Anda di halaman 1dari 96

UJI EFEKTIVITAS IMUNOSTIMULAN FRAKSI DAUN DELIMA

(Punica granatum L.) TERHADAP AKTIVITAS DAN KAPASITAS


FAGOSITOSIS MAGKROFAG PADA MENCIT JANTAN
(Mus musculus)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih


Gelar Sarjana Farmasi Jurusan Farmasi pada
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

NURMAGRIBIANTI
NIM. 70100115004

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA-GOWA
2021
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nurmagribianti

NIM : 70100115004

Tempat/Tgl. Lahir : Jeneponto, 14 Agustus 1998

Jurusan : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Alamat : Samata-Gowa

Judul : Uji Efektivitas Imunostimulan Fraksi Daun Delima

(Punica granatum L.) Terhadap Aktivitas dan kapasitas

Fagositosis Magkrofag pada Mencit Jantan (Mus

musculus)

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia

merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau

seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Gowa, Oktober 2021

Penyusun,

Nurmagribianti
NIM:7010011502004

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “ Uji Efektivitas Imunostimulan Fraksi Daun


Delima (Punica granatum L.) Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis
Makrofag Pada Mencit Jantan (Mus musculus)” yang disusun oleh
Nurmagribianti, NIM: 70100115004, Mahasiswa Jurusan Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan
dipertahankan dalam Ujian Sidang Munaqasyah yang diselenggarakan pada
hari…………. yang bertepatan dengan.………. H, dinyatakan telah dapat
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Jurusan Farmasi.

DEWAN PENGUJI

Ketua : (…………….)
Sekretaris : (…………….)
Pembimbing I : Apt. Afrisusnawati Rauf, S.Si., M.Si. (…………….)
Pembimbing II : Dwi Wahyuni Leboe, S.Si., M.Si, (…………….)
Penguji I : Apt. Muh Ikhlas Arsul, S.Farm., M.Si. (…………….)
Penguji II : Hildawati Almah, S.Ag., S.S., M.A. (…………….)

Diketahui oleh:
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

Dr. dr. Syatirah Jalaluddin, Sp.A., M.Kes


NIP. 19800701 200604 2 002

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji kita panjatkan kepada Allah swt. atas segala nikmat kesehatan,

kekuatan serta kesabaran yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan tepat pada waktunya. Rasa syukur yang tiada terhingga kepadaNya

atas segala hidayah dan karunia yang penulis dapatkan.

Salam dan shalawat senantiasa penulis kirimkan kepada junjungan utusan

Allah, nabi besar Muhammad saw, keluarga, dan para sahabat yang telah memberi

kontribusi besar dalam memperjuangkan dan menyebarkan agama Islam di muka

bumi ini. Semoga kita dapat menapak tilas langkah beliau.

Skripsi ini berjudul “Uji Efektivitas Imunostimulan Fraksi Daun Delima

(Punica granatum L.) Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag

pada Mencit Jantan (Mus musculus)”. Ini disusun sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Farmasi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan

dari banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, berupa motivasi,

pikiran, serta petunjuk-petunjuk sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

sebagaimana mestinya.

Penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa terimakasih penulis haturkan

kepada kedua orang tercinta yaitu Muh. Hasim dan Irmayanti , kakak dan adik

saya, nenek saya, tante, om, dan sepupu-sepupu saya serta keluarga yang tak

henti-hentinya memberi do’a dan motivasi serta dukungannya baik dalam bentuk

iv
materi, nasehat dan motivasi, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan

baik. Kalian adalah orang-orang di balik kesuksesan penulis menyelesaikan

pendidikan di jenjang (S1).

Tak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D., selaku Rektor Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar,

2. Ibu Dr. dr. Syatirah Jalaluddin, M.kes.,Sp.A selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar,

3. Ibu Apt. Dr. Hj. Gemy Nastity Handayani, S.Si., M.Si., selaku Wakil

Dekan I Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar,

4. Bapak Dr. Fais Satrianegara, SKM., MARS., selaku Wakil Dekan II

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar,

5. Bapak Prof. Dr. Mukhtar Luthfi, M.Pd., selaku Wakil Dekan III Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar,

6. Bapak Apt. Andi Asrul Ismail S.Farm., M.Sc., selaku ketua Jurusan

Farmasi dan Ibu Apt. Syamsuri Syakri, S,Farm., M.Si., selaku sekertaris

jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar,

v
7. Ibu Apt. Afrisusnawati Rauf, S.Si., M.Si., selaku pembimbing pertama

yang telah banyak memberikan bantuan dan pengarahan, serta meluangkan

waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis, dan ibu Dwi Wahyuni

Leboe, S.Si., M.Si, selaku pembimbing kedua yang telah banyak

memberikan bantuan dan pengarahan, serta meluangkan waktu dan

pikirannya dalam membimbing penulis.

8. Bapak Apt. Muh Ikhlas Arsul, S.Farm., M.Si., selaku penguji kompetensi

yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan serta meluangkan

waktunya untuk memberikan koreksi dan saran dalam penyusunan skripsi

ini,

9. Ibu Hildawati Almah, S.Ag., S.S., M.A, selaku penguji agama yang telah

memberikan arahan dan saran terkhusus dari segi tinjauan islam terhadap

penelitian ini yang begitu membangun untuk peneliti.

10. Bapak, Ibu Dosen, serta seluruh Staf Jurusan Farmasi atas curahan ilmu

pengetahuan dan segala bantuan yang diberikan pada penulis sejak

menempuh pendidikan farmasi hingga saat ini.

11. Sahabat-sahabat saya, Ika Yava Oktaviani dan Nurul Narulita yang

senantiasa menjadi Support System.


12. Kepada rekan, saudara, teman seperjuangan angkatan 2015 “PULVIS”

yang telah banyak membantu dan telah berjuang bersama dari awal hingga

akhir

Akhirnya, penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi

ilmu di bidang Farmasi pada umumnya dan semoga Allah swt. selalu

melimpahkan rahmat dan hidayah didalamnya. Aamiin ya Rabbal Aalamin..

vi
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Samata-Gowa,
Penulis,

Nurmagribianti
NIM. 70100115004

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………………...….....i

DAFTAR TABEL…………………………………………………………..……ii

ABSTRAK……………………………………………………..………………...iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...……....1

A. Latar Belakang………………………………………………………..…...1

B. Rumusan Masalah………………………………………………………....3

C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian……...………………4

D. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………………..4

E. Kajian Pustaka……………………………………………………………..4

F. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………….…..6

1. Tujuan Penelitian……………………………………………………...7

2. Manfaat Penelitian…………………………………………………….7

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Uraian Sampel………………………………………………………….….8

B. Uraian Hewan Coba……………………………………………………...12

C. Ekstraksi Simplisia………………………………………………….……16

D. Fraksinasi………………………………………………………………...17

E. Metode Pemisahan Secara Kromatografi Lapis Tipis…………………..17

F. Kromatografi Cair Vakum……………………………………………….19

G. Sistem Imun……………………………………………………………...20

H. Uraian Bakteri……………………………………………………………26

viii
I. Tinjauan Islam……………………………………………………………28

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi dan Waktu Penelitian………………….………………32

1. Jenis Penelitian……………………………………………………….32

2. Lokasi Penelitian……………………………………………………..32

3. Waktu Penelitian……………………………………………………..32

B. Pendekatan Penelitian……………………………………………………32

C. Populasi dan Sampel……………………………………………………..32

D. Pengolahan Data………………………………………………………….33

E. Alat dan Bahan…………………………………………………………...33

F. Prosedur Kerja……………………………………………………………33

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian…………………………………………………………..39

B. Pembahasan………………………………………………………………40

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………45

B. Saran……………………………………………………………………...45

ix
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Daun Delima (Punica granatum)……………………………...9


2. Gambar 2. Mencit (Musculus)……………………………………………12
3. Gambar 3. Proses Maserasi………………………………………………57
4. Gambar 4. Proses Penguapan…………………………………………….57
5. Gambar 5. Alat Sentrifunge……………………………………………...58
6. Gambar 6. Proses Partisi…………………………………………………58
7. Gambar 7. Fraksianasi……………………………………………………59
8. Gambar 8. Prises Pengelusian oleh fase gerak…………………………...60
9. Gambar 9. Penampakan Bercak pada sinar UV 254 nm…………………60
10. Gambar 10. Penampakan Bercak pada sinar UV 366 nm………………..61
11. Gambar 11. Pemberian imboost secara peroral………………………….62
12. Gambar 12. Pemberian fraksi secara peroral…………………………….62
13. Gambar 13. Pembuatan Suspensi……………………………………..…63
14. Gambar 14. Proses Sterilisasi……………………………………………63
15. Gambar 15. Pengukuran absorbansi bakteri……………………………..64
16. Gamabr 16. Euthanasia…………………………………………………..64
17. Gambar 17. Proses Pembedahan Mencit…………………………………65
18. Gambar 18. Proses Pembedahan Peritoneum…………………………….65
19. Gambar 19. Proses Pewarnaan (Giemsa)………………………………...66
20. Gambar 20. Hasil pengamatan kontrol negatif Na-CMC 1%....................66
21. Gambar 21. Hasil pengamatan kontrol positif imboots force®…………..67
22. Gambar 22. Hasil pengamatan fraksi daun delima konsentrasi 0,5%.......67
23. Gambar 23. Hasil pengamatan fraksi daun delima konsentrasi 1%...........68
24. Gambar 24. Hasil pengamatan fraksi daun delima kosentrasi 2%.............68

x
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Nilai viabilitas makrofag peritoneum mencit……………………39

2. Tabel 2. Persentasi Nilai Aktivitas Fagositosis……………………………40

3. Tabel 3. Analisis statistik nilai aktivitas fagositosis makrofag……………53

4. Tabel 4. Analisis varians aktivitas fagositosis makrofag beserta F


tabelnya........................................................................................................55

5. Tabel 5. Analisis RAL, BNT Hubungan % aktivitas makrofag dengan


sampel uji......................................................................................................56

xi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Alur Penelitian……………………………………………………………..46

2. Uji imunostimilan.........................................................................................46

3. Perhitungan dosis..........................................................................................50

4. Analisis data..................................................................................................52

5. Gambar ekstrak.............................................................................................57

6. Gambar partisi..............................................................................................58

7. Gambar Fraksinasi........................................................................................59

8. Perlakuan Terhadap Hewan Coba................................................................62

9. Pembuatan suspense bakteri.........................................................................63

10. Pembedahan dan pengambilan cairan peritoneum mencit...........................64

11. Pengamatan di bawah mikroskop.................................................................66

xii
ABSTRAK
Nama : Nurmagribianti
Nim : 70100115004
Judul : Uji Efektivitas Imunostimulan Fraksi Daun Delima (Punica granatum L.)
Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Pada Mencit
Jantan (Mus musculus)

Imunomodulator adalah bahan obat yang dapat mengembalikan


ketidakseimbangan sistem imun, yaitu mengembalikan fungsi imun yang
terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun
(imunorestorasi), memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan
yang merangsang sistem imun (imunostimulan) dan menekan respon imun
(imunosuspensi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fraksi daun
delima (punica granatum L.) memiliki aktivitas fagositosis makrofag, dan untuk
mengetahui pada konsentrasi berapakah fraksi daun delima (Punica granatum
L.) memiliki potensi yang lebih besar sebagai imunostimulan. Bahan utama yang
digunakan dalam penelitian adalah Daun delima yang diekstraksi menggunakan
metode maseri dengan pelarut etanol 96%, kemudian di partisi menggunakan
metode cair padat dan di fraksinasi menggunakan Kromatografi Cair Vakum
(KCV) menggunakan pelarut metanol dan n-butanol dengan beberapa
perbandingan didapatkan hasil fraksi larut butanol. Pada uji imunostimulan
perlakuan dibagi menjadi 5 kelompok. Pada kelompok I diberi Na-CMC 1%
sebagai kontrol negatif, kelompok II diberi Imboost force ® sebagai kontrol
positif dan kelompok III, IV, V diberikan Fraksi larut butanol dikelompokkan
menjadi beberapa konsentrasi yakni, 0,5% dengan pemberian 0,0195 mg/ml, 1%
dengan pemberian 0,039 mg/ml, dan 2% dengan peberian 0,078 mg/ml. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa Fraksi Daun Delima (Punica granatum L.)
dapat memberikan efek sebagai imunostimulan pada konsentrasi yang paling
berpengaruh yaitu 2% dengan nilai 95,66 yang tidak berbeda nyata (< LDS 0,05
dan 0,01).

Kata kunci: Fraksi daun delima, imunostimulan fagositosis, sel makrofag,


Mus musculus.

xiii
ABSTRACT
Nama : Nurmagribianti
Nim : 70100115004
Judul : Effectiveness Test of Pomegranate Leaf Fraction Immunostimulants
(Punica granatum L.) Against The Activity and capacity of Macrophage
Phagocytosis In Male Mice (Mus musculus)

Immunomodulators are medicinal ingredients that can restore the


imbalance of the immune system, namely restoring impaired immune function by
providing various components of the immune system (immunorestoration),
improving immune system function by using substances that stimulate the
immune system (immunostimulants) and suppressing the immune response
(immunosuspension). This study aims to determine whether the pomegranate leaf
fraction (Punica granatum L.) has macrophage phagocytic activity, and to
determine at what concentration the pomegranate leaf fraction (Punica granatum
L.) has greater potential as an immunostimulant. The main ingredients used in this
study were pomegranate leaves which were extracted using the maseri method
with 96% ethanol solvent, then partitioned using the solid liquid method and
fractionated using Vacuum Liquid Chromatography (KCV) and the results
obtained were butanol soluble fractions. In the immunostimulant test the treatment
was divided into 5 groups. Group I was given 1% Na-CMC as a negative control,
group II was given Imboost force® as a positive control and group III, IV, V were
given butanol soluble fraction grouped into several concentrations, namely,
0.5%/kg BW, 1%/ kg body weight, and 2%/kg body weight. The results showed
that the Pomegranate Leaf Fraction (Punica granatum L.) could exert an
immunostimulant effect at the most influential concentration of 2% which was not
significantly different (< LDS 0.05 and 0.01).

Key words : pomegranate leaf fraction, phagocytosis immunostimulant,


macrophage cells, Mus musculus.

xiv
BAB I
PENDAHULAUN

A. Latar Belakang

Salah satu bidang dalam farmakologi yang masih dalam tahap

eksplorasi adalah imunomodulator, yaitu mengembangkan bahan-bahan yang

dapat meningkatkan respon imun dari pada menekannya. Imunomodulator

adalah bahan obat yang dapat mengembalikan ketidakseimbangan sistem

imun. Imunomodulator bekerja melalui tiga cara, yaitu mengembalikan fungsi

imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun

(imunorestorasi), memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan

bahan yang merangsang sistem imun (imunostimulan) dan menekan respon

imun (imunosuspensi), imunomodulator digunakan terutama pada penyakit

imunodefisiesi, infeksi kronis dan kanker. pemberian imunostimulan dan

imunomodulator sangat diperlukan untuk mencegah penghancuran sel

penolong CD+ pada pasien AIDS dan kanker (Nugroho, 2012)

Sistem imun adalah gabungan sel yang molekul dan jaringan yang

berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Sistem imum merupakan

mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh

sebagai pelindumg terhadap bahaya yang ditimbulkan benda asing atau

antigen (Baratawidjaja, 2009)

Sestem imun terdiri atas semua sel, jaringan dan organ yang

diperlukan untuk respos imun. Fungsi sitem imun adalah melindungi tubuh

1
2

dari patogen dan menghancurkan sel-sel yang sudah tidak dikenai sebagai sel

tubuh sendiri (James, 2008)

Imunostimulan merupakan senyawa tertentu yang dapat merangsang

atau meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun

non spesifik, dan terjadi induksi non spesifik baik maknisme pertahanan

seluler maupun humoral (Putra, 2009)

Aktivitas sistem imun dapat menurun karena berbagai faktor,

diantaranya usia dan penyakit, oleh karena itu adanya senyawa kimia yang

dapat menigkatkan aktivitas sistem imun sangat membantu untuk mengatasi

sistem imun dan senyawa-senyawa tersebut dapat diperoleh dari tumbuh-

tumbuhan (Nugroho, 2012)

Imunitas dapat ditingatkan dengan cara memperbaiki fugsi sistem

imun yaitu dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut

yang disebut imunomodulator. Imunostimulan dapat memperkuat ketahanan

tubuh secara alami dalam hal melawan berbagai infeksi virus dan bakteri atau

membantu dalam pengobatan penyakit yang berhubungan dengan penekan

sistem imun seperti kanker, SARS, AIDS, dan lainnya. Imunostimulan bekerja

dengan cara menstimulasi faktor utama sistem imun, antara lain melalui

fagositosis, sistem komplemen, sekresi antibodu IgA, limfosit T dan B dan

lainnya (Baratawidjaja, 2009)

Salah satu senyawa yang berperan dalam meningkatkan sistem imun

adalah flavonoid. Flavonoid adalah senyawa metabolit sekinder yang memiliki

efek imunostimulator (Santoso, 2013)


3

Dalam kulit buah delima terkandung zat-zat tanin, flavonoid, alkaloid

(peletierina, isopeletierina, metil peletierina, pseudopeletierina), kalium

oksalat, asam elogat, asam ursulat, asam betulat, dan pati

Delima merupakan tanaman yang memiliki kandungan polyphenol yang

terdiri dari flavonoids (flavonols, flavonols dan anthocyanins),

hydrolyzablrtannins (ellegitannins dan gallotannins). Senyawa flavonoid yang

berasal dari tumbuhan memiliki aktivitas anti-oksidan yang sangat tinggi bagi

kesehatan manusia, flavonoid juga mempunyai berbagai efek, seperti

imunostimulan, antitumor, anti-HIV, antiradang, antidiare, antifungal,

antihepatotoksik, antihiperglikemi, dan masih banyak lagi (Pratama, 2019)

Berdasarkan latar belakang yang diuraian diatas dimana pada delima

memiliki kandungan senyawa seperti tanin, flavonoid, alkaloid dan kalium

oksalat yang dapat meningkatkan sistem imun atau dapat berfungsi sebagai

imunostimulan. Maka dari itu perlu dilakukuan penelitian lebih lanjut

mengenai uji efektifitas imunostimulan fraksi daun delima (Punica granatum

L.) terhadap aktivitas fagositosis maktrofag pada mencit jantan (Mus

musculus)

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Fraksi daun delima (Punica granatum L.) memiliki aktivitas

dan kapasitas fagositosis makrofag

2. Pada konsentrasi berapakah fraksi daun delima (Punica granatum L.)

berpotensi sebagai Imunostimulan


4

C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Fraksinasi adalah proses penarikan senyawa dengan menggunakan dua

macam pelarut yang tidak saling bercampur.

2. Fraksi adalah suatu hasil dari proses pemisahan komponen-komponen

kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol daun delima yang dipisahkan

dengan menggunakan metode KCV (Kromatografi Cair Vakum).

3. Imunostimulan adalah bahan yang dapat merangsang sistem imun

tubuh melaluimekanisme respon imun spesifik dan non spesifik

4. Fagositosis adalah proses penyerapan dan eliminasi mikroba atau

partikel lain oleh sel-sel khususyang disebut fagosit. Fagosit adalah

sel-sel darah putih atau sel-sel yang berasal dari sel darah putih

tersebut, yang terdapat dalam aliran darah.

5. Makrofag adalah salah satu sel yang berperan yang berperan penting

dalan respon imun, baik berperan fungsional dalam fagositosis maupun

perannya sebagai antigen presentimg cell (APC)

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Fitokimia dan

Mikrobiologi Farmasi

E. Kajian Pustaka

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukuan oleh Dina Dhaifina Anas, “

Efek Imunostimulan Fraksi Daun Katuk (Sauropus androginus L.

MERR.) Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag

pada Mencit Jantan (Mus musculus)” Fakultas Kedokteran dan Ilmu


5

Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (2016). Pada

penelitian ini digunakan lima belas ekor mecit dibagi kedalam lima

kelompok. Kelompok pertama diberikan imboost force® sebagai

kontrol positif, kelompok kedua diberikan Na-CMC 1% sebagai

kontrol negatif dan kelompok ketiga diberikan fraksi 0,5%, kelompok

keempat diberikan fraksi 1% dan kelompok kelima diberikan fraksi

2%. Selanjutnya masing-masing konsentrasi diinduksikan ke mencit

selama tujuh hari dan pada hari kedelapan diinduksikan bakteri

Staphylococcus aureus pada peritoneal mencit. Berdasarkan hasil

pengamatan menunujukkan bahwa fraksi daun katuk dapat

memberikan efek swbagai imunostimulan pada konsentrasi yang

paling berpengaruh yaitu 2% yang tidak berbeda nyata (< LSD 0,05

dan 0,01).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Hikmah Ramadhani “ Uji

Efektivitas Imunomodulator Ekstrak Etanol korteks Kayu jawa

(Lenna coromandelica Hout. Merr.) Terhadap Aktivitas dan Kapasitas

Fagositosis Makrofag pada mencit (Mus musculus) Jantan” Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar (2017). Pada penelitian ini digunakan 15 ekor mencit jantan

yang dibagi secara acak menjadi 5 kelompok. Kelompok 1 kontrol

negatif yaitu Na-CMC 1%, kelompok 2 kontrol positif Imboost

Force®, kelompok 3 ekstrak 50 mg/kg BB, kelompok 4 ekstrak

korteks 150 mg/kg BB dan kelompok 5 yaitu ekstrak 450 mg/kg BB.
6

Masing-masing diberikan selama tujuh hari dan pada hari kedelapan

diinjeksikan suspense bakteri Staphylococcus aureus secara

intraperitonial. Hasil yang didapatkan yaitu bedasarkan analisis

statistic aktivitas fagositosis makrofag, pada dosis 150 mg/kg BB dan

450 mg/kg BB tidak bada nyata atau dikatakan memiliki efek yang

sama dengan kontrol positif Imboost Force®.

3. Penelitian Pada penelitian yang dilakukan oleh Resnia “ Uji aktivitas

penghambatan Fraksi Daun Delima (Punica granatul L.)” Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar (2019). Didapatkan hasil pada kontrol negatif (-) banyak

pertumbuhan bakteri. Untuk control positif (+) tidak terdapat

pertumbuhan bakteri. Fraksi yang dapat menghambat bakteri adalah

dengan konsentrasi 1000 ppm. Fraksi tersebut menunjukkan adanya

penghambatan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis hal ini

dilihat dari tidak adanya cord pada konsentrasi tersebut. Pada

konsentrasi 750 ada sedikit penghambatan pertumbuhan bakteri,

sedangkan untuk konsentrasi 500, dan 250 terdapat pertumbuhan

bakteri

F. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui apakah fraksi daun delima (punica granatum L.)

memiliki aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag


7

b. untuk mengetahui pada konsentrasi berapakah fraksi daun delima

(Punica granatum L.) memiliki potensi yang lebih besar sebagai

imunostimulan

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.

a. Manfaat praktis

1) Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah wawasan dan pengetahuan sebagai bahan untuk

penelitian selanjutnya

2) Bagi masyarakat, memberikan informasi kepada

masyarakat tentang pemanfaatan daun delima sebagai

imonustimulan.

b. Manfaat ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi

upaya peningkatan keilmuan dan penelitan dalam menemukan

obat untuk imonustimulan, serta dapat menjadi referensi bagi

mahasiswa yang ingin melakukan pengerjaan yang sama.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Uraian sampel

1. Klasifikasi Tanaman (Bukda, 2008)

a. Nama Indonesia : Delima

b. Nama Lain : Indonesia: Delima, Bogor : pome

c. Klasifakasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Familia : Punicaceae
Genus : Punica
Spesies : Punica granatum L
2. Morfologi Tanaman

Batang tanaman delima berbentuk kayu ranting yang bersegi,

dan percabangan banyak tetapi lemah. Pada ketiak daunnya, terdapat duri.

Saat masih muda, warnanya cokelat, dan berubah menjadi hijau kotor setelah

tua. Daunnya tunggal dengan tangkai yang pendek dan letaknya berkelompok.

Daun delima memiliki bentuk yang lonjong dengan pangkal yang lancip,

ujung tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, dan permukaan mengkilap.

Panjang daun bisa mencapai 1-9 cm dengan lebar 0,5-2,5 cm, bentuk buah

delima bulat dan terkadang bundar. Lazimnya buah delima bergelantungan

pada tandan. Saat masih muda, buahnya berwarna hijau sampai hijau

8
9

kemerah-merahan.setelah tua, warnanya berubah, tergantung jenisnya,

sedangkan biji delima bulat, keras, kecil, akar tunggang, kuning kecoklatan

(Savitri, 2008).

Gambar 1. Daun delima (Punica granatum L.)

3. Kandungan Kimia

Delima memiliki banyak kandungan zat aktif yang terdapat pada

beberapa bagian tanamannya, antara lain pada bagian akar daun, buah, bunga,

kulit batang dan kulit buahnya. Bagian-bagian terebut memiliki kndungan

kimia yang berbeda-beda pada setiap bagiannya (Savitri, 2008).

Kandungan kimia kulit buah delima mengandung asam tanic atau

tannic acid. Asam ini merupakan unsur pengontrol. Unsur ini juga terdapat

dalam buahnya. Disamping unsur-unsur pengontrol, air buah delima juga

mengandung gula mentol dan jenis gula lainnya, selain kandungan tersebut

buah delima juga kaya akan unsur besi (Sayyid, 2011).

Kandungan kimia dari kulit batang maupun kulit akar delima

mengandung senyawa-senyawa alkaloid pelletierin, betulic acid, isoquerticin,

granatin, ursolic acid, resin, tanin, triterpenoid, kalsium oksalat dan pati.
10

Selain itu, kulit batang atau kulit akar mengandung zat penyamak (Santoso,

1998).

Kandungan kimia dari bagian daun delima mengandung kalsium

oksalat, alkaloid, lemak, tannin, sulfur dan perosidase (Oci, 2014).

Kandungan nutrisi daun delima per 100 g buah terdiri dari air

78 g, protein 1,6 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 14,5 g, dan mineral 0,7 g. analisis

lain menunjukkan bahwa terdapar kandungan gula inversi 20 %, glukosa 5-

10%, asam sitrat 0,5-3,5%, dan vitamin C 14 mg/100 g. zat pewarna kuning

pada kulit buah delima mengandung asam galotanat (Sudjijo, 2014).

4. Manfaat Delima

Pada delima terdapat banyak kandungan senyawa asam tanic yang

berfungsi sebagai pengontrol, sehingga buah ini sangat bermanfaat untuk

beberapa hal seperti berikut (Sayyid, 2011)

a. Kulit buah delima digunakan untuk mengobati diare dan ambeien

b. Air buah delima digunakan untuk menyembuhkan pilek atau

menghilangkan penyumbatan pada hidung, misalnya pada saat

demam.

c. Gilnar yang merupakan bunga buah ini apabila dididihkan dapat

dimanfaatkan untuk mengobati gusi.

Menurut Oci dan kurnia menjelaskan dalam buku “Khasiat Ajaib

Delima” mengenai khasiat kulit buah delima memiliki efek farmakologis dari

kulit buah delima mampu menghambat pertumbuhan basil typhoid,


11

mengendalikan penyebaran dari infeksi virus polio, virus herpes simplek

danjuga virus HIV (Oci, 2014).

Khasiat dari daun delima yaitu untuk menyembuhkan perut

kembung,mual dan juga perih, polyphenol yang terkandung dalam delima

mampu menghentikan serangan sel-sel radikal bebas yang merusak sel baik

berubah menjadisel kanker. Sekali radikal bebas dihentikan, proses oksidasi

berhenti sehingga menyebabkan sel-sel kanker tidak tumbuh dalam tubuh

(Oci, 2014).

Delima memiliki khasiat untuk menurunkan demam, mengencerkan

dahak, dan menyembuhkan batuk, baik untuk kesehatan mata, sebagai

antioksidan dan antikanker, mncegah atherosclerosis, meningkatkan kekebalan

tubuh dan menghambat perkembangan virus HIV (Emma, 2007).

Aktivitas antibakteri dan antimikroba juga terlihat pada uji fitoterapi

buah delima mampu melawan bakteri. Kandungan- kandungan potensial yang

dimiliki ekstrak buah delima merah bersifat bakteriostatikdan bakterisid.

Tannin merupakan basis aktivitas antibakteri dengan merusak membrane sel

yang dapat menyebabkan kebocoran intraseluler, flavonoid memiliki efek

antibakteri karena kemampuannya berinteraksi dengan DNA bakteri, alkaloid

mampu mengganggu komponen penyusun peptidoglikan, sehingga dinding sel

bakteri tidak terbentuk utuh (Indah, 2014).

Kandungan flavonoid pada delima mampu menghambat pertumbuhan

bakteri dengan cara menghambat proses DNA gyrase pada bakteri. Querceetin

(salah satu flavonoid pada delima) mampu membunuh bakteri dengan cara
12

meningkatkan permeabilitas dari membrane di dalam bakteri dan merusak

potensial membrane, menyebabkan produksi ATP bakteri terganggu,

mengganggu transport membran dan pergerakan dari bakteri. Kandungan

polifenol pada delima dapat berperan sebagai antibakteri dangan cara

mendenaturasi enzim, selain itu juga dapat melekat pada substrat seperti

mineral, vitamin, karbohidrat, sehingga tidak bias digunakan bakteri untuk

metabolismenya. Polifenol juga dapat terserap pada dinding sel menyebabkan

gangguan pada dinding sel menyebabkan gangguan pada struktur dan fungsi

membrane sel (Erlita, 2018).

B. Uraian Hewan Coba

Gambar 2. Mencit (Mus musculus)

1. Klasifikasi Mencit (Pribadi, 2008)


Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Sub Kelas : Theria
Intra Kelas : Eutheria
Ordo : Rodentia
13

Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus

2. Deskripsi

Mencit (Mus musculus) berasal dari eropa barat dan Amerika Utara,

namun saat ini dapat ditemukan diseluruh dunia. Ada beberapa subspecies dari

mencit dan mereka dikelompkkan sesuai dengan karakteristik khusus seperti

tengkorang, gigi, badan dan kebiasaan alami (vanderlip, 2011)

3. Anatomi

a. Mata: mata mencit bergantung pada genetiknya biasanya berwarna

gelap atau merah, mencit memiliki penglihatan yang buruk dan

sensitive terhadap cahaya yang terang. Mereka terutama mengandalkan

indera pendengaran, penciuman dan sentuhan.

b. Telinga: mencit memiliki pendengaran yang tajam dan mengandalkan

indera pndengarannya untuk medereksi bahaya dan untuk

mendengarjan panggilan dari mencit lain. Kemempuan mendengar

mencit belum berkembang sampai berusia 11 hari. Mencit dapat

mendengar dan berkomunikasi dalam rentang ultrasonic. Mereka bisa

mendengarkan suara dari 80 Hz sampai 100 kHzdan paling sensitive

pada 15 kHz sampai 20 kHz dan 50 kHz. Kemampuan pada mencit

bervariasi dengan usia dan genetik mereka.

c. Hidung: indera penciuman mencit sangat tajam dan memeliki peran

penting dalam kehidupan sosial mereka. Aroma dan bau merupakan


14

bentuk komunikasi yang digunakan oeh mencit untuk mengintai

wilayah dan mengenai kolono mencit lainnya.

d. Tubuh: mencit memiliki tubuh yang kecil dan lincah. Mereka mampu

masuk pada rongga yang kecil dalam upaya untuk menghindari bahaya

atau bersembunyi.

e. Kaki: mencit memiliki kaki yang kecil, tetapi mereka dapat melompat,

berlari cepat dan memanjat dengan mudah.

f. Ekor: mencit memiliki ekor yang panjang dan kuat untuk ukuran

mereka. Ekor mencit sangat sensitive terhada rasa sakit. Namun mencit

dapat dipegang dibagian tengah ekornya tanpa menyebaban

ketidaknymanan jika mereka ditangani dengan lembut. Ekornya

berfungsi sebagai alat keseimbangan, serta sarana penting melapaskan

panas tubuh. Ika ekornya terluka dan terpisah dari tubuhnya, bagian

yang hilang dari ekor tidak akan kembali tumbuh (Vanderlip, 2011)

4. Data Biologi

a. Jumlah kromosom: 40 (20 pasangan kromosom)

b. Penyakit alami:kanker, tumor

c. Suhu tubuh 37,5°C

d. Denyut jantung: 310-840 denyut per menit, 570 denyut per menit saat

istirahat

e. Tingkat pernapasan: 150-180 napas permenit

f. Tingkat metabolism: tingkat metabolesme pada mencit tinggi karna

cepatnya laju peredaran darah, pernapasan dan fungsi metabolism


15

mereka harus bekerja setiap menit karna luas permukaan tubuh yang

besar. Tingkat metabolesme dari mencit yang beratnya 1 ons (28 g)

adalah 13 kali dari 1000 pound (445 kg) kuda per gram dari jaringan

tubuh

g. Konsumsi makanan: sekitar ½ ons per 3-4 ons berat badan, atau 1/6

ons makanan per mencit per hari (15 g per 100 g berat badan, atau 6-7

g makanan per mencit perhari)

h. Konsumsi air: ½ ons per 3-4 ons berat badan, atau 1/6-1/3 ons per

menit

i. Ekskresi urin: 1/60-1/30 ons per mencit per hari (1/2-1 ml per mencit

per hari)

j. Kepekaa terhadap perubahan suhu: toleransi rendah terhadap panas,

akan mati pada 98’6°F (37°C). ika perubahan suhu terjadi secara tiba-

tiba, mencit bisa mati pada 78°F (25,5°C). mencit tidak mengeluarkan

air liur untuk mendinginkan. Mencit memerlukan beberapa mimggu

untuk menyesuaikan diri dengan cuaca dingin.

k. Penglihatan: mencit albino dan memiliki penglihatan sangat lemah dan

sensitive terhadap cahaya (Vanderlip, 2011)

l. Kadar normal kolesterol mencit adalah 40-150 mg/dL disebut

hiperkolesterolemia. Begitupun sebaliknya, jika berada di atas 40-150

mg/dL disebut dengan hiperkolesterolemia (Erni, 2014)


16

C. Ekstraksi simplisia

1. Pengertian

Simplisia merupakan bahan alam yang digunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa

tanaman utuh, bagian tanaaman dan eksudat tanaman, simplisia hewani yang

menggunakan simplisia berupa hewan utuh bagain hewan atau zat yang

dihasilkan hewan yang masih berupa zat kimia murni, sedangkan simplisia

mineral adalah simplisia yang berasal dari bumi, baik telah diolah ataupun

belum, tidak berupa zat kimia murni (Dirjen POM, 1995).

Ekstrak merupakan sediaan pekat yng diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hamper semua pelarut diuapkan dan massa

serbuk atau yang tersisa diperlukan sedemikian hungga memenuhi bau yang

telah ditetapkan (Dirjen POM, 1995).

Ekstraksi atau penyarian adalah proses penarikan kandungan kimia yang

terkandung dalam suatu simplisia yang telah diserbukkan sehingga dapat

terpisah dari bahan yang tidak dapat larut (Depkes RI, 2006).

2. Tujuan Ekstraksi

Ekstraksi bertujuan untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat

pada simplisia. Ekstraksi ini didasarkan padaa perpindahan massa komponen


17

zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar

muka, kemudian bedifusi masuk ke dalam pelarut (Mulyanti E.S., 2009).

D. Fraksinasi

Fraksinasi memiliki prinsip yakni penarikan senyawa pada suatu ekstrak

dengan menggunakan dua macam pelarut yang saling bercampur. Pelarut yang

umumnya dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksan, etil asetat, dan metanol.

Untuk menarik lemak dan senyawa non polar digunakan n-heksan, etil asetat

untuk menarik seyawa semi polar, sedangkan metanol untuk menarik senyawa-

senyawa polar. Dari proses ini dapat diduga sifat kepolaran dari senyawa yang

akan dipisahkan. Sebagaimana diketahui bahwa senyawa-senyawa yang

bersifat polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar juga (Mutiasari,

2012)

Metode yang sering digunakan untuk memisahkan komponen-komponen

senyawa yaitu metode kromatografi. Untuk tujuan kualitatif dapat digunakan

kromatografi lapis tipis (KLT) sedangkan untuk pemisahan senyawa dalam

jumlah besar dapat digunakan kromatografi kolom (Mustiasari, 2012)

E. Metode pemisahan secara Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan kromatograsi kolom pada

prinsipnya sama. Apabila suatu cuplikan yang merupakan campuran dari

beberapa komponen yang diserap lemah oleh adsorben akan keluar lebih cepat

bersama eluen, sedangkan komponen yang diserap kuat akan keluar lebih lama

(Hostettman,1995). KLT merupakan suatu teknik pemisahan dengan

menggunakan adsorben (fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam yang


18

disalutkan pada permukaan bidang datar berupa lempeng kaca, pelat

aluminium, atau pelat plastik. Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase

gerak tertapis melewati adsorben (Mukhriani,2014).

KLT dapat digunakan apabila:

1. Senyawa tidak menguap atau tingkat penguapannya rendah.

2. Senyawa bersifat polar, semi polar, non polar, atau ionic.

3. Senyawa dalam jumlah banyak harus dianalisis secara simultan,

hemat biaya, dan dalam jangka waktu tertentu.

4. Sampel yang kan dianalisis akan merusak kolom pada

Kromatografi Cair (KC) ataupun Kromatografi Gas (KG).

5. Pelarut yang digunakan akan mengganggu penjerap dalam kolom

kromatografi cair

6. Senyawa dalam sampel yang akan dianalisis tidakdapat dideteksi

dengan metode KC ataupun KG atau memiliki tingkat kesulitan

yang tinggi.

7. Setelah proses kromatografi, semua komponen dalam sampel perlu

dideteksi (berkaitan dengan nilai Rf).

8. Komponen dari suatu campuran dari suatu senyawa akan dideteksi

terpisah setelah pemisahan atau akan dideteksi dengan berbagai

metode secara bergantian (misalnya pada drug screening).

9. Tidak ada sumber listrik.

KLT digunakan secara luas untuk analisis solute-solut organic terutama

dalam bidang biokimia, farmasi, klinis, forensik, baik untuk analisis kualitatif
19

dengan cara membandingkan nilai Rf senyawa baku atau untuk analisis

kualitatif. KLT umumnya digunakan untuk menemukan banyaknya komponen

dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi,

menentukan efektifitas pemurnian, menetukan kondisi yang sesuaiuntk

kromatografi kolom, serta untuk memantau kromatografi kolom, melakukan

screening sampel untuk obat (Gandjar IG, 2008).

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya

sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif.

Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang

akan di pakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi

(Fatmarahmi,2017).

F. Kromatografi Cair Vakum

Salah satu metode kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat

untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran adalah

kromatografi kolom cair vakum. Prinsip kerja dari kromatografi ini adalah

adsorbsi atau serapan, sedangkan pemisahannya didasarkan ada senyawa-

senyawa yang akan dipisahkan terdistribusi diantara fase diam dan fase gerak

dalam perbandingan yang berbeda-beda. Ukuran dari kolo yang digunakan

tergantung pada banyaknya zat yang akan dipindahkan. Secara umum

perbandingan panjang dan diameter kolom sekita 8:1 sedangkan jumlah

penyerapnya adalah 25:30 kali berat bahan yang akan dipisahkan. Untuk

menahan penyerap (adsorben) didalam kolom dapat digunakan gelas wool

atau kapas. Adsorbennya dapat digunakan adsorben anorganik seperti


20

alumina, bauksit, magnesium silikat, silika gel, dan tanah diatom sedangkan

adsorben organic seperti arang gula, karbon aktif paling sering digunakan

(Salmiwanti,2016).

G. Sistem Imun

Kata imun berasal daei bahasa latin imunitas yang berarti pembebasan

(kekebalan) yang kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah

menjadi perlindungan terhadap penyakt, dan lebih spesifik lagi terhadap

penyakit menular. Sel dan molekul yang benrtanggung jawab dalam imunitas

adalah sistem imun, dan keseluruhan sistem yang mengatur respon terhadap

pengenalan substansi asing disebut dengan respon imun (Abbas, 2005).

Sistem imun merupakan semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk

melindungi dan mempertahankan keutuhan tubuh dari bahaya yang

menyerang tubuh. Sistem imun terdiri dari komponen genetik, molekuler dan

seluler yang berinterakso secara luas dalam merespon antigen endogenus dan

eksogenus. Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah

membedakan “dirinya sendiri” (seluruh sel didalam tubuh dengan “agen

asing” (bakteri, virus, toksik, jamur, serta jaringan asing). Menghadapi agen

tadi sistem imun harus membentuk sel khusus melalui sel darah putih, untuk

mengeliminasi pendatang asing tersebut. Karena manusia berinteraksi dengan

lingkungan sekitar, sistem imun mampu beradaptasi dengan kondisi sehari-

hari. Sistem imun terdiri dari imun non spesifik dan imun spesifik, keduanya

berperan terutama dalam proses fagositosis. (James, 2008)


21

a. Sistem imun non spesifik

Respon imun non spesifik dikatakan juga sistem imun bawaan dan

diaktifkan setiap kali benda asing masuk. Sistem ini merupakan pertahanan

pertama melawan infeksi. Mekanisme sistem imun non spesifik tetap ada

meskipun tidak ada induksi mikroba kedalam tubuh dan secara secara cepat

diaktifkan oleh mikroba sebelum perkembangan lebih lanjut ke respon imun

yang spesifik. Komponen sistem imun non spesifik (innate immunity) yaitu:

1). Hambatan fisika dan kimia yang terdiri dari kulit, lapisan mukosa

dan enzim.

2). Protein darah seperti koplemen

3). Sel fagositosis ( makrofag, neutrophil) dan natural killer cell (Abbas,

2005)

Komponen-komponen sistem imun bawaan selalu berada dalam

keadaan siaga, siap melaksanakan tindakan-tindakan pertahanan yang terbatas

dan relative “kasar” terhadap semua penyerang. Dalam sistem imun

nonspesifik dikenal sel fagositosis yaitu neutrophil dan makrofag yang

memiliki protein membran plasma toll-like receptors (TLR) untuk memicu

fagositosis. Apabila karbohidrat yang biasanya terdapat pada dinding sel

bakteri dan materi lain yang dianggap sebagai substansi asing yang masuk

kedalam tubuh maka akan mengaktifkan sistem imun nonspesifik. Toll-like

receptors tersebut sebagai sensor yang mengenali dan mengikat penanda-

penanda di bakteri sehingga sistem imun nonspesifik mengetahui sustansi


22

asing kedalam tubuh merupakan musuh yang harus dimusnahkan. Reseptor

ini berfungsi sebagai pemicu fagosit untuk menelan, menghancurkan

mikroorganisme dan memicu fagosit mengeluarkan mediator peradangan.

Toll-like receptors menghubungkan sistem imun spesifik dan non spesifik

karena sitokin dan mediator lain yang dikeluarkan oleh fagosit penting untuk

memicu sistem imun spesifik. Antibodi melalui reseptor Fc dan komplemen

melalui reseptornya aka membantu makrofag dalam menelan dan mencerna

benda asing dan bahan yang sudah dirusak (Andari, 2017)

b. Sistem imun spesifik

Sistem imun spesifik disebut juga sistem imun yang timbul terhadap

antigen tertentu pada tubuh yang pernh terpapar sebelumnya. Benda asing atau

antigen yang pertama kali muncul segera dikenal oleh sistem imun spesifik

sehingga terjadi sensitisasi sel-selsistem imun tersebut, jika sel sistem imun

tersebut bertemu kembali dengan benda asing yang sama maka benda asing

yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya.

Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menghancurkan benda asing sudah

dikenal sebelumnya, maka sistem imun tersebut disebut spesifik. Dalam tubuh

terdapat dua sistem imun spesifik, yaitu sistem imun humoral diperantarai

oleh limfosit B dan sistem imun seluler diperntarai oleh limfosit T

(Hendarsula, 2011)

1. Fagosit

Berbagai sel dalam tubuh dapat melakukuan fagositosis, tetapi sel utama

yang berperan dalam pertahanan nonspesifik adalah sel monomolekuler


23

(monosit dan makrofag) yang aktif terhadap infeksi bakteri, virus, dan parasit

intraseluler serta sel polimorfonuklear atau granulosit yang memberikan

pertahanan utama terhadap bakteri. Kedua sel berasal dari sel asal

hemopoietik, dimana awalnya sel berkembang menjadi dua jenis progenitor

yakni limfoid dan mieloid. Progenitor limfoid akan berdiferensiasi menjadi

sel-sel limfosit T (sel T) dan sel limfosit B (sel B). progenitor mieloid

berdiferensiasi menjadi sel-sel monosit, mastosit atau basofil, granulosit dan

megakarosit.

Fagositosis sebagian besar diperankan oleh makrofag sebab kemampuan

fagositosisnya jauh lebih kuat dibandingkan sel fagosit yang lain. Segera

setelah menelan bahan asing tersebut, membran makrofag akan menutup.

Partikel tersebut digerakkan kedalam sitoplasma sel dan terbentuk vakoul

fagosit. Lisosom adalah kantung-kantung dengan enzim, bersatu dengan

fagosom membentuk fagolisosom. Pada keadaan ini dimulailah proses

pencernaan intraseluler dan pembentukan zat bakterisidal jika lisosom gagal

menerima bahan-bahan asing yang masuk kedalam tubuh (Andari, 2017)

Fagositosis merupakan proses penghancuran yang dilanutkan dengan

pencernaan seluler terhadap bahan-bahan asing yang masuk kedalam tubuh

dengan maksud mengganggu sistem hemeostatis tubuh. Proses fagositosis

dibedakan menjjadi tiga tahap:

1. Pengenalan dengan pengikatan bahan asing

2. Penelanan (ingestion)

3. Pencernaan
24

2. Makrofag

Makrofag mempunyai kemampuan hidup lama dan mengandung

beberapa garnul serta dapat melepaskan berbagai bahan , yaitu lisozim,

komplemen, interferon, dan sitokin yan berperan dalam pertahanan

nonspesifik dan spesifik (Hendarsula, 2011). Makrofag sebagai sel fagosit

mampu membunuh mikroorganisme dengan melalui dua mekanisme:

a. Proses Oksidatif (oxygen dependent mechanisms)

Proses ini terjadi karena penggunaan oksigen yang meningkat akan

diubah menjadi reactive oxygen intermediates (ROIs) untuk membunuh

mikroorganisme, hal ini diinisisasi oleh ikatan mikroba terhadap

reseptor fagositos dan terjadi fusi phagosomes (phagocytic vacuoles)

dengan lisosom yang membentuk phagolysosomes sebagai tempat

pembunuhan mikroorganisme. Peningkatan produksi hydrogen peroxide

(H2O2) dan produksi beberapa senyawa seperti superoxide anion,

hydroxyl radicals, single oxygen, myeloperoxidase yang dapat saling

bereaksi dengan: enzymatic generation of superoxide anion, spontaneous

generation of single oxygen and hydroxyl radicals dan enzymatic

generation of halogening compound; reaksi fusi inilah yang

menghasilkan metabolit oksigen yang toksik sehingga bisa digunakan

untuk membunuh mikroba (Abbas, 2005).

b. Proses non oksidatif (oxygen independent mechanism)


25

Sejalan dengan peningkatan reactive oxygen intermediste (ROIs),

makrofag menghasilkan reactive nitrogen intermediates dengan bantuan

enzyme seperti hydrolitic enzyme, defensins (cationic protein), lysozyme,

lactoferrin dan nitric oxide synthase (iNOS). Nitric oxide synthase

merupakan enzim sitosolik yang diaktifkan oleh TLRs yang dikombinasi

dengan IFNγ dan hal ini terjadi saat mikroba menginvasi tubuh. Nitric

oxide synthase menjadi aktif dan dikatalisis oleh arginin untuk

memproduksi nitrit oksid bebas. Phagolysosome tempat memungkinkan

untuk terjadinya reaksi fagosit oksidase antara nitrit oksid dengan

hidrogen peroksida atau superoksida yang menghasilkan radikal

peroxynitrit sangat reaktif dan bisa membunuh mikroba (Gambar 1)

(Abbas, 2005).

Oleh karena itu, ketika makrofag teraktivasi oleh masuknya

mikroorganisme ke dalam tubuh terjadi peningkatan produksi ROIs, nitric

oxide, dan enzim lisosom. Selain itu, reaksi inflamasi dengan peningkatan

TNF dan IL-1 memicu terjadinya kemotaksis dengan mengundang chemokines

IL-12 untuk menstimulasi makrofag ke lokasi inflamasi, mengaktifkan sitokin

IFNγ, tipe I IFNs sitokin antivirus dan IL-10 sebagai penghambat makrofag

(pengontrol reaksi sistem imun spesifik), sehingga peningkatan aktivitas

makrofag sejalan dengan peningkatan sitokin tersebut. Makrofag yang aktif

juga ikut andil memperbaiki jaringan yang luka dan terinfeksi dengan

menghasilkan growth factors untuk sel endotel dan sel fibroblasts.


26

3. Imunostimulasi

Imunostimulasi merupakan cara memperbaiki funsi sistem imun dengan

menggunakan bahan bahan yang merangsang sistem tersebut. Imunostimulan

atau imunopotensiasi adalah bahan obat yang dapat menstimulasi sistem imun

non spesifik pada sistem pertahanan tubuh. Bahan ini dapat disebut junga

imunostimulator yang dibagi menjadi dua yaitu biologi dan sintetik.

Imunostimulator biologi antara lain hormone timus,limfokin, unterferon,

antibodi monoklomal, bahan yang berasal dari bakteri dan jamur.

Iunostimulator sintetik antara lain levamisol, isoprinosin, dan muramil

dipeptide (baratawidjaja, 2009).

H. Uraian bakteri

1. Klasifikasi (Garrity, G. M., Bell. J.A., and Liburn, 2004)


Domain : Bakteria
Phylum : Firmicules
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Familia : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus

2. Sifat dan Morfologi

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif. Sel-sel berbentuk

bola berdiameter 0,5-1,5 μm, terdapat dalam tunggal dan berpasangan dan

secara khas membela diri pada lebih satu bidang sehingga membentuk

gerombolan yang tidak teratur. Dinding sel mengandung dua komponen

utama yaitu peptidoglikan dan asam teikoat yang berikatan dengannya.


27

Kemoorganotrofi yakni kelompok mikroorganisme yang menggunakan

hasil reduksi senyawa organic sebagai donor electron. Mikroorganisme

yang termasuk dalam kelompok ini adalah mikroorganisme heterotrofik,

mikrooorganisme dengan respirasi dan fermentatif.

Infeksi oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan kerusakan jaringan

yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan

bakteri ini adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka.infeksi yang

lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, phlebitis, meningitis, infeksi

saluran kemih, osteomyelitis,dan endokarditis. Staphylococcus aureus juga

merupakan penyebab utama infeksi nosocomial, keracunan makanan, dan

sidroma syok toksik. Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok

merupakan infeksi kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau

kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu

terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening,

sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat

menyebar kebagian tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan

pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, thrombosis,

bahkan makterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya

endocarditis, osteomyelitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-

paru (Jawetz, 2004).

G. Tinjauan Islam

Dengan adanya pedoman dan ajaran islam mengenai kehidupan

dunia dan akhirat yang mengatur hubungan manusia dengan penciptanya


28

(Allah Swt) serta hubungan manusia dengan alam sekitarnya dalam al-

Qur’an telah dijelaskan mengenai tumbuh-tumbuhan yang dapat

berpotensi sebagai obat. Di era modern seperti sekarang ini kebutuhan

akan obat-obatan semakin meningkat seiring dengan munculnya berbagai

macam penyakit pada masyarakat, diantaranya penyakit yang ditimbulkan

oleh bakteri seperti Staphylococcus aureus maka dari itu dengan adanya

petunjuk dalam al-Qur’an kita dapat mempergunakan tumbuhan tersebut

sebagai obat. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Asy-syu’ara/26:7 ,

        


  
Terjemahnya

“Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya

Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang

baik?” (Kementrian Agama RI, 2012).

Kata Zauj berarti pasangan. Pasangan yang dimaksud ayat ini adalah
Kata Zauj berarti pasangan. Pasangan yang dimaksud ayat ini adalah

pasangan tumbuh-tumbuhan karena tumbuhan muncul di celah-celah tanah

yang terhampar di bumi. Dengan demikian, ayat ini mengisyaratkan bahwa

tumbuh-tumbuhanpun memiliki pasangan-pasangan guna pertumbuhan dan

perkembangannya. Ada tumbuhan yang memiliki benang sari dan putik

sehingga menyatu dalam diri pasangannya dan dalam penyerbukannya ia tidak

membutuhkan pejantan dari bunga lain, dan ada juga hanya memiliki salah

satunya saja sehingga membutuhkan pasangannya. Yang jelas, setiap

tumbuhan memiliki pasangannya dan itu dapat terlihat kapan saja bagi siapa

yang ingin menggunakan matanya. Karena itu, ayat di atas memulai dengan
29

pertanyaan apakah mereka tidak melihat, pertanyaan yang mengandung unsur

keheranan terhadap mereka yang tidak memfungsikan, matanya untuk melihat

bukti yang sangat jelas itu (Shihab, 2009, 9).

Kata karîm antara lain digunakan untuk menggambarkan segala sesuatu

yang baik bagi setiap objek yang disifatinya. Tumbuhan yang paling tidak

adalah yang subur dan bermanfaat (Shihab, 2009, 9: 188).


Dengan adanya pedoman dan ajaran islam mengenai kehidupan dunia

dan akhirat yang mengatur hubungan manusia dengan penciptanya (Allah

swt.) serta hubungan manusia dengan alam sekitarnya dalam al-Qur’an telah

dijelaskan mengenai tumbuh-tumbuhan yang dapat berpotensi sebagai obat.

Di era modern seperti sekarang ini kebutuhan akan obat-obatan semakin

meningkat seiring dengan munculnya berbagai macam penyakit pada

masyarakat, diantaranya penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, virus maka

dari itu dengan adanya petunjuk dalam Al-Qur’an kita dapat mempergunakan

tumbuhan tersebut sebagai obat. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. ar-

Rahman /55 :68

    

Terjemahan

Didalam keduanya (ada macam-macam) buah-buahan dan kurma serta


delima (Kemenag,2013).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa didalam Al-Qur’an telah dijelaskan

terdapat berbagai tumbuhan yang mengandung suatu zat/obat yang dapat

digunakan untuk menyembuhkan manusia dari penyakit. Diantaranya tumbuh-

tumbuhan anggur, kurma, delima, dan sebagainya lagi telah disebutkan lagi

namanya oleh Allah dalam Al-Qur’an agar manusia dapat melakukan


30

penelitian untuk menambah keyakinan manusia kepada Allah swt. Dintara

tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pengobatan yaitu delima

(Quraisshihab, 2009).

Dalam ilmu pengetahuan modern disebutkan bahwa Al-Qur’an memiliki

beberapa tumbuhan yang dapat mencegah sampai menyembuhkan penyakit.

Allah menyuruh manusia supaya memperhatikan keragaman dan keindahan

disertai seruan agar merenungkan ciptaanNya yang menakjubkan

Dengan banyaknya tumbuhan yang dapat dimanfaatkan terutama sebagai

obat, maka Rasulullah saw, memerintahkan kita untuk berobat ketika terkena

penyakit, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari r.a bahwa s

Rasululluh saw. bersabda, dalam hadits Al- Bukhari :

‫ ِعي ِد ْب ِن َأبِي‬M‫س‬
َ ُ‫ حَ َّدثَنَا عُمَ ُر بْن‬M،‫ي‬ ُّ ‫ َح َّدثَنَا َأبُو َأ ْح َم َد‬،‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ال ُمثَنَّى‬
ُّ ‫ ِر‬M‫الزبَ ْي‬
ِ ‫ َرةَ َر‬M‫ عَنْ َأبِي ه َُر ْي‬،‫بَاح‬
‫ َع ِن‬،ُ‫ه‬M‫ َي هَّللا ُ َع ْن‬M‫ض‬ ٍ ‫ عَطَا ُء بْنُ َأبِي َر‬M‫ حَ َّدثَنِي‬:‫ قَا َل‬،‫س ْي ٍن‬ َ ‫ُح‬
‫فَا ًء» (رواه‬M‫ش‬ ِ ُ‫ َز َل لَه‬M‫زَ َل هَّللا ُ دَا ًء ِإاَّل َأ ْن‬MM‫ «مَا َأ ْن‬:‫لَّ َم قَا َل‬M‫س‬ َ ‫ ِه َو‬M‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي‬ َ ‫النَّبِ ِّي‬
)‫البخاري‬
Artinya :
Muhammad bin al-Mutsanna menceritakan kepada kami, Abu Ahmad al-
Zubairiy menceritakan kepada kami, ‘Umar bin Sa’id bin Abi Husain
menceritakan kepada kami, dia berkata: ‘Atha’ bin Abi Rabah menceritakan
kepadaku, dari Abi Hurairah r.a., dari Nabi saw. dia bersabda: Tidaklah Allah
menurunkan suatu penyakit melainkan Allah menurunkan obatnya pula” (H.R.
Al-Bukhari: 5678).

Menurut catatan Ibnu Manzur ‫شفَا ًء‬


ِ diartikan sebagai obat yang dapat

menyembuhkan penyakit. Ibnu Faris bahkan menegaskan bahwa term ini


31

dikatakan syifa’ karena ia telah mengalahkan penyakit dan menyembuhkannya.

Sejalan dengan pengertian ini, ar-Raghib al-Asfahaniy justru mengidentikkan

term syifa’ min al-marad (sembuh dari penyakit) (Ibnu Mansur, jilid VI)

Dalam hal ini syifa’ adalah sesuatu yang dapat menyembuhkan penyakit,

sisa bagaimana manusia memanfaatkan segala sesuatu yang telah disediakan oleh

Allah swt.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis, Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini yaitu eksperimen laboratorium. Metode
eksperimental adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan
hubungan sebab akibat (kualitas) antara satu variabel dengan variabel lainnya
dalam kondisi penelitian yang terkontrol.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi dan
Laboratorium Mikrobiologi Dasar, dan Laboratorium Farmakologi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar pada bulan september 2020 sampai bulan januari 2021
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilaksanakan penelitian ini adalah pendekatan
eksperimental dimana aktivitas imunostimulan adalah variabel terikat dan
konsentrasi fraksi daun delima adalah veriabel bebes.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi Penelitin

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam


penelitian ini adalah seluruh tanaman delima (Punica granatum L.) yang
diperoleh dari kabupaten Jeneponto di Sulawesi Selatan.

2. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak etanol


daun Delima (Punica granatum L.)

32
33

D. Pengolahan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini


adalah dengan observasi. Observasi merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap proses
yang sedang berlangsung. Observasi dilakukan dengan dua cara yaitu
mengamati dan melakukan pencatatan hasil secara teliti dari gejala yang ada.

E. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang pengaduk,


cawan porselin, corong, Erlenmeyer (Pyrex®), gelas kimia (Pyrex®), gelas
ukur (Pyrex®), hemositometer assistant, kaca arloji, kulkas (LG ®), kuvet,
mikropipet, mikroskop, neraca analitik (Kern®), incubator, pipet tetes, pipet
volume (Pyrex®), retavapor (Ika® RV 100), spektrofotometri UV-Vis
(Genesys®), tabung reaksi (Pyrex®), dan timbangan hewan.

2. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan adalah Air suling (Aqua for injeksi),


aluminium foil, bakteri Staphylococcus aureus, butanol, etanol 96%, etil
asetat, fraksi daun delima, kapas, lempeng silika, Na-CMC, table Imboost
Force, N-heksan, metanol.

F. Prosedur Kerja

1. Ekstraksi dengan Metode Maserasi


34

Serbuk daun delima (Punica granatum L.), ditimbang sebanyak


1300 gram. Serbuk daun delima yang telah ditimbang dimasukkan dalam
bejana maserasi dan selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan pelarut
etanol sampai seluruh serbuk terendam dan ketinggian pelarut 1 cm dari
permukaan serbuk. Ekstraksi dilakukan selama 3 x 24 jam. Hasil maserasi
kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat dan ampas dipisahkan dalam
wadah yang berbeda, ampas yang didapatkan dimaserasi kembali dengan
menggunakan pelarut yang sama sebanyak 3 kali, proses ini dilakukan
hingga cairan penyari tidak dapat lagi menarik senyawa yang terdapat dalam
sampel atau telah jenuh. Seluruh filtrat yang telah didapatkan dikumpukan
dan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator, kemudian diangin-
anginkan hingga kering.
2. Partisi Cair-Padat
Ekstrak daun delima (Punica granatum L.) ditimbang sebanyak 100
gram, kemudian dimasukkan kedalam lumpang, lalu ditambahkan n-
butanol kemudian digerus, kemudian dimasukkan kedalam tabung
sentrifunge, disentrifunge 300 rpm kemudian dipisahkan antara yang larut
n- butanol dengan yang tidak larut n-butanol.
3. Penentuan Eluen
Eluen ditentukan dengan berdasarkan profil KLT yang diperoleh
dari metode Kromatografi Lapis Tipis. Kemudian dielusi dengan
menggunakan perbandingan eluen tertentu dari tingkat kepolaran terendah
dan terus ditingkatkan. Kemudian diamati penampakan nodanya dibawah
lampu UV 254 dan 366 nm serta penampakan noda pada H2SO4 dengan
cara disemprotkan asam sulfat 10% pada lempeng untuk melihat
penampakan noda kemudian dipanaskan dalam oven hingga noda
terbentuk. Pemilihan eluen didasarkan pada kepolaran dengan prinsip Like
Disolves Like.

4. Fraksinasi
a. Kromatografi Cair Vakum
35

Kromatogravi Cair Vakum (KCV) dilakukan dengan cara


ditimbang silica sebanyak 20 gram, lalu ditimbang sampel partisi larut n-
butanol daun delima (Punica granatum L) sebanyak 10 gram. Digerus
sampel dengan silica sebanyak 5 gram sampai terbentuk bubur silika.
Kemudian dimasukkan silica 15 gram ke dalam center glass sambil
dimampatkan dalam keadaan pompa vakum aktif. Dimasukkan bubur
silika ke dalam center glass dan dimampatkan. Dilapisi dengan kertas
watman pada bagian atas, kemudian dihubungkan dengan pompa vakum.
Setelah itu ditambahkan pelarut atau eluen n-butanol dan methanol
sebanyak 100 ml dengan perbandingan tertentu, lalu ditampung dalam
mangkuk, 1 mangkuk 1 perbandingan eluen, kemudian diuapkan dan
setelah agak kering dimasukkan dalam vial.
b. Penggabungkan Fraksi
Diperoleh fraksi hasil dari kromatografi cair vakum, dilarutkan lalu
ditotol pada lempeng, kemudian dielusi menggunakan eluen yang sesuai.
Setelah itu, diamati dibawah lampu UV 366 dan 254 nm serta
penampakan noda pada H2SO4 dengan cara disemprotkan asam sulfat
10% pada lempeng kemudian dipanaskan dalam oven hingga noda
terbentuk dan didapatkan fraksi terbaik yang dilihat dari penampakab
nodanya. Digabungkan fraksi yang memiliki noda yang hampir sama
atau sama. Sehingga diperoleh sebanyak 3 penggabungan fraksi.
6. Uji imunostimulan
a. Aktimalisasi hewan coba
Sebeluum diberikan perlakuan, semua hewan coba terlebih dahulu
diadaptasikan (aklimatisasi) terhadap lingukan selama ± 7 hari untuk
dikontrol kondisi kesehatannya. Hewan coba hanya diberikan makan dan
minum setiap hari.

b. Pembuatan larutan Na-CMC 1% b/v


36

Larutan Na-CMC 1% b/v dibuat dengan cara menimbang Na CMC


sebanyak 1 gram kemudian ditambahka sedikit air suling kemudian
diaduk jika tidak larut dilakukan pemanasan hingga larut sempurna dan
ditambahkan air suling sampai volume 100 ml.
c. Penyiapan bakteri uji
Bakteri Staphylococcus aureus yang ditanam pada media NA dan
diinkubasi selama 1x24 jam disuspensikan dalam larutan pepton water
100 ml, diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C
d. Pembuatan suspensi bakteri
Bakteri Staphylococcus aureus yag ditanam pada media agar
nutrient miring dosuspensikan dalam larutan pepton water kemudian
penentuan jumlah bakteri secara spektrofotometrik ( λ = 580 nm,
transmitan 25%) dan didaptkan jumlah bakteri setara dengan 109 sel/ml.
e. Perlakuan terhadap hewan coba
Semua hewan coba dikelompokkan secara acak dengan dibagi lima
kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor mencit.
Semua perlakuan diberikan per oral setiap hari selama satu minggu.
Kelompok I sebagai kontrol positif, mencit diberikan Imboost Force ®
0,975 mg/kg BB, Kelompok II kontrol negative, mencit diberikan Na-
CMC 1%, Kelompok III mencit diberikan fraksi daun delima dengan
konsentrasi 0,0195 mg/ml, kelompok IV mecit diberikan fraksi daun
delima dengan konsentrasi 0,039 mg/ml dan kelompok V mencit
diberikan fraksi daun delima dengan konsentrasi 0,078 mg/ml.
f. Uji fagositosis
Pada hari kedelapan, setiap mencit diinfeksikan intraperitoneal
dengan 0,5 ml suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan dibiarkan
selama satu jam. Mencit dieuthanasia dengan eter lalu dibedah perutnya
dengan menggunakan pisau bedah dan pinset steril. Cairan peritoneum
diambil dengan menggunakan pipet mikro. Cairan peritoneal dipulas pada
gelas obyek dan difiksasi dengan metanol selama 5 menit, kemudian
diwarnai dengan pewarna Giemsa. Kemudian didiamkan selama 20
37

menit, dibilas dengan air mengalir, setelah sediaan kering diamati


dibawah mikroskop dengan perbesaran (10x40) dilakukan pengamatan
morfologi sel makrofag, penghitungan aktivitas dan kapasitas makrofag.
Aktivitas makrofag ditetapkan berdasarkan jumlah sel makrofag yang
aktif melakukan proses fagositosis dalam 100 sel makrofag (boerlin,
2003). Perhitungan kapasitas fagositosis makrofag dilakukan untuk
melihat kemampuan makrofag dalam melakukan fagositosis terhadap
bakteri atau benda asing lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Nilai
Kapasitas fagositosis ditetapkan berdasarkan jumlah bakeri
Staphylococcus aureus yang ditemukan (difagosit) di dalam makrofag
pada 50 sel fagosit aktif (Okoli et al,. 2008). Penentun aktivitas dan
kapasitas fagositosis adalah sebagai berikut.
1) Penetapan nilai aktivitas fagositosis

jumlah makrofag aktif


% Aktivitas = x 100 %
jumlah makrofag keseluruhan

2) Nilai kapasitas fagositosis

jumlah bakteri uji


Kapasitas =
jumlah sel makrofag aktif
38

g. Analisis data
Untuk mengetahui efektivitas imunostimulan fraksi daun delima
(Punica granatum L.) melalui pengukuran aktivitas dan kapasitas
fagositosis makrofag peritoneum mencit yang diinduksi Staphylococcus
aureus secara in vitro digunakan analisa RAL.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Ekstraksi Sampel
Daun Delima yang telah dikeringkan selanjutnya diekstraksi dengan
menggunakan metode maserasi dengan larutan etanol 96 % dan akan
diperoleh ekstrak kental dapat dilihat sebagai berikut:

Sampel Pelarut Berat sampel Berat Ekstrak


Daun Delima Etanol 96% 1300 g 100 g
Tabel 1. Hasil maserasi ekstrak daun delima (Punica granatum L)

No Eluen Perbandingan eluen Gabungan Fraksi


1. Butanol Butanol F1
2. Butanol : Metanol 15 : 1 F1
3. Butanol : Metanol 12 : 1 F1
4. Butanol : Metanol 8:1 F2
5. Butanol : Metanol 5:1 F2
6. Butanol : Metanol 2:1 F2
7. Butanol : Metanol 1:1 F2
8. Butanol : Metanol 1:2 F2
9. Butanol : Metanol 1:5 F2
10. Butanol : Metanol 1:8 F3
11. Butanol : Metanol 1 : 12 F3
12. Methanol Methanol F3
13. Methanol : Air 15 : 1 F3
14. Methanol : Air 10 : 1 F3
Tabel 2. Hasil fraksi larut n-butanol daun delima (Punica granatum L)

39
40

2. Partisi Cair-Padat
Ekstrak etanol Daun Delima (Punica granatum L) dipartisi dengan
menggunakan metode cair padat dengan cara ekstrak etanol dimasukkan
kedalam lumpang lalu dilarutkan dengan pelarut butanol lemudian digerus
kemudian ekstrak yang larut dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge,
kemudian dimasukkan ke dalam alat sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit. Selanjutnya ekstrak larut butanol dipisahkan, diulangi
proses partisi sampai tidak ada lagi eksstrak yang tidak dapat larut pada
pelarut butanol.
3. Fraksinasi
Hasil partisi ekstrak Daun Delima (Punica granatum L) dengan
menggunakan metode kromatografi cair vakum (KCV) dengan cara
ditimbang silica sebanyak 20 gram, lalu ditimbang hasil partisi larut butanol
sebanyak 10 gram. Dibuat bubur silica dengan cara mencampurkan sebagian
serbuk silica dengan hasil partisi ekstrak hingga diperoleh bubur silica yang
diinginkan. Kemudian sisa dari serbuk silica dimasukkan ke dalam center
glass kemudian dimampatkan lalu diberi kertas saring kemudian dimasukkan
bubur silica kemudian dimampatkan kembali, lalu dihubungkan dengan
pompa vakum, lalu dimasukkan pelarut atau eluen dengan perbandinagn
tertentu, lalu ditampung dengan mangkuk, 1 mangkuk untuk satu
perbandingan eluen. Kemudian diuapkan, lalu ditambahkan sedikit pelarut,
ditotol pada lempeng lalu dielusi dan diamati di bawah lampu UV 254 nm
dan 366 nm dan didapatkan hasil fraksi terbaik. Kemudian digabungkan
fraksi yang memiliki noda yang hampir sama. Berdasarkan hasil KCV
diperoleh hasil fraksi dapat dilihat sebagi berikut:
41

Fraksinasi yang dilakukan pada daun delima (Punica granatum

L) didapatkan hasil fraksi larut butanol. Fraksi larut butanol

dikelompokkan menjadi beberapa konsentrasi yakni, 0,5% (0,0195

mg/ml), 1% (0,039 mg/ml), dan 2% (0,078 mg/ml) kemudian,

dibandingkan dengan Imboost Force® 0,975 mg/kg BB (kontrol positif)

dan Na-CMC 1% (kontrol negatif) untuk menguji tingkat

keefektivitasannya sebagai imunostimulan dan kemampuan fagositosis

makrofag pada mecit jantan (Mus musculus).

Tabel 3. Nilai viabilitas makrofag peritoneum mencit


Makrofag (sel)
Kelompok Replikasi
Aktif (sel) Tidak Aktif (sel)
1 40 60
Kontrol (-) 2 47 53
(Na-CMC 1%) 3 51 49
Kontrol (+) 1 95 5
2 96 4
(imboost force) 3 98 2
1 88 12
III 2 91 9
(konsentrasi 0,5%) 3 93 7
1 92 8
IV 2 94 6
(konsentrasi 1%) 3 95 5
1 94 6
V 2 96 4
(konsentrasi 2%) 3 97 3

Tabel 4. Persentasi Nilai Aktivitas Fagositosis

% Akitivitas

Sampel Uji Replikasi Jumlah Rata-rata

I II III

Kontrol negatif 40% 47% 51% 138 46

Kontrol positif 95% 96% 98% 289 96,34


42

Kelompok I 88% 91% 93% 272 90,67

Kelompok II 92% 94% 95% 281 93,67

Kelompok III 94% 96% 97% 287 95,66

Jumlah 409 424 434 1267 422,34

Tabel 5. Nilai kapasitas fagositosis makrofag

Kapasitas

Sampel Uji Replikasi Jumlah Rata-rata

I II III

Kontrol negatif 289 296 292 877 292,33

Kontrol positif 575 576 578 1729 576,33

Kelompok I 413 412 418 1243 414,33

Kelompok II 503 504 510 1517 505,67

Kelompok III 570 572 576 1718 572,66

Jumlah 2350 2360 2374 7084 2361,32


120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
Replikasi I
0.00%
Replikasi II
e) ) ) %) %)
orc 1% ,5% (1 (2 Replikasi III
f C ( 0
os
t M k2 k3
-C k1 lk p lk p
bo (N
a
klp
f (im tif
siti ega
lp
o ln
ro tro
nt n
ko ko
43

Gambar 3. Grafik Persentasi Aktivitas Fagositosis Makrofag


800

700

600

500

400 Series 1
Series 2
300 Series 3
200

100

0
kontrol kontrol klpk 1 (0,5%) klpk 2 (1%) klpk 3 (2%)
negatif posotif

Gambar 4. Grafik nilai kapasitas fagositosis makrofag


4. Pembahasan

Secara struktur, tubuh terdiri dari kumpulan berbagai organ yang secara

dinamis menjalankan sistem menurut fungsionalnya masing-masing. Imun

merupakan bagian dari sistem yang bertugas melindungi tubuh dari benda

asing luar yang akan masuk ke dalam tubuh (Roitt, 1990) (Azuma, 1987).

Sebenarnya secara alami system kekebalan tubuh dapat mencegah suatu

penyakit, namun jumlahnya belum mencukupi jika adanya infeksi. Untuk itu,

penambahan imun buatan (imunomodulator) diperlukan dalam merangsang

respon kekebalan tubuh (Roitt, 1990) (Tjokronegoro, 1982).

Salah satu bidang dalam farmakologi yang masih dalam tahap eksplorasi

adalah imunomodulator, yaitu mengembangkan bahan-bahan yang dapat

meningkatkan respon imun dari pada menekannya. Imunomodulator adalah

bahan obat yang dapat mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun.


44

Imunomodulator bekerja melalui tiga cara, yaitu mengembalikan fungsi imun

yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun

(imunorestorasi), memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan

yang merangsang sistem imun (imunostimulan) dan menekan respon imun

(imunosuspensi), imunomodulator digunakan terutama pada penyakit

imunodefisiesi, infeksi kronis dan kanker. pemberian imunostimulan dan

imunomodulator sangat diperlukan untuk mencegah penghancuran sel

penolong CD+ pada pasien AIDS dan kanker (Nugroho, 2012)

Delima merupakan tanaman yang memiliki kandungan polyphenol yang

terdiri dari flavonoids (flavonols, flavonols dan anthocyanins),

hydrolyzablrtannins (ellegitannins dan gallotannins). Senyawa flavonoid yang

berasal dari tumbuhan memiliki aktivitas anti-oksidan yang sangat tinggi bagi

kesehatan manusia, flavonoid juga mempunyai berbagai efek, seperti

imunostimulan, antitumor, anti-HIV, antiradang, antidiare, antifungal,

antihepatotoksik, antihiperglikemi, dan masih banyak lagi. Pada beberapa

menyatakan bahwa flavonoid mampu meningkatkan aktivitas IL-2

(Interleukin-2) dan poliferasi imfosit sel-T yang menyebabkan sel Th1 (T

helper-1) terakivasi. Sel Th1 yang telah teraktivasi akan mempengaruhi MAF

(Macrophage Activation Factor), yaitu molekul-molekul yang menyebabkan

teraktivasinya makrofag seperti IFNγ (Interferon-γ) yang dapat mningkatkan

aktivasi makrofag sehingga mengaktifkan fagositosis makrofag (Pratama,

2019).
45

Daun delima (Punica granatum L.) Setelah didapatkan ekstrak dari hasil

maserasi kemudian dilakukan proses partisi dimana pada proses ini digunakan ,

metode partisi cair padat. Proses partisi bertujuan untuk mkendapatkan ekstrak

larut n-butanol. Pada proses ini digunakan alat sentrifunge dengan kecepatan

3000 rpm selama 15 menit sehingga diperoleh ekstrak yang larut n-butanol,

kemudian ekstrak larut butanol ditampung dalam mangkuk. Proses ini

dilakukan berulang sampai tidak ada lagi ekstrak etanol yang dapat larut pada

pelarut n-butanol.

Pemisahan komponen senyawa n-butanol daun delima (Punica granatum

L) secara kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam silika gel

dan campuran fase gerak yang sesuai. Fase gerak (eluen) yang sesuai dapat

diperoleh dengan cara melakukan beberapa percobaan sampai diperoleh eluen

yang sesuai dengan ekstrak daun delima (Punica granatum L). eluen yang

digunakan yaitu butanol:methanol (2:1) yang menunjukkan adanya

pemisahanyang paling baik dibandingkan beberapa perbandingan eluen yang

telah dicoba setelah dilihat penampakan bercaknya pada lampu UV 254 nm

dan 366 nm.

Setelah proses KLT kemudian dilakukan Fraksinasi menggunakan metode

kromatografi cair vakum (KCV), tahap ini dilakukan untuk menghasilkan

pemisahan senyawa yang lebih sederhana dengan adanya bantuan vakum.

Pemilihan metode ini karena proses yang lebih mudah, cepat dan sederhana.

Sebelum proses fraksinasi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan preparasi alat

dan
46

bahan. Ditimbang silika sebanyak 20 gram, dan partisi daun delima larut

n-butanol sebanyak 10 gram, kemudian ditimbang silica gel sebanyak 5 gram

kemudian digerus bersama dengan partisi n-butanol untuk dibuat bubur silica,

lalu 15 gram silica dimasukkan secara perlahan dan dimampatkan dengan

menekan secara merata dengan menggunakan sendok besi, kemudian diberikan

kertas saring, lalu silika yang telah dicampur dengan partisi larut n-butanol

dimampatkan diatasnya.

Kolom kromatografi dikemas dalam keadaan kering pada vakum agar

diperoleh kerapatan maksimum. Perbandingan eluen pelarut kemudian

dituangkan kepermukaan penjerap, dihisap sampai kering pada setiap

pengumpulan fraksinya. Perbandingan Pelarut (eluen) yang digunakan

berbeda-beda dimulai dari yang memiliki kepolaran rendah hingga pelarut

yang memiliki kepolaran tinggi. Dari hasil fraksinasi diperoleh 14 hasil fraksi

yang kemudian dilakukan KLT dengan fase gerak n-butanol:methanol (2:1)

kromatogram yang memiliki bercak yang hamper sama digabungkan hingga

diperoleh 4 hasil fraksi. Kemudian setelah digabungkan dilakukan KLT untuk

melihat bercak noda sehingga diperoleh hasil fraksi terbaik yaitu fraksi 2 yang

terdiri dari butanol:methanol 8:1, 5:1, 2:1, 1:1, 1:2, 1:5.

Pada penelitian ini menggunakan imboost force® sebagai pembanding

(kontrol positif), karena pada imboost force® mengandung Echineceae

purpurea ekstrak dan zinc picolinate, serta pada imboost force® mempunyai

kekuatan lebih dalam imunostimulan, karena terdapat tambahan kandungan

Blackelderberry ekstrak yang dapat mencegah replikasi virus serta


47

menstimulasi peningkatan sistem daya tahan tubuh dengan cara meningkatkan

produksi monosit, yaitu bagian darah putih yang berperan dalam sistem daya

tahan tubuh, sehingga akan mempercepat penyembuhan karena inveksi

virus. Kandungan Echineceae purpurea vaitu alkilamda (sebagian besar

isobutilmida), ester dari asam kafeat (esinakosid, asam sikorat, cynarin),

minyak essensial, poliasetilen, polisakarida, alkaloid pirolizidin non-toksik,

dan flavonoid. Echineceae dapat memicu aktifitas lomfosit, meningkatkan

fagositosis dan meginduksi produksi interferon ( Baratawidjaja, 2003).

Staphylococcus aureus sering ditemukan sebagai kuman flora normal

pada kulit dan selaput lendir pada manusia, namun kuman ini juga dapat

menjadi penyebab infeksi kulit. Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan

kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa strain

Staphylococcus aureus dapat menghambat fagositosis. Kebanyakan strain S.

aureus mempunyai koagulase atau faktor penggumpal, pada permukaan

dinding sel, koagulase terikat secara non enzimatik dengan fibrinogen,

sehingga bakteri beragregasi (Brooks,1996).s

Digunakan pewarna giemsa ini karena giemsa dapat memberi warna pada

darah dengan jelas, dimana giemsa langsung masuk ke dalam inti sel darah dan

memberi warna pada semua sel darah, sehingga bagian sel-sel pada darah

terlihat jelas saat diamati dibawah mikroskop.

Penghitungan aktivitas fagositosis makrofag dilakukuan untuk melihat

aktivitas peningkatan aktivitas sel makrofag aktif dalam dalam menghancurkan

antigen yang masuk kedalam tubuh setelah diberikan fraksi daun delima pada
48

berdasarkan tabel 4 dapat dinyatakan bahwa rata-rata persentase aktivitas

fagositosis tertinggi selain pada kontrol positif dengan menggunakan imboost

force yaitu pada pemberian fraksi daun delima dengan konsentrasi 2% (0,078

mg/ml) dengan nilai rata-rata 96,66% sedangkan yang terendah terdapat pada

kontrol negative dengan pemberian Na-CMC 1% dengan nilai rata-rata 46%

dan pada pemberian fraksi daun delima dengan konsentrasi 0,5% (90,67%).

Peningkatan aktivitas pada pemberian fraksi daun delima dengan konsentrasi

2% (0,078 mg/ml) dikarenakan fraksi daun delima dengan konsentrasi 2%

merupakan dosis paling besar yg diberikan ke hewan coba sehingga menjadi

dosis yang paling efektif bekerja dalam meningkatkan aktivitas fagositosis

makrofag dan yang paling berpotensi sebagai imunostimulan.

Hasil penghitungan nilai rata-rata kapasitas fagositosis makrofag yang

diperoleh pada tabel 5 dapat dinyatakan bahwa rata-rata kapasitas tertinggi

selain pada kontrol positif dengan pemberian imboost force dengan niali

576,33 yaitu terdapat pada pemberian fraksi daun delima dengan konsentrasi

2% (0.078 mg/ml) dengan nilai rata-rata 572,66 sedangkan nilai terendah

terdapat pada kontol negative dengan pemberian Na-CMC 1% dengan nilai

292,33. Peningkatan kapasitas pada pemberian fraksi daun delima dengan

konsentrasi 2% (0,078 mg/ml) dikarenakan fraksi daun delima dengan

konsentrasi 2% merupakan dosis paling besar yg diberikan ke hewan coba

sehingga menjadi dosis yang paling efektif bekerja dalam meningkatkan

kapasitas fagositosis makrofag dan yang paling berpotensi sebagai

imunostimulan.
49

Adapun hasil pengamatan uji imunostimulan pada penelitian ini dianalisis

datanya menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dan ANOVA

(Analysis Of Variant) hubungan antara daun delima dengan aktivitas dan

kapasitas fagositosis makrofag dengan menentukan terlebih dahulu nilai F

hitung. Hasil pengujian ini dapat dinilai non signifikan apabila (< LSD 0,05

dan 0,01), nilai signifikan (> LSD 0,05 dan < LSD 0.01), sangat signifikan (>

LSD 0,05 dan LSD 0.01).

Pada tabel analisis varians aktivitas makrofag di dapatkan hasil F hitung >

F tabel (sangat signifikan). Pada uji LSD aktivitas fagositosis sel makrofag

fraksi daun delima dengan kontrol negatif memperlihatkan adanya perbedaan

yang sangat signifikan pada konsentrasi 0,5%, 1%, dan 2% dengan nilai sangat

signifikan berturut-turut sebesar 44,67 (> LSD 0,05 dan LSD 0.01); 47,67 (>

LSD 0,05 dan LSD 0.01); 49,66 (> LSD 0,05 dan LSD 0.01). Pada fagositosis

sel makrofag fraksi daun delima dibandingkan dengan kontrol positif

memperlihatkan tidak berbeda nyata (non signifikan) pada konsentrasi 0,5%,

1% dan 2%. Hasil menandakan bahwa efek terhadap peningkatan aktivitas

fagositosis sel makrofag fraksi daun delima dapat berpotensi peningkatan

aktivitas fagositosis sel makrofag walaupun hasilnya tidak berbeda nyata.

Nilai LSD kapasitas fagositosis sel makrofag fraksi daun delima dengan

kontrol negatif menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan (> LSD

0,05 dan LSD 0.01) dari konsentrasi 0,5%, 1%, dan 2%. Pada kontrol positif

menunjukkan adanya perbedaan yang non signifikan ( < LSD 0,05 dan LSD

0.01), dari tiap-tiap konsentrasi yaitu 0.5%, 1%, dan 2%. Hal ini menandakan
50

bahwa terjadi peningkatan kapasitas fagositosis sel makrofag di bandingkan

dengan kontrol negatif walaupun peningkatan kapasitas fagositosis sel

makrofag fraksi daun delima tersebut tidak sebesar kontrol positif.

Berdasarkan mekanisme kerjanya yang dapat meningkatkan aktivitas dan

kapasitas fagositosis sel makrofag peritoneum mencit (Mus musculus) jantan

dengan menggunakan metode RAL, maka fraksi daun delima dapat

digolongkan sebagai imunostimulan. Namun, perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut secara klinis mengenai uji efek imunostimulan fraksi daun delima

tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

fraksi dain delima dengan konsentrasi 2% (0,078 mg/ml) dapat

meningkatkan aktivitas serta kapasitas fagositosis makrofag peritoneum

mencit dengan nilai rata-rata persentase aktivitas 95,66% dan nilai rata-rata

kapasitas 572,66 sedangkan pasa kontrol positif nilai rata-rata persentase

aktivitas 96,34% dan rata-rata kapasitas 576,33 yang tidak berbeda nyata.

Oleh karena itu fraksi daun delima pada konsentrasi 2% (0,078 mg/ml) dapat

berpotensi sebagai imunostimulan

B. Saran

Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut secara klinis mengenai uji efek

imunostimulan pada fraksi daun delima tersebut.

51
46

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Abul K, dan Andrew H. Litchman. Basic Immunology 2nd Edition. Elsevier
Healt Sciences Div. 2006.
Ade, Indah. Manfaat Berkumur Sari Buah Delima Merah (punuca granatum L.)
Terhadap Penurunan Akumulasi Plak Gigi. Denpasar : Universitas
mahasaraswati Denpasar. 2014
Barawidjaja, KG. Imulogi Dasar. Edisi 10. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI. 2009.
Departemen Kesehatan RI. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2005
Erlita, Prestiandari, dkk. Daya Hambat Ekstrak Buah Delima Merah (Punica
granatum L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus. Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Jember: Jember. 2018.
Erni. Pengaruh Pemberian Minyak Mandar Yang Ditambahkan Bubuk Daun
Sukun Terhadap Kadar Kolseterol Mencit. Jurnal Boinature vol. 15 No.
2. Makassar : FMIPA UNM. 2014
Fatmarahmi, Dharmasuti Cahya. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Larut Etil Asetat
Daun Sendok (PlantagoMojor L.)Terhadap Mycobacterium Tuberculosis.
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. 2017
Gandjar IG & Abdul R. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
2008
James, Joyce. Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit
Erlangga. 2008.
Jawetz, E., J.L. Melnick. E.A.Adelberg., G,F., Brooks., J.S. Butel., dan L.N.
Ornston. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Ke 20 (Alih bahasa :Nugroho &
R.F.Maulany). Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC.2004.
Kamenag. Panduan Zakat Praktis. Kamenag : Jakarta. 2013.
Kemenkes, RI. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta:
Kementrian kesehatan Republik Indonesia. 2014.
Kementrian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung : CV, Penerbit
Diponegoro. 2012
Mukhriani. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal
Kesehatan. 2014
47

Mutuasari. IR. Identifikasi Golongan Senyawa Kimia Fraksi Aktif. Journal.


Jakarta: FMIPA-UI. 2012
Oci Y.M dan Dewi, Kurnia Kumala. Khasiat Ajaib Delima. Jakarta: Padi. 2014
Putra, Febriansyah, A.R. Uji Efek Imunomodulator Ekstrak methanol dain dan
kulit batang Rhodamnia cineara jack melalaui pengukuran aktivitas dan
kapasitas fagositosis sel makrofag peritoneum mencit yang diinduksi
Staphylococcus epidermidis. Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah. 2009.
Pribadi. Penggunaan Mencit dan Tikus Sebagai Hewan Model Penelitian Nikotin.
Bogor. Fakultas Peternakan Institut Peternakan Bogor. 2008.

Ririn, Mega. Pengaruh Variasi Komposisi Tanaman Delima (Punica granatum


L.) Terhadap Sifat Fisis Membran Komposisi Untuk Menangkap Radikal
Bebas Asap Rokok. UIN press, Malang. 2014.
Savitri, Sandi, Evika, MP. Petunnjuk Praktikum Struktur Perkembangan
Tumbuhan (Anatomi Tumbuhan). Malang : UIN press. 2008
Santoso, H.B., Tanaman Obat Keluarga III, Kanisius, Jakarta. 1998
Sayyid, Abdul Muhammad Basith. Pola Makan Rasulullah; Makanan Sehat
Berkualitas menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jakarta : Almahira. 2011.
Salmiwanti. Isolasi Senyawa Metabolot Sekunder Fraksi N-Heksan Daun
pegagan (CentellaAsiatica L. Urban) Dan Uji Antibakteri Terhadap
Mycobacterium tuberculosis. Universitas Islam Negeri Alauddin:
Makassar. 2016
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan,dan Keseriusan Al-Qur’an.
Jakarta : Lentera Hati. 2009.
Sukowati, S. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Pengedaliannya Di Indonesia. Buletin jendela Epidemiologi. Vol 2. 2010.
Sudjijo. Sekilas Tanaman Delima dan Manfaatnya. IPTEK Hortikultura. Balai
Penelitian Tanaman dan Buah Tropikal. Solok. 2014
Sulistiyawati, D. dan Mulyati. S. Uji Aktivitas Antijamur Infusa Daun Jambu
Mete (Anacardium occidantale l) Terhadap Candida Albicans. Fakultas
Biologi, Universitas setia Budi. Surakarta. 2009.
Wirakusuma, Emma S. Jus Buah dan Sayuran. Jakarta : Penebar Swadaya. 2007.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur Penelitian

Daun Delima (Punica


granatum L.)

Maserasi dengan etanol

Ekstrak etanol

Partisi Cair Padat

Fraksinasi menggunakan
metode KCV

Penggabungan Fraksi

Uji imunostimulan

Lampiran 2. Uji imunostimilan

1. Hewan Coba

Mencit

Aktimalisasi selama 7 hari

46
47

2. Pembuatan Bakteri Uji

Staphylococcus aureus

Ditanam pada Media agar nutrien

Inkubasi 1 x 24 jam

3. Sterilisasi

Cawan petri, tabung reaksi Cawan petri, tabung reaksi


kosong, gelas piala, batang kosong, gelas piala, batang
pengaduk kaca pengaduk kaca

Oven, 160°C selama ± 2 jam Autoklaf, 121°C selama 15 menit


48

4. Penyiapan Sampel Uji

Mencit
Dibagi dalam 5 kelompok @ 3 mencit

Kontrol Kelompok Kelompok Kelompok Kontrol


positif 1 2 3 negatif

Di beri Diberi Diberi Diberi Diberi


Imboost® fraksi daun fraksi daun fraksi daun Na-CMC
0,975 mg/kg p.o
BB p.o delima delima delima
(1xsehari)
(1xsehari) dengan dengan dengan
konsentrasi konsentrasi konsentrasi
0,5 1%/kg BB 2%/kg BB
%/kgBB

Delakukan selama 7 hari


49

5. Uji Fagositosis
Mencit diinfeksi intraperitonial
dengan 0,5 ml suspense SA

Dibiarkan 1 jam

Dieuthanasi dengan eter

Dibedah perutnya

Diambil cairan peritonium

Diteteskan pada hemositometer

Difiksasi dengan metanol

Diwarnai dengan pewarna Giemsa

Diamkan 20 menit

Dibilas dengan air mengalir

Dibiarkan hingga kering

Diamati di mikroskop
50

Lampiran 3. Perhitungan dosis

1. Perhitungan dosis Kontrol positif (imboost force)

DD x FK
DM =
30 gr

250 x 0,0026
¿
30 gr

= 0,02167 mg

Volume pemberian

V = 0,02167/ml

2. Perhitungan dosis Na CMC 1% (kontrol negative)

1% = 10 mg/ml

3. Perhitungan dosis fraksi daun delima

a. Dosis fraksi daun delima dengan konsentrasi 0,5%

0,5 g
0,5% =
100 ml

Volume pemberian mencit 1 ml

0,5 g
=0,005 g/ ml
100 ml

= 5 mg/ml

Jadi fraksi 5 mg/ml sudah setara dengan 0,5%

b. Dosis fraksi daun delima dengan konsentrasi 1%

10 g
1% =
100 ml

Volume pemberian mencit 1 ml


51

10 g
=0,01 g /ml
100 ml

= 10 mg/ml

Jadi fraksi 10 mg/ml sudah setara dengan 1%

c. Dosis fraksi daun delima dengan konsentrasi 2%

20 g
2% =
100 ml

Volume pemberian mencit 1 ml

20 g
=0,02 g / ml
100 ml

= 20 mg/ml

Jadi fraksi 20 mg/ml sudah setara dengan 20%

4. Perhitungan volume pemberian untuk fraksi daun delima

Volume pemberian maksimal mencit = 1 ml

- Volume pemberian mencit dengan konsentrasi 0,5 % (BB mencit = 30 g)


BBmencit
= BB standar mencit ¿ x fk x dosis fraksi
30 ¿
= 20 x 0,0026 x 5mg/ml
¿
= 0,0195 mg/ml

- Volume pemberian mencit dengan konsentrasi 1% (BB mencit = 30 g)


BBmencit
= BB standar mencit ¿ x fk x dosis fraksi
30 ¿
= 20 x 0,0026 x 10 mg/ml
¿
= 0,039 mg/ml

- Volume pemberian mencit dengan konsentrasi 2 % (BB mencit = 30 g)


BBmencit
= BB standar mencit ¿ x fk x dosis fraksi
¿
52

30
20
= ¿ x 0,0026 x 20 mg/ml
¿
= 0,078 mg/ml

Lampiran 4. Analisis data

1. Pengukuran nilai aktivitas fagositosis magkrofag sampel uji

Tabel 4. Analisis statistik nilai aktivitas fagositosis makrofag

% Akitivitas

Sampel Uji Replikasi Jumlah Rata-rata

I II III

Kontrol negatif 40% 47% 51% 138 46

Kontrol positif 95% 96% 98% 289 96,34

Kelompok I 88% 91% 93% 272 90,67

Kelompok II 92% 94% 95% 281 93,67

Kelompok III 94% 96% 97% 287 95,66

Jumlah 409 424 434 1267 422,34

Perhitungan Anova Yij2


Faktor Koreksi (FK) = Banyaknya Perlakuan x jumlah replikasi
¿

= (1267)2

5x3

= 1605289

15

= 107019,26

Jumlah Kuadrat Total (JKT) = ∑(Yij)2 – FK


53

= [(40)2+(47)2+(51)2+(94)2+(96)2+(98)2+(88)2+(91)2

+(93)2+(92)2+(94)2+(95)2+(95)2+(96)2+(98)2)] –

FK

= 112.715 -107019,26

= 5695,74

Yij2
−FK
Jumlah kuadrat perlakuan (JKP) =
Jumlah replikasi
¿
¿
= [(138)2+(287)2+(272)2
+(281)2+(289)2)] – FK
3

= 337.879 - FK

= 112626,34 – 107019,26

= 5607,08
Yij 2
Jumlah kuadrat ulang (JKU) = r −FK ¿
¿
¿( 409)2+(424)2+(434 )2
= 5−FK ¿
¿
= 107082,6 – 107019,26

= 63,24

Jumlah Kuadrat Galat (JKG) = JKT – JKP

= 5695,74 – 5607,08

= 88,66

Derajat Bebas Total (DBT) = ∑n-1

= (5 X 3) – 1

= 14
54

Derajat Bebas Perlakuan (DBP) = Banyaknya perlakuan-1

= 5-1

= 4

Derajat bebas ulangan (DBU) = r-1

= 3-1

=2

Derajat Bebas Galat (DBG) = DBT – DBP

= 14 – 4

= 10

Kuadrat Tengah Perlakuan = JKP

DBP

= 5607,08

= 1401,77

Kuadrat tengah ulang = JKU

DBU

= 63,24

= 31,62

Kuadrat Tengah Galat = JKG


DBG

= 88,66

10

= 8,86

F Hitung Perlakuan = KTP


KTG
55

= 1401,77
8,86

= 158,21

F Hitung Ulang = KTU


KTG

= 31,62
8,86

= 3,5

Tabel 5. Analisis varians aktivitas fagositosis makrofag beserta F tabelnya

Sumber F Tabel
DB JK KT F hitung 5% 1%
Keseragaman
Perlakuan 4 5607,08 1401,77 158,21 3,48 5,99
Ulangan 2 63,24 31,66 3,56
Galat 1 88,66 8,86
0
Total 1 5695,74 1442,29
4

F hitung > F tabel pada taraf kepercayaan 95% dan 99% (sangat signifikan)

Perhitungan Nilai LSD/BNT 0,05 Perhitungan Nilai LSD/BNT


0,01

LSD = t (0,005); 10
√ 2 KTG
r
LSD = t (0,01); 10
√ 2 KTG
r
= 1.812
√ 17,72
3
= 2,764
√ 17,72
3
= 4,38 = 6,68
56

Tabel 6. Analisis RAL, BNT Hubungan % aktivitas makrofag dengan


sampel uji

KN Konsentrasi Konsentrasi KP Konsentrasi


Perlakuan 0,5% 1% 2%
Rerata 46 90,67 93,67 96,34 95,66
KN 46 0

Konsentrasi 90,67 44,67** 0


0,5%

Konsentrasi 93,67 47,67** 3,09 NS 0


1%
KP 96,34 50,34** 5,67 NS 2,62 NS 0

Konsentrasi 95,66 49,66** 4,99 NS 1,99 NS -0,68NS 0


2%

BNT/LSD 0,05 : 4,38

BNT/LSD 0,01 : 6,68

Keterangan : * = Signifikan (Berbeda Nyata)


** = Sangat Signifikan (Sangat
Berbeda Nyata) NS = Non
Signifikan (Tidak Berbeda Nyata)
57

2. Pengukuran nilai kapasitas fagositosis magkrofag sampel uji

Tabel 7. Analisis statistik nilai kapasitas fagositosis makrofag

kapasitas

Sampel Uji Replikasi Jumlah Rata-rata

I II III

Kontrol negatif 289 296 292 877 292,33

Kontrol positif 575 576 578 1729 576,33

Kelompok I 413 412 418 1243 414,33

Kelompok II 503 504 510 1517 505,67

Kelompok III 570 572 576 1718 572,66

Jumlah 2350 2360 2374 7084 2361,32

Perhitungan Anova Yij2


Faktor Koreksi (FK) = Banyaknya Perlakuan x jumlah replikasi
¿

= (7084)2

5x3

= 50183056

15

= 3345537,06

Jumlah Kuadrat Total (JKT) = ∑(Yij)2 – FK

= [(289)2+(296)2+(292)2+(570)2+(572)2+(576)2

+(413)2+(412)2+(418)2+(503)2+(504)2+(510)2+

(575)2+(576)2+(578)2)] – FK
58

= 3.518,908 -3.345,537,06

= 173370,94

Yij2
−FK
Jumlah kuadrat perlakuan (JKP) =
Jumlah replikasi
¿
¿
= [(877)2+(1718)2+(1243)2
+(1243)2+(1729)2)] – FK
3

= 10.556,402 - FK

= 3.518,800,66 – 3.345,532,06

= 173.263,6
Yij 2
Jumlah kuadrat ulang (JKU) = r −FK ¿
¿
¿(2350)2+(2360)2+(2374) 2
= 5−FK ¿
¿
= 3345595,2 – 3345537,06

= 58,14

Jumlah Kuadrat Galat (JKG) = JKT – JKP

= 173.370,94 – 173.263,6

= 88,66

Derajat Bebas Total (DBT) = ∑n-1

= (5 X 3) – 1

= 14

Derajat Bebas Perlakuan (DBP) = Banyaknya perlakuan-1

= 5-1

= 4
59

Derajat bebas ulangan (DBU) = r-1

= 3-1

=2

Derajat Bebas Galat (DBG) = DBT – DBP

= 14 – 4

= 10

Kuadrat Tengah Perlakuan = JKP

DBP

= 173.263,6

= 43315,9

Kuadrat tengah ulang = JKU

DBU

= 58,14

= 10,73

Kuadrat Tengah Galat = JKG


DBG

= 107,34

10

= 10,73

F Hitung Perlakuan = KTP


KTG

= 43315,9
10,73

= 4036,89
60

F Hitung Ulang = KTU


KTG

= 29,07
10,73

= 2,70

Tabel 8. Analisis varians kapasitas fagositosis makrofag beserta F tabelnya

Sumber F Tabel
DB JK KT F hitung 5% 1%
Keseragaman
Perlakuan 4 173.263,6 43315,9 4036,86 3,48 5,99
Ulangan 2 58,14 29,07 2,70
Galat 1 107,34 10,73
0
Total 1 173.370,94 43355,7
4

F hitung > F tabel pada taraf kepercayaan 95% dan 99% (sangat signifikan)

Perhitungan Nilai LSD/BNT 0,05 Perhitungan Nilai LSD/BNT


0,01

LSD = t (0,005); 10
√ 2 KTG
r
LSD = t (0,01); 10
√ 2 KTG
r
= 1.812
√ 21,46
3
= 2,764
√ 21,46
3
= 4,83 = 7,37
61

Tabel 9. Analisis RAL, BNT Hubungan kapasitas makrofag dengan sampel


uji

KN Konsentrasi Konsentrasi KP Konsentrasi


Perlakuan 0,5% 1% 2%
Rerata 292,33 414,33 505,67 572,66 576,33
KN 292,33 0

Konsentrasi 414,33 122** 0


0,5%

Konsentrasi 505,67 213,34** 91,34** 0


1%
KP 572,66 284** 162** 70,66** 0

Konsentrasi 576,33 280,33** 158,33** 66,99** -3,67NS 0


2%

BNT/LSD 0,05 : 4,83

BNT/LSD 0,01 : 7,37

Keterangan : * = Signifikan (Berbeda Nyata)


** = Sangat Signifikan (Sangat
Berbeda Nyata) NS = Non
Signifikan (Tidak Berbeda Nyata)
62

Lampiran 5. Gambar ekstrak

Gambar 3. Proses maserasi

Gambar 4. Proses penguapan


63

Lampiran 6. Gambar partisi

Gambar 5. Alat sentrifunge

Gambar 6. Proses partisi


64

Lampiran 7. Gambar Fraksinasi

Gambar 7.
Proses fraksinasi menggunakan kromatografi cair vakum

Gambar 7.
Hasil fraksi fraksi yang ditampung dalam mangkuk untuk setiap perbandingan
eluen
65

Gambar 8. Proses
pengelusian oleh fase gerak

Gambar 9. Penampakan bercak pada sinar UV 254 nm


66

Gambar 10. Penampakan bercak pada sinar UV 366 nm

Skrining fitokimia

Alkaloid Steroid Tanin Fenol H2SO4 Flavonoid

Lampiran 8. Perlakuan Terhadap Hewan Coba


67

Gambar 11. Pemberian imboost secara peroral

Gambar 12. Pemberian fraksi secara peroral

Lampiran 9. Pembuatan suspense bakteri


68

Gambar 13. Pembuatan suspensi

Gambar 14. Proses strerilisasi


69

Gambar 15. Pengukuran absorbansi bakteri

Lampiran 10. Pembedahan dan pengambilan cairan peritoneum mencit

Gambar 16. Euthanasia


70

Gambar 17. Proses pembedahan


mencit

Gambar 18. Proses pengambilan cairan peritoneum


71

Gammbar 19. Proses pewarnaan (Giemsa)

Lampiran 11. Pengamatan di bawah mikroskop

Bakteri

Gambar 20. Hasil pengamatan kontrol negatif Na-CMC 1%


72

Bakteri yang
tidak difagosit

Bakteri yang
difagosit oleh
sel makrofag
aktif

Gambar 21. Hasil pengamatan kontrol positif imboots force®

Bakteri yang
difagosit

Bakteri yang tidak


difagosit ole
makrofag aktif

Gambar 22. Hasil pengamatan fraksi daun delima konsentrasi 2%


73

Gambar 23. Hasil pengamatan fraksi daun delima konsentrasi 1%

Gambar 24. Hasil pengamatan fraksi daun delima kosentrasi 0.5%


RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap Nurmagribianti, akrab


dipanggil Nurma, lahir di Jeneponto 14 Agustus
1998. Penulis adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara,
anak dari pasangan Muh. Hasim dan Irmayanti
penulis mempunyai seorang kakak bernama
Agustina dan seorang adik bernama Amanda
Lestari.

Penulis mulai jenjang pendidikan pada


2003 di SDN 62 Beroanging, Bangkala Barat. Setelah lulus SD pada tahun
2009 penulis melanjutkan pendidikan yakni di SMPN 4 Bangkala Barat, setelah
lulus pada tahun 2012 penulis melnjutkan pendidikan di SMAN 1 Bangkala,
kemudian penulis melanjtkan pendidikan tingkat tinggi di Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar tepatnya Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
dijurusan Farmasi.

Anda mungkin juga menyukai