0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
13 tayangan7 halaman
Rumah adat Tongkonan merupakan rumah tradisional masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan yang berfungsi sebagai tempat tinggal, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya. Pakaian adat Toraja untuk wanita adalah Baju Pokko dengan warna mencolok, sedangkan untuk pria adalah Seppa Tallung.
Rumah adat Tongkonan merupakan rumah tradisional masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan yang berfungsi sebagai tempat tinggal, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya. Pakaian adat Toraja untuk wanita adalah Baju Pokko dengan warna mencolok, sedangkan untuk pria adalah Seppa Tallung.
Rumah adat Tongkonan merupakan rumah tradisional masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan yang berfungsi sebagai tempat tinggal, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya. Pakaian adat Toraja untuk wanita adalah Baju Pokko dengan warna mencolok, sedangkan untuk pria adalah Seppa Tallung.
Rumah adat Tongkonan merupakan salah satu rumah tradisional masyarakat Toraja Provinsi Sulawesi Selatan. Tongkonan adalah rumah adat orang Toraja yang merupakan sebagai tempat tinggal, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya orang Toraja. Tongkonan berati tempat duduk, rumah, teristimewa rumah para leluhur, tempat keluarga bertemu untuk melaksanakan ritus-ritus adat secara bersama-sama, baik ART maupun ARS. Bangunan Tongkonan bukan sekedar rumah adat, bukan sekedar rumah keluarga besar, tempat orang memelihara persekutuan kaum kerabat. Apabila sepasang suami istri membangun rumah, pada prinsipnya sebuah Tongkonan telah lahir, walupun tidak dengan sendirinya setiap rumah harus menjadi Tongkonan. Model asli Tongkonan dibuat di langit ketiak Puang Matua dengan bantuan Pande Manarang dan Pande Paliuk membuat rumah dari besi di pusat langit. Aluk yang menyangkut pembangunan rumah, yaitu upacara penahbisannya juga sudah ditentukan di langit. Dasar Tongkonan adalah setiap pasangan suami istri harus membangun rumah sendiri yang kemudian dipelihara oleh keturunannya. Rumah tersebut menjadi persekutuan bagi setiap orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan pendirinya khususnya keturunan dalam hubungan vertikal. Melalui Tongkonan, orang Toraja dapat dengan mudah menyatakan identitasnya. Menurut tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi, tongkonan pertama yang dikenal adalah Benua Puan di Marinding yang didirikan oleh Tangdilino.
Rumah Adat Tongkonan
Baju Pokko merupakan baju adat dari suku Toraja, yang digunakan untuk kaum wanita. Ciri – ciri dari pakaian ini adalah, lengan pendek dan warna yang cukup mencolok. Warna dari Baju Pokko berupa kuning, merah, dan putih. Warna ini lah, yang menjadi ciri khas dari Baju Pokko Sulawesi Selatan.Baju Pokko ini, umumnya akan dikenakan bersamaan dengan berbagai perhiasan berbagai manik. Manik – manik akan dikenakan pada dada, ditambah dengan gelang dan ikat kepala maupun ikat pinggang yang disebut dengan kandure. Baju Pokko ini, bisa dibilang seperti baju batik bagi Indonesia ala Sulawesi Selatan. Hal ini karena Baju Pokko umumnya dikenakan saat acara-acara resmi. Bagi masyarakat Tana Toraja, warganya masih melestarikan baju adat ini. Bahkan setiap PNS di wilayah Kabupaten Tana Toraja diwajibkan untuk mengenakan Baju Pokko, setiap hari Sabtu. Tidak hanya warga wanitanya saja yang mengenakan pakaian adat, kaum pria pun diwajibkan untuk mengenakan pasangan dari Baju Pokko yaitu Seppa Tallung. Baju adat Toraja adalah pakaian dengan panjang hingga lutut. Untuk masyarakat, Seppa Tallung Buku melulu dikenakan oleh kaum lelaki saja. Busana ini pun dilengkapi sejumlah aksesoris ekstra seperti: - Kandure; busana dengan dekorasi berupa manik-manik pada unsur dada, ikat kepala pun pada ikat pinggang. - Gayang; sejenis senjata khas berupa parang, dipakai sebagai aksesoris dengan teknik diselipkan pada bawahan sarung. - Lipa’; sejenis sarung sutra dengan motif bermacam-macam. Seppa Tallung Buku pernah menorehkan sejarah sebagai pakaian adat Toraja kesatu yang pernah menjadi perhatian dunia dalam ajang Manhut International pada tahun 2011 di Korea Selatan.
Pakaian Adat Toraja Wanita Pokko Dan Laki-Laki Do'doan
2. Melayu, Kepulauan Riau
Riau memiliki rumah tradisional yang dinamakan Rumah Melayu Belah Bubung. Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, nama bubung melayu diberikan oleh orang China. Orang tersebut melihat kemiripan rumah tradisional Riau dengan rumah Klenting dan Limas. Sedangkan nama belah bubung diberikan karena aksitektur atapnya yang terbelah. Rumah Melayu Belah Bubung memiliki tiga unsur dasar yaitu tiang, dinding, dan bubungan. Tiang adalah bagian penyangga unsur yang dapat membuat suatu rumah tegak berdiri. Rumah Melayu Belah Bubung menggunakan tiang yang terbuat dari kayu besar nan kokoh agar rumah dapat berdiri tegak. Rumah Melayu Belah Bubung menggunakkan dinding dari papan kayu yang dipasang secara tumpang tindih. Dinding membuat rumah bisa ditinggali karena melindungi dari panas, angin, dan juga serangan binatang buas.
Gambar Rumah Adat Melayu Belah Bubung
Teluk Belanga merupakan nama pakaian adat pria yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau. Sementara itu pakaian adat untuk wanita di Kepulauan Riau adalah Kebaya Labuh. Kedua pakaian adat tersebut merupakan warisan kebudayaan tersebut sering dikenakan pada saat upacara adat atau pernikahan. Ciri khas pakaian adat tersebut, Kebaya Labuh dan Teluk Belangga adalah panjangnya kebaya hingga menutupi lutut dengan bentuk kebaya tampak lebar dan terbuka. Gambar Pakaian Adat Melayu Belanga
3. Betawi, DKI Jakarta
Rumah Kebaya merupakan salah satu rumah tradisional masyarakat Betawi yang berada di DKI Jakarta. Disebut sebagai rumah Kebaya, karena bentuk atapnya menyerupai pelana yang berlipat dan jika dilihat dari samping maka lipatan-lipatan terlihat seperti kebaya. Rumah Kebaya dibuat dengan bahan utama dari kayu dan bilik bambu. Rumah Kebaya biasanya dibuat melebar untuk memaksimalkan lebar tanah, sehingga masih ada halaman depan yang cukup luas. Kalau dilihat dari depan bagian atap rumah kebaya bentuknya memanjang. Bentuk atapnya segitiga. Ciri khas rumah Kebaya adalah adanya langkan, yaitu bagian rumah yang berpagar rendah dan berfungsi sebagai serambi rumah.
Gambar Rumah Adat Betawi Kebaya
Pakaian adat Betawi yang sudah familiar tentunya adalah kebaya Kerancang atau juga yang sering disebut Kebaya Encim adalah salah satu kebaya Betawi yang hingga kini masih digemari untuk dipakai para wanita.Umumnya kebaya encim akan dikenakan oleh perempuan setengah baya, perempuan muda, gadis remaja, atau remaja muda. Menurut sejarahnya, kebaya ini pada masa lalu dikombinasi antara bahan lace atau brokat buatan Eropa yang ditutup dengan bordiran sehingga baju ini tampak seperti langsung dibordir. Ada banyak variasi bordiran dan jenis yang berlubang banyak itu yang disebut "kerancang". Jika wanita Betawi umumnya menggunakan kebaya encim, maka untuk laki-lakinya, mereka kebanyakan menggunakan Baju Sadaria. Pakaian adat Betawi ini cocoknya atau khasnya digunakan dengan memakai celana panjang batik yang modelnya agak longgar, tetapi dapat juga memakai celana pantalon. Pakaian ini biasanya dibuat dari bahan katun dan juga sutra yang modelnya berkerah tinggi yang lebarnya 3 atau 4 cm berkancing sampai bawah dan berkantong dua buah di kiri kanan bawah. Sekarang Sadaria dibuat dengan bermacam-macam variasi yaitu bordiran di kerah, di tengah-tengah atau kanan dan kiri. Bahan yang digunakan bermacam-macam, misalnya dari linen/katun, sutera alam, dan lain-lain. Untuk menggunakannnya, baju Sadaria dilengkapi dengan kain sarung yang dilipat dan diletakkan di bahu (dinamakan cukin), memakai peci (kopiah) hitam polos, dan memakai alas kaki selop terompah. Pakaian ini dilengkapi dengan aksesoris seperti cincin batu-batuan dan gelang bahar yang sangat khas Betawi. Pada awalnya Baju Sadaria dipakai sebagai pakaian sehari-hari, khususnya pada acara keagamaan. Namun kini Baju Sadaria dipakai pada banyak acara. Pakaian ini adalah sebagai identitas lelaki yag rendah hati, sopan, dinamis dan berwibawa.
Gambar Pakaian Adat Betawi Wanita Kebaya Encim Dan Laki-Laki Sadaria
4. Padang/Minangkabau, Sumatra Barat
Rumah Gadang merupakan salah satu rumah adat yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Rumah Gadang adalah nama untuk rumah tradisional adat Minangkabau. Minangkabau merupakan salah satu kelompok etnis yang berada di Provinsi Sumatera Barat. Rumah Gadang utama biasanya dibangun di atas tanah yang cukup luas dan milik keluarag induk secara turun temurun. Tidak jauh dari kompleks rumah Gadang, biasanya didirikan surau keluarga yang berfungsi sebagai tempat berkumpul pada pemuda atau sebagai tempat untuk menyelanggarakan segala bentuk kegiatan sosial dan keagamaan. Dikutip dari buku Cerita Rakyat dari Sumatera Barat 3 (2001) Navis A.A, Rumah Gadang juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat Sumatera Barat adalah Rumah Bagonjong atau juga menyebut dengan nama Rumah Baanjung.
Gambar Rumah Adat Padang Rumah Gadang
Pakaian Bundo Kanduang atau disebut Limpapeh Rumah Nan Gadang merupakan pakaian adat yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Pakaian Bundo Kanduang adalah pakaian adat Minangkabau yang umumnya dikenakan oleh perempuan yang telah menikah. Dilansir dari situs Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, pakaian adat tersebut merupakan simbol dari pentingnya peran seorang ibu dalam sebuah keluarga. Limpapeh sendiri artinya tiang tengah dari bangunan rumat adat Sumatera Barat. Di mana peran limpapeh dalam memperkokoh bangunan rumah gadang adalah analogi dari peran ibu dalam sebuah keluarga. Jika limpapeh rubuh, maka rumah juga akan rubuh. Begitu juga ibu atau perempuan tidak pandai mengatur rumah tangga, maka keluarganya juga tidak akan bertahan lama. Pakaian adat Bundo Kanduang memiliki keunikan terutama pada bagian kepala. Di mana bagian penutup kepala berbentuk menyerupai tanduk kerbau atau atap rumah gadang yang menjadi ciri khas masyarakat Minangkabau. Gambar Pakaian Adat Padang Bundo Kanduang