Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Praktik Keperwatan Komunitas
Dosen Pembimbing Ns. Asmadi, M.Kep., Sp. Kom

Disususn oleh:
FUZI MELA SAADAH
(JNR0210036)
Program Profesi Ners

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan keperawatan keluarga  yaitu suatu rangkaian kegiatan yang
diberikan melalui praktek keperawatan pada keluarga. Asuhan
keperawatan keluarga  digunakan untuk membantu menyelesaikan
masalah kesehatan keluarga  dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan. Agar pelayanan kesehatan yang diberikan dapat diterima
oleh keluarga, maka perawat harus mengerti, memahami tipe dan
struktur keluarga, mengetahui tingkat pencapaian keluarga  dalam
melakukan fungsinya. Memerlukan pemahaman setiap tahap
perkembangan keluarga dan tugas perkembangannya. Pengkajian
asuhan keperawatan keluarga  dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
keluarga  memenuhi tugas perkembangannya. Pasangan baru ( keluarga
baru menikah) ialah ketika masing-masing individu laki-laki dan
perempuan membentuk keluarga  melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan keluarga nya masing-masing.
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah meningkat secara
kronis karena jantung memompa darah lebih kuat untuk memenuhi
kebutuhan (Arifin et al., 2021). Hipertensi dikatakan sebagai penyakit
silent killer dikarenakan hipertensi ini merupakan penyakit yang
terkadang tidak menunjukkan gejala namun dapat menimbulkan
komplikasi yang membahayakan bahkan secara tiba-tiba dapat
mengakibatkan kematian (Arifin et al., 2021). Ada dua terapi yang
dapat dilakukan untuk mengobati hipertensi yaitu terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non famakologis dapat
dilakukan dengan modifikasi gaya hidup yang meliputi berhenti
merokok, melakukan diet berat badan, menghindari alkohol, serta yang
mencakup psikis antara lain menghindari stress, melakukan olahraga,
dan istrirahat yang cukup.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun
2015 sebesar 1,13 miliar orang di seluruh dunia mengalami hipertensi
atau sekitar 1 dari 3 orang mengalami hipertensi (P2PTM Kemenkes
RI, 2020).
Berdasarkan data dari WHO tahun 2000, menunjukkan sekitar 972
juta orang atau 26,4% penduduk dunia menderita hipertensi, dengan
perbandingan 50,54% pria dan 49,49 % wanita. Jumlah ini cenderung
meningkat tiap tahunnya (Ardiansyah, 2012). Data statistic dari
Nasional Health Foundation di Australia memperlihatkan bahwa
sekitar 1.200.000 orang Australia (15% penduduk dewasa di Australia)
menderita hipertensi. Besarnya penderita di negara barat seperti,
Inggris, Selandia Baru, dan Eropa Barat juga hampir 15% (Maryam,
2008). Di Amerika Serikat 15% ras kulit putih pada usia 18-45 tahun
dan 25-30% ras kulit hitam adalah penderita hipertensi (Miswar, 2004).
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, prevalensi hipertensi di
Indonesia tahun 2004 sekitar 14% dengan kisaran 13,4 - 14,6%,
sedangkan pada tahun 2008 meningkat menjadi 16-18%. Secara
nasional Provinsi Jawa Tengah menempati peringkat ke-tiga setelah
Jawa Timur dan Bangka Belitung. Data Riskesdas (2010) juga
menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah
stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi
penyebab kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes, 2010).

B. Definisi Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit (Kemenkes RI, 2013).
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan
sistolik yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial
150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun
memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring
bertambahnya usia (Stockslager,2008).
Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan
peningkatan sistolik dan diastolik dijumpai pada usia pertengahan
hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan diastolik
meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun
tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah
Geriatri Semarang,2008).
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering
ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner.
Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh
penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut
dibedakan atas:
1. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan atau tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.
2. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg
(Nugroho,2008).
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa hipertensi lanjut usia
dipengaruhi oleh faktor usia.
C. Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebab, hipertensi di bagi dalam 2 golongan :
1. Hipertensi primer / essensial
Merupakan hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui,
biasanya berhubungan dengan faktor keturunan dan lingkungan
2. Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui
secara pasti, seperti gangguan pembuluh darah dan penyakit ginjal.

D. Etiologi Hipertensi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan  pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas  pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti


penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor
yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan Ciri perseorangan yang mempengaruhi
timbulnya hipertensi adalah:
1) Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
2) Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
3) Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
4) Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya


hipertensi adalah:
1) Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
2) Kegemukan atau makan berlebihan
3) Stress
4) Merokok
5) Minum alcohol
6) Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-


penyakit seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis
tubular akut, Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia,
Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan
endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf, Stroke,
Ensepalitis. Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat-obatan
Kontrasepsi oral Kortikosteroid.
E. Patofisiologi Hipertensi pada Lanjut Lansia
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan
peningkatan usia terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan
meregang pada arteri besar. Tekanan aorta meningkat sangat tinggi
dengan penambahan volume intravaskuler yang sedikit menunjukan
kekakuan pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik
hipertensi sistolik ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri besar
resistensi perifer yang tinggi pengisian diastolik abnormal dan
bertambah masa ventrikel kiri.
Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan arteri
besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan
hipertensi sistolik dan diastolik output jantung, volume intravaskuler,
aliran darah keginjal aktivitas plasma renin yang lebih rendah dan
resistensi perifer.
Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya
norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem
reseptor beta adrenergik pada sehingga berakibat penurunan fungsi
relaksasi otot pembuluh darah (Temu Ilmiah Geriatri , 2008). Lanjut
usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar
yang membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya
pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah.

F. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hipertensi pada Lanjut Usia


Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi
pada lanjut usia adalah :
1. Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat
proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus:
hipertensi glomerelo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus
menerus.
2. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan
bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau
penurunan kadar natrium.
3. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua
akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang
mengakibatkan hipertensi sistolik.
4. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan
disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai
sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan
resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis
pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan
kenaikan tekanan darah. Dengan perubahan fisiologis normal
penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras riwayat
keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan
garam yang tinggi alkohol yang berlebihan (Stockslager, 2008).
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi
hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama
dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit
kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya
proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang
selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut
berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara
alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-
55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari
setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita
sekitar 56,5%. (Anggraini , 2009). Hipertensi lebih banyak
terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda.
Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55
tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal
ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah
menopause (Marliani, 2007).
2) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi
tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung
mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang
berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus
ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia
tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis
obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada
kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia
lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia
diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
hormon sesudah menopause.
Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi
yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari
keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama
aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan
mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku,
arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan
menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita
hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009).
Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi (Marliani, 2007).
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1) Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori
mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena
kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat.
Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok
lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti
artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi,
2008).Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes
5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
berat badannya normal. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
2) Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan
penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan
teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih
otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung
harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik
menaikan risiko tekanan darah tinggi karena
bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang
yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih
cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung
harus memompa semakin besar pula kekuaan yang
mendesak arteri (Rohaendi, 2008).
3) Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan
insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis
arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam
penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman
dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts
terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat
hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan
perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok
perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang
perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8
tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian
hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan
kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani,
2007).
4) Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi
garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi.
Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih
dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram
garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume
darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
(Hans Petter, 2008).
5) Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat
merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk
pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan
termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani,
2007).
6) Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu
cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana
dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan
tekanan darah 5 -10 mmHg.
7) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga
melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat
menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Stress yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun
hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh
stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di
kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini (2009)
mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh
darah perifer dan curah jantung sehingga akan
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini
dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial,
ekonomi, dan karakteristik personal.
G. Manifestasi Klinis Hipertensi
1. Sakit kepala dan pusing
2. Nyeri kepala berputar
3. Rasa berat di tengkuk
4. Marah / emosi tidak stabil
5. Mata berkunang – kunang
6. Telinga berdengung
7. Sukar tidur
8. Kesemutan
9. Kesulitan bicara
10. Rasa mual / muntah
11. Epistaksis
12. Migren
13. Mudah lelah
14. Tinistus yang diduga berhubungan dengan naiknya tekanan darah.

H. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi


1. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
( viskositas ) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
2. BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
3. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
4. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
5. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk /
adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
6. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
7. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
8. Urinalisa Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal
dan atau adanya diabetes.
9. Asam urat, hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi.
10. Steroid urin, kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
11. IVP, dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
12. Foto dada, menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub,
perbesaran jantung
13. CT scan, untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
14. EKG, dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hiperten
I. Penatalaksanaan Hipertensi
1. Pengobatan.
Menurut : Darmojo (2008), Pemakain obat pada lanjut usia
perlu dipikirkan kemungkinan adanya :
a. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan
b. Interaksi obat
c. Efek samping obat
d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya
melalui ginjal
2. Non farmakologi
Upaya non farmakologi menurut: Darmojo (2008) terdiri atas:
a. Berhenti merokok
b. Penurunan berat badan yang berlebihan
c. Berhenti/mengurangi asupan alkohol
d. Mengurangi asupan garam.
J. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi akan lebih membebani jantung dan pembuluh darah
Anda jika tidak ditangani dengan seksama. Jenis-jenis komplikasi
yang berpotensi terjadi meliputi:
1. Serangan jantung atau stroke
Hipertensi berpotensi menyebabkan penebalan dan
pengerasan dinding arteri sehingga dapat memicu serangan
jantung serta stroke.
2. Aneurisme atau pelebaran abnormal pada arteri
Peningkatan tekanan darah dapat memicu pelebaran dinding
pembuluh darah (seperti menggembung). Dinding yang
menggelembung akan menjadi lemah saat menahan tekanan
aliran darah. Komplikasi ini berpotensi mengancam jiwa,
terutama jika pembuluh darah pecah.
3. Pembuluh darah kecil pada ginjal yang rusak akibat hipertensi
Kondisi ini bisa menghalangi ginjal untuk berfungsi dengan
baik. Beberapa gejalanya adalah pembengkakan kedua tungkai
bawah, keinginan untuk buang air kecil di malam hari
meningkat tapi volume urine sedikit, dan hipertensi yang
semakin parah.
4. Sindrom metabolic
Munculnya sejumlah masalah kesehatan yang dialami secara
bersamaan. Lingkar pinggang meningkat, tingginya kadar
trigliserida, rendahnya kadar kolesterol baik (HDL), kadar gula
darah puasa yang tinggi, disertai hipertensi akan meningkatkan
risiko terjadinya sindrom metabolik. Sindrom ini juga dikenal
sindom resistensi insulin, dimana tubuh gagal menggunakan
insulin dalam darah dengan efektif. Pada akhirnya, risiko
terjadinya penyakit kardiovaskular dan diabtes juga akan
meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):


Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI.
Nurarif .A.H dan Kusuma .H. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta:
Mediaction.
Tambayong.(2009). Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai