Anda di halaman 1dari 13

CRITICAL JOURNAL REVIEW

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

DOSEN PENGAMPU :
MICHAEL CHRISTIAN SIMANULLANG, S.Pd., M.Pd.

DISUSUN OLEH :
NAMA : ELONINTA KRISTIANI
NIM : 4183311053
KELAS : PSPM D 2018
MATA KULIAH : MODEL PEMBELAJARAN KONTEMPORER

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................................i

BAB I PENGANTAR ...................................................................................................................1

BAB II RINGKASAN ISI BUKU ................................................................................................3

BAB III KEUNGGULAN ARTIKEL ILMIAH ATAU JURNAL ..............................................6


A. KEMUTAKHIRAN MASALAH .....................................................................................6
B. TEORI YANG MENDASARI PENELITIAN .................................................................6
C. KOHESI DAN KOHERENSI ISI PENELITIAN ............................................................7
D. ORIGINALITAS TEMUAN ............................................................................................7

BAB IV KELEMAHAN ARTIKEL ILMIAH ATAU JURNAL .................................................8


A. KEMUTAKHIRAN MASALAH .....................................................................................8
B. TEORI YANG MENDASARI PENELITIAN .................................................................8
C. KOHESI DAN KOHERENSI ISI PENELITIAN ............................................................8
D. ORIGINALITAS TEMUAN ............................................................................................8

BAB V IMPLIKASI .....................................................................................................................9


A. IMPLIKASI TERHADAP TEORI/KONSEP ...................................................................9
B. ANALISIS MAHASISWA ...............................................................................................9

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................11

i
BAB I
PENGANTAR

Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik.
Sebagian besar kehidupan ini adalah berhadapan dengan masalah-masalah, maka dari itu peserta didik
diarahkan untuk belajar memecahkan masalah sebagai bekal baginya untuk masa depan karena
pemecahan masalah merupakan tipe belajar tingkat tinggi sehingga dalam pembelajarannya perlu
adanya strategi khusus yang banyak melibatkan keaktifan peserta didik. Mengingat masih rendahnya
kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik, tentunya ada berbagai cara untuk mencapai
kemampuan tersebut. Kemampuan pemecahan masalah matematik adalah kemampuan peserta didik
dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah berupa soal yang tidak rutin perlu menggunakan
konsep lain dalam penyelesaiannya, tidak dapat diselesaikan secara langsung dan perlu menggunakan
langkah-langkah dalam penyelesaiannya. Ada empat tahap yang dikemukakan Polya dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian,
menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah
yang telah dikerjakan.
Sejalan dengan perkembangan paradigma dunia pendidikan, sejumlah terobosan guna
meningkatkan mutu pendidikan agar mampu menghasilkan lulusan yang siap bersaing secara global
di masa yang akan datang dengan ditujukan untuk menghasilkan lulusan yang kompetitif, inovatif,
kreatif, kolaboratif serta berkarakter perlu adanya penerapan model pembelajaran yang banyak
melibatkan keaktifan peserta didik dalam belajar. Hal tersebut memungkinkan dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum baru. Kurikulum ini adalah pengembangan dari kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum baru ini perubahan jelas terjadi. pada saat proses
pembelajaran kurikulum 2013 mewajibkan setiap pendidik menggunakan proses pembelajaran ilmiah
atau pendekatan saintifik. Kosasih, E (2014:72) “Pendekatan saintifik merupakan pendekatan di
dalam kegiatan pembelajaran yang mengutamakan kreativitas dan temuan-temuan peserta didik.”
Pengalaman belajar yang didapat peserta didik pada pembelajaran ilmiah bukan berupa hafalan tetapi
berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mereka peroleh berdasarkan kemampuan yang
mereka miliki. Permendikbud (Kosasih, E 2014:72) mengemukakan “Proses pembelajaran saintifik
terdiri atas lima pengalaman berlajar pokok, yaitu mengamati, menanya, menalar, mengasosiasi, dan
mengomunikasikan.”
Menurut Nikson dalam Muliyardi (2002) “Pembelajaran matematika adalah upaya untuk
membantu siswa untuk mengkontruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan
kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun
kembali”. Salah satu kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan
pemecahan masalah matematika. (Utami & Wutsqa, 2017), kemampuan pemecahan masalah menjadi
salah satu tujuan pembelajaran matematika yang harus dicapai oleh siswa yang terdapat pada
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006.
Menurut Jones (Budiyono, 2005) dalam (Sumartini, 1981) terdapat beberapa alasan perlunya
kemampuan pemecahan masalah yaitu memberi kelancaran siswa dalam membangun suatu konsep
dan berfikir matematis serta untuk memiliki pemahaman masalah yang kuat. Polya (Amir, 2015)
mengemukakan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu:

1
1. Memahami masalah.
Kegiatan dapat yang dilakukan pada langkah ini adalah apa (data) yang diketahui, apa yang
tidak diketahui (ditanyakan), apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus
dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat
dipecahkan).
2. Merencanakan pemecahannya.
Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: mencoba mencari atau mengingat
masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan
dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian.
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana.
Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: menjalankan prosedur yang telah
dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian.
4. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian.
Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah menganalisis dan mengevaluasi
apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, atau apakah prosedur dapat
dibuat generalisasinya.
Tujuan dari Critical Journal Review ini adalah untuk mereview jurnal tentang pengaruh model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemacahan matematis siswa
dengan membandingkannya dengan salah satu buku yang relevan. Berikut merupakan identitas dari
jurnal dan buku yang direview :
1) Jurnal Utama
Judul Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Penulis Rini Sri Putri1, Mulia Suryani, dan Lucky Heriyanti Jufri
Tahun 2019
Nama jurnal Jurnal Mosharafa Pendidikan Matematika

2) Jurnal Kedua
Judul Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas III
Penulis Gede Adi Juliawan, Luh Putu Putrini Mahadewi, Ni Wayan Rati
Tahun 2017
Nama jurnal e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha

3) Buku Pembanding
Judul Learning To Teach
Penulis Richard I. Arends
Tahun 2012

2
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL DAN BUKU

Menurut Arends (2012) : Inti dari pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan
siswa dengan otentik dan situasi masalah yang bermakna yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan
untuk penyelidikan dan penyelidikan. Untuk mengilustrasikan konsep ini, Arends
mempertimbangkan skenario permasalahn yang terdapat di sekolah dasar: sekolah di kota kecil dekat
Teluk Chesapeake Maryland, mengenai perdebatan antar siswa tentang cara menghentikan polusi
yang terdapat di sebuah teluk. Debat ini berlanjut selama lebih dari satu jam saat para siswa
mempertimbangkan masalah polusi dan hubungannya dengan ekonomi dari perspektif petani,
komersial kepiting, pemilik bisnis, dan warga yang melihat polusi merusak industri turis lokal dan
nilai rumah di wilayah Chesapeake. Para siswa ini berpartisipasi dalam pembelajaran berbasis
masalah di mana mereka mempelajari konten akademik dan keterampilan memecahkan masalah
dengan terlibat dalam situasi kehidupan nyata.
Arends (2012) mengatakan PBL memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya
dengan pendekatan pengajaran lainnya :
1) Driving question or problem
Daripada mengatur pelajaran di sekitar prinsip atau keterampilan akademik tertentu,
pembelajaran berbasis masalah mengatur instruksi di sekitar pertanyaan dan masalah yang
penting secara sosial dan bermakna secara pribadi bagi siswa. Mereka mengatasi situasi
kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana dan yang ada solusi bersaing.
2) Interdisciplinary focus
Meskipun pelajaran berbasis masalah mungkin dipusatkan pada mata pelajaran tertentu (sains,
matematika, sejarah), masalah aktual yang diselidiki dipilih karena solusinya mengharuskan
siswa untuk mempelajari banyak mata pelajaran. Misalnya, masalah polusi yang diangkat
dalam pelajaran Chesapeake Bay melintasi beberapa mata pelajaran akademis dan terapan
biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan.
3) Authentic investigation.
Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa mengejar penyelidikan otentik yang
mencari solusi nyata untuk masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan
masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melakukan eksperimen (jika sesuai), membuat kesimpulan, dan menarik
kesimpulan. Metode investigasi tertentu yang digunakan, tentu saja, tergantung pada sifat
masalah yang sedang dipelajari.
4) Production of artifacts and exhibits
Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa untuk mengkonstruksi produk dalam
bentuk artefak dan pameran yang menjelaskan atau mewakili solusi mereka. Sebuah produk
bisa menjadi debat tiruan seperti yang ada di pelajaran Chesapeake Bay. Ini bisa berupa
laporan, model fisik, video, program komputer, atau situs Web yang dibuat oleh siswa.
Artefak dan pameran, seperti yang akan dijelaskan nanti, direncanakan oleh siswa untuk
mendemonstrasikan kepada orang lain apa yang telah mereka pelajari dan untuk memberikan
alternatif yang menyegarkan dari makalah atau ujian tradisional.
5) Collaboration
Pembelajaran berbasis masalah ditandai dengan siswa bekerja dengan satu sama lain, paling
sering berpasangan atau kelompok kecil. Bekerja bersama memberikan motivasi untuk
3
keterlibatan berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan peluang untuk
penyelidikan dan dialog bersama, dan untuk pengembangan keterampilan sosial.
Menurut Ibrahim dalam Rini (2019) mengemukakan bahwa sintak PBL adalah sebagai
berikut:
1. Fase 1 (Orientasi siswa kepada masalah).
Menjelaskan tujuan pembelajaran menjelaskan logistik yang dibutuhkan dan memotivasi
siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
2. Fase 2 (Mengorganisasikan siswa kepada masalah).
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
3. Fase 3 (Membimbing penyelidikan individu dan kelompok).
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Fase 4 (Mengembangkan dan menyajikan hasil karya).
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
model dan berbagi tugas dengan teman.
5. Fase 5 (Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah).
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi telah dipelajari/meminta kelompok presentasi hasil
karya.
Shoimin (2014:132) dalam Gede (2017), mengungkapkan beberapa kelebihan dari model
Problem Based Learning dalam pembelajaran yaitu,
(1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam situasi nyata,
(2) Pembelajaran berfokus pada masalah,
(3) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuan sendiri.
Kelebihan dari model problem based learning sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa.
Menurut Arends (2012) Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
menyampaikan materi dalam jumlah besar informasi kepada siswa. Instruksi dan presentasi langsung
lebih cocok untuk ini tujuan. Sebaliknya, pembelajaran berbasis masalah, dirancang terutama untuk
membantu siswa mengembangkan pemikiran, pemecahan masalah, dan intelektual mereka
keterampilan; mempelajari peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui situasi nyata atau
simulasi; dan menjadi pembelajar yang mandiri.
Kemampuan pemecahan masalah adalah, “Kemampuan menyelesaikan masalah rutin, non-
rutin, rutin terapan, rutin non-terapan, non-rutin terapan, dan masalah non-rutin dan non-terapan
dalam bidang matematika” (Eka dan Ridwan, 2015:84). Kemampuan pemecahan masalah dalam satu
kelas dengan yang lain bervariasi, bergantung kepada kondisi masing-masing individu. Budhayanti
(2008:9-2), menyatakan, “Banyak ahli matematika mengatakan bahwa matematika searti dengan
pemecahan masalah yaitu mengerjakan soal cerita, membuat pola menafsirkan gambar atau
bangunan”. Dengan demikian belajar untuk memecahkan masalah penting dalam mempelajari
matematika. Semakin tinggi kemampuan pemecahan masalah siswa maka hasil yang ditunjukan akan
semakin tinggi.
Sebuah masalah timbul ketika terdapat “Situasi dimana seseorang mencoba mencapai
beberapa tujuan dan harus menemukan cara untuk sampai di sana” (Chi & Glaser, 1985) dalam Rini
(2019). Pemecahan masalah mengacu pada usaha orang-orang untuk mencapai tujuan karena mereka

