Anda di halaman 1dari 3

TUTORIAL II SEMIRINGKAI KEPULAUAN

DAMPAK EKONOMI SOPI KEPADA MASYARAKAT

 Dampak negatif terhadap ekonomi konsumen

Istilah konsumtif biasanya digunakan pada masalah yang berkaitan prilaku konsumen
dalam kehidupan manusia. Dewasa ini salah satu gaya hidup konsumen yang cenderung
terjadi di dalam masyarakat adalah gaya hidup yang menganggap materi sebagai sesuatu
yang dapat mendatangkan kepuasan tersendiri, gaya hidup seperti ini dapat menimbulkan
gejala konsumtifisme, sedangkan konsumtifisme dapat didefinisikan sebagai pola hidup
individu atau masyarakat yang mempunyai keinginan untuk membeli atau menggunakan
barang dan jasa yang kurang atau tidak dibutuhkan.
Keinginan masyarakat dalam era kehidupan yang modern untuk mengkonsusmsi
sesuatu tampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya.
Membeli saat itu sering kali dilakukan secara berlebihan sebagai usaha seseorang untuk
memperoleh keseneangan atau kebahagiaan. Meskipun kebahagiaan yang diperoleh hanya
bersifat semu. Perilaku konsumtif sebagai sosial ekonomi perkembangannya dipengaruhi oleh
faktor kultural, pentingnya peran mode yang mudah menular atau menyebabkan produk-
produk tertentu. Sebagai akibatnya mereka kemudian membelanjakan uangnya dengan
membabi buta dan tidak rasional, sekedar untuk mendapatkan barang-barang yang menurut
anggapan mereka dapat menjadi simbol keistimewaan.
Sebagai contohnya, perilaku masyarakat di Kecamatan Sambi Rampas Kabupaten
Manggarai Timur yang mengonsumsi sopi diluar kegiatan adat secara berlebihan dan tidak
sesuai kebutuhan. Perubahan ini mengakibatkan banyak masalah yang ditimbulkan,
diantaranya tingkat kriminalitas yang semakin tinggi di kecamatan Sambi Rampas.Banyak
kasus pembunuhan, tabrakan, dan perkelahian sebagai akibat mengonsumsi sopi diluar
kegiatan adat.
Sebagai kesimpulannya, dari segi ekonomi pembeli yang memiliki sifat konsumtif,
tanpa disadari mereka akan menghabiskan banyak uang pada sopi daripada yang seharusnya.
 Dampak positif terhadap ekonomi penjual/produsen dan orang – orang di
sekelilingnya

Gubernur NTT menyatakan bahwa sekitar 70 persen penduduk NTT bermata


pencaharian sebagai petani. Dari total 70 persen tersebut sekitar 15 persen petani hidup dari
miras. Sopi juga dapat bermanfaat dalam peningkatkan perekonomian masyarakat yang
memproduksinya di NTT. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat di NTT
masih memproduksi sopi, disamping sebagai mata pencaharian sopi juga diproduksi untuk
kepentingan adat yang memang masyarakat memegang budaya ini sejak zaman dahulu kala.
Sopi adalah industri pertanian yang bertahan paling lama ditengah konteks NTT khususnya di
Manggarai Timur. Contoh bahwa sopi sangat mempengaruhi kehidupan petani.
Usaha penyulingan miras bagi warga merupakan sandaran hidup keluarga terutama
bagi wilayah desa yang kering dan tandus. Tidak ada hasil bumi yang dapat diandalkan untuk
menjadi komoditi yang bisa dijual untuk pendapatan keluarga. Hasil penjualan miras itu akan
digunakan untuk membiayai sekolah anak dan kebutuhan keluarga lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa penyulingan lontar menjadi sopi yang diawali dengan
penyadapan lontar adalah warisan budaya nenek moyang yang memiliki banyak manfaat.
Manfaat dimaksud tidak hanya pada ranah kultural dan sosial semata namun juga ekonomis
bahkan ekologis. Manfaat ekologisnya bisa dijelaskan dengan tingkat ketergantungan sopi
pada pohon lontar. Eliminasi sopi bisa berujung pada eliminasi lontar karena semakin
sedikitnya insentif pemeliharaan lontar. Oleh karenanya dalam membangun industri sopi
perlu memperhatikan setidaknya ketiga ranah dimaksud.
Secara ekonomi seluruh rangkaian aktivitas pemanfaatan pohon lontar atau nira
memiliki nilai ekonomis tersendiri. Cuka, gula air, gula lempeng, dan sopi mempunyai nilai
jual yang dapat dijadikan sumber pendapatan masyarakat. Khususnya sopi, nilai ekonomisnya
sangat tinggi.
Sebagai contoh, salah satu PT pembuat sopi di Manggarai Timur yang sudah ada
selama 40 tahun mengatakan bahwa :

”Produksi sopi dan perdagangannya mampu memberikan kontribusi positif bagi


ekonomi masyarakat penyuling lontar di area tersebut”. Sedikitnya terdapat 6 titik tempat
penyulingan lontar atau tempat memproduksi sopi di area ini dimana setiap titik penyulingan
mampu memproduksi 200 liter sopi dalam seminggu.Total dari 6 titik tersebut menjadi 1.200
liter. Sopi hasil produksi dengan teknik dan alat tradisional tersebut dikemas dalam botol
bekas air mineral dengan volume 0,6 liter tiap botolnya. Setiap botolnya dijual dengan harga
paling rendah Rp. 10.000. Berdasarkan angka – angka ini jika dihitung besaran nilai
ekonomisnya maka dalam seminggu setiap titik penyulingan dapat menghasilkan pemasukan
sebesar + Rp. 3.3 juta. Bila dihtung keseluruhan titik penyulingan dalam sebulan mampu
menghasilkan Rp. 79 juta atau sekitar Rp. 950 juta dalam setahun. Nilai uang ini masih
dapat meningkat 3 kali lipat lagi dikarenakan jumlah liter sopi yang diproduksi di Kota
Komba dan sekitarnya masih saja dirasa kurang oleh para penjual maupun konsumen di
kabupaten Manggarai Timur dan sekitarnya sehingga pasokan sopi juga diambil dari Kota
Komba sekitar 4000an liter setiap minggunya”

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa alasan masyarakat masih


memproduksi sopi selain sebagai punya nilai ekonomis untuk membiayai hidup keluarganya,
memproduksi sopi juga turut dalam mempertahankan kebudayaan yang sejak dulu diwariskan
dari nenek moyang mereka.

Referensi :

Skripsi “Eksistensi Para Pembuat Sopi di Kecamatan Sambi Rampas Kabupaten Manggarai
Timur” – Ma’rit – Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi – September 2018.

Anda mungkin juga menyukai