Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

Trauma pada tulang belakang adalah cidera mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis, akibat dari suatu
trauma yang mengenai tulang belakang, seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Semua trauma tulang belakang
harus dianggap suatu trauma yang hebat, sehingga sejak awal pertolongan dan transportasi ke rumah sakit
penderita harus diperlakukan secara hati-hati trauma pada tulang belakang dapat mengenai
jaringanlunakpadatulangbelakangyaitu ligamen,dandiskustulang

belakang sendiri dan sumsum tulang belakang. (Suzanne C. Smeltzer :2008).

Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan atau dibawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cidera medulla spinalis diklasifikasikan
sebagai komplet dan tidak komplet. Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap
tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh cedera. Data dari
bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari
Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di
dalamnya termasuk angka kejadian untuk cidera medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%). Pada usia
45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan
bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di
asosiasikan dengan perubahanhormonal

(menopause). (Medical Surgical Nursing, Charle :2008).

Klien yang mengalami cidera medula spinalis membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan ADL
dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi pada L2-membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam
pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko
mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas : pneumonia dan
hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan cidera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling buruk.
(Medical Surgical Nursing, Charle : 2008).

TRAUMA TULANG BELAKANG


A. DEFINISI

Medula spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak
didalam kanalis vetralis dan menjulur dari fenomena magnum ke bagian atas region
lumbalis. Trauma pada medula spinalis dapat bervariasi dari trauma ektensi fiksasi ringan
yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi
lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia (Fransiska, 2008).

Cedera Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis,
vertebralis, dan lumbalis akubat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang.
Chairudin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua trauma tulang belakang harus
dianggap suatu trauma yang hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan
transportasi ke rumah sakit penderita harus diperlakukan secara hati-hati. Trauma pada
tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen dan
diskus, tulang belakang, dan sumsum tulang belakang (Arif, 2008).

B. ETIOLOGI

a. Kecelakaan di jalan raya

b. Olahraga

c. Menyelam pada air yang dangkal.

d. Luka tembak atau luka tikam

e. Jatuh dari pohon atau bangunan

f. Kecelakaan industri

g. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cederamedulaspinalis slompai, yang seperti


spondiliosisservikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera
progresif terhadap medulla spinalis dan akar mielitis akibat proses inflamasi infeksi
maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra,
singmelia, tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit vascular.

C. KLASIFIKASI
1. Fleksi

Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum
ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan
rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama beberapa hari
istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap
keterlibatan ganglia simpatik.
a. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi

Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil,
dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik
dan korset) adalah semua yang dibutuhkan.
b. Kompresi Vertikal

Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1) protrusi


diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang
pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi nukleus melalui lempeng
akhir vertebra ke dalam tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura
yang stabil, dan defisit neurologik tidak terjadi. Meskipun fraktura
”ledakan” agak stabil, keterl ibatan neurologik dapat terjadi karena
masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis.
2. Tidak stabil

Fraktur mempengaruhi kemampuan untuk menggeser lebih jauh. Hal ini


disebabkan oleh adanya elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi
yang cukup untuk merobek ligamen longitudinal posterior serta merusak
keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun
oleh dilokasi sendi apofiseal.

D. PATOFISIOLOGI
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Neuron Motor Atas
a. Spastisitas otot, kemungkinan kontraktur
b. Atrofi otot kecil atau tidak terjadi atrofi
c. Hiperefleksia
d. Kerusakan di atas tingkat otak akan mengenai bagian tubuh yang berlawanan

2. Neuron Motor Bawah


a. Flaksiditas otot
b. Atrofi otot
c. Kehilangan tonus otot
d. Hiporefleksia atau arefleksia
e. Fasikulasi
f. Perubahan otot akan terjadi pada otot yang mendapat persarafan oleh saraf tersebut –
biasanya otot pada bagian yang sama dengan lesi

