan yang terdapat
pada pernyataan partisipan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam 3 partisipan menyatakan
49
bahwa merasa takut meliputi:
“ ... Saya merasa takut untuk kembali kontak dengan orang yang telah sembuh dari Covid 19karena
bisa saja masih ada sisa virus yang tertinggal ” (P1)
“ ... Masih cukup menakutkan untuk berinteraksi dengan orang tersebut karena oang tersebutmasih
beressiko menularkan virus corona ”(P3)
50
“....Keluarga saya berusaha menghindar karena takut tertular COVID 19. .. ” (P4)
51
c. Isolasi Mandiri
Sub tema tetap isolasi mandiri dapat dilihat pada skema berikut:
Skema ini menjelaskan pernyataan partisipan yang memiliki kata kunci tetap isolasi mandiridengan
bantuan Tools Text Search Query dalam NVIVO 12 plus. Kata kunci ini merupakan yang terdapat
pada pernyataan partisipan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam 5 partisipan menyatakan
bahwa isolasi mandiri meliputi:
“....Penderita COVID 19 perlu dijauhi karena COVID 19 sangat mudah menular dari orangke
orang, lebih baik diisolasi 14 hari ...” (P3)
“ ... Orang yang masih di isolasi di rumah sakit karena terkena COVID 19, bisa saja COVID “dengan
gejala atau tanpa gejala ... ”(P5)
“....Sebaiknya pasien yang telah sembuh dari COVID 19 tetap isolasi mandiri atau dirawatselama 14
hari di rumah ....”(P6)
52
“ ... Jujur saya sedikit banyak akan menjauhi orang yang telah sembuh tersebut sampai 14 haridi
“....Sebaiknya tetap isolasi di rumah selama 14 hari sampai virusnya benar-benar mati ....” (P10)
53
2. Pengetahuan
Tema-tema yang dihasilkan dari pengetahuan adalah tanda gejala. Berikut penjelasan mengenai
sub tema:
a. Tanda Gejala
54
Skema 1.4: Text Search Query Tanda Gejala
Sumber: Data Primer Hasil Olah NVIVO Versi 12 plus
55
Skema ini menjelaskan pernyataan partisipan yang memiliki kata kunci tanda gejala dengan
bantuan Tools Text Search Querydalam NVIVO 12 plus. Kata kunci ini merupakan yang terdapat
56
pada pernyataan partisipan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam 9 partisipan menyatakan
bahwa tanda gejala meliputi:
“....Tandanya nafas sesak, demam, batuk, badan lemas, tidak nafsu makan ... ” (P4)
“.....Tanda dan gejalanya pasien sesak nafas, demam, muntah ....” (P6)
“....Tanda dan gejalanya yaitu demam naik turun, nafas sesak, ....” (P9)
“....Tanda dan gejalanya ada sesak,demam, batuk-batuk dan masih banyak lagi,.... ” (P10)
b. Pencegahan
57
Skema 1.5: Text Search Query pencegahan
Sumber: Data Primer Hasil Olah NVIVO Versi 12 plus
Skema ini menjelaskan pernyataan partisipan yang memiliki kata kunci pencegahan dengan
58
bantuan Tools Text Search Query dalam NVIVO 12 plus. Kata kunci ini merupakan yang terdapat
pada pernyataan partisipan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam 8 partisipan menyatakan
bahwa pencegahan meliputi:
“....Pencegahannya dengan menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker ” (P1)
59
“…..Pencegahannya dengan memakai masker dan pengobatannya itu harus dirawat / Isolasidi
Rumah sakit... ” (P2)
“….Untuk pencegahannya mematuhi protokol pemerintah mencuci tangan, memakaimasker dan
menjaga jarak. .. ” (P3)
“....Pencegahannya dengan menjaga jarak dan memakai masker ...” (P4)
“ ... Pencegahannya dengan tidak sering kelura rumah, lebih baik di dalam rumah,pengobatannya
dengan di rawat di rumah sakit ... ” (P5)
“....Pencegahannya memakai masker kemanapun pergi dan cuci tangan ... ” (P6)
“....Pencegahannya tetap di rumah dan memakai masker ... ” (P7)
“....Pencegahan cuci tangan, pakai masker dan menjaga jarak .... ” (P8)
“....Pencegahannya dengan memakai masker dan cuci tangan ....” (P9)
3. Kecemasan
Tema-tema yang dihasilkan dari kecemsan adalah. Berikut penjelasan mengenai sub tema:
a. Merasa cemas
Sub tema merasa cemas berinteraksi dengan pasien post COVID-19 dapat dilihat pada skema
berikut:
60
Skema 1.6: Text Search Query Merasa Cemas
Sumber: Data Primer Hasil Olah NVIVO Versi 12 plus
Skema ini menjelaskan pernyataan partisipan yang memiliki kata kunci merasa cemas dengan
bantuan Tools Text Search Query dalam NVIVO 12 plus. Kata kunci ini merupakan yang terdapat
pada pernyataan partisipan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam 10 partisipan menyatakan
61
bahwa merasa cemas meliputi:
“ ... Saya dan masyarakat sangat cemas untuk kembali kontak dengan pasien yang telah
62
“ ... Saya dan keluarga sangat cemas berinteraksi dengan penderita COVID 19 dankeluarganya,
“ ... Sangat cemas, karena walaupun sudah dinyatakan sembuh tapi kita perlu waspada. Agartidak
tertular ... ”(P3)
“....Kecemasan saya sangat tinggi untuk kembali kontak dengaan pasien yang telah sembuhdari
COVID 19 ... ”(P4)
“....Tingkat kecemasan saya sangat tinggi karena merasa parno dengan penyakit ini ... ” (P5)
“....Kecemasan berhubungan karena tingkat ketakutan masyarakat dapat tertular COVID 19 jika
melakukan kontak erat dengan orang-orang yang telah sembuh dari COVID 19 .... ” (P6)
“ ... Kecemasan masyarakat dan saya pribadi terjadi karena pemberitaan dimana manamembahas
“ ... Kecemasan berkaitan karena saya merasa takut tertular penyakit ini sehingga memilih untuk
lebih baik menjaga jarak dengan pasien yang telah sembuh dari COVID 19 .... ” (P8)
“....Tingkat kecemasan karena masyarakat trauma jika sampai tekena COVID 19 ... ” (P9)
“ ... Kecemasan dipengaruhi karena saya dan masyarakat mendengar bahwa COVID 19 sangat
63
b. Lingkungan sosial
Sub tema lingkungan social yang telah sembuh dapat dilihat pada skema berikut:
64
Skema 1.7: Text Search Query Lingkungan Sosial
Sumber: Data Primer Hasil Olah NVIVO Versi 12 plus
65
Skema ini menjelaskan pernyataan partisipan yang memiliki kata kunci lingkungan sosial dengan
bantuan Tools Text Search Query dalam NVIVO 12 plus. Kata kunci ini merupakan yang terdapat
pada pernyataan partisipan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam 8 partisipan menyatakan
bahwa lingkungan sosial meliputi:
“….Masyarakat cenderung ketakutan dan menjauhi pasien yang telah sembuh dari COVID19 ... ”
(P1)
“....Masyarakat disekitar sini juga sependapat dengan saya kalau pasien yang sembuh dariCOVID
19 itu harus dijauhi dan dihindari... ” (P2)
“....Banyak masyarakat yang menjahui pasien yang telah dinyatakan sembuh dari COVID 19 .... ”(P3)
“….Masyarakat cenderung menjauhi pasien yang telah sembuh dari COVID 19 ... ” (P4)
“….Lingkungan sosial saya sebagian masih menerima tetapi sebagian besar lebih memilihuntuk
menjauhi karena merasa takut tertular COVID 19 ... ” (P5)
“….Masyarakat yang cenderung mengganggap COVID 19 sangat berbahaya sehingga lebih baik
masyarakat menjauhi ... ” (P6)
“ ... Lingkungan sosial masih mengganggap pasien yang telah sembuh dari COVID 19 masihperlu
“.....Lingkungan sosial masih cenderung memberikan respon yang kurang baik sepertimenjauhi
orang-orang yang telah sembuh dari COVID 19 ... ” (P9)
66
D. Word Cloud
Berdasarkan dari hasil analisis dari data artikel terkait dengan stigma masyarakat terhadap pasien
post covid 19 kata – kata yang paling sering muncul dengan menggunakan software Nvivo 12 plus
pada word cloud diantaranya COVID, saudara, sembuh, masyarakat, pasien, tertular, dan lain
sebagainya. Gambar dibawah ini yang menunjukkan Word Cloud yang digunakan dalam sumber
penelitian ini.
67
BAB V
PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai tema-tema yang terdapat dalam penelitian dan dikaitkan dengan
teori-teori dan penelitian yang telah ada sebelumnya. interpretasi hasil maka penelitian ini dapat menjawab
tujuan penelitian di BAB 1 yaitu untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya stigma masyarakat
terhadap paasien post COVID 19 di Perumahan X kota Pekanbaru tahun 2020.
1. Tema Persepsi
Peneliti berasumsi bahwa penilaian masyarakat terhadap penderita COVID-19 menjadi sumber
penularan. Masyarakat sudah terbiasa dengan ajaran tentang sebab-akibat jika seseorang terkena penyakit
serta dampaknya apa. Hal ini yang menyebabkan timbulnya istilah stigma.
Persepsi merupakan sebuah aktivitas berupa mengindra, mengintegrasikan, serta memberikan
penilaian pada objek-objek fisik ataupun sosial. Penginderaan tersebut biasanya tergantung dari stimulus
fisik dan sosial yang berada di dalam lingkungannya. Sensari dari lingkungan ini lah yang akan diolah
bersama sama dengan hal lainnya yang sudah dipelajari sebelumnya, baik berupa harapan, nilai, ingatan,
sikap dan lainnya.(Young, 2017).
Berdasarkan referensi jurnal dengan judul “ Stigma dan perilaku masyarakat pada pasien positif
COVID 19” dengan metoda penelitian literarur review di simpulkan bahwa ada peningkatan jumlah
laporan stigmatisasi publik terhadap orang-orang dari daerah yang terkena epidemi, di Indonesia stigma
muncul dalam perilaku sosial seperti mengucilkan paasien yang telah sembuh, menolak dan mengucilkan
orang yangberpindah dari satu daeerah ke daerah lain, mengucilkan etnis tertentu karena di anggaap
pembaawa virus, mengucilkan tenaga medis yang bekerja di rumah sakit,menolak jenazah karena di
anggap masih terdapat virus yang dapat di tularkan. ( Laurika Setiawati, Ike Sariti,2020).
Hasil penelitian yang di dapatkan peneliti sejalan dengan referensi jurnal yaitu terdapat kaitan antara
persepsi masyarakat tentang stigma negative pada pasien yang telah sembuh dari COVID 19, hal ini
68
dapat di jelaskan bahwa sub tema persepsi di rumuskan dari tertular, merasa takut, dan isolasi, berikut
penjelasannya:
a) Tertular
Penyakit menular timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari agen, induk
semang atau lingkungan. Bentuk ini tergambar di dalam istilah yang di kenal luas dewasa ini.
Yaitu penyebab majemuk (multiple causation of disease) sebaagai lawan dari penyebab
tunggal (single causation). Di dalam usaha para ahli untuk mengumpulkan pengetahuan
mengenai timbulnya penyakit , mereka telah melakukan eksperimen terkendali untuk menguji
sampai dimana penyakit itu bisa dicegah sehingga dapat meningkatkan taaraf hidup penderita.
