Anda di halaman 1dari 48

16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Asuhan Keperawatan dalam Penyembuhan Luka Gangren


pada Penderita DM di RSUD Dr. Pirngadi Medan

2.1.1 Defenisi Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/ pasien di

berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah

Keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,

bersifat humanistik (Barbara, 1995).

2.1.2 Peran Perawat

Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas

perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang

diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan

tanggung jawab keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik

profesional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri demi untuk

kejelasan.

Pada peran ini perawat diharapkan mampu :

a. Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau

masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang

bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.

b. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus

memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan dari klien.

16

Universitas Sumatera Utara


17

c. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis

keperawatan mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis.

(Sukarmin, 2008).

2.1.3 Tugas Perawat

a. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga menginterpretasikan

informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi

lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform consent) atas

tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.

b. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien

yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas

kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak

dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak

klien dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

2.1.4 Kepatuhan

1. Defenisi

Kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan

perilaku yang disarankan dokter atau oleh yang lainnya (Bart, 1994).

Sackett (1976) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai "sejauh mana

perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional

kesehatan (Niven, 2002).

2. Faktor-faktor yang Mendukung Kepatuhan Pasien

Menurut Feverstein (1986) dalam buku psikologi kesehatan karangan Niel

Niven (2002) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mendukung kepatuhan

Universitas Sumatera Utara


18

terdiri dari 5 elemen, yaitu: 1) Pendidikan, 2) Akomodasi, 3) Modifikasi faktor

lingkungan dan sosial, 4) Perubahan model terapi, 5) Meningkatkan interaksi

professional kesehatan dengan pasien (Niven, 2002).

3. Hubungan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus terhadap Kepatuhan

Menjalani Program Diet

Defenisi kepatuhan dalam menjalani program diet adalah ketaatan pasien

DM untuk melakukan diet sesuai dengan ketentuan yang diberikan professional

kesehatan. Menurut Dimatteo (1984) cara meningkatkan kepatuhan diantaranya

melalui perilaku sehat dan pengontrolan perilaku dengan faktor kognitif,

dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang

lain, teman, waktu dan uang merupakan faktor yang penting dari kepatuhan dalam

program-program medis, dan dukungan dari professional kesehatan.

Seharusnya pada pasien yang menderita DM menghindari makanan yang

banyak mengandung gula dan makanan yang mempunyai lemak tinggi. Namun

karena berbagai alasan misalnya pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien DM

dalam program diet. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan dari pemberian diet tidak

tercapai (Niven, 2002).

Faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan pasien DM dalam

menjalankan program diet (Bimantaro, 2011)

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia. Ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu Pengetahuan pada

dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan. Pengetahuan

Universitas Sumatera Utara


19

tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman

orang lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bart (1994) dapat

dikatakan bahwa perilaku yang dilakukan atas dasar pengetahuan akan lebih

bertahan dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi

pengetahuan sangat dibutuhkan agar pasien DM dapat mengetahui mengapa

mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku pasien DM dapat lebih

mudah untuk diubah kearah yang lebih baik. Sebenarnya 95% kesembuhan pasien

diabetes tergantung pada si pasien sendiri. Apakah mereka mengenali atau

memahami, karena semakin banyak pemahaman mereka mengenai diabetes, maka

keberhasilan dalam mengontrol gula darah akan tercapai dan mengetahui dari

berbagai komplikasi, dan juga mematuhi diet diabetes yang dianjurkan (Vitaheath,

2007)

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Dengan

perkataan lain dapat dikatakan bahwa sikap adalah tanggapan atau persepsi

seseorang terhadap apa yang diketahuinya. Terkena diabetes terkadang membuat

seseorang cemas, panik dan takut. Adanya diabetes terkadang merubah sikap

seseorang menjadi lebih patuh dalam mengkonsumsi diet. Sikap seseorang untuk

mematuhi diet yang dianjurkan merupakan cara ataupun tindakan yang tepat

untuk mengurangi risiko munculnya gejala-gejala yang dapat memperburuk

keadaan si penderita.

Universitas Sumatera Utara


20

Dengan semakin baiknya sikap seseorang terhadap kepatuhan diet yang

dianjurkan, maka pencegahan akan timbulnya gejala diabetes dapat dilakukan,

sehingga para keadaan penderita diabetes akan semakin baik (Soegondo, 2008).

3. Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan adalah realisasi dari pengetahuan

dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon

seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka. Respon terhadap

stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan yang dengan mudah diamati

atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003). Tindakan atau cara yang perlu

diperhatikan dalam kepatuhan diet diabetes mellitus ini adalah dengan menganut

pola makan 3 J, yaitu: jumlah dihabiskan, jadwal diikuti, jenis dipatuhi.

Derajat ketidakpatuhan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: 1)

Kompleksitas prosedur pengobatan, 2) Derajat perubahan gaya hidup yang

dibutuhkan, 3) Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi nasihat tersebut, 4)

Apakah penyakit tersebut benar-benar rnenyakitkan, 5) Apakah pengobatan

tersebut terlihat berpotensi menyelamatkan hidup, 6) Keparahan penyakit yang

dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan professional kesehatan (Niven, 2002).

4. Mengurangi Ketidakpatuhan

Menurut (Hartono, 2005) mengusulkan 5 titik rencana untuk mengatasi

ketidakpatuhan pasien, yaitu :

a) Satu syarat untuk semua rencana menumbuhkan kepatuhan adalah

mengembangkan tujuan kepatuhan.

b) Perilaku sehat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena itu perlu

Universitas Sumatera Utara


21

dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku,

tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut.

c) Pengontrolan perilaku sering kali tidak cukup untuk mengubah perilaku itu

sendiri.

d) Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga

yang lain, teman, waktu, dan uang merupakan faktor-faktor penting dalam

kepatuhan terhadap program-program.

e) Dukungan dari profesional kesehatan merupakan faktor lain yang dapat

memengaruhi perilaku kepatuhan (Niven, 2002).

2.1.5 Diet Diabetes Mellitus

1. Defenisi Diet

Diet adalah kunci utama penurunan berat badan. Diet rendah kalori dan

tinggi serat perlu diupayakan, disamping pembakaran yang teratur melalui

olahraga setiap hari (Tandra, 2008).

Kunci diet diabetes adalah memilih karbohidrat yang aman dan kurangi

mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat kompleks seperti gula

tepung halus, roti manis, biskuit, permen, sirup, dan makanan ringan, dan dapat

diganti dengan makanan lengkap (yaitu buah, sayuran, kacang biji, dan makanan

lainnya yang belum diproses) yang efektif memperbaiki resistensi

insulin (Vitaheath, 2006).

2. Prinsip, Tujuan Diet

Prinsip pemberian makanan bagi penderita Diabetes adalah mengurangi

dan mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi konsumsi

Universitas Sumatera Utara


22

karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan gula darah.

Tujuan utama dari diet adalah mengendalikan kadar gula darah agar tetap

berada di antara nilai-nilai normal, yaitu yang terletak antara nilai 60 mg%-130

mg%. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi. Gizi

yang baik adalah mengandung Karbohidrat 45-60%, Protein 10-20% dan Lemak

20-25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress

akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan

idaman. Dalam penentuan status gizi dipakai Body mass index (BMI) = Indeks

massa tubuh (Parkeni, 2002).

BB (kg)
BMI =
TB2 (cm)

Klasifikasi IMT : - Berat badan kurang < 18,5

- Berat badan normal 18,6-22,9

- Berat badan lebih ≥ 23


* Obesitas 25,0-29,9

* ObesitasI 30,0-34,9

* Obesitas II 35,0-39,9

* Obesitas III
23

Berat badan lebih = 110-120% BB idaman

Gemuk = > 120% idaman

Jumlah kalori yang diperlukan di hitung dari berat badan idaman dikali kebutuhan

kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita)

kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas 10-30% untuk atlet

dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi sesuai dengan kalori yang dikeluarkan

dalam kegiatannya. Untuk pasien DM yang mengidap pola penyakit lain, pola

pengaturan makanan disesuaikan dengan penyakit penyertanya, perlu diingatkan

bahwa pengaturan makan pasien DM tidak berbeda dengan pasien normal, kecuali

jumlah kalori dan waktu makan terjadwal untuk kelompok sosial ekonomi rendah,

makan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil

yang baik, jumlah kandungan kolesterol (300 mg/hari) diusahakan lemak diambil

dari sumber asam lemak tak jenuh, dan menghindari lemak jenuh, jumlah

kandungan serat ± 259/hari, diutamakan serat larut garam, garam secukupnya.

Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan

mengkonsumsi garam seperti pasien sehat, kecuali bila mengalami hipertensi

harus mengurangi konsumsi garam, pemanis buatan dapat dipakai secukupnya,

gula sebagai bumbu masakan masih diizinkan pada keadaan glukosa terkendali,

masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori

(Pranadji, 2006).

3. Standar Diet Diabetes Mellitus

Waktu senggang yang bak bagi penderita diabetes mellitus antara selang

makan pertama dengan cemilan berikutnya adalah 3 jam. Anjuran makan garam

Universitas Sumatera Utara


24

dapur yang boleh diikuti oleh seorang penderita DM adalah 1 sendoh teh perhari.

Sedangkan untuk waktu pemberian insulin, sebaiknya disuntikkan ½ jam sebelum

makan.

Sebenarnya tidak ada formula diet khusus bagi penderita diabetes. Hal

terpenting adalah harus mengenal dahulu apa itu makanan yang merupakan

sumber karbohidrat, protein, lemak, dan serat, buah bervariasi dan atur makanan

tersebut setiap harinya. Sebaiknya diabetes mengkonsumsi sedikit karbohidrat dan

lemak, tinggi protein dan serat, serta kurangi makanan yang manis dan hewani.

Semua tergantung jumlah kadar glukosa darah (Tandra, 2008).

Standar diet Diabetes Mellitus adalah pola makan sehari dalam satuan

penukar sesuai dengan kebutuhan kalori sehari. Standar diet berikut

dikelompokkan menjadi 1100, 1300, 1500, 1700, 1900, 2100, 2300, 2500 kalor

berdasarkan berat badan normal.

Tabel 2.1 Standar Diet Diabetes Mellitus

Diet Energi Karbohidra Hewani Nabati Sayuran Buah Minyak


(Kalori) t (Penukar) (Penukar) (Penukar) (Penukar)
1300 kal
Makan
Pagi 300 1 1 - 1 - 1
Selingan 50 - - - - 1 -
Siang 500 1 1 1 1 1 2
Selingan 50 - - - - 1 -
Malam 425 1 1 1 1 1 1
1500 kal
Makan
Pagi 337 1 1 ½ 1 - 1
Selingan 50 - - - - 1 -
Siang 675 2 1 1 1 1 2
Selingan 50 - - - - 1 -
Malam 425 1 1 1 1 1 1

Universitas Sumatera Utara


25

Tabel 2.1 (Lanjutan)


Diet Energi Karbohidrat Hewani Nabati Sayuran Buah Minyak
(Kalori) (Penukar) (Penukar) (Penukar) (Penukar)
1700 kal
Makan
Pagi 337 1 1 ½ 1 - 1
Selingan 50 - - - - 1 -
Siang 675 2 1 1 1 1 2
Selingan 50 - - - - 1 -
Malam 600 2 1 1 1 1 2
1900 kal
Makan
Pagi 475 1½ 1 ½ 1 - 2
Selingan 50 - - - - 1 -
Siang 675 2 1 1 1 1 2
Selingan 50 - - - 1 1 -
Malam 650 2 1 1 1 1 2
2100 kal
Makan
Pagi 512 1½ 1 1 1 - 2
Selingan 50 - - - - 1 -
Siang 812 2½ 1 1 1 1 3
Selingan 50 - - - - 1 -
Malam 650 2½ 1 1 1 1 2
2300 kal
Makan
Pagi 587 1½ 1 1 1 - 2
Selingan 50 - - - - 1 -
Siang 900 3 1 1 1 1 3
Selingan 50 - - - - 1 -
Malam 737 2½ 1 1 1 1 2
Sumber : Tandra, 2008

Keterangan :

 Untuk standar diabetes 2300 kalori ada penambahan 1 gelas susu

 Makan pagi dan sore jenis lauk hewan, protein hewani lemak rendah

 Makan siang jenis lauk hewan, protein hewani lemak sedang

Makanan akan menaikkan glukosa darah. Satu sampai dua jam setelah

makan, glukosa darah mencapai angka paling tinggi. Berapa banyak makanan dan

kapan anda makan akan menentukan kadar glukosa darah anda. Kadar gula darah

pada penderita diabetes dua jam setelah makan adalah 120-160 mg/dl. Usahakan

Universitas Sumatera Utara


26

makan secara teratur setiap hari dan atur jenis, jumlah, dan jadwalnya. Dengan

demikian anda bisa memperkirakan kapan dan bagaimana glukosa darah anda

naik atau turun (Tandra, 2008).

Adapun komposisi makanan yang dianjurkan adalah :

1. Karbohidrat

a. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi

b. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam

sehari

2. Lemak

a. Ada 3 macam jenis lemak yaitu lemak jenuh, lemak tidak jenuh dan lemak

tidak jenuh berantai jamak

b. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah makanan yang banyak

mengandung lemak jenuh antara lain daging berlemak, keju, margarin,

minyak, saus, dan susu

c. Lemak tidak jenuh terdapat dalam minyak jagung, minyak kacang, avokad

dan ikan. Lemak tidak jenuh lebih sehat dari lemak jenuh karena lemak

jenuh mengandung banyak kolesterol yang tidak baik untuk jantung dan

pembuluh darah.

3. Buah dan Sayur

a. Semua buah boleh dimakan tetapi pilihlah buah-buahan yang tidak

mengandung kadar gula yang terlalu tinggi dan dalam porsi yang sedikit.

Sayur-sayuran harus dikonsumsi karena semua sayuran mengandung kadar

glukosa yang rendah.

Universitas Sumatera Utara


27

4. Protein

a. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, cumi-cumi, udang),

daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, kacang-kacangan; tahu, dan tempe.

5. Natrium

a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran

untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 1 sendok teh garam dapur

6. Serat

a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan untuk

mengkonsumsi makanan yang cukup serat seperti kacang-kacangan, buah,

dan sayur-sayuran (Soegondo, 2008)

Tabel 2.2 Daftar Makanan Dalam Satuan Penukar

No. Bahan Makanan Jenis Ukuran rumah Berat


tangga
1. Sumber Makanan - Nasi ¾ gelas 100 gram
- Mie gelas 1 gelas 50 gram
- roti putih 3 potong 70 gram
1 potong 400 gram
2. Sumber Protein - ikan 1 potong 50 gram
gembung
Hewani - telur ayam 1 butir 35 gram
daging 1 potong
sapi
3. Sumber Protein - tempe 2 potong 50 gram
Nabati - tahu 2 potong 110 gram
- kacang 2 sdm 15 gram
tanah
4. Sumber sayuran - tomat 3 buah 25 gram
- timun 2 buah 25 gram
- kol 1 buah 25 gram
- pari 1 buah 25 gram

Universitas Sumatera Utara


28

Tabel 2.2 (Lanjutan)

No. Bahan Makanan Jenis Ukuran rumah Berat


tangga
5. Sumber buah - apel 1 buah 85 gram
- jambu biji ½ buah 100 gram
- semangka 2 potong 180 gram
- jeruk 1 buah 110 gram
manis
6. Sumber minyak - minyak 1-2 sdt 5 gram
dan garam - garam 1 sdt 7 gram
Sumber : Soegondo, 2008

Tabel 2.3 Menu DM 1700 Kalori di Rumah Sakit

Waktu Makanan Kebutuhan Contoh menu


penukar bahan
08.00 Pagi Roti 2 iris Roti panggang
Selai kacang 1 sdm Selai kacang
Telur 1 btr Telur rebus
Pisang 1 buah
10.00 Siang Nasi 1 ½ gelas Nasi
Udang 5 ekor Oseng-oseng
Tahu 1 potong Udang, tahu, cabe ijo
Minyak 1 sdm
Sayuran 1 gelas Urap sayuran
Kelapa 5 sdm
Jeruk 1 buah Jeruk
Duku 16 buah Duku
16.00 Malam Nasi 1 ½ gelas Nasi
Ayam 1 potong Sop ayam + k.merah
Kacang merah 2 sdm
Sayuran 1 gelas Tumis sayuran
Minyak ½ gelas
Apel Malang 1 buah Apel
Sumber : (Pranadji, 2006).

Hambatan Menu yang disajikan (Boy, 2015).

1. Pengetahuan

Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat

mempengaruhi pola konsumsi makan.

Universitas Sumatera Utara


29

2. Prasangka

Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi tinggi

dapat mempengaruhi gizi seseorang.

3. Kebiasaan

Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan

tertentu dapat mempengaruhi status gizi.

4. Kesukaan

Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat

mengakibatkan kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperoleh

zat-zat yang dibutuhkan secara cukup.

5. Ekonomi

Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi karena

penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit.

Pola contoh menu yang dapat diikuti oleh pasien baik di rumah maupun di rumah

sakit menurut penulis antara lain agar pasien memenuhi diet dan dapat dipatuhi

sebagai berikut :

Tabel 2.4 Menu DM 1700 Kalori

Makan pagi :
Nasi putih 1,25 unit
1 gls susu skim 75 unit
Sebutir telur ayam 25 unit
Makan siang :
Nasi putih 1,25 unit
Daging cah kembang kol 3,00 unit
Sayur bening bayam 0,25 unit
Pisang barangan 0,50 unit
Makan malam :
Nasi, sayur, daging, ikan goreng, gado-gado 3,75 unit
1 gls jus tomat 25 unit

Universitas Sumatera Utara


30

Sumber : Fransiska (2000)

1. Pasien langsung

Peningkatan pemahaman pasien akan pencegahan dan penyesuaian keadaan

penyakit secara psikologis serta kualitas yang lebih baik dalam mengatasi

masalah yang sedang dihadapinya.

2. Dukungan keluarga

Untuk mendapatkan interaksi dari keluarga bahwa dicintai dan diperhatikan

secara fisik psikologis dari pasangan hidup, orang tua pasien, saudara, anak,

kerabat, teman, rekan kerja, staf medis dan masyarakat.

3. Dukungan pelayanan kesehatan

a. Preventif (pencegahan),

b. Promotif (peningkatan kesehatan),

c. Kuratif (pengobatan),

d. Rehabilitatif (pemulihan).

Menurut Syahbudin (2002), penyuluhan dibedakan sebagai berikut:

1. Penyuluhan untuk Pencegahan Primer

Penyuluhan pencegahan primer perlu dilakukan pada masyarakat untuk

meningkatkan kepeduliannya (awareness) bahwa diabetes merupakan sutu

problem kesehatan masyarakat dan dapat dicegah dengan mengontrol kegemukan

dan meningkatkan kegiatan jasmani, terutama pada individu dengan risiko tinggi.

Perencanaan kebijaksanaan bidang kesehatan harus mengerti implikasi sosio-

ekonomik penyakit ini dan betapa vitalnya kedudukan penyuluhan dan edukasi

dalam penatalaksanaan diabetes, agar kemudian dapat dimotivasi untuk

Universitas Sumatera Utara


31

meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan bagi pasien diabetes. Pada

penyuluhan tingkat primer ini yang menjadi sasaran adalah orang sehat yang

belum terdiagnosa diabetes, tetapi berisiko tinggi untuk terkena diabetes, misalnya

anak-anak penderita diabetes dan sebagainya. Adapun materi penyuluhan yang

perlu disampaikan pada mereka adalah megenai faktor-faktor yang berpengaruh

pada timbulnya diabetes dan usaha untuk mengurangi faktor risiko tersebut.

2. Penyuluhan untuk Pencegahan Sekunder

Penyuluhan untuk pencegahan sekunder perlu diberikan pada mereka yang

baru terdiagnosa diabetes. Kelompok pasien diabetes ini masih sangat perlu diberi

pengertian mengenai penyakit diabetes supaya, mereka dapat mengendalikan

penyakitnya mengontrol gula darah, mengantur makanan dan melakukan aktifitas

olah raga sesuai dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya pasien akan

merasa nyaman karena bisa mengendalikan gula darahnya. Materi penyuluhan

pada tingkat pertama adalah:

 Diabetes : Apakah itu diabetes mellitus.

 Penatalaksanaan diabetes secara umum.

 Obat-obat untuk mengontrol glukosa darah (tablet dan insulin).

 Perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar.

 Diabetes dan kegiatan jasmani (olah raga).

 Materi penyuluhan pada tingkat lanjutan adalah:

 Mengenal dan mencegah komplikasi akut diabetes.

 Pengetahuan mengenai komplikasi kronik diabetes.

 Penatalaksanaan diabetes selama menderita penyakit lain.

Universitas Sumatera Utara


32

 Pemeliharaan kaki diabetes.

3. Penyuluhan untuk Pencegahan Tersier

Pada penyuluhan untuk pencegahan tersier subyek yang menjadi sasaran

adalah mereka yang sudah mengalami komplikasi. Jadi dalam hal ini yang sangat

perlu disuluhkan pada pasien adalah :

 Maksud, tujuan dan cara pengobatan pada komplikasi kronik diabetes.

 Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan.

 Kesabaran dan ketaqwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan

keadaan hidup dengan komplikasi kronik.

Dalam hal pengobatan pasien yang sudah mengalami komplikasi kronik,

untuk mencapai tujuan pengobatan pasien harus bekerja sama dengan suatu tim

yang akan membantunya dalam proses pengobatan sehingga tujuan

pengobatannya dapat tercapai. Manajemen dilakukan oleh tim multi disiplin yang

merupakan kelompok dari beberapa disiplin yang mempunyai tujuan yang sama

dalam bidang kesehatan/diabetes. Tim ini terdiri dari dokter, perawat

mahir/khusus diabetes dan ahli diet. Setiap anggota tim bertanggung jawab atas

pendapatannya dan keputusannya dalam bidang masing-masing demi tercapainya

tujuan pengobatan pasien.

2.1.6 Latihan Jasmani

Selain memperhatikan pola makan sehari-hari, penderita harus melakukan

olahraga fisik. Pada prinsipnya, olahraga bagi penderita diabetes tidak berbeda

dengan olahraga untuk pasien sehat. Olahraga fisik itu terutama untuk membakar

kalori tubuh sehingga glukosa dalam darah bisa terpakai untuk energi. Dengan

Universitas Sumatera Utara


33

demikian kadar gula bisa menjadi turun.

Menyembuhkan secara alamiah lebih baik dalam pengobatan diabetes.

Obat baru digunakan jika penurunan gula darah secara alamiah sangat sulit

dilakukan, sehingga dikuatirkan menimbulkan macam-macam komplikasi.

Diabetesi perlu memeriksa kadar gula darahnya sebelum melakukan

olahraga. Olahraga fisik tidak boleh dilakukan bila kadar gula lebih dari 250

mg/dl. Bila kadar gula darah kurang dari 100 mg/dL sebaiknya mengkonsumsi

makanan kecil sebelum melakukan olahraga fisik (Fransiska, 2000).

