Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN STASE KOMPREHENSIF

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. R DENGAN

DIABETES MELLITUS DI ICU RSUD TAMIANG LAYANG

DISUSUN OLEH:

DESSY JESSICA S.KEP

113063J120017

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

BANJARMASIN

2021
LAPORAN STASE KOMPREHENSIF

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. R DENGAN

DIABETES MELLITUS DI ICU RSUD TAMIANG LAYANG

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Ners di

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin

DISUSUN OLEH:

DESSY JESSICA, S.KEP

113063J120017

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

BANJARMASIN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diabetes Mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia yang ditandai oleh
keadaan absolute insulin yang bersifat kronik yang dapat mempengaruhi metabolisme
karbohidrat. Protein dan lemak yang disebabkan oleh sebuah ketidak seimbangan atau
ketidak adanya persediaan insulin atau tak sempurnanya respon seluler terhadap insulin
ditandai dengan tidak teraturnya metabolism (Brunner & Suddarth, 2008).
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah terjadi karena tubuh tidak mampu
menggunakan dan melepaskan insulin secara adekuat (Irianto, 2015). Penyebabnya faktor
keturunan, obesitas, makan secara berlebihan, kurang olahraga serta perubahan gaya
hidup (Kusnanto, 2013).
Penyakit diabetes mellitus ini banyak dijumpai di Amerika Serikat. Penderita
diabetes mellitus sekitar 11 juta atau 6% dari populasi yang ada dan diabetes mellitus
menduduki peringkat ketiga setelah jantung dan kanker Sedangkan di Indonesia penderita
diabetes mellitus ada 1,2 % sampai 2,3% dari penduduk berusia 15 tahun. Sehingga
diabetes mellitus tercantum dalam urutan nomor empat dari proses prioritas pertama
adalah penyakit kardiovaskuler kemudian disusul penyakit serebro vaskuler, geriatric,
diabetes mellitus, reumatik dan katarak sehingga diabetes mellitus ini dapat menimbulkan
berbagai komplikasi. (Donna D. Ignativius, 2013).
Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 secara global diperkirakan sekitar 422 juta
orang pada tahun 2014, dan diproyeksikan meningkat ke angka 552 juta pengidap di
tahun 2030. Ada 10 besar negara-negara yang memiliki pengidap diabetes terbanyak di
dunia, antara lain: India, China, USA, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia
dan Bangladesh. Data penderita diabetes mellitus di RSUD Tamiang Layang pada tahun
2020 adalah sebanyak 80 orang pasien.
Perawatan secara umum untuk penderita diabetes mellitus diit, olah raga, atau
latihan fisik dan obat hiperglikemia (anti diabetic) dan untuk olah aga atau latihan fisik
yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus itu meliputi latihan ringan yang dapat
dilakukan ditempat tidur untuk. penderita di rumah sakit latihan ini tidak memerlukan
persiapan khusus cukup gerak ringan diatas tempat tidur kurang lebih 5 sampai 10 menit
misalnya menggerakkan kedua tangan, ujung jari, kaki dan kepala. Selain itu bisa
dilakukan senam, senam ini harus disertai dengan kemampuan yang harus disesuaikan
dengan kemampuan kondisi penyakit penyerta (Brunner & Suddarth, 2008)
Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Salah satu peran penting seorang perawat adalah sebagai Educator,
dimana pembelajaran merupakan dasar dari Health Education yang berhubungan dengan
semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada keluarga, perawat dapat menekankan pada tindakan keperawatan yang
berorientasi pada upaya promotif dan preventif. Maka dari itu, peranan perawat dalam
penanggulangan Diabetes Melitus yaitu perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan
pada klien dan keluarga dalam hal pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit,
memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan seperti diet untuk penderita Diabetes
Melitus. Manfaat pendidikan kesehatan bagi keluarga antara lain meningkatkan
pengetahuan keluarga tentang sakitnya hingga pada akhirnya akan meningkatkan
kemandirian keluarga (Sutrisno, 2013).
Upaya secara mandiri yang dilakukan oleh penderita Diabetes Mellitus yang
meliputi edukasi terhadap klien dengan keluarga agar menjaga makan-makanan yang
sehat dan menghindari kebiasaaan makan-makanan yang tinggi kadar gulanya sesuai
indikasi, pengobatan dan pencegahan komplikasi disebut dengan self-care Diabetes
(Sirgurdardottir, 2005). Self-care Diabetes merupakan integrasi dari pendekatan teori
model self-care diabetes sebagai program atau tindakan yang harus dijalankan sepanjang
kehidupan dan menjadi tanggungjawab jawab penuh bagi setiap penderita Diabetes
Mellitus itu sendiri (Bai dkk, 2009). Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut tentang penyakit gangguan insulin dan melaksanakan Asuhan Keperawatan
Ny. R dengan Diabetes Mellitus di ICU RSUD Tamiang Layang.
B. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Klien dan Keluarga
Bagi klien, agar mendapatkan perawatan yang berkualitas sesuai
dengan standar asuhan keperawatan dan sesuai dengan ilmu tentang
perawatan klien khususnya asuhan keperawatan klien dengan diabetes mellitus.
Sehingga tidak diragukan lagi bahwa perawatan yang diterima
oleh klien adalah yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan klien serta
klien dapat merasakan manfaatnya.
Bagi keluarga, selain mendapatkan bantuan dalam perawatan klien,
keluarga juga mendapatkan pengetahuan serta melihat secara langsung
bagaimana cara perawatan yang tepat bagi klien dengan diabetes mellitus, khususnya
yang sudah mendapat komplikasi.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mempelajari secara rinci tentang penyakit serta
penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus, baik dari segi
keperawatan maupun medis, dengan menerapkan terori yang dipelajari
terhadap fakta yang ada dilapangan, sehingga mahasiswa dapat
mempelajari teori secara langsung sekaligus mengaplikasikannya. Dengan
demikian, ilmu yang didapat mudah melekat dalam ingatan, yang tentunya
berguna di masa yang akan datang, khususnya jika menemukan kasus yang
sama.
3. Bagi Perawat
Bagi Perawat profesional yang bekerja dirumah sakit dapat
mengerti dan mengetahui dengan jelas asuhan keperawatan pada klien
dengan diabetes mellitus, sehingga dapat dengan mudah berkolaborasi
dengan dokter yang merawat. Perawat juga dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang komprehensif baik dari segi bio-psycho-socio-spiritual dan
mengerti bahwa manusia adalah makhluk sosial yang merupakan individu
yang unik dan saling membutuhkan. Sehingga dapat memberikan
perawatan yang tepat bagi klien dengan diabetes mellitus.
4. Bagi Profesi Terkait:
a. Dokter
Dokter sebagai tim medis mampu berkolaborasi dengan perawat dalam
memberikan terutama dalam pemberian medikasi yang tepat dan sesuai
dengan keluhan serta keadaan klien
b. Laboratory Technician
Berkolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium sebagai dasar dalam
pemberian terapi kepada klien dengan diabetes mellitus.
c. Dietician
Berkolaborasi dalam menghitung jumlah kalori yang diperlukan bagi klien
sehingga membantu mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan klien dari
sakit.
d. Physiotherapist
Berkolaborasi melakuan fisioterapi sesuai dengan pedoman fisioterapi
untuk melatih pergerakan otot klien selama perawatan.
e. Pharmacist
Berkolaborasi dalam penyediaan obat-obatan yang diperlukan sesuai
indikasi dan dosis yang tepat bagi klien dengan diabetes mellitus.