Dalam epidemologi ada tiga faktor yang menerangkan penyebaran (distibusi) penyakit atau
masalah kesehatan yaitu orang (person), tempat (place) dan waktu
69
(time). (Dr. Irwan, SKM,M.Kes, 2017)
Dari hasil wawancara peneliti menemukan sub tema yaitu tertular, partisipan memiliki
persepsi dapat tertular COVID 19 dari pasien yang telah sembuh dari COVID 19 hal ini di
dukung dari jawaban-jawaban beberapa partisipan.
“....Orang-orang yang terkena COVID 19 bisa karena tertular dari orang-orang sekitarnya
karena tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan benar ”(P1)
P1 adalah Tn. R berusia 30 tahun yang memiliki persepsi orang-orang yang terkena COVID
19 bisa karena tertular dari orang-orang sekitarnya karena tidak menerapkaan protokol
kesehatan, beliau beranggapan hal tersebut yang menjadi pemicu persepsi terjadinya stigma
terhadap pasien yang telah sembuh dari COVID 19.
P4 Tn. I berusia 42 tahun mengatakan berusaha menghindar karena beranggapan pasien yang
telah sembuh dari COVID 19 masih dapat menularkan penyaakitnyaa kepada orang lain,
sehinggaa ia dan keluargaanya merasa perlu menjauhi orang-orang yang telah sembuh dari
COVID 19, hal ini di dukung dari kutipan wawancara sebagai berikut.
“....Saya berusaha menghindar, keluarga saya berusaha menghindar kaarenaa taakut tertular
” (P4).
“....Orang-orang yang tertular penyaakit ini karena tidak menjaga jarak, tidak mencuci tangan
aatau bisa saja sudah menerapkan protokol kesehatan tetapi tertular dari lingkungan sosial ”
(P8).
P8 dalah Ny. R bersuia 31 tahun yang beranggapan walaupun sudah menerapkaan protokol
kesehatan tetapi masih berpotensi tertular COVID 19, tertular dari lingkungan sosial yaang
diantaranya di curigai tertular daari orang-orang yaang telah sembuh dri COVID 119 karena
70
berasumsi masih ada sisa-sisa virus.
71
b) Merasa Takut
Ketakutan adalah suatu tanggapan emosi terhadap ancaman. Takut adalah suatu mekanisme
pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respons terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa
sakit atau ancaman bahaya. Beberapa ahli psikologi juga telah menyebutkan bahwa takut adalah
salah satu dari emosi dasar, selain kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan.
Ketakutan harus dibedakan dari kondisi emosi lain, yaitu kegelisahan, yang umumnya terjadi
tanpa adanya ancaman eksternal. Ketakutan juga terkait dengan suatu perilaku spesifik untuk
melarikan diri dan menghindar, sedangkan kegelisahan adalah hasil dari persepsi ancaman yang tak
dapat dikendalikan atau dihindarkan.
Perlu dicatat bahwa ketakutan selalu terkait dengan peristiwa pada masa datang, seperti
memburuknya suatu kondisi, atau terus terjadinya suatu keadaan yang tidak dapat
diterima.(Wikipedia,2020).
Peneliti menemukan sub tema yaitu merasa takut, hal ini di buktikan dari beberapa jawaban
partisipaan yang mengarah kepada pendeskripsian rasa takut terhadap pasien yang telah sembuh
dari COVID 19, berikut penjelannya:
P1 adalah Tn. R berusia 30 tahun mengatakan masih merasa takut untuk kembali kontak
dengan orang yang telah sembuh dari COVID 19 karena merasa walapaun pasien tersebut telah
sembuh tetapi bisa saja masih meningalkan sisa-sisa virus sehingga beliau daan keluarga lebih
memilih untuk tetap menjaga kontaak meskipun orang tersebut sudah dikatan sembuh hal ini
dibuktikan dari kutipan wawancara sebagai berikut.
“….Saya merasa takut untuk kembali kontak dengan orang telah sembuh dari COVID 19 karena
bias saja masih ada sisa virus yang tertinggal….” (P1)
“….Masih cukup menakutkan untuk berinteraksi dengan orang tersebut karena orang tersebut
masih beresiko menularkan viruss corona….” (P3)
72
P3 adalah Tn. W berusia 31 tahun yang berpendapat bahwa meskipun orang telah sembuh
daari COVID 19 tetapi masih berpotensi menularkan COVID 19 kepada oraang lain sehingga Tn.
W memilih untuk membatasi interaksi dengan orang yang telah sembuh dari COVID 19 untuk
memproteksi diri sendiri dan keluarga agar tidak tertular.
73
P4 adalah Tn. I berusia 42 tahun mengatakan berusaha menghindari orang-orang yang telah
sembuh dari COVID 19 karena takut tertular hal ini di dukung dari kutipan wawancara sebagai
berikut.
“ ... Keluarga saya berusaha menghindar karena takut tertular COVID 19.” (P4)
c) Isolasi Mandiri
Prinsipnya, menurut Iwan, penderita jangan sampai menularkan kepada orang lain.
Mereka harus memberikan contoh agar yang tidak terpapar bisa semakin sadar akan
pentingnya protokol kesehatan, yaitu menggunakan masker, menjaga jarak dan rajin mencuci
tangan. (dr. Iwan Aflanie, 2020).
Peneliti mendapatkan sub tema isolasi mandiri adalah salah satu persepsi timbulnya
stigma terhadap orang-orang yang telaah sembuh daari COVID 19 hal ini dibuktikan dengaan
kutipan wawancaraa dan pembahasan peneliti sebagai berikut.
“Penderita COVID 19 perlu dijauhi karena COVID 19 sangat mudah menular dari orang ke
orang, lebih baik diisolasi 14 hari” (P3).
P3 adalah Tn. W berusia 31 tahun mengungkapkan bahwa pasien yang telah sembuh dari
COVID 19 perlu di isolasi mandiri selama 14 hari karena merasa masih ada sisa-sisa virus
sehingga lebih aman untuk di jauhi, sehingga beliau dan keluarga tetap memilih untuk menjauhi
orang yang telah sembuh dari COVID 19.
“Orang yang masih di isolasi di rumah sakit karena terkena COVID 19, bisa saja COVID dengan
gejala atau tanpa gejala”(P5)
P5 adalah Ny. P berusia 29 tahun mengungkapkan bahwa orang yang telah sembuh daari
74
COVID 19 masih perlu melakukan isolasi di rumah sakit karena bisa saja walaupun telah sembuh
ternyata orang tersebut masih ada sisa virus COVID 19 dan oraang tersebut tidak bergejala sehingga
perlu di jauhi.
P7 adalah Ny. M berusia 36 tahun mengatakan bahwa akan tetap menjaauhi orang yang
telah sembuh dari COVID 19 selama 14 hari di isolasi mandiri setelah sembuh agaar tidak
75
tertular COVID 19.
“Jujur saya sedikit banyak akan menjauhi orang yang telah sembuh tersebut sampai 14 haridi
isolasi setelah sembuh” (P7)
2. Pengetahuan
Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan masyarakat cukup baik tentang COVID 19 itu sendiri hal ini
dapat dibuktikan dengan jawaban mayoritas responden yang dapat menjelaskan dengan benar tentang
penyakit COVID 19, tanda gejala serta pencegahannya. Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007)
adalah hasil tahu dari manusia dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek
tertentu. Pengindraan terjadi melalu panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan itu
sendiri banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat di peroleh dari pendidikan formal dan non
formal, Jadi pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan seseorang maka orang tersebut
semangkin luas pengetahuannya. Tetapi perlu ditekankan bukan seseorang pendidikannya rendah,
mutlak pengetahuannya rendah pula. Karena pendidikan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal,
akan tetapi pendidikan non formal juga di peroleh.
Pada jurnal yang berjudul “ Pengetahuan dan stigma masyarakat terhadap pasien COVID 19 dan
tenaga kesehatan di Kota Banjarmasin tahun 2020” ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan tentang Covid-19 dan stigma terhadap pasien Covid-19 dan tenaga kesehatan. Pada
penelitian ini dapat dilihat bahwa proporsi orang yang memiliki pengetahuan cukup lebih sedikit
melakukan stigma daripada orang dengan pengetahuan kurang. Selain itu pada penelitian ini juga dapat
dilihat kecenderungan bahwa perempuan lebih banyak melakukan stigma daripada laki-laki. Pengetahuan
yang kurang berisiko 2,13 kali lebih besar untuk memberikan stigma. (Oktaviannoor Husda,2020).
Peneliti menemukan tema ke dua dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang
tinggal di perumahan X masih bervariasi tentang COVID 19 namun sebagian besar partisipan sudah
mengetahui dengan benar tentang penyakit COVID 19 dan hal ini berbanding terbalik dengan hasil
penelitian sebelumnya yang mneyimpulkan semakin tinggi pengetahuan tentang COVID 19 maka
semakin rendah rendah kemungkinan terjadinya stigma di masyarakat, karena pada penelitiaan yang telah
dilakukan peneliti dapat di tarik kesimpulan pengetahuan masyarakat cukup baik tentang COVID 19
tetapi masyarakat masih cenderung memberikan stigma negatif terhadap pasien yang telah sembuh dari
76
COVID 19.
77
Dengan bantuan pengolahan data NVIVO di dapatkan dua kata kunci tentang pengetahuan
yaitu tanda gejala dan pencegahan tentang COVID 19 berikut penjelasannya.
a) Tanda Gejala
“....Karena memiliki gejala seperti flu. Yakni , demam, batuk, pilek, dan hilang indra
penciuman dan perasa ” (P3)
P3 adalah Tn. W berusia 31 tahun mengatakan bahwa tanda dan gejala tertular COVID
19 adalah demam, batuk, pilek daan hilang indra penciuman dan perasa, jika ada tanda dan
gejala di atas Tn. W berasumsi bahwa orang tersebut terpapar COVID 19 dan harus di hindari
karena sangat menular daan orang tersebut harus segera di obati.
“ ...Tandanya nafas sesak, demam, batuk, badan lemas, tidak nafsu makan” (P4)
P4 adalah Tn. I berusia 42 tahun beropini tanda dan gejala terkena COVID 19 adalah
adanya sesak, batuk, badan lemas, tidak nafsu makan meruaapakan gejala COVID 19.
“....Tanda dan gejalanya adalah sesak,demam, batuk-batuk dan masih banyak lagi ... ” (P10)
P10 adalah Ny. S berusia 37 tahun mengaatakan bahwa tanda dan gejalanya diantaranya
sesak, demam, batuk-batuk dan masih banyak laagi, jika ada tanda dan gejala di atas harus segera
berobat daan tidak membaur di masyarakat karena kemungkinan terkena COVID 19.
b) Pencegahan
“....Pencegahannya memakai masker kemanapun pergi dan cuci tangan ........ ” (P6)
P6 adalah Ny. V berusia 33 tahun mengatakan bahwa pencegahan agar tidak tertular
COVID 19 adalah dengan memakai masker kemanapun pergi dan selalu mencuci tangan, dengan
78
demikinan dapat meminimalkan tertular COVID 19.
79
“ ... Pencegahan cuci tangan, pakai masker dan menjaga jarak” (P8)
80
3. Kecemasan
Peneliti berasumsi bahwa manusia mempunyai kecenderungan merasa cemas pada hal-hal yang
belum diketahui atau juga pada kelompok yang berbeda atau lain. Hal inilah yang menyebabkan
munculnya stigma sosial terhadap kelompok tertentu, termasuk juga stigma negatif pasien COVID-19.
