Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

LITERATURE REVIEW ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN NYERI AKUT

(Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Keperawatan Komunitas II)


Dosen Pengampu : Dede Suharta, S.Kep.,M.Pd

Disusun oleh

Kelompok 4

Aqmal Latifah KHGC


Ari Aprian KHGC
Dika Abdul Latif KHGC
Fauziah Noviani KHGC
Hanapia
Irma Sri Lestari KHGC
Meli Tri KHGC
Mita Anatasya KHGC
Rindiani Sulistia KHGC
Silvia Desri P KHGC
Siti Nurazizah KHGC
Sophi Retnaningsih KHGC

Sekolah Tinggi Kesehatan Karsa Husada Garut


Tahun 2021
LITERATURE REVIEW
“ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN NYERI AKUT”

1. Pendahuluan
Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini. Hal ini penting
karena orang dengan depresi produktivitasnya menurun dan dampaknya buruk bagi
masyarakat. Depresi adalah penyebab utama tindakan bunuh diri. Organisasi kesehatan dunia
(WHO) menyebutkan angka 17% pasien-pasien yang berobat ke dokter adalah pasien dengan
depresi; dan selanjutnya diperkirakan prevalensi depresi pada populasi masyarakat dunia
adalah 3%. Gangguan depresi yang sering dijumpai pada lansia merupakan masalah
psikososiogeriatri dan perlu mendapat perhatian khusus. Depresi pada lansia kadang-kadang
tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan penanganan yang semestinya karena gejala-gejala
yang muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian dari proses penuaan yang normal.
Prevalensi depresi pada lansia adalah 15,9%, pada tahun 2020 di negara berkembang
menggantikan penyakit-penyakit infeksi sebagai urutan teratas. Ada kecenderungan bahwa
orang-orang yang menderita depresi tidak memperhatikan pola makan dan aktivitas fisiknya
yang berkurang sehingga bisa menyebabkan berat badan yang meningkat.
Lansia dengan penyakit degeneratif cenderung mengalami depresi yang lebih tinggi, jika
dibandingkan dengan lansia yang tanpa disertai dengan adanya riwayat penyakit degeneratif.
Lansia dengan riwayat penyakit fisik yang multipel, memiliki resiko terjadinya depresi yang
lebih tinggi, jika dibandingkan dengan lansia tanpa riwayat penyakit fisik, karena hal tersebut
menyebabkan menurunnya kemampuan lansia dalam memenuhi aktivitas hidup sehari-hari.
Adanya penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia mengalami kemunduran fisik dalam
pemenuhan aktivitas sehari-hari merupakan salah satu stressor pada lansia yang mampu untuk
meningkatkan resiko terjadinya depresi (Budiono, 2011).
Depresi merupakan suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan mood tertekan,
kehilangan kesenangan atau minat, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan makan
atau tidur, kurang energi, dan konsentrasi yang rendah (Yuliatri, 2014). Depresi merupakan
masalah kesehatan dan gangguan mental yang paling banyak terjadi pada lansia. Prevalensi
depresi pada lansia berkisar antara 12-36% pada lansia yang menjalani rawat jalan dan
meningkat menjadi 30-50% pada lansia yang menderita penyakit kronis yang mendapatkan
perawatan dalam waktu lama (Stanley & Patricia, 2006).
Depresi pada lansia sering tidak terdeteksi dan tidak tertangani karena tersamarkan oleh
gangguan fisik lainnya. Hampir 30% lansia menderita depresi dan timbulnya depresi selain
karena penyakit yang diderita lansia juga diakibatkan post power syndrom. Post power
sydrom ini dikarenakan para lansia merasa tidak mampu menghidupi diri atau memenuhi
kebutuhannya sendiri seperti dulu lagi (Heo M, 2013).
Kemandirian pada lansia adalah kemampuan lansia tersebut untuk melakukan aktivitas
sehari-hari dalam memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain, walaupun seringkali
lansia membutuhkan alat bantu seperti alat bantu kerja, alat bantu jalan, dan lainlain. Secara
psikologis, perasaan bahagia manusia dapat terjadi karena adanya autonomy atau
kemandirian, yaitu rasa bahwa apa yang dikerjakan adalah pilihan dan diperjuangkan oleh diri
sendiri (Putri, 2011). Kemandirian merupakan suatu keadaan dimana seorang individu
memiliki kemauan dan kemampuan berupaya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya
secara sah, wajar dan bertanggung jawab terhadap segala hal yang dilakukannya. Namun
demikian, hal ini tidak berarti bahwa orang yang mandiri bebas lepas tidak memiliki kaitan
dengan orang lain atau lingkungan di sekitarnya.

2. Tujuan
Tujuan dari literature review ini adalah untuk menganalisa hasil penelitian yang berfokus pada
hubungan tingkat kemandirian dengan status depresi pada lansia.

3. Metodologi Penelitian
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode telaah literature (literature review).
3.2. Strategi Pencarian
Penelusuran didapat melalui media elektronik (internet). Kata kunci yang digunakan
dalam penelusuran literatur adalah “Masalah Komunitas Agregat Populasi Penyakit
Mental, Status Depresi Lansia dan Tingkat Kemandirian”. Penelusuran Literatur
menggunakan database Google Scholar.
3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi pada penelitian yaitu, Jurnal yang diambil dalam 10 tahun terakhir
rentang tahun 2011 - 2021, dan merupakan jurnal penelitian eksperimen. Sedangkan
kriteria eklusi pada penelitian ini yaitu penelitian hubungan tingkat kemandirian dengan
status depresi pada lansia.
4. Hasil Analisis
Berdasarkan hasil penelusuran di Google Schoolar, dengan kata kunci Masalah
Komunitas Agregat Populasi Penyakit Mental, Status Depresi Lansia dan Tingkat
Kemandirian . Diperoleh sebanyak 3 artikel yang dianalisis tentang hubungan tingkat
kemandirian dengan status depresi pada lansia. Hasil dari analisis tersebut akan disajikan
dalam tabel berikut ini:
Tabel 1
Hasil Penelitian Artikel Untuk Di Review
Nama,
Tujuan
No Tempat dan Judul Sampel Metode Hasil
Penelitian
Tahun
1 Fathra Annis Hubungan Mengetahui Teknik Jenis Hasil
Nauli, Eka Tingkat hubungan pengambila penelitian penelitian
Yuliatri , Reni Depresi tingkat n sampel yang yang
Savita di Dengan depresi yaitu digunakan diperoleh
Wilayah Kerja Tingkat dengan cluster adalah adalah
Puskesmas Kemandirian tingkat sampling cross terdapatnya
Tembilahan Dalam kemandiria sebanyak sectional hubungan
Hulu 2014 Aktifitas n dalam 273 signifikan
Sehari-Hari aktivitas responden. penelitian antara tingkat
Pada Lansia sehari-hari depresi
Di Wilayah pada lansia korelasi, dengan
Kerja di wilayah tingkat
Puskesmas kerja mengguna kemandirian
Tembilahan Puskesmas kan dengan (p =
Hulu Tembilahan pendekata 0,014).
Hulu n cross Disarankan
sectional kepada pihak
Puskesmas
untuk
menjalankan
program
lansia dengan
mengaktifkan
Posbindu
setiap
bulannya
sebagai
upaya
promotif
terhadap
masalah-
masalah yang
terjadi pada
lansia
2 Jessie Windya Hubungan Mengetahui Jumlah Jenis Analisa
Niko, Arina Tingkat hubungan sampel penelitian univariat
Nurfianti, Kemandirian tingkat penelitian ini adalah menunjukkan
Murtilita di Dalam kemandiria sebanyak penelitian bahwa
Graha Werdha Activity n dengan 53 kuantitatif tingkat
Marie Joseph Daily tingkat responden dengan kemandirian
Pontianak Living (Adl) depresi lanjut usia desain responden
Dan Graha Dengan pada lansia cross pada kategori
Werdha Kasih Tingkat di Graha sectional. A= mandiri
Bapa Depresi Pada Werdha Teknik pada ke6
Kabupaten Lansia Di Marie pengambil jenis aktivitas
Kubu Raya Graha Joseph an sampel sebanyak 31
2016 Werdha Pontianak mengguna orang
Marie dan Graha kan total (58.5%), B=
Joseph Werdha sampling mandiri
Pontianak Kasih Bapa dalam semua
Dan Graha Kabupaten fungsi di atas,
Werdha Kasih Kubu Raya. kecuali salah
Bapa satu
Kabupaten diantaranya
Kubu Raya sebanyak 11
orang
(20.8%), C=
mandiri
dalam semua
fungsi di atas,
kecuali
mandi dan
satu fungsi
tambahan
sebanyak 6
orang
(11.3%), dan
D= mandiri
dalam semua
fungsi di atas,
kecuali
mandi,
berpakaian,
dan satu
fungsi
tambahan
sebanyak 5
orang (9.4%).
Sedangkan
tingkat
depresi pada
depresi
ringan 23
orang
(43.4%),
depresi
sedang 8
orang
(15.1%), dan
depresi berat
2 orang
(3.8%).
Analisa
bivariat
menggunaka
n uji fisher
diperoleh
nilai p=0,151
(p>0,05).
Kesimpulan:
Tidak ada
hubungan
yang
signifikan
antara tingkat
kemandirian
dengan
tingkat
depresi pada
lansia di
Graha
Werdha
Marie Joseph
Pontianak
dan Graha
Werdha
Kasih Bapa
Kabupaten
Kubu Raya
3 Arlien J. Tingkat Untuk Semua Peneliti Hasil
Manoppo, di Kemandirian menganalis lansia yang mengguna penelitian
Panti Werdha Dan Status a hubungan menjadi kan menunjukkan
Bethania Depresi tingkat binaan dan metode bahwa
Lembean dan Lansia Di kemandiria tinggal di sensus terdapat
Balai Panti Werdha n dan status Panti untuk hubungan
Penyantunan Bethania depresi Werdha menentuka signifikan
Lansia Senja Lembean Dan lansia Bethania n 73 yang searah
Cerah Balai dengan Lembean sampelnya tingkat
Manado, 2017 Penyantunan tujuan dan Balai yang kemandirian
Lansia Senja khusus Penyantuna merupakan dan status
Cerah untuk n Lansia seluruh depresi lansia
Manado menganalis Senja Cerah populasi di Panti
is tingkat Manado serta Werdha
kemandiria sesuai Bethania
n lansia, dengan Lembean
status kriteria serta Balai
depresi penelitian. Penyantunan
lansia, Lansia Senja
hubungan Cerah
yang Manado
signifikan (p=0,001;
tingkat α=0,05, maka
kemandiria p<0,05)
n dan status dengan
depresi korelasi yang
lansia. rendah
(r=0,375).

Dari hasil literature review terhadap tiga artikel jurnal, dapat dijelaskan bahwa 2 jurnal
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kemandirian dengan status
depresi pada lansia. Hal tersebut sangat jelas karena lansia memiliki resiko untuk mengalami
depresi sebagai akibat dari proses menua seperti menurunnya fungsi - fungsi organ pada lansia
dan perubahan mental, apalagi ketika lansia tersebut memiliki penyakit degeneratif, mereka akan
cenderung mengalami depresi yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan lansia yang tanpa
disertai riwayat penyakit degeneratif. Gangguan depresi itu sendiri pada lansia dapat
mempengaruhi lanjut usia terhadap kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Sedangkan 1 jurnal menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat
kemandirian dengan status depresi pada lansia, berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
diartikan bahwa sebagian besar respondennya adalah lansia yang mandiri karena sebagian besar
mereka berada pada kondisi kesehatan yang baik. Dengan kondisi yang sehat maka lansia dapat
melakukan aktivitasnya dengan baik tanpa meminta bantuan orang lain, atau mungkin hanya
sedikit tergantung kepada orang lain.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kemandirian lansia dilihat dari kondisi lansia
itu sendiri, jika kondisi lansia dalam keadaan sehat baik secara fisik maupun mental maka
mereka akan bisa melakukan aktivitas sehari – harinya secara mandiri dan mungkin hanya akan
sedikit bergantung terhadap orang lain. Jika sebaliknya maka lansia akan memiliki
ketergantungan yang berat kepada orang lain untuk membantu aktivitas sehari – harinya.

