A. Pendahuluan
Permasalahan utama pendidikan Indonesia dewasa ini adalah rendahnya
mutu pendidikan pada setiap jenjang, jenis, dan satuan pendidikan termasuk di
dalamnya pendidikan Islam. Ibrahim menyatakan bahwa pada era reformasi
pendidikan Islam menghadapi dua masalah, yaitu: 1) tuntutan kebutuhan
masyarakat Indonesia terhadap kualitas pendidikan Islam, dan 2) tidak relevannya
pendidikan Islam dengan tuntutan kebutuhan pembangunan masyarakat.1
Berbagai data menunjukkan bahwa pendidikan pada beberapa tahun
terakhir masih belum menunjukkan perubahan yang menggembirakan meskipun
tidak dapat dipungkiri terdapat beberapa sekolah/madrasah menunjukkan
peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan. Beberapa siswa dari
kota-kota besar di Indonesia berhasil meraih medali Olimpiade Sains
Internasional.2 Salah satu catatan untuk lembaga pendidikan Islam menunjukkan
bahwa Sekolah Islam Terpadu Darul Mursyid Padang Sidimpuan berhasil menjadi
juara II dalam Olimpiade Sains tingkat Provinsi pada bulan Desember 2013.
Prestasi ini mengungguli sekolah-sekolah umum.
Lahmuddin Lubis mengklasifikasikan penyebab utama rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia ke dalam tiga bentuk. Pertama, pendekatan yang
digunakan lebih terfokus kepada input-output dan sangat kurang perhatian pada
proses. Kedua, pendidikan dilakukan secara birokratik sentralistik; dalam hal
tertentu sentralistik masih perlu tetapi pada era otonomi daerah, pendekatan
desentralistik lebih dominan. Ketiga, peran warga sekolah, khususnya guru,
masyarakat dan orangtua siswa/mahasiswa sangat kurang.3
Mutu menjadi hal yang sangat penting dalam pendidikan. Kita semua
mengakui, saat ini memang ada masalah dalam sistem pendidikan. Lulusan
1
Sulaiman Ibrahim, “Menata Pendidikan Islam di Indonesia: Sebuah Upaya Menuju
Pendidikan yang Memberdayakan,” dalam Studia Islamica, vol. VIII, h. 81.
2
Fachruddin, “Manajemen Pemberdayaan Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di
Indonesia,” dalam Mardianto (ed.), Administrasi Pendidikan: Menata Pendidikan Untuk
Kependidikan Islam (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010), h. 35.
3
Lahmuddin Lubis dalam penjelasan matakuliah Perencanaan Strategi Pendidikan,
Januari 2014.
2
4
Ahmad Rozikun dan Namaduddin, Strategi Perencanaan Manajemen Berbasis
Madrasah (MBM) di Tingkat Menengah, cet. 2 (Jakarta: Listafariska Putra, 2008), h. 4.
5
Lahmuddin Lubis dalam penjelasan matakuliah Perencanaan Strategi Pendidikan,
Januari 2014.
6
Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata
Langkah Penerapan, terj. Yosal Iriantara, cet. II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 2.
3
7
Syafaruddin dan Nurmawati, Pengelolaan Pendidikan: Mengembangkan Keterampilan
Manajemen Pendidikan Menuju Sekolah Efektif (Medan: Perdana Publishing, 2011), h. 68.
8
Lingkungan eksternal organisasi meliputi inovasi teknologi, aktivitas ekonomi, sikap
sosial, kebijakan pemerintah, persatuan perdagangan, pelanggan, budaya, organisasi lain,
hubungan internasional, persatuan pekerja, pesaing, iklim, pemodal, dan lain-lain. Lihat Ibid., h.
126.
9
ISO 9001 merupakan pengakuan yang diberikan dalam bidang standar mutu produksi
dan layanan. Lihat Samsul Hady, Manajemen Madrasah (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama
Islam Departemen Agama, 2001), h. 14.
10
Machfirah Rafiah, “Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Kinerja Guru di MAN 1
Medan,” dalam Raudhah, vol. I, h. 70. Lihat pula Ahmad Abrar Rangkuti, “Penerapan Manajemen
Kurikulum Kelas Unggulan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan” (Tesis: IAIN Sumatera Utara,
2012), h. 40.
4
yang terkait dalam bahasan makalah ini adalah lembaga pendidikan Islam,
meliputi madrasah, sekolah Islam terpadu, dan perguruan tinggi Islam.
B. Pembahasan
Manajemen pendidikan memiliki keterkaitan dengan perubahan budaya
organisasi. Mutu organisasi dapat dicapai, disempurnakan, dan dikembangkan
dengan implementasi sistem manajemen. Bidang pendidikan berkaitan dengan
kurikulum, kompetensi guru, penataan fasilitas dan sarana pembelajaran, sehingga
sistem manajemen berfokus pada aspek-aspek tersebut. Perubahan signifikan akan
terjadi jika disertai dengan perbaikan pola dan kultur manajemen yang
mendukung perubahan-perubahan tersebut.
Sidi mengidentifikasi beberapa masalah terkait dengan peningkatan mutu
pendidikan. Menurut Sidi, ada empat faktor yang terkait dengan peningkatan mutu
pendidikan. Pertama, salah satu indikator mutu pendidikan yaitu Nilai Ebtanas
Murni/Nilai Ujian Nasional masih jauh di bawah standar yang diinginkan. Kedua,
dilihat dari aspek non-akademik, banyak kritik terhadap masalah kedisiplinan,
moral dan etika, kreativitas, kemandirian, dan sikap demokratis yang tidak
mencerminkan tingkat kualitas yang diharapkan oleh masyarakat luas. Ketiga,
kemampuan guru sangat bervariasi. Dan keempat, kondisi lingkungan sekolah
untuk menerapkan pendidikan yang bersifat non-akademik (kreativitas,
kemandirian, dan demokrasi) juga relatif rendah.11
12
David L.Goetsch dan Stanley B.Davis, Quality Management: Introduction to Total
Quality Management for Production, Processing, and Services (New Jersey: Prentice-Hall, 2000),
Edisi III, h. 8.
13
Isjoni, Menuju Masyarakat Belajar: Pendidikan dalam Arus Perubahan (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), h. 25.
14
Goetsch dan Davis, Quality Management, h. 49.
15
Ibid., h. 50.
6
layanan memenuhi spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang
menentukan apakah produk terakhir sesuai dengan standar atau belum.
Definisi relatif tentang mutu tersebut memiliki dua aspek. Pertama, adalah
menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua, adalah memenuhi kebutuhan
pelanggan. Cara pertama, penyesuaian diri terhadap spesifikasi, sering
disimpulkan sebagai ‘sesuai dengan tujuan dan manfaat’. Kadangkala definisi ini
sering disebut definisi produsen tentang mutu. Selama sebuah produk sesuai
dengan spesifikasi dan standar pabriknya, maka produk tersebut adalah produk
yang memiliki mutu. Pendapat tentang mutu yang sedemikian seringkali disebut
dengan istilah mutu sesungguhnya (quality in fact). Mutu sesungguhnya
merupakan dasar sistem jaminan mutu yang dianggap sesuai dengan British
Standard Institution dalam standar BS 5750 atau standar internasional identik
dengan ISO 9000.16
Selanjutnya, konsep mutu yang relatif dimaknai sebagai mutu sesuai
persepsi (quality in perception). Sesuatu disebut bermutu apabila memuaskan dan
melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Mutu ini bisa disebut sebagai
mutu yang hanya ada di mata orang yang melihatnya. Ini merupakan definisi yang
sangat penting. Sebab, ada satu resiko yang seringkali diabaikan dari definisi ini,
yaitu kenyataan bahwa para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan
terhadap mutu. Pelanggan melakukan penilaian tersebut dengan merujuk pada
produk terbaik yang bisa bertahan dalam persaingan.17
Mutu tidak bisa diimplementasikan dalam setiap proses kerja. Kerja dapat
dibagi ke dalam empat kuadran: 1) harus dilakukan, 2) prioritas, 3) sebaiknya dan
penting dilakukan, 4) sebaiknya dilakukan dan tidak penting. Sistem ini
menempatkan kerja dalam empat kuadran dan menetapkan jumlah sumberdaya
yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap tugas. Mutu hanya akan bekerja
dalam kuadran prioritas. Mutu tidak dapat digunakan di kuadran yang lain. Setiap
usaha untuk menempatkan prinsip-prinsip mutu ke dalam tugas dalam kuadran di
16
Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan: Peran Strategis Pendidikan di
Era Globalisasi Modern, terj. Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurrozi (Yogyakarta: IRCiSoD, 2010),
h. 54-55.