3. Nyeri konstan dan tumpul serta bertambah berat yang menjalar ke arah lateral dan bergerak
( fleksi ) atau bila ada kompresi dada ( bersin, memeluk erat-erat ). Bila disertai nyeri pada perkusi
tulang belakang yang terkena
4. Kelemahan : khusunya pada otot yang letaknya proksimal dari tungkai dalam pola
upper motor neuron ( neuron motorik atas ), walaupun distribusi pasti hilangnya kekuatan otot
tergantung pada lokasi kompresi. Reflek tendon profunda meningkat dan respons plantar adalah
ekstensor .
5. Sensori menurun / parestesia : asenden sampai atau tepat dibawah dermatom setinggi persarafan yang
mengalami kompresi
6. Ataksia : hilangnya propiosepsi ( kolumna posterior )
7. Parestesi distal ekstremitas dan arefleksia
8. Neuropati inflamatorik progresif yang menyerupai polineuropati, dimielinisasi
inflamatori kronis
9. Motorik :
Kerusakan UMN yang mengenai kedua kaki ( parestesia spastik ) atau jika parah terkena keempat
anggota gerak ( tetraparesis spastik ). Lesi pada medula spinalis servikalis juga dapat menyebabkan
paraparesis spastik yang bersamaan dengan campuran gambaran LMN dan UMN pada anggora gerak
atas, karena kerusakan simultan pada medula spinalis dan radiks saraf pada leher.
10. Sensorik : sensasi kutaneus di bawah lesi terganggu
11. Otonom :
a. Gangguan kandung kemih
 Urgensi dan frekuensi berkemih
 Retensi Urin, inkontinensia dan kontipasi: gejala dari disfungsi otonom.
b. Mengeluh konstipasi
c. Disfungsi seksual terutama impotensi dan ereksi

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Setiap klien dengan trauma tulang belakang harus mendapat pemeriksaan secara lengkap ,
meliputi :

1. Anamnesa

 Anamnesa yang baik mengenai jenis trauma, apakah jatuh dari


ketinggian, kecelakaan lalu lintas, atau olahraga
 Diperhatikan adanya tanda-tanda trauma dan abrasi kepala bagian
depan yang mungkin disebabkan karena trauma hiperekstensi
2. Pemeriksaan Tulang Belakang

 Dilakukan secara hati-hati dengan memeriksa mulai dari vertebra


servikal sampai vertebra lumbal dengan meraba bagian-bagian
vertebra, ligamen, serta jaringan lunak lainnya
3. Pemeriksaan Neurologis

 Pada setiap trauma tulang belakang harus dilakukan pemeriksaan


yang teliti terhadap trauma yang mungkin menyertainya seperti
trauma pada kepala, toraks, rongga perut serta panggul
4. Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax

 Mengetahui keadaan paru

5. Pemeriksaan CT Scan Vertebra

 Untuk melihat fragmentasi, pergeseran fraktur dalam kanal spinal

 Untuk menentukan tempat luka

 Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur


tulang, dan kanalis spinalis dalam potongan aksial
6. Pemeriksaan CT Scan dengan mielografi
7. Foto Polos Vertebra

 Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang


melibatkan medulla spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di
sekitarnya.
8. MRI Vertebra

 MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medulla


spinallis dalam sekali pemeriksaan
 Untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal

9. Sinar X Spinal

 Menentukan lokasi dan jenis cedera tulang ( Fraktur atau dislokasi )

10. Analisa Gas Darah

 Menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

G. PENATALAKSANAAN
1. Tiga fokus utama penanganan awal pasien cedera medula spinalis yaitu : 1.
Mempertahankan usaha bernafas, 2. Mencegah syok dan 3. Imobilisasi leher (neck
collar dan long spine board). Selain itu, fokus selanjutnya adalah mempertahankan
tekanan darah dan pernapasan, stabilisasi leher, mencegah komplikasi ( retensi urin
atau alvi, komplikasi kardiovaskuler atau respiratorik, dan trombosis vena-vena
profunda).
Terapi Utama :
Farmakologi : Metilprednisolon 30 mg / kg bolus selama 15 menit, lalu 45 menit setelah
pemberian bolus pertama, lanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg/jam selama 23 jam.
- Imobilisasi :

o Pemakaian kollar leher, bantal pasir atau kantung IV untuk


mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila
memindahkan pasien
o Traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan
Crutchfield, Vinke, atau tong Gardner – Wellsbrace pada tengkorak
o Tirah baring total dan pakaian brace halo untuk pasien dengan fraktur
servikal ringan.
- Bedah : Untuk mengeluarkan fragmen tulang, benda asing, reparasi hernia
diskus atau fraktur vertebrata yang mungkin menekan medula spinalis; juga
diperlukan untuk menstabilisasi vertebrata untuk mencegah nyeri kronis.
2. Kortikosteroid dosis tinggi bisa mengurangi gejala

3. Radioterapi untuk mengurangi ukuran tumor adalah terapi pilihan dan bisa mengurangi
nyeri. Tenaga bisa membaik, namun perbaikan paraplegia hanya terjadi pada 10-15%.
Lapang radiasi mencangkup dua ruas tulang belakang di tiap tepi lokasi kompresi
( lokasi rekurensi terserin
4. Pembedahan memiliki morbiditas dan mortalitas yang signifikan, namun berperan pada kasus
dengan instabilitas spinalis, adanya perkembangan defisit neurologis selama radioterapi,
kompresi pada area yang pernah diradiasi ( medula spinalis pernah menerima dosis radiasi
maksimal yang bisa ditolerir ) atau penyakit yang radioresisten
5. Kemoterapi : kemoterapi sitoktoksik adalah terapi pilihan pada anak-anak dengan tumor yang
kemosensitif, dan sebagai terapi tambahan selain radioterapi pada orang dewasa dengan penyakit
kemosensitif. Terapi endokrin bisa membantu pada kanker prostat dan kanker payudara
6. Fisioterapi sangat penting dalam memaksimalkan pulihnya fungsi neurologis

