Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ely Mawaddah

NPM : 146522872

LAPORAN REFLEKTIF

1. Differences/ Doubt

Apakah yang mempengaruhi perbedaan hasil pengukuran tekanan darah?

2. Description

Pada saat saya dinas pagi, saya merawat anak A dengan diagnosa osteosarkoma stadium
IV post amputasi, anak merupakan pindahan dari PICU, pada saat di PICU Ibu mengatakan
tekanan darah anak sering tinggi, saat saya mengukur tekanan darah anak di lengan kanan
tekanan darah anak 118/92 mmHg, kemudian saya mengulangi mengukur tekanan darah
anak di kaki hasil yang berbeda saya peroleh yaitu 134/102 mmHg. Saya berpikir kenapa
hasil yang saya peroleh berbeda sedangkan posisi anak saat diukur sama yaitu posisi
supinasi. Apakah yang mempengaruhi perbedaan hasil pengukuran tekanan darah, saya
khawatir perbedaan hasil pengukuran tekanan darah akan menyebabkan kesalahan dalam
pemberian obat anti hipertensi.

3. Dissection

Saat saya mengukur tekanan darah anak A saya menganggap bahwa posisi tubuh dan alat
yang saya gunakan tidak akan mempengaruhi hasil pengukuran tekanan darah. Teknik
pengukuran tekanan darah yang direkomendasikan menurut The Fourth Report on The
Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescent
adalah dengan cara auskultasi oleh karena tabel tekanan darah yang ada dibuat berdasarkan
pengukuran dengan teknik auskultasi, sementara saat itu saya menggunakan alat pengukur
menggunakan tensimeter digital. Sebaiknya anak yang akan diukur tekanan darahnya harus
terbebas dari obat maupun makanan yang mempengaruhi tekanan darah, telah duduk
dengan tenang selama 5 menit dengan posisi punggung yang ditopang (bersandar), kaki
menyentuh lantai, tangan kanan ditopang (berada di atas meja) sehingga cubital fossa
berada sejajar dengan jantung, sementara saat itu saya mengukur saat anak terbaring dalam
posisi supinasi.

Pemeriksaan tekanan darah yang benar pada anak memerlukan ukuran cuff bladder yang
sesuai dengan ukuran lengan atas anak. Sesuai dengan kesepakatan bahwa lebar cuff
bladder paling tidak menutupi 40% dari lingkar lengan atas pada bagian tengah antara
olecranon dan acromion dan panjang cuff bladder harus menutupi 80-100% dari lingkar
lengan atas, sehingga kurang lebih perbandingan antara lebar dan panjangnya adalah 1:2.
Ukuran cuff bladder ini sangatlah penting karena akan mempengaruhi hasil dari tekanan
darah anak. Jika ukurannya terlalu besar, hasil pemeriksaan tekanan darah akan lebih
rendah. Jika ukurannya terlalu kecil, hasil pengukuran tekanan darah akan lebih tinggi.
Anak A berukuran tubuh besar (gemuk), sementara tensimeter digital yang saya gunakan
berukuran kecil, hal tersebut mungkin akan mempengaruhi hasil pengukuran tekanan
darah.

4. Discover

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah dari sistem sirkulasi atau sistem
vaskuler terhadap dinding pembuluh darah. Tekanan darah dalam kehidupan seseorang
bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang
jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik,
dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat.
Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda, paling tinggi di waktu pagi hari dan paling
rendah pada saat tidur malam hari.

Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung oksigen ini
memasuki jantung dan kemudian dipompakan keseluruh bagian tubuh melalui pembuluh
darah yang disebut arteri. Pembuluh darah yang lebih besar bercabang-cabang menjadi
pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil hingga berukuran mikroskopik, yang akhirnya
membentuk jaringan yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah yang sangat kecil yang
disebut kapiler. Jaringan ini mengalirkan darah ke sel-sel tubuh dan menghantarkan
oksigen untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian
darah yang tidak beroksigen kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena, dan
dipompa kembali ke paru-paru untuk mengambil oksigen lagi. Tekanan darah merujuk
kepada tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika darah di pompa oleh
jantung ke seluruh anggota tubuh manusia.

Berdasarkan referensi jurnal, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan tekanan
darah pada manusia, baik itu faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor Eksternal
terdiri atas : Pengaruh posisi tubuh, pengaruh posisi lengan, perbedaan antara 2 lengan,
penempatan manset dan stetoskop, sistem inflasi / deflasi, poin penting pengukuran
tekanan darah klinis, pengamat, jumlah Pengukuran, metode otomatis, kebisingan, tekanan
panas. Sementara faktor internal terdiri atas : Aktivitas fisik, emosi, stress, umur, jenis
kelamin, status gizi (Obesitas), minuman alcohol, merokok, kelebihan protein dalam Diet,
makanan tak bervitamin yang mengganggu keseimbangan kelenjar, terlalu banyak garam
dalam diet, kekuatan memompa jantung, viskositas (kekentalan) darah, elastisitas dinding
pembuluh darah, tahapan tepi (resistensi perifer), keadaan pembuluh darah kecil pada kulit,
panjang pembuluh Darah dan radius pembuluh.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Li, Wang, Chong & Li menunjukkan bahwa
pengukuran tekanan darah pada brachial arteri menghasilkan nilai yang lebih rendah
dibandingkan radial arteri. Penggunaan oscillometric (tensimeter digital terkadang
memberikan hasil yang tidak akurat.

5. Decision

Hal yang akan saya lakukan:

1. Memperhatikan posisi tubuh anak saat dilakukan pengukuran tekanan darah

2. Memperhatikan alat yang saya gunakan disesuaikan dengan ukuran lengan dan badan
anak

3. Menindaklanjuti segera apabila anak mengalami hipotensi ataupun hipertensi

Referensi

Amoore JN. 2012. Oscillometric sphygmomanometers: a critical appraisal of current technology.


Blood Press Monit, 17, 80–88.
Zeng WF, Huang QF, Sheng CS, Li Y, Wang JG. 2012. Validation of the Kingyield BP210 wrist
blood pressure monitor for home blood pressure monitoring according to the European
Society of Hypertension International Protocol. Blood Press Monit, 17, 42–46.
Eser, I., Khorshid, L., Yapucu, G.U., & Demir, Y. (2007). The effect of different body positions
on blood pressure. Journal of Clinical Nursing, 16(1), 137-140.
Schell, K., Bradley, E., Bucher, L., Seckel, M., Lyons, D., Wakai, S., et al. (2005). Clinical
comparison of automatic, noninvasive measurements of blood pressure in the forearm and
upper arm. American Journal of Critical Care, 14, 232-241.
Nama : Ely Mawaddah

NPM : 146522872

LAPORAN REFLEKTIF

1. Differences/ Doubt

Bagaimanakah manajemen oral mucosistis pada anak dengan kemoterapi?

2. Description

Pada saat saya dinas pagi, saya merawat anak diruang kemoterapi, anak-anak diruang
tersebut berisiko mengalami oral mukositis sebagai akibat dari kemoterapi, sehingga
dokter meresepkan alyclair gel dan obat kumur untuk mengatasi oral mukositis. Namun
anak Y dengan retinoblastoma tidak mau dioleskan obat tersebut dan beberapa orang tua
tidak mau memberikan obat kumur tersebut karena khawatir akan tertelan. Saya sudah
berusaha membujuk anak dan orang tua namun tidak bersedia, saya berpikir adakah cara
lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi oral mukositis pada anak?

3. Dissection

Salah satu gangguan kesehatan mulut akibat kemoterapi adalah mukositis. Mukositis
merupakan inflamasi dan ulserasi pada membrane mukosa oral. Mukosa oral terdiri atas
sel-sel mukosa yang membelah secara cepat dan dapat memberikan berbagai dampak
negative pada anak. Mukositis akan menyebabkan penyesuaian dosis kemoterapi, proses
perawatan lebih lama sehingga akan meningkatkan biaya dan menurunkan kualitas hidup
anak apabila tidak segera ditangani. Kemoterapi dapat menyebabkan mukositis secara
langsung atau secara tidak langsung. Kemoterapi akan secara langsung merusak sel yang
sedang mitosis. Hal tersebut menyebabkan sel epitel berhenti membelah dan akhirnya
terjadi atropi mukosa serta ulserasi. Lapisan sel menjadi abrasi dan tidak digantikan oleh
lapisan sel yang baru. Mukosistis biasanya akan bermanifestasi setelah 5-7 hari pasca
kemoterapi dan akan sembuh dalam 2-3 minggu. Mukositis pada anak yang mendapat
kemoterapi juga dapat terjadi secara indirect atau tidak langsung karena kemoterapi dapat
menyebabkan imunosupresi atau penurunan daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan tubuh
akan mencetuskan infeksi mulut yang dapat mengakibatkan mukositis.

Gambar skala mukositis menurut WHO


4. Discover

Mukositis merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan eritema, inflamasi, erosive, dan
ulserasi yang terjadi pada sel mukosa disepanjang kavitas oral yaitu bibir, lidah, gingival,
mukosa buccal, labial dan palatum. Mukositis oral dapat juga disebut stomatitis dan
merupakan salah satu efek samping dari kemoterapi. Mukosistis harus ditangani segera
agar tidak menimbulkan komplikasi berlanjut, strategi perawatan mulut dan oral care
merupakan salah satu cara terbaik untuk mengatasi mukositis. Beberapa intervensi
untuk menangani mukositis akibat kemoterapi atau radioterapi diantaranya adalah oral care
yang baik, pemberian mouth rinse, cryotherapy, pelindung mukosa, agen anti septic, agen
anti inflamasi, agen topical, cytokine like agent dan growth factor. Beberapa langkah
tersebut mimiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Anak yang mendapat kemoterapi di ruang non infeksi RSCM diberikan acyclair gel,
kenalog ataupun obat kumur untuk mengatasi mukositis. Penelitian yang dilakukan oleh
Mulatsih, Astuti, Purwantika & Christine, 2008 menyimpulkan perawatan mukositis
dengan pemberian Candistin drop dan kenalog oral base pada pasien keganasan di INSKA
RS dr. Sardjito belum dapat disimpulkan efektivitasnya karena waktu pengamatan yang
singkat. Penggunaan cairan obat kumur yang mengandung alcohol dan chlorhexidine tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan iritasi dan hipersensitivitas (Eilers, 2004). Alternatif
lain untuk mengatasi oral mukositis pada pasien kanker adalah dengan menggunakan
madu, madu dinilai efektif untuk mengatasi oral mukositis, madu lebih simple, lebih murah
dan dapat diterima oleh anak (Udaykar, Malli, Shinde, 2014). Raessi, et al. 2014,
membandingkan penggunaan madu dan kopi dibandingkan dengan penggunaan agen
topical steroid, hasilnya menunjukkan bahwa madu dan kopi efektif untuk menurunkan
oral mukositis pada anak dengan kemoterapi.

Madu merupakan salah satu produk dari nectar bunga yang telah mengalami aero digestive
oleh lebah. Madu dapat digunakan dalam penanganan mukositis karena madu memiliki
enzim glukosa oksidase yang akan mengkonfirmasi glukosa menjadi glukosa acid yang
akan menghambat pertumbuhan bakteri, selain itu madu dapat mengekstrak air dari sel
bakteri, sehingga bakteri menjadi mati. Kandungan keasaman madu yang rendah juga dapat
menyebabkan bakteri sulit hidup pada kondisi tersebut (Bogdanov, 2011).

5. Decision

Hal yang akan saya lakukan:

a. Mengusulkan alternative lain untuk mengatasi oral mukositis pada anak

b. Melakukan oral hygiene untuk mencegah mukositis oral pada anak dengan kanker.
Referensi

Bogdanov, S. (2010). Honey in medicine. Bee Product Science, 2(1), 1-23.


Eilers, J. (2004). Nursing intervention and supportive car for the prevention and treatment of oral
mucositis associated with cancer treatment. Oncology Nursing Forum, 31(4), 13-28.
Devgan, R.K., Kaur, S, Singh, J., & Sharma, D.K. (2014). Comparative Evaluation of Sucralfate and
Honey in Oral Mucositis amongst Patients of Head and eck Cancers Receiving Radiotherapy
and Concurrent Chemotherapy. International Journal of Healthcare Sciences , 2(2), 202-
209.
Raeessi, et.al. (2014). “Coffee plus Honey” versus “topical steroid” in the treatment of
Chemotherapy-induced Oral Mucositis: a randomised controlled trial. BMC
Complementary and Alternative Medicine, 14, 293-280.

Anda mungkin juga menyukai