PEMBAHASAN
anak. Tetapi dalam pembahasan ini akan di bedakan menjadi dua yaitu hubungan
pola asuh orangtua dan kecerdasan emosional pada anak pra sekolah dan
hubungan pola asuh orangtua dan kecerdasan emosional anak pada usia sekolah.
Pembahasan yang pertama yaitu tentang hubungan pola asuh orangtua dan
kecerdasan emosional anak usia pra sekolah. Pada pembahasan ini terdapat empat
jurnal yang membahas tetang hubungan pola asuh orangtua dengan kecerdasan
emosional anak pra sekolah. Yang pertama yaitu jurnal yang diteliti oleh Siti
Rahayu Isha dan nordin Mamat (2019), yang menunjukkan hasil yang pertama
dari analisis korelasi antara pola asuh ororiter dan kecerdasan emosional anak
asuh otoriter dan kecerdasan emosional dalam kategori tinggi. Hasil yang ke dua
yaitu terdapat hubungan antara pola asuh otoritatif dengan kecerdasan emosional
anak dengan kategori tergolong tinggi, yang dilihat dari analisis korelasi
hubungan antara pola asuh permisif dan kecerdasan emosional anak tergolong
tinggi. Jurnal ke dua penelitian yang dilakukan oleh Farida (2020) yang
22
23
asuh otoriter. Sehingga sebagian besar onak memiliki kecerdasan emosional yang
termasuk dalam kategori cerdas, yaitu 18 siswa (62%) dan 12 siswa (38%)
termasuk dalam kategori kurang. Jurnal ke tiga menunjukkan bahwa pola asuh
orangtua yang diterapkan untuk anak anaknya mayoritas adalah pola asu otoriter
dengan jumlah siswa sebanyak 12 siswa, kemudian pola asuh permisif diperoleh
sebanyak 6 siswa, dan pola asuh otoritatif hanya terdapat lima siswa. Sedangkan
untuk kecerdasan emosional rata-rata atau sebagian besar siswa kelas kelompok
bermain permata hati dungus cerme gresik adalah sedang, dikarenakan jumlah
presentase siswa yang memiliki kategori kecerdasan emosional sedang lebih dari
43% dengan ketentuan dari 23 siswa terdapat 8 siswa yang memiliki kategori
emosinal 80,82. Pada jurnal ke empat penelitian yang dilakukan oleh siti mar’ati
Soliha (2020), pengukuran pola asuh orang tau (ibu) dari anak usia pra sekolah
tiga kategori yaitu dominan, cukup dominan, dan kurang dominan berdasarkan
masing-masing pola asuh yang orangtua terapkan, yaitu pola asuh otoriter, pola
terhadap kuesioner yang di isi oleh masing-masing orangtua (ibu) responden. Skor
rendah. Sebagian besar dalam kategori tinggi sebanyak 27 anak (82%) dan
sebagian kecil anak berada pada kategori rendah dan sedang yaitu sebanyak 3
anak (9%).
karakter dan kepribadian seorang anak. Pada usia dini, pengembangan potensi
kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas. Tidak hanya kemajuan dalam
aspek bahasa, fisik, kognitif, nilai agam dan moral, namun juga aspek emosi dan
social. Menurut Baumrind dalam Agoes Dariyo (2004) pola asuh dibagi menjadi
tiga yaitu: yang pertama yaitu pola asuh otoriter. Berdasarkan ciri-ciri yang
disebutkan dalam pola asuh otoriter, maka akibat negatif yang timbul pada pola
asuh ini akan cenderung lebih dominana. Hal yang senanda juga disampaikan oleh
Bjorklund yang menyatakan bahwa pola asuk otoriter menjadikan seseorang anak
menarik diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain
namun, tidak hanya akibat negative yang ditimbulkan, tetapi juga terdapat akibat
positif dari pola asuh otoriter yaitu anak akan menjadi disiplin dan menaati
1998). Yang kedua pola asuh demokratis atau otoritatif merupakan pola asuh
kebebasan, pola asuh dari Baumrind ini memiliki kesamaan dengan pola asuh
mendorong dan menghambat dari Hauser bahwa orangtua mendorong anak untuk
bebas tetapi juga menghambat atau mengendalikan perilaku anak. Yang ketiga
adalah pola asuh permisif merupakan pola asuh yang mengutamakan kebebasan,
memberikan hak penuh kepada anak dalam memilih dan melakukan hal-hal yang
25
mereka sukai. Pola asuh permisif dari Burmrind memiliki kesamaan dengan pola
asuh menghambat dari Hauser, karena dalam penerapan pola asuh ini orangtua
tidak mengarahkan ank untuk menjadi lebih matang dan dewasa, menjadikan anak
tidak memahami identitasnya, karena dia selalu terbiasa tidak mandiri. Sedangkan
kemempuan dan kompetisi serta hasil belajar yang ingin dicapai seperti
social, dan peran masyarakat yang mampu mengembangkan konsep diri. Hal ini
dengan baik bias menjadi kemampuan yang baik untuk kedepanya (Nina Nuriyah,
2021). Menurut pendapat penulis keunggulan pola asuh demokratis terletak pada
proses dialog dan keterbukaan antara orangtua dengan anak yang dikembangkan
dalam pola asuh demokratis yang tidak ditemukan pada pola asuh otoriter maupun
pola asuh permisif. Proses dialog dan keterbukaan memberikan dampak yang
positif bagi kecerdasan emosional anak. Sedangkan pada pola asuh permisif
proses interaksi dan keterbukaan antara orangtua dengan anak tidak ditemukan
perasaan.
Pembahasan yang ke dua yaitu tentang hubungan pola asuh orangtua dan
kecerdasan emosional anak usia sekolah. Pada pembahasan ini terdapat empat
jurnal yang membahas tetang hubungan pola asuh orangtua dengan kecerdasan
emosional anak usia sekolah. Yang pertama yaitu jurnal ke lima penelitian yang
dilakukan oleh Lutfiah Triani, dkk (2019), menunjukkan hasil bahwa pengaruh
26
51,6% dan sisanya 48% dipengaruhi oleh faktor lain. Yang selanjutnya adalah
jurnal ke enam yang diteliti oleh Atika Sabaria dkk (2019), dalam penelitian ini
menyebutkan bahwa semakain tinggi pola asuh demokratis maka semakin tinggi
sebesar 21,3%. Selanjutnya yaitu jurnal ke delapan penelitian yang dilakukan oleh
Enda Yulia dkk (2018), menunjukkan hasil bahwa besar sumbangan antara pola
anak. Jurnal trahir yang membahas mengenai hubungan pola asuh orangtua dan
kecerdasan emosional anak usia sekolah adalah penelitian yang dilakukan oleh
Khoirun Nisa dkk (2021), yang menyatakan bahwa berdasarkan analisis data
emosional anak berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan angka sebesar, 0,963.
Hasil hitung tersebut menunjukkan angka yang positif, nilai koefisien korelase (r)
Dari keempat jurnal tersebut dua jurnal membahas tentang pola asuh demokratis.
Sedangkan untuk dua jurnal lainya tidak menyebutkan tentang jenis pola asuh
yang signifikan antara pola asuh orangtua dengan kecerdasan emosional anak usia
sekolah.
27
kepada anak. dalam hal ini orangtua bersifat objektif, perhatian, dan control
kemampuan anak menurut Bolson dalam Andrie, Winarti, dan Utami (2001).
Dengan kata lain, pola asuh demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak
melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh orangtua. Para
ahli mengatakan masa sekolah dasar anak mulai bias berkompetensi dengan teman
sebaya, telah mampu mandiri, sementara emosi siswa sekolah dasar dapat
mengekspresikan reaksi terhadap orang lain dan dapat mengontrol emosi (eka
pada faktor genetic dan faktor lingkungan (Latifah, 2017). Jadi pola asuh sangat
serta memiliki kemampuan untuk kerja sama. Menurut pendapat penulis pola asuh
perlu dibangun oleh orangtua untuk anak dengan tingkat kepercayaan yang lebih
rendah dalam perilaku tertentu dan dengan ketatnya tingakat pengawasan yang
kusus. Ketika anak memasuki sekolah dasar, orangtua akan menunjukkan kasih
saying fisik yang semakin sedikit. Pola asuh yang diterapkan orangtua harus
asuh orangtua dan kecerdasan emosional anak usia pra sekolah maupun usia
sekolah, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang paliang baik diterapkan bagi
dampak yang ditimbulkan dari penerapan setiap pola asuh, maka pola asuh yang
ideal bagi perkembangan anak adalah pola asuh otoritatif. Hal ini sesuai dengan
pendapat para ahli, diantaranya adalah Baumrind dan Hert. Baumrid dalam
Casmini (2007), menyatakan bahwa pola asuh yang ideal untuk perkembangan
anak yaitu pola asuh otoritatif. Hal ini dikarenakan orangtua yang menerapkan
sedangkan di sisi lain mengaturstandar, batasan serta petunjuk bagi anak, yang
kedua yaitu orangtua otoritatif lebih luwes dalam mengasuh anak, mereka
lebih suka memberikan aak kebebasan, yang ke empat orangtua otoritatif lebih
aturan dan harapan yang diterangkan dapat membantu anak memahami system
social dan hubungan social, ke enam keluarha yang menerapkan pola asuh
memperlakukan kita penuh kehangatan dan kasih saying, yang kedelapan anak
yang tumbuh dengan kehangatan orangtua akan mengarahkan diri dengan meniru
Sembilan anak anak yang tumbuh dalam keluarga otoritatif akan meneruskan
mengarahkan diri, memiliki rasa ingin tahu dan memiliki ketenangan diri
luwes, yang terakir yaitu orangtua merasa nyaman berada di sekitar anak yang
sebaliknya anak yang berulah akan membuat orangtuanya tidak berpikir panjang,
tidak sabar, dan berjarak. Pendapat Hart dalam Santrock (2007) juga
hal ini dikarenakan: yang pertama orangtua yang menerapkan pola asuh otoritatif
standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan oleh anak, yang ke dua orang yua
yang otoritatif lebih cenderung melibatkan anak dalam kegiatan memberi dan
dengan pola asuh otoritatif membuat anak lebih bias menerima pengaruh
orangtua, yang terakhir pola asuh otoritatif merupakan pola asuh yang memiliki
dampak positif yang lebih besar dibandingkan dampak negatifnya. Pola asuh
otoritatif dapat dikatakan sebagai pola asuh yang ideal bagi perkembangan anak.