Anda di halaman 1dari 3

Seorang penuntut ilmu sudah seharusnya memiliki kesabaran dalam perjalanannya,

penuntut ilmu seringkali dianggap hanya secara partikular, seperti kalo mahasiswa berarti
penuntut ilmu, dan pernyataan ini sungguh keliru, kami sering melihat masih banyak juga
dosen-dosen dan akademisi lain melakukan penelitian kemudian membukukannya untuk
persiapan kemajuan peradaban. Sama halnya dengan penuntut ilmu tradisional, dikatakan
penuntut ilmu jika masih santri, padahal para ulama setelah banyak dianggap ulama -
bahkan ulama besar- masih tetap mencari dan memiliki status penuntut ilmu, seperti halnya
Hujjatul Islam Imam Ghazali.

Pemikiran islam yang dikembangkan oleh golongan Jama’ah dengan fokus


pembinaan umat yang dibawa oleh Abdullah ibn Umar dan Abdullah ibn Abbas telah banyak
menghasilkan para ulama di bidang Yurispudensi islam, ulama tersebut yang sama-sama di
akui sebagai madzhab bidang fiqih yakni Imam Hanafi (w.150 H), Imam Maliki (w.179 H),
Imam Syafi’I (w.204 H) dan Imam Hambali (w.241 H). Dari konsep pembinaan umat yang
dibawa oleh kedua Abdullah itu, kita dapat merasakan kenikmatan dalam mencari ilmu
pengetahuan agama, khususnya dalam bidang fiqih ini, yakni zakat.

Dilihat dari ulasan diatas, maka penuntut ilmu yang hidup di tahun 1443 H ini
merupakan penuntut ilmu yang beruntung, beruntung karena diberikan banyak sekali
warisan intelektual islam. Proses nalarisasi dalam bidang fiqih oleh para ulama
membuahkan tradisi penulisan matan, syarh dan hasyiah. Seperti kitab Taqrib yang ditulis
oleh Syekh Abi Syuja kemudian diberi syarah oleh Syekh Muhammad ibn Qosim AL Ghaziy,
kemudian dibuat hasyiahnya oleh Syekh Ibrahim Al-Bajuri Dengan demikian, penuntut ilmu
dizaman ini hanya perlu kemauan dalam mendapatkan ilmu.

Demikian, tradisi menulis tersebut Nampak sangat memiliki pengaruh besar dalam
peradaban pemikiran islam, sehingga kami pun ikut tertarik dalam hal ini. Namun, tentu saja
buku ini bukan menjadi sumber utama rujukan dalam teori zakat di bidang administrasi,
keuangan maupun kesekretarian. Namun, dengan cara lain, kami memberikan alur
perjalanan ketiga hal tersebut melalui cerita, dengan demikian pembaca mampu menangkap
hikmah lain dalam penulisan buku ini.

Kami memiliki pandangan lain mengenai ‘romantis’, pada umumnya romantis hanya
dipandang sebagai kemesraaan antar sepasang kekasih yang memiliki ikatan cinta, namun
lebih dikhususkan Kembali menjadi ‘kemesraan sepasang kekasih’. Dengan deskripsi
romantic demikian, maka kebahagiaan yang dialami dalam hal romantispun kian menjadi
sempit.

Keromantisan terlebih dahulu harus dipandang sebagai sebuah kebahagiaan, jika


demikian, maka kebahagiaan tidaklah harus terbatas pada hal-hal yang fisik/inderawi. Lebih
dari fisik, kebahagiaan yang di dapat melalui pengalaman kami bersifat moral, kebahagiaan
moral sendiri adalah kebahagiaan lanjutan dari kebahagiaan intelektual, kebahagiaan moral
adalah kebahagiaan yang di dapat dalam bentuk pengamalan ilmu pengetahuan yang telah
diketahui oleh seseorang.

Kami sendiri, merupakan aktivis kajian islam di bidang zakat, untuk mengetahui
implementasi teori zakat seperti administrasi zakat, maka kami perlu merasakannya secara
langsung, sebanyak satu semester kami mempelajari hal tersebut, kami berniat untuk
menaikkan rasa kebahagiaan ini menjadi lebih tinggi, dengan praktik langsung di BAZNAS
DKI Jakarta, alih-alih hanya praktik, ternyata kami mendapatkan kebahagiaan yang lebih
tinggi, yakni kebahagiaan moral, karena telah kami amalkan apa yang telah kami pelajari
dikelas, kebahagiaan moral inilah yang kami sebut sebagai keromantisan.

Lalu mengapa kami menaruh perhatian besar dan menulis cerita pada hal-hal yang
partikular saja ? hal-hal partikular itu adalah administrasi, keuangan dan kesekretariatan.
Kami bertiga merupakan Badan Pengurus Harian (BPH) Laboratorium Amil Zakat Infaq
Shadaqah Manajemen Dakwah (LAZIS MD), selama menjadi pengurus utama, kami telah
lama berproses pada ketiga bidang tersebut. Selain itu, saat kami berada di BAZNAS DKI
Jakarta, kami banyak berdiskusi dengan bidang-bidang terkait dengan ketiga hal tersebut,
demikian siklus kami dalam hal administrasi, keuangan dan kesekretariatan.

Adapun mengenai alasan ditulisnya buku ini adalah untuk memberikan warisan
intelektual sebagaimana yang dilakukan para intelektual muslim dan ulama terdahulu.
Karena, hanya dengan menulislah ilmu pengetahuan dapat di abadikan, tentunya dalam
tradisi islam, menulis sesuatu harus dibarengi dengan doa, doa tersebut dalam orientasi
agar ilmu yang ditulis dapat memberikan manfaat bagi masyarakat banyak.

Buku ini “Cerita Romantis Tentang Administrasi keuangan dan kesekretariatan”


ditulis oleh kami setelah beberapa hari berada di BAZNAS DKI Jakarta dalam rangka
menuntut ilmu. Dan tentunya dengan penuh harap, agar tulisan ini dapat memberikan
manfaat kepada generasi selanjutnya yang memiliki ketertarikan kajian keislaman,
khususnya di bidang zakat.

Dengan penuh rasa cinta kepada ilmu pengetahuan, kami menganggap bahwa
seluruh kegiatan yang kami lakukan saat di BAZNAS DKI merupakan sebuah keromantisan
hidup, selain menambah ilmu pengetahuan, kami sangat banyak mendapatkan pengalaman
lain yang tentunya berkaitan dengan administrasi, kesekretariatan dan keuangan. Bagi kami,
ketiga hal ini adalah saling berkaitan, dan merupakan sesuatu yang sentral di dalam sebuah
lembaga, dalam hal ini ialah Lembaga zakat. Dengan menggunakan cara penulisan dengan
Bahasa ringan, kami rasa agaknya perlu kami menulis guna memberikan sebuah gambaran
mengenai administrasi, kesekretarian dan keuangan secara ringkas mengenai teoritisnya
dan juga kami akan memberikan gambaran praktis mengenai ketiga hal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai