Anda di halaman 1dari 18

10

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEOUNATORUM

DISUSUN OLEH

MELLY ROSE ELIZABETH SIANTURI P07220218013

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


11

A. PENGERTIAN

Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah neonatus selama
bulan pertama kehidupan (Stoll, 2007). Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom
klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan
pertama kehidupan (usia 0 sampai 28 hari). Terdapat beberapa perkembangan baru
mengenai definisi sepsis dalam sepuluh tahun terakhir. Menurut The International
Sepsis Definition Conferences (ISDC, 2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan
adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis
merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat,
renjatan/ syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian (Depkes,2007).
Sepsis dapat dibagi menjadi dua, antara lain:
1.    Sepsis dini: terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme
pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka
mortalitas tinggi.
2.    Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat
dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak
langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi,
sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008).

B. ETIOLOGI
Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh
World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat
negara berkembang, yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea, dan Gambia.
Penelitian tersebut mengemukakan bahwa kuman isolat tersering yang ditemukan pada
kultur darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan
E. coli (18%). Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah
Pseudomonas sp, dan Enterobacter sp (WHO,1999).

Sepsis yang terjadi pada neonatus biasanya menimbulkan manifestasi klinis seperti
septikemia, pneumonia dan miningitis berhubungan dengan imaturitas dari sistem imun
dan ketidakmampuan neonatus untuk melokalisasi infeksi. Penyebab neonatus
sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit,
atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
12

-   Bakteri escherichia koli

-   Streptococus group B

-   Stophylococus aureus

-   Enterococus

-   Listeria monocytogenes

-   Klepsiella

-   Entererobacter sp

-   Pseudemonas aeruginosa

-   Proteus sp

-   Organisme anaerobik

Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2 yaitu :

1.    Early Onset : gejala mulai tampak pada hari-hari pertama kehibupan (rata-rata 48
jam), biasanya infeksi berkaitan dengan faktor ibu (infeksi transplasenta, dari cairan
amnion terinfeksi, waktu bayi melewati jalan lahir, dll). Berkembangnya gejala
pada early onset pada umumnya sangat cepat dan meningkat menuju septik shock.

2.    Late Onset : Timbul setelah satu minggu pada awal kehidupan neonatus tanpa
kelainan perinatal, infeksi didapat dari lingkungan atau dari rumah sakit
(nosokomial) sering terjadi komplikasi pada susunan syaraf pusat.
13

C. TANDA DAN GEJALA

Menurut Arief, 2008 tanda dan gejala dari sepsis neonatorum, antara lain:

1.    Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema

2.    Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali

3.    Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis

4.    Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi

5.     Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,


pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol

6.     Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.

Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala
lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut
kembung. Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:

a.Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah darI pusar

b.        Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun

c.Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan


atau tungkai yang terkena

d.        Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan
sendi yang terkena teraba hangat

e.Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
(Asrining, 2007).
14

D. PATOFISIOLOGI

Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan


endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan
dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak
kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC)
dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan,
dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella,
protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi
didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus
group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau
perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari
tiga kelompok, yaitu : 

1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus
sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak
higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang
dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. prosedur selama persalinan
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada
bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh
terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan
kulit.
15

b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya


terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta
dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas
lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon
terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total
dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi. 
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali
lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan
kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi
mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang
terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat
kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu
setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah
janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain
virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat
melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena
yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi
amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi.
Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh
16

bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian
menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin
dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes
genetalis, Candida albican,dan  N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya
terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat :
penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah
(bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan dari infeksi ke
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, syok septik,
kegagalan multi organ, dan akhirnya kematian (Gambar2.1) (Depkes,2007).
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan:
Laju napas > 60 kali/ menit dengan/
tanpa retraksi dan desaturasi oksigen
Suhu tubuh tidak stabil (< 36ºC atau > FIRS/SIRS

37,9ºC) Waktu pengisian kapiler > 3


detik
Hitung leukosit < 4000 /mm3atau >
34000
/mm3
CRP >10mg/dl
IL-6 atau IL-8 >70pg/ml
16 S rRNA gene PCR : Positif
Terdapat satu atau lebih kriteria FIRS disertai
dengan gejala klinis infeksi seperti terlihat
dalam Tabel 2.1
Sepsis disertai hipotens dan disfungsi organ
i SEPSIS BERAT
tungga
l
Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan
SYOK SEPTIK
resusitasi cairan dan obat-obat inotropik
Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah SINDROM DISFUNGSI
mendapatkan pengobatan optimal MULTIORGAN
Disfungsi multi organ yang berkelanjutan
KEMATIAN

Gambar 2.1 Perjalanan penyakit infeksi pada neonatus (Haque, 2005)

Gejala klinis sepsis neonatorum sangat bervariasi sehingga diagnosis sepsis


sulit ditegakkan. Kriteria diagnostik sepsis pada neonatus tidak hanya berdasarkan
gejala klinis tetapi juga mencakup pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus didasarkan atas perubahan
klinis sesuai dengan perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis neonatorum
dikelompokkan menjadi empat variabel, yaitu variabel klinik, variabel
hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variabel inflamasi (Tabel 2.1)
(Aminullah,2005).
E. PATHWAY

Infeksi pada ibu

Masuk ke dalam tubuh janin

Terjadi infeksi awal

Infeksi menyebar ke seluruh tubuh janin

Hipotalamus Organ Hati Organ Pernafasan Sistem Gastrointestinal

Menghasilkan panas tubuh Muntah, diare


Eritrosit banyak Lisis Fungsi tidak optimal

Malas Menghisap
Hipertermi Hiperbilirunemia Bayi akan sesak

Defisit Volume
Cairan & Elektrolit
Jaundice (ikterik) Gangguan Pola
1. Monitoring tanda-tanda
vital setiap dua jam dan Nafas
pantau warna kulit
2. Observasi adanya kejang 1.Monitoring tanda-tanda vital
Ke otak setiap dua jam dan pantau
dan dehidrasi
warna kulit
3. Berikan kompres dengan 2. Observasi adanya hipertermi,
air hangat pada aksila, kejang dan dehidrasi
leher dan lipatan paha, 1. Posisikan pasien semi
3. Berikan kompres hangat jika
hindari penggunaan fowler
Ensepalopati terjadi hipertermi, dan
alkohol untuk kompres 2. Auskultasi suara napas pertimbangkan untuk langkah
4. Kolaborasi pemberian 3. Monitor respirasi dan kolaborasi dengan memberikan
antipiretik sesuai status O2,TTV antipiretik
kebutuhan jika panas 4. Bila perlu lakukan 4. Berikan ASI/PASI sesuai
tidak turun
Kemit Ikterik (Kejang) suction,pustural jadwal dengan jumlah
drainage pemberian yang telah
ditentukan
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh darah air


kemih, jika diduga suatu meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal.
2. Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis
secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi lumbal, analisis dan
kultur urin :
3. Leukositosis (>34.000×109/L)
4. Leukopenia (< 4.000x 109/L)
5. Netrofil muda 10%
6. Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total (stb+segmen)atau I/T
ratio >0,2
7. Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
8. CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal
G. PENATALAKSANAAN

Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis
neonatorum, sedangkan penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan
mempunyai kendala tersendiri. Penggunaan antibiotik empiris dapat segera dilakukan
dengan memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering ditemukan. Antibiotik
empiris dapat segera diganti apabila sensitivitas kuman diketahui. Beberapa terapi
suportif (adjuvant) juga mulai dilakukan, walaupun beberapa dari terapi tersebut
belum terbukti menguntungkan (Depkes,2007).

Terapi suportif pada keadaan sepsis sangat dibutuhkan, seperti pemberian


oksigen, inotropik, dan komponen darah. Terapi suportif dalam kepustakaan disebut
dengan terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan di kepustakaan antara
lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), transfusi dan komponen darah,
granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G-CSF danGM-
CSF),transfusitukar(TT),sertainhibitorreseptorIL-1(Depkes,2007).
H. KOMPLIKASI

Komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis yang dapat menyebabkan


terjadinya hidrosefalus dan/ atau leukomalasia periventrikular. Komplikasi acute
respiratory distress syndrome (ARDS) dan syok septik dapat dijumpai pada pasien
sepsis neonatorum. Komplikasi lain adalah berhubungan dengan penggunaan
aminoglikosida, seperti tuli dan/ atau toksisitas pada ginjal, komplikasi akibat gejala
sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan
sampai dengan retardasi mental bahkan sampai menimbulkan kematian (Depkes,
2007).

I. PENGKAJIAN

1. Data Dasar Pengkajian Pasien


a. Aktifitas/Istirahat : Malaise
b. Sirkulasi : Tekanan darah normal/sedikit dibawa jangkauan
normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat), Denyut perifer kuat,
cepat, tachycardia ekstrim (syok). Suara jantung disritmia, Kulit hangat
kering, pucat, lembab, burik (vasokonstriksi) atau barcahaya (vasodilatasi)
c. Eliminasi : Diare
d. Makanan & Cairan : Anorexia, mual dan muntah, penurunan bebrat
badan, penurunan massa otot, penurunan haluaran, konsentasi urin;
perkembangan kearah oliguria dan anuria
e. Neurosensori : Gelisah, penurunan tingkat kesdaran
f. Ketidaknyamanan : Kejang abdominal, urtikaria
g. Pernapasan : Takipnu dengan penurunan kedalaman
pernapasan, suhu umumnya meningkat, (37,95o C atau lebih), menggigil
2. Prioritas Keperawatan
1) Menghilangkan infeksi
2) Mendukung perfusi jaringan/volume sirkulasi
3) Mencegah komplikasi
4) Memberikan informasi mengenai proses penyakitnya, prognosa dan
kebutuhan pengobatan

3. TUJUAN PEMULANGAN
1) Infeksi teratasi
2) Homeostasis dapat dipertahankan
3) Komplikasi dicegah minimal
4) Proses penyakit, prognosis dan aturan terapeutik dipahami
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi infeksi

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi NOC : NIC :

Setelah dilakukan tindakan  Pertahankan teknik aseptif


keperawatan selama……  Batasi pengunjung bila perlu
Faktor-faktor risiko : pasien tidak mengalami infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan
dengan kriteria hasil: sesudah tindakan keperawatan
- Prosedur Infasif  Gunakan baju, sarung tangan
- Malnutrisi  Klien bebas dari tanda dan sebagai alat pelindung
- Peningkatan paparan  Ganti letak IV perifer dan dressing
gejala infeksi
lingkungan patogen  Menunjukkan kemampuan sesuai dengan petunjuk umum
- Imonusupresi  Gunakan kateter intermiten untuk
untuk mencegah timbulnya
- Tidak adekuat pertahanan infeksi menurunkan infeksi kandung
sekunder (penurunan Hb, kencing
 Jumlah leukosit dalam
Leukopenia, penekanan respon batas normal  Tingkatkan intake nutrisi
inflamasi)  Menunjukkan perilaku  Berikan terapi
- Penyakit kronik hidup sehat antibiotik:.................................
- Imunosupresi  Status imun,  Monitor tanda dan gejala infeksi
- Malnutrisi gastrointestinal, sistemik dan lokal
- Pertahan primer tidak adekuat genitourinaria dalam batas  Pertahankan teknik isolasi k/p
(kerusakan kulit, trauma normal
jaringan, gangguan peristaltik)  Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
2. Hipertermia
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Hipertermia NOC: NIC :


 Monitor suhu sesering
Berhubungan dengan :
mungkin
- penyakit/ trauma Setelah dilakukan tindakan  Monitor warna dan suhu kulit
- peningkatan  Monitor tekanan darah, nadi
keperawatan
metabolisme dan RR
selama………..pasien  Monitor penurunan tingkat
- aktivitas yang berlebih menunjukkan : kesadaran
- dehidrasi
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
Suhu tubuh dalam batas  Monitor intake dan output
normal dengan kreiteria  Berikan anti piretik:
DO/DS: hasil:  Kelola Antibiotik:
 kenaikan suhu tubuh  Suhu 36 – 37C ………………………..
diatas rentang normal  Nadi dan RR dalam  Selimuti pasien
 serangan atau konvulsi rentang normal  Berikan cairan intravena
(kejang)  Tidak ada perubahan  Kompres pasien pada lipat
warna kulit dan tidak paha dan aksila
 kulit kemerahan
ada pusing, merasa  Tingkatkan sirkulasi udara
 pertambahan RR
nyaman  Tingkatkan intake cairan dan
 takikardi nutrisi
 Kulit teraba panas/ hangat  Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor hidrasi seperti turgor
kulit, kelembaban membran
mukosa)
3. Defisit volume cairan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


 Pertahankan catatan intake dan
Berhubungan dengan: output yang akurat
Setelah dilakukan tindakan  Monitor status hidrasi
- Kehilangan volume cairan
keperawatan selama….. ( kelembaban membran
secara aktif
defisit volume cairan mukosa, nadi adekuat, tekanan
- Kegagalan mekanisme
darah ortostatik ), jika
pengaturan teratasi dengan kriteria
diperlukan
hasil:  Monitor hasil lab yang sesuai
DS : dengan retensi cairan (BUN ,
 Mempertahankan urine Hmt , osmolalitas urin,
output sesuai dengan albumin, total protein )
- Haus usia dan BB, BJ urine
DO:  Monitor vital sign setiap
normal,
15menit – 1 jam
 Tekanan darah, nadi,
- Penurunan turgor kulit/lidah  Kolaborasi pemberian cairan
suhu tubuh dalam batas
- Membran mukosa/kulit IV
normal
kering  Tidak ada tanda tanda  Monitor status nutrisi
- Peningkatan denyut nadi, dehidrasi, Elastisitas  Berikan cairan oral
penurunan tekanan darah, turgor kulit baik,  Berikan penggantian
penurunan volume/tekanan membran mukosa nasogatrik sesuai output (50 –
nadi lembab, tidak ada rasa 100cc/jam)
- Pengisian vena menurun haus yang berlebihan  Dorong keluarga untuk
- Perubahan status mental  Orientasi terhadap waktu membantu pasien makan
- Konsentrasi urine dan tempat baik  Kolaborasi dokter jika tanda
meningkat  Jumlah dan irama cairan berlebih muncul
- Temperatur tubuh pernapasan dalam batas meburuk
meningkat normal  Atur kemungkinan tranfusi
- Kehilangan berat badan  Elektrolit, Hb, Hmt  Persiapan untuk tranfusi
secara tiba-tiba dalam batas normal  Pasang kateter jika perlu
- Penurunan urine output  pH urin dalam batas  Monitor intake dan urin output
- HMT meningkat normal setiap 8 jam
- Kelemahan  Intake oral dan intravena
adekuat
4. Gangguan pertukaran gas
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :

Berhubungan dengan :  Posisikan pasien untuk


memaksimalkan ventilasi
è ketidakseimbangan perfusi Setelah dilakukan tindakan  Pasang mayo bila perlu
ventilasi keperawatan selama ….  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Gangguan pertukaran pasien  Keluarkan sekret dengan batuk atau
è perubahan membran kapiler- teratasi dengan kriteria suction
alveolar hasil:  Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
DS:  Mendemonstrasikan  Berikan bronkodilator ;
peningkatan ventilasi dan -………………….
è sakit kepala ketika bangun oksigenasi yang adekuat
 Memelihara kebersihan -………………….
è Dyspnoe
paru paru dan bebas dari
tanda tanda distress  Barikan pelembab udara
è Gangguan penglihatan
pernafasan  Atur intake untuk cairan
 Mendemonstrasikan mengoptimalkan keseimbangan.
DO:
batuk efektif dan suara  Monitor respirasi dan status O2
è Penurunan CO2 nafas yang bersih, tidak  Catat pergerakan dada,amati
ada sianosis dan dyspneu kesimetrisan, penggunaan otot
è Takikardi (mampu mengeluarkan tambahan, retraksi otot
sputum, mampu bernafas supraclavicular dan intercostal
è Hiperkapnia dengan mudah, tidak ada  Monitor suara nafas, seperti dengkur
pursed lips)  Monitor pola nafas : bradipena,
è Keletihan  Tanda tanda vital dalam takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
rentang normal cheyne stokes, biot
è Iritabilitas  AGD dalam batas normal  Auskultasi suara nafas, catat area
 Status neurologis dalam penurunan / tidak adanya ventilasi
è Hypoxia batas normal dan suara tambahan
 Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
è kebingungan ststus mental
 Observasi sianosis khususnya
è sianosis
membran mukosa
è warna kulit abnormal (pucat,  Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan
kehitaman)
tujuan penggunaan alat tambahan
è Hipoksemia (O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
è hiperkarbia irama dan denyut jantung
è AGD abnormal

è pH arteri abnormal

èfrekuensi dan kedalaman


nafas abnormal

5. Kesiapan meningkatkan koping keluarga

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kesiapan meningkatkan Setelah dilakukan asuhan  Identifikasi sumber komunikasi


koping keluarga berhubungan selama 4 jam diharapkan untuk meningkatkan status
dengan tugas adaktif secara dapat meningkatkan kesehatan pasien
keluarga  Dorong keluarga untuk
efektif pemahaman
mendampingi klien
terhadap kondisi pasien  Berikan informasi tentang kondisi
dengan kriteria hasil: anaknya
 Berikan pengetahuan yang
 Mengidentifikasi dan dibutuhkan oleh keluarga
mempreoritaskan tujuan  Berikan dorongan dalam
 Mengimplementasikan merencanakan perawatan lanjutan
rencana berikut
DAFTAR PUSTAKA

TAMRIN, 2015 Laporan Pendahuluan : Profesi Ners Program Studi Ilmu


Keperawatan Fakultas Kedokteran Universita Hasanuddin Makassar

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34387/chapter%20ll.pdf

wahyu ahp,2017 laporan pendahuluan sepsis pada bayi. Akses internet di


https://id.scribd.com/document/356530703/Laporan-Pendahuluan-Sepsis-Pada-Bayi
anon_13829081,2014 Asuhan Keperawatan Sepsis Neonatorum
Vietha. 2008. Askep pada Sepsi Neonatorum. Akses internet di
http://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum/NET.

Anda mungkin juga menyukai