Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN NY.

N DENGAN ASMA BRONKIAL

DI RUANG PERAWATAN PENYAKIT DALAM

RSUD H. BOEJASIN PELAIHARI

DISUSUN OLEH:
1. FATHIMAH
2. Hj. HENY MULYANI
3. KARTINI
4. LATIFAH AZMIYAH
5. LISTIYANI RAHAYU

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN

i
2021

LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan keperawatan klien Ny. N dengan Asma Bronkial di ruang penyakit dalam RSUD H.
Boejasin Pelaihari ini telah di setujui pada tanggal …………….…

Menyetujui,

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

Bernadeta Tri Handini, M.Tr. Kep Noormila, S. Kep. Ners

Mengetahui,

Ketua PSIK & Profesi Ners Kepala Ruangan

Sr. Margaretha Martini, SPC, BSN. MSN Noormila, S. Kep. Ners

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbilalamin. Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas

segala berkat dan karunianya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan asuhan keperawatan

pada klien Ny. N dengan Asma bronkial di Ruang Penyakit Dalam RSUD H. Boejasin

Pelaihari dengan baik dan lancar.

Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini tidak terlepas dari bimbingan dan

dukungan semua pihak yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bantuan dan

bimbingan bagi penulis, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Warjiman, Ners. MSN selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan

Banjarmasin.

2. Dr. Isna Farida selaku Direktur RSUD H. Boejasin Pelaihari yang telah memberikan ijin

melakukan asuhan keperawatan.

3. Suster Margaretha M. SPC. MSN ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Profesi

Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan suaka Insan Banjarmasin.

4. Bernadeta Tri Handini, M.Tr. Kep selaku pembimbing akademik yang telah memberikan

bimbingan dan arahan selama penyusunan asuhan keperawatan ini.

5. Noormila, S. Kep. Ners selaku pembimbing lahan yang telah memberikan bimbingan dan

arahan selama penyusunan asuhan keperawatan ini.

6. Noormila, S .Kep. Ners selaku Kepala Ruangan Penyakit Dalam serta teman-teman

karyawan yang telah membantu penulisan asuhan keperawatan ini.

Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan asuhan keperawatan ini dengan sebaik-

baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
iii
penyusunan asuhan keperawatan ini. Oleh sebab itu demi kesempurnaan asuhan keperawatan

ini penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata semoga hasil dari penulisan asuhan keperawatan ini dapat dimanfaatkan

bagi perkembangan ilmu kesehatan khususnya keperawatan.

Pelaihari, 2 November 2021

Penulis

iv
DAFTARISI

Halaman

HALAMANJUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................1
B. Manfaat Penulisan.................................................................................2
C. Batasan Masalah...................................................................................3
D. Tujuan .................................................................................................3
E. Metode ................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Dan Fisiologi..........................................................................5
B. Definisi .................................................................................................8
C. Etiologi .................................................................................................8
D. Epidemiologi.......................................................................................10
E. Patofisiologi........................................................................................10
F. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................12
G. Colaborrative Management.................................................................12
H. NursingCare Management..................................................................12
BAB III STUDI KASUS
A. Assesment...........................................................................................14
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................16
C. Nursing Care Plan...............................................................................16
D. Catatan Perkembangan........................................................................20
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian...........................................................................................23
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................34
C. Intervensi ............................................................................................35
D. Implementasi dan Evaluasi.................................................................36

v
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.........................................................................................38

B. Saran....................................................................................................39

DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan status perekonomian yang
masih terbilang belum seimbang sehingga mengakibatkan masyarakat sulit mencari mata
pencaharian yang akhirnya membawa masyarakat berusaha keras bekerja memenuhi
kebutuhan hingga mereka terkadang melupakan arti kesehatan. Kesehatan merupakan salah
satu kebutuhan manusia yang paling utama, karena setiap manusia berhak untuk memiliki
kesehatan. Kenyataanya tidak semua orang dapat memiliki derajat kesehatan yang optimal
karena berbagai masalah, diantaranya lingkungan yang buruk, social ekonomi yang rendah,
gaya hidup yang tidak sehat mulai dari makanan, kebiasaan, maupun lingkungan sekitarnya
(Misbach, 2013)
Pada masa sekarang ini asma merupakan penyakit pernapasan yang lazim terjadi di
masyarakat, dengan perkembangan teknologi dalam dunia kedokteran dan dari hasil
penelitian maka dapat diketahui epidemiologi yang dapat menilai efficacy, efektivenes dan
efisiensi suatu cara pengobatan dan pencegahan penyakit yang berguna dan dapat
dimanfaatkan seluruh umat manusia yang hidup dalam lingkungan yang berbeda-beda.
Asma merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kepekaan bronkus
terhadapa berbagai rangsangan sehingga mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan
yang luas, reversible dan spontan. Asma terjadi karena adanya gangguan disaluran
tenggorokan tempat keluar masuknya udara. Saat sesuatu pemicu terjadinya asma maka
dinding saluran mafas akan mengetat sehingga saluran nafas akan menyempit dan
menyebabkan penderita mengalami sesak nafas.
Asma adalah penyakit yang berhubungan dengan faktor genetik. Bahkan menurut
penelitian, sebanyak 30% penderita asma, memiliki keluarga dekat yang juga menderita
asma. Apabila seorang ibu menderita asma, maka kemungkinan besar anaknya dapat
menderita asma. Tetapi, apabila seorang ayah yang menderita asma, maka kemungkinan
anaknya menderita asma akan lebih kecil. Asma dapat menular, penyakit dapat menular ke
orang lain apabila penyakit tersebut disebabkan oleh kuman, seperti parasit, bakteri, virus
dan bakteri.
Asma bronkial terjadi akibat penyempitan jalan nafas yang reversible dalam waktu
singkat oleh karena mucus kental, spasme, dan edema mukosa serta deskuamasi epitel
bronkus / bronkeolus, akibat inflamasi eosinofilik dengan kepekaan yang berlebihan.
World Health Organization (WHO) mencatat, saat ini ada 300 juta penderita asma di
seluruh dunia. Indonesia sendiri memiliki 12,5 juta penderita asma. Sebanyak 95 persen
diantaranya adalah penderita asma tak terkontrol.
Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Selatan memiliki
prevalensi asma bronkial di Indonesia sebesar 2,8%. Data pada Rekam Medik tahun 2020
RSUD H. Boejasin Pelaihari menunjukkan prevalensi asma bronkial sebesar 1,2%
menempati urutan ke-14 penyakit terbanyak di RSUD H. Boejasin Pelaihari.
Berdasarkan uraian fenomena diatas, membuat penulis tertarik untuk mengangkat judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma Bronkial”

B. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Bagi Penulis
Manfaat bagi penulis adalah agar penulis dapat menegakkan diagnosa dan intervensi
dengan tepat untuk pasien dengan masalah keperawatan pada system pernapasan,
khususnya dengan pasien yang mengalami asma bronkial, sehingga perawat dapat
melakukan tindakan keperawatan denga tepat.
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran dan bahan dalam
merencanakan asuhan keperawatan, sehingga pihak rumah sakit dapat meningkatkan
penanganan asuhan keperawatan pada pasien dengan asma bronkial.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam ilmu keperawatan dan
dapat melalukan asuhan keperawatan pada pasien dengan asma bronkial yang dirawat
dirumah sakit sehingga dapat mengurangi bertambahnya angka kesakitan.
C. Batasan Masalah
Sebagaimana yang telah diuraikan pada latar belakang, maka batasan masalah pada asuhan
keperawatan ini adalah bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan asma
bronkial?

D. Tujuan
Adapun tujuan pada penulisan asuhan keperawatan ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan asma bronkial.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan asma bronkial.
b. Mampu menegakkan diagnosis keperawatan asuhan keperawatan pasien dengan
asma bronkial.
c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan asuhan keperawatan pasien dengan
asma bronkial.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan asuhan keperawatan pasien dengan asma
bronkial.
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan dengan pasien asma bronkial.

E. Metode
Metode pengumpulan data yang digunakan :
1. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data antara penulis dan pasien,
Tujuan dari wawancara ialah mendengarkan dan meningkatkan kesejahteraan pasien
melalui hubungan saling percaya dan suportif. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan
masalah utama pasien dan riwayat penyakit saat ini.
2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Observasi merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh kekuatan indera seperti
pendengaran, penglihatan, perasa, sentuhan, dan cita rasa berdasarkan pada fakta-fakta
peristiwa empiris.
Pemeriksaan fisik merupakan proses pemeriksaan tubuh pasien untuk menentukan ada
atau tidaknya masalah fisik. Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendapatkan
informasi valid tentang kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan
cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi), mendengarkan
(auskultasi) pada system tubuh klien.
3. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara
mempelajari dokumen untuk mendapatkan suatu data atau informasi yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti. Studi dokumentasi dalam penelitian ini adalah dengan
melihat hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data lain yang relevan, seperti hasil
laboratorium, radiologi, ataupun pemeriksaan fisik lainnya untuk mengetahui kelainan-
kelainan pada klien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi


1. Anatomi Sistem Pernapasan
Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut : Rongga hidung,
faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru-paru (bronkiolus, alveolus). Saluran
nafas bagian atas adalah rongga hidung, faring dan laring dan saluran nafas bagian
bawah adalah trachea, bronchi, bronchioli dan percabangannya sampai alveoli. Area
konduksi adalah sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat
lewatnya udara pernapasan, membersihkan, melembabkan & menyamakan udara
dengan suhu tubuh hidung, faring, trakhea, bronkus, bronkiolus terminalis. Area
fungsional atau respirasi adalah mulai bronchioli respiratory sampai alveoli, proses
pertukaran udara dengan darah.

Saluran udara paru-paru terdiri dari bronki tulang rawan, bronki membran, bronchioles
pernafasan dan saluran alveolar. Sementara 2 jenis pertama berfungsi sebagai ruang
mati anatomis, mereka juga berkontribusi terhadap hambatan jalan nafas. Saluran udara
bertukar nongas terkecil, bronkiolus terminal, berdiameter sekitar 0,5 mm; Saluran
udara dianggap kecil jika berdiameter kurang dari 2 mm.
Struktur jalan nafas terdiri dari: Mukosa, yang terdiri dari sel epitel yang mampu
memproduksi mukus khusus dan aparatus transportasi. Membran dasar Matriks otot
polos memanjang ke pintu masuk alveolar Jaringan ikat yang sangat fibrokartilaginosa
atau fibroelastik. Saluran trakeobronkial adalah segmen anatomis dan fungsional dari
sistem pernafasan yang menyalurkan udara dari saluran udara bagian atas ke parenkim
paru yang terdiri dari trakea dan saluran udara intrapulmoner, termasuk bronkus,
bronkiolus dan bronchioles pernafasan.
2. Fisiologi Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk
kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Proses oksigenasi dimulai
dari pengambilan oksigen di atmosfer, kemudian oksigen masuk melalui organ
pernapasan bagian atas seperti hidung atau mulut, faring, laring, dan selanjutnya masuk
ke organ pernapasan bagian bawah seperti trakea, bronkus utama, bronkus sekunder,
bronkus tersier (segmental), terminal bronkiolus, dan selanjutnya masuk ke alveoli.
Organ pernapasan atas berfungsi sebagai pertukaran gas, proteksi terhadap benda asing
yang masuk ke pernapasan bagian bawah, menghangatkan, filtrasi dan melembabkan
gas. Sementara fungsi organ pernapasan bawah berperan juga sebagai proses difusi gas
(Tarwoto, 2015).

B. Definisi

Asma bronkial adalah sindroma yang kompleks dengan berbagai tipe klinis.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor genetik ataupun faktor lingkungan (virus, alergen
maupun paparan bahan kerja). Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabakan peradangan, penyempitan ini bersifat berulang namun reversible dan
diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan pentilasi yang lebih
normal (Sylvia A.Price dalam Nanda jilid 1 hal:65).
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang
sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh.
Asma merupakan penyakit obstruksi kronik saluran napas yang bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan (Tarwoto, 2015).
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis
yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai
batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi .
Klasifikasi asma bronkial berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
a) Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin)
dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
b) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
c) Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.

C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
a) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi).
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam
tangan).
b) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti:
musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah
angin serbuk bunga dan debu.
c) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
e) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.

