(Kajian Surat Al-An’am ayat 75-79 Menurut Tafsir Al-Jailani)
Oleh Agung Ahmad Zaelani
Merupakan sebuah keharusan dan kepantasan bagi setiap orang yang
beriman kepada Allah untuk mengenal Tuhan yang berhak diibadahi tersebut bahkan sebelum ibadah itu sendiri secara praktis. Pengetahuan tentang Allah tersebut dalam Islam diistilahkan dengan ma’rifatullah. Ma’rifatullah adalah anugrah dari Allah bagi siapa saja yang dikendaki-Nya termasuk nabi Ibrahim. Syekh Abdul Qadir al-Jailani telah menginterpretasikan ayat yang berkaitan dengan proses perjalanan makrifat nabi Ibrahim yang salah satunya terdapat dalam QS. Al-An’am ayat 75-79. Maka penting untuk mengetahui penafsirannya yang secara corak sesuai dengan tafsirnya, yaitu corak tasawuf isyari, mengingat aspek makrifatullah ada dalam ranah pembahasan para sufi. Rumusan masalah yang diajukan adalah “Bagaimana konsep makrifatullah nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 75-79 menurut tafsir al- Jailani, dan Bagaimana Implementasi Makrifatullah dalam Kehidupan Kekinian”. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah memahami konsep makrifatullah nabi Ibrahim dalam QS. Al-An’am ayat 75-79 menurut tafsir al-Jailani dan memahami implementasi makrifatullah dalam kehidupan kekinian. Harapannya kajian tersebut dapat bermanfaat dan berkontribusi dalam pembangunan sisi jiwa, batin, dan ruh muslimin agar semakin kuat dalam ibadah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (book survei) yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode tahlili dengan cara mengungkap tujuan dari ayat yang dibahas dengan menggali berbagi sumber, terutama sumber data primer berupa Tafsir al-Jailani serta sumber data sekunder yang dikutip dari tafsir dan buku penunjang, artikel, jurnal dan arsip yang berkaitan dengan tema penelitian. Temuan penelitian dalam QS. Al-An’am ayat 75-79 menurut tafsir al- Jailani mengenai kisah perjalanan nabi Ibrahim mencapai makrifatullah. Bahwasanya konteks di dalamnya tidaklah seperti zhahir makna ayat. Nabi Ibrahim dianugrahi kekhususan karena pangkat kerasulannya sehingga ketika melihat bintang, bulan, matahari disertai dengan wahyu Allah sehingga berbeda dengan penglihatan manusia pada umumnya. Kesimpulannya, menurut tafsir al-Jailani bahwasanya proses makrifatullah nabi Ibrahim dalam QS. Al-An’am ayat 75-79 sepenuhnya atas izin dan kekuasaan Allah sehingga nabi Ibrahim mengalami apa yang tidak akan dicapai manusia pada umumnya berkat adanya wahyu yang menuntun pikiran dan indranya mencapai dimensi ketuhanan dengan perantaraan alam. Nabi Ibrahim sebagai utusan Allah terjaga dari berbuat dosa besar yaitu syirik. Makrifatullah dengan urgensinya memberikan kemanfaatan bagi pribadi, kelompok, dan bangsa untuk mencapai kesejahteraan jiwa dan raga dalam rangka membangun kehidupan yang dipenuhi kesejahteraan dan kedamaian.