4
tidak memiliki solusi otomatis. Masalah memiliki tujuan yaitu apa yang coba didapatkan si pemecah
masalah untuk pencapaian tujuan.
Dalam matematika, kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki oleh siswa untuk
menyelesaikan soal-soal berbasis masalah. Dalam (Rini, 2019) Pentingnya kemampuan pemecahan
masalah dikemukakan oleh Branca (Krulik dan Rays, 1980), yaitu:
1) Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan
sebagai jantungnya matematika,
2) Pemecahan masalah dapat meliputi metode, prosedur dan strategi atau cara yang digunakan
merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan
3) Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Dari hal
tersebut, melalui pemecahan masalah, siswa akan terbiasa dan mempunyai kemampuan dasar
yang lebih bermakna dalam berpikir, dan dapat membuat strategi-strategi penyelesaian untuk
masalah-masalah selanjutnya.
Polya (Rini, 2019) mengemukakan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu:
1. Memahami masalah.
Kegiatan dapat yang dilakukan pada langkah ini adalah apa (data) yang diketahui, apa yang
tidak diketahui (ditanyakan), apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus
dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat
dipecahkan).
2. Merencanakan pemecahannya.
Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: mencoba mencari atau mengingat
masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan
dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian.
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana.
Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: menjalankan prosedur yang telah
dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian.
4. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian.
Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah menganalisis dan mengevaluasi
apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, atau apakah prosedur dapat
dibuat generalisasinya.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap jurnal dan buku yang direview maka
dapat disimpulkan dari kemampuan pemecahan masalah dengan Problem Based Learning (PBL)
memberikan pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

5
BAB III
KEUNGGULAN ARTIKEL ILMIAH ATAU JURNAL

A. KEMUTAKHIRAN MASALAH
Berdasarkan jurnal dan buku yang telah direview, pembaca menyimpulkan bahwa buku dan
jurnal tersebut sudah dapat dikatakan mutakhir karena membahas mengenai pengaruh dari
Problem Based Learning terhadap pemecahan masalah matematis siswa. Dimana dalam jurnal
memuat masalah kontekstual yang berkaitan dengan masalah sehari-hari siswa sesuai dengan
konteks dari Problem Based Learning itu sendiri yaitu inti dari pembelajaran berbasis masalah
terdiri dari menyajikan siswa dengan otentik dan situasi masalah yang bermakna yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk penyelidikan dan penyelidikan.

B. TEORI YANG MENDASARI PENELITIAN


Terdapat paling sedikit empat teori belajar yang melandasi model Problem Based Learning.
Keempat teori belajar itu adalah teori belajar dari Jean Piaget dan pandangan konstruktivismenya,
teori belajar David Ausubel, teori belajar Vygotsky dan teori belajar dari Jerome Bruner dengan
pembelajaran penemuan.
1) Teori Belajar Jean Piaget dan Pandangan Konstruktivisme.
Asimilasi dan Akomodasi dalam teori belajar jean piaget Asimilasi adalah merubah
lingkungan agar sesuai dengan diri sendiri (dengan skema yang ada pada diri kita).
Akomodasi merubah diri (skema yang ada pada diri) agar sesuai dengan lingkungan yang ada.
Pada akomodasi ini terjadi penambahan skema baru. Skema lain tidak hilang. Tambahan
skema-skema baru inilah menurut Piaget sebagai perkembangan kognisi. Asimilasi yakni
jenis pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik. Struktur
kognitif yang eksis pada momen tertentu akan dapat diasimilasikan oleh organisme.
Menurut Etty Ratnawati (2016) proses belajar Piaget harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang dilalui siswa, yang dalam hal ini Piaget membaginya menjadi
empat tahap, yaitu tahap sensorimotor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap Pra-
operasional (2/3 sampai 7/8 tahun), tahap operasional konkret (7/8 sampai 12/14 tahun), dan
tahap operasional formal (14 tahun atau lebih).
2) Teori Belajar David Ausubel
Teori belajar David Ausubel terkenal dengan belajar bermaknanya. Ausubel dalam
Suparno (1997), membedakan belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghapal
(rote learning). Belajar bermakna adalah proses belajar dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan
belajar menghapal diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan
yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya.Belajar bermakna
Ausubel erat kaitannya dengan belajar berbasis masalah (PBL), karena dalam pembelajaran
ini pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi melainkan siswa menemukan kembali.
Selain itu pada pembelajaran ini, informasi baru dikaitkan dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki siswa.
3) Teori Belajar Vygotsky
Menurut Vygotsky, sebagaimana dikutip oleh Arends (2007:47), Peserta didik
memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda, yaitu: tingkat perkembangan aktual dan
tingkat perkembangan potensial. Terdapat beberapa ide Vygotsky tentang belajar, salah satu
6
ide dalam teori belajar Vygotsky adalah zone of proximal development (ZPD) yang berarti
serangkaian tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai anak secara sendirian, tetapi dapat
dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau anak yang lebih mampu (Rifa’i,2011:35).
4) Teori Belajar Jerome S. Bruner.
Scaffolding bruner, Bruner menggambarkan scaffolding sebagai proses di mana
seorang pelajar dibantu untuk menguasai masalah tertentu di luar kapasitas perkembangannya
melalui bantuan (scaffolding) dari seorang guru atau orang yang lebih berprestasi. Implikasi
teori Bruner dalam proses pembelajaran menurut Rifa’I (2011) adalah sebagai berikut. 1.
Anak memiliki cara berpikir yang berbeda dengan orang dewasa. Guru perlu memperhatikan
fenomena atau masalah kepada anak. 2. Pengalaman baru yang berinteraksi dengan struktur
kognitif dapat menarik minat dan mengembangkan pemahaman anak.

C. KOHESI DAN KOHERENSI ISI PENELITIAN


Kohesi atau keterpaduan bentuk dalam isi penelitian ini sudah sesuai, kalimat-kalimat yang
disusun peneliti dan membentuk sebuah paragraf yang terangkai padu dan mudah untuk dipahami
makna sehingga pesan yang disampaikan peneliti kepada pembaca. Koherensi atau keterpaduan
makna dalam penelitian ini cukup baik, meskipun masih ada kalimat yang tidak saling
berhubungan dalam sebuah paragrafnya, akan tetapi secara keseluruhan sudah sangat baik.

D. ORIGINALITAS TEMUAN
Pada dasarnya penelitian yang terdapat dalam jurnal dan buku ini adalah mengenai pengaruh
dari model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa, akan tetapi ini merupakan suatu penelitian yang orisinil temuannya
karena penulis tidak hanya meneliti berdaasarkan teori-teori tetapi langsung menerapkan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) tersebut kepada siswa dan memperoleh hasil
analisis data yang membuktikan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
mempunyai pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

7
BAB IV
KELEMAHAN ARTIKEL ILMIAH ATAU JURNAL

A. KEMUTAKHIRAN MASALAH
Masalah yang terdapat dalam jurnal yang direview sudah cukup mutakhir, karena membahas
mengenai permasalahan matematis secara kontekstual dan secara langsung diberikan kepada
siswa sehingga pada aspek ini kelemahan dari permasalahannya tidak ada.

B. TEORI YANG MENDASARI PENELITIAN


Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini sudah cukup lengkap dan sesuai dengan buku
pembanding yang pembaca gunakan yakni buku Learning To Teach karya Richard I. Arends.

C. KOHESI DAN KOHERENSI ISI PENELITIAN


Untuk kohesi dan koherensi dalam kedua artikel peneitian ini tidak terdapat kelemahan
dimana pada penjelasan setiap kalimat dan paragrafnya saling berhubungan dan snada dengan
defenisi, teori, lemma, maupun contoh yang saling berkaitan ditambah lagi pembuktian yang
dilakukan penulis sangat detail dan terperinci dengan baik, maka dari itu dalam hal ini tidak ada
kekurangan.

D. ORIGINALITAS TEMUAN
Dalam jurnal utama pemecahan masalah yang ingin diungkap dalam artikel ini sudah cukup
baik, tetapi jika diperhatikan kembali seharusnya dalam jurnal perlu dicantumkan analisis data
statistik dari penelitian yang dilakukan agar kelengkapan dari temuan penelitian tersebut dapat
terpenuhi seutuhnya. Dalam jurnal pembanding sudah mencamtumkan data statistiknya sehingga
dapat terlihat dengan jelas bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
mempunyai pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

8
BAB V
IMPLIKASI

A. IMPLIKASI TERHADAP TEORI/KONSEP


Setelah melakukan review jurnal dan buku tentang pengaruh model pembelajaran
pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa,
diketahui bahwa implikasinya adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran Problem Based Learning mempengaruhi kemampuan pemecahan
masalah siswa dilihat dari banyaknnya nilai siswa yang mencapai terget nilai yang di
inginkan.
2. Model pembelajaran Problem Based Learning ini perlu persiapan yang jelas agar tujuan
model pembelajaran ini tercapai, karena perlu mempersiapkan siswa secara individual atas
tugas dan tanggung jawab yang berbeda dalam setiap kelompok. Walau model pembelajaran
ini butuh persiapan dan pemahaman yang baik dalam pelaksanaanya, namun ketika siswa
sudah mengerti jalannya model pembelajaran Problem Based Learning.
3. Sesuai dengan Arends (2012) pembelajaran berbasis masalah, dirancang terutama untuk
membantu siswa mengembangkan pemikiran, pemecahan masalah, dan intelektual mereka
keterampilan; mempelajari peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui situasi nyata
atau simulasi; dan menjadi pembelajar yang mandiri.

B. ANALISIS MAHASISWA
Dalam melakukan kegiatan belajar mengajar sebaiknya menggunakan model pembelajaran
yang melibatkan siswa untuk aktif belajar, sehingga siswa tidak merasa jenuh saat kegiatan belajar
mengajar berlangsung. Dan juga guru yang menggunakan model pembelajaran ini harus
mempersiapkan dalam waktu yang cukup sebagai tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat
tersampaikan. Alasan perlunya kemampuan pemecahan masalah yaitu memberi kelancaran siswa
dalam membangun suatu konsep dan berfikir matematis serta untuk memiliki pemahaman
masalah yang kuat.

9
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam Problem Based Learning (PBL) siswa dituntut untuk berpikir secara luas dan cerdas
agar mendapatkan solusi untuk permasalahan yang diajukan oleh guru.Siswa juga dituntut untuk aktif
berpartisipasi dalam pembelajaran. Dengan sistem Problem Based Learning (PBL) ini maka kegiatan
belajar akan lebih bermakna bagi siswa dan siswa akan lebih memahami dan mengerti bahwa ilmu
yang mereka dapat bisa mereka aplikasikan dalam kehidupan nyata. Bagi para guru, pemahaman
terhadap berbagai pendekatan yang berpusat pada siswa, salah satunya pembelajaran berbasis
masalah, perlu ditingkatkan karena tantangan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang
akan semakin kompleks dan menuntut setiap orang secara individual mampu menghadapinya dengan
berbagai pengetahuan dan keterampilan yang relevan.
Problem Based Learning (PBL) harus diterapkan dalam pembelajaran karena menuntut
kesiapan baik pihak guru sebagai seorang fasilitator sekaligus bagi pembimbing. Dan guru diharuskan
memiliki skill atau kemampuan dan kreatifitas untuk bisa menjadi pendidik yang baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I. 2012. Learning To Teach. New York : McGraw-Hill Companies.

Juliawan, G., dkk. 2017. Pengaruh Model Problem Based Learning (Pbl) Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas III. e-Journal PGSD Universitas Pendidikan
Ganesha. Vol 5. No 2.

Putri, R., dkk. 2019. Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Jurnal Mosharafa Pendidikan Matematika. Vol 8.
No 2.

11

Anda mungkin juga menyukai