Anda di halaman 1dari 2

Kisah Bakti Asma’ Putri Abu Bakar kepada Ibunda yang Kafir

Asma merupakan putri sulung Abu Bakr, jauh sebelum sang khalifah menikah lagi dengan
ibunda dari Ummul Mukminin Aisyah binti Abi Bakar. Asma lahir dari rahim istri pertama
Abu Bakr yang bernama Qutaibah binti Abdil ‘Uzza. Sayangnya, ketika dakwah Islam
datang, Qutaibah enggan beriman dan berislam.

Qutaibah enggan beriman kepada Rasulullah dan memilih bergabung dengan kaum kafir
Quraisy. Karena itulah, Abu Bakr pun menceraikannya. Sementara Asma, ia memilih
beriman sebagaimana sang ayah. Ia pun harus meninggalkan ibunda tercinta.

Dengan berat hati, Asma meninggalkan ibunda seorang diri di Kota Makkah. Ia turut serta
bersama sang ayah ketika muslimin berhijrah ke Madinah. Saat itu Asma sedang
mengandung. Sang calon ibu harus meninggalkan ibunda yang enggan beriman.

Waktu berlalu, rasa rindu seorang ibu tak mampu dibendung. Qutaibah sangat merindukan
putrinya, Asma. Apalagi saat itu telah lahir cucu dari rahim putri sulungnya. Qutaibah pun
mencari kesempatan agar dapat mengunjungi putrinya terkasih.

Saat momen perjanjian Hudaibiyyah terjalin antara muslimin dan kaum kafir Makkah, sang
ibu pun mengambil kesempatan untuk pergi ke Madinah. Ia pergi hendak mengunjungi Asma
dengan membawa banyak sekali makanan. Namun ia masih di atas kekafirannya.

Setiba di Madinah, Qutaibah pun segera mencari kediaman Asma. Betapa bahagianya sang
ibu melihat putrinya, setelah berpisah sekian lama. Asma pun merasakan hal sama. Namun ia
memilih menolak bertemu ibunda. Penyebabnya, karena sang ibu masih berstatus kafir. Ia
khawatir melakukan sesuatu yang salah lagi berdosa jika berbakti pada seorang ibu yang
kafir.

Asma pun memilih pergi bertemu Rasulullah. Ia hendak menanyakan, atau lebih tepatnya,
meminta izin untuk bertemu ibunya yang masih musyrik. Kepada Rasulullah, Asma pun
mengadukan masalahnya,

“Wahai Rasulullah, ibuku datang mengunjungiku, apakah boleh saya bersilaturrahim dengan
ibuku, sementara ia masih musyrik?”

Rasulullah pun bersabda, “Tentu, bersilaturrahimlah dengan ibumu.”


Asma pun begitu gembira. Ia dapat bertemu dan berilaturrahim dengan ibu yang melahirkan
dan mengasuhnya. Sungguh Islam agama yang indah. Seorang anak tetap diharuskan
berbakti, meski memiliki orang tua kafir, musyrik, dan enggan memeluk agama Islam.

Kisah Asma diceritakannya langsung dalam sebuah hadits. Sang Dzatunniqathain bercerita,
“Ibuku datang ke tempatku sedang dia adalah seorang musyrik di zaman Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu di saat berlangsungnya perjanjian Hudaibiyah antara
beliau dan kaum musyrikin. Kemudian saya meminta fatwa kepada Rasulullah, “Ibuku
datang padaku dan ia ingin meminta sesuatu, apakah boleh saya hubungi ibuku itu, padahal ia
musyrik?” Beliau bersabda, “Ya, hubungilah ibumu” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Setelah terjadi permasalahan Asma, Rasulullah pun mendapatkan wahyu dari Allah. Rabb
Ta’ala berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama. Dan tidak pula mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-
Mumtahanah: 8)

Berbakti Kepada Orang Tua yang Kafir

Kewajiban berbakti tetap berlaku meski orang tua berstatus non muslim. Hanya saja, ada dua
hal yang perlu diperhatikan. Pertama, seorang anak tidak boleh menaati orang tuanya jika
mereka menyuruh kepada kekafiran. Kedua, orang tua bukanlah termasuk kelompok kafir
harbi yang memerangi umat Islam.Allah menyampaikan dalam beberapa ayat tentang
wajibnya berbakti dan bersilaturrahim kepada orang tua meskipun keduanya kafir dan enggan
memeluk Islam. Allah berfirman, “Dan Kami berwasiat kepada manusia agar berbakti kepada
orang tuanya dengan baik, dan apabila keduanya memaksa untuk menyekutukan Aku yang
kamu tidak ada ilmu, maka janganlah taat kepada keduanya.” (QS. Al-Ankabut: 8 ).

Dalam ayat lain, Allah juga berfirman, “Dan apabila keduanya memaksamu untuk
menyekutukan Aku dengan apa-apa yang tidak ada ilmu padanya, jangan taati keduanya dan
bergaul lah dalam kehidupan dunia dengan perbuatan yang ma’ruf (baik) dan ikutilah jalan
orang-orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku-
beritakan kepadamu apa-apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 15).

Anda mungkin juga menyukai