Menurut freud kecemasan merupakan fungsi ego untuk memperingatkan indivIdutentang kemungkinan
datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan sendiri
berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa
ada bahaya dan jika tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego
dikalahkan.
Kecemasan yang disebabkan oleh penguncian, banyak yang tidak diketahui seputar COVID-19 dan
takut terinfeksi telah menimbulkan stigma di masyarakat setempat. Pendidikan, komunikasi yang jelas
dan jujur serta penggunaan bahasa yang tidak diskriminatif berpotensi meningkatkan pengetahuan, sikap,
dan perilaku terkait COVID-19 secara signifikan dan mengurangi stigma sosial. Komunikasi yang efektif
mencakup informasi ahli tentang penyakit ini (misalnya, penularan, jumlah orang yang didiagnosis,
tingkat fatalitas, seroprevalensi di masyarakat, menunjukkan proporsi orang yang telah terinfeksi di
beberapa titik di masa lalu, dll.), dan langkah-langkah pengendalian infeksi yangdirekomendasikan.
Pendekatan pendidikan baru dan efektif diperlukan untuk menangkal efekmerusak infodemik selama
COVID-19 dan untuk meningkatkan empati terhadap kelompok populasi yang berisiko stigmatisasi.
(Sotgiou Giovanni,2020)
Dukungan semua pihak agar penderita COVID-19 bisa semangat untuk sembuh sangatlah
diharapkan. Peranan pemerintah, praktisi kesehatan, dan tokoh masyarakat dalam memberikan edukasi
terkait COVID-19 akan sangat membantu agar masyarakat tidak melekatkan stigma negatifkepada orang
terkait COVID-19. Walaupun tidak termasuk ke penderita COVID-19, namun harustetap memperhatikan
pola hidup sehat (konsumsi vitamin C dan E), menjaga kebersihan, cuci tangan pakai sabun, menggunakan
81
masker kain jika perlu, menjaga imunitas tubuh, berjemur setiaphari, menjaga social distancing/physical
distancing, memperhatikan anjuran WHO, pemerintah, kemenkes, dan sebagainya (Allika Nurfadias
Magulili, 2020)
Masyarakat diharapkan agar tidak panik berlebihan terhadap pandemi Covid-19. Apalagi sampai
menimbulkan stigma negatif yang membuat orang dalam pemantauan (ODP) maupun pasien dalam
pengawasan (PDP) merasa terkucilkan. Seseorang yang diduga atau positif Covid19 membutuhkan
dukungan dari keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan imunitas tubuh. Kabaratau informasi yang
baik, menjadi salah satu faktor pendukung kesembuhan (Allika Nurfadias Magulili, 2020).
Berdasarkan referensi jurnal yang di dapatkaan peneliti dapat menyimpulakn sependapat dengan hasil
penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa memang benar ada hubungan antara kecemasan dan
terjadinya stigma masyarakaat terhdap pasien post COVID 19.Peneliti berasumsi bahwa stigma
berhubungan dengan kecemasan yang terjadi di masyarakat yang merasabahwa COVID 19 masih sebagai
suatu aib jika sampai tertular, perasaan cemas ini disertaai dengaan lingkungaan sosial yang cenderung
memberikan pandangan negatif terhaadap oraang yang telaah sembuh dari COVID 19, hal ini dapaat
dilihat terjadi stigma baaik itu lisan maupun non lisan terhadaap oraang yaang telah sembuh dari COVID
19 hal ini dibuktikan peneliti denganpembahsan haasil wawancaara di bawah ini.
a) Merasa Cemas
“ Kecemasan saya sangat tinggi untuk kembali kontak dengaan pasien yang telah sembuh dari
P4 adalah Tn. I berusia 42 tahun berasumsi bahwa sangat merasa cemas tinggi kembali
kontak dengan paasien yang telah sembuh dari COVID 19 sehingga memilih untuk menjauhi
agar tidak tertular COVID 19.
“....Tingkat kecemasan saya sangat tinggi karena merasa parno dengan penyakit ini ” (P5)
P5 adalah Ny. P berusia 29 tahun mengatakan bahwa tingkat kecemasan sangat tinggi
untuk kembali berinteraksi dengan pasien yang telah sembuh dari COVID 19 karena masih
merasa parno dengan penyaakit ini dan mengganggap sebagai aib jikaa tertular.
82
“....Kecemasan berhubungan karena tingkat ketakutan masyarakat dapat tertular COVID 19
jika melakukan kontak erat dengan orang-orang yang telah sembuh dari COVID 19. ... ” (P6)
b) Lingkungan Sosial
“….Masyarakat yang cenderung mengganggap COVID 19 sangat berbahaya sehingga lebih baik
masyarakat menjauhi... ” (P6)
“ ... Lingkungan sosial masih mengganggap pasien yang telah sembuh dari COVID 19 masih
“.....Lingkungan sosial masih cenderung memberikan respon yang kurang baik seperti
menjauhi orang-orang yang telah sembuh dari COVID 19. ... ” (P9).
83
P9 adalah Ny. W berusia 31 tahun mengatakan bahwa lingkungan sosial masih
cenderung memberikan respon yang kurang baik sehinggaa menjadi pemicu masyarakat ikut
melakukan stigma terhadap pasien yaang telah sembuh daari COVID 19.
