Anda di halaman 1dari 13

Jenis hukuman pidana

Dalam Pasal 10 KUHP dikenal ada dua jenis hukuman pidana, yaitu pidana pokok dan pidana
tambahan. Pidana pokok merupakan hukuman yang wajib dijatuhkan hakim yang terdiri atas pidana
mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda. Sedangkan pidana tambahan sifatnya
tidak wajib dijatuhkan hakim, yaitu berupa.pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang
tertentu, dan pengumuman putusan Untuk jenis hukuman pidana di bidang perikanan hanya
mengenal pidana pokok, sedangkan. Pidana tambahan tidak diatur di dalam UU Perikanan.
Mengenai pidana pokok yang dapat dijatuhkan hakim dalam perkara perikanan berupa pidana
penjara dan pidana denda. MesikpunUU Perikanan tidak mengatur secara khusus pidana tambahan,
namun hakim perikanan tetap dapat menjatuhkan pidana tambahan berdasarkan Pasal 10 KUHP
tersebut.

Penyetoran Pembayaran Pidana Denda

Seorang terdakwa dalarn perkara perikanan yang terbukti bersalah dipastikan dijatuhi hukuman
pidana yang dapat berupa pidana penjara dan pidana denda. Khusus untuk pidana denda seperti
yang pernah disinggung di atas dalam pembicaraan sebelumnya, untuk eksekusinya terdapat
hambatan tentang perangkat hukum yang dari dulu sampai sekarang belum diatur, yaitu tentang
upaya paksa terhadap terpidana agar dapat melaksanakannya.

Baik KUHAP maupun undang-undang lainnya tidak pernah mengatur upaya paksa dimaksud berupa
kewenangan kejaksaan selaku pelaksana putusan pengadilan pidana untuk melakukan penyitaan
terhadap harta kekayaan terpidana (sita eksekusi) untuk kepentingan pembayaran pidana denda
tersebut. Tanpa ada kewenangan seperti itu kejaksaan tidak dapat berbuat apa-apa ketika terpidana
menolak untuk membayar, kecuali hanya bertanya kepada terpidana apakah akan membayar denda,
walaupun kejaksaan sendiri mengetahui harta kekayaan terpidana berlimpah ruah dan nilainya
cukup tinggi. Terhadap pembayaran pidana denda dalam praktik memang ada sebagian dari
terpidana yang sadar akan kewajiban melaksanakan pidana denda dengan tanpa ditagih lebih
dahulu. Terpidana saat perkara diputus pengadilan dihukum pidana denda sudah bersiap-siap untuk
membayarnya. Pembayaran yang dilakukan terpidana tinggal diserahkan kepada kejaksaan untuk
disetor kepada negara. Kebanyakan terpidana yang dihukum pidana denda tampaknya lebih
cenderung melakukan “pasang badan” dengan memilih hukuman pengganti berupa pidana kurungan
yang hanya beberapa bulan saja, dipandang sudah lunas pembayaran dendanya.

Untuk perkara perikanan bagi terpidana yang dihukum pidana denda dan bersedia membayarnya,
berlaku Pasal 100D UU Perikanan bahwa denda dimaksud wajib disetorkan ke kas negara sebagai
penerwnaan negara bukan pajak kementerian yang membidangi urusan penkanan Di sini pos
penerimaan negara sudah diatur dengan jelas, untuk

menampung pidana denda perkara perikanan, dan masuk k Kementerian Perikanan dan Kelautan.
Bahan latar belakang =

Indonesia merupakan negara

Kepulauan terbesar di dunia,Indonesia yang

Terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai

Sepanjang 81.000 km2 dan kawasan laut

Seluas 5,8 juta, dinilai memiliki

Keanekaragaman kekayaan yang terkandung

Didalamnya sangat potensial bagi

Pembangunan ekonomi negara. Luas laut

Indonesia meliputi ¾ (tiga per empat) dari

Seluruh luas wilayah Negara Indonesia.

Wilayah perairan yang demikian luas

Menjadi beban tanggung jawab yang besar

Dalam mengelola dan mengamankannya.

Untuk mengamankan laut yang begitu luas,


Diperlukan kekuatan dan kemampuan

Dibidang maritim berupa peralatan dan

Teknologi kelautan modern serta sumberdaya

Manusia yang handal untuk mengelola

Sumber daya yang terkandung di dalamnya,

Seperti: ikan, koral, mineral, biota laut dan

Lain sebagainya. Geografis Indonesia terdiri

Dari ¾ (tiga per empat) wilayah laut dan ¼

(satu per empat) wilayah daratan, membuka

Kerawanan terhadap sejumlah dimensi

Terpenting dari keamanan. Tanpa pengamatan

Terintegrasi yang memadai, letak geografis

Indonesia yang strategis membuka peluang

Terjadinya pencurian dan pemanfaatan

Sumberdaya laut secara ilegal oleh pihak-


Pihak yang merugikan negara apabila

Kemampuan pengawasan terbatas. Masalah

Penangkapan ikan secara ilegal (illegal

Fishing), masih marak terjadi diperairan

Indonesia. Kemampuan dalam melakukan

Pengawasan dan pengendalian dinilai

Terbatas, karena kemampuan sarana dan

Prasarana pengawasan yang kita miliki belum

Cukup mendukung untuk tugas-tugas

Pengawasan. Potensi sumberdaya laut yang

Sedemikian luas tersebut tersimpan

Kandungan sumberdaya hayati dan non hayati

Mulai dari Perairan Pedalaman hingga Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Berkaitan dengan laut, hukum

nasional dan internasional jelas memberikan

kewenangan terhadap Indonesia tidak

terbatas hanya pada pengelolaan hayati laut


(ikan) secara bebas baik dalam wila-yah

hukumnya dan di luar ZEE Indonesia seperti

Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, tetapi juga pengawasan terhadap illegal

fishing, khususnya kapal asing

danpengaturan zona-zona laut Indonesia.

Indonesia yang sebagian besar terdiri

Dari perairan, mengandung sumber daya ikan

Yang sangat tinggi tingkat kesuburannya,

Sejak dulu dimanfaatkan oleh rakyat

Indonesia secara turun termurun. Dengan

Telah disahkannya rezim hukum Zona

Ekonomi Eksklusif dalam lingkup Hukum

Laut Internasional yang baru, maka

Sumberdaya ikan milik bangsa Indonesia

Menjadi bertambah besar jumlahnya dan

Sangat potensial untuk menunjang upaya

Peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran


Seluruh rakyat. Perairan di Indonesia

Mempunyai ancaman yang semakin tinggi

Karena posisi geografi Indonesia berada pada

Lalu lintas perdagangan dunia. Menurut

Badan Pangan dan Pertanian Dunia (Food

And Agriculture Organization / FAO),

Kegiatan tindak pidana perikanan disebut

Dengan istilah Illegal, Unregulated, and

Unreported Fishing (IUU Fishing), yang

Berarti bahwa penangkapan ikan dilakukan

Secara illegal, tidak dilaporkan dan tidak

Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data dari Kementerian

Kelautan Perikanan, zona di Indonesia yang

Sangat potensial dan rawan terjadinya IUU

Fishing adalah Laut Malaka, Laut Jawa, Laut


Arafuru, Laut Timor, Laut Banda dan

Perairan sekitar Maluku dan Papua. Dengan

Melihat kondisi seperti ini Illegal Fishing

Dapat melemahkan pengelolaan sumber daya

Perikanan diperairan Indonesia dan

Menyebabkan beberapa sumber daya

Perikanan dibeberapa Wilayah Pengelolaan

Perikanan (WPP) Indonesia mengalami over

Fishing.

Diperairan Natuna, banyak kapal

asing melakukan pencurian ikan, mulai dari

negara-negara Cina, Thailand, Malaysia,

Vietnam, Filipina, dan bahkan kapal-kapal

yang memang sudah menjadi buronan

Interpol. Ribuan ton ikan ditangkap secara

illegal, Indonesia merugi triliunan rupiah,

hingga rusaknya ekosistem laut menjadi

deretan permasalahan yang terjadi di Perairan

Natuna. Departemen Kelautan dan Perikanan

(DKP) menjelaskan wilayah perairan Natuna


hingga Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

(ZEEI) di Laut China Selatan sebagai

wilayah yang paling rawan pencurian ikan

oleh kapal asing.

Oleh sebab itu pentingnya

permasalahan Illegal Fishing ini diangkat,

dikarenakan alasan-alasan sebagai berikut:

Pembangunan Perikanan dan Kelautan

Pelaksanaan pembangunan kelautan

dan perikanan masa depan tentunya harus

dapat menjawab permasalahan permasalahan

yang selama ini dianggap sebagai faktor yang

menghambat proses pembangunan kelautan

dan perikanan secara berkelanjutan,

berkeadilan dan merata.

Beberapa alasan pembangunan

kelautan antara lain:

a. Indonesia memiliki sumberdaya

laut yang besar baik ditinjau dari

kuantitas maupun

keragamannya, Sumberdaya laut

tersebut bila ditinjau dari

kuantitas sangat besar seperti

yang diuraikan di sub bab potensi

sumberdaya laut di bagian bawah

ini, adapun keragaman

sumberdaya laut untuk jenis ikan

diketahui terdapat 8.500 jenis

ikan pada kolom perairan yang

sama, 1.800 jenis rumput laut

dan 20.000 jenis moluska.


b. Sumberdaya laut merupakan

sumberdaya yang dapat

dipulihkan, artinya bahwa ikan

ataupun sumberdaya laut lainnya

dapat

c. dimanfaatkan, namun harus

memperhatikan kelestariaannya,

sehingga nantinya masih terus

dapat diusahakan.

d. Pusat Pertumbuhan ekonomi,

dengan akan berlakunya

liberalisasi perdagangan di abad

21 ini, akan terbuka peluang

untuk bersaing memasarkan

produk-produk kelautan dalam

perdagangan internasional.

e. Sumber protein hewani,

sumberdaya ikan mengandung

protein yang tinggi khususnya

untuk asam amino tak jenuh, atau

dikenal juga dengan kandungan

OMEGA-3 yang sangat

bermanfaat bagi tubuh manusia.

f. Penghasil devisa negara, udang

dan beberapa jenis ikan

ekonomis penting seperti tuna,

cakalang ataupun lobster, saat ini

merupakan komoditi eksport

yang menghasilkan devisa

negara diluar sektor kehutanan

maupun pertambangan.
Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan

Penjelasan diatas penulis menarik suatu

Kesimpulan

bahwa illegal fishing merupakan

Suatu permasalahan yang sudah berlangsung

Sangat lama di perairan Indonesia. Maka dari

Itu pemerintah melakukan penanganan yang

Serius dalam menyelesaikannya. Berbagai

Macam cara yang dilakukan pemerintah

Indonesia untuk menanggulangi

Permasalahan illegal fishing, diantaranya

Adalah penguatan struktur birokrasi melalui

Kementrian kelautan dan perikanan dengan

Membentuk tim ataupun bagian yang khusus


Menangani illegal fishing, melakukan

Penguatan perundang-undangan melalui

Revisi untuk mengatur tata izin penangkapan

Ikan secara legal dan penguatan hukum

Terhadap tindak pidana pelaku illegal fishing

Juga meningkatkan kualitas sumberdaya

Manusia dengan melakukan berbagai

Kegiatan untuk menambah pengetahuan dan

Wawasan masyarakat di daerah perairan.

Sanski pidana

Pidana tambahan menetapkan minimal khusus, dan dapat diberlakukan ketentuan minimal dan
maksimal, hal ini tidak berlaku terhadap putusan perampatan negara dan diumumkan oleh hakim.

3. pidana tamhahan tidak berlaku bagi mereka yang belum cukup umur pada waktu putusan
dibacakan belum mencapai usia 14 tahun, dengan pengecualian pidana tambahan perampasan oleh
negara.

4 Di dalam ketentuan lain di luar KUHP ditemukan pula ketentuan

Mengenai pidana tambahan misalnya pada Undang-Undang Delikdelik Ekonomi.


Sementara itu, Utrecht membedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan, ada tiga
perbedaan, yaitu:

1. Pidana tambahan hanya dapat ditetapkan di samping satu pidana pokok. Apabila hakim
tidak dapat menetapkan satu pidana pokok, maka dengan sendirinya ia tidak dapat
menetapkan pula pidana tambahan.

2 Pidana tambahan itu bersifat fakultatif. Apabila hakim yakin bahwa terdakwa bersalah, maka
hakim itu harus menerapkan pidana pokok. Tetapi ia tidak wajib menetapkan satu pidana tambahan.
Halum bebas, menetapkan apa tidak terkait pidana tambahan.

2. Pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu mulai berlaku tanpa terlebih dahulu
diadakan satu perbuatan eksekusi. Menurut Pasal 38 ayat (2) maka pidana tambahan
pencabutan hak hak tertentu ini mulaj berlaku pada hari keputusan hakim dilaksanakan, jadi
pidana tambahan itu tidak mulai berlaku pada hari mulai di alani Oleh yang terhukum,
sehingga saat mulai berlakunya dan saat mulas dilaksanakannya pidana tambahan itu tidak
sama.

1 Pencabutan Hak hak Tertentu

Pidana tunbahan berupa pe abutan hak hak tertentu tidak berarti bah ak lerpidana dapat dkabut
Pemabutan hak hak tertentu banya

Untuk delik-delik yang teyas ditentukan oleh undang undang Kadang Yiga dimungkinkan oleh undang
undang untuk mencabut beberapa hak bersamaan dalam suatu perbuatan. Hal, 238

Di dalam undang-undang tidak ditentukan apa arti dari kealpaag, dalam ilmu pengetahuan hukum
pidana dapat kita ketahui in sifat dan ciri-ciri dari kealpaan, yaitu :

Sengaja melakukan tindakan yang ternyata salah, karena menggunakan ingatan secara salah,
seharusnya ia menpergunakan ingatan sebaik-baiknya tetapi tidak dipergunakan. Dengan perkataan
lain ia melakukan tindakan dengan undang-undang kurang kewaspadaan Pelaku dapat
memperkirakan akibat yang akan terjadi, tetapi merasa dapat mencegahnya. Sekiranya akibat itu
pasti terjadi dia lebih suka untuk tidak melakukas tindakan yang akan menimbulkan akibat itu, tetapi
tu

Dakan itu tidak diurungkan atas tindakan mana ia kemidian celaka, karena bersifat melawan hukum.
Apakah inti dari pada culpa, mengenai soal ini di dalam dokmm ditentukan, bahwa culpa harus
memenuhi dua syarat, yutu

1. 2.

Tidak kehati-hatian yang dipergunakan atau tada ketelitian yang diperlukan. Akibat yang dapat
diduga sebelumnya atau akibat va18

Dapat diduga sebelumnya, yang membuat perbuaun itu dapat dihukum. Prasetyo,teguh. Hukum
pidana materiil, jilid 2,cet.1,Yogyakarta : Kurnia Kalam, 2005,hal 164.

Pidana denda

Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban seseorang untuk mengembalikan keseimbangan
hukum atau menebus dosanya dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Minimum pidana
denda adalah Rp. 0,25 (dua puluh lima sen) x 15, meskipun tidak ditentukan secara umum melainkan
dalam pasal-pasal tindak pidana yang bersangkutan dalam buku I dan Buku II KUHP. Diluar KUHP
biasanya ditentukan adakalanya dalam 1 atau 2 pasal bagian terakhir dari undang-undang tersebut,
untuk norma-norma tindak pidana yang ditentukan dalam pasal yang mendahuluinya.

Jika terpidana tidak mampu membayar pidana denda yang dijatuhkan kepadanya, maka dapat
diganti dengan pidana kurungan. Pidana ini kemudian disebut dengan pidana kurungan pengganti,
maksimal pidana kurungan pengganti adalah 6 bulan, dan boleh menjadi 8 bulan dalam hal terjadi
pengulangan, perbarengan atau penerapan pasal 52 atau 52 a KUHP.

Untuk beberapa perundang-undang hukum pidana ketentuan dalam pasal 30 ayat 2 KUHP tidak
diterapkan.

Prasetyo,teguh. Hukum pidana materiil, jilid 1,cet.1,Yogyakarta : Kurnia Kalam, 2005,hal 135.

| yo.

Anda mungkin juga menyukai