Frekuensi berolahraga bagi penderita diabetes adalah 3-5 kali seminggu

(1500 menit) dengan intensitas yang dianjurkan sebesar 40-70% (ringan sampai

sedang). Cara menentukan intensitas adalah pertama-tama menentukan denyut

nadi maksimal dengan rumus : 220. Lalu hitung intensitas yang diinginkan yang

disebut denyut nadi sasaran. Misalnya seorang pasien berumur 50 tahun dengan

intensitas 50% artinya 0,50 x (220-50) = 85 kali/menit. Cara yang sederhana

menilai intensitas yang sesuai adalah bila tak sanggup lagi berbicara saat

berolahraga berarti olahraga fisik yang dilakukan terlalu berat. Durasi yang

dianjurkan adalah 30-60 menit. Untuk penderita diabetes yang berbadan gemuk,

durasinya bisa ditambah, misalnya menjadi 90 menit. Dengan penambahan lama

latihan, tidak hanya gula darah yang berkurang, tetapi lemak tubuh pun ikut

terbakar.

Universitas Sumatera Utara


34

Tabel 2.5 Denyut Nadi yang Harus Dicapai Per Menit

Denyut Nadi yang Harus Dicapai Per Menit


Usia (Tahun) Denyut Nadi
30 136-165
35 135-160
40 128-155
45 124-150
50 119-145
55 115-140
60 111-135
65 107-130
70 101-120
Sumber : Fransiska, 2000

Jenis olahraga fisik yang paling aman dan tepat adalah olahraga aerobik

seperti berjalan, bersepeda, berenang, dan senam kelompok. Sedangkan bagi usia

lanjut disarankan menggunakan sepeda statis.

Olahraga teratur dan berkesinambungan adalah latihan jasmani yang

dilakukan terus menerus sepanjang hidup sesuai kemampuannya. Olahraga yang

terkendali adalah olahraga yang dilakukan bila kondisi kesehatan terkontrol

dengan baik. Sebaiknya dipilih waktu yang tepat, karena panas matahari bisa

membakar kalori lebih banyak. Ini berbahaya karena bisa menyebabkan terjadinya

hipoglikemia, atau penurunan gula darah secara drastis, terutama bagi penderita

yang menggunakan insulin harus berhati-hati dalam berolahraga. Harus

diperhatikan waktu puncak kerja insulin yang disuntikkan. Jangan sampai saat

puncak insulin bekerja, penderita melakukan olahraga. Saat itu kadar gula darah

akan banyak turun. Jika ditambah latihan, akan membuat gula darah turun drastis,

sehingga penderita bisa mengalami hipoglikemia.

Universitas Sumatera Utara


35

Biasanya berdasarkan kondisi penderita, dokter menentukan jenis insulin

yang diberikan.

Latihan beban juga dianjurkan untuk penderita memelihara kadar gula,

juga akan memelihara kadar gula, juga akan memelihara masa otot penderita

sehingga tetap kokoh. Khusus diabetes yang parah, misalnya saraf kakinya sudah

terganggu, pilih olahraga ringan dan tidak terlalu banyak benturannya, misalnya

bersepeda, itupun harus dilakukan dengan hati-hati, terutama kalau sudah sampai

terjadi retinopati, karena terjadinya perdarahan sangat besar.

Pilihannya memang agak sulit, kita harus bekerja secara inter-disipliner.

Jadi yang dianjurkan berolahraga hanya mereka yang betul-betul tidak masih

aktif, tidak memiliki keterbatasan pada saraf, radang sendi dan keterbatasan

lainnya. Dalam melakukan olahraga, ada beberapa hal gula darah penderita saat

melakukan olahraga 300 mg/dl. Jika lebih dari itu dikuatirkan terjadi ketosis

(kelebihan keton dalam jaringan). Penderita dengan kadar gula yang terlalu rendah

pun dilarang melakukan olahraga karena dikuatirkan terjadi hipoglikemia

(Sitanggang, 2007).

Penderita diabetes sebaiknya berbekal makanan atau minuman yang

manis-manis, boleh permen, roti isi selai, teh manis atau manisan manis lainnya.,

Langsung saja makan atau minum bekal itu secukupnya. Juga bila bila keringat

dingin sudah mulai mengucur menunjukkan gula darah tubuh sudah menurun.

Olahraga secara teratur, berkesinambungan dan terukur akan memperbaiki

tingkat kesehatan secara umum sehingga seluruh organ tubuh akan berfungsi baik.

Terukur berarti sesuai kondisi dan kemampuan dan tidak dipaksa. Ini sangat

Universitas Sumatera Utara


36

penting karena tidak semua diabetes dapat melakukan olahraga tanpa risiko.

Hanya penderita diabetes mellitus dan tidak tergantung suntikan insulin yaitu

penderita yang masih pada stadium ringan atau sedang yang dapat melakukannya

dengan aman. Apabila penyakit yang diderita sudah disertai komplikasi seperti

penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, atau disertai umur maka harus

berkonsultasi ke dokter terlebih dahulu.

Olahraga fisik yang dianjurkan sebagai berikut : (Soedjono, 2000).

• Terus menerus selama 50-60 menit, tanpa berhenti.

• Berirama dan teratur seperti jalan kaki, lari dsb.

• Cepat dan lambat bergantian tanpa berhenti.

• Dilakukan secara bertahap dengan beban latihan di tingkatkan perlahan-lahan.

• Latihan ketahanan, untuk meningkatkan kesegaran jantung dan pembuluh

darah bagi diabetes olahraga yang teratur dan terukur akan mendapatkan

keuntungan sebagai berikut :

• Mempermudah glukosa menembus membran sel sehingga lebih mudah masuk

ke dalam sel-sel tubuh yang membutuhkan.

• Menimbulkan efek-efek insulin pada tubuh sehingga pendistribusian glukosa

ke otot-otot yang memerlukan bisa berjalan semakin efektif.

• Secara umum dapat memperkecil risiko terkena serangan jantung koroner.

2.1.7 Olahraga Fisik Senam Kaki pada Pasien Luka Gangren

Senam kaki dilakukan pada posisi berdiri, duduk dan tidur manfaatnya :

• Membantu memperbaiki peredaran darah yang terganggu dan memperkuat

otot-otot kaki, otot betis dan paha

Universitas Sumatera Utara


37

• Mengatasi adanya keterbatasan gerak sendi

• Mencegah terjadinya kelainan bentuk pada kaki

Gerakan senam kaki diabetes yang dapat dilakukan oleh pasien DM secara teratur

dengan sendiri atau bersama-sama :

1 Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk tegak diatas

bangku dengan kaki menyentuh lantai.

2. Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas

lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 5 kali.

3. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat ujung telapak kaki

ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki

diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan

secara bergantian dan diulangi sebanyak 5 kali.

4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat

gerakan memutar ke arah samping dengan pergerakan pada pergelangan kaki

Universitas Sumatera Utara


38

sebanyak 5 kali. Lalu turunkan kembali ke lantai dan gerakkan ke tengah.

5. Jari-jari kaki diletakkan di lantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar

dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 5 kali.

6. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakkan jari-jari ke depan

turunkan kembali secara bergantian ke kiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 5

kali.

7. Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan

gerakkan ujung jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali kelantai.

8. Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke- 8, namun gunakan

kedua kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 5 kali.

Universitas Sumatera Utara


39

9. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakkan

pergelangan kaki ke depan dan ke belakang.

10. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki ,

tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 9 lakukan secara

bergantian

11. Letakkan sehelai koran di lantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola

dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu dan dilicinkan kembali

menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini

dilakukan hanya sekali saja (Fransiska, 2000).

 Robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.

 Sebagian koran disobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki

 Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu

letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh

 Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola.

Universitas Sumatera Utara


40

2.2 Konsep Dasar Perawatan Luka

Konsep dasar perawatan luka menurut Dealey (2008) sebagai berikut:

1. Luka kaki merupakan kejadian luka yang tersering pada pasien diabetes,

termasuk pada pasien dengan diabetes.

