Anda di halaman 1dari 48

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP


PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST
OPERASI APENDIKTOMI DI RSUD M.YUNUS
KOTA BENGKULU

Oleh :

LAMRETTA SIMANUNGKALIT
NPM : F0H017005

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2020

1
2

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul ”PEMBERIAN TEKNIK


RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS
NYERI PADA PASIEN POST OPERASI APENDIKTOMI DI RSUD
M.YUNUS KOTA BENGKULU” telah disetujui sebagai Proposal Karya Tulis
ilmiah dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diseminarkan.

Bengkulu, 26 februari 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Samwilson Slamet, SKM, M.Pd, M.Kes Ns.Esti Sorena, SST, M.Kes

NIP. 197307101998031005 NIP.196402111988012001


3

HALAMAN PENGESAHAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul ” PEMBERIAN TEKNIK


RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS
NYERI PADA PASIEN POST OPERASI APENDIKTOMI DI RSUD
M.YUNUS KOTA BENGKULU” telah diujikan pada tanggal 26 Februari 2020
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Bengkulu, 26 Februari 2020

Penguji I : Samwilson Slamet, SKM,M.Pd, M.Kes


NIP.197307101998031005

Penguji II : Esti Sorena, SST, M.kes


NIP.196402111988012001

Penguji III : Ns.Yusran Hasymi, M.kep, Sp KMB


NIP.197110191995031003

Penguji IV : Nurlaily, S.Sos, M.kes


NIP.195910201981112003

Mengetahui :
Koordinator Program Studi D III Keperawatan

Ns.Yusran Hasymi, M.kep, Sp KMB


NIP.197110191995031003
4

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera bagi kita semua, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas

kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-

Nya kepada kita semua. Berkat karunia dari-Nya penulis dapat menyelesaikan

penyusunan tugas akhir ini dengan judul: “PEMBERIAN TEKNIK

RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS

NYERI PADA PASIEN POST OPERASI APENDIKTOMI DI RSUD

M.YUNUS KOTA BENGKULU” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

penulis menyadari masih banyak kesulitan dan hambatan, tetapi berkat bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penulisan dan penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak tersebut antara lain:

1. Bapak Dr. Ridwan Nurazi, M.Sc selaku Rektorat Universitas Bengkulu.

2. Bapak Dr. Zul Bahrun Caniago, M.S selaku Dekan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam

3. Bapak Ns. Yusran Hasymi, M.Kep, Sp.KMB selaku ketua Prodi Keperawatan

Fakultas MIPA Universitas Bengkulu.

4. Bapak Samwilson Slamet, SKM, M.Pd M.kes selaku pembimbing ke I yang

telah memberikan bimbingan, arahan dan saran selama penyusunan Karya

Tulis Ilmia ini.


5

5. Ibu Esti Sorena, SST M.Kes selaku pembimbing ke II yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan saran selama penyusunan Karya Tulis Ilmia ini.

6. Kepada kedua orang tua saya yang tercinta Bapak Drs.Sarman Simanungkalit

dan ibu Rena Gultom S.pd, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya, yang telah memberikan semangat, kasih sayang, dorongan baik

meterial maupun spritual, serta doa kepada saya agar dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmia ini dengan baik.

6. Teman-Teman seperjuanganku D3 Keperawatan Universitas Bengkulu

angkatan 2020 dan semua mahasiswa/i Jurusan Keperawatan Universitas

Bengkulu yang banyak memberikan bantuan dan dorongan baik moril maupun

materil kepada penulis.

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Atas bantuan

yang telah diberikan, penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga

mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari dalam

penyusunan KTI ini masih banyak kekurangan, Untuk itu penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna

kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.Akhir kata Semoga karya tulis ilmiah ini

bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya. Terima

kasih

Salam Sejahtera

Bengkulu, april 2020

Lamretta Simanungkalit
6

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................iv
DAFTAR ISI .................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................
C. Tujuan Penelitian.................................................................................
D. Manfaat Penelitian...............................................................................
1. Manfaat Perawat............................................................................
2. Manfaat pasien..............................................................................
3. Manfaat masyarakat......................................................................
E. Keaslian Penelitian..............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
A. Konsep Dasar Teori.............................................................................
1. Pengertian .....................................................................................
2. Anatomi Fisiologi Apendiksitis.....................................................
3. Etiologi Apendiksitis.....................................................................
4. Klasifikasi Apendiksitis.................................................................
5. Patofisiologi .................................................................................
6. Manifestasi Klinis....................................................................
7. Pemeriksaan Penunjang ..........................................................
8. Komplikasi .............................................................................
9. Penatalaksanaan ......................................................................
B. Teori Nyeri
1. Pengertian Nyeri............................................................................
2. Klasifikasi Nyeri...........................................................................
3. Patofisiologi Nyeri .........................................................................
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Respon Nyeri...........................
7

5. AnsietasNyeri..................................................................................
6. Penatalaksanaan Nyeri.....................................................................
7. Penilaian Nyeri...............................................................................
C. Teknik Relaksasi Nafas dalam.............................................................
1. Pengertian relaksasi nafas dalam...................................................
2. Tujuan relaksasi nafas dalam.........................................................
3. jenis relaksasi nafas dalam............................................................
4. Langkah-langkah teknik rekasasi naffas daalam............................
BAB III METODE PEMBAHASAN............................................................
A. Hasil-hasil penelitian sejenis................................................................
B. Keterbatasan penelitian........................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
LAMPIRAN...................................................................................................
8

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena

itu, tujuan pembangunan kesehatan Indonesia 2025 dapat dilakukan

dengan upaya-upaya kesehatan yang berhubungan dengan tenaga, fasilitas,

dan pelayanan kesehatan yang memadai. Fasilitas yang ada salah satunya

adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan di Rumah Sakit. Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJPK) 2005 – 2025

menjabarkan bahwa Rumah Sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan

memiliki berbagai fasilitas dalam rangka mendukung penyelenggaraan

pembangunan maka pelayanan kesehatan yang dilakukan di Rumah Sakit

meliputi promosi kesehatan, preventif, kuratif dan rehabilitative

(Kemenkes, 2015).

Apendiksitis adalah penyebab umum inflamasi akut pada kuadran

kanan bawah rongga abdomen, yang dilakukan dengan pembedahan

abdomen darurat. Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada

apendiks vermiformaris, dan merupakan penyebab abdomen akut yang

paling sering. Apendisitis akut adalah peradangan pada rongga bawah

kanan abdomen yang merupakan penyebab dilakukannya bedah abdomen

darurat.

Penyebab dari apendisitis ini adalah Hiperplasia jaringan limfe,

fekalath, tumor apendiksitis, dan cacing askaris yang menyumbat (Rudi

Haryono 2012). Gejala apendisitis adalah nyeri atau perasaan tidak enak
9

sekitar umbilikus diikuti oleh, anoreksia, muntah, gejala ini umunya

berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke

kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar titik

Mc.Burney.

Dampak appendiksitis terhadap kebutuhan dasar manusia

diantaranya kebutuhan dasar cairan, karena penderita mengalami

pemenuhan cairan berkurang. Kebutuhan dasar nutrisi berkurang karena

pasien apendisitis mengalami mual, muntah, dan tidak nafsu makan.

Kebutuhan rasa nyaman penderita mengalami nyeri pada abdomen karena

peradangan yang dialami dan personal hygiene terganggu karena penderita

mengalami kelemahan. Kebutuhan rasa aman, penderita mengalami

kecemasan karena penyakit yang dideritanya.

Badan WHO (World Health Organization) menyebutkan insidensi

apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2014 adalah 4,8% dan 2,6%

penduduk dari total populasi. Berdasarkan data yang diperolehdari

(Kemenkes,2016), kasus appendisitis pada tahun 2016 sebanyak 65.755

orang dan pada tahun 2017 jumlah pasien appendistis sebanyak 75.601

orang.

Salah satu penanganan apendisitis jika terjadi komplikasi maka

dilakukan pembedahan apendiks atau disebut apendiktomi (Price &

Wilson, 2012). Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apedeniks telah

ditegakan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengakat apendiks)

dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi.


10

Apendiktomi adalah pembedahan dengan cara pengangkatan apendiks.

Apendiktomi merupakan operasi pembuangan apendiks.

Apendiktomi memberikan rasa nyeri pada pasien. Nyeri

merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat

subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala

atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan

atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri

adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang

didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri pasca operasi

mungkin sekali disebabkan oleh luka operasi, tetapi kemungkinan sebab

lain harus dipertimbangkan. Sebaiknya pencegahan nyeri sebelum operasi

direncanakan agar penderita tidak terganggu oleh nyeri setelah

pembedahan. Cara pencegahan tergantung pada penyebab dan letak nyeri

dan keadaan penderitanya (Sjamsuhidajat, 2002).

Untuk penanganan nyeri dengan teknik non farmakologi dapat

membantu dalam menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri non

farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun

tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan

tersebut mungkin diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat nyeri yang

berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Smeltzer & Bare 2001).

Seperti manajemen nyeri non farmakologi dengan melakukan teknik


11

relaksasi, yang merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon

internal individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan

relaksasi mencakup stimulasi dan masase kutaneus, terapi es dan panas,

stimulasi saraf elektris transkutan, distraksi, teknik relaksasi nafas dalam,

imajinasi terbimbing, hipnotis (Smeltzer & bare 2001)

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu cara untuk perawat

mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas

lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana

menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan

intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan

ventilasi paru dan meningkatkan oksigenisasi darah (Smeltzer & Bare,

2001). Manfaat dan kelebihan teknik relaksasi nafas dalam yaitu :

memberikan ketenangan batin bagi individu, mengurangi rasa cemas,

khawatir dan gelisah, mengurangi tekanan dan ketegangan jiwa,

mengurangi tekanan darah, detak ajntung jadi lebih rendah dan nyenyak

tidur, memberikan ketahanan yang lebih kuat terhadap penyakit, kesehatan

mental dan daya ingat menjadi lebih baik, meningkatkan daya berfikir

logis, kreativitas dan rasa optimis atau keyakinan, meningkatkan

kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain,

Penelitian yang telah membuktikan tentang keberhasilan teknik

relaksasi nafas dalam dapat menurunkan nyeri. Penelitian yang dilakukan

oleh Yusrizal (2012) yang meneliti tentang Pengaruh Teknik Relaksasi


12

Nafas Dalam Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Pasca Apendiktomi

diketahui bahwa rata-rata tingkat nyeri berkurang

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka

akibat operasi pembuangan apendiks (apendektomi) adalah kurangnya/

tidak melakukan mobilisasi dini. Mobilisasi merupakan faktor yang utama

dalam mempercepat pemulihan dan mencegah terjadinya komplikasi pasca

bedah. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan

mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus,

kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi

darah, gangguan pernapasan dan gangguan peristaltik maupun berkemih.

Namun, bila terlalu dini dilakukan dengan teknik yang salah, mobilisasi

dapat mengakibatkan proses penyembuhan luka menjadi tidak efektif.

Oleh karena itulah, mobilisasi harus dilakukan secara teratur dan bertahap,

diikuti dengan latihan Range of Motion (ROM) aktif dan pasif .

Keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses

pemulihan luka pasca pembedahan namun juga mempercepat pemulihan

peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan. Hal ini telah dibuktikan

oleh Wiyono dalam dalam Akhrita (2011) dalam penelitiannya terhadap

pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan”. Hasil

penelitiannya mengatakan bahwa mobilisasi diperlukan bagi pasien pasca

pembedahan untuk membantu mempercepat pemulihan usus dan

mempercepat penyembuhan luka pasien


13

Hasil survey yang dilakukan oleh penulis di ruamg rawat inap

RSUD M.Yunus Kota Bengkulu di dapatkan kasus kejadian post operasi

apendiktomi pada tahun 2017 yaitu sebanyak 20 orang. Pada tahun 2018

yaitu 45 orang. Selain itu, pada tahun 2019 sebanyak 53 orang (Ruang

seruni RSUD M.Yunus).

Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa tingginya

angka kejadian apediksitis di Provinsis Bengkulu sehingga penulis tertarik

untuk melakukan peenlitian kepada pasien dengan kasus post operasi

apendiktomi di RSUD M.Yunus kota Bengkulu tahun 2020. Dengan

adanya penelitian ini diharapkan penulis mampu menurunkan angka

kesakitan dan resiko infeksi yang disebabkan oleh post operasi

apendiktomi

B. Rumusan Masalah

Pemberian tehnik nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri

pada pasien post operasi appendiktomi.

C. Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh informasi dan gambaran Pemberian Teknik

Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post

Operasi Apendiktomi Di Ruang Seruni RSUD Kota Bengkulu

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Perawat

Dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam manajemen

nyeri bagi pasien post operasi apendiktomi


14

2. Bagi Pasien

Bagi pasien sebagai suatu pengetahuan bagaimana cara untuk

menurunkan nyeri pos operasi apendiktomi dengan menggunakan

metode non farmakologi

3. Bagi Masyarakat

Membentuk citra baik di masyarakat karena pasien merasa

diperhatikan dan kebutuhan rasa aman dan nyaman terpenuhi sehingga

pada akhirnya merasa puas

E. Keaslian Peneltian

Penelitian yg berjudul “ Pengaruh Teknik Nafas Dalam Terhadap

Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operatif Appendictomy “

oleh Mayasyanti Dewi Amir dan Poppi Nuraeni, tahun 2018, di ruang Nyi

Ageng Serang RSUD Sekarwangi, yang menggunakan desain penelitian

experimen research dengan pre-test dan post test-, populasinya semua

pasien post operasi Apendictomy, cara pengambilan sampel dengan

accidental sampling sebanyak sampel 17 orang, menggunakan analisis

Univariat dan Bivariat, tujuan penelitian ini untuk megetahui Pengaruh

Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post

Operasi Apendikomi, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

mengenai Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas

Nyeri Pada Pasien Post Operatif apendiktomi di Ruang Nyi Ageng Serang

RSUD Sekarangi, maka didapatkan :


15

1. Rata-rata Tingkat nyeri post operatif Appendictomy responden

sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam keluhan nyeri post

operatif Appendictomy sebesar 5.00

2. Rata-rata Tingkat nyeri post operatif apendiktomi responden

sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam keluhan nyeri post

operatif apendiktomi 3.00.

Penelitian yang akan dilakukan berjudul “ Pemberian

Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Intensitas

Nyeri Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi “ dengan

menggunakan desain penelitian studi kasus, sampel 3 orang,

dimana peneliti akan membandingkan pasien yang satu dengan

pasien yang lainnya dengan menggunakan skala nyeri ( 0-10 )

masing masing pasien tersebut


16

BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Konsep Dasar Teori

1. Pengertian

Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh

benda asing batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh

peradangan dari apendiks verivormis (Nugroho, 2011). Apendisitis

merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa

menyebabkan pecahnya lumen usus. Apendisitis adalah suatu

peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal.

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

umbai cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut

sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah

komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).

2. Anatomi Fisiologi Apendiks

Apendiks (umbai cacing) merupakan perluasan sekum yang rat-

rata panjangnya adalah 10cm. Ujung apendiks dapat terletak di

berbagai lokasi, terutama di belakang sekum.Arteri apendisialis

mengalirkan darah ke apendiks dan merupakan cabang dari arteri

ileokolika.

Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.

Lendir tersebut normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya

mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks

tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin


17

sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid (GALT)

yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah

IgA. Imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai sistem imun tubuh

karena jumlah jaringan limfe disini sangat kecil jika dibandingkan

dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

3. Etiologi

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebakan oleh infeksi

bakteri.Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya

penyaki ini.Diantaranya obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya

disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras, hipeplasia

jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh,

cancer primer dan struktur.Namun yang paling sering menyebabkan

obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan

limfoid.

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya

proses radang bakteri yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus di

antaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor, apendiks, dan

cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap

awal dari kebanykan penyakit ini ( Rudy Haryono,2012).

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi

bakteri. Namun apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang

normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke

sekum. Hambatan aliran lender kemuara apendiks tampaknya berperan


18

pada phatogenesis. Selain itu hiperplasi limfe, tumor apendiks dan

cacing askaris dapat pula menyebabkan penyumbatan

4. Klasifikasi Apendisitis

Klasifikasi appendisitis terbagi atas 2 yakni :

a. Apendisitis akut

Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi

akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab

paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

Apendisitis akut, dibagi atas : appendicitis akut fokalis atau

segmentalis yaitu setelah sembuh akan timnbul striktur local dan

appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

b. Apendisitis kronis

Apendisitis di bagi atas appendisitis kronis fokalis atau

parsial setelah sembuh akan timbul striktur local, appendisitis

kronis obletertiva yaitu apendiks miring, biasanya ditemukan

pada usia tua

5. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbangan lumen

apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi

mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus

tersebut semakin banyak, namun elastis dinding appendiks mempunyai

keterbatasan sehinngga menyebabkan peningkatan tekanan intra

lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang


19

mengakibatkan edema ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi terjadi

apendisitis akut fokal yang di tandai dengan nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan

bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul

meluas dan mengenai peritoneum yangdapat menimbulkan nyeri pada

abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut

Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding

appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis

ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh makan akan terjadi

profesional disebut apendisitis perforasi

Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan

akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat

apendikkularis. Pada anak-anak karena omentum lebih pendekdan

appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut

ditaambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan

untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena

ada gangguan pembuluh darah.

6. Manifestasi klinis

Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan

tidak enak sekitar umbilikus diikuti anoreksia, nausea dan muntah, ini

berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri

bergeser ke nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda


20

rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney, nyeri rangsangan

peritoneum tidak langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah saat

kuadran kiri bawah ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila

peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan

mengedan, nafsu makan menurun, demam yang tidak terlalu tinggi,

biasanya terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare.

7. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut :

a. Laboratorium: Leukosit, LED meningkat

b. Test rectal. Hasil teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada

daerah prolitotomi.

c. Rongent: appendicogram hasil positifberupa non filling, partial

filing, mouse tail dan cut off

d. Rongent abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi

e. Pemeriksaan ultrasonografi: ditemukan bagian memanjang pada

tempat yag terjadi imflamasi pada appendiks

f. CT-Scan: ditemukan bagian yang menghilang dengan apendic serta

perluasan dari apendiks yang mengalami imflamsi serta adanya

pelebaran dari sekum

g. USG abdomen

8. Komplikasi

a. Perforasi
21

Komplikasi utama apediks adalah perforasi apendiks yang

dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidensi

perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.

Gejala mencangkup demam dengan suhu 37,7 derajat celsius atau

lebih tinggi, penampilan toksikdan nyeri abdomen atau nyeri tekan

abdomen yang kontinyu.

b. Peritonitis/abses

Komplikasi utama appendsitis adalah peforasi apendiks

yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Peritonitis

merupakan peradangan periotoneum yang berbahaya yang sering

terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen

misalnya apendisitis. Tanda peritonitis (perforasi umum) :

1) Nyeri seluruh abdomen

2) Bising usus hilang

3) Dehidrasi

4) Sepsis

9. Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan apendiktomi dibagi menjadi tiga (Smeltzer

2001), yaitu:

a. Sebelum operasi

1). Observasi

Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi

ketat karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien


22

diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh

diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis ditegakkan

dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah setelah timbulnya

keluhan.

2). Antibiotik

Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan

antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak

memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil

memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau preforasi.

b. Operasi

Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu

apendiktomi. Apendiktomi harus segera dilakukan untuk

menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan

dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen bawah atau

dengan laparoskopi. Laparoskopi merupakan metode terbaru yang

sangat efektif (Smelzer 2001).

Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua metode

pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan

konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang

merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode

terbaru yang sangat efektif (Smeltzer 2001).


23

1). Laparotomi

Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke

dalam rongga perut. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat

dan merasakan organ dalam untuk membuat diagnosa apa yang

salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif, laparatomi

semakin kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini

hanya dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak

membutuhkan operasi, seperti laparoskopi yang seminimal

mungkin tingkat invasifnya juga membuat laparatomi tidak

sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu organ-organ

dalam dapat dilihat dalam masalah teridentifikasi, pengobatan

bedah harus segera dilakukan.

Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut.

Operasi laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang

berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien

mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala lain dari masalah internal

yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak terlihat seperti

usus buntu, tukak peptik yang berlubang, atau kondisi ginekologi

maka dilakukan operasi untuk menemukan dan mengoreksinya

sebelum terjadi keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang

menjadi pembedahan besar diikuti oleh transfusi darah dan

perawatan intensif.

2). Laparoskopi
24

Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai

dari iga paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi

laparoskopi ini bisa digunakan untuk melakukan pengobatan dan

juga mengetahui penyakit yang belum diketahui diagnosanya

dengan jelas. Keuntungan bedah laparoskopi :

a) Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan

dokter dalam pembedahan.

b) Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka

operasi pasca bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi

berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang kecuali klien mempunyai

riwayat keloid.

c) Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan

obat-obatan dapat diminimalkan, masa pulih setelah pembedahan

lebih cepat sehingga klien dapat beraktivitas normal lebih cepat.

c. setelah operasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui

terjadinya perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan

pernafasan. Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien

dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,

selama itu klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal.

Satu hari setelah dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak

di temmpat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua 15 dapat


25

dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari ke tujuh dapat

diangkat dan dibolehkan pulang (Mansjoer, 2010)

d.Konsep Dasar Mobilisasi

1). Definisi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara

bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju

kemandirian dan imobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan

seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2012).

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara

bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak.

Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan

ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan.

Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri,

meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit

khususnya penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri, harga

diri dan citra tubuh. Sedangkan, mobilitas fisik adalah keterbatasan

dalam pergerakan fisik secara mandiri dan terarah pada tubuh atau

satu ekstremitas atau lebih.

2). Jenis mobilisasi

a) Menurut Hidayat, (2009) jenis mobilisasi di bedakan

berdasarkan kemampuan gerakan yang dilakukan oleh seseorang

yaitu:
26

Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk

bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan

interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi

penuh ini merupakan fungsi saraf motorik dan sensorik untuk dapat

mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

b) Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk

bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara

bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan

sensorik pada area tubuh.

3. Tujuan mobilisasi dini

Mobilisasi dini bertujuan untuk mengurangi komplikasi pasca

bedah, terutama atelektasis dan pneunomia hipostasis,mempercepat

terjadinya buang air besar dan buang air kecil secara rasa nyeri

pasca operasi. Mobilisasi yang dilakukan untuk meningkatkan

ventilasi, mencegah stastis drah dengan meningkatkan kecepatan

sirkulasi pada ekstremitas dan kecepatan pemulihan pada luka

abdomen.

B. Teori Nyeri

1. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh stimulus

tertentu. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik atau

mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual pada setiap

individu. Nyeri bersifat subjektif dan bersifat individual. Nyeri adalah


27

sensori yang muncul akibat stimulus nyeri yang berupa biologis, zat kimia,

panas, listrik serta mekanik. Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman dan

sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat

menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut ( Potter & Perry 2010).

a. Klasifikasi Nyeri, nyeri diklasifikasikan menjadi dua antara lain:

1) Nyeri akut didefinisikan sebagai suatu nyeri yang dapat

dikenali penyebabnya, waktunya pendek, dan diikuti oleh

peningkatan tegangan otot serta kecemasan. Ketegangan otot

dan kecemasan tersebut dapat meningkatkan persepsi nyeri.

Contohnya ada luka karena cedera atau operasi.

2) Nyeri kronis didefinisikan sebagai suatu nyeri yang tidak dapat

dikenali dengan jelas penyebabnya. Nyeri kronis biasanya

terjadi pada rentang waktu 3-6 bulan.

2. Patofisiologi nyeri

Proses terjadinya nyeri adalah sebagai berikut: ketika bagian tubuh

terluka oleh tekanan, potongan, sayatan, dingin, atau kekurangan O2

pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan mengeluarkan berbagai

macam substansi yang normalnya ada di intraseluler. Ketika substansi

intraseluler dilepaskan ke ekstraseluler maka akan mengiritasi

nosiseptor. Syaraf ini akan terangsang dan bergerak sepanjang serabut

syaraf atau neurotransmisi yang akan menghasilkan substansi yang

disebut neurotransmiter, yang membawa pesan nyeri dari medula

spinalis ditransmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.


28

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri, ada berbagai macam

faktor yang berpengaruh terhadap setiap respon nyeri setiap individu

yaitu antara lain:

1) Usia

Respon nyeri pada semua umur berbeda-beda dimana pada

anak masih belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga

perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak.

2) Jenis kelamin

Laki-laki dan wanita berbeda secara signifikan dalam

merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (tidak

pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh

nyeri).

4. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya

mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah

menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus

diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak

mengeluh jika ada nyeri.

a. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang

terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya.

b. Perhatian
29

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri

dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya

distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan teknik umtuk

mengatasi nyeri.

5. Ansietas

Kecemasan akan meningkatkan persepsi terhadap nyeri. Sebaliknya,

nyeri dapat menyebabkan seorang individu menjadi cemas.

1) Pengalaman masa lalu

Seorang individu yang pernah berhasil mengatasi nyeri di masa

lalu dan saat ini nyeri yang sama muncul, maka ia akan lebih

mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seorang individu

untuk mengatasi nyeri bergantung pada pengalaman di masa lalu

dalam mengatasi nyeri.

2) Pola koping

Pola koping yang adaptif akan mempermudah seorang individu

mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan

menyulitkan seorang individu untuk mengatasi nyeri.

3) Dukungan keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri sering bergantung pada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan

perlindungan.
30

6. Penatalaksanaan nyeri adalah sebagai berikut :

1) Pendekatan farmakologis

Analgetik Opioid (narkotik), Nonopioid/ NSAIDs (Nonsteroid –

Inflamation Drugs) dan adjuvant, dan Ko-Analgesik.

2) Pendekatan non farmakologis

Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai

resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan

merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut

mungkin diperlukan atau tidak sesuai untuk mempersingkat

episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit.

Dalam hal ini terutama saat nyeri hebat yang berlangsung berjam-

jam atau berhari-hari, mengkombinasi teknik non farmakologis

dengan obat-obatan mungkin cara yang paling efektif untuk

menghilangkan nyeri.

3) Distraksi Pengalihan dari focus terhadap nyeri ke stimulus lain,

missal melihat pertandingan, menonton televise, membaca Koran,

melihat pemandangan, gambar, gambar termasuk distraksi

7. Penilaian respon intensitas nyeri

Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala

(Potter & Perry, 2010) yaitu sebagai berikut :

1) Skala numerik

Skala penilaian numerik (Numeric Rating Scale) lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal


31

ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum

dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala

untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm

(Potter & Perry, 2010). Contoh pasien post operasi apendiktomi

hari pertama menunjukkan skala nyerinya 8, setelah dilakukan

intervensi keperawatan, hari ketiga perawatan pasien

menunjukkan skala nyerinya 4.

Numerik (0-10)

Gambar 2.2 Skala nyeri

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara objektif klien berkomunikasi dengan

baik

4-6 : Nyeri sedang : secara objektif dapat menunjukkan lokasi

nyeri, dapat mendeskripsikan, dapat mengikuti perintah

dengan baik
32

7-9 : Nyeri berat : secara objektif klien kadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan ,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya

10 : Nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi

(Smeltzer,2001)

8. Teknik Relaksasi Nafas Dalam

1) Definisi Relaksasi

Relaksasi adalah hilangnya ketegangan otot yang dicapai dengan

teknik yang disengaja (Smeltzer & Bare, 2001). Pernafasan dalam

adalah pernafasan melalui hidung, pernafasan dada rendah dan

pernafasan perut dimana perut mengembang secara perlahan saat

menarik dan mengeluarkan nafas. Teknik relaksasi nafas dalam

merupakan bentuk asuhan keperawatan, disini perawat

mengajarkan klien tentang bagaimana cara melakukan nafas

dalam (Smeltzer & Bare, 2001).

2) Tujuan Relaksasi Nafas Dalam

Relaksasi bertujuan untuk mengatasi atau menurunkan

kecemasan, menurunkan ketegangan otot dan tulang, serta

mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan otot yang

berhubungan dengan fisiologis tubuh.


33

Teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan nyeri pada

pasien post operasi, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran

otot-otot skeletal dalam neyri pasca operasi atau kebutuhan pasien

untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam.

Setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terdapat

hormon yang dihasilkan yaitu hormon adrenalin dan hormon

kortison. Kadar PaCO2 akan meningkat dan menurunkan PH,

sehingga akan meningkatkan kadar oksigen dalam darah.

3) Jenis Relaksasi

Ada beberapa jenis cara yang dapat dilakukan dalam

melakukukan relaksasi, dibagi menjadi lima yaitu :

a) Posisi relaksasi dengan terlentang

Letakkan kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari kaki

agak meregang lurus kea rah luar, letakkan pada lengan pada

sisi tanpa menyentuh sisi 27 tubuh, pertahankan kepala

sejajar dengan tulang belakang dan gunakan bantal yang tipis

dan kecil di bawah kepala.

b) Posisi relaksasi dengan berbaring

Berbaring miring, kedua lutut ditekuk, dibawah kepala diberi

bantal dan dibawah perut sebaiknya diberi bantal juga, agar

perut tidak menggantung.

c) Posisi relaksasi dengan keadaan berbaring terlentang


34

Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut

ditekuk, kedua lengan disamping telinga.

d) Posisi relaksasi dengan duduk

Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi,

letakkan kaki pada lantai, letakkan kaki terpisah satu sama

lain, gantungkan lengan pada sisi atau letakkan pada lengan

kursi dan pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang.

9. Langkah Teknik Relaksasi Nafas Dalam Menurut Potter dan Perry

(2010), langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam yaitu :

a) Ciptakan lingkungan tenang, usahakan tetap rileks dan tenang.

b) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan

udara melalui hitungan 1, 2, 3 perlahan-lahan udara dihembuskan

melalui mulut sambil merasakan ekstremitas atas dan bawah

rileks.

c) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali, menarik nafas

lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara

perlahan-lahan.

d) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks, usahakan agar tetap

konsentrasi / mata sambil terpejam, pada saat konsentrasi

pusatkan pada daerah nyeri.

e) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa

berkurang.
35

f) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5

kali.

g) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas dangkal dan

cepat.
36

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Berdasarkan Hasil Penelitian-Penelitian Sejenis

Penelitian yang dilakukan ( Mayasyanti Dewi Amir dan Poppi

Nuraeni,2018) dengan judul “Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operatif Apendictomy Di

Ruang Nyi Ageng Serang RSUD Sekarwangi”.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Experimen research,

Experiment research adalah suatu penelitian dengan melakukan kegiatan

percobaan, yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang

timbul, sebagai akibat adanya perlakuan Pengaruh Teknik Relaksasi

Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operatif

Apendictomy Di Ruang Nyi Ageng Serang RSUD Sekarwangi.

Pengukuran dilakukan pada responden, sebelum dan sesudah

perlakuan sehingga diperoleh dua hasil pengukuran. Dilakukan di ruang

perawatan bedah Nyi Ageng Serang RSUD Sekarwangi kabupaten

Sukabumi, penelitian ini dilakukan pada bulanmei-juni 2018. Populasi

penelitian ini adalah semua pasien post operatif apendictomy di ruang

Nyi Ageng Serang RSUD Sekarwangi. Jumlah sampel pada penelitian ini

adalah 17 orang dan bersedia menjadi responden.

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

sampling aksidental (accidental sampling) yaitu suatu cara pengambilan


37

sampel berdasarkan kebetulan atau siapa saja yang secara kebetulan

bertemu dengan peneliti dan dapat dijadikan sampel bila di pandang

orang yang ditemui cocok sebagai sumber data. penelitian ini

menggunakan analisa univariat dan analisa bivariat. Penyajian data

diawali dengan hasil analisa univariat terhadap karakteristik responden

yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman operasi,

sedangkan hasil analisa bivariat terhadap skala nyeri sebelum dan

sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam. Skala nyeri pasien post

operatif apendictomy sebelum diberi intervensi nafas dalam memiliki

rata-rata skala nyeri 5,00 dan skala nyeri pasien post operatif

apendictomy setelah diberikan intervensi nafas dalam memiliki rata-rata

skala nyeri 3,00.

Setiap prosedur pembedahan termasuk tindakan Appendictomy akan

mengakibatkan terputusnya jaringan (luka). Dengan adanya luka tersebut,

akan merangsang nyeri yang disebabkan jaringan luka yang

mengeluarkan prostaglandin dan leukotriens yang merangsang susunan

saraf pusat, serta adanya plasma darah yang akan mengeluarkan plasma

extravastion sehingga terjadi edema dan mengeluarkan bradikinin yang

merangsang susunan saraf pusat, kemudian diteruskan ke spinal cird

untuk mengeluarkan impuls nyeri, nyeri akan menimbulkan berbagai

masalah fisik maupun psikologis. Masalah-masalah tersebut saling

berkaitan, apabila masalah-masalah tersebut tidak segera diatasi akan

menimbulkan masalah yang kompleks.


38

Sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam semua responden

mengalami nyeri sedang hingga ringan. Pada responden yang telah

melakukan Post Operasi Appendictomy. Setelah dilakukan relaksasi

nafas dalam berkurang menjadi 3.00 dengan skala nyeri ada yang

menurun dari sedang menjadi ringan, nyeri tersebut bersifat subjektif

serta mempunyai manifestasi unik bagi masing-masing individu.

Relaksasi nafas dalam dilakukan pada 17 pasien post operatif

appendectomy di ruang nyi ageng serang RSUD Sekarwangi. Waktu

dilakukan perlakukan ini dilakukan pada tanggal 23 mei sampai 22 juni

2018 sebelum melakukan relaksasi peneliti terlebih dahulu datang ke

ruangan untuk menanyakan ada atau tidak pasien yang rencana operasi

Appendictomy setelah itu hari berikutnya datang kembali untuk mengkaji

pasien yang berencana operasi Appendictomy. Setelah hari ke 1 pasien

menjalani post operatif Appendictomy setelah itu dilakukan relaksasi

nafas dalam setelah 6-7 jam sebelum dilakukan pemberian analgetik

selanjutnya lalu dilakukan relaksasi nafas dalam sebelum pemberian

analgetik selanjutnya, relaksasi nafas dalam dilakukan 3 kali setiap 15

menit. Relaksasi nafas dalam ini diberikan perlakuannya sama baik laki-

laki mau pun perempuan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terapi sebelum

relaksasi nafas dalam dilakukan pengkajian skala nyeri terlebih dahulu

setelah skala nyeri sebelum relaksasi nafas dalam didapatkan lalu

dilakukan kembali mengukur skala nyeri setelah dilakukan relaksasi


39

nafas dalam menggunakan skala nyeri NRS (Numeric Rating Scale)

dan lembar observasi. Skala nyeri responden dari nyeri berat hingga

nyeri sedang dari nyeri sedang ke nyeri ringan.

Hasil penelitian menunjukan skala nyeri setelah dilakukan

relaksasi nafas dalam atau post – test dari 17 responden didapatkan nilai

median sebesar 3.00. Hal tesebut menunjukan bahwa adanya perubahan

antara sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam dan setelah dilakukan

relaksasi nafas dalam.

Menurut hasil penelitian Siti Syahriyani (2010) mengenai pengaruh

teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada

pasien post operasi apendiktomi, didapatkan intensitas nyeri responden

sebelum pemberian teknik sebelum pemberian teknik relaksasi yang nyeri

ringan 3 orang (20,00%), nyeri sedang 8 orang (53,33%) dan nyeri berat 4

orang (26,67%). Setelah diberi teknik relaksasi terjadi perubahan intensitas

nyeri yaitu dari nyeri sedang ke nyeri ringan sebanyak 7 orang (46,67%)

dan dari nyeri berat ke nyeri sedang sebanyak 2 orang (13,33%).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusrizal (2012) yang

meneliti tentang Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap

Penurunan Skala Nyeri Pasien Pasca Apendiktomi diketahui bahwa rata-

rata tingkat nyeri sebelum di berikan teknik relaksasi nafas dalam adalah

5,90 dengan standar deviasi 0,994. Sedangkan rata-rata tingkat nyeri

setelah diberikan teknik relaksasi nafas dalam adalah 2,40 dengan standar

deviasi 1,174
40

Menurut penelitian Satriyo Agung (2013) mengenai pengaruh

signifikan pada pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat

nyeri pada pasien post operasi dengan anestesi umum tingkat nyeri yang

dirasakan responden sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam

adalah skala 6 atau nyeri sedang dan setelah diberikan teknik relaksasi

nafas dalam menjadi skala 3 atau nyeri ringan

B. Keterbatasan penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur sehingga

dalam penelitian ini didapatkan hambatan yang menjadi keterbatasan

dalam penelitian seperti :

1. Tidak menggunakan metodologi penelitian meliputi jenis dan

rancangan penelitian,tidak ada jumlah populasi dan sampel pada

penelitian, tidak ada ruang lingkup penelitian baik itu tempat

dilakukan penelitian dan waktu dilakukannya penelitian, variabel

penelitian,definisi operasional yang menjelaskan tentang alat ukur,

cara ukur dan hasil ukur dari penelitian dan analisa data yang

digunakan pada penelitian.

2. Pada penelitian studi literature didapatkan beberapa buku yang

digunakan sebagai sumber referensi bukan terbitan terbaru.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil

kesimpulan, terdapat perubahan yang bermakna pada tingkat skala nyeri

pasien post operasi apendiktomi sebelum dan sesudah diberi teknik

relaksasi nafas dalam dan adanya pengaruh teknik relaksasi nafas dalam

terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi

apendiktomi.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti ingin

memberikan saran kepada beberapa pihak terkait antara lain kepada :

1. Bagi institusi Prodi Keperawatan

Mengembangkan perencanaan keperawatan yang dilakukan

tentang pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap

penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi

2. Bagi Profesi Keperawatan

Dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam manajemen

nyeri bagi pasien post operasi apendiktomi

3. Bagi Responden

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pasien

sebagai suatu pengetahuan bagaimana cara untuk menurunkan

41
42

nyeri post operasi apendiktomi dengan menggunakan metode non

farmakologi
43

DAFTAR PUSTAKA

Data Rekam Medis Rumah Sakit dr.M.Yunus Kota Bengkulu tahun 2017-2019
Ruang Seruni

Kemenkes 2016. Profil Kesehatan, Data Angka Kejadian Apendiksitis

Haryono Rudy, S.kep Ns. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Jatirejo

Jurnal Mayasyanti Dewi Amir dan Poppi Nuraeni. Pengaruh Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operatif
Appendictomy Di Ruang Nyi Ageng Serang Rsud Sekarwangi

Muttaqin , Arif, dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan gastrointestinal. Jakarta:


Salemba

Mansjoer, A. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapsius

Potter & Perry, 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses, dan
Praktik). Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC

Smeltzer.2001.Buku Ajar Keperawatan Meedikal Bedah EDISI 8 Vol 1. Jakarta:


EGC

WHO, 2014. World Health Organizatin e-journal keperawatan. Novi Saputro


44

Skala numerik

Skala penilaian numerik (Numeric Rating Scale) lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal

ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum

dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala

untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm

(Potter & Perry, 2010). Contoh pasien post operasi apendiktomi

hari pertama menunjukkan skala nyerinya 8, setelah dilakukan

intervensi keperawatan, hari ketiga perawatan pasien

menunjukkan skala nyerinya 4.

Numerik (0-10)

Gambar 2.2 Skala nyeri


45

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara objektif klien berkomunikasi dengan

baik

4-6 : Nyeri sedang : secara objektif dapat menunjukkan lokasi

nyeri, dapat mendeskripsikan, dapat mengikuti perintah

dengan baik

7-9 : Nyeri berat : secara objektif klien kadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan ,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya

10 : Nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi

(Brunner & Suddart,2001)


46

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM


No Dokumen: No Revisi: Halaman:
................................... ...................................... .................................

Prodi D3
Keperawatan
FMIPA UNIB
Pengertian Pernafasan melalui hidung, pernafasan dada rendah dan pernafasan perut
dimana perut mengembang secara perlahan saat menarik dan
mengeluarkan nafas
Indikasi Dilakukan pada klien yang mengalami nyeri.
Kontra indikasi -
Tujuan a. untuk mengatasi atau menurunkan kecemasan,
b. menurunkan ketegangan otot dan tulang
c. mengurangi nyeri dan
d. menurunkan ketegangan otot yang berhubungan dengan
fisiologis tubuh
Persiapan pasien Jelaskan pada klien manfaat tindakan.
Persiapan alat -
Prosedur 1. Persiapan lingkungan.
tindakan 2. Perawat cuci tangan
3. Memperkenalkan diri.
4. Menjelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat tindakan.
5. Mengatur posisi nyaman klien.
6. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan
udara melalui hitungan 1, 2, 3 perlahan-lahan udara dihembuskan
melalui mulut sambil merasakan ekstremitas atas dan bawah
rileks.
7. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali, menarik nafas
47

lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara


perlahan-lahan.
8. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks, usahakan agar tetap
konsentrasi / mata sambil terpejam, pada saat konsentrasi
pusatkan pada daerah nyeri.
9. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa
berkurang.
10. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5
kali.
11. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas dangkal dan
cepat.
Evaluasi 1. Respon klien.
2. Skala nyeri klien menurun.
Sumber rujukan Kozier, B . (2010). Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Smeltzer & Bare. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta
: EGC
Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Konsep,
Proses dan Praktik). Jkarta : EGC
48

Lembar Dokumentasi Intensitas Nyeri

Teknik Relaksasi Nafas Dalam

No Nama Responden Umur Skala Nyeri Skala Nyeri


Sebelum Sesudah
Tindakan Tindakan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Anda mungkin juga menyukai