5. Pembahasan
Proses penuaan pada manusia tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik
sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi
organ tubuh juga semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit
(Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, & Batubara, 2008). Penelitian tersebut sesuai dengan
menurut Depkes, (2013) bahwa proses penuaan akan berdampak pada lansia sehingga
mengalami penurunan derajat kesehatan baik secara alamiah maupun akibat penyakit, dengan
semakin bertambahnya usia maka lansia lebih rentan terhadap berbagai keluhan fisik. Secara
umum kondisi fisik seseorang yang mengalami penurunan pada akhirnya akan berpengaruh
pada aktivitas kehidupan sehari-hari (Apriani, 2009). Perubahan yang terjadi pada lansia
meliputi berbagai aspek seperti fisik, mental dan sosial. Perubahan fisik yang dapat di amati
pada lansia adalah rambut memutih, kulit keriput, tipis, kering dan tidak elastis, gangguan
penglihatan oleh kelainan refraksi atau pun katarak, daya penciuman dan pengecap menurun,
gangguan pendengaran, persendian kaku dan nyeri, serta inkontinensia urin. Pada perubahan
sosial yang paling menonjol dengan meningkatnya usia adalah ketidakmampuan merawat diri
sendiri dalam hal pemenuhan aktivitas hidup sehari-hari. Sedangkan perubahan mental pada
lansia, di alami karena perasaan kehilangan terutama pasangan hidup maupun sanak keluarga
atau teman dekat (bereavement), sering menyendiri, perasaan kesepian sampai menjadi
demensia. (Meridean, dkk 2001). Perubahan mental pada lansia juga ditandai dengan sikap
yang semakin egosentrik, mudah tersinggung, dan mudah depresi.
Depresi itu sendiri merupakan gangguan afek yang sering terjadi pada lansia dan
merupakan salah satu gangguan emosi. Gejala depresi pada lansia ditunjukkan dengan lansia
menjadi kurang bersemangat dalam menjalani hidupnya, mudah putus asa, aktivitas menurun,
kurang nafsu makan, cepat lelah, dan susah tidur di malam hari. Lansia yang mengalami
depresi akan mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-harinya.
Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Nanda (2009) yang mengatakan
bahwa gejala yang akan ditemukan pada lansia yang mengalami depresi yaitu merasa lelah,
menurunnya aktifitas, tidak mampu membuat keputusan, tidak mau mencari informasi, tidak
mau berpartisipasi dalam pembuatan keputusan tentang dirinya, iritabilitas, serta tidak
memiliki kemauan untuk ADL (Activity Daily Living). Oleh karena itu lansia dengan depresi
akan memiliki tingkat kemandirian ketergantungan berat, dimana lansia tidak mampu
mengurus atau melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, berpakaian, mobilisasi,
mengontrol buang air kecil dan buang air besar sendiri karena sistem imun pada lansia yang
mengalami penurunan akibat dari masa penuaan sehingga aktivitas sehari-hari lansia akan
menjadi ketergantungan dengan orang lain.
Menurut Suardana (2011) Depresi pada lansia sangat erat diakitkan dengan berbagai
faktor yang memungkinkan terjadinya depresi seperti sebagai dampak proses menua yang
alamiah, yang menimbulkan konsekuensi berupa penurunan seluruh anatomi dan fungsi tubuh
merupakan konsekuensi negatif akibat menua. Kondisi menua ditambah dengan faktor
penyakit yang didapat, kondisi psikososial yang terganggu akibat kehilangan akan
menimbulkan konsekuensi fungsional negatif bagi lansia. Bentuk konsekuensi fungsional
negatif berupa terjadinya gangguan self esteem yang dapat mengakibatkan terjadinya depresi.
Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Budiono (2011), adanya penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia mengalami kemunduran fisik dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
merupakan salah satu stressor pada lansia yang mampu untuk meningkatkan resiko terjadinya
depresi.
Adapun tingkat depresi yang terjadi pada lansia meliputi gangguan penglihatan,
gangguan pendengaran, gangguan mobilisasi, kesulitan berpakaian, berjalan terganggu,
kesulitan toileting, kesulitan mandi, kesulitan merapikan diri, pola tidur terganggu, kelemahan
otot ekstremitas bawah, dan kelemahan otot ekstremitas atas, sehingga mereka cenderung
akan ketergantungan terhadap orang lain untuk membantu kebutuhan sehari - harinya.
Untuk dapat hidup secara mandiri, maka lansia harus mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dan lansia harus lebih siap untuk menerima masa tuanya.
Lansia dapat mandiri jika kondisi kesehatannya dalam keadaan baik secara fisik maupun
mental. Secara sosial, lansia yang mandiri itu melakukan aktivitas sosial, memiliki hubungan
yang baik dengan keluarga dan mendapat dukungan dari keluarga dan masyarakat. Secara
ekonomi memiliki penghasilan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fathra Annis Nauli, Eka Yuliatri , Reni. Hubungan Tingkat Depresi Dengan Tingkat
Kemandirian Dalam Aktifitas Sehari-Hari Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tembilahan Hulu. Tahun 2014 [Internet]
http://jurnal.politekkespadang.ac.id/ojs/index.php/jsm
2. Jessie Windya Niko, Arina Nurfianti, Murtilita. Hubungan Tingkat Kemandirian Dalam
Activity Daily Living (ADL) Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Graha Werdha Marie
Joseph Pontianak Dan Graha Werdha Kasih Bapa Kabupaten Kubu Raya. Tahun 2016
[Internet] http://stikeswh.ac.id:8082/journal/index.php/whnc/article/view/294
3. Arlien J. Manoppo. Tingkat Kemandirian Dan Status Depresi Lansia Di Panti Werdha
Bethania Lembean Dan Balai Penyantunan Lansia Senja Cerah Manad. Tahun 2017
[Internet] http://ejr.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/ijp/article/view/633

Anda mungkin juga menyukai