7. Tindakan –tindakan untuk mengurangi pembengkakan pada medulla spinalis dengan


menggunakan glukokortikoid steroid intravena.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

a. Data Demografi
 Nama, Umur, Alamat
b. Keluhan Utama
 Kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas
 Nyeri Tekan otot
 Hiperparestesi tepat di atas daerah trauma
 Mengalami deformitas pada daerah trauma
c. Riwayat Penyakit Sekarang
 Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon
atau bangunan, luka tusuk, atau luka tembak
 Pengkajian yang didapat yaitu hilangnya sensibilitas, paralisis ( dimulai dari paralisis
layu disertai hilangnya sensiblitas yang total dan melemah/menghilangnya reflex
profunda
 Ileus paralitik
 Retensi urin
 Hilangnya reflex-reflex
d. Riwayat Penyakit Terdahulu
 Adanya riwayat hipertensi
 Riwayat cedera tulang belakang sebelumnya
 DM
 Penyakit Jantung
 Anemia
 Penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan
konsumsi alkohol berlebihan
e. Riwayat Keluarga
 Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan DM
f. Pengkajian Psikososiospiritual
 Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat serta rspon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
 Apakah ada dampak yang timbul pada klien yang timbul seperti ketakutan atau
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah ( gangguan body image )
 Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan manifestasi
yang berbeda pada setiap klien yang mengalami cedera tulang belakang
 Cedera tulang belakang memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga
 Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
 Pada cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran
 Adanya perubahan pada tanda-tanda vital meliputi brakikardi dan hipotensi
b. B1 ( Breathing )
 Inspeksi Umum
o Klien batuk
o Peningkatan produksi sputum
o Sesak nafas
o Penggunaan otot bantu nafas
o Peningkatan frekuensi pernafasan
o Terdapat retraksi interkostalis
o Pengembangan paru tidak simetris
o Ekspansi dada : dinilai penuh/tidak penuh dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukkan adanya atelektasis, lesi pada
paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga dan pneumotoraks.
Pada observasi ekspansi dada juga dinilai : retraksi dari otot-otot
interkostal, subsernal, pernafasan abdomen, dan respirasi paradoks.
Pola nafas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf parasimpatis

 Palpasi

o Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan


 Perkusi didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thorax

o Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma


pada torax/hemotoraks
 Auskultasi
o Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronki, pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien cedera tulang
belakang dengan penurunan tingkat kesadaran koma
c. B2 ( Blood )
 Syok hipovolemik
 TD menurun
 Nadi brakikardi
 Berdebar-debar
 Pusing saat melakukan perubahan posisi
 Brakikardi ekstremitas dingin atau pucat
d. B3 ( Brain )
 Pengkajian Tingkat Kesadaran
o Letargi
o Stupor
o Semikomatosa
o Koma
 Pengkajian Fungsi Serebral
o Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah dan aktifitas motorik klien. Pada klien yang telah lama
menderita cedera tulang belakang biasanya status mental klien
mengalami perubahan
e. B5 ( Bowel )
 Ileus paralitik ( hilangnya bising usus, kembung, dan defekasi tidak ada )
 Pemeriksaan reflek bulbokavernosa didapatkan positif
 Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang kurang
 Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada
mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi
f. B6 ( Bone )
 Disfungsi motorik ( kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh ekstremitas
bawah )
 Kaji warna kulit : warna kebiruan
 Adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan, kehilangan sensori dan
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan istirahat

Sedangkan menurut sember lain dari (Carpenito (2000), Doenges at al


(2000)) pengkajiannya adalah sebagai berikut:

a. Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
b. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,
hipotensi, brakikardi, ekstremitas dingin atau pucat
c. Eliminasi : inkontensia defekasi dan berkemih, retensi urin, distensi perut,
peristaltik hilang
d. Intgritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah
dan menarik diri
e. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
g. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki paralisis flasid,
hilangnya sensasin dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil
h. Kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma dan
mengalami deformitas pada daerah trauma
i. Pernafasan : nafas pendek, ada ronki, pucat, sianosis
j. Keamanan : suhu yang naik turun

3. Diagnosa keperawatan

 Nyeri akut y.b.d trauma jaringan syaraf


 Ansietas y.b.d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
 Nutrisi kurang dari kebutuhan y.b.d. mual, muntah
 Kerusakan mobilitas fisik y.b.dkelumpuhan
 Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan
syarat perkemihan.

4. Intervensi keperawatan

1. Nyeri akut y.b.d trauma jaringan syaraf


a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam klien mampu
mengontrol nyeri
b) kriteria hasil :
1) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
2) Mengikuti program pengobatan yang diberikan
3) Menunjukan penggunaan teknik relaksasi
c) Intervensi :
1) Kaji tipe atau luka nyeri. Perhatikan intensitas pada skala 0-10.
Perhatikan respon terhadap obat.
Rasional : Menguatkan indikasi ketidaknyamanan, terjadinya komplikasi dan
evaluasi keefektivan intervensi.
2) motivasi penggunaan teknik menejemen stres, contoh
napas dalam dan visualisasi. Rasional : Meningkatkan
relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping, menghilangkan nyeri.
3) Kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : mungkin dibutuhkan untuk penghilangan nyeri/ketidaknyamanan.
2. Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh y.b.d mual, muntah
a. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi pasien
terpenuhi
b. Kriteria hasil:
1) Makanan masuk
2) BB pasien naik
3) Mual, muntah hilang
c. Intervensi:
1) Berikan makan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional: memberikan asupan nutrisi yang cukup bagi pasien
2) Sajikan menu yang menarik
Rasional: Menghindari kebosanan pasien, untuh menambah
ketertarikan dalam mencoba makan yang disajikan
3) Pantau pemasukan makanan
Rasional: Mengawasi kebutuhan asupan nutrisi pada pasien
4) Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan
Rasional: kerjasama dalam pengawasan kebutuhan nutrisi pasien
selama dirawat di rumah sakit

3. Ansietas y.b.d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri


a. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, klien memiliki
rentang respon adaptif.
b. Kriteria hasil :
1) Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani.
2) Mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
3) Menunjukkan rentang perasaan yang tepat.
c. Intervensi :
1) Dorong ekspresi ketakutan/marah
Rasional : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
2) Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien
melalui penilaian awal juga selama pemulihan
3) Berikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan
Rasional : Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang
diharapkan membantu klien/orang terdekat menerima situasi lebih
efektif.
4) Dorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam,
bimbingan imajinasi, visualisasi. Rasional : membantu memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan
penigkatan kemampuan koping

4. Kerusakan mobilitas fisik y.b.dkelumpuhan


a) Tujuan
selama perawatan gangguan mobilisasi bisa di minimalisasi sampai
cedera diatasi dengan pembedahan.
b) Kriteria hasil
tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu
beraktifitas kembali secara bertahap.
c) Intervensi:
1. Kaji secara teratur fungsi motorik.
Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
2. Instruksikan pasien untuk memanggil
bila minta pertolongan. Rasional
memberikan rasa aman
3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif
4. Pertahankan sendi 90
derajad terhadap papan
kaki. Rasional mencegah
footdrop
5. Ukur tekanan darah sebelum
dan sesudah log rolling.
Rasional : mengetahui adanya
hipotensi ortostatik
6. Inspeksi kulit setiap hari.
Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan
integritas kulit.
7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.
Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang
berhubungan dengan spastisitas.

5. Perubahan pola eliminasi urine y.b.dkelumpuhan syarat perkemihan.


a) Tujuan
pola eliminasi kembali normal selama perawatan
b) Kriteria hasil
produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada
c) Intervensi:
1. Kaji pola berkemih, dan
catat produksi urine tiap
jam. Rasional : mengetahui
fungsi ginjal
2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
3. Anjurkan pasien untuk
minum 2000 cc/hari.
Rasional : membantu
mempertahankan fungsi
ginjal
DAFTAR PUSTAKAN
1. Batticaca, Fansisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
2. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
3. Mayo Clinic Staff (2014). Spinal Cord Injury (online).
http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/spinalcordinjury/basics/com
plications/con-20023837. (10 januari 2022).
4. Dewantoro, George dkk. 2007. Panduan Praktis Diagnosis & Tata laksana
penyakit saraf. Jakarta : EGC
5. Standar perawatan pasien; proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi / Susan
Martin Tucker... ( et al ) ; alih bahasa, Yasmin Asih ( et al ) ; editor, Monica Ester.-
Ed. 5 – Jakarta : EGC, 1998
6. Panduan praktis diagnosis & tata laksana penyakit saraf / penulis, George
Dewanto ... ( et al. ). Jakarta : EGC, 2009.
7. Ginsberg, Lionel. 2008. Neurologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
8. Susan , Martin Tucker ( 1998 ). Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
9. Muttaqin Arif ( 2008 ). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai