Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN DASAR PROFESI


HUBUNGAN NAFAS DALAM DAN BATUK EFEKTIF DALAM PENGELURARAN
SPUTUM PADA PASIEN TB PARU DI RUANG FLAMBOYAN DI RSUD
DR.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2019”

Dosen pembimbing : Apriyani.,S.Kep.,Ns., M.Kep

Disusun Oleh:
NURUL HIDAYAH
22221082

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH


PALEMBANG FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI
PROFESI NERS XVI TAHUN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (MycobacteriumTuberculosis) yang termasuk dalam family Mycobacteriaceace dan
termasuk dalam ordo Actinomycetales.Micobacteria Tuberculosis masih keluarga besar
genus Mycobacterium.Berdasarkan beberapa kompleks tersebut, Mycobacteria
tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai (Kemenkes,
2011).
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerangparenkim
paru.Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah (Wijaya, 2013).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya, namun yang palig sering terkenan adalah organ paru (90%) (Suarni. 2009).

B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


1. Anatomi

Gambar 2.1.System pernafasan.

System pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen


(O2).Parudihubungkan dengan lingkungan luarnya melalui serangkaian saluran, berturut
turut,hidung, faring, laring, trachea dan bronchi, saluran saluran itu relative kaku dan
tetapterbuka, keseluruhannya merupakan bagian konduksi dari system
pernafasan,meskipun fungsi utama pernafasan utama adalah pertukaran oksigen
dankarbondioksida, masih ada fungsi tambahanlain,yaitu tempat menghasilkan
suara,meniup (balon, kopi/ teh panas, tangan, alat music, dan lain sebagainya). Tertawa,
menangis, bersin, batuk homostatik (PH darah) otot-otot pernafasan membantu kompresi
abdomen (Tambayong, 2001).

Gambar 2.2.Tampilan pernafasan bawah trachea, bronkiolus dan lobus.

a. Saluran pernafasan bagian atas menurut (Evelyn, 2004)


1) Hidung/naso : Nasal
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang (kavumrasi)
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi), terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung.

2) Faring
Merupakan tempat persimpanan antara jalan makan, yang berbentuk seperti pipa
yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar tengkorak sampai dengan
osofagus. Letaknya didasar tengkorak dibelakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang belakang.

3) Laring : Pangkal tenggorokan


Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan atau penghasil
suara yang diapaki berbicara dan bernyanyi, terletak didepan dibagian faring
sampai ketinggian vertebrata servikalis dan masuk kedalam trachea dan tulang-
tulang bawah yang berfungsi pada waktu kita menelan makan dan menutup
laring.

4) Trackhea : Batang tenggorokan


Batang tenggorokan kira-kira panjangnya 9 cm, trachea tersusun atas 16-20
lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh
jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran disebelah belakang trackhea.

5) Bronckhus : Cabang tenggorokan


Merupakan lanjutan dari trachea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian
vertebrata torakolis ke IV dan V mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama, bronchus kanan lebih pendek dan lebih besar
daripada bronchus kiri.

6) Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung (alveoli).Gelembung alveoli ini terdiri dari sel epitel dan sel
endotel.Pernafasan paru-paru (pernafasan pulmoner) merupakan pertukaran
oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru atau pernafasan
eksternal, oksigen diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung disampaikan
ke seluruh tubuh.Didalam paru-paru karbondioksida dikeluarkan melalui pipa
bronchus berakhir pada mulut dan hidung (Evelyn, 2004).

2. Fisiologi
Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi (pernafasan) didalam tubuhterdapat
tiga tahapan yakni ventilasi, difusi dan transportasi (Guyton, 1997)
a. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer kedalam
alveoli atau alveoli keatmosfer, dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa hal
yang mempengaruhi diantaranya adalah perbedaan tekanan antar atmosfer dengan
paru, semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.

b. Difusi Gas
Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO2kapiler
dan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa factor yang dapat
mempengaruhi, diantaranya pertama luasnya permukaan paru. Kedua, tebal
membrane respirase/ permeabilitas yang terdiri dari epitel alveoli dan intestinal
keduanya.

c. Transportasi gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler kejaringan tubuh dan CO2 jaringan
tubuh kapiler. Proses transportasi, O2akan berkaitan dengan Hb membentuk
oksihemoglobin, dan larutan dalam plasma. Kemudian pada transportasi CO2
akan berkaitan dengan Hb membentuk karbohemoglobin dan larut dalam plasma,
kemudian sebagaian menjadi HCO3 (Hidayat, 2006).

C. ETIOLOGI
Penyebab TB paru yaitu kuman Mycobacteria Tuberculosis yang berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron dan mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut pula sebagi Basil
Tahan Asam (BTA).Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan beberapa jam ditempat gelam dan lembab, sehingga dalam jaringan tubuh kuman
ini dapat dorman (tertidur), tertidur lama selama bertahun tahun (Kemenkes.2011).
Apabila seseorang telah terinfeksi TB Paru namun belum sakit maka tidak dapat
menyebarkan infeksi ke orang lain. Masa inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai terjadinya sakit, diperkirakan selama 4 sampai 6 minggu (Depkes.2008).
Kuman ditularkan oleh penderita TB Paru BTA positif melalui batuk, bersin atau
saat berbicara lewat percikan droplet yang keluar.Risiko penularan setiap tahunnya
ditunjukkan dengan Annual Risk of TB Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang
beresiko terinfeksi TB Par selama satu tahun (Suarni. 2009).

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Wijaya (2013, Hal. 140) Gambaran klinik TB paru dapat di bagi menjadi 2
golongan, gejala respiratorik dan gejalasistemik :
1. Gejala respiratorik, meliputi;
a. Batuk :
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang palingsering
dikeluhkan.Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah :
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darahsegar dalam jumlah sangat
banyak.
c. Sesak napas :
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemiadan lain – lain.
d. Nyeri dada :
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.Gejala initimbul
apabila sistem persarafan di pleura rusak.

2. Gejala sistemik, meliputi :


a. Demam :
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makinpanjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise.Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak
napas walaupun jarang dapat juga timbulnya menyerupai gejala pneumonia\
tuberkulosis paru termasuk insidius Wijaya, (2013).

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang serius dan meluas Tuberkulosis Paru   adalah berkembangnyabasil
tuberculosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi obat.Resistensi terjadi jika
individu tidak menyelesaikan program pengobatannya hingga tuntas, dan mutasi basil
mengakibatkan basil tidak lagi responsive terhadap antibiotic yang digunakan dalam
waktu jangka pendek.Basil tuberculosis bermutasi dengan cepat dan sering.
Tuberculosis yang resisten terhadap obat obatan juga dapat terjadi jika individutidak
dapat menghasilkan respons imun yang efektif sebagai contoh, yang terlihat pada pasien
AIDS atau gizi buruk.Pada kasus ini, terapi antibiotik hanya efektif sebagian. Tenaga
kesehatan atau pekerja lain yang terpajan dengan jalur basil ini, juga dapat menderita
tuberculosis resistens multi obat, yang dalam beberapa tahun dapat mengakibatkan
morbiditas dan bahkan kematian. Mereka yang mengidap tuberkulosis resisten multiobat
memerlukan terapi yang lebih toksit dan mahal dengan kecendrungan mengalami
kegagalan(Corwin, 2009 ).
Adapun komplikasi lain menurut (Mayo.2012) yang terjadi pada TB Paru yaitu
1. Kerusakan tulang dan sendi
Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi kuman TB
menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang.Dalam banyak kasus, tulangiga juga bisa
terinfeksi dan memicu nyeri di bagian tersebut.
2. Kerusakan otak
Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis
atauperadangan pada selaput otak.Radang tersebut memicu pembengkakan pada
membran yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau mematikan.
3. Kerusakan hati dan ginjal
Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada adi aliran darah.Fungsi ini
akanmengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman TB.
4. Kerusakan jantung
Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB.Akibatnya bisaterjadi
cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan cairan yang membuat jantung
jadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal.
5. Gangguan mata
Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwarna kemerahan,mengalami iritasi
dan membengkak di retina atau bagian lain.
6. Resistensi kuman
Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin, bahkan
ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntasatau tidak
disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti dengan
obat lain yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya lebih berat.

F. PATOFISIOLOGI
Basiltuberculosis yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada
dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus
bawah) basil tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan.Lekosit polimorfunuklear
tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme
tersebut.Sesudah hari – hari pertama maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2013).
Alveoli yang terserangakanmengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala
pneumonia akut.Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional.Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel spiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.Reaksi ini biasanya berlangsung selama
10-20 hari.Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas
menimbulkan respon berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk
jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya,
2013).
Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.Kompleks ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana
bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akanmasuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini
dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring,
telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan parut fibrosa(Wijaya, 2013).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus.Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah
(limfohematogen).Organisme yang lolos dari kelenjar limfeakanmemcapai aliran darah
dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadangdapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain (ekstrapulmaner).Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar
ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ tubuh (Wijaya, 2013).
G. PATHWAY

Droplet Terhirup lewat


Masuk ke paru Alveoli
mengandung saluran
M. tuberculosis pernapasan
Proses
Peradangan
Hipertermi Panas

Bersihan Sekret Produksi Tuberkel


jalan nafas sukar sekret
tidak efektif dikeluarkan berlebih

Infeksi primer
bronkogen Meluas TB Primer
pada alveoli
n
Bronkus Hemotogen
Mengalami perkejuan

Bakterimia
Kalsifikasi

Pleura Peritonium
Mengganggu
perfusi dan
Pleuritis Asam lambung difusi O2
meningkat
Nyeri dada Suplai O2 kurang

Asupan nutrisi
Nyeri akut Gangguan
tidak adekuat
pertukaran gas

Gangguan nutrisi Cadangan energi


kurang dari menurun Kelemahan
kebutuhan tubuh
10
Intoleran aktivitas

H. PENATALAKSANAAN

Tuberkulosis paru terutama diobati dengan agens kemoterapi selama


periode 6-12 bulan. 5 medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH),
rifampin (RIF), Streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan Pirasinamid
(PZA). Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru
yang baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH,
RIF, PZA selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk
tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan Laboratorium

a. Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif


penyakit
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
c. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm
atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik
sakit berani bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
d. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk Mycobacterium tuberculosis.

11
e. Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
f. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
g. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara
residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).
2) Pemeriksaan Radiologis

Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan
menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.

12
BAB II

PEMBAHASAN

1. KASUS

Tn.R usia 34th bersama istri dan anak nya datang ke RSUD palembang
bari, diruang TB PARU, Pasien datang dengan keluhan batuk berdarah sejak
lebih kurang 1 hari yang lalu sebelumnya pasien batuk berdahak sejak lebih
kurang 1 bulan yang lalu, demam dimalam hari (+), nafsu makan berkurang
(+), berat badan menurun(+), sesak (+). Pasien mengaku sebelumnya sudah
berobat ke puskesmas dan dikatakan ada infeksi di paru-paru, namus pasien
belum diberi tahukan obat dari puskesmas.

Pada saat pengkajian pasien mengatakan masih batuk,susah tidur di


malam hari,dan sesak. demam dimalam hari (+), nafsu makan berkurang (+),
berat badan menurun(+), sesak (+). Pasien mengaku sebelumnya sudah berobat
ke puskesmas dan dikatakan ada infeksi di paru-paru, namus pasien belum
diberi tahukan obat dari puskesmas.Pemeriksaan fisik TD: 119/93, P:
114x/menit, RR: 22x/ menit, T: 36,9 0c

1. PERTANYAAN KLINIS
13
Bagaimana Hubungan Nafas Dalam Dan Batuk Efektif Dalam Pengeluraran
Sputum Pada Pasien Tb Paru ?
2. PICO

P : bersihan jalan nafas tidak efektif

I : Nafas Dalam Dan Batuk Efektif

C:-

O : Untuk Mengetahui Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum


Pada Pasien TB Paru
3. SEARCHING LITERATURE (JOURNAL)

Setelah dilakukan Searching Literature ( Journal ) di google scholer,


Didapatkan 1211 journal yang terkait dan dipilih jurnal dengan judul “Hubungan
Nafas Dalam Dan Batuk Efektif Dalam Pengeluraran Sputum Pada Pasien Tb
Paru.”

Dengan alasan :

a. Jurnal tersebut sesuai dengan intervensi di kasus

b. Jurnal tersebut up to date

4. VIA
A. Validity
1) Desain: Desain yang digunakan dalam peneliitan ini adalah peneltian
eksperimenOne Group Pretest Posttest. One group Pretest Posttest adalah
desain yang yang tidak ada kelompok pembanding (kontrol),tetapi paling
tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan
menguji perubahan- perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen
(program).
2) Sampel: Populasi pada penelitian ini adalah pasien dengan TB paru yang
dirawat di Ruang Flamboyan RSUD Dr. Pirngadi Medan pada bulan

14
Januari – Desember 2018 berjumlah 80 orang dan sampel pada penelitian
ini adalah menggunakan teknik total samplingatau sampel jenuh.
3) Kriteria inklusi dan ekslusi:

Kriteria inklusi: jurnal yang membahas tentang Hubungan Nafas


Dalam Dan Batuk Efektif Dalam Pengeluraran Sputum Pada Pasien Tb
Paru.

Kriteria eksklusi: jurnal yang tidak membahas Hubungan Nafas


Dalam Dan Batuk Efektif Dalam Pengeluraran Sputum Pada Pasien Tb
Paru dan jurnal yang publis lebih dari 5 tahun.
4) Randomisasi:

-
B. Importance dalam Hasil

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Sebelum Dilatih Teknik


Napas Dalam Dan Batuk Efektif Pada Penderita Tb Paru Dalam
Pengeluaran Sputum Di RSUD. Pirngadi Medan Tahun 2019 diketahui
bahwa sebagian besar responden tidak dapat mengeluarkan sputum
sebelum dilatih teknik napas dalam dan batuk efektif pada pasien Tb Paru
sebesar 60 responden (75,0).

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Setelah Dilatih Teknik Napas


Dalam Dan Batuk Efektif Pada Penderita Tb Paru Dalam Pengeluaran
Sputum Di RSUD. Pirngadi Medan Tahun 2019 diketahui bahwa hampir
seluruh responden dapat mengeluarkan sputum setelah dilatih teknik
napas dalam dan batuk efektif pada pasien Tb Paru sebesar 53 responden
(66,3%).

Distribusi Frekuensi Berdasarkan PendidikanSebelum Dilatih Teknik


Napas Dalam Dan Batuk Efektif Pada Penderita Tb Paru Dalam
Pengeluaran Sputum DiRSUD. Pirngadi Medan Tahun 2019. diketahui
bahwa hampir seluruh responden dapat mengeluarkan sputum sebelum

15
dilatih teknik napas dalam dan batuk efektif pada pasien Tb Paru sebesar
58 respnden (72,5).

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Setelah Dilatih Teknik


Napas Dalam Dan Batuk Efektif Pada Penderita Tb Paru Dalam
Pengeluaran Sputum Di RSUD. Pirngadi Medan Tahun 2019. diketahui
bahwa hampir seluruh responden dapat mengeluarkan sputum setelah
dilatih teknik napas dalam dan batuk efektif pada pasien Tb Paru sebesar
51 responden (63,6).

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Sebelum Dilatih Teknik


Napas Dalam Dan Batuk Efektif Pada Penderita Tb Paru Dalam
Pengeluaran Sputum Di RSUD. Pirngadi Medan Tahun 2019. diketahui
bahwa hampir seluruh responden dapat mengeluarkan sputum sebelum
dilatih teknik napas dalam dan batuk efektif pada pasien Tb Paru sebesar
58 responden (72,3 %).
C. Applicability
1) Dalam diskusi :
Desain yang digunakan dalam peneliitan ini adalah peneltian eksperimenOne
Group Pretest Posttest. One group Pretest Posttest adalah desain yang yang
tidak ada kelompok pembanding (kontrol),tetapi paling tidak sudah dilakukan
observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji perubahan-
perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (program).
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa sebelum dilakukan teknik
nafas dalam dan batuk efektif pada pasien Tb Paru yang dapat mengeluarlan
sekret secara efektif sejumlah 22 responden (27,5%) dan yang tidak dapat
mengeluarkan sekret sejumlah 58 responden (72,5%).
Salah satu tindakan non farmakologi untuk mengeluarkan sekret dengan
maksimal dengan cara batuk efektif. Pendapat ini sesuai dengan hasil teknik
batuk efektif terhadap responden pasien TB paru dapat mengeluarkan sekret
secara efektif. Berbeda pada responden pasien Tb Paru sebelum dilakukan
pemberian teknik nafas dalam dan batuk efektif pengeluaran sekretnya tidak

16
maksimal, hal ini disebabkan karena sebelumnya tidak diajarkan teknik nafas
dalam dan batuk efektif.
Berdasarkan analisa bivariat diatas dengan menggunakan uji Chi Square
diperoleh nilai ρ value = 0,000. Nilai ρ value ini secara stastistik menunjukkan
bahwa ada hubungan antara teknik napas dalam dan batuk efektif dengan
pengeluaran sputum pada pasien TB Paru.

kesimpulannya dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai


berikut terdapat perbedaan sebelum dan sesudah pemberian teknik nafas
dalam dan batuk efektif. Sebelum diberikan tindakan sekret pasien
pengeluarnya tidak tidak lancar naman setelah diberikan tindakan proses
pengeluarkan sekret menjadi efektif.
Fasilitas :ada di rumah sakit

2) Biaya : di tanggung rumah sakit

5. DISKUSI (Membandingkan Jurnal dan Kasus)


Batuk efektif jika dilakukan dengan baik dan tepat akan terlihat perbedaan
yang cukup mencolok terhadap pengeluaran sputum dibandingkan dengan batuk
biasa karena batuk efektif adalah cara batuk yang benar. Batuk yang benar
caranya yang pertama yang dilakukan duduk agak condong ke depan kemudian
tarik napas dalam dua kali lewat hidung dikeluarkan lewat mulut kemudian napas
yang ketiga ditahan 3 detik dan batukan 2 sampai 3 kali batukkan dan sebelum
batuk efektif dianjurkan minum air hangat dan minum air sebanyak 2 liter 1 hari
sebelumnya dengan tujuan dahak menjadi encer dan mempermudah pengeluaran
sputum supaya dapat maksimal. Sedangkan pada batuk biasa tidak menggunakan
tenik yang benar karena tidak ada perlakuan-perlakuan khusus sehingga
pengeluaran sputum tidak dapat maksimal. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nugroho, dkk (2016) yang menyatakan ada
hubungan bermakna antara teknik napas dalam dan batuk efektif dengan
pengeluaran sputum pada pasien Tb Paru di RSUD. Pirngadi Medan dengan nilai
ρ value sebesar 0,000.

17
Sedangkan di lapangan Ketika dilakukan intervensi terapi teknik relaksasi
nafas dalam dan Batuk efektif cara pertama yang dilakukan pasien di anjurkan
minum air hangat dan banyak minum air putih setelah itu pasien dianjurkan
posisi duduk tapi tidak condong ke depan kemudian pasien tarik napas dalam tiga
kali lewat hidung dikeluarkan lewat mulut kemudian batukan 3 sampai 4 kali
batukkan. Sebelum diberikan relaksasi nafas dalam dan Batuk efektif pasien
terlihat kesulitan untuk mengeluarkan dahak namun setelah diberikan tindakan
pengeluaran sekret pasien menjadi efektif.

BAB III
PENUTUP

A KESIMPULAN
Berdasarkan analisis jurnal yang berjudul “Hubungan Nafas Dalam Dan
Batuk Efektif Dalam Pengeluraran Sputum Pada Pasien Tb Paru.”Dapat
disimpulkan pengaruh pemberian teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan Batuk

18
Efektif dapat memperlancar pengeluaran sekret secara efektif. Sebelum
dilakukan teknik nafas dalam dan batuk efektif pada pasien TB paru yang dapat
mengeluarkan sekret secara efektif sebesar 27,5%. Sesudah dilakukan teknik
nafas dalam dan batuk efektif pada pasien TB paru yang dapat mengeluarkan
sekret secara efektif mengalami peningkatan sebesar 67,5%. terdapat perbedaan
sebelum dan sesudah pemberian teknik nafas dalam dan batuk efektif. Sebelum
diberikan tindakan sekret pasien pengeluarnya tidak tidak lancar naman setelah
diberikan tindakan proses pengeluarkan sekret menjadi efektif.
Berdasarkan kesimpulan di atas maka diharapkan petugas pelayanan
kesehatan terutama perawat yang bertemu secara langsung dengan pasien dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar dapat memberikan asuhan
keperawatan yang optimal kepada pasien agar dapat meningkatkan derajat
kesehatan pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. (2002). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga


University Press
Arikunto, S. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek . Jakarta:
Rineka Cipta
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek . Jakarta:
Rineka Cipta
Dr. H. Tabrani Rab, 1996, ILMU PENYAKIT PARU, Penerbit Hopkrates, Jakarta
Hardjoeno. (2007). Pengobatan Sendiri Batuk. www.pharmacy.gov.my.
(download: 4 Oktober 2007)
Hudak dan Gallo. (2007). Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC
Hudoyono, A, 2017, Tuberculosis Mudah Diobati,Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Isselbacher, dkk. 1995. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Singapore
Kausar, L. Herawati & pertiwiwati endang. 2015. Tugas Kesehatan Keluarga Pada
Anggota Keluarga Yang Menderita TB Paru. Jurnal Kesehatan Keluarga
Volume 3 No 2 September 2015
Kemenkes, RI. 2013. Riset Keperawatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI
Muttaqin , Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
SistemPernafasan. Jakarta: salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nursing Education Project OTA. (1992). Perawatan Pasien Yang Merupakan
Kasus Penyakit Dalam. Jakarta: Pusdiklat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Potter, P.A. Perry, A.G. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktek Volume 1 Edisi 7. Jakarta: EGC
Windarwati. (2001). Seni Batuk yang Benar. www.Indomedia.com. (download :
Oktober 2007)

20

Anda mungkin juga menyukai