Anda di halaman 1dari 9

BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan review dari 8 literatur dengan hasil penelitian menunjukkan

hasil bahwa, pola asuh orangtua berpengaruh terhadap kecerdasan emosional

anak. Tetapi dalam pembahasan ini akan di bedakan menjadi dua yaitu hubungan

pola asuh orangtua dan kecerdasan emosional pada anak pra sekolah dan

hubungan pola asuh orangtua dan kecerdasan emosional anak pada usia sekolah.

Pembahasan hasil penelitian dari sumber yang dikumpulkan sebagai berikut:

Pembahasan yang pertama yaitu tentang hubungan pola asuh orangtua dan

kecerdasan emosional anak usia pra sekolah. Pada pembahasan ini terdapat empat

jurnal yang membahas tetang hubungan pola asuh orangtua dengan kecerdasan

emosional anak pra sekolah. Yang pertama yaitu jurnal yang diteliti oleh Siti

Rahayu Isha dan nordin Mamat (2019), yang menunjukkan hasil yang pertama

dari analisis korelasi antara pola asuh ororiter dan kecerdasan emosional anak

ditemukan korelasi person r = 0,757 yang menunjukkan hubungan antara pola

asuh otoriter dan kecerdasan emosional dalam kategori tinggi. Hasil yang ke dua

yaitu terdapat hubungan antara pola asuh otoritatif dengan kecerdasan emosional

anak dengan kategori tergolong tinggi, yang dilihat dari analisis korelasi

ditemukan korelasi person r = 0,783. Hasil yang ke tiga dilihatdari analisis

korelasi ditemukan person korelasi r = 0,798, hal ini menunjukkan terdapat

hubungan antara pola asuh permisif dan kecerdasan emosional anak tergolong

tinggi. Jurnal ke dua penelitian yang dilakukan oleh Farida (2020) yang

menunjukkan bahwa sebagian besar orangtua menerapkan pola asuh otoritatif

sebanyak 16 orangtua (53%), dan sisanya 14 responden (47%) menerapkan pola

22
23

asuh otoriter. Sehingga sebagian besar onak memiliki kecerdasan emosional yang

termasuk dalam kategori cerdas, yaitu 18 siswa (62%) dan 12 siswa (38%)

termasuk dalam kategori kurang. Jurnal ke tiga menunjukkan bahwa pola asuh

orangtua yang diterapkan untuk anak anaknya mayoritas adalah pola asu otoriter

dengan jumlah siswa sebanyak 12 siswa, kemudian pola asuh permisif diperoleh

sebanyak 6 siswa, dan pola asuh otoritatif hanya terdapat lima siswa. Sedangkan

untuk kecerdasan emosional rata-rata atau sebagian besar siswa kelas kelompok

bermain permata hati dungus cerme gresik adalah sedang, dikarenakan jumlah

presentase siswa yang memiliki kategori kecerdasan emosional sedang lebih dari

43% dengan ketentuan dari 23 siswa terdapat 8 siswa yang memiliki kategori

kecerdasan emosional tinggi, 10 siswa memiliki kecerdasan emosional sedang,

dan 5 siswa dengan kecerdasan emosional rendah. Sehingga setelah dilakukan

perhitungan didapati bahwa kecenderungan pola asuh otoriter memiliki rata-rata

kecerdasan emosional sebanyak 77,34, pola asuh permisif memiliki rata-rata

kecerdasan emosional 73,40, pola asuh otoritatif memiliki rata-rata kecerdasan

emosinal 80,82. Pada jurnal ke empat penelitian yang dilakukan oleh siti mar’ati

Soliha (2020), pengukuran pola asuh orang tau (ibu) dari anak usia pra sekolah

menggunakan skor, kemudian skor kuesioner tersebut dikelompokkan ke dalam

tiga kategori yaitu dominan, cukup dominan, dan kurang dominan berdasarkan

masing-masing pola asuh yang orangtua terapkan, yaitu pola asuh otoriter, pola

asuh demokratis, pola asuh permisif. Sedangkan untuk pengukuran kecerdasan

emosional anak usia pra sekolah menggunakan skor berdasarkan penilaian

terhadap kuesioner yang di isi oleh masing-masing orangtua (ibu) responden. Skor

kuesioner kemudian dikelompokkan kedalam 3 kategori tinggi, sedang dan


24

rendah. Sebagian besar dalam kategori tinggi sebanyak 27 anak (82%) dan

sebagian kecil anak berada pada kategori rendah dan sedang yaitu sebanyak 3

anak (9%).

Anak usia dini merupakan masa yang menentukan dalam pembentukan

karakter dan kepribadian seorang anak. Pada usia dini, pengembangan potensi

anak dianggap sangat penting dalam upaya membantu meletakkan dasar

kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas. Tidak hanya kemajuan dalam

aspek bahasa, fisik, kognitif, nilai agam dan moral, namun juga aspek emosi dan

social. Menurut Baumrind dalam Agoes Dariyo (2004) pola asuh dibagi menjadi

tiga yaitu: yang pertama yaitu pola asuh otoriter. Berdasarkan ciri-ciri yang

disebutkan dalam pola asuh otoriter, maka akibat negatif yang timbul pada pola

asuh ini akan cenderung lebih dominana. Hal yang senanda juga disampaikan oleh

Bjorklund yang menyatakan bahwa pola asuk otoriter menjadikan seseorang anak

menarik diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain

namun, tidak hanya akibat negative yang ditimbulkan, tetapi juga terdapat akibat

positif dari pola asuh otoriter yaitu anak akan menjadi disiplin dan menaati

eraturan. Meskipun, anak cenderungdisiplin hanya di hadapan orangtua (conny,

1998). Yang kedua pola asuh demokratis atau otoritatif merupakan pola asuh

orangtua yang memberikan keseimbangan antara pembatasan dan otonomi atau

kebebasan, pola asuh dari Baumrind ini memiliki kesamaan dengan pola asuh

mendorong dan menghambat dari Hauser bahwa orangtua mendorong anak untuk

bebas tetapi juga menghambat atau mengendalikan perilaku anak. Yang ketiga

adalah pola asuh permisif merupakan pola asuh yang mengutamakan kebebasan,

memberikan hak penuh kepada anak dalam memilih dan melakukan hal-hal yang
25

mereka sukai. Pola asuh permisif dari Burmrind memiliki kesamaan dengan pola

asuh menghambat dari Hauser, karena dalam penerapan pola asuh ini orangtua

tidak mengarahkan ank untuk menjadi lebih matang dan dewasa, menjadikan anak

tidak memahami identitasnya, karena dia selalu terbiasa tidak mandiri. Sedangkan

untuk perkembangan social emosional anak usia dini diharapkan memiliki

kemempuan dan kompetisi serta hasil belajar yang ingin dicapai seperti

kemampuan mengenal lingkungan sekitar, mengenal alam, mengenal lingungan

social, dan peran masyarakat yang mampu mengembangkan konsep diri. Hal ini

menyatakan bahwa kemampuan emosi jika distimulus atau diberi rangsangan

dengan baik bias menjadi kemampuan yang baik untuk kedepanya (Nina Nuriyah,

2021). Menurut pendapat penulis keunggulan pola asuh demokratis terletak pada

proses dialog dan keterbukaan antara orangtua dengan anak yang dikembangkan

dalam pola asuh demokratis yang tidak ditemukan pada pola asuh otoriter maupun

pola asuh permisif. Proses dialog dan keterbukaan memberikan dampak yang

positif bagi kecerdasan emosional anak. Sedangkan pada pola asuh permisif

proses interaksi dan keterbukaan antara orangtua dengan anak tidak ditemukan

karena orangtua bersifat memanjakan anak, tetapi anak masih memiliki

kesempatan untuk mengekspresikan emosi, mengatur emosi, dan mengidentifikasi

perasaan.

Pembahasan yang ke dua yaitu tentang hubungan pola asuh orangtua dan

kecerdasan emosional anak usia sekolah. Pada pembahasan ini terdapat empat

jurnal yang membahas tetang hubungan pola asuh orangtua dengan kecerdasan

emosional anak usia sekolah. Yang pertama yaitu jurnal ke lima penelitian yang

dilakukan oleh Lutfiah Triani, dkk (2019), menunjukkan hasil bahwa pengaruh
26

pola asuh demokratis orangtua terhadap kecerdasan emosional siswa sebesar

51,6% dan sisanya 48% dipengaruhi oleh faktor lain. Yang selanjutnya adalah

jurnal ke enam yang diteliti oleh Atika Sabaria dkk (2019), dalam penelitian ini

menyebutkan bahwa semakain tinggi pola asuh demokratis maka semakin tinggi

kecerdasan emosional. Koefisien r kuadran pola asuh demokratis dengan variable

terikat kecerdasan emosional adalah sebesar r2 = 0,213. Ini menunjukkan bahwa

kecerdasan emosional dibentuk oleh pola asuh demokratis dengan kontribusi

sebesar 21,3%. Selanjutnya yaitu jurnal ke delapan penelitian yang dilakukan oleh

Enda Yulia dkk (2018), menunjukkan hasil bahwa besar sumbangan antara pola

asuh orangtua dengan kecerdasan emosional anak sebesar 38,19%. Selebihnya,

sebesar 61% merupakan faktor lain yang mempengaruhi kecerdasan emosional

anak. Jurnal trahir yang membahas mengenai hubungan pola asuh orangtua dan

kecerdasan emosional anak usia sekolah adalah penelitian yang dilakukan oleh

Khoirun Nisa dkk (2021), yang menyatakan bahwa berdasarkan analisis data

menunjukkan adanya hubungan pola asuh orangtua terhadap kecerdasan

emosional anak berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan angka sebesar, 0,963.

Hasil hitung tersebut menunjukkan angka yang positif, nilai koefisien korelase (r)

termasuk kedalam kategori sangat kuat berdasarkan pedoman koefisien korelasi.

Dari keempat jurnal tersebut dua jurnal membahas tentang pola asuh demokratis.

Sedangkan untuk dua jurnal lainya tidak menyebutkan tentang jenis pola asuh

apasaja yang diterapkan. Tetapi semu jurnal menunjukkan terdapat hubungan

yang signifikan antara pola asuh orangtua dengan kecerdasan emosional anak usia

sekolah.
27

Pola asuh demoratis memiliki ciri-ciri kebebasan dan ketertiban, orangtua

akan memberikan arahan atau masukan-masukan yang sifatnya tidak mengikat

kepada anak. dalam hal ini orangtua bersifat objektif, perhatian, dan control

trhadap perilaku anak-anaknya, sehingga orangtua dapat menyesuaikan dengan

kemampuan anak menurut Bolson dalam Andrie, Winarti, dan Utami (2001).

Dengan kata lain, pola asuh demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak

untuk mengemukakan pendapat, malakukan apa yang diinginkannya dengan tidak

melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh orangtua. Para

ahli mengatakan masa sekolah dasar anak mulai bias berkompetensi dengan teman

sebaya, telah mampu mandiri, sementara emosi siswa sekolah dasar dapat

mengekspresikan reaksi terhadap orang lain dan dapat mengontrol emosi (eka

Tusyana, 2019). Setiap individu mengalami perkembangan dalam hidupnya yaitu

perkembangan individu dari beberapa proses yakni biologis, kognitif, social,

bahasa, emosi. Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa

faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi seorang anak yaitu bergantung

pada faktor genetic dan faktor lingkungan (Latifah, 2017). Jadi pola asuh sangat

berpengaruh dalam pembentukan kepribadia serta aspek-aspek kepribadian.

Menurut pendapat Goleman yang dikutip oleh Desmita (2016) membagi

kecerdasan emosional menjadi lima komponen penting diantaranya: kemampuan

memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, berempati,

serta memiliki kemampuan untuk kerja sama. Menurut pendapat penulis pola asuh

perlu dibangun oleh orangtua untuk anak dengan tingkat kepercayaan yang lebih

rendah dalam perilaku tertentu dan dengan ketatnya tingakat pengawasan yang

diberikan kepada anak disebabkan besarnya ketergantungan anak kepada


28

orangtua. Ketika anak semakin besar, setidaknya orangtua mulai mengajarkan

logika memberikan nasehat moral, dan memberikan atau mencabut hak-hak

kusus. Ketika anak memasuki sekolah dasar, orangtua akan menunjukkan kasih

saying fisik yang semakin sedikit. Pola asuh yang diterapkan orangtua harus

memperhatikan pula tingkatan usia anak serta orangtua setidaknya bersikap

fleksibel dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan anak.

Dari beberapa jurnal di atas yang membahas mengenai hubungan pola

asuh orangtua dan kecerdasan emosional anak usia pra sekolah maupun usia

sekolah, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang paliang baik diterapkan bagi

perkembangan anak adalah pola asuh otoritatif atau demokratis. Berdasarkan

dampak yang ditimbulkan dari penerapan setiap pola asuh, maka pola asuh yang

ideal bagi perkembangan anak adalah pola asuh otoritatif. Hal ini sesuai dengan

pendapat para ahli, diantaranya adalah Baumrind dan Hert. Baumrid dalam

Casmini (2007), menyatakan bahwa pola asuh yang ideal untuk perkembangan

anak yaitu pola asuh otoritatif. Hal ini dikarenakan orangtua yang menerapkan

pola asuh otoritatif akan memberikan keseimbangan antara kebebasan dan

pembatasan, di satu sisi memberi kesempatan pengembangan percaya diri,

sedangkan di sisi lain mengaturstandar, batasan serta petunjuk bagi anak, yang

kedua yaitu orangtua otoritatif lebih luwes dalam mengasuh anak, mereka

membentuk dan menyesuaikan tuntutan dan harapan yang sesuai dengan

perubahan kebutuhan dan kopetensi anaknya, yang ke tiga orangtua otoritatif

lebih suka memberikan aak kebebasan, yang ke empat orangtua otoritatif lebih

suka mendorong anak dalam perbincangan, hal ini dapt mendukung

perkembangan intelektual yang merupakan dasar penting bagi perkembangan


29

kopetensi social, yang ke lima diskusi keluarga tentang pengambilan keputusan,

aturan dan harapan yang diterangkan dapat membantu anak memahami system

social dan hubungan social, ke enam keluarha yang menerapkan pola asuh

otoritatif dapat memberikan stimulant pemikiran pada anak, yang ke tujuh

orangtua otoritatif mengkombinasikan control seimbang dengan kehangatan.

Sehingga anak mengidentifikasi orangtuanya. Pada umumnya yang

memperlakukan kita penuh kehangatan dan kasih saying, yang kedelapan anak

yang tumbuh dengan kehangatan orangtua akan mengarahkan diri dengan meniru

orangtuanya kemudian memperlihatkan kecenderungan yang sempurna, yang ke

Sembilan anak anak yang tumbuh dalam keluarga otoritatif akan meneruskan

praktik pengasuhan yang otoritatif pula. Anak bertanggung jawab, dapat

mengarahkan diri, memiliki rasa ingin tahu dan memiliki ketenangan diri

mencerminkan adanya kehangatan dalam keluarga, pemberian petunjuk yang

luwes, yang terakir yaitu orangtua merasa nyaman berada di sekitar anak yang

bertanggung jawab dan bebas, sehingga memperlakukan anak lebih hangat,

sebaliknya anak yang berulah akan membuat orangtuanya tidak berpikir panjang,

tidak sabar, dan berjarak. Pendapat Hart dalam Santrock (2007) juga

mengemukakan bahwa pengasuhan otoritatif cocok atau ideal untuk diterapkan,

hal ini dikarenakan: yang pertama orangtua yang menerapkan pola asuh otoritatif

merupakan keseimbangan yang tepat antara kendali dan otonomi. Sehingga

memberi kesempatan anak untuk membentuk kemandirian dan memberikan

standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan oleh anak, yang ke dua orang yua

yang otoritatif lebih cenderung melibatkan anak dalam kegiatan memberi dan

menerima secara verbal dan memperbolehkan anak mengutarakan pendapat


30

mereka, yang ke tiga kehangatang yangdiberikan dan keterlibatan orangtua

dengan pola asuh otoritatif membuat anak lebih bias menerima pengaruh

orangtua, yang terakhir pola asuh otoritatif merupakan pola asuh yang memiliki

dampak positif yang lebih besar dibandingkan dampak negatifnya. Pola asuh

otoritatif dapat dikatakan sebagai pola asuh yang ideal bagi perkembangan anak.

Anda mungkin juga menyukai