C. BATASAN MASALAH
Laporan Stase Keperawatan Komprehensif ini dibatasi hanya pada
lingkup asuhan keperawatan klien Ny. R dengan Diabetes Mellitus di
ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Tamiang Layang pada
tanggal perawatan 4 Januari 2021.
D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Terwujudnya asuhan keperawatan yang berkualitas pada klien dengan diabetes
mellitus melalui proses keperawatan
2. Tujuan Khusus
Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus, dimana
mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian primer dan sekunder pada klien dengan gangguan sistem
endokrin khususnya pada Ny. R dengan masalah utama diabetes mellitus di ICU
RSUD Tamiang Layang
b. Menganalisa hasil pengkajian dan merumuskan masalah keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem endokrin khususnya pada Ny. R dengan masalah utama
diabetes mellitus di ICU RSUD Tamiang Layang
c. Menentukan perencanaan dan tujuan yang rasional dari diagnose keperawatan
sesuai prioritas pada klien dengan gangguan sistem endokrin khususnya pada Ny.
R dengan masalah utama diabetes mellitus di ICU RSUD Tamiang Layang
d. Memberikan intervensi yang tepat dan cepat untuk menyelesaikan masalah
keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan sistem endokrin
khususnya pada Ny. R dengan masalah utama diabetes mellitus di ICU RSUD
Tamiang Layang
e. Melakukan evaluasi pada klien dengan gangguan sistem endokrin khususnya pada
Ny. R dengan masalah utama diabetes mellitus di ICU RSUD Tamiang Layang
f. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin khususnya pada Ny. R
dengan masalah utama diabetes mellitus di ICU RSUD Tamiang Layang
g. Mendokumentasikan asuhan keperawawatan yang telah dilaksanakan pada klien
dengan gangguan sistem endokrin khususnya pada Ny. R dengan masalah utama
diabetes mellitus di ICU RSUD Tamiang Layang
E. METODE
Pada penulisan studi kasus ini, penulis menggunakan metode berikut ini:
1. Wawancara
Metode wawancara digunakan untuk memperoleh data yang sifatnya
mengidentifikasi masalah kesehatan klien secara langsung melalui tanya
jawab kepada klien tentang tanda dan gejala maupun keluhan yang
dirasakan klien, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keturunan, gaya
hidup klien.
2. Observasi
Pengumpulan data adalah dengan melihat langsung keadaan klien secara
umum tingkat kesadaran klien baik fisik, sikap dan tingkah laku klien atau
respon klien terhadap penyakit
3. Pemeriksaan fisik
Teknik yang digunakan yaitu:
a. Inspeksi : Observasi menggunakan mata, yang diinspeksi adalah tingkat
kesadaran, respon sensorik, motoric dan verbal.
b. Auskultasi : Metode dengan cara mendengarkan dengan stetoskop. Auskultasi
di area dada untuk mengidentifikasi abnormalitas bunyi jantung dan paru. Area
abdomen peristaltic usus.
c. Perkusi : metode dengan cara mengetuk area tubuh, yang biasanya
diperiksa adalah area dada (jantung dan paru) dan area abdomen.
d. Palpasi : metode yang dilakukan dengan sentuhan atau rabaan untuk
mendeterminasi ciri-ciri organ atau jaringan untuk klien.
4. Diagnostic Test Review
Pengumpulan data yang diperoleh dari status klien yang berisi program terapi,
pemeriksaan diagnostic (hasil laboratorium) maupun perkembangan terhadap masalah
kesehatan.
5. Rekam Medik
Mencari data dengan mempelajari catatan-catatan medic dan keperawatan yang
ada hubungannya dengan keadaan klien dan mendapatkan informasi tentang klien
dari pembimbing di lahan praktik mengenai masalah klien.
6. Studi Kepustakaan
Mencari data dengan mengacu pada studi kepustakaan, baik yang ada di
perpustakaan, internet yang berhubungan dengan diabetes mellitus sebagai bahan
referensi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Anatomi otak manusia dan bagian-bagiannya

Gambar 2.1 Sistem Endokrin manusia


Sumber: dosenpendidikan.co.id (2021)
Gambar 2.2 Anatomi pankreas
Sumber: pelajaran.co.id (2021)

2. Fisiologi sistem endokrin manusia


Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan
mikroskopis sangat sederhana. Kelompok ini terdiri dari deretan sel-sel, lempengan
atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat halus yang banyak mengandung
pembuluh kapiler.
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan
memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling
berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya,
medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf
(neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar
ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, hasil sekresi dihantarkan tidak melaui
saluran, tapi dari sel-sel endokrin langsung masuk ke pmbuluh darah. Selanjutnya
hormon tersebut dibawa ke sel-sel target (responsive cells) tempat terjadinya efek
hormon. Sedangkan ekresi kelenjar eksokrin keluar dari tubuh kita melalui saluran
khusus, seperti uretra dan saluran kelenjar ludah.
Tubuh kita memiliki beberapa kelenjar endokrin. Diantara kelenjar-kelenjar
tersebut, ada yang berfungsi sebagai organ endokrin murni artinya hormon tersebut
hanya menghasilkan hormon misalnya kelenjar pineal, kelenjar hipofisis / pituitary,
kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal suprarenalis, dan kelenjar timus.
Selain itu ada beberapa organ endokrin yang menghasilkan zat lain selain hormon
yakni:

Kelenjar Hormon Zat lain yang


dihasilkan
Pankreas Insulin, glukagon Enzim pencernaan
Testis Testosteron Sel sperma
Ovarium Estrogen, progesteron Sel telur / ovum
a. Fungsi system endokrin
System endokrin memiliki lima fungsi umum:
1) Membedakan sistem endokrin dan system reproduktif pada janin yang sedang
berkembang
2) Menstimulasi urutan perkembangan
3) Mengkoordinasi system reproduktif
4) Memelihara lingkungan internal optimal
5) Melakukan respon korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat
b. Kelenjar pancreas/ Langerhans
Kelenjar pancreas/langerhans merupakan merupakan sekelompok sel yang
terletak pada pankreas. Sehingga dikenal dengan pulau – pulau langerhans.
Kelenjar pancreas/langerhans menghasilkan hormon insulin dan hormon
glukagon.
1) Hormone insulin bersifat antagonis, dengan hormone adrenalin.
Hormone ini berfungsi: mengatur kadar glukosa dalam darah dan membantu
pengubahan glukosa menjadi glikogen dalam hepar dan otot.
2) Hormone glucagon
Hormone ini mempunyai sifat kerja yang sinergis dengan hormone adrenalin.
Hormone ini berfungsi meningkatkan kadar gula dalam darah dan mengibah
glikogen menjadi glukosa dalam peristiwa glikolisis.
c. Pengendalian endokrin
Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan maka kadar hormon di dalam
darah bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Untuk
mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur
dalam batas-batas yang tepat.
Tubuh perlu merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan lebih
banyak atau lebih sedikit hormon. Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan
hormonnya jika mereka merasakan bahwa kadar hormon lainnya yang mereka
kontrol terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hormon hipofisa lalu masuk ke dalam
aliran darah untuk merangsang aktivitas di kelenjar target. Jika kadar hormon
kelenjar target dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjar Hipofisa
mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan mereka berhenti
melepaskan hormon.
Sistem umpan balik ini mengatur semua kelenjar yang berada dibawah
kendali hipofisa. Hormon tertentu yang berada dibawah kendali hipofisa
memiliki fungsi yang memiliki jadwal tertentu. Misalnya, suatu siklus menstruasi
wanita melibatkan peningkatan sekresi LH dan FSH oleh kelenjar hipofisa setiap
bulannya. Hormon estrogen dan progesteron pada indung telur juga kadarnya
mengalami turun-naik setiap bulannya.
Mekanisme pasti dari pengendalian oleh hipotalamus dan hipofisa
terhadap bioritmik ini masih belum dapat dimengerti. Tetapi jelas terlihat bahwa
organ memberikan respon terhadap semacam jam biologis.
B. DIABETES MELLITUS
1. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa Latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas terhadap insulin (Corwin, 2019).
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolism karbohidrat, protein, dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makrovaskular dan neurologis (Riyadi dan Sukarmin, 2018).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan
hiperglikemik yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penururunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulis atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Yuliana Elin, 2019).
Dapat disimpulkan diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah yang disebabkan oleh abnormalitas
metabolism karbohidrat, lemak, dan protein.
2. Etiologi
Menurut Nurarif & Hardhi, 2015 etiologi diabetes mellitus adalah:
a) Diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI) Tipe 1
Diabetes yang tergantung pada insulin dengan penghancuran sel-sel beta pancreas
yang disebabkan oleh:
1) Faktor genetic, penderita memiliki kecenderungan genetic untuk menderita
diabetes tipe 1
2) Faktor imunologi, adanya respon autoimun
3) Faktor lingkungan, virus atau toksin tertensu dapat memicu proses autoimun
yang dapat menimbulkan destruksi pada sel pancreas
b) Diabetes mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Disebabkan oleh kegagalan relative beta dan resisten insulin. Secara pasti
penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus
tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan
sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport
glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan system transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus
tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:

i. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

ii. Obesitas

iii. Riwayat keluarga

iv. Kelompok etnik

Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam post prandial dibagi menjadi 3 yaitu:

i. < 140 mg/dL → normal


ii. 140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu
iii. > 200 mg/dL → diabetes
3. Manifestasi Klinis
Menurut Sujono & Sukarmin (2018) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
Gejala awal pada penderita DM adalah:
a) Poliuria (peningkatan volume urine
b) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti
dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti
penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat).
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan
menimbulkan rasa haus.
c) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini
penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.
d) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes
lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
Gejala lain yang muncul
a) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi
imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
b) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan
kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
c) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama
candida.
d) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak
sel saraf rusak terutama bagian perifer.
e) Kelemahan tubuh
f) Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh sel melalui
proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
g) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar
utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak
diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk
penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
h) Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun
karena kerusakan hormon testosteron.
i) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa
oleh hiperglikemi
4. Epidemiologi
Diabetes menyebabkan kematian di seluruh dunia, penyakit ini juga menjadi
penyebab utama kebutaan, penyakit jantung dan gagal ginjal. Organisasi International
Diabetes Federation (IDF) memperkirakan sedikitnya terdapat 463 juta orang pada
usia 20-79 tahun di dunias menderita diabetes mellitus pada tahun 2019 atau setar
dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia yang sama.
Berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan prevalensi diabetes di tahun 2019
yaitu 9% pada perempuan dan 9,65% pada laki-laki. Prevalensi diabetes diperkirakan
meningkat seiring penambahan umur penduduk menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang
pada umur 65-79 tahun. Angka diprediksi terus meningkat hingga mencapai 578 juta
di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045.
5. Patofisiologi
a. Narasi
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: berkurangnya pemakaian
glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa
darah setinggi 300-1200 mg/ dL. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah
penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolism lemak yang
abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah dan
akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah
makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal
(konsentrasi gula darah sebesar 160-180 mg/100mL), akan timbul glukosuria
karena tubulus-tubulus renalis yang tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang menyebabkan
poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potassium dan fosfat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negative dan berat
badan menurun serta cenderung terjadi poligafi. Akibat yang lain yaitu asthenia
atau kekurangan energy sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dab juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energy.
Hiperglikemia yang lama akan mengakibatkan arterosklerosis, penebalan
membrane basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan mempermudah
terjadi gangrene pada pasien-pasein yang mengalami defisiensi insulin. Jika
hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosuria.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan
pengeluaran kemih (polyuria).
b. Skema

Sumber: NANDA NOC-NIC, Jilid 3


6. Collaborative care management
a. Pemeriksaan penunjang
Menurut Wijaya & Putri, 2013 pemeriksaan penunjang diabete mellitus adalah:
1) Kadar glukosa (puasa > 140mg/dL, 2 jam PP >200mg/dL, random >200
mg/dL)
2) Aseton plasma: hasil (+) mencolok
3) Aseton lemak bebas: peningkatan lipid dan kolesterol
4) Osmolaritas serum (>330 osm/L)
5) Urinalisis: proteinuria, ketonuria, glukosuria
Apabila terdapat gejala diabetes mellitus (+) pada salah satu gula darah
(puasa > 140mg/dL, 2 jam PP >200mg/dL, random >200 mg/dL).
Tidak terdapat gejala diabetes mellitus tetapi terdapat 2 hasil dari gula darah
(puasa > 140mg/dL, 2 jam PP >200mg/dL, random >200 mg/dL).
b. Medikasi
Obat-obatan diabetes:
1) Sulfonylurea, obat golongan sulfonylurea yang bekerja dengan cara
menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi
insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
2) Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah
normal.
3) Inhibitor a glukosidase yang bekerja menghambat kerja enzim a glukosidase
di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan hiperglikemia pasca prandial
4) Insulin sensiting agen meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa
mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia tetapi
obat ini belum beredar di Indonesia.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan bila terjadi komplikasi seperti luka gangren
d. Treatment
Menurut Wijaya & Putri, 2013 penatalaksanaan diabetes mellitus, yaitu:
Jangka panjang mencegah komplikasi dan jangka pendek yaitu menghilangkan
keluhan/ gejala diabetes mellitus
e. Diet
Perhimpunan diabetes Amerika dan Dietetik Amerika merekomendasikan 50-60%
kalori yang berasal dari: karbohidrat (60-70%), protein (12-20%) dan lemak (20-
30%)
f. Aktivitas
Berbagai latihan dapat menambah laju metabolism, menurunkan berat badan dan
mengurangi stress dan menyegarkan tubuh.
g. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan tentang diabetes mellitus, cara perawatan, diet mengatur
kalori untuk mengontrol kadar gula darah, control gula darah serta pengobatan
teratur untuk mencegah komplikasi.
C. KONSEP INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
1. Definisi ICU
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi
dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan
perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi
satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis
yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan
perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan
fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya
(Rab, 2007). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari
rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang
khusus dan perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan
dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam nyawa.
2. Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan
Kelengkapan penyelenggaraan ICU dapat dibagi atas tiga tingkatan. Yang
pertama ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit kecil yang dilengkapi dengan
perawat, ruangan observasi, monitor, resusitasi dan ventilator jangka pendek yang
tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat bergantung kepada ICU yang lebih besar.
Kedua, ICU tingkat II yang terdapat pada rumah sakit umum yang lebih besar di
mana dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang dilengkapi dengan dokter
tetap, alat diagnosa yang lebih lengkap, laboratorium patologi dan fisioterapi. Yang
ketiga, ICU tingkat III yang merupakan ICU yang terdapat di rumah sakit rujukan
dimana terdapat alat yang lebih lengkap antara lain hemofiltrasi, monitor invasif
termasuk kateterisasi dan monitor intrakranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter
spesialis dan perawat yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar
belakang keahlian ( Rab, 2007).
Tiga kategori pasien yang termasuk pasien kritis yaitu : kategori pertama, pasien
yang di rawat oleh karena penyakit kritis meliputi penyakit jantung koroner, respirasi
akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non traumatik dan kegagalan multi organ.
Kategori kedua, pasien yang di rawat yang memerlukan propilaksi monitoring oleh
karena perubahan patofisiologi yang cepat seperti koma. Kategori ketiga, pasien post
operasi mayor. Apapun kategori dan penyakit yang mendasarinya, tanda-tanda klinis
penyakit kritis biasanya serupa karena tanda-tanda ini mencerminkan gangguan pada
fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan neurologi (Nolan et al. 2005). Tanda-tanda
klinis ini umumnya adalah takipnea, takikardia, hipotensi, gangguan kesadaran
(misalnya letargi, konfusi / bingung, agitasi atau penurunan tingkat kesadaran)
(Jevons dan Ewens, 2009)
3. Sistem pelayanan ruang ICU
Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di
rumah sakit. Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi beberapa hal, yang pertama etika
kedokteran dimana etika Pelayanan di ruang ICU harus berdasarkan falsafah dasar
"saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dan berorientasi untuk dapat
secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
Kedua, indikasi yang benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien
yang memerlukan intervensimedis segera oleh tim intensive care, pasien yang
memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan
berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan metode terapi
titrasi, dan pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan
segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.
Ketiga, kerjasama multidisipliner dalam masalah medis kompleks dimana dasar
pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan dari
beberapa disiplin ilmu terkait yang memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang
keahliannya dan bekerja sama di dalam tim yang di pimpin oleh seorang dokter
intensivis sebagai ketua tim.
Keempat, kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dimana kebutuhan pasien ICU
adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital
seperti Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation
(fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan
diagnosis dan terapi definitif.
Kelima, peran koordinasi dan integrasi dalam kerja sama tim dimana setiap tim
multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi pasien misalnya sebelum masuk
ICU, dokter yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya dan
memberi pandangan atau usulan terapi kemudian kepala ICU melakukan evaluasi
menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi instruksi terapi dan tindakan secara
tertulis dengan mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya serta berkonsultasi
dengan konsultan lain dan mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim.
Keenam, asas prioritas yang mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke
ruang ICU harus dengan indikasi masuk ke ruang ICU yang benar. Karena
keterbatasan jumlah tempat tidur ICU, maka berlaku asas prioritas dan indikasi
masuk.
Ketujuh, sistem manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya
koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang memerlukan tim
kendali mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan tugas
utamanya memberi masukan dan bekerja sama dengan staf struktural ICU untuk
selalu meningkatkan mutu pelayanan ICU.
Kedelapan, kemitraan profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU di
samping multi disiplin juga antar profesi seperti profesi medik, profesi perawat dan
profesi lain. Agar dicapai hasil optimal maka perlu peningkatan mutu SDM (Sumber
Daya Manusia) secara berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup semua profesi.
Kesembilan, efektifitas, keselamatan dan ekonomis dimana unit pelayanan di
ruang ICU mempunyai biaya dan teknologi yang tinggi, multi disiplin dan multi
profesi, jadi harus berdasarkan asas efektifitas, keselamatan dan ekonomis.
Kesepuluh, kontuinitas pelayanan yang ditujukan untuk efektifitas, keselamatan
dan ekonomisnya pelayanan ICU. Untuk itu perlu di kembangkan unit pelayanan
tingkat tinggi (High Care Unit =HCU). Fungsi utama HCU adalah menjadi unit
perawatan antara dari bangsal rawat dan ruang ICU. Di HCU, tidak diperlukan
peralatan canggih seperti ICU tetapi yang diperlukan adalah kewaspadaan dan
pemantauan yang lebih tinggi.
Unit perawatan kritis atau unit perawatan intensif (ICU) merupakan unit rumah
sakit di mana klien menerima perawatan medis intensif dan mendapat monitoring
yang ketat. ICU memilki teknologi yang canggih seperti monitor jantung
terkomputerisasi dan ventilator mekanis. Walaupun peralatan tersebut juga tersedia
pada unit perawatan biasa, klien pada ICU dimonitor dan dipertahankan dengan
menggunakan peralatan lebih dari satu. Staf keperawatan dan medis pada ICU
memiliki pengetahuan khusus tentang prinsip dan teknik perawatan kritis. ICU
merupakan tempat pelayanan medis yang paling mahal karena setiap perawat hanya
melayani satu atau dua orang klien dalam satu waktu dan dikarenakan banyaknya
terapi dan prosedur yang dibutuhkan seorang klien dalam ICU ( Potter & Perry,
2009).
Pada permulaannya perawatan di ICU diperuntukkan untuk pasien post operatif.
Akan tetapi setelah ditemukannya berbagai alat perekam (monitor) dan penggunaan
ventilator untuk mengatasi pernafasan maka ICU dilengkap pula dengan monitor dan
ventilator. Disamping itu dengan metoda dialisa pemisahan racun pada serum
termasuk kadar ureum yang tinggi maka ICU dilengkapi pula dengan hemodialisa.
Pada prinsipnya alat dalam perawatan intensif dapat di bagi atas dua yaitu alat-
alat pemantau dan alat-alat pembantu termasuk alat ventilator, hemodialisa dan
berbagai alat lainnya termasuk defebrilator. Alat-alat monitor meliputi bedside dan
monitor sentral, ECG, monitor tekanan intravaskuler dan intrakranial, komputer
cardiac output, oksimeter nadi, monitor faal paru, analiser karbondioksida, fungsi
serebral/monitor EEG, monitor temperatur, analisa kimia darah, analisa gas dan
elektrolit, radiologi (X- ray viewers, portable X-ray machine, Image intensifier), alat-
alat respirasi (ventilator, humidifiers, terapi oksigen, alat intubasi (airway control
equipment), resusitator otomatik, fiberoptik bronkoskop, dan mesin anastesi (Rab,
2007).
Peralatan unit kerja di ICU/ICCU yang begitu beragam dan kompleks serta
ketergantungan pasien yang tinggi terhadap perawat dan dokter karena setiap
perubahan yang terjadi pada pasien harus di analisa secara cermat untuk mendapat
tindakan yang cepat dan tepat membuat adanya keterbatasan ruang gerak pelayanan
dan kunjungan keluarga. Kunjungan keluarga biasanya dibatasi dalam hal waktu
kunjungan (biasanya dua kali sehari), lama kunjungan (berbeda-beda pada setiap
rumah sakit) dan jumlah pengunjung (biasanya dua orang secara bergantian). Selain
itu ICU juga merupakan tempat yang sering memberikan respon kekhawatiran dan
kecemasan pasien dan keluarga mereka karena kritisasi kondisi yang belum stabil.
Diharapkan bahwa dengan memperhatikan kebutuhan baik pasien maupun keluarga,
rumah sakit dapat menciptakan lingkungan yang saling percaya dan mendukung
dimana keluarga sebagai bagian integral dari perawatan pasien dan pemulihan pasien
secara utuh. (Kvale, 2011).
4. Perawat ICU
Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga tugas utama yaitu, life
support, memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat pengobatan dan
mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu diperlukan satu perawat
untuk setiap pasien dengan pipa endotrakeal baik dengan menggunakan ventilator
maupun yang tidak. Di Australia diklasifikasikan empat kriteria perawat ICU yaitu,
perawat ICU yang telah mendapat pelatihan lebih dari duabelas bulan ditambah
dengan pengalaman, perawat yang telah mendapat latihan sampai duabelas bulan,
perawat yang telah mendapat sertifikat pengobatan kritis (critical care certificate), dan
perawat sebagai pelatih (trainer) (Rab, 2007).
Di Indonesia, ketenagaan perawat di ruang ICU di atur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah Sakit yaitu, untuk ICU level I
maka perawatnya adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan hidup dasar dan
bantuan lanjut, untuk ICU level II diperlukan minimal 50% dari jumlah seluruh
perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU, dan untuk ICU
level III diperlukan minimal 75% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan
perawat terlatih dan bersertifikat ICU.
D. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian primer
a. A Airway
Look : klien tidak berbicara, tidak sadarkan diri, tidak terdapat tanda-tanda
cerebral servikal
Listen : jalan napas klien terdengar bunyi gurgling dan snoring
Feel : napas klien masih dapat dirasakan
b. B Breathing
Inspeksi : hitung respirasi rate, teratur atau tidak, tidak terdapat retraksi
dinding dada saat klien bernapas, pengembangan dada mormal, simeteris antara
dada kana dan kiri.
Palpasi : pemeriksaan taktil fremitus
Perkusi : terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : bunyi napas
c. C Circulation
Frekuensi nadi klien, regular atau tidak, pemeriksaan capillary refill < 2
detik pada ekstremitas atas dan 3 detik pada ekstremitas bawah, akral hangat,
SPO2, tekanan darah. Adanya sianosis dan diaphoresis.
d. D Disability
Kemampuan anggota gerak, tingkat kesadaran
e. E Exposure
Suhu tubuh, adanya keringat
f. Penggunaan alat bantu: foley catheter, gastric tube, heart monitoring
2. Pengkajian sekunder
Pemeriksaan fisik head to toe
3. Diagnosa Keperawatan
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Hasil
Risiko ketidakstabilan NOC: NIC:
kadar glukosa darah - Blood glucose, Hiperglikemia manajemen
Definisi: risiko terhadap risk for unstable - Memantau kadar
variasi kadar glukosa/ - Diabetes self glukosa darah seperti
gula darah dalam management yang ditunjukkan
rentang normal Kriteria hasil: - Pantau tanda-tanda
Faktor risiko: - Penerimaan: dan gejala
- Kurang kondisi hiperglikemia:
pengetahuan kesehatan polyuria, polydipsia,
tentang - Kepatuhan plofagia, lemah,
manajemen (mis. perilaku: diet kelesuan, malaise,
Rencana sehat mengaburkan visi,
tindakan) - Dapat atau sakit kepala.
- Tingkat mengontrol - Memantau abg,
perkembangan kadar glukosa elektrolit dan tingkat
- Asupan diet darah betahydroxybutyrate
- Pemantauan - Dapat - Memantau tekanan
glukosa darah mengontrol darah dan denyut
tidak tepat, stress nado ortostatik
kurang - Dapat seperti yang
penerimaan memanajemen ditunjukkan
terhadap dan mencegah - Mendorong asupan
diagnosis penyakit semakin cairan oral
- Kurang parah - Menjaga akses IV
kepatuhan pada - Tingkat - Memberikan cairan
rencana pemahaman IV sesuai kebutuhan
manajemen untuk dan - Mengelola kalium
diabetic (mis. pencegahan seperti yang
Mematuhi komplikasi ditentukan
rencana - Dapat - Konsultasikan
tindakan) meningkatkan dengan dokter jika
- Kurang istirahat tanda dan gejala
manajemen - Mengontrol berat hiperglikemia
diabetes (mis. badan menetap atau
Rencana - Pemahaman memburuk.
tindakan) manajemen - Membantu ambulasi
- Manajemen diabetes jika hipotensi
medikasi - Status nutrisi ortostatik terjadi.
- Status kesehatan adekuat - Menyediakan
mental - Olahraga teratur kebersihan mulut,
- Tingkat aktivitas jika perlu
fisik - Mengidentifikasi
- Status kesehatan kemungkinan
fisik penyebab
- Kehamilan hiperglikemia
- Periode - Mengantisipasi
pertumbuhan situasi di mana
cepat kebutuhan insulin
- Stress akan meningkat
- Penambahan (misalnya, penyakit
berat badan kambuhan)
- Penurunan berat - Batasi latihan ketika
badan kadar glukosa darah
adalah > 250 mg/dL
terutama jika keton
urin terlihat
- Menginstruksikan
orang lain pasien dan
signifikan terhadap
pencegahan,
pengenalan
manajemen, dan
hiperglikemia
- Mendorong
pemantauan diri
kadar glukosa
pemantauan diri
kadar glukosa darah
- Tinjau catatn
glukosa darah
dengan pasien dan/
atau keluarga
- Instruksikan tes urin
keton yang sesuai
- Anjurkan pasien
untuk melaporkan
tingkat urin keton
sedang atau tinggi
untuk kesehatan
professional
- Menginstruksikan
pasien untuk
manajemen diabetes
selama sakit
termasuk
penggunaan insulin
dan/ atau agen oral,
mulut, asupan cairan
pemantauan,
pengganti
karbohidrat dan
kapan harus mencari
bantuan kesehatan
professional.
- Memberikan bantuan
dalam menyesuaikan
rejiman untuk
mencegah dan
mengobati
hiperglikemia
(misalnya
peningkatan insulin
atau agen oral)
- Uji kadar darah
glukosa anggota
keluarga

4. Evaluasi
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah tidak terjadi
BAB III

STUDI KASUS

A. ASSESSMENT
Nama Pengkaji : Dessy Jessica, S.Kep
Tanggal Pengkajian : 4 Januari 2021
Waktu Pengkajian : 09:00 WIB
1) Biodata Pasien
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Usia : 65 tahun
Status Pernikahan :
No. RM : xxxx73
Diagnosa Medis : Diabetes mellitus (SH)
Alamat :
2) Keluhan Utama
Klien tidak sadar, tampak pucat, berkeringat dingin
TD: 140/80 mmHg, RR: 20x/ menit, HR: 62x/ menit, T: 360C GDS: 40 mg/dL
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Anak klien mengatakan + 10 tahun klien memiliki riwayat penyakit diabetes
melllitus. Sudah dua kali dirawat di rumah sakit dengan diabetes mellitus. Klien
memiliki kebiasaan suka minuman dan makanan manis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Anak klien mengatakan pada tanggal 3 Januari 2021, pukul 09:45:00 WIB klien
dibawa ke Rumah Sakit Tamiang Layang dengan keluhan tidak sadarkan diri,
pucat, berkeringat dingin. Hasil pemeriksaan GDS 40 mg/dL, didapatkan data
TD: 140/80 mmHg, HR: 62x/ menit, RR 22x/ menit, T: 36 0C, GCS: E1V2M1,
SPO2 100%, O2 3L/menit. Diberikan infus Dex 5% 15 tetes/ menit dan injeksi
Ondansentron 4 mg. Klien dipindahkan ke ruang perawatan ICU. Obat-obatan
yang diberikan: injeksi mecobalamin, cefotaxim, norages
c. Riwayat kesehatan keluarga
Anak klien mengatakan ada riwayat hipertensi dalam keluarga yaitu dari ayah
klien.
4) Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernapasan
Jalan napas bersih, tidak ada sumbatan
Pernapasan
RR : 20x/ menit
SPO2 : 100%

Irama Napas : ( ) reguler ( ) ireguler


Suara napas : ( ) snoring
( ) gurgling
( ) stridor
Pola Napas : ( ) bradipnea ( ) takipnea
( ) kusmaul ( ) biot
( ) cynes stoke ( ) dispnea
Penggunaan otot bantu nafas : ( ) tidak

( ) ya,sebutkan :……………….
Cupping hidung : ( ) tidak ( ) ya
Terpasang ETT : ( ) tidak
( ) ya, nomor :……………….....
Terpasang ventilator : ( ) tidak ( ) ya
Mode :.......................................
TV :.......................................
RR :.......................................
PEEP :.......................................
I:E :.......................................
FiO2 :.......................................
Irama : ( ) tidak teratur ( ) teratur
Kedalaman : ( ) tidak teratur ( ) teratur
Perkusi : ( ) sonor ( ) hipersonor
Suara paru : ( ) ronchi ( ) wheezing
( ) vesikuler
Sputum : ( ) putih ( ) kuning
( ) hijau
Konsistensi : ( ) tidak kental ( ) kental
Masalah Keperawatan: ..............................................................................
b. Sistem kardiovaskuler
Sirkulasi perifer

Nadi : 62 x/menit
Tekanan darah : 140/80 mmHg
MAP : ...............................
Pulsasi : ( ) kuat ( ) lemah
( ) teratur ( ) tidak teratur
( ) cepat ( ) lambat
CRT : ( ) > 2 detik ( ) < 2 detik
Akral : ( ) hangat ( √ ) dingin
Suhu :36 0C
Warna kulit : ( ) kemerahan ( ) pucat ( ) cyanosis

Sirkulasi Jantung
Irama : ( ) tidak teratur ( ) teratur
Ictus cordis : ( ) terlihat ( ) tidak terlihat
PMI : ( ) tidak teraba ( ) teraba
Lokasi :...........................
Perkusi : ( ) pekak ( ) redup
Suara Jantung : ( ) S1 S2 tunggal ( ) gallop ( ) murmur
Kardiomegali : ( ) ya ( ) tidak
Gambaran EKG : ( ) Sinus Rythm ( ) Sinus Takikardi
( ) Sinus Bradikardi ( ) Supra Ventrikular Takikardi
( ) AV Blok derajat 1( ) Supra Ventrikular Ekstra Sistol
( ) Atrial Fluter ( ) Atrial Fibrilasi
( ) Pacing Non Capture ( ) AV blok derajat 2
( ) AV blok derajat 3
Nyeri dada : ( ) tidak ( ) ya, Lama: ..............................
JVP : ( ) meningkat (> 4cm) ( ) normal (< 4cm)
Perdarahan : ( ) tidak ( ) ya, Area perdarahan:.......................
Jumlah : .............................cc/ jam
Masalah Keperawatan: ..............................................................................
c. Sistem saraf pusat
Kesadaran : ( ) Composmentis ( ) Apatis
( ) Somnolent ( ) Soporocoma ( √) Koma
GCS :Eye: Verbal: Motorik:
Skala Sedasi
Ramsay scale : ( ) R1 : cemas, gelisah
( ) R2 : kooperatif, tenang
( ) R3 : hanya berespon terhadap perintah
( ) R4 : respon cepat terhadap ketukan di dahi atau suara keras
( ) R5 : respon lambat terhadap ketukan di dahi atau suara keras
( ) R6 : tidak ada respon
Kekuatan otot :

Masalah Keperawatan: ..............................................................................


d. Sistem gastrointestinal
Distensi : ( ) tidak ( ) ya, lingkar perut : .....................cm
Asites : ( ) tidak ( ) ya
Lesi : ( ) tidak ( ) ya
Bising Usus : .............x/menit
Peristaltik : ( ) tidak ( ) ya, lama: ...................x/menit
Defekasi : ( ) tidak normal ( ) normal
Perkusi : ( ) tympani ( ) hipertympani
Hepar : ( ) membesar ( ) tidak
Limpa : ( ) membesar ( ) tidak
Kandung kemih : ( ) distensi ( ) tidak
Nyeri tekan : ( ) ya ( ) tidak
Regio

Masalah Keperawatan: ..............................................................................


e. Sistem perkemihan
Warna : ( ) bening ( ) kuning ( ) merah ( ) kecokelatan
Distensi : ( ) tidak ( ) ya
Penggunaan catheter urin : ( ) tidak ( ) ya
No. Catheter urin :.............................
Jumlah urin : ………………… cc/ jam
f. Obstetric dan ginekologi
Hamil : ( ) tidak ( ) ya HPHT:……………………..
Keluhan : ……………………………………………………………
Keterangan : ……………………………………………………………
Masalah Keperawatan : …………………………………………………...
g. Sistem hematologi
Perdarahan : ( ) gusi ( ) nasal ( ) pethecia ( ) ekimosis
Lainnya :
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Masalah Keperawatan: ..................................................................................
h. Sistem musculoskeletal & integument
Turgor kulit : ( ) tidak elastis( ) elastis
Terdapat luka : ( ) tidak ( ) ya,
Lokasi luka:..........................

Fraktur : ( ) tidak ( ) ya,


Lokasi fraktur :..........................................................................
Kesulitan bergerak : ( ) tidak ( ) ya
Penggunaan alat bantu : ( ) tidak ( ) ya, Nama alat: .....................
Edema :

Derajat pitting edema :...............................................


Lainnya :
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Masalah Keperawatan: ..................................................................................
i. Alat invasive yang digunakan
Drain/ WSD : ( ) tidak ( ) ya, Warna:......................
Jumlah:..................cc/jam
IV Line : ( ) tidak ( ) yaLokasi:......................
NGT : ( ) tidak ( ) ya, Warna:......................
Jumlah:..................cc/jam
Lainnya :
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Masalah Keperawatan : .................................................................................
5) Riwayat psikososial dan spiritual
Psikososial

( ) Tidak ada gangguan psikologi( ) Ada gangguan psikologi


Koping : ( ) menerima( ) menolak ( ) kehilangan ( ) mandiri
Afek : ( ) gelisah ( ) insomnia ( ) tegang ( ) depresi
HDR : ( ) emosional ( ) tidak berdaya ( ) rasa bersalah

Persepsi penyakit : ( ) menerima ( ) menolak


Hubungan keluarga harmonis : ( ) tidak ( √ ) ya
Spiritual
Kebiasaan keluarga/ pasien untuk mengatasi stres dari sisi spiritual:
Anak klien mengatakan ayahnya dalam mengatasi stress mereka sering
Berdoa bersama ataupun curhat pada anak-anak dan istri.
6) Risiko cedera/ jatuh
( ) tidak ( ) ya
Morse Fall Scale :

Kriteria Skor

Riwayat jatuh Ya : 25
kurang dari 3 Tidak : 0
bulan terakhir

Diagnosis lainnya Ya : 15
Tidak : 0

Bantuan berjalan Furnitur : 30


Crutch, walker : 15
Tidak tirah baring, dapat berjalan, bantuan
minimal : 0

IV line Ya : 20
Tidak : 0
Cara Berjalan Terganggu : 20
Lemah : 10
Normal : 0

Status Mental Lupa keterbatasan : 15


Mengetahui kemampuan diri : 0

TOTAL

Catatan :
0 – 24: resiko jauh ringan
25-50 : resiko jatuh sedang
>51: resiko jatuh tinggi
Kriteria Skor

Usia Lebih dari 80 tahun : 0


Lebih dari 60 tahun : 1
Kurang dari 60 tahun : 2

Riwayat jatuh Tidak pernah : 0


<1 bulan : 1
>1 bulan : 2
Pirawat sekarang : 3

Aktivitas Mandiri : 0
Dibantu sebagian : 1
Dibantu penuh : 2

Mobilitas Mandiri : 0
Dengan alat bantu berpindah : 1
Koordinasi/keseimbangan buruk : 2
Dibantu sebagian : 3
Dibantu penuh : 4

Defisit Sensori Kacamata bukan bifokal : 0


Kacamata bifokal : 1
Kacamata multifokal : 2
Gangguan pendengaran : 3
Katarak/Glukoma : 4
Tidak dapat melihat : 5

Kognisi Orientasi baik : 0


Kesulitan untuk mengerti perintah : 1
Gangguan memori : 2
Kebingungan : 3
Disorientasi : 4

Pola BAB/BAK Teratur : 0


Inkontinensia urin/feces : 1
Nokturia : 2
Urgensi frekuensi : 3

Pengobatan >4 jenis : 0


Anti hipertensi/ hipoglikemia/ antidepresan :
1
Sedasi/ psikotropika/narkotika : 2
Infus epidural/spinal : 3

Komorbiditas DM/Jantung/Stroke/ISK : 0
Gangguan saraf pusat/parkinson : 1
Paska bedah 0-24 jam : 2

TOTAL

7) Status fungsional
Aktivitas dan Mobilisasi : ( ) mandiri ( ) perlu bantuan
Alat bantu : .................................
Skala Ketergantungan : ( ) mandiri ( ) total care ( ) patial care
Skala Aktivitas : .................................
Keterangan:
SkalaAktivitas Keterangan

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain

Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain dan


peralatan

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau


berpartisipasi dalam perawatan

Risiko decubitus (Skala Norton)

Item Deskription Score

Keadaan Fisik Baik 4

Cukup 3

Buruk 2

Sangat Buruk 1

Kesadaran Compos Mentis 4

Apatis 3

Sopor 2

Stupor/ Koma 1

Aktivitas Mandiri 4

Dengan bantuan 3

Hanya bisa duduk 2

Berbaring 1

Mobilitas Bergerak bebas 4


Sedikit terbatas 3

Sangat terbatas 2

Tidak bisa bergerak 1

Inkoninensia Tidak ada 4

Kadang-kadang 3

Sering 2

Inkontinensia urin dan alvi 1

TOTAL

Catatan :
< 14 : Resiko tinggi
< 12 : Resiko sedang
>14 : Resiko rendah
8) Skala nyeri
Nyeri :
( ) Ya ( ) Tidak
( ) Nyeri akut Lokasi : ………. Durasi : ……….
( ) Nyeri kronis Lokasi : ………. Durasi : ……….
Score nyeri (0-10) : ……….
Nyeri hilang :
( ) Minumobat( ) Istirahat( ) Mendengarmusik ( ) UbahPosisi
( ) Lain-lain : ……….
Nyeri mempengaruhi :
( ) Tidur ( ) Aktivitas fisik ( ) Emosi ( ) Konsentrasi
( ) Nafsu makan ( ) Lainnya : ……….
Nyeri dengan pemasangan intubasi (Behaviour Pain Scale)

Item Deskription Score

Facial Expression Relax 1


Partially tightened 2

Fully tightened 3

Grimacing 4

Upper limb No movement 1

Partially bent 2

Fully bent wit finger flexion 3

Permanently retraction 4

Compliance with Toleranting movement 1


ventilator
Coughing but toleranting 2
vetilation for must of the
time

Fighting ventilator 3

Unable to control 4
ventilation

TOTAL

Catatan :
Tidak nyeri : 0
Nyeri ringan : 1-3
Nyeri sedang : 4-6
Nyeri berat : ≥ 7
9) Hasil pemeriksaan penunjang
Hasil laboratorium terbaru meliputi:
Elektrolit :
Analisa gas garah :
Hematologi :
Fungsi hati :
Fungsi ginjal :
Foto thoraks :
EKG :
CT Scan :
10) Terapi dan drug study
B. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS: Anak pasien Faktor Risiko: Kurang Risiko ketidakstabilan


mengatakan pasien tidak kepatuhan pada rencana kadar glukosa darah
sadarkan diri manajemen diabetic (mis.
Mematuhi rencana
DO: Klien tidak sadar,
tindakan)
tampak pucat,
berkeringat dingin

TD: 140/80 mmHg, RR:


20x/ menit, HR: 62x/
menit, T: 360C GDS: 40
mg/dL

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dengan faktor risiko: Kurang kepatuhan pada
rencana manajemen diabetic (mis. Mematuhi rencana tindakan)

D. PERENCANAAN

No Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


masalah

1. NOC: NIC:
- Blood glucose, Hiperglikemia manajemen
- Mengetahui
risk for unstable - Memantau kadar
kondisi kadar
- Diabetes self glukosa darah seperti gula terbaru
management yang ditunjukkan - Dapat
- Pantau tanda-tanda dan membantu
Kriteria hasil:
gejala hiperglikemia: dalam
- Penerimaan: polyuria, polydipsia, merencanakan
kondisi plofagia, lemah, tindakan
kesehatan kelesuan, malaise, pemulihan
- Kepatuhan mengaburkan visi, atau gula darah
perilaku: diet sakit kepala. - Mengetahui
sehat - Memantau abg, adanya
- Dapat elektrolit dan tingkat gangguan
mengontrol betahydroxybutyrate sehubungan
kadar glukosa - Memantau tekanan dengan
darah darah dan denyut nado elektrolit
- Dapat ortostatik seperti yang klien
mengontrol ditunjukkan - Data
stress - Mendorong asupan digunakan
- Dapat cairan oral untuk
memanajemen - Menjaga akses IV perencanaan
dan mencegah - Memberikan cairan IV selanjutnya
penyakit sesuai kebutuhan - Konsultasi
semakin parah - Mengelola kalium dengan dokter
- Tingkat seperti yang ditentukan dapat
pemahaman - Konsultasikan dengan membantu
untuk dan dokter jika tanda dan rencana
pencegahan gejala hiperglikemia pemulihan
komplikasi menetap atau dengan tepat
- Dapat memburuk. - Memenuhi
meningkatkan - Membantu ambulasi jika kebutuhan
istirahat hipotensi ortostatik cairan dan
- Mengontrol terjadi.
berat badan - Menyediakan kebersihan aktivitas klien
- Pemahaman mulut, jika perlu - Identifikasi
manajemen - Mengidentifikasi diperlukan
diabetes kemungkinan penyebab untuk
- Status nutrisi hiperglikemia mencegah
adekuat - Mengantisipasi situasi di terulangnya
- Olahraga teratur mana kebutuhan insulin kadar gula
akan meningkat darah yang
(misalnya, penyakit tidak
kambuhan) terkontrol
- Batasi latihan ketika
kadar glukosa darah
adalah > 250 mg/dL
terutama jika keton urin
terlihat
- Menginstruksikan orang
lain pasien dan
signifikan terhadap
pencegahan, pengenalan
manajemen, dan
hiperglikemia
- Mendorong pemantauan
diri kadar glukosa
pemantauan diri kadar
glukosa darah
- Tinjau catatn glukosa
darah dengan pasien
dan/ atau keluarga
- Instruksikan tes urin
keton yang sesuai
- Anjurkan pasien untuk
melaporkan tingkat urin
keton sedang atau tinggi
untuk kesehatan
professional
- Menginstruksikan pasien
untuk manajemen
diabetes selama sakit
termasuk penggunaan
insulin dan/ atau agen
oral, mulut, asupan
cairan pemantauan,
pengganti karbohidrat
dan kapan harus mencari
bantuan kesehatan
professional.
- Memberikan bantuan
dalam menyesuaikan
rejiman untuk mencegah
dan mengobati
hiperglikemia (misalnya
peningkatan insulin atau
agen oral)
- Uji kadar darah glukosa
anggota keluarga

E. IMPLEMENTASI

No Dx Kep Jam Implementasi Para Evaluasi


. f

1 Risiko 10:3 NIC: S: klien


ketidakstabila mengatakan
n kadar 0 Hiperglikemia manajemen merasa
glukosa darah - Memantau kadar pusing, makan
dengan faktor glukosa darah dan minum
risiko: Kurang seperti yang baik
kepatuhan ditunjukkan O: kesadaran
pada rencana - Pantau tanda-tanda composmentis
manajemen dan gejala BP: 122/62
diabetic (mis. hiperglikemia: mmHg, HR:
Mematuhi polyuria, 72x/ menit,
rencana polydipsia, RR: 21x/
tindakan) plofagia, lemah, menit, SPO2
kelesuan, malaise, 98%
mengaburkan visi, A: Risiko
atau sakit kepala. ketidakstabila
- Memantau abg, n gula darah
elektrolit dan tidak terjadi
tingkat P: teruskan
betahydroxybutyrat intervensi
e
- Memantau tekanan
darah dan denyut
nado ortostatik
seperti yang
ditunjukkan
- Mendorong asupan
cairan oral
- Menjaga akses IV
- Memberikan cairan
IV sesuai
kebutuhan
- Mengelola kalium
seperti yang
ditentukan
- Konsultasikan
dengan dokter jika
tanda dan gejala
hiperglikemia
menetap atau
memburuk.
- Membantu
ambulasi jika
hipotensi ortostatik
terjadi.
- Menyediakan
kebersihan mulut,
jika perlu
- Mengidentifikasi
kemungkinan
penyebab
hiperglikemia
- Mengantisipasi
situasi di mana
kebutuhan insulin
akan meningkat
(misalnya, penyakit
kambuhan)
- Batasi latihan
ketika kadar
glukosa darah
adalah > 250
mg/dL terutama
jika keton urin
terlihat
- Menginstruksikan
orang lain pasien
dan signifikan
terhadap
pencegahan,
pengenalan
manajemen, dan
hiperglikemia
- Mendorong
pemantauan diri
kadar glukosa
pemantauan diri
kadar glukosa
darah
- Tinjau catatn
glukosa darah
dengan pasien dan/
atau keluarga
- Instruksikan tes
urin keton yang
sesuai
- Anjurkan pasien
untuk melaporkan
tingkat urin keton
sedang atau tinggi
untuk kesehatan
professional
- Menginstruksikan
pasien untuk
manajemen
diabetes selama
sakit termasuk
penggunaan insulin
dan/ atau agen oral,
mulut, asupan
cairan pemantauan,
pengganti
karbohidrat dan
kapan harus
mencari bantuan
kesehatan
professional.
- Memberikan
bantuan dalam
menyesuaikan
rejiman untuk
mencegah dan
mengobati
hiperglikemia
(misalnya
peningkatan insulin
atau agen oral)
- Uji kadar darah
glukosa anggota
keluarga
BAB IV

PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari suatu proses keperawatan, kegiatan yang
dilakukan pada tahap tersebut adalah mengumpulkan data, seperti riwayat keperawatan,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan data sekunder. Tahap pengkajian harus dilakukan
dengan cermat dan teliti sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat
teridentifikasi (Nikmatul & Saiful, 2012). Pasien dengan DM mempunya data utama
yaitu glukosa darah sewaktu yang bisa menunjukkan adanya hipoglikemi atau
hiperglikemi.
Proses pengkajian asuhan komprehensif ini dilakuan pada pasien Ny. R dengan
diagnose medis diabetes mellitus saat masuk menjalani perawatan pada tanggal 4 Jnuari
2021. Pasien dirawat di ICU RS Tamiang Layang RSUD Tamiang Layang. Pelaksanaan
pengkajian mengacu pada teori asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
endokrin, mulai dari pengkajian identitas klien, pemeriksaan fisik dan tinjauan catatan
kesehatan (Mutaqqin, 2011) yang disesuaikan dengan keadaan pasien saat dilakukan
pengkajian. Acuan data pengkajian dapat berupa keluhan dari pasien, riwayat peyakit saat
ini, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik termasuk
pemeriksaan neurologis, pemeriksaan penunjang dan seterusnya.
Pada tinjauan kasus didapatkan data pasien klien tidak sadar, tampak pucat,
berkeringat dingin, TD: 140/80 mmHg, RR: 20x/ menit, HR: 62x/ menit, T: 36 0C GDS:
40 mg/dL. Klien ada riwayat DM sebelumnya.
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa Latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas terhadap insulin (Corwin, 2019).
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolism karbohidrat, protein, dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makrovaskular dan neurologis (Riyadi dan Sukarmin, 2018).
Menurut Wijaya & Putri, 2013 pemeriksaan penunjang diabete mellitus adalah:
1. Kadar glukosa (puasa > 140mg/dL, 2 jam PP >200mg/dL, random >200 mg/dL)
2. Aseton plasma: hasil (+) mencolok
3. Aseton lemak bebas: peningkatan lipid dan kolesterol
4. Osmolaritas serum (>330 osm/L)
5. Urinalisis: proteinuria, ketonuria, glukosuria
6. Apabila terdapat gejala diabetes mellitus (+) pada salah satu gula darah (puasa >
140mg/dL, 2 jam PP >200mg/dL, random >200 mg/dL). Tidak terdapat gejala
diabetes mellitus tetapi terdapat 2 hasil dari gula darah (puasa > 140mg/dL, 2 jam PP
>200mg/dL, random >200 mg/dL).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahapan ini merupakan pengumpulan data subjektif dan objektif dari pasien dan
keluarga pasien yang menunjukkan adanya masalah yang harus diatasi pada klien.
Setelah itu data dianalisa untuk dapat dibuat diagnose keperawatan.
Masalah Keperawatan Ny. R yaitu:
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dengan faktor risiko: Kurang kepatuhan pada
rencana manajemen diabetic (mis. Mematuhi rencana tindakan) yang diambil dari
NANDA NOC-NIC
C. INTERVENSI
Rencana asuhan keperawatan yang dibuat penulis disesuaikan dengan teori yang
ada berdasarkan kondisi klien. Rencana tindakan yang dibuat penulis adalah sesuai
dengan keperawatan kompeherensif (promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative) serta perencanaan disusun dengan unsur tindakan pengkajian
mandiri, kolaborasi dan pendidikan kesehatan (Dosen KMBI, 2016).
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah komponen dari proses keperawatan, dimana proses ini
dilakukan untuk mencapai tujuan dari asuhan keperawatan (Potter dalam Rahman, 2013).
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang terdiri dari evaluasi
formatif, yaitu evaluasi yang menghasilkan informasi untuk umpan balik selama program
berlangsung. Evaluasi dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi
tentang efektivitas pengambilan keputusan langsung (Smeltzer dalam Rohana, 2014).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Pengkajian dilakukan pada Ny. R pada tanggal 4 januari 2020, selama proses
pengkajian penulis tidak mendapatkan hambatan apapun, keluarga klien kooperatif
dan dapat diajak bekerja sama dalam melaksanakan asuhan keperawatan
2. Analisa data dilakuakn berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan dan
mendukung untuk penegakan diagnose keperawatan
3. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa data, didapatkan diagnose keperawatan
pada Ny. R, yaitu: Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dengan faktor risiko:
Kurang kepatuhan pada rencana manajemen diabetic (mis. Mematuhi rencana
tindakan)
4. Pada tahapan intervensi maupun implementasi, keluarga klien bekerja sama dengan
baik, dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Ny. R
5. Evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan intervensi, dari kedua diagnose keperawatan
maslah belum dapat diatasi, sehingga penulis merencanakan untuk meneruskan
intervensi yang ada.
B. SARAN
1. Bagi klien dan keluarga
Klien dan keluarga dapat terus meningkatkan kerjasama yang baik dengan pihak
tenaga kesehatan, dalam upaya untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien
Ny. R
2. Rumah sakit
Rumah sakit dapat meningkatkan perawatan yang disesuaikan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi terkini. Mempertahankan asuhan
keperawatan yang diberikan mencakup asuhan keperawatan yang
komprehensif (melibatkan berbagai disiplin ilmu kesehatan), kolaborasi
dengan disiplin ilmu kesehatan lain serta melibatkan keluarga dalam
merawat pasien diabetes mellitus
3. Institusi pendidikan
Institusi pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan telah membekali
mahasiswa sebelum melakukan praktik dengan ilmu pengkajian fisik.
Namun diharapakan, kiranya pengkajian fisik tersebut juga dapat di
fokuskan pada pengkajian sistem endokrin, di bahan dan alat yang digunakan
telah ada di laboratorium
4. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat lebih berperan aktif dalam pemberian asuhan
keperawatan terhadap klien. Meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa keperawatan yang disesuaikan dengan
perkembangan illmu dan teknologi terkini. Mahasiswa dapat membekali
dirinya dengan memanfaatkan alat atau bahan yang telah tersedia untuk
melakukan pengkajian sistem endokrin.

Anda mungkin juga menyukai