84
B. Implikasi Penelitian
Adapun dampak dari penelitian ini adalah dapat mendeskripsikan studi fenomenologi
stigma masyarakat terhadap pasien post COVID 19, dari hasil penelitian di dapatkan
bahwa stigma negatif cenderung terjadi karena persepsi masyarakat yang masih
mengganggap pasien post COVID 19 harus di jauhi dan tingkat kecemasan yang
tinggi karena sebagian besar patisipan berpendapat bahwa pasien yang telah sembuh
dari COVID 19 masih berpotensi menularkan penyakitnya. Hal ini sebaiknyaa
menjadi tanggungjawab dari lintas sektor untuk merubah persepsi masyarakat ke arah
yang lebih positif dan menurunkan tingkat kecemasan masyarakat sehinggaa di era
pandemi initidak terjadi stigma negatif terhadaap pasien psot COVID 19. Karena jika
masyarakat dan semua pihak terkait bekerjaasama dengan baik maka diharapkan
pandemiini dapat dilewati dengan baik.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun demikian
masih memiliki keterbatasan yaitu :
a) Waktu untuk melakukan wawancara dengan partisipan harus menyesuaikan
dengan waktu dimana partisipan sedang tidak bekerja, dan dalam suasana hati
yang baik sehingga dapat membangun wawancara semi struktur yang nyaman
bagi partisipan dan tidak menjadikan wawancara ini sebagai beban baagi
partisipan.
b) Di temukan beberapa partisipan yang menggunakan bahasa daerah masing-
masing sehingga harus mengulang beberapa kali untuk melakukan wawancara
dibeberapa pertanyaan untuk memastikan partisipan paham akan pertanyaan
yang di ajukan peneliti.
85
86
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan interpretasi hasil maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
penyebab terjadinya stigma masyarakat terhadap paasien post COVID 19 di Perumahan X
kota Pekanbaru tahun 2020.
Adapun faktor yang berkaitan erat dengan terajdinya stigma negatif tersebut adalah persepsi
masyarakat tentaang COVID 19 dan kecemasan masyarakat yaang tinggi terhadap pasien
yang telah sembuh dari COVID 19.
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi masyarakat terhadap stigma
masyarakat pada pasien post COVID 19 di perumahan X kota Pekanbaru tahun 2020, hal
ini dibuktikan dengan transkip wawancara partisipan mengatakan bahwa persepsi tentang
COVID 19 adalah penyakit yang sangat menular,masyarakat merasa takut dan pilihan
isolasi mandiri adalah hal yang menjadi pemicu terjadi stigma negatif.
2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan masyarakat terhadap
stigma masyaarakat terhadap paasien post COVID 19 hal ini di buktikan dengan tingkat
pengetahuaan masyarakat yang dikatakan cukup baik yaitu dapat menejlaskan dengaan
benar tanda gejala dan pencegahan COVID 19, tetapi masih tejadi stigma negatif di
lingkungan perumahan X kota Pekanbaru.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan masyarakat terhadap
terjadinya stigma masyarakat terhadap paien post COVID 19 di perumahan X kota
Pekanbaru, hal ini dibuktikan dengan transkip hasil wawancara dengan partisipan yaang
mengatakan sangat cemas tertular COVID 19, dan sebagian besar lingkungan sosial juga
melakukan stigma tersebut.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disampaikan beberapa saran
kepada pihak terkait yang ada kaitannya dengan stigma masyarakat terhadap pasien post
COVID 19 di Perumahan X di Kota Pekanbaru
87
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber bacaan yang relevan bagi tenaga kesehatan
88
untuk menambah informaasi seputar stigma masyarakat terhadap pasien post COVID 19, dan
diharapkan tenaga kesehaatan dapat memberikaan edukasi yang baik dan benar kepada
masyarakat agar tidak terjadi stigma tersebut di masyarakat.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjaadi sumber bacaan bagi mahasiswa sarjana
keperawatan dan dapat menambah ilmu bagi pembacanya.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin
melakukan penelitian terkait judul yang sama dan dapat lebih menegembangkan variabel
penelitiaan untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak.
89
LAMPIRAN 1
STUDI FENOMENOLOGI
Tanggal wawancara :
Inisial Informan :
Usia :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
No Pertanyaan
90
COVID 19 dan kembali ke masyarakat
3.
Bagaimana pendapat saudara tentang stigma negatif terhadap pasien yang
91
6.
Bagaimana pendapat saudara tentang lingkungan sosial saudara menyikapi
92
Lampiran 2
Kode Pertanyaan 1
Responden Bagaimana pendapat saudara tentang penderita COVID 19
1. P1 Orang-orang yang terkena COVID 19 bisa karena tertular dari orang-orang sekitarnya
karena tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan benar
2. P2 Penderita COVID 19 beserta keluarganya harus dihindari kalau perlu keluarganya semua
diisolasi karena masih ada sisa-sisa virus
3. P3 Penderita COVID 19 perlu dijauhi karena COVID 19 sangat mudah menular dari orang ke
orang, lebih baik diisolasi 14 hari
4. P4 Saya berusaha menghindar, keluarga saya berusaha menghindar karena takut tertular
COVID 19.
5. P5 Orang yang masih di isolasi di rumah sakit karena terkena COVID 19, bisa saja COVID
dengan gejala atau tanpa gejala
6. P6 Orang-orang yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehingga terrtular COVID 19,
orang tersebut harus segera diobati dan tidak membaur dengan masyarakat untuk
sementara waktu
7. P7 Orang yang hasil labornya positif COVID 19, dan memiliki gejala COVID 19.
8. P8 Orang-orang yang tertular penyakit ini karena tidak menjaga jarak, tidak mencuci tangan
atau bisa saja sudah menerapkan protokol kesehatan tetapi tertular dari lingkungan sekitar
9 .P9 Orang yang tertular COVID 19 dari orang lain, karena daya tahan tubuh yang rendah
sehingga mudah terserang virus COVID 19
10. P10 Orang yang tertular COVID 19 dari orang yang lain, bisa saja terkena saat berkumpul di
keramaian, di tempat kerja atau dari tetangga sekitar rumah maupun saudara-saudara
terdekat.
93
Kode Pertanyaan 2
Responden Bagaimana pendapat saudara tentang pasien yang telah sembuh dari COVID 19
dan kembali ke masyarakat
1.P1 Saya merasa takut untuk kembali kontak dengan orang yang telah sembuh dari Covid 19
karena bisa saja masih ada sisa virus yang tertinggal
2.P2 Pasien yang sudah kembali kemasyarakat tetap harus kita jauhi sampai benar-benar sembuh
dan virusnya mati
3.P3 Masih cukup menakutkan untuk berinteraksi dengan orang tersebut karena oang tersebut
masih beressiko menularkan virus corona
4.P4 Saya merasa cemas karena takut tertular COVID 19 dari orang yang telah sembuh tersebut
5.P5 Saya masih merasa was-was, cemas dan parno untuk kembali kontak dengan paien yang
telah sembuh dari COVID 19
6.P6 Sebaiknya pasien yang telah sembuh dari COVID 19 tetap isolasi mandiri atau dirawat
selama 14 hari di rumah
7.P7 Pasien yang telah sembuh dari COVID 19 karena imun pasien baik dan tidak memiliki
penyakit penyerta lainnya, tetapi bisa saja erkena COVID 19 untuk ke 2 kalinya
8.P8 Pasien yang telah sembuh dari COVID 19 bisa saja kembali ke masyarakat asalkan
memakai masker saat keluar rumah dan rajin mencuci tangan.
9.P9 Orang yang telah sembuh dari COVID tidak perlu dijauhi karena kasihan, ttetapi
masyarakat cukup menerapkan protokol kesehatan agar tidak tertular
10. P10 Sebaiknya tetap isolasi di rumah selama 14 hari sampai virusnya benar-benar mati
94
Kode Pertanyaan 3
Responden Bagaimana pendapat saudara tentang pasien yang telah sembuh dari COVID 19 dan
kembali ke masyarakat
1.P1 Karena saya dan masyarakat ingin melindungi diri dari paparan COVID 19
2.P2 Itu bukan stigma negatif, tapi memang kenyataannya masyarakat masih takut dan sangat parno
pada COVID 19.
3.P3 Stigma negatif yang ada di masyarakat karena masyarakat takut tertular.
4.P4 Itu bukan stigma negatif tetapi lebih karena saya takut
5.P5 Stigma negatif terjadi karena saya merasa penyakit COVID 19 adalah penyakit yang
berbahaya
6.P6 Stigma negatif di dapatkan karena pemberitaan yang megekspos COVID 19 sebagai penyakit
yang sangat menular
7.P7 Jujur saya sedikit banyak akan menjauhi orang yang telah sembuh tersebut sampai 14 hari di
isolasi setelah sembuh
8.P8 Stigma negatif terjadi karena pengetahun masyarakat yang masih rendah tentang COVID 19,
9.P9 Stigma negatif terjadi karena ketakutan yang berlebihan akan penularan penyakit ini
10. P10 Stigma negatif terjadi karena masyarakat cemas tertular COVID 19
95
Kode Pertanyaan 4
Responden Dapatkah saudara menjelaskan tentang penyakit COVID 19, tanda dan gejala,
penyebab, pencegahan daan pengobatannya
1.P1 COVID 19 adalah penyakit yang sangat menular jika kita kontak erat dengan orang terduga
COVID 19, tanda dan gejalanya adalah batuk-batuk, sesak, pusing, lemas.
Penyebab Covid 19 adalah karena orang suka bermain di tempat keramaian, tidak menjaga
jarak dengan orang lain.
Pencegahannya dengan menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker.
2.P2 Saya tidak begitu paham dan mengerti tentang COVID 19 ini. Setau saya tanda COVID 19 ini
Demam, Batuk, sesak nafas. Pencegahannya dengan memakai masker dan pengobatannya itu
harus dirawat / Isolasi di Rumah sakit
3.P3 COVID 19 adalah penyakit yang cukup berbahaya, karena memiliki gejala seperti flu. Yakni ,
demam, batuk, pilek, dan hilang indra penciuman dan perasa. Untuk penyebabnya yakni
kontak dengan pasien penderita COVID 19 tanpa menggunakan masker. Untuk
pencegahannya mematuhi protokol pemerintah mencuci tangan, memakai masker dan menjaga
jarak.
Untuk pengobatannya dengan banyak mengonsumsi vitamin, buah-buahan dan makanan yang
bergizi.
4.P4 COVID 19 adalah penyakit yang sangat berbahaya karena sangat mudah tertular, tandanya
nafas sesak, demam, batuk, badan lemas, tidak nafsu makan, pencegahannya dengan menjaga
jarak dan memakai maasker.
5.P5 COVID 19 adalah penyakit yang berasal dari Cina, tandanya sesak nafas dan demam,
pencegahannya dengan tidak sering kelura rumah, lebih baik di dalam rumah, pengobatannya
dengan di rawat di rumah sakit.
6.P6 Penyakit COVID 19 adalah penyakit yang disebabkan oleh hewan yang belum diketaahui,
tanda dan gejalanya pasien sesak nafas, demam, munta, pencegahannya memakai masker
kemanapun pergi dan cuci tangan.
7.P7 Penyakit COVID 19 adalah pandemi di dunia, penyakit yang sangat berbahaya, tidak bisa di
anggap hal sepele, penyebabnya virus yang dibawa dari Cina seperti kelelawar,
pencegahannya tetap di rumah dan memakai masker.
8.P8 COVID 19 adalah penyakit yang berpotensi untuk sangat menular antar satu orang ke orang
lain, tanda dan gejala seperti nafas terasa sesak, pencegahan cuci tangan, pakai masker dan
96
menjaga jarak.
9.P9 Penyakit COVID 19 adalah penyakit yang sangat menular, tanda dan gejalanya yaitu demam
naik turun, nafas sesak, dapat lebih berbahaya jika orang tersebut ada penyakit lain isalnya
hipertensi, jantung, pencegahannya dengan memakai maskr dan cuci tangan
10. P10 Penyakit COVID 19 adalah penyakit yang berbahahaya dan penyakit yang sedang trend di
bicarakan banyak oraang di dunia, tanda daan gejalanya ada sesak,demam, batuk-batuk dan
masih banyak lagi, pengobatan dengan isolasi di rumah sakit terdekat.
97
Kode Pertanyaan 5
Responden Bagaimana pendapat saudara tentang hubungan tingkat kecemasan untuk berinteraksi
dengan pasien yang telah sembuh dari COVID 19
1.P1 Saya dan masyarakat sangat cemas untuk kembali kontak dengan pasien yang telah sembuh dari
COVID 19 karena takut tertular penyakit tersebut
2.P2 Saya dan keluarga sangat cemas berinteraksi dengan penderita COVID 19 dan keluarganya,
walaupun sudah sembuh.
3.P3 Sangat cemas, karena walaupun sudah dinyatakan sembuh tapi kita perlu waspada. Agar tidak
tertular.
4.P4 kecemasan saya sangat tinggi untuk kembali kontak dengaan pasien yang telah sembuh dari
COVID 19
5.P5 Tingkat kecemasan saya sangat tinggi karena merasa parno dengan penyakit ini
6.P6 Kecemasan berhubungan karena tingkat ketakutan masyarakat dapat tertular COVID 19 jika
melakukan kontak erat dengan orang-orang yang telah sembuh dari COVID 19.
7.P7 Kecemasan masyarakat dan saya pribadi terjadi karena pemberitaan dimana mana membahas
tentang COVID 19
8.P8 Kecemasan berkaitan karena saya merasa takut tertular penyakit ini sehingga memilih untuk
lebih baik menjaga jarak dengan pasien yang telah sembuh dari COVID 19 karena kemungkinan
maih ada sisa virus.
9.P9 Tingkat kecemasan karena masyarakat trauma jika sampai tekena COVID 19, karena jika sudah
tertular maka keluarga terdekat bisa saja di swab dan terjadi penilain negatif.
10. P10 Kecemasan dipengaruhi karena saya dan masyarakat mendengar bahwa COVID 19 sangat
menular
98
Kode Pertanyaan 6
Responden Bagaimana pendapat saudara tentang lingkungan sosial saudara menyikapi pasien yang
telah sembuh dari COVID 19 dan kembali ke masyarakat
1.P1 Lingkungan sosial di sekitar saya juga beranggapan sama terhadap orang yang telah sembuh dari
COVID 19, masyarakat cenderung ketakutan dan menjauhi pasien yang telah sembuh dari
COVID 19
2.P2 Masyarakat disekitar sini juga sependapat dengan saya kalau pasien yang sembuh dari COVID
19 itu harus dijauhi dan dihindari untuk mencegah kita tertular dari COVID 19.
3.P3 Banyak masyarakat yang menjahui pasien yang telah dinyatakan sembuh dari COVID 19.
4.P4 Masyarakat yang tinggal di daerah perumahan ini juga memiliki sikap yang sama, masyarakat
cenderung menjauhi pasien yang telah sembuh dari COVID 19
5.P5 Lingkungan sosial saya sebagian masih menerima tetapi sebagian besar lebih memilih untuk
menjauhi karena merasa takut tertular COVID 19, walaupun pasien telah sembuh bisa saja
virusnya masih tertinggal.
6.P6 Lingkungan sosial lebih memberikan pandangan negatif karena mengganggap COVID 19 adalah
penyakit aib yang memalukan
7.P7 Lingkungan sosial dapat dipengaruhi dari omongan masyarakat yang cenderung menggap
COVID 19 sangat berbahaya sehingga lebih baik masyarakat menjauhi.
8.P8 Lingkungan sosial masih mengganggap pasien yang telah sembuh dari COVID 19 masih perlu
di jauhi karena masih ada sisa-sisa virus.
9.P9 Lingkungan sosial masih cenderung memberikan respon yang kurang baik seperti menjauhi
orang-orang yang telah sembuh dari COVID 19 karena takut kemungkinan tertular
10. P10 Lingkungan sosial terlihat lebih menolak pasien yang telah sembuh dari COVID 19 karena
masih taakut ada sisa-sisa virus dan masih bisa menularkaan ke masyarakat.
99
DAFTAR PUSTAKA
Dai, N. F. (2020). Stigma Masyarakat Terhadap Pandemi Covid-19. Prodi Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia Timur, 66–73.
Herdiana, I. (2020). Stigma Saat Pandemi COVID-19 dan Tindakan Melawannya. Psychology,
10.
Https://corona.riau.go.id/
Https://www.seputarpengetahuan.co.id/2019/11/stigma.html
Kemenkes. (2020a). Infeksi Emerging, Media Informasi Resmi Terkini Penyakit Infeksi
Emerging. Covid19.Kemkes.Go.Id. https://covid19.kemkes.go.id/?dl_page=10#.X4E9-8Iza00
Kemenkes. (2020). Pertanyaan dan Jawaban Terkait Coronavirus Disease 2019 ( COVID-19 ).
World Health Organization.
Nursalam, N., Sukartini, T., Priyantini, D., Mafula, D., & Efendi, F. (2020). Risk factors for
psychological impact and social stigma among people facing COVID 19: A systematic review.
Systematic Reviews in Pharmacy, 11(6), 1022–1028. https://doi.org/10.31838/srp.2020.6.146
Oktaviannoor, H., Herawati, A., Hidayah, N., Martina, M., & Hanafi, A. S. (2020). Pengetahuan
dan stigma masyarakat terhadap pasien Covid-19 dan tenaga kesehatan di Kota Banjarmasin.
Ramaci, T., Barattucci, M., Ledda, C., & Rapisarda, V. (2020). Social stigma
during COVID-19 and its impact on HCWs outcomes. Sustainability (Switzerland),
12(9), 1–13. https://doi.org/10.3390/su12093834
10
0
Zendrato, W. (2020). Gerakan Mencegah Daripada Mengobati Terhadap Pandemi
Covid-19. Jurnal Education and Development.
10
1