Bapak Ir. Susilo Soekardi, Dipl HE., dan Ibu Romlah Nuryati
2 — G.E.N.C.E.
Gence
“Membedah Anatomi Peradaban Digital”
Tauhid Nur Azhar, Bambang Iman Santoso, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari,
Adang Suwandi Ahmad, Suhono Harso Supangkat, Supra Wimbarti,
Shelly Iskandar, Elvine Gunawan, FX. Wikan Indrarto, Budi Syihabuddin,
NGX Indonesia, Andhita Nurul Khasanah, Insan Firdaus, Dani Sumarsono,
Dody Qori Utama, Ian Agustiawan, Alila Pramiyanti, Ina Kurniati, Santi Indra Astuti,
Nugraha P. Utama, Duddy Fachrudin, N. Nurlaela Arief, dan Diana Hasansulama
ISBN 978-602-18495-9-0
Penulis:
Tauhid Nur Azhar, Bambang Iman Santoso, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari,
Adang Suwandi Ahmad, Suhono Harso Supangkat, Supra Wimbarti,
Shelly Iskandar, Elvine Gunawan, FX Wikan Indrarto, Budi Syihabuddin,
NGX Indonesia, Andhita Nurul Khasanah, Insan Firdaus, Dani Sumarsono,
Dody Qori Utama, Ian Agustiawan, Alila Pramiyanti, Ina Kurniati,
Santi Indra Astuti, Nugraha P. Utama, Duddy Fachrudin,
N. Nurlaela Arief, dan Diana Hasansulama
Editor :
Emsoe Abdurahman, Rizal Rickieno, & Insan Firdaus
Ilustrasi:
Muhammad Faisal
Diterbitkan oleh
Tasdiqiya Publisher
Jl. H. Mukti No. 19, Cibaligo, Cihanjuang, Parongpong - Bandung Barat
Telp. 022-86615556 HP/WA: 0838.2090.5097
e-mail: tasdiqiyapublisher@gmail.com; web: www.tasdiqiya.com
ISBN: 978-602-18495-9-0
1. Umum I. Judul
II. Emsoe
4 — G.E.N.C.E.
Pengantar Penerbit
T
idak banyak kepastian di dunia ini. Satu dari yang
sedikit lagi pasti itu adalah perubahan. Apalagi
kalau kita berbicara peradaban manusia, perubahan
adalah keniscayaan yang terjadi di dalamnya. Apalagi
kalau pembahasan kita menukik pada yang namanya
teknologi, sebagai salah satu bagian inti dari peradaban
manusia, perubahan tampak begitu nyata.
Pada beberapa dasawarsa terakhir, kecepatan
perubahan dalam kehidupan umat manusia, yaitu ketika
teknologi informasi dan komunikasi mendapatkan
momentumnya, semakin menampakkan jatidirinya.
Dunia kita pun berubah. Pola interaksi di antara
manusia mengalami perubahan yang amat signifikan
dan mendasar. Beragam hal yang hanya bisa diimpikan
orang-orang terdahulu kini tampak nyata di depan mata.
Arus perubahan ini nyaris seperti gelombang tsunami
yang menyapu kota-kota dan menghanyutkan semua yang
ada, termasuk kesadaran sebagain besar manusia. Pada
satu sisi, mereka hidup dalam era perubahan yang amat
cepat. Namun, pada sisi yang lain, mereka tidak paham
dengan apa yang terjadi. Mereka terhanyut begitu saja
dalam derasnya informasi, keterbukaan, kemudahan dan
beragam ekses negatif dan positifnya perubahan zaman.
Padahal, apapun namanya, sesuatu yang didasarkan pada
ketidakpahaman biasanya akan melahirkan keburukan,
ketertipuan, dan salah antisipasi.
Salam,
Penerbit.
6 — G.E.N.C.E.
Pengantar Penulis
P
eradaban manusia niscaya selalu berkembang
dan bertumbuh secara adaptif sebagai respons
terhadap perkembangan kebutuhan yang sangat
dinamik. Kemampuan kognitif manusia yang maujud
dalam potensi intelijensia terstruktur yang berkembang
menjadi kecendekiawanan telah melahirkan banyak
sekali terobosan yang pada gilirannya mengubah
secara begitu cepat sistem, model tata kelola, dan daya
dukung kehidupan. Ilmu dan teknologi mendorong
terciptanya proses eksploitasi sumber daya yang banyak
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
ekosistem dan kebersinambungan fungsinya. Ilmu dan
teknologi juga mendorong perkembangan berbagai
inovasi dalam proses komunikasi yang teramat penting
dalam mempertahankan eksistensi diri dan kelompok.
Berbagai perubahan interaksi sosial telah melahirkan
berbagai budaya yang juga terus berubah seiring waktu.
Kepentingan komunal dan individual dalam pemenuhan
kebutuhan sebagai dasar dari aktualisasi diri termanifestasi
dalam bentuk interaksi yang bersifat substitutif (saling
menggantikan dan mengisi peran), komplementatif
(saling melengkapi dan bersinergi), dan augmentatif
(saling menguatkan dan memperkaya fungsi).
Bahasa lisan dan tulis yang telah hadir sekitar 2500
s/d 3000 tahun lalu di peradaban Babilonia, Sumeria, dan
Funisia berkontribusi secara luar biasa dalam mengubah
8 — G.E.N.C.E.
Kata Sambutan
A
presiasi kepada Dr. dr. Tauhid Nur Azhar yang
telah membuat dan merangkai buku yang sangat
komprehensif terkait dengan evolusi, revolusi
sampai disrupsi peradaban manusia. Dimulai dengan
sejarah peradaban manusia dengan tinjauan Historiografi,
Neurobiologi, Teknologi Digital sampai dengan prakiraan
masa depan manusia.
Sudah hampir sepuluh tahun saya bertemu dan
berkenalan dengan Dr. Tauhid Nur Azhar. Kami sering
dan saling bertukar pikiran dan pandangan terkait
perkembangan peradaban. Diskusi diawali dengan
pengaruh teknologi digital yang berperan besar dalam
perubahan gaya hidup dan berinteraksi. Dimulai dengan
saat orasi guru besar saya di Balai Pertemuan Ilmiah ITB
pada 28 Februari 2009, dengan tema Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) untuk Pembangunan Generasi Muda.
Kaitan TIK dengan neurobiologi ternyata sangat
kental, dari situlah, seminar, workshop, FGD dan yang
terkait dengan perkembangan dan telaahnya menjadi
bahan pembicaraan. Memberi insight atau mencari
pencerahaan terbaik dalam pendampingan perubahanan
generasi secara kontinu terus dilakukan. Pendampingan
melalui organisasi profesi dan komunitas anak muda
seperti Neuronesia, C gen, Asosiasi Prakarsa Indonesia
Cerdas dan lain lainnya menjadikan semakin pentingnya
kolaborasi antar bidang, sektor maupun keahlian.
Evolusi generasi X, Y sampai Z juga dibahas dalam
buku ini secara gamblang besreta dengan contoh-
contohnya. Hal ini memberikan gambaran tentang betapa
Hormat Kami,
10 — G.E.N.C.E.
Membedah Anatomi Peradaban Digital — 11
12 — G.E.N.C.E.
Daftar Isi
PENGANTAR PENERBIT — 5
PENGANTAR PENULIS — 7
KATA SAMBUTAN — 9
Bagian 1:
Sejarah Peradaban Manusia: Tinjauan Neurobiologi
dan Historiografi — 29
Bagian 3
Gaya Hidup Digital dan Masa Depan Manusia — 169
14 — G.E.N.C.E.
[11] Geosmart 2016 (Sebuah Catatan) — 266
[12] Enzymatic Leadership — 273
[13] Peran PFC di Masa Turbulensi VUCA — 279
[14] Ideologi Feminisme di Era Digital Media — 309
[15] Smart Tourism — 331
Bagian 4
Peradaban Digital, Aneka Permasalahan dan Solusinya — 341
EPILOG:
D’où Venons-Nous? Que Sommes-Nous? Où Allons-Nous? — 483
T
eknologi informasi dan telekomunikasi yang
berkembang secara disruptif telah melahirkan
sebuah genre peradaban baru. Jika selama ini kita
mengenal terminologi Gen X dan Gen Y, kini generasi
yang terlahir setelah tahun 1995 dikenal sebagai Gen Z.
Ada yang menyebutnya juga sebagai Gen C (Prof. Suhono
Harso Supangkat, 2015). C sendiri adalah akronim untuk
beberapa sifat dasar yang melekat pada generasi ini seperti:
connected, creative, cooperation, co-creation, communication,
dan collaborative.
Ya, inilah generasi yang lahir seiring dengan
semakin matang dan berkembangnya teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) dengan segala sistem dan piranti
pendukungnya ini bahkan dapat dikatakan telah
terintegrasi dengan teknologi yang melekat sebagai
platform dan infrastuktur kehidupan mereka. Ada
peneliti komunikasi dan gaya hidup yang menyebut Gen
Z ini sebagai Gen Phi atau π, dengan ciri yang sebenarnya
juga tidak jauh berbeda, kreatif, inovatif, dan egaliter.
Keterikatan dan pada gilirannya ketergantungan pada
TIK yang difasilitasi oleh suatu “keajaiban” rekayasa
teknologi sosial yang bernama internet.
Sejak konsep “world wide web” digagas Sir Tim Berners
Lee, sampai di penghujung tahun 2016 saja di Indonesia
menurut data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
18 — G.E.N.C.E.
Dalam hal konsumsi waktu untuk beraktivitas di dunia maya,
proporsi terbesar responden berada pada rentang 2-4 jam, yaitu 35,48%,
diikuti dengan kelompok yang memerlukan waktu sekitar 4-6 jam
untuk beraktivitas di dunia maya, atau 23,39%. Sedangkan penggunaan
sosial media sebagai representasi diri di jagat maya tergambarkan dari
adanya sekitar 28% responden yang memiliki lebih dari 4 akun sosial
media, diikuti oleh 27,20% mereka yang memiliki 4 akun.
20 — G.E.N.C.E.
Tentu hasil ini hanyalah representasi kasar yang belum dapat
menggambarkan semua antroporegion generasi social anxiety karena
kepribadian paranoia dan passive agressive (negativistic): takut tidak
kebagian, takut tidak dianggap, takut tidak diakui, takut tidak berperan.
Hal ini berakibat pada tumbuhnya kepribadian antisosial, narsis,
kompulsif (uncontrolled), menjadi delusi dan halusinasi; tidak realistis,
tidak berdasarkan fakta serta menimbulkan miskonsepsi.
***
Dari hasil survey yang sama terungkap pula bahwa keberadaan
gadget sebagai sarana untuk memasuki dan beraktivitas di dunia maya
menjadi penting bagi 62,10% responden, dan keberadaannya menjadi
sangat penting bagi 30,65% responden lainnya. Artinya, mayoritas
responden beranggapan bahwa gadget adalah sesuatu yang penting
dalam kehidupannya. Di sisi lain 59,20% responden merasa kehadiran
gadget dan koneksivitas serta akses terhadap data yang semakin
terbuka dan telah berkembang sebagai kebutuhan primer dapat
memicu terjadinya stress mental dan kecanduan (adiksi).
22 — G.E.N.C.E.
Paradoks lainnya terjadi dalam hal pendistribusian informasi,
kebiasaan memforward dan membroadcast suatu informasi secara cepat
dan masif, ternyata tidak diiringi upaya sistematik untuk memverifikasi
info yang akan diteruskan tersebut. Sebagian besar responden memang
menempatkan rasionalitas dan objektivitas informasi sebagai faktor
penentu mereka meneruskan informasi tersebut (44,80%). Sementara
ada 41,60% responden lebih menekankan pertimbangan mereka pada
sumber berita. Dengan catatan, sebagaimana kita ketahui bersama
bahwa memverifikasi kesahihan dan keaslian sumber berita dan
endorser di zaman ini tidaklah mudah. Dunia maya menyediakan
begitu banyak kemungkinan dan ruang untuk lahirnya identitas
paralel sampai batas yang tak terhingga. Sumber berita bisa siapa saja
dan di mana saja.
24 — G.E.N.C.E.
bentuk-bentuk konsekuensi atau pertanggungjawaban mendorong semua
pasangan dalam ruang itu untuk berani memperturutkan instingnya yang
impulsif.
Sebaliknya saat peserta kelompok berikutnya diberitahu dengan
detail proses yang akan dijalani, di mana di awal proses akan dimulai
dengan perkenalan dan setelah berakhir juga seluruh peserta akan diminta
untuk saling bersosialisasi satu sama lain. Maka, dalam kurun waktu yang
sama yang terjadi dalam ruangan gelap itu hanyalah percakapan normatif
dalam koridor asas kesopanan.
Secara sederhana kita dapat menganalogikan kondisi komunikasi
kita di dunia maya ke dalam kondisi eksperimen tersebut. Tanpa identitas
(kecuali tapak digital dan alamat IP), yang mengaborsi tanggung jawab
dan konsekuensi, maka muncullah insting-insting purba/primordial
dalam model-model interaksi di ruang publik maya.
***
Kondisi-kondisi yang terjadi seiring dengan maraknya perkembangan
TIK dan internet tidak hanya itu saja. Ranah ekonomi berubah, pasar
tradisional dan jalur penjualan konvensional nyaris punah. Mesin pun
semakin cerdas dan bahkan sudah mulai memainkan peran sebagai
“malaikat” yang selalu mengetahui apa yang tengah, sudah, dan akan
kerjakan. Pikiran kita dibajak dan dianalisa dari jejak serta tapak yang
ditinggalkan berupa artefak-artefak digital yang terserak.
Coba buka dan lihat sejarah hidup kita di dunia maya lewat
myactivity.google.com, kita nonton apa, buka gerai apa di marketplace,
sampai berapa kali sehari buka IG, kelihatan semua. Termasuk bisa
ditelusuri ulang dan dipelajari sistem siapa sebenarnya kita dan apa
isi pikiran kita, bagaimana cara kita membuat keputusan, pilihan apa
yang akan kita ambil? Terbaca semua melalui pengenalan pola yang
memang secara matematik statistik dapat merepresentasikan pola
baku yang kita acu dan berlaku.
Jika ekosistem digital yang menjadi ruang hidup baru (terutama
Generasi C/Z/π), apapun yang terjadi di *dioma* (digital bioma)
sebagai *digitat* (digital habitat) generasi itu, dan juga kita, akan
mempengaruhi otak, jaringan syaraf, dan pikiran. Baik secara langsung
26 — G.E.N.C.E.
Akumulasi kondisi itu semua mengubah dan berubah karena otak
(organik). Ada perubahan plastis karena pembiasaan atau habituasi di area
prefrontal (dorsolateral prefrontal cortex), insula, hipokampus, amigdala,
girus fusiformis, girus temporalis superior, thalamus, girus temporalis
medial superior, lobus parietal inferior, presupplementary motor area,
sampai korteks somatosensoris. Bayangkanlah bagaimana pengaruh
informasi dalam dioma dan digitat berdampak biologis sedemikian masif
di otak manusia.
Maka, agar tidak berpanjang kata, dalam buku yang kini berada
di tangan Anda, kami mencoba untuk mengupas tuntas apa yang
sesungguhnya terjadi di *dioma* kita. Apa yang terjadi saat kita dan
otak kita berinteraksi dengan teknologi. Lalu ke mana teknologi ini akan
membawa peradaban manusia? Sederet pakar dan praktisi handal yang
amat menguasai bidangnya siap berbagi dengan sidang pembaca, pikiran-
pikiran mereka tentang sebuah peradaban yang telah lahir dan tumbuh di
antara kita: “Peradaban Digital”. ***
(1)
Manusia, di Antara Keserakahan dan Agresi
oleh Tauhid Nur Azhar
30 — G.E.N.C.E.
Tapi equilibrium, keseimbangan, ataupun kondisi homeostasis
di dalam proses interaksi yang dinamis kadang mendorong manusia
untuk bersikap praktis, bahkan pragmatis, dan akhirnya tidak etis.
Tata nilai yang dikembangkan secara kolektif sebagai cara untuk
mengembangkan aturan yang menjamin rasa keadilan dan kesamaan
tujuan acap takluk dan tunduk pada pola pikir, baik individual maupun
komunal (berjamaah, crowd) yang bersifat impulsif-intuitif dengan
ciri bersifat instan dan berorientasi pada pemuasan dan pemenuhan
jangka pendek (bahkan sangat pendek). Pola ini melahirkan berbagai
pendekatan yang bersifat eksploitatif secara masif yang biasanya akan
diikuti pola rehabilitatif saat tersadar bahwa tindakan yang dipilih
telah menimbulkan kerusakan, bahkan kehancuran.
Maka, orang-orang yang bersifat antitesis inilah yang boleh jadi
masuk dalam kategori munafik. Terlepas dari konsep kesadaran dan
tingkat pemahaman terhadap kehidupan, upaya mekanistik manusia
dalam pemenuhan kebutuhannya pada tahap-tahap selanjutnya
berimbas pada penggunaan akal sebagai alat utama proses eksploitatif
yang tidak jarang menjurus pada kekerasan dan agresi. Superioritas
sekelompok manusia yang antara lain didapatkan melalui capaian
akalnya yang maujud dalam ilmu dan teknologi kerap digunakan
untuk menindas dan mengeksploitasi komunitas atau kelompok
manusia lain yang berada di ekoregion yang berbeda.
Kita, di Indonesia, punya catatan sejarah yang cukup kelam. Hal
ini sebagai imbas dari perjanjian aneh antara Spanyol dan Portugis
di Saragossa yang membagi dua belahan bumi sebagai daerah yang
“berhak” mereka jajah. Kepulauan-kepulauan kita yang subur dan
kaya rempah pun menjadi sasaran untuk dijarah. Perjanjian Saragossa
sendiri disepakati pada tanggal 22 April 1529.
Maka, saya tidak terlalu heran saat singgah di Bengkulu untuk
mengisi seminar nasional di FK Universitas Bengkulu. Kala itu, saya
sempat melihat sekilas benteng Marlborough di tepian pantai panjang
yang menurut catatan sejarah dibangun di era Gubernur East Indies
dari kongsi dagang Inggris, Joseph Callet, pada tahun 1714.
Penguasaan teknologi, khususnya pada ranah transportasi (kapal,
dan lainnya)—yang didukung teknik navigasi serta kartografi yang
32 — G.E.N.C.E.
artikulatif lain dalam bentuk gambar dapat dilihat jauh dari zaman
lebih tua dari situs Lascaux (17 ribu SM), yaitu di Altamira sekitar 33
ribu tahun SM.
Tentu saja, sesuai dengan zamannya, konten yang dituangkan
belum tentu dapat menggambarkan sifat-sifat dasar manusia terkait
dengan emosi dan perilaku. Namun, adanya kebutuhan dasar seperti
pangan memang dapat dijadikan acuan dalam menganalisis karya
seni dari era prasejarah. Risalah kitab suci samawi menggambarkan
perilaku Habil dan Qabil atau Habel dan Kain yang diwarnai intrik
karena rasa iri hati dan dengki.
34 — G.E.N.C.E.
Kembali pada lari marathon, tampaknya kita harus mengupas soal
bangsa Persia yang berkonflik dengan bangsa Yunani. Pada mulanya
bangsa Persia adalah suku kecil yang dijajah oleh Babilonia dan Asyur.
Mereka berasal dari pegunungan Asia yang terletak di sebelah utara
Lembah Mesopotamia.
Pada sekitar 520 SM ada seorang pimpinan suku bernama
Kiros yang secara cerdik mampu mengalahkan Babilonia. Saat telah
berkuasa, Kiros pun ingin mengamankan kepentingan sukunya dengan
cara mengamankan sumber daya. Mulailah pencaplokan wilayah
sekitar dilakukan Persia. Hal ini sama saja dengan yang dilakukan
Nebukadnezar dari Babilonia. Pada sekitar 580 SM, dia menyerang
dan mengusir orang Yahudi ke Babel. Kiros dan kemudian anaknya,
Kambises merangsek ke utara, mendekati Yunani. Dan, Mesir pun
jatuh ke tangan penguasa Persia.
Bayangkan Mesir sebuah kerajaan dengan usia peradaban lebih
dari 4500 tahun, di mana pada sekitar 5200 tahun SM, yaitu pada era
Raja Menes, diduga ditemukan teknologi tembikar, bisa ditaklukkan.
Lewat teknologi ini, kerajinan membuat alat rumah tangga dan berbagai
perabot dengan sentuhan seni berupa gambar mulai diperkenalkan. Di
tangan pasukan Kambises Mesir takluk. Selanjutnya Darius, penerus
Kambises juga terus melakukan ekspansi dengan mengalahkan kota-
kata Ionia (Yunani) yang berada di benua Asia.
Sampailah suatu saat, pasukan Persia melintasi lautan dan
memasuki daratan Eropa, Mereka mendarat di dekat kota Marathon.
Panglima perang Yunani ketika itu, Miltiades, dengan gagah berani
memimpin pasukan Yunani yang dapat mematahkan serangan
pasukan Persia. Pasukan Persia yang mundur dari Marathon ternyata
tidak kembali ke wilayah Persia (yang terbentang dari Mesir sampai
India), melainkan mengarahkan armadanya langsung ke Athena
(ibukota Yunani), di mana terletak Akropolis.
Miltiades yang melihat kondisi ini segera mengutus seorang
pelari cepat untuk memberi kabar kedatangan pasukan Persia ke
Athena. Karena jalur laut memutar, maka dibutuhkan waktu lebih lama
dibandingkan dengan pelari yang melalui jalur darat. Setiba armada
Persia di depan pelabuhan Athena mereka melihat pasukan Yunani
sudah bersiaga. Pasukan Persia merasa jeri dengan kehebatan pasukan
36 — G.E.N.C.E.
Perang selalu menimbulkan korban, tidak hanya dari pasukan
yang berperang tetapi juga korban kolateral yang terdiri dari masyarakat
sipil yang tidak berdaya. Dan, kurva jumlah korban perang ternyata
berbanding lurus dengan kemajuan teknologi persenjataan yang
semakin canggih. Bom atom “Fat Boy” yang dilepaskan dari bomber
Enola Gay di atas Hiroshima contohnya. Persoalan pemicu konflik dan
perang sebenarnya dari dulu sampai saat ini tidak banyak berubah,
kepentingan dan kebutuhan.
Jatuhnya Aleppo dan baku tembak yang terus berlangsung saat
ini misalnya menyisakan banyak cerita di balik konflik terkait dengan
negara-negara yang terlibat di dalamnya. Ada perkara ideologi,
pengaruh di kawasan, serta hal-hal yang sangat pragmatis terkait
dengan penguasaan sumber daya dan posisi tawar dalam hubungan
antarnegara.
Turki dan Rusia misalnya, mereka berhadapan dalam dua kubu
yang berbeda di Suriah, akan tetapi memiliki beberapa titik temu di
mana mereka saling membutuhkan. Ada persoalan domestik Turki
dengan isu separatis Kurdi. Penguasaan terhadap wilayah timur Suriah
melalui operasi perisai Eufrat akan memisahkan kantong demografi
sekaligus pertahanan Kurdi di Afrin dengan Kobane. Di sisi lain ada
perjanjian saling menguntungkan dalam hal eksport gas Rusia melalui
pipanisasi yang masuk melalui Laut Hitam. Dalam sektor pariwisata
pun Rusia menyumbang devisa Turki melalui empat juta turisnya
setiap tahun yang trendnya akan terus meningkat seiring dengan
membaiknya daya beli warga Rusia.
Situasi di luar medan perang seperti inilah yang seringkali tidak
tercermin di lapangan. Pertempuran yang sesungguhnya tersembunyi
di balik informasi yang merupakan konsumsi publik. Hal yang sangat
menyedihkan dalam berbagai konflik yang terjadi adalah masyarakat
tak berdosa yang selalu menjadi korban. Kerusakan dan kemungkaran
terus terjadi di balik topeng kemunafikan.
Sumber:
https://www.civilwar.org/learn/civil-war/battles/battle-gettysburg-facts-summary
38
38 —
— G.E.N.C.E.
G.E.N.C.E.
Perang dunia kedua menelan korban sekitar 60 juta jiwa. Peran
tokoh yang diduga menderita gangguan personalitas ambang batas
(borderless personaliti disorder/BPD), Adolf Hitler, sangat besar dalam
memicu terjadinya perang paling berdarah dalam sejarah ini. Dari
total populasi penduduk dunia yang saat itu berjumlah sekitar 2,3
milyar orang, sekitar 3 persennya menjadi korban. Perang Vietnam
yang merupakan bagian dari perang dingin antara paham demokrasi
dengan komunis mengakibatkan korban jiwa sekitar 1,353 juta orang,
baik dari pihak Vietnam Selatan, Utara, dan Amerika.
Kisah manusia yang sarat dengan peperangan dan kekerasan ini
ternyata berawal dari sekitar 200 ribu tahun lalu. Tahun yang menurut
kajian paleoantropologi diduga sebagai masa hadirnya manusia (Homo
sapiens) di dunia. Uniknya dalam lini masa di mana manusia hidup
dan bermula, spesies kita masih sempat berbagi ruang dengan Homo
erectus yang diduga punah pada sekitar 143 ribu tahun lalu, juga Homo
floriensis yang ditemukan di Liang Bua NTT (akan tetapi menurut Prof.
Dr. Teuku Jakob, pakar paleoanatomi dari FK-UGM, hobbits atau
manusia Flores adalah gambaran dari kondisi patologis kretinisme).
Persinggungan terpanjang dengan spesies non sapiens lain adalah
dengan Neanderthal yang diduga baru punah di sekitar 39 ribu SM. ***
Membedah Anatomi
Membedah Peradaban Digital
Anatomi Peradaban Digital — 39
— 39
(2)
Manusia dan Pola Adaptasi yang Dijalaninya
oleh Tauhid Nur Azhar
40 — G.E.N.C.E.
sampai zaman now, pasti ingin gembira dan tidak mau melupakan
bahagia.
Maka, kita pun menemukan fakta bahwa alat musik telah hadir
puluhan ribuan tahun lalu. Alat musik tertua yang ditemukan dari
artefak di benua Eropa adalah flute alias seruling. Berasal dari sekitar
40 ribu SM, flute bahkan sudah digunakan pada saat Neanderthal
masih menjadi bagian dari masyarakat.
Preferensi dalam seni sebagai gambaran, sejatinya lahir bukan
semalam dua malam saja, melainkan dari rahim pemikiran yang
melibatkan asupan indra dalam bentuk rasa. Dia bermuara pada
kecenderungan untuk suka dan pilihan untuk mempreservasi dan
mereplikasi apa yang dirasa dan disuka dalam bentuk proyektif,
kontemplatif, afirmatif, dan reflektif.
Bagaimana thalamus dalam konteks lahirnya seni bekerja dengan
kompartemen hipokampus dan juga hipotalamus memandu basal
ganglia dan beberapa area Broadman untuk menghadirkan gerak
terencana, sapuan kuas atau canthing yang terukur, tone dan pitch suara
dengan rentang frekuensi yang mengalun, hingga turut mengonduktori
diafragma dan otot perut agar menurut dan “mengurut” udara agar
melewati plica vocalis dengan tekanan panjang beroktaf-oktaf.
Maka, kita bisa kembali menengok era 35.000 tahun lalu yang
diduga oleh Teh Wanda Listiani, sahabat istri saya dari STSI Bandung,
sebagai era awal bentuk seni paling purba berupa gambar yang
ditorehkan pada dinding batu dengan piranti batu dimulai. Prokreasi
adalah duplikasi, adalah upaya manusia untuk menciptakan proyeksi
lokus kontrolnya sendiri dalam bentuk kreatura yang dapat dibuat
sesuka dan sesuai rasa menggambarnya.
Maka, seni bukan hanya capaian keterampilan proses perencanaan
motorik di girus depan sulkus sentralis belaka, bukan juga sekadar
daya ingat dari hipokampus saja, melainkan daya pikat yang melekat
karena adanya kepentingan untuk membuat duplikat alam nyata yang
hadirkan ketenangan kendali melalui olah rasa.
Maka, olah ruh perlu olah rasa yang maujud sebagai produk olah
pikir dan secara aksiologis termanifestasi dalam olah raga. Kelenturan
lengan, kelenturan pita suara, kecermatan pusat visual dan dengar
42 — G.E.N.C.E.
Manusialah yang kemudian memiliki seni identifikasi, mengenali
karakteristik atom, unsur, dan membangun kerangka berpikir yang
kelak dinamakan stoikiometri sampai energetika. Maka, walaupun
saya tidak sepenuhnya sependapat dengan Bu Wanda soal sejarah
peradaban Nusantara, yang terbukti dari hasil penelitian Lembaga
Molekuler Eijkman (Prof. Herawati Sudoyo, dkk) yang menemukan
varian tua haplotip genetika mitokondria di kepulauan Kei, Tanimbar,
dan sebagian Sundaland yang diduga pecahan benua Pangea atau
Lemurian. (Hal ini menjadi bukti shahih bahwasanya bangsa Indonesia
khususnya saudara-saudara kita di timur adalah generasi pertama gelombang
migrasi out of Africa yang sebagian kembali ke arah Asia Timur (aborigin
Taiwan) dan dari lembah Yunan dan Mekong datang ke daerah nenek moyang
(Nusantara). Akan tetapi, saya sepakat soal hipotesa tentang fungsi seni
di masa itu (pra-sejarah).
Pada masa itu Kak Wanda berhipotesa seni adalah alat untuk
mempertahankan kehidupan dan bagian dari warisan pengetahuan
bagi generasi penerus (survival), juga ritual suci, dan punya manfaat
baik estetika maupun praktis (utilitarian). Capaian prokreasi awal
adalah keberhasilan merepresentasikan simbol dalam bentuk-bentuk
geometri sederhana yang terasosiasi dengan objek nyata. Konsep
ini dikenal sebagai piktografi dengan ciri simplifikasi dan stilisasi
alias sederhana dan “diam”. Misal seperti yang ditemukan di Leang
Pattakere Sulawesi Selatan.
Piktograf yang dilukis di batu dan karang disebut petroglips.
Kelak di zaman madya seni ini maujud dalam karya wayang kulit,
beber, golek, sampai sendratari. Juga maujud dalam bentuk adibusana
seperti batik tulis yang kini melegenda. Jangan salah, pada akhirnya
area Broca dan Broadmann manusia menyintesiskan simbol verbal
dalam bentuk bahasa, susastra, gerak, dan lukis ke dalam bentuk
integratif seperti Ramayana yang diklaim India sebagai kisah luhur
penuh Waskita dari kaum Brahmana. Bahkan, seorang Rabindranath
Tagore pun sampai terbengong-bengong melihat sendratari Ramayana
yang telah di akulturasi menjadi budaya integratif Jawa, “wir habe das
Ramayana geschrieben, die Javanen aber tanzen es”, kata beliau yang lebih
kurang artinya “weladalah ... kok iso ya cerito Soko bongsoku dadi seni
kabudayane wong Jowo, tur uapiiik tenan je ...”
44 — G.E.N.C.E.
Bencana katastropik lain adalah letusan super vulkano Toba sekitar 78
ribu SM yang menyebabkan terhentinya fotosintesa di sebagian rupa
bumi yang mengakibatkan munculnya kondisi ekstrem nir cahaya nir
oksigen yang memusnahkan sebagian besar populasi makhluk hidup
di muka bumi.
Banjir besar lain melanda daerah Laut Hitam, sekitar Turki saat
ini, dan diduga inilah banjir di era Nabi Nuh, karena dekat dengan situs
arkeologi gunung Judi dimana artefak yang diduga bahtera Nabi Nuh
ditemukan. Dari tarikh geologi tercatat banjir tersebut terjadi sekitar
5600 SM. Tentu diperlukan bukti otentik terkait dengan kronologis
penyebabnya dan lain-lain mengingat kejadiannya sudah berada di
luar era glasial atau akhir zaman es.
46 — G.E.N.C.E.
(3)
Mitos, Legenda, Budaya Literasi dan Peradaban
Manusia
Oleh Tauhid Nur Azhar
Bahasa Suara
Legenda dan mitos menjadi bagian dari sejarah saat manusia yang
mampu mengembangkan bahasa dari plika vokalisnya (pita suara),
mengasosiasikan bunyi dengan arti (psikolinguistik), juga mulai
mampu berkomunikasi dengan simbol-simbol visual.
Bunyi yang dapat membangun persepsi melalui serangkaian proses
asosiatif dan korelasi simbol/nada dengan sejumput makna, pada
sekitar 4800 SM mulai dipindahkan pada bentuk grafis. Simbol-simbol
bunyi seperti piktogram dan hieroglif mulai dikenal. Meski kodifikasi
arti ini sulit, tetapi manusia mulai dapat mendokumentasikan nilai dan
pengalaman pikiran dalam bentuk literasi yang dapat disebarluaskan.
Entah berhubungan atau tidak, tapi yang jelas strata tertinggi dari
dewa Sumeria adalah Dewa Anu. Padahal “anu” di Jawa adalah kata
ganti serba guna yang sakti mandraguna untuk menyelesaikan setiap
kebuntuan definisi yang dihadapi manusia. Anu nya, anu itu adalah
anu ku, dan anu nya mereka. Maka anu dan anu dapat melahirkan
banyak anu. Di mana anu ku dan anu mu akan menghasilkan anu kita.
Bahasa Tulis
Maka, makna dan simbol bermuara pada proses pencarian Tuhan.
Lahirlah alfabet dan rangkai kata yang hasilkan makna. Raja Ahiram
dari Phoenicia telah berkata-kata tidak hanya lewat suara, tetapi juga
serangkaian gambar yang disepakati bersama secara ideografi dan
silabus (syllabel). Sama dengan Ts’ang Chieh dari daratan Cina yang
telah menggambar piktograf matahari, bulan, kayu, air, hujan, dan api
yang dapat dirangkai menjadi cerita.
48 — G.E.N.C.E.
Bangsa Assyria punya cara lebih sederhana dengan model
kuneiform alias huruf paku dan di era Ptolemic di Mesir terbitlah
cerita tentang Cleopatra I. Lahirlah sastra. Jauh sebelum itu ada tablet
Rosseta dan kode Hamurabi (1800 SM) kitab hukum pertama yang
mengatur konsensus manusia tentang tata cara hidup bersama. Lalu
lahirlah media baru seperti papirus dan tinta nila (Eber Papirus) yang
berkembang dengan semakin banyak alternatif ditemukan untuk
menyampaikan pesan dan warisan pengetahuan. Pi Sheng (1023-
1063) menemukan kertas dan cetak kayu, lalu di abad jelang milenia
hadirlah Gutenberg dengan alat cetaknya yang dapat menggandakan
Injil sebagai buku baku yang pertama.
Nama Aji Saka dalam tradisi India sebenarnya adalah Saka Ji, atau
bangsawan dari bangsa Shaka. Diduga diutus oleh Raja Vaisvasvata
Manu melalui salah satu raja bawahannya di wilayah barat (Raja
Ring Ranishka) melalui sebuah ekspedisi ke Jawa pada tahun 78 SM.
Berkembanglah legenda tanah Jawa bahwa Sakaji yang aseli orang
Shaka (ada tokoh Shaka di film Avatar yang tampaknya berhubungan
dengan legenda ini) datang sebagai penyelamat tanah Jawa.
Pada saat itu, sebagai bagian dari tradisi yang mungkin terkait
dengan Paganisme, ada budaya tumbal atau mengorbankan manusia
untuk dipersembahkan darahnya bagi penguasa alam (Gaia). Salah
satu tokoh antagonis yang menjadi simbol kecemasan bawah sadar
manusia Jawa yang notabene adalah “panci genetik” manusia,
sekumpulan gen berbagai bangsa yang menyatu menjadi manusia
Nusantara, adalah Prabu Dewata Cengkar. Sosok menyeramkan yang
digambarkan bertubuh raksasa dan berperilaku biadab. Apakah ini
50 — G.E.N.C.E.
Filosofi Batik
Karya manusia termasuk batik adalah seni semesta yang mengalun bersama
keteraturan fraktal yang muncul dalam wajah ketidakteraturan. Filosofi batik ini
unik, seperti hidup, yang dilukis canting adalah bagian yang tak ingin diwarnai.
Dibiarkan polos. Bisa putih atau apapun, selama itu warna dasaran.
Maka bentuk serumit apapun dengan filosofinya masing-masing seperti sawat
(nyawat/melempar) lar (sayap Jatayu/Garuda) ataupun Megamendung Cirebonan
yang dianalisis dengan pendekatan gelombang Kanagawa, ataupun pereng yang
bak tebing kokoh, tertutup, sambung menyambung dan kuat mencerminkan pola
kuasa raja yang mesti kokoh meski berhadapan dengan badai dan ombak masalah
yang menggerus.
Pada intinya, filosofi batik harus menjadi sokoguru peneduh sekaligus simbol
keberanian menghadapi masa depan. Yang digariskan canting ditutupi malam
panas agar tetap suci tak terjamah distorsi dunia. Gemuruh galau amigdala yang
hadirkan gelombang cemas yang terus menerus menggerus pereng pereng
kesadaran hingga melahirkan growing-growong pragmatis keputusasaan berproses
dan jatuh dalam keinstanan yang nista.
Maka kosong, suwhung, dan menutupi kesejatian diri tak terbaca oleh algoritma
kira-kira (x’= X+ d cos alfa dan y’= y + d sin alfa). Elemen dasaran pada batik
Klowong adalah prinsip dasar dan kebutuhan primer kita, ibaratnya begitu. Maka
ubo rampe kehidupan kita yang sarat drama dan bermain di area reward center/
pathway (nucleus accumbens, dan lain-lain) itu sebenarnya “isen-isen”, motif kecil
yang memiliki aneka varian, senengmu opo? Karepmu opo? Polahmu opo?
Ada gegaris yang disebut galaran, ada titik-titik noktah jiwa yang disebut cecek
atau cecek pitu. Ada juga sisik atau sisik melik yang menyerupai sisik ikan, berkilau
indah sekaligus bersifat fungsional. Jangan salah, setelah pola besar bernama basic
needs of life yang menurut Maslowian order akan berpuncak pada aktualisasi diri,
akan ada pola isen-isen yang mungkin kita kenal sebagai budaya atau perilaku
kultural. Dalam batik ini disebut sebagai sekar sedhah atau Rembang dan teman-
temannya.
Maka, kepedihan hati yang ditinggal sepi kekasih yang berpaling pada selir cantik
duniawi dapat berbuah pola taruntum berulang (truntum), dimana harap masih
ingin bersemi bersama rasa percaya bahwa cinta akan selalu menemukan jalannya.
Itu kisah Ratu Kencono istri Pakubuwono III yang menuangkan duka dalam sehelai
mori sederhana. Taruntum dan pola harap dengan bunga tanjung yang berulang,
mungkin sama dengan pereng yang merepresentasi kepemimpinan dan nilai yang
harus diyakini.
Maka batik bukan sekadar lukisan berpola di selembar kain. Dia adalah sebuah
lukisan di kanvas semesta kehidupan.
52 — G.E.N.C.E.
antara lain dengan kegemarannya mengenakan rangkaian daun salam
berwarna keemasan di kepalanya.
54 — G.E.N.C.E.
Rajawali) sebagai upaya untuk menggerogoti kekuasaan dan pada
gilirannya merebut kekuasaan yang sedang melemah.
Kehebatan seorang Hassan bukanlah karena dia mampu
menggerakkan secara ideologi massa yang besar sebagai pengikutnya,
melainkan dia berhasil “memanipulasi” sekelompok kecil pemuda
militan menjadi “senjata mematikan” yang kelak dikenal sebagai
assasin.
Relevansi kisah Hassan dari Alamuth ini dengan kondisi kekinian
yang diwarnai dengan teror melalui penggunaan penganut paham
radikal yang militan sebagai “kurir” maut rupanya punya pola yang
mirip dengan apa yang dilakukan Hassan di Alamuth. Hassan mungkin
menguasai ilmu neurosains terapan yang mengeksplorasi peran opiad
dan reseptor opiadnya. Hassan memilih untuk menggunakan hasish,
ekstrak tanaman cannabis sativa sp dengan kandungan cannabinol
berupa delta -9 hydrocannabinol.
Efek dari THC ini sebagaimana pengguna ganja atau marijuana,
menghadirkan gangguan persepsi bunyi, visual, rasa atau hadirnya
halusinasi, perubahan mood, mereduksi nyeri, dan membuat “berani”.
Sebagaimana halnya efek metenkephalin di reseptor opiad otak, ada
kecenderungan fatalistik untuk menyakiti diri sendiri.
Hassan Al-Saba mengumpulkan pemuda-pemuda dengan
berbagai tekanan psikososial yang berat dan didekati dengan
pendekatan spiritual yang menjanjikan cara instan untuk mencapai
kebahagiaan. Untuk itu Hassan mengembangkan citra dirinya sebagai
tokoh “pemegang kunci surga”, yang diberi otoritas langit dalam
bentuk hak prerogatif untuk menentukan siapa-siapa saja calon
penghuni surga.
Maka, Hassan pun mengeksplorasi sisi-sisi lemah psikologis para
pemuda binaan dan jamaahnya, antara lain dengan metoda framing
(Amos Tsversky, Kahneman, dll) dan juga anchoring hingga tercipta
persepsi yang diharapkan Hassan tentang figur Hassan di benak
jamaahnya. Kemuliaan dan kesucian yang diyakini pada akhirnya
menimbulkan “trust”. PFC berhasil dikelabui dan proses delusional
dapat dimulai.
56 — G.E.N.C.E.
(5)
Sejarah Perkembangan Jiwa Manusia
Oleh Tauhid Nur Azhar
Dari fosil T-Rex yang menjulang dan selalu ramai menjadi selfie
area, kami masuk ke ruang kecil di sudut dan di sanalah tengkorak
keluarga primata dan hominid dipajang dalam kaca. Beruntung kita
hidup di Indonesia yang dari Wajak, Sangiran, sampai Liang Bua di
NTT banyak terdapat fosil purba mulai dari keluarga Pithecantropus
sampai era Homo erectus, Wajakensis, dan akhirnya tentu saja Sapiens.
58 — G.E.N.C.E.
Berdasarkan hal ini lahirlah pengetahuan yang dikemas dalam bentuk
pendidikan.
***
Perkembangan keingintahuan manusia mulai menembus batas
ketakberdayaan sarana belajar. Manusia punya modal utama, bertanya.
Naik pada dirinya maupun pada sekitarnya, bahkan pada alam dan
lingkungan hidupnya. Maka inilah kelak dasar dari lahirnya research
question, dialektika, retorika, dialog, premis, dan juga hipotesa.
Termasuk dalam menegakkan tauhid dan akidah, Nabi Ibrahim as.
mengawali semuanya dengan tanya, min aina? Fa ‘aina tadzabûn? Dan
kita pun masih kerap menggemakan pertanyaan yang sama dalam
benak kita, who am I?
Maka, dunia oriental (timur) seperti peradaban tua yang
lahir di sekitar Eufrat-Tigris, Babilonia, Persia, dengan puncak
peradaban Sumeria sampai Persia melahirkan budaya preservasi ilmu
pengetahuan melalui simbol-simbol yang kini dikenal sebagai hieroglif
ataupun piktogram dan lahir pula sebagai dampak ikutannya kelainan
seperti disleksia ataupun aleksia, karena memang otak manusia tidak
100 persen sama.
Pengetahuan ini berkelindan dengan keyakinan dan melahirkan
prinsip-prinsip spiritual yang menjadi nilai acuan komunal. Bangsa
Persia mengenal ajaran Zoroaster yang meyakini adanya keseimbangan
dualisma pengatur semesta, Ormudz dan Ahriman. Penguasa
kegelapan dan jalan terang. Budaya Indus Mohenjodaro mewariskan
konsep Avathara dengan representasi kekuatan semesta dalam bentuk
avatar yang berkuasa atas satu ataupun serangkaian fenomena.
Bangsa tua penemu aneka rupa produk peradaban manusia, seperti
teh, tembikar, tinta, sampai mesin cetak (sebelum Guttenberg), bangsa
Tiongkok, punya Confusius yang menjabarkan secara indah hubungan
makhluk dengan Pencipta-Nya, “bayangkan Tuhan itu hadir dalam
doa.” Ini pernyataan filsafat tinggi yang mengawali imanensi dalam
bentuk pembebasan imajinasi hingga mampu menembus dimensi.
Bangsa Mesir yang mampu membangun Piramida seperti yang
kini dapat dilihat di Giza, sampai-sampai Phytagoras dari Pulau Samos
***
Peradaban manusia era pasca Neolithikum dengan berbagai pola
migrasi sebagaimana dapat dijejaki melalui riset polimorfisme pada
DNA mitokondria, termasuk penelitian lembaga biologi molekuler
Eijkman di Tanimbar (Kei Kecil dan Besar), menunjukkan bahwa
perubahan geomorfologi rupa muka bumi dan perubahan iklim yang
menyertainya berhasil diadaptasi manusia, dan lahirlah lokus-lokus
peradaban yang terus tumbuh dan berkembang.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa bangsa Yunani di belahan
bumi utara telah mengembangkan seni dan capaian cita rasa adiluhung
melalui konsep Smart City Athena. Salah satu tokoh reformisnya adalah
Pericles di abad ke V sebelum Masehi yang mengorganisir pendidikan
seni dan cara berpikir pun mulai dapat dibakukan sehingga dapat
mengkanalisasi potensi intelektual yang sejatinya dimiliki oleh setiap
manusia. Tradisi Olympia untuk menghormati Zeus di kota Elis telah
menjadikan kemampuan raga ditingkatkan, bahkan dipertandingkan
dan kebugaran pun menjadi bagian terintegrasi dari evolusi peradaban.
Belakangan hari diketahui bahwa unsur gerak dan perencanaannya
adalah unsur penting dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas
intelektual dalam kompartemen kognitif manusia riset Carla Hannaford
soal gerak motorik dan kemampuan membaca bisa menjadi evidence-
nya. Lalu lahir upaya memformalkan upaya-upaya itu dalam bentuk
Gymnasia, sekolah yang kurikulumnya senam dan seni. Olah raga
dan olah rasa yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan olah
pikir. Konsep ini sebenarnya cikal bakal dari pembuktian fakta bahwa
manusia dan komponennya adalah satu kesatuan yang terintegrasi.
Fungsi guru pun lahir, dan peran ini dilabeli sebagai Pedagog.
Tidak cukup sampai di sana, manusia perlu etika, perlu panduan
rasa agar dapat berkomitmen untuk saling membatasi dan saling
60 — G.E.N.C.E.
berbagi sesuai proporsi agar kepentingan individual dapat diamankan
secara komunal. Maka lahir aliran sophist diinisiasi oleh Protagoras
dan Gorgias yang selalu bicara soal etika, moral, politik, dan religi.
Sekitar 10 abad kemudian lahir konsep negara teocracy di kalangan
bangsa Yahudi. Lahir pula sezaman dengan Protagoras, sekitar 638
SM, ilmu hukum yang getol ditelaah dan disebarluaskan oleh Solon.
Perlu konsep reward and punishment agar tercipta keteraturan dan
keselarasan. Perlu law and order dalam proses sivilisasi.
Lalu, dua milenium berikutnya lahirlah pendekatan behaviourism
yang antara lain digagas oleh Skinner melalui model reinforcement-
nya (positif dan negatif). Protagoras tak hanya bicara soal etika, tapi
juga sudah merasa perlu untuk menerapkan prinsip investigasi dalam
konteks logika, ilmu pengetahuan, dan bahasa. Perlu ada struktur
dalam gramatikal hingga tidak terjadi bias makna, demikian antara
lain pendapatnya.
Generasi selanjutnya hadir Socrates (470-399 SM), bapak dari
dialektika dan proses pemikiran induktif yang sekaligus melahirkan
premis tentang keberadaan causa prima atau Zat yang menghadirkan
semesta. Akidah dan tauhid dalam bahasa agamanya. Profil psikologi
Socrates ini menarik, terbungkus dalam wadag buruk rupa dan beristri
dominan (Xantippe) mungkin dasar dari Socrates mengembangkan
dirinya sedemikian rupa, entahlah.
Dua muridnya Xenophon dan Plato, mewarisi pola pikir induktif
yang kelak mewarnai konsep hipotesa dengan dasar deduksi yang
verifikatif. Plato melahirkan karya Republik, bentuk negara ideal yang
dianggap dapat mengakomodir kebutuhan dasar manusia dalam
berbangsa. Prinsip dasar Plato adalah menegakkan pendidikan sebagai
upaya konstruktif mengoptimalkan potensi manusia, “Jika pikiran
dididik maka dia akan memperbaiki tubuh,” demikian premisnya.
Manusia pun terus melaju, hadir Aristoteles, orang Macedonia
tepatnya dari daerah Stagira. Lebih dikenal sebagai guru Iskandar
Agung yang imperiumnya mencapai India. Aristoteles mewajibkan
pendidikan dengan komponen yang terdiri dari perkembangan fisik,
karakter, dan intelektualitas. Dia juga memperkenalkan metoda
analitik yang kini menjadi bagian dari pendidikan dokter modern
***
Di sisi lain Yunani hadir Sparta. Negara kota yang memperjuangkan
entitas warganya lewat preemptive capacity atau kemampuan
perang sebagai pertahanan paling dini. Beribukota di Laconia, Sparta
memperkenalkan konsep region otoriter dan militeristik. Di titik
masa ini pulalah insting dasar manusia untuk saling mengeksploitasi
diwadahi dan dikanalisasi regulasi negeri yang menjadi dasar
konstitusi.
Ada tiga kelas warga Sparta, mirip dengan kasta di India
(Brahmana, Ksatria, dan Sudra). Di Sparta dikenal istilah (pertama)
Citizen. Istilah Citizen ini merujuk pada warga elit atau kelas bangsawan
yang jumlahnya hanya 9000 orang dan merupakan “pemilik”
sesungguhnya Sparta. Mereka memiliki hak sangat istimewa dan
berhak pula memperbudak warga masyarakat lainnya. Secara eufimis,
saat ini hal serupa terjadi, hanya saja kapasitas rentang kendali diambil
oleh kemampuan ekonomi. Prinsip Sparta ini pun, pada kenyataannya
yang diadopsi oleh negara-negara sosialis kelak di kemudian hari.
Warga kelas berikutnya adalah Perioeci atau warga sub-urban
yang tersubordinasi pada Citizen. Biasanya petani dan pegawai.
Adapun warga terendah adalah Helots atau budak. Dijadikan nelayan
dan buruh untuk memenuhi kebutuhan para Citizen.
Ironisnya struktur masyarakat kita saat ini mirip sekali ya? Ini
contoh kongkret reptilian brain yang diperkaya dan dipertajam oleh
limbik dan PFC bermotif mengamankan kepentingan dijalankan dan
diterapkan secara efektif dan bahkan menjadi keyakinan yang tidak
dapat dinafikan keberadaannya. Jadi jika kini konsep kemandirian
dan pemberdayaan Citizen kembali diagung-agungkan kita akan
mengulangi lagi era Sparta!
Konsep revolusi mental ala Sparta ini digagas secara detil oleh
Lycurgus (abad ke 9 SM). Bahkan jadi hukum Lycurgus. Isinya setiap
warga negara agar mendapat kesadaran komunal (diinstall) harus
makan berjamaah setiap waktu makan (masih dipraktekkan di tentara).
62 — G.E.N.C.E.
Setiap meja untuk 15 orang, makanan harus sama. Anak-anak wajib
ikut tapi sama sekali tidak boleh bicara hanya melihat dan mendengar
serta belajar saja. Jatah makanan juga paling sederhana, dianggap
belum berkontribusi bagi bangsa.
***
Dalam perkembangan berikutnya banyak sekali peradaban muncul
dan hancur. Ada Thales dengan ilmu geometrinya, ada Euclid
dengan aritmetikanya yang juga diadopsi Sun Zi di Cina. Ada Cicero,
Seneca, dan Quintilian yang hadir mewarnai caligulanya Roma. Pada
gilirannya hadirlah cahaya peradaban dari Timur Tengah, era emas
kecendekiawanan Muslim serta hadirnya Renaissance dengan tokoh-
tokoh besar era Newton, Faraday, dan Tesla.
Semua itu sejarah otak. Kemajuan yang pada gilirannya menjarah
peradaban kemanusiaan. Apabila tidak disikapi secara berhati-hati,
dia dapat mengikis kesadaran secepat, atau bahkan melampaui
prediksi yang termaktub dalam Moore Law dari Gordon Moore dalam
hal kecepatan pertumbuhan eksponensial transistor di mikro prosesor.
Teknologi yang semula lahir dan menjadi bagian dari peradaban
manusia perlahan tapi pasti mulai dapat mengontrol peradaban itu
sendiri. ***
64 — G.E.N.C.E.
Lalu soal rasa, dari naskah yang sama tercatat terminologi dan
definisi yang antara lain terdiri dari lawana, kaduka, tritka, amba,
kasaya, dan madura. Atau asin, pedas, pahit, asam, gurih, dan manis.
Jika prasasti Palawa dan bahasa Sanskrit memiliki arti kata yang sama,
ada yang unik di sini, pulau garam yang kini dikenal sebagai Madura
justru punya makna denotatif “manis”.
Nah kembali pada persoalan asin itu penting dan merupakan
kebutuhan, ini ada kaitannya dengan neurofisiologi.
Hubungan sensasi nikmat dari stimulus rasa yang didapati saat
mengecap makanan dan hubungannya dengan kebutuhan fisiologis
manusia mulai dipelajari oleh Jean Anthelme Brillat Savarin yang
kemudian melahirkan subdisiplin ilmu gastronomi yang dikenal
sebagai physiologie di gout. Kajian komprehensif yang melibatkan
semua indera, tidak hanya pengecap, dalam mengelola sensasi rasa
yang preferensinya dipengaruhi oleh “pesan” tubuh terhadap elemen-
elemen yang dibutuhkan mulai dari ion mineral, asam amino non
esensial, sampai asam lemak tidak jenuh. Fisiologi gout tidak hanya
bicara soal rasa dan kebutuhan, tetapi juga sumber pangan, aroma, dan
cara pengolahan yang merupakan satu kesatuan sebagai pemenuhan
kebutuhan dan cara mendapatkannya.
Maka, sejak manusia hadir di dunia soal pangan ini adalah
bagian dari interaksi keberadaannya dengan semesta. Budaya
literal mencatat bahwa di Jawa sejak abad ke 10 klasifikasi pangan
telah dikategorisasikan sesuai dengan jenis yang bisa didapatkan di
ekoregion yang bersangkutan. Prasasti Taji misalnya mencatat bahan
makanan rakyat Jawa masa itu antara lain: weas, hadangan, hayam,
asin-asin, iwak kadiwas dan gurameh (beras, ayam, ikan/daging asin,
dendeng, dan ikan seperti kadiwas dan gurame).
Prasasti lain mencatat ada budaya mengonsumsi sayur mayur
seperti kuluban Sunda, tetis (lalab dan sambel), serta berbagai daging
seperti kidang, wdus, wok, dan bakatak (kijang/rusa, domba/
kambing, babi/celeng, katak/kodok). Dengan bumbu pedas berasal
dari cabya atau cabai Jawa (Piper retrofraktum sp).
Adanya permutasi manusia dan pertukaran budaya yang dalam
ilmu gastronomi disebut sebagai sharing cuisine mendorong terciptanya
66 — G.E.N.C.E.
oleh Cannon and Washburn yang berhipotesis bahwa kosongnya
lambung mendorong munculnya sensasi lapar. Teori ini dikenal
sebagai sebagai “hunger pangs”. Semenjak teori Cannon tahun 1912 itu
lahir banyak teori yang lebih berbasis pada bukti (evidence based) seperti
tentang peran Leptin, Grelin, Kolesistokinin, dan lain-lain.
***
Dari segi neurobiologi, hipotalamus adalah bagian otak yang dianggap
berperan penting dalam meregulasi selera, lapar, dan haus. Neuron
yang terlibat dalam proses ini antara lain adalah Neuron berjenis
serotoninergik. Selain itu neuropeptida Y (NPY) dan Peptida terkait
agouti (AGRP) juga berkontribusi munculnya sensasi lapar.
Jaras hipotalamokortikal dan hipotalamolimbik berkontribusi
pada pengaturan proses kendali somatik yang antara lain meliputi
aktivitas vagal (nervus bagus/syaraf kranial ke 10), proses pembentukan
dan pengenalan (awareness) rasa lapar, stimulasi pada kelenjar tiroid
yang mengontrol laju metabolisme basal dengan tiroksin, pengaturan
respon neuroendokrin melalui poros hipotalamus-hipofisa-adrenal.
Selain hipotalamus reseptor opioid yang terdapat di nukleus
akumben dan ventral palidum juga terlibat dalam mengelola
neurotransmiter, opioid, dan endokanabionoid yang mengendalikan
perilaku makan-memakan. Proyeksi jaras kendali ini dapat
diekstrapolasi sebagai pola jamak pada kasus konsumerisme dan
tuntutan pemenuhan keinginan yang menghasilkan “kenikmatan”
atau “kenyamanan”. Reseptor DA, Muskarinik, MOR, dsn CB-1 di
bagian-bagian otak yang terlibat dalam “reward pathway” alias jalur
bonus dan motivasi serta “pleasure center” alias pusat kenikmatan
dunia akan mendorong proses replikasi dan pemolaan mekanisme
untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas kenikmatan.
Maka, makan dan rasa mulai menjadi candu yang berbahaya.
Impuls juga datang secara paralel dari jaringan saluran cerna dan
jaringan lemak dalam bentuk Leptin, Grelin, PYY 3-36, Orexin, dan
Kolesistokinin yang bekerja langsung mempengaruhi hipotalamus.
Kadar Leptin rendah di darah akan mendorong orang makan, begitu
pula sebaliknya. Leptin juga punya peran penting dalam homeostasis
***
Masuknya spesies tanaman pangan baru dari berbagai benua
pada abad ke-16 ternyata disertai juga masuknya budaya masak dan
masakan Luso-Asia yang berasal dari Portugis dan Spanyol. Budaya
makanan Luso-Asia yang didominasi dengan menu daging mendorong
terjadinya domestikasi atau budidaya hewan ternak. Lahan kelak
banyak dibuka untuk areal peternakan dan pada masa kini, kondisi
inilah antara lain yang menyebabkan terjadinya peningkatan efek
rumah kaca yang masif, yang berasal dari sumbangan karbon dan
nitrogen kotoran hewan ternak.
Masuknya Portugis di Asia Tenggara, yang berpusat di Malaka
(1511-1641) mengakibatkan terjadinya distribusi pengetahuan tentang
budaya, termasuk musik dan masak, yang tiada lain Krontjong dan
rendang basudara. Teknik pengolahan daging ala Portugis seperti
assado (panggang), recheado (campur bumbu/marinade), buisado
(rebus), dan bafado (kukus) segera dikuasai oleh orang-orang Cristang
di Malaka dan Kreol di Macau. Tak lama teknik ini menyeberangi selat
Malaka dan tiba di bumi Andalas, pulau Sumatera.
Bafado mungkin akar kata dari masakan balado, tetapi yang jelas
teknik bafado dan recheado diduga adalah cikal bakal masakan Minang
yang paling happening, Randang. Masuknya berbagai tumbuhan
rempah dan pangan tentu juga mempengaruhi rentang cita rasa yang
dapat tercipta. Adanya cabai (capsicum anuum) dari Amerika latin yang
kelak dipadukankan dengan santan dan rempah serta rimpang lainnya
menghasilkan cita rasa rendang seperti yang kita kenal hari ini. ***
68 — G.E.N.C.E.
(7)
Perkembangan Teknologi Telekomunikasi Saat Ini
Oleh Budi Syihabuddin
Cara berkirim kabar secara jarak jauh telah dilakukan dari jaman
dahulu. Metode yang paling efektif untuk dilakukan pada saat itu
adalah dengan menggunakan surat. Untuk mengirim surat, surat
dimasukan ke dalam amplop agar tidak dapat dibaca oleh orang lain.
Pada amplop tersebut dituliskan nama pengirim, alamat pengirim,
nama penerima dan alamat penerima. Hal ini dilakukan agar petugas
pos dapat memilah surat berdasarkan alamat tujuan pada kawasan
yang sama. Setelah dirasa cukup, surat dalam amplop dibawa ke bis
surat ataupun kantor pos untuk dikirimkan. Terlepas menggunakan
perangko yang dianggap sebagai biaya pengiriman.