2. Ada banyak alasan mengapa pasien dengan diabetes berisiko tinggi terhadap

kejadian luka kaki, diantaranya adalah :

a. Diakibatkan kaki yang sulit bergerak, terutama jika wanita tersebut obesitas

atau neuropati sensorik sehingga tidak sadar kakinya terluka, atau

b. Iskemia terutama jika wanita tersebut adalah perokok sehingga proses

penyembuhan terhambat akibat konstriksi pembuluh darah.

3. Adanya gangguan sistem imunitas pada pasien diabetes menyebabkan luka

kaki mudah terinfeksi dan menjadi gangren, sehingga makin sulit dalam

perawatannya, serta berisiko terhadap tindakan amputasi.

4. Melalui penanganan yang profesional terhadap luka diabetes, baik pencegahan

dan perawatannya diharapkan amputasi pada pasien diabetes dapat diturunkan.

5. Manajemen pada pasien dengan luka diabetes dilakukan secara terintegrasi

antar tim kesehatan, pasien dan keluarga secara komprehensif.

2.3 Pengertian Luka Kaki Diabetik

Berikut ini diuraikan mengenai beberapa istilah dan penelusuran yang

berkaitan dengan masalah luka kaki diabetes (Pradana, 2010).

1. Luka kaki diabetik, dikenal juga dengan istilah lain, seperti luka diabetes,

luka neuropati, diabetik foot ulcers.

Universitas Sumatera Utara


41

2. Luka diabetik atau diabetik foot ulcers sering juga disebut sebagai ulkus

neurotrophik, trophik, perforasi atau malperforans. (Hal ini disebabkan

karena adanya gangguan perfusi, kerentanan terhadap infeksi, neuropati,

abnormalitas biokimia, terjadinya trauma yang berulang atau terus-

menerus).

3. Luka diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik yang

melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Smith, 2000).

2.4 Patogenesis Umum terjadinya Luka Diabetik

Patogenesis umum terjadinya luka diabetik menurut Veves (2008) adalah

sebagai berikut:

1. Untuk dapat mengerti dan selanjutnya dapat melakukan manajemen

perawatan luka diabetik yang tepat, baik pencegahan maupun

penatalaksanaan terhadap kaki diabetik, petugas kesehatan yang merawat

kaki perlu sekali memahami pathogenesis terjadinya luka diabetik.

2. Luka kaki merupakan kejadian luka yang tersering pada klien diabetik,

yang patogenesisnya diuraikan secara umum berikut ini :

a. Kaki diabetik sangat rentan terhadap kelainan pembuluh darah dan

syaraf, walaupun keluhan dan gejala syaraf atau pembuluh darah tidak

selalu bersamaan.

b. Gejala klinisnya biasanya berupa kombinasi kelainan syarat atau

pembuluh darah, kemudian diikuti oleh infeksi.

Universitas Sumatera Utara


42

c. Infeksi inilah yang kemudian bisa menjadi “luka gangren’ dan

memperburuk keadaan, yang akhirnya seringkali mengakibatkan kaki

diamputasi.

d. Neuropati diabetik merupakan salah satu penyebab utama timbulnya

luka.

2.5 Manajemen Perawatan Luka Diabetik dengan Gangren

Manajemen perawatan luka diabetik dengan gangren (American Diabetes

Association, 2007) adalah:

2.5.1 Pengertian

a. Manajemen dan tindakan dalam perawatan luka telah berubah secara

drastis selama beberapa dekade terakhir.

b. Penilaian manajemen perawatan luka dilakukan dengan pengkajian pasien

secara umum, holistik dan komprehensif meliputi bio, psiko, sosio dan

spiritual.

c. Tren utama dalam manajemen perawatan luka terkini adalah dengan

menciptakan lingkungan luka dalam kondisi lembab (moisture balance).

d. Lingkungan luka yang lembab memungkinkan penyembuhan luka lebih

cepat.

e. Suasana moist (lembab) merupakan lingkungan yang optimal untuk

penyembuhan luka. Lingkungan luka yang lembab (moist) berguna untuk

mempercepat fibrinolisis, angiogenesis, menurunkan risiko infeksi,

mempercepat pembentukan growth factors dan mempercepat terjadinya

pembentukan sel aktif.

Universitas Sumatera Utara


43

2.5.2 Tujuan Perawatan Luka

Adapun beberapa tujuan perawatan luka (Beckman, Creager and Libby,

2002) disebutkan di bawah ini :

a. Melepaskan atau mengangkat jaringan nekrotik untuk meningkatkan

penyembuhan luka.

b. Mencegah, membatasi atau mengontrol infeksi.

c. Menyerap eksudat

d. Mempertahankan lingkungan luka yang lembab

e. Melindungi luka dari trauma selanjutnya.

f. Melindungi luka sekitar dari infeksi dan trauma.

2.5.3 Pengkajian Luka Diabetes

Pengkajian luka diabetes (Moesjoer, 2002) sebagai berikut:

a. Hal-hal yang berkaitan dengan pengkajian luka:

1) Pengkajian adalah proses pengumpulan, identifikasi dan analisa

dalam rangka memecahkan masalah klien.

2) Pengkajian luka adalah hal yang penting harus dilakukan dalam

manajemen perawatan luka diabetes.

3) Kemampuan dalam melakukan pengkajian luka merupakan

suatu ketrampilan perawatan luka yang penting dilakukan.

4) Pengkajian dalam hal perawatan luka bertujuan untuk :

a. Menilai tingkat keseriusan suatu luka.

b. Menilai perkembangan proses perawatan luka yang telah

dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


44

c. Observasi kondisi luka apakah terjadi perubahan setiap

penggantian dressing.

b. Hal-hal yang perlu dikaji luka diabetik, antara lain :

1. Letak Luka :

Letak atau lokasi dapat digunakan sebagai indicator terhadap

kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga kejadian luka

dapat diminimalkan dengan menghilangkan penyebab yang

ditimbulkan oleh letak dan lokasi yang dapat mengakibatkan

terjadinya luka.

Masalah mobilitas yang disebabkan oleh luka pada kaki.

Letak luka pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka

pada ibu jari kaki tersebut, adalah akibat penekanan karena

penggunaan sepatu yang terlalu sempit. Oleh karena itu, angka

kejadian untuk luka seperti ini dapat diminimalkan dengan

tidak lagi menggunakan sepatu yang sempit.

2. Stadium Luka (Brunner, 2002)

Untuk kemudahan manajemen perawatan luka kaki diabetes,

maka umumnya digunakan penentuan berdasarkan stadium

luka untuk memudahkan penentuan stadium luka termasuk luka

diabetes, maka digunakan pengklasifikasian berdasarkan :

a) Warna Dasar Luka :

i. Pengklasifikasian luka RYB (red, yellow, black)

ditemukan oleh ‘Netherlands Woundcare Consultant

Universitas Sumatera Utara


45

Society, 1984’ untuk memudahkan dalam manajemen

luka.

ii. Sistem ini membatu memilih tindakan dan penggunaan

topikal terapi perawatan luka serta mengevaluasi

kondisi luka.

iii. Klasifikasi berdasarkan warna dasar luka tersebut,

diuraikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.6 Klasifikasi Berdasarkan Warna Dasar Luka Gangren

Warna Dasar Keterangan Gambar


Luka
1. Red (R) – a. Warna dasar luka pink/ merah/
Merah merah tua, sebagai disebut
jaringan sehat, granulasi/
epitelisasi, vaskularisasi.
b. Luka dengan dasar warna luka
merah tua (granulasi) atau
terang (epitelisasi) dan selalu
tampak lembab.
c. Merupakan luka bersih, dengan
banyak vaskularisasi,
karenanya mudah berdarah.
d. Tujuan perawatan luka dengan
warna dasar merah adalah
dengan mempertahankan
lingkungan luka dalam keadaan
lembab dan mencegah
terjadinya trauma/perdarahan.

Universitas Sumatera Utara


46

Tabel 2.6 (Lanjutan)

Warna Dasar Keterangan Gambar


Luka
2. Yellow a. Warna dasar luka kuning muda/
(Y) kuning kehijauan/ kuning tua/
Kuning kuning kecoklatan, disebut
sebagai jaringan mati yang
lunak, fibrionilitik, slough/slaf,
evaskularisasi.
b. Kondisi luka yang
terkontaminasi atau terinfeksi.
c. Dalam hal ini yang harus
dicermati bahwa semua luka
kronis merupakan luka yang
terkontaminasi namun belum
tentu terinfeksi (Anik, 2012).
3. Black (B) Jaringan nekrosis, avaskularisasi.
– Hitam

Sumber: Ada, 1997

Tabel 2.7 Stadium Wagner untuk Luka Diabetik

Stadium Keterangan Gambar

Termasuk ‘Ulkus
superfisial’
(Superficial
Ulcers)
Stadium 0  Tidak terdapat lesi
 Kulit dalam keadaan baik,
tetapi dengan bentuk tulang
kaki yang menonjol
(‘charchot arthropathies)
Stadium I Hilangnya lapisan kulit hingga
dermis dan kadang-kadang
tampak menonjol.

Universitas Sumatera Utara


47

Tabel 2.7 (Lanjutan)

Stadium Keterangan Gambar

Stadium II Lesi terbuka dengan penetrasi


ke tulang atau tendon (dengan
goa).

Stadium III Penetrasi dalam, osteo,ileitis,


pyarthrosis, abses plantar atau
infeksi hingga tendon.

Termasuk
‘Gangrene’
Stadium IV Gangren sebagian, menyebar
hingga sebagian dari jari kaki,
kulit sekitarnya selulitis,
gangrene lembab/kering.

Stadium V Seluruh kaki dalam kondisi

nekrotik/ gangren.

Sumber: Corbett, 2003

3. Bentuk dan Ukuran Luka :

a. Mengetahui bentuk luka dan melakukan pengukuran luka,

adalah :

i. Komponen penting pada awal pengkajian

ii. Sebagai pedoman untuk mengetahui kemajuan atau

kemunduran pada luka.

Universitas Sumatera Utara


48

iii. Penting dilakukan secara teratur untuk mengetahui

keakuratan, misalnya setiap 3 hari atau seminggu

sekali.

b. Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan secara

langsung.

4. Eksudat (Odor or exudates) :

a) Pengkajian terhadap bau tidak sedap dan jumlah eksudat

pada luka akan mendukung dalam penegakan diagnosa ter-

jadi infeksi atau tidak.

b) Bau dapat disebabkan oleh adanya kumpulan bakteri yang

menghasilkan protein, apocrine sweat glands atau

beberapa cairan luka.

5. Status Infeksi (wounds sepsis)

Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi

nosokomial dirumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul

dala 36-48 jam, denyut nadi dan temperature tubuh pasien

biasanya meningkat luka biasanya menjadi bengkak, timbul

antara lain :

a. Kelainan kulit (Cellulitis) merupakan infeksi bakteri pada

jaringan

b. Abses merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai

oleh terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik dan sel

darah putih.

Universitas Sumatera Utara


49

c. Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses

yang menuju ke sistem limpatik. Hal ini dapat diatasi dengan

istirahat dan antibiotik.

5. Dehisiensi dan eviscerasi

Adalah rusaknya tautan antara kulit yang di insisi dan

eviscerasi adalah keluarnya isi dari dalam luka.

6. Jaringan tambahan yang tumbuh di bekas luka (keloid)

Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan.

Keloid ini biasa muncul tidak terduga dan tidak pada setiap

orang (Somantri, 2008).

2.5.4 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan luka

ganggren diabetik (Amstrong and Lavery, 2008):

a. Infeksi berhubungan dengan neuropati, menurunnya kemampuan lekosit

dalam menghancurkan mikroorganisme, gangguan vaskularisasi sekunder

terhadap diabetes mellitus.

b. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap perawatan

kaki/ luka gangrene diabetik, risiko amputasi.

2.5.5 Implementasi (Penatalaksanaan Luka)

Implementasi (penatalaksanaan luka) menurut Chevy (1995):

a. Tujuan penatalaksanaan luka ganggren diabetik adalah;

1) Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab

2) Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab.

Universitas Sumatera Utara


50

3) Support the host (nutrisi, control gula darah, kontrol faktor penyerta)

4) Tingkatkan edukasi pada pasien

b. Perawatan Luka :

1) Mencuci luka

Mencuci luka merupakan hal terpenting untuk meningkatkan/

memperbaikidan mempercepat proses penyembuhan dan menghindari

infeksi, proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan

nekrotik, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan, dan sisa metabolic

tubuh pada permukaan luka. Cairan terbaik dan teraman untuk mencuci

luka adalah cairan nontoksik misalnya Nacl 0,9%. Penggunaan hydrogen

peroksida, larutan hipoklorit sebaiknya hanya digunakan pada jaringan

nekrotik dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptic

seperti yodium sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi dan harus

dilakukan pembilasan kembali dengan Nacl 0,9%.

2) Debridement (nekrotomi) Debridement ataupun nekrotomi adalah

membuang jaringan nekrotik / slough pada luka. Secara alami tubuh akan

membuang sendiri jaringan nekrotik/slough yang menempel pada luka

(peristiwa autolysis) namun daerah pada luka ganggren merupakan hal

yang prinsip harus dilakukan untuk mempercepat proses epitilisasi/

granulasi. Hal yang menjadi perhatian perawatan saat melakukan

nekrotomi adalah pembuluh darah (jangan sampai merusak pembuluh

darah) bila ragu-ragu lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk tindakan

debridement di ruang bedah.

Universitas Sumatera Utara


51

3) Perawatan kulit di sekitar luka. Melindungi kulit disekitar luka adalah

penting untuk menghindari terjadinya luka baru karena pada perawatan

luka kronis seperti luka genggren diabetes pembalutan akan membutuhkan

waktu yang cukup lama, pengunaan zincoksida salep cukup efektif untuk

melindungi kulit sekitar luka dari cairan /eksudat, hanya memerlukan

biaya yang cukup mahal. Untuk meminimalkannya perawat dapat

melakukan pencucian kulit sekitar luka dengan Nacl 0,9%, bila eksudat

berlebihan pertimbangkan untuk mengganti balutan 2 ± 3 kali sehari,

untuk kulit yang kering beri lotion atau minyak.

4) Pemilihan jenis balutan (Arisanty, 2012).

Pemilihan jenis balutan bertujuan untuk mempertahankan suasana

lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses

penyembuhan, absorpsi eksudat / cairan luka yang keluar berlebihan dan

membuang jaringan nekrotik. Jenis balutan topical terapi (occlusive

dressing) antara lain:

a) Absorbent dressing : jenis ini dapat menyerap jumlah cairan luka

paling banyak, berfungsi sebagai hemostatis tubuh jika terjadi

perdarahan dan merupakan barier terhadap kontaminasi oleh

pseudomonas

b) Hidro actif gel : adalah jenis topical terpi yang membantu proses

peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri (support autolitik

debridement) contoh: duoderm gel

c) Hidro colloid : jenis balutan ini berfungsi untuk mempertahankan

Universitas Sumatera Utara


52

luka dalam keadaan lembab, melindungi luka dari trauma dan

menghindarkan kontaminasi, digunakan pada keadaan luka berwarna

merah.

Jenis balutan occlusive dressing seperti yang diuraikan diatas

mampu mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan

kelembaban yang optimal, saat penggantian balutan akan tampak

peluruhan jaringan nekrotik, slough dasar luka bersih, namun

pembalut tersebut memerlukan biaya yangcukup mahal dan tim

kesehatan lain belum seluruhnya tersosialisasi sehingga terkadang

menjadi perdebatan (di Rumah sakit yang memiliki Center luka

seperti RS Darmais sudah lazim dipergunakan). Untuk

mempertahankan kelembaban luka dan meminimalkan biaya dapat

dipergunakan kassa steril biasa (conventional) dengan madu sebagi

topical terapi dengan justifikasi bahwa madu mengandung potassium

sebagai antiseptik, bersifat absorbent (menarik cairan luka) hal ini

terjadi karena adanya perbedaan osmolalitas antara madu dan cairan

tubuh (cairan luka) sehingga madu dapat menarik cairan pada luka

serta dapat mempertahankan kelembaban luka (Jervis, 2003).

2.5.6 Evaluasi Hasil

Menurut Patric et al (2006), penting dilakukan untuk menilai progresifitas

proses penyembuhan, perawat melakukan evaluasi proses setiap selesai

melakukan tindakan perawatan luka/ganti balutan, dan evaluasi hasil dapat

dilakukan 4-6 mg. Jika dalam kurun waktu tersebut belum menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


53

kemajuan seyogyanya dilakukan pengkajian ulang secara menyeluruh. Evaluasi

dilakukan secara obyektif melalui pengukuran. Beberapa hal sering terjadi yang

menyebabkan gagalnya proses penyembuhan luka: kondisi fisik dan mental pada

luka pasien, adanya gas ganggren pada luka, tidak adequatnya tehnik tindakan

perawatan luka (nekrotomi), gula darah belum terkontrol (pasien tidak patuh

terhadap program diet), kurang adequatnya support nutrisi (pasien mengalami

gastropati sehingga terjadi mual dan muntah).

2.5.7 Edukasi

Edukasi keperawatan sangat penting bahkan saat ini edukasi menjadi pilar

ke 4 dalam penatalaksanaan pasien DM, edukasi memerlukan perencanaan,

beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum membuat perencanaan edukasi

sebagai berikut (Caputo et al, 2004):

1) Edukasi dan latihan diberikan dengan instruksi tertulis dan verbal secara

bersamaan dan mempergunakan media (lembar balik, leaflet, dan lain-lain)

2) Bila memungkinkan lakukan redemonstrasi oleh pasien bila ada tindakan

yang dapat dilakukan oleh pasien setelah pulang (perawatan di rumah).

3) Memahami dan mengerti keterbatasan pasien (lakukan berulang-ulang)

4) Mengembangkan sikap bersahabat dan terbuka antar perawat, pasien dan

keluarganya.

5) Identifikasi faktor penunjang dan penghambat yang ada.

6) Gunakan secara maksimal sumber daya yang dimiliki oleh pasien/keluarga.

7) Melakukan evaluasi secara terus menerus jika diperlukan lakukan kunjungan

rumah atau evaluasi saat berobat jalan.

Universitas Sumatera Utara


54

2.6 Aspek Farmakoterapi

Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan sejak tahun 1957

bermacam golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa,

demikian efek klinisnya dan mekanisme kerjanya. Golongan obat ini bekerja

dengan menstimulasi sel Beta pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan.

Mekanisme kerja obat sulfonylurea: Menstimulasi pelepasan insulin yang

tersimpan. Menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin

sebagai akibat rangsangan glukosa. Menurut Soegondo (2007) pemberian obat

anti diabetik ada beberapa macam.

2.6.1 Obat Hypoglikemik Oral

Obat pemicu insulin, yang terdiri dari sulfonylurea, glinid, biguanid,

tiazolidindion, penghambat glukosidase alfa golongan mimetic dan

inhibitor DPP-4

2.6.2 Obat Insulin

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM kemudian akan

memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya, untuk pasien

yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi

sulfonylurea dan metformin langkah berikut yang mungkin diberikan insulin,

disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari dengan memakai

insulin kerja, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi insulin kerja

menengah dua kali sehari akan kemudian diberikan campuran dimana perlu sesuai

dengan respon kadar glukosa darahnya. Umumnya dapat juga pasien langsung

diberikan insulin campuran kerja cepat dan menengah dua kali sehari.

Universitas Sumatera Utara


55

Tabel 2.8 Kriteria Pengendalian DM

Normal Sedang Buruk


Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-109 110-125 >126
Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 110-144 145-179 >180
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dl) <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dl) >45
Trigleserida (mg/dl) <150 150-199 >200
IMT 18,5-22,9 23-25 >25
Tekanan darah < 130/80 130-1407 >140/90
80-90
Sumber : Fransisca, (2000)

Menurut Soegondo (2009), yang penting diajarkan pada pasien tentang

obat anti diabetik adalah :

1. Obat hyperglikemik oral bukanlah insulin yang diberikan secara oral.

2. Bicaralah informasi obat dengan pasien dan keluarga.

3. Diskusikan cara kerja, lama kerja jumlah pemberian bagaimana minumnya

(sebelum dan sesudah makan) intraeraksi.

4. Sebutkan nama generik dan merek obat oral, terangkan tanda dan gejala

penyebab, pencegahan, dan pengobatan hipoglikemia dan

hiperglikemia.

5. Bila pasien belum pernah menyuntik insulin, mintalah kepadanya untuk

menyuntik dirinya dengan garam fisiologis atau insulin yang sudah di siapkan.

6. Tunjukkan perbedaan suntikan setengah atau (50 unit) dan 1 cc (100 unit).

7. Jangan mengocoknya karena akan berbusa (suntikan dengan busa akan

mengandung insulin lebih sedikit).

Pengobatan Diabetes mellitus yang secara langsung terhadap kerusakan

pulau-pulau Langerhans di pankreas belum ada. Oleh karena itu pengobatan untuk

Universitas Sumatera Utara


56

penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan :

• Menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin (gejala DM )

• Mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung,

ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dan sebagainya.

2.7 Model Psikologis Pada Perilaku Penderita DM

The Health Belief Model (HBM) adalah suatu model psikologi yang

digunakan untuk memahami dan memprediksi perilaku sehat melalui aspek sikap

dan keyakinan individu (Conner dan Norman, 1996). Model ini sangat membantu

untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang memengaruhi seorang pasien

dalam mencapai tujuannya dan mendemonstrasikan bagaimana seorang praktisi

kesehatan dapat meningkatkan perilaku sehat pasien (Shapiro, 2008). Konsep

HBM terdiri dari:

1) Perceived susceptibility, persepsi seseorang mengenai status

kesehatannya/penyakit yang sedang diderita.

2) Perceived severity, persepsi seseorang mengenai keseriusan penyakit yang

sedang diderita dan konsekuensi yang akan didapat akibat penyakit/kondisi

tersebut.

3) Perceived benefits, keyakinan seseorang mengenai keefektifan tindakan yang

disarankan untuk mengurangi risiko atau keseriusan dampak.

4) Perceived barriers, pendapat seseorang mengenai dampak psikologis dari

tindakan yang disarankan

5) Cues to action, strategi untuk mengaktivasi 'niat/kesiapan untuk bertindak'.

6) Self-efficacy, rasa percaya diri dalam melakukan suatu tindakan.

Universitas Sumatera Utara


57

Keyakinan terhadap konsep sehat yang sesuai, seperti tingkat keparahan

DM yang diderita, potensi terhadap komplikasi, dan efektifitas pengobatan

mampu memprediksikan kepatuhan dengan lebih baik (Brownlee, 1987 dalam

Delamater, 2006) Pasien akan patuh jika penatalaksanaan terapi terkesan masuk

akal, efektif, biaya yang dikeluarkan sesuai dengan manfaat yang didapatkan,

merasa memiliki kemampuan untuk mengikuti program, dan ketika lingkungan

mereka mendukung perilaku yang sesuai dengan program penatalaksanaan DM.

Penelitian yang dilakukan oleh Harris dan Lina dalam Woolridge (1992)

menyimpulkan bahwa health beliefs terbukti memiliki korelasi positif dengan

kepatuhan. Sementara itu dari penelitian Woolridge (1992) disimpulkan bahwa

health beliefs kurang mampu menyebabkan perubahan perilaku atau

meningkatkan kontrol diabetes karena hanya salah satu dari sekian banyak faktor

yang memengaruhi perilaku sehat.

Tingginya tingkat stres dan koping mal adaptif telah dihubungkan dengan

masalah kepatuhan (Peyrot, 1999 dalam Delamater, 2006). Masalah psikologis

seperti kecemasan, depresi, dan gangguan makan juga telah diasosiasikan dengan

buruknya pengelolaan DM baik pada pasien remaja maupun pasien dewasa

(Delamanter et al, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh DAWN (Diabetes

Attitudes, Wishes, and Needs) pada tahun 2005 menunjukan bahwa sejumlah

besar pasien DM memiliki kesehatan psikologis yang buruk dan permasalahan ini

memengaruhi kepatuhan terhadap penatalaksanaan DM.

Universitas Sumatera Utara


58

2.8 Penyembuhkan Luka Gangren pada Penderita DM

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan

memulihkan dirinya. Peningkaan aliran darah ke daerah yang rusak,

membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari

proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan,

walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses

penyembuhan (Taylor, 1997).

2.9 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka Gangren


(Suzanne, 2002)

2.9.1 Diet Protein Tinggi Mempercepat Proses Penyembuhan

Untuk membantu tubuh dalam mempercepat proses penyembuhan luka,

anda harus mencoba untuk memasukkan makanan berprotein tinggi ke dalam

menu harian. Beberapa sumber dari protein adalah meliputi daging, ikan, putih

telur, kacang-kacangan, bayam. Minuman yang kaya protein juga membantu

karena tubuh tidak perlu bekerja ekstra keras untuk mencernanya.

2.9.2 Olahraga

Olahraga akan menguntungkan penderita diabetes, baik tipe I maupun tipe

II. Olahraga membantu menurunkan kadar gula darah dengan memindahkan

glukosa dari peredaran darah untuk digunakan sebagai sumber energi selama dan

setelah berolah raga.

2.9.3 Penyembuhan Luka Gangren dengan Perawatan Luka Diabetes

Cara yang paling efektif dalam merawat luka yang baik adalah dengan

metode mencuci luka gangren, dengan Nacl 0,9 (luka dalam keadaan lembab)

Universitas Sumatera Utara


59

diberi debridement adalah suatu cara pengangkatan jaringan nekrotik, dengan

syarat utama lingkungan luka harus dibasahi. Pada keadaan lembab, proteolytic

enzim secara selektif akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan

melunak jaringan nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu

dengan tindakan debridement lain yang biasa digunakan adalah dengan cara

menggunakan metronidazole luka ditutup dengan kain kasa steril yang tipis.

2.9.4 Penyembuhan Luka Gangren dengan Pemberian Insulin

Penyembuhan luka selalu terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai

dari proses inflamasi, proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada gangren,

tindakan debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil

pengelolaan yang memadai.

Prinsip dasar pengelolaan gangren diabetik, adalah :

1. Evaluasi keadaan luka dengan cermat keadaan klinis luka dalamnya luka

gambaran radiologi (adakah benda asing, osteomielitis, gas subkutis) lokasi

luka vaskularisasi luka

2. Pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya

3. Debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup

4. Biakan kuman baik aerob maupun anaerob

5. Diberikan pengobatan pemberian insulin (Pramono, 2012).

2.10 Model Dukungan Sosial dan Keluarga pada Penderita DM

1) Definisi dukungan sosial

Terdapat banyak definisi tentang dukungan sosial yang dikemukakan oleh

para ahli. Sheridan dan Radmacher menekankan pengertian dukungan

Universitas Sumatera Utara


60

sosial sebagai sumber daya yang disediakan lewat interaksi dengan orang

lain. "Social support is the resources provided to us through our

interaction with other people".

2) Sumber dukungan sosial

Sumber dari dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi

dengan individu sehingga individu tersebut dapat merasakan kenyamanan

secara fisik dan psikologis. Orang lain ini terdiri dari pasangan hidup,

orang tua, saudara, anak, kerabat, teman, rekan kerja, staf medis serta

anggota dalam kelompok kemasyarakatan.

3) Dampak dukungan sosial

Beberapa penjelasan keefektivitasan dukungan sosial pada dasarnya ada

tiga, yaitu direct effects, indirect effects, and buffering effects (Duffy dan

Wong, 2000; Nelson dan Prilleltensky, 2005). The direct effects

disebabkan kontak interpersonal yang terjadi dapat meningkatkan tingkah

laku dan pola hidup sehat akibat akumulasi efek positif dari pengalaman

interpersonal yang baik. The indirect effects terjadi karena pemberian

dukungan tersebut di saat krisis sehingga menurunkan perasaan stres

seseorang ataupun mampu menjadikan masalah tersebut menjadi lebih

kecil, lebih terkontrol, dan menyelesaikan masalah kecil sebelum menjadi

masalah yang lebih besar. Sementara berdasarkan the buffering effects atau

interactive effects, dukungan sosial dapat menghilangkan efek negatif dari

stres dengan memengaruhi pemahaman, kualitas, dan kuantitas dari

sumber stres tersebut.

Universitas Sumatera Utara


61

4) Keuntungan dukungan sosial

Keuntungan utama dari dukungan sosial adalah sebagai coping strategy

yang dapat dibagi kedalam beberapa fungsi lain yang lebih spesifik antara

lain pemenuhan kebutuhan afiliasi, menentukan self identity dan self

esteem, serta mengurangi stress (Duffy dan Wong, 2000).

2.11 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, kerangka konsep menunjukkan hubungan antar

variabel yang akan diteliti yaitu menentukan adanya peran asuhan keperawatan

dalam penyembuhan diabetes mellitus dengan gangren dilihat dari kadar gula

darah, ukuran luka, waktu kadar gula darah menurun.

Pada bab ini diuraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian,

dan definisi operasional. Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap

penelitian yang dilakukan dan memberi landasan terhadap topik yang dipilih

dalam penelitian (Hidayat, 2007). Hipotesis penelitian merupakan pernyataan

sementara yang akan diuji kebenarannya yang dinyatakan dalam hipotesis

alternatif, sebagai suatu petunjuk dalam mengidentifikasi dan menginterpretasi

suatu hasil. Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari variabel yang diteliti untuk memperjelas maksud dari suatu penelitian

yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


62

Kerangka Teori Penelitian

Asuhan Keperawatan
- Diet
- Olahraga
- Perawatan luka
- Pengobatan (dokter)
- Psikologi
- Sosial

Karakteristik Responden
- Umur
- Jenis kelamin
- Status perkawinan
Penyembuhan Luka Gangren
- Pendidikan
- Pekerjaan/penghasilan
- Tempat tinggal

Lain-lain :
- Komplikasi DM
Akut :
 Hipoglikemia
 Hiperglikemia
Kronik :
- Mikroangiopati
- Makroangiopati

Sumber : Hidayat, 2007

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian, Peran Asuhan Keperawatan dalam


Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM di
RSUD Dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan kerangka teori Hidayat (2007) yang telah dikembangkan

diatas, maka pengembangan kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Universitas Sumatera Utara


63

Intervensi Kelompok Kontrol


Tidak di intervensi
- Asuhan keperawatan - Asuhan keperawatan
(perawat) (perawat)
 Diet  Diet
 Olahraga fisik  Olahraga fisik
 Perawatan luka  Perawatan luka
- Pengobatan Pemberian - Pengobatan Pemberian
Insulin (Dokter) Insulin (Dokter)

Karakteristik Subjek
- Umur
- Jenis kelamin
- Psikologis
- Sosial
- Pendidikan
- Penghasilan Penyembuhan luka :
- Kadar Gula Darah
- Ukuran luka

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian, Peran Asuhan Keperawatan


dalam Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM di
RSUD Dr. Pirngadi Medan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai