Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

TN. M DENGAN FRAKTUR TIBIA SINISTRA

DIRUANG RAWAT DEWASA KELAS III RSUP Ir. (H.C) SOEKARNO

A. Konsep Teoritis Fraktur


1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddartth, 2005 dalam Wijaya
dan Putri, 2013). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri dan jaringan lunak sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wibson, 2006).
Fraktur adalah suatu petahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi
mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks,
biasanya patahan lengkap dan fregmen tulang bergeser (Wijaya dan Putri, 2013).

2. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat sering terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemutiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

Menurut Brunner & Suddarth (2005) fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot
ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan
oleh fraktur.

3. Anatomi Fisiologi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaina tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melektanya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price dan
Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan


tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat keras
dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya
kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006).
Tulang ekstremitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada
batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antara lain:
tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang
(Price dan Wilson, 2006).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang
panggul, letaknya disetiap sisi dan didepan bersatu dengan simfisis pubis dan
membentuk sebagian besaer tulang pelvis.
b. Tulang Femur (tulang paha) merupakan tulang pipa dan terbesar didalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut dengan kaput femoris, disebelah atas
dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor
dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat
dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua
kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lulut (patella)
yang disebut dengan fosa kondilus.
c. Osteum Tibialis dan Fiburalis (tulang kering dan tulang betis) merupakan
tulang pipa terbesar sesudah tulang paha yang memebentuk persendian lutut
dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS
malleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya labih kecil
daripada bagian pangkal yang melekat pada OS fibula pada bagian ujung
membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut OS malleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os
tibia dan fibula.
d. Tulang Tarsalia (tulang pangkal kaki) dihubungkan dengan tungkai bawah
oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5
yaitu tulang sendi talus, kalkaneus, navicular, osteum kuboideum, kunaiformi.
e. Meta Tarsalia (tulang telapak kaki) terdiri dari tulang-tulang pendek yang
banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan
falangus dengan perantara sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki) merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang
masing-masing terdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada
meta tarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar
yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan
local dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat fraktur. Fraktur sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci)
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu sama lain.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

5. Patofisiologi dan Pathway


Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakitbatkan perdarahan,, maka
volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem local maka
penumpukan didalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut
saraf yang menimbulkan gangguan rasa nyaman. Selain itu, dapat mengenai tulan
dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar
dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adlah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik,
patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien
fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilits yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang terlah dihubungkan, tetap pada tempatnya sampai
sembuh (Sylvia, 2006 : 1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon
dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh
vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena ada cedera,
reposn terhadap berkurangnya volume berkurangnya volume darah yang akut
adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh
perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi
tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi
organ. Hormon-hormon lain bersifat vasoaktif juga dilepaskan kedalam sirkulasi
sewaktu terjadinya syok, termasuk histamine, bradykinin beta-endorpin dan
sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar
pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan
ynag masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah
(venous return) dengan cara kontraksi volume darah didalam system vena
sistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler,
sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial
yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobic normal dan produksi energi.
Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobic, mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembangnya asidosis
metabolik. Bila syok berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk
pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai, maka membrane sel
tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradient elektrik normal
hilang. Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan tanda ultra structural
pertama dari hipoksia seluler, setelah itu tidak lama lagi akan cidera mitokondrial.
Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-seluler.
Bila proses ini terjalan terus, terjadilah pembengkakan sel, juga terjadi
penumpukan kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera
seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Sewakttu tulang patah perdarahan biasanya terjadi sekitar tempat patah
dan kedalaman jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reakso peradangan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel-sel darah putih da sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa
sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas astoeblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Berkuan fibrin direabsorbsi dan
sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufesiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol,
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen
(Brunner & Suddarth, 2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidakseimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbukka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak sepeti
tendon,otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer dan Bare 2001). Pasien yang
harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain :
nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan
diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan berkurangnya
kemempuan perawatan diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna
(ORIF) fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku,
namun, pembedahan meningkatkan keemungkinan terjadinya infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunakdan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Kondisi Patologis

Fraktur

Diskontinuitas Tulang Pergeseran Fragmen Nyeri Akut


Tulang

Perubahan Jaringan Kerusakan Fragmen


Sekitar Tulang
Tekanan Sumsum Tulang
Pergeseran Fragmen Spasme Otot
Tulang Lebih Tinggi Dari Kapiler
Deformitas Peningkatan Tekanan Metabolisme Asam
Kapiler Lemak
Gangguan Fungsi Pelepasan Histamin Metabolisme Asam
Ekstremitas Lemak
Protein Plasma Hilang Bergabung Dengan
Hambatan Mobilitas
Fisik Trombosit
Edema
Emboli
Penekanan Pembuluh
Darah Menyumbat Pembuluh
Darah

Ketidakefektifan Perfusi
Putus Vena / Arteri Kerusakan Integritas Jaringan Perifer
Kulit
Perdarahan Resiko Infeksi

Kehilangan Volume
Cairan
Resiko Syok
(Hipovolemik)
6. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A da L. Wilson, 2006) :
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
b. Delayed union adlah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapiui
dengan keceptan yang lebih lambatdari keadaan normal.
c. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndrome adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan massif pada
suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embolisme syndrome tetesan lemak masuk kedalam pembuluh darah.
Factor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-
laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.
g. Tromboembolik kompication trombo vena dalam sering terjadi pada
individu uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah
atau trauma kompilkasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedi.
h. Infeksi, system pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopdik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk
kedalam. Ini biasanya pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
i. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptic atau nekrosis
iskemia.
j. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif system
saraf simpatik abnormal syndrome ini belum banyak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomontor instability
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu :
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b. Scan tulang , tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, jugadapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple atau cedera hari.

8. Penatalaksaan Medis
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur
berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi,
dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung
pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi dapat dilakukan untuk
mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan
spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertantu memerlukan reduksi terbuka,
dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat,, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah
mengimobilisasi dan mempertahanakan fragmen tulang dalam posisi
dankesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangkan implant
logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat dilakukan
dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometric,
dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan
harga diri (Brunner & Suddarth, 2005). Prinsip penanganan fraktur dikenall
dengan 4R yaitu:
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan
kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untukk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasanagan gips, yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan dibawah
fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006)

Penatalaksanaan perawat menurut Masjoer (2003), adalah sebagai berikut :

a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan


kesadaran, baru periksa patah tulang
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
kompilkasi
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah :
 Meraba lokasi apakah masih hangat
 Observasi warna
 Menekankan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
 Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera
 Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi
nyeri
 Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan
d. Pertahankan kekatan dan pergerakan
e. Mempertahanakan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake
protein 150-300 gr/hari
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan
untuk mempertahanakan fragmen yang telahdihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh

Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) :

a. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom


b. Poliferasi sel terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi
revakularisasi
c. Pembentukkan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang
d. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang
yang baru
e. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan yang
mati dan reorganisasi
B. Asuhan Keperawatan Teoritis
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara
ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan
serta sistematis dan melaksanakannya secara mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy, 1995).
1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tgl MRS, diagnose medis, no.registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan.
 Provoking inciden : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri
 Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apaah
seperti terbakar, berdenyut atau menusuk
 Region radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
 Saverity (scale of pain) : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien,
bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
 Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari/siang hari
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degenaratif, dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak,
kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah menglaami penyakit ini (Fraktur Costa) atau pernah
punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan
tuberculosis/ penyakit lan yang sifatnya menurun/menular
f. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/gangguan pada personal hygiene,
misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun menu
berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan di RS
disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
3) Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi dikarenakan
imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi, pada miksi pasien
tidak mengalamai gangguan
4) Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidurdan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan
oleh nyeri, misalnya nyeri akiba fraktur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akbat dari fraktur
sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat/keluarga.
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan pada
dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidakdapat bekerja lagi.
7) Pola Sensori Kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola kognitif
atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan
8) Pola Hubungan Peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri
9) Pola Penanggulangan Stress
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stress dan biasanya
masalah dipendam sendiri/dirundingkan dengan keluarga
10) Pola Reproduksi Seksual
Bila pasein sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan mengalami
pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak
akan mengalami gangguan
11) Pola Tatat Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta
pelindungan/mendekatkan diri dengan tuhan

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b/d terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2) Kerusakan integritas kulit b/d tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan
sirkulasi dan penurunan sensai ditandai dengan oleh terdapat luka/ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan
nekrotik.
3) Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri/ketidaknyamanan. Kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan
4) Resiko infeksi b/d statis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasive dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
3. Intervensi Keperawatan

Tanggal/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No. Diagnosa Keperawatan
Jam (NOC) (NIC)
1. Nyeri akut b/d terputusnya Setelah dilakukan tindakan Pain Management
jaringantulang, gerakan keperawatan selama …x…  Lakukan
fragmen tulang, edema dan jam diharapkan nyeri klien pengkajian nyeri
cedera pada jaringan, alat dapat teratasi dengan secara
traksi/immobilisasi, stress, kriteria hasil : komprehensif
ansietas Pain Control termasuk lokasi,
 Mampu mengontrol karakteristik,
nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
nyeri, mampu kualitas, dan faktor
menggunakan teknik presipitasi
nonfarmakologi untuk  Observasi reaksi
mengurangi nyeri, nonverbal dari
mencari bantuan) ketidaknyamanan
 Melaporkan bahwa nyeri  Ajarkan teknik
berkurang dengan nonfarmakologi
menggunakan (relaksasi, distraksi
manajemen nyeri dll) untuk
 Mampu mengenali nyeri mengatasi nyeri
(skala, intensitas,  Evaluasi tindakan
frekuensi dan tanda pengurang
nyeri) nyeri/control nyeri
 Menyatakan rasa  Kolaboasi dengan
nyaman setelah nyeri dokter bila ada
berkurang. complain tentang
pemberian
analgetik tidak
berhasil.
2. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Pressure
b/d tekanan, perubahan keperawatan selama …x… Management
status metabolik, jam diharapkan kerusakan  Monitor kulit akan
kerusakan sirkulasi dan integritas kulit klien dapat adanya kemerahan
penurunan sensai ditandai teratasi dengan kriteria hasil  Hindari kerutan
dengan oleh terdapat : pada tempat tidur
luka/ulserasi, kelemahan, Tissue Integrity : Skin and  Jaga kebersihan
penurunan berat badan, Mucous kulit agar tetap
turgor kulit buruk, terdapat  Integritas kulit yang baik bersih dan kering
jaringan nekrotik. bbisa dipertahankan  Mobilisasi pasien
(sensasi, elastisitas, (ubah posisi
temperature, hidrasi, pasien) setiap 2
pigmentasi) jam sekali
 Tidak ada luka/lesi pada  Oleskan lotion atau
kulit minyak/baby oil
 Perfusi jaringan baik pada daerah yang
 Menunjukkan tertekan
pemahaman dalam  Mandikan pasien
proses perbaikan kulit dengan sabun dan
dan mencegah terjadinya air hangat
cedera berulang
 Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
3. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Execise Theraphy :
b/d keperawatan selama …x… Ambulantion
nyeri/ketidaknyamanan. jam diharapkan klien dapat  Monitor vital sign
Kerusakan muskuloskletal, beraktivitas secara mandiri sebelum/sesudah
terapi pembatasan latihan dan lihat
aktivitas, dan penurunan dengan kriteria hasil : respon pasien saat
kekuatan/tahanan latihan
Mobility Level  Konsultasikan
 Klien meningkat dalam dengan terapi fisik
aktivitas fisik tentang rencana
 Mengerti tujuan dari ambulansi sesuai
peningkatan mobilitas dengan kebutuhan
 Memverbalisasikan  Bantu klien untuk
perasaan dalam menggunakan
meningkatkan kekuatan tongkat saat
dan kemampuan berjalan dan cegah
berpindah terhadap cedera
 Memperagakan  Ajarkan pasien
penggunaan alat bantu atau tenaga
untuk mobilisasi (walker) kesehatan lain
tentang teknik
ambulansi
 Kaji kemampuan
klein dalam
mobilisasi
 Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan
 Damping dan
bantu pasien saat
meobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
 Berikan alat bantu
jika klien
memerlukan
 Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan
4. Resiko infeksi b/d statis Setelah dilakukan tindakan Infection Control
cairan tubuh, respons keperawatan selama …x…  Bersihkan
inflamasi tertekan, jam diharapkan resiko lingkungan setelah
prosedur invasive dan jalur infeksi tidak terjadi dengan dipakai pasien lain
penusukkan, kriteria hasil :  Pertahankan teknik
luka/kerusakan kulit, insisi Risk Control isolasi
pembedahan  Klien bebas dari tanda  Batasi pengunjung
dan gejala infeksi bila perlu
 Mendeskripsikan proses  Instruksikan pada
penularan penyakit, factor pengunjung untuk
yang mempengaruhi mencuci tangan
penularan serta saat berkunjung
penatalaksanaannya meninggalkan
 Menunjukkan pasien
kemampuan untuk  Gunakan sabun
mencegah timbulnya antimikroba untuk
infeksi mencuci tangan
 Jumlah leukosit dalam  Cuci tangan setiap
batas normal dan sesudah
 Menunjukkan perilaku melakukan
tindakan
hidup sehat keperawatan
 Pertahankan
lingkungan aseptic
selama
pemasangan alat
 Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan local
 Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
 Berikan terapi
antibiotic bila
perlu

4. Implementasi Keperawatan
Sesuai intervesi yang dilakukan

5. Evaluasi
1) Diagnosa 1 : Nyeri akut b/d terputusnya jaringantulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,
ansietas
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2) Kerusakan integritas kulit b/d tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan
sirkulasi dan penurunan sensai ditandai dengan oleh terdapat luka/ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan
nekrotik.
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperature, hidrasi, pigmentasi)
 Tidak ada luka/lesi pada kulit
 Perfusi jaringan baik
 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang
 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan
perawatan alami

3) Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri/ketidaknyamanan. Kerusakan


muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
 Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
 Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)

4) Resiko infeksi b/d statis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasive dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
memperngaruhi penularan serta penatalaksanaannya
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2005. Keperawatan medical bedah. EGC

Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis &
Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction

Price.S.A dan Wilson. L.M. 2006. Patofisiologi. EGC

Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Bengkuli : Numed

Anda mungkin juga menyukai