17
Ibid., h. 56.
7
luar kuadran prioritas akan gagal. Mutu tidak akan berjalan dalam kuadran harus
dilakukan karena tidak tersedia waktu untuk perencanaan atau implementasi
mutu.18 Dengan demikian mutu tidak dapat dihasilkan dari tindakan yang
dilakukan secara sporadis.
Pemaknaan mutu dalam konteks pendidikan yang dimaknai sebagai suatu
sistem (input, proses, dan output) ditampilkan korelasinya melalui tabel berikut.19
Tabel. 1
Korelasi antara input, proses, dan output dalam pendidikan
Tabel 2.
Usaha Memproses Peserta Didik Menjadi Lebih Baik
18
Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, h. 191.
19
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 207.
20
Ibid., h. 209.
8
b) Konsep Pelanggan
Secara alamiah proses hidup atau matinya suatu organisasi atau lembaga
pendidikan selalu tergantung kepada kemampuan organisasi atau lembaga
memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggannya (stakeholder). Sebelum
sekolah/madrasah mengidentifikasi harapan dan kebutuhan pelanggan,
sekolah/madrasah harus mampu menentukan terlebih dahulu siapa-siapa yang
menjadi stakeholder-nya. Bahkan lebih jauh dari itu, sekolah/madrasah harus
mampu mengidentifikasi siapa yang menjadi stakeholder potensialnya. Kondisi
ini diperlukan karena tidak setiap organisasi memiliki produk/layanan yang dapat
atau cocok diperuntukkan bagi semua orang.
Stakeholder potensial dapat dilihat dari status ekonomi, kondisi demografi
penduduk suatu wilayah, jenis aliran yang dianut oleh masyarakat Islam, dan lain-
lain. Setelah ditemukan dan ditetapkannya stakeholder potensial oleh sekolah atau
madrasah, langkah selanjutnya adalah menganalisis harapan dan kebutuhan
stakeholder. Hasil analisis inilah yang kemudian dijadikan titik tolak dalam proses
inventarisasi dan penataan harapan dan kebutuhan stakeholder. Masing-masing
harapan dari kelompok stakeholder dimungkinkan memiliki perbedaan yang
kontras antara satu kelompok stakeholder dengan kelompok stakeholder yang
lain. Oleh karenanya tidak mungkin semua harapan dan kebutuhan kelompok
stakeholder tersebut dipenuhi oleh lembaga pendidikan. Itulah sebabnya lembaga
pendidikan harus memilih kelompok stakeholder yang akan dipenuhi harapan dan
kebutuhannya.21
Pelanggan pendidikan (stakeholder) antara lain meliputi pihak-pihak
internal dan pihak-pihak eskternal. Pihak internal terdiri atas orangtua siswa,
siswa, guru, pegawai sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah, kepala
sekolah/madrasah, kepala desa/kelurahan, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan
unsur masyarakat berdasarkan profesi. Pihak eksternal meliputi pemerintah, dunia
usaha, dunia industri, standar akreditasi BAN S/M, standar kriteria
sekolah/madrasah mandiri/standar internasional, standar kriteria sekolah/madrasah
dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah (Jakarta: Kencana, 2011), cet. III,
h. 24 dan 143.
9
24
David L. Goetsch dan Stanley Davis, Quality Management for Organizational
Excellence: Introduction to Total Quality (New Jersey: Pearson, 2013 ), Edisi VII, h. 240.
25
Deden Makbuloh, Manajemen Mutu Pendidikan Islam: Model Pengembangan Teori
dan Aplikasi Sistem Penjaminan Mutu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 36.
11
Kaoru Ishikawa (13 Juli 1915 – 16 April 1989), dan Genichi Taguchi (1 Januari
1924 – 2 Juni 2012).
Deming merupakan pakar kualitas yang mengajarkan kepada bangsa
Jepang tentang konsep pengendalian kualitas. Di sisi lain, Juran merupakan
seorang guru manajemen kualitas yang memperkenalkan konsep trilogi kualitas,
yaitu: perencanaan kualitas, pengendalian kualitas, dan perbaikan atau
peningkatan kualitas. Sementara itu, Crosby merupakan ahli manajemen kualitas
yang memfokuskan kajiannya atas pengembangan budaya kualitas dengan bentuk
pelibatan semua individu dalam melakukan proses di dalam organisasi.
Feigenbaum merupakan ahli manajemen kualitas yang memperkenalkan
konsep total quality control. Sementara itu, Ishikawa merupakan ahli manajemen
kualitas dari Jepang yang mengemukakan konsep tentang quality control circle,
company wide quality control, dan Ishikawa cause-effect diagram. Adapun
Taguchi merupakan ahli manajemen dari Jepang yang mengembangkan konsep
efisiensi atau penurunan biaya produksi dengan cara meningkatkan kualitas.26
Secara garis besar, perubahan pergerakan kualitas (quality movement)
mengikuti empat pemahaman utama, yaitu: 1) inspection and quality control, 2)
quality assurance, 3) total quality management, dan 4) global quality
management.27 Total Quality Management (TQM) dibuat pertama sekali di Jepang
yang terinspirasi oleh warga Amerika, Deming, Juran, dan Crosby. TQM dimulai
dengan pendekatan statistik murni yang kemudian diperluas dan dikembangkan
oleh ahli TQM dan pelaku industri di Jepang dan Amerika Serikat. Terdapat
daftar terkenal berkenaan dengan langkah menuju mutu terpadu. Deming
merumuskan sejumlah 14 poin, dan Juran merumuskan trilogi Juran.28
Empat belas poin yang dirumuskan oleh Deming yaitu: 1) ciptakan usaha
peningkatan produk dan jasa; 2) adopsi falsafah baru; 3) hindari ketergantungan
pada inspeksi massa untuk mencapai mutu; 4) akhiri praktik menghargai bisnis
26
Darwin dan Irsan, Penjamin Mutu Pendidikan dan Pengawasan (Medan: Unimed Press,
2012), h. 18.
27
Ibid., h. 19.
28
Tony Bush dan Marine Coleman, Manajemen Mutu Kepemimpinan Pendidikan:
Panduan Lengkap Kurikulum Dunia Pendidikan Modern, terj.Fahrurrozi (Yogyakarta: IRCiSoD,
2012), h. 191.
12
tuntutan yang paling utama. Kata kuncinya adalah layanan dan berorientasi mutu.
Manajemen mutu terpadu bekerja berdasarkan data dan fakta. Oleh karena itu,
manajemen mutu terpadu sering disebut juga manajemen berdasar fakta dan data.
Manajemen mutu terpadu akan gagal apabila didasarkan pada fakta dan data yang
salah. Konsep manajemen mutu terpadu semula digunakan di kalangan industry
dan karena itu selalu berkaitan dengan produksi. Dalam lingkungan organisasi
publik dan nonprofit, istilah produksi dapat disejajarkan dengan pelayanan
(service).33
Dalam konteks pendidikan, manajemen mutu terpadu memerlukan
adaptasi dengan konteksnya. Hal ini berarti bahwa ada beberapa atribut dalam
manajemen mutu terpadu yang harus disesuaikan dengan konteks pendidikan
yang diintegrasikan masuk ke dalam tiga konsep, yaitu: 1) manajemen stratejik,
2) perencanaan stratejik, dan 3) keputusan stratejik.34 Dengan demikian untuk
mengetahui suatu organisasi atau lembaga pendidikan yang menerapkan
manajemen mutu terpadu secara efektif dapat diketahui dari tiga hal di atas.
Menurut Syafaruddin, manajemen mutu terpadu memfokuskan proses atau
sistem pencapaian tujuan organisasi. Dengan dimulai dari proses perbaikan mutu,
manajemen mutu terpadu diharapkan dapat mengurangi peluang membuat
kesalahan dalam menghasilkan produk, karena produk yang baik adalah harapan
pelanggan. Jadi, rancangan produk diproses sesuai dengan prosedur dan teknik
untuk mencapai harapan pelanggan. Penggunaan metode ilmiah dalam
menganalisis data diperlukan sekali untuk menyelesaikan masalah dalam
peningkatan mutu.
Selanjutnya, sebagai falsafah dan alat atau teknik bagi perbaikan mutu,
esensi dari manajemen mutu terpadu adalah perubahan kultur. Manajemen mutu
terpadu merupakan suatu teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan
organisasi dan personelnya untuk melakukan program perbaikan mutu secara
berkelanjutan yang terfokus pada pencapaian kepuasan para pelanggan.35
33
J.Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi
Nonprofit, cet. 4 (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 456-458.
34
Ibid., h. 461.
35
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi dan
Aplikasi (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 29-31.
15
Instrumental input:
- Kebijakan pendidikan
- Program pendidikan-
kurikulum
- Personil: Kepsek, guru,
staf, TU
- Sarana, fasilitas, media,
biaya
39
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, h. 36-60.
40
Nana Syaodih Sukmadinata, Ayi Novi Jami’at, Ahman, Pengendalian Mutu Sekolah
Menengah: Konsep, Prinsip, dan Instrumen (Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 6.
41
Ibid., h. 7.
17
Proses pendidikan:
- Pengajaran
Raw Input - Pelatihan
(Peserta didik): - Pembimbingan
- Intelek - Evaluasi Output (lulusan):
- Fisik-kesehatan - Ekstrakurikuler - Pengetahuan
- Sosial-afektif - Pengelolaan - Kepribadian
- Peer group - Performansi
Environmental input:
- Lingkungan sekolah
- Lingkungan keluarga
- Masyarakat
- Lembaga sosial, unit kerja
Skema 1.
Peta Komponen Pendidikan Sebagai Sistem
42
Syafaruddin, et.al. Pendidikan & Pemberdayaan Masyarakat (Medan: Perdana
Publishing, 2012), h.40.
43
Lahmuddin Lubis dalam penjelasan matakuliah Perencanaan Strategi Pendidikan,
Januari 2014.
19
46
Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, h. 36.
21
Keterlibatan Total
Pengukuran
Komitmen
47
Tim Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Kendali Mutu Pendidikan Agama
Islam, h. 5.
48
Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, h. 36.
49
Ibid.
k
i
n
a
22
n
d
a
n
N
il
a
i-
n
il
a
Skemai 2.
Model Sekolah Bermutu Terpadu
Ibid.
51
53
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
25
pendidikan dasar dan menengah yang diyakini sebagai model yang akan
mempermudah pencapaian tujuan pendidikan. Dalam konteks
penyelenggaraan persekolahan saat ini, konsep MPMBS dijadikan sebagai
suatu kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Secara skematis
MPMBS dapat digambarkan sebagai berikut.
Jika MPMBS
berhasil
Manajemen Peningkatan Mutu
Sekolah
Skema 3.
Skema Berpikir Kebijakan MPMBS di Indonesia 54
yang efektif dan efisien dengan menjanjikan lulusan yang terbaik, keunggulannya
secara kompetitif dan komparatif. Keunggulan kompetitif dimiliki oleh lulusan
sejenis dalam jurusan yang sama. Sedangkan keunggulan komparatif merupakan
keunggulan lulusan berbeda dari satu sekolah dengan sekolah lain.56
Kerangka kerja MPMBS meliputi: 1) sumber daya, 2) pertanggungjawaban,
3) kurikulum, dan 4) personel sekolah. Pertama, terkait dengan sumber daya, sekolah
harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan
kebutuhan setempat. Kedua, sekolah dituntut memiliki akuntabilitas yang baik
kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara
komitmen terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orangtua/masyarakat.
Selanjutnya ketiga, berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan
secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum
baik dari standar materi dan proses penyampaiannya. Keempat, sekolah
bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen dan pembinaan struktural
staf sekolah. Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan
kapasitas kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru termasuk staf
kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah.57
Dalam konteks aplikasi manajemen peningkatan mutu pada lembaga
pendidikan, ada beberapa langkah sebagai berikut. Pertama, membentuk tim
pengembang institusi. Kedua, menyiapkan rencana strategis atau rencana
pengembangan peningkatan mutu jangka panjang. Ketiga, melaksanakan
manajemen pelatihan peningkatan mutu untuk mengubah cara pandang dan
budaya mutu. Keempat, menyiapkan instrument/perangkat/teknik pencapaian
mutu.58
Paling tidak ada dua pendekatan tradisional terhadap jaminan mutu
lembaga pendidikan, yaitu: akreditasi, dan jaminan kualitas keluaran. Akreditasi
fokus terhadap input lembaga seperti prestasi peserta didik, fasilitas, dan
sumberdaya fisik (seperti perpustakaan). Asumsi dasar pendekatan ini adalah jika
kualitas masukan tinggi, hasil kualitas keluaran juga akan tinggi. Pendekatan ini
56
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, h. 95.
57
Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, h. 24.
58
Goetsch dan Davis, Quality Management, h. 61.
27
menuntu penyediaan data terhadap sistem kelembagaan, jika sedikit maka sukar
meramalkan apa yang terjadi. Ketidakpuasan atas fokus masukan mengarah
kepada munculnya gerakan penilaian hasil yang menekankan pentingnya evaluasi,
hasil pendidikan, seperti prestasi peserta didik, pendidikan lanjutan, dan peluang
pekerjaan. Hal tersebut digambarkan dalam skema di bawah ini.59
Peningkatan Mutu
Berkelanjutan
59
Syafaruddin et.al, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, h. 45.
28
63
Ibid., h. 18.
64
Syafaruddin, “Kebijakan Peningkatan Mutu Sekolah,” dalam Mardianto (ed.), Administrasi
Pendidikan, h. 154.
65
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, h. 23.
30
Jika visi dan misi serta tujuan organisasi sudah berubah atau mengalami
perkembangan, maka sangat dimungkinkan terjadinya perubahan organisasi.
Perubahan organisasi ini bukan berarti perubahan wadah organisasi, melainkan
sistem atau struktur organisasi yang melambangkan hubungan-hubungan kerja
dan kepengawasan dalam organisasi. Perubahan itu menyangkut perubahan
kewenangan, tugas-tugas dan tanggung jawab.66
e) Mempertahankan Hubungan dengan Pelanggan
Karena organisasi madrasah menghendaki kepuasan pelanggan, maka
perlunya mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan menjadi sangat
penting. Dan inilah yang dikembangkan dalam unit public relation. Berbagai
informasi antara organisasi madrasah dan pelanggan harus terus menerus
dipertukarkan, agar sekolah/madrasah senantiasa dapat melakukan perubahan atau
improvisasi yang diperlukan, terutama berdasarkan perubahan sifat dan pola
tuntutan serta kebutuhan pelanggan. Dan yang perlu diperhatikan adalah bahwa
dalam manajemen berbasis sekolah/madrasah, guru dan staf justru dipandang
sebagai pelanggan dalam (internal costumers), sedangkan peserta didik –
termasuk orangtua peserta didik dan masyarakat umum termasuk pelanggan
eksternal. Maka, baik pelanggan internal dan pelanggan eksternal harus dapat
terpuaskan melalui intervensi kreatif pimpinan sekolah/madrasah.67 Sedangkan
kepuasan mengindikasikan dukungan, keterlibatan, partisipasi, respons, dan
pelaksanaan pokok-pokok dan fungsi secara formal dan maksimal.68
Karakteristik lembaga pendidikan yang memiliki kesungguhan dalam
komitmen mutu dicirikan sebagai berikut. Pertama, adanya komitmen kepada
kebutuhan peningkatan mutu berkelanjutan. Kedua, mengidentifikasi siapa saja
yang mereka layani dan apakah potensi serta kebutuhan yang dilayani terhadap
peserta didik. Ketiga, memasukkan kebutuhan pelanggan terhadap pernyataan
misi universitas. Keempat, mengidentifikasi nilai fundamental yang akan
mengarahkan tindakan. Kelima, mengembangkan visi berkaitan apa yang
diinginkan lembaga pendidikan pada masa depan. Keenam, memiliki
66
Hady Manajemen Madrasah, h. 19.
67
Ibid., h. 20.
68
Syafaruddin dan Nurmawati, Pengelolaan Pendidikan, h. 48.
31
kepemimpinan yang kuat yang mengkomunikasikan visi, tujuan, nilai, dan misi
lembaga berkelanjutan kepada manajemen lembaga pendidikan dan
stakeholder.69
Ketujuh, mengidentifikasi proses penting dalam bidang pengajaran,
penelitian, dan pelayanan. Kedelapan, mengutamakan pelaksanaan aktivitas
dengan misi dan nilai. Kesembilan, memberikan peluang pendidikan lanjutan
bagi semua pegawai, baik kelompok yang mengerjakan proses harian maupun
dalam pekerjaan yang berkaitan dengan keterampilan. Kesepuluh,
menggunakan tim fungsional untuk meningkatkan proses dan ketergantungan
atas pemeriksaan pencapaian kualitas. Kesebelas, mendorong pembuatan
keputusan pada level rendah yang sesuai, menciptakan suatu sikap saling
ketergantungan dan kerpercayaan keseluruhan institusi. Kedua belas, membuat
keputusan atas dasar alokasi sumberdaya sesuai data. Ketiga belas,
memandang masalah sebagai pembelajaran organisasi. 70 Dan keempat belas,
mengakui dan menghargai semua orang yang menekuni dan merasakan bekerja
untuk meningkatkan kualitas.71 Keempat belas proses tersebut merupakan
langkah, proses, pemikiran, dan cara menyikapi pentingnya komitmen kualitas
pada setiap lembaga pendidikan.
69
Syafaruddin et.al, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, h. 50.
70
Pembelajaran Organisasi (learning organization) merupakan sebuah organisasi yang
memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus untuk
mentransformasikan diri. Ciri-ciri pembelajaran organisasi adalah: 1) mempunyai suasana di mana
anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh
mereka, 2) memperluas budaya belajar sampai pada stakeholder, 3) menjadikan strategi
pengembangan sumberdaya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis, dan 4) berada dalam proses
transformasi organisasi secara terus menerus. Lihat Muhaimin, Suti’ah, Sugeng Listyo Prabowo,
Manajemen Pendidikan, h. 88.
71
Syafaruddin et.al., Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, h. 51
32
75
Makbuloh, Manajemen Mutu Pendidikan Islam, h. 43.
76
Ibid., h. 44.
34
pendidikan memiliki fungsi yang unik dalam menentukan mutu dari apa yang
mereka terima dari dunia pendidikan.
Diperlukan strategi untuk mengatasi hambatan-hambatan penerapan
manajemen mutu terpadu pendidikan. Strategi-strategi yang dimaksud meliputi
pendidikan dan komunikasi, partisipasi, fasilitas dan dukungan, negosiasi,
manipulasi dan kooptasi, dan pemaksaan. Pelibatan anggota merupakan strategi
yang selalu digunakan untuk mengatasi hambatan dalam kegiatan penjaminan
mutu.77 Untuk mewujudkan perubahan organisasi dalam manajemen mutu terpadu
pendidikan sangat tergantung pada efektivitas kepemimpinan yang berorientasi
pada pencapaian mutu lulusan dan pelayanan pelanggan yang baik. Karakter
kepemimpinan untuk mewujudkan mutu tersebut disebut dengan kepemimpinan
efektif-partisipatif.78
C. Simpulan
Total Quality Management atau Manajemen mutu terpadu merupakan
sebuah model yang pragmatis yang berfokus pada layanan pelanggan.
Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan dikembangkan guna mencapai
keluaran (output) bahkan outcome yang memuaskan pelanggan pendidikan.
Prinsip-prinsip kunci dalam manajemen mutu terpadu pendidikan adalah
kepemimpinan, metode dan perangkat ilmiah, pemecahan masalah melalui
kerjasama tim, iklim organisasi, dan pendidikan serta latihan.
Pendekatan yang digunakan dalam mutu terpadu pendidikan adalah
pendekatan sistem. Hal ini bermakna bahwa pada input, proses, output hingga
outcome pendidikan di dalamnya terdapat sistem mutu terpadu. Secara filosofis
hal ini tertuang dalam triologi Juran tentang mutu.
Sebagai sebuah model yang diadaptasi dari sistem industri, penerapan
manajemen mutu terpadu memerlukan penyesuaian dengan konteks pendidikan.
Penerapan manajemen mutu terpadu pendidikan diwujudkan dalam manajemen
77
Achmad Supriyanto, “Implementasi Total Quality Management Dalam Sistem
Manajemen Mutu Pembelajaran di Institusi Pendidikan” dalam Cakrawala Pendidikan, vol. XXX,
h.18-23.
78
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, h. 50.
35
DAFTAR BACAAN