D. Epidemiologi
Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai provinsi
di Indonesia, asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas)
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Asma, bronkitis kronik, dan
emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%.
Lalu , dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk.
Dari hasil penelitian Riset kesehatan dasar, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah
sekitar 4%.
Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial
sebesar 5–15%. Di Sembilan provinsi yang mempunyai prevalensi Penyakit Asma diatas
prevalensi nasional, antara lain Nanggroe Aceh Darussalam di urutan pertama, diikuti oleh
Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Papua Barat (Riskesdas, 2007).
Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering dikeluhkan di rumah
sakit anak dan mengakibatkan kehilangan 5-7 hari sekolah secara
nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak perempuan
dapat menderita asma pada suatu waktu selama masa kanak-kanak. Asma dapat
timbul pada semua umur : 30% penderita mulai merasakan gejala pada usia 1 tahun,
dan 80-90% anak asma mengalami gejala pertama kali sebelum usia 4-5 tahun.
Telah terjadi peningkatan kematian akibat asma termasuk pada anak dibeberapa negara
pada dua dekade terakhir. Jumlah penderita asma terus meningkatseiring dengan
bertambahnya komunitas yang mengikuti gaya hidup barat dan urbanisasi.
Data dari seluruh dunia menurut WHO tahun (2006), sebanyak 300 juta orang
menderita asma dan 225 ribu penderita meninggal di seluruh dunia. Angka kematian yang
disebabkan oleh penyakit asma di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat 20 % untuk
sepuluh tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik.
Menurut WHO tahun (2011), 235 juta orang di seluruh dunia menderita asma
dengan angka kematian lebih dari 8% di negara-negara berkembang yang sebenarnya
dapat dicegah. National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2011, mengatakan
bahwa prevalensi asma menurut usia sebesar 9,5% pada anak dan 8,2% pada dewasa,
sedangkan menurut jenis kelamin 7,2% laki-laki dan 9,7% perempuan. Di Indonesia,
prevalensi asma menunjukkan angka sekitar 4,0% (Riskesdas,2007), dan meningkat
menjadi 4,5% Riset kesehatan dasar (2013). Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi
Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), dan
Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah terdapat di
Lampung (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%). Provinsi Sumatera Utarasendiri
mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4%. Menurut Oemiati (2010), prevalensi asma di
Indonesia sebesar 3,32%. Prevalensi tertinggi penyakit asma di Universitas Sumatera
Utara.

E. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga
terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody
ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini
akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus
yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.
Faktor ekstrinsik:
- Alergen: debu, spora, bulu binatang Faktor intrinsik:
- Iritan: bahan kimia, polusi udara - Stress/emosi
- Obat-obatan - Infeksi saluran napas atas Aktivitas berlebihan

Reaksi antigen-antibody

Produksi substansi vasoaktif (histamin, bradikinin, anafilaktosin)

Sekresi mukosa ↑ Permeabilitas Kontraksi otot polos Penyempitan atau


kapiler meningkat meningkat obstruksi jalan nafas

Produksi mukus ↑
Oedema mukosa Tekanan partial
bronkospasme
oksigen dialveoli ↓
Penyempitan
saluran napas
Difusi gas di alveoli Saluran napas
terganggu menyempit Suplay O2 ke darah ↓
Wheezing , batuk tak
efektif, ketidakmampuan Ventilasi terganggu
untuk mengeluarkan sekresi Pertukaran O2 dan Hipoksemia
jalan napas CO2 terganggu
Penurunan cardiac
Dyspnoe, tachipnoe, output
Bersihan jalan nafas Hipoksemia, SpO2 ↓ penggunaan otot bantu
tidak efektif napas
Penurunan curah
Gangguan jantung
Pertukaran Gas Pola Napas tidak
efektif
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
2) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
3) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b) Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
G. Colaborative Management
Kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologi yaitu pemberian Bronkodilator : obat yang
melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
 Orsiprenalin (Alupent)
 Fenoterol (berotec)
 Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan : MDI (Metered dose inhaler). Ada
juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma
Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin)
yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus )
untuk selanjutnya dihirup.
2. Santin (teofilin)
Nama obat :
 Aminofilin (Amicam supp)
 Aminofilin (Euphilin Retard)
 Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.
Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya
berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya
kering).
H. Nursing Care Management
Penatalaksanaan keperawatan yang bisa perawat lakukan tanpa terapi dan penanganan non
farmakologi yaitu :
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Fisioterapi dada membantu mengeluarkan mucus yang tertahan.
3. Beri O2 bila perlu.
4. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
5. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit
asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita
mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau
perawat yang merawatnnya.
BAB III
STUDI KASUS

A. Assesmen
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor
register, dan diagnosa medik.
2. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan dengan
pasien.
3. Keluhan utama
a) Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot-otot
aksesoris pernapasan (retraksi otot interkosta).
b) Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea, takypnea,
taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hiper resonan pada
perkusi.
c) Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran,
pulsus paradoxus > 10 mm.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang
kronologi keluhan utama.
 Waktu terjadinya sakit.
 Berapa lama sudah terjadinya sakit
 Proses terjadinya sakit.
 Kapan mulai terjadinya sakit.
 Bagaimana sakit itu mulai terjadi.
 Selama sakit sudah berobat kemana.
 Obat-obatan yang pernah dikonsumsi.
5. Riwayat kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit asma bronkial, riwayat merokok atau tidak, alergi,
pengobatan saat ini dan masa lalu.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit asma, penyakit metabolik, penyakit
menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran kemih, dan penyakit menurun seperti
diabetes militus, hipertensi, dan lain-lain
7. Pemeriksaan fisik :
a) Keadaan umum : kesadaran, GCS dan TTV
b) Kulit : warna kulit sawo matang, turgor cukup.
c) Kepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
d) Mata : konjungtiva merah mudah, sklera putih, pupil bulat, isokor, diameter 3
mm, reflek cahaya (+/+).
e) Telinga : simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
f) Hidung : simetris, septum di tengah, selaput mukosa basah.
g) Mulut : gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering.
h) Leher : trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid
tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
i) Thorax :
 Jantung : ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung
dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan.
 Paru-paru : tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri
tekan tidak ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh
lapang paru, tidak ada suara tambahan.
j) Abdomen :
 Inspeksi : perut datar, tidak ada benjolan.
 Auskultasi : bising usus biasanya dalam batas normal.
 Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen.
 Palpasi : ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa.
k) Ekstremitas :
 Superior : tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup.
 Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-), oedema (-),
tonus otot cukup
8. Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi,
mobilisasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.
9. Pola nutrisi-metabolik
a) Berapa kali makan sehari.
b) Makanan kesukaan.
c) Berat badan sebelum dan sesudah sakit.
d) Frekuensi dan kuantitas minum sehari.
10. Pola istirahat tidur
a) Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur.
b) Kualitas dan kuantitas jam tidur.
11. Pola eliminasi
a) Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari.
b) Nyeri.
c) Kuantitas.
12. Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (panca indra).
13. Pola konsep diri
a) Gambaran diri.
b) Identitas diri.
c) Peran diri.
d) Ideal diri.
e) Harga diri
14. Pola seksual-reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
15. Pola peran hubungan
a) Hubungan dengan anggota keluarga.
b) Dukungan keluarga.
c) Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
16. Pola nilai dan kepercayaan
a) Persepsi keyakinan
b) Tindakan berdasarkan keyakinan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas, respon
alergi, sekresi yang tertahan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan defresi pusat pernapasan.
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
C. Nursing Care Plan
No SDKI SIKI Rasional

