Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH CONTOH KASUS PELANGGARAN PELAYANAN GIZI

HUKUM KESEHATAN

Dosen Pembimbing :
Himawan Tri Yudha Perwira, SH., M.H.

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Asti Pramesta Swari (P27835120007)
2. Ayunis Naba’ur Rhodiyah (P27835120008)
3. Azzizah Rahmawati Putri (P27835120009)
4. Denada Carmedita Anugerah Gusti (P27835120010)
5. Dhea Martadilla (P27835120011)
6. Fefi Dwi Anggraini (P27835120012)

PROGRAM STUDI D-3 GIZI


JURUSAN GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat mempengaruhi manusia untuk
melaksanakan kegiatannya sehari-hari. Tanpa kesehatan manusia tidak akan produktif untuk
hidup layak baik secara ekonomi maupun dalam menjalani pendidikan. Kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa yang terdapat dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dari
hasil amandemen, menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan merupakan suatu
usaha yang sangat luas dan menyeluruh. Di dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan,
bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya
sangat luas dan kompleks. Untuk mewujudkan tingkat kesehatan yang optimal bagi setiap
orang yang merupakan bagian dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum dalam
penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan.
Hukum mengatur hubungan hukum yang terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan
masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan itu tercermin adanya hak dan kewajiban.
Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaidah mempunyai isi yang bersifat umum dan
normatif. Umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang
seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta
menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaidah-kaidah.
Pemerintah melalui sistem kesehatan nasional, berupaya menyelenggarakan kesehatan
yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat luas, guna mencapai derajat kesehatan yang optimal. Peningkatan derajat
kesehatan masyarakat berarti investasi bagi pembangunan negara, dan apabila terjadi
gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi bagi
negara. Upaya pembangunan harus memperhatikan kesehatan masyarakat yang merupakan
tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat.
Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan
pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya.
Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya
proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien (Depkes, 2 (Depkes, 2003).
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan salah satu pelayanan penunjang medik dalam
pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit yang terintegrasi terintegrasi dengan kegiatan
lainnya, mempunyai peranan penting dalam mempercepat pencapaian tingkat kesehatan baik
bersifat promotif , preventif, kuratif maupun rehabilitatif.
Kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit meliputi : pengadaan dan pengolahan
atau produksi makanan, pelayanan gizi di ruang rawat inap, konsultasi dan penyuluhan gizi
serta penelitian dan pengembangan bidang terapan (Depkes, 1992). Kegiatan pelayanan gizi
di ruang rawat inap merupakan salah satu kegiatan satu kegiatan yang dimulai dari upaya
perencanaan penyusunan diet pasien pasien hingga pelaksanaan evaluasi di ruang perawatan.
Tujuan kegiatan pelayanan gizi tersebut adalah untuk memberi terapi diit yang sesuai dengan
perubahan sikap pasien. Pelayanan gizi untuk pasien rawat jalan dilakukan apabila pasien
tersebut masih ataupun sedang memerlukan terapi diit tertentu.
Hal di atas dapat diartikan, bahwa keberadaan tenaga kesehatan termasuk tenaga ahli
giai memiliki peranan yang sangat penting dalam masyarakat, apabila seseorang atau anggota
masyarakat menderita suatu penyakit baik yang ringan maupun yang berat maka secara
otomatis mereka akan meminta pengobatan akan penyakit yang dideritanya kepada dokter
dan adanya pengaturan pola makan dan makanan yang diajurnkan oleh tenaga ahli gizi dan
berharap dapat disembuhkan. Tenaga ahli gizi sebagai anggota profesi yang mengabdikan
ilmunya untuk kepentingan umum dan mempunyai kebebasan yang berada dibawah panji
kode etik gizi.
Pada dasarnya kesalahan atau kelalaian tenaga ahli gizi dalam melaksanakan profesi,
merupakan suatu hal yang penting untuk dibicarakan, hal ini disebabkan karena akibat
kesalahan atau kelalaian tersebut mempunyai dampak yang sangat merugikan. Kesalahan
atau kelalaian yang menimbulkan kerugian terkait perbuatan tenaga ahli gizi dan tenaga
kesehatan lainnya lebih dikenal dengan sebutan malpraktik. Untuk mengetahui seorang
tenaga ahli gizi melakukan malpratik atau tidak dapat dilihat dari standar profesi gizi. Standar
profesi adalah batasan kemampuan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap
profesional (professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang tenaga ahli gizi
untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat
oleh organisasi profesi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana contoh kasus yang berkaitan dengan pelanggaran dalam pelayanan gizi ?
2. Bagaimana contoh kasus yang berkaitan dengan pelanggaran dalam pelayanan gizi
yang dikaitkan dengan aspek hukum?
3. Bagaimana standart pelayanan gizi yang baik menurut Peraturan perundang-
undangan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui contoh kasus yang berkaitan dengan pelanggaran dalam pelayanan
gizi.
2. Untuk mengetahui contoh kasus yang berkaitan dengan pelanggaran dalam pelayanan
gizi yang dikaitkan dengan aspek hukum.
3. Untuk mengetahui bagaimana standart pelayanan gizi yang baik menurut Peraturan
perundang-undangan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Contoh Kasus Pelanggaran dalam Pelayanan Gizi

Pasien Down Syndrome Diduga Meninggal Tidak Diberi Makan 10 Hari


TEMPO.CO, Jakarta - Pasien down syndrome diduga meninggal tidak diberi makanan
selama 10 hari akibat miskomunikasi dan kelambanan oleh staf salah satu rumah sakit di
Inggris.
Giuseppe "Joe" Ulleri, 61 tahun, mendadak jatuh di rumahnya di Withington,
Manchester, dan dirawat di Manchester Royal Infirmary (MRI) pada 26 Februari 2016.
Menurut laporan Daily Mail, 27 Maret 2019, dia mengalami retak di panggul,
pergelangan tangan dan lehernya, tetapi luka-luka awalnya tidak diketahui oleh petugas
medis dan hanya terlihat setelah penjaga membawanya kembali ke rumah sakit sehari
kemudian. Kesulitannya menelan berlanjut selama beberapa hari, menyebabkan staf
memutuskan untuk memberinya selang makanan naso-gastrik pada 9 Maret agar tidak
membuatnya tersedak. Tetapi selang itu tidak membuatnya nyaman dan dilepas sehari
kemudian. Dikarenakan komunikasi yang buruk antara staf medis, dan keterlambatan
dalam memutuskan bagaimana cara terbaik untuk memberinya makan, menyebabkan Joe
tanpa nutrisi selama 10 hari dan akhirnya meninggal pada 20 Maret.
"Ketika di rumah sakit Joe dirawat oleh berbagai staf, dari perawat hingga
spesialis bicara dan ahli gizi. Lalu disimpulkan bahwa Joe tidak bisa makan melalui
mulut dan karena khawatir dia bisa menghirup makanan ke dalam paru-parunya. Selang
naso-gastrik dipasang, tetapi terbukti bermasalah dan hanya dipasang selama 24 jam,"
kata koroner untuk Manchester City Angharad Davies.
"Setelah itu Joe tidak mendapat nutrisi untuk waktu yang lama, dan satu-satunya
asupan melalui tabung naso-gastrik," tambahnya.
Kerabat mengatakan dia tidak diberi makan selama 10 hari karena miskomunikasi
dan tidak adanya tindakan dari staf, yang membuatnya menderita pneumonia fatal.
Saudaranya, Peter, mengatakan pada pemeriksaan, "Kami punya dua pertanyaan:
mengapa ada penundaan? Dan apakah penundaan itu berkontribusi pada kematian dini
Joe?"

"Kami juga memiliki keprihatinan besar tentang kualitas perawatan yang ia terima
di Manchester Royal Infirmary," tambahnya. "Di MRI gedung-gedung itu memiliki status
kelas pertama, tetapi perawatannya kelas tiga."
Petugas koroner mengatakan kepada juri di pengadilan bahwa mereka akan
diminta untuk memutuskan pada akhir pekan ini sejumlah masalah, termasuk apakah
perawatannya di rumah sakit tepat, dan langkah-langkah yang sesuai diambil untuk
memastikan pasien down syndrome itu mendapat asupan gizi yang cukup.

Sumber Referensi Kasus : https://dunia.tempo.co/read/1189846/pasien-down-syndrome-


diduga-meninggal-tidak-diberi-makan-10-hari

2.2 Keterkaitan Kasus dengan Aspek Hukum dalam Pelayanan Gizi


Dalam kasus tersebut aspek hukum pidana yang cocok, yakni Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Pasal 84 ayat:
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan
Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun.
(2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian,
setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Dalam kasus “ Pasien Down Syndrome Diduga Meninggal Tidak Diberi Makan 10
Hari” jelas terjadi kelalaian yang disebabkan oleh pihak tenaga medis yang berujung pada
kematian pasien. Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Kualitas
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau juga merupakan hak seluruh
masyarakat.

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28A
tercantum “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”. Berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya berarti setiap orang
berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk mempertahankan hidup dan
kehidupannya. Mempertahankan hidup juga termasuk berhak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Oleh sebab itu peningkatan mutu
pelayanan kesehatan semakin digencarkan. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
pemerintah haruslah mencakup semua lini dan lapisan masyarakat karena kesehatan
juga menjadi salah satu hak asasi manusia yang dilindungi dan dijamin oleh negara.

Kelalaian dalam hukum pidana disebut juga dengan kealpaan. Langemeyer


“Kealpaan adalah suatu struktur yang sangat gecompliceerd. Dia mengandung dalam
satu pihak kekeliruan dalam perbuatan lahir dan menunjuk kepada adanya keadaan batin
yang tertentu, dan di lain pihak keadaan batinnya itu sendiri”(Moeljatno:1993,hlm200).

Konsep kelalaian dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP)


dijelaskan dalam Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP :
- Pasal 359 KUHP
“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain diancam pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.
- Pasal 360 ayat (1) KUHP
“Barangsiapa karena kelapaannya menyebabkan orang lain mendapat luka - luka
berat,
diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.
- Pasal 360 ayat (2) KUHP
“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka - luka sedemikian rupa
sehingga timbu penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian
selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah”.
Kelalaian medis atau dalam bahasa sehari - hari dikenal dengan istilah
malpraktek merupakan salah satu kejadian atau fenomena yang akhir - akhir ini muncul
dan menjadi sorotan khalayak. Hal ini dikarenakan beberapa pasien mengalami resiko
medis berupa kematian ataupun cacat dan mengakibatkan banyaknya gugatan yang
dilayangkan pasien terhadap dokter. kelalaian medis merupakan kondisi dimana seorang
dokter atau tenaga medis melakukan penyimpangan terhadap kode etik
kedokteran,standar profesi dokter dan standar operasional prosedur (SOP) saat
melakukan tindakan medis terhadap pasiennya sehingga mengakibatkan kerugian yang
diderita pasien akibat dari tindakan medis tersebut.
Kelalaian dalam hukum medis sering disebut dengan Negligence. Negligence
adalah hal yang manusiawi yang sering dialami oleh manusia karena manusia tidaklah
sempurna. Menurut Guwandi (2004:29) Seseorang dikatakan lalai apabila ia bertindak
acuh atau tidakpedulian.Tidak memperhatikan kepentingan orang lain sebagaimana
lazimnya di dalam tata-pergaulan hidup masyarakat.

2.3 Standart Pelayanan Gizi Yang Baik Menurut Peraturan Perundang-Undangan

 Pasal 14
(1) Tenaga Gizi yang memiliki siktgz dapat melakukan Pelayanan Gizi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan berupa:
a. Puskesmas;
b. Klinik;
c. Rumah sakit; dan
d. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
(2) Tenaga Gizi yang memiliki siptgz dapat melakukan praktik Pelayanan Gizi secara
mandiri.
 Pasal 15
(1) Tenaga Gizi yang akan memberikan Pelayanan Gizi secara mandiri harus memiliki
peralatan sesuai dengan kebutuhan pelayanan konseling gizi dan Pelayanan Gizi di
berbagai fasilitas.
(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Daftar Peralatan
terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
 Pasal 16
Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mengijinkan Tenaga Gizi yang tidak
memiliki siptgz atau siktgz untuk melakukan Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tersebut.
 Pasal 17
Tenaga Gizi dalam melaksanakan Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
mempunyai kewenangan sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan konseling, edukasi gizi, dan dietetik;
b. Pengkajian gizi, diagnosis gizi, dan intervensi gizi meliputi perencanaan,
preskripsi diet, implementasi, konseling dan edukasi serta fortifikasi dan
suplementasi zat gizi mikro dan makro, pemantauan dan evaluasi gizi, merujuk
kasus gizi, dan dokumentasi pelayanan gizi;
c. Pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan pelayanan gizi; dan
d. Melaksanakan penyelenggaraan makanan untuk orang banyak atau kelompok
orang dalam jumlah besar.
 Pasal 18
(1) Tenaga Gizi Technical Registered Dietisien dalam melaksanakan kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, hanya terbatas pada:
a. Pemberian Pelayanan Gizi untuk orang sehat dan dalam kondisi tertentu yaitu
ibu hamil, ibu menyusui, bayi, anak, dewasa, dan lanjut usia; dan
b. Pemberian Pelayanan Gizi untuk orang sakit tanpa komplikasi.
(2) Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tenaga
Gizi Technical Registered Dietisien berada dalam bimbingan Tenaga Gizi Registered
Dietisien.
(3) Tenaga Gizi Nutrisionis Registered dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 sesuai dengan standar profesi.
(4) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Tenaga Gizi Registered
Dietisien dalam melaksanakan Pelayanan Gizi juga memiliki kewenangan yang meliputi:
a. Menerima klien/pasien secara langsung atau menerima preskripsi diet dari dokter;
b. Menangani kasus komplikasi dan non komplikasi;
c. Memberi masukan kepada dokter yang merujuk bila preskripsi diet tidak sesuai
dengan kondisi klien/pasien; dan/atau
d. Merujuk pasien dengan kasus sulit/critical ill dalam hal preskripsi diet ke dokter
spesialis yang berkompeten.
 Pasal 19
(1) Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi, Tenaga Gizi wajib melakukan pencatatatan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan selama 5 (lima)
tahun.
Pasal 20 Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi, Tenaga Gizi mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum selama menjalankan pekerjaannya sesuai standar
profesi Tenaga Gizi;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien/klien atau keluarganya;
c. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kompetensi;
d. Menerima imbalan jasa profesi; dan
e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan
tugasnya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
 Pasal 21
(1) Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi, Tenaga Gizi mempunyai kewajiban:
a. Menghormati hak pasien/klien;
b. Memberikan informasi tentang masalah gizi pasien/klien dan pelayanan yang
dibutuhkan dalam lingkup tindakan Pelayanan Gizi;
c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani;
d. Menyimpan rahasia pasien/klien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
e. Mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar operasional prosedur.
(2) Tenaga Gizi dalam melaksanakan Pelayanan Gizi senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Tenaga Gizi dalam melaksanakan Pelayanan Gizi harus membantu program
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pada kasus pasien down syndrome disebutkan bahwa pasien merasa tidak nyaman
dengan pemasangan selang saluran makanan. Seharusnya tenaga kesehatan yang bertugas
dapat mengkaji mengapa timbul ketidaknyamanan pada pasien. Apakah terdapat
kesalahan saat pemasangan selang makanan atau ada ketidaktepatan batas pemberian
makanan serta evaluasi rutin pada selang makanan yang dipasang. Tenaga kesehatan
dapat melihat apakah terdapat gejala atau efek samping pemakaian selang makanan
sehingga tidak begitu saja memberhentikan penggunaannya. Jika memang dirasa pasien
tidak dapat menerima asupan gizi melalui selang seharusnya tenaga kesehatan segera
memberikan opsi kedua atau cara lain agar asupan gizi pasien tetap tercukupi dengan
baik.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan merupakan suatu
usaha yang sangat luas dan menyeluruh. Di dalam Sistem Kesehatan Nasional
disebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan
jangkauannya sangat luas dan kompleks. Untuk mewujudkan tingkat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang yang merupakan bagian dari kesejahteraan, diperlukan
dukungan hukum dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Hukum
mengatur hubungan hukum yang terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat
dan antara individu itu sendiri.
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan salah satu pelayanan penunjang medik
dalam pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit yang terintegrasi terintegrasi dengan
kegiatan lainnya, mempunyai peranan penting dalam mempercepat pencapaian tingkat
kesehatan baik bersifat promotif , preventif, kuratif maupun rehabilitatif.

3.2 Saran
Keberadaan tenaga kesehatan termasuk tenaga ahli giai memiliki peranan yang
sangat penting dalam masyarakat. Kasus pelanggaran dalam pelayanan gizi salah satunya
yakni kesalahan penatalaksanaan gizi bagi pasien rawat inap yang termuat dalam laporan
praktikum ini sebaiknya segera di tindak lanjuti agar tidak terjadi lagi sehingga tidak
menimbulkan kerugian bagi pihak terkait. Seperti kasus diatas yang akibat dari kelalaian
petugas dan kualitas pelayanan/perawatan rumah sakit yang buruk menyebabkan salah
satu pasiennya meninggal. Oleh karena itu, untuk menghindari kejadian serupa seluruh
tenaga medis harus mematuhi kode etik dan standar operasional prosedur (SOP) yang
berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Ilahi, W. R. K. (2018). Resiko Medis dan Kelalaian Medis dalam Aspek


Pertanggungjawaban Pidana. Jurnal Hukum Volkgeist, 2(2), 170-186.
Hetharia, S. (2013). Aspek Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit Terhadap Pelayanan
Medis. Lex Et Societatis, 1(5).
DANIAL, A. (2018). EFEKTIVITAS PASAL 84 UU NOMOR 36 TAHUN 2014
TENTANG TENAGA KESEHATAN DALAM MENYELESAIKAN DUGAAN
TINDAK PIDANA MALPRAKTIK DI KOTA GORONTALO. Skripsi, 1(271413256).
LESTARI, L., 2019. Kasus Pelayanan Gizi Rumah Sakit | PDF. [online] Scribd. Available
at: < https://id.scribd.com/doc/260649314/Kasus-Pelayanan-Gizi-Rumah-Sakit > [Diakses
Pada 6 April 2022].
Saputra, E., 2019. Pasien Down Syndrome Diduga Meninggal Tidak DIberi Makan 10 Hari.
[online] Tempo. Available at: < https://dunia.tempo.co/read/1189846/pasien-down-
syndrome-diduga-meninggal-tidak-diberi-makan-10-hari > [Diakses pada 6 April 2022].

Anda mungkin juga menyukai