Proses pengiriman surat dari kantor pos ke tempat tujuan dapat
menggunakan moda transportasi yang bermacam-macam. Pengiriman
dapat dilakukan dengan sepeda, sepeda motor, mobil, kereta, kapal
laut, pesawat ataupun gabungan dari berbagai moda transportasi
tersebut. Penggunaan moda transportasi disesuaikan dengan kondisi
penerima surat. Ketika surat telah sampai di alamat penerima, maka
untuk membaca surat, penerima akan membuka amplop kemudian
membuka surat.
70 — G.E.N.C.E.
operator akan menghubungkan antara orang tersebut dengan orang
yang dituju. Dengan menggunakan operator manusia seperti ini,
maka kemungkinan pembicaraan didengar oleh operator atau pihak
lain, lebih terbuka. Ketika diubah fungsi operator tersebut dengan
mesin, maka kondisi-kondisi telepon yang ada pada pihak yang
dituju, dikodekan dengan jenis intonasi pada penelpon. Kode tersebut
bisa diberikan oleh mesin, karena pihak penelpon sebelum memulai
percakapan, mengirimkan pensinyalan ke tujuan untuk mengetahui
apakah tujuan tersebut sedang menggunakan telepon atau tidak.
Dengan menggunakan PSTN, informasi yang disampaikan hanya
terbatas percakapan suara. Kemudian teknologi komunikasi berbasis
kabel tembaga berubah menjadi Asymmetric Digital Subscriber Line
(ADSL), teknologi komunikasi data yang dapat mengirimkan data lebih
cepat melalui jaringan kabel tembaga. Dengan teknologi ADSL ini, dapat
digunakan dua layanan yaitu suara dan data berupa koneksi internet.
Seiring keinginan manusia untuk dapat mengirimkan informasi lebih
cepat dan mendapatkan informasi lebih banyak, teknologi komunikasi
kabel tembaga mulai digantikan oleh kabel optik semisal Fiber To
The Home (FTTH) atau Fiber To The x (FTTx) dengan berbasis Gigabit
Passive Optical Networks (GPON). Dengan menggunakan kabel optic ini,
layanan yang dapat disediakan menjadi lebih besar meliputi layanan
untuk suara (telepon), layanan data (internet) dan layanan video (TV
Digital) atau dikenal dengan tripleplay.
Dari sisi teknologi, perubahan dari PSTN menjadi ADSL kemudian
menjadi GPON, pelanggan mendapatkan akses yang lebih cepat untuk
terkoneksi dengan pusat data. Dari PSTN yang hanya 64 kbps, menjadi
ADSL yang maksimum laju data downstream sebesar 24 Mbps dan
laju data upstream 3,3 Mbps, kemudian menjadi GPON dengan laju
data sampai 622 Mbps. Dengan perubahan laju data tersebut, dapat
dibayangkan jumlah informasi yang dapat diperoleh oleh pengguna
teknologi. Jika diinginkan informasi sebesar 1 Gb, dapat diperoleh
selama 1,5 detik dengan GPON, 42 detik dengan menggunakan ADSL,
dan 4 jam 20 menit dengan menggunakan PSTN.
Dengan menggunakan teknologi berbasis kabel, laju data yang
diperoleh bisa sangat cepat sebesar 622 Mbps, namun memiliki
72 — G.E.N.C.E.
tujuan dari Source coding adalah untuk mengkompresi menjadi lebih
sesuai dengan kebutuhan sistem. Beberapa ekstensi file yang telah
dilakukan source koding diantaranya adalah .jpeg, .jpg, .png untuk
gambar, ataupun .wmv, .mp3, .mp4, .3gp untuk video.
74 — G.E.N.C.E.
Untuk menghubungkan antara pengguna yang berada pada jarak
yang jauh, dirancang arsitektur jaringan nirkabel yang dapat saling
berkoordinasi. Beberapa user yang menggunakan handset, dibawahi
oleh sebuah menara komando yang biasanya disebut dengan Base
Tranceiver Station (BTS). Untuk jangkauan yang lebih luas lagi, BTS
dibawahi oleh Base Station Subsystem (BSS). Skema ini mirip dengan
alur pengiriman surat sebelumnya. Surat dikumpulkan melalui bis
surat, lalu dibawa ke kantor pos untuk disorting berdasarkan daerah
tujuan.
Selanjutnya, alur pengiriman komunikasi yang menggunakan
arsitektur nirkabel, dialirkan ke mobile switching center (MSC) yang
berfungsi untuk penyambungan antara daerah penelpon dengan
daerah penerima. Setelah mencapai MSC penerima, dilanjutkan ke
BSC dan BTS yang mencakup radius penerima. Alamat tujuan dapat
diketahui dari nomer tujuan yang tersimpan dalam sebuah sistem
penyimpan data yang mengupdate keberadaan user.
76 — G.E.N.C.E.
(8)
Teknologi Informasi dan Komunikasi Sejarah:
Kondisi Saat Ini dan Prediksi Masa Depan
78 — G.E.N.C.E.
Jika kita melihat abstraksi keterhubungan informasi dalam
alam semestasi ini secara gamblang menunjukkan adanya informasi-
informasi saling berkaitan satu sama lain yang mencakup antar
generasi dalam sejarah manusia. Generasi terdahulu mencoba
mendokumentasikan apa yang terjadi pada generasi tersebut dan
melakukan storytelling untuk kemudian diwariskan kepada generasi-
generasi selanjutnya. Media storytelling dari zaman ke zaman
menyesuaikan perkembangan manusia dalam memproses informasi
dan kemampuan bertahan hidup mereka, dari mulai batu, metal, tanah,
kertas hingga zaman modern seperti sekarang ini yang mana informasi
sudah disimpan dalam bentuk digital.
Tidak sampai disitu saja, ras manusia mulai mengembangkan
teknologi baru bagaimana informasi yang tersimpan bisa bertahan
hingga ribuan tahun, riset terbaru memungkinkan adanya pembauran
antara alam dengan dunia digital yang mana menfaatkan DNA
sebagai storage digital yang memang sudah terbukti di dalam dunia
biologi sebagai storage alami ketika pengidentifikasian suatu makhluk
hidup. DNA Storage sendiri memiliki banyak keunggulan selain
daya tahan yang tinggi, DNA seukuran satu kotak korek api bahkan
dapat menampung data yang sebelumnya bisa disimpan di ratusan
ribu DVD, DNA juga dapat bertahan hingga ribuan tahun berbeda
dengan hard drive yang hanya bisa bertahan beberapa puluh tahun
saja, itupun belum ditambah adanya perubahan format di tiap saat
teknologi harddrive muncul.
80 — G.E.N.C.E.
mulai terbiasa menggunakan aplikasi chating tersebut. Uniknya waktu
demi waktu menunjukkan ada segmentasi pertukaran informasi
terutama dari segi usia. Para remaja indonesia lebih menyukai aplikasi
Line sebagai media komunikasi antar sesamanya sedangkan pada
segmen dewasa dan lebih dari 35 tahun memilih Whatsapp sebagai
media komunikasi dikarenakan kemudahan penggunaan dan konon
lebih cepat dibandingkan aplikasi chating lainnya.
Penggunaan aplikasi Whatsapp secara massive ini dapat
kita jumpai dimana-mana dari mulai papan-papan reklame yang
menyertakan nomor Whatsapp hingga tertulis di kartu nama individu.
Aplikasi tersebut seolah-olah tidak mengenal jenis informasi apa
yang dipertukarkan, mulai dari informasi yang sangat rahasia, privat
dan bahkan informasi yang bersifat hoax-pun dapat dengan mudah
dijumpai dalam aplikasi komunikasi tersebut. Tingkap adopsi yang
tinggi membuat banyak aplikasi chating tidak sebatas digunakan
sebagai media pertukaran informasi secara personal saja melainkan
jauh hingga komunitas ataupun forum umum yang anggotanya hingga
ratusan orang.
82 — G.E.N.C.E.
Ilustrasi emoji/sticker pada Aplikasi Line.
[credit to Dan Woodger https://danwoodger.com/work/line-emoji]
84 — G.E.N.C.E.
dan komunikasi dengan brand-brand yang kita sukai akan didominasi
oleh adanya asisten virtual pribadi yang sepenuhnya dioperasikan
oleh kecerdasan buatan yang secara spesifik memiliki karakteristik
yang berbeda-beda di tiap brandnya. Contoh yang paling nyata
nantinya berupa promo jas hujan dan payung yang semakin gencar
ketika memasuki musim penghujan dimana dari kotak pesan kita
sudah dapat melihat secara langsung stok ketersediaan barang-barang
tersebut.
86 — G.E.N.C.E.
Indonesia sendiri masih berada pada masa transisi meng-onlinekan
segala jenis transaksi-transaksi perbelanjaan yang sebelumnya masih
secara offline. Beberapa perusahaan retail/gerai yang tidak siap
terhadap transisi ini terpaksa harus gulung tikar lebih awal, berbanding
terbalik dengan unit bisnis kecil yang mengoperasikan usahanya
melalui online shop. Segmen ini sedang memasuki masa kejayaannya
terbukti dengan suksesnya beberapa startup besar di bidang C2C dan
B2C seperti Tokopedia, Shopee, Carousell, dan Bukalapak yang berhasil
mencetak GMV (gross merchandise volume) lebih dari Rp 10 Triliun setiap
tahunnya. Masa depan cerah juga sudah menanti indonesia dimana
jumlah generasi kelas menengah yang bertambah tiap tahunnya
membuat ekonomi indonesia bertumbuh secara signifikan.
Sektor parawisata Indonesia juga kian menjanjikan ditunjukkan
dengan adanya investasi asing dari perusahaan travel internasional,
Expedia yang mempercayakan uangnya sebesar Rp 4,5 Triliun ke startup
travel dari tanah air yaitu Traveloka. Tingkat diversity masyarakat
yang tinggi dan ketertinggalan Indonesia tidak menjadikan indonesia
terbelakang, melainkan banyak sekali potensi yang bisa digali di
dalamnya yang menjadikan indonesia dapat bertumbuh secara pesat
dan cepat dalam beberapa tahun ke depan. Di tahun 2030 di prediksi
Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara yang memiliki ekonomi
terkuat di dunia. ***
Daftar Referensi
Wikipedia. List of Government Space Agencies. Wikimedia Foundation.
Diakses pada 13 Nov, 2017.
Wikipedia. Discovery and exploration of the Solar System. Wikimedia
Foundation. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Wikipedia. SpaceX. Wikimedia Foundation. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Wikipedia. Blue Origin. Wikimedia Foundation. Diakses pada 13 Nov,
2017.
Wikipedia. Curiosity (rover) . Wikimedia Foundation. Diakses pada 13
Nov, 2017.
88 — G.E.N.C.E.
datacenterknowledge.com/archives/2017/03/16/google-data-
center-faq. Data Center Knowledge. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Alex Hern (26 Jun, 2017). https://www.theguardian.com/
technology/2017/jun/26/google-will-stop-scanning-content-of-
personal-emails. Guardian News and Media. Diakses pada 13
Nov, 2017.
Jordie van Rijn (2017). https://www.emailmonday.com/email-
marketing-future. Email Monday. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Heinemann, Gerrit, Gaiser, Christian W. “Social Local Mobile - The
Future of Location-based Services”. Springer. 2016
Zoey Chong (12 Nov, 2017). https://www.cnet.com/news/over-25b-
generated-on-chinas-singles-day-alibaba/. CBS Interactive Inc.
Diakses pada 13 Nov, 2017.
CB Insights Editor (17 Mei, 2017). https://www.cbinsights.com/
research/retail-store-tech-startups-2016/. CB Insights. Diakses
pada 13 Nov, 2017.
Roshni Wani Thapa (12 Okt, 2017). http://blog.euromonitor.
com/2017/10/income-indonesia-middle-class.html.
Euromonitor. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Thomas Colson (2 Sep, 2017). http://www.independent.co.uk/news/
business/nigeria-egypt-france-germany-italy-spain-uk-usa-
russia-south-korea-pakistan-canada-iran-saudi-arabia-a7926336.
html. Business Insider. Diakses pada 13 Nov, 2017.
90 — G.E.N.C.E.
Sekilas terlihat bahwa Komputer adalah teknologi maha canggih
yang bisa melakukan hampir segala macam hal darii A sampai Z. Tapi
tahukah anda, bahwa sebenarnya komputer adalah mesin kosong yang
tidak bisa melakukan apa-apa. Komputer hanyalah sebuah mesin yang
terdiri dari banyak transistor, kapasitor dan komponen elektronik
lainnya yang cuma bisa memproses data yang berupa arus listrik.
Tanpa listrik komputer nyaris tidak bisa berbuat apa-apa. Sebenarnya
komputer adalah mesin kosong yang tidak bisa melakukan apa-apa
atau bahasa sederhananya adalah mesin yang “bodoh” namun 100%
konsisten melakukan apapun yang diperintahkan kepadanya. Jadi
sebenarnya kita bisa ibaratkan bahwa komputer adalah mesin bodoh
yang setia kepada pemberi instruksinya
Evolusi Komputer
Seperti yang sudah saya jabarkan diatas, komputer pada dasarnya
hanyalah mesin kosong yang bisa melakukan perintah dengan
konsisten. Pada awalnya pengembang komputer hanyalah orang-
orang dalam bidang spesifik seperti matematika. Komputer awalnya
diciptakan untuk membantu memecahkan berbagai macam urusan
matematika dari mulai melakukan perhitungan matematika sederhana
sampai menebak kode dalam komunikasi perang yang ada dalam
format matematika seperti yang digunakan oleh pihak sekutu untuk
membobol komputer komunikasi jerman ENIGMA dalam perang
dunia kedua. Dari perang dunia sampai era tahun 70an komputer
hanya digunakan spesifik untuk keperluan skala besar korporat dan
ilmiah sains yang teramat rahasia. Setelah tahun 70an lahir gerakan
besar yang dimulai dari silicon valley yang dimotori 2 anak muda
bernama Steve Jobs dan Bill Gates. Mereka ingin membawa komputer
kedunia yang berbeda. Mereka ingin membawa komputer dari dunia
yang teramat rahasia kepada dunia sehari-hari manusia. Usaha
mereka pada awalnya tentunya sangat tabu dan dipertanyakan. Karena
pada era mereka komputer adalah mesin mahal yang spesifik untuk
kepentingan besar. Namun kemudian seperti kita ketahui sekarang,
mereka berdua berhasil. Komputer saat ini berhasil menginfiltrasi
berbagai aspek kehidupan kita. Dan 2 perusahaan milik 2 anak muda
tersebut menjadi motor terbesarnya.
94 — G.E.N.C.E.
berkenalan maka secara garis besar logika interaksinya akan seperti
ilustrasi dibawah.
Gambar
Secara sederhana : Logika
Budi akan Interaksi
mengeluarkan Manusia
kata-kata halo yang
namamu siapa ? laluBerkenalan
Ani menjawab namanya
dan kemudian Budi mengkonfirmasi namanya Ani dengan berkata Ooo Namamu Ani. Secara logika
sederhana Budi mengeluarkan kata-kata 2x ( Halo namamu siapa ? dan Ooo Namamu Ani ) serta
Secara sederhana Budi akan mengeluarkan kata-kata halo
menerima jawaban / inputan 1x dari Ani. Logika interaksi sederhana itu kemudian bisa dikonversikan
dalam logika bahasa pemrograman seperti ilustrasi berikutnya. Budi kita ibaratkan komputer dan Ani
namamu siapa ? lalu Ani menjawab namanya dan kemudian Budi
adalah pengguna.
dikonversikan dalam
Secara sederhana logika bahasa
Budi akan mengeluarkan kata-kata halopemrograman seperti
namamu siapa ? lalu Ani menjawab ilustrasi
namanya
dan kemudian Budi mengkonfirmasi namanya Ani dengan berkata Ooo Namamu Ani. Secara logika
berikutnya.
sederhanaBudi kita ibaratkan
Budi mengeluarkan kata-kata 2xkomputer dan? Ani
( Halo namamu siapa dan Oooadalah pengguna.
Namamu Ani ) serta
menerima jawaban / inputan 1x dari Ani. Logika interaksi sederhana itu kemudian bisa dikonversikan
dalam logika bahasa pemrograman seperti ilustrasi berikutnya. Budi kita ibaratkan komputer dan Ani
adalah pengguna.
Sintaks Dasar
Sintaks Bahasa C++ Sintaks Pascal
Algoritma
Output(‘Halo Cout<<’Halo namamu Write (‘halo
namamu siapa ?’) siapa ?’; namamu siapa ?’);
Input(nama) Cin>>nama; Read(nama);
Output(‘OOO Cout<<’OOO Write(‘OOO
namamu’, nama) namamu’,nama; namamu’, nama );
96 — G.E.N.C.E.
Seperti yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya, komputer bekerja dengan arus listrik ada
dan tiada. Ada disimbolkan 1 tidak ada disimbolkan 0. Hal ini berefek pada pilihan jawaban dari
komputer yang iya dan tidak. Hal ini menyebabkan kekakuan dalam dunia komputer. Sebagai contoh
paling sederhana, jika kita bertanya apakah komputer sedang kepanasan atau tidak maka jawabannya
hanya ada 2 kemungkinan yaitu iya atau tidak. Sedangkan jika kita tanyakan kepada manusia apakah
sedang kepanasan atau tidak maka jawabannya akan beragam dari mulai iya, tidak, lumayan kepanasan,
aga kepanasan, sangat kepanasan dan jawaban lainnya. Inilah perbedaan mendasar dalam logika
adalah Logika Fuzzy. Logika Fuzzy adalah salah satu evolusi dalam
manusia dan komputer dimana manusia bisa memiliki lebih banyak pilihan sementara komputer hanya
bisa memiliki 2 jawaban saja yaitu iya ( 1 ) atau tidak ( 0 ).
komputasi komputer yang membuat komputer kemudian bisa
Seiring berkembangnya waktu kemudian apakah komputer tetap pada pendiriannya dengan 1 dan 0 nya
mengkalkulasikan
? jawabannya tidak. ketidak pastian.
Logika komputerpun Secara
berevolusi ilustrasi
untuk mengakomodir sederhana
ketidak pastian yang adamungkin
pada sebuah jawaban. Salah satu teknik komputasi yang terkenal adalah Logika Fuzzy. Logika Fuzzy
dapat diilustrasikan pada gambar berikutnya.
adalah salah satu evolusi dalam komputasi komputer yang membuat komputer kemudian bisa
mengkalkulasikan ketidak pastian. Secara ilustrasi sederhana mungkin dapat diilustrasikan pada gambar
berikutnya.
98 — G.E.N.C.E.
Jaringan syaraf tiruan dalam komputer dibuat dengan ilustrasi
dibawah. Dimana ciri-ciri yang bisa didapatkan dari banyak hal
kemudian dimasukkan sebagai masukan dan diproses oleh banyak
kumpulan neuron yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Neuron satu dan lainnya ada yang menguatkan ada yang melemahkan,
itulah pembebatan dalam jaringan syaraf tiruan.
Jaringan syaraf tiruan yang baru lahir itu ibarat bayi yang
sedang belajar dan belajar. Segala sesuatu yang diterima oleh panca
indranya dilatihkan pada neuron otak untuk kemudian dikenali. Oleh
Kesimpulan
Begitu powerfullnya kemampuan komputer sekarang bukanlah
pekerjaan satu malam yang langsung jadi. Komputer bisa menjadi
sedemikian hebat powerfull dan kuat adalah proses panjang. Proses
panjang perubahan bagaimana logika komputer dalam memahami
instruksi, bagaimana komputer bisa menginterpretasikan apa yang
ditangkapnya kemudian untuk diambil keputusan. Begitulah segala
sesuatu yang ada di alam semesta, berevolusi seiring waktu untuk
menggapai segala sesuatunya yang lebih baik. Namun satu hal pasti
yang ada adalah, alam semesta dan tuhan sudah memberikan berbagai
macam contoh nyata untuk dipelajari. Guru terbaik adalah tuhan
dengan alam semestanya. Dengan mengimplementasikan segala
sesuatu yang ada dalm alam semesta niscaya kita bisa mendapatkan
sesuatu yang lebih baik layaknya komputer
100 — G.E.N.C.E.
BAGIAN 2
Manusia dan Pilihan
Hidupnya: Tinjauan
Neurobiologi
(1)
Merenungi Makhluk Dua Kutub Bernama Manusia
Oleh Tauhid Nur Azhar
***
Pendekatan biologis, dengan demikian, menjadi strategis dan penting.
Karena walau bagaimanapun kan manusia itu makhluk biologis
ya? Pendekatan biologis menghantarkan kita pada pendekatan
karakteristik biologis yang dapat maujud pada perbedaan gender.
Tentu cara berpikir dan mengambil keputusan sebagai respons
dari diterimanya suatu stimulus di sebuah situasi. Banyak peneliti
terdahulu berpendapat bahwa pria itu makhluk rasional sementara
wanita emosional. Fakta terkini menunjukkan bahwa hipotesis tersebut
sudah tidak terlalu relevan dengan hasil-hasil riset yang menunjukkan
bahwa ada perbedaan-perbedaan yang justru menempatkan setiap
gender memiliki karakter khas yang justru menjadi indah jika saling
mensubstitusi.
102 — G.E.N.C.E.
Penggunaan area prefrontal cortex dan amigdala yang
dominansinya berbeda, misalnya. Atau, ketebalan lapisan neocortex
(substansia grisea) dan hasil pemindaian fungsi otak dengan fMRI,
menunjukkan bahwa wanita memiliki kompleksitas pikiran terkait
dengan peran neuroendokrin seperti oksitosin (attachment), vassopressin,
dan serotonin yang memunculkan sifat khas. Pengambilan keputusan
yang dilandasi analisis baseline data yang kuat yang dihasilkan dari
hasil observasi mendalam adalah ciri decission making wanita.
Maka, ini bukan persoalan emosi, akan tetapi rasionalitas dalam
spektrum pita lebar. Maka, saat saya dengan penyampaian berbalut
canda memberi contoh tentang bagaimana seorang ibu berbelanja dan
melakukan survei harga di setiap lantai sebuah mall untuk kemudian
memutuskan membeli di toko yang pertama didatangi adalah analogi
yang tepat dari keistimewaan sifat attention to detail yang merupakan
potensi awas dan teliti.
Peran oksitosin dan vassopressin terkait ikatan dalam bentuk
pengasuhan dan curahan kasih sayang adalah modal utama untuk
menanamkan nilai yang kelak membentuk karakter anak. Dalam
proses perencanaan dengan bingkai waktu yang memerlukan proyeksi
maka kemampuan prediktif dan protektif terhadap tujuan merupakan
aset yang sangat berharga.
Tetapi uniknya manusia, tidak pernah ada model yang sama yang
dapat direplikasi sedemikian rupa. Bisa saja pria punya sisi femme,
atau arketipe yang menyerupai. Sedangkan ciri gender otak pria
adalah kecenderungan munculnya sifat impulsif atau blink yang dalam
ranah bingkai waktu dapat menjadi keunggulan dalam kecepatan
pengambilan keputusan.
Pola kompleks dan simpel bila berhasil dijadikan resultante tentu
akan menghasilkan vektor baru yang dengan arah dan kekuatan yang
konstruktif. Sifat baik dapat pula menjadi titik lemah, sifat protektif
misalnya menjadikan orang tua (ibu) menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan apa yang menurutnya terbaik bagi buah hati. Efeknya
adalah anak meneladani perilaku tersebut dan menjadikannya bagian
dari memori implisitnya. Adapun sifat kompetitif ayah hasil pengaruh
dari testosteron dan sirkuit implisitnya yang condong protektif secara
(2)
Bagaimana Manusia Mengambil Keputusan dalam
Hidupnya?
104 — G.E.N.C.E.
yang melandasi pernyataan tersebut? Benarkah manusia harus selalu
memilih dalam menjalani hidupnya? Bagaimana jika kita menolak
untuk memilih? Eh, tapi bukankah menolak untuk memilih juga adalah
pilihan? Seperti negara-negara yang bergabung dalam non blok karena
tidak mau larut dalam polarisasi antara NATO dan Pakta Warsawa.
Bukankah non blok sebenarnya juga blok? Juga pilihan?
Sebagai seorang Muslim yang berusaha untuk istiqamah dan
kaffah, saya kerap bertanya tentang makna “jalan lurus” yang
termaktub dalam surat Al-Fatihah, yang dibaca di setiap shalat. Apa arti
penting surat ini sehingga “wajib” hadir di setiap shalat, baik fardhu
maupun sunnat? Bukankah sebenarnya jalan lurus ini juga pilihan?
Sebab, dengan adanya istilah jalan lurus, itu berarti pula tersedia jalan
yang tidak lurus alias menyimpang. Dan, yang namanya menyimpang
tentu bisa ke kiri atau ke kanan. Dalam konteks ilmu sosiologi dan
kriminologi, penyimpangan (deviasi) baik ke kanan ataupun ke kiri
bisa melahirkan anomali atau kerap disebut kondisi ekstrem. Dengan
demikian, menjadi mainstream ataupun ekstrem juga sebuah pilihan.
Sampai sejauh mana kita mau menyimpang? Salah satu pokok
pikiran dan pesan yang ingin disampaikan Luqman Al-Hakim
pada anaknya adalah jangan menjadi fakir pikir alias bodoh dalam
mengantisipasi dan merespons situasi. Akan tetapi, jangan pula
ekstrem menjadi sombong karena merasa lebih cerdas dari yang lain.
Jangan sampai “kecerdasan” itu melahirkan pilihan untuk melahirkan
kekufuran dan kekafiran yang menjadi representasi kefakiran iman.
Dalam sebuah masyarakat yang majemuk dan terdiri dari
beragam pikiran yang lahir sebagai bagian dari berbagai interaksi yang
menjadi “pengalaman” komunal akan melahirkan berbagai sistem
yang merupakan pilihan bersama. Dalam teori Luhman (Ritzer, 2014)
dikatakan terbangun sistem autopoietik yang bersifat tertutup, memiliki
referensi sendiri (self refferential), dan mengordinasi elemen-elemen
di dalamnya secara mandiri, swaorganisasi. Sistem kemasyarakatan
semacam inilah yang melahirkan produk-produk berupa norma dan
tata kelola sosial untuk menjamin keberlangsungan sistem itu sendiri
(Tauhid, 2015).
***
106 — G.E.N.C.E.
dalam satu garis algoritma. Kebersihan belum menjadi budaya, bahkan
pada beberapa kasus justru menjadi semacam obligasi atau kewajiban
pihak tertentu yang “wajib” dituntut pelayanannya. Bukan sikap
partisipatif proaktif yang muncul, akan tetapi tuntutan untuk dilayani
karena merasa bersih itu bagian dari hak dan bukan kewajiban bersama.
Miris rasanya melihat dengan mata kepala sendiri sebuah mobil
SUV berlogo perguruan tinggi dengan seenak hati pengemudi dan
penumpangnya silih berganti seolah berlomba, melontar sampah ke
jalanan kota. Demikian pula, tidak kalah sedih ketika mata bersirobok
pandang dengan anak kecil nan lugu berseragam putih merah,
mungkin melihat dari posturnya masih kelas 1, dengan santainya
melempar bungkus es bekas jajannya ke got di depan sekolah. Anak
ini tentu tidak terlahir sebagai juara lontar sampah ataupun tolak
limbah bukan? Dia adalah hasil dari sebuah proses percontohan dan
pendidikan yang terpajan sepanjang usia hidupnya yang belum ada
seperempat jalan.
Dia, dan banyak orang lain yang lebih dewasa di Indonesia,
mungkin tidak sadar karena tidak tahu, bahwa di Samudera Pasifik
sana sudah ada pulau limbah yang didominasi produk plastik yang
luasnya bahkan sudah melebihi pulau Jawa. Dia dan banyak orang
lain di negeri ini mungkin tak tahu dan tak mau tahu bahwa masalah
“kecil” ini secara eksponensial akumulatif akan menjadi masalah super
besar yang bahkan mungkin saja akan mengkaramkan dunia. Di mana
sikap itu terbentuk? Di mana dan apa sesungguhnya motif itu? Karena
kini banyak orang bertanya, apa yang menjadi motif tindakannya? Jika
melihat ada seseorang melakukan sesuatu.
***
Kita pun dapat bertanya, mengapa seorang nabi dan rasul terbesar
sepanjang sejarah agama-agama Samawi yang sekaligus menjadi
jembatan pontifis terakhir di penghujung zaman diamanahi misi untuk
memuliakan akhlak manusia? Apakah akhlak manusia itu terkait
dengan sistem pengambilan keputusan yang dilandasi motif dan
fondasi keimanan? Retoris ini pertanyaan. Tetapi jawabannya reformis.
Akhlak adalah hasil dari keselarasan proses zikir, pikir, dan ikhtiar.
***
Mari sejenak kita simak sekelumit ilustrasi tentang bagaimana pilihan
itu ditetapkan. Ada pendekatan dengan model pilihan hidup yang
menarik dilansir oleh Thomson (1985) yang dikenal sebagai “Trolley
Paradigm” dan dikembangkan oleh Navarete et.al. (2012) dalam teori
Foot Bridge Dillema.
Keduanya menyajikan sebuah situasi di mana pertimbangan moral
harus dilakukan dengan mengerahkan segenap potensi neurosains
yang dimiliki manusia. Namun, sebelum itu saya ingin berbagi, apa
sih sebenarnya konsep moral dan moralitas bagi teman-teman peneliti
di bidang ilmu psikologi, sosiologi, ataupun ilmu filsafat? Dari definisi
108 — G.E.N.C.E.
yang saya dapat cukup beragam pula pengertiannya. Menurut Rand
(1964) moralitas digambarkan sebagai “code of values guiding the choices
and action.” Sedangkan menurut Bert (2012) moralitas atau nilai moral
adalah “code of conduct that given specified conditioning.”
Dalam prosesnya, menurut De Nays & Glumicic (2008) terdapat
dua jalur utama terkait dengan sifat moralitas itu sendiri. Pertama,
proses moral itu “rational, effortful, explicit”. Sedangkan ada lagi yang
bersifat “emotional, quick, intuitif”. Tentu saja, dalam kenyataan hidup,
tidak ada keputusan moral yang bersifat hitam putih dan hanya
terpolarisasi ke satu kutub sifat saja. Kita ini manusia dengan sistem
pengambilan keputusan yang sangat kompleks. Justru sikap moral
yang merupakan produk dari “tarik-ulur” rasionalitas dan emosi inilah
yang menjadikan hidup kita itu dinamis.
Dari perspektif yang sedikit berbeda, Prof. Sarlito Wirawan
(2015) mencoba memberikan gambaran tentang cara berpikir
“manusia Indonesia”. Yang dalam teori “locus of control” ditengarai
dikendalikan oleh PKE alias pusat kendali eksternal. Apa yang
dimaksud dengan PKE? Sederhananya, kita kerap menyalahkan
segala hal tidak menyenangkan yang terjadi pada diri kita kepada
faktor-faktor eksternal atau di luar diri kita. Bahasa lainnya, tidak mau
introspeksi dan mengevaluasi kesalahan diri sendiri. Adapun PKI atau
pusat kendali internal dalam teori yang sama adalah kecenderungan
manusia untuk mencari ke dalam dan bisa saja melahirkan fenomena
menyalahkan diri sendiri.
Mana yang lebih baik antara PKE dan PKI? Tentu saja yang terbaik
adalah di titik equilibrium. Keduanya harus seimbang. Kita jangan
terus menyalahkan keadaan dan sebaliknya jangan terus menyalahkan
diri sendiri. Kedua faktor itu pasti saling berhubungan dan saling
mempengaruhi.
Kembali ke soal Trolley Problem atau Paradigm, apa pilihan
moral yang sulit dalam menghasilkan keputusan yang berakhlak?
Mudahnya silahkan jawab persoalan berikut. Jika Anda berada di dekat
sebuah wesel (tuas pengubah arah lintasan rel kereta api), kemudian
pada saat itu dari atas bukit meluncur sebuah gerbong yang terlepas
dari rangkaian dan tidak bisa lagi dikendalikan atau dihentikan
110 — G.E.N.C.E.
Inilah pesan yang termaktub dalam penelitian Navarete et.al. (2012)
soal Foot Bridge Dillema. Kondisinya mirip dengan kasus Trolley, hanya
saja kini kita berada di atas jembatan penyeberangan yang melintasi
rel kereta api. Gerbong meluncur tepat ke arah kerumunan lima orang
yang tidak tahu bahaya maut tengah mengintipnya.
112 — G.E.N.C.E.
Coba bayangkan jika dalam sebuah pesawat berpenumpang
200 orang turut serta anak dari pilot yang hari itu bertugas. Ternyata,
penerbangan hari itu naas sehingga harus mendarat darurat. Apa yang
terjadi jika seorang pilot yang bertanggung jawab mengevakuasi 200
orang penumpang justru sibuk mencari dan berusaha menyelamatkan
anaknya terlebih dahulu. Kasus seperti ini dapat dilihat di film Bolgen
atau Wave yang berkisah tentang musibah longsoran di sebuah fjord
(danau gletser) di Norwegia yang menimbulkan tsunami dahsyat.
Seorang ibu yang bekerja di hotel, dalam proses evakuasi para tamu
hotel yang menjadi tanggung jawabnya, harus terdistraksi karena pada
saat yang bersamaan ada anak lelakinya yang menginap di hotel itu.
***
114 — G.E.N.C.E.
keputusan ini, dlPFC dibantu oleh anterior cingulate cortex (ACC)
yang berfungsi untuk mendeteksi error (kesalahan dalam pengambilan
keputusan) (Shackman, et.al., 2011).
Sementara itu, untuk membangun sebuah jalur pengambilan
keputusan yang melibatkan aspek emosi dan rasionalitas, tentu saja
diperlukan panduan data dari working memory yang juga berperan
sebagai kendali kognitif. Dalam hal ini, fungsi tersebut diproduksi
di lobus temporalis, tepatnya di sulcus temporalis superior (STS)
yang melakukan surveilance atau review terhadap asupan indra dalam
bentuk informasi sosial. Sementara secara paralel di daerah temporo
parietal junction (TPJ), perbatasan antara lobus temporalis dengan
lobus parietalis, berlangsung proses yang menghasilkan konsep belief
attribution. Sistem tata nilai yang diyakini, biasanya terkait dengan
nilai-nilai spiritual. Sistem tata nilai yang diyakini, biasanya terkait
dengan nilai-nilai spiritual (Moore et.al., 2011).
Sementara bagian posterior (belakang kiri) sulkus temporalis
superior diketahui menjalankan fungsi mengolah data dari lingkungan
eksternal. Adapun girus angularis di lobus parietalis aktif saat otak
melakukan penilaian (judgement) moral.
Rumitnya akhlak dan nilai moral diolah di otak ini dapat dilihat
dari begitu banyak dan detailnya bagian-bagian otak yang terlibat.
Sebuah keputusan yang tampak sederhana ternyata memiliki jalur
algoritma yang rumit dan berbelit. Ada jalur linier dan ada pula yang
bekerja secara paralel, akan tetapi tetap dalam sebuah sinergi yang
berkesinambungan. Di titik-titik persimpangan dan pertemuan inilah
perbedaan individu terjadi. Mengapa A bersikap X dan dalam kondisi
yang sama B bersikap Y.
Sebagai contoh, area korteks singulata posterior mengolah
tarik ulur antara personal dillema dan impersonal yang variabelnya
melibatkan keterlibatan emosi dan ego dengan masalah “di luar” diri
kita. Dalam proses itu diakuisisi data memori personal dan konsep
self awareness. Sementara di korteks insula dihasilkan sikap moral
untuk meyakini suatu nilai atau menyangkalnya. Masih pada bagian
yang sama, insula, hanya di bagian anterior (depan) masuk data
somatosensoris dari organ visceral (gut brain). Terkait erat dengan
konsep emotional feeling dan juga empati.
116 — G.E.N.C.E.
tentang mekanisme memodulasi gen dan DNA. Berkembang pula
kajian lingkungan mikro traktus digestivus dengan diversitas flora
normalnya. Ada pula pendekatan nutrigenomik dan akan lahir lebih
banyak lagi produk ilmu dan teknologi yang dapat mengoptimalkan
fungsi fisiologis manusia. Tetapi semua itu, baik neurotransmiter,
neuropeptida dari saluran cerna, ekspresi gen dari utas DNA, mikro
elemen nutrisi, sampai pendekatan psikoterapi terkini akan kembali
pada sosok atau pribadi yang akan menjalani hidup ini. Kita. Manusia.
Kerap kita bertanya pada diri sendiri, mengapa di dunia ini begitu
banyak kejahatan yang bersimaharajalela? Mengapa pengingkaran dan
dusta seolah telah menjelma menjadi menu harian yang melekat dalam
kehidupan? Benarkah otak manusia yang cerdas adalah potensi untuk
berdusta dan berbuat nista?
Mengapa dalam surah Al-‘Alaq dinyatakan bahwa “tercerabut”-
nya kemampuan luhur otak terkait dengan sifat pendusta dan
pendurhaka? Nâsiyatin khâdzibatin khâthi’ah. Di manakah gerangan
dorongan naluriah instingtual berpadu dengan keluhuran budi
dan kepentingan bersama dalam bingkai sesama hamba Allah atau
Abdullah?
Dusta dan ingkar terjadi ketika ada kepentingan dan rasa nyaman
yang terusik. Orang memilih berbohong saat bohong menghadirkan
“keuntungan” dan bisa membebaskan dari suatu kondisi yang sulit.
Riset Abe N. (2009) yang dipublikasi di Current Opinion Neurology
Dec 22, 2009 dengan judul The Neurobiologi of Deception: Evidence
from Neuroimaging and Loss of Function Studies, menunjukkan bahwa
area prefrontal cortex bertanggung jawab pada proses “deception”.
Pencitraan dengan fMRI dan transcranial stimulation menunjukkan
bukti objektif bahwa area PFC terlibat secara aktif dalam mekanisme
pengingkaran atau secara cerdas menyusun skenario dan alasan untuk
berdusta. Skenario berlapis juga biasanya diikuti dengan multilayer of
reasons.
Dalam konteks pengambilan keputusan atau decission making,
deception, dusta, pengingkaran, pendurhakaan nilai masuk dalam
domain strategis yang melibatkan fungsi area sub kortikal dan
kortikal. Dari area sub kortikal terlibat di dalamnya ventral tegmental
area, nukleus akumben, dan tentu saja amigdala serta hipokampus.
118 — G.E.N.C.E.
Sementara dari area kortikal terdapat korteks di mana area sensori
terletak, orbitofrontal cortex, ventro medial PFC, dorso lateral PFC,
dan interior cingulatum cortex/ACC. Flow atau aliran data dari batang
otak melalui sistem aktivasi retikuler yang antara lain membawa paket
data dari traktus spinothalamicus yang berasal dari berbagai organ
viscera, berpadu dengan paket memori, emosi, dan hasil belajar dari
sistem limbik.
Penelitian Avery et.al. dan juga sahabat kita Prof. Taruna Ikrar
et.al. yang berfokus pada bed nukleus stria terminalis regio (BNST),
artikelnya Avery cs, The Human BNST: Functional Role in Anxiety
and Addiction dapat dilihat di Jurnal Neuropsychopharmacology Edisi
Januari 2016. Sekumpulan data yang diolah dan menghadirkan stres
serta kecemasan dapat menjadi acuan dalam pembentukan sirkuit
pengambilan keputusan.
Jika selama ini peran reward pathway dominan (VTA dan NAcc),
faktor kecemasan juga punya kontribusi penting sehingga orang
berdusta, bahkan mendustai kesadarannya sendiri. Preferensi dasar
manusia dalam kajian agama adalah “hanif”, suatu sifat mulia yang
dicirikan dengan berkecenderungan konstruktif dan berkonotasi baik
secara umum. Fitrah manusia dan tugasnya seiring sejalan, rahmatan
lil ‘alamin. Bukan untuk saling menyakiti dan menzalimi, meski itu
pun ternyata bagian dari motif berkompetisi dalam mempertahankan
kehidupan dan sumber-sumber kehidupan. Dalam kajian arkeo-
antropologi, dikenal istilah baru yaitu psikologi evolusi. Bahwa ada
sebagian sikap dan perilaku dasar manusia dan juga higher order
primate seperti Bonobo yang mempreservasi kemampuan untuk
survive dalam bentuk sifat yang diwariskan dan menjadi integrated
tools bagi keturunannya.
Kompleksitas pengambilan keputusan sampai outcome-nya
adalah deception tentu tak terlepas dari anatomi dan fungsi memori.
Ada implisit dan eksplisit memori yang terlibat. Ada respons terlatih
yang dihasilkan oleh pembiasaan dan pelatihan sebagaimana teramati
pada perubahan karakteristik respons biokimiawi di sinaps Aplysia
Californica sp. Maka secara garis besar atau jalur mainstream, dusta
berasal dari data biologis-fisiologis dan hasil belajar dari pengalaman
dan pajanan pengetahuan dengan jalur utama dari batang otak ke
sistem limbik (amigdala dan hipokampus).
120 — G.E.N.C.E.
sewajarnya memang pada manusia konfigurasi genom adalah nyaris
sama, baik dengan Qabil maupun Habil sebagai sesama anak Adam.
Manakah gen yang hendak kita ekspresikan? Manakah sirkuit yang
hendak kita aktifkan dan preservasi? Inilah ujian menjadi seorang
manusia yang mengenal terminologi pahala dan dosa. ***
Menyimak dan menelaah tumbuh suburnya perilaku koruptif, manipulatif yang berangkat
dari premis yang sama; cari enaknya, cari gampangnya. Ga usah mikir kepanjangan soal
dampak atau akibat multidimensional. Gimana Entar, Entarnya Gimana. Kumaha engke we
lah, ceuk urang Sunda mah. Dan, kalau sudah menjadi akar perilaku yang mengejawantah
dalam aktivitas keseharian, orang Jawa mengatakan, “Piye meneh? Wis kadung penak”.
Hal-hal seperti ini domainnya sangat luas, mulai di tingkat interaksi keluarga, lingkungan
sosial, pendidikan, sampai penyelenggara negara. Padahal dalam aturan konstitusional
penyelenggaraan negara sebagaimana termaktub dalam UU no 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN telah diatur dalam pasal-pasal di
Bab 1 soal kriteria penyelenggara negara yang selanjutnya dijabarkan dalam bab dan pasal-
pasal berikut tentang hak dan kewajibannya.
Jika mengacu pada UU tersebut, penyelenggara negara adalah pejabat negara yang
menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan
tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dan definisi soal “kebersihan” penyelenggara negara dirumuskan sebagai berikut (pasal 2
di Bab 1 UU no 28 tahun 1999): Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara
Negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek
korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya.
Perbuatan tercela ini yang bisa dielaborasi dan dieksplorasi lebih mendalam. Konsep
korupsi yang menjadi bagian sikap mental “instanologi” dan GEEG (gimana entar-entarnya
gimana/kumaha engke-engkena kumaha) maujud sampai sendi keseharian yang bahkan
sampai tidak dirasa sebagai bagian atau cikal bakal korupsi atau KKN.
Kebiasaan membuang sampah di sungai dan jalanan misalnya, jelas ini perilaku koruptif
yang merugikan orang lain dalam time frame dan time line, dimana pelaku mengambil
keuntungan saat ini dan melahirkan bencana di masa yang akan datang. Diawali dari
ketidak pedulian asalkan terbayarkan dengan kesenangan kongkret saat ini maka itu
worthed untuk dilakukan. Demikian sikap mentalnya telah membentengi pelaku-pelaku
Dalam ranah layanan publik misalnya, bukan saja persoalan pungutan liar atas jasa
penyelenggara negara yang telah didapuk, didaulat dengan sumpah untuk menjadi civil
servant yang berintegritas, tapi juga sistem dan kinerja yang didelivery rawan dikorupsi.
Pengalaman pribadi saya, kemarin mengantar istri mengurus suatu surat izin di suatu
institusi di kota kami. Saya mencatat beberapa kejanggalan yang meski kecil dan diamini
saja oleh publik sebagai sebuah permakluman dengan lontaran frasa eufimis, “ah ini mah
sudah jauh lebih baik dari yang dulu-dulu...”
Okay tapi bagi saya ini tetap bibit persoalan. Jumlah pengguna jasa layanan publik itu
banyak dan sistem tidak support dengan informasi flow proses pengurusan yang jelas dan
sistematik. Tidak dilengkapi pula dengan sistem antrian, maka saling serobot dan chaos
pun tidak perlu pandangan pakar, awam saja yakin bakal terjadi.
Dan betul, insting hutan rimba berlaku, siapa kuat dia dapat. Lalu jasa yang dapat
diinformasikan di awal dan dapat dikerjakan di berbagai penyedia lain yang sertified (dalam
hal pemeriksaan kesehatan) disentralisasi dan dipungut biaya dengan pemeriksaan yang
disebut sendiri, “ini mah formalitas saja.”
Tidak hanya itu, ada bisnis tambahan dengan asuransi yang disebut tidak wajib tapi
komponen biaya sudah termaktub dalam biaya total yang harus dibayarkan. Dan sudah
dapat diduga, penyelenggara asuransi berafiliasi dengan institusi penyelenggara layanan
publik terkait, misal lewat badan hukum koperasi karyawannya.
Hmm ... soal antre dan info layanan yang sudah bisa dipermudah misal dengan IT,
disanggah dengan menyatakan itu bukan korupsi dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Wooow ... ditambah jam buka layanan yang di luar standar layanan publik pemerintah
(baru buka pukul 09.00 lebih), antrean dan flow proses yang tidak jelas, betapa banyak
waktu produktif bangsa ini terbuang?
Tidak adanya kepastian waktu, lama proses serba relatif, plus edukasi negatif yang melekat
sebagai karakter masyarakat untuk membudayakan saling serobot dan main sikat siapa
cepat dia dapat bukankah akan maujud dalam proses kehidupan lain dalam skala yang
lebih besar? Serobot sikat tanpa aturan, tak mau antri tunggu giliran adalah dasar sikap
manipulatif yang didorong impulsi untuk mendapatkan kenyamanan secara instan. Hati-
hati ini akan jadi core value dalam believe system bangsa. Ini akan menghijack amigdala dan
membekap PFC/prefrontal cortex dalam bijak mengambil keputusan yang berwawasan
perspektif masa depan.
Bagaimana bangsa ini dapat meningkat level of thinking-nya yang mampu menembus
berbagai persoalan di masa depan jika hal-hal kecil seperti ini terus dibiarkan? Itu bagian
dari pendidikan publik kita loh. Karena tidak mengoreksi atau malah menikmati itu
menyalahi kewajiban sosial kita untuk beramar makruf nahi mungkar.
Bukankah qui tacet consentire videtur? Diam itu menyetujui loh. Setidaknya melius est
acciepere quam facere injuriam duku deh, lebih baik mengalami ketidakadilan daripada
melakukan ketidakadilan. Tapi dari korban kita harus bangkit menjadi pahlawan. Lawan
dan perbaiki keadaan.
122 — G.E.N.C.E.
(4)
Hidup Itu Keputusan, “Should I Have Another
Sate Buntel?”
Oleh Tauhid Nur Azhar
124 — G.E.N.C.E.
akumbah-kumbah eh akumbens dengan neuron dopaminergiknya,
maka mental model harus dibangun agar kewaskitaan hipokampus
(CA1 dan 2) serta dlPFC dan vmPFC dapat jernih dan objektif dalam
mengambil keputusan.
Empati, emosi, dan akumulasi memori dari pengalaman dan
proses belajar mulai mengonstruksi dan membentuk struktur-struktur
perancah yang akan digunakan membangun “monumen” keputusan.
Maka, modeling keputusan itu sederhana meski non linier karena akan
selalu ada variabel tidak terduga. Rumusnya ya Y = (X1, X2 ... Xn) di
mana Y variabel tergantung dan Xi adalah variabel bebas yang seperti
merpati, dinamis dan dapat terbang serta hinggap ke sana kemari. Lalu
kan ada fungsi, ada operasi, ada f(.) yaitu hubungan Xi dan Y kan.
Mengapa bisa gak linier? Kan ribet pake non linier equation plus
ada variable changenya? Andai ... hanya andai ya! Ternyata, si buntel
itu adalah the most expensive buntel in the world tapi sekaligus juga most
precious cullinary things, what I supposed to do? Layakkah kelezatan
itu menorehkan sakit akibat kehilangan duit? Seberapa sakit yang
masih layak ditanggung untuk merasakan nikmat buntel Bejo? Belum
variabel lain seperti jadwal ke Solo yang tidak pasti, status kesehatan
yang berfluktuasi, kemampuan finansial yang ber-uncertainty tinggi
Maka, otak cerdas akan membuat skenario optimasi. Akan terjadi
penguatan sinaptik dan pergeseran sirkuit neuronal (bifurcatio) atau
kayak wesel di rel kereta. Sebenarnya, pertimbangan dan pengambilan
keputusan ini bisa dipelajari dari spike yang terjadi karena adanya
“firing” yang dipicu impuls listrik hasil potensial aksi. Train spike dan
126 — G.E.N.C.E.
pola-pola sinaptiknya bisa dimodeling sebagai bekal database untuk
melakukan intervensi, misalnya lewat strategi pendidikan, dan lainnya.
Ah cape pisan...kok masalah buntel jadi tereskalasi lintas institusi dan
kayak mikir negara sih? Kata Gus Dur, “Gitu aja kok repot? Emplok ae
buntele, rapopo kok, kan mung ngimpi yo?”
Ngemeng-ngemeng model pengambilan keputusan teroptimasi
seperti ini sudah bikin korporasi seperti Jan de Wit Co di Brazil
bisa meningkatkan revenue tahunannya sebesar 26 persen. Mereka
perusahaan agribisnis dengan produk utama anthurium lily, bunga
dengan 50 varian/varietas. Setiap tahunnya mereka menanam 3,5
juta bonggol umbi, 420 ribu pot, dan 220 ribu gerumbul bunga lily.
Pilihannya pun menjadi sangat volatil dan hipervariabilitas. Kapan
pasar mau bunga berwarna cerah, bertangkai panjang, harum, dan
lainnya. Kapan sebaliknya. Hal ini kemudian akan berpengaruh pada
kapan x ditanam dan berapa jumlahnya, sehingga hasil panen menjadi
sangat pas dengan kebutuhan pasar. Padahal, kita tahu kalau pasar
pun based on selera. Ada kaitan dengan iklim, cuaca, dan trend yang
tidak terduga.
Sesungguhnya, dengan matematika Jan de Wit berhasil meraba
“rencana” Tuhan. Nasib suatu kaum memang tidak akan berubah
tanpa usaha bukan? Terbayang oleh kita bagaimana seandainya
konsep ini dipakai di Indonesia. Petani bawang merah Brebes tidak
perlu melampiaskan kekecewaannya membuang bawang ke jalan
raya, karena harga saat panen raya bahkan tidak bisa menutupi biaya
untuk memelihara, demikian juga petani tomat di Lembang atau Garut.
Sekali lagi andai. ***
128 — G.E.N.C.E.
Bukankah otak dalam keyakinan Zoroaster selalu menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari dualisme prinsipal alam raya, Ormudz
dan Ahriman?
Bukankah otak itu jembatan antara hati, pikir, dan rasa yang
hadirkan tak hanya makna tapi juga cinta dalam hidup manusia?
Bukankah kehadiran vassopressin di ventral palidum dan
oksitosin di nukleus akumben dalam rangka tarian dopamin di ventral
tegmental area melalui jejalur mesolimbik dopaminergik, tidak hanya
mendorong kita mencari sigaraning nyowo, soulmate kekiniannya, serta
ingin berbagi rasa (sex drive) lalu melekat kayak ulat seumur hidup?
Lalu apa?
Tarian neurokimia itu juga meruyak Bapak/Ibu Presiden PFC,
melalui intra parietal sulcus dan dibantu amigdala (yang takut
kehilangan rasa) menggodanya vmPFC hingga mempengaruhi
penilaian sang Presiden Otak (value assesment).
Maka, Zat Yang Mahakuasa memberikan kita DNA yang gen-
nya dapat mengekspresikan reseptor N-Methyl d-Aspartat untuk
menerima glutamat. Dan, pada akhirnya, sel-sel syaraf kita pun akan
bereaksi terhadap aksi prokreasi yang tentu akan disukai. Pola suka
kemudian menjadi rasa yang selalu didambakan. Kita menjadi highly
motivated people yang tertaut secara emosi melalui nukleus kaudatus,
insula, dan girus fusiformis yang bisa “melihat” peluang untuk senang
dan bahagia.
Apakah kita salah jika ingin bahagia? Bahkan banyak meme di
sosmed sana dengan quote, “Jangan lupa bahagia”. Tentu hal itu baik.
Namun, salah besar jika bahagia itu membuat orang lain dan semesta
menderita.
Maka, girus frontalis superior lewat vmPFC dan dlPFC dilengkapi
mekanisme penapisan dan pengujian nilai (value asessment) serta
berkecenderungan (preferensi) baik (hanif). Untuk bisa menjalankan
fungsi itu dan terbebas dari distorsi rasa yang membuat terlena,
hadirnya memori pun menjadi amat penting.
Maka, anarki dengan kata dasar arkhon atau pimpin punya arkhe
atau coro londo-nya archief alias arsip yang disimpan dalam arkheion
(rumah arsip). Memori dan keputusan dihubungkan melalui jembatan
belajar. Dan belajarlah yang menghasilkan “nomos”.
Korupsi Pikiran
Pagi ini buka-buka koran dan pandangan bersirobok dengan kepala berita di laman depan
tengah bawah, Youth Camp di Sabang, dan masih adanya secercah harapan utk membangun
kesadaran. Belum lama semangat Sumpah Pemuda yang digagas Dr. Sugondo, dkk. untuk
mengubah mindset bangsa kita peringati dan semestinya kita hayati.
Berangkat dari kondisi itu saya sempat terlambung dalam mimpi dan berharap mimpi
itu bukan sekedar utopi. Tapi memang terbangun dari mimpi itu keniscayaan, dan juga
niscaya berat untuk menerima fakta di dunia nyata. Berangkat kerja dan lewat jalan mulus
yang baru saja dihotmix tiga minggu lalu dan harus menerima kenyataan bahwa kini di
beberapa bagian terkelupas dengan sempurna dan wajah mulus kemarin siang sudah
terganti bopeng-bopeng yang bermunculan.
Product life cycle sebuah proyek yang saya taksir bernilai milyaran (berdasar panjang dan
lebar ruas penebalan, metoda dan teknik yang digunakan, serta pemilihan bahan) hanya
tiga minggu?
Apa yang salah dengan negeri ini?
Saya ingat quote tua, “Salah merencanakan sama dengan merencanakan salah.”
Tetapi bagaimana jika sesungguhnya yang terjadi adalah “memang direncanakan untuk
salah?”
Proyek yang digulirkan tanpa mempertimbangkan dinamika iklim dan cuaca yang datanya
secara terbuka dapat diakses di BMKG, drainase yang diabaikan, dan mungkin juga proses
pengerjaan yang tidak sesuai dengan kriteria teknis yang ditetapkan. Komplikasi serius
datang dari perilaku masyarakat yang sudah mulai terdiagnosa mengalami kasus patologi
sosial yang ditandai dengan rendahnya tingkat kepedulian pada sesama dan lingkungan
serta berorientasi instan.
Padahal dalam konsep level of thinking, kemampuan memetakan jalan ke depan lewat
future and predictive thinking-lah yang menjadi indikator pembeda antara level rendah
dan tinggi.
Sampah dan limbah domestik berbagai bentuk dan ukuran dibuang dengan santainya dan
bahkan sudah dianggap sebagai ritual harian yang wajib untuk dilaksanakan. Di sisi lain
dalam konteks administrasi pembangunan pun dengan mudah ditemukan kejanggalan
130 — G.E.N.C.E.
berupa fenomena pemenggalan-pemenggalan bagian proyek yang secara hipotetikal
tampak ditujukan untuk menyiasati kemungkinan terpenuhinya syarat penunjukan
langsung.
Saya jadi berpikir, bahwa sejak mikir saja proyek seperti ini sudah didesain untuk
dimanipulasi. Waktu dipilih dengan cerdas, sehingga jika hasil pekerjaan cacat karena spec
yang tidak terpenuhi, maka faktor alam dan force majeur dapat menjadi alasan yang sangat
objektif. Data meteorologi kemarin memang mendukung sekali, curah hujan dalam 15
menit awal saja mencapai 77,5 ml3. Dan ada apa ya dengan bangsa ini yang sulit sekali
peduli pada kepentingan sesama dengan skala dan lini masa yang sedikit saja lebih luas dari
sekedar lapang pandang pada dirinya semata?
Maka kita terima sajalah dulu got-got yang dipenuhi limbah domestik, drainase yang
dibiarkan meluapkan air agar menggerus aspal jalan, agar tiap triwulan bisa dimasukkan
dalam pagu anggaran darurat rutin yang tiada berkesudahan. Kita seolah solipsistik
membodohi diri sendiri dengan menutup mata bahwa semua anggaran dan mahalnya
biaya infrastruktur dan harga sosial yang harus dibayar berasal dari milyaran bulir keringat
dan air mata kita sendiri.
Apakah gen korupsi itu memang ada dan berekspresi lewat sistem yang menstimulasi dan
berbagai mekanisme yang memfasilitasi?
Ironisnya yang pertama kali kita korupsi adalah pikiran kita sendiri!
Manusia (baca: kita), adalah makhluk yang paling rumit. Kompleks dan
memiliki kemampuan abstraktif luar biasa. Persepsi dibangun berdasar
asumsi dan nilai-nilai yang didapati dan diyakini dari serangkaian
proses belajar dan pengalaman. Persepsi terhadap kenangan dan
pengalaman inderawi yang terpajankan.
Tidak hanya itu, manusia lalu membangun penafsiran dengan
kecenderungan atau preferensi yang tidak terlepas dari referensi
dan pola reward yang menjadi motivasi. Ada stress activity, dan ada
reinforcement yang tidak sederhana. Melibatkan arsitektur mikroanatomi
dari berbagai struktur otak yang membangun sirkuit atau trajectory
pathway seperti mesolimbik dan mesokortikal (mesokortikolimbik) dari
neuron dopaminergik lengkap dengan molekul transporter (DAT/
SLC6A3) dan juga reseptor D1-5.
Itu baru syaraf dan jaringan syaraf yang terkait dengan
neurotransmiter atau neuromodulator spesifik seperti dopamin.
Padahal neurotransmiter jenis dan jumlahnya cukup banyak.
Pemahaman dan pengembangan perilaku, karakter, dan respons
yang maujud dalam pola pengambilan keputusan, pada akhirnya
melahirkan bahasa dalam bentuk literal dan verbal.
Sejak era pedagang Funisia, orang Akadia, sampai Tiongkok
mensimbolisasi arti dan makna dalam bentuk lambang. Bisa berupa
gambar/hieroglif ataupun huruf-huruf yang dapat dirangkai
menjadi representasi makna. Kompleksitas ini maujud sampai dalam
pengolahan bunyi, asosiasi bunyi dengan kata dan makna, juga dalam
nada dan harmonisasi. Dari sini lahirlah pendekatan semantik (simbol
dan maknanya), pragmatika (makna/arti di ranah publik), dan juga
fonologi yang mempelajari produksi bunyi berkonotasi bahasa.
***
132 — G.E.N.C.E.
Lalu, di manakah semua proses itu terjadi? Ada area Broca di otak
manusia yang berperan dalam berbagai proses tersebut. Ada daerah
penting di dekat dahi yang disebut girus frontalis inferior atau inferior
frontalis gyrus/IFG yang terdiri dari pars opercularis (area Broadmann
44), pars triangularis (Broadmann 45), dan pars orbitalis (Broadmann
47). Batas superiornya adalah sulkus frontalis inferior yang membatasi
dengan girus frontalis medius, dan batas posteriornya adalah sulkus
presentralis inferior, serta batas inferiornya adalah fisura lateralis.
Fungsi dari IFG yang termaktub dalam struktur sitoarsitektur area
Broadmann 44 dan 45 (khususnya hemisferium kiri) terkait dengan
kemampuan produksi bahasa dan makna.
Area 44 bertanggung jawab pada proses fonologi yang terkait
dengan perencanaan motorik (rongga mulut dan lidah) sedangkan area
45 terkait dengan kemampuan semantik untuk membangun makna
dan mengorelasikan antara simbol dan makna. Maka, area 45 punya
peran penting dalam membangun konsep persepsi dan pemahaman
terhadap stimulus yang diterima indera. IFG sisi kiri juga punya peran
dalam menginhibisi atau menghambat proses belajar dari sumber
informasi atau pembelajaran yang bersifat undesirable. Sedangkan IFG
di sisi kanan hemisferium, khususnya area 44 memiliki peran dalam
proses atau mekanisme “go or no go” dan keengganan untuk mengambil
risiko yang sudah diketahui atau terukur.
Eksperimental dengan TMS (transcranial magnetic stimulation) dan
DVD (direct current stimulation) dengan menunjukkan peningkatan
aktivitas inhibisi proses belajar dari info yang tidak menyenangkan
di hemisferium kiri dan keengganan mengambil resiko di IFG kanan.
Konfirmasi dilakukan secara neuroimaging. Konsep go or no go serta
risk aversion ini menjadi menarik dalam kaitannya dengan mekanisme
pengambilan keputusan yang melibatkan ventromedial prefrontal
cortex dan dorsolateral prefrontal cortex.
Proyeksi trajektori atau lintasan neuronal dari area subkortikal
ventral tegmental area dan nukleus akumben yang menjadi bagian dari
reward pathway dan motivasi untuk mengeksekusi sebuah keputusan
(executive function) ternyata melalui penapisan di IFG. Hingga
keputusan akhir yang akan dikeluarkan sebagai bagian dari respons
tak luput dari proses pemaknaan dan “seleksi” serta filtrasi di IFG.
134 — G.E.N.C.E.
(7)
OTAK MANUSIA INDONESIA:
Membangun Peradaban Bangsa Melalui Optimasi
Potensi Genetika, Pikiran dan Lingkungan
oleh Insan Firdaus
Genetik
Genetik atau gen adalah suatu organisme molekular yang diturunkan
kepada sesama makhluk hidup secara turun menurun. Bahan dasar
dari gen adalah DNA (deoxyribonucleic acid) atau untaian asam nukleat
(Hershey dan Chase, 1953). Semua bentuk makhluk hidup di dunia
memiliki bagian bernama DNA. DNA merupakan “blue print” dari
manusia yang mengandung kode-kode rahasia, cikal bakal, atau bahan
dasar yang menentukan bentuk tubuh, warna kulit, bentuk wajah
hingga sifat biologis. Sifat dasar biologis diturunkan melalui DNA dan
struktur gabungannya yang bernama kromosom.
Lalu apakah ini berarti apa yang diturunkan oleh para leluhur
melalui DNA adalah sesuatu yang absolut? Misalnya saja jika seseorang
diturunkan sifat pemarah oleh orang tuanya dan secara otomatis
akan menjadi pemarah sepanjang hidupnya? Mungkin jika memang
demikian adanya, apa gunanya ada lembaga pemasyarakatan? Atau
apa gunanya jika ada konsep memperbaiki diri seperti dalam agama
islam berpuasa di bulan ramadan dan kembali menjadi fitrah? Hal
ini berkaitan dengan perdebatan antara ilmuwan tentang “nature vs
nurture”. Pertanyaan dasarnya adalah apakah perilaku manusia hanya
dipengaruh oleh faktor tunggal seperti gen (nature) yang diturunkan
atau faktor lingkungan (nurture) seperti pola asuh.
136 — G.E.N.C.E.
polimorfisme pada gen cathecol O methyltransferase (COMT) akan
memodulasi pemakaian cannabis dan resiko pembentukan gangguan
psikosis pada usia dewasa. Interaksi cannabis (faktor lingkungan) dan
individu (genetik) menunjukan bahwa individu yang memiliki gen
pembawa COMT valine allela akan memunculkan gejala psikotik dan
membangun gejala skizofrenia tetapi tidak berlaku pada pembawa gen
dengan 2 copy COMT methionine allela (Caspi et al, 2005).
Pengalaman yang diberikan oleh lingkungan menghasilkan
pengekspresian dari gen tertentu yang menstimulasi terjadinya sintesis
dari protein yang membentuk struktur saraf. Melalui transkripsi
genetik, neuron yang telah ada berkembang menciptakan berbagai
reseptor, memperluas struktur dendrit dan terjadi penyesuaian kimia
dalam otak (biochemistry).
Hal ini menunjukan bahwa gen pembawa yang kita turunkan
dapat berubah menjadi suatu gangguan pada saat berinteraksi dengan
lingkungan. Hasil dari perubahan tersebut dapat terlihat dalam bentuk
gangguan psikologis, pikiran dan perilaku seperti depresi, skizofrenia
bahkan gangguan kepribadian. Apakah dengan gen pembawa yang
sama dan lingkungan yang sama akan terjadi polimorfisme? Sebagai
contoh jika dua orang anak kembar identik yang bisa saja menurunkan
gen dari skizofrenia dibesarkan di atap yang sama, tetapi ternyata
hanya satu saja yang dapat menjadi skizofrenia. Hal ini dipercaya
ada perubahan ekspresi gen yang berbeda antar keduanya hasil dari
plastisitas penyerapan informasi yang berbeda terhadap lingkungan.
Hubungan antara nature dan nurture dapat dikatakan merupakan
hubungan reciprocal atau timbal balik. Nature dapat mempengaruhi
individu pada saat berhubungan dengan lingkungan (nurture) dan
lingkungan dapat mempengaruhi invidu sampai ke tingkat biologis
(nature).
Bisa dikatakan bahwa perilaku manusia adalah hasil dari interaksi
antara nature (internal) dan nurture (eksternal). Oleh karena itu jika kita
ingin membentuk perilaku manusia yang berakhlak mulia diperlukan
rekayasa dari internal dan eksternal agar perubahan yang terjadi tidak
hanya dalam tingkat perilaku saja tingkat neuronal sampai dengan
genetik.
138 — G.E.N.C.E.
Genetik, pikiran dan perilaku
Lalu apakah hal ini cukup untuk dapat membentuk sebuah perilaku
dengan cara merekayasa lingkungan yang bertujuan untuk merangsang
gen untuk dapat diekspresikan dengan baik? Melihat perilaku
masyarakat Indonesia sehari-sehari, seperti menyebrang jalan di
bawah jembatan penyebrangan sampai melewati trotoar seperti pada
rekaman gambar di media sosial yang sempat menjadi viral. Terlihat
pada rekaman tersebut seorang pria yang melewati trotoar dengan
menggunakan motor berkata kasar dan membanting helmnya karena
diingatkan oleh pejalan kaki. Dengan adanya trotoar menunjukan
sudah adanya rekayasa lingkungan untuk dapat mengatur perilaku
masyarakat. Tetapi kenapa masih ada yang tidak berkenan untuk
mengikuti hal tersebut. Perilaku dari supir ojek tersebut mencerminkan
hasil interaksi yang dia dapatkan selama ini antara genetik dan
lingkungan yang pada akhirnya membentuk sebuah sirkuit neural di
otak sebagai wujud dari perubahan gen yang terjadi.
140 — G.E.N.C.E.
peraturan, tidak ada penyesalan dalam melanggar peraturan. Jika ini
terus dibiarkan tidak ada intervensi dari lingkungan, akan semakin
terbentuk sirkuit neuronal gangguan kepribadian anti sosial apalagi jika
memiliki ekspresi gen MAOA seperti yang dijelaskan oleh penelitian
Caspi et al, 2002.
142 — G.E.N.C.E.
seseorang secara otomatis emosi dan perilaku akan berubah. Atau
dapat dikatakan pada saat kita merubah connectome akan memodulasi
perubahan perilaku.
Tentunya selain daripada faktor lingkungan, pembentukan
pikiran sangatlah penting dalam rangka membentuk perilaku adaptif
dalam masyarakat Indonesia. Pembentukan pikiran sedari dini dapat
dilakukan dengan cara edukasi berkesinambungan terhadap orang
tua mengenai pola asuh, yang bertujuan untuk dapat melakukan pola
yang dapat membentuk genetik dan connectome yang tangguh, adaptif
terhadap perubahan lingkungan. Tentunya rekayasa lingkungan harus
mempertimbangkan pemaknaan dari masyarakat Indonesia sesuai
dengan connectome nya. Lebih kongkrit dapat mempertimbangkan
budaya yang terbentuk pada suatu daerah yang merupakan
pemaknaan atau pikiran yang harus dipertimbangkan pada saat
ingin merekayasa lingkungan yang bertujuan dengan pembentukan
perilaku. Pada saat rekayasa lingkungan dan pikiran tepat sasaran
tentu saja memungkinkan untuk dapat merubah persepsi, perasaan,
perilaku melalui mekanisme plastisitas otak dan epigenetik.
144 — G.E.N.C.E.
(8)
Perilaku Manusia dan “Daya Lentur” Self di Era
Digital
146 — G.E.N.C.E.
pada kecenderungan ‘tenggelam’ dalam dunia tak nyata. Muncullah
pernyataan “menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh”.
Banyak riset yang kemudian juga mengemukakan tentang
dampak buruk dari berinternet. Namun, dalam hakikat kehidupan,
tidak ada sesuatu yang diciptakan atau tercipta dalam bentuk benar-
benar buruk atau sangat baik. Karena, selalu saja ada hitam dan putih
yang menyertai sebuah fenomena.
Mengaitkan dengan fenomena perilaku berinternet, dalam
sebuah riset dikatakan bahwa masalah dalam dunia siber disebabkan
oleh buruknya kontrol dalam sebuah sistem di masyarakat. Adapula
yang mengatakan bahwa masalah muncul karena kurangnya kontrol
diri pada pengguna internet itu sendiri. (Bianchi & Philips, 2005). Hal
ini benar adanya dan sangat erat dengan konsep hakikat manusia.
Manusia tercipta dalam kapasitas untuk bisa ‘memilih’ untuk
bisa menjadi ‘hitam’ atau ‘putih’. Hal yang dapat mengantarkan kita
kepada warna yang mana, adalah kapasitas yang kita miliki dan
bagaimana serta sejauh mana kita dapat menempa diri kita untuk
dapat melampaui batasan yang kita buat sendiri.
Fenomena dalam berinternet sekarang kemudian mengkondisikan
individu untuk memunculkan kebutuhan memiliki akun dalam media
sosial, berkomunikasi dalam media elektronik, hingga kebutuhan untuk
memiliki alat elektronik tercanggih, menjadi sesuatu yang lazim. Tetapi
apakah kita betul-betul memerlukannya atau hanya karena kebutuhan
untuk dapat menyeleraskan dengan kebiasaan di masyarakat? Karena,
ketika kita mampu menyesuaikan diri dengan kebiasaan umum yang
terbentuk di lingkungan maka kita dapat diterima dalam kelompok
tersebut.
Bayangkan, jika kita tidak memiliki aplikasi Whatsapp di masa
sekarang. Sementara aplikasi tersebut adalah sesuatu yang lumrah
dimiliki saat ini. Sebagian telah sangat terbiasa bahkan tergantung
pada aplikasi ini. Jadi, ketika ada yang tidak menggunakan aplikasi
tersebut, akan sulit berkomunikasi dengan ringkas dan cepat. Bagi
mereka yang memilih untuk tidak memanfaatkan media sosial untuk
berkomunikasi dan berselancar, mungkin dapat dinilai ‘berbeda’.
Karena pilihannya tidak sama dengan kebanyakan orang.
148 — G.E.N.C.E.
berbasis internet, mereka semakin tergerus dengan zaman dan kesulitan
menjangkau interaksi yang lebih dinamis. Sebab, anak dan cucu mereka
telah tenggelam dalam pemnafaatan internet lebih banyak dibanding
mereka sendiri. Kemudian hal ini bisa memunculkan generation gap
karena ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kebiasaan saat ini.
Generasi usia produktif saat ini begitu dinamis dan memiliki
akses tak terbatas merangkul dunia. Mereka bisa tenggelam dalam
asyiknya fasilitas yang telah mereka temui dalam internet. Semakin
mereka mendapatkan kepuasan, maka itu akan terus diulang.
Pola belajar ini yang kemudian menetap pada generasi muda
maupun usia produktif. Sementara, pada generasi non produktif,
orientasi untuk terus berkembang dan berubah mengikuti zaman sudah
tidak sebesar dan sefleksibel dulu. Itulah yang kemudian membuat
adanya kelompok usia yang perlu mencoba menyeleraskannya demi
tetap terjaganya pola interaksi yang lebih guyub.
Kemudian, inilah yang menjadi representasi dari kemampuan
belajar dan ruang plastis dalam diri manusia yang sangat luar biasa
membantu kita untuk bisa terus menyesuai dengan fluktuasi perubahan
zaman. Daya lentur pada otak untuk menerima input informasi yang
baru dan memperkaya diri akan terus terjadi hingga akhir hayat.
Namun, akses tak berbatas dalam internet di zaman sekarang
pun memunculkan ruang untuk kita berselancar terlalu jauh. Ibarat
samudera, kita bisa memilih bermain di pinggir pantai saja untuk
menikmati lautan. Kita juga bisa bermain agak tengah untuk mencoba
berenang atau menggunakan papan selancar. Di waktu lain, kita bisa
semakin ke dalam untuk mencoba diving melihat kehidupan dalam
laut yang beragam. Jika kita terbuai dengan keindahan di dalamnya,
maka kita akan terbawa arus, tenggelam, dan sulit untuk kembali lagi.
Menurut Young (Mardiawan, Mubarak, & Utami, 2017),
fenomena tenggelam dalam arus internet ini kemudian dikenal sebagai
adiksi berinternet. Seseorang dikatakan mengalami internet addiction,
apabila dia lebih sering menggunakan internet untuk melarikan diri
dari permasalahan dikehidupan nyata dengan membangkitkan fantasi
di dunia virtual. Seseorang rentan menjadi adiksi ketika merasa kurang
150 — G.E.N.C.E.
nyaman untuk bersosialisasi secara online dari pada bersosialisasi
langsung dengan orang lain. Hal tersebut merupakan kompensasi dari
kekurangan mereka dalam menjalin relasi di kehidupan nyatanya,
sehingga mereka menjadi sangat bergantung pada internet.
Dalam konsep psikologi belajar, manusia memiliki kemampuan
untuk mengubah suatu pola perilaku atau mempertahankannya,
apabila disertai dengan reward atau punishment yang mengikuti.
Apabila tindakan yang dia munculkan di lingkungan nyata dapat
diterima lingkungan, maka dia akan terus mempertahankan. Misalnya,
seseorang yang memiliki postur tubuh yang tidak ideal, wajah yang
dia nilai tidak cukup menarik, serta prstasi yang cenderung biasa saja.
Ketika dia berinteraksi dengan orang lain, tidak banyak yang tertarik
berbincang atau berinteraksi lama dengan dirinya. Hal tersebut selalu
terjadi di berbagai situasi. Alhasil, dia belajar untuk menilai dirinya
bahwa lingkungan tidak menyukainya, tidak bisa menerimanya, dan
Ia tidak cukup bernilai di mata orang lain.
Dalam pembentukan self, hal ini akan menjadi schema believe
yang dibentuk oleh individu ketika selalu mendapatkan umpan
balik yang negatif dari orang lain. Skema ini kemudian cenderung
menetap apabila dia terus menggunakannya ketika berhadapan
dengan orang lain. Dia akan muncul dalam bentuk negative automatic
thoughts yang terkadang tidak disadari munculnya ketika dia berada
dalam situasi sosial. negative automatic thoughts ini kemudian akan
mendominasi dan membajak kemampuan berpikir seseorang sehingga
mempengaruhi perilakunya yang cenderung bernunansa negatif,
pesimis, cemas, dan sebagainya. Dia akan cenderung menghindari
situasi yang tidak menyenangkan tersebut agar tubuh tetap dalam
kondisi homeostasis.
Berdasarkan konsep kerja otak, individu yang mengalami
kecemasan dan nuansa perasaan negatif lain yang begitu dominan,
umunya disebabkan oleh berkurangnya sekresi hormon dopamine
dalam dirinya. Hormon ini bertugas memberikan sensasi reward
atau rasa senang pada seseorang, sehingga hal yang menstimulasi
munculnya dopamine tersebut akan diulang terus-menerus agar Ia
bisa tetap bahagia. Maka otak manusia kemudian ‘dibiasakan’ untuk
152 — G.E.N.C.E.
Fenomena yang mungkin mudah kita dapatkan adalah mengenai
banyaknya remaja yang berdandan ala artis ternama karena melihat
tayangan di youtube, banyaknya anak usia sekolah yang sudah
berpacaran bahkan berhubungan seksual dengan lawan jenis karena
meniru apa yang dia lihat di media sosial, gaya bahasa anak-anak usia
sekolah yang seperti orang dewasa, dan fenomena lainnya. Mereka
begitu menikmati dan terhanyut dalam sebuah image yang tercipta
di dunia virtual karena begitu banyak respon positif dan penilaian
yang danggap ‘baik’, keren, bagus, dan sebagainya, oleh masyarakat.
Banyaknya subscribe, viewers, likes, komentar, dan jenis reaksi lainnya,
memunculkan persepsi bahwa apa yang ditampilkan di sana adalah
hal yang bisa ‘diterima’ masyarakat.
Mengapa bisa seorang anak atau remaja begitu mudahnya terjebak
dalam image dunia virtual, padahal berdasarkan perspektif ‘true dan
actual self’, sebuah kemungkinan yang besar jika apa yang ditampilkan
di dalam dunia maya adalah bukan ‘wujud’ kita yang sesungguhnya.
Hal ini erat kaitannya dengan penjelasan sebelumnya mengenai
penyebab adiksi pada internet, dimana adanya ketidakpuasan dan
ketidakberdayaan dalam diri untuk menghadapi kenyataan dalam
kesehariannya. Mengikuti trend atau meniru perilaku tertentu yang
berasal dari internet, BISA JADI salah satu bentuk ketidakmampuan
atau ketidakpuasan seseorang untuk bisa menampilkan dirinya di
lingkungan agar bisa diterima. Dia ‘memasukan’ suatu pola perilaku
atau karakter tertentu yang banyak mendapatkan reward dari
lingkungan dan ‘diterima’ oleh lingkungan. Namun, apakah perilaku
yang dia ‘masukkan’ atau tiru itu adalah dirinya ? apakah itu sesuai
dengan apa yang dia inginkan dan perlukan ?
Sesungguhnya, apa yang kita tiru dan ikuti, adalah bentuk dari
penciptaan persona dalam SELF kita. Persona adalah bahasa latin yang
berarti topeng, dimana dia akan kenakan sewaktu kita tampil ke dunia
luar yang menggambarkan kesan yang ingin kita buat di lingkungan
sosial. Tetapi, persona ini tidak selalu mencerminkan diri kita yang
sesungguhnya. Dia hanyalah wujud PENCITRAAN.
Bagi seseorang yang kesulitan untuk menemukan karakter yang
kuat dalam dirinya dan tidak dapat mengakses potensi dirinya di
154 — G.E.N.C.E.
dapat diterima oleh masyarakat. Pujian, banyaknya ‘likes’ di akun
media sosial kita, reaksi positif orang, membuat kita merasa apa yang
kita pilih tersebut ‘dibenarkan’. Oleh sebab itu, maka kita pertahankan.
Pengulangan itu akan menjadi kebiasaan hingga akhirnya menjadi
sesuatu yang seolah tidak disadari oleh kita. Seolah bersifat otomatis
muncul. Padahal, karena persona bersifat surface, kita cukup dapat
menyadari kehadirannya. Terutama saat kita berusaha menggantinya.
Limbik mengarahkan pada prefrontal korteks untuk menunjukan
perilaku yang sama untuk mendapatkan sensasi yang sama pula.
Prefrontal korteks berperan dalam menentukan perilaku yang akan
ditunjukan oleh seseorang. Kita akan sangat sering mengubah perilaku
disesuaikan dengan situasi lingkungan. Oleh karena itu, dia berperan
sangat bijaksana dalam menentukan perilaku apa yang tepat harus
ditunjukan. Artinya, stimulus dari lingkungan mempengaruhi apa dan
bagaimana kita akan bersikap dan berperilaku, dalam hal ini adalah
mempertahankan eksistensi persona dalam dunia maya.
Seperti halnya ketika kita menciptakan sebuah ‘image’ atau
persona tertentu di dalam dunia maya, seperti memasang gambar kita
berdandan rapi, menunjukan hasil prestasi, menunjukan hasil jepretan
foto kita saat travelling, kemudian kita mendapatkan banyak komentar
atau penilaian dari banyak orang di dalam media sosial kita, area
prefrontal akan berkomunikasi dengan limbik dan hipotalamus bahwa
itu adalah bentuk ‘penerimaan’ dan ‘penghargaan’ dari lingkungan.
Lalu, otak merespon dengan mengeluarkan dopamine dan reaksi fisik
seperti jantung berdebar, pori-pori membesar, dan menarik otot-otot di
sekitar wajah yang mebentuk senyuman. Akhirnya terciptalah sebuah
emosi bahagia.
Di satu sisi, peciptaan ‘virtual self’ atau persona yang berulang-
ulang ini hakikatnya tidak akan bisa bertahan lama. Sebab, ketika
seseorang terpapar aktivitas atau pola yang sama secara terus-
menerus dan sangat intens, sebetulnya otak juga dapat mencapai titik
‘kebosanan’. Meski secara konseptual, plastisitas otak mengatakan
bahwa mungkin terjadi sebuah perubahan melampaui genom dari
individu ketika dia memperoleh stimulus untuk ‘mengembangkan’
otaknya. Tetapi, dia juga memiliki ‘daya tampung’ yang dipengaruhi
156 — G.E.N.C.E.
SELF yang bernuansa insecure, tidak percaya diri dan sebagainya,
akan tetap ‘muncul’.
PENCITRAAN yang dibentuk itu pada dasarnya bertolak
belakang dengan alam bawah sadarnya yang mengatakan bahwa dia
tidak mampu. Hal ini kemudian terrepresentasi dalam bentuk CITRA
DIRI yang setengah-setengah. Dia berusaha terlihat ‘mampu’, tapi
bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara bicara, dan beberapa microskills
lainnya, tidak menceriminkan hal yang sama.
Hakikatnya, energi tidak dapat diciptakan atau dihilangkan. Dia
hanya dapat berubah wujud. Maka, ketika seseorang memiliki potensi
dalam SELF-nya yang bernuansa negatif, maka dia akan meminta ruang
untuk menunjukan eksistensinya. Jika kita tidak pandai mengubah
energi itu selaras dengan ruang gerak atau wadahnya, maka energy
itu akan bocor, terbuang, atau bahkan tidak akan pernah bisa masuk
dalam wadah yang kita ciptakan. Wadah yang kita ciptakan itu adalah
persona itu sendiri.
Oleh sebab itu, ketika kita menciptakan persona atau image yang
baru bagi diri kita, lihatlah ke ke dalam, apakah sebetulnya kita betul-
betul dapat memberikan ruang energi dalam diri kita untuk muncul
dalam bentuk yang diharapkan masyarakat atau tidak. Jika tidak, maka
sebetulnya kita telah terjebak dalam ruang pesakitan yang kita ciptakan
sendiri. Kita bisa menjadi resah, terus merasa berkonflik dengan diri,
merasa lingkungan tidak nyaman baginya, cemas jika persona yang
ditampilkan tidak cocok atau diterima, dan sebagainya.
Semakin kita terlalu sering mengidentifikasi diri dengan persona
kitam maka kita semakin sulit mencapai realisasi diri.
Hanya saja, sebagai manusia, kita juga diciptakan dengan sisi
nafsu yang sangat manusiawi. Menurut LeDoux (Kusuma, 2017),
Sistem limbik merupakan singgasana dari berbagai jenis nafsu manusia,
muara dari cinta, rasa dihargai dan dicintai, serta suber dari kejujuran.
Ketika kita selalu dibanjiri dengan ‘reward’ yang bersifat surface dan
berasal dari ekspresi persona yang tidak selaras dengan hakikat jiwa
kita, maka limbik kita telah dibanjiri oleh nafsu yang begitu besar dan
menggeliat untuk meminta dipenuhi keinginannya.
158 — G.E.N.C.E.
dia selalu ‘berusaha’ mengingatkan kita untuk tetap kembali kepada
sumber kebaikan yang SATU, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ketika kita terlalu tenggelam dalam dunia virtual self yang kita
ciptakan, maka sesungguhnya kita semakin membuat jarak dengan
diri kita. Sementara, untuk dapat kembali pada Yang Satu, untuk
dapat berkomunikasi dengan Yang Satu, kita perlu melepaskan
berbagai macam persona, menurunkan ego, dan menyeleraskan diri
kita di ‘luar’ dan ‘dalam’ agar kita bisa masuk ke dalam samudera yang
sesungguhnya, yaitu bertemu dengan Tuhan Yang Mahakuasa. ***
Sumber Referensi:
Begley, S. (2007). Train Yor Mind Change Your Brain. New York, USA:
Random House Publishing Group.
Bianchi, A., & Philips, J. G. (2005). Psychological Predictors of Problem
Mobile Phone Use. cyberpsychology & Behavior, 8, 39-51.
Kolb, B., & Fantie, B. D. (2009). Development of the Child’s Brain and
Behavior. In Handbook of Clinical Child Neuropsychology (p. 19).
springer science. doi:10.1007/978-0-387-78867-8_2,
Kolb, B., & Gibb, R. (2008). Principles of Neuroplasticity and Behavior.
Cognitive Neurorehabilitation. doi:10.1017/CBO9781316529898.003
Kolb, B., Gibb, R., & Robinson, T. (n.d.). psychologicalscience.org.
Retrieved 08 4, 2017, from http://www.psychologicalscience.
org/journals/cd/12_1/kolb.cfm
Kusuma, A. H. (2017). SHAKTI MESMERISM; Jilid 1. Bandung: Pustaka
Aura Semesta.
Mardiawan, O., Mubarak, A., & Utami, A. T. (2017). Kontribusi
Interpersonal competence Terhadap Internet addiction Pada
Remaja Dan Dewasa Awal Di Kota Bandung. SNAPP. Bandung:
LPPM UNISBA.
Spenrath, M. A., Clarke, M. E., & Kutcher, S. (2011, November 20).
The Science of Brain and Biological Development: Implication
for Mental Health research, Practice, amd Policy. Journal of The
Canadian Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 298-304.
160 — G.E.N.C.E.
Tampaknya, memori primordial yang seolah diwariskan melalui
mekanisme yang mengintegrasikan aspek biologi dan fisika kuantum
punya peran signifikan di sini. Kondisi ini menghantarkan kita pada fakta
dan hipotesa bahwa memori dan berbagai basis data kognitif (mengingat
struktur memori berbeda-beda seperti penggolongan deklaratif dan non
deklaratif) dapat diwariskan dan berkelindan dengan mekanisme defensif,
pemenuhan kebutuhan, serta adaptasi terhadap kondisi lingkungan.
Di era kekinian di mana pengalaman inderawi banyak digantikan
dengan pengalaman lintas dimensi di dunia maya, di mana aktivitas
banyak dilakukan secara proksi (perantara berupa akun) akan lahir
homunculus baru berupa makhluk virtual yang nirmateri tapi punya
eksistensi. Kecerdasan yang terbangun dari basis informasi akan
semakin tidak bertepi. Samudera data melebur semua batas yurisdiksi
dan ketidakmungkinan. Penambangan data (data mining) akan menjadi
petualangan seru saat menemukan harta karun berupa pola yang
jika ditelusuri dan dilabeli dapat menjadi sosok-sosok nyata bernama
psikografis dan preferensi subjektif serta pola fraktal yang “terbaca”.
162 — G.E.N.C.E.
Modeling fungsi neuron, di mana arus impuls dan informasi dapat
dipetakan dan dipelajari untuk direplikasi.
164 — G.E.N.C.E.
Apabila f(x) adalah fungsi riil, maka limit f saat x mendekati tak
hingga adalah L. Jika dan hanya jika untuk semua ε > 0 terdapat S >
0 sedemikian rupa sehingga |f (x) - L| < εbilamana x > S. Limitasi pada
ketakberhinggan adalah upaya kita mendapatkan secuplik gambaran
fungsi terukur sebagaimana pola dan perilaku makhluk hidup yang
disebut swarm behavior.
Perilaku kawanan ini bisa jadi merupakan representasi kesadaran
kolektif atau bahkan menurut WD Hamilton (1971) adalah “keegoisan
kolektif”. Pengamatan pada koloni hewan yang menjadi mangsa (prey)
pada rantai makanan menunjukkan bahwa keberadaan kawanan adalah
bagian dari proses perlindungan yang antara lain didapatkan dari
“mengorbankan” kawan sesama kawanan dan mengubah probabilitas
termangsa antara lain dengan mengubah kuantitas populasi. Maka
lahirlah teori domain of danger dan aturan-aturan yang menjadi syarat
perilaku kawanan seperti nearest neighbor rule dan lainnya.
Pada tingkatan interaksi sosial konsep perekat dalam hal ini
mungkin adalah sikap simpati dan empati yang sesungguhnya berangkat
dari “selfish” yang bersifat inward looking dalam pengertian saat seorang
manusia bersifat altruistik, dia sesungguhnya tengah menegasikan suatu
tekanan pada sistem sosial cerdas tertutup bahwa nilai inilah yang
semestinya diberlakukan secara proaktif pada semua anggota kelompok.
Dalam konsep DoD (domain of danger) posisi di tengah kerumunan
adalah posisi paling “aman”. Maka, dalam komunitas sosial yang
mengembangkan azas tata kelola bersifat autopoietik menjadi “rata-
rata” adalah cara paling aman untuk mempertahankan eksistensi. Untuk
itu dikembangkan lagi azas resiprositi dalam ranah psikologi persuatif,
yaitu bagaimana membuat orang merasa tidak nyaman jika merasa tidak
berkontribusi atau tidak selaras dengan nilai-nilai acuan kelompok. Maka
lahirlah peer pressure dan pranata sosial yang kelak akan menjadi embrio
budaya.
Ternyata, konsep dissipation driven adaptation dari Jeremy
England, Chaos dari Lorentz, Self Organizing Theory Per Bak, serta Selfish
Herd Theory nya Hamilton menunjukkan hal yang sama, eksistensi.
Rupanya takdir setiap elemen yang hadir di semesta ini adalah untuk
“mempertahankan” kehadirannya lewat berbagai cara adaptasi, khususnya
yang terkait dengan preservasi energi (entropi dan termodinamika).
Mungkin ini yang disebut dalam kitab suci bahwa baik jin
maupun manusia (representasi makhluk lintas dimensi --> jin dan
manusia) diciptakan semata untuk beribadah. mensyukuri eksistensi
dengan bernas dan cerdas. Berusaha, bekerja (memanfaatkan energi),
dan berpikir untuk beradaptasi dengan ujian serta mencari solusi
bagi setiap kesulitan. Maka di penghujung sebuah kesulitan terdapat
kemudahan dan secara siklikal kita akan terus mendapatkan tantangan
untuk memecahkan masalah dan kesulitan sebagai konsekuensi
dikaruniainya pikiran. Implikasi dari pemahaman soal eksistensi,
adaptasi, dan efisiensi/optimasi ini dapat menjadi acuan untuk
“mengendalikan” dan mengelola perilaku kerumunan yang saat ini
banyak dipengaruhi arus informasi melalui media sosial.
Pengertian yang komprehensif tentang domain of danger
dan nearest neighbor rule serta adopsi konsep dissipation driven
adaptation dan self organizing theory yang menisbatkan setiap proses
cerdas sebagai bentuk kongkret menjaga eksistensi (baca: mensyukuri
keberadaan), bahkan integrasi konsep tersebut dapat mendorong
evolusi dan mutasi adaptif baik dalam ranah sosiologis maupun
166 — G.E.N.C.E.
biologis, menjadi modal dasar dalam proses mengelola persoalan
“kawanan” yang dalam hal ini bisa saja dalam bentuk kelompok
masyarakat, bahkan sebuah negara.
Sederhananya begini, jika saat ini ada perilaku khusus dari sebuah
kelompok, maka dapat diidentifikasi apakah sesungguhnya yang
“ditakuti” dan diyakini sebagai faktor yang mengancam eksistensi?
Siapakah “predator”nya? Seperti apakah model “domain of danger”-
nya? Pola atau “rule” apakah yang menjadi acuan dalam mekanisme
“keegoisan” bersama yang dijalankan. Jika semua variabel dan faktor
ini dapat terpetakan, akan banyak masalah sosial seperti kecemasan
massal akibat hoax dan informasi asimetrik akan dapat ditangkal dan
dicarikan solusinya. ***
(1)
DUNIA YANG DIBANGUN DENGAN
PESAN
***
Namun, hari ini saya ingin menyampaikan kembali bahwa DNA adalah
kode kehidupan yang dikoding dengan maksud dan tujuan. Jumlah
hurufnya panjaaang sekali: 3 milyar basa, 30 ribu cerita. Dan, sebagian
besar huruf itu intron. Pesan dalam sunyi yang tidak berbunyi. Untuk
apa?
Lalu bagaimana pesan itu disampaikan? Channel atau salurannya
apa? Bagaimana diterjemahkan dan bisa dimengerti? Penerimanya
siapa? Kira-kira demikian.
170 — G.E.N.C.E.
Dalam kuliah umum di FMIPA ITB dosen keceh matematika dari
KK Aljabar mengatakan bahwa semua pesan itu diharapkan error. Ini
teori Richard Hamming. Sehingga, kita perlu membuat model dan cara
untuk mengidentifikasi potensi kesalahan, lalu mendeteksinya, serta
mengoreksinya.
Maka, algoritma dengan prinsip ini mampu membuat sistem
melakukan validasi, koreksi, dan verifikasi. Misal QR (quick response)
code, punya toleransi salah sampai 30%. Artinya terpotong, tertutup,
atau tidak tercetak. Selama masih di bawah 30%, reader masih bisa baca
dan informasi masih bisa diterima dengan benar. CD gores gores, noise
oleh karena EM dan lainnya dapat dikoreksi. Selain itu pola khusus
dapat menjadi cara validasi otentisitas data, misal barcode ISBN buku
dan nomer kartu kredit atau ATM.
172 — G.E.N.C.E.
Mari sejenak kita renungkan implikasi filosofisnya. Pengenalan
pola atau pattern of recognition ini adalah dasar kita membangun
definisi dan persepsi. Kita melihat pola, bukan hanya variabel detail
yang kadang bisa berbeda. Geometri fraktal mengajarkan kita bahwa
selalu ada keteraturan dalam ketidakteraturan. Dan, filosofi kopi
mengajarkan kita bahwa di dalam setiap yang punya rasa selalu
ada nyawa. Nyawa itu adalah pola. AI lahir dari sini, deep learning
tumbuh dari sini. Block chain di fintech perlu ini. Image processing
apalagi. Namun, struktur data kompleks akan semakin rumit, terlebih
apabila kita mulai mempertimbangkan interaksi dan konjungsi pola
jamak (multiple pattern conjunction).
Maka muncul ide brilian nan hebat yang kembali pada aspek
spiritual selaras senafas dengan keyakinan orang Jawa di masanya.
Kapitayan. tan keno kinoyo ngopo. Soal ada dan tidak ada, alias biner
1 dan 0. Ahad adalah ada dan saya adalah tiada, bukankah demikian
sesungguhnya makna Ana Al-Haq dari Al-Arabi? Dari kesederhanaan
ada dan tiada kita punya pola untuk semua fenomena.
Angka 1 dan O, ada dan tiada yang bersifat superposisi dan
simetri sekaligus refleksi adalah cara brilian untuk mengodifikasi
pesan, hingga sesuai dengan prinsip dasar pesan yang harus dapat
diterima dan dimengerti.
Sumber Gambar: Persentasi Kuliah Umum Dr. Alleams Barra (ITB, 2018)
***
Maka, pesan kebenaran dan pelajaran itu pasti sudah ada pola
dan pengulangan yang menjadi penanda (marker) yang bisa menjadi
inovasi dalam teknologi pedagogi. Sekarang anak sekolah itu disuruh
menghafal. Tapi kemudian, setelah dia lulus terlihat tidak tahu apa-
apa. Mengapa? Sebab, dia tidak bisa melihat pola. Pendidikan kita
menghasilkan lulusan “buta pola”. Yang tidak peka dan bijaksana
dalam mengenali keteraturan yang selalu selaras dan serasi dalam
harmoni. Pola pulalah yang bisa membuat kita segera mengenali hoax,
174 — G.E.N.C.E.
karena pasti tidak ada sinkronisitas dengan pola-pola jamak yang
membangun konstruksi informasi.
Hal ini sejatinya dapat dengan mudah dapat dipelajari dari
permainan berikut:
Pilihlah satu angka. Anda pun boleh bohong maksimal 1x. Dengan
7 pertanyaan ini yang cukup dijawab dengan ada dan tidak ada, akan
segera diketahui anda bohong di mana dan angka pilihan anda apa.
Silahkan mencoba!
176 — G.E.N.C.E.
pathway otak. Jika kondisi yang sebenarnya terjadi di level individual
ini secara sistemik terdistribusi di masyarakat, domainnya akan
merambah ke kondisi patologi sosial di mana perilaku ini bisa jadi
merupakan simptom (gejala) terjadinya compulsive society.
Melakukan suatu perbuatan negatif secara berulang (repetitif),
bahkan menjadikannya “ritual” untuk meredam kecemasan bawah
sadar yang dirasakan. Jika kondisi ini terjadi secara berjamaah, tentu
kita harus menelaahnya dari pendekatan ilmu Antropologi atau
lebih tepatnya dengan paradigma etnosains. Ada etnis koruptor telah
lahir sebagai suatu generasi bergenre khusus di negara kita. Asumsi
dasar, etos, dan model etnosains sebagai upaya untuk mendapatkan,
mendeskripsikan, dan menggambarkan perilaku suatu kelompok
didefinisikan oleh Bronislaw Malinowski (1961) sebagai to grasp the
native’s point of view, his relation to life to realize his vision of his world.
Lalu apa pandangan dan faktor yang mempengaruhi pandangan
hidup seorang koruptor atau etnis koruptor? Kang Taufiq Pasiak
berhipotesis bahwa kecemasan yang melahirkan compulsive society
(juga corruptive society) bermuasal dari tak terlatihnya cara berpikir
yang membuka ruang bagi insting untuk mengambil alih kendali
pengambilan keputusan. Ciri pengambilan keputusan yang bersifat
instingtual adalah tindakan dan keputusan bersifat cepat, pragmatis,
pemuasan segera (instan), dan berdurasi jangka pendek (tidak berpikir
panjang). Insting adalah bagian dari mekanisme survival di mana
faktor waktu (t) adalah variabel yang paling krusial. Di otak manusia,
mekanisme insting dan survival behaviour antara lain diperankan oleh
girus singulata.
***
178 — G.E.N.C.E.
Mudahnya akses untuk berceloteh dan berbagi informasi (tanpa
memandang validitas dan akurasi materi) mendorong lahirnya etnis
baru (Homo sosmedicus) yang memenuhi kebutuhan dasar untuk
terhubung dengan sesama dan mengelola serta menampilkan citra
diri sebagai bentuk aktualisasi dari konsep piramida Maslow, melalui
media sosial (Dae Meshi et.al., The Emerging Neuroscience of Social Media,
Trends in Cognitive Science, Dec 2015).
Salah satu ciri psikologi komunikasi di sosmed adalah CDE
(Cyber Disinhibition Effect) alias perilaku “congor” yang tidak terkendali.
Mengutip paparan Dr. Neila Ramdhani dari FPsi UGM, norma-norma
sosial di tatanan masyarakat dunia nyata hampir tak berlaku di dunia
maya. Pembentukan perilaku melalui “banjir” informasi inadekuat
yang diperkuat faktor influencer dan trend setter digital seperti
selebgram, youtuber, ataupun buzzer berlangsung amat efektif dan
bisa saja menjadi sangat destruktif.
Adanya fenomena theater of mind yang menyajikan the battle of
minds di mana semuanya maya dan kadang by proxy bisa menjurus
pada lahirnya sebuah madness society yang impulsif, reaktif, serta radikal
dalam meyakini nilai yang belum terbukti keabsahan kebenarannya.
Dengan demikian, kita sekarang memiliki dua karakter etnis
baru, yang pertama bersifat manipulatif-koruptif, dan yang kedua
disinhibition behaviour!
So what? Tentu kita harus urai satu persatu dengan tenang dan
mencoba untuk menemukan simpul-simpul permasalahannya. Dalam
tulisan ini yang tentu tidak bisa panjang-panjang, saya mengusulkan
untuk berfokus pada konsep cara berpikir dan level of thinking, di mana
semua persoalan yang terjadi di dunia nyata dan maya di atas adalah
buah dari akumulasi tingkat berpikir yang terepresentasikan dalam
sikap dan perilaku.
***
***
180 — G.E.N.C.E.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang teramat pesat
yang ditandai dengan pencapaian teknologi processing dan digitalisasi
yang ditunjang oleh perkembangan rekayasa material. Revolusi
industri berbasis ICT sesuai dengan prediksi Claude Shannon dan
kaidah hukum Moore yang memprediksikan pertumbuhan teknologi
yang lompatannya bersifat eksponensial. Pertumbuhan teknologi
informasi yang menjadi tulang punggung revolusi industri tahap
lanjut mendorong munculnya gelombang transformasi masyarakat di
berbagai sektor kehidupan. Perubahan antropokultural yang terjadi
antara lain meliputi munculnya ketergantungan kepada jejaring internet
sebagai sumber informasi. Pada gilirannya kondisi ini menjadikan
internet sebagai salah satu faktor stimulus dalam perubahan gaya
hidup (life style).
Kelompok dengan
internet sebagai
1 32% 13% 19%
kebutuhan dan gaya
hidup
Kelompok pengguna
4 pasif dan dalam tahap 12% 5% 7%
pengenalan
182 — G.E.N.C.E.
Tingginya tingkat penetrasi informasi dan efektifnya pola
komunikasi sosial pada jaringan internet secara hipotetikal akan
menghasilkan suatu kondisi terciptanya nilai-nilai kebenaran semu.
Mengacu kepada konsep falsifikasi yang digagas Karl Popper, metoda
pembuktian kebenaran adalah dengan menguji (eksaminasi) suatu
informasi atau teori sampai terbukti salah, jika tidak terbukti maka
akan terjadi penguatan bahwa informasi tersebut benar! Keadaan ini
disebut koroborasi.
Sebagai contoh, informasi yang bersumber dari internet
kemudian akan mendapat pembenaran secara berkesinambungan dari
jaringan pengguna serta diamplifikasi serta ditingkatkan intensitas
transmisinya melalui intensifikasi jalur informasi (tag, mailing list, dan
link). Maka hasil akhir dari serangkaian proses ”pembenaran” yang
terjadi akan bermuara pada sebuah informasi yang dianggap sahih
(valid) dan terjamin serta diyakini kebenarannya. Pola komunikasi
sosial akan mengalami transformasi radikal dari yang semula berdasar
pada kredibilitas ”key person” atau komunikator yang ditentukan
berdasarkan perspektif budaya, maka kini validitas lebih dipengaruhi
oleh penetrasi dan transmisi data. Semakin cepat sebuah informasi
dikirim serta diterima, serta semakin banyak orang menerima dan
membaca maka informasi itu mengalami penguatan dan dengan
sendirinya meningkat kesahihannya.
Kondisi ini dapat dicermati pada layanan microblogging Twitter
yang mampu secara cepat dan singkat mentransmisikan berita-berita
pendek yang dibatasi jumlah karakternya. Sebagai contoh nyata
informasi kematian Mbah Surip dan Michael Jakcson dengan cepat
menyebar ke seluruh dunia dan mendapat konfirmasi berulang dari
pengguna lain. Fenomena penguatan validitas juga didukung oleh
konfirmasi berulang (berlapis) yang berlangsung selama informasi
terus ditransmisikan dan terdistribusikan melalui jaringan.
***
Dalam konteks web 2.0 dan web semantik, fenomena kontribusi
informasi dan arah arus yang bersifat konvergen adalah struktur dasar
dari konstruksi komunitas dan tatanan masyarakat baru berbasis
web (new order community). Maka kata kunci (key word) dalam proses
184 — G.E.N.C.E.
dan tumbuhnya nilai-nilai acuan. Manusia mengklasifikasikan diri
dan kepentingannya dalam bentuk ekspektasi, prestasi, dan kemudian
bahkan mengembangkan konsep frustasi atau kekecewaan di saat
fakta tidak sesuai dengan harapan.
Sistem mental ini kemudian terus bergulir dan tidak hanya
mengubah pola pandang pribadi, melainkan juga menjadi dasar atau
fondasi dari proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya
dan juga dengan berbagai elemen yang terdapat di dalamnya.
Dalam perkembangan selanjutnya manusia mengembangkan
berbagai sub sistem mental yang dijiwai semangat untuk
mengoptimalkan benefit yang bersifat ego atau setidaknya
antroposentrik, berfokus pada manusia sebagai subjek sekaligus objek
hidup. Sumber daya alam dan sumber daya sosial didorong secara
hegemonik untuk dipahami sebagai sebuah infrastruktur hidup yang
harus dikapitalisasi. Semua potensi sumber daya itu akan dimaknai
sebagai modal yang harus mampu menghasilkan jauh lebih banyak
lagi keuntungan bagi manusia.
Akan tetapi, kemampuan mental yang semula destruktif dan
bersifat eksploitatif itu lambat-laun—seiring dengan tumbuhnya
kesadaran tentang perlunya sebuah proses yang berkesinambungan,
mulai mengurangi momentum kelembaman. Bisnis dan proses produksi
serta jasa di dalamnya kini berpaling pada kepedulian terhadap daya
dukung dalam bingkai waktu jangka panjang. Pengembangan produk-
produk baru tidak lagi sekadar mengacu kepada keuntungan sesaat
dan kepedulian yang hanya terbatas pada ruang lingkup yang sangat
sempit.
Pada hakikatnya seorang manusia memiliki internal consciusness
yang tercermin dalam pola-pola psikososial sebagaimana digambarkan
dengan sangat baik melalui riset yang dilakukan oleh Solomon
Asch pada tahun 1951. Riset psikologi sosial ini didesain sangat
sederhana, sekumpulan orang diminta untuk mengidentifikasi dan
membandingkan panjang beberapa garis dengan sebuah garis yang
menjadi acuan. Sejumlah orang yang terlibat sudah ”kongkalikong”
dan akan menyatakan bahwa garis tertentulah yang sama panjangnya
dengan garis acuan, meski sebenarnya tidak begitu. Hasil riset
GOOGLE TRENDS
Mengacu kepada konsep psikologi sosial di atas, maka trend yang
tercermati melalui Google Trends sesungguhnya memetakan upaya
pencarian kebenaran dan kebutuhan komunal.
186 — G.E.N.C.E.
Pada grafik tentang seberapa banyak orang dan seberapa sering
orang sub region Indonesia mencari informasi tentang penyakit flu,
dapat dikaji beberapa faktor terkait berikut: awareness, tren pencarian
info secara tidak langsung menunjukkan adanya kepedulian terhadap
topik yang ingin dicari keterangannya. Kepedulian ini secara psikologis
dapat didasari dan dmotivasi oleh adanya “kebutuhan” (needs).
Kebutuhan dalam skala tertentu, dan dalam keadaan tidak terkelola
dengan baik serta “terasa” berada di luar rentang kendali adalah bagian
dari spektrum “ancaman”. Dan ancaman adalah stimulator terkuat
dari respon defensif. Maka pencarian informasi tentang penyakit dapat
diasumsikan terkait erat dengan “dimensi ancaman” yang tengah
dihadapi. Dalam hal ini issue global, laporan jurnalistik lokal (dapat
diperkuat apabila data twitter yang berisi laporan sewaktu dari warga
dapat diintegrasikan dalam Google trends, melengkapi data “news”
yang sudah ada), maupun adanya peringatan resmi dari otoritas.
Hal ini mirip dengan maraknya pencarian berkata kunci “demam
berdarah” di bulan-bulan dan di kota-kota tertentu.
188 — G.E.N.C.E.
sendiri! Ini adalah data awal untuk pemetaan tipologi psikologi atau
psikografi tentang penduduk suatu kota. Karakter “narsis” seperti yang
ditunjukkan warga Bandung ini kelak dapat dikembangkan untuk
memetakan faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi psikologis
seperti kultur, geomorfologi, iklim, potensi ekonomi, pendapatan
perkapita, dan banyak faktor lainnya. Yang jelas “narsis” adalah salah
satu atribut pada produk yang bernama manusia Bandung! Homo
Bandungicus pengen tampil teruuuus!
Demikian pula tim sepakbola kebanggaannya: PERSIB. Google
menunjukkan Persib adalah juara yang sebenarnya, setidaknya di
pikiran penggemarnya. Mungkin jika diadakan market research yang
agak serius di Bandung dan sekitarnya produk yang paling melekat di
otak dan menjadi top of mind (TOM) adalah Persib. Dari penelusuran
trend Persib berbanding denga Persija didapati bahwa penggemar
Persib (bobotoh) mungkin sama saja banyaknya dengan fans Persija
(The Jak), tetapi bobotoh jelas lebih melek internet. Data Google
menunjukkan bahwa Persib unggul dan laris manis dicari di dunia
maya. Tentu harus pula dipertimbangkan kemungkinan ada sekian
persen The Jak dan fans klub peserta Liga Indonesia lainnya yang
“mengintip” kekuatan Persib melalui teknologi informasi.
190 — G.E.N.C.E.
Hal lain yang tak kalah menariknya dalam genre budaya populer
adalah kengetopan dan keartisan seseorang. Seorang Luna Maya dapat
memetakan sebaran penggemar fanatiknya dan posisinya terhadap
kompetitor. Wajar jika Google saat ini sudah bertransformasi dari yang
semula brand atau nama yang melekat pada suatu badan usaha, menjadi
kata kerja yang tercantum di dalam Webster Dictionary, dengan kata
kerja aktif googling berarti mencari informasi di dunia maya melalui
mesin pencari. Kembali ke Luna Maya, ternyata penggemar fanatik
terbanyaknya yang aktif menggogling terdapat secara berturut-turut
di beberapa kota berikut:
192 — G.E.N.C.E.
kata kunci Aa Gym ternyata kalah banyak dipakai dibandingkan kata
kunci untuk Dewi Persik! Silahkan Anda interpretasikan sendiri dalam
konteks pengamatan terhadap posisi agama di kancah budaya populer.
Dai yang paling ngepop dan ngetop saja masih tidak mampu bersaing
dengan seorang selebriti seksi yang berasal dari Kediri.
Lain hal jika kita berbicara peta geopolitik misal membandingkan
antara Jokowi, Prabowo, Pak SBY dengan Ibu Mega, atau partai
Demokrat, Golkar, dan PDIP di sub region tertentu, pasti menarik
dan bisa dikaji secara lebih mendalam faktor-faktor yang turut
mempengaruhi dorongan orang untuk “mencari” partai atau tokoh
tersebut di dunia maya. Tetapi ketika kita harus membandingkan
sesuatu yang bernuansa absurditas dan fakta menunjukkan bahwa
rasionalitas tidak mendapat tempat, kita meskipun sebenarnya
sudah tahu hasilnya, akan “terpukul” dan kecewa. Padahal absurd
itu hanyalah sebuah fenomena keteraturan yang sedikit “lebih
kusut” daripada biasanya, dapat dijelaskan dan dicari simpul-simpul
pemahamannya.
194 — G.E.N.C.E.
pengunjung laman dapat menjadi gambaran penetrasi informasi dan
cakupan dispersinya. Sistem transparansi ini menjadikan penguasaan
informasi bukan sekadar profit bagi seseorang atau sekelompok
tertentu, melainkan menjadi benefit publik.
Kondisi ini menghantarkan kita pada era keterbukaan yang
berkorelasi erat dengan kejujuran dan keadilan. Ruang publik
yang sarat dengan banalisme dan vandalisme formal lambat laun
akan tergusur oleh terbangunnya “peer group” yang konstruktif
dan mengakomodir tata nilai baru tentang interaksi yang justru
lebih bersifat humaniter dan egaliter. Kemerdekaan dan kebebasan
psikologis yang bertanggungjawab akan menggusur kejahatan dan
pemenuhan aktualisasi rendah. Pornografi internet dan penipuan
(fraud, carding, dan criminal hacking) serta kejahatan saiber lainnya
akan tereliminasi dan akan semakin sempit ruang geraknya. Dunia
alternatif akan terbangun dan bersikap lebih edukatif, informatif, dan
transformatif terhadap perilaku sosial. Komunitas baru akan terbangun
melalui “second world” yang lebih ideal dan terbangun di atas platform
saling percaya dan saling berbagi (trust and sharing). Kepercayaan yang
dibangun ini menyandarkan diri pada “kebersamaan” dan konsep
saling mengingatkan (baca: saling mengoreksi) dan mewartakan
kebenaran.
Pemenuhan kebutuhan informasi akan mendorong peringkat
(rating) informasi yang menjadi kebutuhan bersama, dapat dicermati
pada hasil analisa Google Analytic yang mampu memetakan asal
pengunjung (dari search engine, bouncing dari situs yang dikunjungi
sebelumnya, atau spontan mengetahui alamat situs yang dituju dari
sumber informasi konvensional).
Contoh peringkat popularitas dan tingkat kunjungan pada situs telekomunikasi nasional
dan regional berdasar kata kunci
196 — G.E.N.C.E.
Data kunjungan pada sebuah situs lokal (lihat geolokasi pengunjung yang eksklusif
terpusat di Indonesia)
198 — G.E.N.C.E.
Dari sudut pandang yang agak berbeda Heyman dan Ariely
(Psychology Sciences, 2004) mengaji konsep psikologi uang (psychology
of money). Ada tiga kelompok yang diuji mendapatkan tugas
membuat lingkaran di kertas. Kelompok pertama dijanjikan imbalan
5 dolar, kelompok kedua dijanjikan imbalan 50 sen, dan kelompok
ketiga diberikan ucapan terima kasih yang tulus. Ternyata dari hasil
penlilaian kinerja berdasar banyaknya jumlah lingkaran yang dibuat
dalam kurun waktu yang telah ditetapkan, didapati bahwa orang
yang mendapat ucapan terimakasih dengan tulus membuat jauh lebih
banyak lingkaran dibandingkan dengan orang-orang yang dibayar.
Sementara di antara dua orang yang dibayar, yang mendapatkan
bayaran 5 dolar terbukti membuat lingkaran lebih banyak dibanding
dengan yang hanya mendapat 50 sen.
Dalam kasus yang sedikit berbeda hadiah atau ucapan
terimakasih diganti dengan coklat. Ternyata, perbedaan harga coklat
tidak mempengaruhi kinerja dalam membuat lingkaran, semua jauh
lebih banyak dari jumlah yang digambar orang dengan imbalan 50 sen.
Maka, kita dapat menyimpulkan bahwa apresiasi dinilai jauh
lebih berharga dibandingkan dengan nilai nominal yang diterima.
200 — G.E.N.C.E.
Terbukti kemudian dalam perkembangan selanjutnya teori-teori
Bandura banyak dipergunakan dalam upaya mengoptimasi peran
manusia dalam bisnis, olahraga, pelayanan kesehatan, dan banyak
aspek aktivitas sosial lainnya.
Psikologi Komunitas
Psikologi komunitas adalah pengembangan lain dari konsep kompleksitas
psikososial. Sebagai makhluk yang hidup dalam sebuah tatanan ekosistem
manusia menururt James Kelly berkembang berdasarkan analogi ekologis.
Konsep psikologi komunitas James Kelly bukan sekadar memetakan
hubungan antara lingkungan dengan manusia beserta pengaruh-pengaruhnya
pada pembentukan produk mental seperti perilaku atau kepribadian. Teori
Kelly justru lebih mengeksplorasi bagaimana sebuah komunitas manusia di
dalam eksosistem dapat berfungsi atau menjalankan perannya. Menurut Kelly
sekurangnya terdapat 4 prinsip dasar yang membentuk dan mengatur setting
(tatanan) sosial manusia, yaitu :
Pertama, adaptasi. setiap individu senantiasa mengembangkan
kemampuan adaptifnya untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan
yang muncul karena interaksi dengan komunitas dan lingkungannya.
Kedua, suksesi. Setiap tatanan senantiasa mengembangkan
struktur, norma, perilaku, dan kebijakan yang secara aktif
mengintervensi dan membantuk sistem. Upaya suksesi adalah upaya
untuk mempertahankan tatanan yang telah terbentuk dan diyakini
kebenrannya.
Ketiga, siklus sumber daya. Setiap tatanan komunitas senantiasa
memiliki sumber daya yang akan mereka identifikasi, kembangkan,
dan perkuat baik secara individual, kelompok, maupun secara
institusional. Konsep ini secara lokal kita kenal sebagai masyarakat adat,
RT, RW, dan bahkan kelompok arisan atau pengajian. Kecenderungan
komunitas adalah mempertahankan kekuatan yang telah dimiliki
ketimbang mengaksespsi pengaruh dari luar untuk berubah. Konsep
ini menjadi sangat pentinmg untuk iketahui dalam proses pemilihan
calon kepala daerah.
Keempat, interdependensi. Sebuah tatanan komunitas terbentuk
dari kompleksitas interaksi yang memiliki hubungan asosiatif dan
202 — G.E.N.C.E.
dimana kebutuhan dasarnya untuk hidup secara layak terpenuhi.
Konsep layak bagi manusia antara lain adalah terbebasnya dari
kezaliman yang menindas hak-hak azasi.
204 — G.E.N.C.E.
Ketiga prinsip kesahihan ala Wikipedia ini sebenarnya adalah
sebuah fenomena psikososial dimana kebenaran adalah tanggungjawab
bersama dan partisipasi komunitas adalah sistem yang membangun
dan menjaga kredibilitasnya. Maka ke depan fenomena ini akan
mendorong tumbuhnya konsep user generated content menyusul citizen
journalism dan layanan publik yang dapat diakses oleh siapa saja.
Kata kunci dan status di jejaring sosial pada akhirnya akan
menjadi “perekat” emosi yang mempersatukan “peer group” dan
lambat laun akan semakin terkontrol oleh etika komunikasi baru yang
tanpa kita sadari akan terbangun melalui serangkaian proses interaksi.
Hukum, tata krama, dan etika yang mengendalikan perilaku tidak lagi
ditetapkan secara sepihak, melainkan akan menjadi produk konsensus
yang demokratis serta mewakili kepentingan banyak pihak serta
melindungi kebutuhan bersama.
206 — G.E.N.C.E.
(4)
Sistem Berpengetahuan-Tumbuh Terinspirasi
Otak Manusia:
oleh
Arwin Datumaya Wahyudi Sumari
Adang Suwandi Ahmad
ABSTRAK
Sistem Berpengetahuan-Tumbuh terinspirasi otak manusia (Brain-
Inspired Knowledge-Growing System) adalah sebuah sistem berbasis
agen kognitif yang memiliki kemampuan untuk menumbuhkan
pengetahuannya seiring bertambahnya informasi yang ia terima
seiring berjalannya waktu. Tidak seperti paradigma pembelajaran
dalam Kecerdasan Tiruan yang telah ada, sistem tersebut memperoleh
pengetahuan mengenai sebuah fenomena melalui interaksi dengannya
dalam satu rangkaian pengamatan. Cara penumbuhan pengetahuan
sistem adalah emulasi cara manusia berpikir melalui fusi pada
penginferensian diekstraksi dari rangkaian pengamatan tersebut
berbasis metoda fusi penginferensian-informasi Observasi Multi-
waktu A3S (Arwin-Adang-Aciek-Sembiring) atau OMA3S. Dalam
makalah ini akan disampaikan mekanisme pembelajaran Sistem
Berpengetahuan-Tumbuh untuk memperoleh pengetahuan dari
fenomena yang ia amati. Pengetahuan tersebut diukur oleh parameter
Derajat Keyakinan.
Kata Kunci
Derajat Keyakinan, Fusi Penginferensian-Informasi, Kecerdasan
Tiruan, Metoda OMA3S, Sistem Berpengetahuan-Tumbuh.
208 — G.E.N.C.E.
pada Gambar 1.
Gambar 1.
Ilustrasi sederhana mekanisme penumbuhan pengetahuan pada manusia
SISTEM BERPENGETAHUAN-TUMBUH
Konsep Dasar
Selain definisi sistem yang telah disampaikan pada Bagian 1, berikut
210 — G.E.N.C.E.
disampaikan beberapa definisi yang sangat berkaitan [10].
• Penumbuhan pengetahuan adalah sebuah proses
yang berlangsung dalam sistem ketika melakukan fusi
penginferensian-informasi guna menumbuhkan pengetahuan
baru.
• Pengetahuan baru adalah pengetahuan yang ditumbuhkan
oleh sistem yang merupakan ekstraksi dari informasi terfusi.
Ekstraksi informasi ini disebut dengan penginferensian.
Oleh karena itu penginferensian bersifat informasi yang
komprehensif.
• Informasi terfusi adalah hasil fusi terhadap informasi yang
dipersepsikan oleh sensor-sensornya.
• Penginferensian (inferencing) adalah informasi hasil
ekstraksi informasi atau infomasi terfusi yang akan menjadi
landasan bagi pengetahuan baru.
• Derajat Keyakinan adalah satu ukuran yang memperlihatkan
dinamika penumbuhan pengetahuan dari waktu ke waktu
pengamatan yang diukur dengan nilai probabilitas atau
prosentase.
1 n P Ai | B j P B j
P Bj Ai n
(1)
n i 1
P Ai | Bk P Bk
k 1
j
P estimate
P i (2)
212 — G.E.N.C.E. 6
Gambar 2. Model Sistem Berpengetahuan-Tumbuh terinspirasi otak
manusia. Diadaptasi dari [15].
Intisari Gambar 2 adalah sebagai berikut:
j
P i adalah DPPB dimana i 1,..., adalah jumlah sensor dan
7
Membedah Anatomi Peradaban Digital — 213
2 1. Pengetahuan baru yang menjelaskan fenomena yang
diamati direpresentasikan sebagai nilai maksimum DPPB yang
ditunjukkan pada Persamaan (4).
j
P estimate
P i (4)
j
P
j j 1
1, jika P
j
P (5)
j
P
j j 1
0, jika P
j
P penginferensian-informasi pada waktu pengamatan
1,..., .
Memfusikan penginferensian-informasi dari beberapa waktu
pengamatan untuk memperoleh penginferensian terfusi, yakni
pengetahuan baru sistem yang direpresentasikan dalam bentuk
Distribusi Probabilitas Pengetahuan Baru terhadap Waktu Pengamatan
(DPPBtW), yang diperoleh dengan mengaplikasikan metoda OMA3S
sesuai Persamaan (6).
j
P
P
1 (6)
j
8
214 — G.E.N.C.E.
P estimate
P j (7)
j
Derajat _ Keyakinan P j estimate 1 100% (8)
j
dengan dan 1 adalah probabilitas pengetahuan untuk hipotesa ke- j
yang terbaik pada waktu pengamatan 1.
10
216 — G.E.N.C.E.
S3 0 0 0 0
S4 0 0 0 0
S5 0 0 0 0
S1 0 1 0 0
S2 0 1 0 0
2 S3 0 1 0 0
S4 0 0 0 0
S5 0 0 0 0
S1 0 1 0 0
S2 0 1 0 0
3 S3 0 1 0 0
S4 0 0 0 0
S5 0 0 0 0
S1 0 0 0 0
S2 0 0 0 1
4 S3 0 0 0 1
S4 0 0 0 0
S5 0 0 0 0
S1 0 1 0 0
S2 0 1 0 0
5 S3 0 1 0 0
S4 0 0 0 0
S5 0 0 0 0
11
12
218 — G.E.N.C.E.
Hipotesa terbaik dari DPPBtW
P estimate
0, 2;0, 6;0;0, 2
0, 6
dengan H 2 adalah hipotesa terbaik ( j 2 ).
Derajat Keyakinan pada hipotesa terbaik
j
Derajat _ Keyakinan P j estimate 1 100%
0, 6 0 100%
60%
Berdasarkan hasil komputasi di atas, dapat disimpulkan Derajat Keyakinan
sistem bahwa fenomena yangdiamati adalah hipotesa H 2 adalah sebesar
60%.
13
H1
H2
H3
H4
Waktu ( )
4. CATATAN-CATATAN PENUTUP
yang dinyatakan pada Persamaan (1).
Mekanisme otak dalam menumbuhkan pengetahuan sebagai hasil dari
CATATAN-CATATAN PENUTUP
berpikir adalah salah satu bentuk kecerdasan alami yang dapat dimodelkan
guna mempelajari pembangunan kognitif manusia dalam mengenali
Mekanisme otak dalam menumbuhkan pengetahuan sebagai hasil
fenomena-fenomena di lingkungannya sejak ia dilahirkan di dunia, dan
dari berpikir adalah
bertambah pintar salah dengan
seiring satu bentuk kecerdasan
semakin alami
ia dewasa. yang dapat
Bertambahnya
dimodelkan guna mempelajari
pengetahuan tersebut pembangunan
terjadi karena adanya kognitif
fusi terhadap manusia
informasi yang
dipersepsikan
dalam olehfenomena-fenomena
mengenali organ-organ penginderaannya seiring sejak
di lingkungannya dengania
berjalannya waktu.
dilahirkan di dunia, dan bertambah pintar seiring dengan semakin
Pada model
ia dewasa. kognitif Sistem
Bertambahnya Berpengetahuan-Tumbuh,
pengetahuan pengetahuan
tersebut terjadi karena
ditumbuhkan dengan cara fusi penginferensian-informasi berbasis metoda
adanya
OMA3S.fusi terhadap informasi
Pengetahuan yang dipersepsikan
mengenai fenomena yang diamatioleh organ-organ
tumbuh ketika
penginderaannya seiring dengan berjalannya waktu.
sistem berinteraksi dengannya pada satu selang waktu pengamatan yang
signifikan. Pengetahuan baru sebagai hasil berpikir bersifat kualitatif
Padatidakmodel
sehingga kognitif
mudah diukur. Dengan Sistem Berpengetahuan-Tumbuh,
pemodelan matematika ditinjau dari
pengetahuan
perspektif ditumbuhkan
psikologi dan dengankeagenan,
teori cara fusi penginferensian-
pengetahuan yang
direpresentasikan
informasi berbasisdalam
metodabentuk
OMA3S. DPPB/DPPBtW
Pengetahuan tersebut dapat
mengenai diukur
fenomena
secara kuantitatif menggunakan parameter Derajat Keyakinan.
yang diamati tumbuh ketika sistem berinteraksi dengannya pada satu
selang waktu pengamatan yang signifikan. Pengetahuan baru sebagai
hasil berpikir bersifat kualitatif sehingga
14 tidak mudah diukur. Dengan
220 — G.E.N.C.E.
pemodelan matematika ditinjau dari perspektif psikologi dan teori
keagenan, pengetahuan yang direpresentasikan dalam bentuk DPPB/
DPPBtW tersebut dapat diukur secara kuantitatif menggunakan
parameter Derajat Keyakinan.
Berdasarkan mekanisme pembelajaran pada skenario yang
diberikan, Sistem Berpengetahuan-Tumbuh mampu mengemulasikan
cara berpikir manusia yang kompleks menjadi sederhana sebagaimana
halnya yang sering kita –manusia– lakukan dalam menyelesaikan
berbagai permasalahan di dunia nyata. Sistem telah diaplikasikan
untuk menyelesaikan beberapa masalah kompleks seperti Olah Yudha
pada Operasi Militer [16] dan Teknik Biomedika [13][17].
REFERENSI
[1] Lungarella, M., Iida, F., Bongard, J., and Pfeifer, R. (Eds). 2007. 50
Years of Artificial Intelligence: Essays Dedicated to the 50th Anniversary
of Artificial Intelligence. Springer-Verlag, Heidelberg.
[2] Russel, S.J. and Norvig, P. 2002. Artificial Intelligence: A Modern
Approach 2nd Edition, Prentice-Hall, New Jersey.
[3] Ahmad, A.S. 2006. Natural computation as future computation
paradigm to support life quality enhancement, Scientific Address
in the 47th Anniversary of Institut Teknologi Bandung. 2 March.
[4] Engelbrecht A.P. 2007. Computational Intelligence: An Introduction
2nd Edition. John Wiley & Sons, Chichester.
[5] Chaturvedi, D.K. 2008. Soft Computing: Techniques and Its
Applications in Electrical Engineering. Springer-Verlag, Heidelberg.
[6] Munakata, T. 2008. Fundamentals of the New Artificial Intelligence:
Neural, Evolutionary, Fuzzy, and More 2nd Edition. Spinger-Verlag,
London.
[7] Moore, K.C. 2004. Constructivism & metacognition, http://www.
tier1performance.com/Articles/ Constructivism.pdf. Diunduh
tanggal 16 Mei 2010, jam 09.34 WIB.
[8] Mitchell, T. 1997. Machine Learning. McGraw-Hill, New York.
[9] Alpaydin, E. 2004. Introduction to Machine Learning. MIT Press,
Massachusetts.
[10] Sumari, A.D.W. 2010. Sistem Berpengetahuan-Tumbuh : Satu
222 — G.E.N.C.E.
(5)
Sistem dan Model Peradaban Baru di Era Digital
Cara Belanja
Dengan adanya teknologi semua bidang mengalami perubahaan,
semisal dahulu untuk membuka usaha kita harus menyediakan tempat
224 — G.E.N.C.E.
Urun Dana
Crowdfunding atau urun dana adalah praktik penggalangan dana
hingga jumlah tertentu untuk mendanai suatu proyek usaha yang
profit atau non profit melalui online. Crowdfunding merupakan
salah satu bentuk dari Crowdsourcing yang paling popular saat ini.
Crowdsourcing adalah proses dalam mendapatkan berbagai ide atau
solusi untuk proyek tertentu dari sekelompok individu dalam jumlah
banyak melalui online yang dapat berpartisipasi untuk menghasilkan
konten atau pendanaan dan yang bersifat sukarela. Dari namanya
Crowd adalah kerumunan individu yang menjadi sumber daya yang
handal dalam menciptakan suatu produk atau informasi yang terbaik.
Ide ini telah ada sejak tahun 2006 lalu yang diprakasai oleh Jeff
Howe yang membayangkan jika individu - individu di luar perusahaan
berkontrobusi besar pada suatu proyek. Sedangkan tujuan dari creative
crowdsourcing adalah mendapatkan ide atau solusi untuk proyek
tertentu secara online.
Salah satu contoh creative crowdsourcing adalah Wikipedia di
mana penggunanya dapat berkontribusi dalam memberikan informasi.
Jika ada yang memiliki ide bisnis bagus tetapi kekurangan modal untuk
mewujutkannya dapat menggumpulkan dana melalui crowdfunding.
Biasanya individu yang memberikan dana melalui crowdfunding
akan mendapatkan reward tertentu sesuai kesepakatan. Contoh
crowdfunding yang ada di Indonesia adalah kitabisa.com. wujudkan.
com, ayopeduli.com, gandengtangan.org dan lain sebagainya
Menurut Rachel Botsman & Roo Rogers, ahli Collaborative
Economy ada 3 tipe sharing ekonomi yaitu:
• Product Service System di mana bisnis terjadi dengan cara
menawarkan barang sebagai layanan jasa kepada konsumen.
Di mana pemilik akan menyewakan barang yang dimilikinya
secara pribadi kepada individu (Peer to peer). Sehingga terjadi
pola di mana konsumen hanya membutuhkan kegunaan atau
keuntungan atas produk atau jasa yang mereka butuhkan tanpa
harus memiliki produk atau jasa tersebut. Contoh dari bisnis tipe
ini adalah Gojek, Grab Bike dan Facebook, twitter, Linkedin dan
lain-lain.
Fintech
Di bidang finansial juga mengalami perkembangan ke arah yang
praktis. Salah satunya FinTech yang berasal dari kata financial dan
technology yaitu inovasi finansial dengan sentuhan teknologi modern.
Konsepnya sendiri adalah perpaduan dari perkembangan teknologi
yang dipadukan dengan bidang finasial yang menghadirkan proses
transaksi keuangan yang dapat diakses dengan mudah, aman,
kapanpun dapat dilakukan dan tidak perlu menggunakan uang tunai
(cashless). Transaksi yang dapat dilakukan dengan Fintech adalah
transaksi pembayaran, transfer, jual beli, peminjaman uang dan lain-
226 — G.E.N.C.E.
lain. Dengan FinTech pengguna dapat melakukan pencatatan transaksi
secara otomatis, sehingga pengguna dapat memonitor dan melakukan
pengaturan keuangannnya secara langsung dan mandiri.
Dampaknya di Indonesia
Dilihat dari perkembangan diatas tadi, berdasarkan data dari Polling
Indonesia yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Internet
Indonesia) dengan judul Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet
Indonesia Survey 2016, tercatat dari total populasi penduduk Indonesia
sebesar 256.2juta baru ada 132,7 juta pengguna internet dan sebagian
besar masih di Pulau Jawa sebesar 65% yaitu 86.339.350 pengguna
diikuti oleh Sumatera sebesar 15,7% yaitu 20.752.185 pengguna
dan sisanya di Sulawesi, Kalimantan, Bali & Nusa serta Maluku &
Papua. Sehingga terlihat kesenjangan yang cukup jauh antar pulau di
Indonesia dalam penggunaan internet. Dari 132,7 juta pengguna masih
didominasi oleh laki-laki sebanyak 52.5% dan wanita 47,5% dengan
rentang usia terbanyak 35-44 tahun dengan jumlah 38,7juta pengguna.
228 — G.E.N.C.E.
Cara pembayaran terbesar dari data diatas masih melalui
ATM sehingga memberi peluang bagi Fintech untuk menjadi alat
pembayaran alternative menggantikannya, hal ini didukung dengan
data sebanyak 70,4% pengguna internet yang merasa aman untuk
bertransaksi perbankan secara online. Belum lagi kita memahami
cara kerja Fintech kita sudah dibuat terkejut dengan penemuan baru
dari Alibaba berkat pesatnya perkembangan teknologi biometrik.
Belum lama ini, Alibaba menunjukkan bagaimana konsumen dapat
melakukan pembayaran hanya dengan tersenyum di depan kamera.
Fitur bertajuk “Smile to Pay” yang sedang diuji bersama KFC di kota
Hangzhou, tempat markas besar Alibaba berdiri. Cara kerja Smile to
Pay melibatkan sebuah mesin point-of-sale (POS) yang dilengkapi
kamera 3D untuk mengidentifikasi wajah konsumen secara akurat,
bahkan ketika konsumen sedang mengenakan make-up tebal atau
datang berkelompok. Prosesnya juga berlangsung cepat, di mana
wajah bisa dikenali dengan benar hanya dalam waktu satu atau dua
detik saja.
Pendapat ahli
Dalam kesempatan pidato di momen wisuda Massachusetts Institute of
Technology (MIT) Juni 2017. Tim Cook CEO Apple, memperingatkan
para lulusan dan mahasiswa atas kekurangan teknologi. Dia
berpendapat teknologi harus diresapi dengan beradab dan tepat
guna. “Saya tidak khawatir dengan kecerdasan buatan yang membuat
komputer memiliki kemampuan berpikir seperti manusia,” kata Cook,
dilansir Reuters. “Saya lebih peduli pada manusia yang berpikir
seperti komputer, tanpa nilai atau belas kasih, tanpa mempedulikan
konsekuensinya. Di satu sisi, Cook memuji kehadiran perangkat baru
juga media sosial, tetapi di sisi lain, dia mengingatkan bahwa teknologi
yang sama semacam ini dapat membawa manusia ke ancaman privasi
atau keamanan
Mark Zuckerberg CEO facebook, menyatakan bahwa kita bisa
membangun sesuatu dan membuat dunia menjadi lebih baik dengan
AI, prediksinya dalam 5 hingga 10 tahun ke depan AI akan memberikan
banyak dampak positif dalam kehidupan manusia dengan menitik
230 — G.E.N.C.E.
dan bertidak sebagai perwakilan atas apa yang disukai dan dicari
oleh individu. Teknologi ini cukup bagus untuk membantu brand
melakukan pekerjaannya, namun sisi lain data telah mendominasi
pasar dan disebarkan secara umum akan mengurangi personalisasi
dan humanis. Jadi manusia bukan sekedar algoritma dan data, namun
tidak bisa dipungkiri saat ini kita hidup saat data memiliki fungsi dan
peranan yang penting. Oleh karenanya untuk keseimbangan brand
jangan selalu bergantung dengan data tanpa menghiraukan kontak
langsung dengan manusia
Peranan etika dan kemanusiaan dalam teknologi. Dalam riset
yang telah dilakukan World Economic Forum, disebutkan tahun
2020 nanti terdapat terdapat 4 kemampuan yang wajib dimiliki
oleh manusia menghadapi berbagai tantangan dan perubahan dari
teknologi. Mereka adalah pemikiran yang kritis, kreativitas, inteligensi
emosi, dan keterampilan yang bisa dilatih atau Cognitive flexibility.
“Meskipun teknologi dan hal-hal terkait lainnya dapat
menggantikan pekerjaan yang monoton dan sederhana,
namun terkait dengan etika dan kemanusiaan tetap tidak bisa
tergantikan oleh teknologi,” kata Leonhard. Teknologi tidak bisa
menggantikan storytelling atau etika yang dimiliki oleh manusia.
Teknologi hanya mampu untuk mempermudah pekerjaan dan sebagai
alat, namun tidak bisa menggantikan hubungan, relasi dan interaksi
antar manusia.
Evolusi
Menurut Cadell Last, peneliti dari Global Brain Institute menyatakan,
tahun 2050 akan menjadi titik mula evolusi baru bagi manusia. Last
mengungkapkan bahwa evolusi tahun 2050 merupakan salah satu
evolusi utama yang pernah dialami oleh manusia. Dari hasil evolusi
tahun 2050 ras manusia baru akan lahir yang berasal dari dampak
perubahan dasar kemajuan teknologi. Umur manusia akan lebih
panjang dan diperkirakan dapat mencapai umur 120 tahun. Manusia
akan tergantung pada robot dan kecerdasan buatan untuk membantu
mengerjakan tugasnya sehari-hari. Diperkirakan kurang dari 40
Penutup
Dari uraian diatas dapat dikatakan dengan adanya kemajuan teknologi
digital, kita sebagai manusia lebih dimanjakan dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari oleh karenanya apakah pekerjaan-pekerjaan
yang dilakukan manusia akan hilang? Dapat dikatakan Ya untuk
pekerjaan yang sudah ada sekarang akan tetapi sepertinya dengan
adanya kemajuan teknologi digital akan muncul pekerjaan-pekerjaan
baru atau aktivitas baru yang sebelumnya belum pernah ada dan
terpikirkan dalam benak setiap individu, di mana pekerjaan dan
aktivitas tersebut akan tetap membutuhkan tenaga manusia.
232 — G.E.N.C.E.
Dari uraian diatas dapat dikatakan generasi saat ini telah
mengalami pergeseran dari Generation Me menuju Generation We yaitu
generasi saling berbagi (sharing). Dalam buku Generations: The History
of America’s Future, 1584 to 2069 (1991), William Strauss dan Neil Howe
dalam sebuah teori mengemukakan bahwa generasi Y merupakan
generasi yang istimewa di mana mereka lahir di antara tahun 1980-
an hingga 1990-an. Generasi ini lahir di tengah perkembangan
teknologi sedang pesat. Penguasaan sains juga turut mempengaruhi
tingkat kepercayaan diri mereka, sehingga nalar kreatif dan ambisius
mengiringi aktivitas yang mereka lakukan.
Kita dapat mengatakan bahwa Generasi We lebih baik kualitas
hidupnya dibanding generasi terdahulu. “Generasi We” untuk tetap
dapat menghadapi kemajuan teknologi ini harus dibarengi dengan
pengetahuan mengenai keagamaan, sebagai pengingat bahwa masih
ada yang lebih tinggi dibanding teknologi yaitu Sang Pencipta alam
semesta, di mana semua ini sudah ada dalam rencana-Nya sehingga
diharapkan dapat mengikuti kemajuan teknologi dan menggunakannya
untuk kearah kebaikan bagi mahluk hidup dan seisinya. Mengingat
manusia adalah ciptaan yang paling sempurna dan teknologi adalah
ciptaan manusia sehingga diharapkan tidak mengagungkan teknologi
itu sendiri. Seperti yang diutarakan oleh Gerd Leonhard, Teknologi
tidak dapat menggantikan storytelling atau etika yang dimiliki oleh
manusia. Teknologi hanya mampu untuk mempermudah pekerjaan
dan sebagai alat, namun tidak bisa menggantikan hubungan, relasi dan
interaksi antar manusia. ***
DAFTAR REFERENSI
https://anggiguswara.wordpress.com/tag/redistribution-market/
https://www.maxmanroe.com/mengenal-fintech-inovasi-sistem-
keuangan-di-era-digital.html
http://updatebisnisonlinemu.com/marketplace/
https://id.techinasia.com/marketplace-online-terbesar-indonesia-
belanja
234 — G.E.N.C.E.
(6)
GO FOOD: Yang Membuat Kita Terperangah, Jadi
Gendut dan Mudah Terengah
Oleh Tauhid Nur Azhar
236 — G.E.N.C.E.
Turunnya ambang batas kemampuan untuk bersyukur karena
tidak terlatih untuk menghargai proses dapat memicu munculnya
stress yang bersifat sub kronis. Tidak hanya itu saja, persoalan yang
melekat dengan kemudahan, termasuk tidak perlu pergi dan berjalan
(mobilitas) akan menurunkan aktifitas gerak yang berdampak pada
terpicunya proses degenerasi dan kelainan metabolik.
***
Sesungguhnya, kondisi itu tidak dapat dipungkiri dan tak dapat pula
dihindari, sudah terjadi. Transaksi non tunai sudah gunakan gadget
sebagai substitusi ATM, drone sudah jadi alat kurir yang dapat
langsung membawa pesanan ke rumah pelanggan, barista di Coffee X
adalah robot dengan tingkat akurasi dan presisi tinggi dalam menakar
kopi (dan dapat mereplikasi berapa cangkir pun tanpa rasanya
meleset). Terkait hal ini sila buka link berikut: https://m.youtube.
com/watch?v=t42XCAChUN8.
Bahkan perkembangan IoT atau internet of things memungkin
device rumah tangga menjadi semakin cerdas dan autonomous alias
bisa mikir dan ikut mengambil keputusan berdasar data kebutuhan
serta pola pikir kita. Demikian hebatnya AI (artificial intelligence) dan
pengolahan data (data mining) dari sekumpulan data raksasa (big data)
hingga dikenalilah berbagai pola atau pattern yang dapat ditelusuri
dan direplikasi.
238 — G.E.N.C.E.
Dengan demikian, manusia akan semakin jarang bergerak dan
berinteraksi secara fisikal. Piturut Luhman dalam teori Sosiologi
klasiknya, kondisi ini akan melahirkan sistem yang bersifat autopoietik
dan memiliki self refferences baru, sebagaimana juga sejarah mencatat
selalu ada proses adaptasi dengan pola yang sama saat manusia
mengalami perubahan ekstrem baik akibat faktor alam seperti suhu
atau bencana katastropik, maupun akibat adanya revolusi sains dan
teknologi.
***
Ke depan perkembangan ini akan semakin pesat dan laju mutasinya
mungkin akan makin tak terkendali. Dari teknologi surveilans
misalnya, perilaku dan tingkah polah serta aktivitas masyarakat
yang dipantau akan menghasilkan tumpukan data tentang pola (lagi-
lagi pola ya). Di mana, konsep ibadah sosial dan reward sosial akan
berevolusi juga secara inovatif. Kebaikan yang dilakukan di ruang
publik dapat diganjar dengan hadiah berupa pengurangan beban pajak
atau perubahan pola pembiayaan hunian misalnya. Akan tercipta
sistem kebajikan baru, model “pahala” baru, di mana sistem yang akan
mencatat dan memberi ganjarannya.
Maka, mungkin saja penduduk kota (smart citizen) akan
membangun sistem sosial yang menjadi jauh lebih baik, bukan karena
sekadar takut dihukum (seperti denda/fine atau hukum pidana),
melainkan juga karena ada motif untuk mendapatkan keuntungan
(benefit) dari kebaikan yang dikerjakan. Mungkin jatuhnya pamrih,
akan tetapi lama kelamaan dalam konsep dan mekanisme habituasi,
ini akan menjadi bagian dari perilaku yang mewarnai mekanisme
pengambilan keputusan dari masyarakat yang berada di habitat yang
sama.
Perkembangan teknologi juga bukan lagi sekadar berkutat pada
proses transmisi data dan analisis di baliknya, melainkan sudah
merambah pada konsep materi. Makanan yang merupakan kebutuhan
pokok, serta energi yang menjadi produk beresensi tinggi dalam proses
survival manusia, tak akan lagi diperebutkan dengan kekerasan, adu
strategi, dan ekspansi serta okupasi, melainkan akan dicarikan solusi
bersamanya dengan semangat crowd sourcing atau udunan. Baik itu
240 — G.E.N.C.E.
energi besar sekali, karena sektor transportasi adalah “Buto ijo” yang
rakus energi. Intensifikasi bukan lagi berfokus pada lahan tanaman
pangan, melainkan pada pengembangan pangan minimalis dengan
hasil daya maksimalis. Nano partikel asam amino dan molekul ATP
adalah jawaban dari kebutuhan energi hayati berkesinambungan. Kita
lakukan kleptoplasty dengan “mengadopsi” ilmu mikroba.
Soal rasa dan kenikmatan makanan saat ini juga sudah mulai
dimanipulasi dengan pendekatan substitutif langsung memproduksi
molekul rasanya. Basis data molekul rasa sudah mencapai 25595
molekul dan akan terus berkembang, sila buka link https://academic.
oup.com/nar/article-lookup/doi/10.1093/ nar/gkx957.
Pada tahap ini kita sudah mampu memproduksi molekul
pencetus rasa di otak manusia. Pada tahap berikutnya makanan nano
akan dibuat bisa imbibisi, alias langsung terserap lewat kulit dan soal
rasa bisa kita stimulasi langsung di otak dengan neural feedback (reverse).
Metodanya bagaimana? Saat ini transcranial magnetik stimulation
sudah jamak, menangkap gelombang otak sudah biasa, BCI (brain
computer interface) sudah mainstream, teman-teman neurosains sedang
heboh ingin pengaruhi otak lewat modulasi gelombang, dan lainnya.
Usulan saya sederhana saja, jika kita bisa petakan karakteristik
dasar fisiologi otak manusia. Bahkan, kita bisa stimulator brain device
yang prinsip dasarnya meniru pola elektrofisiologi otak yang punya
pattern khas di tingkat sub atomik dan bioquantum. Jika fMRI mampu
menggambarkan berbagai struktur berdasar aktivitas sel yang ditandai
dengan sebaran oksigen dan glukosa, kita bisa memindai daerah
fungsional sekaligus mempengaruhi atau mengendalikan kerjanya.
Pengalaman pada tahun 2011, saya pernah meminta Dody
Qori Utama untuk ngoprek HP GSM dan memetakan pola-pola
interferensinya dengan gelombang dan medan elektromagnetik/
EMF tubuh agar kita mendapat data dasar bahwa fungsi normal suatu
organ itu akan “mengganggu” seberapa jauh dari transmisi gelombang
piranti seluler. Dari sana kita bisa menentukan cut off point pola dan
sebaran nilai normal dari fisiologi tubuh.
Selanjutnya nilai-nilai di luar sebaran normal dapat menjadi
indikasi awal adanya kondisi patologis atau penyimpangan fungsi
242 — G.E.N.C.E.
Lalu yang unik bin ciamik selain glukometer based on PPG
yang masuk dalam kategori mastering karena sudah cukup banyak
dikerjakan di senter lain, kita pernah membuat BMI Camera yang
idenya adalah menghitung berat dan tinggi badan (data antropometrik)
dengan mengonversi data image 2D menjadi “bervolume”. Ada
modifikasi dari rumus Mosteller, ada pencarian koefisien penyesuaian
persamaan/rumus agar hasil presisi dan mendekati data real dari hasil
pengukuran. Kalau berat badan dan tinggi badan sudah dapat maka
BMI (body mass index) dan indikator lainnya kan tinggal dihitung oleh
sistem.
Konsep ini sekarang justru digunakan oleh industri fashion,
di mana proses fitting dan pemilihan warna serta model dibuatkan
aplikasi berbasis citra dan bersifat interaktif. Jadi kita bisa memotret
dan mematut diri (augmented reality) dari jarak jauh dan desain akhir
tinggal dieksekusi serta ditunggu pengirimannya.
Bayangkan jika kita bisa mengoptimalkan peran cermin di
rumah yang dilengkapi dengan camera serta sistem analisa biometrik
terintegrasi, di mana pola-pola khusus dari gestur, pembuluh darah
dan berbagai citra tubuh dapat dimagnifikasi dan dianalisis (Euler
motion magnification algorithm salah satu yang bisa digunakan dalam
konsep ini), dan data ini dimerge dengan data biometrik dari sensor
lainnya. Dari sini kita akan punya mekanisme pemantau kesehatan
super canggih.
Sama seperti apa yang dikerjakan oleh Dr. Jaziar Radianti di CIEM
University of Adger Norway yang kuliah streaming beberapa waktu
lalu. Terintegrasinya data dari berbagai sensor di piranti seluler yang
didukung data satelit serta mapping yang didapat dari Google Map
API dapat menjadi sebuah sistem manajemen bencana yang sangat
holistik.
***
Arahnya tulisan ini ke mana ya? Dari GoFood sampai menjelajah
di lini masa yang teramat jauh ke depan dan menyusul pemikiran
Elon Musk. Sebenarnya simpel saja, teknologi digital yang disruptif ini
menurut Bapak Ano Sajid—narasumber pembiayaan syariah Bekraf
yang kece abis itu—tak lain dan tak bukan analogi dari meteor yang
244 — G.E.N.C.E.
Maka, tulisan yang dishare di grup dari sahabat Yoda Antariksa
soal neurobehaviour ini economics atau neuroeconomy/behaviour
economy yang banyak mengacu pada karya Prof. Dan Ariely seolah
mendeklarasikan bahwa faktor perilaku dan perasaan itu khas dan unik
milik spesies manusia. Really? Emosi atau kerap disalahartikan sebagai
perasaan sesungguhnya adalah sekumpulan variabel super kognisi
yang melahirkan standar dan preferensi hingga kita berkecenderungan
untuk menginterpretasinya sebagai “bawaan” perasaan.
Kalau dalam tulisan neuroeconomics itu sekurangnya ada 5 bias
yang teridentifikasi karena “kemanusiaan” kita, yaitu antara lain; loss
aversion, endowment effect, confirmation bias, herd behavior, dan survivor
bias. Di mana secara sederhana konsep loss aversion digambarkan
bahwa kita cenderung memotret dengan berfokus pada aspek
kerugian dan lupa pada berkah yang telah dimiliki. Lebih tepatnya sih
gagal bersyukur dan terbenam dalam balut kufur yang menggulitakan
pandang dan membunuh harap secara perlahan. Sedangkan endowment
itu sebenarnya lebih menyerupai keangkuhan dan keakuan (ria) yang
membuat objektivitas kita merosot sampai titik nadir dan tidak bisa
mengambil keputusan secara rasional.
Sama halnya dengan confirmation bias dan survivor error’, di mana
sudut pandang selalu berlandaskan pengalaman dan kepentingan. Kita
mencuplik dan membaca apa yang mau kita cuplik dan baca. Sama
juga dengan loss aversion, yang jelek ditakuti yang sudah dimiliki tidak
disyukuri. Pada confirmation bias yang mau kita cari tahu adalah yang
menurut kita hal-hal yang mengkonfirmasi apa yang kita percaya.
Maka pendukung calon kepala daerah dalam pilkada pasti maunya
hanya mendengar yang baik-baik saja soal calon kecintaannya. Tanpa
mau mengkritisi dan melihat sisi buramnya yang tentu ada pada setiap
manusia.
Suksesnya Bill Gates, Zuckerberg, atau Steve Jobs membuat orang
lupa bahwa di luar ketiga orang tersebut banyak doktor yang juga
mengubah wajah dunia lewat disiplin ilmu yang ditekuninya.
***
246 — G.E.N.C.E.
mesin beralgoritma deep neural network dengan kemampuan universal
approach theorem dan probabilistic inferences yang menghasilkan
kemampuan deep structured learning dan hirarchieal learning. Ini sudah
sampai pada kapasitas pengorganisasian hasil belajar berpretensi yang
dapat hasilkan kesadaran intra dan antar mesin.
***
Tidak pelak lagi, pada titik ini saya harus mulai membahas fungsi
eksekutif (executive function) otak manusia yang di”kleptoplasty” oleh
mesin cerdas. Fungsi itu antara lain adalah: attentional control, cognitive
inhibition, inhibitory control, working memory, dan cognitive flexibility yang
akan melahirkan kemampuan generik untuk merencanakan, memilih
dan fluid intelligence seperti membangun argumen/reason serta
menyelesaikan masalah/problem solving. Secara umum kemampuan
dasar ini dapat diuji dengan behavior rating inventori of executive
function/ BRIEF.
248 — G.E.N.C.E.
dan emosi, inilah puncak capaian super kognisi plus yang menjadi
platform untuk membangun konsep kesadaran.
Lalu apa capaian yang terbayangkan secara visioner dari revolusi
digital ini? Apakah akan muncul makhluk-makhluk dan peradaban
substitutif sebagaimana hadirnya mamalia dan primata yang berjaya
setelah dinosaurus era Jura dan Creta yang punah? Sebagai entitas
pikiran yang pemenuhan energinya telah mampu dibangun oleh
sistem secara mandiri secara berkesinambungan, dan selama ini bagian
serta struktur otak telah tereplikasi secara sempurna dalam sistem
cerdas yang berkembang. Pola dan sarana yang selama ini ada adalah
manifestasi dari sekumpulan data yang mengemban sebuah fungsi
dan memerlukan alat untuk mengeksekusi.
Maka, pada masa yang akan datang ada baiknya dipertimbangkan
bahwa manusia akan kembali ke fitrah dasarnya sebagai suatu rangkaian
code yang dikoding melalui perantaraan DNA dan termanifestasi
dalam struktur biologi. Ke depan jadikanlah code manusia itu memang
code programming dengan algoritma perfect mind di mana eksistensinya
memang bit dalam media elektron dan foton yang berada di dimensi
interspasial, alias antara ada dan tiada. Keberadaannya bisa saja
sebagai Avatar belaka sebagai proyeksi konsep keberadaan (being) yang
sebenarnya juga antara perlu dan tidak. Karena kesadaran terkadang
tidak perlu representasi materi. Maka di saat itu manusia tidak lagi
perlu makan, perlu tempat, dan perlu elemen lain dalam habitat dan
ekosistem yang merupakan konsekuensi dari keberadaan yang bersifat
fisikal.
Dimensi inilah mungkin yang dimaksud dengan dimensi cahaya,
di mana batas keberadaan secara materi cukuplah sampai di tingkatan
partikel sub atomik yang bisa saja berupa foton atau neutrino. Sistem ini
akan berjalan secara berkesinambungan karena the reign of machine akan
menjamin bahwa para “kesadaran” yang hidup di dalam sistemnya
terpelihara dan terpenuhi kebutuhan minimal untuk “hidup” dalam
pengertian eksistensi. Pada saat itu selamat tinggal lapar, sakit, sedih,
dan kecewa. Karena tak ada lagi perebutan sumber daya dan hilanglah
ketakutan akan ancaman nirdaya jika tak memenangi kompetisi sesama
manusia. Saat itulah terjadi transformasi sempurna bentuk kehidupan.
Mungkin ini kiamat, di mana bentuk kehidupan yang kita kenal hari
ini tamat dan dilipat. ***
Salah satu kontributor terbesar dalam hal degradasi daya dukung lingkungan adalah
upaya manusia memenuhi kebutuhan nutrisinya. Kita tahu bahwa peternakan
adalah penyumbang terbesar gas rumah kaca. Adapun perikanan adalah mengubah
keseimbangan rantai makanan di ekosistem laut. Semua pasti ada konsekuensi dan
risikonya.
Pertanian dengan pola domestikasi yang homogen juga mengubah jutaan hektar
lahan dengan keanekaan diversitas menjadi bioma baru yang miskin keragaman.
Maka, diperlukan inovasi revolusioner agar didapatkan kesetimbangan baru dan
ramalan Malthus tidak menjadi kenyataan.
Salah satu terobosan dalam pemenuhan nutrisi berbasis protein hewani bersumber
dari biota laut telah dapat dilakukan oleh https://www.finlessfoods.com/about
melalui penggunaan aplikasi bioteknologi yang tepat guna. Ini selangkah lagi sebelum
kita bisa memproduksi nanofood yang lebih ramah lingkungan, sekaligus juga ramah
syaraf alias bisa tetap gurih, sehat, dan memenuhi hasrat organoleptik.
Inovasi ini sudah mulai berjalan. Hal ini sekali lagi mengingatkan kita bahwa ke depan
adalah saat nya mengembalikan fungsi alam dengan berbagai keragaman yang saling
berinteraksi di dalamnya. Untuk bakso dan burger biotek bisa dilihat di http://www.
memphismeats.com/media
Sementara untuk tanaman pangan, baik yang tergolong serealia atau bebijian sumber
karbohidrat dan tanaman holtikultura penting seperti buah-buahan, kita dapat
dipertimbangkan untuk menciptakan bioma pertanian hutan tani. Di mana konsep
verticulture tidak dibuat dengan material artifisial melainkan memanfaatkan tanaman
keras.
Jamur harus mulai dipikirkan sebagai sumber nutrisi yang sangat penting. Karena
sifat oportunistiknya pasti bagian dari sunatullah yang punya fungsi khusus jika kita
pelajari. Sebagaimana termaktub dalam surah Al-An’ām, 6:95, “Sungguh, Allah yang
menumbuhkan butir (padi-padian) dan biji (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup
dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Itulah (kekuasaan) Allah,
maka mengapa kamu masih berpaling?”
Tajuk pepohonan keras akan menjadi pelindung alami bagi pertanian jamur eg.
Plerotus sp dan akar dari pepohonan tersebut akan menjadi bagian dari infrastruktur
siklus hidrologi. Dia, dengan demikian, dapat menyerap air permukaan secara
optimal sehingga mengurangi koefisien run off dan menjamin ketersediaan cadangan
air tanah. Biodiversitas akan terjaga dan rantai makanan akan kembali berputar.
250 — G.E.N.C.E.
(7)
CITY MINDWARE
Oleh Tauhid Nur Azhar
252 — G.E.N.C.E.
beraksi secara sadar dan terukur (voluntary) serta bereaksi di domain
otomasi cerdas (unvoluntary). Sistem pakar kota dapat memfasilitasi
terciptanya syarat anatomi-fisiologi ini. Tetapi jangan lupa, kota perlu
“otak” untuk mengambil keputusan dari serangkaian stimulus berupa
data yang diterima dan hasil analisis serta potensi reaksi/aksi yang
dapat dilakukan secara terukur sebagai respon yang tepat terhadap
masalah.
Kota perlu “energi” seperti molekul ATP, dalam hal ini APBD dan
sumber pembiayaan lain yang sah, untuk itu kota perlu siklus asam
sitrat (Krebs) dan mekanisme respirasi (nafas). Juga perlu “enzim”
sebagai katalisator (dalam hal ini regulasi/perda, dan sebagainya).
Tentu jangan dilupakan soal immunity atau daya tahan sebuah kota.
Happiness itu adalah the best adjuvant for immunity. Kota yang nyaman
dan membahagiakan akan menurunkan kriminalitas dan banalitas di
ruang publik. Pendidikan publik juga program utama immunity of the
city ini.
Perlu dipertimbangkan adanya city index immunity (CII) yang
disusun dengan mengakomodir aspek antropologi, psikososial,
dan pedagogi-andragogi (edukasi). Ekosistem kota yang sehat akan
lahirkan kreatifitas dan inovasi, hingga terciptalah “energi’” yang
berkesinambungan serta terbaharukan. Untuk itu, diperlukan enabler
di sektor manusianya, manajemennya, dan tentu saja teknologi.
Jika ini bisa berinteraksi dan berinterferensi saling menguatkan
akan lahir harmoni yang terorkestrasi sempurna. Kota dan makna akan
membangun sebuah “meaningful ecosystem” yang produktif sekaligus
manusiawi. Maka, mencerdaskan kota/regio adalah investasi luar
biasa yang dapat menjadi pengungkit kebangkitan sebuah bangsa. ***
254 — G.E.N.C.E.
Kerak benua dan kerak samudera sebagaimana sunatullah yang
termaktub dalam Al-Quran, senantiasa bergerak dan saling berinteraksi
secara rancak dan hadirkan banyak tanya di benak, mengapa?
Sekurangnya ada tiga lempeng yang menyokong negeri kita: Indo
Australia, Eurasia, dan Pasifik. Indo-Australia di selatan, Eurasia di
utara, dan Pasifik yang terdiri dari lempeng laut Filipina dan lempeng
Carolina di timur. Adanya lempeng yang bergerak tentu menimbulkan
aktivitas tektonik berupa fenomena subduksi (menunjam), obsduksi
(mengangkat), dan collision alias saling bertabrakan.
Sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan, gejala tektonik tentu
terkait dan terikat erat dengan gejala vulkanik yang ditandai dengan
lahirnya cincin gunung api di jajaran pulau Sunda Kecil, penerus tapak
geologis benua Gondwana. Kekhasan batuan yang dapat diamati
berdasar usia geologis memberi kita ilmu dan pengetahuan tentang
apa yang pernah terjadi dan memprakirakan apa yang kelak mungkin
akan terjadi.
Observasi di daerah Timika-Tembagapura memperlihatkan
adanya lapisan formasi batuan berdasar usia pembentukan; formasi
Awigatoh dari zaman Paleozoikum (2,5M tahun), serta Kariem dan
Tuoba yang lebih muda dari sekitar Mesozoikum di jaman kapur dan
Jura. Batuan inipun beragam jenisnya dan dapat dibedakan berdasar
proses pembentukannya. Ada batuan sedimen yang berasal dari proses
endapan, ada batuan intrusi dari terobosan magmatik, dan ada juga
batuan metamorf atau hasil perubahan struktur dan karakter karena
adanya perpindahan lokasi, dan lain sebagainya.
Pergerakan lempeng bumi dan dinamika litosfera akan
menghasilkan antara lain sesar-sesar atau daerah batas. Keberadaan
sesar (darat) inilah yang dapat menjadi sumber dari hadirnya
gelombang seismik. Ada energi yang terlepas dari desakan yang saling
mendorong untuk mencari ruang. Dalam konteks ilmu sosial, ada
katarsis berupa “letupan-letupan” ketidakpuasan, perang, benturan
kepentingan dan perebutan sumber daya seperti pada berbagai perang
yang melanda dunia. Sesar normal adalah pergeseran dua sesar yang
saling menjauh, sesar naik apabila ada bagian yang terangkat, dan
sesar geser adalah jika dua sesar bertemu dalam arah gerak yang saling
berlawanan.
256 — G.E.N.C.E.
lokal, juga karakteristik getaran gempa dan sumber gempanya. Dari
data-data yang tersedia ini (big data) dapat dibangun suatu rujukan
perencanaan wilayah (smart planning) berupa zonasi (mikro zonasi)
berdasarkan risiko bencana yang mungkin dihadapi.
Sebenarnya tidak hanya itu saja, dari data yang tersedia dapat
dipetakan berbagai resiko dari berbagai ranah, misal potensi bencana
hidrogeologi seperti banjir, tanah longsor (pergerakan tanah/landslide),
bencana ekonomi sosial karena munculnya kerawanan akibat akses
ekonomi dan benturan sosial multidimensional, bencana peradaban
karena menurunnya sumber daya manusia akibat akumulasi persoalan
gizi, tumbuh kembang, dan meningkatnya penyakit tidak menular
yang juga saling terkait dalam hubungan sebab akibat yang kompleks
dengan berbagai bencana di ranah yang berbeda.
Konsep Smart Nation tentu harus mampu mengakomodasi data
dan hasil analisa cerdas yang dapat membantu proses perencanaan
pembangunan dan memberi alasan logis untuk setiap kebijakan di
domain public policy. Data-data potensi bencana akibat gelombang
seismik (gempa bumi) misalnya, telah melahirkan standar tertentu
yang dapat digunakan untuk mendesain dan mengonstruksi bangunan,
seperti SNI-03- 1726-2002.
Penggunaan standar seperti SNI bangunan tahan gempa yang
tentu merupakan hasil analisis dan penelitian mendalam multidisiplin
ini adalah upaya konstruktif untuk merancang keamanan dan
kesejahteraan di masa depan. Tidak pelak lagi, inilah model konsep
syukur yang aplikatif dan bagian tidak terpisahkan dari konsep tugas
manusia sebagai khalifah yang harus mampu menghadirkan rahmah
bagi segenap sekalian alam.
Dalam konteks yang sama, ada contoh lain yang perlu kita
pikirkan, antara lain adalah dalam bidang meteorologi dan Geofisika.
Keberadaan fenomena El Nino atau La Nina yang bersifat siklikal dan
periodik dalam kurun waktu tertentu yang berulang tentu dapat menjadi
acuan prediksi perubahan iklim global yang dapat menghasilkan
proses antisipasi. Mungkin inilah hikmah kisah inspiratif Nabi Yusuf
as yang termaktub dalam Al-Quran. Kemampuan membaca tanda
alam dan zaman secara cerdas.
258 — G.E.N.C.E.
(9)
Smart People for Smart Nation
“Science and Technology revolutionize our lives, but memory, tradition, and
myth frame our response.” (Arthur Schlesinger, Historian)
Berkah silaturahim, sepulang dari Pontianak dikirimi file hasil
riset BI perwakilan Kalbar soal penilaian terhadap Pontianak sebagai
“smart city”. Dalam resume termaktub 6 dimensi dan 15 aspek mulai
dari smart people dengan aspek antara lain akses terhadap pendidikan
dasar, sampai ke dimensi smart mobility dengan aspek antara lain
ketersediaan jalur bersepeda. Untuk aspek yang terakhir itu kebetulan
saya malah sudah mengujinya sendiri dan memperoleh pengalaman
yang menyenangkan, terbukti antara lain dengan banyaknya foto-foto
aktivitas gowes di Pontianak saya posting di Instagram.
Sedangkan pada kuadran “importance” vs “performance”
didapatkan data objektif berdasar persepsi warga bahwa akses
terhadap pendidikan dasar, layanan kesehatan, respon terhadap
asupan publik, dan layanan publik berbasis daring, serta transparansi
tata kelola anggaran (APBD) dianggap penting dan ternyata berkinerja
baik.
Terbang ke daerah lain yang dipisahkan laut Jawa, tepatnya di
daerah yang dikenal sebagai tempat terbitnya matahari di Jawa dan
memiliki api biru di salah satu gunungnya (Ijen), Banyuwangi, terdapat
riset yang nyaris serupa tetapi lebih berfokus pada subjek pariwisata.
Berdasar indeks persepsi pada 250 responden yang turut dalam
penelitian didapatkan bahwa skor tertinggi terkait dengan keberhasilan
sektor pariwisata justru dinisbatkan pada aspek kepemimpinan
daerah (leadership). Sedangkan pada indeks daya saing pariwisata di
tingkat Kabupaten dengan mengolah data statistik sekunder dari 505
kabupaten/kota berdasar 4 dimensi, 14 pilar, dan 84 indikator diketahui
bahwa justru bukan potensi natura wisata alam yang memiliki skor
tertinggi, melainkan tata kelola pariwisata.
260 — G.E.N.C.E.
Maka, untuk mewujudkan cita-cita mencerdaskan bangsa (smart
nation), teknologi seperti apa yang perlu kita kembangkan dan jadikan
pengungkit? Dalam ranah fungsional teknologi akan terdiversifikasi
menjadi kelompok bricolage atau engineering. Bricoleur atau insinyur?
Pengintensifikator atau inventor ekstensifikator? Prosesnya nanti akan
mengerucut pada pola kultivasi (agrobisnis, perikanan, kehutanan,
dan lainnya) dan konstruksi (menemukan, mengembangkan, dan
memanfaatkan). Tentu perlu keselarasan yang terukur di antara
keduanya. Adakah grand design kita untuk menyelaraskan kultivasi
dan konstruksi dalam ranah kebijakan teknologi nasional?
Mungkin sudah waktunya berpikir terintegrasi, holistik, dan
mengedepankan kepentingan bangsa di masa kini dan masa depan. Tak
dapat dipungkiri ICT adalah subsektor teknologi yang dapat menjadi
penggerak hampir semua sektor lainnya. Keberadaan teknologi ICT
menghadirkan jaminan konektivitas,efisiensi,dan juga transparansi
(objektivitas). Bahkan perlahan tapi pasti telah terjadi pergeseran
peradaban dengan hadirnya technolifeworld of the screen.
262 — G.E.N.C.E.
(10)
DIGITAL NATION
S
aat ini masyarakat telah berada di era baru yang disebut
dengan era digital. Jika kita melihat ke 5-10 tahun ke belakang,
masyarakat masih berada di dalam kondisi kebingungan untuk
mendapatkan informasi. Pada masa itu masyarakat masih bingung
bagaimana cara mendapatkan informasi untuk dapat digunakan
yang dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan. Tetapi sekarang
masyarakat berada di era baru dimana masyarakat dapat memilah
informasi yang masuk yang disebut sebagai era Digital Nation oleh
Dani Sumarsono selaku CEO dari perusahaan jaringan internet CBN.
Informasi dapat di akses dengan berbagai media seperti smartphone,
komputer, tab, dan lainnya.
Di era pemilahan informasi ini, secara otomatis masyarakat
akan memilah konten informasi yang sesuai dengan kebutuhan saja.
CBN sebagai penyedia jaringan, menyediakan pilihan-pilihan konten
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat digital saat ini. CBN
membentukdata center menggunakan Big Data Analysis sehingga
memungkinkan untuk dapat menyimpan data dalam volume yang
besar, variabel yang luas dan dapat diakses dengan cepat.
Dengan adanya big data analysis, sistem dapat belajar lebih cepat
dari manusia. Semakin banyak data yang masuk semakin pintar juga
knowledge yang dapat dilakukan oleh system tersebut. contohnya kulkas
digital yang dapat memilah sendiri makanan apa yang cocok bagi
pengguna kulkas tersebut denngan menggunakan analisis data yang
telah diprogram didalam sistemnya. Atau aplikasi untuk mengukur
umur, berat badan dan ukuran baju yang digunakan belanja online
sehingga berbelanja online dapat dilakukan sama seperti belanja pada
umumnya di pusat pertokoan.
264 — G.E.N.C.E.
Bukan hanya itu saja, pendidikan singkat seperti kursuspun
sudah ditawarkan secara gratis dengan pembicara-pembicara yang
kompeten dan dilatarbelakangi oleh universitas ternama. Contohnya
seperti Harvard university USA yang bekerja sama dengan edx.org
untuk dapat memmberikan ilmu mereka secara cuma-cuma kepada
semua orang di seluruh dunia.
Untuk ke depannya, dalam mencari pekerjaan tidak diperlukan
lagi sebuah ijazah S1, S2 atau bakan S3 untuk dapat melamar suatu
pekerjaan. Karena masyarakat memilih untuk belajar yang disukai
dan dinilai bermanfaat bagi dirinya. Sistem pembelajaran tradisional
yang mempelajari semua bidang yang tidak spesifik penggunaan
dan manfaatnya akan ditinggalkan. CBN telah melakukan hal ini,
dalam mempekerjakan karyawan tidak memerlukan ijazah secara
legal. CBN akan mempekerjakan karyawan berdasarkan kemampuan
yang dibutuhkan CBN secara spesifik tanpa melihat latar belakang
pendidikannya. ***
266 — G.E.N.C.E.
dan solusi big data serta IoT (internet of thing) yang dikelola dengan
inovasi dan kreatifitas dapat hasilkan kemaslahatan eksponensial yang
tak terduga.
Banyak fakta terungkap dari banyak kota dan kabupaten dengan
inovasi horizontal-vertikal. Mulai dari siaga bencana, kemampuan
“merasa” atau sensing terhadap masalah riil yang terjadi, sampai
kemudahan dalam hal payment, perizinan,dan layanan kesehatan
ditayangkan dan disimulasikan. Perlu digarisbawahi bahwa smart
system itu bukan semata bertumpu pada teknologi, wa bil khusus ICT.
Tapi pada desain, sistem, dan tata kelola yang mampu mengoptimalkan
berbagai potensi dan tools yang tersedia.
Kota yang “merasa” (sensing) akan menghasilkan kemampuan
untuk mengerti dan memahami (understanding), lalu tentu akan
dapatemberikan respon yang terukur (acting). Tapi jangan lupa pada
Giralt, semua itu Cycle dan Circle. Titik sambung Ourosboros-nya
adalah “Learning”. Sensing-Understanding-Acting-Learning adalah
lingkar sempurna sebuah kota yang terus menapaki dan mencari arti
sempurna.
***
Dan saya melihat Indonesia ... Indonesia yang saya impikan akan
menjadi negara tempat bernaung anak dan cucu saya. Indonesia yang
cerdas, sejahtera, membanggakan, dan memuliakan peradaban dengan
268 — G.E.N.C.E.
Padahal, di balik sosok bersahaja itu, tersimpan kekokohan
seorang bapak yang bekerja dengan hati hingga lahirkan konsep rumah
sakit tanpa diskriminasi dan 149 layanan inovatif yang diapresiasi
lembaga resmi negeri. People oriented menjadi kata kunci dalam mimpi
ini. Potensi sumber daya adalah anugerah yang secara cerdas haruslah
mendapat sentuhan VAS, value added system. Hingga listrik bukan hanya
soal pembangkit dan elektrifikasi, melainkan juga kanal transmisi dan
infrastruktur informasi. Hadirlah Pak Edhi dan jaringannya, smart grid
perjuangannya.
Di kota pahlawan kali ini berkumpul banyak pahlawan negeri,
dan mereka bersama menjadi bagian dari mimpi-mimpi kita tentang
Indonesia di masa yang akan datang.
Tentu, para pakar berkumpul karena cinta dan sayang pada
bangsa ini. Semua digerakkan karena peduli pada nasib negeri ini.
Maka prakarsa datang tidak hanya dari birokrasi murni seperti Pak
Koswara dari Bekasi, tapi juga dari korporasi, dan tentu saja para
Profesor akademisi seperti Mas Arry, Pak Suhardi, dan panglima
tertinggi sekaligus sales kaos Smart City, Prof SHS.
270 — G.E.N.C.E.
Maka, konsep Sensing-Understanding-Acting-Learning akan
lahirkan proses yang bertujuan untuk mengoptimasi pemenuhan
hirarki kebutuhan manusia dalam satu ikatan wilayah secara
berkesinambungan. Surabaya Statement telah melahirkan butir
pemikiran tentang upaya cerdas untuk mengoptimalkan pengelolaan
sumber daya dan potensi kewilayahan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran dan kesejahteraan bangsa secara berkelanjutan dan
berkesinambungan.
Maka, sekali lagi smart city bukan sekadar ICT, tetapi ini soal
hati, soal manusia, people and citizen. Sebagaimana yang disampaikan
Pak Amrullah, single ID sejak lahir adalah kunci eksistensi entity
bernama manusia, selanjutnya dapat berdayaguna untuk berencana
dan memprediksi hingga terjadi efisiensi dan optimasi. Maka, manusia
inilah yang harus didekati oleh manusia lainnya secara manusiawi,
dan tentu saja dengan hati. Maka, izinkanlah inovasi infrastruktur
berbasis teknologi dipandu regulasi dan distandarisasi agar memiliki
platform yang berdaya guna tinggi karena dapat dimanfaatkan bersama
di berbagai lini fungsi.
Sinergi sistemik horizontal vertikal dalam berbagai aspek dan
bidang layanan publik dapat maujud jika ada prakarsa bersama untuk
belajar saling memahami dan melayani. Dan saya terbangun dari
mimpi pagi ini. Anehnya rasa bahagia itu tidak mau pergi, karena saya
yakin bahwa mimpi tadi tak lama lagi akan jadi kenyataan. Sebuah
catatan dan harapan dari Goesmart Surabaya 2016. ***
Prof. Henry salam kenal dan salam hormat. Terkait dengan penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi pada pengguna ICT yang
bersifat intersubjektif tampaknya perlu merumuskan epoche yang unik
ya Prof, mengingat perkembangan teknologinya sendiri sangat cepat
didukung kemajuan ilmu material dan kemampuan prosesing yang
sangat pesat (Gordon Moore dengan Moore’ law nya) sehingga unsur
esensi, struktur invarian, dan makna kesadaran yang di internalisasi
(memori eksplisit, citra, dan lain-lain) (Husserl) sangat dinamik hingga
dasar yang menentukan konsep kesadaran probandus dalam merespon
fenomena juga menjadi sangat dinamis ya Prof.
272 — G.E.N.C.E.
(12)
Enzymatic Leadership
Oleh Tauhid Nur Azhar
274 — G.E.N.C.E.
Kehadiran model bisnis baru dalam domain OTT (over the top)
misalnya, membuat pola bisnis teleko sebagai pemilik aset jaringan
tidak lagi sepenuhnya memiliki akses untuk aktivitas profit taking di
jaringannya sendiri. Bentuk inovasi layanan teleko dalam domain
OTT terentang luas dari voice over IP sampai text message tanpa biaya
yang tak perlu ribut-ribut soal interkoneksi dan tarik ulur yang bikin
pusing, mulai dari sender keep all sampai soal cost sharing segala. Ciri
dari dunia yang menua ini adalah meningkatnya volatilitas perubahan
yang sangat dinamis.
Mengapa? Tentu saja antara lain karena teknologi komunikasi yang
melesat pesat nan cepat. Jika mengacu pada hukum Termodinamika
I, di mana energi tidak dapat dimusnahkan sekaligus tidak dapat
diciptakan, dan dalam sistem tertutup (terisolasi) tidak ada transfer
(knowledge, dan lain-lain, misalnya) maka ∆E akhir - ∆E awal = 0.
Akan tetapi, dalam hukum Termodinamika II di mana terdapat
proses spontan dan reversibel yang dicirikan dengan arah, ada
perhitungan entropi yang asyik. Peningkatan temperatur, volume, dan
pergerakan molekul menghasilkan peningkatan derajat kebebasan,
S(g)>S(l)>S(s). Maka, dalam konteks ∆t perubahan entropi dapat
dinotasikan sebagai q/T. Sebaliknya pada konsep entalpi yang
dihitung dari jumlah kalori yang diperlukan untuk membentuk zat
sebesar 1 mol. Misal pada perhitungan kalor yang dihasilkan dalam
reaksi sebuah benda dengan oksigen (pembakaran) tercipta panas
(kalor) yang bersifat eksotermik.
Metafora dan analogi kimia yang merupakan perumusan terhadap
reaksi semesta, mulai dari pemahaman stoikiometri sampai energetika
sebagaimana tergambar dalam hukum Hess dan energi bebas Gibbs.
Mengacu pada Hess, perubahan besaran energi pada suatu reaksi
adalah akumulasi dari setiap tahapan reaksi itu sendiri yang kerap
bertingkat. Sedangkan pada teori energi bebas Gibbs sebagai penentu
kespontanan reaksi, faktor temperatur, entalpi dan entropi menjadi
parameter perubahan yang dinamis (Julia Onggo, 2013).
***
Mari kita geser sedikit frame pemikiran kita ke dalam bingkai ilmu
sosial. Ada pendekatan sinkronis dan diakronis (Wanda Listiani, 2015).
276 — G.E.N.C.E.
Tidak cukup energi bagi pemimpin untuk terus menempa diri
menjadi sosok Super Seiya yang mampu bertiwikrama sebagaimana
Prabu Arjuna Sasrabahu (protagonis) ataupun Prabu Rahwana
(antagonis), hingga selalu dapat menjadi teladan serta problem solver
korporasi dengan kemampuan manajerial super mumpuni. Konsep
kooperasi, kolaborasi, dan berbagi membutuhkan sosok leader yang
simple, humble, dan credible hingga mampu menghadirkan trust bagi
segenap entitas dalam habitat korporasi dan ekosistem bisnisnya.
Prasyarat dan kebutuhan ini maujud dalam bentuk ideal
pemimpin yang sekurangnya harus memiliki kemampuan
memfasilitasi terjadinya proses transformasi berkesinambungan dan
bersifat evolving. Kemampuan mengontrol konsep “termodinamika”
korporasi dengan mengoptimasi variabel “temperatur, entalpi, dan
entropi”, serta memberikan efek eksotermik berupa “panas” atau
energi sekunder bagi kemaslahatan stake holder adalah menu baru
bagi pemimpin masa depan. Sebenarnya, bukan hanya pemimpin
korporasi, tetapi juga pemimpin negara, bahkan dunia, dan jangan
salah, di tingkat mikro atau strategic business unit bernama keluarga ini
juga penting sekali.
Kepemimpinan transformatif ini adalah satu pokok warisan
terpenting dari ajaran Rasulullah saw., yaitu perbaikan akhlak yang
berkesinambungan. Pribadi dan komunitas berkarakter shiddiq atau
jujur dalam semua tingkatan dan dimensi kehidupan adalah kata kunci.
***
Maka, kini saatnya kita belajar sedikit mengenali apa dan siapa
itu yang bernama “enzim”. Konsep katalis transformatif memerlukan
pendekatan cerdas untuk menjamin efisiensi dan efektivitas perubahan.
Prinsip dasar pengertian molekul enzim adalah suatu zat yang
membantu reaksi perubahan kimia tanpa dirinya sendiri ikut berubah.
Reaksi katalis akan terjadi jika ada penempelan substrat yang akan
diubah (pada active site-nya) ke enzim. Perubahan pada enzim selama
reaksi bersifat sementara dan reversible alias dapat kembali pada jati
dirinya semula.
Pemimpin enzimatik punya syarat harus memiliki kapasitas dan
kompetensi untuk “mendampingi” substrat dalam proses perubahan
278 — G.E.N.C.E.
(13)
Peran PFC di Masa Turbulensi VUCA
280 — G.E.N.C.E.
Kepemimpinan sebagai arti pembentukan
Tahapan-tahapan pengembangannya sebagai berikut: 1) pra
konvensional: impulsif, dan oportunis, 2) konvensional: diplomat,
ahli teknis, dan pengejar target, 3) pasca konvensional: transisi ke
individualis, strategis, pesulap, dan ironis.
Berurusan dari hari ke hari dengan lingkungan VUCA yang
dimilikinya:
• Kedinamisan (volatility)
• Ketidakpastian (uncertainity)
• Kompleksitas (complexity)
• Kemenduaan (ambiguity).
282 — G.E.N.C.E.
akan membayar sebuah pesan yang tidak terkirim kepada siapa
pun? Rekan David Sarnoff menanggapi permintaan terakhir untuk
investasi tersebut. Ingat pernyataan kalimat di bawah ini, sebelum
terwujudnya kereta api cepat. “Perjalanan dengan kecepatan tinggi
tidak dimungkinkan karena penumpang tidak dapat bernafas, akan
meninggal karena asfiksia.” Dr. Dionysius Lardner, 1830.
• The most popular media provider yang tidak punya konten adalah
Facebook.
• Instagram menjadi perusahaan yang memiliki koleksi foto
termahal yang tidak memiliki kamera.
• Netflix perusahaan TV berbayar terbesar yang tidak memiliki
kabel.
• Alibaba berhasil menjadi perusahaan retailer raksasa yang tidak
memiliki inventory.
Change - Challenge the status quo! Bila ingin maju menjadi pemenang
berikutnya, tantang dan hadapi pemenang status quo yang ada.
Diperlukan kreatifitas, inovasi, dan solusi. Dibutuhkan darah
segar (fresh blood). Dari generasi millennial terdapat pemikiran-
pemikiran baru dan ide-ide cemerlang. Kita harus mau belajar
dari mereka. Lihat ide gagasan seorang jenius Nadiem Makarim
yang berhasil merealisasikan menjadikan layanan GoJek dan
brand-brand salience turunannya. Bila kita ke kantornya yang
penuh dengan interior menarik, di bawah jam 11 siang akan
terlihat sepi. Karena memang jam masuk kerjanya. Kantor
dibuat senyaman mungkin. Ruang-ruang diskusi dibuat menarik
dengan warna warni yang dinamis. Diskusi tidak selalu harus di
atas bangku dan meja. “If it’s not impossible why do it.” Begitu
284 — G.E.N.C.E.
semboyan kerjanya yang terpampang di salah satu dinding ruang
kerja mereka. Lihatlah dunia melalui mata muda dan gelisah.
“Yang buta huruf abad ke 21 bukanlah seseorang yang tidak bisa
membaca dan menulis, akan tapi seseorang yang tidak dapat
belajar, tidak mempelajarinya, dan belajar kembali dari segala hal
yang telah dia pelajari.” Gordon Moore, Intel’s legendary co-founder
and former CEO.
286 — G.E.N.C.E.
prefrontal. Wilayah otak ini telah terlibat dalam perencanaan
perilaku kognitif yang kompleks, ekspresi kepribadian, pengambilan
keputusan, dan perilaku sosial moderat. Aktivitas dasar wilayah otak
ini dianggap sebagai orkestrasi pemikiran dan tindakan sesuai dengan
tujuan internal. Istilah psikologis yang paling khas untuk fungsi yang
dilakukan oleh area korteks prefrontal adalah fungsi eksekutif.
Fungsi eksekutif berkaitan dengan kemampuan untuk
membedakan antara pemikiran yang saling bertentangan, menentukan
baik dan buruk, lebih baik dan terbaik, sama dan berbeda, konsekuensi
masa depan dari kegiatan saat ini, bekerja menuju tujuan yang
telah ditetapkan, prediksi hasil, harapan berdasarkan tindakan, dan
“kontrol” sosial (kemampuan untuk menekan mendesak bahwa, jika
tidak ditekan dapat menyebabkan hasil yang tidak dapat diterima
secara sosial).
Korteks frontal mendukung pembelajaran aturan secara kongkrit.
Daerah anterior lainnya di sepanjang sumbu rostro-caudal dari aturan
dukungan korteks frontal belajar pada tingkat abstraksi yang lebih
tinggi. Korteks prefrontal dorsal (dPFC) dihubungkan dengan area
otak yang terlibat dengan perhatian, kognisi dan tindakan. Korteks
prefrontal dorsolateral (dlPFC) diketahui terlibat dalam memori
jangka pendek dan terlibat dalam pengendalian diri. Korteks prefrontal
ventral (vPFC) dihubungkan antar daerah otak yang terlibat dengan
fungsi emosi. Korteks prefrontal ventromedial (vmPFC) melakukan
analisis risiko-manfaat setelah menerima masukan dari amigdala dan
bagian lainnya dari lobus frontal.
288 — G.E.N.C.E.
Contoh modern tentang kepuasan jangka pendek dengan
mengorbankan keuntungan jangka panjang akan seperti memakan
terlalu banyak makanan berlemak, membeli barang-barang hari
ini daripada menabung untuk hari esok, memiliki urusan ekstra-
perkawinan dan duduk dengan segelas anggur di depan TV daripada
memukul atau berlatih gym.
290 — G.E.N.C.E.
putus dan betapa sulitnya hal itu dalam banyak hal. Tujuan di sini
adalah untuk mengurangi ancaman langsung. Ubah kerangka waktu
dari yang sangat pendek menjadi prespektif jangka panjang.
Hal ini juga mungkin berguna untuk beralih dari keadaan empati
ke posisi kognitif. Dapatkan perencanaan - apa yang bisa dilakukan
selama bulan depan untuk membantu memindahkan situasi ke arah
yang diinginkan kita. Sekarang, setelah memahami penjelasan itu
semua, apa yang kira-kira kita bisa lakukan dalam dunia yang VUCA.
Akan sangat relevan bagi pemimpin siapa saja yang mengerjakan
produktivitas, efisiensi, atau keefektifannya.
292 — G.E.N.C.E.
pada kulit mereka dan bernapas dengan bau yang berbeda. Harapannya
adalah bahwa perubahan lingkungan ini akan mengundang beberapa
pemikiran baru.
294 — G.E.N.C.E.
ilmu kepemimpinan manajemen dan bisnis, (serta ilmu sosial lainnya)
umumnya hanya membahas proses kognitif berpikir yang secara sadar
dan mampu dikendalikan. Sedangkan di dalam paradigma yang baru
akan banyak dijelajahi juga 1) proses berpikir kognitif yang tanpa
kendali atau seringkali disebut pikiran-pikiran otomatis, 2) proses
berpikir afektif yang secara sadar dan dapat dikendalikan, serta 3)
proses berpikir afektif yang otomatis atau bawah sadar.
Aplikasi neurosains untuk bisnis sering disebut juga neurobisnis.
Penting untuk disampaikan, bahwasannya disiplin ilmunya tidak
berubah, tetapi cara pandang serta alat yang dipergunakan berubah
menjadi lebih baik, sesuai pemahaman otak secara ilmiah. Disiplin
ilmu yang dimaksud termasuk; neuroekonomi (neuro-business
administration) meliputi area-area mikroekonomi (neuro-economy):
bidang pemasaran (neuromarketing) yang lebih sering mengulas proses
pengambilan keputusan konsumen membeli, sedangkan bidang
keuangan (neurofinance) lebih banyak mendalami keberhasilan proses
pengambilan keputusan dan resiko-resikonya; sukses atau gagal.
Di bidang manajemen (neuromanagement) lebih dalam membahas
penggerak proses manajerial, baik metode maupun terkait dengan tools-
nya. Terakhir terkait bidang organisasi dan personalia (neuroleadership)
lebih rinci menelaah interaksi hubungan antara pemimpin dan
bawahannya.
Sejarah konsep terus berkembang. Terakhir dalam pembahasan
bukunya, Argang dkk. banyak memaparkan konsep yang dikenal
memasuki era brain directed man (2000-an), pekerja dipandang sebagai
mahluk rasional mengambil peran sekunder dalam motivasi manusia.
Di era ini mulai meyakini dan membahas bahwa perilaku manusia
berasal dari otak. Perilaku tidak didasarkan pada rasionalitas tetapi
dibedakan berdasarkan motivasi-motivasi yang berasal dari berbagai
daerah otak. Pola-pola dan pemicu-pemicu otak yang betul-betul
diprogram; berlapis melalui pengalaman yang telah terbentuk
sejak lahir. Emosi adalah driver perilaku yang paling efektif dan
mengandalkan sebagian besar proses kognitif. Proses-proses rasional
memiliki dampak sekunder. Pemenuhan kebutuhan dasar neurosains
manusia sangatlah penting bagi kepuasan karyawan; berbagai faktor
mempengaruhi kebutuhan ini. Realitas dan rasionalitas mengambil
peran sekunder dalam motif dan perilaku manusia.
296 — G.E.N.C.E.
yang terprogram, tetapi banyak perilaku yang terkait dengan interaksi
kita dengan lingkungan.
Bagian-bagian anatomi otak disederhanakan, terdiri dari 5 bagian
besar. Lobus frontal, lobus parietal, lobus temporal dan lobus oksipital,
serta lobus insula. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bagian depan
(lobus frontal) yang sering dikenal dengan prefrontal cortex (PFC):
menjalankan fungsi rasional, membutuhkan usaha, sumber daya
yang terbatas yang menguras cepat. Setara dengan 1 kubik feet dalam
ukuran dibanding Milkyway (bagian otak). Di bagian tengah otak,
yang dikenal dengan sistem limbik: melakukan fungsi gugup/panik,
selalu mencari ancaman, membuat keputusan setiap saat berinteraksi.
Otak mengatur dua prinsip - bahaya dan reward. Bahaya (ancaman)
menciptakan kebisingan, otak membutuhkan tenang. Sedangkan
bahaya / takut memiliki dampak yang mendalam pada korteks
prefrontal dan dampak kinerja yang berat.
Metode pengukuran dalam penelitian otak terbagi dua bagian
besar: (1) teknik-teknik Elektrofisiologi: elektroensefalografi dan
magnetoensefalografi, dan (2) teknik-teknik Pencitraan: PET - positron
emisi tomografi dan fungsional magnetik resonansi tomografi.
Ada 4 tahapan besar bagaimana prosesi perubahan pola koneksi
neuron bekerja. Bagaimana neuron otak terus berplastisitas. Tahap awal
(tahap 1) seakan-akan sel neuron berdiri sendiri seperti titik-titik yang
tidak dihubungi. Kemudian titik-titik saling berhubungan, interkonesi
antar neuron (tahap 2). Selanjutnya beberapa garis hubungan antar titik
(antar neuron) akan menebal, membentuk pathways dan connectome
(tahap 3). Tahap akhir (tahap 4) garis-garis tersebut semakin menebal
sementara garis-garis hubungan neuron lainnya yang menipis, yang
tidak diperlukan, akan menghilang.
Reward dibedakan antara reward primer dan reward sekunder.
Rewad primer seperti; makan, minum, kebutuhan biologis, dan tempat
berlindung (shelter). Sedangkan reward sekunder yang dibutuhkan
seperti; informasi, status, pengakuan, ucapan terima kasih, nilai sosial,
altruisme, percaya, kontak fisik. Reward & pleasure memiliki banyak
koneksi dan asosiasi yang kompleks. Dopamin bagaimanapun bukan
hanya sekedar reward, namun memiliki banyak fungsi penting sebagai
298 — G.E.N.C.E.
Berikutnya, giliran sinyal ke kelenjar pituitari untuk melepaskan
hormon adrenokortikotropik yang dikirim ke dalam aliran darah
yang kemudian beredar ke kelenjar adrenalin di mana dia mengikat.
Selanjutnya menstimulasi pelepasan kortisol yang memiliki dampak
luas pada sistem fungsi kortisol dalam berbagai cara. Tetapi membantu
tubuh melawan stres dengan melepaskan dan mendistribusikan energi,
misalnya jantung dan jauh dari bagian non-kritis tubuh (dalam jangka
pendek) misalnya sistem pencernaan. Namun juga akan mengurangi
sistem kekebalan tubuh. Dalam jangka panjang stres kronis akan
berdampak buruk dan vital.
Banyak tokoh-tokoh sebelumnya yang terus coba mengembangkan
konsep kepemimpinan berbasiskan neurosains (neuroleadership),
menjawab tantangan lingkungan bisnis yang semakin VUCA. Ned
Hermann – 1996, dikenal dengan HBDI-nya (Herman Brain Dominance
Instrument) 4 Model Berpikir (Thinking): Rasional, Experimental,
Berdasarkan Feeling, Berdasarkan Keselematan. David Rock – 2006,
NeuroLeadership Institute, terkenal dengan SCARF-nya: Status, Certainty,
Autonomy, Relatedness, Fairness. Gerald Huther – 2009, dikenal
dengan Supportive Leadership-nya: New Challenge, Network Corporate
Knowledge, Positive Culture, Positive Experience. Christian E. Elger –
2009, terkenal dengan 4 Sistem Dasar NeuroLeadership-nya: Reward,
Emosional, Memori, Decision, dan dikenal dengan 7 Prinsip Dasar
Neuroleadership: Reward, Fairness & Feedback, Informasi, Individualitas
Otak, Emosi-Emosi, Experience, Situational Dynamics. Srinivasan Pillay
– 2010, terkenal dengan Bisnis dan Otak Anda: Identify Mental State,
Brain Regions and Activation, Intervention.
Kebutuhan dasar manusia sebelumnya kita pernah mengenal
teori konsep kebutuhan dasar versi Henry Murray (1938) dan Abraham
Maslow (1943). Pada teori Maslow kebutuhan manusia digambarkan
dengan 5 tingkatan piramida kebutuhan. Dimulai kebutuhan fisik
– kebutuhan paling dasar, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk
memiliki dan mencintai serta dicintai, kebutuhan akan self-esteem, serta
tingkat tertinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri. Sedangkan melalui
ilmu neurosains, kita bisa mempelajari kebutuhan manusia lebih detil
dan ilmiah. Otak adalah organ pendorong emosional. Otak bersifat
plastis yang terus berubah dengan neuron-neuron yang terhubungkan
300 — G.E.N.C.E.
dan kekurangan. Sebaiknya diberikan sesuai kebutuhannya. Seperti
job enrichment diberikan bila yang bersangkutan tidak mempunyai
masalah di aspek pleasure. Sedangkan job rotation dan job characteristics
sebaiknya diberikan kepada karyawan, terutama yang sudah dapat
“dilepas” atau memiliki rasa tanggung jawab yang bisa dipercaya
dengan arahan dan pengawasan yang minim. Sebalikya bagi mereka
yang lemah di bidang tersebut, perlu diberikan program “flow model”.
Program pemberian tambahan tugas kerja atau job enlargement,
diberikan hanya kepada mereka yang kurang harga diri atau memiliki
percaya diri yang rendah. Berdasarkan penelitian neurosaintifik,
instrumen yang paling cocok untuk program terkait kepemimpinan,
dengan konsep terbaik yang diberikan adalah emotional leadership dan
coaching. MBO (management by objective) bagus diberikan hanya kepada
karyawan yang tidak ada masalah dengan attachment (kedekatan).
Selanjutnya, pendekatan konsep situational theory paling cocok
diterapkan kepada mereka yang periang. Konsep kepemimpinan yang
paling cocok perlu diaplikasikan kepada karyawan yang mempunyai
masalah dengan kedekatan (attachment) adalah konsep trait theory.
Sedangkan konsep behavioural theory tepat sebagai alat intsrumen yang
perlu diberikan kepada mereka yang kurang memiliki attachment dan
belum dapat dilepas, atau masih perlu orientasi dan pengawasan.
Lima langkah tools moel AKTIF yang dapat memperbaiki atau
meningkatkan kinerja kepemimpinan karyawan yaitu; 1) melakukan
analisis dari jawaban pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, 2)
membuat kecenderungan profil konsistensi dalam bentuk gambar
grafik, 3) melakukan upaya-upaya transformasi yang dibutuhkan, 4)
fokus perbaikan pada inkonsistensi, 5) terakhir melakukan verifikasi-
verifikasi perbaikan. Ketidakmampuan untuk memenuhi satu atau
lebih kebutuhan dasar dikenal sebagai ketidaksesuaian. Hal ini berarti
bahwa individu tidak akan dapat mencapai tujuannya dalam konteks
mereka. Konsistensi di sisi lain, adalah harmoni antara lingkungan
dan konteksnya, serta pemenuhan kebutuhan dasar individu. Skema
motivasi adalah interpretasi individu motif dan drive untuk mencapai
tujuan mereka dalam konteks saat ini. Kita dapat membedakan antara
skema pendekatan dan skema penolakan (approach schemata & avoidance
schemata).
Penutup
Menyikapi perubahan lingkungan bisnis yang semakin cepat didominasi
oleh dampak kemajuan teknologi informasi, menjadikan lingkungan
yang VUCA (volatile, uncertain, complex dan ambigu). Diperlukan
kepemimpinan yang terus dinamis, selalu open minded, dituntut terus
beradaptasi dengan lingkungan yang senantiasa berubah. Kecepatan
hubungan inter-neurons yang terus meningkat, jumlah inter koneksi
antar neurons juga terus bertambah. Terutama di generasi millinneals,
selain pesatnya kemajuan teknologi informasi, serta didukungnya gizi
makan dan nutrisi yang semakin baik. Tak luput gaya hidup sehat.
Angkatan-angkatan sebelumnya (digital immigrants) dituntut untuk
dapat memahami neuron-neuron otak SDM yang sekarang (digital
natives).
302 — G.E.N.C.E.
Terutama di negeri kita, “lead by example” – memimpin dengan
memberikan contoh langsung bukan sekedar memberikan nasihat,
terbukti sangat efektif. Hal ini terjadi interaksi mirror neuron manusia
Indonesia masilah sangat kuat. Didukung oleh kondisi fisik jarak
terpendek diameter kedua organ amigdala – bijih almon yang
terdapat di sistem limbik, di dalam kepala otak orang kita, khususnya
rumpun polynesia (perlu dibuktikan oleh penelitian-penelitian
neurosains lebih lanjut). Sebagai akibatnya, karakter berpikir SDM-
SDM kita yang cenderung lebih responsif dan reaktif. Kabar baiknya;
dengan ditemukan teori neuroplastisitas, ada harapan bahwasannya
neuron otak manusia yang terus plastis, terus berubah di setiap usia.
Menggantikan fixed mindset menjadi growth mindset.
Proses pembelajaran, pelatihan, pembinaan terus ditingkatkan.
Sistem pendidikan dan pola asuh anak sedini mungkin. Agar sejalan
dengan cita-cita bangsa kita, yaitu: mencerdasakan kehidupan bangsa.
Kebiasaan-kebiasaan baru yang positif harus terus dibangun. Synaps-
synaps hubungan baru antar neuron terus dibangun dengan percikan-
percikan listriknya (spikes). Supaya tidak redup, dilatih terus berulang
dengan keyakinan teguh, sehingga wiring cepat terangkai. Potensi
listriknya terus menyala (firing) semakin kuat terang benderang. Agar
connectomes pola-pola kebiasaan baru positif pun senantiasa terbentuk.
Hal ini mungkin yang diartikan sebelumnya oleh Presiden
kita dengan istilah “revolusi mental”. Harapannya untuk berubah,
mengejar ketertinggalan bangsa, kesempatannya sangat terbuka
lebar. Tidak usah membandingkan dengan negara-negara maju seperi
AS, Eropa, Chinna dan Jepang. Paling tidak bisa mengejar kemajuan
negara-negara tetangga seperti; Singapore, Malaysia, Filipina dan
Australia. Negeri ini tidak “given” atau “by nature” sebagai negeri yang
patut dijajah, atau ditakdirkan sebagai bangsa yang bodoh. Nurturing
yang baik bukan hanya memberikan nutrisi dengan gizi yang sehat.
Namun peranan orang tua, guru, dan para senior, para tokoh agama
dan masyarakat, terutama pemimpin (formil dan informil) membentuk
dan menyiapkan generasi penerusnya.
Seorang neuroleader yang baik adalah yang bisa memaksimalkan
upaya pemberian reward (baik kecil maupun besar), serta meminimalkan
304 — G.E.N.C.E.
faktor perihal yang sangat pelik. Relaktan terhadap perubahan, comfort
zone (rasa nyaman). Mereka tertipu oleh pikiran-pikiran emosional
yang berupa perasaan nyaman tadi.
Di sini peran para pemimpin VUCA dengan kecakapan emosional
(emotional leadership skills) yang terus menerus harus dilatih. Pemimpin
bagaikan dirijen yang memainkan perasaan alunan musik tim okestra.
Mengelola otak manusia, bagaimana memastikan pemenuhan
kebutuhan dasar dorongan reptilian brain batang otak tua setiap
anggota yang dipimpin. Mengelola mood mamalian brain sistem
limbik otak emosional, memainkan dan menyalurkan gairah atau desire
teman-teman yang dipimpin ke arah yang positif. Serta memimpin dan
mengarahkan otak-otak pintar PFC (neo cortex, exceutive brain) modern
yang bijak ke arah pencapaian tujuan bersama. Menjaga keseimbangan
proses metobolisme otak (homeostasis), keseimbangan eksitatori
dopamin dan kortisol serta neurotransmitter lainnya, serta upaya-
upaya inhibitasinya. Berani menunda keputusan, dan memikirkan
ulang atas dorongan keinginan sesaat (reframing dan clear mind).
Baik buat dirinya sebagai pemimpin maupun bagi yang dipimpin.
Pemimpin otak tepatnya. Memimpin otak-otak manusia dengan otak
sehat, tidak sekedar otak normal. Meningkatkan kualitas hubungan
dan komunikasi antar otak manusia. Selamat datang di abad otak! ***
https://youtu.be/RH3Vh4xz4CI
https://youtu.be/5HmYU1by9rk
http://neuroscienceforcoaches.com/
https://youtu.be/X5-Hdl0Z3VA
https://youtu.be/i4-AKwZYUHo
https://youtu.be/EEUxKFmIUiI
https://youtu.be/R6XtJOeuhNg
https://youtu.be/JVvMSwsOXPw
https://youtu.be/xU5QmZp9Cmo
Carter, Rita (2014), The Brain Book, London, New York, Melbourne,
Munich, and Delhi.
Vertanian, Oshin, Mandel, Divid R. (2011), Neuroscience of Decision
Making, Psychology Pers, Taylor & Francis Group, New York,
and Hoke.
Brann, Army (2015), Neuroscience for Coaches, How to use the latest
insights for the benefit of your clients, Kogan Page, London,
Philadelphia, New Delhi.
Amthor, Frank (2012), Neuroscience for Dummies, Wiley, John Wiley
& Sons Canada, Ltd.
Genco, Stephen J., Pohlmann, Andrew P., Steidl, Peter (2013),
Neuromarketing for Dummies, A Wiley Brand, John Wiley &
Sons Canada, Ltd.
Lehrer, Jonah (2010), How We Decide, Kenali Cara Kerja Otak Agar Bisa
Lebih Cerdas dan Tangkas Memutuskan Apa Saja, PT Serambi
Ilmu Semesta, Houghton Mifflin Harvourt Publishing Company,
New York 10003.
Azhar, Tauhid Nur (2008), Gelegar Otak, Ayo cari tahu apa yang
tersembunyi di otak Anda!, PT Karya Kita, Bandung – Indonesia.
306 — G.E.N.C.E.
Schutt, Russell K., Seidman, Larry J., Keshavan, Matcheri S. (2015),
Social Neuroscience, Brain, Mind, and Society, Harvard University
Press, Cambridge, Massachusetts, London, England.
Lewis, David (2013), The Brain Sell, When Science Meets Shopping,
How the new mind sciences and the persuasion industry are
reading our thoughts, influencing our emotions and stimulating
us to shop, Nicholas Brealey Publishing, London, Boston,
Mildner, Vesna (2008), The Cognitive Neuroscience of Human
Communication, Lawrence Erlbaum Associates, Taylor & Francis
Group, New York, London.
Ghadiri, Argang, Habermacher, Andreas, Peters, Theo (2012),
Neuroleadership, A Journey Though the Brain for Business
Leaders, Springer, Heidelberg, New York, Dordrecht, London.
Bahaudin, Taufik (2007), Brain Leadership Mastery, Kepemimpinan
Abad Otak dan Milenium Pikiran, Penerbit PT Elex Media
Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta.
Bahaudin, Taufik (2003), Brainware Management, Generasi Kelima
Manajemen Manusia, Memenangkan “Knowledge to Knowledge
Competition” Menyonsong Era Millenium, Diterbitkan Oleh PT
Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta.
Ikrar, Taruna (2015), Ilmu Neurosains Modern, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Palupi, Dyah Hasto (2016), Potret Kesehatan Inteligensia Indonesia,
Dari Delapan Mata Angin, GERMAS – Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Connolly, William E. (2002), Neuropolitics, Thinking, Culture, Speed,
Theory of Bounds, Minesota, University of Minesota Press,
Minneapolis, London.
Brown, Paul, Kingsley, Joan, Paterson, Sue (2015), The Fear-Free
Organization, Vital Insights from Neuroscience to Transform
Your Business Culture, Kogan Page, London, Philadelphia, New
Delhi.
308 — G.E.N.C.E.
(14)
IDEOLOGI FEMINISME DI ERA DIGITAL MEDIA
310 — G.E.N.C.E.
era perkembangan digital media saat ini, apakah digital media dapat
menjadi sarana untuk mendukung pemberdayaan (empowerment)
atau justru sebaliknya, akankah digital media malah dianggap sebagai
medium yang dapat melemahkan (disempower) ideologi femininitas
(ideology of femininity).
Definisi Feminisme
Feminisme pada awalnya telah muncul sejak abad 18 dengan tujuan
utama untuk mencapai persamaan hak antara laki-laki dan perempuan
dan menyadarkan dunia jika hak perempuan adalah bagian dari hak
azasi manusia. Sarah Gamble (2006) memaparkan definisi femnisme
sebagai berikut:
A general definition might state that it is the belief that women,
purely and simply because they are women, are treated inequitably
within a society which is organised to prioritise male viewpoints
and concerns. Within this patriarchal paradigm, women become
everything men are not (or do not want to be seen to be): where
men are regarded as strong, women are weak; where men are
rational, they are emotional; where men are active, they are passive;
and so on. Under this rationale, which aligns them everywhere
with negativity, women are denied equal access to the world of
public concerns as well as of cultural representation. Put simply,
feminism seeks to change this situation (p.vii).
Dengan kata lain berdasarkaan definisi dari feminisme diatas,
tujuan utama dari gerakan feminisme adalah untuk menghilangkan
penindasan-peninasan terhadap perempuan. Feminisme di awal
kemunculannya digerakkan oleh kaum sosialis. Namun dalam
perkembangannya sampai saat ini terdapat beberapa kelompok dan
perspektif feminisme seperti liberal feminism, radical feminism,
socialist/Marxist feminism, Grll feminism, dan gerakan feminisme
yang menggabugkan nila-nilai agama seperti Islamic feminism,
Christian feminism, dan lain sebagainya. Banyaknya aliran feminisme
disebabkan feminisme tumbuh berkembang sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi perempuan.
312 — G.E.N.C.E.
perempuan kelas menengah ke atas dan perempuan berpendidikan
tinggi. Beberapa buku literature ada yang menyatakan bahwa
gelombang ketiga ini sama dengan sebutan postfeminisme, namun
ada juga literatur yang berpendapat bahwa keduanya merupakan
gelombang yang berbeda. Di Amerika gelombang ketiga popular
juga dengan nama ‘Grrl Feminism’ sementara di Eropa dikenal
dengan nama ‘New Feminism’. Gelombang ketiga fokus terhadap
perjuangan perempuan-perempuan di dunia negara ketiga seperti
trafficking/ perdagangan manusia, kekerasan terhadap perempuan,
dan pornofikasi oleh media.
Feminisme di Indonesia
Sesungguhnya gerakan feminisme sebenarnya bukanlah monopoli
barat saja (baca: Amerika dan Eropa). Sejak jaman kolonialisasi abad
ke-17 telah banyak pejuang-pejuang perempuan Indonesia yang
berdampingan dengan laki-laki untuk melawan penjajah dan merebut
kemerdakaan. Namun tanpa bermaksud untuk mengecilkan peran
perempuan pejuang lainnya seperti Cut Nyak Dien, Dewi Sartika,
atau Martha Christina Tiahahu atau pahlawan nasional perempuan
lainnya; nama Raden Adjeng Kartini paling sering disebuut sebagai
sosok pejuang emansipasi perempuan di Indonesia. Ini karena Kartini
merupakan perempuan pertama yang menyuarakan aspirasi dan
pemikirannnya dalam bentuk tertulis dan dipublikasikan di Eropa
(Taylor, 1976). Oleh karena itu, kemudian Kartini dianggap sebagai
tokoh pembela kaum perempuan dan dijadikan tonggak perjuangan
kaum perempuan dari belenggu-belenggu patriarki seperti poligami
dan budaya memingit anak perempuan di rumah setelah mereka
mendapatkan menstruasi pertama. Walaupun ia pada akhirnya harus
menuruti perintah orang tuanya untuk menjadi istri ketiga, namun
Kartini telah membuka wawasan tentang pentingnya pendidikan
bagi perempuan dan memberi wacana baru tentang kesetaraan antara
perempuan dengan laki-laki (Najmi & Ofianto, 2016).
Namun sayangnya, pemerintah Orde Baru memanipulasi
perayaan hari Kartini setiap tanggal 21 April menjadi kegiatan-kegiatan
yang kurang relevan dengan misi Kartini, yaitu kehidupan yang lebih
314 — G.E.N.C.E.
Pada masa pra kemerdekaan RI tahun 1920 mulai bermunculan
organisasi-organisasi perempuan. Menurut Djoeffan (2001)
organisasi perempuan pada tahun 1930an berkembang pesat. Seiring
dengan semangat Sumpah Pemuda pada tahun 1928, organisasi-
organisasi perempuan dari seluruh Indonesia berkumpul untuk
menyelenggarakan Kongres Wanita Indonesia pertama tanggal 22
Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres ini berhasil merumuskan misi
untuk menjaga persatuan bangsa, memperbaiki derajat perempuan
dan terus berjuang mencapai kemerdekaan Indonesia.
Di masa kemerdekaan 1950an banyak organisasi perempuan
yang tidak lagi beroperasi dan pada masa itu mulai terbentuk Gerwani
(Gerakan Wanita Indonesia). Misi visi Gerwani sebenarnya ingin
menghilangkan penindasan terhadap perempuan seperti hentikan
pemerkosaan, hukum berat pemerkosa, namun Gerwani kemudian
dituduh sebagai antek PKI karena menyebarkan ajaran-ajaran
komunisme dan pada akhirnya dibubarkan.
Pada masa orde baru, terjadi pengekangan terhadap organisasi-
organisasi perempuan karena dikhawatirkan akan seperti Gerwani.
Saat inilah kemudian feminisme mulai dikaitkan dengan komunisme.
Usaha-usaha untuk mendomestikan atau melarang perempuan
berkiprah di ruang publik tampak jelas terlihat pada program-
program yang gencar dipromosikan oleh pemerintahan Soeharto
seperti PKK (Program Kesejahteraan Keluarga) dan Dharma Wanita
yang berfungsi untuk mendukung program-program Golkar serta
mendukung birokrasi militer (Djoeffan, 2001). Pada program-program
tersebut dominasi laki-laki dalam sistem patriarki diterapkan dengan
mengkonstruksi struktur sosial dan mendoktrin opini publik bahwa
tugas perempuan adalah seputar pekerjaan domestik di dalam rumah
sepeti mengurus keluarga, memasak, mengatur rumah tangga, dan
lain-lain yang sering kali disingkat dengan anekdot dapur, sumur,
kasur. Sehingga dengan kata lain sangat jelas bahwa persepsi dan
citra perempuan ideal yang ingin ditonjolkan dari program-program
tersebut adalah perempuan yang diam di rumah, mengurus keluarga
dan menuruti perintah suami.
Secara pribadi saya tidak berkeberatan jika perempuan mengurus
rumah dan keluarga, selama memang itu pilihan pribadinya yang
316 — G.E.N.C.E.
feminisme Indonesia walaupun telah banyak ditemukan data-data
empiris tentang isu-isu perempuan namun data-data tersebut belum
dapat dijadikan landasan body of knowlegde untuk mengembangkan
istilah Indonesian feminism (Sadli, 2002).
Sadli dalam tulisannya yang berjudul ‘Feminism in Indonesia
in an International Context’ yang merupakan salah satu bab dalam
buku Women in Indonesia: Gender, Equity, and Development (2002)
menceritakan pengalamannya mengelola program pascasarjana
Program Studi Kajian Wanita Universitas Indonesia, yang merupakan
pusat kajian wanita pertama dalam sistem pendidikan formal di
Indonesia pada awal tahun 1990an. Pada saat acara peresmian,
program studi yang ia pimpin mendapat masukan dari salah satu
tamu undangan perempuan (dosen senior dan pengacara) yang ingin
memastikan bahwa kurikulum yang ditawarkan tidak cenderung
dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran para feminis barat. Sehingga
pada wal-awal pendirian, pengelola pusat kajian tersebut sangat
berhat-hati dalam menggunakan istilah ‘perspektif gender’ ataupun
‘perspektif feminis’. Walaupun pada kenyataannya kurikulum yg
dijalankan mengadopsi perspektif-perspektif feminisme, namun
penggunaan istilah feminsme, feminis, atau gender diganti menjadi
istilah ‘perspektif perempuan’ demi menjaga keharmonisan di antara
komunitas akademisi dalam universitas (lihat Sadli; 2002, hlm 82-83).
Saat ini Indonesia tampaknya tengah digempur oleh nilai-nilai
konservatif yang cenderung ekstrim disertai dengan trend Arabization
(yang mengagung-agungkan budaya Arab yang belum tentu
merupakan bagian dari ajaran agama Islam) masih terus berlangsung.
Arabization dipandang sebagai suatu proses menerapan sistem
patriarki di Arab kepada masyarakat Indonesia (Muttaqin, 2015). Hal
ini menyebabkan kekhawatiran atas gerakan feminsme akan dianggap
sebagai gerakan ‘kiri’ yang disamakan oleh komunisme yang pada
akhirnya diberikan label ‘haram’ oleh kelompok-kelompok tertentu
dan menjadi kian sulit untuk berkembang di Indonesia.
318 — G.E.N.C.E.
1. Meningkatkan kesetaraan hubungan kekuasaan berbasis gender
(gender power relations)
Power atau kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi,
sementara power relations adalah bagaimana hubungan antar individu
berdasarkan kekuasaan. Power juga senantiasa berkaitan dengan
kontrol, seseorang yang memiliki power tentunya ia akan lebih mudah
memegang kendali akan kontrol sehingga ketika berbicara mengenai
power relations maka secara otomatis juga akan membahas siapa
dikontrol atau dikendalikan oleh siapa.
Kesenjangan power relations dapat terjadi mulai dari lingkup
tingkat paling rendah yaitu keluarga sampai dengan tingkat tertinggi
seperti dalam ruang lingkup politik dan pemerintahan. Contohnya,
power relations antara orang tua dan anak, orang tua memiliki power
relations yang lebih dominan terhadap anaknya karena seorang anak,
terutama yang belum dewasa, masih bergantung baik secara material
dan immaterial kepada orang tuanya. Oleh karena itu orang tua
memiliki power yang lebih kuat untuk mengarahkan, menentukan,
mengambil keputusan terbaik untuk anaknya ketika si anak belum
dewasa dan belum dapat bertanggungjawab atas dirinya sendiri.
Pada akhirnya maka orang tua lah yang memiliki power untuk
mengendalikan perilaku, kebahagiaan, kesejahteraan dan bahkan arah
hidup anaknya.
Tentu saja power dan kendali ini seharusnya dimanfaatkan
secara berimbang untuk kemaslahatan bersama. Namun sayangnya
dalam sistem patriarki, penyebab dari ketimpangan power relations
antara perempuan dan laki-laki terjadi karena dominasi laki-laki
atas perempuan. Power atau kekuasaan identik dengan maskulinitas
yang notabene dimiliki oleh laki-laki. Ketimpangan ini tentu saja
memperlebar kesenjangan dan ketidaksetaraan gender antara laki-
laki dan perempuan. Namun power relations bukan suatu hal yang
mutlak, power relations dapat dikonstruksi, dinegosiasikan, bahkan
diperbaharui. Kembali ke power relations antara orang tua dan anak,
seorang anak yang semakin lama semakin dewasa dan sudah dapat
mengambil keputusan secara logis tentunya memiliki power yang lebih
besar dibanding ketika ia remaja.
320 — G.E.N.C.E.
dengan saudara laki-lakinya karena kondisi ekonomi keluarga padahal
anak perempuan itu ingin terus belajar. Sistem patriarki menganggap
anak laki-laki lebih layak untuk mendapat pendidikan dibandingkan
perempuan yang nantinya hanya akan menikah, melahirkan,
mengurus anak dan rumah tangga sehingga tidak perlu pintar. Bahkan
masih terdapat orang tua yang menasehati anak perempuannya agar
jangan sekolah terlalu tinggi dan menjadi pintar karena kekhawatiran
anaknya kelak akan sulit mendapatkan jodoh, dengan alasan ‘laki-laki
takut punya istri yang pendidikannya lebih tinggi’.
Berdasarkan contoh diatas tampak jelas bagaimana women’s agency
seringkali dianggap sebagai suatu hal yang tidak penting atau malah
dianggap sebagai sesuatu yang tidak ada, tidak bermakna. Padahal
agar tercapai kesetaraan gender, tentunya pengakuan akan women’s
agency harus disadari baik perempuan itu sendiri dan juga oleh laki-
laki. Adalah hak seorang perempuan untuk menetapkan apa yang
terbaik untuk dirinya tanpa adanya paksaan dari siapapun. Kesadaran
akan pentingnya perempuan memiliki agency ini dapat ditumbuhkan
salah satunya dengan adanya dukungan digital media. Misalnya
dengan membuat digital poster tentang pentingnya pendidikan
bagi perempuan, diharapkan akan semakin banyak orang tua yang
menyekolahkan anak perempuannya dan akan semakin banyak
perempuan yang terpacu semangatnya untuk melanjutkan pendidikan
formal atau nonformal sampai ke jenjang tertinggi yang ia inginkan.
Feminisme menghadapi banyak tantangan dalam menghadapi
globalisasi (Putri, 2106). Teknologi digital media sebagai contoh dari
globalisasi dapat dijadikan sebagai medium untuk ekploitasi dan
objektifikasi seksualitas perempuan yang dapat menghambat dan
menjadi tantangan dalam penyebarluasan feminisme. Walaupun
tantangan tersebut cukup banyak, namun tulisan ini hanya akan
membahas tiga hal yang menurut saya cukup krusial, yaitu objektifikasi
tubuh perempuan, pemujaan berlebih terhadap kecantikan, dan
memperluas pesan-pesan seksisme dan misoginis. Berikut ini adalah
pemaparan dari tiga hal yang menjadi tantangan tersebut:
322 — G.E.N.C.E.
akan diminati atau dibeli. Ketidaksadaran bahwa dirinya telah menjadi
objek seksual juga terjadi karena objektifikasi tubuh perempuan
dianggap sebagai suatu fenomena wajar yang dengan mudah dapat
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari apalagi dalam dunia maya.
Menurut Hariyanto (2009) jika perempuan terus-menerus dicekoki oleh
tayangan media yang merepresentasikan perempuan sebagai objek
seksual maka bisa jadi perempuan menjadi tidak sadar jika mendapat
perlakuan tidak senonoh dari laki-laki dan merasa perlakuan itu adalah
perlakuan yang wajar. Misalnya jika ada laki-laki yang bersiul ketika
seorang perempuan lewat, atau dikenal dengan istilah catcalling, bisa
saja karena merasa wajar maka si perempuan malah menjadi bangga
karena berhasil menjadi pusat perhatian dan tidak merasa terganggu
dengan siulan tersebut. Padahal catcalling merupakan suatu bentuk
pelecehan secara verbal.
324 — G.E.N.C.E.
bentuk tubuh ideal tersebut telah menyebar ke seluruh pelosok dunia
melalui digital media. Contoh lainnya tentang body image yang juga
popular di Indonesia adalah hashtag A4 body size yang memperagakan
foto selfie dengan menempatkan kertas berukuran A4 dengan posisi
portrait di depan badan anatara dada dan perut. Jika ukuran badan
lebih kecil dari lebar kertas berarti proporsi tubuh ideal telah tercapai
dengan kata lain tubuh telah berhasil menjadi kurang dari 21 cm.
sebagaimana ukuran kertas A4 yaitu 21cm x 29,7 cm. Kedua contoh
ini menunjukkan bahwa konsep perempuan cantik adalah perempuan
yang memiliki bentuk tubuh ideal dan pengertian ‘ideal’ sendiri adalah
tubuh yang cenderung kecil dan kurus.
Sebenarnya tidak ada masalah jika seorang perempuan ingin
menjadi cantik, namun yang perlu dikritisi adalah pengkontruksian
konsep dan makna cantik itu sendiri yang seakan-akan membuat tujuan
hidup seorang perempuan hanyalah untuk menjadi cantik secara fisik
dan penampilan fisik adalah segalanya. Padahal setiap perempuan dari
ras apapun merupakan individu-individu unik yang memiliki karakter,
kepribadian, dan potensi diri yang menjadikannya cantik sesuai
dengan definisinya masing-masing sehingga tidak perlu menjadikan
kesempunaan fisik sebagai patokan dan alat ukurnya. Selain itu,
bahaya dari propaganda ‘cantik’ lainnya adalah pembentukan konsep
diri yang salah pada perempuan. Jika perempuan-perempuan hanya
terobsesi untuk menjadi cantik secara fisik dan merasa sudah puas
jika sudah merasa cantik niscaya mereka tidak lagi memiliki passion
atau keinginan untuk mengoptimalkan potensi dirinya. Hal ini tentu
saja akan mengakibatkan kemunduran bagi perjuangan-perjuangan
feminis dan juga perjuangan Kartini yang ingin meningkatkan derajat
perempuan.
326 — G.E.N.C.E.
‘Tilang saya dong kak!’ di bawah foto polisi wanita yang terkenal
karena wajahnya yang masuk dalam kategori ‘polisi wanita cantik’
yang dikontruksi oleh media. Mungkin saja tujuan meme tersebut
hanya sebagai lelucon namun tentunya lelucon yang sama sekali tidak
lucu bahkan boleh jadi menghina profesi polisi karena seakan-akan
masyarakat hanya akan patuh jika polisinya perempuan, itu juga berarti
profesi polisi perempuan dianggap tidak berwibawa karena dipanggil
dengan sebutan ‘kak’ dan yang dinilai dari seorang polisi adalah
penampilan fisiknya, bukan kemampuannya melindungi mengayomi
masyarakat. Meme ini dapat dengan mudah dikirim dari satu gadget
ke gadet lain, satu platform ke platform lain, sehingga ‘pembiasaan’
yang membahayakan ini akan semakin terlihat sebagai lelucon ‘biasa’.
Terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik mengenai
peluang dan tantangn penggunaan teknologi digital media terhadap
ideologi femininitas.
1. Digital media membantu penyebaran kampanye dan program-
program yang berpihak pada kepentingan perempuan
2. Digital media dapat dijadikan sebagai medium untuk
menegosiasikan posisi perempuan dalam gender power relations
sehingga perempuan memiliki power yang setara dengan laki-
laki
3. Digital media dapat menjadi sumber informasi yang dapat
membantu perempuan untuk memperkuat women’s agency
sehingga perempuan dapat memilih apa yang terbaik untuk
dirinya tanpa adanya intervensi-intervensi dari sistem patriarki
4. Digital media dapat menjadi sarana semakin mudahnya eksploitasi
tubuh perempuan yang kemudian membuat perempuan dianggap
dan juga bahkan mengganggap dirinya hanyalah objek seksual.
5. Digital media mendukung kontruksi makna cantik yang
menggiring persepsi publik tentang perlunya seorang perempuan
menjadi cantik ala ras Kaukasoid yang jika terus menerus dapat
membentuk konsep diri ‘cantik adalah segalanya’.
6. Digital media dapat memperluas perilaku seksis dan misoginis
yang merendahkan perempuan yang seringkali tidak disadari
baik oleh perempuan itu sendiri karena dianggap ‘biasa’.
328 — G.E.N.C.E.
Oleh karena itu sangat diperlukan kerjasama dari setiap kalangan
untuk membuka wawasan tentang pentingnya perjuangan dan gerakan
feminisme dalam mendobrak sistem patriarki—yang sekali lagi saya
tekankan bahwa terlepasnya masyarakat dari belenggu patriarki
bukan saja hanya akan menguntungkan bagi perempuan namun juga
bagi laki-laki. Bebasnya masyarakat dari kesenjangan gender akan
meningkatkan potensi setiap individu baik perempuan dan laki-
laki karena gerik-geriknya tidak akan lagi dikonstruksi berdasarkan
gender, namun berdasarkan kapabilitas dan kemampuannya.
Seperti yang diungkapkan oleh Wajcman (2009) pemikiran politis
feminis tentang teknologi merupakan kunci untuk mencapai kesetaraan
gender. Pada akhirnya jika teknologi digital media dapat digunakan
secara maksimal untuk memberdayakan ideologi-ideologi feminisme,
maka nilai GII akan menurun dan nilai HDI dapat meningkat yng
mengindikasikan terdapatnya penumbuhan tingkat kemakmuran
negara, yang sekali lagi menguntungkan bagi seluruh rakyat baik
perempuan dan (tentunya) laki-laki.
Referensi
Diarsi, M. (1996). It’s Not Only to Say to Patriarchy: Feminism in
Women’s Movement in Indonesia 1990s. Asian Journal of
Women’s Studies, 2(1), 158–169. http://doi.org/10.1080/12259
276.1996.11665780
330 — G.E.N.C.E.
[15]
SMART TOURISM
Pendekatan Digital dalam Mengelola Objek dan
Perjalanan Wisata beserta Sektor Pendukungnya
Oleh Tauhid Nur Azhar
***
Pengalaman traveling penulis ke berbagai destinasi, baik yang
mainstream maupun ekstrem memberikan gambaran bahwa mengelola
pengalaman ini sangat unik sekaligus sangat menarik. Siapa dulu yang
menyangka bahwa sawah bersubak di Tegal Lalang yang merupakan
kearifan lokal akan menjadi destinasi wisata yang mendunia? Siapa yang
menyangka foto diri di puncak bukit pulau Padar yang berbatu kemerahan
dan gersang akan menjadi bagian dari variabel penting eksistensi diri
di media sosial. Siapa mengira sebuah pantai sepi di pulau Seram yang
bernama Ora akan memiliki sebuah resort apung bernuansa natural
yang diperebutkan orang sedunia hingga harus dibooking jauh-jauh hari.
Banyak contoh lainnya, mulai dari Nihiwatu, Raja Ampat, Pantai Liang,
gusung pasir Morotai, sampai sate gurita di Sabang bisa menarik orang
berumah ribuan kilometer untuk datang menyambangi.
Budaya melancong dan pelesir memang merupakan bagian tak
terpisahkan dari perjalanan ke dalam diri yang jika digambarkan mirip
judul film The Pursuit of Happiness yang dibintangi Will Smith. Pemuasan
fungsi kognitif terhadap sensasi keindahan multisensori inilah yang harus
dikelola oleh manajemen wisata di suatu area. Bukan hanya sekedar
bentang alam dan budaya, tapi total rasa. Betapa Jogja-Solo, dan juga
sebagian besar kota-kota di Eropa yang punya keunggulan komparatif
berupa warisan budaya dalam berbagai bentuk tinggalan arsitektural
bersejarah, meski sedemikian luar biasa bangunan dan warisan budayanya
masih harus mengembangkan sektor penunjang agar soal pengalaman
berbasis multi rasa ini dapat dialami secara paripurna.
Maka, Bali bukan hanya Kecak, Pendhet, Pura, dan pantai-pantai
putih berair jernih biru turquoise saja, tapi juga harus punya resort,
332 — G.E.N.C.E.
bandara, dan rumah sakit yang tidak hanya memudahkan dan memberi
kenyamanan wisatawan, tetapi juga mampu memberikan rasa aman.
Tetapi memang, soal rasa ini memang rumit sedemikian rupa. Ada
kalanya wisatawan (contoh saya sendiri) menginginkan fasilitas luxury
bak raja seperti resort kelas dunia di Maldives yang sampai menyediakan
pesawat amfibi/sea plane untuk antar jemput tetamunya. Makanan
berkelas seperti caviar Beluga dari Ukraina, salmon terbaik Norwegia, dan
keju biru Perancis harus tersedia. Spa Sauna juga gym dan kolam renang
berair asin harus ada. Meski di daerah tropis udara harus tetap silir
semilir. Demikian juga saat di Hallstatt atau Aspen Colorado yang bersalju
dengan suhu minus sepuluh di bawah nol, inginnya tetap hangat dan bisa
tidur nyaman meringkuk seperti bayi dalam kandungan. Itulah manusia.
***
334 — G.E.N.C.E.
Pertanyaan terkait dengan judul artikel ini, apakah ekosistem digital
dapat memfasilitasi pengalaman berwisata yang mampu memuaskan
multi indera dan sekaligus menghadirkan kepastian serta rasa aman?
Dengan konsep yang diusung oleh Prof. Yanuar di atas maka fungsi kontrol
dan akurasi senyata (real time) semestinya dapat menjembatani pelaku
usaha wisata dan wisatawan sebagai pelanggannya. Pengalaman indah
saya tinggal selama dua hari di rumah apung di Dal Lake di ketinggian
1 mil di atas permukaan laut, dengan panorama dikelilingi pegunungan
bersalju akan terasa lebih sempurna jika ada kepastian tentang berbagai
hal terkait dengan keselamatan dan kenyamanan. Perkembangan
teknologi digital saat ini sudah sampai pada kemudahan layanan akses
transportasi dan akomodasi serta cara pembayaran.
Sebagai contoh adalah aplikasi lokal, Traveloka, yang selalu saya
gunakan untuk mencari tiket pesawat, kereta api, hotel, sampai membeli
paket internet luar negeri, dan transportasi dari dan ke bandara, bahkan
membayar asuransi BPJS. Semua menjadi sangat mudahnya. Bahkan
saat ini tidak lagi bersifat domestik, tetapi sudah memasuki area global.
Sebagai contoh, saya yang tinggal di Bandung ingin berwisata di destinasi
baru di New Soho Jakarta Barat, Jakarta Aquarium. Maka, saya akan
mencari tiket kereta api Argo Parahyangan ekonomi Premium yang
nyaman dan berharga murah. Proses pesan dan beli dapat saya lakukan
di aplikasi. Demikian pula pembayaran, karena ada fasilitas Sakuku , atau
seperti saya, gunakan aplikasi mobile banking. Usai proses pesan dan beli
tiket kereta, kita lanjutkan mencari penginapan, silahkan pilih, pesan ,dan
bayar. Siapkan juga transportasi lokal dan belilah di aplikasi yang sama
tiket masuk wahana.
Semua mudah dan karena tidak memerlukan proses yang panjang
maka utilisasi asset pelaku bisnis wisata juga menurun hingga terciptalah
efisiensi. Diskon tiket pun dapat diberikan. Berbekal sebuah hape saya
dapat liburan sekeluarga selama dua hari di ibukota dengan harga
terjangkau dan rasional (objektif) serta mendapatkan semua fasilitas
sesuai dengan apa yang saya bayar. Di sisi lain, ketidakpastian (uncertainty)
seperti harga yang fluktuatif subjektif dan disinformasi produk yang
kadang menimbulkan kekecewaan akan dapat diminimalisir. Sebaliknya,
aplikasi dengan single solution termasuk fitur pembayaran (fintech) juga
dapat mengefisienkan proses produksi pelaku bisnis wisata.
***
Maka, kini diperlukan inovasi yang dapat merangkum kebutuhan
wisatawan dan pelaku bisnis wisata terhadap objektivitas informasi
e.g lokasi, cara mencapainya, kemudahan mengatur perjalanan sampai
di lokasi, akomodasi, edukasi terkait objek wisata, makanan, dan juga
suvenir.
Saya membayangkan gabungan fungsi dan fitur Traveloka dengan
GoJek dan Tokopedia tapi dapat bersifat lokal dan khusus pada ranah
wisata (tourism). Sederhananya begini, saya ingin pergi ke sebuah pulau
336 — G.E.N.C.E.
eksotik lalu saya memesan airlines, memilih kursi dan opsi khusus lainnya
(misal makanan halal), mengatur penjemputan di bandara (bisa dengan
kendaraan warga lokal, sepeda, atau mungkin becak dan delman), jika saya
puas dengan layanannya saya dapat memberi tip digital (seperti GoJek),
belajar tentang sejarah dari situs budaya di pulau tersebut, mengatur
transportasi lokal saya lewat aplikasi dan dicarikan alternatif paling
efisien untuk melakukan kunjungan ke beberapa destinasi sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan kita serta kemungkinan yang bisa dilakukan.
338 — G.E.N.C.E.
Sederhananya aplikasi wisata cerdas berbasis masyarakat ini seperti
jejaring sosial media per lokasi yang dapat dicari melalui map di menu
dan setiap akun yang dipublish dapat menampilkan produk dan jasa yang
mereka miliki. Karena aplikasi ini memiliki fitur fintech, proses pemesanan
dan pembayaran pun dapat dilakukan online dan kita tidak merasa tertipu
karena kemahalan. Ekonomi kerakyatan akan bangkit. Semua orang akan
menciptakan keunggulan kompetitifnya masing-masing. Resep-resep
tradisional nan tua akan kembali dan disajikan sebagai kekhasan.
Ini mungkin mirip dengan konsep aplikasi Madhang milik Mas
Kaesang Pangarep. Di mana kita bisa memilih dan membeli masakan
rumahan dari ibu-ibu rumah tangga yang memiliki akun di aplikasi.
Bayangkan jika kita datang ke sebuah pulau dan dijemput dengan bendi
atau sado warga, makan siang di pantai dengan bekal dari masakan
tradisional yang lezat dan menginap di rumah panggung yang nyaman
tanpa khawatir dengan pungli dan tip yang kebanyakan.
Keuangan liburan
menjadi terkontrol dan
terukur. Masyarakat
destinasi wisata akan
menggeliat roda
ekonominya dan
tentu akan terjadi
“multiplier effect” pada
sektor-sektor lain
yang terimbas seperti
nelayan, dan lainnya.
Keterangan Gambar:
Beberapa konsep pengembangan wisata cerdas berdasar penelitian
yang mengacu pada aplikasi sistem cerdas (cognitive computing, deep
learning, natural linguistic program, dan AI). Pendekatan yang dilakukan
komprehensif dan mengakomodir aspek gender dan budaya.
340 — G.E.N.C.E.
BAGIAN 4
Peradaban Digital,
Aneka Permasalahan
dan Solusinya
(1)
Budaya Digital dan Perubahan Perilaku
Oleh Supra Wimbarti
342 — G.E.N.C.E.
berjalan dimulai di awal abad 21 yang ditandai dengan kecerdasan
buatan (artificial intelligence), big data, robot, dan hal-hal lain yang
sekarang belum ada. Gambar 1 menunjukkan perjalanan perubahan
tersebut.
344 — G.E.N.C.E.
ini sudah menjadi peradaban baru manusia. Peradaban baru dalam
berkomunikasi ini ditandai dengan mudahnya alat komunikasi tingkat
tinggi didapatkan dan diakses oleh banyak orang, murah dan tidak
membutuhkan bertemu langsung dengan lawan komunikasinya.
Karakteristik teknologi informasi dan komunikasi memberikan
kesempatan bagi setiap orang termasuk anak dan remaja untuk mengisi
waktu-waktu luangnya (walau hanya sedikit) dengan cara-cara yang
mereka sukai.
Keberadaan internet memang seperti pisau berujung dua dan
disikapi oleh masyarakat, terutama orangtua dengan positif dan
negatif. Terhadap internet ini orangtua memandang berbahaya bagi
anak-anak, meracuni pikiran anak dengan isi internet yang tidak sesuai
dengan usia anak. Namun di sisi lain, anak Jaman Now bila tidak
mengenal internet akan terugikan secara kognitif dan sosial, sebab dari
internet anak bisa mendapatkan stimulasi kognitif dan mendapatkan
teman baru.
Kajian yang dilakukan oleh Johnson (2010) ternyata mengamini
pendapat ini, anak-anak sekolah yang menggunakan internet
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan internet, ternyata
kemampuan membacanya lebih bagus dan rerata nilai akademiknya
lebih tinggi saat diukur lagi 6 bulan, 12 bulan, dan 16 bulan kemudian.
Ini menandakan penggunaan internet oleh anak mempunyai dampak
positif terhadap prestasi belajar dalam kurun waktu yang cukup lama.
Mengapa demikian? Anak yang sering mengakses internet dihadapkan
pada fitur-fitur yang ada di layar yang juga sering terdapat pada buku
bacaan. Kebiasaan berinteraksi dengan fitur internet membuat anak
familiar dengan tulisan maupun simbol-simbol yang banyak dijumpai
di buku bacaan. Penggunaan internet menstimulasi proses kognitif
yang terlibat dalam menginterpretasikan teks yang sedang dibaca,
termasuk di dalamnya adalah proses metakognitif yang terjadi. Proses
metakognitif yang dimaksud adalah merencanakan, strategi untuk
mencari, dan mengevaluasi informasi yang didapat. Ketiga kegiatan
itu adalah hal penting saat berselancar di website. Di saat menggunakan
internet, selain jari-jari tangan, mata pengguna juga memegang
peranan penting. Pemakaian internet oleh anak-anak ternyata juga
membantu meningkatkan perkembangan kognitif mereka. Penelitian
346 — G.E.N.C.E.
Subsistem teknoekologi yang merupakan lingkungan mikrosistem
yang langsung dihadapi anak bersifat hidup dan tak hidup. Lingkungan
hidup misalnya teman-temannya, dan lingkungan tak hidup termasuk
alat-alat komunikasi, informasi, dan teknologi untuk rekreasi (televisi,
telpon, e-book, komputer, internet, dan sebagainya). Semakin komplek
subsistem yang dihadapi oleh anak, maka anak membutuhkan
proses kognitif yang makin komplek juga. Internet dalam hal ini,
memungkinkan anak dan orang dewasa untuk menjangkau informasi
yang komplek, internet menjadi jembatan antara diri individu dengan
dunia luar yang menuntut proses yang lebih luhur.
Orangtua dan guru adalah kelompok yang mencemaskan
penggunaan internet anak-anak dan remaja. Psikolog khususnya,
mengkhawatirkan kalau penggunaan internet yang berlebihan di
antara anak dan remaja akan mengganggu kesejahteraan subyektif
mereka. Mereka yang memakai internet berlebihan banyak dilaporkan
mempunyai kesejahteraan subyektif yang rendah, misalnya munculnya
depresi dan jauh dari kehidupan sosial yang wajar. Australia sebagai
negara maju, mempunyai warganegara dewasa pengguna internet
sebanyak 83%; di antara remaja Australia yang berumur 15–17 tahun,
97% nya adalah orang-orang yang rajin ber-online-ria. Ini prosentase
yang lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat (93%) dan Eropa
(86%). Di negara kanguru ini ternyata ada hasil penelitian menarik
yang dilakukan oleh Posso di tahun 2016, yaitu pelajar yang memakai
waktunya di atas rata-rata sibuk dengan media sosialnya ternyata
prestasi matematikanya di bawah rata-rata. Sebaliknya, mereka yang
sibuk dengan game internet bisa mencapai nilai matematika di atas
rata-rata!
Penggunaan internet untuk bermain game online, offline, atau
media sosial tidak akan membuat cemas masyarakat luas bila tidak ada
dampak negatifnya. Kekhawatiran tersebut nampaknya riil bila sudah
meninjau informasi berikut ini. Survey yang melibatkan 23.533 orang
dewasa menunjukkan mereka yang kecanduan memakai internet
ternyata menunjukkan gangguan mental. Munculnya gejala ADHD,
obsesif kompulsif, cemas dan depresi biasa terlihat di antara orang-
orang ini. Apakah ada variasi dampak penggunaan itu antara pria
dan wanita? YA! Pengguna laki-laki ternyata berkaitan kuat dengan
348 — G.E.N.C.E.
Pada jaman manusia di bumi ini masih hidup pada masa mencari
makan dengan berburu, menangkap ikan, dan bercocok tanam, tentu saja
telpon, televisi, apalagi internet, belum ada. Pada masa itu komunikasi
langsung dan cepat amat diperlukan untuk keberlangsungan hidup.
Adanya tanda-tanda akan ada banjir, binatang buas datang, penyakit
menular dan semacamnya, yang mengancam keberlangsungan hidup
diri atau komunitasnya harus diketahui seawal mungkin. Setiap orang
dewasa harus selalu dalam keadaan waspada, tidak boleh ketinggalan
berita, karena ketinggalan berita dapat berarti ancaman bagi hidup
seseorang atau komunitas (suku). Setiap orang dewasa selalu ingin
tidak ketinggalan mengetahui keadaan setiap saat.
Fenomena ini disebut fear of missing out (FoMO). Komunikasi
secara oral relatif tidak banyak berubah, namun komunikasi tertulis
berkembang amat pesat terutama dengan munculnya Social Networking
Sites (SNS). Facebook digunakan oleh 1,74 juta orang di seluruh
dunia dan merupakan platform yang terpopuler. Karena jejaring
online menggunakan Facebook, Instagram, Twitter atau pelayanan
pengiriman berita menjadi amat popular di antara anak dan remaja,
maka konsekuensi anak dan remaja mengalami FoMO amat besar.
FoMO masih ada pada jaman now ini, tetapi dalam bentuk yang
berbeda. Stimulusnya berbeda, sumber dari ketakutan ini berbeda.
Jaman sekarang sumber dari FoMO adalah sosial media. Dalam sepuluh
tahun terakhir ini fenomena FoMO begitu merebaknya sehingga istilah
ini dimasukkan ke dalam Oxford Dictionary di tahun 2013. Kamus itu
menerjemahkan FoMO sebagai munculnya kecemasan yang dialami
seseorang bila ia ketinggalan berita menarik yang terjadi dimana saja,
terutama di media sosial. Orang yang mengalami FoMO, ingin selalu
terhubung dengan media sosial untuk mengetahui apa yang terjadi
pada kenalan-kenalannya, apa yang mereka kerjakan, kemana mereka
pergi, dengan siapa, bagaimana suasananya. Orang seperti merasa
tidak mau ketinggalan, selalu harus ada dengan siapa saja, dimana
saja. Tidak betah dalam keadaan sendiri. Bila tidak terhubung dengan
kenalannya dia akan merasa gelisah. Selalu memastikan bahwa
ponselnya ada di dekatnya, setiap ada notifikasi selalu tergesa-gesa
untuk membukanya.
350 — G.E.N.C.E.
Instagram, Majalah Time (MacMillan, 2017) melaporkan bahwa
berdasarkan penelitiannya terhadap 1.500 remaja dan orang dewasa
awal, Instagram ternyata adalah media sosial yang terburuk, ditilik
dari sudut pandang kesehatan mental. Instagram memang dipuji
sebagai lahan untuk expresi diri dan identitas diri, akan tetapi juga
berkaitan dengan tingginya kecemasan, depresi, bullying, dan FoMO.
Berbeda dengan Instagram, YouTube diakui sebagai media sosial yang
mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan penggunanya.
FoMO pada dasarnya adalah emosi ketakutan. Bila ini berkenaan
dengan emosi, maka dimanakah secara neuropsikologis FoMO ini
berada di otak? Amigdala, bagian dari sistem limbik di otak adalah
sumber dari emosi dan ingatan jangka panjang. Amigdala memberi
sinyal kepada otak untuk flight atau fight ketika orang merasa terancam
atau tidak aman.
Fenomena FoMO hampir mirip dengan perasaan adanya
pengucilan atau eksklusi sosial. Saat seseorang mengalami FoMO,
otak akan menghantarkan sinyal stres mirip saat seseorang mengalami
pengucilan dari aktivitas. Individu yang mengalami ekslusi sosial
mengalami kenaikan aktivitas di otak yang berkaitan dengan rasa
sakit. Saat seseorang merasa dikucilkan, korteks singulat anterior dan
korteks prefrontal ventral kanan menjadi aktif. Saat merasa distres
seperti perasaan dikucilkan, korteks singulat anterior berfungsi
sebagai “sistem alarm” yang membuat otak menjadi waspada selama
perasaan dikucilkan tersebut muncul. Hal ini menunjukkan bahwa
saat seseorang merasa terkucil, badan orang itu bereaksi seperti saat
dia merasakan sakit. Terkait dengan FoMO, orang merasa dia terkucil
dari orang-orang lain, perasaan terkucil ini menimbulkan kecemasan
dan distres saat dia tahu bahwa orang-orang lain beraktivitas bersama-
sama, sedangkan dia tidak ikut (Lopera, 2016).
Bagaimana sekarang jalan keluar dari FoMO? Kerapkali penyebab
FoMO adalah ketidakbahagiaan hidup. Untuk menjadi bahagia, orang
berusaha mencari kebahagiaan itu dari luar dirinya. Disarankan orang
yang mengalami FoMO untuk menemukan kebahagiaan dari dalam
dirinya. Memulai dengan diri sendiri, yaitu dengan memberikan
Perhatian. Berikan perhatian lebih pada aktivitas sekolah, pada
352 — G.E.N.C.E.
kekerasan anak dan remaja mengakibatkan turunnya kemampuan
prososial, empati dan keterlibatan moral dalam perilaku anak dan
remaja. Anak menjadi seperti robot yang tanpa perasaan, kasar, yang
akhirnya menggunakan cara keras untuk menyelesaikan masalah.
Sebuah lingkaran kekerasan yang dipicu oleh menonton dan bermain
game video keras. Dalam tesisnya akhir-akhir ini Prisca Anindya Dewi
(2018) menemukan bahwa kecanduan bermain game video berkaitan
erat dengan munculnya agresivitas pada remaja laki-laki. Namun
demikian bila orangtua berperan aktif sebagai mediator anak dalam
bermain game video, agresivitas anak dapat dihindari.
Menilik banyaknya dampak negatif dari pemakaian internet
yang tidak bijaksana menimbulkan pertanyaan yang menggelitik.
Sebetulnya, bagaimana sih temperamen atau kepribadian dari orang-
orang yang kecanduan internet? Kecanduan internet sendiri banyak
dipertanyakan, apakah dampak pada orang yang kecanduan internet
sama dengan kecanduan obat-obatan (narkoba) atau kecanduan sex?
Kecanduan internet mempunyai karakteristik sebagai aktivitas yang
terus menerus dengan dunia maya, tergantung berlebihan ke dunia
maya, dengan disertai perubahan mood, kurang toleran, menarik
diri dan sifatnya kambuhan (muncul kembali, kambuh). Kecanduan
internet juga dianggap sebagai perilaku kecanduan seperti kecanduan
menonton televisi, kecanduan game video, dan berjudi yang patologis
(Lee & Jung, 2012). APA sendiri memasukkan diagnosis terkait
penggunaan internet sebagai bermain game video online dan tidak
berminat pada hal-hal lain; mengalami gangguan klinis atau distres
sebagai akibat dari bermain game internet yang berlebih-lebihan;
mengalami dampak negatif dalam kehidupan akademis maupun
kerja karena tersitanya waktu untuk bermain video online atau game
komputer; dan mengalami gejala menarik diri (withdrawl) bila tak bisa
mendapatkan akses ke game online (APA, 2013). Yang termuat dalam
DSM-5 tidak termasuk fenomena seperti orang yang menghabiskan banyak
waktu dengan internet, masalah yang berkaitan dengan bermain game online
atau banyak memakai media social seperti Facebook.
Remaja yang bermasalah dalam penggunaan internet (Problematic
Internet User = PIU) dibandingkan dengan remaja yang bermasalah dalam
penggunaan obat-obatan (Problematic Drug Users = PDU) ternyata
Penutup
Penggunaan internet yang merupakan jelmaan dari revolusi industri
level 4 disikapi bermacam-macam oleh orangtua dan profesional (guru,
dokter, psikolog dan sebagainya). Meskipun internet menunjukkan
pengaruh yang positif bagi kemampuan kognitif manusia termasuk
dalam kemampuan matematika, namun ternyata dampak negatifnya
terhitung lebih banyak. Hal ini membutuhkan kewaspadaan bagi
para penggunanya. Sebetulnya internet juga mempunyai daya rusak
yang tinggi terhadap kehidupan masyarakat, terutama media sosial.
Terjadinya kesalahpahaman, terjadinya pengiriman berita palsu (hoax)
melalui media sosial adalah dampak negatif dari penggunaan internet,
yang berpotensi mempunyai daya rusak besar terhadap suatu bangsa.
Sayang kajian tentang hoax ini tidak akan dilakukan di sini.
Kenyataan bahwa penggunaan internet terutama game internet
mempunyai daya rusak pada penggunanya, yang disejajarkan dengan
kerusakan akibat kecanduan yang lain, maka keluarga, sekolah, dan
institusi tempat kerja perlu melakukan deteksi dini dan mengupayakan
pertolongan bagi anggotanya yang sudah kecanduan. FoMO perlu
disikapi dengan bijak, karena adanya FoMO menunjukkan kehidupan
yang tidak bahagia. Karena anak-anak pra remaja di Indonesia banyak
yang telah menggunakan internet, maka pendampingan terhadap
mereka perlu dipikirkan. Propaganda Kesehatan Mental di sekolah
yang berkenaan dengan penggunaan internet bisa dikembangkan
untuk prevensi kecanduan game internet. Ramdhani (2016) menyatakan
bahwa terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy) seperti self
354 — G.E.N.C.E.
talk, dan mindfulness dapat dilatihkan untuk menambah kemampuan
orang mengontrol dirinya terutama dalam penggunaan internet yang
berlebihan.
Daftar Referensi
Abdullah, M. 2017. The Relationship between Internet Addiction and
Temperament among Children and Adolescents. Psychol Behav Sci
Int J. Volume 5 Issue 5.
DOI: 10.19080/PBSIJ.2017.05.555674.
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders fifth edition DSM-5. Arlington. doi:
10.1176/appi.books.9780890425596.744053
Andreassen, C; Billieux, J; Griffiths, M; Kuss, D; Demetrovics, Z;
Mazzoni, E; Pallesen, S. 2016. The Relationship between Addictive
Use of Social Media and Video Games and Symptoms of Psychiatric
Disorders: A Large-Scale Cross-Sectional Study. Psychology of
Addictive Behaviors, Vol. 30, No. 2, 252–262 0893-164X/16/$12.00
http://dx.doi.org/10.1037/adb0000160.
Dewi, P. 2018. Peran Adiksi Video Game Terhadap Agresivitas Yang
Dimoderatori Oleh Persepsi Terhadap Mediasi Orangtua Pada
Masa Anak-Anak Akhir Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Fuster, H; Chamarro, A; & Oberst, U. 2017. Fear of Missing Out, online
social networking and mobile phone addiction: A latent profile
approach. Aloma, 35(1), 23-30.
Johnson, G. 2010. Internet Use and Child Development: Validation
of the Ecological Techno-Subsystem. Educational Technology &
Society, 13 (1), 176–185.
Johnson, G., & Puplampu, P. 2008. A conceptual framework for
understanding the effect of the Internet on child development:
The ecological techno-subsystem. Canadian Journal of Learning and
Technology, 34, 19-28.
356 — G.E.N.C.E.
(2)
Adiksi Internet
Pendahuluan
Internet telah merevolusi dunia sejak ditemukan pertama kali tahun
1960-an. Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan internet
bertumbuh dengan pesat dan menjadi hal yang penting dalam
kehidupan manusia. Saat ini internet menjadi alat bantu utama
untuk bekerja dan kegiatan sosialisasi sehingga tanpa disadari
individu menghabiskan banyak waktu untuk menggunakan internet.
Peningkatan angka penggunaan dan popularitas penggunaan internet
ternyata menyebabkan konsekuensi positif dan negatif. Akhir-akhir
ini, terdapat pertambahan jumlah laporan mengenai konsekuensi
negatif dari penggunaan internet yang berlebihan.1,2
Perkembangan teknologi dan pola hidup tersebut menyebabkan
adanya pengelompokan generasi. Individu yang lahir antara tahun
1977 dan 1997 (Generasi Y) disebut generasi milenial. Generasi Z
(generasi net, gen I (internet), gen 911, atau gen M (multi tasking) adalah
generasi yang lahir pada tahun 1990 dan awal tahun 2000. Generasi
Z tumbuh dengan internet dan merupakan penerima langsung dari
perkembangan teknologi modern. Individu yang termasuk dalam
generasi ini tumbuh dengan komputer rumah, internet, video games,
dan berbagai gadget lainnya. Oleh karena itu, secara asadar mereka
menjadi tergantung terhadap internet, email, media sosial dan lainnya.2
Beberapa potensi penyalahgunaan internet selain adiksi (dengan
perilaku ketergantungan dan toleransi yang tidak dapat dikontrol)
adalah internet stalking, kekerasan seksual, perudungan, judi online,
akses situs pornografi, sexting, dan masih banyak lagi.2 Berdasarkan
banyaknya hal negatif yang dapat diakibatkan dari adiksi internet,
maka perlu adanya pembahasan mengenai adiksi internet dan cara
mengatasinya.
358 — G.E.N.C.E.
Epidemiologi
Rentang epidemiologi dari adiksi internet atau penggunaan patologis
beragam, rata-rata berkisar antara 1.5-8.2%.2 Pada tabel 1 didapatkan
perbandingan epidemiologi dari adiksi internet.2,4
Gambar 1.
Area otak yang menunjukkan perbedaan individu dengan Adiksi Internet
dibandingkan dengan kelompok kontrol saat menang. a: Individu dengan adiksi
internet menunjukkan aktivasi girus frontal superior kiri yang lebih kuat dibandingkan
kelompok kontrol saat menang. b: Gambar Beta dari girus frontal superior kiri saat
menang dan kalah. Gambar menunjukkan perbedaan disebabkan peningkatan aktivitas
otak pada individu dengan adiksi internet saat menang.
Gambar 2.
Area Otak yang menunjukkan perbedaan individu dengan Adiksi Internet dibandingkan
dengan kelompok kontrol saat kalah. a: Individu dengan adiksi internet menunjukkan
aktivasi girus frontal superior kiri yang lebih kuat dan penurunan aktivasi di Posterior
Cingulate Cortex (PCC) dibandingkan kelompok kontrol saat kalah. b: Gambar Beta
menunjukkan perbedaan pada girus frontal superior kiri disebabkan penurunan sinyal
bold saat kalah pada kelompok kontrol. Perbedaan pada gambaran PCC disebabkan
oleh penurunan aktivasi otak saat kalah pada individu dengan adiksi internet.
360 — G.E.N.C.E.
Individu dengan adiksi internet merupakan individu yang
rentan dengan perilaku kekerasan. Beberapa bagian yang memegang
peranan penting dalam perilaku agresi adalah korteks prefrontal dan
sistem limbik yang juga merupakan bagian yang berhubungan dengan
gangguan adiksi internet.6
Penelitian yang dilakukan oleh Zhou7 terhadap 18 remaja
dengan menggunakan Voxel Based Morphometry (VBM) menunjukkan
individu dengan adiksi internet memiliki gray matter density (GMD)
yang lebih rendah di area korteks cingulate anterior kiri, korteks
cingulate posterior kiri, insula kiri, dan girus lingual kiri, bagian
otak yang diketahui memegang peranan penting pada perilaku
adiksi.7 Penelitian lain dengan menggunakan VBM yang dilakukan
oleh Yuan8 menunjukkan perubahan gray matter volume pada korteks
prefrontal dorsolateral bilateral, supplementary motor area, dan korteks
orbitofrontal yang berhubungan dengan durasi adiksi internet. Adiksi
internet dapat menyebabkan perubahan struktur otak yang pada
akhirnya berdampak terhadap disfungsi kronik.
Penelitian yang dilakukan oleh Dong9,10 terhadap 15 orang individu
dengan adiksi internet dan 15 kontrol dengan menggunakan fast stroop
task menunjukkan bahwa individu dengan adiksi internet memiliki
peningkatan aktivitas di korteks cingulate anterior dan penurunan
aktivasi di korteks orbitofronral. Penelitian ini menyimpulkan adanya
hendaya dalam kemampuan error-monitoring pada individu dengan
adiksi internet.
Neuromodulator
Sistem dopamin mempengaruhi perilaku dan proses reward. Perilaku
adiktif sering kali menunjukkan peningkatan kadar dopamin di
nukleus akumbens. Penelitian pencitraan dengan Single Photon
Emission Computed Tomography (SPECT) yang dilakukan oleh Hou
terhadap 5 orang individu dengan adiksi internet dan 9 kontrol
sehat menunjukkan tingkat ekspresi DAT menurun secara signifikan
pada individu adiksi internet, membuktikan adanya disfungsi sistem
dopaminergik otak pada individu dengan adiksi internet.6,10,11
Diagnosis
Hingga saat ini belum ada kriteria diagnosis dan alat/kuesioner
untuk mendiagnosis pasti adiksi internet. Kriteria diagnosis merujuk
kepada kriteria diagnosis secara umum. Beberapa kriteria umum yang
digunakan sebagai landasan untuk menentukan adanya perilaku
adiksi internet adalah perilaku kompulsif yang menonjol, merubah
alam perasaan, hasil luaran perilaku negatif, terdapat toleransi, gejala
withdrawal, konflik, relaps, dan berdampak terhadap kehidupan sosial,
keuangan, dan pekerjaan.1-3
Beberapa alat dikembangkan untuk membantu diagnosis adiksi
internet, salah satunya adalah Internet Addiction Scale (IAS), CHEN IAS,
Brenner Internet-Related Addictive Behavior Inventory, Chinese Internet-
Related Addictive Behavior Inventory Version II (C-IRABI-II), Goldberg
Internet Addictive Disorder Scale, Pathological Internet Scale (Morahan-
Martin), young Diagnostic Questionnaire.2
362 — G.E.N.C.E.
Pendekatan perilaku-kognitif yang dikembangkan oleh Davis,
membedakan dua jenis penggunaan internet patologis, yakni Specific
Pathological Internet Use (SPIU) dan Generalized Pathological Internet
Use (GPIU). Selain itu untuk mengembangkan teori kognitif dari
penggunaan internet patologis, diperkenalkan dua konsep seperi
penyebab yang berkontribusi secara distal dan proksimal. Penyebab
distal adalah psikopatologi yang mendasari (depresi, cemas,
penyalahgunaan zat) dan penguatan perilaku (tersedia di internet
sendiri melalui pengalaman dari fungsi baru dan cues situasional yang
berkontribusi terhadap respon terkondisikan). Penyebab proksimal
mungkin melibatkan kognisi maladaptif yang dipandang sebagai
kondisi yang cukup potensi untuk mengarah pada GPIU dan SPIU dan
juga menyebabkan serangkaian gejala yang terkait dengan penggunaan
Internet patologis.3
Hal penting dalam mendiagnosis adiksi internet adalah
membedakan antara adiksi internet dan penggunaan internet berlebih.
Pada adiksi internet, harus didapatkan gejala utama dari perilaku
adiksi, yaitu, perilaku kompulsif yang menonjol, perubahan mood,
gejala toleransi, gejala withdrawal, konflik, relaps, dan gangguan fungsi.
Individu dengan gangguan penggunaan internet berlebih hanya
menunjukkan beberapa gejala perilaku adiksi. Selain itu gangguan
fungsi pada penggunaan internet berlebih tidak seberat gangguan
fungsi pada adiksi internet.3,4
364 — G.E.N.C.E.
Pada remaja, network emosi menunjukkan prevalensi struktural
dan fungsional yang melebihi network judgement pada tahun-tahun
awal fase remaja hingga usia 18 tahunan. Dominasi dari network emosi
dimanifestasikan oleh hiperaktivitas sistem limbik, yang berdampak
pada kecenderungan untuk mengambil tindakan berisiko, tanpa
pertimbangan, tindakan berbahaya. Tahap perkembangan maturasi
ini menunjukkan besarnya keterlibatan emosi pada pengambilan
keputusan remaja, seperti dapat dilihat pada gambar 3.16-18
Terapi
Farmakoterapi
Pemberian terapi farmakoterapi terutama diberikan untuk mengatasi
komorbiditas yang menyertai adiksi internet. Beberapa obat yang dapat
digunakan adalah golongan antidepresan (escitalopram, citalopram,
bupoprion), antipsikotik (olanzapine, quetiapine, quetiapine kombinasi
dengan citalopram), antagonis receptor opioid (naltrexone 150 mg per
hari kombinasi dengan sertraline), psikostimulan (methylphenidate),
antagonis glutamate (memantine).19
Non farmakoterapi
Beberapa terapi nonfarmakoterapi yang dapat dilakukan untuk adiksi
internet adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT). CBT memiliki
bukti yang cukup baik dalam tata laksana adiksi.19 Cognitive Behavioral
366 — G.E.N.C.E.
Gambar 5. Integrasi elemen CBT-IA dengan Pendekatanmodel I-PACE13
Terapi lain yang efektif adalah multi family group therapy (MFGT).
Penelitian yang dilakukan di China terhadap 92 orang menunjukkan
bahwa 6 sesi MFGT membantu menurunkan adiksi internet dan
proses maintenance therapy (100 versus 11.1%, p<0.001). Mekanisme
yang mendasari efektivitas MFGT adalah peningkatan komunikasi,
kelekatan, dan kedekatan antara orang tua dan anak, pemenuhan
kebutuhan psikologis sebagai hasil peningkatan komunikasi dan
kelekatan orangtua-anak. 21
Kesimpulan
Internet memiliki banyak manfaat dalam membantu kehidupan
manusia namun penggunaannya yang berlebihan dapat menimbulkan
risiko untuk terjadinya adiksi yang akan menimbulkan gangguan
proses berpikir dan perilaku. Deteksi dan penanganan adiksi internet
perlu dilakukan secara dini untuk menghindari konsekuensi yang
merugikan. ***
368 — G.E.N.C.E.
11. Hou H, Jia S, Hu S, Fan R, Sun W, Sun T, et al. Reduced Striatal
Dopamine Transporters in People with Internet Addiction
Disorder. Journal of Biomedicine and Biotechnology. 2012;2012.
12. Liu M, Luo J. Relationship between peripheral blood dopamine
level and internet addiction disorder in adolescents: a pilot study.
International journal of clinical and experimental medicine.
2015;8(6):9943-8.
13. Young KS, Brand M. Merging Theoretical Models and Therapy
Approaches in the Context of Internet Gaming Disorder: A
Personal Perspective. Frontiers in psychology. 2017;8:1853.
14. Montag C, Kirsch P, Sauer C, Markett S, Reuter M. The role of the
CHRNA4 gene in Internet addiction: a case-control study. Journal
of addiction medicine. 2012 Sep;6(3):191-5.
15. Dong G, Lin X, Zhou H, Lu Q. Cognitive flexibility in internet
addicts: fMRI evidence from difficult-to-easy and easy-to-difficult
switching situations. Addictive behaviors. 2014 Mar;39(3):677-83.
16. Chwedorowicz R, Skarżyński H, Pucek W, Studziński T.
Neurophysiological maturation in adolescence – vulnerability
and counteracting addiction to alcohol. Annals of Agricultural
and Environmental Medicine. journal article. 2017;24(1):19-25.
17. Dahl RE. Biological, developmental, and neurobehavioral
factors relevant to adolescent driving risks. American journal of
preventive medicine. 2008 Sep;35(3 Suppl):S278-84.
18. Ernst M, Korelitz KE. Cerebral maturation in adolescence:
behavioral vulnerability. L’Encephale. 2009 Dec;35 Suppl 6:S182-
9.
19. Przepiorka AM, Blachnio A, Miziak B, Czuczwar SJ. Clinical
approaches to treatment of Internet addiction. Pharmacological
reports : PR. 2014 Apr;66(2):187-91.
20. Young KS. Treatment outcomes using CBT-IA with Internet-
addicted patients. Journal of Behavioral Addictions. 2013
Dec;2(4):209-15.
21. Liu QX, Fang XY, Yan N, Zhou ZK, Yuan XJ, Lan J, et al. Multi-
family group therapy for adolescent Internet addiction: exploring
the underlying mechanisms. Addictive behaviors. 2015 Mar;42:1-
8.
PEMBUKAAN
Perkembangan teknologi internet sudah kita akui dan rasakan mampu
mengubah wajah dunia menjadi lebih dinamis dan penuh warna.
Sesuatu yang booming saat ini, dalam hitungan bulan, atau bahkan hari
dapat menjadi sesuatu yang sudah dilupakan, atau sebaliknya, hal-hal
baru muncul bagai cendawan di musim hujan. Oleh karena sifatnya
yang dinamis tinggi inilah yang membuat teknologi internet ini
memaksa manusia untuk selalu dinamis, beradaptasi dengan kondisi
yang selalu berubah.
Segala kemudahan bias didapatkan dari berkembangnya teknologi
internet ini. Ingin kirim surat, e-mail jauh lebih cepat daripada post-mail.
Saat malas keluar rumah, dengan membuka aplikasi di smartphone yang
terhubung internet, dalam hitungan jam atau bahkan menit kita sudah
dapat mendapatkan makanan hangat di depan mata. Akibat teknologi
internet ini, dunia ibarat dalam genggaman, berbagai kemudahan yang
didapat membuat tingkat ketergantungan manusia terhadap teknologi
internet semakin tinggi.
Saat ini, isu sosial yang diakibatkan oleh pemakaian internet
secara berlebihan menjadi bahan perdebatan di seluruh dunia. Internet
Addiction Disorder (IAD) atau dalam bahasa Indonesia kita terjemahkan
bebas sebagai adiksi atas penggunaan internet, ternyata dapat
menyebabkan permasalahan dalam otak kita, gangguan psikologi, serta
permasalahan sosial, yang dampaknya dapat menghancurkan hidup
manusia. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Weinstein et.al
2010 (Weinstein & Lejoyeux, 2010)terhadap para pengguna internet di
Eropa dan Amerika Serikat, ditemukan bahwa IAD memiliki tingkat
kelaziman antara 1.5% hingga 8.2% dari total pengguna internet di
370 — G.E.N.C.E.
kawasan tersebut. Untuk kawasan Asia, diwakili oleh penelitian
di 6 kawasan; China (879 responden), Hongkong (839 responden),
Jepang (744 responded), Korea Selatan (936 responden), Malaysia
(969 responden), dan Philippines (999 responden), terhadap remaja
berusia 12 -18 tahun, ditemukan bahwa kawasan-kawasan di Asia ini
lebih rawan terhadap permasalahan IAD. Dari hasil data, didapati
bahwa remaja sebagian besar mengakses internet dari rumah masing-
masing; Jepang (96%), Hongkong (91.5%), Korea Selatan (86.3%),
Malaysia (78.5%), dan Philippines (19.4%). Selain di rumah, mereka
juga mengakses internet di tempat umum, sekolah perpustakaan, dan
rumah teman. Terkait dengan aktivitas yang para remaja lakukan saat
mengkases internet, mereka sebagian besar menggunakan internet
untuk melihat email, jejaring sosial, browsing, dan bermain game online
(Mak et al., 2014).
Beberapa hasil penelitian mencoba untuk menjawab persoalan
terkait dengan IAD, mulai dari definisi IAD, klasifikasi IAD, bagaimana
mendiagnosa IAD, bagaimana IAD bisa terjadi dan bagaimana kita bisa
mengontrolnya, dan apa yang membedakan IAD dengan adiksi yang
lain (Beard, 2005; Byun et al., 2009; Chou, Condron, & Belland, 2005;
Wolfling, Buhler, Lemenager, Morsen, & Mann, 2009), dan ada juga
beberapa penelitian yang fokus bagaimana mengatasi atau menangani
IAD (Laura Widyanto & Griffiths, 2006; Petersen, Weymann, Schelb,
Thiel, & Thomasius, 2009; Peukert, Sieslack, Barth, & Batra, 2010). Dan
tulisan ini berusaha untuk merangkum hasil penelitian yang sudah
dicapai, sehingga kita memiliki gambaran yang lebih jelas tentang IAD.
KLASIFIKASI
Sebenarnya masih banyak perdebatan yang terjadi dalam menentukan
cara terbaik dalam mengklasifikasikan perilaku yang dicirikan dengan
waktu yang dihabiskan di depan computer/internet/video games
yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. (Czincz & Hechanova,
2009). Perilaku yang diikuti dengan adanya perubahan suasana hati
(mood), keasyikan yang berlebihan dengan internet dan media dijital,
ketidakmampuan untuk mengendalikan waktu yang dipakai untuk
bermain teknologi dijital, diperlukannya waktu yang semakin lama
372 — G.E.N.C.E.
telah diajukan dan dipelajari, dan beberapa di antaranya telah
berhasil divalidasi. Akan tetapi, beberapa penelitian secara empiris
masih memberikan seperangkat kriteria yang tidak konsisten dalam
mendefinisikan adiksi internet ini (Byun et al., 2009; Winkler, Dorsing,
Rief, Shen, & Glombiewski, 2013).
Beard (Beard, 2005) merekomendasikan lima kriteria dasar untuk
mendiagnosa kecanduan internet: (1)Ianya disibukkan oleh internet
(memikirkan aktivitas online sebelumnya atau mengantisipasi sesi
online berikutnya); (2) Penggunaan internet dengan jumlah waktu
yang meningkat untuk merasa puas; (3) Gagal untuk mengendalikan,
mengurangi, atau menghentikan penggunaan Internet; (4) Ianya
gelisah, murung, depresi, atau mudah tersinggung saat mencoba
mengurangi atau menghentikan penggunaan internet; (5) Terhubung
atau melakukan kegiatan online lebih lama dari yang semula
direncanakan. Selain itu, setidaknya satu dari kriteria berikut ini
harus ada: (6) Membahayakan atau mempertaruhkan kehilangan
hubungan, pekerjaan, pendidikan, atau kesempatan karir yang penting
demi internet; (7) Telah berbohong kepada anggota keluarga, terapis,
atau orang lain untuk menutupi tingkat penggunaan internet; (8)
Menggunakan Internet sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah
atau menghilangkan suasana dysphoric (mis., Perasaan tidak berdaya,
rasa bersalah, cemas, depresi) (Beard, 2005).
Saat ini ada beberapa alat penilaian yang telah dikembangkan
untuk mengevaluasi IAD, antara lain Young’s Internet Addiction Test
(Young, 1998), the Problematic Internet Use Questionnaire (PIUQ) yang
dikembangkan oleh Demetrovics, Szeredi, and Pozsa (Demetrovics,
Szeredi, & Rozsa, 2008) dan the Compulsive Internet Use Scale (CIUS)
(Meerkerk, Van Den Eijnden, Vermulst, & Garretsen, 2009).
PREVALENSI
Tingkat prevalensi atau tingkat jumlah kasus terkait IAD saat ini sangat
bervariasi, menurut hasil penelitian oleh Chakraborty dan koleganya
(Chakraborty et al., 2010), didapati bahwa tingkat prevalensi IAD
PEMODELAN
Untuk merumuskan suatu permasalahan yang menyangkut kesehatan
mental, terdapat beberapa model yang berkembang dalam merumuskan
adiksi internet, antara lain:
• Cognitive-behavioral model of problematic Internet use atau model
kognitif-perilaku penggunaan Internet bermasalah (Davis,
2001),
• The anonymity, convenience and escape (ACE) model atau model
anonimitas, kenyamanan dan pelarian (Young, Griffin-
shelley, Cooper, O’Mara, & Buchanan, 2000),
• The access, affordability, anonymity (Triple-A) engine atau akses,
keterjangkauan, anonimitas (Cooper, Putnam, A. Planchon, &
C. Boies, 1999),
• A phases model of pathological Internet use atau model bertahap
untuk penggunaan Internet patologis yang dikembangkan
oleh Grohol (Grohol, 1999 (updated 2016)),
374 — G.E.N.C.E.
• A comprehensive model of the development and maintenance of
Internet addiction atau model komprehensif pengembangan
dan pemeliharaan kecanduan internet oleh Winkler & Dörsing
(Winkler et.al., 2013), yang mempertimbangkan faktor sosial
budaya (misalnya, faktor demografi, akses dan penerimaan
Internet), kerentanan biologis (misalnya faktor genetik,
kelainan pada proses neurokimia), kecenderungan psikologis
(misalnya, karakteristik kepribadian, pengaruh negatif), dan
atribut spesifik Internet untuk menjelaskan “keterlibatan
berlebihan dalam aktivitas internet “ (Winkler et al., 2013).
KEKACAUAN NEUROBIOLOGIS
Telah diketahui bahwa kecanduan mengaktifkan bagian-bagian otak
yang terkait dengan kesenangan, atau yang dikenal bersama sebagai
“reward center (pusat penghargaan)” atau “pleasure pathway (jalur
kesenangan)” di otak (Linden, 2011; Maté, 2010). Ketika bagian-bagian
otak ini teraktifkan, maka pelepasan dopamin bersamaan dengan opiat
dan bahan kimia saraf lainnya meningkat. Seiring waktu, reseptor
terkait akan terpengaruh, rasa senang yang pertama kali dirasa saat
melakukan aktivitas yang mengaktifkan pusat penghargaan di otak
semakin berkurang, akibatnya terjadilah toleransi otak dimana
diperlukan aktivitas yang intensitasnya lebih untuk menghasilkan
rasa senang seperti yang dirasa pertama kali. Diperlukannya aktivitas
yang semakin meningkat seiringnya waktu inilah yang menyebabkan
adiksi, dan peningkatan aktivitas ini juga selanjutnya diperlukan
untuk menghindari perilaku menarik diri (withdrawal). Selain itu,
penggunaan internet juga dapat menyebabkan pelepasan dopamin
secara khusus di bagian nucleus accumbens, yang merupakan bagian
pusat penghargaan yang secara khusus terlibat dalam kecanduan
lainnya (Bai, Lin & Chen, 2001; Ko et al., 2009).
376 — G.E.N.C.E.
mereka dengan mudah dapat mengatakan bahwa banyak gangguan
mental akan terjadi bersamaan dengan terjadinya kecanduan seperti
misalnya IAD. Jadi efek sebab-akibat antara gangguan mental dan
kecanduan masih dalam tahap perdebatan (Dong, Lu, Zhou, & Zhao,
2011; Kratzer & Hegerl, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Dong
et al. (Dong et al., 2011) sedikit menjawab perdebatan yang terjadi ini,
dilaporkan bahwa menurut hasil penelitian mereka, didapati bahwa
nilai depresi, kecemasan permusuhan, sensitivitas interpersonal, dan
psikotisme adalah akibat atau konsekuensi dari IAD. Akan tetapi hasil
penelitian ini masih terbatas, sehingga diperlukan penelitian lebih
mendalam untuk benar-benar dapat menyimpulkan dengan pasti.
378 — G.E.N.C.E.
2007; Huang, Li, & Tao, 2010; Wieland, 2005). Dalam penelitian medis
yang dilakukan oleh Dell’Osso dan rekan (Dell’Osso et al., 2008) dengan
menggunakan Escitalopram (SSRI) untuk merawat 14 subjek dengan
gangguan penggunaan internet impulsif-kompulsif, ditemukan bahwa
penggunaan internet menurun secara signifikan dari rata-rata 36,8 jam
/ minggu menjadi 16,5 jam / minggu.
Dalam penelitian yang lain oleh Han, Hwang, dan Renshaw
(Han, Hwang, & Renshaw, 2010), dinyatakan bahwa keinginan untuk
bermain video game di internet, total waktu bermain di internet, dan
juga sinyal aktivitas otak di daerah prefrontal dorsolateral korteks saat
dirangsang menunjukan penurunan dibandingkan sebelum dilakukan
pengobatan dengan bupropion yaitu obat antidepresan yang non-
trisiklik. Dalam penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa lama
periode pengobatan dengan bupropion ini dilakukan selama enam
minggu secara berkelanjutan. Penelitian yang dilakukan oleh Han dan
koleganya (Han et al., 2009) untuk menyembuhkan 62 anak dengan
gangguan Attention Defisit and Hiperactivity Disorder (ADHD) atau
gangguan hiperaktif dan perhatian-defisit yang kecanduan video-game
online, didapati bahwa setelah proses penyembuhan menggunakan
Methylphenidate yang merupakan jenis obat yang biasa digunakan
untuk mental-stimulan selama delapan minggu, didapati bahwa
waktu anak-anak tersebut untuk mengakses internet berkurang secara
signifikan dibandingkan sebelum pengobatan, hal ini juga didukung
oleh turunnya nilai Young’s Internet Addiction Scale (YIAS-K) setelah
pengobatan dibandingkan sebelum pengobtan. Berdasarkan hasil
tersebut, penulis menyarankan bahwa methylphenidate ini mungkin
dapat juga digunakan untuk diterapkan dalam proses penyembuhan
orang dengan IAD. Penelitian lain oleh Shapira dan rekan (Shapira,
Goldsmith, Keck, Khosla, & McElroy, 2000) ditemukan bahwa obat-
obatan penstabil mood ternyata berguna untuk memperbaiki gejala
IAD. Selain penelitian di atas, ada beberapa laporan kasus pasien yang
diobati dengan kombinasi escitalopram (SSRI) (Sattar & Ramaswamy,
Dec 2004), citalopram (SSRI)-quetiapine (antipsikotik) (Atmaca, 2007)
dan naltrexone (anti opioid reseptor) (Bostwick & Bucci, 2008).
Selain itu, beberapa peneliti juga menyebutkan bahwa
berkurangnya level dopamine akibat berkurangnya aktivitas online
380 — G.E.N.C.E.
juga memperkenalkan aktivitas alternatif sebagai pengganti aktivitas
yang sebelumnya menjurus pada perilaku bermasalah. Menurut
Kim (Kim, Spring2007), RT ini dapat dikatan sebagai alat utama
dalam pemulihan kecanduan seperti obat-obatan, seks, gila makan,
dan gila kerja, termasuk untuk kecanduan internet. Dalam program
konseling berkelompok yang dipandu oleh Kim (Kim, Spring2008),
dilaporkan bahwa program tersebut yang dilakukan secara insentif
dan berkelanjutan, mampu mengurangi tingkat kecanduan sekaligus
meningkatkan harga diri dari 25 mahasiswa dengan IAD di Korea
Selatan.
Selain itu, dari sisi pendekatan psikologis, juga didapati metoda lain
yang disebut Acceptance and Commitment Therapy (ACT) yang merupakan
sebuah protokol yang berisi latihan-latihan yang disesuaikan dengan
permasalahan tiap individu. Penelitian yang dilakukan oleh Twohig
dan Crosby dengan menggunakan ACT menyatakan bahwa mereka
berhasil mengurangi prosentase waktu penderita dengan kecanduan
pornografi dalam melihat konten pornografi sebanyak 85% (Twohig
& Crosby, 2010). Dan pengurangan waktu dalam mengakses konten
pornografi sebanyak 85% dibandingkan sebelum terapi ini bertahan
hingga masa studi, yaitu 3 bulan pasca penelitian.
Menurut Widyanto dan Griffith (Laura Widyanto & Griffiths,
2006) disebutkan bahwa untuk saat ini, sebagian besar perawatan
untuk menangani kasus adiksi atau kecanduan merupakan modifikasi
yang bersumber dari pendekatan perilaku-kognitif. Cognitive-
Behavioral Therapy (CBT) atau terapi perilaku-kognitif dikenal sangat
berhasil untuk menangani kasus adiksi yang terkait dengan perilaku
ataupun adiksi yang terkait dengan gangguan pada control diri sesaat,
seperti gila judi, gila belanja, dan penyakit bulimia nervosa yang selalu
memuntahkan makanan setelah ditelan (de Abreu & Góes, 2007).
Di dalam penelitiannya, Young merawat 114 orang dengan
IAD dengan menggunakan metoda CBT, dan dilaporkan bahwa
metoda CBT ini mampu meningkatkan kemampuan peserta rawat
dalam mengelola permasalahan mereka, yang ditunjukkan dengan
meningkatnya motivasi untuk berhenti menyalahgunakan internet,
meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan penggunaan
c. Pengobatan Multimodal
Pengobatan multimodal adalah pendekatan perawatan yang ditandai
dengan penerapan beberapa jenis pengobatan dari berbagai disiplin
ilmu seperti farmakologi, psikoterapi, dan konseling keluarga secara
bersamaan atau berurutan untuk menangani berbagai kasus adiksi
yang kompleks seperti halnya IAD (Orzack & Orzack, 1999).
Berdasarkan hasil studi perawatan terhadap 23 remaja dengan IAD
yang dilakukan oleh Du, Jiang, dan Vance (Du, Jiang, & Vance, 2010),
perawatan dengan metoda kelompok multimodal berbasis sekolah
382 — G.E.N.C.E.
CBT; termasuk pelatihan orang tua, pendidikan guru, dan kelompok
CBT, ditemukan efektif, terutama dalam meningkatkan kemampuan
emosional dan peraturan, gaya perilaku dan manajemen diri. Selain
itu, hasil dari pengobatan multimodal serupa yang terdiri dari solution-
focused brief therapy (SFBT) atau terapi singkat yang berfokus pada
solusi, terapi keluarga, dan terapi kognitif (CT) yang diterapkan pada
52 remaja dengan IAD di Tiongkok menyatakan bahwa setelah tiga
bulan pengobatan, nilai pada Young’s Internet Addiction Diagnostic
Questionnaire (IAD-DQ), nilai pada Symptom Checklist-90 (SCL-90),
dan jumlah waktu yang dihabiskan untuk melakukan kegiatan online
menurun secara signifikan (Fang-ru & Wei, 2005).
Dengan menggunakan program edukasi psikologis; suatu
program yang menggabungkan perspektif teoritis psikodinamis dan
kognitif, Orzack dan rekan (Orzack, Voluse, Wolf, & Hennen, 2006)
dengan mengkombinasikan Readiness to Change (RtC), CBT, dan MI
dalam merawat 35 lelaki yang terlibat dalam problematik internet-
enabled sexual behaviour (IESB) atau kecanduan pornografi online,
ditemukan bahwa terjadi peningkatan kualitas hidup dan penurunan
gejala depresi setelah 16 minggu sesi pengobatan, namun tingkat
penggunaan internet yang bermasalah gagal menurun secara signifikan.
Kasus pengobatan yang lain terhadap 23 siswa sekolah menengah
dengan IAD yang diobati dengan gabungan metoda behavioural therapy
(BT) atau cognitive therapy (CT), rehabilitasi psikososial, pemodelan
kepribadian, dan pelatihan orang tua, didapati bahwa nilai yang terkait
dengan gejala kecanduan internet menurun secara signifikan(Rong,
Zhi, & Yong, 2005).
Penelitian lain berdasarkan multi-level konseling; penggabungan
MI, perspektif keluarga, kerja kasus, dan kerja kelompok, terhadap
59 peserta dengan IAD menyatakan bahwa pendekatan multimodal
ini berhasil untuk menurunkan kecanduan internet secara signifikan,
akan tetapi program multi-level konseling ini kurang signifikan untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis para peserta konseling tersebut
(Shek, Tang, & Lo, 2009). Program multi-level konseling berkelompok
lainnya yang menggabungkan CBT, pelatihan kompetensi sosial,
pelatihan pengendalian diri, dan pelatihan ketrampilan komunikasi
terhadap 24 orang dengan IAD di Tiongkok juga menunjukkan hasil
d. Program re START
Di Amerika Serikat, saat ini berkembang suatu program yang
dinamakan reSTART, yang merupakan program untuk pemulihan
kecanduan internet, dimana peserta program harus menjalani rawat
inap. Program reSTART ini memadukan teknologi detoksifikasi,
dimana selama 45 -90 hari para peserta tidak diperkenankan memakai
satu teknologi apapun, pengobatan narkoba dan alkohol, 12 langkah
kerja, Cognitive-Behavioral Therapy (CBT), Experiental Adventure Based
Therapy (EABT) atau terapi berbasis pengalaman berpetualang,
Acceptance and Commitment Therapy (ACT) atau terapi penerimaan
dan komitmen, intervensi peningkatan otak, terapi dengan bantuan
hewan, Motivational Interviewing (MI) atau wawancara motivasi,
Mindfullness Based Relapse Prevention (MBRP), Mindfullness Based Stress
Reduction (MBSR), psikoterapi interpersonal berkelompok, psikoterapi
individual, pengobatan personal bagi gangguan yang kembali terjadi,
pendidikan mental berkelompok (tujuan hidup, pendidikan tentang
kecanduan, pelatihan komunikasi dan keteguhan, ketrampilan sosial,
keterampilan hidup, perencanaan hidup seimbang), perawatan paska
pengobatan seperti pemantauan penggunaan teknologi, psikoterapi
dan kelompok diskusi yang berkelanjutan, pengobatan rawat jalan
secara personal, dan pendekatan holistik.
Dari data peserta sebanyak 19 orang dewasa, program reSTART
ini dilaporkan menunjukkan peningkatan dalam proses penilain OQ45-
2, suatu metoda pengukuran kesehatan mental, setelah menyelesaikan
program reSTART selama lebih dari 45 hari. Berdasarkan data
tersebut didapati 74% peserta menunjukkan peningkatan klinis yang
signifikan, 21% peserta tidak menunjukkan perubahan yang berarti,
dan 5% peserta memburuk. Hasil ini belum dapat digunakan untuk
memberikan kesimpulan yang berarti, dikarenakan jumlah peserta
384 — G.E.N.C.E.
didik yang masih sedikit, serta tidak adanya kelompok kontrol dalam
program ini. Terlepas dari keterbatasan yang ada, kita dapat melihat
bahwa program ini berperan dalam sebagian besar perbaikan para
peserta.
PENUTUP
Seperti dapat dilihat dari tulisan singkat ini, meskipun belum adanya
standar pendeteksi atau pengklasifikasian yang baku untuk IAD, serta
belum diakuinya secara resmi bahwa IAD merupakan jenis perilaku
adiksi yang berbeda dengan yang lain, bidang penelitian terkait IAD
ini berkembang sangat pesat. Peneliti dunia masih berdebat perihal
pengklasifikasian IAD ini, apakah ianya termasuk dalam bagian
perlaku adiksi, gangguan tingkah laku impulsif, atau bahkan ianya
termasuk dalam bagian gangguan obsesif kompulsif atau biasa kita
kenal dengan Obsesive Compulsive Disorder (OCD).
Namun berdasarkan hasil penelitian sejauh ini, gejala yang
dijumpai pada orang dengan IAD banyak serupa dengan gejala yang
ditemui pada orang dengan perilaku adiktif. Selain itu, hingga saat
ini masih belum jelas apakah mekanisme dasar yang bertanggung
jawab atas perilaku adiktif akan sama untuk jenis IAD yang berbeda;
misalkan IAD yang terkait dengan kecanduan seksual online, IAD
yang terkait dengan game online, atau IAD yang terkait dengan
browsing berlebihan. Dari sudut pandang praktikal, semua jenis
IAD masuk ke dalam satu kategori dikarenakan semua itu memiliki
berbagai kesamaan yang terkait dengan aktivitas berinternet, seperti
interaksi tanpa identitas atau anonimitas, interaksi tanpa resiko. Selain
itu semua jenis IAD memiliki kesamaan gejalan yang mendasar,
misalkan perilaku menarik diri, perilaku ketakutan yang tidak umum,
rasa senang yang berbeda dari norma umum, dan perilaku internet
sebagai salah satu hiburan wajib. Kesemua jenis IAD juga memiliki
beberapa gejalan yang serupa, misalnya meningkatnya jumlah waktu
yang dihabiskan untuk berkegiatan secara online, serta tanda-tanda
kecanduan lainnya. Meskipun demikian penelitian lebih lanjut harus
tetap dilakukan untuk memperkuat pendapat tersebut. ***
386 — G.E.N.C.E.
Chakraborty, K., Basu, D., & Vijaya Kumar, K. G. (2010). Internet
addiction: consensus, controversies, and the way ahead. East
Asian Arch Psychiatry, 20(3), 123-132.
Chou, C., Condron, L., & Belland, J. C. (2005). A Review of the Research
on Internet Addiction. Educational Psychology Review, 17(4), 363-
388.
Cooper, A., Putnam, D., A. Planchon, L., & C. Boies, S. (1999). Online
sexual compulsivity: Getting tangled in the net (Vol. 6).
Czincz, J., & Hechanova, R. (2009). Internet Addiction: Debating the
Diagnosis. Journal of Technology in Human Services, 27(4), 257-272.
doi: 10.1080/15228830903329815
Davis, R. A. (2001). A cognitive-behavioral model of pathological
Internet use. Computers in Human Behavior, 17(2), 187-195. doi:
https://doi.org/10.1016/S0747-5632(00)00041-8
de Abreu, C. N., & Góes, D. S. (2007). Psychotherapy for Internet
Addiction. In K. S. Young & C. N. de Abreu (Eds.), Internet
Addiction: A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment.
Hoboken, NJ, USA. : John Wiley & Sons, Inc.
Dell’Osso, B., Hadley, S., Allen, A., Baker, B., Chaplin, W. F., &
Hollander, E. (2008). Escitalopram in the treatment of impulsive-
compulsive internet usage disorder: an open-label trial followed
by a double-blind discontinuation phase. J Clin Psychiatry, 69(3),
452-456.
Demetrovics, Z., Szeredi, B., & Rozsa, S. (2008). The three-factor model
of Internet addiction: the development of the Problematic Internet
Use Questionnaire. Behav Res Methods, 40(2), 563-574.
Dong, G., Lu, Q., Zhou, H., & Zhao, X. (2011). Precursor or Sequela:
Pathological Disorders in People with Internet Addiction Disorder.
PLOS ONE, 6(2), e14703. doi: 10.1371/journal.pone.0014703
Dowling, N. A., & Quirk, K. L. (2009). Screening for Internet dependence:
do the proposed diagnostic criteria differentiate normal from
dependent Internet use? Cyberpsychol Behav, 12(1), 21-27. doi:
10.1089/cpb.2008.0162
Du, Y. S., Jiang, W., & Vance, A. (2010). Longer term effect of
randomized, controlled group cognitive behavioural therapy for
388 — G.E.N.C.E.
Ko, C. H., Liu, G. C., Hsiao, S., Yen, J. Y., Yang, M. J., Lin, W. C., . . .
Chen, C. S. (2009). Brain activities associated with gaming urge
of online gaming addiction. J Psychiatr Res, 43(7), 739-747. doi:
10.1016/j.jpsychires.2008.09.012
Kratzer, S., & Hegerl, U. (2008). [Is “Internet Addiction” a disorder of its
own?--a study on subjects with excessive internet use]. Psychiatr
Prax, 35(2), 80-83. doi: 10.1055/s-2007-970888
KS, Y. (1999) Internet Addiction: Symptoms, Evaluation, And Treatment.
Innovations in Clinical Practice: Vol. 17. http: //treatmentcenters.
com/downloads/ internet-addiction.pdf.
Laura Widyanto, L., & Griffiths, M. (2006). ‘Internet Addiction’: A Critical
Review (Vol. 4).
Linden, D. J. (2011). The Compass of Pleasure: How Our Brains Make Fatty
Foods, Orgasm, Exercise, Marijuana, Generosity, Vodka, Learning, and
Gambling Feel So Good.: Viking.
Mak, K. K., Lai, C. M., Watanabe, H., Kim, D. I., Bahar, N., Ramos,
M., . . . Cheng, C. (2014). Epidemiology of internet behaviors and
addiction among adolescents in six Asian countries. Cyberpsychol
Behav Soc Netw, 17(11), 720-728. doi: 10.1089/cyber.2014.0139
Maté, G. (2010). In the Realm of Hungry Ghosts: Close Encounters with
Addiction.: North Atlantic Books.
Meerkerk, G. J., Van Den Eijnden, R. J., Vermulst, A. A., & Garretsen,
H. F. (2009). The Compulsive Internet Use Scale (CIUS): some
psychometric properties. Cyberpsychol Behav, 12(1), 1-6. doi:
10.1089/cpb.2008.0181
Miller, N. H. (2010). Motivational interviewing as a prelude to coaching
in healthcare settings. J Cardiovasc Nurs, 25(3), 247-251. doi:
10.1097/JCN.0b013e3181cec6e7
Miller, W. R., & Rollnick, S. (2002). Motivational interviewing: preparing
people for change. New York: Guilford Press.
Orzack, M. H., & Orzack, D. S. (1999). Treatment of computer addicts
with complex co-morbid psychiatric disorders. Cyberpsychol Behav,
2(5), 465-473. doi: 10.1089/cpb.1999.2.465
Orzack, M. H., Voluse, A. C., Wolf, D., & Hennen, J. (2006). An ongoing
390 — G.E.N.C.E.
Treatment of internet addiction: a meta-analysis. Clin Psychol Rev,
33(2), 317-329. doi: 10.1016/j.cpr.2012.12.005
Wolfling, K., Buhler, M., Lemenager, T., Morsen, C., & Mann, K. (2009).
[Gambling and internet addiction: review and research agenda].
Nervenarzt, 80(9), 1030-1039. doi: 10.1007/s00115-009-2741-1
Young, K. S. (1998). Caught in the Net: How to Recognize the Signs of
Internet Addiction--and a Winning Strategy for Recovery. New York:
J. Wiley.
Young, K. S., & Abreu, C. N. d. (Oct2010). Internet Addiction: A Handbook
and Guide to Evaluation and Treatment (K. S. Young & C. N. d. Abreu
Eds.). New Jersey: John Wiley & Sons Inc.
Young, K. S., Griffin-shelley, E., Cooper, A., O’Mara, J., & Buchanan, J.
(2000). Online infidelity: A new dimension in couple relationships
with implications for evaluation and treatment. Sexual Addiction &
Compulsivity, 7(1-2), 59-74. doi: 10.1080/10720160008400207
YOUNG., K. S. (2009). Internet Addiction: The Emergence of a New
Clinical Disorder. CyberPsychology & Behavior, 1(3), 8.
Yu, B., & Fu-Min, F. (2007). The Effects of Group Counseling on Internet-
Dependent College Students. Chinese Mental Health, 21(4), 4.
Zhang, L. (2009). The applications of group mental therapy and sports
exercise prescriptions in the intervention of Internet addiction
disorder. Psychological Science (China), 32(3), 4.
Zhu, T. M., Jin, R. J., & Zhong, X. M. (2009). [Clinical effect of
electroacupuncture combined with psychologic interference on
patient with Internet addiction disorder]. Zhongguo Zhong Xi Yi Jie
He Za Zhi, 29(3), 212-214.
Tulisan ini adalah jawaban atas pertanyaan Prof. Suhono dan Mbak
Wien serta Mas Albert (CEO Samsung) tentang apa yang terjadi
pada anak-anak Bondowoso yang adiksi gadget.
Secara garis besar kasus ini memang sudah terkategori sebagai
adiksi. Dalam konsep adiksi, ada beberapa faktor yang terlibat, teori
defisiensi neurotransmitter yang disampaikan Mas Albert itu benar
dan bisa menjadi salah satu hipotesa. Aktivitas yang tersita gadget
menyebabkan makan menjadi tidak bervariasi dan bahkan lupa.
Efek lanjutannya adalah hadirnya ketidakseimbangan probiotik
dalam tubuh, kemudian ada perubahan metabolit serta kelak kadar
neurotransmiter dan neuroendokrin juga neuropeptida.
Di sisi lain, atensi yang begitu tinggi pada game/gadget/internet
sangat efektif dalam mengubah behaviour. Hal ini disebabkan karena
adanya konsep reward yang diterjemahkan oleh ventral tegmental
area/VTA dan nukleus akumben bagian sub kortikal otak manusia
yang bertanggung jawab dalam proses reward anticipation. Bagian
ini terdiri dari neuron-neuron dopaminergik yang akan craving atau
menuntut stimulus yang secara habituasi atau pembiasaan telah
menjadi faktor pemicu mereka untuk bekerja dan mensintesis NT
dopamin.
Kehilangan stimulus dari gadget/game/internet akan mendorong
substitusi area aktif sebagai bagian dari defense process/survival tools
yang didominasi epinefrin dan kortisol. Hadir kecemasan dan gejala
putus obat (drug withdrawl) karena kadar dopamin dan serotonin yang
menurun drastis. Kondisi ketergantungan stimulus pada reward system
yang terjadi karena proses yang simultan dan berkesinambungan akan
menghasilkan pola dan sirkuit belajar dan memori di limbic loop yang
melibatkan hipokampus dan amigdala juga endokrin sistem yang
mewartakan kondisi fisiologi ke seluruh sistem tubuh, hipotalamus.
Akan terjadi perubahan preferensi, ambang batas kesenangan, stress
392 — G.E.N.C.E.
kronik, serta reaksi faal tubuh yang mengikuti. Trajectory atau lintasan
syaraf ke otak depan (frontal area) akan menghasilkan gangguan
signifikan pada aliran data di pusat kendali “error” di orbitofrontal
cortex/OFC dan selanjutnya di jalur dlPFC dan pintasan ACC.
***
Sederhananya anak yang mengalami adiksi gadget tidak bisa lagi
menilai secara objektif pilihan yang harus dilakukan. Dia hanya dapat
terpuaskan jika ada stimulasi dari yang disukai, yaitu gadget/game/
internet. Kondisi ini dipengaruhi juga oleh dampak ikutan penggunaan
teknologi seperti bertambah miskinnya gerak. Karena gerak dan
aktivitas fisik/motorik memerlukan perencanaan dan fungsi kognitif
selain kecerdasan spasial, dan itu akan merangsang serta menjadi
insentif bagi area perencana gerak/ supplementary motor area/cortex,
dan premotor cortex yang punya hubungan erat dengan basal ganglia
dan cerebelum.
Orang yang tidak bergerak dan merencanakan gerak akan
mengalami degradasi kemampuan kognitif karena area motorik
yang bersebelahan dengan area kognitif akan berhenti menstimulasi
394 — G.E.N.C.E.
(5)
PONSEL DAN TUMOR OTAK
oleh FX Wikan Indrarto
396 — G.E.N.C.E.
ipsilateral atau satu sisi yang sama dan glioma lebih sering terjadi pada
lobus temporal dan bilateral atau dua sisi otak. Rasio odds tertinggi
pada subyek yang pertama kali menggunakan HP (1,8) atau telepon
cordless (2,3) sebelum berusia 20 tahun.
Dr. Dade Lunsford, Profesor Bedah Syaraf, dan Direktur Center for
Image Guided Neurosurgery, University of Pittsburgh, Pennsylvania
USA, mengatakan penelitian terbaru tersebut memberikan tambahan
data “tetapi belum meyakinkan”, tentang bukti peran potensial
teknologi HP atau ‘cordless’, dalam patogenesis glioma. Hal ini
disebabkan karena beberapa variabel, termasuk besaran paparan
radiasi pengion dan riwayat keluarga, tidak dikendalikan.
Selain itu, penelitian ini mengandung ‘recall bias’ atau bias memori,
karena subyek penelitian mungkin terpengaruh ingatan, kekhawatiran
dan pendapat pribadinya. Perlu dicatat juga, bahwa peneliti tidak
menganalisis data dari kalangan industri HP di Denmark, yang dimuat
pada Lancet Oncol. 2011; 12: 624-626 dan Rev Environment Health
2012; 27: 51-58, meskipun data tersebut oleh peneliti disebut sebagai
‘informatif’.
Dr. Lunsford juga mempertanyakan bahwa sel glial dan Schwann
adalah jaringan yang tidak mudah terpicu (late-responding tissues) dan
bahwa proses onkogenesis kedua jenis sel tersebut karena pengaruh
teknologi HP, tetap tidak terjelaskan. Dugaan jika HP dan ‘cordless’
menyebabkan tumor otak tersebut, diragukan karena tidak lebih
banyak pasien yang mengalami kanker sel skuamosa atau melanoma,
pada bagian basal ipsilateral, yang secara teoretis seharusnya lebih
rentan.
Dokter dan orangtua seharusnya prihatin dan mendiskusikan
tindakan pencegahan untuk pasien mereka yang masih anak. Tindakan
pencegahan terbaik adalah menggunakan mode hands-free pada HP,
fitur pengeras suara, dan pesan teks seperti SMS, Whatsapp atau BBM,
bukan menelepon atau ‘call’. Sudahkah kita menganjurkan tindakan
pencegahan tersebut pada anak dan remaja di sekitar kita? ***
1 (https://techno.okezone.com/read/2017/08/25/207/1763389/menggiurkan-nih-pendapatan-
bisnis-konten-hoaks-di-media-sosial).
2 https://quwerty.com/berapakah-nilai-bisnis-situs-hoaks-di-indonesia/
398 — G.E.N.C.E.
nama “Saracen” bukan? Jaringan pebisnis hoaks tersebut pasang tarif
72 juta rupiah untuk setiap paket unggahan hoaks berkonten SARA.
Rinciannya, 15 juta untuk biaya pembuatan situs, 45 juta untuk 15
orang buzzer per bulan, 10 juta untuk Jasriadi sang boss Saracen.
Mereka eksis sejak Agustus 2015.3 Bayangkan, sudah berapa banyak
uang yang mereka dapatkan. Jangan lupa hitung juga berapa banyak
kerusuhan yang sudah terjadi diakibatkan oleh sebaran hoaks tersebut.
Mengingat parahnya sebaran dan dampak hoaks, tak heran
jika bagi yang lain hoaks menjadi pemecah belah keluarga, ancaman
terhadap lingkar pertemanan, hubungan persaudaraan, sampai
perusak persatuan bangsa dan negara. Hoaks meracuni grup media
sosial. Yang tujuan awalnya dibentuk untuk saling beramah tamah
dan bersilaturahmi, akhirnya malah jadi berantem dan kubu-kubuan.
Hoaks mencemari dunia akademis. Yang tadinya dibentuk untuk
sharing informasi valid dan shahih, jadinya malah digunakan untuk
sebar berita bohong demi tujuan tertentu. Hoaks menggoncang
dunia sosialita emak-emak. Yang tadinya bikin grup untuk hidup
bahagia dengan sharing resep, tempat makan enak dan info parenting,
akhirnya tercemar oleh hoaks yang menggiring pada permusuhan
dan bikin orang jadi paranoid. Masifnya hoaks yang beredar hari-hari
ini membuat pihak terakhir ini menganggap bahwa Indonesia sudah
termasuk dalam kategori negara darurat hoaks.
3 http://nasional.kompas.com/read/2017/08/25/20475761/polisi-sebut-saracen-pasang-tarif-
rp-72-juta-per-paket-konten-sara
4 Silverman, Craig. (2015). Lies, Damn Lies, And Viral Content How News Situs webs Spread
(And Debunk) Online Rumors, Unverified Claims, And Misinformation. Tow Center for Digital
Journalism: A Tow/Knight Report.
5 Rubin, Victoria L. , Chen, Yimin, & Conroy, Niall J. (2015). Deception Detection for News:
Three Types of Fakes. Language and Information Technology Research Lab (LIT.RL) Faculty of
Information and Media Studies University of Western Ontario, London, Ontario, Canada.
400 — G.E.N.C.E.
Tolok ukurnya pada pemenuhan janji-janji tersebut, sesuai dengan
term yang disepakati. Hoaks adalah false/falsified information yang sudah
dikelirukan sejak awal dinyatakan. Hoaks diawali dengan pernyataan
yang mengandung data yang seolah-olah faktual. Tidak ada hoaks
yang diawali dengan ‘kalau…’ ‘jika… ‘ dan sejenisnya—ini spekulatif
namanya. Tolok ukurnya pada keabsahan atau validitas data tersebut.
Tidak ada kaitannya dengan pemenuhan janji-janji kampanye!
Penelitian tentang hoaks di Indonesia masih sedikit, mengingat
fenomena ini baru masif sekitar dua – tiga tahun belakangan ini. Kendati
demikian, terdapat beberapa penelitian yang bisa menggambarkan
seperti apa wajah hoaks di Indonesia. Survey Mastel tahun 2016 yang
dipublikasikan pada bulan Februari 2017 mengungkap sejumlah fakta
penting tentang keberadaan hoaks di tengah masyarakat9. Pertama,
hoaks yang paling sering ditemuka berbentuk tulisan (62.10%), disusul
oleh gambar (37.50%). Kedua, hoaks paling banyak beredar di media
sosial (92.40%). Ada empat medsos yang diidentifikasi, yaitu Facebook,
Twitter, Instagram dan Path.
Disusul oleh penyebaran hoaks di aplikasi chatting (62.80%). Tiga
aplikasi chatting yang paling banyak menjadi lokasi penyebaran hoaks
adalah Whatsapp, Line dan Telegram. Popularitas BBM sudah jauh
menurun. Persentase situs web penyebar hoaks mencapai 34.9%. Data
Kemenkominfo menyebutkan adanya 800.000 situs penyebar hoaks di
Indonesia10, dua di antaranya adalah pos-metro.com dan nusanews.
com11. Kedua situs ini terkategori ‘istimewa’ karena berita hoaksnya
termasuk yang paling banyak di-share oleh netizen Indonesia. Ini
belum termasuk akun-akun media sosial seperti Jonru, Nanik Deyang,
dan lain-lain kerap juga menyebarluaskan berita hoaks di statusnya
masing-masing. Ketiga, jenis hoaks yang paling sering diterima oleh
publik adalah hoaks bertema sosial politik (91.8%), SARA (88.6%),
kesehatan (41.2%), makanan/minuman (32.6%), penipuan keuangan
(24.6%), dan iptek (23.7%).
9 http://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang-wabah-hoaks-nasional/
10 https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-182956/ada-800-ribu-
situs-penyebar-hoaks-di-indonesia
11 http://tekno.kompas.com/read/2016/12/02/15030027/dua.situs.penyebar.hoaks.di.indonesia
12 http://regional.liputan6.com/read/2902109/tak-sempat-temu-cucu-maman-tewas-karena-
hoaks-penculikan-anak
13 http://www.radarcirebon.com/bentrok-antarwarga-di-indramayu-terpicu-berita-hoaks-
begini-awalnya.html
402 — G.E.N.C.E.
Hoaks dan Masyarakat Indonesia
Pertanyaan yang kerap muncul saat mendiskusikan hoaks adalah
mengapa masyarakat Indonesia begitu gampang terpengaruh hoaks?
Apa yang menyebabkan hoaks begitu marak? Survey Mastel merinci
beberapa penyebab, di antaranya: (1) Hoaks digunakan sebagai alat
untuk memengaruhi opini publik (40.6%), (2) Masyarakat senang
berita heboh (28.9%), (3) Belum ada atau minimnya tindakan hukum
(22.90%), (4) Dapat dimanfaatkan sebagai peluang bisnis (7.6%).
Berkaca pada apa yang terjadi di negara lain, maupun yang
terjadi di Indonesia belakangan ini, penyebaran hoaks tidak pernah
melibatkan satu pihak. Rantai penyebaran hoaks meliputi (1) Produser
atau kreator hoaks; (2) Distributor atau penyebar hoaks—bisa menyatu
dengan sang produser, bisa juga agen buzzer sendiri; (3) Retailer alias
pengecer. Ada pengecer yang buka jasa secara profesional seperti
buzzer, ada juga yang cuma ikut-ikutan terprovokasi saja, mau nyebar
hoaks gratisan dengan alasan ini itu; (4) Konsumen hoaks, yaitu
mereka yang menjadi sasaran hoaks. Layaknya micin, ada konsumen
yang doyan, ada yang tidak mau karena tahu racunnya, eh ada juga
yang pilih-pilih—meyakini hoaks yang sesuai dengan keyakinannya.
Dalam rantai sebaran hoaks tadi, coba tebak, kategori mana yang
paling banyak di Indonesia? Betul, jawabannya adalah nomor tiga
yaitu retailer, alias pengecer. Mereka ini bukan buzzer, tetapi pengecer
sukarela yang mau-maunya bekerja untuk keuntungan orang lain.
Tentu saja, saat melakukannya, para pengecer ini tidak sadar kalau
‘kepolosannya’ sedang dimanfaatkan. Dipikirnya sedang berjuang
membela ideologi atau nilai-nilai agama, atau sedang melawan
propaganda rezim. Well, macam-macam alasan tentu saja bisa dibuat.
Tentu saja, semua inipun tak lepas dari rendahnya literasi atau
kemampuan membaca dan menulis, yang mestinya dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan. Rendahnya literasi itu, pada taraf yang
paling dasar, terlihat dari ketidakmampuan membedakan hoaks
dan bukan hoaks. Padahal, ciri-ciri hoaks sebenarnya gampang
diketahui. Judul bombastis provokatif, informasi lebay (too good to be
true, too bad to be true), kalimat emosional, tanpa data. Jika pun ada
data, kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Link yang
Ihik.
Masuk ke media sosial, dampaknya lebih parah. Kalau di awal tulisan
ini saya sebut adanya dampak amplifikasi yang memasifkan hoaks,
maka secara psikologis media sosial berfungsi bak steroid yang
membuat kita rentan terbujuk masuk dalam realitas alternatif yang
dikonstruksikan oleh hoaks tersebut. Dalam dunia online, kita hanya
berasosiasi dengan orang-orang yang sepaham dengan kita (ingat,
algoritma yang dirancang media sosial juga memungkinkan ini),
sehingga menghasilkan implicit bias. Antar orang-orang yang sepaham
seia sekata dan biasanya merasa senasib sepenanggungan ini, akan
beredar informasi yang senada sehingga memperkuat confirmatory bias.
Braucher berujar, “It is a feedback loop, and we are end up living in a bubble”.
14 https://www.psychologytoday.com/blog/contemporary-psychoanalysis-in-action/201612/
fake-news-why-we-fall-it
404 — G.E.N.C.E.
Masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah masyarakat
yang terperangkap dalam bubble, dalam gelembung itu. Sebagian
masyarakat Indonesia cenderung emosian, reaktif, dan lebay maksimal.
Bukan saja gampang dipengaruhi, ternyata, masyarakat Indonesia juga
terperangkap dengan implicit dan confirmatory bias yang parah. Fakta
menunjukkan, tingkat pendidikan tak berkorelasi dengan kecerdasan
memilah informasi, dan kebijaksanaan untuk menyaring informasi.
Hasil penelitian Kemdikbud dan Kominfo tahun 2015 menunjukkan,
banyak profesor maupun doktor atau kalangan akademis yang percaya
pada hoaks (kabar bohong). “Pengaruh media sosial memang luar biasa,
tinggal kasih foto dan judul langsung menyebar berita hoaks tersebut,”
ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) Hilmar Farid usai peresmian kantor
Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (Hiski) di Jakarta awal
tahun ini15.
Jangankan masyarakat awam, kalangan akademispun terbukti
gampang dipengaruhi dengan kalimat-kalimat sugestif. Semangat
menyebar informasi (yang dianggap penting dan bermanfaat),
nyatanya tidak dibarengi oleh kemauan ber-tabayyun dan cek-ricek
informasi, Padahal, melakukan cek dan ricek bagi ilmuwan/akademisi
adalah kompetensi dasar yang wajib dimiliki dan dijalankan.
Jadi, tidak adakah jalan keluar untuk masalah ini?
15 http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/01/04/oj8ydj335-banyak-profesor-dan-
doktor-percaya-pada-hoaks?fb_comment_id=1162501097161411_1163078603770327#f2
83d2904aa339c
Skema
Logika Gerakan Anti Hoaks: Model Inokulasi
406 — G.E.N.C.E.
di-debunk) ke kelompok-kelompok yang telah telanjur terinfeksi. Peta
sebaran hoaks yang dikaji oleh di University of Columbia, sebagaimana
dikutip dalam sebuah diskusi memperlihatkan, peran hoaksbuster
sangat signifikan dalam melokalisir sebaran hoaks, terutama yang
beredar di grup-grup aplikasi chatting16. Tentu saja, hoaksbuster ini
membutuhkan support. Secara teknis, mereka perlu dibekali dengan
kemampuan dasar membongkar atau memecahkan hoaks (yang
sebenarnya sederhana saja). Selain itu, perlu dibuat sebanyak-banyak
situs fact checkers untuk memudahkan para hoaksbuster.
Secara psikologis, hoaksbuster perlu diberi penguatan mental.
Maklum, ketika mereka beraksi membongkar hoaks, pihak penyebar
hoaks jelas tak terima dan ramai-ramai mem-bully sang hoaksbuster
yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Perlu ada penguatan mental agar
mereka tidak mengambil langkah meninggalkan kelompok chatting-
nya (siapa sih yang tahan di-bully?). Tindakan left the group berisiko
membentuk atau menguatkan echo chamber—sebuah fenomena di mana
sebuah grup hanya memiliki satu ‘warna’, satu ‘suara’, sehingga gagal
mendapatkan penjelasan alternatif atau memperoleh perspektif yang
berbeda, yang kemungkinan mengandung kebenaran. Echo chamber
beresiko membentuk polarisasi dan menguatkan confirmatory maupun
implicit bias, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Selain antivirus, perlawanan terhadap virus perlu dilengkapi
dengan vaksin agar wabah selanjutnya dapat dicegah. Tugas vaksin
adalah membangun daya imunitas tubuh terhadap serangan virus.
Untuk melawan hoaks, vaksin yang diperlukan adalah penanaman
literasi di semua lini—mulai dari literasi dasar maupun jenis-jenis
literasi lainnya seperti literasi informasi17, literasi media18, dan literasi
digital19. Kapasitas literasi inilah yang akan berfungsi sebagai daya
imunitas bagi publik untuk melindungi diri mereka dari hoaks.
16 https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2017/02/01/110902/redam-berita-palsu-
dengan-hoaks-buster.html
17 Literasi informasi, dalam sejumlah kepustakaan, dinyatakan sebagai kemampuan untuk
mengumpulkan, mengorganisasikan, menyaring dan mengevaluasi informasi dan untuk
membentuk opini yang kokoh berdasarkan kemampuan tersebut (Irianto, 2012:10).
18 Literasi media, yang mengalami perkembangan pesat selama 30 tahun terakhir, didefinisikan
sebagai “kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan memproduksi isi
pesan media (Aufderheide, 1993 dalam Guntarto, 2015:11)
19 Digital Literacy yaitu “an ability to use information and communication technologies, to find,
evaluate, create, and communicate information, requiring both cognitive and technical skills
(sebuah kecakapan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, guna menemukan,
mengevaluasi, menciptakan dan mengomunikasikan informasi, yang membutuhkan keahlian
kognitif maupun keterampilan teknis)” (ALA Digital Literacy Taskforce, 2011).
408 — G.E.N.C.E.
jalur komunikasi dengan para raksasa provider platform digital,
sehingga mereka mau bekerjasama membersihkan platformnya
dari hoaks. Ini saja tidak cukup. Perlu dirintis rembug nasional yang
mempertemukan pihak-pihak yang selama ini terpolarisasi dan saling
mengasingkan diri, untuk membuka sekat-sekat serta menghilangkan
bias prasangka. Dalam beberapa situasi, terbukti jumpa tatap muka,
ngobrol dari hati ke hati, dapat mencairkan perbedaan, mendorong
orang mencari persamaan, dan membuat siapapun saling menghormati
pilihan masing-masing, tanpa harus nge-hoaks. Inilah sekarang yang
perlu diintensifkan dan ditingkatkan frekuensinya.
Di atas kecanggihan komunikasi digital, we are still human.
Melawan hoaks tidak cukup dengan kecerdasan dan perangkat yang
hebat. Saya percaya bahwa komunikasi antarpersona tetap merupakan
bagian penting dari social engineering masyarakat digital. Itu sebabnya,
komunikasi yang mementingkan relasi hakiki antarmanusia sampai
kapanpun tak boleh ditinggalkan dalam upaya melawan hoaks (000).
***
REFERENSI
ALA Digital Literacy Taskforce, (2011) http://connect.ala.org/
files/94226/
Guntarto, Bobi. (2015). Model Pendidikan Literasi Media di Indonesia (Studi
Tentang Struktur Pengetahuan dan Keragaman Tujuan Pendidikan
Literasi Media di Indonesia). Thesis. Jakarta: Pascasarjana Ilmu
Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia.
Iriantara, Yosal. (2009). Literasi Media: Apa, Mengapa, Bagaimana.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Merwe, Nicola van der. (2016). Fake News: the significance of false
reporting in the South African media. Focal Points Research. https://
www.newsclip.co.za/temp/fake-news-the-significance-of-false-
reporting-in-the-south-african-media.pdf
Rubin, Victoria L. , Chen, Yimin, & Conroy, Niall J. (2015). Deception
Detection for News: Three Types of Fakes. Language and Information
Technology Research Lab (LIT.RL) Faculty of Information and
Media Studies University of Western Ontario, London, Ontario,
Canada.
410 — G.E.N.C.E.
Internet bak obat ajaib bagi umat manusia dari ‘kegelapan’
informasi dan pendidikan tapi bisa juga jadi petaka, bahkan sumber
konflik bagi sebagian masyarakat. Sehingga bagi kami, pemerataan
akses internet hingga ke desa dan pelosok perlu dikaji kembali atau
minimalnya perlu dibarengi dengan edukasi dan literasi digital
secara tuntas. Kita sama-sama melihat bagaimana masyarakat dan
pemerintah khususnya memandang teknologi sebatas perangkat dan
‘mengaksesnya’ adalah urusan ketersediaan jariangan, perangkat
lunak-keras, dan sebaran BTS. Sehingga tak heran apabila kami melihat
banyak penyalahgunaan teknologi digital (termasuk didalamnya
internet, video games, media sosial, dan sebagainya) di masyarakat.
Bagi kami teknologi digital bukan semata urusan peranti lunak dan
keras tapi merupakan produk budaya, sehingga penting bagi kita
untuk memperlakukannya dalam kerangka kajian sosial-budaya
bukan hanya pendekatan sains-teknologi saja.
Sudah saatnya kita mengubah cara pandang kita terhadap
teknologi dan semua turunannya. apabila dulu kita melihat terdapat
dikotomi yang kental antara kebudayaan dan teknologi. Relasi
yang tak bersahabat antara kebudayaan-teknologi pernah menjadi
kecenderungan paradigma pembangunan di Indonesia, utamanya
pada masa Orde Baru. Hingga tak heran, apabila jargon-jargon
pembangunan di Indonesia cuma urusan infrastruktur semata tapi
jarang menyentuh ranah pendidikan dan literasi. Dikotomi inilah yang
menurut kami menjadi penyebab utama terjadinya gap-pengetahuan
yang begitu luas di masyarakat kita, utamanya ihwal perkembangan
teknologi digital, bagaimana menyikapi, dan memanfaatkannya.
Salah satu dampak gap-pengetahuan yang luar biasa adalah salah
kaprah tentang teknologi itu sendiri. Misalkan video game, terdapat
dua spektrum masyarakat yang sangat mencolok; pertama mereka
yang menolak mentah-mentah video game karena menganggap akan
‘merusak’ anak-anak mereka dengan dalih konten-konten negatif
didalmnya; kedua, adalah kelompok yang menerima bagitu saja video
game tanpa berpikir bahwa didalamnya terdapat konten-konten yang
perlu diawasi. Kelompok kedua cenderung berpikir bahwa video
game (layaknya mainan anak-anak lainnya) diperuntukan memang
untuk anak-anak saja.
412 — G.E.N.C.E.
tua sekarang masih ‘kebingungan’ dengan gejala lompatan teknologi.
Sedangkan, anak-anak mereka yang sekarang sudah berumur 20-
an atau kurang begitu terbiasa dengan era ‘serba-cepat’. Apalagi
anak-anak sekarang, mereka terbiasa dengan YouTube, Google Play,
Twitter, Xbox, hingga iPad. Lonjakan kebudayaan inilah yang kerap
menimbulkan ‘salah paham’ dalam pemanfaatannya kelak.
Santi menjelaskan, posisi video game sangat vital. Selaku produk
media massa, video game juga punya andil besar di masyarakat dan
keluarga. Di Amerika, video game sudah jadi bagian dari keluarga.
Sebuah data tahun 2010 menunjukan 72% rumah di Amerika dilengkapi
dengan konsol video game. Data yang dilansir oleh Entertainment
Software Associaton (ESA) menunjukan setiap detik dalam sehari di
Amerika terjual 9 judul video game (2009). Di sektor ekonomi industri
software video game begitu diperhitungkan. Selama 2009, video game
sudah menyumbang USD 4,9 miliar. Tentu angka ini terus naik dan
berlipat ganda tiap tahunnya.
Melihat pertumbuhan ‘si bungsu’ yang begitu cepat, kita kudu
siap-siap. Globalisasi memperlancar transfer teknologi, termasuk di
dalamnya video game. Video game baru masuk Indonesia era 90-an
dan langsung menjamur. Trend-nya mulai mencolok medio tahun
2001, saat game online mulai booming. Berlanjut begitu cepat hingga
sekarang. Sebut saja beberapa video game yang sempat mencuri
perhatian kaula muda; Counter Strike, Nexia, Ragnarok, Tomb Rider,
World of Warcraft, Call of Duty, Grand Theft Auto, dan sebagainya.
Tak lupa konsol video game yang tiap tahun selalu ada inovasi.
Disadari atau tidak, video game sekarang sudah berada di ruang
tamu. Tumbuh bersama anak-anak kita, bermain dan belajar bersama.
apabila tak disikapi, bukan tak mungkin video game akan ‘membawa’
anak kita. Seperti televisi, yang beberapa tahun kebelakang sempat
‘menculik’ anak-anak Indonesia. Sudah banyak ‘korban’ media massa.
Mulai dari urusan kesehatan, psikologis, hingga yang kecanduan.
Para pegiat komunikasi dan media massa menggelorakan isu ‘melek
media’. Seperti yang dilakukan Santi di Unisba melalui program media
literasi. Kita harus mampu mengontrol konsumsi media, alih-alih kita
yang ‘dikuasai’. “Itu artinya Anda yang pegang kendali,” tutur Santi.
414 — G.E.N.C.E.
Pro dan kontra video game tetap berlangsung hingga kini.
Sementara itu industri video game terus merngkak dan semakin
maju. Tentu saja kita perlu ‘amunisi’ guna menjamu tamu yang satu
ini; pengetahuan baru, keterampilan, hingga software khusus. Penulis
menyajikan beberapa pengetahuan dasar untuk menghadapi video
game, bahkan lebih dari itu. Informasi setelah ini sangat penting
diketahui. Anggap saja ini langkah awal. Selanjutnya, Andalah
pengambil keputusan. Berikut tiga hal yang perlu kita ketahui sebelum
melangkah lebih dalam di dunia video game;
SISTEM RATING VIDEO GAME - Layaknya film atau program
televisi, video game juga punya rating. Setiap rating merepresentasikan
konten di dalam video game. Beberapa negara punya standar rating
masing-masing. Di Eropa misalnya, terdapat Pan European Game
Information (PEGI) yang bertugas ‘melabeli’ setiap video game yang
beredar. NXG Indonesia juga bergerak dibidang peratingan video
game. Silakan pelajari rating-rating tersebut, dapat diakses melalui
nxgindonesia.net. Mengapa Anda harus menggunakan sistem rating
lokal? Bisa jadi standar-standar budaya pada satu wilayah berbeda.
Eropa dan Amerika saja punya standar rating yang berbeda; PEGI
(Eropa) dan ESRB (Amerika). Apalagi dengan Indonesia. NXG
Indonesia merupakan sistem rating yang telah disesuaikan dengan
kultur dan pola perilaku konsumsi video game masyarkaat Indonesia
pada umumnya.
PARENTAL CONTROL - Ini merupakan fitur yang sudah
tersedia di dalam perangkat video game. Baik itu konsol seperti Play
Station, Nintendo, Xbox, atau komputer. Melalui fitur ini, orang tua
diberi keleluasaan untuk mengatur penggunaan konsol. Mulai dari
pengaturan waktu dan durasi bermain anak hingga memblokir video
game dengan label tertentu. Beberapa perangkat generasi baru telah
dilengkapi dengan sistem Parental Control. Anda bisa mengunjungi
laman resmi dari developer konsol bersangkutan.
PERATURAN DI RUMAH - Scott Steinberg dalam The Modern
Parent Guide to Kids and Video Game (2011) menegaskan pentingnya House
Rules terhadap video game. Hal ini penting guna tercipta iklim bermedia
yang sehat. Inti dari kegiatan ini adalah mendidik keterbukaan dan
Durasi Bermain
Beberapa orang tua mengeluhkan durasi bermain video game anak
mereka. Kebanyakan mengaku kewalahan dan kesulitan mengatur
416 — G.E.N.C.E.
waktu bermain. Pasalnya, video game sangat asik dimata anak-anak.
Tak hanya menyuguhkan grafis yang indah, tantangan yang diberikan
kadang menjadi motivasi bagi anak-anak untuk terus bermain. Karena
itu, isu durasi bermain video game menjadi problem bersama orang
tua saat ini. Setelah sibuk ‘mengatur’ durasi televisi dan internet,
kini orang tua juga harus memasukan video game kedalam daftar
‘pekerjaan rumah’ mereka.
Seorang psikolog dan peneliti asal Iowa State University, Dr.
Douglas Gentile melakukan riset unik tentang durasi bermain video
game pada anak-anak. Ia membuat laporan (2012) bahwa anak-anak
usia sekolah dasar dan menengah rata-rata bermain video game
13 jam/ minggu untuk anak laki-laki dan 5,5 jam/ minggu untuk
anak perempuan. Bukan hanya anak sekolah dan remaja, anak-anak
prasekolah umur dua sampai lima main video game rata-rata 28
menit/ hari. Hal serupa juga terjadi di Indonesia, pada kurun 2012-
2013 NXG Indonesia pernah melakukan riset kecil di Bandung tentang
penggunaan video game pada anak-anak. Hasilnya, anak-anak usia
SD-SMP menghabiskan rata-rata 4 jam/ hari. “Memang paparan video
game tak ‘sehebat’ televisi yang mencapai 24 jam/ minggu bahkan
lebih, akan tetapi resiko kesehatan, prestasi akademis, dan perilaku
agresif berlaku juga untuk video game.”
Hingga umur 21, anak-anak Amerika telah menghabiskan 10
ribu jam bermain video game, angka ini belum termasuk game arcade
(semacam ding-dong). Douglas menyarankan agar penggunaan video
game di kontrol dan tidak menyita banyak waktu luang anak-anak.
Pasalnya, penggunaan media seperti ini telah menyita banyak waktu
bagi anak-anak. “Bayangkan saja, anak-anak kita menghabiskan 37
jam/ minggu di depan layar monitor,” tambah Douglas yang juga
peneliti dari National Institute on Media and the Family. Para pakar
ilmu kesehatan anak dari The American Academy of Pediatrics
sepakat bahwa waktu ideal untuk screen time (termasuk nonton televisi
dan main video game) untuk anak-anak adalah tidak lebih dari dua
jam per hari! Untuk anak-anak dengan rentang umur 6 - 12 tahun,
sedangkan umur 2 - 5 tahun waktu screen time yang direkomentasikan
adalah satu jam per hari. Bahkan, khusus untuk balita dengan umur <
18 bulan sama sekali tidak disarankan untuk terpapar oleh screen alias
difokuskan kepada aktivias fisik.
418 — G.E.N.C.E.
tua bisa saja memilihkan NIntendo Wii atau Microsoft Xbox Kinect
untuk anak mereka, tapi harus merogoh kocek yang tak sedikit.
Bandingkan dengan lari pagi dan olaharaga bersama; gratis.
Tak cuma kesehatan, beberapa pemain benar-benar kecanduan.
Masalah kesehatan dan kecanduan dalam video game adalah dua
hal yang beriringan. Seorang pecandu video game biasanya punya
masalah serius soal kesehatan mereka. Kecanduan diartikan sebagai
obsesi berlebihan terhadap sesuatu. Misalnya, rokok, alkohol, obat,
hingga video game. Tahun 2003 lalu, Dr. Douglas Gentile melakukan
penelitian tentang video game addiction. Ia tak sendiri, kali ini ditemani
oleh peneliti dari Minnesota School on Professional Psychology, Argosy
University, Marny R. Hauge. Hasilnya, kecanduan video game paling
sering menimpa remaja akhir (adolescent).
Tentu saja orang tua bisa sedikit bernafas legas, karena kecanduan
video game biasanya tidak terjadi pada anak-anak usia SD dan SMP.
Itu sih teorinya, tetapi tetap saja kita sering menemukan anak-anak
SMP, malahan SD yang tergila-gila dengan video game. Bahkan, untuk
beberapa mahasiswa di Amerika, lebih mementingkan bermain video
game dari pada kuliah adalah hal biasa. “Biasanya mereka akan tidur
larut atau tidak tidur, bolos kuliah, tidak mengerjakan tugas, beberapa
mahasiswa menunjukan perilaku agresif terhadap instruktur atau
dosen.”
Beberapa karakteristik yang umum ditemukan pada pecandu
video game; Tak acuh, baik itu pada pola makan, tidur, ibadah, maupun
kesehatan; Obsesi berlebihan pada video game; Mudah Berbohong,
baik saat bermain video game online atau dikehidupan sehari-hari;
Pemarah dan depresi, emosi para pecandu biasanya sulit dikontrol,
mereka mudah marah untuk perkara sepele sekalipun; Ketergantungan
dan utang, banyak diantara pecandu yang berutang karena perlu
memenuhi hasratnya dalam bermain. Dalam catatan penelitiannya,
Douglas dan Marny menemukan satu siswa yang bermain sampai 20
jam sehari!
Kem Lee dalam Gamer Addiction: A Threat To Student Success! What
Advisors Need To Know (2005) berpendapat bahwa pihak kampus/
sekolah perlu mengambil langkah tegas apabila mendapati siswanya
Konten Kekerasan
20 April 1999. Columbine High School, Colorado. Dua pelajar, Eric
Harris (18 tahun) dan Dylan Klebod (17) datang ke sekolah sembari
membawa senapan. Mereka membunuh 13 orang temannya (termasuk
guru) dan melukai 24 lainnya, meledakan sebuah mobil, bunuh diri
setelahnya. 16 April 2007. Virginia Tech, Virginia. Seung Hui Cho (23)
membunuh 32 orang, 17 terluka, kemudian bunuh diri. 14 Desember
2012. Sandy Hook Elementary, Connecticut. Pemuda setempat, Adam
Peter Lanza (20) membunuh 28 orang (termasuk ibunya sendiri),
akhirnya bunuh diri.
Ketiga kasus ini punya satu benang merah yang sama; para pelaku
kecanduan video game. Eric Harris dan Dylan Klebod kecanduan
Doom, Seung Hui Cho bermain Counter Strike, sedangkan Adam Peter
Lanza penggemar Call of Duty. Tentu banyak faktor yang memotivasi
pelaku melakukan aksi brutal ini. Sebut saja bullying (Eric dan Dylan),
depresi (Cho), atau autism (Peter), serta beberapa faktor eksternal
lainnya. Tetapi, beberapa pakar psikologi mengungkap bahwa perilaku
agresif mereka banyak dipengaruhi oleh konten kekerasan video game.
Mengingat keempat pelaku adalah pecandu video game.
420 — G.E.N.C.E.
Sebuah penelitian dipandu oleh Prof. Brad Bushman,
ahli komunikasi dan psikologi Ohio State University, Amerika
membuktikannya. Ia didukung oleh peneliti lain; Laurent Bègue
dari University Pierre Mendès (Perancis) dan Michael Scharkow
dari University of Hohenheim (Jerman). Penelitian ini melibatkan 70
mahasiswa di Perancis sebagai partisipan yang dilakukan Desember
2012. Mereka kemudian dibagi kedalam dua kelompok dan disuruh
main video game selama 20 menit setiap hari, selama tiga hari berturut-
turut.
Kelompok pertama diberi video game yang penuh dengan aksi
kekerasan; Condemned 2, Call of Duty 4 dan The Club. Kelompok dua
sebaliknya, tanpa konten kekerasan. Hanya kelompok pertama yang
menjadi lebih agresif dalam kehidupan sehari-hari. “Setelah bermain
video game kekerasan, mereka cenderung berpikir dan bertindak
agresif,” tutur Bushman. Mereka melihat dunia nyata dengan ‘pikiran
yang penuh aksi’. Sehingga bersikap agresif sebagai bentuk difensif
akan lingkungannya. Sikap ini bisa ditunjukan dalam bentuk tidak
sabaran atau mudah marah. “Kami berharap melakukan penelitian
lebih lama agar hasilnya lebih matang, tapi itu tidak etis.”
Tentu saja penelitian Bushman hanya satu dari sekian banyak
penelitian. Rata-rata berkesimpulan paparan konten kekerasan
berkorelasi positif dengan perilaku. Tapi, banyak juga yang menentang.
Mereka beranggapan bahwa potensi kekerasan pada anak-anak atau
remaja tidak dipengaruhi oleh konten kekerasan video game. Pro
dan kontra dalam isu violent video masih berlanjut, sementara industri
hiburan terus saja memproduksi konten-konten kekerasan. Bagi mereka
konten seperti ini adalah yang paling laku dan menguntungkan.
Sistem Rating
Memilih video game untuk anak-anak adalah langkah tepat. Selain
untuk menghindarkan konten ‘berbahaya’ dari anak-anak, orang tua
pun bisa lebih terlibat pada aktivitas bermain anak-anak. Kebiasaan
buruk orang tua pada umumnya adalah tidak peduli terhadap video
game yang dimainkan oleh anak mereka. Baru setelah mendapati anak
mereka main video game berkonten kekerasan mencolok atau terdapat
adegan porno orang tua akan bertindak. Biasanya, dengan memarahai
anak karena bermain terlalu lama atau langsung mematikan konsol
video game karena kesal.
Tentu akan lebih bijak apabila kita ikut berpartisipasi dalam
kegiatan bermain anak-anak. Saat bermain video game bersama, ajaklah
anak untuk berdiskusi tentang konten video game. Memang tak semua
422 — G.E.N.C.E.
orang tua punya waktu untuk melakukan hal itu. apabila Anda salah
satu orang tua yang sibuk, maka memilihkan video game yang tepat
adalah solusi dan sistem rating memudahkan kita melakukan hal itu.
Orang tua cukup melihat rating video game yang bersangkutan, lalu
menyesuaikannya dengan usia anak. Setiap rating merepresentasikan
konten di dalamnya. Misalkan, video game berating “Dewasa 18+”
sudah pasti mengandung konten kekerasan yang tinggi, lain lagi
dengan rating “Semua Usia.” Mulai sekarang pastikan anak-anak
memainkan video game yang sesuai untuk usia mereka.
NXG Indonesia
NXG Indonesia, merupakan komunitas Pemantau Konten Video
Game pertama dan komunitas satu-satunya di Indonesia yang concern
terhadap isu konten video game. Mereka memastikan tiap video game
yang didistribusikan di Indonesia telah ‘terlabeli’ oleh rating versi
Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memudahkan kita memilih video
game.
Berikut adalah sistem rating versi NXG Indonesia:
424 — G.E.N.C.E.
rating video game resmi milik pemerintah yang bernama Indonesia
Game Rating Sistem (IGRS).
Tentu saja, setiap lembaga punya standar penilaian berbeda.
Rating sebuah video game di suatu negara bisa saja berbeda. Perbedaan
ini bisa dikarenakan oleh sistem penilaian konten hingga norma
budaya setempat. Bisa saja, sebuah adegan dikatan porno di negara
tertentu tapi tidak bagi yang lain. Mengingat perbedaan budaya dan
norma inilah, penulis sangat menganjurkan untuk selalu menggunakan
rating lokal milik Indonesia. Selain sistem penilaian telah disesuaikan,
klasifikasi yang dibuat NXG Indonesia juga lebih sederhana dan
mudah dipahami.
Salah satu faktor penentu klasifikasi video game adalah unsur
konten. Konten dalam video game umumnya bersifat majemuk,
sehingga dalam satu video game mungkin saja mengandung banyak
konten berbahaya! Beberapa konten dibagi lagi kedalam tiga kategori;
Rendah, Sedang, dan Berbahaya. Berikut ini, adalah daftar konten
‘bermasalah’ versi Next Generation:
1. ALKOHOL, TEMBAKAU/ ROKOK, & NARKOTIKA -
Penggunaan alkohol, produk tembakau, serta obat-obatan
terlarang dan/ atau yang dilarang oleh pemerintah. Baik
digunakan oleh tokoh utama maupun tokoh pendukung.
Beberapa video game menggambarkan karakter pecandu berat,
penjuan, atau bandar. Adegan itu juga termasuk kedalam konten
ini.
2. SIMULASI PERJUDIAN - Aktivitas/ kegiatan perjudian tanpa
melibatkan uang/ alat transaksi lainnya yang sah secara hukum.
Misalkan menggunakan poin tertentu di dalam video game yang
tidak dapat ditukar dengan uang.
3. PERJUDIAN - Aktivitas/ kegiatan perjudian dengan melibatkan
uang/ alat transaksi lainnya yang sah. Biasanya pemain diharuskan
menyimpan/ transfer sejumlah uang atau menggunakan kartu
kredit.
4. PORNO/ EROTISME - Menampilkan adegan / tayangan baik
berupa audio maupun visual yang tidak sesuai dengan norma
kesusilaan. Biasanya berupa penggunaan suara seperti desahan,
426 — G.E.N.C.E.
melanggar hukum atau kejahatan, seperti mencuri, merampok,
membunuh, atau kegiatan lainnya yang merugikan diri sendiri/
orang lain. Biasanya berkaitan dengan konten kekerasan atau
sadisme. Beberapa video game menggunakan karakter perampok
sebagai tokoh utama atau seorang pencuri ulung.
11. DIALOG KASAR - Penggunaan bahasa yang tidak semestinya,
dan/atau penggunaan bahaya yang tidak patut dan dianggap
tidak sopan oleh norma/ aturan yang berlaku. Termasuk
penggunaan bahasa asing yang tidak sesuai.
Sama seperti klasifikasi video game, daftar konten ‘bermasalah’
pada tiap lembaga pemantau bisa sangat berbeda. apabila NXG
Indonesia, membuat sebelas daftar konten berbahaya. Maka ESRB
punya 30 daftar konten, sedangkan PEGI membagi konten kedalam
delapan kategori, dan IGRS memliki sepuluh konten. Tentu saja hal ini
sah-sah saja, mengingat tiap pemantau punya sistem ratingnya sendiri.
Guna memudahkan, kami akan menampilkan sistem rating ESRB,
PEGI, dan IGRS sebagai bahan komparasi.
428 — G.E.N.C.E.
Rating Pending. Merupakan rating yang
diberikan kepada video game yang belum
rampung. Biasanya diberikan untuk
melengkapi materi promosi sebuah video
game yang akan terbit. Setelah video game
rilis, ESRB akan mengganti ratingnya.
430 — G.E.N.C.E.
Indonesia Game Rating Sistem (IGRS)
Merupakan lembaga resmi peratingan video game di Indonesia,
dibentuk tahun 2016 oleh Kominfo melalui Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Klasifikasi
Permainan Interaktif Elektronik. Merujuk pada Pasal 4 Butir 3 peraturan
diatas, maka terdapat lima klasifikasi usia pada sistem rating IGRS;
432 — G.E.N.C.E.
video game telah masuk Indonesia pada akhir 90-an. Langkah NXG
Indonesia ini kemudian disusul oleh Kominfo RI dengan membentuk
IGRS (2016). Tentu saja munculnya lembaga rating video game perlu
kita sambut baik. Mengingat video game telah menjadi ‘konsumsi’
sehari-hari anak-anak Indonesia. Dengan hadirnya lembaga rating,
minimalnya kita sudah selangkah menuju ekosistem bermain video
game yang yang lebih sehat.
434 — G.E.N.C.E.
Bila Q2L menyuguhkan model, lain lagi dengan The Commonsense
yang lebih mengedepannkan sistem kurikulum digital yang mereka
namai K–12 Digital Citizenship Curriculum. Isinya adalah semacam
panduan bagi sekolah, komunitas pendidikan, atau para aktivis literasi
digital dalam mengedukasi anak-anak agar lebih aman dan nyaman
selama menggunakan teknologi digital (termasuk didalamnya internet
dan video game). Hal ini menunjukan bahwa dunia literasi digital
(dan video game) sudah cukup menyedot perhatian para peneliti
dan akademisi. Cukup bagi kita untuk menaruh curiga berlebihan
pada video game dan produk-produk digital lainnya, kini saatnya
kita memanfaatkan video game untuk keperluan pendidikan anak-
anak kita. Dengan kolaborasi teknologi-pendidikan diharapkan akan
membentuk generasi-generasi berikutnya yang lebih melek teknologi
sehingga tak perlu lagi terjadi gap pengetahuan seperti sekarang.
Setelah kita sama-sama melihat kekurangan dan kelebihan video
game, kini kita bisa menilai pemainan ini dengan lebih objektif. Kita
sama-sama sepakat bahwa rating dalam video game mampu membatasi
paparan konten ‘berbahaya’ pada anak-anak, ketika konten sudah tepat
dan pengguna sudah mampu memanfaatkan teknologi ini dengan
tepat maka kita sudah bisa mewujudkan ekosistem bermain video
game yang lebih sehat di rumah. Tentu ini semua butuh kerja keras dan
kerjasama semua anggota keluarga (ayah, ibu, dan anak-anak). Setelah
rumah selesai, kami punya keyakinan bahwa membangun masyarakat
/ lingkunan yang lebih ramah anak (khususnya dalam pemanfaatan
teknologi digital) akan jauh lebih mudah.
Profil Organisasi
Berdiri November 2011 di Bandung. NXG Indonesia adalah komunitas
pemantau konten video game di Indonesia. Kegiatan kami meliputi
dua agenda besar: peratingan video game & media literasi kepada
masyarakat. Harapannya, ekosistem bermain video game di Indonesia
akan lebih sehat. Selain itu, anak-anak juga diharapkan terbebas dari
paparan video game berkonten dewasa. Kini kami mulai menggarap isu
yang lebih besar: literasi digital. Bagi kami, pendidikan media-massa
sangat penting! Khususnya di era digital seperti sekarang, pengetahuan
436 — G.E.N.C.E.
[8]
MENGUNGKAP KEBENARAN:
Isu Kesehatan pada Peradaban Digital
Berita bohong atau hoaks yang kian marak khususnya di media sosial
telah mendapat perhatian dari berbagai kalangan, termasuk Alumni
Doktor Komunikasi Fikom Unpad pada saat Kongres Perdana di
Bandung, Desember 2017, menyatakan diri berperang melawan Hoaks.
PERHUMAS Indonesia juga tak mau diam, terus mengkampanyekan
Indonesia Bicara Baik untuk menyeimbangkan peredaran berita hoaks
di Indonesia.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, ada
lebih dari 800.000 situs yang telah diblokir sepanjang 2016-2017 karena
memiliki konten hoaks dan ujaran kebencian. Termasuk lebih dari
300.000 akun media sosial yang dibekukan karena mengunggah pesan
serupa yang berpotensi memprovokasi dan mengadu domba.
438 — G.E.N.C.E.
pada anak-anaknya, hal ini menyebabkan banyak korban dan temuan
kasus penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi.
Sebagai praktisi Public Relations (PR) di Indonesia, baik PR
korporasi, PR di industri swasta dan lembaga pemerintah, termasuk
akademisi, Asosiasi profesi PR dan komunikasi perlu membantu
pemerintah dalam upaya mengimbangi penyebaran berita hoaks
terkait isu kesehatan tersebut. Bagaimana sebaiknya peran serta
praktisi kesehatan termasuk PR menyikapi isu kesehatan dan turut
serta memberikan edukasi, sosialisasi dan promosi kesehatan berupaya
meluruskan pandangan dan persepsi yang salah, yang sudah terlanjur
beredar di masyarakat.
Public Relations memiliki peran yang sangat penting dalam
menyampaikan informasi, edukasi, meyakinkan masyarakat
tentang isu kesehatan (Wise,2001) salah satu fungsi yang masih
sangat diperlukan adalah peran dalam komunikasi kesehatan untuk
menyampaikan informasi mengenai pencegahan penyakit menular,
mencegah epidemic, termasuk bagaimana merespon saat terjadi
krisis komunikasi kesehatan dan komunikasi kesehatan saat darurat
(emergency communications) serta bagaimana melakukan recovery
setelahnya (Wise, 2011).
Sampai saat ini riset dan pembahasan mengenai penanganan
krisis komunikasi kesehatan dalam konteks kesehatan masyarakat,
serta dalam perspektif Public Relations masih terbatas, sebagai contoh,
Liu and Kim (2011) pernah melakukan riset bagaimana organisasi
kesehatan memframing pada saat terjadi pandemic virus H1N1 tahun
2009 melalui social media dan media traditional; hasil riset menunjukan
bahwa lembaga kesehatan lebih mengandalkan media tradisional
dibandingkan dengan media sosial saat mengkomunikasi tentang
krisis pandemik virus H1N1. Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit atau Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika,
merupakan sumber yang paling popular dan dijadikan rujukan
masyarakat saaat itu pada saat krisis terjadi.
J.P.D. Guidry et al. (2016) juga melakukan penelitian bagaimana
lembaga kesehatan menangani krisis komunikasi kesehatan melalui
social media engagement. Dengan pendekatan strategic health risk
communication, penelitian mengenai Ebola-related social media yang
440 — G.E.N.C.E.
sejak lama, di wilayah Cirebon terdeteksi 1 orang anak yang terkena
penyakit difteri karena tidak divaksin pada 15 tahun lalu.
Penolakan juga terjadi di beberapa wilayah, pada kalangan
menengah dan atas yang aktif menggunakan media sosial juga
terjadi penyebaran informasi melalui facebook, twitter, instagram dan
whatsapps group yang berisi penyebaran berbagai informasi. Momen
ini dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk mempengaruhi orang
tua dengan penyebaran hoaks vaksin.
442 — G.E.N.C.E.
untuk pencarian literasi kesehatan dan informasi eHealth (Thackeray,
Crookston and West 2013). Riset lanjutan juga banyak dilakukan
diberbagai negara terkait hal yang sama dari berbagai perspektif.
Trend gen X dan gen Y saat ini sebelum mengambil keputusan
untuk pergi ke tempat pelayanan kesehatan dan memberikan vaksin
pada putra putrinya, sebelumnya mencari referensi melalui media
sosial, tentang manfaat serta risiko-risiko paska pemberian vaksin.
Informasi tentang efek samping vaksin juga menjadi pertimbangan,
testimoni dari sesama teman di media sosial menjadi pendorong dalam
pengambilan keputusan, walaupun sebagian memiliki keyakinan,
karena waktu kecil telah diberikan vaksin, dan kelompok pasangan
muda meneruskan kembali kebiasaan tersebut pada putra-putrinya.
Fakta bahwa media dituntut untuk mendapatkan berita penting,
eksklusif, menarik. Akan tetapi, dalam penyajian berita itu pula, media
dituntut untuk tetap mampu menyajikan berita secara cepat, akurat,
dan berimbang. Sebagian besar media, termasuk juga kalangan reporter
saat ini sering terjebak pada kecepatan, tanpa mempertimbangkan
akurasi, verifikasi, keberimbangan atau kepentingan-kepentingan lain.
Pada saat terjadi isu vaksin palsu di media yang mendapatkan
perhatian yang besar, sehingga banyak narasumber yang bersedia
dan menawarkan diri untuk diwawancarai dan menyampaikan
pendapatnya, walaupun narasumber tersebut tidak memiliki
persyaratan dalam penentuan narasumber, tidak memiliki kompetensi
dan kepakaran yang cukup.
Statement dari narasumber tersebut dilakukan melalui media
sosial dan digital yang berulang-ulang kemudian, terlihat oleh media
arus utama sehingga dengan maksud untuk memperkaya sudut
pandang penulisan, beberapa influencer yang muncul di media sosial
mendapatkan wawancara dan masuk sebagai narasumber pada media
arus utama.
444 — G.E.N.C.E.
Kebenaran & Peradaban Digital
Edukasi pentingnya vaksin, sebelum peradaban digital, tidak memiliki
halangan yang berarti. Di masa lalu, pemerintah melalui program
sukses “Pekan Imunisasi Nasional”, “Gerakan Posyandu”, Kampanye
publik dengan lagu “Aku Anak Sehat” masih teringat dalam ingatan
dan telah mencatatkan pencapaian yang menggembirakan. Begitu
peradaban digital, kampanye negatif, hoaks menjadi tidak terbendung,
generasi X, generasi Y memilih sendiri kebenaran dan jalan yang mana
yang dipilihnya untuk menuju hidup sehat.
Bahwa “kebenaran” atau “truth” yang harus diungkap terkait isu-
isu kesehatan khususnya vaksin harus disertai dengan fakta dan kaidah
dalam risiko kesehatan, Edukasi promosi kesehatan dan kampanye
komunikasi publik yang dilakukan perlu disesuaikan dengan target
audiens generasi X,Y dan bahkan Z Truth jangan menjadi post-truth,
sehingga emosi dan keyakinan personal justru lebih berpengaruh
dalam membentuk opini publik dari pada fakta obyektif. ***
References :
Association of State and Health Territorial Officials. 2010. Communicating
Effectivelly about Vaccacines. USA: ASTO
European Centre for Disease Prevention and Control. 2012. Technical
Document Communication on Immunisation – Building Trust.
Stockholm: IBN 978-92-9193-333-4 doi 10.2900/20590.
Eve, D., Maryline, V., & Noni E, M. (2015). Vaccine Hesitancy, vaccine
refusal and the anti-vaccine movement: influence, impact and
implications. Expert Reviews, 14(1), 99-117.
Glanz, Karen., et al. 2008. Health Behavior and Health Education, Theory,
Research, and Practice. San Francisco: A Wiley Print.
Goldstein, S., et al. 2015. Health Communication and Vaccine Hesitancy.
Institute for Health and Development Communication, and
University of Witwatersrand, Johannesburg, South Africa,
Department of Paediatrics, Dalhousie University, Canadian
Centre for Vaccinology, IWK Health Centre, Halifax, Canada
446 — G.E.N.C.E.
Mitra, T., Counts, S., & Pennebaker, J. W. (2016). Understanding
Anti-Vaccination Attitudes in Social Media. Association for the
Advancement of Artificial Intellegence, 10.
Mulyana, Deddy. 2016. Health and Therapeutic Communication an
Intercultural Perspective. Bandung: Rosda International.
Olson, Karin., et al. 2016. Handbook of Qualitative Health Research for
Evidence-Based Practice. New York: Springer.
Pamera F, W. (2011). Risk and Crisis Communications. Canada: John
Wiley & Sons Inc.
Piotrowski, T.J & Valkenburg, M.P. 2017. Plugged in: How Media Attract
and Affect Youth. Amsterdam: Yale University Press.
Regina E, L., & Andrea H, M. (2013). Risk Communication (Vol. 5). New
Jersey, United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Robert M. Wolfe “Anti-vaccinationists Past and Present” British
Medical Journal (2002), retrieved 21 January 2017, from https://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1123944/
Seale, C. 2002. Media & Health. London: SAGE Publication.
Severin, J.W. James, W. Tankard, Jr. 2001. Communication Theories:
Origins, Methods & Uses in the Mass Media. Texas: Pearson.
Sheng, Zhu. 2013. Effect of The Health Belief Model in Explaining HBV
Screeening and Vaccination Health Behavior: a Systematic Review. The
University of Hongkong. Hongkong: Open Dissertation Press.
Thompson, L.T Dorsey, A. Miller, I.K, Parrot, R. 2014. Handbook of
Health Communication. USA: Univeristy of Dayton.
Tirkkonen, P., & Luoma-aho, V (2011) online authoriry communication
during an epidemic: a finnish examples, Public Relations Review,
37, 172-174.
Tursunbayeva, A. (2017, April 26). Use for social media for
e-Government in the public health sector: A systematic review of
published studies. Government Information Quarterly, 270-282.
Pernyataan :
Tulisan ini merupakan bagian dari disertasi penelitian mengenai
komunikasi kesehatan edukasi vaksin di Indonesia, Fakultas
Komunikasi, Bidang Komunikasi Kesehatan, Universitas Padjadjaran.
448 — G.E.N.C.E.
[9]
T
eknologi informasi memudahkan hidup manusia. Inovasi
disruptif membawa individu menjadi lebih cepat, lebih smart,
dan lebih menghemat waktu terhadap aktivitas kehidupan
kita. Layanan transportasi online misalnya, memudahkan individu
menuju tempat yang kita tuju. Maka, semua orang setuju, bahwa era
digital informasi ini memiliki dampak positif dan membuat kehidupan
manusia menjadi lebih baik.
Namun, era baru ini juga memiliki ekses yang dapat berdampak
negatif terhadap kesehatan mental kita. Gangguan tidur, stres, depresi
(dan berakhir dengan bunuh diri), permasalahan pada atensi dan
memori akibat seringnya multitasking, Fear of Missing Out (FOMO)
atau suatu kecemasan sosial karena kurang update, narsis yang
patologis, menurunnya empati, dan adiksi internet merupakan sederet
permasalahan yang mungkin terjadi pada individu yang kurang
mampu “berselancar” dengan baik di era digital informasi. Maka, Scott
Becker, Ph.D (2015) dari MSU Counseling Center memaparkan dengan
gamblang atropi yang terjadi pada beberapa bagian otak seperti halnya
korteks prefrontal, striatum, dan insula akibat kekurangmampuan
individu hidup di era digital informasi.
450 — G.E.N.C.E.
Mindfulness dan Multitasking
Time Magazine, salah satu media terkemuka dunia menyatakan tahun
2014 sebagai tahun mindfulness. Pernyataan tersebut bukan tanpa
alasan. Mindfulness menjadi sebuah pendekatan yang paling sering
diaplikasikan selain Cognitive Behavior Therapy oleh para praktisi
psikologi.
Penelitian-penelitian mindfulness berkembang sangat pesat
sejak awal tahun 1980. Fakta mengejutkan lainnya, 25% dari seluruh
pegawai perusahaan di Amerika Serikat pernah mendapatkan
pelatihan mindfulness.
452 — G.E.N.C.E.
Pada era informasi digital, multitasking menjadi sebuah kebutuhan
bahkkan life style (gaya hidup), khususnya bagi kalangan usia produktif.
Banyak manfaat dari multitasking seperti mengatasi kebosanan dan
agar berbagai pekerjaan dapat selesai dalam satu waktu dan secepat
mungkin. Namun sayangnya kadang aktivitas multitasking menjadi
tidak produktif, menurunkan tingkat fokus, menjadi lebih lupa,
dan malah membuat stres jika tidak dikelola dengan baik. Selain
itu multitasking dapat membahayakan keselamatan individu itu sendiri,
terutama jika dilakukan saat mengendarai kendaraan.
Tidak jarang kita menjumpai orang mengendarai kendaraan
sambil berinteraksi dengan orang lain melalui smartphone, atau sambil
makan sepotong burger dan mendengarkan musik. Di jalan pun masih
terlihat para pengendara motor yang mengobrol dengan rekannya
sesama pengendara motor. Atau pengendara motor yang merekam
video perjalanan melalui teman yang duduk dibelakangnya. Hal ini
bukan hanya membahayakan keselamatan diri mereka tapi juga orang
lain.
Karena terdapat lebih dari satu aktivitas yang dilakukan, maka
atensi (perhatian) pun terbagi. Perhatian tidak sepenuhnya pada
aktivitas mengendarai kendaraan, tapi terpecah pada aktivitas makan,
menelepon, mendengarkan musik, dan sebagainya. Hal ini tidak hanya
berlaku saat mengendarai kendaraan bermotor, tapi juga bersepeda,
seperti yang dilakukan Nicky Hayden, juara MotoGP tahun 2006 yang
meninggal karena kecelakaan. Ia tertabrak sebuah mobil saat bersepeda
sambil mendengarkan musik melalui ipodnya. Sang pembalap diduga
atensinya terbagi antara mendengarkan musik melalui ipodnya dengan
aktivitas bersepeda sehingga tidak melihat lampu lalu lintas.
Maka mengembangkan hidup mindful sesungguhnya
meminimalisir multitasking. Namun bagaimana jika aktivitas kita
mengharuskan kita harus melakukan aktivitas multitasking?
Inspirasi yang bagus datang dari sebuah penelitian ciamik
yang dilakukan David M. Levy dan beberapa koleganya (2012) yang
berjudul The Effects of Mindfulness Meditation Training on Multitasking
in a High-Stress Information. Penelitian ini memaparkan kelompok
yang berlatih meditasi mindfulness lebih bisa meng-handle dengan
454 — G.E.N.C.E.
“membuang-buang” waktu, tenaga, dan biaya. Kerugian berdampak
bukan hanya pada individu saja melainkan institusi, masyarakat, dan
negara.
Referensi:
Becker, S. (2015). This is your brain online: The impact of technology
on mental health [Pdf]. Diunduh pada 2 November 2017
dari http://spartanyouth.msu.edu/precollege/documents/
ThisisyourbrainonlineforPre-CollegeFacultyandStaffMarch2015.
pdf
Brown, K. W., Ryan, R. M., & Creswell, J. D. (2007). Mindfulness: Theoretical
foundations and evidence for its salutary effects. Psychological
Inquiry, 18(4), 211-237, doi: 10.1080/10478400701598298
Germer, C. K., Siegel, R. D., & Fulton P. R. (Eds.). (2005). Mindfulness
and psychotherapy. New York: Guilford Press.
Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: Using the wisdom of your body
and mind to face stress, pain, and illness. New York: Bantam Dell.
Sumber gambar:
Gambar 1: https://www.thinglink.com/scene/766699406505279489
Gambar 2: https://www.kompasiana.com/idrisapandi/multitasking-
di-tengah pekerjaan_58b6a4876c7a619b06eaf9d3
Gambar 3: http://positivemindfulleader.com/the-most-impactful-
minute-of-your-day-the-mindful-minute/
456 — G.E.N.C.E.
MANUSIA X.0
Oleh
Tauhid Nur Azhar dan Diana Hasansulama
K
emajuan bioteknologi di era disrupsi digital yang saling
berkelindan dalam jejaring sinergi menghasilkan hasil-hasil
riset yang memiliki banyak makna. Di satu sisi hasil riset
kekinian mulai menguak banyak tabir misteri tentang alam semesta
dan komponen makhluk hayati di dalamnya, termasuk manusia.
Motif biologis yang dahulu tergambar dari berbagai penafsiran paleo
arkeologis dari berbagai artefak seperti lukisan gua di Altamira,
Lascaux, dan Leang-Leang serta berbagai benda dengan fungsi
keseharian seperti yang terdapat di gua Pawon menunjukkan
terjadinya revolusi peradaban seiring dengan semakin majunya cara
berpikir manusia. Revolusi otak yang antara lain diprakarsai oleh
tuntutan kebutuhan yang mewajibkan lahirnya berbagai inovasi untuk
menghasilkan solusi telah melahirkan budaya agraris dan peternak
yang mengubah pola pencarian bahan pangan di era pemulung dan
pemburu. Hewan buruan dan tanaman sumber pangan yang semakin
sulit diperoleh seiring dengan peningkatan jumlah populasi manusia
dalam satu bioma, yang tentu saja meningkatkan juga kuantitas
konsumsi pangannya, melahirkan inovasi budidaya hewan ternak
dan tanaman pangan serta semakin canggihnya alat tangkap. Seiring
dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang semakin membaik dan
mungkin juga disertai penemuan api dan metoda memasak dengan
panas, maka terjadi pula optimasi perkembangan otak dan jaringan
syaraf secara organik.
Otak yang makin berkembang dan kompetisi yang semakin ketat
selain meningkatkan tekanan (stressor) juga melatih kekuatan “otot”
otak untuk terus mengembangkan sinaps-sinaps baru yang diikuti
dengan peningkatan kapasitas prosesingnya juga. Walhasil terjadilah
lompatan peradaban sekaligus berbarengan dengan bermunculannya
dampak ikutan yang tidak diharapkan. Lahan semakin terbatas karena
pertumbuhan populasi mendorong terjadinya eksploitasi fungsi lahan
458 — G.E.N.C.E.
untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Maka pengetahuan
ini membawa kita pada perspektif baru mengenai proses adaptasi.
Selama ini dengan kemampuan berinovasi yang didorong oleh upaya
pemenuhan kebutuhan, manusia telah melakukan rekayasa genetika
hingga rekayasa cuaca dan membangun jejaring industri manufaktur
yang mampu mereduksi berbagai kekurangan yang melekat pada
dirinya.
Bahkan hari-hari ini manusia mulai membangun “otak” super
yang mampu mengolah milyaran data yang dijaring dari samudera
informasi untuk menghasilkan berbagai jawaban dan solusi bagi
berbagai masalah kehidupan. Era big data, machine learning, artificial
intelligence, deep learning sampai terbukanya kemungkinan hadirnya
artificial biology adalah keniscayaan yang tak dapat dipungkiri. Saat
teknologi block chain dan LiVi menjadi hal rutin dalam keseharian di
masa depan dan bergandengan tangan dengan surveilans berbasis
5G, berbagai sensor dalam konteks kendali smart mobility seperti
anisotropic magneto resistive, inductive sensor dll, maka akan terciptalah
manusia virtual. Manusia masa depan yang melampaui terminologi
4.0, lebih tepat sebagaimana yang dinamakan Prof. Suhono Harso
Supangkat dengan manusia X.0.
460 — G.E.N.C.E.
sempurna ke alam digital/virtual. Apakah alih guna fungsi lahan
akan berhenti karena manusia tak perlu lagi sapi, ayam, domba, padi,
gandum, dan sayur mayur, juga ikan, kerang, dan cumi?
Manusia dengan teknologi rekayasa gen seperti yang hari ini
sudah terjadi dengan metoda CRISPR dan didahului beberapa windu
lalu dengan teknik cloning dan cloning ekspresi, dapat mengubahsuai
fungsi fisiologinya, termasuk metabolisme, untuk mengefisienkan
asupan dan mengoptimalkan energi. Bisa saja meneladani Elysia
Chlorotica yang berlaku pandai dengan menyisipkan gen fotosintesa
dalam tubuhnya. Yang jelas saat ini molecular gastrocnomy telah
berhasil meramu ringkas rasa dalam butir-butir nutrisi tinggi energi
yang kaya akan cita dan aroma. Saripati Ibu Bumi Negeri Gunung Api
demikian mungkin nanti judul ransum nutrisi kita. Dan bersamaan
dengan itu hutan-hutan akan menghijau kembali, laut dan samudera
kembali biru dan dipenuhi kecipak biota yang semula nyaris tiada.
Sampah dan limbah, plastik dan mikroplastik, lubang ozon dan hujan
asam akan menjadi masa lalu. Dan manusia akan “tinggal” dalam dunia
hiruk pikuk virtual tanpa relasi dan interaksi fisikal. Apa mungkin ya
? Semua kemungkinan terbuka, maka yang perlu dipersiapkan adalah
kapasitas mental kita agar mampu beradaptasi secara optimal. Lebih
afdholnya silahkan simak highlight soal optimasi kapasitas mental
manusia yang ditulis oleh kawan saya, seorang psikolog olahraga
terkemuka, Ibu Diana Hasansulama, dan sedikit tulisan saya tentang
Mind Control yang menyajikan beberapa fakta aneh tentang upaya
berbagai spesies untuk mengendalikan perilaku berbasis pemenuhan
kebutuhan.
462 — G.E.N.C.E.
solusi yang dapat ia pilih untuk menyelesaikan permasalahan (fokus
terhadap solusi), tidak melulu terjebak dalam lingkaran permasalahan
akibat sudut pandang yang sempit.
Belief
The Oxford English Dictionary, mendefinisikan belief sebagai berikut:
Suatu perasaan bahwa sesuatu itu ada atau benar, terutama hal-
hal yang tidak memiliki bukti. Pendapat yang dipegang teguh yang
dipercayai sebagai keimanan. Sistem keyakinan yang akan dianut oleh
seseorang adalah yang paling membuat nyaman dan paling masuk
akal baginya.Apa hubungan aktivitas mental dan belief? Secara
biologis dan neuropsikologis, keyakinan dapat didefinisikan sebagai
kumpulan dari pengalaman perseptual (persepsi), evaluasi emosi,
dan abstraksi kognitif yang bercampur dengan fantasi, imajinasi, dan
spekulasi intuitif. Kata ‘persepsi’ merujuk pada informasi yang kita
terima tentang diri sendiri dan dunia sekitar melalui indera-indera
kita. Konsep kognisi mewakili tingkatan proses yang berbeda di dalam
otak, termasuk semua proses konseptual abstrak yang digunakan otak
kita untuk mengatur dan membuat persepsi itu masuk akal, dimana
dalam aktivitas tersebut terlibat juga memori.
Membuka wawasan yang berujung pada mau menerima informasi
dari luar, menyaring serta mencari pembuktian akan kebenaran,
secara tidak langsung hal ini menstimulasi suatu keyakinan untuk
tumbuh dan berubah ketika kita berinteraksi dengan dunia luar. Jika
sebuah konsep atau pengalaman tidak menghasilkan respon emosi,
maka kemungkinan ia tidak akan mencapai level kesadaran. Contoh
gambaran bagaimana anatomi keyakinan dibentuk ketika ia melewati
berbagai pusat pengolahan di otak, yaitu : kebanyakan orang Amerika
dewasa percaya akan Tuhan, tetapi tidak percaya akan adanya laki-
laki tua gendut periang yang mengendap-endap masuk cerobong
asap pada malam Natal. Sedangkan pada anak-anak, mereka biasanya
mempercayai keduanya, percaya akan adanya peri, goblin. Namun
seiring bertambahnya usia, hal itu hanya diyakini sebagai mitos.
Emosi yang kuat menghasilkan memori yang kuat; dan memori saat
disertai bahasa adalah landasan bagi terbentuknya keyakinan sadar.
Tingkat keyakinan seperti inilah yang sering disebut “pengetahuan’,
tetapi jika ia tidak memiliki daya rekat emosi, keyakinan tidak akan
kukuh tertanam dalam pikiran kita. Dengan memiliki keyakinan
464 — G.E.N.C.E.
Pemuka Agama
Marthin Luther pernah mengatakan, “Ada banyak hal yang harus saya
kerjakan hari ini sehingga saya perlu menyisihkan satu jam lagi untuk
berdoa.” Baginya doa bukanlah tugas mekanis, melainkan merupakan
sumber kekuatan dalam melepaskan dan melipatgandakan energinya.
Pada orang-orang yang memiliki kesadaran spiritual yang baik,
mereka memiliki keyakinan bahwa segala yang dihadapi merupakan
kebaikan bagi diri. Kemudahan dan kesulitan hanyalah merupakan
suatu fase yang tidak abadi, dimana semuanya saat dihadapi akan
dapat menghantar diri mencapai level yang lebih baik. Oleh karenanya,
mereka memahami bahwa bagian yang dapat dikontrol penuh adalah
usaha dan upaya keras dalam melakukan sesuatu, sementara hasil
dari upaya tersebut merupakan kewenangan Pencipta. Cara berpikir
tersebut menyebabkan turunnya denyut jantung, berkurangnya nyeri
kronis, dan menghapus pemikiran negatif. Hal itu dapat mendorong
stabilitas emosi.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Dr. Johnstone
melalui pengamatan SPECT (Single Photon Emission Computed
Tomography), dengan para yogi Buddhis, dan biarawati Franciscan
sebagai probandusnya didapatkan hasil yang menunjukkan bagian-
bagian otak apa yang mendapatkan aliran darah saat berada dalam
fase kesadaran tinggi. Saat biarawan Buddhis ini berada di kesadaran
yang paling tinggi, mereka menekan sebuah tombol dan pada saat itu
gambaran aliran darah di otak dipetakan. Apa yang terjadi? Bagian-
bagian lobus frontal menjadi sangat aktif. Pada otak seseorang yang
memiliki level spiritualitas yang baik, tampak volume hippocampus
kanan lebih besar secara signifikan dan grey matter (substansi kelabu) di
talamus kanan juga meningkat. Demikian pula aktivitas girus temporal
inferior kiri, dan korteks orbito-frontal kanan tampak meningkat jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Mind Control
Ini bukan seperti yang anda bayangkan. Bukan kisah dari sudut
pandang psikologi ataupun parapsikologi. Ini soal mikrobiologi.
Dan mengapa sore/malam ini saya menulis soal ini? Sederhana
sekali alasannya, saya baru saja ketinggalan sebuah buku yang baru
466 — G.E.N.C.E.
adalah burung Cangak atau Kuntul yang masuk dalam keluarga
Ardeidae. Hipotesa Collen juga didukung oleh fakta yang berhasil
diekstraksi dari peran jamur cordyceps yang berhasil “membajak” otak
semut api hingga para semut berubah menjadi “zombie” yang tetiba
tidak lagi menurut pada aturan kerja kelompok dan tidak bersikap
sebagaimana layaknya anggota komunitas/suku. Semut ini tiba-tiba
membelot dari jalur kerja kelompoknya dan bahkan menaiki pohon
sampai ketinggian 150 Cm yang tidak pernah dilakukan kelompoknya.
Ternyata di atas pohon ia menyedot saripati nutrisi tumbuhan dari
pembuluh kayu sedemikian keras dan banyaknya hingga ia terjatuh ke
permukaan tanah dan mati. Spora-spora cordiceps segera bermunculan
dan melakukan proses regenerasi. Tanpa kita sadari cordiceps telah
memperalat semut untuk membantu mengambilkannya faktor-faktor
nutrisi penting di pohon yang dibutuhkan, dan tidak mungkin sebagai
organisme berseltunggal dapat melakukannya sendiri. Pinter. Laku
bijak laku cerdas...meski tak dapat dipungkiri terkesan kejam. Contoh
lain yang tidak kalah serem adalah bagaimana toksoplasma yang
mampu menjadikan tikus menjadi pelacak ulung air kencing kucing.
Dan tidak hanya itu saja, tikus nekat ini tidak berhenti sampai tingkat
mengendus saja, melainkan mengikuti bau itu dan mendekati kucing.
Lalu lanjutan ceritanya so pasti tragis kan ? Hap...kucing dengan riang
mendapati dirinya mendapatkan makan siang gratis. Weird...ga juga sih.
Toksoplasma mempengaruhi otak dan indera tikus karena butuh tikus
untuk ditelan kucing agar toksoplasma dapat berkembang optimal,
dan beranak pinak. Serta antara lain dapat mencapai host terindah
mereka, manusia. Jarang kan orang memelihara tikus rumahan ? Yang
ada jika tikus lewat banyak di antara kita menjerit-jerit histeris dan
mencari gagang sapu untuk menggebuknya. Poor little cute mouse...
Tapi ketahuilah, bahwa bagi toksoplasma, untuk mempertahankan
eksistensi ia memerlukan lingkungan paling ideal yang harus mampu
menyediakan semua kebutuhan dasar yang diperlukan. Dan manusia
adalah surga toksoplasma. Meski tentu saja ada konsekuensi serius
bagi salah satu pihak yg terlibat dalam hubungan non mutualis ini.
Lalu apa yang terjadi pada manusia yang terinfeksi dari kucing? Ada
perbedaan mencolok pada perilaku berdasar gender. Jika pria yang
terinfeksi maka ia akan menjadi lebih agresif dalam konteks hubungan
sosial, semakin longgar dalam persoalan etika dan norma yang
dipercaya, dan berkurangnya rasa takut. Sebaliknya pada wanita terjadi
perubahan yang meningkatkan ambang batas toleransi kepatutan
468 — G.E.N.C.E.
Maka meski upaya pemberian antibiotik spesifik bagi clostridium
dapat menghasilkan perubahan perilaku dan parameter psikometrik
pada Andrew tapi sifatnya sebagian besar tidak permanen. Setidaknya
terobosan besar yang dicapai dalam hal ini adalah adanya pengetahuan
baru tentang korelasi antara keberadaan bakteri di saluran cerna dengan
kondisi dan kinerja otak beserta perangkatnya. Padahal jika kita rujuk
lebih mendalam beberapa artikel tentang keberadaan populasi spesies
mikroba tertentu di usus, tentulah tak terlepas dari faktor “pupuk” dan
makanannya. Prebiotik istilah kerennya. Darimana ? Ya dari apa yang
kita makan. Maka kajian ini akan menjadi sangat luas dan berspektrum
pelangi, karena soal makan pasti terkait dengan kondisi geografi
dan potensi sumber daya alam serta tak terlepas dari mekanisme
mempertahankan diri dan adaptasi lingkungan. Seperti gurita yang
pandai mimikri dan Elysia Chlorotica yang berhasil menginsersikan
(menyelipkan) gen alga berhijau daun sebagai bagian dari “generator”
energinya.
470 — G.E.N.C.E.
Bagaimana Infrastruktur dan
Sistem Transportasi Cerdas
dapat
Merubah Perilaku Masyarakat ? D r . d r . Ta u h i d N u r
A z h a r , S . K e d . , M . K e s
472 — G.E.N.C.E.
Sebagai studi kasus yang menarik, penerapan
e-ticketing di jalur KCJ ternyata merupakan gerakan
revolusioner yang berdampak konstruktif luar
dalam. Penerapan teknologi terapan terintegrasi
dalam hal tiketing kereta komuter mengubah
manajemen perusahaan menjadi transparan,
akuntabel, dan objektif. Laporan keuangan dan
penjualan bersifat sewaktu (realtime) serta dapat
membantu menjaga integritas dan kejujuran
pegawai. E isiensi dapat diterapkan berdasar sistem
ERP yang terintegrasi dengan sistem distribusi tiket.
Salah satu commuter line yang memiliki tujuan jakarta kota. Bukan hanya itu saja, sistem e-ticketing menuntut
Memiliki beberapa relasi, berawal dari stasiun Bogor.-Jakarta
Kota.
perubahan pada desain dan ketertiban stasiun.
Untuk itu dilakukan penertiban besar-besaran
wilayah Jabodetabek pada khususnya dan Jawa pada stasiun di wilayah Jabodetabek. Bukan perkara
umumnya yang terjadi karena adanya rekayasa gampang, karena negara ini tanpa disadari menganut
teknososial melalui layanan jasa dan sistem budaya hegemoni dominan dan mengalami
perkeretapian. Sebagai penumpang KA dan degenerasi hukum akibat lemahnya law of
commuter line/CL yang merasa amat tertolong enforcement yang digerus oleh mekanisme
dengan sarana dan prasarana perkeretapian yang transaksional dalam konteks pelacuran kekuasaan.
semakin aman, nyaman, dan menjanjikan kepastian Siapa yang berkuasa dan punya kewenangan dapat
dalam hal waktu dan keselamatan perjalanan. membarternya dengan keuntungan pribadi. Maka
Sebagai pemegang kartu elektronik multitrip yang tak heran jika stasiun-stasiun yang merupakan asset
juga sudah terintegrasi dengan teknologi POS (point negara atau milik rakyat banyak, dikuasai oleh
of sales) dan penyelenggara e-money lainnya, pedagang dan preman serta kelompok preman yang
kenyamanan dalam mengakses fasilitas KCJ tidak berhak atas penguasaan lahan. Ironisnya tak
(Keretapi Commuter Jakarta) sudah maujud sebagai j a ra n g p ra k t i k- p ra k t i k t e r s e b u t d i s o ko n g
sebuah keniscayaan yang menyejukkan di ibukota. sepenuhnya oleh para pejabat yang berwenang,
Tapi tak hanya itu saja, penerapan konsep e-ticketing seperti kepala stasiun setempat. Tentu dengan
di semua stasiun CL Jabodetabek telah berperan imbalan keuntungan yang berlipat dari jumlah wajar
signi ikan dalam merubah perilaku konsumen yang penghasilan sebagai karyawan. Budaya permisif dan
dalam hal ini adalah warga DKI dan sekitarnya, dalam toleransi yang tidak tepat sasaran mengakibatkan
konteks positif untuk mau berproses mengantre dan lahirnya budaya jual-beli kekuasaan yang sangat
tertib dalam memanfaatkan fasilitas transportasi. pragmatik. Cara berpikir menjadi pendek dan
Sebenarnya bukan hanya masyarakat Jabodetabek sempit, nilai moral dan etika termarjinalkan secara
saja, melainkan mengintrusi pula warga daerah sempurna. Maka penertiban untuk membuat stasiun
penunjang atau sub urban seperti penduduk steril dengan penerapan tiket elektronik yang
Rangkas Bitung dan Maja yang notabene berbeda membutuhkan gate turn stiles menutup potensi
propinsi dan budaya. orang yang tidak berkepentingan keluar masuk area
474 — G.E.N.C.E.
Kesulitan demi kesulitan datang silih berganti terupdate secara otomatis. Bahkan pengguna
dan seperti membanjir tiada henti. Tapi bukankah aplikasi mobile resmi dari kereta api kini sudah dapat
setelah kesulitan akan datang kemudahan ? Dan menggunakan e-boardingpass langsung di gate
kesulitan itu ibarat badai yang menempatkan keberangkatan dengan menunjukkan display gawai
seorang nakhoda di samudera, menguatkan dan pintar. Tak lama kemudian semangat inovasi ini
mencerdaskannya untuk bijak dalam bersikap dan menular pada moda-moda transportasi lainnya
mengambil tindakan. Sungguh luar biasa upaya tim seperti penerbangan dan bus malam. Perubahan
kereta api dalam mengembalikan marwah bangsa terjadi secara bertahap dan perlahan menjadi bagian
yang tercermin dari ketertiban dan kepedulian yang dari gaya hidup berkeadaban.
menjadi indikator kecerdasan sosial yang bersifat Lalu pertanyaan paling fundamental yang
empatik sekaligus mendidik untuk peduli pada orang bisa menjadi bagian dari kurikulum revolusi mental
lain dan kelak pada gilirannya pada bangsa dan adalah, apakah yang menjadi dasar manusia mau
negara serta kemanusiaan secara universal. Inilah b e r u b a h ? K a j i a n d a r i a s p e k n e u r o s a i n s
bibit utama dari konsep rahmatan lil alamin. menunjukkan bahwa manusia punya kecenderungan
Perubahan kecil pada akhirnya menjadi gelombang untuk terpolarisasi dalam gaya tarik menarik antara
pendidikan massa yang luar biasa. Kedisiplinan kenyamanan dan kesengsaraan. Teori ini diusung
tercipta, kebersihan terjaga, dan pada akhirnya oleh Millon. Sederhananya seorang manusia
kenyamanan terbangun tanpa disadari melalui cenderung akan bertahan di zona nyaman seiring
bangunan kesadaran bersama. Stasiun-stasiun dengan semakin kuatnya keyakinan bahwa stagnansi
menjadi cantik dan nyaman. Keamanan relatif sangat adalah kontraversi dari perubahan. Ketidak pastian
terjamin. Peron sangat kondusif bagi gerakan atau uncertainty dalam proses perubahan adalah
penumpang naik dan turun. Permutasi manusia di momok bagi mereka-mereka yang sudah terbenam
lingkungan seputar stasiun tertata dan angkutan dalam lautan kenyamanan (comfort zone). Dalam
publik lainnya mau tidak mau tergerak untuk pendekatan senada Skinner memperlihatkan suatu
mengikuti arus dan irama perubahan menuju kondisi penelitian perubahan perilaku berdasar stimulus
lebih tertata. yang diterima.
Konsep ini terintegrasi meski dengan sistem Stimulus yang diberikan harus mencakup lima aspek sehingga
yang terpisah dengan sistem ticketing jarak jauh di dapat merubah perilaku seseorang.
perusahaan induk kereta api. Kedua model ticketing
kereta ini berhasil merubah perilaku pelanggan
keretapi. Pemanfaatan teknologi informasi membuat
pelanggan dapat merencanakan perjalanannya lebih
baik dan memiliki kemudahan dalam proses booking
dan transaksi. Bahkan pembelian tiket dapat bersifat
multi channel serta pembayaran pun dapat dilakukan
melalui berbagai model. Perkembangan terakhir,
pembelian di stasiun sudah lebih memanfaatkan
vending machine dan diberlakukannya proses check
in yang membuat aktualisasi data penumpang dapat
476 — G.E.N.C.E.
S a a t m a n u s i a " d i t a n t a n g " a t a u
digiring/dikondisikan untuk berubah, maka timbul
reaksi otak yang ditandai dengan peningkatan
aktivitas emosi dan penurunan leksibilitas kognitif.
Marah dan mengeluh adalah respon normal di awal
perubahan. Penolakan adalah hal wajar saat zona
nyaman terusik di saat asyik. Tetapi upaya
konstruktif untuk memberikan kesadaran melalui
pengalaman personal akan membawa pengertian
baru tentang reward yang menjadi bene it komunal.
Maka upaya tegas dan tak kenal lelah jajaran PT. KCJ
(penyelenggara komuter Indonesia) dan manajemen
PT. Kereta Api dalam mendidik masyarakat melalui
sistem dan peraturan mungkin dapat menjadi model
pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengakselerasi perbaikan peradaban. Tampak keras
dan kejam di awal, tapi sangat logis dan rasional
mengingat dampak yang ditimbulkan adalah bagian
tak terpisahkan dari upaya untuk membangun -TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA-
karakter bangsa. Bahkan karena semula sulit
dimengerti dan dianggap tidak berempati pada
lapisan masyarakat tertentu yang mengais rezeki
dari sektor informal, mahasiswa sebuah perguruan
tinggi terkemuka di Indonesia pun turut berperan
aktif mendemo PT. KAI dan KCJ. Belakangan sebagian
besar mahasiswa kampus tersebutlah penikmat
utama layanan kereta komuter yang semakin
nyaman.
Demikianlah sekelumit tulisan singkat
tentang upaya konstruktif merubah Indonesia secara
sistematis melalui berbagai penerapan sistem cerdas
(smart system') yang dalam artikel pendek ini
dicontohkan dengan kajian pada pengembangan
sistem transportasi cerdas di layanan komuter
Ibukota.
Supported Design by :
478 — G.E.N.C.E.
M anusia dalam menjalani proses hidupnya senantiasa
memproduksi limbah yang terbagi dalam banyak kategori.
Ada limbah atau sampah konsumsi, padat, cair,
biodegradable , recycleable atau juga toksik dan berbahaya. Bahkan
bentuknya bisa beraneka dan terkadang bahkan tak kasat mata. Misal
harinya yang diproduksi masyarakat Indonesia. Jumlah ini naik satu
ton dibandingkan produksi 2015 sekitar 64 juta ton sampah perhari."
Sebagai ibukota yang padat penduduk dan penglaju (komuter), Jakarta
memproduksi 70 ribu ton/hari. Sebagian berakhir di TPA Bantar
Gebang, sebagian lagi masuk ke aliran sungai Ciliwung dan
emisi gas buang, polusi udara, dan radiasi radioaktif serta medan bersemayam di Teluk Jakarta. Tak heran jika ada beberapa penelitian
elektromagnetik. Baru dari kategori organik dan anorganik saja kita PhD ilmu kelautan dari berbagai institusi dan negara yang menilai
sudah kebingungan mengelolanya. Daerah aliran sungai di pulau Jawa kandungan berbagai polutan seperti logam berat dan merkuri (Hg) di
dan Sumatera seperti Citarum, Ciliwung, atau Brantas, dan Musi di Teluk Jakarta sudah memasuki tahap gawat alias kritis. Baru saja
Sumatera adalah contoh betapa sungai adalah pilihan paling ekonomis dipublikasi oleh media, baik daring maupun konvensional, hasil survey
sebagai tempat pembuangan sampah. Ideal sekali. Sampah dilempar awal dari tim Kodam III Siliwangi yang dirilis oleh Kapendam,
dan segera hanyut menjauh. Kalaupun disadari akan ada dampak, dinyatakan sekurangnya ada 31 entitas bisnis yang dengan sengaja
itupun terukur karena diketahui bersifat tidak langsung dan yang membuang limbahnya ke sungai Citarum dan anak2 sungainya.
terkena ekses pun bukan kita. Pola berpikir yang memarjinalkan nilai Ironisnya semakin maju peradaban manusia yang ditandai semakin
konektivitas dan hukum sebab akibat ini teramat naif. Multiplier effect pesatnya pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam pengembangan
yang dapat terjadi langsung ataupun tidak langsung pasti akan teknologi berdampak pula pada meningkatnya kualitas kesehatan dan
berdampak pada kita semua. Sungai yang tercemar, angka kesakitan perbaikan daya beli. Konsekuensi wajar yang dapat terjadi adalah
meningkat, bencana alam antropogenik dll, selain menimbulkan ledakan populasi (population overgrowth) dan ledakan limbah baik
kerugian material juga akan berdampak pada alokasi anggaran negara rumah tangga maupun industri yang menyertainya. Sebagai contoh
yang secara tidak langsung akan menimbulkan pengurangan Indonesia di tahun 2019 saja, masih menurut Dirjen Pengelolan
pembiayaan di sektor lain seperti pendidikan. Lalu kerusakan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, total jumlah sampah akan mencapai
lingkungan yang tidak dapat diperbaiki akan menghadirkan krisis 68 juta ton, dan sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9,52 juta
daya dukung. Tentu saja kompleksitas permasalahan ini bukan tanpa ton atau 14 persen dari total sampah yang ada. Parah sekali bukan.
harapan untuk dicarikan jalan keluar. Berbicara data, berapa produksi Apalagi sampah plastik itu memerlukan waktu untuk terurai ratusan
sampah di Indonesia setiap harinya? Direktur Jendral Pengelolaan tahun. Padahal menurut Menko Maritim, Jenderal (Pur) Luhut Binsar
Sampah, Limbah dan Bahan Beracun (Dirjen PSLB3) Kementerian Panjaitan, produksi sampah plastik kita di lautan mencapai 0,48
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Tuti Hendrawati Mintarsih sampai dengan 1,29 juta ton pertahun. Dengan pertimbangan waktu
memberi jawabannya. “Tahun 2016 ada sekitar 65 juta ton sampah per endap dan urai yang lambat, maka kemungkinan besar gangguan
Supported Design by :
Supported Design by :
480 — G.E.N.C.E.
4R Reduce ReUse
Recycle ReCreate
yang banyak mengandung monomer etilen dapat diubah menjadi bermikrokontrol (smart farming) di struktur atap halte busway sebagai
polimer bahan bakar cair dengan pemanasan sekitar 400-�00� C upaya mereduksi emisi gas buang secara biologi (dengan tanaman
dengan menggunakan katalis Kaolin. Persoalannya bukan hanya pengonsumsi CO/CO2 tinggi), dan dapat dikonsumsi serta tentu
terletak pada desain tanur atau reaktornya saja, melainkan efektivitas memiliki fungsi estetika. Untuk catudaya sistem pompa air
bahan bakar untuk pemanasnya. sprayer/penyemprot lahan hidro/aeroponik itu kami berencana
Pada tahun 2013/2014 saya dan tim elektro FTUI pernah menggunakan teknologi coating atap dengan lapisan nano partikel
mengajukan usul inovatif dalam upaya mengoptimalkan "panen" air, penyerap cahaya yang dikembangkan oleh Prof Mikrajuddin Abdullah
dimana saat musim penghujan di kota-kota besar seperti Jakarta, air dari Fisika ITB. Atap halte yang dicoating partikel nano (antara lain
berlimpah bahkan dianggap sebagai musibah karena memicu TiO2) yang peka cahaya akan hasilkan listrik tidak hanya untuk
terjadinya banjir. Padahal air melimpah karena berkurangnya daya catudaya mikrokontrol dan pompa, tapi juga dapat menjadi sumber
serap lahan hijau, volume badan sungai yang mengisut, dan subsidiens energi penerangan dan fasilitas WiFi.
permukaan air tanah yang terus berlanjut dengan penurunan
permukaan tanah, seperti yang teridentikasi di gedung2 pencakar
langit sepanjang Jl. Thamrin. Ketiadaan kolam retensi baik yang alami
maupun buatan mendorong air secepatnya mencari jalan pintas ke laut.
Jika jalan pintasnya itu sungai yang bantarannya menyempit dan
dangkal, lalu lautnya tengah mengalami pasang naik (rob) maka yang
terjadi tentu banjir. Dan karena minim jumlah air yang bisa diserap
lingkungan, terutama di daerah yang disebut area tangkapan air
(catchment area), maka pada saat musim kemarau terjadilah
kekeringan yang mengenaskan. Maka tim Merapi dulu punya Inovasi
Storm untuk memanen air hujan dan mengurangi jumlah gelontoran
permukaan (run off) saat hujan melanda dengan membuat kolam2
tampung bawah tanah di bawah halte busway. Pertimbangannya
adalah halte busway itu masif dan tersebar di semua wilayah serta tidak Saya juga pernah belajar banyak dari salah seorang walikota
akan ada masalah pembebasan lahan karena itu ada di tanah Pemda inspiratif Malang yang mengelola limbah kotoran manusia di
atau di sempadan jalan yang merupakan garis hijau. Konsep bak sepanjang DAS Brantas yang melintas di kotanya dengan membangun
tampung air ini kami integrasikan dengan vertikultur hidroponik septic tank massal yang menampung limbah warga agar tidak
Supported Design by :
pemanfaatan bioteknologi yang tepat. Saat ini banyak hasil riset tentang
mikroba dan proses enzimatik yang dapat digunakan untuk
mempercepat reaksi pembentukan gas. Bahkan dengan bercermin pada
konsep yang digagas Lovelock, kita dapat menangkap karbon dioksida
dan monoksida hasil emisi gas buang perkotaan dari sektor transportasi
dan industri dan berbagai gas dari limbah organik (khususnya yang
memiliki gugus H dan -OH) lalu mengubahnya menjadi metana dan
hidrogen untuk fuelcell , maka kita akan punya sumber energi alternatif
yang sangat besar dan terbaharukan.
Akhirul kata, jika kita mampu berpikir dan mengembangkan
konsep berteknologi secara holistik dan multi perspektif kita dapat
mengelola limbah kita sendiri secara bijaksana dan bahkan
mendapatkan multi manfaat. Sehat salah satunya. Multiplier effect
secara ekonomi juga Insya Allah akan terjadi, perbaikan lingkungan
hampir pasti, dan jelas kebutuhan energi yang semakin mendekati
krisis ini akan sedikit teratasi.
angsung dibuang ke sungai. Konsep ini berhasil, dan selain dapat
menghasilkan air limbah dengan baku mutu yang aman untuk
dikembalikan ke sungai, juga bisa menjadi energi untuk keperluan
sehari-hari. Bagaimana jika ada kota di Indonesia yang mau dan
mampu membuat Giant Sewage Water Treatment yang menjadi septic
tank raksasa yang menampung tinja orang sekota, ini bakal dahsyat
banget. Terlebih jika diintegrasikan secara holistik dengan pusat Di Tempat Yang Dirindukan, 29 Januari 2018
insinerasi, pengolahan limbah domestik organik, dan proses konversi
limbah plastik menjadi bahan bakar dan aspal (saat ini Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Jalan dan Jembatan KemenPUPR telah
menguji coba aspal bersumber dari limbah plastik). Betapa besar energi
metana yang dapat dihasilkan, terlebih jika dibantu dengan Penulis
Supported Design by :
482 — G.E.N.C.E.
EPILOG
D’où Venons-Nous?
Que Sommes-Nous?
Où Allons-Nous?
oleh
TAUHID NUR AZHAR
F
rasa di atas jika diterjemahkan secara bebas dapat
diartikan sebagai dari mana kita, siapa kita, mau ke
mana kita. Kalimat aslinya ditulis oleh Paul Gaugin
(1897) di pojok kanan salah satu lukisan legendarisnya
sekaligus menjadi judul lukisannya. Pertanyaan yang
sama dilontarkan oleh Nabi Ibrahim as., “Min aina, ila
aina?” Dari mana dan hendak ke manakah gerangan kita
ini?
Kondisi inilah yang saat ini tengah kita hadapi,
badai teknologi yang mendorong turbulensi peradaban
dan jungkir baliknya tata nilai yang selama ini diyakini.
Revolusi peradaban yang dimulai semenjak ditemukannya
api lalu diikuti dengan penemuan bahasa tulis dan metoda
komunikasi multikanal, mendapat energi baru hingga
terakselerasi dengan kecepatan ultratinggi yang bahkan
kita tak tahu serta tak punya mekanisme pengereman
untuk menghentikannya.
484 — G.E.N.C.E.
yang terpolarisasi antara kondisi menghindari kesakitan atau
ketidaknyamanan dengan kondisi kenikmatan nan bergelimang
kesenangan. Tentu manusia berkecenderungan untuk mempertahankan
kesenangan yang menjadi bagian dari mekanisme reward sekaligus
juga pencetus munculnya kondisi adiksi. Kecanduan pada kemudahan
dan kenikmatan.
Perkembangan aspek kognitif manusia membawanya sebagai
makhluk yang bersifat substitutif alias mampu mencari dan menjadi
pengganti dari suatu fungsi alam yang bisa didapatkan dengan
melakukan alih fungsi (misal lahan) atau juga memanfaatkan
potensi yang iddle. Tidak berhenti hanya di situ saja, manusia pun
berkembang sebagai makhluk komplementatif, saling melengkapi dan
berkolaborasi. Untuk itu diperlukan pola-pola interaksi dan model-
model komunikasi yang dapat mewadahi kebutuhan tersebut.
Jika kedua fungsi tersebut telah berhasil terpenuhi, maka akan
muncul fungsi augmentasi atau memperkaya fungsi dan memberi
nilai tambah. Ilmu dan teknologi telah menghantarkan manusia untuk
486 — G.E.N.C.E.
keinginan pemenuhannya sama, atau bisa jadi sama sekali berbeda.
Semakin lebar perbedaan ini semakin lebar pula jurang kufur yang
akan melahirkan keluh kesah, kekecewaan, serta kesedihan. Jejaring
indera sensoris yang menghasilkan proses belajar dan menginginkan
melibatkan batang otak, sistem limbik, sampai area ventromedial
prefrontal cortex yang maujud dalam emosi.
Sementara itu, di sisi lain secara paralel daerah otak yang dikenal
sebagai girus frontalis inferior mendorong area yang sama (ventromedial
prefrontal cortex) dan dorsolateral prefrontal cortex untuk melakukan
kendali diri. Untuk dapat mengevaluasi dan mengendalikan diri
(keinginan) tentu diperlukan referensi dan preferensi yang antara lain
dihasilkan oleh kerja daerah dorsolateral prefrontal cortex dan korteks
singulata anterior yang bertanggungjawab mengelola aspek kognisi.
Maka, keputusan cerdas seorang manusia semestinya bersifat solutif,
seimbang, penuh kepedulian, dan dapat dipertanggungjawabkan
dalam jangka panjang.
Kelemahan pola pikir yang manusiawi dapat terjadi
karena ketidakseimbangan sistem rasional dalam menentukan
proporsionalitas dominasi jalur “pengaruh” pada sistem pengambilan
keputusan. Kecemasan dan ketakutan akan mendorong sistem
pengambilan keputusan cenderung memperturutkan desakan emosi
untuk mencari cara tercepat dan termudah untuk menghilangkan
kesakitan dan mendapatkan kesenangan. Pada titik ini, fungsi kognisi
yang menghasilkan intelektualitas kalah suara dengan desakan untuk
memilih solusi instan yang bersifat impulsif.
Apakah aspek kecepatan dalam mengambil keputusan memang
kurang penting? Tentu saja tidak, bahkan dalam banyak hal kecepatan
dalam mengambil keputusan dapat menyelamatkan banyak
kepentingan, bahkan kehidupan. Tentu saja, akan sangat ideal apabila
kecepatan itu diimbangi dengan komprehensifitas pertimbangan yang
dilakukan sehingga mampu mengelimininasi dampak yang tidak
diharapkan.
***
Sebagai gambaran algoritma pengambilan keputusan yang baik perlu
mempertimbangkan sejumlah pertanyaan eksekutif sebagai berikut:
Apa yang terjadi jika saya melakukan X?
488 — G.E.N.C.E.
asam nukleat. Dimana struktur-struktur tersebut pada gilirannya
akan menghasilkan mesin-mesin biologi yang dapat mengolah energi
rantai elektron menjadi panas/kalor yang secara akumulatif dapat
terkonveksi dan menyebar kembali ke semesta sebagai bagian dari
proses entropi.
Pendekatan lain dalam kerangka yang sama adalah teori
self organizing critically yang digagas Per Bak dan timnya. Teori
ini menunjukkan bahwa elemen-elemen di semesta memiliki
kecenderungan untuk membentuk organisasi yang paling efektif.
Contohnya adalah gugus pasir yang meski terhembus angin atau
terhempas ombak akan selalu membangun struktur yang adaptif
terhadap faktor pengubahnya.
Demikian pula dalam konsep geometri fraktal yang digagas
oleh Mandelbrot, di dalam ketidakteraturan terdapat keteraturan
yang teramat proporsional dan presisi. Setiap unsur seolah selalu
memiliki ukuran dan peran sehingga dapat saling mengisi dan
melengkapi. Bahkan, di tingkat atomik dapat diamati pola-pola
orbital dan keteraturan bersyarat yang mencerminkan stabilitas dan
keseimbangan. ***
Mengacu pada teori-teori tersebut muncul pertanyaan sangat
mendasar, bagaimana masa depan manusia dan semesta? Apakah
setiap proses dan perubahan yang terjadi di dalamnya adalah upaya
mencari konstelasi keseimbangan baru? Perubahan pola dan gaya hidup
akibat penetrasi teknologi yang sedemikian masif dalam kehidupan
tentulah akan mempengaruhi laju perubahan evolutif peradaban
manusia. Kurva dan siklus silih berganti terjadi dan keseimbangan
baru selalu terbentuk dengan tiga sifat dasar yang menjadi hipotesis
saya: substitutif, komplementatif, dan augmentasi.
Sifat prokreasi manusia yang semula didominasi dorongan
eksploitatif yang kerap berakhir dengan bencana antropogenik
(disebabkan oleh ulah manusia sendiri) perlahan tapi pasti mulai
tersubstitusi oleh teknologi yang bersifat ramah lingkungan. Ledakan
minyak bumi yang melahirkan berbagai moda transportasi beserta
bencana teknologinya, polusi dari emisi gas buang, insiden dan
accident , serta berbagai dampak akibat tingginya laju permutasi
manusia seperti pembukaan lahan untuk permukiman, bandara area
industri dan bisnis, serta fasilitas publik lainnya pada gilirannya akan
membebani alam melebihi rasio dayagunanya.
490 — G.E.N.C.E.
yang melahirkan bahasa lisan dan tulisan. Pada gilirannya kemampuan
mengomunikasikan pesan ini melahirkan interaksi kecerdasan yang
membidani hadirnya kecerdasan akumulatif.
Hadirnya kecerdasan akumulatif dan kolaboratif yang terstruktur
ini mendorong terciptanya banyak teknologi yang kemudian menjadi
faktor pengubah peradaban. Ditemukannya alat cetak (Guttenberg),
mesin uap, radio, telepon, sampai akhirnya lahir teknologi ICT yang
dapat mengerjakan hampir semua tugas manusia, membawa kita ke
dimensi baru peradaban (neo civilization). Jika dulu beberapa abad
manusia terjebak dalam perang fisik untuk memperebutkan sumber
daya yang dianggap menjadi sumber keamanan dan kenyamanan
(energi, pangan, dan komoditas bernilai tukar yang bersifat delusif
karena sistemnya diciptakan manusia sendiri), maka kini pertempuran
bergeser ke arah hibrid, asimetrik, dan melalui proksi. Dimana
semuanya terjadi dan berlangsung di dimensi virtual, alias bersifat
maya tapi dirasakan secara nyata.
Banjir dan tumpah ruahnya informasi tidak hanya mendorong
terciptanya potensi pengembangan teknologi secara eksponensial,
melainkan juga melahirkan bencana katastropik yang bersifat destruktif.
Bahkan bencana digital ini mungkin dapat menjadi salah satu bentuk
kiamat alternatif. Sementara bencana katastropik yang terjadi akibat
interaksi alam dengan manusia (kita sebut bencana karena sebenarnya
ada fenomena alam yang berdampak pada manusia) pada hakikatnya
adalah mekanisme normal yang sudah seharusnya terjadi sebagai
bagian dari berprosesnya alam (sunnatullah).
Letusan Toba Purba sekitar 76 ribu tahun lalu menghasilkan
keseimbangan baru berbagai unsur dan elemen alam, termasuk
berkurangnya populasi manusia dan terbentuknya komunitas penyintas
yang punya kapasitas serta kualitas daya tahan di atas rata-rata. Seleksi
alam mungkin bahasa kerennya. Gempa dan tsunami terjadi karena
pada dasarnya lempeng bumi seperti lempeng Indo-Australia dan
Eurasia memang masih terus bergerak sebagai bagian dari dinamika
geologis. Maka saat terjadi tumbukan dan adanya patahan naik, tidak
dapat dielakkan akan terjadi gempa dan juga tsunami.
***
Kembali ke konsep dan dampak revolusi digital, kemajuan ilmu materi
yang ditandai dengan semakin kompres dan kecilnya ukuran prosesor
492 — G.E.N.C.E.
dengan catatan semua prasyaratnya terpenuhi. Yang masih menjadi
pertanyaan besar, juga ditanyakan pada saya oleh Dr. Richard Mengko
dari STEI-ITB, apakah mungkin komputer membangun kesadaran.
Sadar bahwa dia adalah makhluk atau entitas yang hidup dan memiliki
makna dalam hidupnya. Saya tidak yakin dalam hal ini, karena
semua kemungkinan terbuka. Karena saya juga belum mengenal
benar struktur anatomi kesadaran, apakah dia lahir dari akumulasi
pengetahuan, ataukah dia hadir sebagai konsekuensi kita lahir sebagai
makhluk yang diciptakan?
Fungsi analisis dan eksekutif mesin dapat melihat pola secara
cermat dan tidak bercela. Gabungan data dan pengetahuan yang
dipelajari serta dilatihkan dalam proses data training dengan lapis-lapis
pembelajaran yang berkesinambungan akan melahirkan kemampuan
prediktif berakurasi tinggi karena kehandalan sistem memori dan
ketepatan mendeduksi informasi. Contoh, kulkas pintar masa depan
tidak hanya bisa berbelanja online sendiri, melainkan juga dapat
menjadi dokter pribadi yang mampu mendiagnosa penyakit tuannya
bahkan jauh hari sebelum terjadi dengan melihat pola konsumsi dan
gaya hidup yang tercermin dari “isi” kulkas. Itu baru dari satu aspek
saja. Bagaimana kalau si kulkas terintegrasi dengan sofa cerdas, tempat
tidur, mobil, akun fintech, sensor di rumah cerdas dll, maka user akan
terpetakan dengan sangat detil dan model matematika prediktif dengan
berbagai pembobotan dan perhitungan simpangan akan segera bisa
dikerjakan. Walhasil peta jalan hidup kita akan “terbaca” oleh sistem.
Maka ada kemungkinan hidup kita di masa yang akan datang
akan ditentukan dan diselamatkan oleh kecerdasan mesin, yang
ironisnya kita ciptakan sendiri. Deep Learning yang mungkin ke depan
akan segera berevolusi menjadi Ultimate Learning dapat digambarkan
sebagai suatu mekanisme nyaris sempurna dalam menyadur kinerja
otak manusia, bahkan kedahsyatan powernya dapat dilipatgandakan
karena kapasitas mesin tentu saja bisa diamplifikasi dengan pendekatan
hardware. Ini bukan khayalan, pemecahan persoalan sistem kompleks
yang rumit kini dapat dikerjakan cepat dengan mengoptimalkan
resources di berbagai tempat untuk melakukan proses computing.
Soal-soal logika yang membuat kening manusia berkerut seperti
pertanyaan seperti berikut. Ada tiga orang penduduk sebuah kota
bertemu di rumah makan. Sebut saja nama ketiga orang tersebut:
494 — G.E.N.C.E.
dengan menggunakan banyak pola dan model matematika. Silahkan
bayangkan kedahsyatannya.
***
Berdasarkan hal ini, saya membayangkan akan hadirnya spesies
hibrid antara manusia dan mesin. Tapi bisa jadi saya juga boleh
mendapuk diri sebagai Nostradamus baru jika sebagian saja prediksi
soal spesies baru ini benar. Mengapa? Karena saat ini saja wearable
device, surveilance system, algoritma motion magnification system yang
teramat peka dalam menganalisis perubahan, sampai dengan sensor
yang mampu memindai tidak hanya tanda dan gejala perubahan
lingkungan, tetapi juga tanda-tanda penting fisiologis manusia sudah
jamak ditemui dan digunakan dalam berbagai penelitian.
Jika kita asumsikan perkembangan ilmu material yang saat ini
sudah sampai pada tingkatan nano yang dapat dilihat antara lain
di carbon nano tube dan smart material yang tidak hanya sekedar
kecil melainkan juga punya sifat cerdas yang ditandai dengan
kemampuannya menyerap informasi, akan berkembang jauh lebih
pesat karena daya dukung informasi dan proses kolaborasi. Maka
dalam waktu dekat pula akan lahir berbagai sensor dan device baru
yang mungkin saja dapat langsung diimplankan di tubuh manusia.
Dulu saat konsep pace maker atau alat pacu jantung diperkenalkan,
mungkin tak banyak yang yakin bahwa teknologi itu dapat berjalan.
Akan tetapi, saat ini alat pacu jantung yang diimplan langsung di area
jantung adalah suatu keniscayaan.
Saya berkhayal akan datang suatu masa di mana teknologi
komunikasi tak memerlukan lagi piranti seluler seperti yang kita kenal
saat ini. Karena secara fisiologis semua data yang diterima indera
sesungguhnya adalah gelombang elektromagnetik dan mekanik yang
diubah menjadi biolistrik, maka jika ada nano device yang dapat
diimplankan langsung seperti susuk KB ke berbagai bagian tubuh,
manusia akan dapat mentransmisikan pesan dan data langsung dari
tubuhnya sendiri.
Catudaya bisa didapatkan dari optimasi potensial aksi dan
memanfaatkan energi kinetik serta hasil respirasi aerobik. Proses
amplifikasi sinyal dapat dilakukan dengan beacon-beacon khusus
di lingkungan yang secara selektif berdasar prinsip Fourier bisa
memfiltrasi dan memisahkan data dari berbagai sumber yang memiliki
496 — G.E.N.C.E.
DAFTAR PUSTAKA
498 — G.E.N.C.E.
Natasa Jikic-Begic. Cognitive-Bahvioral Theraphy and Neuroscience:
Towards Closer Integration. University of Zagreb, Croatia.
Nelson B. Inside Your Mind. Knowledge. Vol. 4 Issue 2, 2012.
Pascual L. et.al. How Does Morality Work in the Brain? A Functional
and Structural Perspective of Moral Behavior. J Integrative
Neuroscience. September 2012.
Philipe Taupin. 2007. The Hippocampus: Neurotransmission and Plasticity
in the Nervous System. Nova Biomedical Books, New York.
Richard H. Thaler & Cass R. Sunstein. Nudge: Improving Decisions About
Health, Wealth, and Happiness. Yale University Press. New Haven
& London.
Ronald Britton. 2015. Between Mind and Brain: Models of the Mind and
Models in the Mind. Karnac Books Ltd.
Sissela Bok. 2010. Exploring Happiness: From Aristotle to Brain Science.
Yale University Press. New Haven and London.
Suhono Harso Supangkat. Cyber to Physical System and Artificial
Intelligence for City (PPT). Smart City Living Lab. Institut
Teknologi Bandung.
Tauhid Nur Azhar. 2014. Your Brain in Bandung. Rumah Ilmu Publisher.
Bandung.
Tauhid Nur Azhar. 2004. Manusia Taqwim. Kampung DNA. Bandung.
Tauhid Nur Azhar. 2014. The Truth. Rumah Ilmu Publisher. Bandung.
Thalamocertical Pathways. Virtual Neuroanatomy. October 2nd, 2014.
The Nielsen Company. The New Trend Among Indonesia’n Netizen: How
and Where Digital Consumer are Watching Content Online. 26 July
2017.
The Nielsen Company. 2017. Indonesia Macroeconomy & FMCG
Update: “A Weakening of Consumer Purchase or Shifting Priority?”
The Omidyar Group. Is Social Media a Threat to Democracy? October 1,
2017.
Tim Wheelock. An Introduction to Human Neuroanatomy. Harvard Brain
Tissue Resource Center.
502 — G.E.N.C.E.
dalam International Brain Research Organization (BRO), tim Research
and Development Telkom dan konsultan pendidikan dan perencanaan
PT.KAI. Tauhid Nur Azhar juga aktif menjadi trainer pembekalan
pensiun serta spiritual motivator di beberapa perusahaan BUMN dan
perusahaan swasta di Indonesia. Karena sangat mumpuni diberbagai
bidang ilmu, banyak orang yang tidak menyangka jika beliau adalah
seorang dokter.
504 — G.E.N.C.E.
Dr. Arwin memperoleh beberapa penghargaan nasional dan
internasional diantaranya adalah Piagam Penghargaan Kertas Karya
Perorangan (Taskap) “Sastratama” dari Komandan Seskoau (2011),
Piagam Penghargaan sebagai Pembicara pada Seminar Interoperabilitas
TNI AD dari Kepala Staf TNI AD (2015), Commendation for the
Successfulness of NADI Workshop on Energy Security 2014 dari President
of National Defense College of the Philippines, Department of National
Defense, Republik Filipina (2015) dan Best Paper Award dalam the
Fourth International Conference on Advances in Computing, Electronics and
Communication (ACEC2016), Roma, Italia (2016).
Fokus penelitian Kolonel Lek Dr. Arwin adalah pada pembangunan dan
pengembangan teori, metode, dan aplikasi Cognitive Artificial Intelligence
for Defense and Security yang mencakup Knowledge-Growing System,
teknik-teknik probabilistik, dan sistem berbasis agen dan multiagen;
Cyberspace Operations; Information Operations; Cybersecurity; Modeling
and Simulation; dan teori, metode serta isu-isu yang berhubungan dengan
sektor Pertahanan-Keamanan. Hingga saat ini Kolonel Lek Dr. Arwin
juga Senior Researcher di Cognitive Artificial Intelligence Research Group
(CAIRG) STE ITB, dosen luar biasa di Perbanas Institute untuk Mata Kuliah
Cybersecurity, anggota Ikatan Alumni Pertahanan Indonesia-Australia
(IKAHAN), anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan anggota
Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) serta Program Chair Member Asian
Conference on Defence Technology (ACDT) sejak 2017.
SUPRA WIMBARTI
SHELLY ISKANDAR
506 — G.E.N.C.E.
terapi, dan rehabilitasi yang sangat penting untuk kualitas hidup
dirinya dan anggota keluarganya, dia terlibat dalam berbagai program
pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Saat ini, dia menjadi
ketua program studi Psikiatri Unpad.
BUDI SYIHABUDDIN
Calon dokter yang malah menjadi dosen informatika karena buta warna.
Menyelesaikan S1 dalam bidang Informatika selama 3,5 tahun di STT
Telkom, Mas Dody melanjutkan studinya di ITB dalam bidang Biomedical
508 — G.E.N.C.E.
Engineering untuk mendapatkan
gelar master dan doktornya. Hal
ini dilakukan untuk menghidupkan
kembali mimpinya dalam bidang
kesehatan dengan membuat teknologi
berorientasi kesehatan. Ayah dua anak
ini sangat tertarik dengan teknologi
kesehatan sehingga memfokuskan
diri dalam bidang teknologi
kesehatan. Cita-cita terbesarnya adalah menghancurkan batasan-batasan
diskriminasi yang terjadi pada penderita buta warna. Untuk komunikasi
lengkap, Dody Qori Utama bisa dikontak di dodyqori@gmail.com atau
081220312439.
IAN AGUSTIAWAN
INA KURNIATI
510 — G.E.N.C.E.
SANTI INDRA ASTUTI
NUGRAHA P. UTAMA
DUDDY FACHRUDIN
N. NURLAELA ARIEF
Lala Arief, demikian dia dipanggil, adalah lulusan Manajemen SDM dari
Universitas Padjadjaran (S1), Magister Business dari Institut Teknologi
Bandung (S2), dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran
Bandung (S3), Health Communications (on progress), serta English
Communications, Nanyang University Singapore.
Peraih Sertifikasi Accredited PR Practitioner (MIPR) dari Perhumas
Indonesia dan London School of PR dan Certified International dalam
bidang Sustainability Reporting dari NCSR dan GRI Belanda ini memiliki
512 — G.E.N.C.E.
pengalaman lebih dari 18 tahun, telah menduduki beberapa posisi
struktural dan strategis di perusahaan seperti Executive Secretary, Head
of Training Development, HR Service & Industrial Relations, Human
Resources Development, Public Relations dan saat ini sebagai Head of
Corporate Communications PT Bio Farma (Persero), Leading Vaccine
Manufacturer, perusahaan Bioteknologi, Produsen Vaksin dan Antisera
terbesar di Asia Tenggara, produk Vaksin yang dihasilkan telah digunakan
dilebih dari 130 negara di dunia. More info : www.biofarma.co.id
Wanita yang memiliki falsafah hidup “a never-ending learning, tulus,
ikhlas dan istiqomah” ini pun telah mendapatkan sejumlah penghargaan
selama menjalani kariernya dalam bidang humas, antara lain: (1) 6
Oktober 2016, Insan PR Indonesia, (2) 27 Oktober 2015 terpilih sebagai
Tokoh PR Inspirasional yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan
Pers (SPS) Pusat, (3) 2013, Terbaik ke 1-the best Public Relations Manager
BUMN se Indonesia dan memenangkan Piala dari Menteri Negara BUMN
saat itu, Dahlan Iskan, (4) 2006, Sebagai The Winner of Secretary Award,
Asia Pacific, dan Berbagai penghargaan dari Majalah MIX, meraih the Best
Social Campaign Program (Social Media), dan lain-lain.
Lala Arief kini menjabat sebagai Head of Corporate Communication PT
Bio Farma Persero, Ketua Perhimpunan Humas Indonesia (Perhumas)
Jawa Barat, Ketua Bidang Wilayah dan Sosial, Forum Humas BUMN,
Anggota IPRA (International PR Association), Member of GRI Community,
dan Ketua ISI JABAR, 2007-2010.
ASA pernah bertugas sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Elektro ITB (1989-
1992), Asisten Direktur bidang Rekayasa pada Pusat Pengembangan
Politeknik dan Program Diploma (P5D) Dikti, Ketua Pusat Penelitian
Antar Universitas (PAU) Mikroelektronika ITB (2001-2003), Ketua Pusat
Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi (2004-2005) dan Dekan
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB (2006-2010). Saat
ini menjabat sebagai Kepala Cognitive Artificial Intelligence Researh
Group (CAIRG), STEI ITB. Antara 1981-1998 ASA ditugaskan di PT. IPTN
dan terakhir mendapat penugasan sebagai Deputi Sistem Elektronika
dan Optronika Pusat Pengembangan Metoda, Teknologi dan Produksi
(PMTP) serta aktif pada pengembangan Sistem Avionik. Pada 1990 ASA
mendirikan Intelligent System Research Group (ISRG) yang bergerak
dalam penelitian dan pengembangan Sistem berbasis Kecerdasan. ASA
pernah diangkat sebagai Anggota Non Organik Dislitbangau, Husein
Sastranegara oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara pada tahun 1992.
Dalam karirnya, ASA telah meraih beragam penghargaan baik dari
dalam maupun luar negeri yakni Professional: Top 100 Engineers 2012
dari International Biographical Center, Cambridge, England; Initiator of
514 — G.E.N.C.E.
Research Activities and Development of Research Culture dari Institut
Teknologi Telkom, Peneliti Terbaik tahun 2002 dari Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; dan
Bersama Kolonel Lek Dr. Ir. Arwin Datumaya Wahyudi Sumari, S.T., M.T.,
IPM bersama meraih penghargaan Best Paper Award dalam the Fourth
International Conference on Advances in Computing, Electronics and
Communication (ACEC2016), Roma, Italia tahun 2016.
Prof. Dr. Ir. Adang Suwandi Ahmad, DEA, IPU bersama Kolonel Lek Dr.
Ir. Arwin Datumaya Wahyudi Sumari, S.T., M.T., IPM; Dr. Ir. Aciek Ida
Wuryandari, M.T.; dan Prof. Dr. Ir. Djaka Sembiring, M.Eng. menciptakan
metoda baru di bidang Artificial Intelligence yakni metoda fusi
penginferensian-informasi A3S (Arwin-Adang-Aciek-Sembiring)
pada tahun 2009. Metoda ini menjadi landasan perspektif baru
dalam Artificial Intelligence yang disebut dengan Cognitive Artificial
Intelligence (CAI) dengan Knowledge-Growing System (KGS) sebagai
intinya. Metoda A3S dan KGS sedang dalam proses untuk didaftarkan
sebagai Hak Paten dan HAKI atas nama Prof. Dr. Ir, Adang Suwandi
Ahmad dan Dr. Arwin Datumaya Wahyudi Sumari. Penelitian ASA banyak
bergerak dalam bidang Sistem Instrumentasi Elektronika (Devices and
Systems), pembangunan dan pengembangan teori, metode, dan aplikasi
Cognitive Artificial Intelligence Science and Engineering yang mencakup
Knowledge-Growing System, Sistem Elektronika Cerdas/Kecerdasan
Tiruan, Keamanan Informasi, Bioinformatika dan Fusi Informasi serta
Sistem berbasis Kecerdasan.. Kerja sama penelitian dengan Dislitbangal
(1992) telah menghasilkan Simulator Olah Yudha.
Dalam bidang akademik, ASA telah mempublikasikan lebih dari 250 karya
ilmiah secara internasional dan nasional dalam bentuk buku, jurnal,
prosiding, dan materi workshop serta seminar, menjadi pembicara dan
moderator di berbagai konferensi dan seminar nasional dan internasional,
serta Steering Committee/Technical Program Committee pada seminar
dan konferensi internasional dan nasional. ASA telah menjadi Dosen tamu
di Sesko TNI sejak masih bernama Seskogab hingga saat ini. ASA dapat
dihubungi pada alamat email adangSahmad@yahoo.com.