HUKUM KESEHATAN
Dosen Pembimbing :
Himawan Tri Yudha Perwira, SH., M.H.
Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Asti Pramesta Swari (P27835120007)
2. Ayunis Naba’ur Rhodiyah (P27835120008)
3. Azzizah Rahmawati Putri (P27835120009)
4. Denada Carmedita Anugerah Gusti (P27835120010)
5. Dhea Martadilla (P27835120011)
6. Fefi Dwi Anggraini (P27835120012)
"Kami juga memiliki keprihatinan besar tentang kualitas perawatan yang ia terima
di Manchester Royal Infirmary," tambahnya. "Di MRI gedung-gedung itu memiliki status
kelas pertama, tetapi perawatannya kelas tiga."
Petugas koroner mengatakan kepada juri di pengadilan bahwa mereka akan
diminta untuk memutuskan pada akhir pekan ini sejumlah masalah, termasuk apakah
perawatannya di rumah sakit tepat, dan langkah-langkah yang sesuai diambil untuk
memastikan pasien down syndrome itu mendapat asupan gizi yang cukup.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28A
tercantum “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”. Berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya berarti setiap orang
berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk mempertahankan hidup dan
kehidupannya. Mempertahankan hidup juga termasuk berhak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Oleh sebab itu peningkatan mutu
pelayanan kesehatan semakin digencarkan. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
pemerintah haruslah mencakup semua lini dan lapisan masyarakat karena kesehatan
juga menjadi salah satu hak asasi manusia yang dilindungi dan dijamin oleh negara.
Pasal 14
(1) Tenaga Gizi yang memiliki siktgz dapat melakukan Pelayanan Gizi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan berupa:
a. Puskesmas;
b. Klinik;
c. Rumah sakit; dan
d. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
(2) Tenaga Gizi yang memiliki siptgz dapat melakukan praktik Pelayanan Gizi secara
mandiri.
Pasal 15
(1) Tenaga Gizi yang akan memberikan Pelayanan Gizi secara mandiri harus memiliki
peralatan sesuai dengan kebutuhan pelayanan konseling gizi dan Pelayanan Gizi di
berbagai fasilitas.
(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Daftar Peralatan
terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 16
Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mengijinkan Tenaga Gizi yang tidak
memiliki siptgz atau siktgz untuk melakukan Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tersebut.
Pasal 17
Tenaga Gizi dalam melaksanakan Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
mempunyai kewenangan sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan konseling, edukasi gizi, dan dietetik;
b. Pengkajian gizi, diagnosis gizi, dan intervensi gizi meliputi perencanaan,
preskripsi diet, implementasi, konseling dan edukasi serta fortifikasi dan
suplementasi zat gizi mikro dan makro, pemantauan dan evaluasi gizi, merujuk
kasus gizi, dan dokumentasi pelayanan gizi;
c. Pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan pelayanan gizi; dan
d. Melaksanakan penyelenggaraan makanan untuk orang banyak atau kelompok
orang dalam jumlah besar.
Pasal 18
(1) Tenaga Gizi Technical Registered Dietisien dalam melaksanakan kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, hanya terbatas pada:
a. Pemberian Pelayanan Gizi untuk orang sehat dan dalam kondisi tertentu yaitu
ibu hamil, ibu menyusui, bayi, anak, dewasa, dan lanjut usia; dan
b. Pemberian Pelayanan Gizi untuk orang sakit tanpa komplikasi.
(2) Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tenaga
Gizi Technical Registered Dietisien berada dalam bimbingan Tenaga Gizi Registered
Dietisien.
(3) Tenaga Gizi Nutrisionis Registered dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 sesuai dengan standar profesi.
(4) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Tenaga Gizi Registered
Dietisien dalam melaksanakan Pelayanan Gizi juga memiliki kewenangan yang meliputi:
a. Menerima klien/pasien secara langsung atau menerima preskripsi diet dari dokter;
b. Menangani kasus komplikasi dan non komplikasi;
c. Memberi masukan kepada dokter yang merujuk bila preskripsi diet tidak sesuai
dengan kondisi klien/pasien; dan/atau
d. Merujuk pasien dengan kasus sulit/critical ill dalam hal preskripsi diet ke dokter
spesialis yang berkompeten.
Pasal 19
(1) Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi, Tenaga Gizi wajib melakukan pencatatatan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan selama 5 (lima)
tahun.
Pasal 20 Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi, Tenaga Gizi mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum selama menjalankan pekerjaannya sesuai standar
profesi Tenaga Gizi;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien/klien atau keluarganya;
c. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kompetensi;
d. Menerima imbalan jasa profesi; dan
e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan
tugasnya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 21
(1) Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi, Tenaga Gizi mempunyai kewajiban:
a. Menghormati hak pasien/klien;
b. Memberikan informasi tentang masalah gizi pasien/klien dan pelayanan yang
dibutuhkan dalam lingkup tindakan Pelayanan Gizi;
c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani;
d. Menyimpan rahasia pasien/klien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
e. Mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar operasional prosedur.
(2) Tenaga Gizi dalam melaksanakan Pelayanan Gizi senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Tenaga Gizi dalam melaksanakan Pelayanan Gizi harus membantu program
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pada kasus pasien down syndrome disebutkan bahwa pasien merasa tidak nyaman
dengan pemasangan selang saluran makanan. Seharusnya tenaga kesehatan yang bertugas
dapat mengkaji mengapa timbul ketidaknyamanan pada pasien. Apakah terdapat
kesalahan saat pemasangan selang makanan atau ada ketidaktepatan batas pemberian
makanan serta evaluasi rutin pada selang makanan yang dipasang. Tenaga kesehatan
dapat melihat apakah terdapat gejala atau efek samping pemakaian selang makanan
sehingga tidak begitu saja memberhentikan penggunaannya. Jika memang dirasa pasien
tidak dapat menerima asupan gizi melalui selang seharusnya tenaga kesehatan segera
memberikan opsi kedua atau cara lain agar asupan gizi pasien tetap tercukupi dengan
baik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan merupakan suatu
usaha yang sangat luas dan menyeluruh. Di dalam Sistem Kesehatan Nasional
disebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan
jangkauannya sangat luas dan kompleks. Untuk mewujudkan tingkat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang yang merupakan bagian dari kesejahteraan, diperlukan
dukungan hukum dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Hukum
mengatur hubungan hukum yang terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat
dan antara individu itu sendiri.
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan salah satu pelayanan penunjang medik
dalam pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit yang terintegrasi terintegrasi dengan
kegiatan lainnya, mempunyai peranan penting dalam mempercepat pencapaian tingkat
kesehatan baik bersifat promotif , preventif, kuratif maupun rehabilitatif.
3.2 Saran
Keberadaan tenaga kesehatan termasuk tenaga ahli giai memiliki peranan yang
sangat penting dalam masyarakat. Kasus pelanggaran dalam pelayanan gizi salah satunya
yakni kesalahan penatalaksanaan gizi bagi pasien rawat inap yang termuat dalam laporan
praktikum ini sebaiknya segera di tindak lanjuti agar tidak terjadi lagi sehingga tidak
menimbulkan kerugian bagi pihak terkait. Seperti kasus diatas yang akibat dari kelalaian
petugas dan kualitas pelayanan/perawatan rumah sakit yang buruk menyebabkan salah
satu pasiennya meninggal. Oleh karena itu, untuk menghindari kejadian serupa seluruh
tenaga medis harus mematuhi kode etik dan standar operasional prosedur (SOP) yang
berlaku.
DAFTAR PUSTAKA