1 Bersihan jalan nafas Latihan Batuk Efektif Latihan Batuk Efektif


tidak efektif (D.0001)
Observasi : Observasi :
Kategori:Fisiologi
Subkategori : Respirasi 1. Identifikasi kemampuan 1. Untuk mengetahui kemampuan
batuk. batuk pasien.
Definisi: 2. Monitor tanda dan gejala 2. Untuk mengetahui tanda dan
Ketidakmampuan infeksi saluran napas gejala infeksi saluran napas
membersihkan secret
atau obstruksi jalan nafas Terapeutik : Terapeutik :
untuk mempertahankan
jalan nafas tetap paten. 1. Atur posisi semi-Fowler 1. Posisi semi-fowler akan
atau Fowler. mempermudah pasien untuk
bernapas.
Edukasi :
SLKI
1. Jelaskan tujuan dan Edukasi :
prosedur batuk efektif.
2. Anjurkan tarik napas dalam 1. Batuk yang efektif yaitu
Setelah dilakukan pada posisi duduk tinggi atau
melalui hidung selama 4
tindakan keperawatan kepala di bawah setelah
detik, ditahan selama 2
selama 1 jam bersihan perkusi dada.
detik, kemudian keluarkan
jalan nafas meningkat 2. Memberikan pasien beberapa
dari mulut dengan bibir
dengan kriteria hasil : cara untuk mengatasi dan
mencucu (dibulatkan)
 batuk efektif mengontrol dispnea dan
selama 8 detik.
meningkat (5) menurunkan jebakan udara.
3. Anjurkan mengulangi tarik
 produksi sputum napas dalam hingga 3 kali. 3. Menarik napas dalam- dalam
menurun (5) 4. Anjurkan batuk dengan kuat secara teratur dapat
 mengi menurun (5) langsung setelah tarik nafas meningkatkan dan
 wheezing menurun dalam yang ke 3. memperbaiki pengiriman
(5) oksigen keseluruh tubuh.
 sianosis menurun (5) Kolaborasi : 4. Mempermudah untuk batuk
 gelisah menurun (5) efektif
 frekuensi nafas 1. Kolaborasi pemberian
membaik (5) mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu. Kolaborasi :
1. Merilekskan otot halus dan
menurunkan kongesti
lokal, menurunkan spasme
jalan napas, mengi dan
produksi mukosa.
No SDKI SIKI Rasional

2 Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi Pemantauan Respirasi


(D.0003)
Observasi : Observasi :
Ketegori : Fisiologis 1. Untuk mengetahui
Subkategori : Respirasi 1. Monitor frekuensi, irama
frekuensi, irama kedalaman
kedalaman dan upaya napas
dan upaya napas.
Definisi : 2. Monitor pola napas (seperti
2. Untuk mengetahui pola napas
bradipnea, takipnea,
Kelebihan atau kekuranan (seperti bradipnea, takipnea,
hiperfentilasi, kussmaul,
oksigenasi dan / atau hiperfentilasi, kussmaul,
cheyne- stokes, biot,
eliminasi karbondioksida cheyne-stokes, biot, ataksik).
ataksik).
pada alveolus – kapiler. 3. Monitor kemampuan 3. Untuk mengetahui
kemampuan batuk efektif
batuk efektif.
Pasien.
4. Monitor adanya produksi
4. Untuk mengetahui adanya
SLKI sputum.
produksi sputum pasien.
5. Monitor adanya
Setelah dilakukan 5. Untuk mengetahui adanya
sumbatan jalan napas.
tindakan keperawatan 6. Auskultasi bunyi napas. sumbatan jalan napas pada
selama 1 jam maka 7. Monitor saturasi oksigen. pasien.
gangguan pertukaran gas 8. Monitor nilai AGD 6. Gangguan pertukaran gas tidak
meningkat. Dengan efektif dapat dimanifestasi
kriteria hasil : dengan adanya bunyi napas
Terapeutik : tambahan.
 Tingkat kesadaran 7. Untuk mengetahui saturasi
meningkat (5) 1. Atur interval pemantauan oksigen pasien.
 Dispnea menurun (5) respirasi sesuai kondisi 8. PaCO2 biasanya meningkat
 Bunyi nafas tambahan pasien. dan PO2 secara umum
menurun (5) 2. Dokumentasikan hasil menurun, sehingga hipoksia
 Gelisah menurun (5) pemantauan terjadi dengan derajat lebih
 Nafas cuping kecil atau lebih besar
hidung menurun (5) Terapeutik :
Edukasi :
1. Untuk mengetahui interval
 PCO2 membaik (5)
1. Jelaskan tujuan dan pemantauan respirasi
 PO2 membaik (5)
prosedur pemantauan. sesuai kondisi klien.
 pH arteri membaik 2. Dokumentasi sangat
(5) 2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu diperlukan setelah melakukan
 Sianosis membaik (5) tindakan
 Pola nafas membaik Edukasi :
(5) 1. Agar pasien mengetahui tujuan
 Warna kulit dan prosedur pemantauan yang
membaik (5) dilakukan perawat
2. Agar pasien mengetahui
informasi hasil pemantauan
yang telah dilakukan pasien

No SDKI SIKI Rasional


3 Pola Nafas Tidak Efektif Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
(D.0005)
Observasi : Observasi :
Kategori : Fisiologi
Subkategori : Respirasi 1. Monitor pola napas 1. Berguna dalam evaluasi
(frekuensi, kedalaman, derajat diststres pernapasan
Definisi : usaha napas). dan / kronisnya proses
2. Monitor bunyi napas penyakit.
Inspirasi dan / atau tambahan (mis. gurgling, 2. Berapa derajat spasme
ekspirasi yang tidak mengi, wheezing, ronkhi bronkus terjadi dengan
memberikan ventilasi kering). obstruksi jalan napas dan
adekuat. 3. Monitor sputum (jumlah, dapat/tidak dimanifestasikan
warna, aroma) adanya bunyi napas tambahan.
3. Untuk mengetahui jumlah,
SLKI warna, dan aroma sputum

Terapeutik : Terapeutik :
Setelah dilakukan
1. Lakukan penghisapan lendir 1. Untuk mempertahankan
tindakan keperawatan
kurang dari 15 detik. jalan napas
selama 1 jam maka pola
2. Berikan oksigen, jika 2. Agar kadar oksigen pasien
nafas tidak efektif
perlu. terpenuhi
membaik. Dengan kriteria Edukasi :
hasil : Edukasi :
1. Agar pasien bisa mengetahui
 Dispnea menurun (5) 1. Ajarkan teknik batuk
bagaimana teknik batuk
 Penggunaan otot efektif
efektif.
bantu napas menurun
(5) Kolaborasi : Kolaborasi :
 Pemanjangan fase
ekspirasi menurun (5) 1. Kolaborasi pemberian 1. Merilekskan otot halus dan
bronkodilator, ekspektoran, menurunkan kongesti
 Pernapasan cuping
mukolitik, jika perlu lokal, menurunkan spasme
hidung menurun (5)
jalan napas, mengi dan
 Frekuensi napas
produksi mukosa.
membaik (5)
 Ventilasi semenit
meningkat (5)

No SDKI SIKI Rasional


4 Penurunan curah jantung. Perawatan jantung Perawatan jantung
(D.0008)
Observasi : Observasi :
Kategori: Fisiologis
1. Identifikasi tanda dan gejala 1. Penurunan curah jantung dapat
Subkategori: Sirkulasi primer & sekunder diidentifikasi melalui gejala
penurunan curah jantung yang muncul meliputi dispnea,
(dispnea, kelelahan, edema, kelelahan, edema, ortopnea,
Definisi: ketidak ortopnea, ronkhi basah, ronkhi basah, batuk, kulit
adekuatan jantung batuk, kulit pucat). pucat.
memompa darah untuk 2. Monitor tekanan darah. 2. Tekanan darah penting untuk
memenuhi kebutuhan 3. Monitor saturasi oksigen. dimonitor karena membantu
metabolisme tubuh. penegakan diagnostik.
Terapeutik : 3. Kebutuhan oksigen sangat
perlu untuk jantung.
1. Posisikan pasien semi
SLKI fowler atau fowler.
2. Berikan terapi relaksasi Terapeutik :
untuk mengurangi stres,
jika perlu. 1. Posisi ini agar pasien lebih
Setelah dilakukan nyaman dan membuat sirkulasi
3. Berikan oksigen untuk
tindakan keperawatan darah berjalan dengan baik.
mempertahankan saturasi
selama 1 jam maka curah 2. Pasien yang rileks akan akan
oksigen >94%.
jantung meningkat. membuat kerja jantung lebih
Dengan kriteria hasil : stabil.
Kolaborasi :
3. Oksigen >94% akan berakibat
 Kekuatan nadi perifer 1. Kolaborasi pemberian penurunan sirkulasi oksigen ke
meningkat (5) antiaritmia, jika perlu. jantung.
 Palpitasi menurun (5)
 Takikardia menurun
(5) Kolaborasi :
 Bradikardia (5)
 Lelah menurun (5) 1. Antiaritmia adalah obat obat
yang digunakan untuk
 Edema menurun (5)
menangani kondisi ketika
 Dispnea (5)
denyut jantung berdetak terlalu
 Batuk menurun (5) cepat / terlalu lambat dan tidak
teratur.

D. Catatan Perkembangan
1. Implementasi Keperawatan.
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan.
Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Wartonah, 2015).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).
Jenis Implementasi Keperawatan Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi
keperawatan, yaitu:
a. Independent Implementations adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh
perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan
kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL),
memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-
kultural, dan lain-lain.
b. Interdependen/Collaborative Implementations Adalah tindakan keperawatan atas
dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti
dokter. Contohnya dalam halpemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin,
naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
c. Dependent Implementations Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari
profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya
dalam hal: pemberian nutrisi pada pasien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh
ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.

2. Evaluasi.
Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Menurut
(Asmadi, 2008) terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanaan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan
klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan
teori) dan perencanaan. Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai
berikut:Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment, dan
perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan pengkajian
ulang.
1) S ( Subjektif ): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia.
2) O (Objektif): data objektif yang siperoleh dari hasil observasi perawat, misalnya
tanda-tanda akibat penyimpangan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.
3) A (Analisis/assessment): Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat
kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial,
dimana analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi, dan sebagian teratasi)
sehingga perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. Oleh karena itu, seing
memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis, rencana,
dan tindakan.
4) P (Perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan dating (hasil modifikasi
rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan priode yang telah
ditentukan.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan
pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan,
menanyakan respon klien dan keluarga terkait pelayanan keperawatan, mengadakan
pertemuan pada akhir layanan.
Adapun tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan
keperawatan pada tahap evaluasi meliputi:
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi : jika klien menunjukan perubahan sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah sebagian teratasi : jika klien menunjukan
perubahan sebagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai/masalah tidak teratasi : jika klien tidak menunjukan
perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/diagnosa
keperawatan baru.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. N
b. Umur : 34 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
f.Agama : Islam
g. Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
h. Alamat : Desa padang Rt. 06
i.Ruangan dirawat : Penyakit Dalam
j.Tanggal Masuk RS : 21 November 2021
k. No. Register : 31xxxx
l.Diagnosa Medis : Asma bronkial
m. Dokter yang merawat : dr. L , Sp.P

2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama : sesak nafas dan batuk berdahak.
b. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengatakan sesak nafas dari tadi subuh sekitar 6
jam sebelum masuk rumah sakit. Ada batuk berdahak. Pasien juga sedang hamil anak ke
3. Tiga jam sebelum masuk rumah sakit sesak nafas pasien tambah berat, suami pasien
kemudian membawa pasien ke IGD. Pasien disarankan untuk rawat inap.
c. Riwayat penyakit dahulu : Pasien memang memiliki riwayat Asma dari kecil, sudah
sering bolak balik masuk rumah sakit.
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini, dan tidak ada
yang memiliki penyakit menular lainnya.
e. Riwayat sosial : Hubungan klien dengan keluarga baik, klien selalu didampingi oleh
suami, orang tua dan saudaranya selama perawatan secara bergantian.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :
1) Kesadaran : Compos Mentis
2) GCS : E4, V5, M6
3) TTV :
 TD : 100/70 mmHg;
 Nadi : 108 x/m
 Suhu : 36,1 ᵒC
 Pernafasan : 32 x/m
 Saturasi O2 : 96%
b. Kepala & Leher :
1) Kepala
 Keluhan : tidak ada
 Inspeksi : Bentuk simetris
 Distribusi rambut : Rata
 Warna kulit kepala : Hitam
 Kebersihan kulit kepala : Bersih
 Palpasi : massa abNormal : Tidak ada.
Krepitasi : Tidak ada, Nyeri tekan : Tidak ada
2) Mata
 Visus : Normal kanan dan kiri
 Lapang pandang : Normal
 Inspeksi : Simetris
 Konjunctiva = Normal sclera = Normal
 Palpebra = Tidak ada kelainan
 Perdarahan = Tidak ada
 Pupil = (+ ka/+ ki) reaksi terhadap cahaya ( √ )
 Tanda peradangan : Tidak ada
 Fungsi penglihatan : Baik
 Penggunaan alat bantu : Tidak ada
3) Hidung
Inspeksi : pernapasan cuping hidung
Warna : Normal
Perdarahan : Tidak ada
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada.
4) Mulut & Tenggorokan
Inspeksi :
Warna bibir : Normal
Mukosa bibir : Lembab
Mukosa dalam : Kemerahan
Gigi : Utuh
Gusi : Normal
Lidah : Normal
Warna lidah : Merah Muda
Pembengkakan tonsil : Tidak ada
Sakit tenggorok : Tidak ada
Gangguan bicara : Tidak ada
5) Telinga
Inspeksi :
Bentuk : Simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan.
Warna : Coklat
Posisi : Sejajar
Perdarahan : Tidak ada , massa : Tidak ada
Serumen : Tidak ada, warna : Tidak ada
Aroma : Tidak berbau
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Gg pendengaran : Tidak ada.
6) Leher
Inspeksi/ Palpasi : Tidak ada benjolan disekitar leher, tidak ada pembengkakan
kelenjar tyroid.
Kekakuan : Tidak ada
JVD : Tidak ada
Deviasi trakea : Tidak ada
Pembesaran kelj. Tyroid : Tidak ada
Pembesaran kelj.limfe : Tidak ada
Nyeri : Tidak ada nyeri.
7) Dada/ Thorax
Inspeksi :
Bentuk dada : Normal.
Warna kulit dada : Normal
Kondisi kulit dada : Normal
Ekspansi dinding dada : Simetris
Tanda peradangan : Tidak ada tanda peradangan
Otot bantu nafas : retraksi interostae : ada
Retraksi suprasternal : ada.
Palpasi :
Massa abnormal : Tidak ada , ket : mobilisasi / terfiksasi ; ukuran :
Krepitasi : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Letak ictus cordis : -
Taktil fremitus : -
Auskultasi:
Jantung
Bunyi jantung S1, S2 single regular(tunggal teratur)
Paru : ada suara napas tambahan Wheezing
8) Payudara dan axila
Inspeksi : Ukuran & bentuk : Simetris kanan dan kiri
Putting susu : Menonjol
Kondisi kulit : Bersih
Palpasi : Edema : Tidak ada
Massa abnormal : Tidak ada
Nyeri : Tidak ada nyeri tekan
9) Abdomen
Inspeksi : Bentuk : Normal
Bayangan vena abnormal (caput medussae) : Tidak ada
Kondisi kulit : Normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Bising usus 9x/menit,
Perkusi : Redup di kuadran 1 dan tympani di kuadran 2, 3, 4,
10) Genetalia
Inspeksi & Palpasi (wanita) :
Perineum : Bersih
Labia mayora : Simetris
Labia minora : Simetris
Orificium urethra : Normal
Canal inguinal : Normal
11) Ektremitas
Kontraktur : Tidak ada
Eformitas : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Nyeri / nyeri tekan : Tidak ada
12) Kulit dan kuku
Kulit : Warna : Normal, Tekstur : Lembut
Jaringan parut : Tidak ada
Turgor : Suhu (akral) : Hangat
Kuku : Warna : Cappilary Refill Time (CRT) : 2 Detik
Bentuk : Normal
4. Pola Gordon
a. Persepsi terhadap kesehatan – manajemen kesehatan
Rumah: Pasien mengatakan jika asmanya kabuh biasanya datang ke perawat desa dekat
rumah. Jika tidak sembuh maka pasien
Ke puskesmas terdekat atau ke rumah sakit.
RS : Pasien selalu kooferatif dan mengikuti saran dari tenaga medis.

b. Pola aktivitas dan latihan


NO AKTIVITAS SMRS (SKOR) MRS (SKOR)
1 Makan/Minum 0 0
2 Mandi 0 0
3 Berpakaian/berdandan 0 0
4 Toileting 0 1 (pispot)
5 Berpindah 0 0
6 Berjalan 0 0
7 Naik tangga 0 0
Ket :
0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu 1 orang lain
3 = dibantu 2 orang lain
4 = tidak mampu
Alat bantu : tongkat/splint/brace/kursi roda/pispot/walker/kacamata/dan lain-lain.
c. Pola istirahat dan tidur
NO Kegiatan SMRS MRS
1 Tidur siang Jam 14.00 s/d 14.30 Jam 13.00 s/d 14.30
2 Tidur malam Jam 10.00 s/d 05.30, Jam 10.00 s/d 05.30
Tidur nyenyak
3 Kebiasaan sebelum Tidak ada Tidak ada
tidur
4 Kesulitan tidur Tidak ada Tidak ada
Upaya mengatasi: -

d. Pola nutrisi
NO Keterangan SMRS MRS
1 Jenis makanan/diet Makan apa saja tidak ada Nasi lembek tinggi
aturan makanan protein
2 Frekuensi 3-4 x sehari 3 x sehari
Kadang- kadang tidak Teratur
teratur
3 Porsi yang Habis 1 porsi Habis 1 porsi
dihabiskan
4 Komposisi Menu Nasi,lauk,sayur,sambel Nasi,lauk,sayur,buah
5 Pantangan Tidak ada tidak ada
6 Nafsu makan Normal Normal
7 Fluktuasi BB 6 bln Tidak Tidak
terakhir
8 Sukar menelan Tidak Tidak

e. Pola eliminasi
NO SMRS MRS
Buang Air Besar (BAB) :
1 Frekuensi 1 x/hari 1 x/hari
2 Warna coklat coklat
3 Kesulitan BAB Tidak ada Tidak ada
Upaya Mengatasi: -
4 Buang Air Kecil
(BAK):
5 Frekuensi 5-6 x/hari kateter
6 Jumlah - ±1000-1500 cc/24 jam
7 Warna Kuning Kuning
8 Kesulitan BAK tidak tidak
Upaya Mengatasi: -

f. Pola kognitif – perceptual


Rumah : pasien mengatakan masih bisa melakukan aktivitas berbicara dengan baik dan
mengerti apa yang dibicarakan oleh orang lain dan tidak ada keluhan dan gangguan
sensori lainnya sebelum sakit.
RS : pasien mengatakan sama seperti sebelum sakit masih bisa melakukan aktivitas
berbicara dan mengerti yang dibicarakan, pasien tidak ada keluhan dan gangguan
sensori.
g. Pola konsep diri
Rumah: pasien tidak ada hidup mandiri
RS : Pasien ketergantungan dengan adanya keterbatasan gerak segala kebutuhan harus
dibantu.
h. Pola koping
Rumah: Pasien mengatakan sebelum sakit selalu terbuka dengan suami ketika ada
masalah dan selalu diselesaikan secara bersama-sama.
RS : pasien mengatakan selama di rumah sakit masih selalu terbuka dan selalu minta
saran dari suami.
i. Pola seksualitas – reproduksi
Rumah: pasien mengatakan tidak ada masalah dalam hubungan dengan suami, tidak ada
masalah pada genetalia.
RS : Pasien mengatakan selama sakit tidak bisa melakukan hubungan dengan suami.
j. Pola peran – hubungan
Rumah: pasien dapat melaksanakan perannya sebagai seorang ibu rumah tangga,
sebagai istri.
RS : Dengan keterbatasan gerak pasien tidak bisa melakukan peran baik dalam
keluaraga dan masyarakat.

k. Pola nilai dan kepercayaan


Rumah: pasien selalu melaksanakan shalat 5 waktu di rumah.
RS : Selama perawatan pasien tidak bisa melaksanakan sholat, hanya bisa berdoa saja
untuk kesembuhannya.
5. Prosedur Diagnostik
Minggu, 21 November 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 11.1 12.0 – 17.00 g/dL
Lekosit 16.7 4.00 – 10.5 ribu/ul
Eritrosit 4.24 4.00 – 5.30 juta/ul
Hematokrit 34.8 37.00-47.00 vol%
Trombosit 284 150-450 ribu/µl
Kimia Darah
Gula darah sewaktu 93 < 200 mg/ dL
Hati
SGOT 42 0-46 U/I
SGPT 41 0-45 U/I
Ginjal
Ureum 34 10-50 mg/dL
Creatinin 0.90 0.6-1.2 mg/dL
Blood Urea Nitrogen 16.0 4.7-23.3 mg/dL
Elektrolit
Natrium 134.8 135-146 mmol/l
Kalium 3.29 3.4-5.4 mmol/l
Chlorida 106.0 95-100 mmol/l
Imunoserologi
Antigen (Ag) Sars-Cov2 Negative Negative -

6. Drugs Study
Name of Indications Contraindicat Drug Mechanism Adverse Nursing
drug ions Effects Considerations

Ceftriaxone Infeksi Riwayat Menghambat Sakit kepala, Pre :


saluran nafas alergi sintesis dinding mual, muntah, - Mengkaji
2 gram per termasuk ceftriaxone sel bakteri flebitis, riwayat alergi.
24 jam - Menggunakan
hidung dan sehingga terjadi diare,kandidias prinsip 12
tenggorokan, kebocoran sel is,nyeri,urtikari benar dalam
infeksi pada bakteri dan a,alergi pemberian
obat.
telinga, bakteri lisis.
- Menjelaskan
infeksi kulit efek samping
dan jaringan obat.
lunak
Post :

- Observasi efek
samping obat.
- Observasi efek
terapi obat.
Observasi tanda-
tanda alergi.

Dexameta Untuk Hipersensitif Merupakan obat Otot lemes, Pre :


son mengatasi terhadap obat kortikosteroid eritema, tukak - Mengkaji
riwayat alergi.
peradangan ini atau yang bekerja lambung,
5 mg - Menggunakan
kortikosteroi dengan vertigo, sakit prinsip 12
dalam 8 (antiinflamasi d lainnya menghambat kepala, benar dalam
jam ), Rheumatik pengeluaran zat hipokalemia, pemberian
arthritis, kimia tertentu di menstrulasi tak obat.
alergi - Menjelaskan
dalam tubuh yang teratur. efek samping
dermatitis, bisa memicu obat.
rhinitis peradangan.
alergi. Post :

- Observasi efek
samping obat.
- Observasi efek
terapi obat.
Observasi tanda-
tanda alergi.
Name of Indications Contraindicat Drug Mechanism Adverse Nursing
drug ions Effects Considerations

Nebulizer Bronkospasm Hipersensitif, Ventolin Denyut Pre :


Ventolin e pada asma alergi mengandung zat jantung tidak - Mengkaji
riwayat alergi.
bronkial, terhadap zat aktif salbutamol, teratur, nyeri
1 Respul - Menggunakan
bronkitis aktif obat ini bekerja dada, denyut prinsip 12
dalam 8 kronis dan dengan cara jantung cepat, benar dalam
jam emfisema. meransang secara kram otot, pemberian
obat.
selektif reseotor sakit kepala,
- Menjelaskan
beta-2 selektif urtikaria atau efek samping
kerja pendek, dan biduran, obat.
adrenergik hipotensi
terutama pada Post :
otot bronkus - Observasi efek
sehingga samping obat.
menyebabkanterja - Observasi efek
dinya terapi obat.
Observasi tanda-
bronkodilatasi
tanda alergi.
karena otot
bronkus
mengalami
relaksasi.

Cetirizine Golongan Hindari Obat ini bekerja Rasa kantuk, Pre :


anti histamin penggunaan dengan cara sulit tidur, rasa - Mengkaji
10 mg yang pada pasien memblokir zat lelah, pusing, riwayat alergi.
dalm 24 - Menggunakan
meredakan indikasi gagal histamin yang sakit kepala, prinsip 12
jam gejala alergi. ginjal menyebabkan diare, nyeri benar dalam
alergi pada tubuh. lambung, pemberian
obat.
mual, muntah,
- Menjelaskan
mulut kering efek samping
obat.
Post :

- Observasi efek
samping obat.
- Observasi efek
terapi obat.
Observasi tanda-
tanda alergi.
B. Diagnosa Keperawatan
Data Etiologi Problem

Jam 08.30 (22-11-2021) Faktor ekstrinsik : alergen Bersihan jalan nafas


tidak efektif (SDKI
S : Pasien mengatakan sesak nafas D.0001)
dan batuk berdahak. Reaksi antigen antibody

O:
RR:32 x/menit Produksi histamin
Saturasi oksigen :96 %
terpasang oksigen NRM 10 lpm
Menggunakan retraksi intercostae, Sekresi mukos meningkat
pernafasan cuping hidung
Suara nafas wheezing Penyempitan saluran nafas
Tampak sering batuk berdahak.

Wheezing, batuk berdahak,


ketidak mampuan mengeluarkan
sekresi

Bersihan jalan nafas tidak efektif

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas.

C. Intervensi
Patient Intervention Rationale Implementation Evaluation
Outcome

Setelah Latihan Batuk Observasi : Latihan Batuk Jam 09.30


dilakukan Efektif Efektif
tindakan Observasi : 1. Untuk mengetahui S : Klien
keperawatan 1. Identifikasi kemampuan batuk Observasi : mengatakan
selama 1 jam kemampuan pasien. sesak nafas
Terapeutik : 1. Mengidentifikas berkurang dan
bersihan jalan batuk.
i kemampuan batuk berdahak
nafas
2. Posisi semi-fowler batuk. juga berkurang
meningkat Terapeutik :
akan Terapeutik :
dengan kriteria 2. Atur posisi
mempermudah O:
hasil : semi-Fowler 2. Mengatur
pasien untuk
 batuk atau Fowler. keposisi semi- RR:26 x/menit,
bernapas.
efektif Edukasi : Fowler.
 produksi Edukasi : Edukasi : Saturasi oksigen
sputum 3. Jelaskan 3. Batuk yang :99 %,
menurun tujuan dan efektif yaitu pada 3. Menjelaskan
prosedur batuk tujuan dan terpasang
 suara nafas posisi duduk tinggi
efektif. prosedur batuk oksigen NRM
bersih atau kepala di
4. Anjurkan efektif. 10 lpm,
 tidak ada bawah setelah
sianosis dan mengulangi perkusi dada. 4. Menganjurkan
Tampak batuk
dyspneu,tid tarik napas 4. Menarik napas mengulangi
berdahak sudah
ak ada dalam hingga dalam- dalam tarik napas
berkurang.
suara nafas 3 kali. secara teratur dapat dalam hingga 3
tambahan 5. Anjurkan meningkatkan dan kali.
batuk dengan memperbaiki 5. Menganjurkan
 frekuensi A: masalah
kuat langsung pengiriman batuk dengan
nafas sebagian teratasi
setelah tarik oksigen keseluruh kuat langsung
membaik
nafas dalam tubuh. setelah tarik
yang ke 3. 5. Mempermudahunt nafas dalam
uk batuk efektif yang ke 3. P: intervensi
6. Kolaborasi : 6. Kolaborasi : Kolaborasi : dilanjutkan
Kolaborasi Merilekskan otot
pemberian 6. Berkolaborasi
halus dan
mukolitik atau pemberian
menurunkan
ekspektoran, mukolitik atau
kongesti lokal,
jika perlu. ekspektoran,
menurunkan
yaitu nebulizer
spasme jalan
ventolin tiap 8
napas, mengi
jam.
dan produksi
mukosa.

D. Implementasi dan Evaluasi


TGL DIAGNO IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
SA
23-11- Bersihan 1. Mengatur keposisi semi- S : Klien mengatakan sesak nafas
2021 jalan Fowler. Menganjurkan berkurang dan batuk berdahak
napas mengulangi tarik napas juga berkurang
tidak
dalam hingga 3 kali.
efektif O : RR: 28 x/menit, Saturasi
2. Menganjurkan batuk oksigen :98 %, terpasang
dengan kuat langsung oksigen nasal canul 2 lpm,
setelah tarik nafas dalam tampak batuk berdahak sudah
yang ke 3. berkurang.
3. Berkolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran, A: masalah sebagian teratasi
yaitu nebulizer ventolin tiap
8 jam. P: intervensi dilanjutkan

24-11- Bersihan 1. Mengatur keposisi semi- S: Pasien mengatakan sudah tidak


2021 jalan Fowler. sesak napas dan batuk
napas 2. Menganjurkan mengulangi berkurang
tidak tarik napas dalam hingga 3
efektif kali. O: RR 18 x/m, Pasien tampak
3. Menganjurkan batuk dengan rileks.
kuat langsung setelah tarik
nafas dalam yang ke 3. A: Masalah bersihan jalan napas
teratasi, pasien diijinkan
dokter pulang.

P: Intervensi dihentikan

BAB V
KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penulisan asuhan keperawatan ini dengan judul “Asuhan keperawatan
klien Ny. N dengan Asma bronkial di ruang penyakit dalam RSUD H. Boejasin Pelaihari”,
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang didapat menunjukkan adanya tanda dan gejala yaitu sesak nafas
dan batuk berdahak. RR:32 x/menit, saturasi oksigen :96 %, terpasang oksigen NRM
10 lpm, menggunakan retraksi intercostae, pernafasan cuping hidung dan suara nafas
wheezing dengan tanda dan gejala pada penyakit asma bronkial.
2. Diagnosa keperawatan
Pada penegakkan diagnosa keperawatan di dalam teori muncul 4 diagnosa
keperawatan namun yang sesuai dengan teori ada 1 diagnosa keperawatan yang
ditemukan yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan nafas.
3. Perencanaan
Hasil yang diperoleh dari intervensi yang dilakukan oleh penulis baik intervensi yang
dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi seperti Identifikasi kemampuan batuk,
atur posisi semifowler atau fowler, jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif,
anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali, anjurkan batuk dengan kuat, dan
kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan (Implementasi) keperawatan dilakukan berdasarkan perencanaan
diagnosa keperawatan yang dibuat seperti mengidentifikasi kemampuan batuk,
mengatur posisi semifowler atau fowler, menjelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif, menganjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali, menganjurkan
batuk dengan kuat, dan berkolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu.

5. Evaluasi
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh penulis pada pasien menunjukkan bahwa masalah
yang dialami pasien teratasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan pasien
diijinkan dokter pulang.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Hasil penulisan asuhan keperawatan ini diharapkan bisa menjadi gambaran dalam upaya
memberikan asuhan keperawatan pada klien asma bronkial dengan tepat, penulis
selanjutnya diharapkan dapat menguasai konsep teori tentang penyakit asma bronkial
tersebut. Selain itu penulis juga harus melakukan pengkajian dengan tepat dan akurat
agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai dengan masalah yang ditemukan
pada klien. Begitupun untuk menegakkan diagnose keperawatan penulis harus lebih
teliti lagi dalam menganalisis data mayor maupun data minor baik yang data subjektif
dan data objektif agar memenuhi validasi diagnosis yang terdapat dalam Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Pada intervensi keperawatan diharapkan
merumuskan kriteria hasil sesuai dengan buku panduan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI).
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil penulisan ini dapat menjadi dasar bagi rumah sakit untuk meningkatkan peran dan
kualitas dengan menerapkan sistem edukasi bagi keluarga, baik saat pasien masuk ruang
perawatan maupun sebelum pulang tentang asma bronkial.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan asuhan keperawatan ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi dan
bahan bacaan untuk meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan mengenai asma
bronkial.

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan RI. (2015). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen
Kesehatan.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20
18/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf – Diakses 29 Oktober 2021.
Sarpini, R (2016). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: In Media.
Setiadi, (2012). Konsep Dan Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
SDKI PPNI, Tim Pokja (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
SIKI PPNI, Tim Pokja (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
SLKI PPNI, Tim Pokja (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan :
DPP PPNI.
Tarwoto & Wartonah. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Salemba Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai