Anda di halaman 1dari 9

KUASA BAHASA

(Sebuah Kajian Awal Dalam Psikoanalisis


Jacques Lacan & Slavoj Žižek)1
Oleh : Bakhrul Amal 2

“Language does not simply write and think for me,


it also increasingly dictates my feelings
and governs my entire spiritual being the more unquestioningly
and unconsciously I abandon myself to it.
And what happens if the cultivated language is made up of poisonous elements
or has been made the bearer of poisons?” 3
(Victor Kempeler)

Sekitar tahun 1933 dan 1935, ketika kebencian dalam kehidupan sosial
dan politik tengah menjadi tren, Victor Kempeler secara diam-diam
menuliskan kata-kata itu. 4 Menurut Goenawan Mohammad, guru besar
Universitas Teknologi Dresden itu, merasakan sendiri, bagaimana bahasa bisa
membawanya ke jurang-jurang curam menuju arah kematian. Pada waktu itu
teks rupanya telah berkembang, tidak lagi menjadi objek penelitian, tetapi
1
Disampaikan dalam diskusi bersama aktifis GemSos, Minggu 9 Mei 2014
2
@bakhrulamal saat ini terdaftar sebagai Mahasiswa Magister Kenotariatan UNDIP, dukun
praktek di Satjipto Rahardjo Institute dan penggiat @komunitaspayung
3
Victor Kempeler, The Language of the Third Reich ( London : Contoniuum, 2001; New York:
Athlone Press ), Hlm 15 “Bahasa tak semata-mata menulis dan berpikir bagiku, ia juga semakin
lama semakin mendikte perasaanku dan mengatur keseluruhan hidup rohaniku dan tanpa sadar
aku menyerah sepenuhnya kepadanya. Dan apa yang terjadi jika bahasa dibudidayakan terdiri
dari unsur-unsur beracun atau telah dibuat oleh si pembawa racun…?” Dalam hal ini pengakuan
Kempeler sepertinya berada di dua sisi, yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Ketika dia mulai
mengomentari bahasa, kata-katanya yang tidak sadar itu kemudian menjadi sadar, dan pada saat
sadar itulah dia mulai khawatir lalu memunculkan pertanyaannya. Dia menanggap betapa
berbahayanya bahasa bila dicampuri racun atau bahkan dibawa oleh orang yang berniat
meracun.
4
Goenawan Mohammad, “Racun” : Catatan Pinggir,
berubah menjadi apa yang disebut oleh Mark Brecher dengan makna psikologis
dan sosial teks.
Kebutuhan manusia akan bahasa adalah suatu hal yang niscaya. Pada
mulanya bahasa diciptakan untuk berkomunikasi, menyambung aku dengan
sekitarku dan mewakili apa yang ada dipikiranku. Tetapi seiring
berkembangnya ilmu, bahasa kemudian memegang kendali, arahnya semakin
luas, dinamis dan mampu mengontrol si penciptanya sendiri, yaitu manusia.

“Kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang eropa, bisa
sedikit bicara Belanda lantas jadi Eropa? Tetap saja Monyet!” 5

Kata-kata itu diucapkan Herman kepada Minke. Dengan bahasa, Tuan


Herman mencoba menjungkalkan mental Minke. Lelaki keturunan penjajajah
itu menganggap pribumi tak ubahnya seekor monyet yang tak berotak. “Aku
eropa kastaku lebih tinggi” dan “kamu bumiputera, sekalipun besar usahamu,
tak akan pernah mampu menjangkauku”. Kenyataan itu muncul tidak hanya
dalam novel, tetapi pada kehidupan yang nyata, 350 tahun siamang dijadikan
budak kolonial.
Baik Minke maupun Victor Kempeler keduanya mengalami ketakutan.
Meskipun mungkin dengan kadar pengkhayatan yang berbeda. Bahasa telah
menjadi media bagi mereka untuk menyucurkan kringat dan pucat di wajahnya.
Apa yang dialami oleh keduanya, menurut Lacan adalah bagian dari struktur
ontologi dalam kehidupan manusia. 6
Dari beberapa contoh di atas, kita rasanya perlu sepakat bahwa bahasa
ternyata mampu mempengaruhi orang sebegitu dalam. Bahasa menusuk dan
menilisik tiap-tiap urat nadi, kemudian mensugesti orang tersebut untuk
melakukan suatu hal. Artinya, akibat yang ditimbulkan oleh bahasa bisa
menjadi baik, bisa pula berakibat buruk, tergantung daripada bagaimana subjek
menempatkannya. Oleh karenanya tidak heran, apabila, bahasa seringkali
dipersalahkan, dijadikan tersangka dalam hampir setiap kejadian. Dia
dilahirkan, karena dianggap mengganggu, kemudian dikubur, lalu seketika
bangkit kembali untuk mengubur sang pengubur.
Yang menjadi pertanyaan kita adalah, bagaiamana bahasa itu muncul?
Lalu apa pengaruhnya terhadap kehidupan? Apakah bahasa menjadi bentuk
nyata yang merepresentasikan keinginan subjek yang menggunakannya?
Dalam paper ini, saya akan mencoba mencari titik terang hipotesa dari maksud
di balik itu semua dengan menggunaka psikoanalisis a la Lacan.

5
Pramoedya Ananata Toer, Bumi Manusia, (Jakarta : Lentera Dipantara, 2009) hlm 64
6
Awaludin Marwan, Wabah Paranoia dalam Bumi Manusia, hlm 1 ; Lacan menjelaskan bahwa
pengetahuan ketakutan (paranoiac knowledge) adalah bagian yang tak terpisahkan dengan
tahapan perkembangan. Saat bayi manusia dan simpanse diberikan sebuah cermin, hanya bayi
manusialah yang memainkan cermin tersebut, ia paham dengan bayangan yang muncul dibalik
cermin itu. Sementara bayi simpanse mencampakan cermin dan bepergian entah kemana. Itulah
mengapa manusia, menurut Lacan punya mekanisme psikis yang disebut ‘indentifikasi’ rasa dan
imaji. Manusia mampu melakukan kontemplasi, refleksi, dan interospeksi diri. Jacques Lacan.
Ecrits A Selection. Translated by Alan Sheridan. 1996. Routledge.
JACQUES LACAN

Pada tahun 1901, salah satu keluarga menengah borjuis dari golongan
Katolik Prancis, melahirkan anaknya. Dengan wajah sumringah, Alfred dan
Emilee Baudry Lacan memberi nama Jaques Lacan sebagai doa bagi buah
hatinya. Titipan Tuhan itu datang tanpa rencana, bahkan untuk sekedar
mengecek selembar kalenderpun mereka tak sempat, tetapi yang jelas, bayi
mungil itu lahir tepat tujuh tahun setelah karya Sigmen Freud untuk pertama
kalinya diterbitkan. 7
Seperti sudah menjadi kodratnya, kelahiran seorang pemikir besar selalu
dibarengi dengan sebuah isyarat. Lacan kecil mungkin tidak pernah bermimpi
menjadi kepanjangan tangan Freud. Minat pendidikannya di bidang farmasi-lah
yang menjadi pintu gerbangnya mengenal psikoanalisis. Pria berambut putih
dan penuh uban itu melanjutkan perjalanan intelektual di bawah bimbingan
Gaetan Gatian de Clerambault, dia akhirnya dikenal sebagai ahli psikiatri. Baru
setelah pria berkacatama itu tergabung dalam anggota dari La Societe
Psychoanalytique de Paris ( SPP ), kariernya sebagai psikoanalisis handal
dunia mulai dikenal.
Sebenarnya tokoh pengembang psikoanalisis di dunia ini amatlah
banyak. Carl Gustav Jung, Alfred Adler, Louis Althusser, Rolan Barthes
bahkan Slavoj Žižek bisa menjadi kategorinya. Akan tetapi, dalam hal kajian,
Lacan adalah orang yang dinilai pantas untuk diberikan penghormatan lebih.
Bahkan, dalam sebuah wawancaranya bersama Daly Glynn, ketika ditanya
apakah maksud dari filosofi dan perannya sebagai filsuf, Žižek merasa perlu
menjawabnya dengan jargon Lacan “Oh my God, I don't think there was a
clear vision of phi-losophy. I'm almost tempted here to quote the jargonistic
Lacanian statement, 'It was something in me more than myself which decided,
because it wasn't even a clear idea.” 8

PSIKOANALISIS

Pada awal kelahirannya, psikoanalisis mengalami begitu banyak


penolakan, yang hampir saja bisa meruntuhkannya. Ada dua nama tokoh yang
disebutkan di atas yang juga menolaknya, yaitu Carl Gustav Jung dan Alfred
Adler. Jung mengembangkan psikoanalisis menjadi psikologi analitis,
sementara Adler menyebut kombinasi teorinya dengan psikologi individual.
Selain keduanya, adapula seorang psikolog ternama asal Austria, Karl
Popper, yang mengatakan bahwasanya psikoanalisis tidak dapat dikategorikan
sebagai ilmu. Dia berargumen jika sesungguhnya “science cannot be based on
belief or personal philosophy but must be based on evidence that others can

7
Philip Hill, Lacan Untuk Pemula, (Yogyakarta:Kanisius, 2002) hlm 5
8
Daly Glynn and Slavoj Žižek, Coversations with Žižek, (UK : Blackwell Publishing, 2004) hlm 25
"Itu adalah sesuatu dalam diriku lebih dari diriku sendiri yang memutuskan, karena itu bahkan
bukan sebuah ide yang jelas."
attempt to disqualify”. 9Popper bahkan meyakini apabila psikoanalis itu dibuat
oleh prediksi psikologis yang tak terlihat (unseen psychological), bukan oleh
prediksi prilaku terbuka (predictions of overt behavior)
Membicarakan manusia, sama seperti membicarakan suatu hal yang
abstrak, yang tiap menit bahkan detiknya bisa berubah-ubah. Kita seperti
menemukan sebuah labirin ketika masuk kedalam sistem perbincangan
mengenai manusia. Apalagi, psikoanalisis membahas lebih jauh tentang
keinginan-keinginan serta sadar dan tak kesadaran manusia. Oleh karenanya,
alasan itu pulalah yang membuat, baik Jung maupun Popper, kurang setuju
terhadap gagasan keilmuan psikoanalisis.
Psikoanalisis bukannya tidak melakukan pembelaan terhadap
pertentangan itu. Melalui Slavoj Žižek, psikoanalisis kemudian mencoba
memberikan klarifikasi terhadap tokoh-tokoh itu dengan mengatakan bahwa,
psikoanalisis bukanlah versi baru dari kembalinya tradisi yang disebabkan oleh
kelebihan ekses modern. Bukan juga, versi lain dari pengetahuan ahli yang
memungkinkan kita untuk memahami, dan dengan demikian kemudian rasional
mendominasi, bahkan sebagian besar melalui proses bawah sadar yang
mendalam. Psikoanalisis menurut Žižek adalah :

Psychoanalysisis, rather, a kind of modernist meta-theory of the


impasse of modernity:why, inspite of his liberation from the
constraints of traditional authority, is the subject not 'free' ?Why
does the retreat of traditional 'repressive 'Prohibitions not only fail
to relieve us of guilt, but even reinforce it?Further more, today the
opposition between tradition and expert knowledge is more and
more reflectively 'mediated' : the very 'return to traditional Wisdom
'is increasingly handled by a multitude of experts (on
transcendental mediation,on the discovery of our true Self...) 10

Untuk menangkis tuduhan menyoal keilmuan psikoanalisis, Lacan ada


dalam garda terdepan. Lacan menjelaskan jika sesungguhnya, Freud telah
mendirikan sebuah sains. Ilmu baru Freud itu tentang objek baru:ketaksadaran.
Psikoanalisis layak disebut sains karena memiliki teori dan praktek, yang

9
Albert Ellis et al, Personal Theories : Critical Prespektive, Chapter 5 - Psychoanalysis in Theory
and Practice. (New York : SAGE Publications, 2009) Hlm 122 Popper mensyaratkan suatu teori
bisa dikatakan sebagai ilmu, hanya apabila didasarkan pada bukti dari orang lain, bukan
kepercayaan pribadi. “Ilmu pengetahuan itu tidak dapat didasarkan pada kepercayaan atau
filsafat pribadi tetapi harus didasarkan pada bukti bahwa orang lain dapat mencoba untuk
melakukan diskualifikasi.”
10
Slavoj Žižek, The Plague of Fantasies, (London : Verso, 2008) hlm 107 ; menurut Žižek,
Psikoanalisis itu lebih tepatnya, semacam modernis meta-teori yang hadir dari kebuntuan
modernitas:mengapa, meskipun pembebasannya dari batasan otoritas tradisional, subjek itu
tidak 'gratis'? Mengapa mundur dari tradisional ' represif '. Larangan tidak hanya gagal untuk
membebaskan kita dari rasa bersalah, tapi bahkan memperkuatnya? Selanjutnya, hari ini
pertentangan antara tradisi dan pengetahuan ahli lebih dan lebih'dimediasi' oleh refleksi : sangat
'kembali kepada tradisional lokal’ - semakin ditangani oleh banyak ahli (mediasi transendental,
pada penemuan Diri sejati kita ... )
dengan kedua hal tersebut memungkinkan pengetahuan dan transformasi atas
objeknya dalam suatu praktik tertentu. Teori itu kemudian berubah menjadi
metode, kemudian berevolusi lagi menjadi kontak teoritis (pengetahuan) atau
kontak praktis (pengobatan), dengan objek khususnya yaitu ketaksadaran. 11
Tetapi sesungguhnya psikoanalisis itu sendiri apa? Secara singkat maka
dapat dijawab, psikoanalisis adalah ilmu yang bertujuan untuk mempelajari
kehidupan mental (ketaksadaran:unconsciuous) pada umumnya dan termasuk
di dalamnya studi-studi pustaka dan ilmu-ilmu sosial. Berdasarkan pengalaman
medisnya, baik Lacan maupun Freud, mereka menemukan bahwa perawatan
sesungguhnya bisa dilakukan hanya dengan kata-kata. Tidak seperti psikoterapi
yang mengedepankan strum, hipnosis dan kesudian pasien untuk bicara,
psikoanalisis lebih mengkaji kepada hasrat dan keinganan yang tersembunyi
bahkan menyelami apa yang tak terungkap dalam batin manusia.

THE REAL

Lacan membagi tiga pengalaman manusia dengan teorinya yang


terkenal, tiga bagian itu adalah the real, the imajinary dan the simbolic.
Sementara pendahulunya, Freud, menyebut tiga konsep fundamental itu dengan
sebutan id, ego dan super-ego. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah gambar
simpulan psikoanalisis Lacan :

Diawali oleh the real, suatu keadaan dimana diri masih begitu murni dan
gelap. Keadaan ini ditemukan ketika bayi masih berusia 1 sampai 6 bulan, saat
dimana dia belum mengenal batasan dan siapapun yang disimbolkan. Pada

11
Louis Althusser, Tentang Ideologi:Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies,
(Yogyakarta : Jalasutra, 2008) hlm 161
masa-masa itu, bahasa belum mendapatkan tempatnya. Bagi Lacan, the real itu
tidak bisa diwakili oleh bahasa bahkan kata-kata sekalipun, karena the real
adalah milik masing-masing individu yang pada akhirnya menjadi ciri khas. 12
Sebagian mungkin mengira, bahwa the real adalah suatu realitas atau ke-
objektifan. Tetapi pada faktanya, the real tidak terkait dengan hal itu. The real
adalah suatu keadaan yang benar-benar utuh dan sempurna tidak kekurangan
apapun. Hingga pada suatu saat the symbolic datang dan menyuntikan
negativitas itu kepada the real. (the symbolic is primarily responsible for
injecting such negativities into the real). Dan ketika hal itu datang maka, the
real tidak akan pernah kembali lagi.
Pertemuan antara the real dan the symbolic dikarenakan adanya apa yang
disebut dengan needs (kebutuhan). Ketika seseorang berusaha memunculkan
apa yang ada dipikarannya, maka secara tidak sadar dia meng-integrasikannya
dengan kata-kata (the symbolic) itu, meskipun sesungguhnya kata-kata itu tidak
mewakili apapun. Ketidak bertemuan keduanya, menurut Žižek hanya akan
menimbulkan trauma yang lagi-lagi dipinjamkan oleh the symbolic
(symbolization lends the real its traumatic quality). 13

THE IMAGINARY

Ide tentang diri, bagi Lacan, muncul dari apa yang dimaksud dengan citra
cermin. Itulah yang disebut dengan the imaginary. Di wilayah itu, diri mulai
kehilangan dirinya menuju citra diri yang mungkin diciptakan dan
dipertahankan. Kehilangan itu muncul dari kondisi yang berada di luar dirinya,
seperti ibu ataupun sesuatu yang sangat didambakannya dalam lubuk hati.
Contohnya adalah Narcisius, salah satu mitologis Yunani ini tak hentinya
memandangi pantulan wajahnya melalui air. Dari air itu, Narcisius seseolah
menemukan dirinya akan tetapi penemuan itu di luar dari dirinya, lewat diri
yang lain. 14
The imaginary ini sedikit banyak pernah dibahas dalam film
Detachtment. Seoarang dosen yang merasa khawatir akan perkembangan
muridnya, mencoba menerangkan suatu fenomena bagaimana pasar
mempengaruhi prilaku. Cermin-cermin itu dikatakan muncul melalui suatu
gambaran yang ideal, hasil kombinasi visual dan kata-kata. Rupa dari citra diri
itu adalah tentang “cantik itu seperti ini, aku harus kurus supaya enak
dipandang, harus kaya agar dihormati dan harus terkenal”.
Munculnya citra cermin ini dikarenakan adanya demand (permintaan).
Biasanya hal ini diawali oleh kecenderungan berlawan dengan kondisi sosial,
sebagai contoh Bob Sadino yang ingin sekali miskin. Berbeda dengan need
(kebutuhan) dalam tahap the real dan the symbolic yang terpenuhi, dalam
hubungan the imaginary dan the symbolic ini sampai kapanpun tidak akan
12
Philip Hill, Lacan Untuk Pemula, (Yogyakarta : Kanisisus, 2002) hlm 43 Ilustrasi ahli fisikia
Heisenberg ketika mengetahui seberapa besar kecepatan elektron.
13
Žižek www.lacan.com key ideas
14
Margaretha Margawati B. Soetrisno-Van Eymeren, Psikoanalisis Lacan dalam Pembacaan
Levine, Ultimart Vol. IV No 2, Desember 2011, hal 155
pernah membuahkan hasil. Pertemuan keduanya dengan yang the real hanya
diatasi oleh apa yang Lacan sebut dengan surpluse jouissance (surplus
kenikmatan).

THE SYMBOLIC

Ketika semuanya telah diungkapkan, ketika itu pula, kita masuk pada
tahap the symbolic. The Symbolic adalah suatu yang dibentuk oleh bahasa dan
bekerjanya fantasi. Keduanya terhubung oleh apa yang disebut dengan desire
(keinginan). Tetapi lagi-lagi, keinginan itu pun tidak mampu mewakili, karena
pada dasarnya, manusia ingin melampaui bahasa. Žižek pun mengatakan
bahwa sesungguhnya keinginan kita itu, sebenarnya tidak benar-benar kita
inginkan. (We don't really want what we think we desire) 15
The symbolic ini berkaitan dengan bahasa, tanda-tanda, budaya serta
hukum. Yang membentuknya tidak lain masuknya subjek ke sekolah maupun
komunitas agama. Subjek biasanya dituntun oleh penanda-tanda. Sebagai
contohnya adalah ideology, Žižek mengatakan bahwasanya objek, pada
saatnya, secara unconsious menjadi subjek. Althusser menambahkan, ketika
kita percaya pada ideologi, kita kemudian menawarkan ideologi tersebut, itulah
yang disebut kesadaran palsu. Ketika itu muncul dalam keadaan turunan, maka
hal itu, disebut oleh Žižek dengan relasi inter subjektif, contohnya raja yang
berpikir bahwa ia adalah raja. 16 Oleh karena, untuk keluar dari teka-teki itu,
Žižek mengatakan the only way to break the power of our ideological dream is
to confront the Real of our desire which announces it self in this dream. 17
The symbolic juga menurut Lacan dapat menjadi penanda yang
menghilangkan. Dia mencontohkan ketika sebuah perpustakaan
mengumumkan bahwa sebuah buku telah hilang. Padahal buku tersebut
sejatinya hanya terselip dan bagaimanapun ia terlihatnya, buku itu tetap
dianggap hilang. Maka secara harfiah dapat dirumuskan sesuatu benar-benar
hilang ketika ia tergantikan oleh yang simbolik. Lacan beralasan bahwa
sebagaimanapun guncangan itu datang, yang nyata akan tetap ada pada
tempatnya yang semula. 18

PSIKOANALISIS DAN BAHASA

Seperti sudah menjadi pasangannya, psikoanalisis hidup karena adanya


bahasa. Kesulitan manusia menghindari fase the symbolic mengakibatkan kata-

15
Interview Big Think with Slavoj Žižek : Why Be Happy When You Could Be Interesting?
16
Slavoj Žižek, The Sublime Object of Ideology, (London.Amerika : Verso, 2008) hlm 46 Zizek
mencontohkan raja itu adalah Ludwig II dari Batavia, Patron Wagner. (example of a king who was
a fool thinking he was a king: Ludwig II of Bavaria, Wagner's patron)
17
Ibid hlm 48
18
Jacques Lacan, Seminar on The Purloined Letter, For it can literally be said that something is
missing from its place only of what can change it: the symbolic. For the real, whatever upheaval
we subject it to, is always in its place; it carries it glued to its heel, ignorant of what might exile it
from it.
kata itu, mau tidak mau masuk untuk dapat memenuhi kebutuhan dan mencapai
keinginan. Secara tidak langsung, bahasa kemudian mengambil perannya,
bahasa mengitari ketidakmungkinan dan memulai perannya untuk
merepresentasikan the real. Lacan menilai bahwa, bahasa nantinya akan
mennyampaikan penilaian kepada siapapun yang menangkapnya. Sedangkan
Žižek melengkapinya dengan mengatakan bahwa bahasa juga menjadi alat
mediasi antara subjek dan dunia sekitarnya. (the relation of the subject to the
world of objects, mediated through language) 19
Sebagai contoh adalah, seseorang mengatakan cinta kepada kekasihnya,
‘aku mencintaimu’. Kata cinta itu kemudian dianggap suatu hal akan
membahagiakan bagi kekasihnya. Kedua insan itupun melakukan apa yang
menurutnya itu cinta, yang jauh diluar the real nya tentang cinta. Si pria
mengekang wanita karena cinta dan wanita merasa tertekan oleh cinta. Lalu
kemudian makna cinta itu sendiri apa? Mencintaimu atau mencintai diriku, aku
mencintaimu adalah aku mencintai diriku untuk kamu membahagiakan aku,
kamu tidak boleh bertindak diluar kuasaku. Subject mulai dikuasai oleh bahasa.
Sejak awal deklarasinya, Sigmund Freud, bapak psikoanalisis pun telah
melakukan keterkaitan antara keduanya. Dia menentang argumentasi cogito
ergo sum yang menjadi jargo modernitas. Menurutnya, ego telah berkuasa dan
meyakinkan sesorang kesadarannya hanya terletak pada ego. Lacan kemudian
menenatang untuk patuh kepada ego. Lacan memberikan pendapatnya bahwa
cogito sebenarnya sama satu dan subyek yang sadar. Lacan merubah makna
keadaan aku dari “aku berpikir” menjadi “aku yang dianggapku”.
Hal inipun dinilai sama oleh Žižek pada saat seseorang membeli sebuah
kopi merek ternama. Dalam iklannya tertulis bahwa “dengan membeli kopi ini,
anda turut menyumbang satu persen untuk kemanusiaan”. Secara langsung kita
kemudian berpikir bahwa kopi ini bermanfaat. Aku membeli kopi maka aku
menyumbang.
Peran bahasa pun meningkat, tidak hanya menjadi sarana pemberi sinyal
dan komunikasi tetapi telah membuat rasa senang dan bahagia. Dengan bahasa
orang yang begitu terpuruk bisa seketika bangkit. Melalui media bahasa orang
yang semula tampak sehat bisa sakit dan terluka. Dan pasca-modern, bahasa
memulai style nya yang baru, yang mengajak dan menentukan arah karena ke-
muskil-an penghindarannya.
Žižek sempat mempertanyakan suatu hal yang menurut saya amat
penting, pertanyaan itu adalah if the world and language and subject do not
exist, what does exist; more precisely: what confers on existing phenomena
their consis-tency? Lacan's answer is, as we have already indicated,
symptom. 20 Ketika subjek dan bahasa itu tidak ada, lalu apa yang eksis diantara
mereka, Lacan menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan, yang eksis ketika
keduanya mengalami gap adalah symptom (gejala).
Lalu apa itu symptom? sympton menurut Žižek adalah gejala beberapa
efek negatif yang menunjuk ke arah sistemik. Symptom diwujudkan sebagai

19
op cit hlm 77
20
Op cit hlm 72
suatu metafora jasmani, yaitu hasrat tak sadar berusaha untuk membuat dirinya
nyata. Singkatnya, symptom adalah suatu upaya untuk mengatasi trauma
namun tidak bisa dihindari seberapa besarpun usaha kita.
Manusia dan binatang mungkin sama-sama bisa punya mengalami
nikmat hanya dengan bau, gambar dan rasa. Tetapi, hanya manusia yang bisa
memperoleh kenikmatan hanya dengan kata-kata, bahasa dan aneka ragam
lainya.
Masuknya dunia symptom akan diiringi oleh apa yang disebut sebagai
fetisisme, atau perasaan bahwa tanpanya kita tidak akan dapat melakukan
apapun, dia segalanya. Žižek membawa konsep klasik Marx berupa keadaan
dimana kita diberikan sebuah produk, yang memiliki nilai uang, inilah yang
disebut Marx commodity fetishism. Uang adalah bentuk perwujudan yang terus
menerus dikejar untuk dapat memenuhi keinginan kita. Kita terus dipancing
dan dipancing hingga tak dapat menghindarinya dan merasa bahwa itulah
hidup kita. Ketika ketergantungan akan produk itu datang, ketika itu pula kita
siap dan terus siap kehilangan uang kita.

PENUTUP

Bagaimanapun, lalu lalang bahasa dalam kehidupan kita tidak bisa


dihindari. Dan solusi yang terbaik agar kita tidak dikuasai oleh bahasa adalah,
dengan sebanyak mungkin kita menambah referensi untuk menentukan sikap
kita. Jika perlu, kita datangi dan mengkaji lebih dalam permasalahan kita
dengan tanpa terkecuali melibatkan subjek lain secara bijaksana. Jangan
sampai kita terjebak oleh apa yang disebutkan Žižek dengan couter-intuitive
observations, dimana kita seolah melakukan hal (biasanya berbentuk
representasi) yang membuat kita cepat mencapai sesuatu padahal hal itu
percuma.

Anda mungkin juga menyukai