Anda di halaman 1dari 516

Gence

“Membedah Anatomi Peradaban Digital”

Membedah Anatomi Peradaban Digital —1


Dipersembahkan
untuk kedua orangtuaku tercinta :

Bapak Ir. Susilo Soekardi, Dipl HE., dan Ibu Romlah Nuryati

~Tauhid Nur Azhar ~

2 — G.E.N.C.E.
Gence
“Membedah Anatomi Peradaban Digital”

Tauhid Nur Azhar, Bambang Iman Santoso, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari,
Adang Suwandi Ahmad, Suhono Harso Supangkat, Supra Wimbarti,
Shelly Iskandar, Elvine Gunawan, FX. Wikan Indrarto, Budi Syihabuddin,  
NGX Indonesia, Andhita Nurul Khasanah, Insan Firdaus, Dani Sumarsono,  
Dody Qori Utama, Ian Agustiawan, Alila Pramiyanti, Ina Kurniati, Santi Indra Astuti,
Nugraha P. Utama,  Duddy Fachrudin, N. Nurlaela Arief, dan Diana Hasansulama

Membedah Anatomi Peradaban Digital —3


Gence
“Membedah Anatomi Peradaban Digital”
c 2018 oleh Tauhid Nur Azhar, dkk.
Hak cipta yang dilindungi undang-undang ada pada Penulis.
Hak penebitan ada pada Tasdiqiya Publisher.

ISBN 978-602-18495-9-0

Cetakan 1 : April 2017

Penulis:
Tauhid Nur Azhar,  Bambang Iman Santoso, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari,
Adang Suwandi Ahmad, Suhono Harso Supangkat, Supra Wimbarti,
Shelly Iskandar, Elvine Gunawan, FX Wikan Indrarto, Budi Syihabuddin,  
NGX Indonesia, Andhita Nurul Khasanah, Insan Firdaus, Dani Sumarsono,  
Dody Qori Utama, Ian Agustiawan,  Alila Pramiyanti, Ina Kurniati,  
Santi Indra Astuti, Nugraha P. Utama,  Duddy Fachrudin,
N. Nurlaela Arief, dan Diana Hasansulama

Editor :
Emsoe Abdurahman, Rizal Rickieno, & Insan Firdaus

Penata Letak & Perancang Sampul:


Endang Dedih & Husna Aghniya

Ilustrasi:
Muhammad Faisal

Diterbitkan oleh
Tasdiqiya Publisher
Jl. H. Mukti No. 19, Cibaligo, Cihanjuang, Parongpong - Bandung Barat
Telp. 022-86615556 HP/WA: 0838.2090.5097
e-mail: tasdiqiyapublisher@gmail.com; web: www.tasdiqiya.com

Katalog dalam Terbitan (KDT)


Nur Azhar, Tauhid
Gence, Membedah Anatomi Peradaban Digital/Tauhid Nur Azhar
Bandung, Tasdiqiya, 2018
502 hlm.; 150 mm x 225 mm

ISBN: 978-602-18495-9-0
1. Umum I. Judul
II. Emsoe

4 — G.E.N.C.E.
Pengantar Penerbit

T
idak banyak kepastian di dunia ini. Satu dari yang
sedikit lagi pasti itu adalah perubahan. Apalagi
kalau kita berbicara peradaban manusia, perubahan
adalah keniscayaan yang terjadi di dalamnya. Apalagi
kalau pembahasan kita menukik pada yang namanya
teknologi, sebagai salah satu bagian inti dari peradaban
manusia, perubahan tampak begitu nyata.
Pada beberapa dasawarsa terakhir, kecepatan
perubahan dalam kehidupan umat manusia, yaitu ketika
teknologi informasi dan komunikasi mendapatkan
momentumnya, semakin menampakkan jatidirinya.
Dunia kita pun berubah. Pola interaksi di antara
manusia mengalami perubahan yang amat signifikan
dan mendasar. Beragam hal yang hanya bisa diimpikan
orang-orang terdahulu kini tampak nyata di depan mata.
Arus perubahan ini nyaris seperti gelombang tsunami
yang menyapu kota-kota dan menghanyutkan semua yang
ada, termasuk kesadaran sebagain besar manusia. Pada
satu sisi, mereka hidup dalam era perubahan yang amat
cepat. Namun, pada sisi yang lain, mereka tidak paham
dengan apa yang terjadi. Mereka terhanyut begitu saja
dalam derasnya informasi, keterbukaan, kemudahan dan
beragam ekses negatif dan positifnya perubahan zaman.
Padahal, apapun namanya, sesuatu yang didasarkan pada
ketidakpahaman biasanya akan melahirkan keburukan,
ketertipuan, dan salah antisipasi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital —5


Maka, kita perlu disadarkan dengan apa yang tengah terjadi dan
kita rasakan hari ini, yaitu bahwa kita tengah berada di satu era yang
belum pernah terjadi sebelumnya. Inilah era digital. Satu era yang
namanya merangkum semua kemajuan yang terjadi, khususnya dalam
bidang teknologi komunikasi dan informasi beserta eksesnya dalam
kehidupan umat manusia.
Buku ini, Gence: Membedah Anatomi Peradaban Digital, yang
diinisiasi oleh Dr. Tauhid Nur Azhar dan timnya, sejatinya hadir untuk
tujuan tersebut. Kita akan diajak untuk mengenal apa dan bagaimana
zaman di mana kita hadir sekarang. Apa baiknya. Apa buruknya.
Bagaimana proporsional dalam menyikapinya. Dan, apa yang bisa
dilakukan sehingga kita bisa mendapatkan, bahkan menghasilkan nilai
tambah yang positif, di dalamnya.
Ditulis oleh para pakar di bidangnya, menjadikan kehadiran buku
ini menjadi amat berharga, sehingga layak untuk dibaca, di tengah
masih minimnya publikasi karya-karya berkualitas dari anak negeri,
terkait tema peradaban digital.
Akhirul kalam, selamat membaca dan mendapatkan aneka
informasi berharga tentang anatomi zaman di mana kita berada. ***

Salam,

Penerbit.

6 — G.E.N.C.E.
Pengantar Penulis

P
eradaban manusia niscaya selalu berkembang
dan bertumbuh secara adaptif sebagai respons
terhadap perkembangan kebutuhan yang sangat
dinamik. Kemampuan kognitif manusia yang maujud
dalam potensi intelijensia terstruktur yang berkembang
menjadi kecendekiawanan telah melahirkan banyak
sekali terobosan yang pada gilirannya mengubah
secara begitu cepat sistem, model tata kelola, dan daya
dukung kehidupan. Ilmu dan teknologi mendorong
terciptanya proses eksploitasi sumber daya yang banyak
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
ekosistem dan kebersinambungan fungsinya. Ilmu dan
teknologi juga mendorong perkembangan berbagai
inovasi dalam proses komunikasi yang teramat penting
dalam mempertahankan eksistensi diri dan kelompok.
Berbagai perubahan interaksi sosial telah melahirkan
berbagai budaya yang juga terus berubah seiring waktu.
Kepentingan komunal dan individual dalam pemenuhan
kebutuhan sebagai dasar dari aktualisasi diri termanifestasi
dalam bentuk interaksi yang bersifat substitutif (saling
menggantikan dan mengisi peran), komplementatif
(saling melengkapi dan bersinergi), dan augmentatif
(saling menguatkan dan memperkaya fungsi).
Bahasa lisan dan tulis yang telah hadir sekitar 2500
s/d 3000 tahun lalu di peradaban Babilonia, Sumeria, dan
Funisia berkontribusi secara luar biasa dalam mengubah

Membedah Anatomi Peradaban Digital —7


pola-pola interaksi di dalam sebuah peradaban. Dan saat ini kini kita
tiba di era disrupsi teknologi. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang sangat cepat, masif, dan bahkan dapat dikategorikan
sebagai sebuah perubahan revolusioner.
Faktor pemicu perubahan revolusioner ini bersifat multisebab
dan hasil dari sebuah proses integrasi kecendekiaan yang bersifat
lintas disiplin. Matematika, fisika, kimia, dan biologi telah melahirkan
ilmu komputasi yang hari ini telah menjadi bagian tak terpisahkan
dari mesin peradaban. Tim Berners Lee dengan world wide web nya
dan Mark Zuckerberg dengan Facebooknya adalah salah satu contoh
inovator yang telah menginisiasi lahirnya peradaban digital. Internet
dan sosial media serta telekomunikasi seluler menjadi batu Rosetta
yang kemudian menghadirkan pula dimensi baru dalam proses
interaksi manusia.
Maka, buku ini berupaya untuk mengupas dan “membedah”
wujud peradaban baru yang bernama peradaban digital. Apa saja
“jeroannya”, sejarahnya, perkembangan ilmu dan teknologinya,
manfaatnya, dan tentu saja ekses-ekses yang dapat ditimbulkannya.
Belasan penulis handal yang merupakan pakar di bidangnya terlibat
dalam penulisan naskah idealis ini. Ada akademisi, perwira militer,
praktisi IT, sampai psikolog, dokter dan psikiater bersama-sama
menyumbangkan naskahnya yang berisi uraian dan solusi terhadap
berbagai perkembangan peradaban digital di bidangnya masing-
masing.
Maka, besar harapan kami, buku ini dapat menjadi salah satu kitab
rujukan tentang peradaban digital yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah dan akademis. Semoga materi yang terdapat di dalam
buku ini dapat bermanfaat sebagai bahan belajar bagi kita bersama
dalam menyikapi perkembangan peradaban yang sedemikian
pesatnya. ***

Ketua Tim Penulis,

Tauhid Nur Azhar

8 — G.E.N.C.E.
Kata Sambutan

A
presiasi kepada Dr. dr. Tauhid Nur Azhar yang
telah membuat dan merangkai buku yang sangat
komprehensif terkait dengan evolusi, revolusi
sampai disrupsi peradaban manusia. Dimulai dengan
sejarah peradaban manusia dengan tinjauan Historiografi,
Neurobiologi, Teknologi Digital sampai dengan prakiraan
masa depan manusia.
Sudah hampir sepuluh tahun saya bertemu dan
berkenalan dengan Dr. Tauhid Nur Azhar. Kami sering
dan saling bertukar pikiran dan pandangan terkait
perkembangan peradaban. Diskusi diawali dengan
pengaruh teknologi digital yang berperan besar dalam
perubahan gaya hidup dan berinteraksi. Dimulai dengan
saat orasi guru besar saya di Balai Pertemuan Ilmiah ITB
pada 28 Februari 2009, dengan tema Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) untuk Pembangunan Generasi Muda.
Kaitan TIK dengan neurobiologi ternyata sangat
kental, dari situlah, seminar, workshop, FGD dan yang
terkait dengan perkembangan dan telaahnya menjadi
bahan pembicaraan. Memberi insight atau mencari
pencerahaan terbaik dalam pendampingan perubahanan
generasi secara kontinu terus dilakukan. Pendampingan
melalui organisasi profesi dan komunitas anak muda
seperti Neuronesia, C gen, Asosiasi Prakarsa Indonesia
Cerdas dan lain lainnya menjadikan semakin pentingnya
kolaborasi antar bidang, sektor maupun keahlian.
Evolusi generasi X, Y sampai Z juga dibahas dalam
buku ini secara gamblang besreta dengan contoh-
contohnya. Hal ini memberikan gambaran tentang betapa

Membedah Anatomi Peradaban Digital —9


pentingnya suatu wahana yang tepat dalam mendampingi perubahan
peradaban manusia. Ide buku dengan judul Gen C saya kira baik, akan
memberikan ruang kepada semua generasi untuk siap melakukan
kolaborasi, tetap berkreasi, berkoneksi untuk menhasilkan kultur dan
karakter yang baik.
Masalah urbanisasi adalah tantangan tersendiri dalam menghadapi
kekomplekan kota, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, mobilitas
sampai aspek sosial budaya. Model pembangunan kota cerdas tidak
lepas dari pembangunan generasi ke generasi. Masa depan Generasi
Z akan sangat berpengaruh dalam merancang, membangun dan
mengelola kota yang nyaman, aman dan memberikan kebahagiaan
yang berkelanjutan. Gen C yang merupakan kolaborasi X Gen, Y Gen,
Z gen hingga Baby Boomers akan memberikan nilai tersendiri dalam
pembangunan peradaban ke depan.
Kota dengan kerumitanya dari pagi sampai pagi lagi, analogi
dengan manusia dari bangun tidur sampai tidur lagi. Penyakit kronis
yang dimulai dengan mungkin sakit gula, asam urat dan lain-lain sama
dengan kota yang banjir, macet maupun adanya kebakaran.
Pendekatan kedokteran yang dimulai dengan sensing, diagnosis
dan resep atau tindakan juga sama dalam menyelesaikan persoalan
kota. Kalau dulu hanya dengan laporan asal bapak senang sekarang
dengan kemajuan sensor perkotaan, memungkinkan tindakan kota
didasarkan diagnosa masalah kota dari pengambilan sensor data
multidimensi dan ribuan titik data secara real time.
Konsep sistem cerdas memberikan suatu angin baru dalam
menyelesaikan berbagai tantangan kota. Dengan kemajuan Big Data,
Internet of Things , Cloud sampai dengan Co Creation memberikan suatu
inovasi lompatan yang dikenal dengan disrupsi.
Buku ini dirangkai menjadi lebih komplit dengan hadirnya
beragam narasumber penulis baik dari psikologi, neurolog,
rekayasawan dan lainnya. ***

Hormat Kami,

Prof. Dr. Suhono Harso Supangkat


Penggagas Konsep Smart City di Indonesia, Pendiri Asosiasi Prakarsa Indonesia
Cerdas, Guru Besar ITB, dan Komisaris PT. Kereta Api Indonesia

10 — G.E.N.C.E.
Membedah Anatomi Peradaban Digital — 11
12 — G.E.N.C.E.
Daftar Isi

PENGANTAR PENERBIT — 5
PENGANTAR PENULIS — 7
KATA SAMBUTAN — 9

PROLOG – Kita dan Peradaban Digital — 17

Bagian 1:
Sejarah Peradaban Manusia: Tinjauan Neurobiologi
dan Historiografi — 29

[1] Manusia, di Antara Keserakahan dan Agresi — 29


[2] Manusia dan Pola Adaptasi yang Dijalaninya — 40
[3] Mitos, Legenda, Budaya Literasi dan Peradaban
Manusia — 47
[4] Neurobiologi Agresi dalam Sejarah Peradaban
Manusia — 52
[5] Sejarah Perkembangan Jiwa Manusia — 57
[6] Mangan ora Mangan Sing Penting Mikir — 64
[7] Perkembangan Teknologi Telekomunikasi
Saat Ini — 69
[8] Teknologi Informasi dan Komunikasi Sejarah — 79
[9] Evolusi Komputasi: Teknologi yang Mengikuti
Kemampuan Manusia — 90

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 13


Bagian 2:
Manusia dan Pilihan Hidupnya, Tinjauan Neurobiologi — 101

[1] Merenungi Makhluk Dua Kutub Bernama Manusia — 101


[2] Bagaimana Manusia Mengambil Keputusan dalam
Hidupnya? — 104
[3] Dusta dan Pengingkaran: Kajian Neurobiologi
Perilaku Korupsi — 118
[4] Hidup Itu Keputusan, “Should I Have Another Sate Buntel?” — 123
[5] Anarki Otak — 128
[6] Sekilas tentang Inferior Frontalis Gyrus — 132
[7] Otak Manusia Indonesia — 135
[8] Perilaku Manusia dan Daya Lentur Self di Era Digital — 145
[9] Kecerdasan Kolektif, Kecerdasan Kolegial, Kecerdasan
Sistematik Fungsional, Antara Logika dan Pengetahuan
Tumbuh — 160

Bagian 3
Gaya Hidup Digital dan Masa Depan Manusia — 169

[1] Dunia yang Dibandun dengan Pesan — 169


[2] Educere, Digital Society, dan Korupsi: Membangun Peradaban
di Era Digital — 176
[3] Cyber Psychology: Pendekatan Fenomenologi Kata Kunci dan
Status di Mesin Pencari dan Jejaring Sosial — 180
[4] Sistem Berpengetahuan-Tumbuh Terinspirasi — 207
[5] Sistem dan Model Peradaban Baru di Era Digital — 223
[6] Go Food yang Membuat Terperangah, Gendut dan Mudah
Terengah — 235
[7] City Mindware — 251
[8] Beribroh dari Bencana untuk Membangun Smart People,
Smart System, dan Smart Nation — 254
[9] Smart People for Smart Nation — 259
[10] Digital Nation — 263

14 — G.E.N.C.E.
[11] Geosmart 2016 (Sebuah Catatan) — 266
[12] Enzymatic Leadership — 273
[13] Peran PFC di Masa Turbulensi VUCA — 279
[14] Ideologi Feminisme di Era Digital Media — 309
[15] Smart Tourism — 331

Bagian 4
Peradaban Digital, Aneka Permasalahan dan Solusinya — 341

[1] Budaya Digital dan Perubahan Perilaku— 341


[2] Adiksi Internet — 337
[3] Gangguan Kecanduan Internet — 370
[4] Adiksi Gadget? — 392
[5] Ponsel dan Tumor Otak — 395
[6] Mengatasi Hoaks: Tantangan Masyarakat Digital
di Indonesia— 398
[7] Cerdas Menyikapi Video Game di Era Digital — 410
[8] Mengungkap Kebenaran: Isu Kesehatan pada
Peradaban Digital — 437
[9] Mindfulness, Multitasking, dan Tantangan Kesehatan
Mental di Era Digital — 449
[10] Manusia X.0 — 449

Bagaimana Infrastruktur dan Sistem Transfortasi Cerdas Dapat


Merubah Perilaku Masyarakat — 471

Mengelola Sampah dan Limbah Secara Berkesinambungan — 478

EPILOG:
D’où Venons-Nous? Que Sommes-Nous? Où Allons-Nous? — 483

DAFTAR PUSTAKA — 497


SHORT CURRICULUM VITAE — 501

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 15


16 — G.E.N.C.E.
Prolog
Kita dan Peradaban Digital
Oleh Tauhid Nur Azhar

T
eknologi informasi dan telekomunikasi yang
berkembang secara disruptif telah melahirkan
sebuah genre peradaban baru. Jika selama ini kita
mengenal terminologi Gen X dan Gen Y, kini generasi
yang terlahir setelah tahun 1995 dikenal sebagai Gen Z.
Ada yang menyebutnya juga sebagai Gen C (Prof. Suhono
Harso Supangkat, 2015). C sendiri adalah akronim untuk
beberapa sifat dasar yang melekat pada generasi ini seperti:
connected, creative, cooperation, co-creation, communication,
dan collaborative.
Ya, inilah generasi yang lahir seiring dengan
semakin matang dan berkembangnya teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) dengan segala sistem dan piranti
pendukungnya ini bahkan dapat dikatakan telah
terintegrasi dengan teknologi yang melekat sebagai
platform dan infrastuktur kehidupan mereka. Ada
peneliti komunikasi dan gaya hidup yang menyebut Gen
Z ini sebagai Gen Phi atau π, dengan ciri yang sebenarnya
juga tidak jauh berbeda, kreatif, inovatif, dan egaliter.
Keterikatan dan pada gilirannya ketergantungan pada
TIK yang difasilitasi oleh suatu “keajaiban” rekayasa
teknologi sosial yang bernama internet.
Sejak konsep “world wide web” digagas Sir Tim Berners
Lee, sampai di penghujung tahun 2016 saja di Indonesia
menurut data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 17


Indonesia) tingkat penetrasi pengguna jasa internet telah mencapai 132,7
juta orang dari total populasi 256,2 juta orang. Sekitar 69,9% pengguna
internet melakukan koneksi dan mengakses data internet dari piranti
seluler (mobile), atau sekitar 92,8 juta orang.

Dari hasil survey sederhana dalam ruang lingkup terbatas dan


durasi waktu singkat dengan bantuan aplikasi survey 1KA didapatkan
data-data menarik yang dapat membantu kita memetakan kondisi serta
persoalan yang mungkin akan kita hadapi di era ini. Dari 125 responden
survey online 58,40% menyatakan internet dan aplikasi derivatifnya
penting bagi kehidupan mereka. Sementara 40,80% menganggapnya
sangat penting. Responden dalam survey ini diketahui campuran
antara Gen Y dan Z (kelahiran 1980-2000).

18 — G.E.N.C.E.
Dalam hal konsumsi waktu untuk beraktivitas di dunia maya,
proporsi terbesar responden berada pada rentang 2-4 jam, yaitu 35,48%,
diikuti dengan kelompok yang memerlukan waktu sekitar 4-6 jam
untuk beraktivitas di dunia maya, atau 23,39%. Sedangkan penggunaan
sosial media sebagai representasi diri di jagat maya tergambarkan dari
adanya sekitar 28% responden yang memiliki lebih dari 4 akun sosial
media, diikuti oleh 27,20% mereka yang memiliki 4 akun.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 19


Saat ini aplikasi sosial berbasis chat/percakapan yang
mendominasi penggunaan oleh responden. Tercatat What’s App
(WA) dipilih responden (32,80%) sebagai aplikasi yang paling sering
digunakan, disusul oleh Line (28,80%).

20 — G.E.N.C.E.
Tentu hasil ini hanyalah representasi kasar yang belum dapat
menggambarkan semua antroporegion generasi social anxiety karena
kepribadian paranoia dan passive agressive (negativistic): takut tidak
kebagian, takut tidak dianggap, takut tidak diakui, takut tidak berperan.
Hal ini berakibat pada tumbuhnya kepribadian antisosial, narsis,
kompulsif (uncontrolled), menjadi delusi dan halusinasi; tidak realistis,
tidak berdasarkan fakta serta menimbulkan miskonsepsi.
***
Dari hasil survey yang sama terungkap pula bahwa keberadaan
gadget sebagai sarana untuk memasuki dan beraktivitas di dunia maya
menjadi penting bagi 62,10% responden, dan keberadaannya menjadi
sangat penting bagi 30,65% responden lainnya. Artinya, mayoritas
responden beranggapan bahwa gadget adalah sesuatu yang penting
dalam kehidupannya. Di sisi lain 59,20% responden merasa kehadiran
gadget dan koneksivitas serta akses terhadap data yang semakin
terbuka dan telah berkembang sebagai kebutuhan primer dapat
memicu terjadinya stress mental dan kecanduan (adiksi).

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 21


Uniknya kelompok responden yang sama juga bersikap agak skeptis
dalam memercayai suatu informasi yang bersumber dari mekanisme user
generated content seperti yang dapat dilihat dalam bentuk Vlog, Blog,
Story, ataupun Status. 56,45% responden merasa ragu terhadap validitas
informasi yang dihasilkan oleh sesama warganet.

22 — G.E.N.C.E.
Paradoks lainnya terjadi dalam hal pendistribusian informasi,
kebiasaan memforward dan membroadcast suatu informasi secara cepat
dan masif, ternyata tidak diiringi upaya sistematik untuk memverifikasi
info yang akan diteruskan tersebut. Sebagian besar responden memang
menempatkan rasionalitas dan objektivitas informasi sebagai faktor
penentu mereka meneruskan informasi tersebut (44,80%). Sementara
ada 41,60% responden lebih menekankan pertimbangan mereka pada
sumber berita. Dengan catatan, sebagaimana kita ketahui bersama
bahwa memverifikasi kesahihan dan keaslian sumber berita dan
endorser di zaman ini tidaklah mudah. Dunia maya menyediakan
begitu banyak kemungkinan dan ruang untuk lahirnya identitas
paralel sampai batas yang tak terhingga. Sumber berita bisa siapa saja
dan di mana saja.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 23


***

Dalam satu perbincangan menarik dengan seorang dosen informatika


di salah satu PTN, terungkap data sebuah penelitian bergenre social
experiment di mana probandus atau orang percobaan yang terlibat dalam
penelitian tersebut diminta untuk memasuki sebuah ruangan pengamatan.
Kelompok yang diuji ini terdiri dari 4 pasang berbeda gender yang tidak
saling mengenal dan berada dalam usia reproduksi aktif. Saat briefing
sebelum memasuki ruangan diinformasikan bahwa kerahasiaan adalah
kata kunci dari riset ini. Siapa saja yang masuk, apa yang dilakukannya
dalam ruangan, dan saat nanti keluar semuanya hanyalah diketahui oleh
peserta sendiri. Peserta masuk dari pintu yang berbeda dan keluarpun
sendiri-sendiri tanpa pernah ada perkenalan formal di antara mereka.
Ternyata, ruangan tempat mereka akan menjalani eksperimen itu
gelap gulita. Bayangkan ada 4 pasang manusia di usia di mana reproduksi
sangat aktif berada dalam satu ruangan yang digelapkan, tidak saling kenal
dan kelak seusai acara pun tidak akan saling mengetahui identitas aslinya
masing-masing. Dapat diprediksi bahwa setelah serangkaian proses aaptasi
dan basa-basi, mulai terjadi hal-hal yang memang merupakan bagian
dari insting primordial manusia. Kondisi nir-identitas dan tidak adanya

24 — G.E.N.C.E.
bentuk-bentuk konsekuensi atau pertanggungjawaban mendorong semua
pasangan dalam ruang itu untuk berani memperturutkan instingnya yang
impulsif.
Sebaliknya saat peserta kelompok berikutnya diberitahu dengan
detail proses yang akan dijalani, di mana di awal proses akan dimulai
dengan perkenalan dan setelah berakhir juga seluruh peserta akan diminta
untuk saling bersosialisasi satu sama lain. Maka, dalam kurun waktu yang
sama yang terjadi dalam ruangan gelap itu hanyalah percakapan normatif
dalam koridor asas kesopanan.
Secara sederhana kita dapat menganalogikan kondisi komunikasi
kita di dunia maya ke dalam kondisi eksperimen tersebut. Tanpa identitas
(kecuali tapak digital dan alamat IP), yang mengaborsi tanggung jawab
dan konsekuensi, maka muncullah insting-insting purba/primordial
dalam model-model interaksi di ruang publik maya.

***
Kondisi-kondisi yang terjadi seiring dengan maraknya perkembangan
TIK dan internet tidak hanya itu saja. Ranah ekonomi berubah, pasar
tradisional dan jalur penjualan konvensional nyaris punah. Mesin pun
semakin cerdas dan bahkan sudah mulai memainkan peran sebagai
“malaikat” yang selalu mengetahui apa yang tengah, sudah, dan akan
kerjakan. Pikiran kita dibajak dan dianalisa dari jejak serta tapak yang
ditinggalkan berupa artefak-artefak digital yang terserak.
Coba buka dan lihat sejarah hidup kita di dunia maya lewat
myactivity.google.com, kita nonton apa, buka gerai apa di marketplace,
sampai berapa kali sehari buka IG, kelihatan semua. Termasuk bisa
ditelusuri ulang dan dipelajari sistem siapa sebenarnya kita dan apa
isi pikiran kita, bagaimana cara kita membuat keputusan, pilihan apa
yang akan kita ambil? Terbaca semua melalui pengenalan pola yang
memang secara matematik statistik dapat merepresentasikan pola
baku yang kita acu dan berlaku.
Jika ekosistem digital yang menjadi ruang hidup baru (terutama
Generasi C/Z/π), apapun yang terjadi di *dioma* (digital bioma)
sebagai *digitat* (digital habitat) generasi itu, dan juga kita, akan
mempengaruhi otak, jaringan syaraf, dan pikiran. Baik secara langsung

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 25


ataupun tidak langsung. Karena menurut Shaw et.al. (2001) otak dan
sistem syaraf memiliki kemampuan untuk berubah secara struktural
dan fungsional sebagai bagian dari proses untuk beradaptasi dengan
lingkungan.
Sebenarnya, bukan hanya otak dan jaringan syaraf, bahkan
sekarang diketahui ada mekanisme tertentu di DNA manusia yang
mampu mengaktifkan atau menonaktifkan gen-gen tertentu berdasar
pengaruh lingkungan dan pola aktivitas yang dilakukan oleh individu
pemilik gen tersebut. Konsep itu kini dikenal sebagai epigenom atau
epigenetik. Intinya baik sel neuron, otak, bahkan DNA itu bersifat
plastis, persis seperti apa yang diungkap oleh William James dan juga
Jerzy Konorski tentang perubahan adaptif neuron sebagai respons
adaptif terhadap lingkungan.
***
Bisakah kita bayangkan bahwa serangkaian perubahan dan berbagai
pola yang menimbulkan gegar budaya di dunia maya yang menjadi
dioma dan digitat bagi jutaan manusia akan hasilkan perubahan
biologis yang nantinya akan menghasilkan lahirnya “karakter baru
gen, neuron, otak, dan perilaku”?
Woo Young Ahn et.al. dalam Current Biology, Edisi November 2014
merilis hasil riset timnya yang memetakan otak manusia dengan fMRI,
dalam rangka mencari respons dasar biologis manusia saat menghadapi
tantangan hidup yang membahayakan atau mempertahankan
kehidupan. Ternyata, dari hasil riset mereka didapati fakta unik bahwa
preferensi politik seseorang dipengaruhi juga cara mereka menyikapi
tantangan dasar terkait mekanisme mempertahankan kehidupan.
Insting primordial yang dalam teori Millon kerap disebut sebagai
polarisasi, kutub kesakitan versus kutub kenikmatan.
Ekses yang muncul dari preferensi pembentuk perilaku ini
antara lain adalah proyeksi dan substitusi masalah ke dalam ranah
psikososial yang antara lain akan menghasilkan budaya instan,
ansietas sosial, neurotik, paranoid, passive agressive atau negativistik,
narsis, kompulsif, delusional, dan anti sosial. Lengkap sudah masalah
psikologi yang terjadi.

26 — G.E.N.C.E.
Akumulasi kondisi itu semua mengubah dan berubah karena otak
(organik). Ada perubahan plastis karena pembiasaan atau habituasi di area
prefrontal (dorsolateral prefrontal cortex), insula, hipokampus, amigdala,
girus fusiformis, girus temporalis superior, thalamus, girus temporalis
medial superior, lobus parietal inferior, presupplementary motor area,
sampai korteks somatosensoris. Bayangkanlah bagaimana pengaruh
informasi dalam dioma dan digitat berdampak biologis sedemikian masif
di otak manusia.
Maka, agar tidak berpanjang kata, dalam buku yang kini berada
di tangan Anda, kami mencoba untuk mengupas tuntas apa yang
sesungguhnya terjadi di *dioma* kita. Apa yang terjadi saat kita dan
otak kita berinteraksi dengan teknologi. Lalu ke mana teknologi ini akan
membawa peradaban manusia? Sederet pakar dan praktisi handal yang
amat menguasai bidangnya siap berbagi dengan sidang pembaca, pikiran-
pikiran mereka tentang sebuah peradaban yang telah lahir dan tumbuh di
antara kita: “Peradaban Digital”. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 27


28 — G.E.N.C.E.
BAGIAN 1
Sejarah Peradaban
Manusia:
Tinjauan Neurobiologi
dan Historiografi

(1)
Manusia, di Antara Keserakahan dan Agresi
oleh Tauhid Nur Azhar

Manusia adalah entitas biologis yang dikaruniai akal


dan kemampuan mengambil keputusan berdasarkan
proses belajar dan pengamatan yang terakumulasi dalam
pengalaman mental spiritual. Hidup yang dijalani menjadi
sebuah medium yang dipenuhi dengan proses interaksi,
komunikasi dan upaya konstruktif untuk menabalkan
eksistensi diri. Hal ini pada gilirannya akan berimbas pada
benturan kepentingan bermotif pemenuhan kebutuhan.
Sejarah mencatat sejak era Paleolitikum, manusia—
melalui seni komunikasi visual—telah menggambarkan
berbagai proses pemenuhan kebutuhannya, yaitu melalui
mekanisme berburu, kemudian beternak (domestikasi)
dan bertani. Lukisan gua di Lascaux Perancis (dekat
Dordogne) yang diprakirakan berasal dari masa sekitar

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 29


17.300 yang lalu, menggambarkan spesies seperti kuda dan rusa adalah
sumber pangan yang merupakan hewan buruan.

Periode manusia modern atau Homosapiens yang diduga berawal


dari masa Pleistosen akhir telah melahirkan peradaban, yang tidak
saja menghadirkan teknologi untuk mempermudah dan menjamin
keberlangsungan hidup, tetapi juga melahirkan budaya kekerasan
dalam upaya mempertahankan dan memperluas akses terhadap
sumber-sumber pemenuhan kebutuhan hidup.

Prediksi Thomas Robert Malthus soal ledakan populasi dan


keterbatasan daya dukung bumi dalam memenuhi kebutuhan manusia
penghuninya telah terbukti. Hal ini ditandai dengan munculnya
persinggungan kepentingan yang berakhir dengan berbagai peristiwa
destruktif.

MANUSIA DALAM BELENGGU KELOMPOKNYA


Secara psikospiritual, manusia secara bertahap terus berupaya
mencapai derajat kesadaran yang ditandai dengan kemampuan
untuk memaknai arti kehadiran dan anugerah berupa kesempatan
untuk hidup dan berpikir. Cogito ergo sum, demikian Rene Descartes
menyimpulkannya. Kita berpikir maka kita eksis.

Pada perkembangannya aktualisasi diri berkembang tidak saja


sebatas persoalan eksistensi, melainkan juga narsis atau narsisitas.
Konsep ketakwaan yang berdasar pada fondasi akidah ketauhidan
adalah perancang konstruksi dalam proses pembangunan derajat
kesadaran tentang keberadaan makhluk. Ketenangan yang dinamis
adalah wujud dari keseimbangan nalar dan sadar karena proses
“mengingat” (zikir) yang menghantar pada pengetahuan yang
mencerahkan dan memberi harapan bahwa ada tujuan yang menanti
di ujung jalan pencarian (kehidupan). Manusia-manusia yang sadar
diri dan sadar semesta akan bersifat partisipatif-kontributif dalam
proses interaksi sinergis yang bersifat kolektif dalam menjaga
keberlangsungan dan kebersinambungan manfaat yang menjadi
rahmat bagi mereka yang berotak sehat.

30 — G.E.N.C.E.
Tapi equilibrium, keseimbangan, ataupun kondisi homeostasis
di dalam proses interaksi yang dinamis kadang mendorong manusia
untuk bersikap praktis, bahkan pragmatis, dan akhirnya tidak etis.
Tata nilai yang dikembangkan secara kolektif sebagai cara untuk
mengembangkan aturan yang menjamin rasa keadilan dan kesamaan
tujuan acap takluk dan tunduk pada pola pikir, baik individual maupun
komunal (berjamaah, crowd) yang bersifat impulsif-intuitif dengan
ciri bersifat instan dan berorientasi pada pemuasan dan pemenuhan
jangka pendek (bahkan sangat pendek). Pola ini melahirkan berbagai
pendekatan yang bersifat eksploitatif secara masif yang biasanya akan
diikuti pola rehabilitatif saat tersadar bahwa tindakan yang dipilih
telah menimbulkan kerusakan, bahkan kehancuran.
Maka, orang-orang yang bersifat antitesis inilah yang boleh jadi
masuk dalam kategori munafik. Terlepas dari konsep kesadaran dan
tingkat pemahaman terhadap kehidupan, upaya mekanistik manusia
dalam pemenuhan kebutuhannya pada tahap-tahap selanjutnya
berimbas pada penggunaan akal sebagai alat utama proses eksploitatif
yang tidak jarang menjurus pada kekerasan dan agresi. Superioritas
sekelompok manusia yang antara lain didapatkan melalui capaian
akalnya yang maujud dalam ilmu dan teknologi kerap digunakan
untuk menindas dan mengeksploitasi komunitas atau kelompok
manusia lain yang berada di ekoregion yang berbeda.
Kita, di Indonesia, punya catatan sejarah yang cukup kelam. Hal
ini sebagai imbas dari perjanjian aneh antara Spanyol dan Portugis
di Saragossa yang membagi dua belahan bumi sebagai daerah yang
“berhak” mereka jajah. Kepulauan-kepulauan kita yang subur dan
kaya rempah pun menjadi sasaran untuk dijarah. Perjanjian Saragossa
sendiri disepakati pada tanggal 22 April 1529.
Maka, saya tidak terlalu heran saat singgah di Bengkulu untuk
mengisi seminar nasional di FK Universitas Bengkulu. Kala itu, saya
sempat melihat sekilas benteng Marlborough di tepian pantai panjang
yang menurut catatan sejarah dibangun di era Gubernur East Indies
dari kongsi dagang Inggris, Joseph Callet, pada tahun 1714.
Penguasaan teknologi, khususnya pada ranah transportasi (kapal,
dan lainnya)—yang didukung teknik navigasi serta kartografi yang

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 31


berlandas pada perkembangan ilmu alam dasar seperti fisika dan
matematika—telah mendorong terjadinya berbagai upaya pemenuhan
kebutuhan (juga hasrat hedonia) yang bersifat ekspansif dan
imperialistik. Hal ini antara lain dilegitimasi dengan nilai-nilai luhur
yang dijadikan stempel (gold, gospel, glory).
Conquerista ke barat telah membawa kehancuran peradaban Maya,
Inca, Aztec dan lainnya, bukan saja karena kerakusan dan ketamakan
bangsa penjajah saja, melainkan juga menjadi awal permutasi atau
perpindahan mikroba patogen (penyebab penyakit) yang mematikan
lintas benua dan peradaban. Fernando Cortez tidak hanya menjarah
suku Inca, tetapi juga membawa virus influenza dan sejenisnya ke
benua Amerika. Pergerakan manusia dan interaksi yang diwarnai
benturan kepentingan serta hasrat mengamankan jalur pemenuhan
kenikmatan menjadikan dunia ini sempit dan keras, bahkan kejam.
Catatan sejarah Nusantara menunjukkan bahwa sekitar tahun
412-an penjelajah asal Tiongkok seperti Fa Hien telah sampai di
Pulau Jawa. Untuk era saat itu, jangkauannya sudah dianggap sangat
jauh. Namun demikian, CW Leadbeater, seorang tokoh teosofi asal
Inggris, meyakini bahwa pertukaran dan komunikasi antarperadaban
di Nusantara telah berlangsung dari masa jauh sebelum itu. Riset
jejak genetik nenek moyang yang dilakukan oleh lembaga penelitian
biologi molekuler Eijkmann di kepulauan Kei dan Tanimbar (di bawah
pimpinan Dr. Herawati Sudoyo) menunjukkan adanya bukti-bukti
awal varian haplotipe mtDNA (DNA mitokondria) yang menjelaskan
asal usul penduduk kepulauan tersebut. Varian ini kemungkinan besar
berasal dari generasi I migrasi besar Out of Africa sekitar 100 ribu
tahun yang lalu.
Memang, jejak sejarah dalam bentuk prasasti dan lainnya
belum ada yang bisa menggambarkan kronologi sejarah di era awal
peradaban Nusantara. Akan tetapi, berangkat dari legenda dan mitos
yang berkembang dapat dilacak adanya proses akulturasi dan jejak
interaksi antara penghuni asli Nusantara dengan peradaban lain yang
ada di dunia.
Tidak hanya jejak Lascaux sebenarnya yang dapat menggambarkan
sifat dasar manusia yang condong manipulatif, egois, dan dikendalikan
oleh kecemasan akan ketakterpenuhan kebutuhan. Secara visual, seni

32 — G.E.N.C.E.
artikulatif lain dalam bentuk gambar dapat dilihat jauh dari zaman
lebih tua dari situs Lascaux (17 ribu SM), yaitu di Altamira sekitar 33
ribu tahun SM.
Tentu saja, sesuai dengan zamannya, konten yang dituangkan
belum tentu dapat menggambarkan sifat-sifat dasar manusia terkait
dengan emosi dan perilaku. Namun, adanya kebutuhan dasar seperti
pangan memang dapat dijadikan acuan dalam menganalisis karya
seni dari era prasejarah. Risalah kitab suci samawi menggambarkan
perilaku Habil dan Qabil atau Habel dan Kain yang diwarnai intrik
karena rasa iri hati dan dengki.

KESERAKAHAN DAN AGRESI


Sesungguhnya, ketertarikan pada makanan dan sumber pangan pada
akhirnya bermanifestasi pada ketamakan pada sumber energi. Tidak
sekadar mereplikasi, bahkan bertiwikrama menjadi gurita nafsu yang
membelit akal budi manusia. Lalu, bersamaan dengan terkooptasinya
akal menjadi bagian dari conveyor belt manufaktur kepentingan,
terciptalah berbagai produk dengan cita rasa seni tingkat tinggi yang
maujud dalam strategi geopolitik yang kompleks sekali. Kompleksitas
pikiran manusia dan kemampuannya merencanakan masa depan
melalui skenario yang dikembangkan adalah konsekuensi dari potensi
prokreasi yang bersumber dari berkembangnya kemampuan kognisi
tingkat tinggi.
Kemampuan manusia mengantisipasi imbalan (reward anticipation)
yang dijalankan oleh fungsi limbik dan struktur subkortisol seperti
ventral tegmental area dan nukleus akumbens menjadikan manusia
selalu punya motivasi untuk mewujudkan harapan yang semula
bersifat virtue atau gagasan nirmateri.
Konsep kemerdekaan Indonesia misalnya, bukan sebuah konsep
instan yang muncul begitu saja saat perang Pasifik menjelang berakhir,
itu momentumnya. Akan tetapi, semenjak abad ke-17 perlawanan
sporadis terhadap VOC yang mengekspansi perdagangan rempah-
rempah di Maluku sudah menjadi bibit perlawanan untuk merebut
kemerdekaan. Kapitan besar Telukabessy (Ahmad Leikawa) yang

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 33


memimpin pemberontakan di benteng alam Kapahaha memang dapat
ditaklukkan, akan tetapi semangat merdeka yang dirasakannya terus
bergelora dan merasuk sampai ke para anggota Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai yang merumuskan konsep kemerdekaan secara lebih
sistematis.
Keserakahan dan kekuasaan pada gilirannya akan melahirkan
kekerasan dan agresi. Sifat ini sebenarnya individual, tetapi dengan
kemampuan manusia utk mengagitasi dan mengomunikasikan
gagasannya yang sebagian merupakan bagian dari kesadaran komunal
atau dalam pendekatan Carl Gustav Jung adalah justru ketidaksadaran
bersama, manusia dapat saling mempengaruhi dan menggerakkan
orang-orang yang memiliki kepentingan serupa atau beririsan.
Sejarah mencatat pemimpin peradaban besar adalah juga orang yang
mengobarkan perang dan mengorbankan jutaan jiwa demi membela
ideologi atau “kepentingan” negara/suku/kelompok yang sudah
tersakralisasi menjadi nilai suci yang sepadan ditukar nyawa.

Persia versus Yunani


Pernah dengar lomba Maraton? Sudah tahu sejarahnya? Sejarah lari
marathon berawal dari perang antara Yunani versus Persia. Yunani
bangsa berperadaban tinggi yang menghuni kepulauan dan daratan di
sekitar lautan Aegea. Peradaban mereka terkenal karena telah melahirkan
konsep mitologi, teologi juga hermeneutika, silogisme, logika, serta
demokrasi dan republik. Solon-lah cendekia yang menggagas bahwa
setiap warga kota (citizen) berhak untuk menyampaikan pendapat
dan keinginannya. Maka, konstitusi bernegara yang pertama secara
demokratis dikenal sebagai konstitusi Solon.
Sebaliknya, dalam hal yang berkaitan dengan keyakinan dan
nilai-nilai spiritualitas, kita mengenal Oracle dari Delphi, seorang
pitia, pemuka agama berjenis kelamin wanita yang diminta untuk
berbicara mewakili dewa atau tuhan. Di rekahan tanah gunung api
yang mengeluarkan gas (solfatara, pitia akan duduk dan “trance”
serta mengeluarkan kata-kata yang dipercaya sebagai gambaran masa
depan. Ada kemungkinan kondisi ini terjadi karena efek halusinogenik
dari gas vulkanik yang terhirup.

34 — G.E.N.C.E.
Kembali pada lari marathon, tampaknya kita harus mengupas soal
bangsa Persia yang berkonflik dengan bangsa Yunani. Pada mulanya
bangsa Persia adalah suku kecil yang dijajah oleh Babilonia dan Asyur.
Mereka berasal dari pegunungan Asia yang terletak di sebelah utara
Lembah Mesopotamia.
Pada sekitar 520 SM ada seorang pimpinan suku bernama
Kiros yang secara cerdik mampu mengalahkan Babilonia. Saat telah
berkuasa, Kiros pun ingin mengamankan kepentingan sukunya dengan
cara mengamankan sumber daya. Mulailah pencaplokan wilayah
sekitar dilakukan Persia. Hal ini sama saja dengan yang dilakukan
Nebukadnezar dari Babilonia. Pada sekitar 580 SM, dia menyerang
dan mengusir orang Yahudi ke Babel. Kiros dan kemudian anaknya,
Kambises merangsek ke utara, mendekati Yunani. Dan, Mesir pun
jatuh ke tangan penguasa Persia.
Bayangkan Mesir sebuah kerajaan dengan usia peradaban lebih
dari 4500 tahun, di mana pada sekitar 5200 tahun SM, yaitu pada era
Raja Menes, diduga ditemukan teknologi tembikar, bisa ditaklukkan.
Lewat teknologi ini, kerajinan membuat alat rumah tangga dan berbagai
perabot dengan sentuhan seni berupa gambar mulai diperkenalkan. Di
tangan pasukan Kambises Mesir takluk. Selanjutnya Darius, penerus
Kambises juga terus melakukan ekspansi dengan mengalahkan kota-
kata Ionia (Yunani) yang berada di benua Asia.
Sampailah suatu saat, pasukan Persia melintasi lautan dan
memasuki daratan Eropa, Mereka mendarat di dekat kota Marathon.
Panglima perang Yunani ketika itu, Miltiades, dengan gagah berani
memimpin pasukan Yunani yang dapat mematahkan serangan
pasukan Persia. Pasukan Persia yang mundur dari Marathon ternyata
tidak kembali ke wilayah Persia (yang terbentang dari Mesir sampai
India), melainkan mengarahkan armadanya langsung ke Athena
(ibukota Yunani), di mana terletak Akropolis.
Miltiades yang melihat kondisi ini segera mengutus seorang
pelari cepat untuk memberi kabar kedatangan pasukan Persia ke
Athena. Karena jalur laut memutar, maka dibutuhkan waktu lebih lama
dibandingkan dengan pelari yang melalui jalur darat. Setiba armada
Persia di depan pelabuhan Athena mereka melihat pasukan Yunani
sudah bersiaga. Pasukan Persia merasa jeri dengan kehebatan pasukan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 35


Yunani yang baru saja mengalahkan mereka di Marathon. Melihat
kesiapsiagaan pasukan Yunani di Athena, kota yang dipersembahkan
untuk Dewi Athene yang dianggap sebagai penyelamat para pelaut
Ullyses sebagaimana dalam kisah-kisah Homerus, armada Persia balik
badan dan pulang ke wilayah Persia.
Ketika kerajaan Persia diwariskan kepada Xerxes, ambisi Darius
dilanjutkan. Xerxes mengirim pasukan sangat besar, kurang lebih satu
juta orang. Pasukan ini terdiri dari berbagai kesatuan dari tanah jajahan
yang terbentang dari Asia kecil sampai Mesir. Pasukan ini tampak
sangat menakutkan. Mereka terdiri dari divisi-divisi dengan atribut
sesuai dengan daerah asalnya yang beragam.
Pasukan darat menyeberang melalui selat Bosphorus di Turki saat
ini dan pasukan laut kembali langsung menohok Athena. Pemimpin
Yunani saat itu adalah Themistokles memerintahkan pengosongan
kota Athena dan segenap penduduknya diungsikan ke pulau kecil
bernama Salamis. Pasukan Persia membumi hanguskan Athena, akan
tetapi mereka tidak menemui seorang Yunani pun di sana.
Saat mengetahui bahwa warga Athena ada di pulau Salamis,
armada Persia terpancing oleh strategi Themistokles yang menghendaki
pertempuran laut. Berbekal kapal-kapal kecil nan lincah, armada laut
Yunani mengaramkan banyak sekali kapal-kapal besar armada Persia
yang pada akhirnya mundur dan kembali ke wilayah Persia. Pasukan
darat Persia pun dapat dikalahkan Yunani di daerah Platea (479 SM).
Persia memutuskan tidak lagi menyerang Yunani.
Kisah perseteruan Yunani-Persia ini tidak terlepas dari ego
manusia yang ingin berkuasa. Mereka dikuasai oleh kecemasan
kronis yang mendorong sifat destruktif dalam kerangka defensif,
mempertahankan dan memproteksi kepentingan dan pemenuhan
kebutuhan.

Turki, Rusia, dan Konflik Suriah


Sejarah kerusakan akibat agresi dan kekerasan di muka bumi bahkan
terus berlanjut sampai hari ini. Isu paling hangat yang sedang menjadi
trending topic dunia adalah jatuhnya kota Aleppo ke tangan pasukan
pemerintah Suriah pimpinan Basyar Assyad.

36 — G.E.N.C.E.
Perang selalu menimbulkan korban, tidak hanya dari pasukan
yang berperang tetapi juga korban kolateral yang terdiri dari masyarakat
sipil yang tidak berdaya. Dan, kurva jumlah korban perang ternyata
berbanding lurus dengan kemajuan teknologi persenjataan yang
semakin canggih. Bom atom “Fat Boy” yang dilepaskan dari bomber
Enola Gay di atas Hiroshima contohnya. Persoalan pemicu konflik dan
perang sebenarnya dari dulu sampai saat ini tidak banyak berubah,
kepentingan dan kebutuhan.
Jatuhnya Aleppo dan baku tembak yang terus berlangsung saat
ini misalnya menyisakan banyak cerita di balik konflik terkait dengan
negara-negara yang terlibat di dalamnya. Ada perkara ideologi,
pengaruh di kawasan, serta hal-hal yang sangat pragmatis terkait
dengan penguasaan sumber daya dan posisi tawar dalam hubungan
antarnegara.
Turki dan Rusia misalnya, mereka berhadapan dalam dua kubu
yang berbeda di Suriah, akan tetapi memiliki beberapa titik temu di
mana mereka saling membutuhkan. Ada persoalan domestik Turki
dengan isu separatis Kurdi. Penguasaan terhadap wilayah timur Suriah
melalui operasi perisai Eufrat akan memisahkan kantong demografi
sekaligus pertahanan Kurdi di Afrin dengan Kobane. Di sisi lain ada
perjanjian saling menguntungkan dalam hal eksport gas Rusia melalui
pipanisasi yang masuk melalui Laut Hitam. Dalam sektor pariwisata
pun Rusia menyumbang devisa Turki melalui empat juta turisnya
setiap tahun yang trendnya akan terus meningkat seiring dengan
membaiknya daya beli warga Rusia.
Situasi di luar medan perang seperti inilah yang seringkali tidak
tercermin di lapangan. Pertempuran yang sesungguhnya tersembunyi
di balik informasi yang merupakan konsumsi publik. Hal yang sangat
menyedihkan dalam berbagai konflik yang terjadi adalah masyarakat
tak berdosa yang selalu menjadi korban. Kerusakan dan kemungkaran
terus terjadi di balik topeng kemunafikan.

Perang dan Para Korbannya


Perang tidak melulu berada jauh di pusat lahir peradaban. Bahkan,
ada hal yang uniknya, yaitu daerah di mana peradaban manusia

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 37


lahir di sana pula konflik tak berkeputusan terjadi. Perang dan konflik
antarnegara serta pakta kekuatan adalah representasi komunal dari
dorongan personal yang terakumulasi dalam bentuk perseteruan
koloni pikiran. Dan, hal-hal di luar dugaan dapat menjadi pemicu
jatuhnya korban yang luar biasa.
Apakah kondisi ini adalah bagian dari upaya untuk
menyeimbangkan daya dukung dan kuantitas populasi? Apakah
manusia menjadi predator bagi spesiesnya sendiri? Sebagai catatan
jumlah korban jiwa di perang saudara Amerika Serikat, antara pihak
Union dengan Konfederasi yang antara lain dipicu soal perbudakan
dan HAM mencapai 620 ribu orang.
Siapa yang tidak mengenal kisah pilu pertempuran di Gettysberg
atau Antietam? Perang Dunia I yang melibatkan pihak Triple Entente
(friendship, understanding, agreement) yang terdiri dari Prancis, Rusia,
dan Inggris, serta belakangan juga melibatkan Jepang dan Portugal,
melawan Central Power yang terdiri dari Mittelmachte (Jerman),
Hungaria, Ittifak Devletteri (Turki Ottoman), dan Bulgaria yang dipicu
antara lain oleh pembunuhan Pangeran Ferdinand dari Prusia di
Sarajevo oleh Gabriel Panic, menelan korban sekitar 17 juta jiwa.

Sumber:
https://www.civilwar.org/learn/civil-war/battles/battle-gettysburg-facts-summary

38
38 —
— G.E.N.C.E.
G.E.N.C.E.
Perang dunia kedua menelan korban sekitar 60 juta jiwa. Peran
tokoh yang diduga menderita gangguan personalitas ambang batas
(borderless personaliti disorder/BPD), Adolf Hitler, sangat besar dalam
memicu terjadinya perang paling berdarah dalam sejarah ini. Dari
total populasi penduduk dunia yang saat itu berjumlah sekitar 2,3
milyar orang, sekitar 3 persennya menjadi korban. Perang Vietnam
yang merupakan bagian dari perang dingin antara paham demokrasi
dengan komunis mengakibatkan korban jiwa sekitar 1,353 juta orang,
baik dari pihak Vietnam Selatan, Utara, dan Amerika.
Kisah manusia yang sarat dengan peperangan dan kekerasan ini
ternyata berawal dari sekitar 200 ribu tahun lalu. Tahun yang menurut
kajian paleoantropologi diduga sebagai masa hadirnya manusia (Homo
sapiens) di dunia. Uniknya dalam lini masa di mana manusia hidup
dan bermula, spesies kita masih sempat berbagi ruang dengan Homo
erectus yang diduga punah pada sekitar 143 ribu tahun lalu, juga Homo
floriensis yang ditemukan di Liang Bua NTT (akan tetapi menurut Prof.
Dr. Teuku Jakob, pakar paleoanatomi dari FK-UGM, hobbits atau
manusia Flores adalah gambaran dari kondisi patologis kretinisme).
Persinggungan terpanjang dengan spesies non sapiens lain adalah
dengan Neanderthal yang diduga baru punah di sekitar 39 ribu SM. ***

Membedah Anatomi
Membedah Peradaban Digital
Anatomi Peradaban Digital — 39
— 39
(2)
Manusia dan Pola Adaptasi yang Dijalaninya
oleh Tauhid Nur Azhar

Dalam perjalanannya, manusia dengan akal budi (kemampuan


kognitif, afektif, psikomotorik) yang unik mampu beradaptasi di
berbagai ekoregion (biomassa, ekosistem, habitat) dengan berbagai
kondisi iklim serta mempertahankan hidup dengan mengembangkan
teknologi.
Pakaian sebagai pelindung (bahan tentu sesuai dengan zaman)
mulai dikenal berdasar artefak atau fosil dari sekitar 170 ribu tahun
SM. Sedangkan jarum jahit ditemukan di Afrika sekitar 61 ribu SM.
Sebagai bukti keberadaan manusia yang ditandai dari penemuan
fosil, saat ini klaim fosil Homo sapiens tertua adalah manusia sungai
Omo di Ethiopia yang diprakirakan berasal dari sekitar 190 ribu tahun
SM. Manusia juga diketahui melalui era Sekian interglasial dari 130-110
ribu tahun SM dan bertahan, sedangkan spesies besar seperti Mammoth
dan Cybertooth Siberian Tiger punah. Untuk detailnya, silakan untuk
menonton Ice Age beserta sekuelnya ya. Selain berpakaian manusia
juga mengembangkan alat berburu seperti tombak atau harpun
berujung batu pada sekitar 94 ribu SM.
Teknologi yang lahir seiring dengan kecerdasan prokreasi tentu
memperturutkan pemenuhan kebutuhan, khususnya ketersediaan
pangan. Seiring dengan perubahan iklim, seperti kelembaban yang
tinggi di sekitar Sahara (kini gurun) dan sepanjang Mesopotamia maka
sejak 14 ribu SM ditemukan bukti sudah adanya sistem pertanian yang
masif dan terstruktur.

Seni dan Adaptasi Manusia


Sesungguhnya, budaya dan seni adalah ekspresi kecerdasan integratif
manusia lainnya yang maujud dalam ritual ataupun karya yang
mampu menggugah aspek kognitif, afektif, serta psikomotorik seorang
manusia. Dia hadir karena manusia, siapapun dia, dari zaman old

40 — G.E.N.C.E.
sampai zaman now, pasti ingin gembira dan tidak mau melupakan
bahagia.
Maka, kita pun menemukan fakta bahwa alat musik telah hadir
puluhan ribuan tahun lalu. Alat musik tertua yang ditemukan dari
artefak di benua Eropa adalah flute alias seruling. Berasal dari sekitar
40 ribu SM, flute bahkan sudah digunakan pada saat Neanderthal
masih menjadi bagian dari masyarakat.
Preferensi dalam seni sebagai gambaran, sejatinya lahir bukan
semalam dua malam saja, melainkan dari rahim pemikiran yang
melibatkan asupan indra dalam bentuk rasa. Dia bermuara pada
kecenderungan untuk suka dan pilihan untuk mempreservasi dan
mereplikasi apa yang dirasa dan disuka dalam bentuk proyektif,
kontemplatif, afirmatif, dan reflektif.
Bagaimana thalamus dalam konteks lahirnya seni bekerja dengan
kompartemen hipokampus dan juga hipotalamus memandu basal
ganglia dan beberapa area Broadman untuk menghadirkan gerak
terencana, sapuan kuas atau canthing yang terukur, tone dan pitch suara
dengan rentang frekuensi yang mengalun, hingga turut mengonduktori
diafragma dan otot perut agar menurut dan “mengurut” udara agar
melewati plica vocalis dengan tekanan panjang beroktaf-oktaf.
Maka, kita bisa kembali menengok era 35.000 tahun lalu yang
diduga oleh Teh Wanda Listiani, sahabat istri saya dari STSI Bandung,
sebagai era awal bentuk seni paling purba berupa gambar yang
ditorehkan pada dinding batu dengan piranti batu dimulai. Prokreasi
adalah duplikasi, adalah upaya manusia untuk menciptakan proyeksi
lokus kontrolnya sendiri dalam bentuk kreatura yang dapat dibuat
sesuka dan sesuai rasa menggambarnya.
Maka, seni bukan hanya capaian keterampilan proses perencanaan
motorik di girus depan sulkus sentralis belaka, bukan juga sekadar
daya ingat dari hipokampus saja, melainkan daya pikat yang melekat
karena adanya kepentingan untuk membuat duplikat alam nyata yang
hadirkan ketenangan kendali melalui olah rasa.
Maka, olah ruh perlu olah rasa yang maujud sebagai produk olah
pikir dan secara aksiologis termanifestasi dalam olah raga. Kelenturan
lengan, kelenturan pita suara, kecermatan pusat visual dan dengar

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 41


dalam menangkap tanda semesta adalah potensi sasmita yang semi
eksklusif dimiliki manusia. Karena keluarga pavo alias Merak juga
mengerti soal estetisnya ekor ilustratif dekoratif pejantan yang kaya
motif dan didominasi spektrum hijau biru.
Maka, Mbak Wanda yang meguru juga pada Profesor Tabrani,
mengutip sumber shahih nan terpercaya (Janson, 1966) mewartakan
pada kita bahwa karya seni rupa berupa gambar dikenal pada 20.000
tahun yang lalu, dimana era Paleolitik disematkan pada zaman itu.
Di Eropa sana ada situs Lascaux di Perancis Selatan (sebagaimana
telah disebutkan pada tulisan sebelumnya) dan di Indonesia ada situs
Gua Mardua di Kalimantan Timur, di tempat ini dijumpai karya rupa
yang hampir sama. Lukisan dinding gua dengan bentuk sederhana.
Kuda dan telapak tangan. Kuda yang dipanah dan telapak tangan kiri
seorang wanita (baca: istri). Di mana salah satu jari manisnya dipotong
sebagai tanda berduka. Gambar gua ini bukan sekadar gambar, mereka
adalah bentuk lain dari kata.
Inilah kata-kata sederhana yang sarat makna karena mengubah
simbol semiotika menjadi bunyi yang punya arti. Dan, kita pun jangan
main-main gambar ini. Sebab, ini bukan sembarang gores bisu yang tak
punya cerita. Ada banyak pesan dapat kita keduk dari sana. Pertama
soal alat dan sarana yang tentu berkelindan dengan ilmu dan teknologi.
Warna datang dari mana? Ini bukan soal sel-sel konus di bola mata
ataupun spektrum foton yang terpantulkan dan diterima bagian retina.
Bukan. Ini soal manusia dan aktivitas prokreasinya. Hitam dari arang
dan spektrum kuning sampai cokelat dari palet pigmen bersumber
mineral dan dedaunan yang dilarutkan dalam remedia konstituen
berupa lemak hewan adalah capaian ilmu material yang mencirikan
utilitarian benda.
Sesungguhnya, manusia, simpanse, dan bonobo adalah sedikit
makhluk yang punya kemampuan untuk menggunakan alat bantu atau
yang dalam ilmu fisika dikenal sebagai pesawat. Manusia juga yang
pada gilirannya mengenal potensi lemak sebagai pelarut dan media
pensenyawa yang dapat mengawinkan dua unsur secara homogen
ataupun tercampurkan dalam bentuk emulsi yang menjamin interaksi
bisa menghasilkan sinergi dengan meminimalkan energi transformasi.

42 — G.E.N.C.E.
Manusialah yang kemudian memiliki seni identifikasi, mengenali
karakteristik atom, unsur, dan membangun kerangka berpikir yang
kelak dinamakan stoikiometri sampai energetika. Maka, walaupun
saya tidak sepenuhnya sependapat dengan Bu Wanda soal sejarah
peradaban Nusantara, yang terbukti dari hasil penelitian Lembaga
Molekuler Eijkman (Prof. Herawati Sudoyo, dkk) yang menemukan
varian tua haplotip genetika mitokondria di kepulauan Kei, Tanimbar,
dan sebagian Sundaland yang diduga pecahan benua Pangea atau
Lemurian. (Hal ini menjadi bukti shahih bahwasanya bangsa Indonesia
khususnya saudara-saudara kita di timur adalah generasi pertama gelombang
migrasi out of Africa yang sebagian kembali ke arah Asia Timur (aborigin
Taiwan) dan dari lembah Yunan dan Mekong datang ke daerah nenek moyang
(Nusantara). Akan tetapi, saya sepakat soal hipotesa tentang fungsi seni
di masa itu (pra-sejarah).
Pada masa itu Kak Wanda berhipotesa seni adalah alat untuk
mempertahankan kehidupan dan bagian dari warisan pengetahuan
bagi generasi penerus (survival), juga ritual suci, dan punya manfaat
baik estetika maupun praktis (utilitarian). Capaian prokreasi awal
adalah keberhasilan merepresentasikan simbol dalam bentuk-bentuk
geometri sederhana yang terasosiasi dengan objek nyata. Konsep
ini dikenal sebagai piktografi dengan ciri simplifikasi dan stilisasi
alias sederhana dan “diam”. Misal seperti yang ditemukan di Leang
Pattakere Sulawesi Selatan.
Piktograf yang dilukis di batu dan karang disebut petroglips.
Kelak di zaman madya seni ini maujud dalam karya wayang kulit,
beber, golek, sampai sendratari. Juga maujud dalam bentuk adibusana
seperti batik tulis yang kini melegenda. Jangan salah, pada akhirnya
area Broca dan Broadmann manusia menyintesiskan simbol verbal
dalam bentuk bahasa, susastra, gerak, dan lukis ke dalam bentuk
integratif seperti Ramayana yang diklaim India sebagai kisah luhur
penuh Waskita dari kaum Brahmana. Bahkan, seorang Rabindranath
Tagore pun sampai terbengong-bengong melihat sendratari Ramayana
yang telah di akulturasi menjadi budaya integratif Jawa, “wir habe das
Ramayana geschrieben, die Javanen aber tanzen es”, kata beliau yang lebih
kurang artinya “weladalah ... kok iso ya cerito Soko bongsoku dadi seni
kabudayane wong Jowo, tur uapiiik tenan je ...”

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 43


Tidak hanya itu saja, peradaban Mataram kuno membawanya
menjadi abadi melalui seni relief dari batu gunung api yang ditata di
seputar tubuh Candi Prambanan. Lalu ini masuk pengembangan seni
yang mana? Ritualistik atau survivalis, atau utilitarian? Ya semuanya
tentu saja. Ini ilmu hidup yang dilestarikan sebagai bagian dari bentuk
keindahan yang disukai manusia. Dan si makhluk prokreasi itu, ya kita
ini, mulai menilai hubungannya dengan semesta dan menjadikannya
persoalan pribadi yang sarat emosi.
Universalitas cemas tingkat dewa soal jalan hidup dan di
mana ujungnya menghantar kita mencari serpihan makrifat dalam
menyikapi hidup yang sesaat. Para filolog, psikolog, genealog, biolog,
dan lainnya bersepakat budaya air dan tani serta domestikasi yang
merupakan bentuk prokreasi menghadirkan magnitudo kebutuhan
yang tereskalasi dalam bentuk aktualisasi diri tertinggi. Eksistensi.
Siapa kita?

Fenomena Alam dan Adaptasi Manusia


Berbagai fenomena alam mewarnai sejarah peradaban manusia, zaman
es yang ditandai dengan naik turunnya muka laut juga menentukan
migrasi dan kolonisasi manusia. Sejak sekitar 100 ribu SM manusia
sudah bermigrasi keluar dari Afrika. Orang Ainu misalnya sampai
Jepang (Hokkaido) diprakirakan pada 16 ribu SM. Di kepulauan
Taiwan dan Filipina ditemukan jejak Homo sapiens sejak sekitar 65
ribu SM.
Menurut penelitian lembaga biomolekuler Eijkman di Kei dan
Tanimbar, aborigin Taiwan dan mungkin Filipina adalah bagian dari
migrasi balik generasi I out of Africa yang sudah mencapai kepulauan
Nusantara. Persinggungan antar spesies atau hominid seperti bukti
adanya jejak keberadaan Homo erectus dan Neanderthal mungkin
sekali terjadi, karena proses migrasi yang dipicu oleh berbagai
peristiwa alam yang menimbulkan perubahan geomorfologi seperti
beberapa banjir besar dalam sejarah.
Di era glasial akhir ada banjir yang menenggelamkan sebagian
Eropa Utara khususnya Belgia pada 17 ribu SM, ada pula banjir besar
di Amerika Utara (limpasan Danau Agazzis) sekitar 11 ribu SM.

44 — G.E.N.C.E.
Bencana katastropik lain adalah letusan super vulkano Toba sekitar 78
ribu SM yang menyebabkan terhentinya fotosintesa di sebagian rupa
bumi yang mengakibatkan munculnya kondisi ekstrem nir cahaya nir
oksigen yang memusnahkan sebagian besar populasi makhluk hidup
di muka bumi.
Banjir besar lain melanda daerah Laut Hitam, sekitar Turki saat
ini, dan diduga inilah banjir di era Nabi Nuh, karena dekat dengan situs
arkeologi gunung Judi dimana artefak yang diduga bahtera Nabi Nuh
ditemukan. Dari tarikh geologi tercatat banjir tersebut terjadi sekitar
5600 SM. Tentu diperlukan bukti otentik terkait dengan kronologis
penyebabnya dan lain-lain mengingat kejadiannya sudah berada di
luar era glasial atau akhir zaman es.

Adaptasi Teknologi, Hukum dan Pemerintahan


Perubahan akibat gejala dan fenomena alam juga maujud dalam bentuk
adaptasi teknologi. Berbagai proses domestikasi sumber pangan seperti
domba dimulai pada 14 ribu SM, dan peternakan besar hewan ternak
seperti sapi dimulai pada sekitar 8500 SM. Kuda dibudidaya sebagai
alat angkut dan kendaraan perang pada sekitar 2000 SM.
Uniknya ekspresi seni manusia juga maujud dalam bentuk tiga
dimensi berupa patung yang merepresentasikan konsep diri seperti
patung manusia “singa” (lion man) sekitar 38 ribu SM dan patung
wanita, “Venus” pada sekitar 35 ribu SM. Peradaban yang tumbuh ini
kemudian mengakumulasikan nilai dan proses serta algoritma yang
tercipta dari pengamatan sistematika dalam bentuk-bentuk atau model
yang diyakini dapat menjamin pemenuhan kebutuhan.
Maka, mulailah muncul hukum, aturan, sampai pemerintahan.
Adanya delegasi kuasa untuk mengatur dan memerintah demi
terciptanya keselarasan pemenuhan kebutuhan yang dianggap harus
berkeadilan serta ada jaminan terpenuhi melahirkan pemimpin-
pemimpin komunitas yang memerlukan legitimasi dari kuasa “langit”.
Raja Menes seperti yang sudah sempat dibahas di atas adalah
contoh pemimpin yang mampu mempersatukan wilayah lembah
Sungai Nil Hulu dan Hilir yang wilayahnya terbentang ribuan
kilometer.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 45


Konsep penguasa alam juga mulai diperkenalkan sebagai bagian
dari keyakinan komunal. Ada konsep dewa seperti yang ada di Mesir
kuno, Isis, Osiris, Baal, dan Astarte. Di peradaban Yunani ada mitologi
dengan Zeus, Poseidon, atau Medusa dll. Di mana ada limit pada
kemampuan manusia mencari jawaban terkait fenomena semesta,
niscaya akan ada nilai supra natural yang tercipta. Tahun 2560 SM
portal langit bangsa Mesir selesai dibangun, apalagi kalau bukan
Piramida. Struktur pemakaman yang diasumsikan sebagai bandara
menuju dimensi yang berbeda. Itulah manusia, makhluk pencari dan
pemberi makna.

Nilai emas misalnya, adalah nilai yang diciptakan budaya dan


sebenarnya bersifat relatif. Bagi tinjauan fungsional fungsi Aurum
secara kimia mungkin lebih bermanfaat daripada fungsi sosialnya,
tetapi peradaban sejak era Varna Bulgaria 4000 SM menjadikan emas
sebagai alat tukar bernilai tinggi, bahkan menjadi standar kemewahan
dan gaya hidup dunia. Kini emas bahkan menjadi standar alat tukar
yang menjadi acuan stabil dari alat tukar lainnya, misal uang dalam
bentuk bank notes.

Lalu apalagi yang dihasilkan manusia? Mana kekerasan dan


agresinya? Perlu diketahui hampir setiap tahapan perkembangan
peradaban selalu diwarnai pertempuran dan pertumpahan darah.
Tidak hanya era Yunani-Persia, serbuan pasukan Makedonia sampai
ke Asia Timur sekitar 320-an SM berlumur darah, Nebukadnezar dari
Babilonia juga dikenal sebagai panglima yang ditakuti. Pada era yang
lebih dekat dengan masa kini pertempuran dan pembunuhan seperti
gelombang ekspansi Jengis Khan dari Mongolia yang lahir di lembah
sungai Onon di pegunungan Burhan Haldun adalah penakluk dunia
dari desa kecil di Karakoram. Tentu dengan pertumpahan darah dan
korban jiwa yang bertumpuk-tumpuk. ***

46 — G.E.N.C.E.
(3)
Mitos, Legenda, Budaya Literasi dan Peradaban
Manusia
Oleh Tauhid Nur Azhar

Catatan sejarah yang bercampur baur dengan mitos dan legenda


dapat menghantarkan kita pada sebuah jejak samar akan adanya
“pertemuan” antar spesies, selain juga pertemuan kepentingan yang
berakhir pada penguasaan sumber daya.
Jawadwipa dan Swarnadwipa misalnya, adalah pulau harapan
yang sedemikian menariknya karena terletak di busur api yang
berarti sangat subur. Gemah ripah loh jinawi. Uniknya manusia dengan
pikirannya itu sendiri selalu tiba pada dimensi yang nyaris tiada lagi
berbatas antara alam materi dengan alam idea. Dalam sebuah kisah
atau cerita ada fakta dengan bukti realitas berupa materi dan peristiwa
dalam ruang waktu yang memang terjadi. Akan tetapi, ada pula bagian-
bagiannya yang memang hanya berupa idea, fantasi, ataupun realita
maya. Realita yang tentu saja fakta, tetapi di dimensi alam nirmateri.

Bahasa Suara
Legenda dan mitos menjadi bagian dari sejarah saat manusia yang
mampu mengembangkan bahasa dari plika vokalisnya (pita suara),
mengasosiasikan bunyi dengan arti (psikolinguistik), juga mulai
mampu berkomunikasi dengan simbol-simbol visual.
Bunyi yang dapat membangun persepsi melalui serangkaian proses
asosiatif dan korelasi simbol/nada dengan sejumput makna, pada
sekitar 4800 SM mulai dipindahkan pada bentuk grafis. Simbol-simbol
bunyi seperti piktogram dan hieroglif mulai dikenal. Meski kodifikasi
arti ini sulit, tetapi manusia mulai dapat mendokumentasikan nilai dan
pengalaman pikiran dalam bentuk literasi yang dapat disebarluaskan.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 47


Bahasa Visual
Maka, bangsa Akkadia, Assyria, Babilonia, dan Chaldea, Persia, dan
Hitti hadir untuk mengubah takdir. Manusia bukan lagi sekadar
mesin biologi tapi sekumpulan alat pikir. Tablet piktograf Uruk dari
3000 SM menjadi penanda lahirnya matematika, statistika, dan juga
ekonometrika. Tabel, kolom, dan angka menjadi bagian tak terlepas
dari nasib manusia.

Di era yang hampir sama, nun di sisi selatan bumi, di lembah


sungai Indus tepatnya, lahir dan berkembang pula lokus budaya
Mohenjo Daro. Sebaran budaya tulis mulai menghasilkan catatan
sejarah dalam bentuk prasasti, codex, manuskrip, sampai kitab-kitab
ilmu sejalan dengan penemuan kertas di era Tiongkok kuno pasca
penggunaan papirus di Mesir atau Lontara di Nusantara.

Bangsa Sumeria juga yang dengan gagahnya melakukan


sistematika dan mencetuskan birokrasi “Dewa” dengan mengklasifikasi
secara hirarkial berbagai kekuatan yang diduga bertanggung jawab
terhadap terciptanya sebuah fenomena.

Entah berhubungan atau tidak, tapi yang jelas strata tertinggi dari
dewa Sumeria adalah Dewa Anu. Padahal “anu” di Jawa adalah kata
ganti serba guna yang sakti mandraguna untuk menyelesaikan setiap
kebuntuan definisi yang dihadapi manusia. Anu nya, anu itu adalah
anu ku, dan anu nya mereka. Maka anu dan anu dapat melahirkan
banyak anu. Di mana anu ku dan anu mu akan menghasilkan anu kita.

Bahasa Tulis
Maka, makna dan simbol bermuara pada proses pencarian Tuhan.
Lahirlah alfabet dan rangkai kata yang hasilkan makna. Raja Ahiram
dari Phoenicia telah berkata-kata tidak hanya lewat suara, tetapi juga
serangkaian gambar yang disepakati bersama secara ideografi dan
silabus (syllabel). Sama dengan Ts’ang Chieh dari daratan Cina yang
telah menggambar piktograf matahari, bulan, kayu, air, hujan, dan api
yang dapat dirangkai menjadi cerita.

48 — G.E.N.C.E.
Bangsa Assyria punya cara lebih sederhana dengan model
kuneiform alias huruf paku dan di era Ptolemic di Mesir terbitlah
cerita tentang Cleopatra I. Lahirlah sastra. Jauh sebelum itu ada tablet
Rosseta dan kode Hamurabi (1800 SM) kitab hukum pertama yang
mengatur konsensus manusia tentang tata cara hidup bersama. Lalu
lahirlah media baru seperti papirus dan tinta nila (Eber Papirus) yang
berkembang dengan semakin banyak alternatif ditemukan untuk
menyampaikan pesan dan warisan pengetahuan. Pi Sheng (1023-
1063) menemukan kertas dan cetak kayu, lalu di abad jelang milenia
hadirlah Gutenberg dengan alat cetaknya yang dapat menggandakan
Injil sebagai buku baku yang pertama.

Budaya tulis dan silang budaya interspesies yang berbau mitos


juga terjadi di tanah Jawa. Masih ingat atau tahu kisah Aji Saka?
Ada beberapa antropolog dan arkeolog serta sejarawan meyakini
sesungguhnya adalah utusan kaum Arya India untuk menguasai
tanah Jawa. Daya pikat Nusantara dapat dibaca dalam karya Dennis
Lombard (Nusa Jawa Silang Budaya yang telah diterjemahkan dan
diterbitkan Gramedia Pustaka Utama).

Nama Aji Saka dalam tradisi India sebenarnya adalah Saka Ji, atau
bangsawan dari bangsa Shaka. Diduga diutus oleh Raja Vaisvasvata
Manu melalui salah satu raja bawahannya di wilayah barat (Raja
Ring Ranishka) melalui sebuah ekspedisi ke Jawa pada tahun 78 SM.
Berkembanglah legenda tanah Jawa bahwa Sakaji yang aseli orang
Shaka (ada tokoh Shaka di film Avatar yang tampaknya berhubungan
dengan legenda ini) datang sebagai penyelamat tanah Jawa.

Pada saat itu, sebagai bagian dari tradisi yang mungkin terkait
dengan Paganisme, ada budaya tumbal atau mengorbankan manusia
untuk dipersembahkan darahnya bagi penguasa alam (Gaia). Salah
satu tokoh antagonis yang menjadi simbol kecemasan bawah sadar
manusia Jawa yang notabene adalah “panci genetik” manusia,
sekumpulan gen berbagai bangsa yang menyatu menjadi manusia
Nusantara, adalah Prabu Dewata Cengkar. Sosok menyeramkan yang
digambarkan bertubuh raksasa dan berperilaku biadab. Apakah ini

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 49


bagian dari persinggungan spesies? Neanderthal masih ada di Eropa
sampai 39 ribu SM, apakah Dewata Cengkar adalah representasi
spesies lain homo?
Sebagaimana kisah Ramayana di India, Rama, Lesmana, Sinta,
dan Gunawan Wibisana dapat digambarkan sebagai representasi ras
Aria atau homo sapiens. Tapi jenis hominid lain yang lebih menyerupai
primata termanifestasi dalam bentuk vanara/wanara alias kera. Misal
Hanoman, Hanggada, Anila, Sugriwa, Subali, dan makhluk mutan
semacam Kapisraba beserta kawan-kawannya. Adapun Rahwana,
Kumbakarna, dan Sarpakanaka adalah representasi Neanderthal yang
kuat dan bertubuh besar, hmmm apa begitu ya? Mohon dimaklumi ya,
ini hanya sebatas hipotesa saja.
Aksara Jawa diajarkan lewat transisi budaya lisan, jadi ada
ceritanya. Alkisah ada utusan datang dan tercipta konflik yang
diakhiri perkelahian yang berakibat fatal, begitu kira-kira cerita yang
menjadi dasar mengajarkan huruf-hurufnya. Apakah cerita tersebut
otentik atau tidak kita tidak tahu. Akan tetapi, sebagai sebuah metoda
pedagogik yang konsepnya menyerupai pneumonik dengan singkatan
dan cantolan memori yang menarik bagi otak, belajar pun menjadi
asyik.
Dan kini tentu saja era Tim Berners Lee menyatukan dunia lewat
literasi digital yang tak perlu lagi sabak, papirus, dan arang. Kini era
silika dan rare earth element berperan mengubah wajah peradaban.
Tapi jangan lupa, masih ada para “nabi” peradaban yang mewakili
kewaskitaan piktograf dan simbol yang perlu penghayatan lahir bathin
lewat simbol cantik bahasa langit yang disebut batik. Maka canthing
adalah pena semesta yang hadirkan kesadaran seorang seperti sahabat
saya Imang Jasmine yang tercerahkan, untuk berkabar pada dunia
tentang proses pencariannya yang tiada akan pernah berakhir. ***

50 — G.E.N.C.E.
Filosofi Batik

Karya manusia termasuk batik adalah seni semesta yang mengalun bersama
keteraturan fraktal yang muncul dalam wajah ketidakteraturan. Filosofi batik ini
unik, seperti hidup, yang dilukis canting adalah bagian yang tak ingin diwarnai.
Dibiarkan polos. Bisa putih atau apapun, selama itu warna dasaran.
Maka bentuk serumit apapun dengan filosofinya masing-masing seperti sawat
(nyawat/melempar) lar (sayap Jatayu/Garuda) ataupun Megamendung Cirebonan
yang dianalisis dengan pendekatan gelombang Kanagawa, ataupun pereng yang
bak tebing kokoh, tertutup, sambung menyambung dan kuat mencerminkan pola
kuasa raja yang mesti kokoh meski berhadapan dengan badai dan ombak masalah
yang menggerus.
Pada intinya, filosofi batik harus menjadi sokoguru peneduh sekaligus simbol
keberanian menghadapi masa depan. Yang digariskan canting ditutupi malam
panas agar tetap suci tak terjamah distorsi dunia. Gemuruh galau amigdala yang
hadirkan gelombang cemas yang terus menerus menggerus pereng pereng
kesadaran hingga melahirkan growing-growong pragmatis keputusasaan berproses
dan jatuh dalam keinstanan yang nista.
Maka kosong, suwhung, dan menutupi kesejatian diri tak terbaca oleh algoritma
kira-kira (x’= X+ d cos alfa dan y’= y + d sin alfa). Elemen dasaran pada batik
Klowong adalah prinsip dasar dan kebutuhan primer kita, ibaratnya begitu. Maka
ubo rampe kehidupan kita yang sarat drama dan bermain di area reward center/
pathway (nucleus accumbens, dan lain-lain) itu sebenarnya “isen-isen”, motif kecil
yang memiliki aneka varian, senengmu opo? Karepmu opo? Polahmu opo?
Ada gegaris yang disebut galaran, ada titik-titik noktah jiwa yang disebut cecek
atau cecek pitu. Ada juga sisik atau sisik melik yang menyerupai sisik ikan, berkilau
indah sekaligus bersifat fungsional. Jangan salah, setelah pola besar bernama basic
needs of life yang menurut Maslowian order akan berpuncak pada aktualisasi diri,
akan ada pola isen-isen yang mungkin kita kenal sebagai budaya atau perilaku
kultural. Dalam batik ini disebut sebagai sekar sedhah atau Rembang dan teman-
temannya.
Maka, kepedihan hati yang ditinggal sepi kekasih yang berpaling pada selir cantik
duniawi dapat berbuah pola taruntum berulang (truntum), dimana harap masih
ingin bersemi bersama rasa percaya bahwa cinta akan selalu menemukan jalannya.
Itu kisah Ratu Kencono istri Pakubuwono III yang menuangkan duka dalam sehelai
mori sederhana. Taruntum dan pola harap dengan bunga tanjung yang berulang,
mungkin sama dengan pereng yang merepresentasi kepemimpinan dan nilai yang
harus diyakini.
Maka batik bukan sekadar lukisan berpola di selembar kain. Dia adalah sebuah
lukisan di kanvas semesta kehidupan.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 51


(4)
Neurobiologi Agresi dalam Sejarah Peradaban
Manusia
Oleh Tauhid Nur Azhar

Motif manusia untuk saling mengeksploitasi mulai tersalurkan melalui


politik dan ekonomi. Berbagai metode untuk “menjual” komoditas
seperti ilmu marketing dan lainnya mulai menjadi bahasan yang
banyak dikaji. Baitul Hikmah di era kekhalifahan Abbasiyah sekitar
900 M menjadi tonggak sistematika literasi melalui konsep pustaka dan
juga pendidikan tinggi. Ilmu formal yang terstruktur dan berjenjang
agar dapat direplikasi sempurna mulai diperkenalkan.

Berbagai pengetahuan dasar tentang manusia dan sistem


pengambilan keputusan di otaknya juga mulai mendapat perhatian
khusus. Gejala dan tanda serta perilaku dari berbagai jenis manusia
dan atribut yang melekat padanya mulai diteliti. Kini banyak orang
mencari jawab apa yang terjadi dalam proses pikir Adolf Hitler
yang tega melakukan genosida dan melancarkan perang yang sejak
awal tentu sudah diprediksi akan membawa korban yang luar biasa.
Dalam rentang waktu yang sama ada sekitar 60 juta penduduk dunia
meregang jiwa di era perang dunia ke II, termasuk di Dutch East Indies
alias Indonesia.

Walter C. Langers menulis buku tentang apa yang ada di pikiran


Adolf Hitler (The Mind of Adolf Hitler, 1972). Simpulan beliau antara lain
adalah Hitler mengalami kondisi neurotik psikopatik dan memiliki
kepribadian ambang (borderless personality) yang mendekati skizofrenia.
Selain emosi yang tidak stabil, antikritik, mood yang cepat berubah,
impulsif, dan kecenderungan untuk bunuh diri (analisis ini terbukti
saat Berlin jatuh ke tangan tentara Merah Rusia), juga diketahui ada
penyimpangan orientasi seksual (homoseksualitas).

Gejala dan ciri yang hampir menyerupai dapat dilihat pada


beberapa sifat Gayus Julius Caesar dari Romawi yang diperlihatkan

52 — G.E.N.C.E.
antara lain dengan kegemarannya mengenakan rangkaian daun salam
berwarna keemasan di kepalanya.

Obsesi dan determinasi pemenuhan keinginan para pemimpin


komunitas ini ditunjukkan melalui sikap agresifitas dalam bentuk
ekspansi dan penaklukan. Wehrmacht dan Legionnare Roman adalah
representasi pencapaian tujuan tanpa kompromi. Tipisnya empati dan
belas kasih masuk dalam kriteria psikopat dari Robert Hare.

Secara personal perilaku kekerasan dan agresivitas yang muncul


akibat akumulasi personalitas dan tekanan lingkungan terbukti
melahirkan beberapa generasi yang menjadikan kekerasan sebagai
bagian dari budaya. Contoh anak Klithik di Jogja yang kini sedang
menjadi trending topic karena secara fenomenologi telah menjadi
momok yang menakutkan di masyarakat, ditandai dengan jatuhnya
korban berusia belia dan tawuran yang berkelanjutan.

Secara akademik konsep agresi, kekerasan, dan kerusakan berbasis


sistem otak ini pernah dikupas dengan cantik dan ciamik oleh Larry J.
Siever MD di Am J Psychiatry, EDS April 2008 lewat artikel berjudul
“Neurobiology of Aggression and Violance.” Pengamatan berbagai fungsi
otak terkait agresi dan kekerasan mendapatkan hasil sebagai berikut:
penelitian dengan metoda fluorodeoxy gkucose positron emission
tomography (FDG-PET) menunjukkan terjadinya peningkatan
metabolisme glukosa di daerah orbito frontal cortex (OFC) dan korteks
temporalis kanan serta penurunan di area prefrontal (Broadmann 46
dan 6), pada orang dengan personalitas ambang (borderline).

Sedangkan pada pemeriksaan berbasis fMRI yang mengamati


aliran darah dan oksigenasi, terjadi peningkatan aliran darah pada
daerah amigdala, girus fusiformis, girus parahipokampal, dan daerah
ventro lateral PFC. Sedangkan pada orang berotak sehat dalam kondisi
yang sama (dihadapkan pada situasi dan tekanan negatif) ditemukan
peningkatan aktivitas di daerah insula, dorso medial PFC, dorso lateral
PFC, serta korteks singulata anterior. Adapun pengamatan pada
volume bagian otak terkait dengan agresi, kekerasan, perilaku impulsif
yang terasosiasi dengan personalitas borderline dapat diamati sebagai
berikut; OFC kiri, ACC kanan, dan korteks temporal medial mengalami

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 53


perubahan (menyusut). Sementara diketahui adanya gangguan pada
OFC, ACC, dan vmPFC dapat menimbulkan gangguan emosi.
Personalitas dan kondisi lingkungan yang terakumulasi dalam
proses pengambilan keputusan yang maujud dalam bentuk perilaku
destruktif juga tercermin dari kerja neurotransmiter, neuropeptida,
dan neuroendokrin, serta neurosteroid yang kadar dan mekanisme
aksi biologisnya berperan signifikan dalam kinerja otak. Serotonin
(5-Hydroxy Indol Acetic Axis/5-HIAA), reseptor serotonin (5-HT2),
serotonin reseptor, asetilkolin, GABA dan glutaminergik, vassopressin,
dan oksitosin serta kortisol yang bekerja di limbik, prefrontal (PFC),
ACC, struktur sub kortikal (Nukleus akumben, Ventral Tegmental
Area, dan lainnya) amat mempengaruhi kesehatan agresifitas dan sifat
impulsif seseorang.
Sebagai contoh, pada saat kadar serotonin rendah dan 5-HT2
sebagai reseptor tidak berikatan dengan serotonin, perilaku agresif
akan meningkat. Sementara oksitosin, vasopresin, dan kortisol bisa
meredam agresifitas. Terkait dengan jalur sintesa kortisol, atau derivat
steroid lain, kadar kolesterol atau asam lemak darah yang rendah juga
terkait dengan agresivitas.
***
Jadi ada hubungan juga antara pola makan, menu, dan ketersediaan
pangan berdasar ekoregion terhadap perilaku dan agresivitas. Tentu
berbeda diet di Karakoram dengan di Berlin, tetapi mengapa ada
perilaku yang bisa nyaris serupa? Berbeda substansi makro belum
tentu berbeda pula di tingkat mikro. Satu hal menarik lain dari
kajian neurobiologi agresi Dr. Siever ini, kadar opiad tertentu dengan
reseptor opiadnya dapat menentukan perilaku seseorang. Sebagai
contoh adalah peran metenkephalin. Tingginya kadar metenkephalin
pada wanita muda cenderung berkorelasi dengan tindakan menyakiti
diri sendiri.
Kondisi inilah yang mungkin dapat menjadi dasar ilmiah metoda
“cuci otak” Hassan Al-Saba di benteng Alamuth. Hassan Al-Saba salah
satu warlord kuat di era penghujung kekuasaan dinasti Fatimiyah
yang chaos di Baghdad (sekitar tahun 1050-an) membangun kekuatan
militernya sendiri di pegunungan Alamuth (dengan benteng Sarang

54 — G.E.N.C.E.
Rajawali) sebagai upaya untuk menggerogoti kekuasaan dan pada
gilirannya merebut kekuasaan yang sedang melemah.
Kehebatan seorang Hassan bukanlah karena dia mampu
menggerakkan secara ideologi massa yang besar sebagai pengikutnya,
melainkan dia berhasil “memanipulasi” sekelompok kecil pemuda
militan menjadi “senjata mematikan” yang kelak dikenal sebagai
assasin.
Relevansi kisah Hassan dari Alamuth ini dengan kondisi kekinian
yang diwarnai dengan teror melalui penggunaan penganut paham
radikal yang militan sebagai “kurir” maut rupanya punya pola yang
mirip dengan apa yang dilakukan Hassan di Alamuth. Hassan mungkin
menguasai ilmu neurosains terapan yang mengeksplorasi peran opiad
dan reseptor opiadnya. Hassan memilih untuk menggunakan hasish,
ekstrak tanaman cannabis sativa sp dengan kandungan cannabinol
berupa delta -9 hydrocannabinol.
Efek dari THC ini sebagaimana pengguna ganja atau marijuana,
menghadirkan gangguan persepsi bunyi, visual, rasa atau hadirnya
halusinasi, perubahan mood, mereduksi nyeri, dan membuat “berani”.
Sebagaimana halnya efek metenkephalin di reseptor opiad otak, ada
kecenderungan fatalistik untuk menyakiti diri sendiri.
Hassan Al-Saba mengumpulkan pemuda-pemuda dengan
berbagai tekanan psikososial yang berat dan didekati dengan
pendekatan spiritual yang menjanjikan cara instan untuk mencapai
kebahagiaan. Untuk itu Hassan mengembangkan citra dirinya sebagai
tokoh “pemegang kunci surga”, yang diberi otoritas langit dalam
bentuk hak prerogatif untuk menentukan siapa-siapa saja calon
penghuni surga.
Maka, Hassan pun mengeksplorasi sisi-sisi lemah psikologis para
pemuda binaan dan jamaahnya, antara lain dengan metoda framing
(Amos Tsversky, Kahneman, dll) dan juga anchoring hingga tercipta
persepsi yang diharapkan Hassan tentang figur Hassan di benak
jamaahnya. Kemuliaan dan kesucian yang diyakini pada akhirnya
menimbulkan “trust”. PFC berhasil dikelabui dan proses delusional
dapat dimulai.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 55


Hassan menciptakan surganya sendiri berdasar persepsi keindahan
persepsi inderawi para pemuda jamaah/pengikutnya. Wanita-
wanita tercantik dari seluruh negeri (Irak dan Persia) dikumpulkan,
didandani, dan kelak diberi peran sebagai bidadari. Taman-taman nan
indah dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya dan rumpun-
rumpun perdu buah manis serta menggiurkan dibuat di lembah
tersembunyi Alamuth. Hingga tiba saatnya satu persatu pemuda yang
dipilih Hassan diberi Hashish agar mengalami penurunan kesadaran,
halusinasi atau delusional. Setelah itu pemuda tersebut dimasukkan ke
dalam taman Firdaus palsu, buatan Hassan. Tidak lama, semalam saja
dan keesokan harinya pemuda itu disadarkan kembali.
Saat bangun dan “sakaw” tak ada lagi yang diinginkan pemuda
itu selain kembali ke “surga.” Dan, Hassan menawarkan solusi
cespleng, berjihad untuk kebesaran aliran Hassan dan mati dalam
tugas. Maka dikirimlah para pemuda “mabuk” surga itu untuk
membunuh musuh-musuh politik Hassan. Kenekatan dan keberanian
serta senyum yang selalu meronai wajah mereka saat meregang maut,
menjadikan “hassasin” sekelompok pembunuh elit yang amat ditakuti
dan menjadi legenda di kawasan. Demikianlah kelihaian Hassan
dalam memanipulasi sistem pengambilan keputusan seseorang dengan
memadukan pendekatan kognitif (learning and memory, serta believe
system) dengan pendekatan farmakologi. Mudah-mudahan sekelumit
kisah Hassan ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita dalam
menyikapi perkembangan yang terjadi belakangan ini. Kesetiaan dan
loyalitas yang menjadi bagian tak terpisahkan dari believe system
dilambari cinta adalah suatu hal yang tertanam amat kuat.
Kisah lain yang dapat dicermati meski fiksi adalah cerita tentang
Prabu Palgunadi, murid terpandai Resi Durna alias Begawan Sokalima.
Karena iri hatinya Arjuna, dia pun memohon kepada Durna agar
telunjuk Palgunadi dipotong. Tentu tujuannya agar Palgunadi tak lagi
dapat memanah, karena ilmu utama Resi Durna adalah memanah.
Karena cinta dan loyalitas Palgunadi menuruti saja kehendak gurunya
tanpa bertanya. Demikianlah salah satu aspek kerja otak manusia.
Maka, sebagai penutup ternyata kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh manusia tidak hanya tindakan langsungnya saja,
melainkan dapat melalui kemampuan kita mempengaruhi kerja otak
orang lain. ***

56 — G.E.N.C.E.
(5)
Sejarah Perkembangan Jiwa Manusia
Oleh Tauhid Nur Azhar

“Sejarah dunia adalah sejarah perkembangan jiwa manusia.” (Karl Schmidt


dalam History of Education, Levi Seeley, 1899).
Sejujurnya, saya lebih senang jika kata jiwa diganti (atau
sekurangnya dimoderasi) menjadi pikiran atau otak manusia. Masih
terkenang-kenang di benak perjalanan seru saat menggawangi
program Bandung Synaptic Race-nya Neuronesia. Titik akhir dari
rangkaian perjalanan bersepeda santai keliling Kota Kembang adalah
Museum Geologi.
Why? Mengapa final stage harus di museum? Geologi pula, apa
hubungannya dengan neurosains atau neurologi? Sebab, sejarah
manusia adalah sejarah alam dan sejarah pikir (otak) juga sejarah
semesta. Maka, elok kiranya jika kita belajar dari lini masa yang
menghantarkan kita tiba di posisi kita saat ini. Kata Pak Paulus
Swantoro dari grup Kompas Gramedia, “Masa lalu selalu aktual”. Tentu
yang menjadikannya modalitas untuk mengoptimalkan eksistensi dan
potensi saat ini yang maujud dalam fungsi yang terdiferensiasi.
Perjalanan di museum diawali di sudut kecil dimana terdapat
artefak berupa stromatolit. Bersama poster tentang usia alam, mikro
fosil stromatolit bisa menjadi pembuka kisah romansa manusia. Buka
Lawang Sigothaka, demikian Pak Dalang memulai kisahnya.
Stromatolit adalah fosil mikroorganisme pemula yang mengalami
proses permineralization atau di”caging” oleh mineral seperti silikat
(bahan kaca). Organisme biotik pertama ini hadir diprakirakan sekitar
3,5 milyar tahun lalu. Sebagai contoh antara lain adalah Proterozoic
Stromatolit yang biasanya terdiri dari keluarga cyanobacteria,
collenia, ataupun eukaryota chlorophytes seperti alga hijau (keluarga
zooxanthela atau alga berhijau daun). Ini bukti awal bahwa atmosfer
kaya oksigen dan materi organik mulai hadir di permukaan bumi.
Lalu perjalanan lini masa melewati zaman Jura dengan bintang
Tyrannosaurus Rex yang menjadi idola semata karena keberhasilan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 57


film legendaris Dr. Michael Crichton, seorang patolog yang berganti
haluan menjadi penulis novel dan naskah film (karya novelnya yang
juga cukup beken adalah Prey).

Dari fosil T-Rex yang menjulang dan selalu ramai menjadi selfie
area, kami masuk ke ruang kecil di sudut dan di sanalah tengkorak
keluarga primata dan hominid dipajang dalam kaca. Beruntung kita
hidup di Indonesia yang dari Wajak, Sangiran, sampai Liang Bua di
NTT banyak terdapat fosil purba mulai dari keluarga Pithecantropus
sampai era Homo erectus, Wajakensis, dan akhirnya tentu saja Sapiens.

Terlepas dari keyakinan kita tentang evolusi dan metoda


bagaimana manusia terlempar dari surga, artefak ini membawa
kita untuk melihat lebih dekat bagaimana manusia beradaptasi dan
mengoptimalkan fungsi hidupnya. Era perburuan digantikan dengan
era bercocok tanam (pertanian) dan domestikasi (peternakan). Zaman
batu bergeser ke zaman logam (neolithikum) di mana logam seperti
besi dan perunggu dapat dimanfaatkan, antara lain karena manusia
mulai mengenal api dan cara memproduksinya.

Ada hal menarik mulai tergambar di situ. Ada keterampilan,


ada ilmu, ada pengetahuan, dan ada gambaran tentang memori
implisit terkait dengan kemampuan bertahan hidup dan terlebih
lagi, menikmati hidup atau membuat hidup dapat lebih bermakna.
Maka manusia ingin mempreservasi hal-hal yang terkait dengan
kemampuan survival dan mengoptimalkan nilai. Dari sinilah pola dan
cara komunikasi baik verbal maupun non verbal mulai menjadi ilmu
yang distandarisasi agar dapat saling dimengerti. Budaya linguistik
menyeberangi batasan semiotika yang semula hanya bermodal tanda,
menjadi berbagai ungkapan yang dapat mengandung berbagai makna.

Fungsi bahasa yang diperankan oleh bagian otak yang amat


kompleks, tidak sekadar berfokus pada fungsi area Broca tetapi juga
berfokus pada soal belajar, pengalaman, dan memori. Maka, lahirlah
psikologi linguistik, lahir pula kajian neurosains tentang mekanisme
bersuara, berbahasa, dan menyelami makna di balik tanda (persepsi,
keyakinan atau belief, dan bagaimana cara mendistribusikannya).

58 — G.E.N.C.E.
Berdasarkan hal ini lahirlah pengetahuan yang dikemas dalam bentuk
pendidikan.

***
Perkembangan keingintahuan manusia mulai menembus batas
ketakberdayaan sarana belajar. Manusia punya modal utama, bertanya.
Naik pada dirinya maupun pada sekitarnya, bahkan pada alam dan
lingkungan hidupnya. Maka inilah kelak dasar dari lahirnya research
question, dialektika, retorika, dialog, premis, dan juga hipotesa.
Termasuk dalam menegakkan tauhid dan akidah, Nabi Ibrahim as.
mengawali semuanya dengan tanya, min aina? Fa ‘aina tadzabûn? Dan
kita pun masih kerap menggemakan pertanyaan yang sama dalam
benak kita, who am I?
Maka, dunia oriental (timur) seperti peradaban tua yang
lahir di sekitar Eufrat-Tigris, Babilonia, Persia, dengan puncak
peradaban Sumeria sampai Persia melahirkan budaya preservasi ilmu
pengetahuan melalui simbol-simbol yang kini dikenal sebagai hieroglif
ataupun piktogram dan lahir pula sebagai dampak ikutannya kelainan
seperti disleksia ataupun aleksia, karena memang otak manusia tidak
100 persen sama.
Pengetahuan ini berkelindan dengan keyakinan dan melahirkan
prinsip-prinsip spiritual yang menjadi nilai acuan komunal. Bangsa
Persia mengenal ajaran Zoroaster yang meyakini adanya keseimbangan
dualisma pengatur semesta, Ormudz dan Ahriman. Penguasa
kegelapan dan jalan terang. Budaya Indus Mohenjodaro mewariskan
konsep Avathara dengan representasi kekuatan semesta dalam bentuk
avatar yang berkuasa atas satu ataupun serangkaian fenomena.
Bangsa tua penemu aneka rupa produk peradaban manusia, seperti
teh, tembikar, tinta, sampai mesin cetak (sebelum Guttenberg), bangsa
Tiongkok, punya Confusius yang menjabarkan secara indah hubungan
makhluk dengan Pencipta-Nya, “bayangkan Tuhan itu hadir dalam
doa.” Ini pernyataan filsafat tinggi yang mengawali imanensi dalam
bentuk pembebasan imajinasi hingga mampu menembus dimensi.
Bangsa Mesir yang mampu membangun Piramida seperti yang
kini dapat dilihat di Giza, sampai-sampai Phytagoras dari Pulau Samos

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 59


yang menjadi Literator di Sparta memerlukan belajar matematika
(geometri) di sana, mempreservasi ilmu lewat pendidikan tinggi
khusus bagi pendeta dan tentara di Thebes, Heliopolis, dan Memphis.
Eksklusivitas pendidikan dimulai, meski sesama umat Osiris ternyata
pendeta dan tentara adalah kelompok elitis.

***
Peradaban manusia era pasca Neolithikum dengan berbagai pola
migrasi sebagaimana dapat dijejaki melalui riset polimorfisme pada
DNA mitokondria, termasuk penelitian lembaga biologi molekuler
Eijkman di Tanimbar (Kei Kecil dan Besar), menunjukkan bahwa
perubahan geomorfologi rupa muka bumi dan perubahan iklim yang
menyertainya berhasil diadaptasi manusia, dan lahirlah lokus-lokus
peradaban yang terus tumbuh dan berkembang.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa bangsa Yunani di belahan
bumi utara telah mengembangkan seni dan capaian cita rasa adiluhung
melalui konsep Smart City Athena. Salah satu tokoh reformisnya adalah
Pericles di abad ke V sebelum Masehi yang mengorganisir pendidikan
seni dan cara berpikir pun mulai dapat dibakukan sehingga dapat
mengkanalisasi potensi intelektual yang sejatinya dimiliki oleh setiap
manusia. Tradisi Olympia untuk menghormati Zeus di kota Elis telah
menjadikan kemampuan raga ditingkatkan, bahkan dipertandingkan
dan kebugaran pun menjadi bagian terintegrasi dari evolusi peradaban.
Belakangan hari diketahui bahwa unsur gerak dan perencanaannya
adalah unsur penting dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas
intelektual dalam kompartemen kognitif manusia riset Carla Hannaford
soal gerak motorik dan kemampuan membaca bisa menjadi evidence-
nya. Lalu lahir upaya memformalkan upaya-upaya itu dalam bentuk
Gymnasia, sekolah yang kurikulumnya senam dan seni. Olah raga
dan olah rasa yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan olah
pikir. Konsep ini sebenarnya cikal bakal dari pembuktian fakta bahwa
manusia dan komponennya adalah satu kesatuan yang terintegrasi.
Fungsi guru pun lahir, dan peran ini dilabeli sebagai Pedagog.
Tidak cukup sampai di sana, manusia perlu etika, perlu panduan
rasa agar dapat berkomitmen untuk saling membatasi dan saling

60 — G.E.N.C.E.
berbagi sesuai proporsi agar kepentingan individual dapat diamankan
secara komunal. Maka lahir aliran sophist diinisiasi oleh Protagoras
dan Gorgias yang selalu bicara soal etika, moral, politik, dan religi.
Sekitar 10 abad kemudian lahir konsep negara teocracy di kalangan
bangsa Yahudi. Lahir pula sezaman dengan Protagoras, sekitar 638
SM, ilmu hukum yang getol ditelaah dan disebarluaskan oleh Solon.
Perlu konsep reward and punishment agar tercipta keteraturan dan
keselarasan. Perlu law and order dalam proses sivilisasi.
Lalu, dua milenium berikutnya lahirlah pendekatan behaviourism
yang antara lain digagas oleh Skinner melalui model reinforcement-
nya (positif dan negatif). Protagoras tak hanya bicara soal etika, tapi
juga sudah merasa perlu untuk menerapkan prinsip investigasi dalam
konteks logika, ilmu pengetahuan, dan bahasa. Perlu ada struktur
dalam gramatikal hingga tidak terjadi bias makna, demikian antara
lain pendapatnya.
Generasi selanjutnya hadir Socrates (470-399 SM), bapak dari
dialektika dan proses pemikiran induktif yang sekaligus melahirkan
premis tentang keberadaan causa prima atau Zat yang menghadirkan
semesta. Akidah dan tauhid dalam bahasa agamanya. Profil psikologi
Socrates ini menarik, terbungkus dalam wadag buruk rupa dan beristri
dominan (Xantippe) mungkin dasar dari Socrates mengembangkan
dirinya sedemikian rupa, entahlah.
Dua muridnya Xenophon dan Plato, mewarisi pola pikir induktif
yang kelak mewarnai konsep hipotesa dengan dasar deduksi yang
verifikatif. Plato melahirkan karya Republik, bentuk negara ideal yang
dianggap dapat mengakomodir kebutuhan dasar manusia dalam
berbangsa. Prinsip dasar Plato adalah menegakkan pendidikan sebagai
upaya konstruktif mengoptimalkan potensi manusia, “Jika pikiran
dididik maka dia akan memperbaiki tubuh,” demikian premisnya.
Manusia pun terus melaju, hadir Aristoteles, orang Macedonia
tepatnya dari daerah Stagira. Lebih dikenal sebagai guru Iskandar
Agung yang imperiumnya mencapai India. Aristoteles mewajibkan
pendidikan dengan komponen yang terdiri dari perkembangan fisik,
karakter, dan intelektualitas. Dia juga memperkenalkan metoda
analitik yang kini menjadi bagian dari pendidikan dokter modern

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 61


(problem based learning). Meta kognisi dari kasus kongkret ke abstraksi
dan sebaliknya.

***
Di sisi lain Yunani hadir Sparta. Negara kota yang memperjuangkan
entitas warganya lewat preemptive capacity atau kemampuan
perang sebagai pertahanan paling dini. Beribukota di Laconia, Sparta
memperkenalkan konsep region otoriter dan militeristik. Di titik
masa ini pulalah insting dasar manusia untuk saling mengeksploitasi
diwadahi dan dikanalisasi regulasi negeri yang menjadi dasar
konstitusi.
Ada tiga kelas warga Sparta, mirip dengan kasta di India
(Brahmana, Ksatria, dan Sudra). Di Sparta dikenal istilah (pertama)
Citizen. Istilah Citizen ini merujuk pada warga elit atau kelas bangsawan
yang jumlahnya hanya 9000 orang dan merupakan “pemilik”
sesungguhnya Sparta. Mereka memiliki hak sangat istimewa dan
berhak pula memperbudak warga masyarakat lainnya. Secara eufimis,
saat ini hal serupa terjadi, hanya saja kapasitas rentang kendali diambil
oleh kemampuan ekonomi. Prinsip Sparta ini pun, pada kenyataannya
yang diadopsi oleh negara-negara sosialis kelak di kemudian hari.
Warga kelas berikutnya adalah Perioeci atau warga sub-urban
yang tersubordinasi pada Citizen. Biasanya petani dan pegawai.
Adapun warga terendah adalah Helots atau budak. Dijadikan nelayan
dan buruh untuk memenuhi kebutuhan para Citizen.
Ironisnya struktur masyarakat kita saat ini mirip sekali ya? Ini
contoh kongkret reptilian brain yang diperkaya dan dipertajam oleh
limbik dan PFC bermotif mengamankan kepentingan dijalankan dan
diterapkan secara efektif dan bahkan menjadi keyakinan yang tidak
dapat dinafikan keberadaannya. Jadi jika kini konsep kemandirian
dan pemberdayaan Citizen kembali diagung-agungkan kita akan
mengulangi lagi era Sparta!
Konsep revolusi mental ala Sparta ini digagas secara detil oleh
Lycurgus (abad ke 9 SM). Bahkan jadi hukum Lycurgus. Isinya setiap
warga negara agar mendapat kesadaran komunal (diinstall) harus
makan berjamaah setiap waktu makan (masih dipraktekkan di tentara).

62 — G.E.N.C.E.
Setiap meja untuk 15 orang, makanan harus sama. Anak-anak wajib
ikut tapi sama sekali tidak boleh bicara hanya melihat dan mendengar
serta belajar saja. Jatah makanan juga paling sederhana, dianggap
belum berkontribusi bagi bangsa.

***
Dalam perkembangan berikutnya banyak sekali peradaban muncul
dan hancur. Ada Thales dengan ilmu geometrinya, ada Euclid
dengan aritmetikanya yang juga diadopsi Sun Zi di Cina. Ada Cicero,
Seneca, dan Quintilian yang hadir mewarnai caligulanya Roma. Pada
gilirannya hadirlah cahaya peradaban dari Timur Tengah, era emas
kecendekiawanan Muslim serta hadirnya Renaissance dengan tokoh-
tokoh besar era Newton, Faraday, dan Tesla.
Semua itu sejarah otak. Kemajuan yang pada gilirannya menjarah
peradaban kemanusiaan. Apabila tidak disikapi secara berhati-hati,
dia dapat mengikis kesadaran secepat, atau bahkan melampaui
prediksi yang termaktub dalam Moore Law dari Gordon Moore dalam
hal kecepatan pertumbuhan eksponensial transistor di mikro prosesor.
Teknologi yang semula lahir dan menjadi bagian dari peradaban
manusia perlahan tapi pasti mulai dapat mengontrol peradaban itu
sendiri. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 63


(6)
Mangan ora Mangan Sing Penting Mikir
Sebuah Kajian Neurokultural pada Budaya
Kuliner Nusantara
Oleh Tauhid Nur Azhar

Sejujurnya pernahkah kita bertanya mengapa manusia perlu makan


dan pada gilirannya perlu memenuhi selera, bahkan terobsesi oleh
rasa? Saya kerap menantang murid-murid di kelas Biopsikologi untuk
berpikir kritis dalam soal ini.
“Mengapa manusia suka asin dan manis?”
Lalu mengapa garam dapur, laut, ataupun penyedap rasa yang
mengandung unsur sodium alias natrium menjadi komoditas berharga
yang dibutuhkan sebagai pemuas selera? Apakah hanya soal rasa?
Hmm... tidak juga sebenarnya.
Rasa itu hanya “motivasi”, energi pendorong agar kita terus
berdaya upaya untuk mendapatkan rasa “asin” yang sesungguhnya
bagian dari kebutuhan fisiologi. Haaah?
Nenek moyang saya dan sebagian dari kita, ki Sunda, semasa
zaman kejayaan Pakwan Padjadjaran telah menulis naskah berkelas
dunia dengan judul “Sanghyang Siksa Kandang Karesian” (1518 M) yang
menggambarkan aneka cita rasa dan bentuk masakan yang menjadi
bagian terintegrasi dari budaya adiluhung Pajajaran saat itu. Ada
jenis masakan seperti Nyupar Nyapir, rara mandi, nyocobek (kelak
diwariskan dalam bentuk cobek ikan air tawar seperti lauk emas
dan gurameh), nyopong koneng (dengan timpang seperti kunyit),
nyanglarkeun, nyarengseng, nteungseungit, nyayang ku pedes,
beubeuleuman, panggangan, kakasian, hahayangan, rarameusan,
diruruum, diamis amis, yang semuanya adalah kearifan lokal komunal
hasil olah racik Sang Hareup Catra alias Chef De Cuisine Kraton
Pakwan Padjadjaran.

64 — G.E.N.C.E.
Lalu soal rasa, dari naskah yang sama tercatat terminologi dan
definisi yang antara lain terdiri dari lawana, kaduka, tritka, amba,
kasaya, dan madura. Atau asin, pedas, pahit, asam, gurih, dan manis.
Jika prasasti Palawa dan bahasa Sanskrit memiliki arti kata yang sama,
ada yang unik di sini, pulau garam yang kini dikenal sebagai Madura
justru punya makna denotatif “manis”.
Nah kembali pada persoalan asin itu penting dan merupakan
kebutuhan, ini ada kaitannya dengan neurofisiologi.
Hubungan sensasi nikmat dari stimulus rasa yang didapati saat
mengecap makanan dan hubungannya dengan kebutuhan fisiologis
manusia mulai dipelajari oleh Jean Anthelme Brillat Savarin yang
kemudian melahirkan subdisiplin ilmu gastronomi yang dikenal
sebagai physiologie di gout. Kajian komprehensif yang melibatkan
semua indera, tidak hanya pengecap, dalam mengelola sensasi rasa
yang preferensinya dipengaruhi oleh “pesan” tubuh terhadap elemen-
elemen yang dibutuhkan mulai dari ion mineral, asam amino non
esensial, sampai asam lemak tidak jenuh. Fisiologi gout tidak hanya
bicara soal rasa dan kebutuhan, tetapi juga sumber pangan, aroma, dan
cara pengolahan yang merupakan satu kesatuan sebagai pemenuhan
kebutuhan dan cara mendapatkannya.
Maka, sejak manusia hadir di dunia soal pangan ini adalah
bagian dari interaksi keberadaannya dengan semesta. Budaya
literal mencatat bahwa di Jawa sejak abad ke 10 klasifikasi pangan
telah dikategorisasikan sesuai dengan jenis yang bisa didapatkan di
ekoregion yang bersangkutan. Prasasti Taji misalnya mencatat bahan
makanan rakyat Jawa masa itu antara lain: weas, hadangan, hayam,
asin-asin, iwak kadiwas dan gurameh (beras, ayam, ikan/daging asin,
dendeng, dan ikan seperti kadiwas dan gurame).
Prasasti lain mencatat ada budaya mengonsumsi sayur mayur
seperti kuluban Sunda, tetis (lalab dan sambel), serta berbagai daging
seperti kidang, wdus, wok, dan bakatak (kijang/rusa, domba/
kambing, babi/celeng, katak/kodok). Dengan bumbu pedas berasal
dari cabya atau cabai Jawa (Piper retrofraktum sp).
Adanya permutasi manusia dan pertukaran budaya yang dalam
ilmu gastronomi disebut sebagai sharing cuisine mendorong terciptanya

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 65


berbagai jenis makanan lokal bergenre “pelangi” alias campur aduk
asal usulnya. Sebagai contoh sebagaimana tertulis di prasasti Watukura
(902 M) disebut kata “tahu” yang diduga berasal dari kata tau-hu dari
bahasa Hokkian.
Tidak hanya itu saja, budaya kuah kari dari India mendorong
domestikasi tanaman bumbu seperti bawang (crinum asiaticum),
jintan (cuminum cuminum), ketumbar (coriandrum sativum), dan juga
jahe (zingiber officinale). Sedangkan intrusi budaya kuliner Tiongkok
ditandai dengan budi daya bawang putih (allium sativum) dan Glycine
Soja alias kedelai. Mulailah era tahu-tempe sejak awal abad ke 10, jauh
sebelum rendang dan kawan-kawannya menjadi andalan saudara-
saudara kita di Minang. Nah soal rendang Minang ini ada rahasia besar
loh. Rendang ternyata tidak terlepas dan sangat erat berkaitan dengan
“Krontjong”.
Abad ke-16 adalah titik balik yang agak keliru dimaknai dengan
sekadar perjalanan bangsa Eropa, yaitu pada masa yang disebut
Columban era yang terinisiasi oleh keberhasilan Christoper Columbus
menyeberangi Samudera Atlantik dan menemukan tanah rempah
yang salah. Maka, tidak heran apabila di hampir setiap kota pantai
Spanyol ada monumen Colom sebagai penghargaan pada Columbus
sang Penjelajah.
Fakta yang sesungguhnya, selain ada aliran rempah ke utara, juga
terjadi perpindahan berbagai jenis tanaman pangan dari benua Afrika
dan Amerika ke Asia. Setidaknya ada 2000 jenis spesies tanaman
pangan dan bumbu tiba di Nusantara, antara lain adalah Zea mays alias
jagung, Manihot esculenta alias ubi kayu, Phaseolas vulgaris alias buncis,
Solanum melongena alias terong, Ananas comosus alias nanas, Acharas
zapota alias sawo, sampai buah unik manis nan cantik Srikaya (Annona
squamosa).
Tidak hanya tanaman penghasil pangan saja yang bermigrasi
seiring dengan pergerakan manusia, tetapi juga cara dan teknik
memasak turut tersebar. Menurut Felipe Fernandez Armesto, teknik
kuliner adalah bentuk teknologi yang mudah ditiru dan berpindah.
Mungkin karena adanya universalisme kebutuhan manusia.
Teori tentang munculnya rasa lapar secara neurobiologis digagas

66 — G.E.N.C.E.
oleh Cannon and Washburn yang berhipotesis bahwa kosongnya
lambung mendorong munculnya sensasi lapar. Teori ini dikenal
sebagai sebagai “hunger pangs”. Semenjak teori Cannon tahun 1912 itu
lahir banyak teori yang lebih berbasis pada bukti (evidence based) seperti
tentang peran Leptin, Grelin, Kolesistokinin, dan lain-lain.

***
Dari segi neurobiologi, hipotalamus adalah bagian otak yang dianggap
berperan penting dalam meregulasi selera, lapar, dan haus. Neuron
yang terlibat dalam proses ini antara lain adalah Neuron berjenis
serotoninergik. Selain itu neuropeptida Y (NPY) dan Peptida terkait
agouti (AGRP) juga berkontribusi munculnya sensasi lapar.
Jaras hipotalamokortikal dan hipotalamolimbik berkontribusi
pada pengaturan proses kendali somatik yang antara lain meliputi
aktivitas vagal (nervus bagus/syaraf kranial ke 10), proses pembentukan
dan pengenalan (awareness) rasa lapar, stimulasi pada kelenjar tiroid
yang mengontrol laju metabolisme basal dengan tiroksin, pengaturan
respon neuroendokrin melalui poros hipotalamus-hipofisa-adrenal.
Selain hipotalamus reseptor opioid yang terdapat di nukleus
akumben dan ventral palidum juga terlibat dalam mengelola
neurotransmiter, opioid, dan endokanabionoid yang mengendalikan
perilaku makan-memakan. Proyeksi jaras kendali ini dapat
diekstrapolasi sebagai pola jamak pada kasus konsumerisme dan
tuntutan pemenuhan keinginan yang menghasilkan “kenikmatan”
atau “kenyamanan”. Reseptor DA, Muskarinik, MOR, dsn CB-1 di
bagian-bagian otak yang terlibat dalam “reward pathway” alias jalur
bonus dan motivasi serta “pleasure center” alias pusat kenikmatan
dunia akan mendorong proses replikasi dan pemolaan mekanisme
untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas kenikmatan.
Maka, makan dan rasa mulai menjadi candu yang berbahaya.
Impuls juga datang secara paralel dari jaringan saluran cerna dan
jaringan lemak dalam bentuk Leptin, Grelin, PYY 3-36, Orexin, dan
Kolesistokinin yang bekerja langsung mempengaruhi hipotalamus.
Kadar Leptin rendah di darah akan mendorong orang makan, begitu
pula sebaliknya. Leptin juga punya peran penting dalam homeostasis

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 67


dan imunitas, hingga kegagalan ekspresi dan sintesa Leptin dapat
menimbulkan respon makan yang tidak terkendali dan gangguan
imunitas.
Mediator lain yang terlibat dalam domain PNI atau
Psikoneuroimunologi adalah TNF-alfa, Interleukin-1, dan juga CRH
atau kortikotropin releasing hormone yang mensupresi atau menekan
nafsu makan dan biasanya terkait dengan stress dan adanya proses
peradangan (inflamasi).

***
Masuknya spesies tanaman pangan baru dari berbagai benua
pada abad ke-16 ternyata disertai juga masuknya budaya masak dan
masakan Luso-Asia yang berasal dari Portugis dan Spanyol. Budaya
makanan Luso-Asia yang didominasi dengan menu daging mendorong
terjadinya domestikasi atau budidaya hewan ternak. Lahan kelak
banyak dibuka untuk areal peternakan dan pada masa kini, kondisi
inilah antara lain yang menyebabkan terjadinya peningkatan efek
rumah kaca yang masif, yang berasal dari sumbangan karbon dan
nitrogen kotoran hewan ternak.
Masuknya Portugis di Asia Tenggara, yang berpusat di Malaka
(1511-1641) mengakibatkan terjadinya distribusi pengetahuan tentang
budaya, termasuk musik dan masak, yang tiada lain Krontjong dan
rendang basudara. Teknik pengolahan daging ala Portugis seperti
assado (panggang), recheado (campur bumbu/marinade), buisado
(rebus), dan bafado (kukus) segera dikuasai oleh orang-orang Cristang
di Malaka dan Kreol di Macau. Tak lama teknik ini menyeberangi selat
Malaka dan tiba di bumi Andalas, pulau Sumatera.
Bafado mungkin akar kata dari masakan balado, tetapi yang jelas
teknik bafado dan recheado diduga adalah cikal bakal masakan Minang
yang paling happening, Randang. Masuknya berbagai tumbuhan
rempah dan pangan tentu juga mempengaruhi rentang cita rasa yang
dapat tercipta. Adanya cabai (capsicum anuum) dari Amerika latin yang
kelak dipadukankan dengan santan dan rempah serta rimpang lainnya
menghasilkan cita rasa rendang seperti yang kita kenal hari ini. ***

68 — G.E.N.C.E.
(7)
Perkembangan Teknologi Telekomunikasi Saat Ini
Oleh Budi Syihabuddin

Cara berkirim kabar secara jarak jauh telah dilakukan dari jaman
dahulu. Metode yang paling efektif untuk dilakukan pada saat itu
adalah dengan menggunakan surat. Untuk mengirim surat, surat
dimasukan ke dalam amplop agar tidak dapat dibaca oleh orang lain.
Pada amplop tersebut dituliskan nama pengirim, alamat pengirim,
nama penerima dan alamat penerima. Hal ini dilakukan agar petugas
pos dapat memilah surat berdasarkan alamat tujuan pada kawasan
yang sama. Setelah dirasa cukup, surat dalam amplop dibawa ke bis
surat ataupun kantor pos untuk dikirimkan. Terlepas menggunakan
perangko yang dianggap sebagai biaya pengiriman.
Proses pengiriman surat dari kantor pos ke tempat tujuan dapat
menggunakan moda transportasi yang bermacam-macam. Pengiriman
dapat dilakukan dengan sepeda, sepeda motor, mobil, kereta, kapal
laut, pesawat ataupun gabungan dari berbagai moda transportasi
tersebut. Penggunaan moda transportasi disesuaikan dengan kondisi
penerima surat. Ketika surat telah sampai di alamat penerima, maka
untuk membaca surat, penerima akan membuka amplop kemudian
membuka surat.

Budi Syihabuddin, 2017

Gambar 1. Proses pengiriman surat

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 69


Proses yang mirip juga berlaku ketika melakukan pengiriman
barang. Barang akan dibungkus secara rapi untuk menjaga kondisi
barang tidak rusak. Diberi kayu ataupun sterofoam agar tahan terhadap
benturan. Kondisinya sama ketika dikirim dengan ketika barang
diterima. Dibubuhkan alamat dan nama pengirim agar tidak terjadi
kesalahan pengiriman. Penggunaan transportasi pun disesuaikan
dengan kondisi barang, besar atau kecil, berat atau ringan, mudah
rusak atau tidak.
Proses pengiriman informasi pada teknologi telekomunikasi
memilki prinsip yang sama dengan proses pengiriman informasi
melalui surat ataupun pengiriman barang. Pada teknologi diperlukan
pengamanan pada informasi yang akan dikirimkan, seperti amplop pada
surat ataupun rak kayu dan sterofoam untuk menjaga informasi yang
dikirim tidak mudah rusak ataupun dapat diduplikasi dengan mudah
pada bagian penerima. Selain itu, terdapat pula prinsip pengalamatan
untuk memudahkan pengiriman informasi serta pengelompokan data
dari laju informasi yang kecil menjadi laju informasi yang besar untuk
memudahkan pengiriman informasi, seperti penggunaan mobil, kapal
laut ataupun pesawat untuk memudahkan pengiriman.
Pada teknologi telepon rumah, prinsip tentang penglamatan
sudah diberlakukan. Sistem pengalamatan di Indonesia untuk telepon
rumah menggunakan 3 atau 4 digit di depan nomer tujuan, seperti 021
untuk Jakarta dan 022 untuk Bandung. Pada sistem telepon rumah,
yang dalam istilah teknis disebut dengan Public Switched Telephone
Network (PSTN), pengalamatan tersebut diperlukan karena proses
penyambungan menggunakan mesin. Berbeda dengan saat ditemukan
PSTN oleh Alexander Graham Bell yang hanya penghubungkan antara
pembicara dengan pendengar dengan menggunakan satu kabel. Jika
prinsip awal tersebut diberlakukan, maka untuk menghubungkan
lima titik saja, jika diinginkan setiap titik saling berhubungan, maka
diperlukan total sembilan sambungan. Untuk meminimalisir hal
tersebut, diperlukan Teknik penyambungan.
Pada mulanya, teknik penyambungan dilakukan oleh operator.
Sehingga jika seseorang ingin melakukan panggilan, maka orang
tersebut menghubungi operator, menyebutkan tujuannya lalu

70 — G.E.N.C.E.
operator akan menghubungkan antara orang tersebut dengan orang
yang dituju. Dengan menggunakan operator manusia seperti ini,
maka kemungkinan pembicaraan didengar oleh operator atau pihak
lain, lebih terbuka. Ketika diubah fungsi operator tersebut dengan
mesin, maka kondisi-kondisi telepon yang ada pada pihak yang
dituju, dikodekan dengan jenis intonasi pada penelpon. Kode tersebut
bisa diberikan oleh mesin, karena pihak penelpon sebelum memulai
percakapan, mengirimkan pensinyalan ke tujuan untuk mengetahui
apakah tujuan tersebut sedang menggunakan telepon atau tidak.
Dengan menggunakan PSTN, informasi yang disampaikan hanya
terbatas percakapan suara. Kemudian teknologi komunikasi berbasis
kabel tembaga berubah menjadi Asymmetric Digital Subscriber Line
(ADSL), teknologi komunikasi data yang dapat mengirimkan data lebih
cepat melalui jaringan kabel tembaga. Dengan teknologi ADSL ini, dapat
digunakan dua layanan yaitu suara dan data berupa koneksi internet.
Seiring keinginan manusia untuk dapat mengirimkan informasi lebih
cepat dan mendapatkan informasi lebih banyak, teknologi komunikasi
kabel tembaga mulai digantikan oleh kabel optik semisal Fiber To
The Home (FTTH) atau Fiber To The x (FTTx) dengan berbasis Gigabit
Passive Optical Networks (GPON). Dengan menggunakan kabel optic ini,
layanan yang dapat disediakan menjadi lebih besar meliputi layanan
untuk suara (telepon), layanan data (internet) dan layanan video (TV
Digital) atau dikenal dengan tripleplay.
Dari sisi teknologi, perubahan dari PSTN menjadi ADSL kemudian
menjadi GPON, pelanggan mendapatkan akses yang lebih cepat untuk
terkoneksi dengan pusat data. Dari PSTN yang hanya 64 kbps, menjadi
ADSL yang maksimum laju data downstream sebesar 24 Mbps dan
laju data upstream 3,3 Mbps, kemudian menjadi GPON dengan laju
data sampai 622 Mbps. Dengan perubahan laju data tersebut, dapat
dibayangkan jumlah informasi yang dapat diperoleh oleh pengguna
teknologi. Jika diinginkan informasi sebesar 1 Gb, dapat diperoleh
selama 1,5 detik dengan GPON, 42 detik dengan menggunakan ADSL,
dan 4 jam 20 menit dengan menggunakan PSTN.
Dengan menggunakan teknologi berbasis kabel, laju data yang
diperoleh bisa sangat cepat sebesar 622 Mbps, namun memiliki

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 71


kekurangan yaitu terkait dengan mobilitas. Tidak mungkin untuk
berpindah tempat dengan membawa kabel. Kemudian, berkembang
teknologi telekomunikasi berbasis media udara. Pertama kali
komunikasi ini digunakan oleh Gugliermo Marconi yang mengirimkan
informasi dari Inggris ke Kanada melewati Samudra atlantik.
Pengiriman data tersebut dengan menggunakan radio telegraf dengan
kode morse. Dapat dibayangkan banyaknya informasi yang dapat
dikirimkan pada waktu itu. Selain itu, antara pengirim dan penerima,
selain harus memiliki perangkat yang sama, harus mempunyai
kemampuan untuk mentafsirkan kode morse yang dikirim.

Adanya penemuan oleh Marconi, menandakan bahwa informasi


dapat dikirimkan melalui media udara. Teknologi nirkabel yang hanya
menghubungkan antara dua titik, kemudian berkembang menjadi
sistem broadcast lalu menjadi komunikasi seluler untuk memudahkan
perpindahan user kemana saja, namun tetap berkomunikasi walaupun
secara fisik tidak tampak mata dengan lawan bicara.
Untuk menjaga informasi yang dikirimkan tetap aman selama
proses pengiriman, beberapa hal dilakukan. Jika sumber informasi
adalah suara, seperti pembicaraan telepon, perlu dilakukan pengubahan
dari sumber berupa sinyal analog menjadi sinyal digital. Lain jika
sumber sudah berupa biner, seperti gambar, text ataupun video, maka
tidak perlu dilakukan konversi antara digital ke analog, namun hanya
perlu dilakukan pengkodean sumber atau source coding. Salah satu

72 — G.E.N.C.E.
tujuan dari Source coding adalah untuk mengkompresi menjadi lebih
sesuai dengan kebutuhan sistem. Beberapa ekstensi file yang telah
dilakukan source koding diantaranya adalah .jpeg, .jpg, .png untuk
gambar, ataupun .wmv, .mp3, .mp4, .3gp untuk video.

Source Channel Up Penguat


Modulasi Antena
Coding Coding Converter Daya

Source Channel Up Penguat


Modulasi Antena
Coding Coding Converter Daya

Setalah dilakukan kompresi, informasi ditambahkan bit parity


pada proses channel coding. Bit parity berfungsi untuk mendeteksi
dan mengkoreksi error, mirip seperti strofoam atau kardus untuk
membungkus barang elektronik pada pengiriman barang. Namun,
pada data biner, prinsip yang dilakukan adalah menduplikasi informasi
yang dikirim, dengan cara menebak informasi yang dikirimkan oleh
penerima. Tidak seperti pengiriman surat atau barang yang menerima
surat atau barang yang dikirim. Sehingga, channel coding yang
memiliki kemampuan mengkoreksi diperlukan disini.
Modulasi memproses data hasil channel coding, yang salah
satu tujuannya untuk meningkatkan laju data (data rate). Beberapa
contoh modulasi digital yang digunakan pada teknologi seluler adalah
Gaussian Minimum Shift Keying (GMSK) pada sistem GSM dan
Quadrature Phase Shift Keying (QPSK), 16 Quadrature Amplitude
Modulation (16QAM) ataupun 64QAM pada sistem Long Term
Evolution (LTE). Dari modulasi-modulasi digital tersebut, dilakukan
perubahan bit menjadi symbol. Seperti pada 16QAM, artinya setiap 4
bit akan diubah menjadi satu symbol, dengan 2 pangkat 4 akan bernilai
16. Begitu juga pada 64 QAM yang mengubah setiap 6 bit menjadi satu

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 73


symbol. Artinya, ketika index semakin besar, maka jumlah bit yang
dijadikan symbol akan semakin banyak sehingga laju data akan semakin
cepat. Seperti menguras kolam renang dengan menggunakan gayung
dengan ember. Air kolam renang akan cepat habis jika menggunakan
ember, namun akan terasa lebih berat. Modulasi pun seperti itu, ada
kompensasi yang harus dipertimbangkan ketika menggunakan index
modulasi yang tinggi.
Setelah melalui proses modulasi, symbol diproses oleh up
converter. Pada proses ini, frekuensi kerja dari symbol dinaikkan
menjadi lebih tinggi, disesuaikan dengan spesifikasi sistem ataupun
regulasi yang dikehendaki. Kemudian, dilakukan penguatan terhadap
daya dari sinyal agar dapat menjangkau jarak yang dikehendaki untuk
mendapatkan performa yang lebih optimal. Kemudian dikirimkan
melalui antena yang sesuai dengan frekuensi kerja dengan tujuan
untuk meradiasikan gelombang elektromagnetik yang berisi data
ataupun symbol informasi.
Pada penerima, proses akan dilakukan secara berkebalikan.
Sinyal akan diterima antena, diturunkan frekuensi kerja oleh down
converter, diubah dari symbol menjadi bit oleh demodulator, dideteksi
dan dikoreksi oleh channel decoding, dan didekompresi oleh source
decoding. Proses pengiriman pada sistem komunikasi nirkabel ini
mirip dengan proses pengiriman surat. Surat ditulis, dimasukkan
amplop, dikirim ke bus surat, diproses sesuai alamat, masuk ke bus
surat penerima, dibuka dari amplop, dan dibaca.

74 — G.E.N.C.E.
Untuk menghubungkan antara pengguna yang berada pada jarak
yang jauh, dirancang arsitektur jaringan nirkabel yang dapat saling
berkoordinasi. Beberapa user yang menggunakan handset, dibawahi
oleh sebuah menara komando yang biasanya disebut dengan Base
Tranceiver Station (BTS). Untuk jangkauan yang lebih luas lagi, BTS
dibawahi oleh Base Station Subsystem (BSS). Skema ini mirip dengan
alur pengiriman surat sebelumnya. Surat dikumpulkan melalui bis
surat, lalu dibawa ke kantor pos untuk disorting berdasarkan daerah
tujuan.
Selanjutnya, alur pengiriman komunikasi yang menggunakan
arsitektur nirkabel, dialirkan ke mobile switching center (MSC) yang
berfungsi untuk penyambungan antara daerah penelpon dengan
daerah penerima. Setelah mencapai MSC penerima, dilanjutkan ke
BSC dan BTS yang mencakup radius penerima. Alamat tujuan dapat
diketahui dari nomer tujuan yang tersimpan dalam sebuah sistem
penyimpan data yang mengupdate keberadaan user.

Seiring dengan keinginan untuk meningkatkan kecepatan


layanan, dari contoh arsitektur GSM sebelumnya, berkembang
teknologi ke generasi yang lebih modern, seperti Wideband Code
Division Multiple Access (WCDMA) dan Long Term Evolution (LTE).
Perubahan terjadi pada arsitektur jaringan, seperti penggabungan
beberapa titik koordinasi untuk mengurangi delay serta perubahan
teknis lain yang dapat meningkatkan performa laju data dan efisiensi
penggunaan frekuensi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 75


Perubahan kemampuan laju data yang dapat disediakan
oleh setiap platform teknologi seluler, mendorong layanan untuk
berkembang. Dahulu GPRS dan EDGE yang masuk ke dalam generasi
2,5G hanya dapat untuk mendownload gambar pada web browser
HP. UMTS yang masuk pada generasi ketiga (3G), sudah mulai
berkembang dengan layanan video call dan kamera depan. Kemudian
HSDPA+ yang diklain sebagai generasi 3,5G sudah dapat memutar
video streaming, serta banyak gabungan layanan pada jaringan LTE.
Selain jenis layanan ataupun aplikasi yang semakin canggih, tidak lupa
bahwa handset juga berkembang jauh seiring dengan perkembangan
laju data. Handset GPRS dan EDGE yang dominan candy bar walaupun
sudah berwarna, menjadi lebih bervariasi untuk handset UMTS dan
HSDPA walaupun dengan sistem operasi JAVA ataupun Symbian.
Setelah itu, sistem operasi dan perkembangan hardware handset
semakin signifikan. Android dan IOS memudahkan user untuk
menjalankan berbagai macam aplikasi di handset, dan mendapatkan
informasi secara mudah.
Pertukaran informasi tidak hanya seputar satu kota, satu pulau,
atau satu negara, namun berputar antar negara. Bahkan di masa depan
telah dipikirkan untuk bertukar informasi antar planet, interplanetary
routing. Untuk mempertukarkan informasi antar negara, salah
satu yang diperlukan adalah metode pengalamatan. Pada data,
pengalamatan menggunakan Internet Protokol (IP). Sistem IP saat
ini sudah berkembang menjadi IP versi 6 yang memiliki alamat atau
address yang lebih banyak dibandingkan dengan sistem IP versi 4.
Selain metode pengalamatan, hal lainnya adalah multiplexing
atau penggabungan data dari rate rendah ke rate yang lebih tinggi,
sistem multiplexing ini dapat berupa komunikasi menggunakan
satelit, kabel laut ataupun Menara komunikasi microwave. Sistem ini
mirip seperti transportasi masal seperti pesawat terbang, kapal laut
atau kereta api. Semisal, seseorang ingin membuka web yang ada di
amerika, maka pada browser diketik alamat web yang dituju. Alamat
web ini akan ditranslasi menjadi nomer IP, kemudian akan dilakukan
perhitungan jalur untuk mencapai web tersebut. Apakah dapat hanya
menggunakan Menara microwave, ataupun menggunakan kabel laut
dan satelit atau bahkan kombinasi dari ketiga sistem komunikasi
tersebut. ***

76 — G.E.N.C.E.
(8)
Teknologi Informasi dan Komunikasi Sejarah:
Kondisi Saat Ini dan Prediksi Masa Depan

Oleh Ian Agustiawan

Jauh ke luar angkasa sana ada beberapa organisasi eksekutif dari


berbagai negara seperti ISRO, NASA, CNSA, RFSA, JAXA dan ESA
yang mewakili ras manusia yang tidak pernah lelah mencari potongan
puzzle informasi-informasi dari alam semesta.Eksplorasi angkasa
sudah dimulai dari tahun 1610 ketika Galileo Galilei menggunakan
teleskopnya untuk mengeksplorasi planet jupiter hingga dikirimnya si
robot ikonik curiosity pada tahun 2012 untuk melakukan penelitian di
daratan planet mars, dan Voyager 1 yang bahkan sudah meninggalkan
sistem tata surya kita semenjak 2013.
Animo masyarakat yang tinggi terhadap keingintahuan untuk
merasakan dan menggali secara langsung informasi mengenai
perjalanan luar angkasa pun mulai dimanfaatkan oleh beberapa
pebisnis visioner seperti Elon Musk dengan SpaceX-nya dan Jeff Bezos
dengan Blue Origin Elon Musk berhasil mematahkan pandangan
umum bahwa eksplorasi antariksa sangatlah mahal sekali bagi
masyarakat umum.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 77


Dengan alasan tersebut Musk mulai membangun SpaceX dengan
beberapa pundi-pundi uang dia sendiri dan uang investor di tahun
2002, bahkan sudah menemukan titik terang ketika beberapa kali
percobaannya berhasil di tahun 2008. Musk berharap di tahun 2025
SpaceX sudah bisa menerbangkan penduduk bumi ke planet mars
untuk merasakan pengalaman kehidupan di luar angkasa dan menggali
informasi yang lebih dalam tentang alam semesta ini.

Gambar Robot curiosity (kiri) dan citra dari kamera curiosity


di area gunung Mount Sharp(kanan).[5]

Ilustrasi Voyager 1 di luar angkasa.[6]

78 — G.E.N.C.E.
Jika kita melihat abstraksi keterhubungan informasi dalam
alam semestasi ini secara gamblang menunjukkan adanya informasi-
informasi saling berkaitan satu sama lain yang mencakup antar
generasi dalam sejarah manusia. Generasi terdahulu mencoba
mendokumentasikan apa yang terjadi pada generasi tersebut dan
melakukan storytelling untuk kemudian diwariskan kepada generasi-
generasi selanjutnya. Media storytelling dari zaman ke zaman
menyesuaikan perkembangan manusia dalam memproses informasi
dan kemampuan bertahan hidup mereka, dari mulai batu, metal, tanah,
kertas hingga zaman modern seperti sekarang ini yang mana informasi
sudah disimpan dalam bentuk digital.
Tidak sampai disitu saja, ras manusia mulai mengembangkan
teknologi baru bagaimana informasi yang tersimpan bisa bertahan
hingga ribuan tahun, riset terbaru memungkinkan adanya pembauran
antara alam dengan dunia digital yang mana menfaatkan DNA
sebagai storage digital yang memang sudah terbukti di dalam dunia
biologi sebagai storage alami ketika pengidentifikasian suatu makhluk
hidup. DNA Storage sendiri memiliki banyak keunggulan selain
daya tahan yang tinggi, DNA seukuran satu kotak korek api bahkan
dapat menampung data yang sebelumnya bisa disimpan di ratusan
ribu DVD, DNA juga dapat bertahan hingga ribuan tahun berbeda
dengan hard drive yang hanya bisa bertahan beberapa puluh tahun
saja, itupun belum ditambah adanya perubahan format di tiap saat
teknologi harddrive muncul.

Ilustrasi DNA Storage.[8]

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 79


Di zaman modern ini sering sekali kita mendengar buzzword baru
dalam dunia bisnis yang mengatakan bahwa Data is New Oil seperti
yang diungkapkan oleh CEO dari mastercard, salah satu perusahaan
kartu kredit terkenal di kalangan internasional, sebuah perusahaan
yang sudah menyimpan banyak sekali informasi aktivitas finansial dan
pembelanjaan menggunakan kartu kredit.[9] Informasi yang terekstrak
dari data yang selanjutnya menjadi insight sangat berharga ini lah yang
membuat data itu sendiri seolah-olah menjadi sumber uang baru.
Adapun aktivitas-aktivitas yang diarahkan melalui data yang kita
biasa sebut Data-Driven menjadikan perusahaan semacam Google dan
Facebook sebagai perusahaan-perusahaan yang paling kuat di dunia.
Bagaimana tidak, Google dan Facebook sangat memanfaatkan potensi
besar akan informasi, setiap saat mereka men-track kita melalui data
aktivitas-aktivitas kita di dunia maya yang mana membuat mereka
sudah sangat jauh lebih paham siapa diri kita dibanding kita sendiri.
Membahas tentang Indonesia, sebagai salah satu negara dengan
jumlah pengguna internet terbanyak di dunia. Ditaksir ada sebanyak
132juta orang indonesia yang aktif melakukan kegiatan melalui
internet yang mana menempatkan indonesia berada di peringkat 3
seluruh Asia di bawah Tiongkok dan India.[12] Angka tersebut akan
terus bertambah seiring penetrasi infrastruktur internet yang semakin
baik di seluruh daerah Indonesia.
Mobile Messaging dan Social Media memberikan andil terbanyak
dalam hal aktivitas yang sering dilakukan oleh masyarakat indonesia
di dunia maya terutama di daerah-daerah padat penduduk seperti
daerah ibu kota, informasi yang dipertukarkan dalam aktivitas-
aktivitas tersebut bahkan meningkat lebih tajam di waktu-waktu yang
tingkat kemacetannya sangat tinggi.[13] Masyarakat semakin aktif
berkirim pesan melalui aplikasi IM/Chat untuk membuang kepenatan
mereka ketika terjebak macet.
Ada banyak sekali media dunia maya yang sering dipergunakan
masyarakat kita dalam hal bertukar informasi. Dari mulai kejayaan
kaskus di awal tahun 2005 hingga pengadopsian WhatsApp di hampir
seluruh sendi kehidupan masyarakat indonesia, bahkan generasi Baby-
boomers indonesia yang sangat tertinggal jauh terhadap teknologi

80 — G.E.N.C.E.
mulai terbiasa menggunakan aplikasi chating tersebut. Uniknya waktu
demi waktu menunjukkan ada segmentasi pertukaran informasi
terutama dari segi usia. Para remaja indonesia lebih menyukai aplikasi
Line sebagai media komunikasi antar sesamanya sedangkan pada
segmen dewasa dan lebih dari 35 tahun memilih Whatsapp sebagai
media komunikasi dikarenakan kemudahan penggunaan dan konon
lebih cepat dibandingkan aplikasi chating lainnya.
Penggunaan aplikasi Whatsapp secara massive ini dapat
kita jumpai dimana-mana dari mulai papan-papan reklame yang
menyertakan nomor Whatsapp hingga tertulis di kartu nama individu.
Aplikasi tersebut seolah-olah tidak mengenal jenis informasi apa
yang dipertukarkan, mulai dari informasi yang sangat rahasia, privat
dan bahkan informasi yang bersifat hoax-pun dapat dengan mudah
dijumpai dalam aplikasi komunikasi tersebut. Tingkap adopsi yang
tinggi membuat banyak aplikasi chating tidak sebatas digunakan
sebagai media pertukaran informasi secara personal saja melainkan
jauh hingga komunitas ataupun forum umum yang anggotanya hingga
ratusan orang.

Gambar dominasi Whatsapp


di kancah platform komunikasi di indonesia.[14]

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 81


Dari sisi lain, yaitu bisnis, aplikasi chating juga sedang naik daun,
banyak sekali transaksi-transaksi bisnis yang terjadi dalam media
tersebut. Di segmen yang sama, beberapa perusahaan ataupun instansi
besar di indonesia juga menerapkan pengadopsian Whatsapp di
kalangan internal mereka. Pertukaran informasi dari mulai komunikasi
internal harian hingga pengiriman berkas-berkas laporan dilakukan
dalam aplikasi tersebut.
Fenomena unik lain yang ditemukan adalah berevolusinya
platform chating menjadi suatu media sosial yang baru dimana ke
depannya bahkan tidak mungkin hilangnya tembok pemisah antara
platform chating yang merupakan closed-group communication dengan
media sosial semacam Facebook, Twitter dan lainnya. Hal ini jelas
mempengaruhi informasi-informasi yang mengalir di antara dua
jenis media komunikasi tersebut, salah satunya adalah generasi baby-
boomers yang mulai melakukan aktivitas aktualisasi diri melalui fitur
stories di platform Whatsapp.
Adanya emoji atau emoticon dan gambar bergerak atau biasa
disebut GIF yang semakin ekspresif membuat cara masyarakat
menyampainkan informasi dalam dunia maya ikut berevolusi.[15]
Emoji dan GIF inilah yang memperkaya komunikasi secara virtual yang
juga memperlihatkan personalisasi individu dalam menyampaikan
informasi. Aplikasi chating Telegram bahkan mengijinkan para
penggunanya untuk mengupload emoji custom berdasar avatar atau
foto profile dari masing-masing pengguna.
Beberapa brand besar juga kerap kali menggunakan emoji di sosial
media mereka ketika berkomunikasi dengan para pelanggan setia
brand-brand tersebut, emoji secara tidak langsung menggambarkan
ketidak-kakuan dan menghapus penghalang perbedaan bahasa
dan budaya. Ada cerita lucu berkaitan dengan emoji ini, Apple
sempat berseteru dengan Google terkait emoticon Hamburger,
urutan keju yang seharusnya pada posisi tengah berada pada posisi
yang tidak seharusnya di daftar emoticon google. Sang CEO Sundai
Pichai langsung merespons hal tersebut melalui twitternya, dan
menginstruksikan seluruh pegawai Google untuk memperbaiki posisi
lapisan keju tersebut secepatnya.[16]

82 — G.E.N.C.E.
Ilustrasi emoji/sticker pada Aplikasi Line.
[credit to Dan Woodger https://danwoodger.com/work/line-emoji]

Tingkat penerimaan informasi yang kian hari semakin meningkat


dan akhirnya menumpuk semakin tidak teratur menimbulkan
masalah baru, informasi yang sebelumnya sangat berguna menjadi
kurang berguna lagi karena manusia punya keterbatasan untuk
memilah-milah informasi tersebut, fenomena ini disebut information-
overload.[17] Beberapa perusahaan besar pun mulai memberikan
solusi terhadap fenomena ini. Gmail memperkenalkan fitur pelabelan
Primary yang mensortir email-email penting yang memiliki prioritas
tinggi, serta adanya klasifikasi email berdasar konteksnya yaitu
sosial, updates, forum dan promosi. Pesaing Gmail, yaitu Outlook
juga menyediakan hal yang sama, email-email yang mengandung
informasi yang sangat penting masuk ke dalam “Focused Inbox”. Dari
social media kebutuhan akan hal tersebut juga sangat besar, Facebook
dan Instagram misalnya mengganti algoritma urutan feednya menjadi
lebih intuitif dan menampilkan post-post berdasarkan personalisasi
masing-masing individu.
Berbeda dengan twitter, platform sosial media tersebut punya cara
tersendiri untuk mensortir twit-twit pada feed pengguna yang sangat
banyak sekali. Terdapat label “In case you missed it” untuk membantu
penggunanya melihat ringkasan twit-twit yang sudah terlewatkan
selama tenggat waktu tertentu. Proses pensortiran informasi penting
ini jelas sangat bergantung sekali dengan kecerdasan mesin yang
dibangun masing-masing perusahaan tersebut, pemrosesan informasi

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 83


harus dalam seper-sekian detik sehingga dari sisi pengguna informasi
tersebut dapat dikonsumsi tepat pada waktunya. Bayangkan jika
kecerdasan pintar tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk
memilah informasi, pengguna email atau sosial media pastinya akan
mendapati informasi yang sudah kadaluarsa yang mungkin bisa saja
menimbulkan efek negatif yang lain seperti kesalahan pahaman dalam
berkomunikasi. Dalam hal memberikan kepuasan pelanggannya,
Google bahkan rela menghabiskan Rp 390 triliun selama tiga tahun
terakhir hanya untuk membangun server-server dengan kapabilitas 24
jam seminggu yang tersebar di seluruh dunia.
Permasalahan information-overload ini harus diketahui oleh
setiap individu karena tanpa strategi yang tepat bisa mengarahkan
individu tersebut kepada tekanan pikiran (stress) yang semakin
meningkat, diperlukan peran yang sangat vital dari setiap orang untuk
memulai diet informasi seperti mengurangi konsumsi sosial media,
membalas email pada waktu-waktu tertentu, me-mute grup-grup IM/
Chating yang dianggap tidak terlalu penting serta membatasi jumlah
aplikasi komunikasi yang diinstal dan aktif di perangkat mobile
anda. Permasalahan yang lain menyangkut informasi pada kondisi
sekarang ini adalah tingkat privasi data-data personal kita yang sudah
tersimpan di server-server sosial media dan email yang kita gunakan,
transparansi sangat dibutuhkan dari sisi pengguna sehingga jelas
bagaimana data personal tersebut dimanfaatkan terutama adanya
added-value untuk personalisasi konten yang kita ingin dapatkan.
Beberapa waktu yang lalu Google menjadi pusat perhatian publik
karena tidak adanya kejelasan tentang konten pada Gmail, yang
pada akhirnya Google mengakui jika mereka selama ini membaca isi
email kita untuk kepentingan kecerdasan mesin yang mereka bangun
dimana beberapa bulan kemudian Google mengeluarkan pernyataan
untuk tidak lagi membaca isi email dari layanan Gmailnya.
Potensi dan manfaat dari informasi yang sesuai konteks jauh
lebih besar dibanding dengan beberapa hal negatif yang sudah dibahas
sebelumnya. Pada masa yang akan datang informasi yang diterima
oleh ke akun-akun kita benar-benar sudah Personalized yaitu sesuai
dengan kondisi dimana kita sedang berada, cuaca sekitar, minat atau
preferensi, bahkan hingga mengikuti trend di daerah kita. Hubungan

84 — G.E.N.C.E.
dan komunikasi dengan brand-brand yang kita sukai akan didominasi
oleh adanya asisten virtual pribadi yang sepenuhnya dioperasikan
oleh kecerdasan buatan yang secara spesifik memiliki karakteristik
yang berbeda-beda di tiap brandnya. Contoh yang paling nyata
nantinya berupa promo jas hujan dan payung yang semakin gencar
ketika memasuki musim penghujan dimana dari kotak pesan kita
sudah dapat melihat secara langsung stok ketersediaan barang-barang
tersebut.

Grafik bagaimana strategi personalisasi dibentuk.[20]

Konten yang Personalized tersebut nantinya menuntun kita


kepada implementasi Social Commerce, dimana kita dapat berbelanja
dari platform sosial media berikut dengan proses pembayaran dan
tracking barang yang sedang dikirimkan. Jauh ke depan, hal-hal
demikian mendorong adanya transisi perilaku masyarakat dalam
berbelanja dimana pengalaman untuk melihat dan merasakan
langsung barang yang ingin dibeli kian meningkat, beberapa riset
mengatakan bahwa masa depan online adalah offline.[21] Pembeli akan
semakin nyaman dengan diintegrasikannya teknologi AR (Augmented
Reality), sedangkan dari sisi retail/penjual hanya mencantumkan satu
buah barang untuk setiap variannya. Penggunaan QRCode/Barcode
akan semakin masif pada masa tersebut, pembeli hanya cukup scan
kode barang dan langsung melakukan pembayaran di device masing-
masing.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 85


Konsep social commerce sendiri sudah diterapkan di Tiongkok
melalui aplikasi WeChat yang digarap oleh Tencent, anda hampir
bisa melakukan apapun melalui WeChat di sana, regulasi pemerintah
Tiongkok yang menutup akses informasi dari luar membuahkan hasil
yang sangat menjanjikan. Lingkungan bisnis yang sangat kuat dan
stabil sudah terbentuk dari satu dekade yang lalu, valuasi pasar Tencent
melalui WeChat-nya berhasil menyentuh angka Rp 3900 Triliun. Di
bawah Tencent juga ada Alibaba, perusahan besutan Jack Ma yang baru
saja mencetak angka penjualan fantastis yaitu Rp 330 Triliun dalam
satu hari di China’s Singles Day memiliki valuasi pasar yang tidak kalah
fantastis sebesar Rp 3000 Triliun.

Gambaran startup-startup AR untuk bisnis retail.[23]

86 — G.E.N.C.E.
Indonesia sendiri masih berada pada masa transisi meng-onlinekan
segala jenis transaksi-transaksi perbelanjaan yang sebelumnya masih
secara offline. Beberapa perusahaan retail/gerai yang tidak siap
terhadap transisi ini terpaksa harus gulung tikar lebih awal, berbanding
terbalik dengan unit bisnis kecil yang mengoperasikan usahanya
melalui online shop. Segmen ini sedang memasuki masa kejayaannya
terbukti dengan suksesnya beberapa startup besar di bidang C2C dan
B2C seperti Tokopedia, Shopee, Carousell, dan Bukalapak yang berhasil
mencetak GMV (gross merchandise volume) lebih dari Rp 10 Triliun setiap
tahunnya. Masa depan cerah juga sudah menanti indonesia dimana
jumlah generasi kelas menengah yang bertambah tiap tahunnya
membuat ekonomi indonesia bertumbuh secara signifikan.
Sektor parawisata Indonesia juga kian menjanjikan ditunjukkan
dengan adanya investasi asing dari perusahaan travel internasional,
Expedia yang mempercayakan uangnya sebesar Rp 4,5 Triliun ke startup
travel dari tanah air yaitu Traveloka. Tingkat diversity masyarakat
yang tinggi dan ketertinggalan Indonesia tidak menjadikan indonesia
terbelakang, melainkan banyak sekali potensi yang bisa digali di
dalamnya yang menjadikan indonesia dapat bertumbuh secara pesat
dan cepat dalam beberapa tahun ke depan. Di tahun 2030 di prediksi
Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara yang memiliki ekonomi
terkuat di dunia. ***

Daftar Referensi
Wikipedia. List of Government Space Agencies. Wikimedia Foundation.
Diakses pada 13 Nov, 2017.
Wikipedia. Discovery and exploration of the Solar System. Wikimedia
Foundation. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Wikipedia. SpaceX. Wikimedia Foundation. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Wikipedia. Blue Origin. Wikimedia Foundation. Diakses pada 13 Nov,
2017.
Wikipedia. Curiosity (rover) . Wikimedia Foundation. Diakses pada 13
Nov, 2017.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 87


Elizabeth Landau (12 Sept, 2013). http://edition.cnn.com/2013/09/12/
tech/innovation/voyager-solar-system/index.html. CNN.
Diakses pada 13 Nov, 2017.
Wikipedia. Human History. Wikimedia Foundation. Diakses pada 13
Nov, 2017.
Luis Ceze , Karin Strauss (28 Jul, 2017). http://theconversation.
com/storing-data-in-dna-brings-nature-into-the-digital-
universe-78226. The Conversation US. Diakses pada 13 Nov, 2017.
David Reid (24 Okt, 2017). https://www.cnbc.com/2017/10/24/
mastercard-boss-just-said-data-is-the-new-oil.html. CNBC.
Diakses pada 13 Nov, 2017.
Jeff Desjardins (18 Jan, 2017). http://www.businessinsider.com/how-
google-tracks-you-and-what-you-can-do-about-it-2017-1/?IR=T.
Business Insider. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Joe Svetlik (26 Jun, 2016). http://www.digitalspy.com/tech/feature/
a798721/ways-facebook-is-tracking-your-every-movement-from-
the-shops-you-visit-to-the-messages-you-dont-send/. Digital
Spy. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Herman & Ratri M. Siniwi (24 Okt, 2016). http://jakartaglobe.id/
news/half-indonesians-internet-users/. Jakarta Globe. Diakses
pada 13 Nov, 2017.
Statista (Juli 2017). https://www.statista.com/statistics/254456/
number-of-internet-users-in-indonesia/. Statista. Diakses pada 13
Nov, 2017.
DailySocial. MOBILE INSTANT MESSAGING SURVEY 2017.
DailySocial. 2017
Rebecca Lynne Tan (23 Jul, 2017). http://www.straitstimes.
com/lifestyle/how-emojis-have-changed-the-way-people-
communicate. SPH Digital News. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Thomas Ricker (30 Okt, 2017). https://www.theverge.
com/2017/10/30/16569346/burgergate-emoji-google-apple. Vox
Media, Inc. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Wikipedia. Information Overload. Wikimedia Foundation. 2017.
Data Center Knowledge(16 Mar, 2017). http://www.

88 — G.E.N.C.E.
datacenterknowledge.com/archives/2017/03/16/google-data-
center-faq. Data Center Knowledge. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Alex Hern (26 Jun, 2017). https://www.theguardian.com/
technology/2017/jun/26/google-will-stop-scanning-content-of-
personal-emails. Guardian News and Media. Diakses pada 13
Nov, 2017.
Jordie van Rijn (2017). https://www.emailmonday.com/email-
marketing-future. Email Monday. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Heinemann, Gerrit, Gaiser, Christian W. “Social Local Mobile - The
Future of Location-based Services”. Springer. 2016
Zoey Chong (12 Nov, 2017). https://www.cnet.com/news/over-25b-
generated-on-chinas-singles-day-alibaba/. CBS Interactive Inc.
Diakses pada 13 Nov, 2017.
CB Insights Editor (17 Mei, 2017). https://www.cbinsights.com/
research/retail-store-tech-startups-2016/. CB Insights. Diakses
pada 13 Nov, 2017.
Roshni Wani Thapa (12 Okt, 2017). http://blog.euromonitor.
com/2017/10/income-indonesia-middle-class.html.
Euromonitor. Diakses pada 13 Nov, 2017.
Thomas Colson (2 Sep, 2017). http://www.independent.co.uk/news/
business/nigeria-egypt-france-germany-italy-spain-uk-usa-
russia-south-korea-pakistan-canada-iran-saudi-arabia-a7926336.
html. Business Insider. Diakses pada 13 Nov, 2017.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 89


(9)
Evolusi Komputasi: Teknologi yang Mengikuti
Kemampuan Manusia
Oleh Dody Qori Utama

Komputer dan Kehebatannya sebagai Sebuah Mesin


Komputer adalah sebuah teknologi revolusioner yang saat ini tersebar
merata dan banyak dalam bidang kehidupan manusia. Hampir semua
bidang didalam kehidupan kita telah mengalami digitalisasi yang massive
oleh teknologi yang bernama komputer ini. Dimulai dari kehidupan
manajemen dan keuangan dimana komputer mendigitalisasi kertas-
kertas sehingga segala prosesnya menjadi lebih mudah dan cepat. Dari
bidang sehari-hari kita seperti komunikasi dan interaksi antar manusia
juga telah dirasuki oleh komputer. Komputer yang berevolusi menjadi
gadget kecil bernama smartphone telah merasuki keseharian kita dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama manusia. Dalam bidang
transportasi, kita bisa lihat peran komputer merevolusi transportasi
klasik paling canggih seperti pesawat yang hampir 90% lebih prosesnya
sudah terkomputerisasi sampai transportasi humanis seperti abang
ojek yang komputerisasinya telah menggemparkan berbagai macam
aspek kehidupan kita.
Dalam bidang agama yang sepertinya sakral dan klasikpun
komputer berhasil memasukinya, coba ambil contoh sederhana berapa
banyak kitab suci digital bertebaran di toko applikasi digital yang bisa
dipasang di smartphone kita. Dalam bidang yang sangat humanis sekali
seperti bahasapun komputer sudah berhasil masuk dan menginfiltrasi.
Coba cek kemudahan berbahasa menggunakan translator yang
bahkan bisa memudahkan seorang bule asal negara barat untuk
berkomunikasi dengan abang becak yang menggunakan bahasa Jawa.
Selain bidang-bidang diatas, sangat banyak contoh lainnya yang jika
harus dituliskan satu persatu tentunya tidak akan cukup satu buku
untuk merangkumnya. Kenapa ? Karena kita harus mengakui bahwa
memang komputer telah masuk ke semua bidang kehidupan kita
sebagai manusia.

90 — G.E.N.C.E.
Sekilas terlihat bahwa Komputer adalah teknologi maha canggih
yang bisa melakukan hampir segala macam hal darii A sampai Z. Tapi
tahukah anda, bahwa sebenarnya komputer adalah mesin kosong yang
tidak bisa melakukan apa-apa. Komputer hanyalah sebuah mesin yang
terdiri dari banyak transistor, kapasitor dan komponen elektronik
lainnya yang cuma bisa memproses data yang berupa arus listrik.
Tanpa listrik komputer nyaris tidak bisa berbuat apa-apa. Sebenarnya
komputer adalah mesin kosong yang tidak bisa melakukan apa-apa
atau bahasa sederhananya adalah mesin yang “bodoh” namun 100%
konsisten melakukan apapun yang diperintahkan kepadanya. Jadi
sebenarnya kita bisa ibaratkan bahwa komputer adalah mesin bodoh
yang setia kepada pemberi instruksinya 

Evolusi Komputer
Seperti yang sudah saya jabarkan diatas, komputer pada dasarnya
hanyalah mesin kosong yang bisa melakukan perintah dengan
konsisten. Pada awalnya pengembang komputer hanyalah orang-
orang dalam bidang spesifik seperti matematika. Komputer awalnya
diciptakan untuk membantu memecahkan berbagai macam urusan
matematika dari mulai melakukan perhitungan matematika sederhana
sampai menebak kode dalam komunikasi perang yang ada dalam
format matematika seperti yang digunakan oleh pihak sekutu untuk
membobol komputer komunikasi jerman ENIGMA dalam perang
dunia kedua. Dari perang dunia sampai era tahun 70an komputer
hanya digunakan spesifik untuk keperluan skala besar korporat dan
ilmiah sains yang teramat rahasia. Setelah tahun 70an lahir gerakan
besar yang dimulai dari silicon valley yang dimotori 2 anak muda
bernama Steve Jobs dan Bill Gates. Mereka ingin membawa komputer
kedunia yang berbeda. Mereka ingin membawa komputer dari dunia
yang teramat rahasia kepada dunia sehari-hari manusia. Usaha
mereka pada awalnya tentunya sangat tabu dan dipertanyakan. Karena
pada era mereka komputer adalah mesin mahal yang spesifik untuk
kepentingan besar. Namun kemudian seperti kita ketahui sekarang,
mereka berdua berhasil. Komputer saat ini berhasil menginfiltrasi
berbagai aspek kehidupan kita. Dan 2 perusahaan milik 2 anak muda
tersebut menjadi motor terbesarnya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 91


an dipertanyakan. Karena pada era mereka komputer adalah mesin mahal yang spesifik untuk
epentingan besar. Namun kemudian seperti kita ketahui sekarang, mereka berdua berhasil. Komputer
aat ini berhasil menginfiltrasi berbagai aspek kehidupan kita. Dan 2 perusahaan milik 2 anak muda
ersebut menjadi motor terbesarnya.

Instruksi Klasik Dalam Komputer


Komputer adalah mesin yang membutuhkan instruksi untuk bekerja.
nstruksi Klasik Dalam Komputer
Instruksi ini sangat penting karena akan menentukan apa yang akan
dilakukan oleh si komputer ini.
omputer adalah mesin yang membutuhkan instruksi untuk bekerja. Instruksi ini sangat penting karena
kan menentukan apa yang akan dilakukan oleh si komputer ini.

Gambar : Komputer Membutuhkan instruksi Untuk Bekerja


Gambar : Komputer Membutuhkan instruksi Untuk Bekerja

ada awalnya instruksi komputer


Pada dituliskan
awalnya dalamkomputer
instruksi bentuk arusdituliskan
listrik karena memang
dalam komputer adalah
bentuk
umpulan komponen
arus listrik karena memang komputer adalah kumpulan komponen rangkaian
elektronik. Komputer diisi instruksi dalam format 1 dan 0 sesuai dengan
lektronik didalamnya. Nilai Komputer
elektronik. 1 menandakan diisiada arus kurang
instruksi lebihformat
dalam sebesar1 5dan
volt (di beberapa chip ada
0 sesuai
dengan rangkaian elektronik didalamnya. Nilai 1 menandakan ada arus
kurang lebih sebesar 5 volt (di beberapa chip ada yang 3,3 V, 1,8 V dan
voltase lainnya) yang lewat dalam rangkaian dan nilai 0 menandakan
tidak
yangada
3,3 V, arus ( voltase
1,8 V dan 0 Volt ) yang
lainnya) lewat
yang lewat dalam
dalam rangkaianrangkaian.
dan nilai 0 menandakan tidak ada arus
( 0 Volt ) yang lewat dalam rangkaian.

Gambar Gambar : Ilustrasi Instruksi Komputer dalam 1 dan 0


: Ilustrasi Instruksi Komputer dalam 1 dan 0
Jika kita perhatikan dari gambar diatas, arus 0 dan 1 mengalir melalui pin-pin yang terdapat dalam chip.
Coba anda amati jika melihat chip, dikanan kiri atas bawahnya ada pin-pin yang berfungsi untuk
lewatnya arus 1 dan 0. Ini adalah secara sederhana dan garis besarnya bagaimana memberi instruksi
kepada komputer pada tatanan paling primitif.
92 — G.E.N.C.E.
Yang jadi masalah dari pemberian instruksi primitif ini adalah perbedaan chip komputer. Seperti yang
saya utarakan sebelumnya, instruksi 1 dan 0 ini dilewatkan pada jalur pin yang ada dalam chip. Namun
masalahnya adalah tidak semua chip komputer itu sama. Perbedaan fungsi dan produsen tentunya
membedakan bentuk chip dan jalurnya. Artinya apa ? semakin banyak chip yang beredar di pasaran
Jika kita perhatikan dari gambar diatas, arus 0 dan 1 mengalir
melalui pin-pin yang terdapat dalam chip. Coba anda amati jika melihat
chip, dikanan kiri atas bawahnya ada pin-pin yang berfungsi untuk
lewatnya arus 1 dan 0. Ini adalah secara sederhana dan garis besarnya
bagaimana memberi instruksi kepada komputer pada tatanan paling
primitif. Adapun yang jadi masalah dari pemberian instruksi primitif
ini adalah perbedaan chip komputer. Seperti yang saya utarakan
sebelumnya, instruksi 1 dan 0 ini dilewatkan pada jalur pin yang ada
dalam chip. Namun masalahnya adalah tidak semua chip komputer itu
sama. Perbedaan fungsi dan produsen tentunya membedakan bentuk
chip dan jalurnya. Artinya apa? semakin banyak chip yang beredar
di pasaran akan membuat pemberian instruksi menjadi lebih rumit
karena setiap chip memiliki bentuk dan pin yang berbeda. Artinya
apa ? Instruksi setiap komputer pasti Berbeda karena dalaman setiap
komputer berbeda. Jadi bisa kita bayangkan jika saat ini kita memiliki
2 komputer yang satu memiliki chip processor intel dengan memori
4 GB yang satunya komputer dengan chip processor AMD dengan
memori 2 GB tentunya mereka akan memiliki instruksi yang berbeda.
Kerumitan inilah yang kemudian membuat instruksi komputer
kemudian berevolusi seiring waktu.

Instruksi dalam Komputer yang Berevolusi Mengikuti


Cara Manusia Berinteraksi
Manusia adalah makhluk yang unik untuk setiap individunya. Setiap
manusia itu berbeda dan unik. Ada yang berambut keriting ada yang
berambut lurus, ada yang tinggi ada yang pendek, ada perempuan ada
laki-laki serta berbagai macam keragaman lainnya. Hal ini tentunya
mirip dengan komputer yang beragam chip dan spesifikasinya. Apa
yang membuat manusia yang beragam bentuk dan jenisnya bisa saling
berkomunikasi dan memahami satu sama lainnya ? jawabannya adalah
BAHASA. Walau berbeda antara satu dengan yang lainnya, manusia
bisa saling mengerti karena adanya bahasa universal antara satu dengan
lainnya. Kemudian konsep inilah yang coba ditanamkan kepada
komputer. Agar suatu instruksi bisa dipahami banyak komputer yang
berbeda, kemudian diciptakanlah BAHASA yang membuat semua
komputer bisa memahami hal yang sama.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 93


Secara garis besar konsep bahasa dalam manusia dan komputer
sama. Dalam manusia, ketika kita mendengarkan kalimat dalam
bahasa tertentu kemudian kalimat itu diterima otak kita dan dikonversi
menjadi sesuatu yang dipahami oleh tubuh kita. Dalam komputerpun
sama, bahasa
Secara garis diterima
besar konsep bahasa komputer
dalam manusia kemudian dikonversi
dan komputer sama. oleh
Dalam manusia, sesuatu
ketika kita
bernama compiler kemudian dikonversi menjadi instruksi yang bisa
mendengarkan kalimat dalam bahasa tertentu kemudian kalimat itu diterima otak kita dan dikonversi
menjadi sesuatu yang dipahami oleh tubuh kita. Dalam komputerpun sama, bahasa diterima komputer
dipahami oleh komputer.
kemudian dikonversi oleh sesuatu bernama compiler kemudian dikonversi menjadi instruksi yang bisa
dipahami oleh komputer.

Gambar : Proses Memahami Bahasa dalam Komputer dan Manusia

Gambar : Proses Memahami Bahasa dalam Komputer dan Manusia


Logika Bahasa Pemrograman dan Logika Interaksi Manusia
Logika Bahasa Pemrograman dan Logika Interaksi
Kelahiran Compiler, dan Bahasa Pemrograman membuat komputer semakin naik kelas untuk semakin
Manusia
bisa digunakan oleh banyak orang. Hal ini terjadi karena keberadaan compiler dan bahasa pemrograman
membuat orang semakin mudah untuk memberikan instruksi kepada komputer. Awalnya orang yang
Kelahiran Compiler,
bisa memberi instruksi komputerdan
adalahBahasa
orang-orangPemrograman
tertentu yang mengetahui membuat komputer
dan mendalami struktur
dari mesin komputer. Seiring keberadaan compiler dan bahasa pemrograman membuat siapapun bisa
semakin naik kelas untuk semakin bisa digunakan oleh banyak
memberikan instruksi pada komputer. Kenapa penulis katakan siapapun ? karena kalau didalami lebih
orang.
Hal inilogika
dalam, terjadi karena
dari bahasa keberadaan
pemrograman dibuat compiler dan bahasa
dengan mangadopsi kemudahanpemrograman
logika interaksi
manusia sehari-hari.
membuat orang semakin mudah untuk memberikan instruksi kepada
Mari kita coba lihat logika interaksi manusia kemudian kita terjemahkan dalam logika bahasa
komputer. Awalnya orang yang bisa memberi instruksi komputer
pemrograman. Sebagai contoh jika ada seseorang ingin berinteraksi dengan orang lainnya untuk
adalah
berkenalanorang-orang tertentu
maka secara garis besar yang
logika interaksinya mengetahui
akan seperti dan mendalami
ilustrasi dibawah.

struktur dari mesin komputer. Seiring keberadaan compiler dan


bahasa pemrograman membuat siapapun bisa memberikan instruksi
pada komputer. Kenapa penulis katakan siapapun ? karena kalau
didalami lebih dalam, logika dari bahasa pemrograman dibuat dengan
mangadopsi kemudahan logika interaksi manusia sehari-hari.
Mari kita coba lihat logika interaksi manusia kemudian kita
terjemahkan dalam logika bahasa pemrograman. Sebagai contoh
jika ada seseorang ingin berinteraksi dengan orang lainnya untuk

94 — G.E.N.C.E.
berkenalan maka secara garis besar logika interaksinya akan seperti
ilustrasi dibawah.

Gambar : Logika Interaksi Manusia yang Berkenalan

Gambar
Secara sederhana : Logika
Budi akan Interaksi
mengeluarkan Manusia
kata-kata halo yang
namamu siapa ? laluBerkenalan
Ani menjawab namanya
dan kemudian Budi mengkonfirmasi namanya Ani dengan berkata Ooo Namamu Ani. Secara logika
sederhana Budi mengeluarkan kata-kata 2x ( Halo namamu siapa ? dan Ooo Namamu Ani ) serta
Secara sederhana Budi akan mengeluarkan kata-kata halo
menerima jawaban / inputan 1x dari Ani. Logika interaksi sederhana itu kemudian bisa dikonversikan
dalam logika bahasa pemrograman seperti ilustrasi berikutnya. Budi kita ibaratkan komputer dan Ani
namamu siapa ? lalu Ani menjawab namanya dan kemudian Budi
adalah pengguna.

mengkonfirmasi namanya Ani dengan berkata Ooo Namamu Ani.


Secara logika sederhana Budi mengeluarkan kata-kata 2x ( Halo
namamu siapa ? dan Ooo Namamu Ani ) serta menerima jawaban /
inputan 1x dari Ani.Gambar Logika
: Logika interaksi
Interaksi Manusiasederhana
yang Berkenalan itu kemudian bisa

dikonversikan dalam
Secara sederhana logika bahasa
Budi akan mengeluarkan kata-kata halopemrograman seperti
namamu siapa ? lalu Ani menjawab ilustrasi
namanya
dan kemudian Budi mengkonfirmasi namanya Ani dengan berkata Ooo Namamu Ani. Secara logika
berikutnya.
sederhanaBudi kita ibaratkan
Budi mengeluarkan kata-kata 2xkomputer dan? Ani
( Halo namamu siapa dan Oooadalah pengguna.
Namamu Ani ) serta
menerima jawaban / inputan 1x dari Ani. Logika interaksi sederhana itu kemudian bisa dikonversikan
dalam logika bahasa pemrograman seperti ilustrasi berikutnya. Budi kita ibaratkan komputer dan Ani
adalah pengguna.

Gambar : Logika Interaksi Komputer untuk Berkenalan dengan penggunanya

Gambar : Logika Interaksi Komputer untuk Berkenalan dengan penggunanya

Gambar : Logika Interaksi Komputer


untuk Berkenalan dengan penggunanya

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 95


Atau kalau kita konversi menjadi beberapa bahasa pemrograman
yang ada di dunia komputer menjadi seperti ini :

Sintaks Dasar
Sintaks Bahasa C++ Sintaks Pascal
Algoritma
Output(‘Halo Cout<<’Halo namamu Write (‘halo
namamu siapa ?’) siapa ?’; namamu siapa ?’);
Input(nama) Cin>>nama; Read(nama);
Output(‘OOO Cout<<’OOO Write(‘OOO
namamu’, nama) namamu’,nama; namamu’, nama );

Ada banyak contoh lain sebenarnya, namun penulis hanya


memberi satu contoh yang sering kita lakukan sehari-hari yaitu
berkenalan. Kesimpulan dari pembahasan barusan adalah saat ini
komputer sudah berada di level dimana instruksinya dapat diberikan
sesuai dengan logika dasar pada manusia.

Logika Kepastian Komputer yang Berevolusi Menjadi


Logika Penuh Ketidakpastian ala Manusia
Seperti yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya, komputer
bekerja dengan arus listrik ada dan tiada. Ada disimbolkan 1 tidak ada
disimbolkan 0. Hal ini berefek pada pilihan jawaban dari komputer
yang iya dan tidak. Hal ini menyebabkan kekakuan dalam dunia
komputer. Sebagai contoh paling sederhana, jika kita bertanya apakah
komputer sedang kepanasan atau tidak maka jawabannya hanya ada 2
kemungkinan yaitu iya atau tidak. Sedangkan jika kita tanyakan kepada
manusia apakah sedang kepanasan atau tidak maka jawabannya akan
beragam dari mulai iya, tidak, lumayan kepanasan, aga kepanasan,
sangat kepanasan dan jawaban lainnya. Inilah perbedaan mendasar
dalam logika manusia dan komputer dimana manusia bisa memiliki
lebih banyak pilihan sementara komputer hanya bisa memiliki 2
jawaban saja yaitu iya ( 1 ) atau tidak ( 0 ).
Seiring berkembangnya waktu kemudian apakah komputer tetap
pada pendiriannya dengan 1 dan 0 nya ? jawabannya tidak. Logika
komputerpun berevolusi untuk mengakomodir ketidak pastian yang
ada pada sebuah jawaban. Salah satu teknik komputasi yang terkenal

96 — G.E.N.C.E.
Seperti yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya, komputer bekerja dengan arus listrik ada
dan tiada. Ada disimbolkan 1 tidak ada disimbolkan 0. Hal ini berefek pada pilihan jawaban dari
komputer yang iya dan tidak. Hal ini menyebabkan kekakuan dalam dunia komputer. Sebagai contoh
paling sederhana, jika kita bertanya apakah komputer sedang kepanasan atau tidak maka jawabannya
hanya ada 2 kemungkinan yaitu iya atau tidak. Sedangkan jika kita tanyakan kepada manusia apakah
sedang kepanasan atau tidak maka jawabannya akan beragam dari mulai iya, tidak, lumayan kepanasan,
aga kepanasan, sangat kepanasan dan jawaban lainnya. Inilah perbedaan mendasar dalam logika
adalah Logika Fuzzy. Logika Fuzzy adalah salah satu evolusi dalam
manusia dan komputer dimana manusia bisa memiliki lebih banyak pilihan sementara komputer hanya
bisa memiliki 2 jawaban saja yaitu iya ( 1 ) atau tidak ( 0 ).
komputasi komputer yang membuat komputer kemudian bisa
Seiring berkembangnya waktu kemudian apakah komputer tetap pada pendiriannya dengan 1 dan 0 nya
mengkalkulasikan
? jawabannya tidak. ketidak pastian.
Logika komputerpun Secara
berevolusi ilustrasi
untuk mengakomodir sederhana
ketidak pastian yang adamungkin
pada sebuah jawaban. Salah satu teknik komputasi yang terkenal adalah Logika Fuzzy. Logika Fuzzy
dapat diilustrasikan pada gambar berikutnya.
adalah salah satu evolusi dalam komputasi komputer yang membuat komputer kemudian bisa
mengkalkulasikan ketidak pastian. Secara ilustrasi sederhana mungkin dapat diilustrasikan pada gambar
berikutnya.

Gambar : Contoh Logika Ketidakpastian dalam komputer

Gambar : Contoh Logika Ketidakpastian dalam komputer

Saat ini komputer semakin berevolusi, hal ini yang menyebabkan


kemudian komputer semakin mengerti mengenai pilihan dalam logika
manusia yang terkadang berada dalam ketidakpastian. Logika ini
kemudian bisa diterapkan pada banyak hal salah satu contohnya AC
otomatis yang memiliki komputer didalamnya. AC bisa beradaptasi
dalam ketidakpastian kondisi dan pilihan layaknya manusia.

Logika Pengambilan Keputusan Komputer yang


Berevolusi Layaknya Otak Manusia
Pada awal era komputer, komputer mengambil keputusan juga dengan
kaku dan terbatas. Mungkin cerita tentang 6 orang buta yang berusaha
mendefinisikan gajah bisa kita jadikan contoh bagaimana kakunya sudut
pandang komputer dalam mengambil keputusan. Alkisah dahulu kala
hidup 4 orang buta yang sering mendengarkan cerita tentang gajah.
Sampai pada suatu waktu mereka berenam kemudian berhadapan
dengan gajah. Orang pertama jalan kemudian dia mendekati kakinya
yang besar dan kokoh, kemudian si orang pertama berpendapat gajah
itu kokoh ibarat tembok. Orang kedua kemudian mendekati gajah
dan memegang gading gajah, dia berpendapat gajah itu tajam seperti
tombak dan licin. Orang ketiga kemudian datang dari belakang si gajah
dan memegang ekornya sehingga dia berpendapat gajah itu panjang
dan kecil seerti tali. Orang keempat kemudian memegang gajah dari
belalinya dan dia dililit, kemudian orang ini berpendapat gajah itu
seperti ular yang melilit. Kemudian bertengkarlah ke 4 orang tersebut.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 97


Menurut anda orang manakah yang benar ?? Semuanya benar tapi
mereka berpegang pada sudut pandang parsial yang kaku. Begitulah
komputer pada era awal, pengambilan keputusannya kaku dan parsial.
Pengambilan keputusan dalam komputasi klasik bersifat kaku
seperti contoh cerita diatas. Jika komputer ingin mengenali bola maka
bentuknya bulat, jika ingin mengenali papan tulis bentuknya persegi
panjang dan pengenalan lainnya. Namun jangan lupa bahwa yang
bulat bukan hanya bola dan yang persegi panjang bukan hanya papan
tulis. Donut bentuknya bulat, penghapus bentuknya persegi panjang.
Bahkan bus disatu sisi bentuknya persegi panjang namun bannya juga
bulat. Oleh karena itu kemudian kemampuan pengambilan keputusan
dalam komputer yang bersifat parsial kemudian berevolusi mengikuti
cara kerja otak manusia. Pengambilan keputusan dalam teknik ini biasa
disebut Teknik Jaringan Saraf Tiruan atau Artificia Neural Network.
Jaringan saraf tiruan dibuat meniru bagaimana cara manusia
berpikir, mungkin ilustrasi dibawah inimenggambarkan bagaimana
proses pengenalan bentuk pada seorang manusia. Ciri-ciri dalam
sebuah benda ditangkap dan dirasakan oleh panca indra kemudian
diproses oleh ribuan lapisan neuron yang ada dalam otak kita untuk
disimpulkan.

Gambar : Ilustrasi Bagaimana Manusia Bisa Mengenal Benda

Gambar : Ilustrasi Bagaimana Manusia Bisa Mengenal Benda

98 — G.E.N.C.E.
Jaringan syaraf tiruan dalam komputer dibuat dengan ilustrasi
dibawah. Dimana ciri-ciri yang bisa didapatkan dari banyak hal
kemudian dimasukkan sebagai masukan dan diproses oleh banyak
kumpulan neuron yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Neuron satu dan lainnya ada yang menguatkan ada yang melemahkan,
itulah pembebatan dalam jaringan syaraf tiruan.

Keemudian struktur jaringan syaraf tiruan itu dilatih dengan data


seperti dibawah ini :

Ciri 1 Ciri 2 Ciri 3 Ciri 4 Output


Warna Lumayan
Bulat Berserabut Bola Tenis
kuning Besar
Permukaan
Bulat Orange Besar Bola Basket
Kasar
Ada Bulat di
Bulat Kecoklatan Wangi Donut
Tengahnya
Ada Bulat di
Bulat Hitam Besar Ban Mobil
Tengahnya

Jaringan syaraf tiruan yang baru lahir itu ibarat bayi yang
sedang belajar dan belajar. Segala sesuatu yang diterima oleh panca
indranya dilatihkan pada neuron otak untuk kemudian dikenali. Oleh

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 99


karena itu balita jika ingin pintar dan cerdas harus dikenalkan dengan
banyak hal dari usia dini untuk membentuk ikatan antara neuron
dan pembebanannya. Kemampuan komputer saat dalam mengambil
keputusan berbasis jaringan syaraf tiruan kemudian sama dengan
manusia. Semakin banyak mengenali sesuatu semakin cerdas dan
pintar sang komputer.

Kesimpulan
Begitu powerfullnya kemampuan komputer sekarang bukanlah
pekerjaan satu malam yang langsung jadi. Komputer bisa menjadi
sedemikian hebat powerfull dan kuat adalah proses panjang. Proses
panjang perubahan bagaimana logika komputer dalam memahami
instruksi, bagaimana komputer bisa menginterpretasikan apa yang
ditangkapnya kemudian untuk diambil keputusan. Begitulah segala
sesuatu yang ada di alam semesta, berevolusi seiring waktu untuk
menggapai segala sesuatunya yang lebih baik. Namun satu hal pasti
yang ada adalah, alam semesta dan tuhan sudah memberikan berbagai
macam contoh nyata untuk dipelajari. Guru terbaik adalah tuhan
dengan alam semestanya. Dengan mengimplementasikan segala
sesuatu yang ada dalm alam semesta niscaya kita bisa mendapatkan
sesuatu yang lebih baik layaknya komputer 

100 — G.E.N.C.E.
BAGIAN 2
Manusia dan Pilihan
Hidupnya: Tinjauan
Neurobiologi
(1)
Merenungi Makhluk Dua Kutub Bernama Manusia
Oleh Tauhid Nur Azhar

Menarik untuk dicermati dari teori GONE pada kasus


korupsi, dimana greed atau keserakahan ternyata
berkelindan erat dengan kendali diri secara biologis. Eh
ndak tahunya opportunity dan juga needs, by the way saya
kok lebih sreg jika istilahnya wants atawa keinginan.
Memang manusia itu makhluk kutub, sejenis beruang.
Kerennya sih polarisasi kalo kata Millon, antara nikmat
dan sengsara adalah dua kutub yang berbeda. Kita pun
selalu berusaha menggapai nikmat sembari memadamkan
perih panas derita. Maka, rasa serakah dan kejelian
melihat peluang (opportunity) adalah naluri atau bagian
dari insting manusia untuk mempertahankan kehidupan.
Bukankah semua itu konotasinya baik kan ya?
Menghindari susah lalu mencari enak, dan meminjam
istilah Pak Busyro, membangun konstruksi korupsi antara
lain dengan mengarahkan regulasi, aturan perundangan,

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 101


peraturan pemerintah dan sebagainya sebagai legal standing bagi
bergeraknya upaya sistematis menggangsir sumber kenikmatan yang
semestinya masuk katagori haram.

***
Pendekatan biologis, dengan demikian, menjadi strategis dan penting.
Karena walau bagaimanapun kan manusia itu makhluk biologis
ya? Pendekatan biologis menghantarkan kita pada pendekatan
karakteristik biologis yang dapat maujud pada perbedaan gender.
Tentu cara berpikir dan mengambil keputusan sebagai respons
dari diterimanya suatu stimulus di sebuah situasi. Banyak peneliti
terdahulu berpendapat bahwa pria itu makhluk rasional sementara
wanita emosional. Fakta terkini menunjukkan bahwa hipotesis tersebut
sudah tidak terlalu relevan dengan hasil-hasil riset yang menunjukkan
bahwa ada perbedaan-perbedaan yang justru menempatkan setiap
gender memiliki karakter khas yang justru menjadi indah jika saling
mensubstitusi.

102 — G.E.N.C.E.
Penggunaan area prefrontal cortex dan amigdala yang
dominansinya berbeda, misalnya. Atau, ketebalan lapisan neocortex
(substansia grisea) dan hasil pemindaian fungsi otak dengan fMRI,
menunjukkan bahwa wanita memiliki kompleksitas pikiran terkait
dengan peran neuroendokrin seperti oksitosin (attachment), vassopressin,
dan serotonin yang memunculkan sifat khas. Pengambilan keputusan
yang dilandasi analisis baseline data yang kuat yang dihasilkan dari
hasil observasi mendalam adalah ciri decission making wanita.
Maka, ini bukan persoalan emosi, akan tetapi rasionalitas dalam
spektrum pita lebar. Maka, saat saya dengan penyampaian berbalut
canda memberi contoh tentang bagaimana seorang ibu berbelanja dan
melakukan survei harga di setiap lantai sebuah mall untuk kemudian
memutuskan membeli di toko yang pertama didatangi adalah analogi
yang tepat dari keistimewaan sifat attention to detail yang merupakan
potensi awas dan teliti.
Peran oksitosin dan vassopressin terkait ikatan dalam bentuk
pengasuhan dan curahan kasih sayang adalah modal utama untuk
menanamkan nilai yang kelak membentuk karakter anak. Dalam
proses perencanaan dengan bingkai waktu yang memerlukan proyeksi
maka kemampuan prediktif dan protektif terhadap tujuan merupakan
aset yang sangat berharga.
Tetapi uniknya manusia, tidak pernah ada model yang sama yang
dapat direplikasi sedemikian rupa. Bisa saja pria punya sisi femme,
atau arketipe yang menyerupai. Sedangkan ciri gender otak pria
adalah kecenderungan munculnya sifat impulsif atau blink yang dalam
ranah bingkai waktu dapat menjadi keunggulan dalam kecepatan
pengambilan keputusan.
Pola kompleks dan simpel bila berhasil dijadikan resultante tentu
akan menghasilkan vektor baru yang dengan arah dan kekuatan yang
konstruktif. Sifat baik dapat pula menjadi titik lemah, sifat protektif
misalnya menjadikan orang tua (ibu) menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan apa yang menurutnya terbaik bagi buah hati. Efeknya
adalah anak meneladani perilaku tersebut dan menjadikannya bagian
dari memori implisitnya. Adapun sifat kompetitif ayah hasil pengaruh
dari testosteron dan sirkuit implisitnya yang condong protektif secara

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 103


fisik, jika disalah terapkan akan menjadi trigger untuk melakukan
berbagai upaya menjadi unggul tanpa melalui proses yang proper.
Korupsi lahir dari sini.
***
Perilaku instan itu sejalan dengan teori behaviorismenya Skinner. Ada
reinforcement, baik negatif maupun positif. Ibarat tikus yang dikurung
dalam Skinner box, jika menemukan tuas/tombol yang mengaktifkan
mesin pakan, dan itu terobservasi terjadi berulang kali, simpulan
sementara si tikus --> tombol itu adalah tombol surga yang “wajib”
diinjaknya.
Kalau tombol itu bukan mengaktifkan mesin pakan melainkan
listrik yang nyetrum, maka setelah terulang beberapa kali tak pelak
si tikus akan mengasosiasikan tombol tersebut sebagai tombol neraka!
Perilaku instan yang menjanjikan hasil lewat kemudahan yang
flawless menjadikannya “tombol surga”, dan believe it or not, itu dilatih
dan dihabituasi loh. Buang sampah di jalan itu enak loh, ga cape, mobil
bersih, dan masalahnya (secara resiprocity) minim, toh tidak langsung
jadi banjir dan tha’un alias wabah penyakit (epidemi atau bahkan
pandemi). Kutipan 2000 perak itu kan kecil dan tidak signifikan.
Menerima pasien jam 09.30 dengan jam kerja mulai pukul 08.30
di faskes primer sebagai layanan publik garda depan kan wajar-wajar
saja. Yang penting pada gilirannya kan semua terlayani. Kita lupa ada
kerugian yang bersifat intangible serupa waktu produktif dan derita
perasaan yang didera ketidakpastian. ***

(2)
Bagaimana Manusia Mengambil Keputusan dalam
Hidupnya?

Oleh Tauhid Nur Azhar

Hidup itu pilihan. Begitu berulangkali yang kita dengar sebagaj


bagian dari nasehat dari orang-orang yang kita hormati. Baik itu
orangtua, guru, maupun pasangan hidup. Namun, apa sebenarnya

104 — G.E.N.C.E.
yang melandasi pernyataan tersebut? Benarkah manusia harus selalu
memilih dalam menjalani hidupnya? Bagaimana jika kita menolak
untuk memilih? Eh, tapi bukankah menolak untuk memilih juga adalah
pilihan? Seperti negara-negara yang bergabung dalam non blok karena
tidak mau larut dalam polarisasi antara NATO dan Pakta Warsawa.
Bukankah non blok sebenarnya juga blok? Juga pilihan?
Sebagai seorang Muslim yang berusaha untuk istiqamah dan
kaffah, saya kerap bertanya tentang makna “jalan lurus” yang
termaktub dalam surat Al-Fatihah, yang dibaca di setiap shalat. Apa arti
penting surat ini sehingga “wajib” hadir di setiap shalat, baik fardhu
maupun sunnat? Bukankah sebenarnya jalan lurus ini juga pilihan?
Sebab, dengan adanya istilah jalan lurus, itu berarti pula tersedia jalan
yang tidak lurus alias menyimpang. Dan, yang namanya menyimpang
tentu bisa ke kiri atau ke kanan. Dalam konteks ilmu sosiologi dan
kriminologi, penyimpangan (deviasi) baik ke kanan ataupun ke kiri
bisa melahirkan anomali atau kerap disebut kondisi ekstrem. Dengan
demikian, menjadi mainstream ataupun ekstrem juga sebuah pilihan.
Sampai sejauh mana kita mau menyimpang? Salah satu pokok
pikiran dan pesan yang ingin disampaikan Luqman Al-Hakim
pada anaknya adalah jangan menjadi fakir pikir alias bodoh dalam
mengantisipasi dan merespons situasi. Akan tetapi, jangan pula
ekstrem menjadi sombong karena merasa lebih cerdas dari yang lain.
Jangan sampai “kecerdasan” itu melahirkan pilihan untuk melahirkan
kekufuran dan kekafiran yang menjadi representasi kefakiran iman.
Dalam sebuah masyarakat yang majemuk dan terdiri dari
beragam pikiran yang lahir sebagai bagian dari berbagai interaksi yang
menjadi “pengalaman” komunal akan melahirkan berbagai sistem
yang merupakan pilihan bersama. Dalam teori Luhman (Ritzer, 2014)
dikatakan terbangun sistem autopoietik yang bersifat tertutup, memiliki
referensi sendiri (self refferential), dan mengordinasi elemen-elemen
di dalamnya secara mandiri, swaorganisasi. Sistem kemasyarakatan
semacam inilah yang melahirkan produk-produk berupa norma dan
tata kelola sosial untuk menjamin keberlangsungan sistem itu sendiri
(Tauhid, 2015).
***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 105


Pertanyaan mendasar yang kemudian mengikuti adalah bagaimana
asosiasi, korelasi, dan pembentukan persepsi yang berangkat dari
interaksi fungsi inderawi dengan kemampuan memberi arti dapat
berkembang menjadi potensi kognisi yang menjadi ciri manusia sejati?
Lalu bagaimana manusia itu kemudian mempelajari dan mengenal
dirinya sendiri, keinginannya, dan memetakan tujuan hidupnya secara
personal dan komunal secara bermetodologi?
Untuk itu, kita perlu mengkaji lebih mendalam hal-hal yang
terkait dengan proses pengambilan keputusan. Bukahkah kelak kita
akan dihisab berdasarkan akumulasi keputusan yang kita ambil selama
kehidupan? Shalat, sedekah, zakat, shaum, haji, bahkan syahadat
adalah sebuah wahana pilihan. Mau dilakukan atau tidak? Niatnya
apa? Motifnya apa? Nah, semua itu bermuara pada suatu sistem yang
menjadi ciri superioritas sekaligus ujian terberat bagi manusia. Sistem
saraf dengan otak sebagai prosesor utamanya.
Kalau seorang pemimpin negara menggaungkan perlunya sebuah
tindakan konstruktif sistematis dan nyata untuk merevolusi mental
bangsa, hal yang harus menjadi fokus utama adalah otak dan sistem
pengambilan keputusannya. Bahasa kerennya decission making. Faktor-
faktor yang terlibat tidak kalah keren. Ada motif, ada perilaku atau
behaviour, ada pula pajanan atau exposure lingkungan sosial. Bahkan,
tentu saja tidak bisa lepas dari yang namanya budaya, belief system,
pola pengasuhan, role model atau keteladanan, serta pola respons
terhadap stimulus yang merupakan produk akumulatif dari memori
dan pengalaman.
Kita dapat melihat betapa susah payahnya seorang Kang Emil
(Ridwan Kamil), walikota van Bandung yang juga arsitek top itu,
membudayakan pola hidup bersih dengan tidak membuang sampah
sembarangan dan proaktif membersihkan lingkungan. Saat Kang
Emil mencontohkan memungut sampah di alun-alun yang kini
bersolek dan tampil cantik, yang terjadi bukanlah ditiru dan diteladani
warganya untuk turut memunguti sampah. Yang ada warga berebut
selfie dan mengunggah foto Kang Walikota dengan komen, “Keren euy
walikotaku”. Artinya, motif untuk terlibat, berempati, dan tergerak
dalam sebuah mekanisme aksi belum sejalan atau justru tidak berada

106 — G.E.N.C.E.
dalam satu garis algoritma. Kebersihan belum menjadi budaya, bahkan
pada beberapa kasus justru menjadi semacam obligasi atau kewajiban
pihak tertentu yang “wajib” dituntut pelayanannya. Bukan sikap
partisipatif proaktif yang muncul, akan tetapi tuntutan untuk dilayani
karena merasa bersih itu bagian dari hak dan bukan kewajiban bersama.
Miris rasanya melihat dengan mata kepala sendiri sebuah mobil
SUV berlogo perguruan tinggi dengan seenak hati pengemudi dan
penumpangnya silih berganti seolah berlomba, melontar sampah ke
jalanan kota. Demikian pula, tidak kalah sedih ketika mata bersirobok
pandang dengan anak kecil nan lugu berseragam putih merah,
mungkin melihat dari posturnya masih kelas 1, dengan santainya
melempar bungkus es bekas jajannya ke got di depan sekolah. Anak
ini tentu tidak terlahir sebagai juara lontar sampah ataupun tolak
limbah bukan? Dia adalah hasil dari sebuah proses percontohan dan
pendidikan yang terpajan sepanjang usia hidupnya yang belum ada
seperempat jalan.
Dia, dan banyak orang lain yang lebih dewasa di Indonesia,
mungkin tidak sadar karena tidak tahu, bahwa di Samudera Pasifik
sana sudah ada pulau limbah yang didominasi produk plastik yang
luasnya bahkan sudah melebihi pulau Jawa. Dia dan banyak orang
lain di negeri ini mungkin tak tahu dan tak mau tahu bahwa masalah
“kecil” ini secara eksponensial akumulatif akan menjadi masalah super
besar yang bahkan mungkin saja akan mengkaramkan dunia. Di mana
sikap itu terbentuk? Di mana dan apa sesungguhnya motif itu? Karena
kini banyak orang bertanya, apa yang menjadi motif tindakannya? Jika
melihat ada seseorang melakukan sesuatu.

***
Kita pun dapat bertanya, mengapa seorang nabi dan rasul terbesar
sepanjang sejarah agama-agama Samawi yang sekaligus menjadi
jembatan pontifis terakhir di penghujung zaman diamanahi misi untuk
memuliakan akhlak manusia? Apakah akhlak manusia itu terkait
dengan sistem pengambilan keputusan yang dilandasi motif dan
fondasi keimanan? Retoris ini pertanyaan. Tetapi jawabannya reformis.
Akhlak adalah hasil dari keselarasan proses zikir, pikir, dan ikhtiar.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 107


Akhlak adalah cerminan dasar dari seluruh kerja otak, orkestrasi dari
semua fungsi yang mewakili kaidah-kidah faali atau fisiologi.
Dalam akhlak, ada variabel kebutuhan dasar insani dan cara
agar itu terpenuhi. Dalam akhlak juga terdapat pertimbangan moral
dan sosial seperti adanya empati dan juga sakit hati. Akhlak tidaklah
berdiri sendiri dengan single value. Akhlak adalah sekumpulan tata nilai
yang terangkum sebagai konsekuensi logis, selogis hukum mekanika
Newtonian yang menggambarkan kelembaman sebuah benda untuk
terus bergerak selama tidak ada faktor lain yang menghambat. Friksi
dan inersi adalah stimulasi bagi proses produksi akhlak.
Akhlak juga dapat didekati dengan logika termodinamika, di
mana besar tekanan dipengaruhi oleh suhu dan kerapatan ruang
untuk hasilkan energi yang menggerakkan. Perlu reaksi kimia untuk
menghasilkan dinamika akhlak yang berkesinambungan sesuai
dengan vektor yang diharapkan.
Maka, pertanyaan kita, saya dan mungkin juga Anda, bagaimana
motif dan pertimbangan moral dapat menghasilkan sikap berakhlakul
kharimah? Bagaimana akhlak itu termuliakan?
Bagaimana manusia itu menjalani hidup yang sesungguhnya
dapat dibayangkan sebagai suatu perjalanan menelusuri algoritma
dengan multiple bifurcatio of choices; lintas umur dengan cabang pilihan
yang nyaris tidak berbatas, ad infinitum?

***
Mari sejenak kita simak sekelumit ilustrasi tentang bagaimana pilihan
itu ditetapkan. Ada pendekatan dengan model pilihan hidup yang
menarik dilansir oleh Thomson (1985) yang dikenal sebagai “Trolley
Paradigm” dan dikembangkan oleh Navarete et.al. (2012) dalam teori
Foot Bridge Dillema.
Keduanya menyajikan sebuah situasi di mana pertimbangan moral
harus dilakukan dengan mengerahkan segenap potensi neurosains
yang dimiliki manusia. Namun, sebelum itu saya ingin berbagi, apa
sih sebenarnya konsep moral dan moralitas bagi teman-teman peneliti
di bidang ilmu psikologi, sosiologi, ataupun ilmu filsafat? Dari definisi

108 — G.E.N.C.E.
yang saya dapat cukup beragam pula pengertiannya. Menurut Rand
(1964) moralitas digambarkan sebagai “code of values guiding the choices
and action.” Sedangkan menurut Bert (2012) moralitas atau nilai moral
adalah “code of conduct that given specified conditioning.”
Dalam prosesnya, menurut De Nays & Glumicic (2008) terdapat
dua jalur utama terkait dengan sifat moralitas itu sendiri. Pertama,
proses moral itu “rational, effortful, explicit”. Sedangkan ada lagi yang
bersifat “emotional, quick, intuitif”. Tentu saja, dalam kenyataan hidup,
tidak ada keputusan moral yang bersifat hitam putih dan hanya
terpolarisasi ke satu kutub sifat saja. Kita ini manusia dengan sistem
pengambilan keputusan yang sangat kompleks. Justru sikap moral
yang merupakan produk dari “tarik-ulur” rasionalitas dan emosi inilah
yang menjadikan hidup kita itu dinamis.
Dari perspektif yang sedikit berbeda, Prof. Sarlito Wirawan
(2015) mencoba memberikan gambaran tentang cara berpikir
“manusia Indonesia”. Yang dalam teori “locus of control” ditengarai
dikendalikan oleh PKE alias pusat kendali eksternal. Apa yang
dimaksud dengan PKE? Sederhananya, kita kerap menyalahkan
segala hal tidak menyenangkan yang terjadi pada diri kita kepada
faktor-faktor eksternal atau di luar diri kita. Bahasa lainnya, tidak mau
introspeksi dan mengevaluasi kesalahan diri sendiri. Adapun PKI atau
pusat kendali internal dalam teori yang sama adalah kecenderungan
manusia untuk mencari ke dalam dan bisa saja melahirkan fenomena
menyalahkan diri sendiri.
Mana yang lebih baik antara PKE dan PKI? Tentu saja yang terbaik
adalah di titik equilibrium. Keduanya harus seimbang. Kita jangan
terus menyalahkan keadaan dan sebaliknya jangan terus menyalahkan
diri sendiri. Kedua faktor itu pasti saling berhubungan dan saling
mempengaruhi.
Kembali ke soal Trolley Problem atau Paradigm, apa pilihan
moral yang sulit dalam menghasilkan keputusan yang berakhlak?
Mudahnya silahkan jawab persoalan berikut. Jika Anda berada di dekat
sebuah wesel (tuas pengubah arah lintasan rel kereta api), kemudian
pada saat itu dari atas bukit meluncur sebuah gerbong yang terlepas
dari rangkaian dan tidak bisa lagi dikendalikan atau dihentikan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 109


(rem darurat blong). Gerbong tersebut berada dalam jalur yang tepat
menuju pelataran stasiun dengan lima orang yang tidak menyadari
bahaya tengah datang menghampiri. Tanpa tindakan yang berarti
sudah hampir dapat dipastikan bahwa mereka akan mati. Namun,
jika Anda bertindak cepat dengan memindahkan tuas ke jalur lainnya,
ke-5 orang tersebut dapat diselamatkan. Akan tetapi, pada jalur kedua
terdapat 1 orang yang pasti akan menjadi korban. Dalam posisi ini
hanya keputusan Anda sajalah yang bisa menentukan nasib ke enam
orang tersebut.
Jika mengedepankan pertimbangan rasional, keputusan yang
akan diambil tentu saja menjadi sangat mudah dan sudah dapat ditebak.
Kita akan segera menarik tuas dan memilih untuk menyelamatkan
lima orang dengan mengorbankan yang satu orang. Dalam kondisi ini
tidak ada lagi opsi lain yang tersedia. Namun, bagaimana jika yang
satu orang yang berada di jalur lain itu adalah orang yang paling Anda
cintai? Ayah, ibu, suami, istri, atau anak. Apakah Anda tetap memilih
untuk mengalihkan gerbong ke jalur yang berisi satu orang ini?
Hampir semua responden dalam penelitian ini memilih untuk
menyelamatkan orang yang memiliki hubungan emosional kuat
dengan diri kita. Tidak peduli berapa banyak korban yang dapat
timbul sebagai akibat pilihan kita itu. Hal ini secara tidak langsung
menunjukkan bahwa kita, manusia, adalah makhluk emosional yang
lebih mengedepankan “rasa” dibanding “logika”. Rasa ini sifatnya
personal dan dampak-dampak terkait rasa akan ditanggung secara
personal pula.
Maka, saya agak tertegun saat menyadari kecerdasan psikologi
Kang Emil yang menggaungkan idiom bahwa Bandung bukanlah
sekedar kota, dia adalah “rasa”. Dengan mengedepankan Bandung
sebagai sebuah rasa—yang dalam hal ini berkonotasi dengan cinta—
maka akan tercipta hubungan emosional antara warga dengan
kotanya. Dan, modifikasi teori Trolley paradigm (Tauhid, 2015)
telah menunjukkan bahwa ikatan emosional yang kuat akan lebih
mampu mengarahkan proses pengambilan keputusan di benak kita.
Sebaliknya, hubungan emosional yang kuat dapat pula mencegah kita
untuk melakukan sebuah keputusan yang “dibenarkan” secara logika.

110 — G.E.N.C.E.
Inilah pesan yang termaktub dalam penelitian Navarete et.al. (2012)
soal Foot Bridge Dillema. Kondisinya mirip dengan kasus Trolley, hanya
saja kini kita berada di atas jembatan penyeberangan yang melintasi
rel kereta api. Gerbong meluncur tepat ke arah kerumunan lima orang
yang tidak tahu bahaya maut tengah mengintipnya.

Singkat cerita sesuai dengan skenario sang sutradara, tindakan


yang dapat dilakukan untuk menghentikan kereta adalah dengan
mengganjalnya. Nah, di jembatan itu ada kita dan seorang lain yang
ideal untuk menjadi ganjal. Karena menurut sang empu hikayat
ini tubuh kita dianggap terlalu kurus untuk bisa menghentikan laju
sebuah gerbong kereta. Sementara orang kedua di atas jembatan itu
ideal sekali untuk menahan laju kereta. Intinya untuk menyelamatkan
kelima orang yang tidak tahu apa-apa di bawah sana, kita harus
mendorong orang yang bersama kita di atas jembatan ini untuk
menghentikan kereta.
Boleh jadi, muncul pertanyaan lainnya, apakah kita mengenal
dan mempunyai ikatan emosional dengan orang itu? Saya jawab tidak!
Namun ternyata, meskipun kita tidak mengenal secara pribadi
orang tersebut, dan tentu juga tidak punya ikatan emosional khusus,
keputusan untuk mendorongnya itu sangat berat. Sekitar 50 persen
responden yang ditanya soal keputusannya dalam hal ini justru

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 111


memilih untuk membiarkan gerbong menabrak lima orang di bawah
sana. Saat ditanya, alasannya sederhana. Lima orang yang dikorbankan
tersebut tidak secara langsung disebabkan oleh kita. Adapun yang
satu orang yang kita dorong, kematiannya jelas disebabkan oleh kita,
bahkan dengan tangan kita sendiri.
Artinya, kedekatan hubungan emosional itu sifatnya
multisensorik. Dalam kasus lain yang tidak terkait secara langsung
dengan pertimbangan moral pun tekanan emosi sangat mempengaruhi
sistem pengambilan keputusan. Misalnya, ada seseorang berada
di Pasar Baru dalam rangka mengantarkan teman dari luar kota.
Kemudian, secara tidak sengaja, dia melihat pakaian sangat bagus
yang begitu menggoda. Meski yang bersangkutan baru dua hari lalu
membeli baju yang belum sempat dikenakan, godaan indra yang
sangat kuat melahirkan aneka pembenaran yang membuat rasionalitas
dipaksakan atau diperbudak untuk melegitimasi keputusan. Alasan-
alasan untuk kebutuhan mendadak diadakan, kekhawatiran dan
kecemasan bahwa tidak akan ada lagi kesempatan untuk memiliki baju
itu menjadi penguat proses pengambilan keputusan. Maka, jangan
heran apabila desakan emosional-lah yang justru menjadi dasar sebuah
keputusan dan tindakan.

112 — G.E.N.C.E.
Coba bayangkan jika dalam sebuah pesawat berpenumpang
200 orang turut serta anak dari pilot yang hari itu bertugas. Ternyata,
penerbangan hari itu naas sehingga harus mendarat darurat. Apa yang
terjadi jika seorang pilot yang bertanggung jawab mengevakuasi 200
orang penumpang justru sibuk mencari dan berusaha menyelamatkan
anaknya terlebih dahulu. Kasus seperti ini dapat dilihat di film Bolgen
atau Wave yang berkisah tentang musibah longsoran di sebuah fjord
(danau gletser) di Norwegia yang menimbulkan tsunami dahsyat.
Seorang ibu yang bekerja di hotel, dalam proses evakuasi para tamu
hotel yang menjadi tanggung jawabnya, harus terdistraksi karena pada
saat yang bersamaan ada anak lelakinya yang menginap di hotel itu.

***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 113


Sekarang, mari kita kaji dari aspek neurosainsnya. Apa saja yang
terlibat dalam proses pengambilan keputusan? Di mana sesungguhnya
batasan dan panduan moral itu diproduksi? Apa sajakah bagian otak
manusia yang terlibat dalam persoalan akhlak? Berbagai riset berbasis
neuroimaging seperti functional MRI menunjukkan adanya peran
penting dari bagian-bagian otak berikut: prefrontal cortex (PFC), lobus
parietal, lobus temporal, dan struktur subkortikal seperti sistem limbik.
Jika kita berbicara soal pertimbangan moral dan kaitannya
dengan aspek emosi dan rasionalitas, locus of delicti-nya adalah
bagian ventro medial prefrontal cortex (vmPFC). Bagian ini aktif saat
seseorang memediasi pertimbangan emosional dalam mengambil
sebuah keputusan (Harada et.al., 2009). vmPFC kiri tampak lebih aktif
pada orang-orang yang kurang mengedepankan pertimbangan moral
dalam membuat sebuah keputusan (Prehn, et.al., 2008). Sedangkan
bagian orbito frontal cortex (OFC) terlibat dalam proses pengambilan
keputusan, khususnya yang terkait dengan ‘reward’ dan ‘punishment’.
Atau, jika vm PFC kiri terkait masalah etika dan norma, OFC terkait
dengan benefit yang menjadi motif diambilnya sebuah keputusan.
(Shenhav& Green, 2010).
Sisi kanan medial OFC akan teraktivasi saat putusan yang
diambil terkait dengan persoalan yang bersifat moral sebagai stimulus,
dibandingkan yang non moral (Hanenski & Hamaan, 2006). Adapun
sisi kiri OFC akan aktif saat mendapat stimulus berupa nilai-nilai moral
luhur yang harus menjadi pertimbangan (Moll, 2002).
Sementara bagian dorso lateral PFC (dlPFC) berperan untuk
melakukan proses mitigasi respons agar keputusan yang diambil
rasional dan proporsional. Area ini diduga juga menjalankan
fungsi problem solving dan cognitive control. Pada kasus berupa
kerusakan struktur neuron di area ini menghasilkan kecenderungan
pengambilan keputusan yang condong bersifat utilitarian (bermanfaat
bagi orang banyak) akan tetapi tidak disertai kemampuan untuk
memperhitungkan berbagai dampak yang dapat terjadi sebagai
bagian dari konsekuensi. Hal ini menunjukkan adanya kegagalan
proses mitigasi dalam mengevaluasi akibat dari respons mental
yang dilakukan. Dalam menjalankan proses mitigasi dampak terkait

114 — G.E.N.C.E.
keputusan ini, dlPFC dibantu oleh anterior cingulate cortex (ACC)
yang berfungsi untuk mendeteksi error (kesalahan dalam pengambilan
keputusan) (Shackman, et.al., 2011).
Sementara itu, untuk membangun sebuah jalur pengambilan
keputusan yang melibatkan aspek emosi dan rasionalitas, tentu saja
diperlukan panduan data dari working memory yang juga berperan
sebagai kendali kognitif. Dalam hal ini, fungsi tersebut diproduksi
di lobus temporalis, tepatnya di sulcus temporalis superior (STS)
yang melakukan surveilance atau review terhadap asupan indra dalam
bentuk informasi sosial. Sementara secara paralel di daerah temporo
parietal junction (TPJ), perbatasan antara lobus temporalis dengan
lobus parietalis, berlangsung proses yang menghasilkan konsep belief
attribution. Sistem tata nilai yang diyakini, biasanya terkait dengan
nilai-nilai spiritual. Sistem tata nilai yang diyakini, biasanya terkait
dengan nilai-nilai spiritual (Moore et.al., 2011).
Sementara bagian posterior (belakang kiri) sulkus temporalis
superior diketahui menjalankan fungsi mengolah data dari lingkungan
eksternal. Adapun girus angularis di lobus parietalis aktif saat otak
melakukan penilaian (judgement) moral.
Rumitnya akhlak dan nilai moral diolah di otak ini dapat dilihat
dari begitu banyak dan detailnya bagian-bagian otak yang terlibat.
Sebuah keputusan yang tampak sederhana ternyata memiliki jalur
algoritma yang rumit dan berbelit. Ada jalur linier dan ada pula yang
bekerja secara paralel, akan tetapi tetap dalam sebuah sinergi yang
berkesinambungan. Di titik-titik persimpangan dan pertemuan inilah
perbedaan individu terjadi. Mengapa A bersikap X dan dalam kondisi
yang sama B bersikap Y.
Sebagai contoh, area korteks singulata posterior mengolah
tarik ulur antara personal dillema dan impersonal yang variabelnya
melibatkan keterlibatan emosi dan ego dengan masalah “di luar” diri
kita. Dalam proses itu diakuisisi data memori personal dan konsep
self awareness. Sementara di korteks insula dihasilkan sikap moral
untuk meyakini suatu nilai atau menyangkalnya. Masih pada bagian
yang sama, insula, hanya di bagian anterior (depan) masuk data
somatosensoris dari organ visceral (gut brain). Terkait erat dengan
konsep emotional feeling dan juga empati.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 115


Bagian sub kortikal yang masuk dalam sistem limbik seperti
hipokampus dan amigdala punya peran yang tidak kalah pentingnya.
Hipokampus mengolah data kecemasan, ketakutan, kekecewaan,
kesedihan, dan reaksi emosi negatif lainnya serta “menangkap”
ekspresi” wajah terkait emosi. Sedangkan amigdala aktif dalam proses
“belajar” soal nilai moral (Mendez, 2006) dan mengelola kesedihan
empatif (sosial).
Thalamus tidak kalah pentingnya, sebagai “transmitter” data
sensoris dari semua indera kecuali penghiduan, thalamus memiliki
otoritas untuk merangking (memberi rating) kesedihan empatif, personal
desire, dan aturan moral yang kelak menjadi bagian dari pemandu
sikap (Sommer, et.al., 2010). Bagian sub kortikal lain seperti septum
dan nukleus kaudatus ditengarai berperan dalam pembentukan sikap
dan pengambilan keputusan filantropik (charitable) (Moll et.al., 2006),
dan munculnya rasa bersalah jika kita tidak bersikap sesuai dengan
“code of conduct” yang disepakati sebagai aturan moral.
Dalam konteks fikih dan syariah, rasa berdosa di nukleus kaudatus
inilah yang kemudian menjadi bagian dari norma dan etika antara
lain dalam aspek muamalah atau hubungan antarmanusia. Walaupun
segenap aturan adalah konsensus yang lahir dari kesepakatan dengan
panduan dalil dan teladan dari kitab suci dan nabi, akan tetapi sikap
moral untuk meyakini atau tidak diperankan oleh korteks insula.
Secara hipotetikal insula bisa dikaitkan dengan konsep iman
(belief) yang akan melahirkan core value yang selanjutnya menjadi moral
guidance dalam menentukan sikap yang akan menghasilkan akumulasi
produk berupa keputusan hidup. Tetapi thalamus memberi warna
keyakinan dengan interest berupa personal desire yang sangat indrawi.
Boleh jadi, inilah bisikan setan sebagaimana dimaksud dalam tafsir
surat An-Naas, lust dan dorongan nafsiyah yang dapat mendistorsi
sifat istiqamah.
Sebuah keputusan yang maujud dalam bentuk sikap dan
tindakan manusia terbukti sangat tidak sederhana. Ada banyak faktor
dan variabel yang terlibat. Semua memiliki kontribusi yang saling
bersinergi dan kehadiran ataupun ketidakhadirannya akan memberi
dampak secara keseluruhan. Kini berkembang kajian epigenetik

116 — G.E.N.C.E.
tentang mekanisme memodulasi gen dan DNA. Berkembang pula
kajian lingkungan mikro traktus digestivus dengan diversitas flora
normalnya. Ada pula pendekatan nutrigenomik dan akan lahir lebih
banyak lagi produk ilmu dan teknologi yang dapat mengoptimalkan
fungsi fisiologis manusia. Tetapi semua itu, baik neurotransmiter,
neuropeptida dari saluran cerna, ekspresi gen dari utas DNA, mikro
elemen nutrisi, sampai pendekatan psikoterapi terkini akan kembali
pada sosok atau pribadi yang akan menjalani hidup ini. Kita. Manusia.

Maka, pada hakikatnya upaya memuliakan dan mengoptimasi


potensi serta sumber daya yang melekat pada manusia semestinya
diawali dengan “mengenali” dan mengidentifikasi manusia itu sendiri.
Bukankah Robb yang menciptakan kita telah menetapkan indikator
kinerja untuk menjadi mulia adalah dengan mengenal diri sendiri?
Maka, mata air keikhlasan sudah semestinya diawali dengan
mengenal wujud dan hakikat diri lalu menjadikannya referensi
untuk berinteraksi dengan sesama dalam konteks ukhuwah, tarbiyah,
muamalah. Selanjutnya segenap nilai dan potensi itu akan bermuara
ke dalam samudera kebajikan yang menampung segenap kebaikan
secara berkesinambungan. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 117


(3)
Dusta dan Pengingkaran: Kajian Neurobiologi
Perilaku Korupsi
Oleh Tauhid Nur Azhar

Kerap kita bertanya pada diri sendiri, mengapa di dunia ini begitu
banyak kejahatan yang bersimaharajalela? Mengapa pengingkaran dan
dusta seolah telah menjelma menjadi menu harian yang melekat dalam
kehidupan? Benarkah otak manusia yang cerdas adalah potensi untuk
berdusta dan berbuat nista?
Mengapa dalam surah Al-‘Alaq dinyatakan bahwa “tercerabut”-
nya kemampuan luhur otak terkait dengan sifat pendusta dan
pendurhaka? Nâsiyatin khâdzibatin khâthi’ah. Di manakah gerangan
dorongan naluriah instingtual berpadu dengan keluhuran budi
dan kepentingan bersama dalam bingkai sesama hamba Allah atau
Abdullah?
Dusta dan ingkar terjadi ketika ada kepentingan dan rasa nyaman
yang terusik. Orang memilih berbohong saat bohong menghadirkan
“keuntungan” dan bisa membebaskan dari suatu kondisi yang sulit.
Riset Abe N. (2009) yang dipublikasi di Current Opinion Neurology
Dec 22, 2009 dengan judul The Neurobiologi of Deception: Evidence
from Neuroimaging and Loss of Function Studies, menunjukkan bahwa
area prefrontal cortex bertanggung jawab pada proses “deception”.
Pencitraan dengan fMRI dan transcranial stimulation menunjukkan
bukti objektif bahwa area PFC terlibat secara aktif dalam mekanisme
pengingkaran atau secara cerdas menyusun skenario dan alasan untuk
berdusta. Skenario berlapis juga biasanya diikuti dengan multilayer of
reasons.
Dalam konteks pengambilan keputusan atau decission making,
deception, dusta, pengingkaran, pendurhakaan nilai masuk dalam
domain strategis yang melibatkan fungsi area sub kortikal dan
kortikal. Dari area sub kortikal terlibat di dalamnya ventral tegmental
area, nukleus akumben, dan tentu saja amigdala serta hipokampus.

118 — G.E.N.C.E.
Sementara dari area kortikal terdapat korteks di mana area sensori
terletak, orbitofrontal cortex, ventro medial PFC, dorso lateral PFC,
dan interior cingulatum cortex/ACC. Flow atau aliran data dari batang
otak melalui sistem aktivasi retikuler yang antara lain membawa paket
data dari traktus spinothalamicus yang berasal dari berbagai organ
viscera, berpadu dengan paket memori, emosi, dan hasil belajar dari
sistem limbik.
Penelitian Avery et.al. dan juga sahabat kita Prof. Taruna Ikrar
et.al. yang berfokus pada bed nukleus stria terminalis regio (BNST),
artikelnya Avery cs, The Human BNST: Functional Role in Anxiety
and Addiction dapat dilihat di Jurnal Neuropsychopharmacology Edisi
Januari 2016. Sekumpulan data yang diolah dan menghadirkan stres
serta kecemasan dapat menjadi acuan dalam pembentukan sirkuit
pengambilan keputusan.
Jika selama ini peran reward pathway dominan (VTA dan NAcc),
faktor kecemasan juga punya kontribusi penting sehingga orang
berdusta, bahkan mendustai kesadarannya sendiri. Preferensi dasar
manusia dalam kajian agama adalah “hanif”, suatu sifat mulia yang
dicirikan dengan berkecenderungan konstruktif dan berkonotasi baik
secara umum. Fitrah manusia dan tugasnya seiring sejalan, rahmatan
lil ‘alamin. Bukan untuk saling menyakiti dan menzalimi, meski itu
pun ternyata bagian dari motif berkompetisi dalam mempertahankan
kehidupan dan sumber-sumber kehidupan. Dalam kajian arkeo-
antropologi, dikenal istilah baru yaitu psikologi evolusi. Bahwa ada
sebagian sikap dan perilaku dasar manusia dan juga higher order
primate seperti Bonobo yang mempreservasi kemampuan untuk
survive dalam bentuk sifat yang diwariskan dan menjadi integrated
tools bagi keturunannya.
Kompleksitas pengambilan keputusan sampai outcome-nya
adalah deception tentu tak terlepas dari anatomi dan fungsi memori.
Ada implisit dan eksplisit memori yang terlibat. Ada respons terlatih
yang dihasilkan oleh pembiasaan dan pelatihan sebagaimana teramati
pada perubahan karakteristik respons biokimiawi di sinaps Aplysia
Californica sp. Maka secara garis besar atau jalur mainstream, dusta
berasal dari data biologis-fisiologis dan hasil belajar dari pengalaman
dan pajanan pengetahuan dengan jalur utama dari batang otak ke
sistem limbik (amigdala dan hipokampus).

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 119


Peran VTA dan NAcc sangat kuat karena alasan orang berdusta
adalah kenyamanan dan kesenangan (keselamatan) yang menjadi
domain utama reward and pleasure center. Intensitas alir data yang kuat
dari area sensorik dan diamplifikasi oleh amigdala akan menyatu
dengan arus survival dari batang otak (respons defensif) dan memasuki
serta mendesak go or no go area, GFI atau IFG, inferior frontal girus
yang dikategorikan sebagai Area Broadmann 44. Diseleksi untuk
diteruskan atau ditahan (hold) atau diteruskan dengan dimoderasi
agar lebih sesuai. Laju data kuat dari batang otak melalui nukleus
akumben (diaugmentasi) akan diterima oleh ventro medial PFC. Emosi
terguncang, pilihan lebih didasari kenikmatan dan keselamatan, meski
sesaat. Bohong adalah pilihan wajar di kondisi ini.
Kriminalitas berbasis emosi pun diolah di sini, menghilangkan
atau mengeliminasi faktor penyebab ketidaknyamanan dapat melebar
sampai tindakan pembunuhan/suicide. Sementara arus data yang sama
tetapi melalui IFG/GFI akan diterima oleh dua regio sekaligus, yaitu
dorso lateral PFC dan vmPFC, muncul kendali diri atau self control
dengan mendapatkan pengayaan situasi oleh ACC yang memproses
segenap potensi kognisi.
Pikir adalah pelita hati, demikian pepatah nenek moyang kita
yang berbudi luhur. Di sinilah lokasi Kurusetra atau the battlefield
of decission. Entah siapa yang akan menang, pihak kegelapan yang
diwakili Kurawa, ataukah pihak jalan cahaya yang diwakili para
Ksatria Pandawa? Penentu dari kemenangan ini adalah area para
“guru”, orbitofrontal frontal cortex yang punya hubungan struktural
fungsional langsung dengan vmPFC. Arus data kolateral melalui VTA
ke OFC digunakan sebagai bagian dari proses asessment, khususnya
value asessment. Feeding dari proses asessment inilah yang turut
mengendalikan keputusan emosional dari vmPFC.
Keseimbangan dan pola fungsional dari regio-regio inilah yang
kelak menentukan habit atau bahkan perilaku seseorang, apakah dia
seorang pendusta dan pendurhaka? Apakah Qabil atau Cain dalam
bahasa Al-Kitab secara epigenetika mewariskan sifat buruk itu pada
kita? Karena si baik hati Habil wafat dan terkubur sebagaimana
dicontohkan si burung gagak. Kita adalah turunan Qabil, dan

120 — G.E.N.C.E.
sewajarnya memang pada manusia konfigurasi genom adalah nyaris
sama, baik dengan Qabil maupun Habil sebagai sesama anak Adam.
Manakah gen yang hendak kita ekspresikan? Manakah sirkuit yang
hendak kita aktifkan dan preservasi? Inilah ujian menjadi seorang
manusia yang mengenal terminologi pahala dan dosa. ***

Akankah Indonesia Terus Seperti Ini?


Mengoptimasi waktu di pagi hari dengan prinsip verba volant scripta manent, kata-kata
akan menguap sedang tulisan menetap. Sedikit catatan tentang perilaku unik manusia yang
cenderung mencari jalan instan dan berpikir secara impulsif. Quick win dengan less effort,
jalan pintas.

Menyimak dan menelaah tumbuh suburnya perilaku koruptif, manipulatif yang berangkat
dari premis yang sama; cari enaknya, cari gampangnya. Ga usah mikir kepanjangan soal
dampak atau akibat multidimensional. Gimana Entar, Entarnya Gimana. Kumaha engke we
lah, ceuk urang Sunda mah. Dan, kalau sudah menjadi akar perilaku yang mengejawantah
dalam aktivitas keseharian, orang Jawa mengatakan, “Piye meneh? Wis kadung penak”.

Hal-hal seperti ini domainnya sangat luas, mulai di tingkat interaksi keluarga, lingkungan
sosial, pendidikan, sampai penyelenggara negara. Padahal dalam aturan konstitusional
penyelenggaraan negara sebagaimana termaktub dalam UU no 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN telah diatur dalam pasal-pasal di
Bab 1 soal kriteria penyelenggara negara yang selanjutnya dijabarkan dalam bab dan pasal-
pasal berikut tentang hak dan kewajibannya.

Siapa itu Penyelenggara negara? Belum tentu harus ASN kan.

Jika mengacu pada UU tersebut, penyelenggara negara adalah pejabat negara yang
menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan
tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dan definisi soal “kebersihan” penyelenggara negara dirumuskan sebagai berikut (pasal 2
di Bab 1 UU no 28 tahun 1999): Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara
Negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek
korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya.

Perbuatan tercela ini yang bisa dielaborasi dan dieksplorasi lebih mendalam. Konsep
korupsi yang menjadi bagian sikap mental “instanologi” dan GEEG (gimana entar-entarnya
gimana/kumaha engke-engkena kumaha) maujud sampai sendi keseharian yang bahkan
sampai tidak dirasa sebagai bagian atau cikal bakal korupsi atau KKN.

Kebiasaan membuang sampah di sungai dan jalanan misalnya, jelas ini perilaku koruptif
yang merugikan orang lain dalam time frame dan time line, dimana pelaku mengambil
keuntungan saat ini dan melahirkan bencana di masa yang akan datang. Diawali dari
ketidak pedulian asalkan terbayarkan dengan kesenangan kongkret saat ini maka itu
worthed untuk dilakukan. Demikian sikap mentalnya telah membentengi pelaku-pelaku

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 121


yang bukan mustahil akan tumbuh dan berkembang dalam magnitude sikap di tindakan
yang bereskalasi jauh lebih besar.

Dalam ranah layanan publik misalnya, bukan saja persoalan pungutan liar atas jasa
penyelenggara negara yang telah didapuk, didaulat dengan sumpah untuk menjadi civil
servant yang berintegritas, tapi juga sistem dan kinerja yang didelivery rawan dikorupsi.

Pengalaman pribadi saya, kemarin mengantar istri mengurus suatu surat izin di suatu
institusi di kota kami. Saya mencatat beberapa kejanggalan yang meski kecil dan diamini
saja oleh publik sebagai sebuah permakluman dengan lontaran frasa eufimis, “ah ini mah
sudah jauh lebih baik dari yang dulu-dulu...”

Okay tapi bagi saya ini tetap bibit persoalan. Jumlah pengguna jasa layanan publik itu
banyak dan sistem tidak support dengan informasi flow proses pengurusan yang jelas dan
sistematik. Tidak dilengkapi pula dengan sistem antrian, maka saling serobot dan chaos
pun tidak perlu pandangan pakar, awam saja yakin bakal terjadi.

Dan betul, insting hutan rimba berlaku, siapa kuat dia dapat. Lalu jasa yang dapat
diinformasikan di awal dan dapat dikerjakan di berbagai penyedia lain yang sertified (dalam
hal pemeriksaan kesehatan) disentralisasi dan dipungut biaya dengan pemeriksaan yang
disebut sendiri, “ini mah formalitas saja.”

Tidak hanya itu, ada bisnis tambahan dengan asuransi yang disebut tidak wajib tapi
komponen biaya sudah termaktub dalam biaya total yang harus dibayarkan. Dan sudah
dapat diduga, penyelenggara asuransi berafiliasi dengan institusi penyelenggara layanan
publik terkait, misal lewat badan hukum koperasi karyawannya.

Hmm ... soal antre dan info layanan yang sudah bisa dipermudah misal dengan IT,
disanggah dengan menyatakan itu bukan korupsi dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Wooow ... ditambah jam buka layanan yang di luar standar layanan publik pemerintah
(baru buka pukul 09.00 lebih), antrean dan flow proses yang tidak jelas, betapa banyak
waktu produktif bangsa ini terbuang?

Tidak adanya kepastian waktu, lama proses serba relatif, plus edukasi negatif yang melekat
sebagai karakter masyarakat untuk membudayakan saling serobot dan main sikat siapa
cepat dia dapat bukankah akan maujud dalam proses kehidupan lain dalam skala yang
lebih besar? Serobot sikat tanpa aturan, tak mau antri tunggu giliran adalah dasar sikap
manipulatif yang didorong impulsi untuk mendapatkan kenyamanan secara instan. Hati-
hati ini akan jadi core value dalam believe system bangsa. Ini akan menghijack amigdala dan
membekap PFC/prefrontal cortex dalam bijak mengambil keputusan yang berwawasan
perspektif masa depan.

Bagaimana bangsa ini dapat meningkat level of thinking-nya yang mampu menembus
berbagai persoalan di masa depan jika hal-hal kecil seperti ini terus dibiarkan? Itu bagian
dari pendidikan publik kita loh. Karena tidak mengoreksi atau malah menikmati itu
menyalahi kewajiban sosial kita untuk beramar makruf nahi mungkar.

Bukankah qui tacet consentire videtur? Diam itu menyetujui loh. Setidaknya melius est
acciepere quam facere injuriam duku deh, lebih baik mengalami ketidakadilan daripada
melakukan ketidakadilan. Tapi dari korban kita harus bangkit menjadi pahlawan. Lawan
dan perbaiki keadaan.

122 — G.E.N.C.E.
(4)
Hidup Itu Keputusan, “Should I Have Another
Sate Buntel?”
Oleh Tauhid Nur Azhar

Biarkan Microsoft dan Excel-nya asyik masyuk dengan “beer decision


algorithm” yang mereka garap menjadi model optimasi keputusan.
Saya tidak minum bir sehingga jelas tidak bakalan menambah another
beer. Akan tetapi, masalah saya sebagai orang Jawa berusia kepala
empat, jika pulang kampung ke Solo, tepatnya jika ‘transit’ secara
terencana, khususnya lagi ke daerah “rawan” kolesterol seperti Loji
Wetan, adalah mengelola “godaan”. Ini bukan sekedar “teaser” enteng-
entengan. Ini kelas berat. Kalauy dalam khazanah jinologi, ini masuk
kategori jin ngiprit. Locus delicti alias TKP godaan tidak lain dan tidak
bukan adalah syahwat 2i atawa “irung lan ilat”. Karena rasa adalah
hasil kerjasama. Antara aroma dan belai kimia pada papila (bukan
mammae ya) di permukaan lidah kita.
Godaan itu bernama sate kambing Bu Hajjah Bejo. Sepeninggal
almarhum Pak Haji Bejo, Bunda melanjutkan torehan sejarah kuliner
Surakarta dengan tetap bertahan membuka warung tenda. Sate Pak
Bejo dan Tambak Segaran memang legenda. Dia tidak kalah dengan
soto ngGading dan Triwindu yang selalu berhasil hadir dalam mimpi
berbuah rindu. Tapi bukan itu inti persoalannya. Mau mampir dan
makan saja sudah buah dari keputusan. Eh ndilalah berikutnya kok
ya malah muncul masalah. Padahal sesuai rencana dan cita-cita sudah
dicheck list dan terpenuhi semua. Sepuluh tusuk sate kambing campur,
otak goreng, nasgorkam, dan gule balungan licin tandas. Pertanda
mission accomplished. But, What? Terjadi hujan interupsi. Perdebatan
sengit tidak dapat dihindari. Partai oposisi penguasa parlemen
yang tergabung dalam KMP, koalisi mangan pas berseteru dan
bertikai dahsyat dengan KIH, koalisi ingin hedon. Akibatnya terjadi
kebingungan sistemik yang membuat saya berada di bawah kendali
auto pilot. Sejenak tidak sadar tentang apa yang tengah terjadi. Meski

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 123


pons sepenuhnya aktif dan medula oblongata memastikan bahwa
jantung dan napas tidak ada masalah, tapi prahara di tingkat legislatif
berimbas hebat pada eksekutif yang bersemayam di mbun mbunan
alias jidat alias dahi. Triumvirat OFC, PFC, dan OMG ... eh salah
limbik plus struktur sub kortikal ... sedang dilobby dan diintimidasi.
Suara akar rumput yang diwakili tripsin, lipase, dan juga grelin hanya
terdengar sayup sampai karena mereka hanya bisa demo dari balik
pagar.
Issu nasional yang mencuat cuma satu, “Papa minta Tambah.”
Bini? Bukan, buntel. Nah ini gawat. Karena buntel ini full of lust ...
super delicious. Hampir setiap orang yang semula beriman pada
ahli gizi dan internistnya akan melting dan timbulkan gejala salting
tingkat dewa jika sudah berhadapan dengan buntel. Apalagi buntel
Bu Hajjah Bejo. Buntel Bejo. Bejo buat yang jual dan SpJP yang bakal
kebagian pasien. Di sinilah berbagai informasi didistorsi, diframing,
dan persepsi publik dibangun. Tokoh antagonis, dalam hal ini buntel,
dicitrakan sebagai korban untuk mendulang Simpati. Ini tentu strategi
prabayar, karena kalau pasca bayar tentu yang akan didulang adalah
Halo. Betapa malang buntel yang jika tidak diemplok akan berakhir
dengan esterifikasi dan teronggok basi. Lalu berakhir bersama ongok
dan sisa sambel terasi. Sayang sekali. Demikian opini terkini yang
wajib diyakini. Feeding seperti ini kata Robert Zimmer jadi bagian
tidak terpisahkan faktor-faktor pertimbangan yang semestinya secara
rasional akan menjadi kalimat deklaratif sebagai berikut: Pengen
buntel punya duit berapa? Berapa harga sepaket buntel yang biasanya
sarimbit alias berpasangan. Mungkin buntel lanang dan buntel wedhok.
Lha membedakannya gimana? Yo ndak bisa, kan dibuntel.
Lalu eh sewareg apa saya? Piye kabare trio mas ketek, eh musketeer?
Kolesterol total, Trigliserida, dan LDL? Pigimana jika masih harus
makan di rumah Eyang, yang sudah masak cabuk rambak pake wijen
dan sayur mayur segar van Tawangmangu? Kalo ndak ikut makan di
ndalem Eyang pigimana perasaan keluarga besar? Apa kata dunia?
Demikian hal-hal yang berkecamuk dalam sidang paripurna kali ini.
Semua gara-gara buntel. Tetapi otak memang dahsyat, jika hedonia dan
anhedonia diduga diproduksi oleh sinergi antara medial PFC, OFC,
dan ventral striatum serta parts of reward system spt ACC, nukleus

124 — G.E.N.C.E.
akumbah-kumbah eh akumbens dengan neuron dopaminergiknya,
maka mental model harus dibangun agar kewaskitaan hipokampus
(CA1 dan 2) serta dlPFC dan vmPFC dapat jernih dan objektif dalam
mengambil keputusan.
Empati, emosi, dan akumulasi memori dari pengalaman dan
proses belajar mulai mengonstruksi dan membentuk struktur-struktur
perancah yang akan digunakan membangun “monumen” keputusan.
Maka, modeling keputusan itu sederhana meski non linier karena akan
selalu ada variabel tidak terduga. Rumusnya ya Y = (X1, X2 ... Xn) di
mana Y variabel tergantung dan Xi adalah variabel bebas yang seperti
merpati, dinamis dan dapat terbang serta hinggap ke sana kemari. Lalu
kan ada fungsi, ada operasi, ada f(.) yaitu hubungan Xi dan Y kan.

Hubungannya bagaimana? Kata Raffi Ahmad dan grup BBB-nya


sih, putus nyambung putus nyambung putus nyambung. Artinya, hal
itu amat bergantung pada kondisi. Pada bobot pengaruh. Pada bobot
sinaptik. Pada bobot pengaruh neurotransmiter. Pada bobot akumulasi
pengalaman, pelajaran, dan keterampilan yang didapatkan (acquired).
Kalau linier dan bobot setiap variabel bebas tetap/konstan, ya namanya
konstanta bukan variabel yang varian.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 125


Variabel terikat juga dinamis dan terus berubah, akan tetapi
perubahannya bergantung pada dinamika variabel bebas dan
fungsi yang terjadi pada interaksi atau operasi. Sederhananya sih
algoritmanya kira-kira pake 7 step modeling process --> problem definition,
data collection (sensory, inderawi, somato sensori), model development,
verification, optimation and decision making, lalu putusannya dieksekusi
atau diimplementasikan jika stakeholder tidak keberatan.

Mengapa bisa gak linier? Kan ribet pake non linier equation plus
ada variable changenya? Andai ... hanya andai ya! Ternyata, si buntel
itu adalah the most expensive buntel in the world tapi sekaligus juga most
precious cullinary things, what I supposed to do? Layakkah kelezatan
itu menorehkan sakit akibat kehilangan duit? Seberapa sakit yang
masih layak ditanggung untuk merasakan nikmat buntel Bejo? Belum
variabel lain seperti jadwal ke Solo yang tidak pasti, status kesehatan
yang berfluktuasi, kemampuan finansial yang ber-uncertainty tinggi
Maka, otak cerdas akan membuat skenario optimasi. Akan terjadi
penguatan sinaptik dan pergeseran sirkuit neuronal (bifurcatio) atau
kayak wesel di rel kereta. Sebenarnya, pertimbangan dan pengambilan
keputusan ini bisa dipelajari dari spike yang terjadi karena adanya
“firing” yang dipicu impuls listrik hasil potensial aksi. Train spike dan

126 — G.E.N.C.E.
pola-pola sinaptiknya bisa dimodeling sebagai bekal database untuk
melakukan intervensi, misalnya lewat strategi pendidikan, dan lainnya.
Ah cape pisan...kok masalah buntel jadi tereskalasi lintas institusi dan
kayak mikir negara sih? Kata Gus Dur, “Gitu aja kok repot? Emplok ae
buntele, rapopo kok, kan mung ngimpi yo?”
Ngemeng-ngemeng model pengambilan keputusan teroptimasi
seperti ini sudah bikin korporasi seperti Jan de Wit Co di Brazil
bisa meningkatkan revenue tahunannya sebesar 26 persen. Mereka
perusahaan agribisnis dengan produk utama anthurium lily, bunga
dengan 50 varian/varietas. Setiap tahunnya mereka menanam 3,5
juta bonggol umbi, 420 ribu pot, dan 220 ribu gerumbul bunga lily.
Pilihannya pun menjadi sangat volatil dan hipervariabilitas. Kapan
pasar mau bunga berwarna cerah, bertangkai panjang, harum, dan
lainnya. Kapan sebaliknya. Hal ini kemudian akan berpengaruh pada
kapan x ditanam dan berapa jumlahnya, sehingga hasil panen menjadi
sangat pas dengan kebutuhan pasar. Padahal, kita tahu kalau pasar
pun based on selera. Ada kaitan dengan iklim, cuaca, dan trend yang
tidak terduga.
Sesungguhnya, dengan matematika Jan de Wit berhasil meraba
“rencana” Tuhan. Nasib suatu kaum memang tidak akan berubah
tanpa usaha bukan? Terbayang oleh kita bagaimana seandainya
konsep ini dipakai di Indonesia. Petani bawang merah Brebes tidak
perlu melampiaskan kekecewaannya membuang bawang ke jalan
raya, karena harga saat panen raya bahkan tidak bisa menutupi biaya
untuk memelihara, demikian juga petani tomat di Lembang atau Garut.
Sekali lagi andai. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 127


(5)
Anarki Otak
Oleh Tauhid Nur Azhar

Ada pertanyaan dan pernyataan yang menarik di salah satu grup


WA yang saya ikuti, Neuronesia/Neurosains Indonesia. Ini soal PFC
(prefrontal cortex atau bagian depan otak yang terlibat dalam proses
pengambilan keputusan dan terkait dengan sikap serta perilaku
seseorang), dopamin, dan ada apa di antara keduanya? Apakah
perilaku dan kebiasaan melanggar aturan akan berdampak serius pada
munculnya perubahan pola, baik itu terbentuknya sirkuit neuronal
baru, degenerasi bagian otak tertentu, menyusutnya jumlah sel neuron
sebagaimana didapati di daerah hipokampus penderita depresi, dan
lain-lain?
Hmm ... menarik sekali!
Tidak hanya menarik, tetapi juga sangat pas, bukan kebetulan
atau ko-insidensi karena kita yakin jika alam ini sudah ada yang
mengaturnya. Mata saya bersirobok dengan sebuah artikel ilmiah
semi populer yang menyoal makna dan arti kata serapan asing yang
belakangan kerap terdengar di ruang publik.
Perilaku anarkis. Dari kata anarki. Apa itu anarki? Menurut
Pak Samsudin Berlian, seorang pemerhati dan peminat bahasa, “an”
dalam terminologi Yunani adalah tidak, dan arkhos adalah penguasa
atau pemimpin (leader). Jadi, secara mudahnya anarki dapat diartikan
sebagai suatu keadaan di mana masyarakat ataupun komunitas apapun
yang menurut teori Luhman ber-self atau auto poietik dan membangun
aturannya sendiri, tidak ada yang memimpin atau ada pemimpin tapi
mengalami gagal fungsi.
Di sini saya tertarik untuk melantik PFC sebagai pejabat lembaga
tertinggi dalam ranah eksekutif (dalam Trias politica-nya Montesquieu),
di mana tugasnya adalah mengambil keputusan.
Bukankah menurut Karl Schmidt dalam History of Education-nya
Levi Seeley (1899) sejarah dunia adalah sejarah perkembangan jiwa
(baca otak) manusia?

128 — G.E.N.C.E.
Bukankah otak dalam keyakinan Zoroaster selalu menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari dualisme prinsipal alam raya, Ormudz
dan Ahriman?
Bukankah otak itu jembatan antara hati, pikir, dan rasa yang
hadirkan tak hanya makna tapi juga cinta dalam hidup manusia?
Bukankah kehadiran vassopressin di ventral palidum dan
oksitosin di nukleus akumben dalam rangka tarian dopamin di ventral
tegmental area melalui jejalur mesolimbik dopaminergik, tidak hanya
mendorong kita mencari sigaraning nyowo, soulmate kekiniannya, serta
ingin berbagi rasa (sex drive) lalu melekat kayak ulat seumur hidup?
Lalu apa?
Tarian neurokimia itu juga meruyak Bapak/Ibu Presiden PFC,
melalui intra parietal sulcus dan dibantu amigdala (yang takut
kehilangan rasa) menggodanya vmPFC hingga mempengaruhi
penilaian sang Presiden Otak (value assesment).
Maka, Zat Yang Mahakuasa memberikan kita DNA yang gen-
nya dapat mengekspresikan reseptor N-Methyl d-Aspartat untuk
menerima glutamat. Dan, pada akhirnya, sel-sel syaraf kita pun akan
bereaksi terhadap aksi prokreasi yang tentu akan disukai. Pola suka
kemudian menjadi rasa yang selalu didambakan. Kita menjadi highly
motivated people yang tertaut secara emosi melalui nukleus kaudatus,
insula, dan girus fusiformis yang bisa “melihat” peluang untuk senang
dan bahagia.
Apakah kita salah jika ingin bahagia? Bahkan banyak meme di
sosmed sana dengan quote, “Jangan lupa bahagia”. Tentu hal itu baik.
Namun, salah besar jika bahagia itu membuat orang lain dan semesta
menderita.
Maka, girus frontalis superior lewat vmPFC dan dlPFC dilengkapi
mekanisme penapisan dan pengujian nilai (value asessment) serta
berkecenderungan (preferensi) baik (hanif). Untuk bisa menjalankan
fungsi itu dan terbebas dari distorsi rasa yang membuat terlena,
hadirnya memori pun menjadi amat penting.
Maka, anarki dengan kata dasar arkhon atau pimpin punya arkhe
atau coro londo-nya archief alias arsip yang disimpan dalam arkheion
(rumah arsip). Memori dan keputusan dihubungkan melalui jembatan
belajar. Dan belajarlah yang menghasilkan “nomos”.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 129


Nomos adalah hukum, aturan yang disepakati sebagai bagian dari
proses adaptasi dan kompromi untuk melahirkan harmoni dan sinergi
dalam tatanan bermasyarakat. Kegagalan fungsi PFC, yang antara lain
dapat terjadi karena “amigdala hijack” akan hadirkan Anomi, hukum
yang dilanggar.
Anarki otak di PFC pun akan melahirkan anomi sebagai model
kerja otak yang diyakini. Maka, kerja otak dengan dirijen PFC selalu
bersifat “hierarki”. Maknanya adalah berjenjang menuju yang suci.
PFC bisa memimpin kita menemukan makna sakral kehidupan yang
melampaui insentif sederhana seperti kenikmatan saat bercinta. ***

Korupsi Pikiran
Pagi ini buka-buka koran dan pandangan bersirobok dengan kepala berita di laman depan
tengah bawah, Youth Camp di Sabang, dan masih adanya secercah harapan utk membangun
kesadaran. Belum lama semangat Sumpah Pemuda yang digagas Dr. Sugondo, dkk. untuk
mengubah mindset bangsa kita peringati dan semestinya kita hayati.
Berangkat dari kondisi itu saya sempat terlambung dalam mimpi dan berharap mimpi
itu bukan sekedar utopi. Tapi memang terbangun dari mimpi itu keniscayaan, dan juga
niscaya berat untuk menerima fakta di dunia nyata. Berangkat kerja dan lewat jalan mulus
yang baru saja dihotmix tiga minggu lalu dan harus menerima kenyataan bahwa kini di
beberapa bagian terkelupas dengan sempurna dan wajah mulus kemarin siang sudah
terganti bopeng-bopeng yang bermunculan.
Product life cycle sebuah proyek yang saya taksir bernilai milyaran (berdasar panjang dan
lebar ruas penebalan, metoda dan teknik yang digunakan, serta pemilihan bahan) hanya
tiga minggu?
Apa yang salah dengan negeri ini?
Saya ingat quote tua, “Salah merencanakan sama dengan merencanakan salah.”
Tetapi bagaimana jika sesungguhnya yang terjadi adalah “memang direncanakan untuk
salah?”
Proyek yang digulirkan tanpa mempertimbangkan dinamika iklim dan cuaca yang datanya
secara terbuka dapat diakses di BMKG, drainase yang diabaikan, dan mungkin juga proses
pengerjaan yang tidak sesuai dengan kriteria teknis yang ditetapkan. Komplikasi serius
datang dari perilaku masyarakat yang sudah mulai terdiagnosa mengalami kasus patologi
sosial yang ditandai dengan rendahnya tingkat kepedulian pada sesama dan lingkungan
serta berorientasi instan.
Padahal dalam konsep level of thinking, kemampuan memetakan jalan ke depan lewat
future and predictive thinking-lah yang menjadi indikator pembeda antara level rendah
dan tinggi.
Sampah dan limbah domestik berbagai bentuk dan ukuran dibuang dengan santainya dan
bahkan sudah dianggap sebagai ritual harian yang wajib untuk dilaksanakan. Di sisi lain
dalam konteks administrasi pembangunan pun dengan mudah ditemukan kejanggalan

130 — G.E.N.C.E.
berupa fenomena pemenggalan-pemenggalan bagian proyek yang secara hipotetikal
tampak ditujukan untuk menyiasati kemungkinan terpenuhinya syarat penunjukan
langsung.
Saya jadi berpikir, bahwa sejak mikir saja proyek seperti ini sudah didesain untuk
dimanipulasi. Waktu dipilih dengan cerdas, sehingga jika hasil pekerjaan cacat karena spec
yang tidak terpenuhi, maka faktor alam dan force majeur dapat menjadi alasan yang sangat
objektif. Data meteorologi kemarin memang mendukung sekali, curah hujan dalam 15
menit awal saja mencapai 77,5 ml3. Dan ada apa ya dengan bangsa ini yang sulit sekali
peduli pada kepentingan sesama dengan skala dan lini masa yang sedikit saja lebih luas dari
sekedar lapang pandang pada dirinya semata?
Maka kita terima sajalah dulu got-got yang dipenuhi limbah domestik, drainase yang
dibiarkan meluapkan air agar menggerus aspal jalan, agar tiap triwulan bisa dimasukkan
dalam pagu anggaran darurat rutin yang tiada berkesudahan. Kita seolah solipsistik
membodohi diri sendiri dengan menutup mata bahwa semua anggaran dan mahalnya
biaya infrastruktur dan harga sosial yang harus dibayar berasal dari milyaran bulir keringat
dan air mata kita sendiri.
Apakah gen korupsi itu memang ada dan berekspresi lewat sistem yang menstimulasi dan
berbagai mekanisme yang memfasilitasi?
Ironisnya yang pertama kali kita korupsi adalah pikiran kita sendiri!

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 131


(6)
Sekilas tentang Inferior Frontalis Gyrus
Oleh Tauhid Nur Azhar

Manusia (baca: kita), adalah makhluk yang paling rumit. Kompleks dan
memiliki kemampuan abstraktif luar biasa. Persepsi dibangun berdasar
asumsi dan nilai-nilai yang didapati dan diyakini dari serangkaian
proses belajar dan pengalaman. Persepsi terhadap kenangan dan
pengalaman inderawi yang terpajankan.
Tidak hanya itu, manusia lalu membangun penafsiran dengan
kecenderungan atau preferensi yang tidak terlepas dari referensi
dan pola reward yang menjadi motivasi. Ada stress activity, dan ada
reinforcement yang tidak sederhana. Melibatkan arsitektur mikroanatomi
dari berbagai struktur otak yang membangun sirkuit atau trajectory
pathway seperti mesolimbik dan mesokortikal (mesokortikolimbik) dari
neuron dopaminergik lengkap dengan molekul transporter (DAT/
SLC6A3) dan juga reseptor D1-5.
Itu baru syaraf dan jaringan syaraf yang terkait dengan
neurotransmiter atau neuromodulator spesifik seperti dopamin.
Padahal neurotransmiter jenis dan jumlahnya cukup banyak.
Pemahaman dan pengembangan perilaku, karakter, dan respons
yang maujud dalam pola pengambilan keputusan, pada akhirnya
melahirkan bahasa dalam bentuk literal dan verbal.
Sejak era pedagang Funisia, orang Akadia, sampai Tiongkok
mensimbolisasi arti dan makna dalam bentuk lambang. Bisa berupa
gambar/hieroglif ataupun huruf-huruf yang dapat dirangkai
menjadi representasi makna. Kompleksitas ini maujud sampai dalam
pengolahan bunyi, asosiasi bunyi dengan kata dan makna, juga dalam
nada dan harmonisasi. Dari sini lahirlah pendekatan semantik (simbol
dan maknanya), pragmatika (makna/arti di ranah publik), dan juga
fonologi yang mempelajari produksi bunyi berkonotasi bahasa.
***

132 — G.E.N.C.E.
Lalu, di manakah semua proses itu terjadi? Ada area Broca di otak
manusia yang berperan dalam berbagai proses tersebut. Ada daerah
penting di dekat dahi yang disebut girus frontalis inferior atau inferior
frontalis gyrus/IFG yang terdiri dari pars opercularis (area Broadmann
44), pars triangularis (Broadmann 45), dan pars orbitalis (Broadmann
47). Batas superiornya adalah sulkus frontalis inferior yang membatasi
dengan girus frontalis medius, dan batas posteriornya adalah sulkus
presentralis inferior, serta batas inferiornya adalah fisura lateralis.
Fungsi dari IFG yang termaktub dalam struktur sitoarsitektur area
Broadmann 44 dan 45 (khususnya hemisferium kiri) terkait dengan
kemampuan produksi bahasa dan makna.
Area 44 bertanggung jawab pada proses fonologi yang terkait
dengan perencanaan motorik (rongga mulut dan lidah) sedangkan area
45 terkait dengan kemampuan semantik untuk membangun makna
dan mengorelasikan antara simbol dan makna. Maka, area 45 punya
peran penting dalam membangun konsep persepsi dan pemahaman
terhadap stimulus yang diterima indera. IFG sisi kiri juga punya peran
dalam menginhibisi atau menghambat proses belajar dari sumber
informasi atau pembelajaran yang bersifat undesirable. Sedangkan IFG
di sisi kanan hemisferium, khususnya area 44 memiliki peran dalam
proses atau mekanisme “go or no go” dan keengganan untuk mengambil
risiko yang sudah diketahui atau terukur.
Eksperimental dengan TMS (transcranial magnetic stimulation) dan
DVD (direct current stimulation) dengan menunjukkan peningkatan
aktivitas inhibisi proses belajar dari info yang tidak menyenangkan
di hemisferium kiri dan keengganan mengambil resiko di IFG kanan.
Konfirmasi dilakukan secara neuroimaging. Konsep go or no go serta
risk aversion ini menjadi menarik dalam kaitannya dengan mekanisme
pengambilan keputusan yang melibatkan ventromedial prefrontal
cortex dan dorsolateral prefrontal cortex.
Proyeksi trajektori atau lintasan neuronal dari area subkortikal
ventral tegmental area dan nukleus akumben yang menjadi bagian dari
reward pathway dan motivasi untuk mengeksekusi sebuah keputusan
(executive function) ternyata melalui penapisan di IFG. Hingga
keputusan akhir yang akan dikeluarkan sebagai bagian dari respons
tak luput dari proses pemaknaan dan “seleksi” serta filtrasi di IFG.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 133


Maka, peran musik, fungsi kalkulasi matematik (salah satu peran
IFG yang sudah diteliti), serta kemampuan fonologi untuk menyusun
rangkaian kata bergramatika sekaligus memiliki fungsi pragmatika
adalah upaya konstruktif untuk membangun kemampuan IFG dalam
rangka menjadikan hidup kita lebih bermakna. ***

134 — G.E.N.C.E.
(7)
OTAK MANUSIA INDONESIA:
Membangun Peradaban Bangsa Melalui Optimasi
Potensi Genetika, Pikiran dan Lingkungan
oleh Insan Firdaus

Genetik
Genetik atau gen adalah suatu organisme molekular yang diturunkan
kepada sesama makhluk hidup secara turun menurun. Bahan dasar
dari gen adalah DNA (deoxyribonucleic acid) atau untaian asam nukleat
(Hershey dan Chase, 1953). Semua bentuk makhluk hidup di dunia
memiliki bagian bernama DNA. DNA merupakan “blue print” dari
manusia yang mengandung kode-kode rahasia, cikal bakal, atau bahan
dasar yang menentukan bentuk tubuh, warna kulit, bentuk wajah
hingga sifat biologis. Sifat dasar biologis diturunkan melalui DNA dan
struktur gabungannya yang bernama kromosom.
Lalu apakah ini berarti apa yang diturunkan oleh para leluhur
melalui DNA adalah sesuatu yang absolut? Misalnya saja jika seseorang
diturunkan sifat pemarah oleh orang tuanya dan secara otomatis
akan menjadi pemarah sepanjang hidupnya? Mungkin jika memang
demikian adanya, apa gunanya ada lembaga pemasyarakatan? Atau
apa gunanya jika ada konsep memperbaiki diri seperti dalam agama
islam berpuasa di bulan ramadan dan kembali menjadi fitrah? Hal
ini berkaitan dengan perdebatan antara ilmuwan tentang “nature vs
nurture”. Pertanyaan dasarnya adalah apakah perilaku manusia hanya
dipengaruh oleh faktor tunggal seperti gen (nature) yang diturunkan
atau faktor lingkungan (nurture) seperti pola asuh.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 135


Nature vs nurture

Seorang psikiater, psikoanalis dan sekaligus neurosaintis bernama Eric


Richard Kandel dari Universitas Columbia, mengemukakan bahwa
genetik merupakan sebuah template dan fungsi transkripsi (Kandel,
1998). Sebagai template, gen mengorganisasi struktur otak dimana
secara general tidak terpengaruh oleh faktor lingkungan terkecuaIi
jika ada kelainan genetik pada masa sebelum kelahiran. Struktur dan
fungsi otak seperti bentuk dasar sistem saraf diwariskan melalui DNA
kepada keturunan di setiap organisme makhluk hidup. Hal ini disebut
sebagai “Nature”.
Di sisi lain ekspresi dari genetik tergantung dari pengalaman yang
dapat memicu gen tersebut untuk dapat bertranskripsi (Black, 1998).
Transkripsi genetik mengontrol bagian terkecil dari pengorganisasian
otak seperti level dari neurotransmitter terhadap sistem otak yang
berbeda. Bahkan sebagian besar dari cortex kita berkembang setelah
melahirkan tergantung dengan pengalaman yang disimpan di
dalam memori melalui proses transkripsi. Oleh karena itu, nurture
memengaruhi perkembangan otak melalui pengaktivasian gen tertentu
akibat terstimulus oleh lingkungan (diambil dari Cozolino 2010 “The
Neuroscience of Psychotherapy”).
Penelitian yang dilakukan oleh Caspi et al 2002 menunjukan
bahwa polimorfisme pada metebolyzing-enzyme, monoamine oxidase
A MAOA pada anak-anak akan membentuk perilaku kekerasan pada
saat dewasa. Anak-anak yang memiliki ekspresi gen MAOA dalam
level yang rendah ketika mendapatkan perlakuan yang salah dari
orang tuanya akan membentuk kepribadian anti sosial dan terlibat
dalam perbuatan kriminal ketika dewasa dibandingkan dengan anak-
anak yang memiliki level MAOA yang tinggi.
Penelitian Caspi yang lainnya menunjukan polimorfisme pada gen
serotonin transporter (5-HTT) akan memodulasi gejala depresi ketika
berinteraksi dengan stressor dari lingkungan. Individu yang memiliki
ekspresi gen 5-HTT 1 atau 2 copy short allela akan menunjukan gejala
depresi pada saat menghadapi stres dari lingkungan dibandingkan
dengan individu yang memiliki ekspresi gen dengan 2 copy long allela
(caspi et al, 2003). Bahkan penelitian Caspi et.al. 2005 menjelaskan

136 — G.E.N.C.E.
polimorfisme pada gen cathecol O methyltransferase (COMT) akan
memodulasi pemakaian cannabis dan resiko pembentukan gangguan
psikosis pada usia dewasa. Interaksi cannabis (faktor lingkungan) dan
individu (genetik) menunjukan bahwa individu yang memiliki gen
pembawa COMT valine allela akan memunculkan gejala psikotik dan
membangun gejala skizofrenia tetapi tidak berlaku pada pembawa gen
dengan 2 copy COMT methionine allela (Caspi et al, 2005).
Pengalaman yang diberikan oleh lingkungan menghasilkan
pengekspresian dari gen tertentu yang menstimulasi terjadinya sintesis
dari protein yang membentuk struktur saraf. Melalui transkripsi
genetik, neuron yang telah ada berkembang menciptakan berbagai
reseptor, memperluas struktur dendrit dan terjadi penyesuaian kimia
dalam otak (biochemistry).
Hal ini menunjukan bahwa gen pembawa yang kita turunkan
dapat berubah menjadi suatu gangguan pada saat berinteraksi dengan
lingkungan. Hasil dari perubahan tersebut dapat terlihat dalam bentuk
gangguan psikologis, pikiran dan perilaku seperti depresi, skizofrenia
bahkan gangguan kepribadian. Apakah dengan gen pembawa yang
sama dan lingkungan yang sama akan terjadi polimorfisme? Sebagai
contoh jika dua orang anak kembar identik yang bisa saja menurunkan
gen dari skizofrenia dibesarkan di atap yang sama, tetapi ternyata
hanya satu saja yang dapat menjadi skizofrenia. Hal ini dipercaya
ada perubahan ekspresi gen yang berbeda antar keduanya hasil dari
plastisitas penyerapan informasi yang berbeda terhadap lingkungan.
Hubungan antara nature dan nurture dapat dikatakan merupakan
hubungan reciprocal atau timbal balik. Nature dapat mempengaruhi
individu pada saat berhubungan dengan lingkungan (nurture) dan
lingkungan dapat mempengaruhi invidu sampai ke tingkat biologis
(nature).
Bisa dikatakan bahwa perilaku manusia adalah hasil dari interaksi
antara nature (internal) dan nurture (eksternal). Oleh karena itu jika kita
ingin membentuk perilaku manusia yang berakhlak mulia diperlukan
rekayasa dari internal dan eksternal agar perubahan yang terjadi tidak
hanya dalam tingkat perilaku saja tingkat neuronal sampai dengan
genetik.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 137


Genetik dan pengaruh lingkungan
Penelitian yang dilakukan oleh Collin et.al. 2009 terhadap dua ekor
tikus yang diberikan perlakuan renang dan yang tidak diberikan
perlakuan apapun. Eksperimen dilakukan selama 4 minggu. Hasil dari
penelitian tersebut adalah meningkatnya neuron pada bagian girus
dentata yaitu bagian yang terlibat dalam memori formasi pada situasi
stres. Hal ini meningkatkan kemampuan kognitif dalam menghadapi
situasi stres dibandingkan tikus yang tidak diberi perlakuan. Selain
itu terjadi perubahan perilaku yaitu tikus yang diberikan perlakuan
memiliki imobilitas dan daya berjuang yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tikus yang tidak diberikan perlakuan. Terjadi transkripsi
genetik yang menyebabkan munculnya gen c-fos pada girus dentate.
Penelitian ini menunjukan bahwa memungkinkan untuk
merekayasa lingkungan jika ingin merubah perilaku seseorang hingga
ke tingkat genetik. Contohnya dapat di rancang sedemikian rupa jarak
dari parkiran kendaraan sampai dengan ke tempat tujuan (kantor,
sekolah, ataupun pusat perbelanjaan). Atau membangun sistem
transportasi yang mengharuskan penggunanya untuk berjalan kaki
ke tempat pemberhentian terdekat. Dapat juga mereplikasi rancangan
pada negara lain yang tentu saja melalui adaptasi terlebih dahulu.
Seperti di negara Singapura yang memiliki sistem transportasi dan
hukum yang jelas tentang pejalan kaki dan transportasi umum. Para
pejalan kaki dapat berjalan menuju pemberhentian transportasi melalui
trotoar yang nyaman dan armada transportasi dilarang mengambil
penumpang selain di tempat pemberhentian. Hal ini bertujuan
untuk dapat memberikan stimulasi kepada masyarakat untuk dapat
melakukan olahraga yang diharapkan akan meningkatkan kapasitas
mental dalam menghadapi situasi stres.
Sebenarnya hal ini sudah dilakukan pada saat pendidikan SD,
SMP, SMA. Ada pelajaran wajib untuk berolahraga seminggu sekali
secara bersama-sama di lingkungan sekolah. Hanya saja hal ini tidak
menjadi budaya karena pelaksanannya tidak konsisten sampai pada
lingkungan keluarga dan lingkungan universitas serta perkantoran.
Karena diperlukan penguatan dan konsistensi untuk dapat membentuk
sebuah perilaku baru sehingga pembentukan sirkuit neuronal dapat
terjadi dan bersifat permanen.

138 — G.E.N.C.E.
Genetik, pikiran dan perilaku
Lalu apakah hal ini cukup untuk dapat membentuk sebuah perilaku
dengan cara merekayasa lingkungan yang bertujuan untuk merangsang
gen untuk dapat diekspresikan dengan baik? Melihat perilaku
masyarakat Indonesia sehari-sehari, seperti menyebrang jalan di
bawah jembatan penyebrangan sampai melewati trotoar seperti pada
rekaman gambar di media sosial yang sempat menjadi viral. Terlihat
pada rekaman tersebut seorang pria yang melewati trotoar dengan
menggunakan motor berkata kasar dan membanting helmnya karena
diingatkan oleh pejalan kaki. Dengan adanya trotoar menunjukan
sudah adanya rekayasa lingkungan untuk dapat mengatur perilaku
masyarakat. Tetapi kenapa masih ada yang tidak berkenan untuk
mengikuti hal tersebut. Perilaku dari supir ojek tersebut mencerminkan
hasil interaksi yang dia dapatkan selama ini antara genetik dan
lingkungan yang pada akhirnya membentuk sebuah sirkuit neural di
otak sebagai wujud dari perubahan gen yang terjadi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 139


Otak bukanlah sebuah organ yang bersifat statis. Otak selalu
berubah sebagai respons dari lingkungan. Karena hal ini struktur dari
neural tersebut terus berubah sesuai dari pengalaman yang diserap
oleh individu. Pada saat dilahirkan manusia memiliki 100 triliun
neuron yang siap untuk dipakai. Pada saat seseorang belajar sesuatu
dari lingkungannya, neuron akan berkomunikasi dengan neuron yang
lainnya. Satu neuron dapat berkomunikasi hingga 50.000 komunikasi
dengan neuron lainnya melalui sinaps. Jaringan-jaringan neuron
ini akan terus berubah dan menjadi dasar dari pemaknaan terhadap
lingkungan sekitarnya. Jaringan neuron ini disebut connectome.
Connectome adalah keseluruhan koneksi antar neuron di dalam nervous
system. Berbeda connectome akan berbeda pula reaksi seseorang dalam
menghadapi situasi yang sama.
Hal ini juga yang terjadi pada pengendara ojek online yang
marah ketika diingatkan oleh pejalan kaki akibat melanggar peraturan.
Dengan alasan macet dan ingin cepat sampai tujuan dengan cara
melanggar peraturan. Tidak terbentuknya kesabaran untuk dapat
melewati proses, hal ini tentu saja terbentuk karena sudah terbiasa
untuk menjalani permasalahan dengan jalan pintas atau bisa juga
tidak tahan banting. Pada saat otaknya memaknai kondisi yang macet,
secara otomatis akan terbayang sulitnya untuk menjalani kemacetan
dan muncul pikiran “harus dapat melalui kemacetan dengan cepat
atau dia akan merasa tersiksa”. Hal ini dapat mengaktifkan HPA axis
dalam sistem limbik dan menghasilkan peningkatan hormon cortisol/
hormon stres. Karena terbiasa menghindari stres dengan cara instan,
otomatis otak akan merespon mencari jalan keluar yang cepat tidak
perduli apakah itu melanggar hak orang lain atau tidak.
Pengambilan keputusan dilakukan secara otomatis di bawah
kendali otak emosi. Pada saat diingatkan oleh pejalan kaki, sistem
fight, flight atau freeze aktif secara otomatis. Sistem ini muncul karena
seseorang memaknai bahwa dirinya sedang dalam bahaya, karena itu
dia memilih respon melawan, diam saja atau pergi. Dalam hal ini supir
ojek daring memilih untuk melawan. Dasar pengambil keputusan
tentu saja emosional, terlebih muncul pikiran dipermalukan, dia
merasa tidak pantas diingatkan karena merupakan warga asli skitar dll.
Pada akhirnya memperlihatkan perilaku anti sosial yaitu melanggar

140 — G.E.N.C.E.
peraturan, tidak ada penyesalan dalam melanggar peraturan. Jika ini
terus dibiarkan tidak ada intervensi dari lingkungan, akan semakin
terbentuk sirkuit neuronal gangguan kepribadian anti sosial apalagi jika
memiliki ekspresi gen MAOA seperti yang dijelaskan oleh penelitian
Caspi et al, 2002.

Munculnya pemaknaan atau pikiran atas suatu situasi terjadi


karena manusia memiliki pembelajaran dan disimpan ke dalam memori.
Karena sifat memori itu adalah asosiatif, memori tidak semata-mata
disimpan secara tunggal tetapi dismpan bertautan dengan memori
lainnya lengkap dengan muatan emosi. Sama hal nya ketika dua orang
yang berada di atap sebuah gedung bertingkat 30 dan merasakan hal
yang berbeda. Si A merasakan perasaan cemas yang sangat tinggi
sampai dengan mengeluarkan keringat bercucuran, sedangkan si B
merasakan perasaan yang menyenangkan dan bahagia. Apa yang
membedakan antara A dan B? padahal meraka berada di situasi yang
sama. Jika kita telaah lebih jauh ternyata A membayangkan bahwa
dirinya akan jatuh dari atap gedung tinggi tersebut dan mengingat
bahwa A banyak kesalahan di masa lalu sehingga ada ketakutan jika

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 141


jatuh dan meninggal akan masuk neraka. Sedangkan B membayangkan
pemandangan yang indah dan berpikir bahwa dunia ini sangat
indah dilihat dari atap gedung tersebut serta minggu depan dia akan
mengajak kekasih hatinya untuk bersama- sama melihat pemandangan
dari atap gedung bertingkat tersebut.
Filsuf Yunani kuno bernama Epictetus mengatakan “manusia
tidak terganggu akibat situasi yang terjadi tetapi karena pemaknaan
terhadap situasi tersebut”. A dan B melihat situasi secara berbeda
sesuai dengan pembelajaran dalam memori mereka masing-masing.
Secara otomatis memori yang terkait dengan situasi tersebut muncul
berikut dengan emosinya. Pada akhirnya apa yang kita alami di
sepanjang hidup kita membentuk system yang berbeda berdasarkan
memori yang telah tertanam di dalam otak. Pikiran atau bayangan
yang muncul pada situasi tersebut merupakan respon dari memori
yang terpanggil secara otomatis, berpengaruh kepada system otak
akan memunculkan proses untuk menjadi bahagia atau tidak. Proses
perasaan seperti bahagia atau sedih adalah merupakan proses biologis
dalam otak kita yang terbentuk akibat genetik serta pengalaman.
Dapat disimpulkan bahwa pikiran dapat membentuk dan mengatur
perubahan dalam genetik serta perubahan conectome. Sebastian seung
dalam bukunya yang berjudul “Connectome How The Brain Wiring Makes
Us Who We Are” menyederhanakan teori ini dengan statement “You are
more than your genes. You are your connectome”.
Ini berarti penanaman pikiran ditanamkan melalui koneksi antar
neuron yang terjadi sepanjang hidup manusia semenjak lahir. Pada
saat dilahirkan genetik yang diturunkan akan berhadapan pertama
kali dengan lingkungan terdekat yaitu orang tua. Perlakuan dari
orang tua yang akan menentukan penanaman informasi-informasi
yang selanjutnya akan menjadi dasar pikiran atau pondasi dan
didistribusikan oleh memori yang akan dipanggil sewaktu-waktu
(retrieve) jika dibutuhkan. Teori kognitif yang dikemukanan oleh Aron T.
Beck pendiri lahirnya terapi kognitif mengemukakan teori A(activated
event), B (belief system), C (consequences; feeling dan behavior). A
sebagai situasi yang menghasilkan B sebagai pemaknaan atau pikiran
yang mengakibatkan konsekuensi berbentuk emosi dan perilaku.
Dapat diakatakan bahwa pada saat kita dapat merubah pemaknaan

142 — G.E.N.C.E.
seseorang secara otomatis emosi dan perilaku akan berubah. Atau
dapat dikatakan pada saat kita merubah connectome akan memodulasi
perubahan perilaku.
Tentunya selain daripada faktor lingkungan, pembentukan
pikiran sangatlah penting dalam rangka membentuk perilaku adaptif
dalam masyarakat Indonesia. Pembentukan pikiran sedari dini dapat
dilakukan dengan cara edukasi berkesinambungan terhadap orang
tua mengenai pola asuh, yang bertujuan untuk dapat melakukan pola
yang dapat membentuk genetik dan connectome yang tangguh, adaptif
terhadap perubahan lingkungan. Tentunya rekayasa lingkungan harus
mempertimbangkan pemaknaan dari masyarakat Indonesia sesuai
dengan connectome nya. Lebih kongkrit dapat mempertimbangkan
budaya yang terbentuk pada suatu daerah yang merupakan
pemaknaan atau pikiran yang harus dipertimbangkan pada saat
ingin merekayasa lingkungan yang bertujuan dengan pembentukan
perilaku. Pada saat rekayasa lingkungan dan pikiran tepat sasaran
tentu saja memungkinkan untuk dapat merubah persepsi, perasaan,
perilaku melalui mekanisme plastisitas otak dan epigenetik.

Nur Azhar 2011, Misteri DNA

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 143


DAFTAR REFERENSI
Azhar, T. N. (2011). Misteri DNA Anak Saleh – Anak Cerdas. Solo: Tinta
Medina.
Black, J. E. (1998). How a child builds its brain: Some lessons from
animal studies of neural plasticity. Preventive Medicine, 27, 168-171.
Caspi, A., McClay, J., Moffitt, T. E., Mill, J., Martin, J., Craig, I. W.,
Taylor, A., & Poulton, R. (2002). Role of genotype in the cycle of
violence in maltreated children. Science, 297(5582), 851-854.
Caspi, A., Roberts, B. W., & Shiner, R. L. (2005). Personality development:
stability and change. Annu Rev Psychol, 56, 453-84.
Caspi, A., Sugden, K., Moffitt, T. E., Taylor, A., Craig, I. W., Harrington,
H., McClay, J., Mill, J., Martin, J., Braithe, A., & Poulton, R.
(2003). Influence of life stress on depression: moderation by a
polymorphism in the 5-HTT gene. Science, 301(5631): 386-389.
Collins, A., Hill, L. E., Chandramohan, Y., Whitcomb, D., Droste, S. K.,
& Reul, J. M. H. M. (2009). Exercise improves cognitive responses
to psychological stress through enhancement of epigenetic
mechanisms and gene expression in the dentate gyrus. Plos One,
4(1): e4330.
Cozolino, L. (2010). The neuroscience of psychotherapy: Healing the social
brain (2nd ed.). New York, NY: W. W. Norton & Company Inc.
Kandel, E. R. (1998). A new intellectual framework for psychiatry. Am J
Psychiatry, 155, 457-469.

144 — G.E.N.C.E.
(8)
Perilaku Manusia dan “Daya Lentur” Self di Era
Digital

Oleh Andhita Nurul Khasanah

Berdasarkan riset yang dipublikasikan oleh www.kominfo.go.id, Pada


2017 ini diperkirakan bahwa netter Indonesia akan mencapai 112 juta
orang. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan pula, dikatakan bahwa
jumlah pengguna internet di seluruh dunia pada 2018 akan mencapai
angka 3,6 miliar manusia. Dimana, di dunia ini, akan ada sejumlah
angka tersebut yang akan mengakses internet setidaknya sekali tiap
satu bulan. Jumlah yang sangat fantastis! Artinya, lebih dari setetngah
total manusia di dunia telah berselancar dalam dunia tanpa batas ini.
Pada tahun 90an, angkanya tidak akan menjulang sefantastis
ini. Pada tahun tersebut, mungkin tidak semua orang memerlukan
surat elektronik dalam berkomunikasi atau bekerja, tidak memerlukan
aplikasi skype untuk berkomunikasi, atau menggunakan jenis aplikasi
dan media elektronik lainnya. Sebab, dulu, pertemuan tatap muka
masih tetap menjadi pilihan yang paling representatif untuk dapat
mengkomunikasikan sesuatu.
Tetapi kemudian zaman berganti gaya dan kebiasaan. Membawa
kita pada sebuah peradaban baru yang sangat high-tech. Oleh sebab
itu, perlu upaya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
agar kita tidak tergerus oleh dfluktuasi kehidupan itu sendiri.
Dalam dunia modern saat ini, kehidupan manusia bergulir begitu
cepat dan dinamis. Hal ini dipengaruhi oleh bagaimana kebutuhan
manusia yang semakin besar, cara pemenuhan kebutuhan yang
semakin beragam, tuntutan lingkungan maupun pekerjaan yang
semakin tinggi, namun, waktu tetap hanya 24 jam dalam satu hari.
Untuk bisa menyeleraskan segala kebutuhan dan tuntutan yang ada,

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 145


saat ini kita begitu banyak terbantu dengan alat elektronik di sekitar
dan berbagai macam aplikasi serta saluran yang dapat dimanfaatkan.
Secara psikologis, konsep conditioning, manusia dapat belajar
untuk berespon pada stimulus lingkungannya. Kita tidak selalu dapat
mengendalikan stimulus untuk muncul atau tidak muncul, sering atau
jarang, intens atau tidak. Adakalanya, kita sebagai manusia yang perlu
terus menyesuaikan diri dengan dinamisnya perubahan lingkungan
atau stimulus yang muncul di sekitar kita.
Melalui proses belajar, kita akan melihat bagaimana stimulus
datang dan dampaknya pada diri kita, baik secara fisik maupun emosi.
Dari sana, kita akan belajar bagaimana merespon stimulus tersebut
dan kemudian merasakan efek dari respon yang kita munculkan. Jika
stimulus datang berulang, kita memiliki kecenderungan memberikan
respon yang kurang lebih sama. Hal ini juga disertai dengan adanya
konsekuensi positif atau negatif yang mempengaruhi menetap atau
tidaknya respon, maka proses belajar pun terjadi.
Selain itu, perubahan pada dasarnya adalah salah satu hakikat
dari diciptakannya manusia. Kita diberikan kemampuan penyesuaian
diri dalam kehidupan ini agar dapat bertahan hidup. Prinsipnya, agar
kita selalu dalam kondisi yang nyaman dan menyenangkan bagi diri
kita. Oleh sebab itu, ketika ada tuntutan yang berubah dari lingkungan,
kita bisa saja memilih untuk tidak meresponnya. Tetapi, apabila kita
tidak dapat merespon lingkungan dengan tepat, maka kita akan sulit
untuk diterima di dalam tatanan sosial masyarakat.

MANUSIA DALAM INTERNET VS INTERNET DALAM


MANUSIA
Internet, seperti dua sisi mata uang. Dia amat membantu kehidupan
kita agar lebih menyesuai, di satu sisi, dia membawa kita ke dalam
perubahan perilaku yang mengarah pada kemampuan menyesuaikan
diri dan pola komunikasi yang lebih bervariasi. Internet dan berbagai
macam media sosial juga memandu kita untuk dapat menjelajah
dunia lebih luas dan memperoleh wawasan lebih dalam dari
berbagai sudut pandang. Di sisi lain, dia juga dapat membawa kita

146 — G.E.N.C.E.
pada kecenderungan ‘tenggelam’ dalam dunia tak nyata. Muncullah
pernyataan “menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh”.
Banyak riset yang kemudian juga mengemukakan tentang
dampak buruk dari berinternet. Namun, dalam hakikat kehidupan,
tidak ada sesuatu yang diciptakan atau tercipta dalam bentuk benar-
benar buruk atau sangat baik. Karena, selalu saja ada hitam dan putih
yang menyertai sebuah fenomena.
Mengaitkan dengan fenomena perilaku berinternet, dalam
sebuah riset dikatakan bahwa masalah dalam dunia siber disebabkan
oleh buruknya kontrol dalam sebuah sistem di masyarakat. Adapula
yang mengatakan bahwa masalah muncul karena kurangnya kontrol
diri pada pengguna internet itu sendiri. (Bianchi & Philips, 2005). Hal
ini benar adanya dan sangat erat dengan konsep hakikat manusia.
Manusia tercipta dalam kapasitas untuk bisa ‘memilih’ untuk
bisa menjadi ‘hitam’ atau ‘putih’. Hal yang dapat mengantarkan kita
kepada warna yang mana, adalah kapasitas yang kita miliki dan
bagaimana serta sejauh mana kita dapat menempa diri kita untuk
dapat melampaui batasan yang kita buat sendiri.
Fenomena dalam berinternet sekarang kemudian mengkondisikan
individu untuk memunculkan kebutuhan memiliki akun dalam media
sosial, berkomunikasi dalam media elektronik, hingga kebutuhan untuk
memiliki alat elektronik tercanggih, menjadi sesuatu yang lazim. Tetapi
apakah kita betul-betul memerlukannya atau hanya karena kebutuhan
untuk dapat menyeleraskan dengan kebiasaan di masyarakat? Karena,
ketika kita mampu menyesuaikan diri dengan kebiasaan umum yang
terbentuk di lingkungan maka kita dapat diterima dalam kelompok
tersebut.
Bayangkan, jika kita tidak memiliki aplikasi Whatsapp di masa
sekarang. Sementara aplikasi tersebut adalah sesuatu yang lumrah
dimiliki saat ini. Sebagian telah sangat terbiasa bahkan tergantung
pada aplikasi ini. Jadi, ketika ada yang tidak menggunakan aplikasi
tersebut, akan sulit berkomunikasi dengan ringkas dan cepat. Bagi
mereka yang memilih untuk tidak memanfaatkan media sosial untuk
berkomunikasi dan berselancar, mungkin dapat dinilai ‘berbeda’.
Karena pilihannya tidak sama dengan kebanyakan orang.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 147


Budaya Indonesia yang guyub dan bernuansa kolektif,
menciptakan sebuah pola perilaku yang mengakar dan menyebar pada
masyarakat. Pola kebiasaan dalam berpikir dan berperilaku cenderung
didasarkan atas bagaimana umumnya masyarakat pada kelompok
tertentu melakukannya. Kita terbiasa bersama-sama dan terbiasa
‘seragam’ dalam suatu kelompok. Apabila terdapat perbedaan perilaku
yang ditunjukan, maka dia dinilai ‘bukan bagian dari kelompok’ atau
melanggar aturan. Meski pada kenyataanya, untuk dapat memberikan
penilaian tersebut, tidak melalui proses yang sederhana.
Aturan atau kesepakatan kelompok biasanya sering bertentangan
dengan proses internal dalam diri seseorang. Karena kita memiliki
kebutuhan, ikeinginan, persepsi, dan dorongan yang berbeda-beda.
Tetapi kita akan tetap berupaya untuk menyesuaikan diri karena
konformitas adalah upaya untuk dapat menemukan satu titik temu
dan keselarasan dengan orang lain agar kita dapat mengurangi
tendensi munculnya konflik atau memunculkan ketidakseimbangan
dalam sebuah sistem. Artinya, manusia selalu memiliki fleksibilitas
untuk berkompromi dengan dirinya sendiri berdasarkan bagaimana
pemaknaannya terhadap situasi di lingkungan. Artinya pula, selalu ada
bagian dari diri yang ‘tidak dapat dimunculkan’ ke tengah kelompok,
demi terciptanya sebuah keselarasan dan stabilitas lingkungan.
Upaya untuk selaras dengan harapan lingkungan ini yang
kemudian menciptakan sebuah persona yang dapat dia ubah sewaktu-
waktu dan sangat fleksibel, sesuai dengan bagaimana kondisi
lingkungan yang tengah dia hadapi. Persona adalah sebuah ‘topeng’
yang selalu digunakan manusia dan berwujud berbagai macam
karakter atau perilaku, di mana dia adalah perwujudan dari seseorang
untuk dapat diterima dalam lingkungannya. Dia adalah bagian dari
SELF manusia. Bentuknya disadari dan sangat beragam.
Kembali pada fenomena perubahan kebiasaan dalam berinternet,
bayangkan jika kelompok usia middle up age di Indonesia saat ini
atau yang berada pada usia tidak produktif, yang tumbuh dan besar
tanpa banyak terpapar aktivitas berinternet, saat ini harus belajar
menyesuaikan diri. Seolah ada tuntutan bahwa jika mereka tidak
mencoba mencicipi atau bahkan menyelam dalam lautan pola interaksi

148 — G.E.N.C.E.
berbasis internet, mereka semakin tergerus dengan zaman dan kesulitan
menjangkau interaksi yang lebih dinamis. Sebab, anak dan cucu mereka
telah tenggelam dalam pemnafaatan internet lebih banyak dibanding
mereka sendiri. Kemudian hal ini bisa memunculkan generation gap
karena ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kebiasaan saat ini.
Generasi usia produktif saat ini begitu dinamis dan memiliki
akses tak terbatas merangkul dunia. Mereka bisa tenggelam dalam
asyiknya fasilitas yang telah mereka temui dalam internet. Semakin
mereka mendapatkan kepuasan, maka itu akan terus diulang.
Pola belajar ini yang kemudian menetap pada generasi muda
maupun usia produktif. Sementara, pada generasi non produktif,
orientasi untuk terus berkembang dan berubah mengikuti zaman sudah
tidak sebesar dan sefleksibel dulu. Itulah yang kemudian membuat
adanya kelompok usia yang perlu mencoba menyeleraskannya demi
tetap terjaganya pola interaksi yang lebih guyub.
Kemudian, inilah yang menjadi representasi dari kemampuan
belajar dan ruang plastis dalam diri manusia yang sangat luar biasa
membantu kita untuk bisa terus menyesuai dengan fluktuasi perubahan
zaman. Daya lentur pada otak untuk menerima input informasi yang
baru dan memperkaya diri akan terus terjadi hingga akhir hayat.
Namun, akses tak berbatas dalam internet di zaman sekarang
pun memunculkan ruang untuk kita berselancar terlalu jauh. Ibarat
samudera, kita bisa memilih bermain di pinggir pantai saja untuk
menikmati lautan. Kita juga bisa bermain agak tengah untuk mencoba
berenang atau menggunakan papan selancar. Di waktu lain, kita bisa
semakin ke dalam untuk mencoba diving melihat kehidupan dalam
laut yang beragam. Jika kita terbuai dengan keindahan di dalamnya,
maka kita akan terbawa arus, tenggelam, dan sulit untuk kembali lagi.
Menurut Young (Mardiawan, Mubarak, & Utami, 2017),
fenomena tenggelam dalam arus internet ini kemudian dikenal sebagai
adiksi berinternet. Seseorang dikatakan mengalami internet addiction,
apabila dia lebih sering menggunakan internet untuk melarikan diri
dari permasalahan dikehidupan nyata dengan membangkitkan fantasi
di dunia virtual. Seseorang rentan menjadi adiksi ketika merasa kurang

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 149


puas dengan hidupnya, kehilangan kedekatan atau koneksi yang kuat
dengan orang lain, kurang percaya diri dan pesimis (Peele, 1985 dalam
Young, 2010)
Kembali lagi pada fenomena konformitas dalam kelompok
dan mekanisme kemunculan persona dalam kehidupan kita. Bagi
mereka yang menunjukan indikasi adiksi terhadap internet, seseorang
menjadi semakin terhanyut dengan pola ‘lari dari kenyataan’ dan
masuk ke zona nyamannya. Intensitas dalam membentuk dunia
yang dia harapkan menjadi lebih intens. Dunia yang dia harapkan
adalah yang bisa memuaskan dirinya dan menyamankan kondisi
psikisnya melalui penciptaan pola perilaku yang berlawanan dengan
ketidakmampuannya. Misalnya, karena dia sering gagal dalam
seluruh usaha di hidupnya dan merasa tidak berharga, maka dia ingin
menciptakan diri yang lebih tangguh dan bisa dihargai oleh lingkungan.
Tetapi karena dia tidak memiliki kemampuan dan keterampilan untuk
melakukannya di lingkungan sosial, maka hal tersebut diwujudkan
dalam bentuk fantasi mengenai dirinya. Fantasi ini kemudian Ia
tuangkan dalam sbeuah ruang virtual yang seolah Ia ada di dalamnya.
Itulah yang kemudian menjadikan internet, dunia dan ruang maya,
sebagai wujud kompensasi bagi fantasinya dan ruang virtual itu akan
terus menerus Ia ‘tinggali’ demi terbentuknya kenyamanan dalam diri.
Seperti yang dikatakan Young, seseorang akan terhanyut dalam
frekuensi penggunaan internet karena ada unsur ketidakpuasan dalam
kehidupan nyata tidak begitu saja muncul. Dia merupakan akumulasi
dari berbagai macam kekecewaan, kegagalan, ketidakpuasan, dan
bentuk perasaan negative lainnya dari apa yang mereka hadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka merasa bahwa apa yang telah mereka
tampilkan dan lakukan di lingkungan nyata, tidak mendapatkan
respon yang menyenangkan sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
Menurut riset yang disampaikan oleh Peggy J. Parks (Mardiawan,
Mubarak, & Utami, 2017), seseorang memiliki tendensi menjadi adiksi
pada internet disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, self
esteem yang rendah, kemampuan interpersonal yang kurang dan
kematangan emosi yang buruk. Kelompok individy yang memiliki
salah satu atau lebih masalah tersebut biasanya akan merasa lebih

150 — G.E.N.C.E.
nyaman untuk bersosialisasi secara online dari pada bersosialisasi
langsung dengan orang lain. Hal tersebut merupakan kompensasi dari
kekurangan mereka dalam menjalin relasi di kehidupan nyatanya,
sehingga mereka menjadi sangat bergantung pada internet.
Dalam konsep psikologi belajar, manusia memiliki kemampuan
untuk mengubah suatu pola perilaku atau mempertahankannya,
apabila disertai dengan reward atau punishment yang mengikuti.
Apabila tindakan yang dia munculkan di lingkungan nyata dapat
diterima lingkungan, maka dia akan terus mempertahankan. Misalnya,
seseorang yang memiliki postur tubuh yang tidak ideal, wajah yang
dia nilai tidak cukup menarik, serta prstasi yang cenderung biasa saja.
Ketika dia berinteraksi dengan orang lain, tidak banyak yang tertarik
berbincang atau berinteraksi lama dengan dirinya. Hal tersebut selalu
terjadi di berbagai situasi. Alhasil, dia belajar untuk menilai dirinya
bahwa lingkungan tidak menyukainya, tidak bisa menerimanya, dan
Ia tidak cukup bernilai di mata orang lain.
Dalam pembentukan self, hal ini akan menjadi schema believe
yang dibentuk oleh individu ketika selalu mendapatkan umpan
balik yang negatif dari orang lain. Skema ini kemudian cenderung
menetap apabila dia terus menggunakannya ketika berhadapan
dengan orang lain. Dia akan muncul dalam bentuk negative automatic
thoughts yang terkadang tidak disadari munculnya ketika dia berada
dalam situasi sosial. negative automatic thoughts ini kemudian akan
mendominasi dan membajak kemampuan berpikir seseorang sehingga
mempengaruhi perilakunya yang cenderung bernunansa negatif,
pesimis, cemas, dan sebagainya. Dia akan cenderung menghindari
situasi yang tidak menyenangkan tersebut agar tubuh tetap dalam
kondisi homeostasis.
Berdasarkan konsep kerja otak, individu yang mengalami
kecemasan dan nuansa perasaan negatif lain yang begitu dominan,
umunya disebabkan oleh berkurangnya sekresi hormon dopamine
dalam dirinya. Hormon ini bertugas memberikan sensasi reward
atau rasa senang pada seseorang, sehingga hal yang menstimulasi
munculnya dopamine tersebut akan diulang terus-menerus agar Ia
bisa tetap bahagia. Maka otak manusia kemudian ‘dibiasakan’ untuk

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 151


mengulang pola perilaku yang sama untuk mendapatkan sensasi yang
sama, dalam upaya untuk bisa ‘menstabilkan’ dirinya agar tetap bisa
menjalai hari-harinya.
Pada mereka yang mendapatkan pengalaman kurang
menyenangkan dari lingkungan dan terus-menerus merasa tidak
berharga, sistem limbik kemudian merekam memori bahwa hal
tersebut tidak membuat nyaman dan harus dihindari atau dilawan.
Karena manusia selalu berusaha untuk menyenangkan dirinya, seperti
konsep yang dipaparkan oleh Sigmund Freud bahwa manusia selalu
berusaha mencari kesenangan, maka mereka yang mendapatkan
pengalaman negatif itu, berusaha untuk mengubah keadaan.
Ini kemudian menjadi salah satu cikal bakal terbentuknya virtual
self atau persona. Agar seseorang dapat diterima oleh lingkungan,
sebagai upaya untuk selaras dengan kehidupan sosial dan juga dalam
rangka membentuk reward dalam dirinya, dia kemudian membentuk
sebuah karakter yang umumnya dapat diterima oleh masyarakat pada
umumnya.
Ia akan membuat image seolah Ia memiliki karakter yang
berlawanan dari apa yang dia alami dan rasakan. Sebab, individu
yang pesimis, cemas, fisik yang tidak menarik, adalah sesuatu yang
dia nilai tidak dapat diterima oleh lingkungan. Maka , dia tidak akan
menunjukan dirinya yang seperti itu di muka public. Justru, dia akan
membentuk image yang dapat diterima oleh orang lain, seperti, dia
yang percaya diri, berprestasi, optimis, dan sebagainya. Melalui apa?
Bisa saja dalam bentuk foto-foto yang diunggah dalam akun media
sosialnya, bentuk komentar atau ide yang dia tuangkan dalam tulisan
di dalam blog, dan sebagainya. Hingga akhirnya, terciptalah persepi
peselancar internet lainnya, bahwa dia memang memiliki karakter
yang menarik.
Dalam kajian psikologi sosial, hakikatnya manusia memiliki
kebutuhan untuk dapat diterima di dalam kelompoknya. Dia
memerlukan aktualisasi diri sebagai tujuan tertinggi di dalam
kehidupan sosialnya. Sebab, ketika seseorang merasa diterima dan
dapat menampilkan ‘dirinya’ di lingkungan, akan tercipta persepsi diri
bahwa dia dicintai, disayangi, dan dihargai oleh lingkungan.

152 — G.E.N.C.E.
Fenomena yang mungkin mudah kita dapatkan adalah mengenai
banyaknya remaja yang berdandan ala artis ternama karena melihat
tayangan di youtube, banyaknya anak usia sekolah yang sudah
berpacaran bahkan berhubungan seksual dengan lawan jenis karena
meniru apa yang dia lihat di media sosial, gaya bahasa anak-anak usia
sekolah yang seperti orang dewasa, dan fenomena lainnya. Mereka
begitu menikmati dan terhanyut dalam sebuah image yang tercipta
di dunia virtual karena begitu banyak respon positif dan penilaian
yang danggap ‘baik’, keren, bagus, dan sebagainya, oleh masyarakat.
Banyaknya subscribe, viewers, likes, komentar, dan jenis reaksi lainnya,
memunculkan persepsi bahwa apa yang ditampilkan di sana adalah
hal yang bisa ‘diterima’ masyarakat.
Mengapa bisa seorang anak atau remaja begitu mudahnya terjebak
dalam image dunia virtual, padahal berdasarkan perspektif ‘true dan
actual self’, sebuah kemungkinan yang besar jika apa yang ditampilkan
di dalam dunia maya adalah bukan ‘wujud’ kita yang sesungguhnya.
Hal ini erat kaitannya dengan penjelasan sebelumnya mengenai
penyebab adiksi pada internet, dimana adanya ketidakpuasan dan
ketidakberdayaan dalam diri untuk menghadapi kenyataan dalam
kesehariannya. Mengikuti trend atau meniru perilaku tertentu yang
berasal dari internet, BISA JADI salah satu bentuk ketidakmampuan
atau ketidakpuasan seseorang untuk bisa menampilkan dirinya di
lingkungan agar bisa diterima. Dia ‘memasukan’ suatu pola perilaku
atau karakter tertentu yang banyak mendapatkan reward dari
lingkungan dan ‘diterima’ oleh lingkungan. Namun, apakah perilaku
yang dia ‘masukkan’ atau tiru itu adalah dirinya ? apakah itu sesuai
dengan apa yang dia inginkan dan perlukan ?
Sesungguhnya, apa yang kita tiru dan ikuti, adalah bentuk dari
penciptaan persona dalam SELF kita. Persona adalah bahasa latin yang
berarti topeng, dimana dia akan kenakan sewaktu kita tampil ke dunia
luar yang menggambarkan kesan yang ingin kita buat di lingkungan
sosial. Tetapi, persona ini tidak selalu mencerminkan diri kita yang
sesungguhnya. Dia hanyalah wujud PENCITRAAN.
Bagi seseorang yang kesulitan untuk menemukan karakter yang
kuat dalam dirinya dan tidak dapat mengakses potensi dirinya di

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 153


kedalaman SELF, dia cenderung berusaha membentuk ‘alter’ dalam
dirinya atau menciptakan persona sendiri berdasarkan ‘referensi’ dari
lingkungan. Mana karakter, sifat, perilaku, wajah, tampilan, yang
dapat diterima oleh lingkungan.
Tapi, apakah ‘dia’ yang image-nya kita ciptakan atau bentuk itu
adalah sesuatu yang selaras dengan apa yang sebetulnya inner self-
nya miliki? apakah Ia cukup reprsentatif menggambarkan diri ‘saya’ di
dalam lingkungan ? Bagi mereka yang sulit mengakses di ‘kedalaman’
diri, maka dia tengah terjebak dalam ruang imaji mengenai self-nya
dan kemudian melakukan pembenaran bahwa persona atau alter itu
adalah dirinya.
Di sanalah, kita terjebak dalam sebuah karakter ‘kosong’ yang
justru kita ciptakan sendiri.
Bisa terjadi demikian karena manusia cenderung mempertahankan
sesuatu yang menyenangkan untuknya.
Di dalam otak, terdapat satu bagian yang disebut hipotalamus
di dalam sistem limbik manusia. Dia bertugas mengatur sekresi
dopamine yang berfungsi sebagai pencipta sensasi reward terhadap
hal-hal yang kita lakukan, jika sensasinya positif, maka akan terus
diulang. Sementara, sistem limbik sendiri berperan dalam mengatur
perilaku yang berhubungan dengan pemuasan kebutuhan dasar
emosi. Kembali lagi pada dasar seseorang bisa menjadi adiksi yang
disebabkan oleh ketidpuasan dalam diri dan berbagai bentuk emosi
serta persepsi bernuansa negative.
Mereka yang teradiksi internet, akan mencoba untuk mendapat
sensasi emosi yang menyenangkan sebagai kompensasi dari
ketidakmampuan di dunia nyatanya. Oleh sebab itu, dia akan
mempertahankan perilaku yang membuatnya merasa nyaman dan
seolah lebih tenang. Mengapa seolah? Karena bagaimanapun, apa
yang Iakukan hanya berada dalam dunia maya.
Karena sensasi ‘senang’ ketika mendapatkan pujian dan
penerimaan dari lingkungan berdasarkan iamge yang dia ciptakan
tersebut, maka hal itu terus Ia ulang. Ada reward yang diterima
seseorang ketika dia menciptakan persona tersebut karena itulah yang

154 — G.E.N.C.E.
dapat diterima oleh masyarakat. Pujian, banyaknya ‘likes’ di akun
media sosial kita, reaksi positif orang, membuat kita merasa apa yang
kita pilih tersebut ‘dibenarkan’. Oleh sebab itu, maka kita pertahankan.
Pengulangan itu akan menjadi kebiasaan hingga akhirnya menjadi
sesuatu yang seolah tidak disadari oleh kita. Seolah bersifat otomatis
muncul. Padahal, karena persona bersifat surface, kita cukup dapat
menyadari kehadirannya. Terutama saat kita berusaha menggantinya.
Limbik mengarahkan pada prefrontal korteks untuk menunjukan
perilaku yang sama untuk mendapatkan sensasi yang sama pula.
Prefrontal korteks berperan dalam menentukan perilaku yang akan
ditunjukan oleh seseorang. Kita akan sangat sering mengubah perilaku
disesuaikan dengan situasi lingkungan. Oleh karena itu, dia berperan
sangat bijaksana dalam menentukan perilaku apa yang tepat harus
ditunjukan. Artinya, stimulus dari lingkungan mempengaruhi apa dan
bagaimana kita akan bersikap dan berperilaku, dalam hal ini adalah
mempertahankan eksistensi persona dalam dunia maya.
Seperti halnya ketika kita menciptakan sebuah ‘image’ atau
persona tertentu di dalam dunia maya, seperti memasang gambar kita
berdandan rapi, menunjukan hasil prestasi, menunjukan hasil jepretan
foto kita saat travelling, kemudian kita mendapatkan banyak komentar
atau penilaian dari banyak orang di dalam media sosial kita, area
prefrontal akan berkomunikasi dengan limbik dan hipotalamus bahwa
itu adalah bentuk ‘penerimaan’ dan ‘penghargaan’ dari lingkungan.
Lalu, otak merespon dengan mengeluarkan dopamine dan reaksi fisik
seperti jantung berdebar, pori-pori membesar, dan menarik otot-otot di
sekitar wajah yang mebentuk senyuman. Akhirnya terciptalah sebuah
emosi bahagia.
Di satu sisi, peciptaan ‘virtual self’ atau persona yang berulang-
ulang ini hakikatnya tidak akan bisa bertahan lama. Sebab, ketika
seseorang terpapar aktivitas atau pola yang sama secara terus-
menerus dan sangat intens, sebetulnya otak juga dapat mencapai titik
‘kebosanan’. Meski secara konseptual, plastisitas otak mengatakan
bahwa mungkin terjadi sebuah perubahan melampaui genom dari
individu ketika dia memperoleh stimulus untuk ‘mengembangkan’
otaknya. Tetapi, dia juga memiliki ‘daya tampung’ yang dipengaruhi

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 155


oleh intensnya stimulus, sehingga ‘membanjiri’ ruang-ruang di dalam
otak.
Namun, dalam segi spiritual dan transpersonal, kita perlu melihat
lebih dalam lagi, apakah betul ‘image’ yang kita ciptakan itu adalah
sesuatu yang berasal dari dalam diri dan merupakan manifestasi dari
potensi alam bawah sadar kita, atau itu hanyalah sebuah bentuk energy
yang sengaja kita ubah agar dapat menyesuaikan dengan lingkungan.
Sebab, dalam konsep SELF yang dikemukakan oleh Carl Gustav
Jung, persona tidak selalu berada dalam konsep surface di level
conscious diri kita. Sebab, persona yang dijelaskan oleh Jung adalah
wajah kepribadian yang ditunjukan kepada dunia luar dengan maksud
agar dapat diterima dan dihargai secara sosial. Namun, dia juga harus
terintegrasi dengan energi inner life di dalam SELF kita.
Meski itu adalah topeng, kita tetap perlu menyadari bahwa topeng
tersebut bukanlah sesuatu yang membuat kita tersakiti, tersiksa, tidak
nyaman, dan bentuk perasaan lain yang bertentangan dengan apa
yang ada di ‘dalam’. Apa yang ada di dalam adalah alam tak sadar
kita dan ketidaksadaran yang bersifat kolektif. Di mana, di sana kita
mengakses berbagai macam ingatan masa lalu, pengalaman, trauma,
maupun pesan turunan dari nenek moyang kita. Kesemuanya dapat
terepresi atau tersublimasi, sehingga memerlukan upaya untuk dapat
mengaksesnya dan melakukan integrase dengannya.
Misalnya, ketika kita tidak memiliki kemampuan atau kompetensi
yang cukup sebagai seorang politikus. Tetapi kita menyalonkan diri
sebagai kader partai. Kita menciptakan ‘image’ bahwa kita memiliki
visi dan misi yang bagus untuk sebuah perubahan dan kehidupan
masyarakat. Karena, menjadi politikus, harus membawa pesan
layaknya orator, meyakinkan masyarakat, dan membuat orang lain
percaya bahwa dia memang layak untuk mewakili kebutuhan dan
aspirasi rakyat. Tetapi, di satu sisi, di dalam SELF-nya, dia adalah
individu yang insecure, tidak percaya diri, kurang memiliki wawasan,
dan memiliki ketermapilan komunikasi yang kurang baik. Ketika
dia melakukan kampanye dengan memasang wajahnya di spanduk,
mengunggah foto atau videonya ketika berorasi di depan masyarakat
di akun media sosial, atau menampilkan dirinya di televisi, energi dari

156 — G.E.N.C.E.
SELF yang bernuansa insecure, tidak percaya diri dan sebagainya,
akan tetap ‘muncul’.
PENCITRAAN yang dibentuk itu pada dasarnya bertolak
belakang dengan alam bawah sadarnya yang mengatakan bahwa dia
tidak mampu. Hal ini kemudian terrepresentasi dalam bentuk CITRA
DIRI yang setengah-setengah. Dia berusaha terlihat ‘mampu’, tapi
bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara bicara, dan beberapa microskills
lainnya, tidak menceriminkan hal yang sama.
Hakikatnya, energi tidak dapat diciptakan atau dihilangkan. Dia
hanya dapat berubah wujud. Maka, ketika seseorang memiliki potensi
dalam SELF-nya yang bernuansa negatif, maka dia akan meminta ruang
untuk menunjukan eksistensinya. Jika kita tidak pandai mengubah
energi itu selaras dengan ruang gerak atau wadahnya, maka energy
itu akan bocor, terbuang, atau bahkan tidak akan pernah bisa masuk
dalam wadah yang kita ciptakan. Wadah yang kita ciptakan itu adalah
persona itu sendiri.
Oleh sebab itu, ketika kita menciptakan persona atau image yang
baru bagi diri kita, lihatlah ke ke dalam, apakah sebetulnya kita betul-
betul dapat memberikan ruang energi dalam diri kita untuk muncul
dalam bentuk yang diharapkan masyarakat atau tidak. Jika tidak, maka
sebetulnya kita telah terjebak dalam ruang pesakitan yang kita ciptakan
sendiri. Kita bisa menjadi resah, terus merasa berkonflik dengan diri,
merasa lingkungan tidak nyaman baginya, cemas jika persona yang
ditampilkan tidak cocok atau diterima, dan sebagainya.
Semakin kita terlalu sering mengidentifikasi diri dengan persona
kitam maka kita semakin sulit mencapai realisasi diri.
Hanya saja, sebagai manusia, kita juga diciptakan dengan sisi
nafsu yang sangat manusiawi. Menurut LeDoux (Kusuma, 2017),
Sistem limbik merupakan singgasana dari berbagai jenis nafsu manusia,
muara dari cinta, rasa dihargai dan dicintai, serta suber dari kejujuran.
Ketika kita selalu dibanjiri dengan ‘reward’ yang bersifat surface dan
berasal dari ekspresi persona yang tidak selaras dengan hakikat jiwa
kita, maka limbik kita telah dibanjiri oleh nafsu yang begitu besar dan
menggeliat untuk meminta dipenuhi keinginannya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 157


Lalu kita menjadi kecanduan. Candu dengan nafsu kita
sendiri. Candu dengan obsesi untuk dicintai, diterima, dan dihargai.
Adiksi yang sesungguhnya adalah ketika kita sudah tidak bisa lagi
memfungsikan cortex atau otak modern kita dengan lebih bijaksana.
Karena neocortexlah yang menjadi pembeda antara manusia dan
makhluk lainnya, dimana kita mendapat amanah untuk menjadi
khalifah di muka bumi.
Seseorang bisa menjadi candu, bukan semata-mata karena otak
merespon stimulus atau membiasakan otak untuk menerima stimulus
tertentu. Tetapi ada kebutuhan dalam diri yang tidak terpenuhi.
Sensasi yang diberikan dan dikeluarkan oleh hipolatalamus dan limbik
saat kita selallu mendapatkan respon positif dari lingkungan terhadap
persoan yang kita ciptakan di dunia virtual, merupakan sensasi yang
kurang lebih sama ketika kita mendapatkan kasih sayang dan perhatian
dari orang yang penting dalam hidup kita. Ada kebutuhan yang tidak
terpenuhi dengan baik pada waktu-waktu awal kehidupan atau di usia
dini, sehingga tubuh mengalami ketidakseimbangan.
Sebagai manusia, kita bisa membentuk diri kita menjadi baik atau
buruk dan kita memiliki kapasitas untuk itu. Jelas telah dipaparkan
dalam konsep neuroplastistas dan bagaimana Tuhan menciptakan kita.
Segala bentuk keputusan yang ingin kita ambil tersebut, didasarkan
atas bagaimana kita memperoleh paparan energi dan stimulasi dari
lingkungan sosial kita. Apakah kita selalu mendapatkan input yang
bersifat positif atau justru terlalu sering terpapar dengan informasi dan
kekuatan energy yang bernuanasa negatif.
Otak, sebagai sit of the soul, begitu baik kepada kita. Dia
‘membolehkan’ mengeksplorasi dirinya sedemikian rupa agar kita
dapat menyesuaikan diri di dalam lingkungan dan memperoleh
kesadaran dalam hidup dengan lebih dalam. Dia juga ‘mengizinkan’
kita untuk terus memasukan input negative, jika itu telah menjadi
pilihan kita.
Meski sebetulnya, selalu ada saja reaksi yang ditunjukan-‘nya’
untuk menolak atau ‘tidak sepakat’ dengan input yang kita berikan.
Sebab, percayalah, bahwa pada dasarnya manusia telah tercipta dengan
kapasitas kebaikan yang sangat luar biasa besar, sehingga, sebetulnya

158 — G.E.N.C.E.
dia selalu ‘berusaha’ mengingatkan kita untuk tetap kembali kepada
sumber kebaikan yang SATU, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ketika kita terlalu tenggelam dalam dunia virtual self yang kita
ciptakan, maka sesungguhnya kita semakin membuat jarak dengan
diri kita. Sementara, untuk dapat kembali pada Yang Satu, untuk
dapat berkomunikasi dengan Yang Satu, kita perlu melepaskan
berbagai macam persona, menurunkan ego, dan menyeleraskan diri
kita di ‘luar’ dan ‘dalam’ agar kita bisa masuk ke dalam samudera yang
sesungguhnya, yaitu bertemu dengan Tuhan Yang Mahakuasa. ***

Sumber Referensi:
Begley, S. (2007). Train Yor Mind Change Your Brain. New York, USA:
Random House Publishing Group.
Bianchi, A., & Philips, J. G. (2005). Psychological Predictors of Problem
Mobile Phone Use. cyberpsychology & Behavior, 8, 39-51.
Kolb, B., & Fantie, B. D. (2009). Development of the Child’s Brain and
Behavior. In Handbook of Clinical Child Neuropsychology (p. 19).
springer science. doi:10.1007/978-0-387-78867-8_2,
Kolb, B., & Gibb, R. (2008). Principles of Neuroplasticity and Behavior.
Cognitive Neurorehabilitation. doi:10.1017/CBO9781316529898.003
Kolb, B., Gibb, R., & Robinson, T. (n.d.). psychologicalscience.org.
Retrieved 08 4, 2017, from http://www.psychologicalscience.
org/journals/cd/12_1/kolb.cfm
Kusuma, A. H. (2017). SHAKTI MESMERISM; Jilid 1. Bandung: Pustaka
Aura Semesta.
Mardiawan, O., Mubarak, A., & Utami, A. T. (2017). Kontribusi
Interpersonal competence Terhadap Internet addiction Pada
Remaja Dan Dewasa Awal Di Kota Bandung. SNAPP. Bandung:
LPPM UNISBA.
Spenrath, M. A., Clarke, M. E., & Kutcher, S. (2011, November 20).
The Science of Brain and Biological Development: Implication
for Mental Health research, Practice, amd Policy. Journal of The
Canadian Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 298-304.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 159


[9]
Kecerdasan Kolektif, Kecerdasan Kolegial,
Kecerdasan Sistematik Fungsional, Antara Logika
dan Pengetahuan Tumbuh
Oleh Tauhid Nur Azhar

Bagi para penikmat keindahan bawah laut barangkali sudah tidak


heran lagi melihat berbagai manuver ribuan bahkan puluhan ribu
ikan yang bergerombol dan melakukan berbagai variasi gerakan. Di
antaranya adalah dengan memiringkan tubuh ke suatu sudut tertentu
untuk memberikan efek pantul cahaya matahari dari sisik perak
mereka. Tujuannya jelas, menghindari serangan predator. Manuver
kolektif kolegial itu bagian dari mekanisme pertahanan komunal.
Pertanyaan yang kerap menggema di benak kita adalah bagaimana
strategi bernas itu bisa direncanakan dan juga kemudian dilaksanakan
dengan sangat kompak, presisi, dan berakurasi tinggi. Bagaimana
komunikasi dapat terbangun dari ribuan individu yang tentu dapat saja
berbeda persepsi terhadap suatu kondisi?
Aktivitas kolektif kolegial keluarga teri atau Stelophorus sp ini jamak
dijumpai pada kawanan (schooling) ikan sampai keluarga Aves seperti
bebek Demoissele yang bermigrasi dari Siberia ke daratan Asia melalui
rangkaian pegunungan Himalaya. Formasi renang dan terbang serta
kemampuan “membaca” peta navigasi berbasis geomagnetik bumi sangat
mengagumkan.
Hal yang menarik, pada manusia pun strategi dan aktivitas seperti
ini juga kerap muncul, meski kadang dalam konteks yang berbeda. Amook
massa atau demo besar juga bagian dari “gerakan” sadar yang berangkat
dari kesamaan pengetahuan dan pemaknaan terhadap suatu kondisi.
Secara individual keberadaan mirror neuron atau kerap disebut F5 di
otak manusia juga merupakan mekanisme untuk membangun kesadaran
kolektif. Uniknya dalam konteks knowledge growing system, berbagai jenis
memori dan pengalaman bersama dapat dikembangkan menjadi pola-
pola mengikat yang menjadi panduan sikap dan perilaku.

160 — G.E.N.C.E.
Tampaknya, memori primordial yang seolah diwariskan melalui
mekanisme yang mengintegrasikan aspek biologi dan fisika kuantum
punya peran signifikan di sini. Kondisi ini menghantarkan kita pada fakta
dan hipotesa bahwa memori dan berbagai basis data kognitif (mengingat
struktur memori berbeda-beda seperti penggolongan deklaratif dan non
deklaratif) dapat diwariskan dan berkelindan dengan mekanisme defensif,
pemenuhan kebutuhan, serta adaptasi terhadap kondisi lingkungan.
Di era kekinian di mana pengalaman inderawi banyak digantikan
dengan pengalaman lintas dimensi di dunia maya, di mana aktivitas
banyak dilakukan secara proksi (perantara berupa akun) akan lahir
homunculus baru berupa makhluk virtual yang nirmateri tapi punya
eksistensi. Kecerdasan yang terbangun dari basis informasi akan
semakin tidak bertepi. Samudera data melebur semua batas yurisdiksi
dan ketidakmungkinan. Penambangan data (data mining) akan menjadi
petualangan seru saat menemukan harta karun berupa pola yang
jika ditelusuri dan dilabeli dapat menjadi sosok-sosok nyata bernama
psikografis dan preferensi subjektif serta pola fraktal yang “terbaca”.

Algoritma Big O dalam proses pemrograman di mana tergambar proses


koding yang dapat menjabarkan fungsi yang bertumbuh. Big-O digunakan
untuk mengkategorikan algoritma ke dalam fungsi yang menggambarkan
batas atas (upper limit) dari pertumbuhan sebuah fungsi ketika masukan
dari fungsi tersebut bertambah banyak.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 161


Di era ini kepastian ala geometri Euclidian akan bertemu dengan
pendekatan kalkulus dengan limit dan diferensial yang menjadi krusial
untuk mencegah terjadinya fenomena “kelelep” dalam lautan data. Di era
ini pula hipotesa Lorentz tentang efek kupu-kupu mulai jelas terpindai
oleh sistem yang semakin peka. Di era ini persoalan keberadaan ion
kalsium dan perannya dalam melepas neurotransmiter di vesikel sinaptik
akan dapat diprediksi dengan sangat rinci. Sehingga hampir setiap
langkah dalam lini masa yang bersifat prospektif akan dapat terpetakan
dengan begitu jelasnya.
Kesadaran dan ketidaksadaran kolektif yang bersifat autonomous
atau yang letupannya kerap dikategorikan sebagai bersifat intuitif mungkin
adalah bentuk penafsiran tak disadari dari sebuah situasi yang mungkin
sudah pernah dialami dalam pengalaman hidup terdahulu, atau bahkan
dari pengalaman hidup para pendahulu, atau dapat juga dari “pengalaman
hidup” para zarah alias partikel sub atomik yang menyusun materi.
Saat ini konsep deep learning, Artificial Intelligence (AI), dan Natural
Language Processing telah menempatkan sistem komputasi sebagai
miniatur semesta (universe model) yang mampu membangun konsep dan
regulasinya sendiri. Sistem komputasi akan mampu mengembangkan
kapasitas kognitifnya sampai dapat melahirkan preferensi, bukan sekadar
prediksi.
Jika kita kembali menyelami hasil riset Donald Hebb yang dikenal
sebagai pemrakarsa konsep longterm potentiation/LTP di sinaps sel
syaraf, maka memori, sikap, dan perilaku memang tidak terlepas dari
proses training yang membiasakan satu sirkuit untuk bekerja secara
otomatis. Mekanisme seperti algoritma semut dapat diadopsi di sini.
Jaringan syaraf yang terus terpajan impuls akan menjadi lebih reaktif dan
lebih sensitif. Jika impuls syaraf yang menjadi bagian dari mekanisme
“training” ini dapat dianalogikan sebagai “tekanan” dan pajanan (exposure)
dalam proses interaksi sosial maka akan tercipta respon terstruktur yang
sistematik, bahkan memiliki skenario prediktif yang dapat digunakan
untuk forecasting. Untuk memprakirakan sirkuit apa yang akan terbentuk
dalam proses pengambilan keputusan atau kemungkinan pilihan apa yang
akan dilakukan seseorang.

162 — G.E.N.C.E.
Modeling fungsi neuron, di mana arus impuls dan informasi dapat
dipetakan dan dipelajari untuk direplikasi.

Secara teoritis dalam ilmu neurosains diketahui bahwa sirkuit


pengambilan keputusan sudah terpetakan. Dia melibatkan sistem limbik,
struktur sub kortikal yang mengatur penghargaan dan harapan, serta
tentu saja area korteks prefrontal yang bertindak selaku pendeteksi
kesalahan dan prosesor fungsi luhur yang membuat seorang manusia
mampu bersikap bijaksana.
Dalam konteks falsifikasi dan pengambilan simpulan tergesa,
besar sekali peran preferensi dalam mempengaruhi proses deduksi,
di mana hubungan dua premis bukan sebab akibat dimaknai saling
mempengaruhi. Contoh, gelar sarjana atau pendidikan formal itu tidak
penting karena tokoh sukses seperti Bill Gates, pendiri Microsoft, dan
Mark Zuckerberg, pendiri Facebook, tidak menyelesaikan studinya. Tapi
mari kita berpikir dan berhitung dengan basis data yang objektif, berapa
banyak tokoh sukses di bidangnya masing-masing yang bergelar sarjana
ataupun pascasarjana?
Mari kita renungkan kembali kondisi yang terjadi di sekitar kita
dan apa yang “menggerakkan” elemen semesta untuk menjalankan
berbagai fungsinya secara paripurna? Dalam bidang komputasi yang saat
ini melahirkan konsep deep learning dalam jejaring neural pendekatan
matematika diskrit adalah hal mutlak yang harus dipahami. Suatu konsep
matematika yang tak berhubungan meski kontinyu. Tepatnya seperti tak
berhubungan tapi berkesinambungan.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 163


Modeling fungsi neuron yang digunakan untuk mengembangkan fungsi
belajar dalam konsep deep learning di artificial intelligence (AI).

Maka, teorema Graf, kompleks algoritma, dan teori himpunan,


Boolean, dan lainnya adalah upaya kita manusia untuk memetakan
model fungsi di alam semesta untuk kita coba replikasi dalam bentuk
operasi fungsi yang menghasilkan suatu manfaat. Jika kita mengacu
dan mengintegrasikan Teori Dissipation Adapted Model dari Jeremy
England dan Self Organizing Theory serta Teori Chaos Lorentz maka
akan terlihat bahwa pola perilaku semesta dan elemen di dalamnya
adalah upaya adaptasi secara berkesinambungan. Maka pendekatan
diskrit tepat untuk memberikan gambaran kuantitatif dari sebuah
proses yang tengah dirancang. Maka memetakan fungsi dan batas-
batasnya, yang dalam konteks ini nyaris tak berbatas, memerlukan
pendekatan diferensial.

Self organizing dari partikel yang mencari bentuk keseimbangan paling


adaptif terhadap kondisi lingkungan.

164 — G.E.N.C.E.
Apabila f(x) adalah fungsi riil, maka limit f saat x mendekati tak
hingga  adalah  L. Jika dan hanya jika untuk semua  ε  >  0  terdapat S  >
0 sedemikian rupa sehingga |f  (x) -  L| <  εbilamana  x > S. Limitasi pada
ketakberhinggan adalah upaya kita mendapatkan secuplik gambaran
fungsi terukur sebagaimana pola dan perilaku makhluk hidup yang
disebut swarm behavior.
Perilaku kawanan ini bisa jadi merupakan representasi kesadaran
kolektif atau bahkan menurut WD Hamilton (1971) adalah “keegoisan
kolektif”. Pengamatan pada koloni hewan yang menjadi mangsa (prey)
pada rantai makanan menunjukkan bahwa keberadaan kawanan adalah
bagian dari proses perlindungan yang antara lain didapatkan dari
“mengorbankan” kawan sesama kawanan dan mengubah probabilitas
termangsa antara lain dengan mengubah kuantitas populasi. Maka
lahirlah teori domain of danger dan aturan-aturan yang menjadi syarat
perilaku kawanan seperti nearest neighbor rule dan lainnya.
Pada tingkatan interaksi sosial konsep perekat dalam hal ini
mungkin adalah sikap simpati dan empati yang sesungguhnya berangkat
dari “selfish” yang bersifat inward looking dalam pengertian saat seorang
manusia bersifat altruistik, dia sesungguhnya tengah menegasikan suatu
tekanan pada sistem sosial cerdas tertutup bahwa nilai inilah yang
semestinya diberlakukan secara proaktif pada semua anggota kelompok.
Dalam konsep DoD (domain of danger) posisi di tengah kerumunan
adalah posisi paling “aman”. Maka, dalam komunitas sosial yang
mengembangkan azas tata kelola bersifat autopoietik menjadi “rata-
rata” adalah cara paling aman untuk mempertahankan eksistensi. Untuk
itu dikembangkan lagi azas resiprositi dalam ranah psikologi persuatif,
yaitu bagaimana membuat orang merasa tidak nyaman jika merasa tidak
berkontribusi atau tidak selaras dengan nilai-nilai acuan kelompok. Maka
lahirlah peer pressure dan pranata sosial yang kelak akan menjadi embrio
budaya.
Ternyata, konsep dissipation driven adaptation dari Jeremy
England, Chaos dari Lorentz, Self Organizing Theory Per Bak, serta Selfish
Herd Theory nya Hamilton menunjukkan hal yang sama, eksistensi.
Rupanya takdir setiap elemen yang hadir di semesta ini adalah untuk
“mempertahankan” kehadirannya lewat berbagai cara adaptasi, khususnya
yang terkait dengan preservasi energi (entropi dan termodinamika).

Keterangan Gambar: Membedah Anatomi Peradaban Digital — 165


Entropi dalam konsep adaptasi adalah upaya untuk mengoptimasi energi.

Mungkin ini yang disebut dalam kitab suci bahwa baik jin
maupun manusia (representasi makhluk lintas dimensi --> jin dan
manusia) diciptakan semata untuk beribadah. mensyukuri eksistensi
dengan bernas dan cerdas. Berusaha, bekerja (memanfaatkan energi),
dan berpikir untuk beradaptasi dengan ujian serta mencari solusi
bagi setiap kesulitan. Maka di penghujung sebuah kesulitan terdapat
kemudahan dan secara siklikal kita akan terus mendapatkan tantangan
untuk memecahkan masalah dan kesulitan sebagai konsekuensi
dikaruniainya pikiran. Implikasi dari pemahaman soal eksistensi,
adaptasi, dan efisiensi/optimasi ini dapat menjadi acuan untuk
“mengendalikan” dan mengelola perilaku kerumunan yang saat ini
banyak dipengaruhi arus informasi melalui media sosial.
Pengertian yang komprehensif tentang domain of danger
dan nearest neighbor rule serta adopsi konsep dissipation driven
adaptation dan self organizing theory yang menisbatkan setiap proses
cerdas sebagai bentuk kongkret menjaga eksistensi (baca: mensyukuri
keberadaan), bahkan integrasi konsep tersebut dapat mendorong
evolusi dan mutasi adaptif baik dalam ranah sosiologis maupun

166 — G.E.N.C.E.
biologis, menjadi modal dasar dalam proses mengelola persoalan
“kawanan” yang dalam hal ini bisa saja dalam bentuk kelompok
masyarakat, bahkan sebuah negara.

Domain of danger, di mana perilaku berkerumun (swarm), adalah upaya


untuk meminimalisasi bahaya yang bisa datang dari faktor ancaman
seperti predator.

Sederhananya begini, jika saat ini ada perilaku khusus dari sebuah
kelompok, maka dapat diidentifikasi apakah sesungguhnya yang
“ditakuti” dan diyakini sebagai faktor yang mengancam eksistensi?
Siapakah “predator”nya? Seperti apakah model “domain of danger”-
nya? Pola atau “rule” apakah yang menjadi acuan dalam mekanisme
“keegoisan” bersama yang dijalankan. Jika semua variabel dan faktor
ini dapat terpetakan, akan banyak masalah sosial seperti kecemasan
massal akibat hoax dan informasi asimetrik akan dapat ditangkal dan
dicarikan solusinya. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 167


168 — G.E.N.C.E.
BAGIAN 3
Gaya Hidup Digital dan
Masa Depan Manusia

(1)
DUNIA YANG DIBANGUN DENGAN
PESAN

oleh Tauhid Nur Azhar

Entah sudah berapa tahun berlalu saat saya getol banget


belajar, meneliti, dan menulis soal DNA. Seingat saya
telah lahir sekurangnya 3 karya berupa 1 buku ajar dan
2 buku sains populer yang saya tulis saking demennya
sama DNA dan gen. Perjalanan ke Malang belum lama
ini membuka “luka lama”. Bersama Kaka Ojan di suatu
maghrib gerimis saya terdampar di Toga Mas. Sholat
dan cuci mata (jelalatan tepatnya) melihat keindahan dan
kecantikan buku-buku yang tergolek seksi di rak pajang
dengan pose-pose yang gak nahanin banget deh. Walhasil
sesuai prinsip poligami, 4 buku bersarang dalam kantong
belanja.
Dan, tiba-tiba suatu petunjuk area buku menghantam
kesadaran saya dengan keras dan mengalirlah cerita
cinta (Kahitna) tentang mantan terindah yang kini

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 169


menjadi janda. Sebuah buku di bagian biologi
melontarkan ingatan saya, dan saya terjebak
ruang nostalgia dalam hitam gelap malam
kenangan saya menjadi alien, I’m an alien, a
legal alien, jadi English man in New York.
Saya backward time lapse, saya dengan
rambut belah pinggir klimis, kacamata pantat
botol, kemeja tangan panjang yang dikancing
sampai leher dan celana katun dengan
ikat pinggang ketat setinggi udel, lengkap
bersepatu pantofel warna cokelat tua. Kedua
telapak tangan basah oleh keringat dingin, dan
wajah kemringet karena tanpa sadar saking
gugupnya saya berdiri tepat di depan pancaran
OHP yang menyorot panas, dan ganas. Yah,
gugup dan grogi. Itulah hari pertama seumur
hidup, saya mengajar di depan kelas. Biologi Medik semester I FK
Undip angkatan 98, tahun reformasi. Dan, topik saya adalah DNA. Hal
baru tapi tentu tidak tabu, yang pertama kali diajarkan dalam sejarah
biologi FK.
Seingat saya di kuliah tahun 98 itu saya membuka dengan sebuah
pertanyaan retoris, apa itu DNA? Yang saya jawab sendiri dan berharap
mendapat efek dramatis. Sebuah Pesan! Dan reaksi kelas biasa saja.
Efek dramatis gagal. Bahkan sebagian mahasiswa bercanda, pesan apa
Dok? Mie ayam atau tahu Pong?

***
Namun, hari ini saya ingin menyampaikan kembali bahwa DNA adalah
kode kehidupan yang dikoding dengan maksud dan tujuan. Jumlah
hurufnya panjaaang sekali: 3 milyar basa, 30 ribu cerita. Dan, sebagian
besar huruf itu intron. Pesan dalam sunyi yang tidak berbunyi. Untuk
apa?
Lalu bagaimana pesan itu disampaikan? Channel atau salurannya
apa? Bagaimana diterjemahkan dan bisa dimengerti? Penerimanya
siapa? Kira-kira demikian.

170 — G.E.N.C.E.
Dalam kuliah umum di FMIPA ITB dosen keceh matematika dari
KK Aljabar mengatakan bahwa semua pesan itu diharapkan error. Ini
teori Richard Hamming. Sehingga, kita perlu membuat model dan cara
untuk mengidentifikasi potensi kesalahan, lalu mendeteksinya, serta
mengoreksinya.
Maka, algoritma dengan prinsip ini mampu membuat sistem
melakukan validasi, koreksi, dan verifikasi. Misal QR (quick response)
code, punya toleransi salah sampai 30%. Artinya terpotong, tertutup,
atau tidak tercetak. Selama masih di bawah 30%, reader masih bisa baca
dan informasi masih bisa diterima dengan benar. CD gores gores, noise
oleh karena EM dan lainnya dapat dikoreksi. Selain itu pola khusus
dapat menjadi cara validasi otentisitas data, misal barcode ISBN buku
dan nomer kartu kredit atau ATM.

Aleams Barra, ini nama dosennya yang memberi kuliah umum


mengajarkan bahwa pola dikali 2 dengan pengali akhir (x) selalu akan
menghasilkan kelipatan 10. Demikian juga pada konsep tebal tipis di
barcode ISBN.
Konsep ini bahkan telah memasukkan kemungkinan adanya
human error karena err is part of humanity. Kemungkinan kesalahan yang
terprediksi adalah transposisi saat memasukkan angka. Dari sinilah

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 171


mulai berkembang upaya mengembangkan error reduction. Salah satu
caranya adalah dengan mengonstruksi anatomi data sehingga ada pola
(pattern) yang menjadi identitas, terlepas dari atribut dan aksesori yang
melekat atau dilekatkan.

Kesalahan itu diasumsikan minimal, sehingga azas pengulangan


akan membantu deteksi kesalahan. Jika kita ingin pesan yang terdiri
dari 3 huruf dapat dikenali dan kesalahan di dalamnya dapat diketahui
serta diperbaiki, maka setiap huruf bisa kita ulang, misal 3x. Contoh
kita ingin mengirim pesan 1 kata INA maka pesan yang kita kirim
adalah III NNN AAA, jika ada satu transposisi karena entry dan hal
lainnya, misal satu A tertukar XX III NNN SAA, sistem rekognisi
mahfum bahwa kesalahan adalah minimal (to err is human, but human
can learn), dan pola 2A adalah pola dominan, maka sistem tetap akan
mengeluarkan pesan INA di penerima. Ini persis, serupa, dan analog
dengan gen dan DNA dalam konsep kodon serta pemilihan asam
aminonya.
***

Adapun untuk yang DNA dan konsep pengulangan sebagai identitas


bisa baca di sini.

172 — G.E.N.C.E.
Mari sejenak kita renungkan implikasi filosofisnya. Pengenalan
pola atau pattern of recognition ini adalah dasar kita membangun
definisi dan persepsi. Kita melihat pola, bukan hanya variabel detail
yang kadang bisa berbeda. Geometri fraktal mengajarkan kita bahwa
selalu ada keteraturan dalam ketidakteraturan. Dan, filosofi kopi
mengajarkan kita bahwa di dalam setiap yang punya rasa selalu
ada nyawa. Nyawa itu adalah pola. AI lahir dari sini, deep learning
tumbuh dari sini. Block chain di fintech perlu ini. Image processing
apalagi. Namun, struktur data kompleks akan semakin rumit, terlebih
apabila kita mulai mempertimbangkan interaksi dan konjungsi pola
jamak (multiple pattern conjunction).
Maka muncul ide brilian nan hebat yang kembali pada aspek
spiritual selaras senafas dengan keyakinan orang Jawa di masanya.
Kapitayan. tan keno kinoyo ngopo. Soal ada dan tidak ada, alias biner
1 dan 0. Ahad adalah ada dan saya adalah tiada, bukankah demikian
sesungguhnya makna Ana Al-Haq dari Al-Arabi? Dari kesederhanaan
ada dan tiada kita punya pola untuk semua fenomena.
Angka 1 dan O, ada dan tiada yang bersifat superposisi dan
simetri sekaligus refleksi adalah cara brilian untuk mengodifikasi
pesan, hingga sesuai dengan prinsip dasar pesan yang harus dapat
diterima dan dimengerti.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 173


Dan, mengaji matematika ternyata adalah salah satu cara untuk
bisa mendaras ayat-ayat qauniyah agar bisa kita serap maknanya.
Konsep matrix dan linearitas yang tidak sederhana bisa menjadi cara
untuk belajar mengenal pola.

Sumber Gambar: Persentasi Kuliah Umum Dr. Alleams Barra (ITB, 2018)

***

Maka, pesan kebenaran dan pelajaran itu pasti sudah ada pola
dan pengulangan yang menjadi penanda (marker) yang bisa menjadi
inovasi dalam teknologi pedagogi. Sekarang anak sekolah itu disuruh
menghafal. Tapi kemudian, setelah dia lulus terlihat tidak tahu apa-
apa. Mengapa? Sebab, dia tidak bisa melihat pola. Pendidikan kita
menghasilkan lulusan “buta pola”. Yang tidak peka dan bijaksana
dalam mengenali keteraturan yang selalu selaras dan serasi dalam
harmoni. Pola pulalah yang bisa membuat kita segera mengenali hoax,

174 — G.E.N.C.E.
karena pasti tidak ada sinkronisitas dengan pola-pola jamak yang
membangun konstruksi informasi.
Hal ini sejatinya dapat dengan mudah dapat dipelajari dari
permainan berikut:
Pilihlah satu angka. Anda pun boleh bohong maksimal 1x. Dengan
7 pertanyaan ini yang cukup dijawab dengan ada dan tidak ada, akan
segera diketahui anda bohong di mana dan angka pilihan anda apa.
Silahkan mencoba!

Itulah cara DNA mendeteksi error dalam strukturnya. Itulah cara


alam mengembalikan fungsi-fungsi ekologis yang menjadi error di
sana-sini. Itulah sunatullah yang menggambarkan suatu keteraturan
terencana yang selalu memiliki jawaban untuk dicari dan ditelusuri.
Artinya, dari struktur pertanyaan itu kita bisa mendapat pola
dan mengetahui atau mengidentifikasi kesalahan atau perbedaan
ada di mana. Ini dasar dari konsep anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang di kedokteran untuk mendapatkan diagnosis.
Konsep pengulangan dan jumlah pengulangan yang ada akan
mereduksi kesalahan secara presisi. Konsistensi jawaban, dalam hal
ini angka yang ya dan tidak akan terlihat. Dan, yang tidak sesuai pola
adalah bohong. Maka, yang namanya setan itu jalannya tidak lurus
karena jalan lurus itu terbaca dan jelas. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 175


(2)
EDUCERE, DIGITAL SOCIETY, DAN KORUPSI:
Membangun Peradaban di Era Digital

Oleh Tauhid Nur Azhar

Tergelitik dengan konsep educere—yang didefinisikan sebagai suatu


proses untuk mengeluarkan segenap potensi yang terdapat di dalam
setiap individu yang bersifat unik dan multiranah: ruhiyah, qalbiyah,
aqliyah, serta jasadiyah, yang tentu saja bersifat kohesif (terpadu) dan
terintegrasi dalam cara pikir (mindset) dan terimplementasikan dalam
sikap dan perilaku—maka pengertian terhadap suatu makna dan
kesadaran semestinya juga dapat dibangun terpadu (koheren) baik di
tingkatan individu/personal maupun komunal.
Terkait dengan korupsi sebagai bentuk penyimpangan perilaku
yang memiliki efek contagious dan bermetastasis (menganak sebar)
secara sistemik, tampaknya perlu dikaji secara mendalam tentang
“potensi” destruktif yang terungkap dalam sebuah proses yang dapat
dikategorikan sebagai contra educere.
Mengingat otak manusia dibekali kemampuan belajar, mengingat,
dan membangun preferensi berdasar “kebutuhan” atau “keinginan”,
maka jika kecemasan akan tidak terpenuhinya daya dukung untuk
meraih standar kepuasan yang sebenarnya terdistorsi oleh pengetahuan
akan gaya hidup yang menggerus keyakinan dan pada gilirannya
kesadaran, yang terjadi adalah teroptimasinya kecerdasan manipulatif
dan keberanian mengambil resiko (risk taker) dengan menggadaikan
segenap nilai luhur seperti integritas dan kejujuran.
Konsep vivere pericoloso atau hidup menentang marabahaya
ini justru mendatangkan gairah untuk terus secara berulang-ulang
melakukan hal ekstrem, tabu, dosa, atau maksiat sebagai pemicu
dikeluarkannya zat kimia motivasi. Dan, saat berhasil mendapatkan
apa yang diinginkan tanpa diketahui, tercapailah kondisi ekstase
atau orgasmik mental yang ditandai dengan banjir dopamin di reward

176 — G.E.N.C.E.
pathway otak. Jika kondisi yang sebenarnya terjadi di level individual
ini secara sistemik terdistribusi di masyarakat, domainnya akan
merambah ke kondisi patologi sosial di mana perilaku ini bisa jadi
merupakan simptom (gejala) terjadinya compulsive society.
Melakukan suatu perbuatan negatif secara berulang (repetitif),
bahkan menjadikannya “ritual” untuk meredam kecemasan bawah
sadar yang dirasakan. Jika kondisi ini terjadi secara berjamaah, tentu
kita harus menelaahnya dari pendekatan ilmu Antropologi atau
lebih tepatnya dengan paradigma etnosains. Ada etnis koruptor telah
lahir sebagai suatu generasi bergenre khusus di negara kita. Asumsi
dasar, etos, dan model etnosains sebagai upaya untuk mendapatkan,
mendeskripsikan, dan menggambarkan perilaku suatu kelompok
didefinisikan oleh Bronislaw Malinowski (1961) sebagai to grasp the
native’s point of view, his relation to life to realize his vision of his world.
Lalu apa pandangan dan faktor yang mempengaruhi pandangan
hidup seorang koruptor atau etnis koruptor? Kang Taufiq Pasiak
berhipotesis bahwa kecemasan yang melahirkan compulsive society
(juga corruptive society) bermuasal dari tak terlatihnya cara berpikir
yang membuka ruang bagi insting untuk mengambil alih kendali
pengambilan keputusan. Ciri pengambilan keputusan yang bersifat
instingtual adalah tindakan dan keputusan bersifat cepat, pragmatis,
pemuasan segera (instan), dan berdurasi jangka pendek (tidak berpikir
panjang). Insting adalah bagian dari mekanisme survival di mana
faktor waktu (t) adalah variabel yang paling krusial. Di otak manusia,
mekanisme insting dan survival behaviour antara lain diperankan oleh
girus singulata.
***

Fakta lain yang tidak kalah menggelitiknya adalah terbentuknya


etnis/ethnos/bangsa atau kelompok masyarakat baru nirfisik yang
hadir dalam bentuk digital society dan mengembangkan pola-pola
komunikasi baru yang mampu menjadi wadah kolektif kolegial dalam
berbagi gagasan hidup. Bukan hanya itu saja, melainkan berbagi
keyakinan dan nilai dasar yang pada gilirannya membentuk pola
interaksi unik seperti pengelompokan dan polarisasi ideologi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 177


Secara global dunia maya sudah dihuni oleh 2,3 milyar manusia.
Khusus Indonesia (data per 2016) terdapat 326,3 juta nomor hape
(padahal penduduknya hanya sekitar 252 juta) atau 126% dari jumlah
penduduk terdata. Yang memiliki ponsel sekitar 85% penduduk,
dengan 43% nya ponsel pintar (gawai cerdas/smartphone). Pengguna
internet 88,1 juta dan pemilik akun media sosial (pengguna aktif) ada
79 juta orang, 66 juta orang di antaranya mengakses medsos lewat
hape. BBM masih dominan (19%), FB juara 2 (15%), dan WA mulai
menyodok ke posisi 3 (14%).
Dengan adanya berbagai fitur tambahan yang mengakomodir
kelebihan kompetitor medsos lain seperti FB dan Line, ada
kemungkinan WA akan merajai medsos di tahun-tahun mendatang.
Semua sejalan dengan prediksi Gordon Moore (Moore Law’s) soal
kecepatan pertumbuhan teknologi berbasis elektronika (khususnya di
bidang ICT) seiring dengan berkembang pesatnya ilmu material (IC,
prosesor berbahan semikonduktor, PCB, microcontrol, dan lainnya).
Bersama teori kuantifikasi informasi yang digagas Claude Shannon,
teknologi data memang tumbuh secara eksponensial di abad ke 21 ini.

178 — G.E.N.C.E.
Mudahnya akses untuk berceloteh dan berbagi informasi (tanpa
memandang validitas dan akurasi materi) mendorong lahirnya etnis
baru (Homo sosmedicus) yang memenuhi kebutuhan dasar untuk
terhubung dengan sesama dan mengelola serta menampilkan citra
diri sebagai bentuk aktualisasi dari konsep piramida Maslow, melalui
media sosial (Dae Meshi et.al., The Emerging Neuroscience of Social Media,
Trends in Cognitive Science, Dec 2015).
Salah satu ciri psikologi komunikasi di sosmed adalah CDE
(Cyber Disinhibition Effect) alias perilaku “congor” yang tidak terkendali.
Mengutip paparan Dr. Neila Ramdhani dari FPsi UGM, norma-norma
sosial di tatanan masyarakat dunia nyata hampir tak berlaku di dunia
maya. Pembentukan perilaku melalui “banjir” informasi inadekuat
yang diperkuat faktor influencer dan trend setter digital seperti
selebgram, youtuber, ataupun buzzer berlangsung amat efektif dan
bisa saja menjadi sangat destruktif.
Adanya fenomena theater of mind yang menyajikan the battle of
minds di mana semuanya maya dan kadang by proxy bisa menjurus
pada lahirnya sebuah madness society yang impulsif, reaktif, serta radikal
dalam meyakini nilai yang belum terbukti keabsahan kebenarannya.
Dengan demikian, kita sekarang memiliki dua karakter etnis
baru, yang pertama bersifat manipulatif-koruptif, dan yang kedua
disinhibition behaviour!
So what? Tentu kita harus urai satu persatu dengan tenang dan
mencoba untuk menemukan simpul-simpul permasalahannya. Dalam
tulisan ini yang tentu tidak bisa panjang-panjang, saya mengusulkan
untuk berfokus pada konsep cara berpikir dan level of thinking, di mana
semua persoalan yang terjadi di dunia nyata dan maya di atas adalah
buah dari akumulasi tingkat berpikir yang terepresentasikan dalam
sikap dan perilaku.

***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 179


(3)
CYBER PSYCHOLOGY
Pendekatan Fenomenologi Kata Kunci dan Status
di Mesin Pencari dan Jejaring Sosial (Fenomena
Google dan Facebook)
Oleh Tauhid Nur Azhar

Fenomenologi adalah suatu pendekatan metodologis dalam filsafat


sains yang dalam Stanford Encyclopedia of Phylosophy didefinisikan
sebagai the study of structures of consciousness as experienced from the
first person point of view, atau studi tentang struktur kesadaran yang
dibangun berdasarkan pengalaman dari sudut pandang orang pertama
(subyek).
Pendekatan ini dikembangkan oleh Edmun Husserl sejak awal
abad ke-20 bersama para akademisi di Gottingen dan Muenchen
Jerman. Salah satu pengikut mahzab fenomenologi yang terkemuka
adalah Martin Heideger. Kelompok fenomenologi dari Jerman ini
mengembangkan pengetahuan tentang struktur kesadaran sampai
kepada penelusuran proses yang terjadi hingga terbentuknya
kesadaran.
Struktur kesadaran sendiri memiliki proses yang didapat
melalui serangkaian pengalaman yang harus dinilai secara obyektif
untuk mendapatkan pengetahuan tentang penilaian (judgement),
persepsi, dan emosi yang muncul pada pengamat atau orang yang
mengalaminya secara langsung. Menurut Franz Brentano dan Carl
Stumpf, pengalaman obyektif yang dicermati dalam pendekatan
fenomenologi memiliki varian intensitas (intentionality) yang
dipengaruhi oleh persepsi, memori, penolakan, penguatan intensitas,
dan kebermaknaan sebuah peristiwa atau pengalaman.

***

180 — G.E.N.C.E.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang teramat pesat
yang ditandai dengan pencapaian teknologi processing dan digitalisasi
yang ditunjang oleh perkembangan rekayasa material. Revolusi
industri berbasis ICT sesuai dengan prediksi Claude Shannon dan
kaidah hukum Moore yang memprediksikan pertumbuhan teknologi
yang lompatannya bersifat eksponensial. Pertumbuhan teknologi
informasi yang menjadi tulang punggung revolusi industri tahap
lanjut mendorong munculnya gelombang transformasi masyarakat di
berbagai sektor kehidupan. Perubahan antropokultural yang terjadi
antara lain meliputi munculnya ketergantungan kepada jejaring internet
sebagai sumber informasi. Pada gilirannya kondisi ini menjadikan
internet sebagai salah satu faktor stimulus dalam perubahan gaya
hidup (life style).

Hasil pengamatan trafik yang dilakukan oleh Media Metrix


memperlihatkan terjadi peningkatan durasi kunjungan seseorang
di situs jejaring sosialnya secara signifikan dibandingkan ke situs
informasi dan edukasi (misal Wikipedia). Hal ini secara tidak langsung
menunjukkan bahwa terjadi perubahan tren budaya komunikasi
menuju budaya komunikasi virtual yang sebenarnya merupakan
sumber informasi asimetrik, atau sulit divalidasi kebenaran dan
kredibilitas sumbernya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 181


Hasil polling yang dilakukan oleh Andi Rahmat, Tegar Paramartha,
dan Agus Sudrajat dari Institut Manajemen Telkom di jaringan sosial
Facebook (2009) dengan sampel mahasiswa dengan rentang usia 18-
25 tahun menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan terhadap layanan
internet sudah mendominasi kehidupan sosial dari mayoritas
sampel/peserta polling. Dari serangkaian pertanyaan yang disiapkan
didapatkan pengelompokan hasil sebagai berikut: responden yang
telah mejadikan layanan internet sebagai bagian dari kebutuhan dan
gaya hidup, responden yang menjadikan layanan internet sebagai
alat bantu untuk mengakses informasi dan edukasi, responden yang
menjadikan layanan internet sebagai alat mengakses hiburan dan
membangun jaringan sosial semata, dan kelompok responden yang
terkategori masih agak asing dengan kegunaan dan manfaat dari
layanan internet.
Pengelompokan fenomena pengguna layanan internet ini
didapatkan dari jenis-jenis pertanyaan quesioner yang antara lain
meliputi frekuensi dan intensitas penggunaan jaringan internet, alat
bantu yang dipergunakan (gadget), situs yang dikunjungi, gambaran-
gambaran contoh kebutuhan dan upaya pemenuhannya dengan
memanfaatkan layanan internet, dan pendapat subyek tentang peran
internet alam kehidupannya (first person view).

Klasifikasi Pengguna Perbandingan Gender


No
Internet Prosentase Wanita Pria

Kelompok dengan
internet sebagai
1 32% 13% 19%
kebutuhan dan gaya
hidup

Kelompok pengguna aktif


2 dalam konteks informasi 25% 7% 18%
dan edukasi

Kelompok pengguna aktif


3 dalam konteks hiburan 31% 20% 11%
dan jejaring sosial

Kelompok pengguna
4 pasif dan dalam tahap 12% 5% 7%
pengenalan

182 — G.E.N.C.E.
Tingginya tingkat penetrasi informasi dan efektifnya pola
komunikasi sosial pada jaringan internet secara hipotetikal akan
menghasilkan suatu kondisi terciptanya nilai-nilai kebenaran semu.
Mengacu kepada konsep falsifikasi yang digagas Karl Popper, metoda
pembuktian kebenaran adalah dengan menguji (eksaminasi) suatu
informasi atau teori sampai terbukti salah, jika tidak terbukti maka
akan terjadi penguatan bahwa informasi tersebut benar! Keadaan ini
disebut koroborasi.
Sebagai contoh, informasi yang bersumber dari internet
kemudian akan mendapat pembenaran secara berkesinambungan dari
jaringan pengguna serta diamplifikasi serta ditingkatkan intensitas
transmisinya melalui intensifikasi jalur informasi (tag, mailing list, dan
link). Maka hasil akhir dari serangkaian proses ”pembenaran” yang
terjadi akan bermuara pada sebuah informasi yang dianggap sahih
(valid) dan terjamin serta diyakini kebenarannya. Pola komunikasi
sosial akan mengalami transformasi radikal dari yang semula berdasar
pada kredibilitas ”key person” atau komunikator yang ditentukan
berdasarkan perspektif budaya, maka kini validitas lebih dipengaruhi
oleh penetrasi dan transmisi data. Semakin cepat sebuah informasi
dikirim serta diterima, serta semakin banyak orang menerima dan
membaca maka informasi itu mengalami penguatan dan dengan
sendirinya meningkat kesahihannya.
Kondisi ini dapat dicermati pada layanan microblogging Twitter
yang mampu secara cepat dan singkat mentransmisikan berita-berita
pendek yang dibatasi jumlah karakternya. Sebagai contoh nyata
informasi kematian Mbah Surip dan Michael Jakcson dengan cepat
menyebar ke seluruh dunia dan mendapat konfirmasi berulang dari
pengguna lain. Fenomena penguatan validitas juga didukung oleh
konfirmasi berulang (berlapis) yang berlangsung selama informasi
terus ditransmisikan dan terdistribusikan melalui jaringan.

***
Dalam konteks web 2.0 dan web semantik, fenomena kontribusi
informasi dan arah arus yang bersifat konvergen adalah struktur dasar
dari konstruksi komunitas dan tatanan masyarakat baru berbasis
web (new order community). Maka kata kunci (key word) dalam proses

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 183


pencarian dengan bantuan mesin pencari (search engine) adalah variabel
penting fenomenologis yang merepresentasikan tingkat kebutuhan
infomasi terhadap suatu topik. Semakin tinggi frekuensi suatu kata
kunci dipergunakan, akan semakin kuat pula intensitas kebutuhan
terhadap informasi tersebut.
Dari konsep inilah profil psikososial masyarakat pengguna
layanan internet dapat dipetakan. Dari data awal inilah dapat
ditelusuri proses pembentukan kemampuan penilaian, persepsi,
emosi, dan sikap mental yang diyakini oleh masyarakat pengguna
jasa layanan internet. Kata kunci menjadi ikon penting dalam proses
evaluasi kondisi psikologis sebuah kelompok (cluster) masyarakat.
Dalam psikologi bisnis, kata kunci bahkan dapat dijadikan variabel
penting dalam proses prakiraan bisnis (business forecasting).
Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: jika kata kunci
merupakan representasi kebutuhan kelompok yang bersifat dinamis
(group dynamic) maka faktor apa saja yang mempengaruhi proses
pembentukannya? Kemungkinan terbesar adalah perputaran dan
umbalan informasi yang juga tercipta dari interkonektifitas dan
interaksi antarjaringan sosial di struktur virtual masyarkat pengguna
internet.
Berbagai data dalam bentuk text, gambar, bahkan multimedia
akan diolah oleh indera sensoris dan ditransmisikan ke pusat belajar
di otak serta menjadi data mentah bagi pusat-pusat penglihatan,
pendengaran, dan penginderaan lainnya (primer dan sekunder). Ketika
seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, maka segenap indera
sensorisnya akan menerima dan mentransmisikan data. Selanjutnya
data tersebut akan ditapis di talamus dan dikirimkan ke kulit otak,
sesuai dengan jenis dan proses yang dibutuhkannya. Sekumpulan
proses yang meliputi penerimaan data, transmisi (penyaluran), analisa,
dan pembentukan respon, serta proses belajar dan pengelolaan ingatan
termaktub ke dalam sebuah supra sistem manajemen operasi yang
menghasilkan produk-produk mental. Fungsi mental inilah yang
kemudian (dalam perjalanannya) berkembang menjadi sebuah proses
yang dinamis, penuh dengan ragam, dan menjadikan seorang manusia
memiliki kemampuan mempersespsikan hidup. Perkembangan dari
proses pembentukan persepsi adalah timbulnya beragam piranti sosial

184 — G.E.N.C.E.
dan tumbuhnya nilai-nilai acuan. Manusia mengklasifikasikan diri
dan kepentingannya dalam bentuk ekspektasi, prestasi, dan kemudian
bahkan mengembangkan konsep frustasi atau kekecewaan di saat
fakta tidak sesuai dengan harapan.
Sistem mental ini kemudian terus bergulir dan tidak hanya
mengubah pola pandang pribadi, melainkan juga menjadi dasar atau
fondasi dari proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya
dan juga dengan berbagai elemen yang terdapat di dalamnya.
Dalam perkembangan selanjutnya manusia mengembangkan
berbagai sub sistem mental yang dijiwai semangat untuk
mengoptimalkan benefit yang bersifat ego atau setidaknya
antroposentrik, berfokus pada manusia sebagai subjek sekaligus objek
hidup. Sumber daya alam dan sumber daya sosial didorong secara
hegemonik untuk dipahami sebagai sebuah infrastruktur hidup yang
harus dikapitalisasi. Semua potensi sumber daya itu akan dimaknai
sebagai modal yang harus mampu menghasilkan jauh lebih banyak
lagi keuntungan bagi manusia.
Akan tetapi, kemampuan mental yang semula destruktif dan
bersifat eksploitatif itu lambat-laun—seiring dengan tumbuhnya
kesadaran tentang perlunya sebuah proses yang berkesinambungan,
mulai mengurangi momentum kelembaman. Bisnis dan proses produksi
serta jasa di dalamnya kini berpaling pada kepedulian terhadap daya
dukung dalam bingkai waktu jangka panjang. Pengembangan produk-
produk baru tidak lagi sekadar mengacu kepada keuntungan sesaat
dan kepedulian yang hanya terbatas pada ruang lingkup yang sangat
sempit.
Pada hakikatnya seorang manusia memiliki internal consciusness
yang tercermin dalam pola-pola psikososial sebagaimana digambarkan
dengan sangat baik melalui riset yang dilakukan oleh Solomon
Asch pada tahun 1951. Riset psikologi sosial ini didesain sangat
sederhana, sekumpulan orang diminta untuk mengidentifikasi dan
membandingkan panjang beberapa garis dengan sebuah garis yang
menjadi acuan. Sejumlah orang yang terlibat sudah ”kongkalikong”
dan akan menyatakan bahwa garis tertentulah yang sama panjangnya
dengan garis acuan, meski sebenarnya tidak begitu. Hasil riset

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 185


menunjukkan bahwa ternyata orang percobaan (probandus) cenderung
untuk menyetujui ”kesalahan” yang dilakukan oleh kelompok
mayoritas, meski sesungguhnya yang bersangkutan tahu bahwa
itu salah. Interaksi sosial rupanya juga berperan sebagai suatu
upaya peneguhan keyakinan dan pendistribusian tanggungjawab.
Orang akan merasa lebih aman apabila pendapatnya sejalan dengan
kecenderungan lingkungan!
Penelitian terdahulu yang dilansir pada tahun 1936 oleh Muzafer
Sherif justru menunjukkan hasil yang berbeda. Dalam penelitian itu
seseorang diminta memasuki sebuah kamar dengan sebuah bola lampu
pijar yang redup sebagai satu-satunya sumber penerangan. Lalu pada
orang percobaan tersebut ditanyakan, apakah bol lampu tersebut
bergeser atau bergerak? Rerata mereka menjawab bahwa bola lampu
tersebut bergeser atau bergerak. Akan tetapi, ketika sekelompok orang
percobaan yang telah mengikuti tes tahap pertama (masuk sendiri-
sendiri) dimasukkan bersama-sama ke dalam ruangan tersebut,
mereka bersepakat bahwa lampu itu tidak bergerak. Dalam hal ini
interaksi sosial dalam kelompok rupanya mendorong munculnya
upaya pencarian kebenaran komunal, yang bisa diterima oleh banyak
kalangan.
Dengan demikian apabila mengacu kepada kedua hasil
penelitian tersebut, kita akan mendapatkan sebuah fenomena bahwa
sesungguhnya manusia akan terlepas dari paradigma dan tata nilai
”benar-salah” atau yang kemudian disebut sebagai moralitas, dengan
syarat adanya kesepakatan komunal. Dengan kata lain, ”yang penting
beramai-ramai. Tampaknya dari fenomena inilah kemudian muncul
konsep konsensus atau keputusan yang berangkat dari sebuah
kesepakatan bersama. Dan, pendulum kesepakatan itu pun bergeser,
dari yang semula sekadar berorientasi pada profit kini bergeser untuk
mulai meraih benefit!

GOOGLE TRENDS
Mengacu kepada konsep psikologi sosial di atas, maka trend yang
tercermati melalui Google Trends sesungguhnya memetakan upaya
pencarian kebenaran dan kebutuhan komunal.

186 — G.E.N.C.E.
Pada grafik tentang seberapa banyak orang dan seberapa sering
orang sub region Indonesia mencari informasi tentang penyakit flu,
dapat dikaji beberapa faktor terkait berikut: awareness, tren pencarian
info secara tidak langsung menunjukkan adanya kepedulian terhadap
topik yang ingin dicari keterangannya. Kepedulian ini secara psikologis
dapat didasari dan dmotivasi oleh adanya “kebutuhan” (needs).
Kebutuhan dalam skala tertentu, dan dalam keadaan tidak terkelola
dengan baik serta “terasa” berada di luar rentang kendali adalah bagian
dari spektrum “ancaman”. Dan ancaman adalah stimulator terkuat
dari respon defensif. Maka pencarian informasi tentang penyakit dapat
diasumsikan terkait erat dengan “dimensi ancaman” yang tengah
dihadapi. Dalam hal ini issue global, laporan jurnalistik lokal (dapat
diperkuat apabila data twitter yang berisi laporan sewaktu dari warga
dapat diintegrasikan dalam Google trends, melengkapi data “news”
yang sudah ada), maupun adanya peringatan resmi dari otoritas.
Hal ini mirip dengan maraknya pencarian berkata kunci “demam
berdarah” di bulan-bulan dan di kota-kota tertentu.

Grafik trend Google global di atas menunjukkan adanya peningkatan trend


pencarian berkata kunci flu di saat ada peristiwa-peristiwa terkait yang
bertidak selaku trigger atau teaser.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 187


Dimensi waktu juga menjadi faktor menarik lain untuk dicermati.
Kemunculan momentum-momentum khusus yang ditandai dengan
tingginya pencarian terhadap suatu topik atau tema berkata kunci
tertentu dapat berlangsung siklikal (berulang), periodik, ataupun hanya
terjadi pada saat yang tak terduga (unpredictable). Berulangnya sebuah
fenomena adalah potensi besar untuk proses prakiraan (forecasting) dan
sangat bermanfaat bagi proses marketing. Keberulangan sebuah topik
amat bergantung kepada siklus klimatologi, trend global, ataupun
pada timelines politik (menjelang pemilu, pilkada, atau penerapan
peraturan tertentu).
Adanya momentum yang bersifat eksklusif dan sarat dengan
lokalitas juga mempengaruhi maraknya kata kunci tertentu di sebuah
sub region. Misal ketika Yogyakarta gempa, maka angka pencarian
berkata kunci Yogyakarta tinggi sekali. Demikian juga, saat Garuda
mengalami kecelakaan di Bandara Adi Sucipto dan melibatkan
beberapa orang penting dan delegasi asing (Australia).

Menariknya apabila data tentang Yogyakarta ini dibandingkan


dengan pencarian untuk Bandung, secara head to head Bandung unggul.
Siapa yang mencari data tentang Bandung? Ajaib! Orang Bandung

188 — G.E.N.C.E.
sendiri! Ini adalah data awal untuk pemetaan tipologi psikologi atau
psikografi tentang penduduk suatu kota. Karakter “narsis” seperti yang
ditunjukkan warga Bandung ini kelak dapat dikembangkan untuk
memetakan faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi psikologis
seperti kultur, geomorfologi, iklim, potensi ekonomi, pendapatan
perkapita, dan banyak faktor lainnya. Yang jelas “narsis” adalah salah
satu atribut pada produk yang bernama manusia Bandung! Homo
Bandungicus pengen tampil teruuuus!
Demikian pula tim sepakbola kebanggaannya: PERSIB. Google
menunjukkan Persib adalah juara yang sebenarnya, setidaknya di
pikiran penggemarnya. Mungkin jika diadakan market research yang
agak serius di Bandung dan sekitarnya produk yang paling melekat di
otak dan menjadi top of mind (TOM) adalah Persib. Dari penelusuran
trend Persib berbanding denga Persija didapati bahwa penggemar
Persib (bobotoh) mungkin sama saja banyaknya dengan fans Persija
(The Jak), tetapi bobotoh jelas lebih melek internet. Data Google
menunjukkan bahwa Persib unggul dan laris manis dicari di dunia
maya. Tentu harus pula dipertimbangkan kemungkinan ada sekian
persen The Jak dan fans klub peserta Liga Indonesia lainnya yang
“mengintip” kekuatan Persib melalui teknologi informasi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 189


Berbicara soal bola yang diganderungi di seluruh dunia, kita pun
harus mengulas tentang trend pada topik berkata kunci sex. Mengingat
inilah issue terbesar yang dikaitkan dengan stigmatisasi buruk jasa
internet. Meski sesungguhnya kata kunci sex terkait dengan teori,
pengetahuan, dan juga jender, tetapi tak dapat dipungkiri asosiasi dan
konotasi terkuat adalah dengan pornografi.
Tahukah Anda kota mana di Indonesia yang paling banyak
mengetikkan kata kunci sex di Google? Jawabannya adalah Semarang!
Kota pesisir pantai utara jawa yang adem ayem dan tempat saya
sekolah ternyata “ganas” juga kalau di dunia maya! Semarang, Malang
dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah juara akses data yang dicari
dengan kata kunci sex. Budaya, tabu, dan pola komunikasi yang
tertutup menjadikan internet berkembang menjadi salah satu pintu
katarsis untuk memuaskan pengetahuan tentang hal-hal yang selama
ini disembunyikan. Tentu harus dipertimbangkan pula alasan-alasan
lain yang juga memiliki kemungkinan untuk berkontribusi pada sistem
pengambilan keputusan.

190 — G.E.N.C.E.
Hal lain yang tak kalah menariknya dalam genre budaya populer
adalah kengetopan dan keartisan seseorang. Seorang Luna Maya dapat
memetakan sebaran penggemar fanatiknya dan posisinya terhadap
kompetitor. Wajar jika Google saat ini sudah bertransformasi dari yang
semula brand atau nama yang melekat pada suatu badan usaha, menjadi
kata kerja yang tercantum di dalam Webster Dictionary, dengan kata
kerja aktif googling berarti mencari informasi di dunia maya melalui
mesin pencari. Kembali ke Luna Maya, ternyata penggemar fanatik
terbanyaknya yang aktif menggogling terdapat secara berturut-turut
di beberapa kota berikut:

Jakarta, Medan, Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung. Maka


Luna dapat berstrategi untuk memaintain relationship dengan fansnya.
Jakarta dan Medan haruslah mendapatkan atensi yang lebih intensif,
terbukti masyarakat kedua kota itulah basis massa Luna Maya di
dunia maya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 191


Terkait dengan kompetitor dan trend “masa edar” selebritis,
ternyata perlahan tapi pasti Luna Maya berhasil “mengalahkan”
Dian Sastro, kecuali di Yogyakarta. Mungkin wajah njawani Jeng Dian
mampu merebut hati para netter kota Gudeg yang kesengsem lan
kepincut senyum manisnya.
Masih dari dunia selebritis, bintang “Empat Mata” atau kini
“Bukan Empat Mata” Trans7, Tukul Arwana, ternyata “kebanting”
oleh sosok Ayu Azhari, apalagi di saat-saat momentum tersebarnya
foto-foto syur Azhari sister. Dalam soal cari mencari Ayu Azhari,
Bandunglah juaranya. Jadi meski mojang-mojang Priangan terkenal
akan kemolekannya, daya tarik Ayu Azhari rupanya memiliki sensasi
tersendiri.
Berbicara soal ikon atau tokoh Bandung asli, tidak afdhol kiranya
jika tidak mengulas dan mengupas Aa Gym, dai kondang yang tenar
hingga mancanegara. Setelah kasus poligaminya meledak dan menjadi
buah bibir banyak orang serta memberikan banyak profit bagi industri
media, sosoknya semakin surut dan tak lagi menjadi ikon yang “wajib”
cari. Google trends bahkan memberikan gambaran yang agak ironis,

192 — G.E.N.C.E.
kata kunci Aa Gym ternyata kalah banyak dipakai dibandingkan kata
kunci untuk Dewi Persik! Silahkan Anda interpretasikan sendiri dalam
konteks pengamatan terhadap posisi agama di kancah budaya populer.
Dai yang paling ngepop dan ngetop saja masih tidak mampu bersaing
dengan seorang selebriti seksi yang berasal dari Kediri.
Lain hal jika kita berbicara peta geopolitik misal membandingkan
antara Jokowi, Prabowo, Pak SBY dengan Ibu Mega, atau partai
Demokrat, Golkar, dan PDIP di sub region tertentu, pasti menarik
dan bisa dikaji secara lebih mendalam faktor-faktor yang turut
mempengaruhi dorongan orang untuk “mencari” partai atau tokoh
tersebut di dunia maya. Tetapi ketika kita harus membandingkan
sesuatu yang bernuansa absurditas dan fakta menunjukkan bahwa
rasionalitas tidak mendapat tempat, kita meskipun sebenarnya
sudah tahu hasilnya, akan “terpukul” dan kecewa. Padahal absurd
itu hanyalah sebuah fenomena keteraturan yang sedikit “lebih
kusut” daripada biasanya, dapat dijelaskan dan dicari simpul-simpul
pemahamannya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 193


Maka mungkin pembaca dapat memaklumi “keengganan”
penulis untuk mencoba memasukkan variasi kata-kata kunci berikut:
Dr. Siti Fadillah Supari versus Ponari, ataupun Islam versus ikon-ikon
populer lainnya, khawatir “gak kuat” melihat hasilnya!
Tetapi berbicara serius, trend kata kunci di Google ini juga
memberikan informasi yang teramat berharga perihal kualitas edukasi
publik. Lihatlah, masyarakat justru lebih sering mencari informasi
tentang kanker dibandingkan dengan tentang jantung. Padahal fakta
mengatakan bahwa pembunuh nomor satu saat ini adalah penyakit
jantung dengan berbagai komplikasinya. Dalam ranah marketing di
media baru (new media marketing) dapat ditelusuri secara obyektif jenis
informasi apa yang menjadi kebutuhan dan merupakan komoditas
publik bernilai tinggi. Simak tabel kunjungan harian pada situs-situs
penyedia berita di Indonesia berikut:

Hasil analisa Alexa terhadap 5 situs/portal berita Indonesia terpopuler

Data obyektif yang didapatkan dari penelusuran kunjungan,


bahkan sampai berapa lama waktu singgah ke laman sebuah situs
merupakan “tools” dengan utilitas tinggi yang menggambarkan
dinamisitas komunitas. Penelusuran daerah/geografis dari

194 — G.E.N.C.E.
pengunjung laman dapat menjadi gambaran penetrasi informasi dan
cakupan dispersinya. Sistem transparansi ini menjadikan penguasaan
informasi bukan sekadar profit bagi seseorang atau sekelompok
tertentu, melainkan menjadi benefit publik.
Kondisi ini menghantarkan kita pada era keterbukaan yang
berkorelasi erat dengan kejujuran dan keadilan. Ruang publik
yang sarat dengan banalisme dan vandalisme formal lambat laun
akan tergusur oleh terbangunnya “peer group” yang konstruktif
dan mengakomodir tata nilai baru tentang interaksi yang justru
lebih bersifat humaniter dan egaliter. Kemerdekaan dan kebebasan
psikologis yang bertanggungjawab akan menggusur kejahatan dan
pemenuhan aktualisasi rendah. Pornografi internet dan penipuan
(fraud, carding, dan criminal hacking) serta kejahatan saiber lainnya
akan tereliminasi dan akan semakin sempit ruang geraknya. Dunia
alternatif akan terbangun dan bersikap lebih edukatif, informatif, dan
transformatif terhadap perilaku sosial. Komunitas baru akan terbangun
melalui “second world” yang lebih ideal dan terbangun di atas platform
saling percaya dan saling berbagi (trust and sharing). Kepercayaan yang
dibangun ini menyandarkan diri pada “kebersamaan” dan konsep
saling mengingatkan (baca: saling mengoreksi) dan mewartakan
kebenaran.
Pemenuhan kebutuhan informasi akan mendorong peringkat
(rating) informasi yang menjadi kebutuhan bersama, dapat dicermati
pada hasil analisa Google Analytic yang mampu memetakan asal
pengunjung (dari search engine, bouncing dari situs yang dikunjungi
sebelumnya, atau spontan mengetahui alamat situs yang dituju dari
sumber informasi konvensional).

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 195


Contoh hasil penelusuran sebaran geografis, jalur masuk, dan profil pengunjung (bisa
melihat loyalitas dan kebutuhan terhadap situs/need analysis serta atraktibilitas situs)

Contoh peringkat popularitas dan tingkat kunjungan pada situs telekomunikasi nasional
dan regional berdasar kata kunci

196 — G.E.N.C.E.
Data kunjungan pada sebuah situs lokal (lihat geolokasi pengunjung yang eksklusif
terpusat di Indonesia)

Sebaran prosentase kebutuhan informasi berdasar kata kunci

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 197


Apresiasi Sosial Melalui Pemutakhiran Status (Status
Update) dan Komentar (Comment)
Mengapa jejaring sosial menjadi media yang begitu diminati oleh
masyarakat dunia? Bapak Suryatin Setiawan dalam Majalah Inspire edisi
Juli 2009 mengemukakan hipotesa yang sangat menarik: kesempatan
mengekspresikan diri apa adanya melalui budaya “grafiti” , dengan
menulisi “tembok” di laman jejaring sosial adalah sebuah proses
pelepasan emosi yang mampu meringankan beban.
Dari perspektif psikososial Wimar Witoelar mengorelasikan
budaya atau fenomena mengekspresikan diri melalui jejaring
sosial yang seolah ”alter ego” dari pemilik akun itu dengan sebuah
peribahasa yang pas sekali: Give a man a mask and he’ll show you his
true face. Kalimat ini terasa ringan dan seolah sangat sepele tetapi
sesungguhnya menggambarkan fenomena psikososial yang dapat
digali secara lebih komprehensif. Ketersembunyian identitas pemilik
akun adalah pelindung atau perisai (shield) yang dapat dianalogikan
dengan dinding-dinding kamar yang aman dan tidak memungkinkan
pihak lain melihat hal-hal yang bersifat pribadi. Kondisi ini secara
tidak langsung menggambarkan adanya keterbatasan ruang publik
yang mampu mengakomodir katarsis yang merupakan pelepasan dari
berbagai tekanan dalam sistem sosial.
Manusia dalam kungkungan sistem sosial yang represif dan
mengacu kepada tata nilai berbasis capaian dan materi menjadi sangat
bergantung kepada konsep pencitraan diri. ”Keagungan” citra diri
ini menjadi tekanan psikis yang teramat berat karena mengharuskan
manusia yang ebrsangkutan untuk terus menerus membangun dan
mempertahankan citra yang melakat sebagai atribut sosial.
Kemungkinan secara hipotetikal motivasi untuk membangun
alterego yang bebas nilai inilah yang kemudian menjadikan jejaring
sosial tumbuh teramat pesat. Hambatan alamiah yang dapat
mengurangi pesatnya laju pertumbuhan akun jejaring sosial di negara-
negara berkembang seperti Indonesia adalah infrastruktur. Jika
kita mengacu kepada ketersediaan dan ”kemewahan” infrastruktur
teknologi informasi seperti di Belanda, lonjakan penggunaan jejaring
sosial secara prediktif akan bersifat eksponensial. Simak tabel pengguna
Facebook di bawah ini;

198 — G.E.N.C.E.
Dari sudut pandang yang agak berbeda Heyman dan Ariely
(Psychology Sciences, 2004) mengaji konsep psikologi uang (psychology
of money). Ada tiga kelompok yang diuji mendapatkan tugas
membuat lingkaran di kertas. Kelompok pertama dijanjikan imbalan
5 dolar, kelompok kedua dijanjikan imbalan 50 sen, dan kelompok
ketiga diberikan ucapan terima kasih yang tulus. Ternyata dari hasil
penlilaian kinerja berdasar banyaknya jumlah lingkaran yang dibuat
dalam kurun waktu yang telah ditetapkan, didapati bahwa orang
yang mendapat ucapan terimakasih dengan tulus membuat jauh lebih
banyak lingkaran dibandingkan dengan orang-orang yang dibayar.
Sementara di antara dua orang yang dibayar, yang mendapatkan
bayaran 5 dolar terbukti membuat lingkaran lebih banyak dibanding
dengan yang hanya mendapat 50 sen.
Dalam kasus yang sedikit berbeda hadiah atau ucapan
terimakasih diganti dengan coklat. Ternyata, perbedaan harga coklat
tidak mempengaruhi kinerja dalam membuat lingkaran, semua jauh
lebih banyak dari jumlah yang digambar orang dengan imbalan 50 sen.
Maka, kita dapat menyimpulkan bahwa apresiasi dinilai jauh
lebih berharga dibandingkan dengan nilai nominal yang diterima.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 199


Kira-kira semacam inilah kondisi psikologis yang tercipta di saat status
di jejaring sosial ataupun postingan di dinding (wall post) dikomentari
dan mendapatkan tanggapan dari teman. Apresiasi!
Penjelasan dalam ranah psikologi tentang apresiasi sosial ini dapat
dicermati setelah kita memahami konsep-konsep belajar sosial dan
berbagai mekanisme yang terlibat di dalamnya. Secara khusus aspek
belajar dan adaptasi sosial terhimpun dalam ranah psikososial. Tokoh
dan pemikirannya yang cukup berpengaruh dalam ranah psikososial
adalah Albert Bandura.
Semula Bandura amat terpengaruh oleh konsep Robert Sears
tentang perilaku sosial atau Social Behavior dan proses belajar
identifikatif. Kemudian Bandura mengembangkan sendiri konsep-
konsep tentang model-model sosial dalam pembentukan motivasi,
pemikiran, dan aksi seorang manusia. Artinya, dalam memproduksi
atau menghasilkan suatu produk mental seorang manusia haruslah
mengakuisisi, mengaksepsi, memilah, menganalisa, dan membuat
strategi kognisi-afeksi dengan mengacu atau berdasar atau dipengaruhi
oleh variabel-variabel yang terdapat di lingkungan sosialnya. Dapat
disederhanakan bahwa seorang manusia amat bergantung dan
terpengaruh oleh model-model interaksi sosial yang dijalaninya.
Bandura menamakan ini sebagai sebuah proses belajar mengobservasi
atau Observational Learning. Pada penelitian pada orang-orang yang
mengalami fobia, Bandura menemukan bahwa proses ”self efficacy”
memainkan peran penting dalam menyokong fungsi psikologis dan
sosiologis seorang manusia.
Dari pengertian inilah kemudian Bandura mengembangkan
teori kognisi sosial atau Social Cognitive Theory. Teori ini membahas
tentang kemampuan manusia untuk beradaptasi dan berubah dengan
mengembangkan fungsi mentalnya berdasarkan peran sentral dari
kemampuan kognitif, pengendalian diri, dan kemapuan reflektif.
Kalimat kunci yang menjadikan teori kognisi sosial Bandura ini menjadi
msangat penting bagi kita dalam mempelajari masalah psikososial
dapat disimak dalam kutipan berikut : This social cognitive theory has its
roots in an agentic perspective that views people as self-organizing, proactive,
self-reflecting and self-regulating, not just as reactive organisms shaped by
environmental forces or driven by inner impulses.

200 — G.E.N.C.E.
Terbukti kemudian dalam perkembangan selanjutnya teori-teori
Bandura banyak dipergunakan dalam upaya mengoptimasi peran
manusia dalam bisnis, olahraga, pelayanan kesehatan, dan banyak
aspek aktivitas sosial lainnya.

Psikologi Komunitas
Psikologi komunitas adalah pengembangan lain dari konsep kompleksitas
psikososial. Sebagai makhluk yang hidup dalam sebuah tatanan ekosistem
manusia menururt James Kelly berkembang berdasarkan analogi ekologis.
Konsep psikologi komunitas James Kelly bukan sekadar memetakan
hubungan antara lingkungan dengan manusia beserta pengaruh-pengaruhnya
pada pembentukan produk mental seperti perilaku atau kepribadian. Teori
Kelly justru lebih mengeksplorasi bagaimana sebuah komunitas manusia di
dalam eksosistem dapat berfungsi atau menjalankan perannya. Menurut Kelly
sekurangnya terdapat 4 prinsip dasar yang membentuk dan mengatur setting
(tatanan) sosial manusia, yaitu :
Pertama, adaptasi. setiap individu senantiasa mengembangkan
kemampuan adaptifnya untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan
yang muncul karena interaksi dengan komunitas dan lingkungannya.
Kedua, suksesi. Setiap tatanan senantiasa mengembangkan
struktur, norma, perilaku, dan kebijakan yang secara aktif
mengintervensi dan membantuk sistem. Upaya suksesi adalah upaya
untuk mempertahankan tatanan yang telah terbentuk dan diyakini
kebenrannya.
Ketiga, siklus sumber daya. Setiap tatanan komunitas senantiasa
memiliki sumber daya yang akan mereka identifikasi, kembangkan,
dan perkuat baik secara individual, kelompok, maupun secara
institusional. Konsep ini secara lokal kita kenal sebagai masyarakat adat,
RT, RW, dan bahkan kelompok arisan atau pengajian. Kecenderungan
komunitas adalah mempertahankan kekuatan yang telah dimiliki
ketimbang mengaksespsi pengaruh dari luar untuk berubah. Konsep
ini menjadi sangat pentinmg untuk iketahui dalam proses pemilihan
calon kepala daerah.
Keempat, interdependensi. Sebuah tatanan komunitas terbentuk
dari kompleksitas interaksi yang memiliki hubungan asosiatif dan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 201


korelatif. Perubahan atau upaya-upaya untuk mengubah tatanan akan
menimbulkan dampak berantai yang mempengaruhi keseluruhan
tatanan komunitas.
Berangkat dari prinsip-prinsip dasar yang dirumuskan James
Kelly, maka Watzlawick dan kawan-kawan mengembangkan sebuah
teori tentang tahapan perubahan dan respon yang dikembangkan
oleh komunitas dalam menyikapi suatu masalah sosial. Secara umum
tahapan respon komunitas terbagi dua, yaitu : orde pertama dan orde
kedua (first and second order change). Orde perubahan pertama terfokus
pada individu dalam tatanan komunitas yang bermasalah. Sedangkan
Respon orde kedua lebih berfokus pada perubahan sistem secara
struktural yang termanifestasi dalam kebijakan.
Contoh kongkretnya adalah apabila di lingkungan kita ada
beberapa orang tuna wisma (gelandangan), maka respon orde pertama
adalah sebagian warga yang mampu akan menyediakan penampungan
sementara. Sedangkan respon orde kedua lebih bersifat futuristik dan
berimplikasi jangka panjang, yaitu mendesak sistem di tingkatan yang
lebih tinggi untuk mengembangkan kebijakan rumah murah, sehat, dan
layak huni dengan harga subsidi sehingga terjangkau oleh masyarakat
yang membutuhkan. Dalam konteks sejenis, respon orde kedua inilah
yang mendasari munculnya jaminan kemananan sosial (social security),
asuransi kesehatan, atau jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).
Nilai-nilai yang terkorelasi dengan psikologi komunitas yang sekaligus
menjadi tujuan manusia membangun masyarakat atau komunitasnya adalah
antara lain:

• Penguatan (empowerment), posisi tawar sebuah kelompok akan


menjadi lebih kuat, sinergi berbagai potensi yang ada di dalamnya
akan membuat komunitas dapat saling mengisi dan anggotanya
saling berpartisipasi. Dalam bahasa Cornell Empowerment
Group: “An intentional, ongoing process centered in the local
community, involving mutual respect, critical reflection, caring, and
group participation, through which people lacking an equal share of
resources gain greater access to and control over those resources.”

• Keadilan sosial, psikologi komunitas menunjukkan bahwa pada


hakikatnya setiap manusia senantiasa mencari tataran keadilan

202 — G.E.N.C.E.
dimana kebutuhan dasarnya untuk hidup secara layak terpenuhi.
Konsep layak bagi manusia antara lain adalah terbebasnya dari
kezaliman yang menindas hak-hak azasi.

• Kenyamanan individual, atau individual wellness yang


merupakan bagian dari well-being.

• Keberagaman, dalam sebuah komunitas yang termanifestasi


dalam konsep diferensiasi sosial yang terdiri dari etnis, budaya,
orientasi seksual, dan kelompok profesi.

• Partisipasi masyarakat, pada dasarnya setiap anggota komunitas


dapat eksis dan mengaktualkan dirinya melalui aspek kontribusi
yang dikenal pula sebagai partisipasi aktif.

• Kolaborasi dan kekuatan komunitas, sinergi dan kerjasama antar


komponen komunitas dan antar komunitas yang kemudian akan
menghasilkan tata nilai berbasis kesepahaman dan kesaling-
membutuhkan.

• Kepekaan psikologi komunitas, di mana setiap elemen di dalam


komunitas teridentifikasi memiliki beberapa variabel terukur
(indeks kepekaan psikologi komunitas) yang merupakan
faktor pendorong untuk menumbuhkan saling pengertian, dan
kepedulian terhadap sesama anggota komunitas (faktor pelekat).
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang teramat pesat, nilai-nilai pembangun komunitas
bergeser ke dalam sebuah media yang disebut sebagai jejaring sosial.
Ekspresi personal melalui pemutakhiran status dan tulisan dinding,
serta basis data koneksi sosial yang tersimpan di dalam server seoalh
telah membangun sebuah “negeri” yang tak lagi dapat didefinisikan
secara geografi meski masih mengenal karakter antrropologis
yang meliputi budaya dan bahasa. Secara lebih sederhana dapat
diprakirakan akan muncul sebuah tatanan psikososial baru yang akan
segera melahirkan norma dan etika yang akan menjadi acuan moral
secara global.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 203


Simpulan
Mengacu kepada pendekatan social cognitive learning dari Bandura
dan Psikologi Komunitas dari James Kelly, proses aktualisasi diri
(hierarki tertinggi dalam piramida Maslow) melalui jejaring sosial,
termasuk dengan pemutakhiran status sebenarnya adalah sebuah
proses pembentukan nilai-nilai baru yang mengakomodir kohesivitas
(kelekatan), kolaborasi atau kerjasama, partisipasi, kenyamanan,
dan penguatan psikososial. Sementara fenomena penggunaan kata
kunci yang terekam sebagai tren di kurun waktu dan lokus tertentu
menunjukkan adanya kecenderungan komunal yang bermanfaat
dalam mengidentifikasi “masalah bersama” dan kebutuhan komunal.

Terlepas dari faktor distorsi dan falsifikasi yang sangat mungkin


terjadi, kata kunci dan status di jaringan sosial adalah fenomena yang
mewakili pandangan atau pendapat dari orang pertama (first person
point of view) tentang kenyataan yang tengah dihadapinya. Inilah
suatu genre realitas baru, di mana batas antara subyektivitas dan
obyektivitas dapat berbaur. Di satu sisi indikator-indikator obyektif
semakin mudah terukur dengan adanya keterlacakan jejaring internet
baik melalui Google Analytic, Webometrix, Mediametrix, Alexa dan
banyak fasilitas sejenis lainnya. Jumlah kunjungan, berapa lama waktu
seseorang singgah, apa yang diunggah dan diunduh, serta apa yang
mereka tanyakan serta cari, semua dapat dideteksi karena sifat jaringan
yang selalu terkoneksi.

Sebaliknya kesalahan yang tervalidasi oleh komunitas akan


menimbulkan proses koroborasi atau penguatan terhadap fakta yang
salah. Pada gilirannya fakta yang salah ini akan mewarnai pergeseran
kebutuhan dan masalah di komunitas virtual global yang tanpa
batas. Maka fenomenologi di era saiber dapat disimpulkan sudah
berkembang tidak lagi hanya mengacu kepada pandangan orang
pertama melainkan juga sekumpulan ekspresi perilaku obyektif yang
terukur di sebuah dunia paralel yang bernama internet.
Jimmy Wales pendiri Wikipedia mengedepankan tiga prinsip
utama yang menjadi ciri kebenaran komunal yang tumbuh dari bawah
dan bersifat tidak dogmatis: crowdsourcing, peer production, dan, open
source intelligence (Andrew Lih, Wikipedia Revolution; How a Bunch of
Nobodies Creates the World’s Greatest Encyclopedia, 2009).

204 — G.E.N.C.E.
Ketiga prinsip kesahihan ala Wikipedia ini sebenarnya adalah
sebuah fenomena psikososial dimana kebenaran adalah tanggungjawab
bersama dan partisipasi komunitas adalah sistem yang membangun
dan menjaga kredibilitasnya. Maka ke depan fenomena ini akan
mendorong tumbuhnya konsep user generated content menyusul citizen
journalism dan layanan publik yang dapat diakses oleh siapa saja.
Kata kunci dan status di jejaring sosial pada akhirnya akan
menjadi “perekat” emosi yang mempersatukan “peer group” dan
lambat laun akan semakin terkontrol oleh etika komunikasi baru yang
tanpa kita sadari akan terbangun melalui serangkaian proses interaksi.
Hukum, tata krama, dan etika yang mengendalikan perilaku tidak lagi
ditetapkan secara sepihak, melainkan akan menjadi produk konsensus
yang demokratis serta mewakili kepentingan banyak pihak serta
melindungi kebutuhan bersama.

Hasil analisa Google Analytic terhadap status sebuah situs Indonesia

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 205


Pengembangan Riset
Akan diadakan net survey yang memetakan hubungan korelasional
antara tingkat penggunaan internet dengan tingkat kepercayaan
terhadap informasi yang didapat. Dengan sub karakter tingkat
pendidikan, pendapatan, lokasi geografis, dan kelompok usia serta
gender.

Sebagai contoh, wanita kelompok usia 18-25 tahun dengan


penghasilan perbulan Rp1.000.000,00,- dan merupakan pengguna
internet aktif (lebih dari 2 jam perhari) memiliki tingkat kepercayaan
terhadap informasi internet yang tervalidasi lebih dari 60%. Akan
dipetakan juga hubungan antara profil psikologis pengguna internet
dengan karakteristik status yang dicantumkan dalam jejaring sosial.
Akan dilengkapi pula dengan sub karakter pengguna jejaring sosial
berdasar tingkat pendidikan, pendapatan, status rumah tangga,
status pekerjaan, lokasi geografis, kelompok usia, gender, gadget
yang dipergunakan, dan intensitas penggunaan jejaring internet serta
jejaring sosial. Hasil yang akan didapatkan dapat digambarkan dalam
hipotesa sebagai berikut: terdapat hubungan sebab akibat antara profil
psikologis pengguna jejaring sosial (Facebook) dengan karakter status
yang diunggah dalam laman profil Facebook. ***

206 — G.E.N.C.E.
(4)
Sistem Berpengetahuan-Tumbuh Terinspirasi
Otak Manusia:

Teori dan Aplikasi (Brain-Inspired Knowledge-Growing


System: Theory and Application)

oleh
Arwin Datumaya Wahyudi Sumari
Adang Suwandi Ahmad

ABSTRAK
Sistem Berpengetahuan-Tumbuh terinspirasi otak manusia (Brain-
Inspired Knowledge-Growing System) adalah sebuah sistem berbasis
agen kognitif yang memiliki kemampuan untuk menumbuhkan
pengetahuannya seiring bertambahnya informasi yang ia terima
seiring berjalannya waktu. Tidak seperti paradigma pembelajaran
dalam Kecerdasan Tiruan yang telah ada, sistem tersebut memperoleh
pengetahuan mengenai sebuah fenomena melalui interaksi dengannya
dalam satu rangkaian pengamatan. Cara penumbuhan pengetahuan
sistem adalah emulasi cara manusia berpikir melalui fusi pada
penginferensian diekstraksi dari rangkaian pengamatan tersebut
berbasis metoda fusi penginferensian-informasi Observasi Multi-
waktu A3S (Arwin-Adang-Aciek-Sembiring) atau OMA3S. Dalam
makalah ini akan disampaikan mekanisme pembelajaran Sistem
Berpengetahuan-Tumbuh untuk memperoleh pengetahuan dari
fenomena yang ia amati. Pengetahuan tersebut diukur oleh parameter
Derajat Keyakinan.

Kata Kunci
Derajat Keyakinan, Fusi Penginferensian-Informasi, Kecerdasan
Tiruan, Metoda OMA3S, Sistem Berpengetahuan-Tumbuh.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 207


PENDAHULUAN
Membangun sistem cerdas yang dapat menirukan sebagian kecerdasan
manusia adalah salah satu tujuan dari dibentuknya disiplin keilmuan
dan teknologi Kecerdasan Tiruan, istilah yang disuarakan oleh John
McCarthy lebih dari 50 tahun lalu [1]. Karena sedemikian variatifnya,
kecerdasan manusia dapat ditinjau dari beragam perspektif keilmuan
seperti matematika, psikologi dan sosiologi, dan teknologi seperti nano
teknologi dan pengolahan informasi secara paralel, sehingga muncul
beragam pendekatan dan pengelompokkannya untuk mengemulasikan
kecerdasan tersebut. Beberapa diantaranya adalah :
• Ditinjau dari perspektif keagenan yakni agen cerdas [2].
• Berdasarkan topologinya [3].
• Berdasarkan teknik-teknik komputasi berbasis probabilistik
yang disebut dengan Kecerdasan Komputasional
(Computational Intelligence) [4] atau Soft Computing (SC) [5].
• Berdasarkan cara memperoleh pengetahuan dan jenis
informasi yang diolah [6].

Kecerdasan manusia bersumber dari sebuah entitas yakni


otak, pengolah informasi alami yang telah ada semenjak manusia
dilahirkan. Di awal kelahiran bayi, meskipun otak diyakini telah
memiliki pengetahuan awal berupa ingatan dasar (background
memory), pengetahuan yang disimpan akan semakin bertambah
seiring dengan semakin sempurnanya organ-organ penginderaannya
untuk mempersepsikan fenomena-fenomena yang ada di lingkungan
sekitarnya. Ilustrasi sederhana penumbuhan pengetahuan pada bayi
beserta informasi yang ditumbuhkan di dalam otaknya diperlihatkan

208 — G.E.N.C.E.
pada Gambar 1.

Gambar 1.
Ilustrasi sederhana mekanisme penumbuhan pengetahuan pada manusia

Dalam konteks epistemologi psikologis, pengetahuan dapat


dibangkitkan melalui dua cara yakni berdasarkan pengalaman-
pengalaman dan interaksi-interaksi [7]. Pembangunan dan
pengembangan metoda-metoda untuk sistem-sistem cerdas yang
dapat meningkatkan pengetahuannya berdasarkan pada pengalaman
dan data lampau telah banyak dilakukan dalam bidang Pembelajaran
Mesin (Machine Learning) [8] [9]. Ditinjau dari perspektif berbeda, sistem
yang dibangun dalam penelitian ini dirancang memiliki kemampuan
untuk menumbuhkan pengetahuan ketika dibutuhkan (just-in-time)
saat berinteraksi dengan fenomena yang diobservasi [10]. Pengetahuan
tersebut akan tumbuh hingga dianggap cukup untuk menjelaskan
fenomena yang ia persepsikan dari fenomena tersebut. Dalam ilmu
kognitif dari perspektif Jean Piaget, penumbuhan pengetahuan adalah

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 209


pembangunan kognitif (cognitive development) yakni proses-proses
dalam akusisi pengetahuan dan informasi mengenai satu fenomena
yang diobservasi melalui interaksi dengannya selama satu perioda
waktu yang signifikan [11].
Dari penelitian yang telah dilakukan sejak 2007 di Sekolah
Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI
ITB) telah dibangun Sistem Berpengetahuan-Tumbuh, yakni sebuah
sistem berbasis agen kognitif yang memiliki kemampuan untuk
menumbuhkan pengetahuannya seiring bertambahnya informasi
yang ia terima seiring berjalannya waktu. Penumbuhan pengetahuan
berjalan dalam satu siklus Penginderaan-Inferensi dan Formulasi
Keputusan-Keputusan dan Tindakan (PIKT) [12] berlandaskan pada
metoda fusi penginferensian-informasi Observasi Multi-waktu A3S
(Arwin-Adang-Aciek-Sembiring) atau OMA3S [13] yang dibangun
dari fusi keilmuan psikologi, matematika dan Teknik Elektro dan
Informatika (TEI) [10]. Kualitas pengetahuan yang ditumbuhkan
diukur menggunakan parameter Derajat Keyakinan [10][12-14].
Terkait pembangunan Sistem Berpengetahuan-Tumbuh yang
mengemulasikan cara manusia berpikir, dalam makalah ini akan
disampaikan mekanisme pembelajaran sistem untuk memperoleh
pengetahuan dan menggunakannya sebagai landasan dalam
pengambilan keputusan atau tindakan. Presentasi makalah ini adalah
sebagai berikut. Pada Bagian 1 telah disampaikan latar belakang
penelitian, dilanjutkan dengan Bagian 2 dimana akan disampaikan
konsep dasar sistem, pembangunan sistem dan metoda penumbuhan
pengetahuan berbasis metoda fusi fusi penginferensian-informasi A3S
dan versi dinamisnya yakni metoda OMA3S. Contoh kasus sederhana
cara sistem menumbuhkan pengetahuan akan diberikan pada Bagian
3. Makalah akan ditutup pada Bagian 4 dengan beberapa catatan
penutup.

SISTEM BERPENGETAHUAN-TUMBUH
Konsep Dasar
Selain definisi sistem yang telah disampaikan pada Bagian 1, berikut

210 — G.E.N.C.E.
disampaikan beberapa definisi yang sangat berkaitan [10].
• Penumbuhan pengetahuan adalah sebuah proses
yang berlangsung dalam sistem ketika melakukan fusi
penginferensian-informasi guna menumbuhkan pengetahuan
baru.
• Pengetahuan baru adalah pengetahuan yang ditumbuhkan
oleh sistem yang merupakan ekstraksi dari informasi terfusi.
Ekstraksi informasi ini disebut dengan penginferensian.
Oleh karena itu penginferensian bersifat informasi yang
komprehensif.
• Informasi terfusi adalah hasil fusi terhadap informasi yang
dipersepsikan oleh sensor-sensornya.
• Penginferensian (inferencing) adalah informasi hasil
ekstraksi informasi atau infomasi terfusi yang akan menjadi
landasan bagi pengetahuan baru.
• Derajat Keyakinan adalah satu ukuran yang memperlihatkan
dinamika penumbuhan pengetahuan dari waktu ke waktu
pengamatan yang diukur dengan nilai probabilitas atau
prosentase.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 211


Arsitektur
2.2 ArsitekturSistem dan
Sistem dan Diagram
Diagram Alir Penumbuhan
Alir Penumbuhan Pengetahuan
Fitur-fitur
Pengetahuan sistem [14] sebagaimana diperlihatkan pada arsitektur sistem
pada Gambar 2 adalah:
Fitur-fitur sistem [14] sebagaimana diperlihatkan pada arsitektur
Sistem memiliki kemampuan penumbuhan pengetahuan melalui
sistem pada Gambar 2 adalah:
fusi penginferensian-informasi.
Sistem memiliki
• Sistem memiliki kemampuan
kemampuan penumbuhan
untuk pengetahuan
menghasilkan
melalui fusi penginferensian-informasi.
penginferensian dari informasi atau pengetahuan terfusi.
• Sistem
Sistem memiliki
memiliki basis pengetahuan
kemampuan untukmenghasilkan
untuk menyimpan
pengetahuan. Pengetahuan yang disimpan menjadi pengetahuan
penginferensian dari informasi atau pengetahuan terfusi.
awal untuk menumbuhkan pengetahuan baru.
• Sistem memiliki basis pengetahuan untuk menyimpan
Penumbuhan pengetahuan berdasarkan informasi yang diperoleh dari
pengetahuan. Pengetahuan yang disimpan menjadi
satu waktu pengamatan dilakukan menggunakan metoda A3S yang
pengetahuan awal untuk menumbuhkan pengetahuan baru.
dinyatakan pada Persamaan (1).
Penumbuhan pengetahuan berdasarkan informasi yang diperoleh
dari satu waktu pengamatan dilakukan menggunakan metoda A3S

1 n P Ai | B j P B j
P Bj Ai n
(1)
n i 1
P Ai | Bk P Bk
k 1

P Bj Ai adalah Distribusi Probabilitas Pengetahuan Baru (DPPB)


dengan i 1,...,n adalah multi-indikasi dan j 1,...,m adalah multi-
hipotesa [14]. Pengetahuan baru diperoleh dengan mengaplikasikan
j
Persamaan (2) dengan max ... dimana P i =P B j Ai .
j 1,..., m

j
P estimate
P i (2)

212 — G.E.N.C.E. 6
Gambar 2. Model Sistem Berpengetahuan-Tumbuh terinspirasi otak
manusia. Diadaptasi dari [15].
Intisari Gambar 2 adalah sebagai berikut:

Sistem memfusikan informasi hasil persepsi sensor-sensor terhadap


fenomena yang diamati menggunakan metoda A3S sesuai Persamaan (3).
Informasi terfusi adalah kombinasi informasi dari dua atau lebih sensor.
Tidak ada fusi dari informasi yang berasal dari sensor tunggal.
j
P i
P j i 1 (3)
i

j
P i adalah DPPB dimana i 1,..., adalah jumlah sensor dan

j 1,..., adalah jumlah informasi terfusi atau hipotesa, dimana

7
Membedah Anatomi Peradaban Digital — 213
2 1. Pengetahuan baru yang menjelaskan fenomena yang
diamati direpresentasikan sebagai nilai maksimum DPPB yang
ditunjukkan pada Persamaan (4).

j
P estimate
P i (4)

Menghasilkan penginferensian dari informasi terfusi. Penginferensian


adalah ekstraksi DPPB. Dari pengamatan-pengamatan yang dilakukan
sistem, akan diperoleh DPPB sebagai fungsi dari waktu pengamatan,
atau f . Penginferensian dilakukan dengan mengaplikasikan
Persamaan (5).

j
P
j j 1
1, jika P
j
P (5)
j
P
j j 1
0, jika P

j
P penginferensian-informasi pada waktu pengamatan

1,..., .
Memfusikan penginferensian-informasi dari beberapa waktu
pengamatan untuk memperoleh penginferensian terfusi, yakni
pengetahuan baru sistem yang direpresentasikan dalam bentuk
Distribusi Probabilitas Pengetahuan Baru terhadap Waktu Pengamatan
(DPPBtW), yang diperoleh dengan mengaplikasikan metoda OMA3S
sesuai Persamaan (6).

j
P
P
1 (6)
j

P j adalah DPPBtW. Pengetahuan baru yang menjelaskan


fenomena yang diamati direpresentasikan sebagai nilai maksimum
DPPBtW yang ditunjukkan pada Persamaan (7).

8
214 — G.E.N.C.E.
P estimate
P j (7)

Kualitas pengetahuan baru yang ditumbuhkan diukur menggunakan


parameter Derajat Keyakinan yang diformulasikan pada Persamaan (8)
[12].

j
Derajat _ Keyakinan P j estimate 1 100% (8)

j
dengan dan 1 adalah probabilitas pengetahuan untuk hipotesa ke- j
yang terbaik pada waktu pengamatan 1.

3. TEKNIK PENUMBUHAN PENGETAHUAN BERBASIS METODA


OMA3S
3.1 Arsitektur Sistem dan Skenario Pembelajaran [10]

Asumsikan sebuah Sistem Berpengetahuan-Tumbuh dengan lima


sensor, 5 yakni S1 ,..., S5 pada Gambar 3 sedang mengamati suatu
fenomena. Sistem akan memiliki sebanyak 25 5 1 26 hipotesa
dan diantaranya terdapat hipotesa-hipotesa yang dapat menjelaskan
fenomena yang sedang diamati. Dalam kasus ini hanya ditampilkan empat
hipotesa H 4 yakni H1,..., H 4 dengan waktu pengamatan sebanyak 5
yakni 1 ,..., 5. Informasi hasil pengamatan diperlihatkan pada Tabel 1.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 215


Gambar 3. Ilustrasi Sistem Berpengetahuan-Tumbuh beserta kelima
sensornya [10].
Dalam mempersepsikan hasil pengamatan, sensor-sensor akan
memberikan salah satu dari dua kemungkinan fenomena yakni dideteksi
keberadaannya atau tidak. Kedua keadaan tersebut direpresentasikan dalam
bentuk biner ‘1’ dan ‘0’.

Tabel 1. Informasi mengenai fenomena yang diindera dan dipersepsikan


oleh multisumber informasi
Waktu Multi-Hipotesa
Informasi dari
Pengamatan
ke-
Sensor ke- H1 H2 H3 H4
S1 1 0 0 0
1
S2 1 0 0 0

10

216 — G.E.N.C.E.
S3 0 0 0 0
S4 0 0 0 0
S5 0 0 0 0
S1 0 1 0 0
S2 0 1 0 0

2 S3 0 1 0 0
S4 0 0 0 0
S5 0 0 0 0
S1 0 1 0 0
S2 0 1 0 0

3 S3 0 1 0 0
S4 0 0 0 0
S5 0 0 0 0
S1 0 0 0 0
S2 0 0 0 1

4 S3 0 0 0 1
S4 0 0 0 0
S5 0 0 0 0
S1 0 1 0 0
S2 0 1 0 0

5 S3 0 1 0 0
S4 0 0 0 0
S5 0 0 0 0

3.2 DPPB Sistem


Pengetahuan sistem pada setiap waktu pengamatan yang direpresentasikan
dalam bentuk DPPB diperoleh melalui pengaplikasian metoda A3S kepada
informasi pada Tabel 2.
3.3 DPPBtW Sistem
Untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan yang dimiliki oleh sistem
setelah melakukan observasi dari waktu ke waktu, DPPBtW pada setiap
waktu pada Tabel 2 akan difusikan lagi guna memperoleh Derajat

11

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 217


Keyakinan terhadap fenomena yang diinderanya. Fusi penginferensian-
informasi atau fusi pengetahuan ditujukan untuk membandingkan
pengetahuan pada 1 dengan pengetahuan pada i 1
, misal pengetahuan

sistem pada 1 dengan pengetahuan setelah adanya informasi baru pada 2

dan seterusnya hingga 5 guna memperoleh DPPBtW sistem sebagaimana


yang dirangkum pada Tabel 3.

Tabel 2. Pengetahuan Sistem Berpengetahuan-Tumbuh pada selang


waktu 1 hingga 5
Pengetahuan pada Waktu Pengamatan ke- Multi-Hipotesa
Hipotesa H1 H2 H3 H4
DPPB pada 1
1 0 0 0
DPPB pada 2
0 1 0 0
DPPB pada 3
0 1 0 0
DPPB pada 4
0 0 0 1
DPPB pada 5
0 1 0 0

Tabel 3. Derajat Keyakinan Sistem Berpengetahuan-Tumbuh dari waktu


ke waktu
Pengetahuan Sistem Multi-Hipotesa
Hipotesa H1 H2 H3 H4
DPPBtW pada 1 1 0 0 0
DPPBtW setelah 2 0,5 0,5 0 0
DPPBtW setelah 3 0,333 0,667 0 0
DPPBtW setelah 4 0,25 0,5 0 0,25
DPPBtW setelah 5 0,2 0,6 0 0,2

3.4 Derajat Keyakinan Sistem Tumbuh


Derajat Keyakinan Sistem Berpengetahuan-Tumbuh terhadap keempat
hipotesa H1 ,..., H 4 setelah melakukan pengamatan pada selang waktu

1 ,..., 5 adalah sebagai berikut:

12
218 — G.E.N.C.E.
Hipotesa terbaik dari DPPBtW

P estimate
0, 2;0, 6;0;0, 2
0, 6
dengan H 2 adalah hipotesa terbaik ( j 2 ).
Derajat Keyakinan pada hipotesa terbaik

j
Derajat _ Keyakinan P j estimate 1 100%
0, 6 0 100%
60%
Berdasarkan hasil komputasi di atas, dapat disimpulkan Derajat Keyakinan
sistem bahwa fenomena yangdiamati adalah hipotesa H 2 adalah sebesar
60%.

3.5 Cara Berpikir Sistem


Dari hasil skenario pembelajaran di atas, dapat disampaikan bahwa cara
berpikir sistem adalah sebagai berikut:

Derajat Keyakinan sistem bahwa fenomena yang diamati adalah


H1 secara perlahan berkurang dari 1 pada 1 pada menuju 0,2
pada 5 atau setelah melakukan observasi selama 5 . Dengan
kata lain, pertambahan informasi berdampak pada pengetahuan
sistem bahwa fenomena yang diobservasi adalah bukan H1 .

Derajat Keyakinan sistem bahwa fenomena yang diobservasi


adalah benar H 2 secara perlahan bertambah dari 0 pada 1 pada
menuju 0,6 pada 5. Dengan kata lain, pertambahan informasi
berdampak pada pengetahuan sistem bahwa fenomena yang
diobservasi adalah benar H 2 .

Dinamika penumbuhan pengetahuan tersebut diperlihatkan pada Gambar


4.

13

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 219


Derajat Keyakinan

H1
H2
H3
H4

Waktu ( )

Gambar 4. Derajat Keyakinan sistem terhadap setiap hipotesa seiring


dengan bertambahnya informasi dan berjalannya waktu. Diadaptasi dari
[10].

4. CATATAN-CATATAN PENUTUP
yang dinyatakan pada Persamaan (1).
Mekanisme otak dalam menumbuhkan pengetahuan sebagai hasil dari
CATATAN-CATATAN PENUTUP
berpikir adalah salah satu bentuk kecerdasan alami yang dapat dimodelkan
guna mempelajari pembangunan kognitif manusia dalam mengenali
Mekanisme otak dalam menumbuhkan pengetahuan sebagai hasil
fenomena-fenomena di lingkungannya sejak ia dilahirkan di dunia, dan
dari berpikir adalah
bertambah pintar salah dengan
seiring satu bentuk kecerdasan
semakin alami
ia dewasa. yang dapat
Bertambahnya
dimodelkan guna mempelajari
pengetahuan tersebut pembangunan
terjadi karena adanya kognitif
fusi terhadap manusia
informasi yang
dipersepsikan
dalam olehfenomena-fenomena
mengenali organ-organ penginderaannya seiring sejak
di lingkungannya dengania
berjalannya waktu.
dilahirkan di dunia, dan bertambah pintar seiring dengan semakin
Pada model
ia dewasa. kognitif Sistem
Bertambahnya Berpengetahuan-Tumbuh,
pengetahuan pengetahuan
tersebut terjadi karena
ditumbuhkan dengan cara fusi penginferensian-informasi berbasis metoda
adanya
OMA3S.fusi terhadap informasi
Pengetahuan yang dipersepsikan
mengenai fenomena yang diamatioleh organ-organ
tumbuh ketika
penginderaannya seiring dengan berjalannya waktu.
sistem berinteraksi dengannya pada satu selang waktu pengamatan yang
signifikan. Pengetahuan baru sebagai hasil berpikir bersifat kualitatif
Padatidakmodel
sehingga kognitif
mudah diukur. Dengan Sistem Berpengetahuan-Tumbuh,
pemodelan matematika ditinjau dari
pengetahuan
perspektif ditumbuhkan
psikologi dan dengankeagenan,
teori cara fusi penginferensian-
pengetahuan yang
direpresentasikan
informasi berbasisdalam
metodabentuk
OMA3S. DPPB/DPPBtW
Pengetahuan tersebut dapat
mengenai diukur
fenomena
secara kuantitatif menggunakan parameter Derajat Keyakinan.
yang diamati tumbuh ketika sistem berinteraksi dengannya pada satu
selang waktu pengamatan yang signifikan. Pengetahuan baru sebagai
hasil berpikir bersifat kualitatif sehingga
14 tidak mudah diukur. Dengan

220 — G.E.N.C.E.
pemodelan matematika ditinjau dari perspektif psikologi dan teori
keagenan, pengetahuan yang direpresentasikan dalam bentuk DPPB/
DPPBtW tersebut dapat diukur secara kuantitatif menggunakan
parameter Derajat Keyakinan.
Berdasarkan mekanisme pembelajaran pada skenario yang
diberikan, Sistem Berpengetahuan-Tumbuh mampu mengemulasikan
cara berpikir manusia yang kompleks menjadi sederhana sebagaimana
halnya yang sering kita –manusia– lakukan dalam menyelesaikan
berbagai permasalahan di dunia nyata. Sistem telah diaplikasikan
untuk menyelesaikan beberapa masalah kompleks seperti Olah Yudha
pada Operasi Militer [16] dan Teknik Biomedika [13][17].

REFERENSI
[1] Lungarella, M., Iida, F., Bongard, J., and Pfeifer, R. (Eds). 2007. 50
Years of Artificial Intelligence: Essays Dedicated to the 50th Anniversary
of Artificial Intelligence. Springer-Verlag, Heidelberg.
[2] Russel, S.J. and Norvig, P. 2002. Artificial Intelligence: A Modern
Approach 2nd Edition, Prentice-Hall, New Jersey.
[3] Ahmad, A.S. 2006. Natural computation as future computation
paradigm to support life quality enhancement, Scientific Address
in the 47th Anniversary of Institut Teknologi Bandung. 2 March.
[4] Engelbrecht A.P. 2007. Computational Intelligence: An Introduction
2nd Edition. John Wiley & Sons, Chichester.
[5] Chaturvedi, D.K. 2008. Soft Computing: Techniques and Its
Applications in Electrical Engineering. Springer-Verlag, Heidelberg.
[6] Munakata, T. 2008. Fundamentals of the New Artificial Intelligence:
Neural, Evolutionary, Fuzzy, and More 2nd Edition. Spinger-Verlag,
London.
[7] Moore, K.C. 2004. Constructivism & metacognition, http://www.
tier1performance.com/Articles/ Constructivism.pdf. Diunduh
tanggal 16 Mei 2010, jam 09.34 WIB.
[8] Mitchell, T. 1997. Machine Learning. McGraw-Hill, New York.
[9] Alpaydin, E. 2004. Introduction to Machine Learning. MIT Press,
Massachusetts.
[10] Sumari, A.D.W. 2010. Sistem Berpengetahuan-Tumbuh : Satu

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 221


Perspektif Baru Dalam Kecerdasan Tiruan. Disertasi Doktor. Sekolah
Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung.
[11] Ackermann, E. 2001. Piaget’s constructivism, Papert’s
constructionism: What’s the difference?. http://learning.media.
mit.edu/content/publications/ EA.Piaget%20_%20Papert.pdf.
Diunduh tanggal 26 Juni 2010, jam 19.27 WIB.
[12] Sumari, A.D.W., Ahmad, A.S., Wuryandari, A.I. dan Sembiring,
J. 2010. Constructing brain-inspired knowledge-growing system:
a review and a design concept, akan dipublikasikan dalam
the Second International Conference on Distributed Framework and
Applications 2010 (Universitas Gadjah Mada, 2-3 Agustus 2010).
DFmA2010. Yogyakarta.
[13] Sumari, A.D.W., Ahmad, A.S., Wuryandari, A.I. dan Sembiring,
J. 2009. The application of knowledge-growing system to
multiagent collaborative computation for inferring the behavior
of genes interaction, Int. J. Computer Science & Network Security
9(11) (Nopember 2009), 82-92.
[14] Sumari, A.D.W., Ahmad, A.S., Wuryandari, A.I. dan Sembiring,
J. 2009. A mathematical model of knowledge-growing system: a
novel perspective in artificial intelligence, Proceedings of IndoMS
International Conference on Mathematics and Its Applications 2009
(Universitas Gadjah Mada, 12-13 Oktober 2009). IICMA2009.
Yogyakarta, 229-240.
[15] Ahmad, A.S. dan Sumari, A.D.W. 2009. A novel perspective
on artificial intelligence: information-inferencing fusion for
knowledge growing. The 2nd International Conference on Electrical
Engineering and Informatics 2009 (Universiti Kebangsaan Malaysia,
6 Agustus 2009), ICEEI2009. Malaysia, Keynote Speech.
[16] Sumari, A.D.W., Ahmad, A.S., Wuryandari, A.I. dan Sembiring,
J. 2009., Utilization of A3S method for accelerating MOOTW
decision-making process, Jurnal Elektronika dan Telekomunikasi,
Edisi Khusus, 9(2) (September). Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Bandung, 143-148.
[17] Sumari, A.D.W., Ahmad, A.S., Wuryandari, A.I. dan Sembiring,
J. 2009. A novel approach for analyzing a genetic regulatory
system, Proceedings of National Conference on Design and Application
of Technology 2009 (Universitas Kristen Widya Mandala, 23 Juli
2009). DAT2009. Surabaya, 24-31

222 — G.E.N.C.E.
(5)
Sistem dan Model Peradaban Baru di Era Digital

Oleh Ina Kurniati

Kemajuan teknologi digital yang semakin pesat saat ini sudah


membentuk peradaban baru yang dapat mengubah tatanan sosial,
ekonomi, budaya, politik, pertahanan dan keamanan kita. Hampir
semua individu tidak dapat lepas dari perangkat yang serba
elektronik, dengan adanya teknologi sangatlah membantu memenuhi
kebutuhan kita sehari-hari. Peran ini yang membawa peradaban
manusia memasuki era digital ,di mana perubahaan ini membawa
dampak yang positif bagi kehidupan manusia, akan tetapi pada saat
yang bersamaan juga berdampak negatif. Ini merupakan tantangan
baru dalam kehidupan manusia yang mana pada waktu dahulu tidak
pernah terpikirkan sekali pun.
Kemunculan era digital ditandai dengan adanya jaringan
internet di mana dengan adanya jaringan internet mulailah terjadi
peralihan media dalam budaya penyampaian informasi. Dengan
adanya jaringan internet memudahkan masyarakat mengakses sumber
informasi dunia di mana saja dan kapan saja, akibatnya masyarakat
menjadi kritis terhadap informasi yang sedang berkembang. Tak dapat
dipungkiri perkembangan teknologi informasi yang pesat bermanfaat
bagi kemajuan peradaban umat manusia. Dengan semakin canggihnya
teknologi lahirlah berbagai macam teknologi digital yang semakin
maju. Pergerakan fenomena teknologi digital yang cepat ini harus
dipahami dan dikuasai untuk dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kehidupan manusia yang lebih baik lagi.

Cara Belanja
Dengan adanya teknologi semua bidang mengalami perubahaan,
semisal dahulu untuk membuka usaha kita harus menyediakan tempat

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 223


dan mendatangi konsumen secara langsung, sekarang kita cukup
dengan bermodalkan jaringan internet dan alat elektronik semisal pc,
laptop atau handphone dan seketika kita dapat membuat toko online,
e-commerce ataupun marketplace. Kondisi ini berdampak pada pola
konsumen dan pasar yang sudah ada. Akibatnya menurut statistik
telah terjadi penurunan omzet atau laba beberapa outlet pasar modern
dan pusat perbelanjaan yang diakibatkan oleh daya beli masyarakat
yang turun dan juga mulai banyaknya toko online, e-commerce
ataupun marketplace yang ada sehingga terjadi pergeseran cara belanja
konsumen. Pasar e-commerce B2C (business to consumer) Indonesia
menunjukan pertumbuhan terbesar di Asia Pasific hingga 2017.
Model bisnis yang banyak dikenal saat ini adalah model bisnis
e-commerce marketplace yaitu sebuah portal yang mempertemukan
banyak penjual dan pembeli serta memberikan fasilitas dan infrastruktur
agar pembeli dengan mudah melakukan transaksi. Marketplace tidak
memiliki produk sehingga Marketplace hanya menjadi perantara atau
penengah yang memastikan transaksi antara si pembeli dan penjual.
Oleh karenanya marketplace menyediakan layanan rekening bersama
(rekber atau escrow) untuk memberikan perlindungan lebih kepada
para penjual dan pembeli.
Konsep ini disukai karena transaksi lebih terjamin dan konsumen
akan mendapatkan jaminan jika uang yang sudah ditransfer akan
dikembalikan jika barang yang dipesan belum juga diterima. Jika ada
keluhan barang yang tidak sesuai dengan pesanan maka biasanya
produsen akan siap mengganti dengan produk yang lain. Dengan
adanya marketplace ini sangat membantu bagi yang sudah ada stok
barang tapi tidak mempunyai system, sebagai prasana bagi penjual,
memperluas jaringan bagi penjual dan juga terjadi persaingan harga
yang terbuka, di mana pembeli dapat berpindah ke pedagang lain
dengan mudahnya dikarenakanan harga yang lebih rendah. Akan
tetapi hal ini dapat diatasi jika pedagang memberikan pelayanan
yang lebih baik berupa respond yang cepat dan ramah ketika ada
pertanyaan dari pembeli. Contoh market place adalah: Tokopedia,
Lazada, Bukalapak dll.

224 — G.E.N.C.E.
Urun Dana
Crowdfunding atau urun dana adalah praktik penggalangan dana
hingga jumlah tertentu untuk mendanai suatu proyek usaha yang
profit atau non profit melalui online. Crowdfunding merupakan
salah satu bentuk dari Crowdsourcing yang paling popular saat ini.
Crowdsourcing adalah proses dalam mendapatkan berbagai ide atau
solusi untuk proyek tertentu dari sekelompok individu dalam jumlah
banyak melalui online yang dapat berpartisipasi untuk menghasilkan
konten atau pendanaan dan yang bersifat sukarela. Dari namanya
Crowd adalah kerumunan individu yang menjadi sumber daya yang
handal dalam menciptakan suatu produk atau informasi yang terbaik.
Ide ini telah ada sejak tahun 2006 lalu yang diprakasai oleh Jeff
Howe yang membayangkan jika individu - individu di luar perusahaan
berkontrobusi besar pada suatu proyek. Sedangkan tujuan dari creative
crowdsourcing adalah mendapatkan ide atau solusi untuk proyek
tertentu secara online.
Salah satu contoh creative crowdsourcing adalah Wikipedia di
mana penggunanya dapat berkontribusi dalam memberikan informasi.
Jika ada yang memiliki ide bisnis bagus tetapi kekurangan modal untuk
mewujutkannya dapat menggumpulkan dana melalui crowdfunding.
Biasanya individu yang memberikan dana melalui crowdfunding
akan mendapatkan reward tertentu sesuai kesepakatan. Contoh
crowdfunding yang ada di Indonesia adalah kitabisa.com. wujudkan.
com, ayopeduli.com, gandengtangan.org dan lain sebagainya
Menurut Rachel Botsman & Roo Rogers, ahli Collaborative
Economy ada 3 tipe sharing ekonomi yaitu:
• Product Service System di mana bisnis terjadi dengan cara
menawarkan barang sebagai layanan jasa kepada konsumen.
Di mana pemilik akan menyewakan barang yang dimilikinya
secara pribadi kepada individu (Peer to peer). Sehingga terjadi
pola di mana konsumen hanya membutuhkan kegunaan atau
keuntungan atas produk atau jasa yang mereka butuhkan tanpa
harus memiliki produk atau jasa tersebut. Contoh dari bisnis tipe
ini adalah Gojek, Grab Bike dan Facebook, twitter, Linkedin dan
lain-lain.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 225


• Redistribution Market yaitu kepemilikan barang yang ada
sebelumnya akan tetapi tidak dibutuhkan lagi, akan dipindahkan
kepada pihak yang membutuhkan barang tersebut. Contohnya
adalah Ebay, amazon, split games dan sebagainya di mana
masyarakat dapat menjual kembali barang-barang mereka yang
tidak dipergunakan lagi.

• Collaborative Lifestyle. Didasari dari kebutuhan atau kegemaran


masing-masing individu yang sama bergabung untuk saling
berbagi atau bertukar aset yang tak berwujud, misalnya waktu,
ruang, dan keterampilan. Contohnya adalah ketika individu atau
perusahaan menyewakan ruangan sebagai co-working space.
Contoh lain yakni penyewaan kamar penginapan secara peer-to-
peer yang dilakukan oleh AirBnB.

Prinsip dasar yang menyebabkan collaborative consumption ini berhasil


dijalankan adalah:
• Critical mass, ada kebutuhan yang besar akan suatu barang atau
jasa

• Idling capacity, ada kapasitas yang tidak terpakai

• Belief in the commons, ada persamaan kebutuhan

• Trust between strangers, adanya kepercayaan atas seseorang yang


tidak dikenal

Fintech
Di bidang finansial juga mengalami perkembangan ke arah yang
praktis. Salah satunya FinTech yang berasal dari kata financial dan
technology yaitu inovasi finansial dengan sentuhan teknologi modern.
Konsepnya sendiri adalah perpaduan dari perkembangan teknologi
yang dipadukan dengan bidang finasial yang menghadirkan proses
transaksi keuangan yang dapat diakses dengan mudah, aman,
kapanpun dapat dilakukan dan tidak perlu menggunakan uang tunai
(cashless). Transaksi yang dapat dilakukan dengan Fintech adalah
transaksi pembayaran, transfer, jual beli, peminjaman uang dan lain-

226 — G.E.N.C.E.
lain. Dengan FinTech pengguna dapat melakukan pencatatan transaksi
secara otomatis, sehingga pengguna dapat memonitor dan melakukan
pengaturan keuangannnya secara langsung dan mandiri.

Artificial Intelligence (AI)


Kecerdasan buatan, komputer diperkirakan bisa menjadi bos bagi
manusia. Menurut Profesor Toby Walsh, ahli kecerdasan buatan
(artificial intelligence) dari Australia menyatakan, ada kemungkinan
komputer bertanggung jawab untuk mempekerjakan manusia hingga
memecatnya. Komputer diprediksi akan mengambil alih tugas
manajerial seperti menyetujui pengajuan cuti, memberi penghargaan
atas pekerjaan manusia, dan menjadwalkan kegiatan. Diperkirakan,
manusia akan menghubungkan semua perangkat di rumahnya
dengan internet, dan semua perangkat tersebut mempunyai fungsi
pintar sehingga memungkinkan untuk menyalakan lampu, mencari
resep masakan dan menanyakan hasil pertandingan bola dengan
memerintah atau menanyakannya pada teknologi yang ada di masing-
masing perangkat rumah.

Dampaknya di Indonesia
Dilihat dari perkembangan diatas tadi, berdasarkan data dari Polling
Indonesia yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Internet
Indonesia) dengan judul Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet
Indonesia Survey 2016, tercatat dari total populasi penduduk Indonesia
sebesar 256.2juta baru ada 132,7 juta pengguna internet dan sebagian
besar masih di Pulau Jawa sebesar 65% yaitu 86.339.350 pengguna
diikuti oleh Sumatera sebesar 15,7% yaitu 20.752.185 pengguna
dan sisanya di Sulawesi, Kalimantan, Bali & Nusa serta Maluku &
Papua. Sehingga terlihat kesenjangan yang cukup jauh antar pulau di
Indonesia dalam penggunaan internet. Dari 132,7 juta pengguna masih
didominasi oleh laki-laki sebanyak 52.5% dan wanita 47,5% dengan
rentang usia terbanyak 35-44 tahun dengan jumlah 38,7juta pengguna.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 227


Informasi yang paling sering dicari adalah informasi news update
(berita terkini) sebanyak 31,3juta. Adapun perangkat yang digunakan
adalah mobile dan komputer sebanyak 67,2juta pengguna Jenis
konten yang sering diakses adalah Media sosial, Hiburan, Berita dan
Pendidikan. Sedangkan tiga besar konten berita yang dikunjungi
adalah Berita Mancanegara, Kesehatan dan Kriminalitas. Untuk
konten hiburan yang sering dikunjungi adalah menonton film online,
mendengarkan musik online dan menonton olah raga.
Untuk konten komersial yang sering dikunjungi adalah
onlineshop dan tiga besar konten media sosial yang sering dikunjungi
dengan pengguna 106 juta adalah facebook, Instragram dan You Tube.
Mobile subscription 371,4 juta sedangkan pengguna ponsel aktif 92 juta.
Pembayaran online transaksi masih didominasi oleh ATM sebanyak
48,7juta dengan frekwensi pembelian terbanyak satu bulan sekali yaitu
46,1juta pengguna. Yang banyak dibeli adalah tiket, kebutuhan rumah
tangga, pakaian dan hotel. Sebanyak 92 juta pengguna menyatakan
bahwa keamanan bertransaksi online aman dan juga keamanan
akun media sosial sebanyak 77,7juta pengguna. Sedangkan yang
mengunjungi Wikipedia sebanyak 54,1 juta penggunjung diikuti oleh
pengunjung situs keagamaan dan sosbud sebanyak 23,6juta, sisanya 18
juta pengujung situs Pendidikan.
Kalau dilihat dari hasil polling oleh APJII dan IdEA diatas
, terbukti telah terjadi pergeseran perilaku penduduk Indonesia
dalam melakukan kegiatan kesehariannya terutama dalam mencari
informasi dan berbelanja dll. Mereka melakukan segala kegiatannya
dengan mudah dan dilakukan di manapun mereka berada dengan
hanya menggunakan perangkat elekronik yang mereka miliki dan
internet. Sehingga hal ini sudah menjadi lifestyle bagi hampIr seluruh
masyarakat Indonesia saat ini.
Dengan kondisi Indonesia diatas terlihat pangsa pasar Indonesia
sangat menjanjikan karena masih besar sekali pasar yang masih belum
tersentuh sehingga menjadi target serbuan perusahaan dari luar negeri
yang ingin menguasai, sebut saja Spotify yang menyediakan layanan
music digital atau Netflix yang menawarkan film digital di dunia
maya atau ebay.com, amazon. Com sampai dengan Alibaba.com yang
menyediakan situs belanja.

228 — G.E.N.C.E.
Cara pembayaran terbesar dari data diatas masih melalui
ATM sehingga memberi peluang bagi Fintech untuk menjadi alat
pembayaran alternative menggantikannya, hal ini didukung dengan
data sebanyak 70,4% pengguna internet yang merasa aman untuk
bertransaksi perbankan secara online. Belum lagi kita memahami
cara kerja Fintech kita sudah dibuat terkejut dengan penemuan baru
dari Alibaba berkat pesatnya perkembangan teknologi biometrik.
Belum lama ini, Alibaba menunjukkan bagaimana konsumen dapat
melakukan pembayaran hanya dengan tersenyum di depan kamera.
Fitur bertajuk “Smile to Pay” yang sedang diuji bersama KFC di kota
Hangzhou, tempat markas besar Alibaba berdiri. Cara kerja Smile to
Pay melibatkan sebuah mesin point-of-sale (POS) yang dilengkapi
kamera 3D untuk mengidentifikasi wajah konsumen secara akurat,
bahkan ketika konsumen sedang mengenakan make-up tebal atau
datang berkelompok. Prosesnya juga berlangsung cepat, di mana
wajah bisa dikenali dengan benar hanya dalam waktu satu atau dua
detik saja.

Pendapat ahli
Dalam kesempatan pidato di momen wisuda Massachusetts Institute of
Technology (MIT) Juni 2017. Tim Cook CEO Apple, memperingatkan
para lulusan dan mahasiswa atas kekurangan teknologi. Dia
berpendapat teknologi harus diresapi dengan beradab dan tepat
guna. “Saya tidak khawatir dengan kecerdasan buatan yang membuat
komputer memiliki kemampuan berpikir seperti manusia,” kata Cook,
dilansir Reuters. “Saya lebih peduli pada manusia yang berpikir
seperti komputer, tanpa nilai atau belas kasih, tanpa mempedulikan
konsekuensinya. Di satu sisi, Cook memuji kehadiran perangkat baru
juga media sosial, tetapi di sisi lain, dia mengingatkan bahwa teknologi
yang sama semacam ini dapat membawa manusia ke ancaman privasi
atau keamanan
Mark Zuckerberg CEO facebook, menyatakan bahwa kita bisa
membangun sesuatu dan membuat dunia menjadi lebih baik dengan
AI, prediksinya dalam 5 hingga 10 tahun ke depan AI akan memberikan
banyak dampak positif dalam kehidupan manusia dengan menitik

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 229


beratkan pada perawatan kesehatan dan mobil otonom sebagai dua
contoh utama.
Bill Gate pendiri Microsoft, menyatakan Pemanfaatan informasi
akan mengubah kesehatan global dan penyebaran penyakit
Menurut Profesor Toby Walsh, ahli kecerdasan buatan (artificial
intelligence) dari Australia dalam buku terbarunya berjudul “It’s
Alive!: Artificial Intelligence from the Logic Piano to Killer Robots”
kemajuan teknologi di tahun 2050 akan mengubah bagaimana manusia
berpindah tempat, menghibur diri, dan menjaga kesehatan
Jack Ma pendiri Ali Baba, Analisa data dengan internet semua
terhubung. Pekerjaan yang tidak dapat dilakukan manusia diganti
dengan robot
Futurist dan humanist asal Jerman Gerd Leonhard menyampaikan
teknologi, tren masa depan dan bagaimana peranan manusia
melengkapi semua hal tersebut.
Kebangkitan personal assistant, di mana sudah banyak perusahaan
teknologi tinggi seperti Apple, Google dan Microsoft menghadirkan
personal assistant yang memanfaatkan teknologi walaupun masih
masih kurang akurasinya. Kemudahaan dan kecepatan untuk mencari
dan menemukan sesuatu atau rekomendasi yang menjadikan personal
assistant perlu dimiliki nantinya
Investasi pada teknologi, dengan teknologi menciptakan suatu
inovasi yang efisien dan berfungsi. Salah satunya adalah teknologi
mobil elektrik yang dikembangkan oleh Elon Musk di Tesla. Di mana
beliau berinvestasi pada teknologi baru yang cerdas dan sangat efisien.
Perlahan tapi pasti perusahaan teknologi yang saat ini yang menduduki
peringkat papan atas seperti facebook, Google, Amazon, Alibaba dll,
hal ini membuktikan peran teknologi untuk merubah trend pasar di
mana mampu menggeser perusahaan konvensional secara global
Ketergantungan terhadap data, di mana kebiasaaan perusahaan
untuk melihat, menganalisis dan mencermati kebiasaan dari individu
berdasarkan data. Sudah banyak yang telah memanfaatkan teknologi
ini untuk memberikan pilihan yang relevan sekaligus beriklan. Di mana
dengan system yang ada memungkinkan mesin untuk menganalisis

230 — G.E.N.C.E.
dan bertidak sebagai perwakilan atas apa yang disukai dan dicari
oleh individu. Teknologi ini cukup bagus untuk membantu brand
melakukan pekerjaannya, namun sisi lain data telah mendominasi
pasar dan disebarkan secara umum akan mengurangi personalisasi
dan humanis. Jadi manusia bukan sekedar algoritma dan data, namun
tidak bisa dipungkiri saat ini kita hidup saat data memiliki fungsi dan
peranan yang penting. Oleh karenanya untuk keseimbangan brand
jangan selalu bergantung dengan data tanpa menghiraukan kontak
langsung dengan manusia
Peranan etika dan kemanusiaan dalam teknologi. Dalam riset
yang telah dilakukan World Economic Forum, disebutkan tahun
2020 nanti terdapat terdapat 4 kemampuan yang wajib dimiliki
oleh manusia menghadapi berbagai tantangan dan perubahan dari
teknologi. Mereka adalah pemikiran yang kritis, kreativitas, inteligensi
emosi, dan keterampilan yang bisa dilatih atau Cognitive flexibility.
“Meskipun teknologi dan hal-hal terkait lainnya dapat
menggantikan pekerjaan yang monoton dan sederhana,
namun terkait dengan etika dan kemanusiaan tetap tidak bisa
tergantikan oleh teknologi,” kata Leonhard. Teknologi tidak bisa
menggantikan storytelling atau etika yang dimiliki oleh manusia.
Teknologi hanya mampu untuk mempermudah pekerjaan dan sebagai
alat, namun tidak bisa menggantikan hubungan, relasi dan interaksi
antar manusia.

Evolusi
Menurut Cadell Last, peneliti dari Global Brain Institute menyatakan,
tahun 2050 akan menjadi titik mula evolusi baru bagi manusia. Last
mengungkapkan bahwa evolusi tahun 2050 merupakan salah satu
evolusi utama yang pernah dialami oleh manusia. Dari hasil evolusi
tahun 2050 ras manusia baru akan lahir yang berasal dari dampak
perubahan dasar kemajuan teknologi. Umur manusia akan lebih
panjang dan diperkirakan dapat mencapai umur 120 tahun. Manusia
akan tergantung pada robot dan kecerdasan buatan untuk membantu
mengerjakan tugasnya sehari-hari. Diperkirakan kurang dari 40

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 231


tahun lagi perkembangan reproduksi manusia menurun dikarenakan
otak manusia menjadi lebih besar sehingga meningkatkan konsumsi
energi dan waktu untuk mengembangkan potensi dirinya. Sehingga
melahirkan anak di usia tua adalah hal yang normal.

Dampak Positif dan Negatif di Era Digital


Dari uraian diatas terlihat banyak dampak positif dan negatif
adanya kemajuan teknologi digital. Mulai dari mudahnya cara kita
memenuhi kebutuhan kita sehari-hari, pendidikan, pekerjaan yang
dimudahkan dengan adanya robot pengganti, perawatan kesehatan
secara mandiri dikarenakan kita dapat melakukan pemeriksaan
kesehatan setiap hari melalui aplikasi, berkendara tanpa sopir, jalan-
jalan keluar angkasa, budaya multinasional, tersedianya waktu yang
cukup untuk traveling, komunikasi yang mudah dan mendekatkan
jarak yang jauh, ini semua dibantu dengan menggunakan media
teknologi digital. Agar hal tersebut tetap terjaga keseimbangannya
perlu dibuatkan regulasi-regulasi dari pemerintah dan juga regulasi
bersama antar negara yang mana akan membantu meningkatkan
inovasi-inovasi terbaru, membatasi dampak negative dan membantu
kehidupan manusia serta menjaga manusia tetap sebagai manusia
normal yang bebas berkeinginan dan berekspresi dan berkreasi, bukan
hanya ditentukan oleh data-data berdasarkan kebiasaan yang dianalisa
oleh sistem.

Penutup
Dari uraian diatas dapat dikatakan dengan adanya kemajuan teknologi
digital, kita sebagai manusia lebih dimanjakan dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari oleh karenanya apakah pekerjaan-pekerjaan
yang dilakukan manusia akan hilang? Dapat dikatakan Ya untuk
pekerjaan yang sudah ada sekarang akan tetapi sepertinya dengan
adanya kemajuan teknologi digital akan muncul pekerjaan-pekerjaan
baru atau aktivitas baru yang sebelumnya belum pernah ada dan
terpikirkan dalam benak setiap individu, di mana pekerjaan dan
aktivitas tersebut akan tetap membutuhkan tenaga manusia.

232 — G.E.N.C.E.
Dari uraian diatas dapat dikatakan generasi saat ini telah
mengalami pergeseran dari Generation Me menuju Generation We yaitu
generasi saling berbagi (sharing). Dalam buku Generations: The History
of America’s Future, 1584 to 2069 (1991), William Strauss dan Neil Howe
dalam sebuah teori mengemukakan bahwa generasi Y merupakan
generasi yang istimewa di mana mereka lahir di antara tahun 1980-
an hingga 1990-an. Generasi ini lahir di tengah perkembangan
teknologi sedang pesat. Penguasaan sains juga turut mempengaruhi
tingkat kepercayaan diri mereka, sehingga nalar kreatif dan ambisius
mengiringi aktivitas yang mereka lakukan.
Kita dapat mengatakan bahwa Generasi We lebih baik kualitas
hidupnya dibanding generasi terdahulu. “Generasi We” untuk tetap
dapat menghadapi kemajuan teknologi ini harus dibarengi dengan
pengetahuan mengenai keagamaan, sebagai pengingat bahwa masih
ada yang lebih tinggi dibanding teknologi yaitu Sang Pencipta alam
semesta, di mana semua ini sudah ada dalam rencana-Nya sehingga
diharapkan dapat mengikuti kemajuan teknologi dan menggunakannya
untuk kearah kebaikan bagi mahluk hidup dan seisinya. Mengingat
manusia adalah ciptaan yang paling sempurna dan teknologi adalah
ciptaan manusia sehingga diharapkan tidak mengagungkan teknologi
itu sendiri. Seperti yang diutarakan oleh Gerd Leonhard, Teknologi
tidak dapat menggantikan storytelling atau etika yang dimiliki oleh
manusia. Teknologi hanya mampu untuk mempermudah pekerjaan
dan sebagai alat, namun tidak bisa menggantikan hubungan, relasi dan
interaksi antar manusia. ***

DAFTAR REFERENSI
https://anggiguswara.wordpress.com/tag/redistribution-market/
https://www.maxmanroe.com/mengenal-fintech-inovasi-sistem-
keuangan-di-era-digital.html
http://updatebisnisonlinemu.com/marketplace/
https://id.techinasia.com/marketplace-online-terbesar-indonesia-
belanja

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 233


http://blog.modalku.co.id/2017/09/20/keuangan-pribadi-di-era-
millennial/
https://koinworks.com/blog/apa-itu-crowdsourcing-konsep-baru-
pendanaan-di-era-digital/
https://dailysocial.id/post/alibaba-smile-to-pay/
Polling Indonesia, Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia
Survey 2016, APJII (Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia)
https://kumparan.com/aditya-panji/ceo-apple-manusia-jangan-
berpikir-seperti-komputer?ref=body&type=mbcjugal
https://geotimes.co.id/kolom/generasi-y-dan-pola-sharing/
https://dailysocial.id/post/menyimak-prediksi-dan-analisis-masa-
depan-teknologi-dari-futurist-gerd-leonhard
https://www.merdeka.com/teknologi/2050-manusia-kembali-
berevolusi-gara-gara-teknologi.html
Materi seminar Lanskap ecommerce Indonesia oleh Ignatius Untung,
Ketua bidang bisnis dan ekonomi, IdEA https://www.inovasee.
com/kecanggihan-teknologi-di-tahun-2050-27491/
http://www.motionradiofm.com/News/Detail/5828/5-prediksi-
teknologi-tahun-2050-yang-mengubah-hidup-manusia.html

234 — G.E.N.C.E.
(6)
GO FOOD: Yang Membuat Kita Terperangah, Jadi
Gendut dan Mudah Terengah
Oleh Tauhid Nur Azhar

Saya tidak ingin mengulang peran teknologi, khususnya ICT, dalam


mengubah wajah peradaban kita. Semua pasti setuju dan mengamini
bahwa yang terjadi saat ini tak terlepas dari revolusi digital yang
merasuk dan meruyak secara disruptif di semua sektor kehidupan.
Yang saya masih kagum sampai hari ini adalah terobosan inovatif
super brilian dari seorang Nadiem Makarim yang notabene adalah
bagian dari generasi milenial alias gen C (connected, cooperative, co-
creation, dan lainnya) yang lebih saya anggap sebagai seorang surfer
yang jenius. Kejeniusan seorang peselancar atau surfer maujud dalam
kemampuannya “membaca” tanda-tanda alam, mengukur potensi
diri, lalu menyinergikannya dengan estetika tinggi sebagai karya seni
yang sarat fungsi. Gelombang laut yang ganas bisa diubah menjadi
“kendaraan” nan elegan yang menjadi bagian dari atraksi sport nan
menawan. Luar biasa! Demikianlah Nadiem bagi saya.
Bayangkan fenomena jalanan ramai dengan berbagai jenis
angkutan, terutama didominasi sepeda motor, dan tingginya angka
kepemilikan kendaraan yang terus menerus meningkatkan secara
eksponensial seiring dengan masif agresifnya industri otomotif untuk
menggarap pasar gemuk Indonesia nan konsumtif, dilihat Nadiem
bukan sebagai sebuah kelemahan atau ancaman, melainkan peluang
dan kekuatan.
Kekuatan crowd sourcing di mana sumber daya yang tersebar
dan fasilitas produksi yang idle dapat menjadi sumber kekuatan besar
dengan semangat saling berbagi manfaat yang melahirkan optimasi
utilitas. Teknologi adalah enabler-nya di mana komunikasi dan
pemetaan serta kemudian sistem pembayaran menjadi kata kuncinya.
Saat aset lokasinya terpetakan, jarak dan waktu menjadi poin krusial,

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 235


dan terjadilah efisiensi proses yang mampu mereduksi berbagai pos
biaya yang menjadi beban selama ini.
Itu sekelumit kisah inspiratif dari layanan GoJek, khususnya fitur
GoRide. Tapi yang akan saya kupas di sini adalah GoFood, layanan
khusus yang saat ini juga menjadi produk unggulan yang antara lain
menjadi faktor penting penentu brand salience dari GoJek. GoFood
ini spektakuler, karena menjadi embrio model baru bisnis digital. Di
mana penjual dan pelanggan dapat mereduksi faktor-faktor penyulit
seperti kendala jarak dan waktu untuk mendapatkan. Tercipta
jejaring distribusi dan logistik yang memungkinkan lahirnya konsep
marketplace khusus kuliner. Walhasil konsep ini banyak diadopsi oleh
pelaku bisnis jasa sejenis.
Tapi tentu tak dapat kita pungkiri, bahwa kemajuan juga pasti
akan menghadirkan ekses yang tidak diharapkan. Selain kita dibuat
terpesona dengan berbagai kepraktisan yang melekat seperti begitu
mudahnya mendapatkan makanan apapun yang kita inginkan
(selama ada penjualnya, dan penjual itu bekerja sama dengan GoJek),
kemudahan pembayaran yang pada gilirannya akan melahirkan
konsep baru uang virtual pasca cryptocurrency seperti bitcoin dan
lainnya, ada pula ekses yang menyertai seperti pola konsumsi dan sifat
konsumtif yang menjurus pada munculnya gejala konsumerisme.
Kemudahan instan terkait dengan layanan inovatif ini mendorong
orang untuk mendapatkan apapun yang diinginkan secara mudah.
Proses yang tereduksi akan mendorong perubahan tingkat kepuasaan
dan daya tahan terhadap tekanan dan masalah (resiliensi) yang pada
gilirannya akan menciptakan fenomena mudah menyerah dan kerap
berkeluh kesah.
Sebenarnya, secara neuropsikologi kondisi ini dapat diamati
melalui dinamika hormon stress yang tentu mengikuti pola kepuasan
dan kekecewaan yang dirasakan. Hasil penelitian Dr. Nugraha
Utama, dkk di Universiti Teknologi Malaysia Johor yang berupaya
memetakan perbedaan emphatetic pain perception antara pria dan wanita
menunjukkan bahwa ada perubahan yang dinamis antara lain pada
kadar stress marker seperti alfa amilase di saliva.

236 — G.E.N.C.E.
Turunnya ambang batas kemampuan untuk bersyukur karena
tidak terlatih untuk menghargai proses dapat memicu munculnya
stress yang bersifat sub kronis. Tidak hanya itu saja, persoalan yang
melekat dengan kemudahan, termasuk tidak perlu pergi dan berjalan
(mobilitas) akan menurunkan aktifitas gerak yang berdampak pada
terpicunya proses degenerasi dan kelainan metabolik.

***

Sesungguhnya, kondisi itu tidak dapat dipungkiri dan tak dapat pula
dihindari, sudah terjadi. Transaksi non tunai sudah gunakan gadget
sebagai substitusi ATM, drone sudah jadi alat kurir yang dapat
langsung membawa pesanan ke rumah pelanggan, barista di Coffee X
adalah robot dengan tingkat akurasi dan presisi tinggi dalam menakar
kopi (dan dapat mereplikasi berapa cangkir pun tanpa rasanya
meleset). Terkait hal ini sila buka link berikut: https://m.youtube.
com/watch?v=t42XCAChUN8.
Bahkan perkembangan IoT atau internet of things memungkin
device rumah tangga menjadi semakin cerdas dan autonomous alias
bisa mikir dan ikut mengambil keputusan berdasar data kebutuhan
serta pola pikir kita. Demikian hebatnya AI (artificial intelligence) dan
pengolahan data (data mining) dari sekumpulan data raksasa (big data)
hingga dikenalilah berbagai pola atau pattern yang dapat ditelusuri
dan direplikasi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 237


Bapak Ian Agustiawan, co-founder Proofn, punya quote yang bagus
sekali soal ini, “Jika tak ada pola maka tak ada semesta”. Dengan pola-
pola yang “terbaca” oleh sistem dan mesin, pola komunikasi machine to
machine dan machine to human yang semula sebatas interfacing berubah
menjadi kompleks komunikasi dengan bahasa verbal dan non verbal
beralaf baru. Kehadiran bot yang dapat berespons sesuai kebutuhan
dan memiliki akses terhadap basis data yang nyaris tidak terbatas akan
melahirkan banyak terobosan sistem dan device yang hampir dapat
dipastikan akan mengubah wajah peradaban manusia.
IoT akan melahirkan generasi kulkas pandai yang mampu
mengidentifikasi kebutuhan bahan makanan, bahkan mengevaluasi
pola makan dan pola konsumsi empunya kulkas. Tidak hanya itu,
kulkas dapat memberi advis dan menawarkan preferensi untuk
memperbaiki derajat kesehatan dan kualitas hidup pemiliknya.
Terlebih, jika telah terjadi terkoneksi dengan aplikasi sejenis i-care
monitor yang sudah sangat lengkap kemampuan untuk mengakusisi
data vital penggunanya (tekanan darah, detak jantung, kapasitas
paru, kondisi psikologis, dan mungkin nanti juga dapat diintegrasikan
dengan non invasif glukometer berbasis PPG yang dikembangkan lab
IMV Telkom University). Kulkas juga akan berbelanja di supermarket
digital (marketplace yang menggantikan fungsi pasar dan convinience
store), serta bertransaksi non tunai melalui layanan fintech yang sudah
melekat sebagai fungsi yang tak terpisahkan.

238 — G.E.N.C.E.
Dengan demikian, manusia akan semakin jarang bergerak dan
berinteraksi secara fisikal. Piturut Luhman dalam teori Sosiologi
klasiknya, kondisi ini akan melahirkan sistem yang bersifat autopoietik
dan memiliki self refferences baru, sebagaimana juga sejarah mencatat
selalu ada proses adaptasi dengan pola yang sama saat manusia
mengalami perubahan ekstrem baik akibat faktor alam seperti suhu
atau bencana katastropik, maupun akibat adanya revolusi sains dan
teknologi.
***
Ke depan perkembangan ini akan semakin pesat dan laju mutasinya
mungkin akan makin tak terkendali. Dari teknologi surveilans
misalnya, perilaku dan tingkah polah serta aktivitas masyarakat
yang dipantau akan menghasilkan tumpukan data tentang pola (lagi-
lagi pola ya). Di mana, konsep ibadah sosial dan reward sosial akan
berevolusi juga secara inovatif. Kebaikan yang dilakukan di ruang
publik dapat diganjar dengan hadiah berupa pengurangan beban pajak
atau perubahan pola pembiayaan hunian misalnya. Akan tercipta
sistem kebajikan baru, model “pahala” baru, di mana sistem yang akan
mencatat dan memberi ganjarannya.
Maka, mungkin saja penduduk kota (smart citizen) akan
membangun sistem sosial yang menjadi jauh lebih baik, bukan karena
sekadar takut dihukum (seperti denda/fine atau hukum pidana),
melainkan juga karena ada motif untuk mendapatkan keuntungan
(benefit) dari kebaikan yang dikerjakan. Mungkin jatuhnya pamrih,
akan tetapi lama kelamaan dalam konsep dan mekanisme habituasi,
ini akan menjadi bagian dari perilaku yang mewarnai mekanisme
pengambilan keputusan dari masyarakat yang berada di habitat yang
sama.
Perkembangan teknologi juga bukan lagi sekadar berkutat pada
proses transmisi data dan analisis di baliknya, melainkan sudah
merambah pada konsep materi. Makanan yang merupakan kebutuhan
pokok, serta energi yang menjadi produk beresensi tinggi dalam proses
survival manusia, tak akan lagi diperebutkan dengan kekerasan, adu
strategi, dan ekspansi serta okupasi, melainkan akan dicarikan solusi
bersamanya dengan semangat crowd sourcing atau udunan. Baik itu

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 239


udunan produk pikir maupun fasilitas industri, dan juga sarana dan
prasarana penelitian, serta tentu sumber daya.
Saya membayangkan bahwa di masa depan kemampuan manusia
untuk mengelola plasma nutfah, material yang mungkin sudah
melampaui skala nano (10-9), serta kecerdasan untuk mengadopsi
“kecanggihan” alam seperti ditunjukkan oleh spesies Elysia chlorotica
sp yang mampu melakukan proses fotosintesa karena memiliki klorofil
hasil kleptoplasty. Di sini klorofil dari algae yang dimakan dapat
digunakan untuk mengolah karbondioksida (monoksida) menjadi gula
dan energi. Proses ini sendiri dikenal sebagai sub cellular endosymbiotic.
Sila lihat di https://m.youtube.com/watch?v=pAMP8erryKE
Sejatinya, fenomena ini akan menghasilkan pendekatan baru
dalam proses pemenuhan kebutuhan hidupnya. Pola eksploitasi lahan
akan mulai ditinggalkan dan perburuan terhadap sumber pangan dan
energi akan mulai tergantikan. Manusia yang semakin jarang bergerak,
teknologi remote printing (3D dan bioprinting) membuat terobosan
besar dalam konsep logistik.
Saat ini saja industri otomotif atau manufaktur penerbangan
(Airbus Aerospace) sudah melakukan hal yang sama. Desain di mana
saja, kirim ke piranti manufaktur terotomasi (conveyor belt, dan lainnya)
yang dekat dengan sumber bahan baku atau pasarnya (Indonesia
misalnya, negara paling ideal untuk dijadikan pusat manufaktur karena
keberlimpahan bahan baku, energi, dan juga calon pasar sebagai akibat
dari status demografis).
***
Mau tidak mau, suka tidak suka, kita akan tiba di era transisi di
mana perjalanan intergalactic ala Elon Musk belum memungkinkan
dan sumber daya, terutama energi fosil, sudah cekak bahkan
sebagian sudah benar-benar habis. Upaya melalui eksploitasi energi
terbaharukan seperti hidrogen belum sepenuhnya dapat mensubstitusi
dan kita dihadapkan pada krisis multi dimensi untuk memberi makan
milyaran mulut yang lapar.
Maka, hijrah ke dunia digital adalah jawaban. Minimalisasi
permutasi dan pergerakan manusia akan mengurangi konsumsi

240 — G.E.N.C.E.
energi besar sekali, karena sektor transportasi adalah “Buto ijo” yang
rakus energi. Intensifikasi bukan lagi berfokus pada lahan tanaman
pangan, melainkan pada pengembangan pangan minimalis dengan
hasil daya maksimalis. Nano partikel asam amino dan molekul ATP
adalah jawaban dari kebutuhan energi hayati berkesinambungan. Kita
lakukan kleptoplasty dengan “mengadopsi” ilmu mikroba.
Soal rasa dan kenikmatan makanan saat ini juga sudah mulai
dimanipulasi dengan pendekatan substitutif langsung memproduksi
molekul rasanya. Basis data molekul rasa sudah mencapai 25595
molekul dan akan terus berkembang, sila buka link https://academic.
oup.com/nar/article-lookup/doi/10.1093/ nar/gkx957.
Pada tahap ini kita sudah mampu memproduksi molekul
pencetus rasa di otak manusia. Pada tahap berikutnya makanan nano
akan dibuat bisa imbibisi, alias langsung terserap lewat kulit dan soal
rasa bisa kita stimulasi langsung di otak dengan neural feedback (reverse).
Metodanya bagaimana? Saat ini transcranial magnetik stimulation
sudah jamak, menangkap gelombang otak sudah biasa, BCI (brain
computer interface) sudah mainstream, teman-teman neurosains sedang
heboh ingin pengaruhi otak lewat modulasi gelombang, dan lainnya.
Usulan saya sederhana saja, jika kita bisa petakan karakteristik
dasar fisiologi otak manusia. Bahkan, kita bisa stimulator brain device
yang prinsip dasarnya meniru pola elektrofisiologi otak yang punya
pattern khas di tingkat sub atomik dan bioquantum. Jika fMRI mampu
menggambarkan berbagai struktur berdasar aktivitas sel yang ditandai
dengan sebaran oksigen dan glukosa, kita bisa memindai daerah
fungsional sekaligus mempengaruhi atau mengendalikan kerjanya.
Pengalaman pada tahun 2011, saya pernah meminta Dody
Qori Utama untuk ngoprek HP GSM dan memetakan pola-pola
interferensinya dengan gelombang dan medan elektromagnetik/
EMF tubuh agar kita mendapat data dasar bahwa fungsi normal suatu
organ itu akan “mengganggu” seberapa jauh dari transmisi gelombang
piranti seluler. Dari sana kita bisa menentukan cut off point pola dan
sebaran nilai normal dari fisiologi tubuh.
Selanjutnya nilai-nilai di luar sebaran normal dapat menjadi
indikasi awal adanya kondisi patologis atau penyimpangan fungsi

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 241


organ. Maka, kalau sekadar soal menimbulkan sensasi rasa seperti
lezatnya makanan, dengan metoda inverted dari proses “menangkap”
aktivitas otak saat menikmati kelezatan Gudeg Yu Jum misalnya akan
bisa dilakukan tanpa melalui proses menyantap gudegnya.
Beberapa pemikiran “gila” seperti ini terbukti tidak lama
sudah menjadi kenyataan. Saya masih ingat di sekitar tahun 2013
memberi usulan TA untuk Danu Wirowardoyo, mahasiswa Teknik
Telekomunikasi TelU, untuk membuat aplikasi penghitung kapasitas
paru melalui analisa terhadap intensitas nafas dan bunyi yang
dihembuskan ke microphone hape. Hal ini adalah bagian dari signal
processing. Namun, sayangnya ide itu sulit diterima oleh pembimbing.
Walhasil sekitar tahun 2016an konsep itu dikerjakan Apple dan jadi
fitur dari apps i-Care seperti yang capturenya ada di atas.
Lalu, ada calon TA Taufiq Syahrir dari IF TelU yang sedang
sekolah dual degree antara ITB dengan Pukyong Korea yang saya minta
membuat apps image processing untuk menganalisa foto makanan
dan mengintegrasikannya dengan data DKBM (daftar komposisi
bahan makanan) Indonesia serta mengalkulasinya sehingga keluar
output berupa kandungan nutrisi sepiring sampai ke level trace element.
It’s work, dan teruji saat ada hackathon di Bandung Digital Valley, tapi
sayang juga tidak dilanjutkan karena tidak dapat restu pembimbing.
Nah, melalui tangan dingin Pak Hilman dan tim dari lab IMV Prodi
TT TelU banyak inovasi masa depan lahir, meski sebagian di antaranya
adalah upaya mastering dari existing research seperti pengolahan citra
untuk pengukuran Hb non invasif melalui foto konjungtiva. Konsep
yang sama pernah saya bawa dengan tim IF Maranatha ke Imagine
Cup 2010 di ranah interoperabilitas.
Pak Hilman juga pernah saya “kerjain” untuk membuat studi
environmental surveilance dalam rangka mereduksi outbreak demam
berdarah dengan cara memetakan sebaran genangan air berpotensi
sebagai sarang nyamuk, khususnya Aedes. Selanjutnya lahir inovasi
simpel berbasis pengolahan citra untuk membantu test IVA (inspeksi
visual asetat) bekerjasama dengan divisi onkologi Ginekologi FKUP/
RSHS dan menghasilkan gelar sarjana bagi Mas Munir.

242 — G.E.N.C.E.
Lalu yang unik bin ciamik selain glukometer based on PPG
yang masuk dalam kategori mastering karena sudah cukup banyak
dikerjakan di senter lain, kita pernah membuat BMI Camera yang
idenya adalah menghitung berat dan tinggi badan (data antropometrik)
dengan mengonversi data image 2D menjadi “bervolume”. Ada
modifikasi dari rumus Mosteller, ada pencarian koefisien penyesuaian
persamaan/rumus agar hasil presisi dan mendekati data real dari hasil
pengukuran. Kalau berat badan dan tinggi badan sudah dapat maka
BMI (body mass index) dan indikator lainnya kan tinggal dihitung oleh
sistem.
Konsep ini sekarang justru digunakan oleh industri fashion,
di mana proses fitting dan pemilihan warna serta model dibuatkan
aplikasi berbasis citra dan bersifat interaktif. Jadi kita bisa memotret
dan mematut diri (augmented reality) dari jarak jauh dan desain akhir
tinggal dieksekusi serta ditunggu pengirimannya.
Bayangkan jika kita bisa mengoptimalkan peran cermin di
rumah yang dilengkapi dengan camera serta sistem analisa biometrik
terintegrasi, di mana pola-pola khusus dari gestur, pembuluh darah
dan berbagai citra tubuh dapat dimagnifikasi dan dianalisis (Euler
motion magnification algorithm salah satu yang bisa digunakan dalam
konsep ini), dan data ini dimerge dengan data biometrik dari sensor
lainnya. Dari sini kita akan punya mekanisme pemantau kesehatan
super canggih.
Sama seperti apa yang dikerjakan oleh Dr. Jaziar Radianti di CIEM
University of Adger Norway yang kuliah streaming beberapa waktu
lalu. Terintegrasinya data dari berbagai sensor di piranti seluler yang
didukung data satelit serta mapping yang didapat dari Google Map
API dapat menjadi sebuah sistem manajemen bencana yang sangat
holistik.
***
Arahnya tulisan ini ke mana ya? Dari GoFood sampai menjelajah
di lini masa yang teramat jauh ke depan dan menyusul pemikiran
Elon Musk. Sebenarnya simpel saja, teknologi digital yang disruptif ini
menurut Bapak Ano Sajid—narasumber pembiayaan syariah Bekraf
yang kece abis itu—tak lain dan tak bukan analogi dari meteor yang

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 243


menghantam semenanjung Yucatan sekitar 66 juta tahun yang lalu.
Dan, begitu masifnya hantaman itu sehingga menyisakan sebuah
kawah berdiameter sekitar 180 km (dari olah citra satelit).
Dampak yang ditimbulkan adalah bencana katastropik bagi
sebagian makhluk yang hidup di penghujung era Cretaceus-Paleogenik
karena selain ada impact yang luas di wilayah Chicxulub juga ada
kemungkinan terjadinya mega tsunami yang menyapu wilayah pesisir
beradius ribuan kilometer.
Analogi dengan meteor Yucatan ini memang pas, karena pada
saat itu diduga sebagian makhluk penghuni bumi musnah dan
sebagian kecil lainnya mampu bertahan. Seleksi alam dulu mungkin
hanya melalui faktor cuaca dan bencana astrogeologi, tapi kini faktor
seleksi itu adalah kemampuan survive dalam mengarungi tsunami
teknologi yang sebenarnya bersifat antropogenik karena dilahirkan
oleh manusia sendiri.
Maka, alat baru peradaban digital adalah sebuah keniscayaan
yang merupakan sunatullah sebagai konsekuensi logis dari potensi
Iqra yang dikaruniakan pada manusia. Kemampuan prokreasi manusia
telah melahirkan kiamat kecil yang bersifat memilah dan memilih
makhluk yang layak untuk terus menjadi khalifah dan mengemban
amanah di semesta berdimensi baru yang tengah dibangun bersama
ini.
Pertanyaan terbesar dan mungkin juga tersebar di otak banyak
orang, di manakah posisi manusia nanti saat semua fungsi dasar
telah diambil alih mesin dan sistem canggihnya? Lalu apakah mesin
akan punya perasaan? Karena capaian saat ini sudah merambah pada
hampir semua aspek kognitif manusia.
Mesin belajar untuk belajar dengan lebih cepat, lebih kuat, dan
lebih tak terdistraksi dibanding manusia yang banyak canda dan
goda. Mesin telah mencapai tahapan super kognitif nyaris sempurna.
Ciri hidup sudah terpenuhi kriterianya, bermetabolisme, berinteraksi
dan berkomunikasi, dinamis bergerak, serta meregenerasi nilai. Hari
ini bukan hal aneh lagi jika mesin mengoding softwarenya sendiri,
dan software mengoding software bisa lebih sempurna dari manusia
yang algortimanya kerap terdistorsi sudut pandang dan keterbatasan
perspektif.

244 — G.E.N.C.E.
Maka, tulisan yang dishare di grup dari sahabat Yoda Antariksa
soal neurobehaviour ini economics atau neuroeconomy/behaviour
economy yang banyak mengacu pada karya Prof. Dan Ariely seolah
mendeklarasikan bahwa faktor perilaku dan perasaan itu khas dan unik
milik spesies manusia. Really? Emosi atau kerap disalahartikan sebagai
perasaan sesungguhnya adalah sekumpulan variabel super kognisi
yang melahirkan standar dan preferensi hingga kita berkecenderungan
untuk menginterpretasinya sebagai “bawaan” perasaan.
Kalau dalam tulisan neuroeconomics itu sekurangnya ada 5 bias
yang teridentifikasi karena “kemanusiaan” kita, yaitu antara lain; loss
aversion, endowment effect, confirmation bias, herd behavior, dan survivor
bias. Di mana secara sederhana konsep loss aversion digambarkan
bahwa kita cenderung memotret dengan berfokus pada aspek
kerugian dan lupa pada berkah yang telah dimiliki. Lebih tepatnya sih
gagal bersyukur dan terbenam dalam balut kufur yang menggulitakan
pandang dan membunuh harap secara perlahan. Sedangkan endowment
itu sebenarnya lebih menyerupai keangkuhan dan keakuan (ria) yang
membuat objektivitas kita merosot sampai titik nadir dan tidak bisa
mengambil keputusan secara rasional.
Sama halnya dengan confirmation bias dan survivor error’, di mana
sudut pandang selalu berlandaskan pengalaman dan kepentingan. Kita
mencuplik dan membaca apa yang mau kita cuplik dan baca. Sama
juga dengan loss aversion, yang jelek ditakuti yang sudah dimiliki tidak
disyukuri. Pada confirmation bias yang mau kita cari tahu adalah yang
menurut kita hal-hal yang mengkonfirmasi apa yang kita percaya.
Maka pendukung calon kepala daerah dalam pilkada pasti maunya
hanya mendengar yang baik-baik saja soal calon kecintaannya. Tanpa
mau mengkritisi dan melihat sisi buramnya yang tentu ada pada setiap
manusia.
Suksesnya Bill Gates, Zuckerberg, atau Steve Jobs membuat orang
lupa bahwa di luar ketiga orang tersebut banyak doktor yang juga
mengubah wajah dunia lewat disiplin ilmu yang ditekuninya.

***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 245


Maka, saya ingin membedah fungsi eksekutif otak manusia
yang pada gilirannya merupakan cetak biru dari otak mesin yang
saat ini sedang dikembangkan. Jadi, jika kita meyakini bahwa emosi
dan biasnya yang terepresentasi dalam perilaku adalah capaian dari
suatu kemampuan super kognitif, dalam waktu tak lama lagi mesin
akan sampai pada tahap baperan dan punya kesadaran. Mesin tak akan
mudah lagi, atau setidaknya tak semudah dan secepat kulkas pandai
menentukan dan memetakan kebutuhan hanya berdasar big data saja.
Dia akan mulai mengenal ragu, malu, dan sejuta emoticon asli yang
bukan sekadar gambar akan menghampiri “otak”nya.
Hal ini tidak bisa dihindari, akumulasi kecerdasan akan
melahirkan perasaan karena ini soal pola dan preferensi. Maka pada
suatu saat dilema milih burger atau gado-gado juga akan mulai
menghampiri mesin cerdas yang digadang-gadang di dunia aviasi
sebagai satu-satunya solusi dalam upaya meningkatkan safety.
Mesin akan mengalami loss aversion seperti Nabi Adam as. yang
tak bisa berpaling dari buah Quldi atau juga seperti sekawanan belibis
yang serempak seiring seirama berusaha menempatkan diri dalam
sebaran normal (mean dan modus), karena menjadi rerata itu paling
aman.
Sebenarnya herd behaviour atau psikologi kerumunan memiliki
kesamaan tipografi, bahwa berkelompok itu representasi kekuatan
dan kemampuan untuk mengakses sumber kehidupan sekaligus
meningkatkan kewaspadaan dan respon terhadap kondisi yang
membahayakan. Dalam teori persuasi Cialdini, pola umum selalu
gegas diikuti (misal ada orang tetiba mendongak ke langit, maka kita
segera turut mendongak, meski setelah diamati ternyata tidak ada
apa-apa). Konsep herd menghadirkan optimasi fungsi melalui crowd
resources sharing sumber daya dalam mekanisme interaksi yang terarah
dan mencapai tujuan yang sama.
Cloud system misalnya, ini bukan hanya sekadar berbicara masalah
storage saja, tetapi belakangan juga diikuti dengan share kapasitas
processing yang bebannya terdistribusi merata ke banyak server di
seluruh dunia (proses ini dibayar dengan bit coin). Bayangkan jika
kapasitas penyimpanan dan prosesing dilengkapi dengan kemampuan

246 — G.E.N.C.E.
mesin beralgoritma deep neural network dengan kemampuan universal
approach theorem dan probabilistic inferences yang menghasilkan
kemampuan deep structured learning dan hirarchieal learning. Ini sudah
sampai pada kapasitas pengorganisasian hasil belajar berpretensi yang
dapat hasilkan kesadaran intra dan antar mesin.

***

Tidak pelak lagi, pada titik ini saya harus mulai membahas fungsi
eksekutif (executive function) otak manusia yang di”kleptoplasty” oleh
mesin cerdas. Fungsi itu antara lain adalah: attentional control, cognitive
inhibition, inhibitory control, working memory, dan cognitive flexibility yang
akan melahirkan kemampuan generik untuk merencanakan, memilih
dan fluid intelligence seperti membangun argumen/reason serta
menyelesaikan masalah/problem solving. Secara umum kemampuan
dasar ini dapat diuji dengan behavior rating inventori of executive
function/ BRIEF.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 247


Bagian-bagian otak yang terlibat dalam menjalankan fungsi
eksekutif antara lain adalah dorsolateral prefrontal cortex (dlPFC) yang
mengintegrasikan berbagai data hasil proses kognisi dan perilaku yang
menjadi “template” atau acuan dalam bersikap. dlPFC terlibat dalam
proses merancang bahasa, merancang strategi, mengelola perubahan
(adaptasi), perencanaan, pengendalian diri, memori kerja/prosedural,
kemampuan mengorganisir, pemikiran abstrak (futuristik-imajinatif),
dan menyelesaikan persoalan dengan memproyeksikan semua masalah
dan data agar tercipta strategi mengatasinya.
Bayangkan jika mesin sudah mampu mengadopsi kemampuan
ini. Akan banyak rencana dan strategi serta kemampuan
mengorganisasinya yang menjadi sulit diprediksi oleh manusia. Jadi
ingat karya Wachowski bersaudara dalam trilogi The Matrix.
Bagian otak yang tidak kalah penting dalam menjalankan fungsi
eksekutif adalah anterior cingulate cortex/ACC yang terlibat dalam
pengaturan emosi yang berangkat dari pengalaman dan kemudian
mengintegrasikannya dengan hasil proses belajar lainnya. ACC
berperan dalam menginhibisi atau menghambat respons yang tidak
layak atau under valued serta berperan dalam memotivasi kita agar
mampu mengambil keputusan yang dianggap paling menguntungkan.
Bagian lain yang berperan sebagai The Eye adalah orbito frontal
cortex (OFC) yang bertindak sebagai “pengawas” perilaku yang
dihasilkan dan dampak dari perilaku tersebut dalam proses interaksi
sosial. OFC menerima dan mengolah reward dari jalur stimuli sensoris
dan mengevaluasi pengalaman emosi subjektif terkait dengan suatu
kondisi yang tengah dijalani. Dengan kata lain, OFC adalah chaperon
sikap dan perilaku yang mengukur dan mengatur tampilan kita serta
pola interaksi kita secara sosial. Di mana dasar putusannya adalah data
sensoris dan pengalaman emosional yang diterima secara real time dari
berbagai jalur akses data neuronal.
Tentu saja, fungsi-fungsi ini tidak lepas dari peran berbagai
struktur sub kortikal, striatu, sampai cerebelum, dan tentu saja sistem
limbik dengan berbagai kompartemennya. Tapi dari fungsi dlPFC,
ACC, dan OFC terlihat bahwa otak manusia memiliki infrastruktur dan
sistem untuk mengolah data, merencanakan strategi, mengeksekusi
strategi, beradaptasi dengan hasil, mengevaluasi, dan memperbaiki
pola interaksi. Inilah sebenarnya bentuk hibrid dari kecerdasan kognisi

248 — G.E.N.C.E.
dan emosi, inilah puncak capaian super kognisi plus yang menjadi
platform untuk membangun konsep kesadaran.
Lalu apa capaian yang terbayangkan secara visioner dari revolusi
digital ini? Apakah akan muncul makhluk-makhluk dan peradaban
substitutif sebagaimana hadirnya mamalia dan primata yang berjaya
setelah dinosaurus era Jura dan Creta yang punah? Sebagai entitas
pikiran yang pemenuhan energinya telah mampu dibangun oleh
sistem secara mandiri secara berkesinambungan, dan selama ini bagian
serta struktur otak telah tereplikasi secara sempurna dalam sistem
cerdas yang berkembang. Pola dan sarana yang selama ini ada adalah
manifestasi dari sekumpulan data yang mengemban sebuah fungsi
dan memerlukan alat untuk mengeksekusi.
Maka, pada masa yang akan datang ada baiknya dipertimbangkan
bahwa manusia akan kembali ke fitrah dasarnya sebagai suatu rangkaian
code yang dikoding melalui perantaraan DNA dan termanifestasi
dalam struktur biologi. Ke depan jadikanlah code manusia itu memang
code programming dengan algoritma perfect mind di mana eksistensinya
memang bit dalam media elektron dan foton yang berada di dimensi
interspasial, alias antara ada dan tiada. Keberadaannya bisa saja
sebagai Avatar belaka sebagai proyeksi konsep keberadaan (being) yang
sebenarnya juga antara perlu dan tidak. Karena kesadaran terkadang
tidak perlu representasi materi. Maka di saat itu manusia tidak lagi
perlu makan, perlu tempat, dan perlu elemen lain dalam habitat dan
ekosistem yang merupakan konsekuensi dari keberadaan yang bersifat
fisikal.
Dimensi inilah mungkin yang dimaksud dengan dimensi cahaya,
di mana batas keberadaan secara materi cukuplah sampai di tingkatan
partikel sub atomik yang bisa saja berupa foton atau neutrino. Sistem ini
akan berjalan secara berkesinambungan karena the reign of machine akan
menjamin bahwa para “kesadaran” yang hidup di dalam sistemnya
terpelihara dan terpenuhi kebutuhan minimal untuk “hidup” dalam
pengertian eksistensi. Pada saat itu selamat tinggal lapar, sakit, sedih,
dan kecewa. Karena tak ada lagi perebutan sumber daya dan hilanglah
ketakutan akan ancaman nirdaya jika tak memenangi kompetisi sesama
manusia. Saat itulah terjadi transformasi sempurna bentuk kehidupan.
Mungkin ini kiamat, di mana bentuk kehidupan yang kita kenal hari
ini tamat dan dilipat. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 249


The Future of Smart Food

Salah satu kontributor terbesar dalam hal degradasi daya dukung lingkungan adalah
upaya manusia memenuhi kebutuhan nutrisinya. Kita tahu bahwa peternakan
adalah penyumbang terbesar gas rumah kaca. Adapun perikanan adalah mengubah
keseimbangan rantai makanan di ekosistem laut. Semua pasti ada konsekuensi dan
risikonya.

Pertanian dengan pola domestikasi yang homogen juga mengubah jutaan hektar
lahan dengan keanekaan diversitas menjadi bioma baru yang miskin keragaman.
Maka, diperlukan inovasi revolusioner agar didapatkan kesetimbangan baru dan
ramalan Malthus tidak menjadi kenyataan.

Salah satu terobosan dalam pemenuhan nutrisi berbasis protein hewani bersumber
dari biota laut telah dapat dilakukan oleh https://www.finlessfoods.com/about
melalui penggunaan aplikasi bioteknologi yang tepat guna. Ini selangkah lagi sebelum
kita bisa memproduksi nanofood yang lebih ramah lingkungan, sekaligus juga ramah
syaraf alias bisa tetap gurih, sehat, dan memenuhi hasrat organoleptik.

Sementara itu, untuk mensubstitusi kebutuhan protein hewani bersumber dari


peternakan baik unggas maupun mamalia seperti sapi dan domba, telah mulai
diperkenalkan juga daging kultur yang secara teori bisa kita atur kandungan gizinya.
Misal tinggi protein rendah lemak, dan lainnya. Daging tersebut bisa pula dibuat
menyerupai daging wagyu sapi Kobe atau daging burung punai yang lezat.

Inovasi ini sudah mulai berjalan. Hal ini sekali lagi mengingatkan kita bahwa ke depan
adalah saat nya mengembalikan fungsi alam dengan berbagai keragaman yang saling
berinteraksi di dalamnya. Untuk bakso dan burger biotek bisa dilihat di http://www.
memphismeats.com/media

Sementara untuk tanaman pangan, baik yang tergolong serealia atau bebijian sumber
karbohidrat dan tanaman holtikultura penting seperti buah-buahan, kita dapat
dipertimbangkan untuk menciptakan bioma pertanian hutan tani. Di mana konsep
verticulture tidak dibuat dengan material artifisial melainkan memanfaatkan tanaman
keras.

Jamur harus mulai dipikirkan sebagai sumber nutrisi yang sangat penting. Karena
sifat oportunistiknya pasti bagian dari sunatullah yang punya fungsi khusus jika kita
pelajari. Sebagaimana termaktub dalam surah Al-An’ām, 6:95, “Sungguh, Allah yang
menumbuhkan butir (padi-padian) dan biji (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup
dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Itulah (kekuasaan) Allah,
maka mengapa kamu masih berpaling?”

Tajuk pepohonan keras akan menjadi pelindung alami bagi pertanian jamur eg.
Plerotus sp dan akar dari pepohonan tersebut akan menjadi bagian dari infrastruktur
siklus hidrologi. Dia, dengan demikian, dapat menyerap air permukaan secara
optimal sehingga mengurangi koefisien run off dan menjamin ketersediaan cadangan
air tanah. Biodiversitas akan terjaga dan rantai makanan akan kembali berputar.

250 — G.E.N.C.E.
(7)
CITY MINDWARE
Oleh Tauhid Nur Azhar

Konsep smart dalam pengelolaan wilayah di berbagai tingkatan


(propinsi, kabupaten/kota, sampai desa) adalah upaya mengoptimasi
potensi wilayah melalui pendekatan multi elemen yang membentuk
ekosistem region (kota).
Elemen utama yang menjadi bagian dari ekosistem kota adalah
manusia atau masyarakat (society) atau kelompok fungsional yang
menjalankan fungsi tata kelola. Yang termasuk dalam hal ini adalah
unsur pemerintah (pangreh praja; civil servant), dan juga kelompok
masyarakat. Elemen utama lainnya adalah struktur (piranti; hardware)
yang antara lain terdiri dari lingkungan (habitat), infrastruktur, dan
ranah pengembangan dan pembangunan di dalamnya.
Kondisi ini dapat dianalogikan sebagai sebuah sistem terintegrasi
di tubuh manusia yang dalam menjalankan fungsinya harus saling
terkoneksi dan memberikan feedback untuk hasilkan sebuah aksi
terukur dan proporsional. Maka, kota/regio cerdas itu bisa “merasa”
(sensing), dan dapat “berpikir” hingga mengerti (understanding),
mungkin juga dapat di-enrich dengan fungsi emosi hingga ada empati
atau pertimbangan keberpihakan dalam koridor kebaikan (fungsi
diskresi). Fungsi lain adalah memberikan respons terukur (acting) dan
juga umpan balik sebagai bagian dari lapis pembelajaran dan data
training bagi sistem cerdas yang dikembangkan.
Hal terakhir amat penting sebagai bagian dari proses control and
evaluation. Jika sebuah sistem cerdas kota diekstrapolasikan sebagai
sebuah sistem pakar berbasis artificial neural network maka proses
belajar dan umpan balik adalah prasyarat untuk menumbuhkan
intelijensinya.
Maka, sebuah kota cerdas dengan konsep City Multiple Intelligence
(CMI) harus mampu mengakomodir peran atau potensi anatominya
(hardware/structure dan society) untuk menghadirkan pemenuhan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 251


kebutuhan (hierarchy of needs/Maslow) dalam bentuk ketersediaan
energi, permukiman, tata ruang dan lingkungan yang baik, perputaran
ekonomi dan berjalannya industri (jasa-manufaktur), interaksi
dan transportasi serta jalur logistik (SCM), rasa aman (security),
dan kesehatan fisik serta mental (psikologi). Indeks rasa nyaman
(comfortability) dan happiness akan melahirkan culture yang lahir dari
konsepsi pemangku kepentingan dan kebijakan kota. Rahimnya adalah
ekosistem yang dibangun bersama dengan mengacu pada smart system
platform (visi, misi, tujuan, capaian, dan lain-lain).

Persis sebagaimana proses diferensiasi dan maturasi di tingkat


embrional di rahim manusia. Ada fungsi homeobox gene yang mengatur
peran dari setiap elemen dan variabel serta faktor yang terlibat. Ada
komunikasi dan interaksi yang polanya harus didesain semenjak awal,
dan disepakati sebagai acuan bersama yang harus dipatuhi. Maka jika
semula berawal dari neural tube, dengan peta jalan dan indikator yang
jelas, dalam lini masa yang telah diprakirakan akan tercipta batang
otak, otak tengah, dan otak depan.
Demikian pula, idealnya pertumbuhan dan perkembangan
sebuah kota cerdas. Maka, jika analogi ini berlanjut, sebuah smart
region/city/village memerlukan jaringan “neuronal dan hormonal” untuk
berkomunikasi dan berinteraksi serta “merasa” serta “mengetahui”
(sensing, feeling, understanding). Perlu juga “muscle” untuk bereaksi dan

252 — G.E.N.C.E.
beraksi secara sadar dan terukur (voluntary) serta bereaksi di domain
otomasi cerdas (unvoluntary). Sistem pakar kota dapat memfasilitasi
terciptanya syarat anatomi-fisiologi ini. Tetapi jangan lupa, kota perlu
“otak” untuk mengambil keputusan dari serangkaian stimulus berupa
data yang diterima dan hasil analisis serta potensi reaksi/aksi yang
dapat dilakukan secara terukur sebagai respon yang tepat terhadap
masalah.
Kota perlu “energi” seperti molekul ATP, dalam hal ini APBD dan
sumber pembiayaan lain yang sah, untuk itu kota perlu siklus asam
sitrat (Krebs) dan mekanisme respirasi (nafas). Juga perlu “enzim”
sebagai katalisator (dalam hal ini regulasi/perda, dan sebagainya).
Tentu jangan dilupakan soal immunity atau daya tahan sebuah kota.
Happiness itu adalah the best adjuvant for immunity. Kota yang nyaman
dan membahagiakan akan menurunkan kriminalitas dan banalitas di
ruang publik. Pendidikan publik juga program utama immunity of the
city ini.
Perlu dipertimbangkan adanya city index immunity (CII) yang
disusun dengan mengakomodir aspek antropologi, psikososial,
dan pedagogi-andragogi (edukasi). Ekosistem kota yang sehat akan
lahirkan kreatifitas dan inovasi, hingga terciptalah “energi’” yang
berkesinambungan serta terbaharukan. Untuk itu, diperlukan enabler
di sektor manusianya, manajemennya, dan tentu saja teknologi.
Jika ini bisa berinteraksi dan berinterferensi saling menguatkan
akan lahir harmoni yang terorkestrasi sempurna. Kota dan makna akan
membangun sebuah “meaningful ecosystem” yang produktif sekaligus
manusiawi. Maka, mencerdaskan kota/regio adalah investasi luar
biasa yang dapat menjadi pengungkit kebangkitan sebuah bangsa. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 253


(8)
Beribrah dari Bencana untuk Membangun Smart
People, Smart System, dan Smart Nation
Oleh Tauhid Nur Azhar

“Katakanlah (Muhammad), ‘Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari


bencana di darat dan di laut, ketika kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah
hati dan dengan suara yang lembut?’ (Dengan mengatakan), ‘Sekiranya Dia
menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang
yang bersyukur’.” (QS Al-An’âm, 6:63)
Di penghujung ayat ini terpampang jelas sebuah pelajaran
penting, andai kita selamat dari bencana sudahkah kita menjadi orang-
orang yang bersyukur? Bagaimana praktik dan konsep syukur ini?
Bersabar dalam menggali ilmu untuk mempelajari sumber bencana
dan terus berupaya agar dapat memetik hikmah yang akan berbuah
rahmah adalah salah satunya.
Mitigasi bencana adalah bagian tidak terpisahkan dari anugerah
cerdas pada manusia untuk mampu membaca ayat-ayat Allah (qauliyah
dan qauniyah). Gempa bumi, dengan demikian, adalah penghantar kita
untuk mengenal proses penciptaan bumi, tersajinya rupa bumi, lapis
litosfera tempat manusia hidup dan berinteraksi dengan semesta. Hal
ini sebagaimana terciptanya dinamika atmosfera dengan kadar oksigen
dan gas lainnya yang kehadirannya adalah penunjang kehidupan
manusia dan makhluk biologis lainnya.
Bumi Indonesia dari Sumatera sampai Papua adalah bagian dari
benua-benua yang terus berubah dan mencari keseimbangan dalam
tasbih yang berkesinambungan. Batuan tua dari era Paleozoikum
sampai era tersier tersebar bertumpuk dan berlapis menjalankan tugas
geologisnya untuk hadirkan karakteristik khas yang membentuk tidak
hanya rupa bumi tapi juga budaya dan peradaban serta menjadi sarana
kita, manusia, untuk mensyukuri keberadaan kita saat ini.

254 — G.E.N.C.E.
Kerak benua dan kerak samudera sebagaimana sunatullah yang
termaktub dalam Al-Quran, senantiasa bergerak dan saling berinteraksi
secara rancak dan hadirkan banyak tanya di benak, mengapa?
Sekurangnya ada tiga lempeng yang menyokong negeri kita: Indo
Australia, Eurasia, dan Pasifik. Indo-Australia di selatan, Eurasia di
utara, dan Pasifik yang terdiri dari lempeng laut Filipina dan lempeng
Carolina di timur. Adanya lempeng yang bergerak tentu menimbulkan
aktivitas tektonik berupa fenomena subduksi (menunjam), obsduksi
(mengangkat), dan collision alias saling bertabrakan.
Sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan, gejala tektonik tentu
terkait dan terikat erat dengan gejala vulkanik yang ditandai dengan
lahirnya cincin gunung api di jajaran pulau Sunda Kecil, penerus tapak
geologis benua Gondwana. Kekhasan batuan yang dapat diamati
berdasar usia geologis memberi kita ilmu dan pengetahuan tentang
apa yang pernah terjadi dan memprakirakan apa yang kelak mungkin
akan terjadi.
Observasi di daerah Timika-Tembagapura memperlihatkan
adanya lapisan formasi batuan berdasar usia pembentukan; formasi
Awigatoh dari zaman Paleozoikum (2,5M tahun), serta Kariem dan
Tuoba yang lebih muda dari sekitar Mesozoikum di jaman kapur dan
Jura. Batuan inipun beragam jenisnya dan dapat dibedakan berdasar
proses pembentukannya. Ada batuan sedimen yang berasal dari proses
endapan, ada batuan intrusi dari terobosan magmatik, dan ada juga
batuan metamorf atau hasil perubahan struktur dan karakter karena
adanya perpindahan lokasi, dan lain sebagainya.
Pergerakan lempeng bumi dan dinamika litosfera akan
menghasilkan antara lain sesar-sesar atau daerah batas. Keberadaan
sesar (darat) inilah yang dapat menjadi sumber dari hadirnya
gelombang seismik. Ada energi yang terlepas dari desakan yang saling
mendorong untuk mencari ruang. Dalam konteks ilmu sosial, ada
katarsis berupa “letupan-letupan” ketidakpuasan, perang, benturan
kepentingan dan perebutan sumber daya seperti pada berbagai perang
yang melanda dunia. Sesar normal adalah pergeseran dua sesar yang
saling menjauh, sesar naik apabila ada bagian yang terangkat, dan
sesar geser adalah jika dua sesar bertemu dalam arah gerak yang saling
berlawanan.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 255


Gempa yang terjadi di Pidie Jaya beberapa waktu ke belakang
diduga adalah mekanisme sesar geser yang menimbulkan gelombang
seismik akibat pecahnya struktur batuan akibat adanya pertemuan
lempeng tektonik atau sesar aktif. Gelombang seismik ini secara
sunatullah mengikuti hukum-hukum fisika gelombang. Maka,
karakter dan jenisnya antara lain adalah adanya tubuh gelombang
(body wave) yang terdiri dari gelombang primer atau rambatan utama
dari sumber gelombang dan sifatnya longitudinal, searah dengan
perlambatan energi yang terjadi. Sedangkan gelombang kedua yang
mengikuti adalah gelombang sekunder yang terdiri dari gelombang
Love (berdasar nama penelitinya) dengan ciri sejajar dan tegak lurus
dengan arah rambatan gelombang. Lalu ada gelombang Rayleigh,
dimana partikel yang bergerak seirama gelombang berada dalam arah
elips atau berputar.
Maka, dalam gambaran seismograf akan didapati parameter
gelombang vertikal, utara-selatan, dan timur-barat sesuai dengan
karakter masing-masing gelombang seismik yang terjadi. Beribrah
pada musibah yang ditimbulkan oleh fenomena alam, dalam hal ini
gempa, manusia sesungguhnya dapat belajar dan mengelola berbagai
resiko yang muncul dari potensi bencana. Adanya gempa subduksi
di laut dangkal, kedalaman kurang dari 300 meter, intensitas gempa
di atas 7 SR, dan pusat gempa kurang dari 15 km (Sutopo Purwo
Nugroho, BNPB, 2016) misalnya, dapat menimbulkan dampak ikutan
berupa tsunami.
***

Potensi gempa di negeri ini sebenarnya telah mulai dipetakan dan


dapat dijadikan acuan dalam proses mitigasi untuk mencegah
terjadinya musibah yang bersifat masif serta destruktif. Teknologi
kebumian telah mampu menghasilkan teknik tomografi seismik yang
memberikan gambaran tentang penjalaran gelombang seismik di
permukaan bumi. Dapat dilakukan perhitungan site specific response
analysing atau SSRA dan probabilistic hazard analysis atau PHA dengan
mengoptimasi perhitungan peak ground acceleration yang tentu saja
bersifat multifaktorial dan harus mempertimbangkan beberapa faktor
dominan seperti karakteristik dinamika tanah, karakteristik lapis tanah

256 — G.E.N.C.E.
lokal, juga karakteristik getaran gempa dan sumber gempanya. Dari
data-data yang tersedia ini (big data) dapat dibangun suatu rujukan
perencanaan wilayah (smart planning) berupa zonasi (mikro zonasi)
berdasarkan risiko bencana yang mungkin dihadapi.
Sebenarnya tidak hanya itu saja, dari data yang tersedia dapat
dipetakan berbagai resiko dari berbagai ranah, misal potensi bencana
hidrogeologi seperti banjir, tanah longsor (pergerakan tanah/landslide),
bencana ekonomi sosial karena munculnya kerawanan akibat akses
ekonomi dan benturan sosial multidimensional, bencana peradaban
karena menurunnya sumber daya manusia akibat akumulasi persoalan
gizi, tumbuh kembang, dan meningkatnya penyakit tidak menular
yang juga saling terkait dalam hubungan sebab akibat yang kompleks
dengan berbagai bencana di ranah yang berbeda.
Konsep Smart Nation tentu harus mampu mengakomodasi data
dan hasil analisa cerdas yang dapat membantu proses perencanaan
pembangunan dan memberi alasan logis untuk setiap kebijakan di
domain public policy. Data-data potensi bencana akibat gelombang
seismik (gempa bumi) misalnya, telah melahirkan standar tertentu
yang dapat digunakan untuk mendesain dan mengonstruksi bangunan,
seperti SNI-03- 1726-2002.
Penggunaan standar seperti SNI bangunan tahan gempa yang
tentu merupakan hasil analisis dan penelitian mendalam multidisiplin
ini adalah upaya konstruktif untuk merancang keamanan dan
kesejahteraan di masa depan. Tidak pelak lagi, inilah model konsep
syukur yang aplikatif dan bagian tidak terpisahkan dari konsep tugas
manusia sebagai khalifah yang harus mampu menghadirkan rahmah
bagi segenap sekalian alam.
Dalam konteks yang sama, ada contoh lain yang perlu kita
pikirkan, antara lain adalah dalam bidang meteorologi dan Geofisika.
Keberadaan fenomena El Nino atau La Nina yang bersifat siklikal dan
periodik dalam kurun waktu tertentu yang berulang tentu dapat menjadi
acuan prediksi perubahan iklim global yang dapat menghasilkan
proses antisipasi. Mungkin inilah hikmah kisah inspiratif Nabi Yusuf
as yang termaktub dalam Al-Quran. Kemampuan membaca tanda
alam dan zaman secara cerdas.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 257


Bukankah Indonesian Oceanic Dipole (IOD) yang dapat diamati dari
citra satelit adalah “tanda” atau ayat yang begitu nyata bagi mereka-
mereka yang mau berpikir? Maka, sapi kurus dan batang gandum
yang meranum adalah perlambang dari kemampuan berpikir ke depan
(future thinking) yang melekat pada manusia yang cerdas dan beriman
(yang ditinggikan derajatnya dalam majelis). Smart People.
***
Apa itu smart people? Ya tidak lain dan tidak bukan adalah kita yang
kaffah dengan cara mau bersyukur lewat mengoptimasi cara berpikir
dan berzikir. Pada gilirannya zikir konstruktif inilah yang akan
menghadirkan ketenangan. Secara hipotetikal manusia akan mendekati
konsep paripurna jika berhasil mengembangkan dan meningkatkan
daya nalar dan sadarnya serta kemampuan kontributif kebermanfaatan
bagi semesta dan sesama yang maujud dalam capaian level of thinking,
level of consciousness, dan level of engineering-nya yang dibundling
dengan level of EC (emphative-contributive) sebagai perwujudan fungsi
khalifatullâh yang harus mampu mewujudkan prinsip dasar rahmatan
lil ‘âlamîn.
Dan, hal itu adalah sebuah keniscayaan, mengingat secara
neurosains manusia telah dilengkapi dengan bagian fungsional otak
yang mampu mencerna informasi sosial (sulkus temporalis superior/
STS), mendeteksi error atau suatu hal yang kurang tepat dalam sebuah
sistem yang berjalan (korteks singulata anterior/ACC, Shackman,
dkk., 2011), dan tentu saja fungsi respon mitigatif, kendali kognisi,
serta problem solving yang diperankan oleh dorso lateral prefrontal
cortex/dlPFC. Serta masih dilengkapi pula dengan berbagai struktur
yang menunjang proses sensing, understanding, acting, dan learning
yang tersebar dari barang otak, limbik, striatum, sampai area asosiatif
di korteks otak. Itu semua akan menjadi asupan pertimbangan moral
di orbito frontal cortex/OFC kiri yang bertugas untuk menjaga
kepedulian moral sebagai manusia yang harus memberi makna pada
fakta keberadaannya.
Menjadi ada itu untuk apa? Maka, mari kita mulai bersyukur
dan belajar dari bencana dan berbagai fenomena yang tengah kita
alami dalam rentang waktu dan lebar ruang hidup kita agar kita tidak
tergolong sebagai orang-orang yang merugi. ***

258 — G.E.N.C.E.
(9)
Smart People for Smart Nation

Oleh Tauhid Nur Azhar

“Science and Technology revolutionize our lives, but memory, tradition, and
myth frame our response.” (Arthur Schlesinger, Historian)
Berkah silaturahim, sepulang dari Pontianak dikirimi file hasil
riset BI perwakilan Kalbar soal penilaian terhadap Pontianak sebagai
“smart city”. Dalam resume termaktub 6 dimensi dan 15 aspek mulai
dari smart people dengan aspek antara lain akses terhadap pendidikan
dasar, sampai ke dimensi smart mobility dengan aspek antara lain
ketersediaan jalur bersepeda. Untuk aspek yang terakhir itu kebetulan
saya malah sudah mengujinya sendiri dan memperoleh pengalaman
yang menyenangkan, terbukti antara lain dengan banyaknya foto-foto
aktivitas gowes di Pontianak saya posting di Instagram.
Sedangkan pada kuadran “importance” vs “performance”
didapatkan data objektif berdasar persepsi warga bahwa akses
terhadap pendidikan dasar, layanan kesehatan, respon terhadap
asupan publik, dan layanan publik berbasis daring, serta transparansi
tata kelola anggaran (APBD) dianggap penting dan ternyata berkinerja
baik.
Terbang ke daerah lain yang dipisahkan laut Jawa, tepatnya di
daerah yang dikenal sebagai tempat terbitnya matahari di Jawa dan
memiliki api biru di salah satu gunungnya (Ijen), Banyuwangi, terdapat
riset yang nyaris serupa tetapi lebih berfokus pada subjek pariwisata.
Berdasar indeks persepsi pada 250 responden yang turut dalam
penelitian didapatkan bahwa skor tertinggi terkait dengan keberhasilan
sektor pariwisata justru dinisbatkan pada aspek kepemimpinan
daerah (leadership). Sedangkan pada indeks daya saing pariwisata di
tingkat Kabupaten dengan mengolah data statistik sekunder dari 505
kabupaten/kota berdasar 4 dimensi, 14 pilar, dan 84 indikator diketahui
bahwa justru bukan potensi natura wisata alam yang memiliki skor
tertinggi, melainkan tata kelola pariwisata.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 259


Kedua fenomena dari dua wilayah administratif yang
terpisah rentang geografis dan berbeda pula subjek penelitiannya,
menghantarkan kita pada satu titik temu,bahwa secara objektif dan
subjektif tetaplah faktor manusia yang dianggap menjadi penentu
dalam setiap proses cerdas.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa manusia itu entitas
biologis yang sangat unik. Hasil riset terkini menunjukkan bahwa
perjalanan evolutif telah membuktikan bahwa manusia dibanding
spesies dengan kapasitas kognitif terdekat, bangsa primata, memiliki
kelebihan yang maujud pada berkembangnya area korteks prefrontalis.
Salah satu kemampuan manusia yang menjadi konsekuensi
dan anugerah prefrontalis adalah kemampuannya berencana yang
berangkat dari ketrampilan untuk memetakan kebutuhan di masa
depan yang termaktub di dalam visi dan misi sebagai perwujudan
pengetahuan yang akan ditindaklanjuti sebagai bagian dari aksi
yang akan dilakukan. Jantsch (1972) mendeskripsikan kemampuan
berencana manusia itu dalam satu frasa “human creative action.” Di
mana sekurangnya ada empat tahapan yang terlibat di dalamnya, yaitu
forecasting, perancangan, pengambilan keputusan, dan aktualisasi.
Keempat tahapan itu terelaborasi dalam lapis “legit” aksi, yaitu: lapis
kebijakan, strategi, dan operasi (Yuliar S, 2009).

260 — G.E.N.C.E.
Maka, untuk mewujudkan cita-cita mencerdaskan bangsa (smart
nation), teknologi seperti apa yang perlu kita kembangkan dan jadikan
pengungkit? Dalam ranah fungsional teknologi akan terdiversifikasi
menjadi kelompok bricolage atau engineering. Bricoleur atau insinyur?
Pengintensifikator atau inventor ekstensifikator? Prosesnya nanti akan
mengerucut pada pola kultivasi (agrobisnis, perikanan, kehutanan,
dan lainnya) dan konstruksi (menemukan, mengembangkan, dan
memanfaatkan). Tentu perlu keselarasan yang terukur di antara
keduanya. Adakah grand design kita untuk menyelaraskan kultivasi
dan konstruksi dalam ranah kebijakan teknologi nasional?
Mungkin sudah waktunya berpikir terintegrasi, holistik, dan
mengedepankan kepentingan bangsa di masa kini dan masa depan. Tak
dapat dipungkiri ICT adalah subsektor teknologi yang dapat menjadi
penggerak hampir semua sektor lainnya. Keberadaan teknologi ICT
menghadirkan jaminan konektivitas,efisiensi,dan juga transparansi
(objektivitas). Bahkan perlahan tapi pasti telah terjadi pergeseran
peradaban dengan hadirnya technolifeworld of the screen.

Habitat digital telah menjadi ruang pikiran yang mengakomodasi


hampir semua kebutuhan yang kita perlukan. Internet of Things/IoT
telah mengubah pola interaksi, komunikasi, bahkan transaksi kita.
M2M communication akan lebih mendominasi pola komunikasi, dan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 261


dunia layar akan segera menjadi dunia kita. Evolving system dan self
learning machine juga akan hadirkan kecerdasan baru berupa self reliant
tools dengan konsep sibernetika yang melekat di dalamnya. Kita akan
memasuki abad dimana mesin akan berpikir untuk kita dan seolah
juga dapat “mewakili” perasaan dan kebutuhan kita. Maka entitas
biologis cerdas yang bernama manusia ini harus beranjak lebih cerdas
dan membangun tata kelola yang akan menempatkan semua variabel
dan aspek dalam lapis kecerdasan ini sesuai dengan fungsi yang
proporsional.
Tata kelola ini pulalah yang harus maujud dalam bentuk kebijakan
yang mampu mengakomodir perkembangan teknologi sebagai enabler
yang konstruktif sekaligus kultivatif dan semata bertujuan untuk
menyejahterakan jiwa raga manusia. Maka ada baiknya kita renungkan
kembali definisi tata kelola teknologi (technology governance) yang
disitir Prof. Bambang Bintoro sebagai berikut: “Technology governance
is an approach and a set of policies undertaken by the public and private sector
and society actors in a given space in time to develop a knowledge base, social
cohesion, and competitiveness at the same time.”
Maka, tugas kita yang tersulit sesungguhnya menemukan
teknologi yang tepat untuk “mengungkit” potensi dasar kemanusiaan
agar mau dan mampu bergerak untuk mengonstruksi kesejahteraan
dan kebahagiannya sendiri. Barangkali inilah definisi dari arti
kemerdekaan yang sesungguhnya. Setiap orang merdeka berhak untuk
sejahtera dan bahagia. ***

262 — G.E.N.C.E.
(10)
DIGITAL NATION

oleh Dani Sumarsono, CEO CBN

S
aat ini masyarakat telah berada di era baru yang disebut
dengan era digital. Jika kita melihat ke 5-10 tahun ke belakang,
masyarakat masih berada di dalam kondisi kebingungan untuk
mendapatkan informasi. Pada masa itu masyarakat masih bingung
bagaimana cara mendapatkan informasi untuk dapat digunakan
yang dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan. Tetapi sekarang
masyarakat berada di era baru dimana masyarakat dapat memilah
informasi yang masuk yang disebut sebagai era Digital Nation oleh
Dani Sumarsono selaku CEO dari perusahaan jaringan internet CBN.
Informasi dapat di akses dengan berbagai media seperti smartphone,
komputer, tab, dan lainnya.
Di era pemilahan informasi ini, secara otomatis masyarakat
akan memilah konten informasi yang sesuai dengan kebutuhan saja.
CBN sebagai penyedia jaringan, menyediakan pilihan-pilihan konten
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat digital saat ini. CBN
membentukdata center menggunakan Big Data Analysis sehingga
memungkinkan untuk dapat menyimpan data dalam volume yang
besar, variabel yang luas dan dapat diakses dengan cepat.
Dengan adanya big data analysis, sistem dapat belajar lebih cepat
dari manusia. Semakin banyak data yang masuk semakin pintar juga
knowledge yang dapat dilakukan oleh system tersebut. contohnya kulkas
digital yang dapat memilah sendiri makanan apa yang cocok bagi
pengguna kulkas tersebut denngan menggunakan analisis data yang
telah diprogram didalam sistemnya. Atau aplikasi untuk mengukur
umur, berat badan dan ukuran baju yang digunakan belanja online
sehingga berbelanja online dapat dilakukan sama seperti belanja pada
umumnya di pusat pertokoan.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 263


Secara otomatis hal ini memicu adanya perubahan karakter
pada masyarakat. Bisa dibayangkan jika konsumen tidak perlu lagi
keluar rumah untuk membeli sesuatu. Telah bermunculan aplikasi
yang memfasilitasi masyarakat dalam berbelanja. Sehingga konsumen
dapat memilih dan memesan sesuatu seperti makanan, pakaian
bahkan sampai obat-obatan hanya dengan sekali sentuh tanpa harus
menghadapi kemacetan, kendala cuaca, waktu dan sebagainya. Salah
satu perusahaan digital yang mencetus hal ini di Indonesia yaitu
gojek. Dengan adanya layanan Gojek seperti Go Food, Go Mart sampai
dengan Go Massage, hal ini mempermudah gaya hidup masyarakat dii
era digital ini.
Fenomena ini mendorong perubahan karakter perilaku pasar yang
pada akhirnya berdampak pada berkurangnya kebutuhan akan tenaga
manusia pada pada bidang insdustri. Yang sudah terkena dampaknya
seperti petugas pintu tol yang sudah mulai dikurangi akibat adanya
pemberlakuan E toll card wajib bagi setiap pengendara. Bahkan gerai-
gerai ritel yang mengalami kebangkrutan karena kalah saing dengan
belanja online seperti Lotus, Debenhams, dll.
Pada akhirnya manusia akan memilih disadari atau
tidak hal-hal yang dianggap dapat mempermudah hidup
. Secara otomatis industri akan beralih kepada pilihan
konsumen yang paling disukai. Kedepannya kehidupan
akan semakin simple di segala bidang. Dalam bidang
kedokteran sudah ada pembedahan yang dilakukan
dengan mesin. Dalam bidang hiburan sudah banyak game
yang diciptakan sesuai dengan kehidupan sehari hari
yang dapat dimainkan selama 24 jam. Bahkan sering kali
kehidupan di dalam game dinilai lebih nyaman daripada
kehidupan nyata. Gamers dapat bermain dengan gamers
lainnya di belahan dunia lain tanpa harus bertemu di
sebuah konferensi game. Dalam bidang pendidikan
misalnya, sudah banyak universitas yang berbasiskan
pembelajaran online. Dosen dan mahasiwa tidak perlu
lagi datang ke kelas, mereka hanya cukup menyediakan
internet dan kamera saat pembelajaran dilakukan dengan
jarak jauh (distance learning).

264 — G.E.N.C.E.
Bukan hanya itu saja, pendidikan singkat seperti kursuspun
sudah ditawarkan secara gratis dengan pembicara-pembicara yang
kompeten dan dilatarbelakangi oleh universitas ternama. Contohnya
seperti Harvard university USA yang bekerja sama dengan edx.org
untuk dapat memmberikan ilmu mereka secara cuma-cuma kepada
semua orang di seluruh dunia.
Untuk ke depannya, dalam mencari pekerjaan tidak diperlukan
lagi sebuah ijazah S1, S2 atau bakan S3 untuk dapat melamar suatu
pekerjaan. Karena masyarakat memilih untuk belajar yang disukai
dan dinilai bermanfaat bagi dirinya. Sistem pembelajaran tradisional
yang mempelajari semua bidang yang tidak spesifik penggunaan
dan manfaatnya akan ditinggalkan. CBN telah melakukan hal ini,
dalam mempekerjakan karyawan tidak memerlukan ijazah secara
legal. CBN akan mempekerjakan karyawan berdasarkan kemampuan
yang dibutuhkan CBN secara spesifik tanpa melihat latar belakang
pendidikannya. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 265


(11)
GEOSMART 2016: (Sebuah Catatan)
Oleh Tauhid Nur Azhar

Seusai menyaksikan gempita pesona koreografi indah Laskar Wanita


Surabaya di Taman Surya semalam, terngiang celoteh Giralt tentang
banyaknya C dalam sebuah kota. Ada Citizens, ada cooperation, ada
community, ada collectivity, ada connectivity, ada co-working, ada crowd
sourcing, dan tentu saja ada creativity. Maka banyak C itu juga mungkin
yang maujud dalam Cingur (rujak) dan bercampur harmoni dalam
tahu campur yang semalam bersanding damai dengan rawon malaikat
(kan ada rawon setan).
Tidak terasa, tari dan rasa semalam mampu merangkai aktivitas
minda seharian di arena cendekia tempat para ahli kota bercengkerama.
Narasumber mancanegara membahas mulai dari anatomi topografi,
platform, dan pengalaman membangun sistem cerdas terintegrasi.
Giralt banyak mengupas soal masalah sistemik dan perlunya platform
yang menjamin data dan sistem dapat terintegrasi dan berdayaguna.
Masalah Kota-Wilayah secara metabolik sirkular disajikan menarik,
CKAN dan open repository jadi contoh menarik tentang pentingnya
pengolahan data di masa kini. Sensing system dengan sensor lingkungan
dapat tingkatkan kualitas hidup manusia kota.
Mas Hendar punya moment membekas di otak saya, stick and
carrot katanya. Edukasi itu tak sekadar membanjiri informasi, tapi juga
menciptakan needs. Warga merasa perlu dan butuh terhadap perubahan
itu sendiri. Lalu mereka mau, dan perubahan menjadi candu. Tentu
dalam konteks kebaikan.
Teman-teman Ditjen Migas berkisah tentang konversi energi
menuju pemenuhan catu daya masyarakat agar berenergi dan dapat
mengoptimalkan potensi agar bersinergi dalam berbagai sendi.
Gasifikasi, elektrifikasi dan verifikasi berbasis aplikasi menjadi bagian
dari sistem energi cerdas untuk negeri. ITS sebagai garda terdepan
suar akademik Jawa Timur dan Indonesia tentu unjuk gigi. Smart grid

266 — G.E.N.C.E.
dan solusi big data serta IoT (internet of thing) yang dikelola dengan
inovasi dan kreatifitas dapat hasilkan kemaslahatan eksponensial yang
tak terduga.
Banyak fakta terungkap dari banyak kota dan kabupaten dengan
inovasi horizontal-vertikal. Mulai dari siaga bencana, kemampuan
“merasa” atau sensing terhadap masalah riil yang terjadi, sampai
kemudahan dalam hal payment, perizinan,dan layanan kesehatan
ditayangkan dan disimulasikan. Perlu digarisbawahi bahwa smart
system itu bukan semata bertumpu pada teknologi, wa bil khusus ICT.
Tapi pada desain, sistem, dan tata kelola yang mampu mengoptimalkan
berbagai potensi dan tools yang tersedia.
Kota yang “merasa” (sensing) akan menghasilkan kemampuan
untuk mengerti dan memahami (understanding), lalu tentu akan
dapatemberikan respon yang terukur (acting). Tapi jangan lupa pada
Giralt, semua itu Cycle dan Circle. Titik sambung Ourosboros-nya
adalah “Learning”. Sensing-Understanding-Acting-Learning adalah
lingkar sempurna sebuah kota yang terus menapaki dan mencari arti
sempurna.
***

Sayup terdengar azan Subuh berkumandang di sepanjang


Tunjungan, dan saya terbangun dengan senyuman. Mimpi semalam
indah sekali. Seusai berjalan dari Grand City Convex menyusuri
Ketabang Kali dan lewat Taman Prestasi saya tertidur karena lelah.
Dan saya bermimpi, terlempar di lorong waktu saat berjalan bersama
Pak Danny Pomanto melihat Alleways-nya bersama para Dirut
Bank (sampah) se-Makassar. Kami hendak ke Paotere makan bolu
bakar. Tepat saat saya melihat jajaran tanaman cabai yang subur dan
menggiurkan terdengar sirine dottoro’ta yang melontarkan saya ke
masa depan.
***

Dan saya melihat Indonesia ... Indonesia yang saya impikan akan
menjadi negara tempat bernaung anak dan cucu saya. Indonesia yang
cerdas, sejahtera, membanggakan, dan memuliakan peradaban dengan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 267


menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang berketuhanan. Bangsa
dan negara yang menjadi ruang untuk menghadirkan segenap potensi
kebaikan manusia-manusia yang menjadi warganya. Mimpi yang
dihiasi senyum anak-anak bangsa yang bahagia dengan hidupnya
karena sehat, terdidik, merasa aman, nyaman dengan lingkungannya,
dan dapat berusaha serta bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Bangsa yang bahagia!
Dan mimpi itu penting, bahkan dalam Mazhab Freudian mimpi
adalah kunci dari akumulasi memori dan emosi yang terorkestrasi
sebagai bagian dari kognisi. Maka mimpi saya tentang Indonesia
yang bahagia pasti lahir dari memori indah sehari kemarin. Saat saya
melihat, mendengar, dan bertemu dengan orang-orang yang saya
bangga karena mereka dititipi nasib bangsa, nasib anak cucu saya,
dan mereka dengan berani mengambil sebagian tanggung jawab kita
untuk menjamin dan menghadirkan banyak mimpi seperti mimpi saya
untuk jadi nyata. Saya bersyukur ada dalang yang mau menjadi eselon
I Kominfo, hingga dengan kewaskitaan dan kemampuan bertuturnya
jagat pakeliran ICT dapat mengalir dengan regulasi yang lahirkan
inovasi untuk negeri.
Tidak terhitung berapa banyak bupati, walikota, pelaku usaha,
penggiat komunitas, dan tentu saja akademisi yang dua hari kemarin
menunjukkan “keaslian” jati dirinya. Mereka “gila” karena kok ya mau
mencurahkan segenap tenaga, bahkan hidupnya untuk Indonesia.
Tentu dalam ruang lingkup dan skala yang mereka bisa.
Ada pensiunan sekjen yang mengisi masa purnabakti dengan
“menolak” diistirahatkan dengan terus melakukan “perlawanan”
clandestin dengan gerilya memperbaiki sistem layanan kesehatan yang
memang anatomi masalahnya sudah sangat beliau kenali. Ada eselon
I bahkan mantan wakil menteri yang “mewaqafkan” anaknya yang
cerdas untuk jadi bupati padahal bisa bergaji super tinggi kalau kerja
di luar negeri. Dan ada seorang Sutarmidji yang menggerakkan anak-
anak Pontianak dengan hati. “Datang dan lihat jalan-jalan Pontianak
jam 6 sore Mas. Jika bersih itu bukan karena Dinas Kebersihan,
melainkan peran warga yang sadar akan pentingnya kebersihan, tak
perlu ada jadwal petugas menyapu,” demikian tutur beliau santun.

268 — G.E.N.C.E.
Padahal, di balik sosok bersahaja itu, tersimpan kekokohan
seorang bapak yang bekerja dengan hati hingga lahirkan konsep rumah
sakit tanpa diskriminasi dan 149 layanan inovatif yang diapresiasi
lembaga resmi negeri. People oriented menjadi kata kunci dalam mimpi
ini. Potensi sumber daya adalah anugerah yang secara cerdas haruslah
mendapat sentuhan VAS, value added system. Hingga listrik bukan hanya
soal pembangkit dan elektrifikasi, melainkan juga kanal transmisi dan
infrastruktur informasi. Hadirlah Pak Edhi dan jaringannya, smart grid
perjuangannya.
Di kota pahlawan kali ini berkumpul banyak pahlawan negeri,
dan mereka bersama menjadi bagian dari mimpi-mimpi kita tentang
Indonesia di masa yang akan datang.
Tentu, para pakar berkumpul karena cinta dan sayang pada
bangsa ini. Semua digerakkan karena peduli pada nasib negeri ini.
Maka prakarsa datang tidak hanya dari birokrasi murni seperti Pak
Koswara dari Bekasi, tapi juga dari korporasi, dan tentu saja para
Profesor akademisi seperti Mas Arry, Pak Suhardi, dan panglima
tertinggi sekaligus sales kaos Smart City, Prof SHS.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 269


Kita boleh bangga jika ada anak muda bergelar Ph.D mau pindah
dari Oita ke Trenggalek sana. Namun, kita pun jangan lupa bahwa kita
punya orang-orang unik super langka seperti insinyur metalurgi yang
mau mencurahkan segenap energi untuk memperbaiki generasi seperti
Kang Bubi.
Maka, pernyataan Surabaya sebagaimana redaksinya dikoreksi
Mas Dharma, legislator yang mampu mengubah pandangan saya
tentang citra wakil rakyat karena pesona pribadi dan kejembaran
visinya soal masa depan negeri, pada hakikatnya adalah sekumpulan
harapan dengan panduan untuk mewujudkan mimpi menjadi
kenyataan.
Acuan agar akademisi, pemerintah, pelaku usaha, dan segenap
komponen masyarakat dapat mengulir dan mengukir sejarah bersama
dan hadirkan sebuah bangsa besar bernama Indonesia. Conectivity
memerlukan infrastruktur teknologi, cooperation-collaboration adalah
next step dari conectivity. Crowd sourcing dan co-creation adalah
part of action dan itu semua perlu wadah, perlu aturan, dan perlu
keberpihakan, termasuk pembiayaan, pendidikan, dan keinginan
untuk memanfaatkan dalam program yang berkesinambungan.
Rekan dari Frost & Sullivan SG memberikan gambaran tentang
multiple benefit dari smart city/region, indirect monetizing karena efisiensi
waktu dan proses men-deliver services, kenyamanan dan rasa aman
yang intangible, hidup jadi lebih sehat dan berkualitas, business process
menjadi lebih simple, dan lain-lain.

270 — G.E.N.C.E.
Maka, konsep Sensing-Understanding-Acting-Learning akan
lahirkan proses yang bertujuan untuk mengoptimasi pemenuhan
hirarki kebutuhan manusia dalam satu ikatan wilayah secara
berkesinambungan. Surabaya Statement telah melahirkan butir
pemikiran tentang upaya cerdas untuk mengoptimalkan pengelolaan
sumber daya dan potensi kewilayahan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran dan kesejahteraan bangsa secara berkelanjutan dan
berkesinambungan.
Maka, sekali lagi smart city bukan sekadar ICT, tetapi ini soal
hati, soal manusia, people and citizen. Sebagaimana yang disampaikan
Pak Amrullah, single ID sejak lahir adalah kunci eksistensi entity
bernama manusia, selanjutnya dapat berdayaguna untuk berencana
dan memprediksi hingga terjadi efisiensi dan optimasi. Maka, manusia
inilah yang harus didekati oleh manusia lainnya secara manusiawi,
dan tentu saja dengan hati. Maka, izinkanlah inovasi infrastruktur
berbasis teknologi dipandu regulasi dan distandarisasi agar memiliki
platform yang berdaya guna tinggi karena dapat dimanfaatkan bersama
di berbagai lini fungsi.
Sinergi sistemik horizontal vertikal dalam berbagai aspek dan
bidang layanan publik dapat maujud jika ada prakarsa bersama untuk
belajar saling memahami dan melayani. Dan saya terbangun dari
mimpi pagi ini. Anehnya rasa bahagia itu tidak mau pergi, karena saya
yakin bahwa mimpi tadi tak lama lagi akan jadi kenyataan. Sebuah
catatan dan harapan dari Goesmart Surabaya 2016. ***

Konsep Sensing-Understanding-Acting-Learning akan lahirkan


proses yang bertujuan untuk mengoptimasi pemenuhan
hirarki kebutuhan manusia dalam satu ikatan wilayah
secara berkesinambungan. Surabaya Statement telah
melahirkan butir pemikiran tentang upaya cerdas untuk
mengoptimalkan pengelolaan sumber daya dan potensi
kewilayahan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
dan kesejahteraan bangsa secara berkelanjutan dan
berkesinambungan.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 271


Dialog dengan Profesor

Prof. Henry salam kenal dan salam hormat. Terkait dengan penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi pada pengguna ICT yang
bersifat intersubjektif tampaknya perlu merumuskan epoche yang unik
ya Prof, mengingat perkembangan teknologinya sendiri sangat cepat
didukung kemajuan ilmu material dan kemampuan prosesing yang
sangat pesat (Gordon Moore dengan Moore’ law nya) sehingga unsur
esensi, struktur invarian, dan makna kesadaran yang di internalisasi
(memori eksplisit, citra, dan lain-lain) (Husserl) sangat dinamik hingga
dasar yang menentukan konsep kesadaran probandus dalam merespon
fenomena juga menjadi sangat dinamis ya Prof.

Adapun varian fenomenologinya juga menjadi sangat menarik karena


terciptanya kondisi “banjir pengetahuan” atau unlimit knowledges yang
difasilitasi TIK sebagaimana tesis borderless worldnya Kenichi Ohmae
mulai terbukti saat ini dengan digital globalization. Varian klasik dapat
berkurang dan aspek persepsi serta hermeneutik akan menggejala. Akan
terjadi polarisasi antara subjektivitas dan objektifitas dalam memaknai
fenomena karena adanya pengetahuan dan pengaruh peer group atau
komunitas cyber influencer-nya.

Tiga prinsip Deetz seperti pengetahuan, makna (materi, asosiatif-


korelatif-kausalistik), dan bahasa yang mengekspresikan kesadaran
dan respon berubah dan sangat fluktuatif. Maka pendekatan profiling
komunitas dengan etnografis juga memiliki konteks baru yang jika
mengacu pada Luhmann akan didasari pada pola autopoietic yang lahirkan
genre komunitas baru berdasar pada kondisi yang menyertainya. Dan
tanpa disadari, dengan semakin bergantungnya kita pada teknologi
(ICT), kita sudah dapat melakukan pendekatan observasi partisipatif
(first hand) untuk memetakan budaya komunitas dalam lokus digital.

Melihat fenomena ini tampaknya mungkin akan lahir pendekatan


antropologis baru dari sebuah lapis generasi yang unik dan makin
tidak terdiferensiasi jelas, makin homogen dan bergerak ke arah
satu masyarakat dunia yang akan lebih mengedepankan sisi/unsur
kemanusiaan yang universalis sebagai nilai-nilai acuan.

Hadoooh panjang ya Prof?

272 — G.E.N.C.E.
(12)
Enzymatic Leadership
Oleh Tauhid Nur Azhar

Pada suatu malam di suatu ruang kelas teater berlangsung sebuah


diskusi seru pasca penyampaian materi. Saya berdiri membelakangi
layar presentasi dan menatap penuh konsentrasi pada seorang peserta
pelatihan kepemimpinan PT. Telkom Indonesia, Tbk. yang tengah
mengajukan sebuah pertanyaan kritis terkait materi. Pertanyaan
itu bukan hanya kritis melainkan juga memunculkan konsep baru
mengenai kepemimpinan.
Ya, malam ini alam membidani lahirnya satu terminologi baru
manajemen kepemimpinan: enzymatic leadership. Apakah gerangan
makna yang digambarkan melalui idiom indah yang mengawinkan
disiplin ilmu biologi dengan manajemen itu? Tak lain dan tak bukan
sebuah rumusan konseptual tentang pemimpin masa depan yang
mampu melakukan proses transformasi melalui fase turbulensi
perubahan zaman. Ramalan lama Gordon Moore soal akselerasi
teknologi berbasis pada inovasi materi dan ilmu komputasi telah
menghantarkan kita pada perlunya pola pikir disruptive dalam
menyikapi perkembangan zaman di fase kebangkitan teknologi digital
ini.
Perusahaan teleko yang menua dan berbasis pada struktur
organisasi klasik makin terbebani dengan kecepatan gerak dalam
dinamika rancak yang sulit dipungkiri dapat diikuti oleh sendi-sendi
yang mulai mengalami pengapuran. Tubuh tambun dari korporasi
obesitas akan memicu munculnya sindroma metabolik yang ditandai
dengan adanya penumpukan lemak di daerah lingkar pinggang.
Bertumpuknya lemak ini ibarat akumulasi sumber daya di level middle
up management yang terjebak dalam rutinitas dan saturasi inovasi akibat
melemahnya jenjang aktualisasi yang ditandai dengan menurunnya
semangat untuk menyampaikan nilai-nilai korporasi. Tuntutan untuk
berciri smart, speed, dan solid memerlukan pendekatan disruptive,
termasuk dalam konteks filosofi korporasi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 273


Maka, malam ini langit berbisik dan bercerita tentang gejala semesta
yang bernama proses katalisa. Proses perubahan memerlukan subjek
dan objek untuk diubah dan mengubah, sekaligus membutuhkan agen
pengubah alias katalisator. Era kepemimpinan berbasis penguasaan
rentang kendali kekuasaan dan pesona figur akan tergusur oleh
hadirnya generasi Z, C, G dan seterusnya yang berciri egaliter, yakin
pada sistem merit, dan punya banyak akses untuk belajar dari multi
sumber informasi. Kondisi ini adalah konsekuensi wajar dari lompatan
teknologi yang hadirkan konektivitas tanpa batas.

Diikuti dengan lahirnya semangat kooperasi, kolaborasi, dan


berbagi (crowdsourcing). Smelser (dalam Kuntowijoyo, 1994:94),
menyebutkan ada tiga macam kemungkinan perubahan dalam konteks
hubungan sosial dan psikokultural. Yang pertama adalah perubahan
dalam proses sosial, kedua adalah segmentasi struktur sosial dalam
konteks interaksi yang berubah, dan yang ketiga adalah perubahan
struktural. Teori perubahan sosial Smelser ini dapat digunakan untuk
mengkaji pengembangan konsep kepemimpinan korporasi di masa
yang akan datang. Perubahan teknologi yang bersifat struktural secara
sosial terbukti telah mengubah banyak paradigma konvensional
tentang tata nilai yang selama ini dikultuskan sebagai basic principle
yang tak akan tergantikan, tak lekang oleh zaman.

274 — G.E.N.C.E.
Kehadiran model bisnis baru dalam domain OTT (over the top)
misalnya, membuat pola bisnis teleko sebagai pemilik aset jaringan
tidak lagi sepenuhnya memiliki akses untuk aktivitas profit taking di
jaringannya sendiri. Bentuk inovasi layanan teleko dalam domain
OTT terentang luas dari voice over IP sampai text message tanpa biaya
yang tak perlu ribut-ribut soal interkoneksi dan tarik ulur yang bikin
pusing, mulai dari sender keep all sampai soal cost sharing segala. Ciri
dari dunia yang menua ini adalah meningkatnya volatilitas perubahan
yang sangat dinamis.
Mengapa? Tentu saja antara lain karena teknologi komunikasi yang
melesat pesat nan cepat. Jika mengacu pada hukum Termodinamika
I, di mana energi tidak dapat dimusnahkan sekaligus tidak dapat
diciptakan, dan dalam sistem tertutup (terisolasi) tidak ada transfer
(knowledge, dan lain-lain, misalnya) maka ∆E akhir - ∆E awal = 0.
Akan tetapi, dalam hukum Termodinamika II di mana terdapat
proses spontan dan reversibel yang dicirikan dengan arah, ada
perhitungan entropi yang asyik. Peningkatan temperatur, volume, dan
pergerakan molekul menghasilkan peningkatan derajat kebebasan,
S(g)>S(l)>S(s). Maka, dalam konteks ∆t perubahan entropi dapat
dinotasikan sebagai q/T. Sebaliknya pada konsep entalpi yang
dihitung dari jumlah kalori yang diperlukan untuk membentuk zat
sebesar 1 mol. Misal pada perhitungan kalor yang dihasilkan dalam
reaksi sebuah benda dengan oksigen (pembakaran) tercipta panas
(kalor) yang bersifat eksotermik.
Metafora dan analogi kimia yang merupakan perumusan terhadap
reaksi semesta, mulai dari pemahaman stoikiometri sampai energetika
sebagaimana tergambar dalam hukum Hess dan energi bebas Gibbs.
Mengacu pada Hess, perubahan besaran energi pada suatu reaksi
adalah akumulasi dari setiap tahapan reaksi itu sendiri yang kerap
bertingkat. Sedangkan pada teori energi bebas Gibbs sebagai penentu
kespontanan reaksi, faktor temperatur, entalpi dan entropi menjadi
parameter perubahan yang dinamis (Julia Onggo, 2013).
***

Mari kita geser sedikit frame pemikiran kita ke dalam bingkai ilmu
sosial. Ada pendekatan sinkronis dan diakronis (Wanda Listiani, 2015).

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 275


Sinkronis menempatkan suatu struktur sosial dalam konteks ruang
dengan menafikan waktu, sebaliknya pada pendekatan diakronis
dimensi waktulah yang menjadi parameter dominan. Tidak bisa
dipungkiri bahwa memang ada tata nilai dalam struktur sosial budaya
yang relatif tidak berubah dalam konteks waktu (t), misal norma.
Sedangkan dinamisitas karya manusia sebaliknya, sangat reaktif dalam
konteks waktu. Akselerasi ilmu material, komputasi, biologi, dan fisika
kuantum telah menghadirkan perubahan mendasar dalam sendi-sensi
peradaban dan tata nilai kemanusiaan.
Maka, jika kita kembali dalam konteks kepemimpinan
transformatif yang diperlukan dalam era turbulensi akibat adanya
“jet stream” yang dihasilkan pemanasan dan pergerakan molekul
acak berkecepatan tinggi karena pengungkit teknologi ini, maka
pembahasan kita harus mengerucut pada kompetensi dasar para calon
“pilot” ataupun “nahkoda” dari sebuah pesawat atau kapal berbentuk
korporasi, mungkin juga negara. Volatilitas dan tingginya reaksi
spontan yang diikuti entropi pada perubahan fasa pastilah diikuti
konversi energi ke dalam bentuk panas dan kerja.
Maka, berdasar pemahaman filosofis tersebut kita sampai pada
suatu kondisi di mana muncul kebutuhan untuk mengoptimasi dan
mengkanalisasi konversi energi besar-besaran yang distimulasi oleh
teknologi. Proses konvergensi dan migrasi hampir semua aspek
kehidupan ke dalam bentuk-bentuk digitalnya menjadikan pendekatan
sinkronis-diakronis makin tidak jelas. Waktu dan ruang mengkerut,
jadi pendek dan sempit. Borderless world, begitu kata Kenichi Ohmae
lebih dari sewindu yang lalu.
Perubahan peradaban dari era Paleolithic (+-35000 BC) yang
mengekspresikan gagasan melalui “cap-cap” tangan seperti di Lascaux
ataupun di Gua Ramang-Ramang Karst Maros atau Leang Pattakere di
Sulawesi Selatan, Gua Mardua Kalimantan Timur, atau juga gambar
pteroglipik di batuan karang berbagai penjuru dunia , telah beranjak
menjadi “piktograp” baru dalam bentuk simbol-simbol digital yang
ditandai dengan cap tangan berupa status yang di-update di media
sosial, avatar, dan juga vlog. Lalu dunia melaju dan waktu pun berputar
dengan kecepatan relatif yang terus terakselerasi.

276 — G.E.N.C.E.
Tidak cukup energi bagi pemimpin untuk terus menempa diri
menjadi sosok Super Seiya yang mampu bertiwikrama sebagaimana
Prabu Arjuna Sasrabahu (protagonis) ataupun Prabu Rahwana
(antagonis), hingga selalu dapat menjadi teladan serta problem solver
korporasi dengan kemampuan manajerial super mumpuni. Konsep
kooperasi, kolaborasi, dan berbagi membutuhkan sosok leader yang
simple, humble, dan credible hingga mampu menghadirkan trust bagi
segenap entitas dalam habitat korporasi dan ekosistem bisnisnya.
Prasyarat dan kebutuhan ini maujud dalam bentuk ideal
pemimpin yang sekurangnya harus memiliki kemampuan
memfasilitasi terjadinya proses transformasi berkesinambungan dan
bersifat evolving. Kemampuan mengontrol konsep “termodinamika”
korporasi dengan mengoptimasi variabel “temperatur, entalpi, dan
entropi”, serta memberikan efek eksotermik berupa “panas” atau
energi sekunder bagi kemaslahatan stake holder adalah menu baru
bagi pemimpin masa depan. Sebenarnya, bukan hanya pemimpin
korporasi, tetapi juga pemimpin negara, bahkan dunia, dan jangan
salah, di tingkat mikro atau strategic business unit bernama keluarga ini
juga penting sekali.
Kepemimpinan transformatif ini adalah satu pokok warisan
terpenting dari ajaran Rasulullah saw., yaitu perbaikan akhlak yang
berkesinambungan. Pribadi dan komunitas berkarakter shiddiq atau
jujur dalam semua tingkatan dan dimensi kehidupan adalah kata kunci.
***

Maka, kini saatnya kita belajar sedikit mengenali apa dan siapa
itu yang bernama “enzim”. Konsep katalis transformatif memerlukan
pendekatan cerdas untuk menjamin efisiensi dan efektivitas perubahan.
Prinsip dasar pengertian molekul enzim adalah suatu zat yang
membantu reaksi perubahan kimia tanpa dirinya sendiri ikut berubah.
Reaksi katalis akan terjadi jika ada penempelan substrat yang akan
diubah (pada active site-nya) ke enzim. Perubahan pada enzim selama
reaksi bersifat sementara dan reversible alias dapat kembali pada jati
dirinya semula.
Pemimpin enzimatik punya syarat harus memiliki kapasitas dan
kompetensi untuk “mendampingi” substrat dalam proses perubahan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 277


yang ditandai dengan memiliki “active center/site” dengan kuantitas
dan kualitas memadai agar tercipta ikatan (interaksi/bonding) enzim-
substrat. Enzymatic leader harus dicintai dan mencintai serta harus
ikhlas melepas saat substrat telah berevolusi menjadi zat baru dengan
fungsi yang juga baru.
Kehadiran dan efektivitas enzymatic leadership dapat diukur
dari efisiensi penggunaan energi aktivasi dalam sebuah proses
transformasi. Sebagai contoh kongkret di bidang biologi, penguraian
hidrogen peroksida (H2O2) menjadi hidrogen dan air memerlukan
energi sebesar 18000 kal, dengan kehadiran dan kerja enzim katalase
hati maka energi yang dibutuhkan hanya 5500 kal. Karena kerja enzim
ini mengikuti hukum universal law mass action, maka keberadaan dan
sebaran pemimpin enzimatik di setiap lapis manajemen korporasi akan
meningkatkan efektifitas dan kecepatan reaksi.
Ingat konsep smart, solid, dan speed di atas. Karena dalam teori
kinerja enzim ada konstanta disosiasi dan konstanta Michaelis yang
menyoal karakteristik perubahan yang bersifat siklikal, konsep
enzymatic leadership ini dengan demikian akan terus bergulir dan dapat
mengubah serta menghasilkan kebermanfaatan yang bestari. Regulasi
keluarga mono amin yang terlibat dalam proses neurotransmisi
dalam pembentukan kognisi, memori, ataupun emosi di otak dan
jaringan syaraf manusia pun tak lepas dari kerja enzim-enzim seperti
monoamin oksidase dan berbagai jenis enzim lainnya. Kebutuhan
untuk mengevaluasi kinerja dan perlunya indikator keberhasilan
dalam suatu unit bisnis juga dapat dijawab oleh konsep kepemimpinan
enzimatik ini.
Sebagai ilustrasi, kecepatan transformasi atau reaksi dapat
dihitung secara objektif dengan rumus v = dx/dt = k(a-x) , di mana
dx/dt adalah kecepatan reaksi dan k adalah konstanta. Jumlah
substrat yang terukur dan konstanta yang diketahui adalah variabel
perhitungan yang bisa diterjemahkan dalam bentuk-bentuk praktis di
berbagai model bisnis. Uniknya, tentu saja dalam konteks kemanusiaan
kita dituntut untuk sekaligus dapat menjadi enzim dan juga substrat.
Jadi, singkat cerita ternyata mengambil hikmah dari berbagai
fenomena di semesta itu dapat membantu kita mengoptimasi fungsi dan
potensi yang kita miliki. Inilah mungkin esensi dari dikaruniakannya
kecerdasan prokreasi pada manusia. ***

278 — G.E.N.C.E.
(13)
Peran PFC di Masa Turbulensi VUCA

Oleh Bambang Iman Santoso

Mengutip pernyataan Prof. Paul Brown, Ph.D. bahwa kita percaya


sedang berada pada titik yang sangat penting mengenai sifat
kepemimpinan, dan di dunia Barat bahkan posisinya di ambang
kegelapan dalam sejarah budaya manusia. Untungnya, ilmu otak dan
perilaku manusia mulai digabungkan untuk memberikan wawasan
tentang apa yang mendasari kepemimpinan. Hal itu bisa membantu
kita menjadi lebih jelas, bukan hanya mengapa kepemimpinan begitu
penting, tapi bahkan juga bisa membantu kita melakukannya dengan
lebih baik.
Dalam tulisan ini bertujuan memperkenalkan kita kepada otak
manusia, otak kita semua. Hal ini berasal dari disiplin ilmu baru yang
disebut neurosains terapan (applied neuroscience). Dan juga mengenalkan
kita pada pentingnya dua ilmu baru. Salah satunya disebut ‘connectomics’
yang lain disebut ‘epigenetics’. Tapi yang terpenting juga bagaimana
mengenalkan ide Pemimpin Limbik yang mengoptimalkan PFC, atau
menjadi Neuroleader yang baik. Satu-satunya orang yang bertanggung
jawab atas sesuatu yang transformasional.

Kepemimpinan atau Manajemen?


‘Manajemen’ mengacu pada cara perusahaan yang kompleks dipelihara
secara tertib, tidak kacau dan produktif. ‘Kepemimpinan’, sebaliknya
mengacu pada penanganan daya saing, volatilitas, dan konflik secara
efektif yang dihadapi oleh tujuan operasional dan strategis organisasi.
Dalam organisasi politik, sifat kepemimpinan lebih dipilih
daripada yang dipelajari. Inggris dan pada tingkat yang lebih rendah,
sistem politik Amerika yang demokratis kini telah menciptakan
kondisi di mana hampir tidak ada kesempatan sama sekali untuk
menumbuhkan pemimpin secara sistematis.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 279


Dalam organisasi militer yang baik, sifat kepemimpinan masih
sangat dihargai; dan akibatnya secara aktif dieksplorasi, dimodelkan,
di-sistematis-kan, diajarkan, dinikmati, dialamiw dan diandalkan,
serta dibenci oleh masyarakat yang terus berkembang dan tanpa
kepemimpinan.
Di banyak organisasi komersial, proses menciptakan pemimpin
seringkali sangat serampangan. Jika ada sesuatu yang biasa terjadi
pada pemimpin di dunia komersial modern, ada banyak fokus pada
ketidakpastian lingkungan yang kompleks dan sangat cepat berubah,
serta seringkali singkat sekali. Pikirkan blockchain.
Dalam situasi apapun, bagaimanapun, para pemimpin harus
meminimalkan risiko dan ketidakpastian. Risikonya adalah
mereka melakukannya dengan memaksimalkan prediktabilitas dan
pengendalian.
Di Zona Transisi, sistem-sistem yang sebelumnya menjadi
hancur dan muncul yang baru. Inilah batas kritis di mana perubahan
untuk individu dan organisasi sedang terjadi. Di situlah pemimpin
terbaik menampilkan yang terbaik - area otak dengan ketidakstabilan
yang dibatasi - dan di mana otak kanan berada pada posisi terbaik.
Sedangkan stabilitas di Zona Keseimbangan akan aman (kontrol
tinggi, prediktabilitas tinggi), fungsi otak kiri. Untuk kemudian apa
yang hilang adalah tantangan nyata bagi pikiran adaptif: bagaimana di
Industrial College of the Armed Services di Washington sekitar lima belas
tahun yang lalu mereka mulai menyebutnya dengan istilah; VUCA.
Perkembangan pemimpin berikut adalah model bagaimana
seorang pemimpin bisa berkembang. Sebuah metafora menunjukan:
mulai dari 1) pikirkan bayi manusia sebagai perangkat keras kit
yang rumit yang disematkan di wetware, 2) hidup yang menyediakan
perangkat lunak, dan 3) insinyur perangkat lunak disebut orang tua.
Jika semua sudah berjalan sesuai rencana, otak dengan dua kaki,
dua lengan dan lima indra, beberapa refleks dan potensi energi yang
sangat besar untuk berpikir, untuk merasakan dan menjadikannya sibuk
di dunia. Bayangkan kira-kira dua puluh lima tahun pembangunan
masih ada di depan. Dan kemungkinan menjadi pemimpin.

280 — G.E.N.C.E.
Kepemimpinan sebagai arti pembentukan
Tahapan-tahapan pengembangannya sebagai berikut: 1) pra
konvensional: impulsif, dan oportunis, 2) konvensional: diplomat,
ahli teknis, dan pengejar target, 3) pasca konvensional: transisi ke
individualis, strategis, pesulap, dan ironis.
Berurusan dari hari ke hari dengan lingkungan VUCA yang
dimilikinya:
• Kedinamisan (volatility)
• Ketidakpastian (uncertainity)
• Kompleksitas (complexity)
• Kemenduaan (ambiguity).

Di dalam lingkungan yang terus bergejolak dan beresiko tinggi,


siapa dan atau apa yang dipercayai pemimpin? Dan mengapa
kepercayaan itu penting? Kami ingin menyarankan bahwa orang
pertama yang harus dipercaya oleh pemimpin adalah dirinya sendiri:
tetapi sama pentingnya bahwa dia menciptakan lingkungan di mana
dia dipercaya.

Neurosains untuk Para Pemimpin di Dunia VUCA


Bagaimana kita dapat memimpin di dunia VUCA ini. Bagaimana
kita mendapatkan yang terbaik dari diri kita sendiri? Bagaimana kita
terus mendorong dan menaikan kinerja. Dan bagaimana kita saling
mendukung saat kita menavigasi dunia yang semakin tidak stabil,
tidak pasti, kompleks, dan ambigu (membingungkan). Dunia di mana
keahlian kita tumbuh usang hampir secepat perubahan organisasi
kita. Di mana kita semua harus menyesuaikan belajar dan beradaptasi
tidak seperti sebelumnya. Keterlibatan dengan ketidakpastian adalah
kondisi normal yang baru. Mengelola prediktabilitas bukan lagi
menjadi masalah.
Lalu bagaimana kita bisa mengembangkan pola pikir dan
kemampuan untuk memimpin di dalamnya. Seiring teknologi yang
terus mendorong perubahan pada tingkat yang belum pernah terjadi

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 281


sebelumnya. Jadi hal inilah yang memengaruhi kemampuan kita untuk
memahami bagaimana perilaku berasal dari otak. Penelitian dan potensi
manusia, serta ilmu neurosains, semakin dapat mengungkapkan cara
praktis bagi para pemimpin untuk mengembangkan pola pikir dan
kemampuannya memimpin di dunia VUCA kita ini.
Membangun kekuatan kognitif, meningkatkan ketahanan
emosional. Memahami bagaimana melepaskan wawasan dan
kreativitas. Sensing atau merasakan bagaimana membuat kesabaran
dan jejaring sosial yang aktif. Bersama dengan keingintahuan yang tak
terpuaskan akan menjadi keunggulan masa depan dari kepemimpinan
yang efektif dan menarik.
Sekarang semuanya telah dibuka. Diberikan kesempatan yang
sangat luas. Sebagai ilmu neurosains yang memungkinkan kita untuk
memahami otak manusia dengan jauh lebih baik. Meningkatkan
kecerdasan emosional dan kecakapan sosial kita. Menciptakan
keterlibatan yang berkelanjutan dan mendorong kinerja internal,
untuk meningkatkan keterampilan kita dan memperkuat kemampuan
kepemimpinan semua menjadi sesuatu yang menarik.
Perubahan terus terjadi dan semakin cepat. Sesuatu yang baru
muncul dan mengubah cara kita bekerja, cara kita hidup ataupun
bermain. Tidak ada yang sama lagi, dan jalan baru perdagangan tercipta.
Selamat datang di jaman disrupsi. Dahulu kala, bumi diyakinkan tidak
bundar seperti pemahaman sekarang. Bumi diyakini datar. Sampai
pada akhirnya tahun 1492, Christopher Columbus berlayar keliling
dunia membuktikan bahwa bumi memang benar-benar bulat. Tahun
1903, Henry Ford pergi ke bank untuk memperoleh pinjaman investasi.
Dan berhasil memproduksi mobil terbanyak (secara masif) pertama
kalinya. Sebelumnya terkenal dengan komentar berikut; “Kuda itu ada
di sini untuk tinggal tapi mobil itu hanya barang baru - sebuah mode.”
- Presiden Bank Tabungan Michigan yang sebelumnya menasihati
pengacara Henry Ford, Horace Rackham, untuk tidak berinvestasi di
Ford Motor Co.
Tahun 1921, David Sarnoff menasihatkan kepada teman
bisnisnya untuk berinvestasi di industri radio. Kotak musik nirkabel
tidak memiliki nilai komersial yang bisa dibayangkan. Siapa yang

282 — G.E.N.C.E.
akan membayar sebuah pesan yang tidak terkirim kepada siapa
pun? Rekan David Sarnoff menanggapi permintaan terakhir untuk
investasi tersebut. Ingat pernyataan kalimat di bawah ini, sebelum
terwujudnya kereta api cepat. “Perjalanan dengan kecepatan tinggi
tidak dimungkinkan karena penumpang tidak dapat bernafas, akan
meninggal karena asfiksia.” Dr. Dionysius Lardner, 1830.

Decca Recording tahun 1962 juga awalnya menolak The Beatles.


Siapa yang tahu kalau group band ini bakalan meledak. Steve Jobs
juga drop out dari sekolah yang berhasil meledakan produk-produk
komputernya (Apel). Kenneth Harry “Ken” Olsen adalah seorang
insinyur Amerika yang mendirikan Digital Equipment Corporation
(DEC) pada tahun 1957 bersama rekannya Harlan Anderson dan
saudaranya Stan Olsen.

Pada tahun 1980, Apple II dan komputer pribadi lainnya


dipasarkan mengubah pikiran perusahaan komputer yang lebih tua
dan lebih tua tentang masa depan komputasi personal. IBM, yang
mendominasi pasar komputer mainframe besar, dan Digital Equipment
Corporation, yang telah melakukan bisnis yang booming dalam
apa yang kemudian dilihat sebagai komputer “lebih kecil” dengan
berbagai macam aplikasi, lamban melihat PC itu adalah gelombang.
Masa depan Ken Olsen, pendiri DEC (yang dinyanyikan Bill Gates
saat remaja), telah membongkar PC sejak 1977, ketika dia memberi
tahu sebuah konvensi tentang World Future Society, “Tidak ada alasan
bagi setiap individu untuk memiliki komputer di rumahnya.” Judgment
yang terkenal keliru ini mangartikan bahwa DEC kemudian harus
melakukan usaha besar untuk mengejar ketinggalan, dan akhirnya
menyebabkan Olsen harus keluar dari perusahaan.

Sama seperti Xerox pertama kali melihat peluncuran produknya


IBM, dan memohon untuk bergabung. Dan masih banyak kesalahan-
kesalahan besar lainnya. Perusahaan-perusahaan yang gagal
beradaptasi telat merespon perubahan. Contoh lain; Yellow Pages.
Dulu phone directory sempat melambung tinggi. Sekarang bisa
dipastikan - bila masih ada hotel yang menyimpan buku tersebut,
tentunya kelasnya akan ketahuan :)

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 283


Kekaisaran abad ke-21 tidak akan dibuat oleh bricks & mortar, tapi
melalui pikiran. Jadi perang sebenarnya adalah di pikiran atau kualitas
otak manusianya. Bergeraklah, sebelum kita merasa perlu untuk
bergerak. Seperti yang disampaikan Albert Einstein: “Kita tidak bisa
memecahkan masalah dengan menggunakan jenis pemikiran yang
sama seperti yang kita gunakan saat kita menciptakannya.”
REFRAME - Change the way you think of things. Coba pikirkan kembali,
atau rubah cara pikir kita untuk segala hal. Beberapa fakta sebagai
berikut:
• Uber, perusahaan taxi terbesar di dunia yang tidak memiliki
kendaraan.

• Airbnb adalah perusahaan penyedia akomodasi terbesar namun


tidak mempu-nyai real estate.

• The most popular media provider yang tidak punya konten adalah
Facebook.
• Instagram menjadi perusahaan yang memiliki koleksi foto
termahal yang tidak memiliki kamera.
• Netflix perusahaan TV berbayar terbesar yang tidak memiliki
kabel.
• Alibaba berhasil menjadi perusahaan retailer raksasa yang tidak
memiliki inventory.
Change - Challenge the status quo! Bila ingin maju menjadi pemenang
berikutnya, tantang dan hadapi pemenang status quo yang ada.
Diperlukan kreatifitas, inovasi, dan solusi. Dibutuhkan darah
segar (fresh blood). Dari generasi millennial terdapat pemikiran-
pemikiran baru dan ide-ide cemerlang. Kita harus mau belajar
dari mereka. Lihat ide gagasan seorang jenius Nadiem Makarim
yang berhasil merealisasikan menjadikan layanan GoJek dan
brand-brand salience turunannya. Bila kita ke kantornya yang
penuh dengan interior menarik, di bawah jam 11 siang akan
terlihat sepi. Karena memang jam masuk kerjanya. Kantor
dibuat senyaman mungkin. Ruang-ruang diskusi dibuat menarik
dengan warna warni yang dinamis. Diskusi tidak selalu harus di
atas bangku dan meja. “If it’s not impossible why do it.” Begitu

284 — G.E.N.C.E.
semboyan kerjanya yang terpampang di salah satu dinding ruang
kerja mereka. Lihatlah dunia melalui mata muda dan gelisah.
“Yang buta huruf abad ke 21 bukanlah seseorang yang tidak bisa
membaca dan menulis, akan tapi seseorang yang tidak dapat
belajar, tidak mempelajarinya, dan belajar kembali dari segala hal
yang telah dia pelajari.” Gordon Moore, Intel’s legendary co-founder
and former CEO.

Korteks Prefrontal (PFC)


Satu-satunya organ otak bagian PFC (prefrontal cortex) ini yang
berfungsi dan yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya.
Letaknya di bagian depan kepala, persis di belakangan antar kedua
belah mata kita. Bagian otak tersebut sering dijelaskan sebagai fungsi
yang menjalankan fungsi eksekutif. PFC bekerja menjalankan tidak
hanya fungsi keputusan, namun juga akan berhubungan dengan
seluruh fungsi bagian-bagian otak lainnya (the whole brain system).
Merujuk kepada pernyataan Prof. Dr. dr. Taruna Ikrar, MD,
M.Pharm., Ph.D. bila diuraikan jumlah seluruh neuron otak di kepala
manusia, jaringannya mungkin sama dengan luasnya galaksi dunia
yang kita tinggali ini. Di situlah tempatnya Allah Swt. – Sang Pencipta
memberikan kenapa kita menjadi khalifah di muka bumi ini. Karena
ada 100 milyar sel-sel syaraf - neuron, yang akan saling berhubungan.
Proses hubungannya disebut ‘synaps’.
Kemampuan satu sel syaraf neuron lebih unggul dibanding 1
labtop atau komputer. Artinya baru akan menyamai dengan jumlah
kira-kira 100 milyaran komputer. Padahal 1 sel neuron ini dapat
berhubungan sebanyak 10.000 synaps. Itu artinya, dengan perhitungan
matematika, kurang lebih seribu triliun. Seribu triliun koneksi yang
ada di dalam otak kita ini, yang membuat kapasitas dan kemampuan
berpikir unlimited! Tidak terbatas.
Oleh karenanya dalam proses filosofi - filsafat dikatakan “di atas
langit selalu ada langit” dan di atas pemikiran ada pemikiran lain.
Seluruh sistem organ tubuh kita ini diperintahkan oleh otak. Dan
ternyata semua sistem yang ada di dalam tubuh manusia kita ini diatur
oleh sistem syaraf neuron kita. Tanpa ada sistem syaraf, semua tak ada.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 285


Artinya, di situlah letak seluruh sistem kita. Mulai dari; psikologi
kita, desire atau motivasi kita, gairah kita, rasa bibir kita, kecerdasan
kita, termasuk kecemasan sampai ketakutan, baik berbuat baik maupun
berbuat jelek. Semuanya berada dalam kontrol interaksi sistem syaraf
kita. Oleh karena itu, maka kalau ingin melihat masa depan umat ini,
bangsa ini kalau mau maju ke depan, itu terletak pada otak tersebut.
Tapi kenapa hanya manusia yang menjadi cerdas, semakin cerdas dan
terus semakin cerdas. Ini pertanyaan filosofi yah. Kenapa binatang;
anjing, monyet dan sebagainya tidak menjadi cerdas - kalau itu faktor
evolusi.
Seharusnya faktor evolusi itu kan terus berubah karena faktor
tantangan alam yang terus menerus berubah. Tapi kenapa hanya
manusia. Berarti pada saat itulah kemanusian ditetapkan Allah Swt.
dengan memberikan hanya kepada manusia semacam chip. Microchip
yang hanya dibuat Allah yang disisipkan ke dalam tubuh yang
namanya manusia, diletakan di dalam otak. Dan oleh karena itu, maka
berdasarkan otak manusia, kebudayaan manusia terus berkembang.
Sedangkan mahluk lainnya hanya fisiknya yang berkembang pada
proses evolusi.
Alasan yang kedua, karena manusia mampu dengan kemampuan
otaknya dapat memperbaiki sistem yang ada di sekitarnya. Sehingga
dia mampu mempertahankan sustainability-nya. Maka secara fisik;
badan, kaki, dan lain sebagainya - organ-organ tubuh lainnya itu, kalau
panas kita lebih senang, kalau dingin kita bisa bikin sistem penghangat,
kalau ada tantangan dari luar kita bisa terus bertahan.
Kembali kepada fungsi utama PFC, bagian otak yang membedakan
manusia dengan mahluk (binatang lainnya), korteks prefrontal atau
prefrontal cortex (PFC) adalah area otak yang ditemukan di bagian
depan kepala, di belakang dahi kita, di lobus frontal kita. Secara
evolutif adalah salah satu area otak terbaru yang bertanggung jawab
banyak atas fungsi kognitif. Dalam anatomi otak mamalia, korteks
prefrontal (PFC) adalah korteks serebral yang menutupi bagian depan
lobus frontal. PFC berisi area Brodmann 9, 10, 11, 12, 46, dan 47.
Banyak penulis telah mengindikasikan hubungan yang tidak
terpisahkan antara kepribadian seseorang dan fungsi korteks

286 — G.E.N.C.E.
prefrontal. Wilayah otak ini telah terlibat dalam perencanaan
perilaku kognitif yang kompleks, ekspresi kepribadian, pengambilan
keputusan, dan perilaku sosial moderat. Aktivitas dasar wilayah otak
ini dianggap sebagai orkestrasi pemikiran dan tindakan sesuai dengan
tujuan internal. Istilah psikologis yang paling khas untuk fungsi yang
dilakukan oleh area korteks prefrontal adalah fungsi eksekutif.
Fungsi eksekutif berkaitan dengan kemampuan untuk
membedakan antara pemikiran yang saling bertentangan, menentukan
baik dan buruk, lebih baik dan terbaik, sama dan berbeda, konsekuensi
masa depan dari kegiatan saat ini, bekerja menuju tujuan yang
telah ditetapkan, prediksi hasil, harapan berdasarkan tindakan, dan
“kontrol” sosial (kemampuan untuk menekan mendesak bahwa, jika
tidak ditekan dapat menyebabkan hasil yang tidak dapat diterima
secara sosial).
Korteks frontal mendukung pembelajaran aturan secara kongkrit.
Daerah anterior lainnya di sepanjang sumbu rostro-caudal dari aturan
dukungan korteks frontal belajar pada tingkat abstraksi yang lebih
tinggi. Korteks prefrontal dorsal (dPFC) dihubungkan dengan area
otak yang terlibat dengan perhatian, kognisi dan tindakan. Korteks
prefrontal dorsolateral (dlPFC) diketahui terlibat dalam memori
jangka pendek dan terlibat dalam pengendalian diri. Korteks prefrontal
ventral (vPFC) dihubungkan antar daerah otak yang terlibat dengan
fungsi emosi. Korteks prefrontal ventromedial (vmPFC) melakukan
analisis risiko-manfaat setelah menerima masukan dari amigdala dan
bagian lainnya dari lobus frontal.

Kisah Phineas Gage Terkait dengan Fungsi PFC


Ada cerita terkenal di dunia neurosains yang melibatkan seorang pria
bernama Phineas Gage. Pada tahun 1848 Gage adalah seorang pekerja
konstruksi berusia 25 tahun. Dia telah menjadi teman terhormat
bagi orang-orang yang bekerja dengannya dan bersikap baik dalam
pekerjaannya.
Pada suatu hari ada ledakan sementara Gage sedang menepuk
serbuk dengan fuse di lubang (sebelum pasir dituangkan). Besi

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 287


batangnya bila ditimbang beratnya hampir satu batu, berdiameter
3 kaki 7 inci dan berdiameter 1,25 inci. Saat terbang ke udara, dia
menusuk pipi kiri Gage, melewati pangkal tengkorak, melintasi bagian
depan otaknya dan keluar dengan kecepatan tinggi dari atas kepalanya.
Batang tersebut menembus dan lebih banyak menghancurkan lobus
depannya, termasuk korteks prefrontalnya.
Hal pertama yang mengejutkan para pengamat adalah bahwa
Gage mampu berjalan, berbicara dan ‘normal’ (ingat bahwa sebagian
organ otaknya muncrat agak jauh di ujung jalan). Hal kedua adalah
bahwa dia selamat dari infeksi yang dapat diprediksi bahwa pada
tahun 1848 diobati tanpa antibiotik. Namun meski secara fisik utuh,
kepribadiannya berubah, dari yang menyenangkan menjadi tidak
menyenangkan.
Dia menjadi seorang yang sering gusar atau gelisah, tidak sopan,
kadang-kadang memanjakan diri dengan kata-kata kotor paling kasar
yang sebelumnya bukan kebiasaannya. Memperlihatkan sedikit rasa
hormat untuk rekan-rekannya. Tidak sabar menahan diri atau nasihat
saat konflik dengan keinginannya. Terkadang sulit, namun berubah-
ubah dan tidak jelas. Senang merancang banyak rencana operasi masa
depan, yang tidak diatur lebih cepat daripada yang ditinggalkan.
Seorang anak dalam kapasitas intelektual dan manifestasinya, dia
memiliki hasrat hewan dari orang yang kuat. Kerusakan pada otaknya
- seperti yang bisa kita lihat (terima kasih atas tengkorak yang telah
digali, diperiksa, dan dipindai) - berada di korteks prefrontal.
Kepribadiannya berubah selamanya dan dia tidak dapat
membuat pilihan yang baik. Beberapa penelitian terbaru tentang
orang-orang dengan cedera korteks prefrontal telah mengembangkan
pemahaman kita tentang wilayah otak ini. Ketika individu-individu
yang bersangkutan ditanyai, apakah respons sosial yang tepat akan
diberikan dalam keadaan tertentu, mereka akan memberikan jawaban
yang tepat. Namun, ketika mereka benar-benar membuat pilihan
secara real time, mereka akan memilih perilaku yang segera memuaskan
meskipun mereka tahu dalam jangka panjang itu bukan rencana
terbaik. Kemampuan kita untuk menunda kepuasan sangat penting
bagi manusia dan merupakan contoh otak yang berfungsi secara sehat.

288 — G.E.N.C.E.
Contoh modern tentang kepuasan jangka pendek dengan
mengorbankan keuntungan jangka panjang akan seperti memakan
terlalu banyak makanan berlemak, membeli barang-barang hari
ini daripada menabung untuk hari esok, memiliki urusan ekstra-
perkawinan dan duduk dengan segelas anggur di depan TV daripada
memukul atau berlatih gym.

Mengoptimalkan fungsi PFC di dunia yang VUCA


Mengetahui lebih jauh tentang PFC sangatlah penting, karena fungsi
terlibat dalam: 1) semua fungsi eksekutif kita, 2) kemampuan kita
untuk merencanakan, 3) pengambilan keputusan, 4) mengekspresikan
kepribadian kita, 5) menyelaraskan pikiran dengan tindakan kita
(untuk mencapai tujuan internal), dan 6) memoderasi perilaku sosial.
Istilah psikologisnya; “fungsi eksekutif” yang mencakup berbagai
kegiatan. Fungsi ini mencakup kemampuan untuk menentukan
yang baik dan buruk, sama dan berbeda, memproses konsekuensi
masa depan dari aktivitas saat ini, bekerja menuju tujuan yang telah
ditetapkan, menekan dorongan sosial yang tidak diinginkan dan
memprediksikan hasil.
Seorang profesor psikologi matematika, David Meyer, melakukan
eksperimen yang luar biasa. Dia mengundang sekelompok orang
dewasa muda untuk menguji apa yang terjadi saat orang beralih di
antara hal-hal dengan penuh perhatian. Eksperimen melibatkan peserta
yang mengerjakan masalah matematika dan mengidentifikasi bentuk.
Ketika mereka harus beralih antara tugas, ketepatan dan kecepatan
mereka menurun dibandingkan saat mereka bisa melakukan satu
tugas dan kemudian melakukan yang lain.
Dalam beberapa kasus multitasking ditambahkan 50% ke waktu
yang dibutuhkan. Bayangkan seseorang yang bekerja 12 jam sehari dan
mencapai hasil yang sama dengan orang yang bekerja 8 jam, namun
dengan lebih banyak kesalahan dan kurang elegan hanya karena orang
12 jam sehari itu multitasking.
“Bukan hanya kecepatan kinerja, akurasi kinerja, tapi juga yang
disebut adalah kelancaran kinerja, keanggunan kinerja mereka, secara

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 289


negatif dipengaruhi oleh kelebihan beban multitasking” (Meyer et al,
2001).
Di bawah tekanan korteks prefrontal kita tidak berfungsi
dengan baik. Sirkuit neural dan neurokimia PFC dapat diubah oleh
pengalaman kita. Stres selama masa kanak-kanak dan remaja dapat
sangat mempengaruhi struktur dan fungsi PFC, walaupun efek ini
tidak permanen. Pada orang dewasa, telah ditunjukkan bahwa stres
akut (berlawanan dengan kronis) yang ringan pun dapat memiliki
dampak yang cepat dan dramatis terhadap kemampuan PFC kita
untuk berfungsi.
Hal ini dapat memengaruhi kreativitas, pemecahan masalah
yang fleksibel, memori kerja dan proses lainnya. Banyak orang yang
mengalami stress merasa sangat terbangun untuk mengetahui bahwa
stres kronis secara harfiah dapat menyebabkan arsitektur PFC mereka
berubah.
Suatu studi memperlihatkan efek stres psikososial setelah satu
bulan, yang menunjukkan bahwa subjek memiliki gangguan kontrol
perhatian dan gangguan konektivitas fungsional dalam jaringan front
parietal yang memediasi pergeseran perhatian. Kabar baiknya adalah
bahwa setelah satu bulan mengalami stres, respons mereka menjadi
normal kembali.
Dalam skenario di mana seseorang merasa terbebani, dengan
terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan atau dengan tujuan
yang terlalu besar, maka bisa bermanfaat untuk memecahnya menjadi
apa yang perlu terjadi hari ini. Sebagai contoh, jika sebuah pertemuan
meeting anggaran berlangsung dan menghasilkan sebuah tujuan
keuangan yang sangat besar yang perlu dipenuhi, ini bisa membantu
memecahnya menjadi target mingguan. Bisa melibatkan kembali PFC
dorsolateral (ingatan jangka pendek) dengan memasukkan barang ke
dalam potongan kecil - bongkahan ukuran kecil.
Sebaliknya, ketika seseorang merasa sangat cemas mungkin PFC
ventromedial mereka diaktifkan. Pertimbangkan skenario penjelajahan
pribadi di mana pasangan seseorang memberitahu mereka bahwa
mereka tidak lagi merasa dicintainya. Orang itu mungkin merasakan
ancaman langsung, membayangkan apa yang akan terjadi jika mereka

290 — G.E.N.C.E.
putus dan betapa sulitnya hal itu dalam banyak hal. Tujuan di sini
adalah untuk mengurangi ancaman langsung. Ubah kerangka waktu
dari yang sangat pendek menjadi prespektif jangka panjang.
Hal ini juga mungkin berguna untuk beralih dari keadaan empati
ke posisi kognitif. Dapatkan perencanaan - apa yang bisa dilakukan
selama bulan depan untuk membantu memindahkan situasi ke arah
yang diinginkan kita. Sekarang, setelah memahami penjelasan itu
semua, apa yang kira-kira kita bisa lakukan dalam dunia yang VUCA.
Akan sangat relevan bagi pemimpin siapa saja yang mengerjakan
produktivitas, efisiensi, atau keefektifannya.

Apa yang perlu kita ketahui tentang korteks prefrontal?


Perannya digambarkan secara klasik seperti CEO (jika kita berpikiran
bisnis) atau konduktor (jika kita berpikiran secara musikal) - singkatnya,
bosnya bertanggung jawab atas fungsi ‘eksekutif’ kita, yang berarti
kemampuan kita untuk berpikir, memilih, merencanakan, dll. Selama
bertahun-tahun ini telah berkembang dengan pesat, dan studi terbaru
menunjukkan bahwa meditasi semakin meningkat lebih jauh lagi.
Lapar yang sangat (membutuhkan energi besar), tapi terkuras dengan
cepat. Stres mengganggu kemampuannya untuk menggunakan
energi. Secara struktural, ini adalah bagian dari lobus frontal kita, yang
merupakan area di bagian paling depan otak kita.
Lalu motivasi apa yang memastikan PFC kita dalam kondisi
kerja yang baik? Bila PFC kita tidak bekerja optimal, kita menemukan
diri kita sendiri: 1) merasa malas, 2) merasa lesu tak bersemangat, 3)
mudah terganggu, 4) menjadi miskin dalam menyelesaikan sesuatu, 5)
memperbaiki perhatian pada berulang negatif sekalipun tidak teratur,
6) menjadi pelupa, dan 7) merasa terlalu emosional.
Di sisi lain, ketika PFC bekerja dalam kondisi prima kita dapat
berharap untuk: 1) kesadaran yang disengaja, 2) perhatian panjang,
3) mampu merenungkan kemungkinan, 4) mampu merencanakan, 5)
mampu mengikuti rencana, dan 6) berfokuslah dengan mudah.
JIka PFC terlalu banyak bekerja, akan sangat tidak berfungsi
dengan baik. Untuk memperbaiki situasi ini, lihat rekomendasi di
bawah ini.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 291


Jika PFC tidak berfungsi dengan baik, akan membuat sangat sulit
untuk menjadi efektif, apalagi efisien, yang seringkali sangat membuat
frustrasi saat kita berusaha melewati hari. Pada saat seperti itu,
sangat umum untuk merasakan ada sesuatu yang salah dan mungkin
jatuh kembali pada kebiasaan lama. Hal tersebut merupakan bentuk
mekanisme bertahan hidup.
Ketika orang menemukan diri mereka melakukan micromanaging,
mengendalikan atau menghukum sering terjadi defisit otak. Akan
tetapi tidak selalu berarti bahwa ada sesuatu yang terlalu aktif di PFC
(yang kurang aktif) juga menyebabkan masalah. Dopamin, kita akan
segera tahu, apakah neurotransmitter ini memiliki banyak fungsi untuk
otak termasuk reward, motivasi, memori kerja dan perhatian.
Jika otak memiliki kemampuan menurunkan penggunaan atau
akses dopamin, ini berarti area otak lain tidak terdiam sehingga otak
bisa fokus pada satu hal pada satu waktu. Hal ini membuat hidup sulit
bagi kita karena kita berjuang untuk fokus, jadi menjadi kurang efisien.
Sebagai pemimpin yang baik, kita juga bisa masuk ke peran
mentoring dan memimpin dengan memberi contoh, dengan mengikuti
rekomendasi berikut: 1) mematikan fungsi email di ponsel kita di
malam hari agar otak kita mengalami downtime sebelum mulai bekerja
keesokan paginya, 2) memprioritaskan tugas mingguan besar terlebih
dahulu, tugas yang lebih kecil setiap hari, bereksperimen dengan
malam sebelumnya atau hal pertama di pagi hari untuk melihat apa
yang terbaik bagi kita, 3) aktifkan email hanya pada waktu-waktu
tertentu dalam sehari, 4) monotask (satu tugas - fokus) untuk keuntungan
jangka pendek dan panjang, dan 5) pilih hal-hal kecil yang kita ketahui
bisa kita capai dan yang kita dapat lakukan, karena hal tersebut bisa
meningkatkan kadar dopamin kita.
Sama halnya, kita bisa bekerja sama dengan tim yang kita pimpin
untuk membantu mereka mengalami korteks pre-frontal mereka
bekerja dengan baik. Bawa mereka keluar dari lingkungan kerja dan
berpikir normal mereka.
Misalnya, jika mereka terikat dengan kantor, bawalah mereka ke
pedesaan. Bantu mereka untuk terhubung dengan perasaan mereka,
merasakan angin di rambut mereka, sinar matahari (mudah-mudahan)

292 — G.E.N.C.E.
pada kulit mereka dan bernapas dengan bau yang berbeda. Harapannya
adalah bahwa perubahan lingkungan ini akan mengundang beberapa
pemikiran baru.

Kemimpinan Limbic (Limbic Leadership)


Selanjutnya mungkin kita akan bertanya-tanya apa yang dimaksud
dengan kepemimpinan limbik. Jadi inilah pengantar singkat untuk
menjelaskan tentang fokus utama pada kepemimpinan limbik otak
tentang mengelola dan memimpin orang, dengan menggunakan
pemahaman kita tentang bagaimana otak bekerja untuk mencapai
pengaruh yang lebih besar. Keterlibatan yang lebih tinggi dan mencapai
hasil yang lebih baik.
Jadi mengapa limbik, dan di mana limbik berasal, dengan hanya
memberi wawasan singkat mengapa kita menyebutnya sebagai
kepemimpinan limbik. Agar kita semua tahu seperti apa otak kita dari
luar. Tetapi yang terpenting dan perlu diingat ada tiga bagian inti di
bagian dalam otak manusia. Perlu ada wawasan kita tentang mengapa
kita memanggil kepemimpinan limbik.
Bagian di sini ini adalah bagian pertama dari otak yang berevolusi.
Hal yang dimaksud adalah otak reptil kita (batang otak). Inilah yang
membuat kita tetap hidup terus. Membuat jantung kita tetap memompa,
serta membuat kita tetap bernapas. Semuanya terjadi secara otomatis
jutaan tahun yang lalu. Inilah yang pertama kali direvitalisasi dan
inilah inti yang membuat kita tetap hidup.
Sekarang bagian ketiga otak manusia yang berkembang paling
akhir adalah di sekitar sini – di daerah neocortex, daerah terluar.
Sedikit yang kita lihat di luar. Otak ini adalah korteks prefrontal yang
memberikan kita kesadaran kenapa kita berada di sini. Tapi, sedangkan
di tengah yang dikenal dengan otak sedang (mid brain). Daerah teluk di
sini inilah bagian kedua otak yang berevolusi. Dan ini disebut sistem
limbik. Dan sistem limbik benar-benar mengendalikan emosi kita,
bagaimana perasaan kita. Cukup banyak membuat mood kita. Segala
sesuatu tentang siapa kita dan bagaimana perasaan kita. Dan ini sangat
penting bagi para pemimpin untuk mengerti.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 293


Bagaimana mereka menciptakan suasana hati dan perasaan di
dalam orang-orang yang bekerja untuk mereka dan itulah sebabnya
kami menyebutnya kepemimpinan limbik. Sekarang di sini pada
kepemimpinan limbik kita tahu bagaimana otak bekerja sebanyak
yang kita bisa. Ada kemajuan besar dalam ilmu neurosains selama lima
tahun terakhir yang memberikan beberapa wawasan nyata tentang
apa yang sebenarnya terjadi di dalam otak orang-orang ketika mereka
mengalami hal-hal tertentu.
Ketika mereka merasakan hal-hal tertentu, dan yang lebih penting
lagi ketika mereka mengalami hal-hal tertentu, serta mungkin cara
perilaku pemimpin tersebut muncul. Hal ini sangat penting bagi para
pemimpin untuk memahami dampak yang mereka hadapi pada tim
mereka, bukan karena mereka adalah orang-orang mereka.
Sekarang hal lain yang mengetahui bagaimana otak bekerja juga
memungkinkan kita untuk mengetahui bagaimana otak bersandar.
Dan itulah mengapa program yang dirancang berbeda untuk orang
lain. Kita tidak melakukan program tiga atau empat hari yang
membosankan yang membuat semua orang tertidur. Program kita
benar-benar ramah otak yang dioptimalkan untuk memastikan bahwa
delegasi dan manajer yang mengikuti program kita benar-benar lolos
dengan pembelajaran dan perubahan yang berlangsung lama. Dan
mereka juga dipecah menjadi potongan-potongan kecil.
Jadi kita tidak dapat melakukan semuanya sekali jadi. Hal inilah
yang membuat mereka begitu sukses. Jadi itulah sedikit tentang
kepemimpinan limbik. Masih banyak video-video tersebut di kanal-
kanal media sosial yang bisa kita peroleh. Lihat sekeliling apa yang kita
pikirkan, dan jika kita ingin datang dan mengobrol, maka cukup klik
tombol yang meminta diskusi. Tidak ada kewajiban, dan kita dapat
mengetahui sedikit lebih bagaimana kepemimpinan limbik benar-
benar dapat membuat kita, membuat organisasi dan manajer kita
mencapainya. Hasil yang luar biasa.

Neuroleader – Pemimpin Bisnis


Sebuah perjalanan melalui otak untuk “Pemimpin Bisnis” oleh Argang
Ghadiri, Andreas Habermacher, Theo Peters. Dalam paradigma lama,

294 — G.E.N.C.E.
ilmu kepemimpinan manajemen dan bisnis, (serta ilmu sosial lainnya)
umumnya hanya membahas proses kognitif berpikir yang secara sadar
dan mampu dikendalikan. Sedangkan di dalam paradigma yang baru
akan banyak dijelajahi juga 1) proses berpikir kognitif yang tanpa
kendali atau seringkali disebut pikiran-pikiran otomatis, 2) proses
berpikir afektif yang secara sadar dan dapat dikendalikan, serta 3)
proses berpikir afektif yang otomatis atau bawah sadar.
Aplikasi neurosains untuk bisnis sering disebut juga neurobisnis.
Penting untuk disampaikan, bahwasannya disiplin ilmunya tidak
berubah, tetapi cara pandang serta alat yang dipergunakan berubah
menjadi lebih baik, sesuai pemahaman otak secara ilmiah. Disiplin
ilmu yang dimaksud termasuk; neuroekonomi (neuro-business
administration) meliputi area-area mikroekonomi (neuro-economy):
bidang pemasaran (neuromarketing) yang lebih sering mengulas proses
pengambilan keputusan konsumen membeli, sedangkan bidang
keuangan (neurofinance) lebih banyak mendalami keberhasilan proses
pengambilan keputusan dan resiko-resikonya; sukses atau gagal.
Di bidang manajemen (neuromanagement) lebih dalam membahas
penggerak proses manajerial, baik metode maupun terkait dengan tools-
nya. Terakhir terkait bidang organisasi dan personalia (neuroleadership)
lebih rinci menelaah interaksi hubungan antara pemimpin dan
bawahannya.
Sejarah konsep terus berkembang. Terakhir dalam pembahasan
bukunya, Argang dkk. banyak memaparkan konsep yang dikenal
memasuki era brain directed man (2000-an), pekerja dipandang sebagai
mahluk rasional mengambil peran sekunder dalam motivasi manusia.
Di era ini mulai meyakini dan membahas bahwa perilaku manusia
berasal dari otak. Perilaku tidak didasarkan pada rasionalitas tetapi
dibedakan berdasarkan motivasi-motivasi yang berasal dari berbagai
daerah otak. Pola-pola dan pemicu-pemicu otak yang betul-betul
diprogram; berlapis melalui pengalaman yang telah terbentuk
sejak lahir. Emosi adalah driver perilaku yang paling efektif dan
mengandalkan sebagian besar proses kognitif. Proses-proses rasional
memiliki dampak sekunder. Pemenuhan kebutuhan dasar neurosains
manusia sangatlah penting bagi kepuasan karyawan; berbagai faktor
mempengaruhi kebutuhan ini. Realitas dan rasionalitas mengambil
peran sekunder dalam motif dan perilaku manusia.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 295


“Organisasi dan Manajemen Personalia” memiliki dampak
langsung pada cara otak manusia beroperasi dan bereaksi terhadap
lingkungan. Perilaku membuat dan memperkuat sirkuit otak;
lingkungan membentuk otak. Kebutuhan dasar manusia sangat
tergantung terutama pada interaksi pribadi dengan lingkungan dan
perilaku pribadinya. Lingkungan yang tidak selaras dengan kebutuhan
dasar individu akan menyebabkan ketidakcakapan berperilaku.
Motivasi dasar penggerak manusia sangat didorong oleh manifestasi
dari keinginan untuk memenuhi atau melindungi kebutuhan dasar
manusia. Untuk memanfaatkan potensi, motivasi pada tingkat
intrinsik yang lebih dalam, kita perlu memahami kebutuhan dasar dan
bagaimana mereka diwakili dan dipenuhi oleh setiap individu.
Fakta-Fakta dan gambaran otak dibahas di sini, kemudian
diaplikasikan dan diterapkan kepada konsep-konsep manajemen dan
kepemimpinan yang baru. Berat otak manusia rata-rata 1.3 kg dan 80%
terdiri dari air. Berat otak memang hanya 2% dari total berat badan
manusia, tetapi mengkonsumsi 20% lebih dari total sumber energi
tubuh (air, oksigen dan glukosa). Otak terdiri dari sekitar 100 miliar
neuron dan 100 triliun koneksi antara satu sama lain. Sampai 1.200 liter
aliran darah melalui otak setiap harinya, untuk membawa hingga 70
liter oksigen.
Belahan kiri otak manusia cenderung berhubungan dengan
fakta dan detail. Spesifik bahasa, kosa kata dan tata bahasa juga
duduk di sini. Belahan kanan memiliki koneksi yang lebih luas untuk
emosi, dan empati. Namun lebih penting untuk hal holistik dan
besar tampilan gambaran dunia. Banyak mitos-mitos terkait otak
yang perlu diluruskan. Seperti mitos ukuran otak selalu tetap dan
tidak berubah sepanjang usia - banyak perubahan terjadi dan karena
neuroplastisitas otak senantiasa berubah. Kecerdasan intelijen adalah
genetik juga merupakan kesimpulan yang salah, maksudnya sebagian
genetik iya betul, tetapi selebihnya terkait dengan kemampuan untuk
menghubungkan dan menarik koneksi pada berbagai sumber daya di
otak. Mitos lainnya adalah pendapat alasan dan rasionalitas terpisah
dengan emosionalitas, padahal pusat-pusat emosi otak beroperasi
bersama-sama dengan emosionalitas mengambil posisi kendali.
Perilaku tidak terprogram karena kita memiliki banyak reaksi naluriah

296 — G.E.N.C.E.
yang terprogram, tetapi banyak perilaku yang terkait dengan interaksi
kita dengan lingkungan.
Bagian-bagian anatomi otak disederhanakan, terdiri dari 5 bagian
besar. Lobus frontal, lobus parietal, lobus temporal dan lobus oksipital,
serta lobus insula. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bagian depan
(lobus frontal) yang sering dikenal dengan prefrontal cortex (PFC):
menjalankan fungsi rasional, membutuhkan usaha, sumber daya
yang terbatas yang menguras cepat. Setara dengan 1 kubik feet dalam
ukuran dibanding Milkyway (bagian otak). Di bagian tengah otak,
yang dikenal dengan sistem limbik: melakukan fungsi gugup/panik,
selalu mencari ancaman, membuat keputusan setiap saat berinteraksi.
Otak mengatur dua prinsip - bahaya dan reward. Bahaya (ancaman)
menciptakan kebisingan, otak membutuhkan tenang. Sedangkan
bahaya / takut memiliki dampak yang mendalam pada korteks
prefrontal dan dampak kinerja yang berat.
Metode pengukuran dalam penelitian otak terbagi dua bagian
besar: (1) teknik-teknik Elektrofisiologi: elektroensefalografi dan
magnetoensefalografi, dan (2) teknik-teknik Pencitraan: PET - positron
emisi tomografi dan fungsional magnetik resonansi tomografi.
Ada 4 tahapan besar bagaimana prosesi perubahan pola koneksi
neuron bekerja. Bagaimana neuron otak terus berplastisitas. Tahap awal
(tahap 1) seakan-akan sel neuron berdiri sendiri seperti titik-titik yang
tidak dihubungi. Kemudian titik-titik saling berhubungan, interkonesi
antar neuron (tahap 2). Selanjutnya beberapa garis hubungan antar titik
(antar neuron) akan menebal, membentuk pathways dan connectome
(tahap 3). Tahap akhir (tahap 4) garis-garis tersebut semakin menebal
sementara garis-garis hubungan neuron lainnya yang menipis, yang
tidak diperlukan, akan menghilang.
Reward dibedakan antara reward primer dan reward sekunder.
Rewad primer seperti; makan, minum, kebutuhan biologis, dan tempat
berlindung (shelter). Sedangkan reward sekunder yang dibutuhkan
seperti; informasi, status, pengakuan, ucapan terima kasih, nilai sosial,
altruisme, percaya, kontak fisik. Reward & pleasure memiliki banyak
koneksi dan asosiasi yang kompleks. Dopamin bagaimanapun bukan
hanya sekedar reward, namun memiliki banyak fungsi penting sebagai

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 297


neurotransmitter. Sistem dopamin ini sering dikenal juga sebagai “happy
hormone”.
Ada banyak jenis-jenis neurotransmiter atau enzim di dalam otak
sesuai kebutuhan dan perluannya. Sembilan di antaranya yang perlu
diketahui (terkait dengan aplikasi neuroleadership), yaitu; asetikolin,
serotonin, noradrenalin, dopamin, endomorfin (endorfin), oksitosin,
kortisol (kortikosteroids), GABA-deficiency, dan testosteron. Asetilkolin
berpengaruh pada memori dan atensi. Serotonin menimbulkan rasa
takut, pengambilan keputusan, suasana hati (mood). Sedangkan
noradrenalin untuk energi, mood, dan juga atensi. Dopamin
menimbulkan perasaan dihargai dan atensi. Endomorfin (endorfin)
merasakan senang (sejahtera). Dengan oksitosin rasa percaya diri akan
timbul, dan cinta (dicintai dan mencintai). Kortisol (kortikosteroids)
menimbulkan stres, marah. Serta GABA-deficiency menimbulkan
gangguan ketakutan. Terakhir, testosteron berpengaruh pada
neurotransmiter dopamin, dan agresi.
Ketakutan memiliki dampak negatif yang signifikan pada
keseimbangan hormon di otak dan di dalam tubuh kita. Amigdala,
yang terletak di dalam sistem limbik berperan dalam pengolahan
ketakutan dan memroses dampak berikutnya pada pikiran dan tubuh
manusia. Amigdala yang terlalu aktif dapat menghambat fungsi kerja
PFC - korteks prefrontal (fungsi berpikir rasional dan memori jangka
pendek). Rasa takut (fear) menurunkan kemampuan kognitif berpikir
dan membuat kita bodoh. Setiap perasaan ancaman memiliki dampak
yang mendalam pada otak, dan sangat mengurangi kemampuan
berpikir kognitif. Rasa takut dapat diproses secara tidak sadar tanpa
sepengetahuan eksplisit kita - organisasi mungkin tidak tahu rasa
takut telah diaktifkan dan akan mendistorsi proses berpikir. Dominasi
sistem limbik dalam proses berpikir dan kemampuan pengambilan
keputusan kita, adalah kunci penting untuk organisasi. Ketakutan dan
ancaman yang luar biasa, signifikan memengaruhi perilaku dan emosi
kita, tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya.
HTPA-Axis menjelaskan proses dampak marah dan rasa takut.
Rasa takut ini mengaktifkan amigdala dan daerah lain di batang otak
serta hipotalamus, melalui rilis dari transmisi glutamat. Kemudian
hypothalamus melepaskan CRH (hormon corticotropin-releasing).

298 — G.E.N.C.E.
Berikutnya, giliran sinyal ke kelenjar pituitari untuk melepaskan
hormon adrenokortikotropik yang dikirim ke dalam aliran darah
yang kemudian beredar ke kelenjar adrenalin di mana dia mengikat.
Selanjutnya menstimulasi pelepasan kortisol yang memiliki dampak
luas pada sistem fungsi kortisol dalam berbagai cara. Tetapi membantu
tubuh melawan stres dengan melepaskan dan mendistribusikan energi,
misalnya jantung dan jauh dari bagian non-kritis tubuh (dalam jangka
pendek) misalnya sistem pencernaan. Namun juga akan mengurangi
sistem kekebalan tubuh. Dalam jangka panjang stres kronis akan
berdampak buruk dan vital.
Banyak tokoh-tokoh sebelumnya yang terus coba mengembangkan
konsep kepemimpinan berbasiskan neurosains (neuroleadership),
menjawab tantangan lingkungan bisnis yang semakin VUCA. Ned
Hermann – 1996, dikenal dengan HBDI-nya (Herman Brain Dominance
Instrument) 4 Model Berpikir (Thinking): Rasional, Experimental,
Berdasarkan Feeling, Berdasarkan Keselematan. David Rock – 2006,
NeuroLeadership Institute, terkenal dengan SCARF-nya: Status, Certainty,
Autonomy, Relatedness, Fairness. Gerald Huther – 2009, dikenal
dengan Supportive Leadership-nya: New Challenge, Network Corporate
Knowledge, Positive Culture, Positive Experience. Christian E. Elger –
2009, terkenal dengan 4 Sistem Dasar NeuroLeadership-nya: Reward,
Emosional, Memori, Decision, dan dikenal dengan 7 Prinsip Dasar
Neuroleadership: Reward, Fairness & Feedback, Informasi, Individualitas
Otak, Emosi-Emosi, Experience, Situational Dynamics. Srinivasan Pillay
– 2010, terkenal dengan Bisnis dan Otak Anda: Identify Mental State,
Brain Regions and Activation, Intervention.
Kebutuhan dasar manusia sebelumnya kita pernah mengenal
teori konsep kebutuhan dasar versi Henry Murray (1938) dan Abraham
Maslow (1943). Pada teori Maslow kebutuhan manusia digambarkan
dengan 5 tingkatan piramida kebutuhan. Dimulai kebutuhan fisik
– kebutuhan paling dasar, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk
memiliki dan mencintai serta dicintai, kebutuhan akan self-esteem, serta
tingkat tertinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri. Sedangkan melalui
ilmu neurosains, kita bisa mempelajari kebutuhan manusia lebih detil
dan ilmiah. Otak adalah organ pendorong emosional. Otak bersifat
plastis yang terus berubah dengan neuron-neuron yang terhubungkan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 299


secara organik, menghubung-hubungkan kembali dan tumbuh setiap
saat.
Dengan memeriksa substrat saraf (Gazzaniga et al 2008), kita
sekarang dapat melihat bahwa proses yang mendorong reaksi tertentu
dengan perilaku yang mirip.
Reaksi terhadap berbagai stimulus, bagaimanapun tetap berbeda.
Jika proses-proses psikologis didasari oleh pemahaman proses-proses
saraf ini, akan banyak menawarkan berbagai cara untuk mempengaruhi
lingkungan di perusahaan-perusahaan di mana karyawan berkerja.
Jika kita memahami substrat saraf dari pikiran manusia, dan terlebih
lagi dasar interaksi manusia, maka kita dapat memahami di mana kita
dapat menerapkan titik leverage. Klaus Grawe – 2006 mendefinisikan
kebutuhan dasar manusia neurosaintifik sebagai 4 kebutuhan dasar
yang keluar dalam skema-skema dalam rangka bentuk motivasi,
perencanaan-perencanaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
ditetapkan (goals) yang keluar dalam bentuk perilaku dan pengalaman.
Berdasarkan penelitian-peneliian neurosains, 4 kebutuhan dasar
dimaksud adalah: 1) attachment, 2) pleasure maximization dan pain
avoidance, 3) orientasi dan kendali, 4) self-esteem atau enhancement.
Attachment atau kedekatan, mengambil efek penting sejak lahir dan
seterusnya. Oksitosin sebagai hormon ikatan juga distimulasi oleh
rasa percaya diri (diberikan kepercayaan). Sedangkan orientasi dan
kontrol, mampu merancang dan mengembangkan lingkungannya.
Kurangnya kejelasan dan ambiguitas merangsang reaksi negatif pada
amigdala (ketakutan).
Self-esteem atau harga diri merupakan suatu kebutuhan
manusia yang spesifik. Terus mencari untuk meningkatkan harga diri
dan melindunginya. Sulit diteliti di tingkat neurosaintifik. Terakhir,
pleasure maximisation atau memaksimalkan kesenangan, bertujuan
untuk meningkatkan kesenangan dan menghindari rasa sakit. Wilayah
subjektif dari otak dengan pengalaman dari waktu ke waktu sehingga
menimbulkan jaringan seluruh pemicu terutama kesadaran. Terkait
dengan pengalaman positif atau negatif.
Sehubungan dengan pengembangan diri dan berorganisasi,
masing-masing alat instrumen dan model teori mempunyai kelebihan

300 — G.E.N.C.E.
dan kekurangan. Sebaiknya diberikan sesuai kebutuhannya. Seperti
job enrichment diberikan bila yang bersangkutan tidak mempunyai
masalah di aspek pleasure. Sedangkan job rotation dan job characteristics
sebaiknya diberikan kepada karyawan, terutama yang sudah dapat
“dilepas” atau memiliki rasa tanggung jawab yang bisa dipercaya
dengan arahan dan pengawasan yang minim. Sebalikya bagi mereka
yang lemah di bidang tersebut, perlu diberikan program “flow model”.
Program pemberian tambahan tugas kerja atau job enlargement,
diberikan hanya kepada mereka yang kurang harga diri atau memiliki
percaya diri yang rendah. Berdasarkan penelitian neurosaintifik,
instrumen yang paling cocok untuk program terkait kepemimpinan,
dengan konsep terbaik yang diberikan adalah emotional leadership dan
coaching. MBO (management by objective) bagus diberikan hanya kepada
karyawan yang tidak ada masalah dengan attachment (kedekatan).
Selanjutnya, pendekatan konsep situational theory paling cocok
diterapkan kepada mereka yang periang. Konsep kepemimpinan yang
paling cocok perlu diaplikasikan kepada karyawan yang mempunyai
masalah dengan kedekatan (attachment) adalah konsep trait theory.
Sedangkan konsep behavioural theory tepat sebagai alat intsrumen yang
perlu diberikan kepada mereka yang kurang memiliki attachment dan
belum dapat dilepas, atau masih perlu orientasi dan pengawasan.
Lima langkah tools moel AKTIF yang dapat memperbaiki atau
meningkatkan kinerja kepemimpinan karyawan yaitu; 1) melakukan
analisis dari jawaban pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, 2)
membuat kecenderungan profil konsistensi dalam bentuk gambar
grafik, 3) melakukan upaya-upaya transformasi yang dibutuhkan, 4)
fokus perbaikan pada inkonsistensi, 5) terakhir melakukan verifikasi-
verifikasi perbaikan. Ketidakmampuan untuk memenuhi satu atau
lebih kebutuhan dasar dikenal sebagai ketidaksesuaian. Hal ini berarti
bahwa individu tidak akan dapat mencapai tujuannya dalam konteks
mereka. Konsistensi di sisi lain, adalah harmoni antara lingkungan
dan konteksnya, serta pemenuhan kebutuhan dasar individu. Skema
motivasi adalah interpretasi individu motif dan drive untuk mencapai
tujuan mereka dalam konteks saat ini. Kita dapat membedakan antara
skema pendekatan dan skema penolakan (approach schemata & avoidance
schemata).

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 301


Kompetensi neuroleader yang terbaik (sesuai dengan kajian yang
memenuhi 4 kebutuhan dasar neurosaintifik: attachment, orientation
and control, self-esteem, dan pleasure) menggunakan skema PERFECT
dengan rincian sebagai berikut: 1) Potensi - mengembangkan dan
mendukung potensi setiap karyawan, 2) Encourage - mendorong
karyawan untuk menghadapi tantangan baru dan mengembangkan
diri mereka sendiri, 3) Respons - berikan umpan balik yang teratur dan
konsisten, 4) Freedom - memungkinkan kebebasan sebanyak mungkin,
5) Emosional - menerapkan emotional intelligence, 6) Communication -
komunikasi yang reguler di tingkat yang sama, dan 7) Transparan -
bersikap transparan dalam perilaku dan komunikasi.
Perjalanan konsep teori neuroleadership dirancang untuk
meningkatkan kesadaran kita akan apa yang tampak jelas namun
tidak banyak: “Bahwa otak adalah akar dari semua interaksi manusia
dan pemahaman ini akan membantu pemahaman kita tentang sistem
di mana manusia terlibat.” (Argang dkk.). Menjadi neuroleader tidak
berarti harus menjadi neuroscientist, melainkan lebih mengembangkan
pemahaman tentang fungsi dasar otak dan hubungannya dengan
interaksi manusia di tempat kerja. Kita yakin bahwa jika kita dapat
memahami kebutuhan dasar dan memikirkan proses perusahaan kita
dari sini, dikombinasikan dengan kekayaan informasi tentang otak,
kita benar-benar dapat menjadi neuroleader yang baik.

Penutup
Menyikapi perubahan lingkungan bisnis yang semakin cepat didominasi
oleh dampak kemajuan teknologi informasi, menjadikan lingkungan
yang VUCA (volatile, uncertain, complex dan ambigu). Diperlukan
kepemimpinan yang terus dinamis, selalu open minded, dituntut terus
beradaptasi dengan lingkungan yang senantiasa berubah. Kecepatan
hubungan inter-neurons yang terus meningkat, jumlah inter koneksi
antar neurons juga terus bertambah. Terutama di generasi millinneals,
selain pesatnya kemajuan teknologi informasi, serta didukungnya gizi
makan dan nutrisi yang semakin baik. Tak luput gaya hidup sehat.
Angkatan-angkatan sebelumnya (digital immigrants) dituntut untuk
dapat memahami neuron-neuron otak SDM yang sekarang (digital
natives).

302 — G.E.N.C.E.
Terutama di negeri kita, “lead by example” – memimpin dengan
memberikan contoh langsung bukan sekedar memberikan nasihat,
terbukti sangat efektif. Hal ini terjadi interaksi mirror neuron manusia
Indonesia masilah sangat kuat. Didukung oleh kondisi fisik jarak
terpendek diameter kedua organ amigdala – bijih almon yang
terdapat di sistem limbik, di dalam kepala otak orang kita, khususnya
rumpun polynesia (perlu dibuktikan oleh penelitian-penelitian
neurosains lebih lanjut). Sebagai akibatnya, karakter berpikir SDM-
SDM kita yang cenderung lebih responsif dan reaktif. Kabar baiknya;
dengan ditemukan teori neuroplastisitas, ada harapan bahwasannya
neuron otak manusia yang terus plastis, terus berubah di setiap usia.
Menggantikan fixed mindset menjadi growth mindset.
Proses pembelajaran, pelatihan, pembinaan terus ditingkatkan.
Sistem pendidikan dan pola asuh anak sedini mungkin. Agar sejalan
dengan cita-cita bangsa kita, yaitu: mencerdasakan kehidupan bangsa.
Kebiasaan-kebiasaan baru yang positif harus terus dibangun. Synaps-
synaps hubungan baru antar neuron terus dibangun dengan percikan-
percikan listriknya (spikes). Supaya tidak redup, dilatih terus berulang
dengan keyakinan teguh, sehingga wiring cepat terangkai. Potensi
listriknya terus menyala (firing) semakin kuat terang benderang. Agar
connectomes pola-pola kebiasaan baru positif pun senantiasa terbentuk.
Hal ini mungkin yang diartikan sebelumnya oleh Presiden
kita dengan istilah “revolusi mental”. Harapannya untuk berubah,
mengejar ketertinggalan bangsa, kesempatannya sangat terbuka
lebar. Tidak usah membandingkan dengan negara-negara maju seperi
AS, Eropa, Chinna dan Jepang. Paling tidak bisa mengejar kemajuan
negara-negara tetangga seperti; Singapore, Malaysia, Filipina dan
Australia. Negeri ini tidak “given” atau “by nature” sebagai negeri yang
patut dijajah, atau ditakdirkan sebagai bangsa yang bodoh. Nurturing
yang baik bukan hanya memberikan nutrisi dengan gizi yang sehat.
Namun peranan orang tua, guru, dan para senior, para tokoh agama
dan masyarakat, terutama pemimpin (formil dan informil) membentuk
dan menyiapkan generasi penerusnya.
Seorang neuroleader yang baik adalah yang bisa memaksimalkan
upaya pemberian reward (baik kecil maupun besar), serta meminimalkan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 303


hukuman (punishment), terutama dalam bentuk emosional marah
yang jelas-jelas terbukti kontraproduktif bagi organisasi perusahaan
bisnis dan masyarakat luas. Cara-cara menegur dengan amarah sudah
harus ditinggalkan. Selain tidak bermanfaat bagi kedua belah pihak
(yang memarahi dan yang dimarahi) – karena akan menumpuk stres-
stres kecil yang menjadi stres kronis berdampak melemahkan sistem
kekebalan tubuh manusia (HTPA Axis). Pesan positif yang akan
disampaikan pun menjadi tidak efektif (pesan tidak sampai). Mengelola
harapan dan reward di setiap otak PFC tim yang dipimpin. Melatih
daya resiliensi dengan belajar mengantisipasi kegagalan prediksi-
prediksi neuron dopamin pada bagian ACC (anterior cingulate cortex).
Melalui konsep “happy brain” (zero stress), semua tujuan perusahaan
dan organisasi yang dipimpin menjadi jauh lebih mudah tercapai.
Karena keberhasilan kepemimpinan pada prinsipnya meningkatkan
kualitas hubungan antara neuron otak seorang pemimpin dengan yang
dipimpin (social brain). Memahami dan mengoptimalkan keuntungan
dari perbedaan sifat interaksi antar neuron otak kedua gender.
Walaupun nature-nya otak itu netral, namun kecenderungan neuron
otak pemimpin perempuan atau pria berbeda. Maupun kedua jenis
gender yang dipimpinnya. Serta memimpin otak-otak manusia yang
mempunyai belief system dengan nilai-nilai yang ditanamkan serta latar
belakang yang berbeda-beda.
Memanfaatkan keberlangsungan perubahan menjadi energi
yang positif. Karena sifat dasar neuron-neuron otak manusia bekerja
menyukai hal-hal yang baru (novelty). Namun perubahan perlu
dikelola dalam artian; karyawan dan tim/kelompok, atau yang lebih
luas lagi; masyarakat yang dipimpin akan stress bila perubahan itu
sangat signifikan (terlalu baru semua) dan sangat cepat bergejolak
seperti pada lingkungan VUCA belakang ini.
Hal-hal tersebut di atas yang perlu diantisipasi oleh pemimpin.
Menjaga keseimbangan antara kebaruan (novelty) dan hal-hal yang
umum (familiarity). Sifat otak manusia yang cenderung malas (automatic
thinking), mereka suka hal-hal yang telah dapat diprediksikan.
Sementara lingkungan barunya penuh dengan ketidakpastian
(uncertainty). Mereka selalu menuntut feedback – umpan balik (berupa
reward dan punishment tadi). Dalam melakukan perubahan, bisa menjadi

304 — G.E.N.C.E.
faktor perihal yang sangat pelik. Relaktan terhadap perubahan, comfort
zone (rasa nyaman). Mereka tertipu oleh pikiran-pikiran emosional
yang berupa perasaan nyaman tadi.
Di sini peran para pemimpin VUCA dengan kecakapan emosional
(emotional leadership skills) yang terus menerus harus dilatih. Pemimpin
bagaikan dirijen yang memainkan perasaan alunan musik tim okestra.
Mengelola otak manusia, bagaimana memastikan pemenuhan
kebutuhan dasar dorongan reptilian brain batang otak tua setiap
anggota yang dipimpin. Mengelola mood mamalian brain sistem
limbik otak emosional, memainkan dan menyalurkan gairah atau desire
teman-teman yang dipimpin ke arah yang positif. Serta memimpin dan
mengarahkan otak-otak pintar PFC (neo cortex, exceutive brain) modern
yang bijak ke arah pencapaian tujuan bersama. Menjaga keseimbangan
proses metobolisme otak (homeostasis), keseimbangan eksitatori
dopamin dan kortisol serta neurotransmitter lainnya, serta upaya-
upaya inhibitasinya. Berani menunda keputusan, dan memikirkan
ulang atas dorongan keinginan sesaat (reframing dan clear mind).
Baik buat dirinya sebagai pemimpin maupun bagi yang dipimpin.
Pemimpin otak tepatnya. Memimpin otak-otak manusia dengan otak
sehat, tidak sekedar otak normal. Meningkatkan kualitas hubungan
dan komunikasi antar otak manusia. Selamat datang di abad otak! ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 305


Sumber Referensi:

https://youtu.be/RH3Vh4xz4CI
https://youtu.be/5HmYU1by9rk
http://neuroscienceforcoaches.com/
https://youtu.be/X5-Hdl0Z3VA
https://youtu.be/i4-AKwZYUHo
https://youtu.be/EEUxKFmIUiI
https://youtu.be/R6XtJOeuhNg
https://youtu.be/JVvMSwsOXPw
https://youtu.be/xU5QmZp9Cmo

Carter, Rita (2014), The Brain Book, London, New York, Melbourne,
Munich, and Delhi.
Vertanian, Oshin, Mandel, Divid R. (2011), Neuroscience of Decision
Making, Psychology Pers, Taylor & Francis Group, New York,
and Hoke.
Brann, Army (2015), Neuroscience for Coaches, How to use the latest
insights for the benefit of your clients, Kogan Page, London,
Philadelphia, New Delhi.
Amthor, Frank (2012), Neuroscience for Dummies, Wiley, John Wiley
& Sons Canada, Ltd.
Genco, Stephen J., Pohlmann, Andrew P., Steidl, Peter (2013),
Neuromarketing for Dummies, A Wiley Brand, John Wiley &
Sons Canada, Ltd.
Lehrer, Jonah (2010), How We Decide, Kenali Cara Kerja Otak Agar Bisa
Lebih Cerdas dan Tangkas Memutuskan Apa Saja, PT Serambi
Ilmu Semesta, Houghton Mifflin Harvourt Publishing Company,
New York 10003.
Azhar, Tauhid Nur (2008), Gelegar Otak, Ayo cari tahu apa yang
tersembunyi di otak Anda!, PT Karya Kita, Bandung – Indonesia.

306 — G.E.N.C.E.
Schutt, Russell K., Seidman, Larry J., Keshavan, Matcheri S. (2015),
Social Neuroscience, Brain, Mind, and Society, Harvard University
Press, Cambridge, Massachusetts, London, England.
Lewis, David (2013), The Brain Sell, When Science Meets Shopping,
How the new mind sciences and the persuasion industry are
reading our thoughts, influencing our emotions and stimulating
us to shop, Nicholas Brealey Publishing, London, Boston,
Mildner, Vesna (2008), The Cognitive Neuroscience of Human
Communication, Lawrence Erlbaum Associates, Taylor & Francis
Group, New York, London.
Ghadiri, Argang, Habermacher, Andreas, Peters, Theo (2012),
Neuroleadership, A Journey Though the Brain for Business
Leaders, Springer, Heidelberg, New York, Dordrecht, London.
Bahaudin, Taufik (2007), Brain Leadership Mastery, Kepemimpinan
Abad Otak dan Milenium Pikiran, Penerbit PT Elex Media
Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta.
Bahaudin, Taufik (2003), Brainware Management, Generasi Kelima
Manajemen Manusia, Memenangkan “Knowledge to Knowledge
Competition” Menyonsong Era Millenium, Diterbitkan Oleh PT
Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta.
Ikrar, Taruna (2015), Ilmu Neurosains Modern, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Palupi, Dyah Hasto (2016), Potret Kesehatan Inteligensia Indonesia,
Dari Delapan Mata Angin, GERMAS – Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Connolly, William E. (2002), Neuropolitics, Thinking, Culture, Speed,
Theory of Bounds, Minesota, University of Minesota Press,
Minneapolis, London.
Brown, Paul, Kingsley, Joan, Paterson, Sue (2015), The Fear-Free
Organization, Vital Insights from Neuroscience to Transform
Your Business Culture, Kogan Page, London, Philadelphia, New
Delhi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 307


Prehn, Anette (2016), Brainsmart Leadership, It’s all about connections,
People’s Press, Denmark.
Zurawicki, Leon (2010), Neuromarketing, Exploring the Brain of the
Consumer, Springer, Heidelberg, New York, Dordrecht, London.
Sprenger, Marilee (2010), The Leadership Brain for Dummies, Learn
to your strengths and weaknesses as a leader, Understand your
brain and harness its power to lead, Make meetings matter by
using brain-compatible techniques, Utilize brain science to train
employees effectively, Wiley, John Wiley & Sons Canada, Ltd.

308 — G.E.N.C.E.
(14)
IDEOLOGI FEMINISME DI ERA DIGITAL MEDIA

Oleh Alila Pramiyanti

Istilah feminisme sering kali masih dianggap sebagai suatu ‘paham


yang menyimpang’ bahkan sayangnya oleh kaum perempuan itu
sendiri. Bahkan dalam penelitian Rachel Rinaldo tahun 2010, beberapa
organisasi-organisasi yang bergerak untuk kepentingan perempuan
di Indonesia menghindari penggunaan kata feminisme dan enggan
disebut sebagai feminis karena takut dianggap terlalu Western dan
dihubungkan dengan paham komunisme. Sehingga tidaklah heran jika
orang awam tidak atau belum memahami manfaat dan tujuan ideologi
feminisme dan cenderung bersikap antipasti jika mendengar istilah
feminisme.
Terlebih lagi feminisme juga kerap diartikan dengan gerakan
melawan laki-laki atau lebih ekstrimnya dicap sebagai ajaran untuk
membenci laki-laki yang dianggap tidak sesuai dengan norma budaya
yang dianut oleh masayarakat Indonesia yang mayoritas mengagung-
agungkan nilai-nilai patriakis. Menurut Walby (1989), patriarki
merupakan suatu sistem struktur social yang mempraktekan dominasi,
penindasan, dan eksploitasi perempuan oleh laki-laki. Berdasarkan
definisi dari Walby, maka sangat jelas jika patriarki adalah suatu
sistem yang dikonstruksi secara sosial, bukan sekedar budaya atau
kebiasaan. Penerapan sistem patriarki erat kaitannya dengan sistem
kapitalis yang berhasil membatasi kebebasan berekspresi, partisipasi
serta pergerakan kaum perempuan (Diarsi, 1996).
Sistem patriarki ini tentunya menyebabkan bias gender dan
ketidaksetaran gender yang cukup tinggi. Tingkat kesenjangan
gender di suatu negara dapat diukur melalui Indeks Ketidaksetaraan
Gender atau Gender Inequality Index (GII). GII adalah indeks untuk
pengukuran kesenjangan gender yang pertama kali diperkenalkan
dalam edisi ulang tahun ke-20 Human Development Index Report
2010 (Laporan Pembangunan Manusia 2010). Laporan ini disusun oleh

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 309


United Nations Development Programme (UNDP). GII menyoroti posisi
perempuan di 159 negara dan menilai dimensi-dimensi utama yang
mempengaruhi pembangunan manusia, yaitu: kesehatan reproduksi,
empowerment yang berkaitan dengan jumlah perempuan di tingkat
parlemen/pemerintahan dan tingkat pencapaian pendidikan tinggi,
serta tingkat partisipasi perempuan dalam ruang lingkup pasar kerja.
Dimensi-dimensi tersebut menyoroti area-area dimana
dibutuhkan intervensi kebijakan yang dapat menumbuhkan pemikiran
progresif dan proaktif dalam menyusun kebijakan-kebijakan publik
yang berpihak pada perempuan dengan harapan dapat mengatasi
kerugian sistematis yang dialami oleh perempuan akibat supremasi
laki-laki dalam sistem patriarki. Oleh karena itu, semakin kecil nilai
GII berarti mengindikasikan program-program pembangunan
suatu negara pada dimensi-dimensi diatas telah berhasil untuk
menjembatani kesenjangan gender. Atau dengan kata lain, kebijakan-
kebijakan publik yang diterapkan telah ramah perempuan. Semakin
kecil tingkat kesenjangan gender suatu negara maka akan semakin
baik tingkat Human Development Index (HDI), karena nilai GII akan
menjadi faktor pengurang bagi nilai pada HDI. Berdasarkan Human
Development Index Report 2016, pada tahun 2015, walaupun Indonesia
berhasil masuk pada kategori negara dengan capaian medium human
development namun masih memiliki GII yang cukup tinggi dengan
berada di peringkat 105 dari keseluruhan 159 negara yang dinilai oleh
UNDP. Indeks GII ini jauh tertinggal dibawah negara-negara tetangga
seperti Malaysia dengan peringkat 59 dan Singapura di peringkat 11.
Melihat pada tingginya GII Indonesia diatas, dapat dikatakan
bahwa masih banyak diperlukan upaya-upaya untuk mendorong
penyusunan program pembangunan yang mendukung penyetaraan
gender. Kembali ke feminisme, jadi apakah hubungan antara
penyetaraan gender dengan feminisme? Bagaimana perkembangan
feminisme di Indonesia? Lalu apa peranan digital media dalam
menyampaikan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh feminis? Tulisan
ini bermaksud untuk memberikan pemaparan singkat tentang
gender, perempuan dan digital media. Secara khusus tulisan ini akan
membahas tentang keterkaitan feminisme dengan teknologi, khususnya
bagaimana peluang dan tantangan penyebaran ide-ide feminisme di

310 — G.E.N.C.E.
era perkembangan digital media saat ini, apakah digital media dapat
menjadi sarana untuk mendukung pemberdayaan (empowerment)
atau justru sebaliknya, akankah digital media malah dianggap sebagai
medium yang dapat melemahkan (disempower) ideologi femininitas
(ideology of femininity).

Definisi Feminisme
Feminisme pada awalnya telah muncul sejak abad 18 dengan tujuan
utama untuk mencapai persamaan hak antara laki-laki dan perempuan
dan menyadarkan dunia jika hak perempuan adalah bagian dari hak
azasi manusia. Sarah Gamble (2006) memaparkan definisi femnisme
sebagai berikut:
A general definition might state that it is the belief that women,
purely and simply because they are women, are treated inequitably
within a society which is organised to prioritise male viewpoints
and concerns. Within this patriarchal paradigm, women become
everything men are not (or do not want to be seen to be): where
men are regarded as strong, women are weak; where men are
rational, they are emotional; where men are active, they are passive;
and so on. Under this rationale, which aligns them everywhere
with negativity, women are denied equal access to the world of
public concerns as well as of cultural representation. Put simply,
feminism seeks to change this situation (p.vii).
Dengan kata lain berdasarkaan definisi dari feminisme diatas,
tujuan utama dari gerakan feminisme adalah untuk menghilangkan
penindasan-peninasan terhadap perempuan. Feminisme di awal
kemunculannya digerakkan oleh kaum sosialis. Namun dalam
perkembangannya sampai saat ini terdapat beberapa kelompok dan
perspektif feminisme seperti liberal feminism, radical feminism,
socialist/Marxist feminism, Grll feminism, dan gerakan feminisme
yang menggabugkan nila-nilai agama seperti Islamic feminism,
Christian feminism, dan lain sebagainya. Banyaknya aliran feminisme
disebabkan feminisme tumbuh berkembang sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi perempuan.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 311


Kroløkke & Sørensen (2006) dalam bukunya Gender Communication
Theories and Analyses: From Silence to Performance, memaparkan tiga
gelombang besar feminisme, yaitu gelombang pertama, kedua, ketiga.
Feminisme gelombang pertama tumbuh di konteks masyarakat
industri dan politik liberal serta berkaitan dengan gerakan aktivis
pembela hak-hak perempuan dan socialist feminism pada akhir abad
19 sampai dengan awal abad ke 20 di Amerika Serikat dan Eropa.
Gerakan feminisme pada gelombang ini memfokuskan kegiatannya
agar perempuan mendapat akses dan kesempatan yang sama dengan
laki-laki. Akses tersebut termasuk pada akses mendapat pendidikan,
memperoleh pekerjaan, dan hak berpolitik salah satunya adalah
memperjuangan agar perempuan memiliki hak pilih dalam pemilu di
Amerika.
Feminisme gelombang kedua dipelopori oleh kelompok feminis
radikal pada tahan 60-70an yang menentang ajang kontes-kontes
kecantikan. The Redstockings, kelompok feminis radikal dari New
York dan beberapa kelompok feminis lainnya bergabung pada aksi
protes di ajang Miss America 1969. Salah satu poster yang dibawa oleh
demonstran ketika acara Miss America tahun 1969 bertuliskan: “The
revlon lady tells her to put on a mask, “be a whole new person” and “get a
whole new life.” Tulisan ini menyindir sebuah merek produk kecantikan
ternama bahwa produk tersebut telah menanamkan pemikiran
bahwa penampilan fisik perempuan menjadi hal yang terpenting.
Demonstran juga memaparkan bahwa para kontestan diperlakukan
layaknya seperti parade hewan peternakan yang diasumsikan bahwa
penampilan perempuan lebih penting dibandingkan dengan apa
yang mereka lakukan, pikirkan atau perempuan memang dianggap
tidak dapat berpikir. Feminisme gelombang kedua menuntut hak-
hak yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, hak aborsi dengan
alasan medis atau sebagai korban perkosaan, dan pengakuan kaum
homoseksual (gay dan lesbian). Pada tahun ini pula mulai berkembang
pusat studi kajian wanita di universitas-universitas di Amerika dan
Eropa.
Feminisme gelombang ketiga yang bermula sekitar tahun 90an
seringkali disebut juga sebagai bentuk protes terhadap gelombang
sebelumnya yang hanya memperjuangkan perempuan kulit putih,

312 — G.E.N.C.E.
perempuan kelas menengah ke atas dan perempuan berpendidikan
tinggi. Beberapa buku literature ada yang menyatakan bahwa
gelombang ketiga ini sama dengan sebutan postfeminisme, namun
ada juga literatur yang berpendapat bahwa keduanya merupakan
gelombang yang berbeda. Di Amerika gelombang ketiga popular
juga dengan nama ‘Grrl Feminism’ sementara di Eropa dikenal
dengan nama ‘New Feminism’. Gelombang ketiga fokus terhadap
perjuangan perempuan-perempuan di dunia negara ketiga seperti
trafficking/ perdagangan manusia, kekerasan terhadap perempuan,
dan pornofikasi oleh media.

Feminisme di Indonesia
Sesungguhnya gerakan feminisme sebenarnya bukanlah monopoli
barat saja (baca: Amerika dan Eropa). Sejak jaman kolonialisasi abad
ke-17 telah banyak pejuang-pejuang perempuan Indonesia yang
berdampingan dengan laki-laki untuk melawan penjajah dan merebut
kemerdakaan. Namun tanpa bermaksud untuk mengecilkan peran
perempuan pejuang lainnya seperti Cut Nyak Dien, Dewi Sartika,
atau Martha Christina Tiahahu atau pahlawan nasional perempuan
lainnya; nama Raden Adjeng Kartini paling sering disebuut sebagai
sosok pejuang emansipasi perempuan di Indonesia. Ini karena Kartini
merupakan perempuan pertama yang menyuarakan aspirasi dan
pemikirannnya dalam bentuk tertulis dan dipublikasikan di Eropa
(Taylor, 1976). Oleh karena itu, kemudian Kartini dianggap sebagai
tokoh pembela kaum perempuan dan dijadikan tonggak perjuangan
kaum perempuan dari belenggu-belenggu patriarki seperti poligami
dan budaya memingit anak perempuan di rumah setelah mereka
mendapatkan menstruasi pertama. Walaupun ia pada akhirnya harus
menuruti perintah orang tuanya untuk menjadi istri ketiga, namun
Kartini telah membuka wawasan tentang pentingnya pendidikan
bagi perempuan dan memberi wacana baru tentang kesetaraan antara
perempuan dengan laki-laki (Najmi & Ofianto, 2016).
Namun sayangnya, pemerintah Orde Baru memanipulasi
perayaan hari Kartini setiap tanggal 21 April menjadi kegiatan-kegiatan
yang kurang relevan dengan misi Kartini, yaitu kehidupan yang lebih

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 313


bermartabat bagi perempuan-perempuan Indonesia. Bahlan gelar RA
atau Raden Ajeng diganti dengan kata Ibu selain agar lebih menonjolkan
sosok keibuan juga menjadi sebutan perempuan yang sudah menikah,
padahal Kartini pada masanya memperjuangkan agar tidak ada kawin
paksa dan menyerukan agar perempuan yang memutuskan apakah ia
mau menikah atau tidak (Taylor, 1976). Perayaan hari Kartini sampai saat
ini hanya sebatas penggunaan baju daerah mulai dari anak TK bahkan
sampai pegawai kantoran, lomba fashion kebaya Kartini, atau lomba
memasak bapak-bapak atau yang lebih konyol lomba menggunakan
daster atau kebaya ddan kain oleh bapak-bapak. Dalam pandangan
saya, lomba-lomba tersebut tidak mewakili apalagi menyuarakan
jeritan hati Kartini yang ingin membebaskan kaum perempuan dari
kungkungan sistem patriarki dengan harapan tercapainya kesetaraan
gender di Indonesia. Yang terjadi di setiap perayaan hari Kartini adalah
kesibukan mencari busana daerah dan hal-hal lain yang berhubungan
dengan fashion yang merupakan ‘kemasan’ berupa tampilan luar dari
diri seseorang. Sementara itu nilai-nilai perjuangan, pemikiran dan
cita-cita Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya kepada teman-
teman korepondensinya di Eropa seakan-akan hanya menjadi legenda
yang cukup diketahui dan diceritakan dari satu generasi ke generasi
berikutnya tanpa kemudian perlu dihayati, direnungkan, dibangkitkan
kembali maksud dan tujuan dari perjuangan tersebut.
Parahnya lagi lomba memakai kain jarik oleh bapak-bapak
dirasakan sebagai hiburan oleh warga yang memang tidak menyadari
bahwa lomba tersebut sebenarnya salah satu bentuk penindasan
struktural terhadap perempuan dan pelecehan terhadap perjuangan
Kartini yang sekali lagi sama sekali tidak ada hubungannya dengan
semangat emansipasi yang dicetus oleh Kartini. Bukan laki-laki yang
pintar memasak atau laki-laki yang cekatan memakai kain jarik yang
diidam-idamkan oleh Kartini, yang ia cita-citakan adalah laki-laki
yang menjunjung tinggi hak-hak perempuan agar mendapat akses
ke dunia pendidikan sehingga perempuan memiliki wawasan, dan
ilmu pengetahuan yang luas agar dapat memahami struktur-struktur
sosial yang dibangun oleh sistem patriarki. Melalui pemahaman yang
memadai, maka perempuan diharapkan dapat terus berupaya untuk
membebaskan dirinya dari sistem patriarki yang bias gender.

314 — G.E.N.C.E.
Pada masa pra kemerdekaan RI tahun 1920 mulai bermunculan
organisasi-organisasi perempuan. Menurut Djoeffan (2001)
organisasi perempuan pada tahun 1930an berkembang pesat. Seiring
dengan semangat Sumpah Pemuda pada tahun 1928, organisasi-
organisasi perempuan dari seluruh Indonesia berkumpul untuk
menyelenggarakan Kongres Wanita Indonesia pertama tanggal 22
Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres ini berhasil merumuskan misi
untuk menjaga persatuan bangsa, memperbaiki derajat perempuan
dan terus berjuang mencapai kemerdekaan Indonesia.
Di masa kemerdekaan 1950an banyak organisasi perempuan
yang tidak lagi beroperasi dan pada masa itu mulai terbentuk Gerwani
(Gerakan Wanita Indonesia). Misi visi Gerwani sebenarnya ingin
menghilangkan penindasan terhadap perempuan seperti hentikan
pemerkosaan, hukum berat pemerkosa, namun Gerwani kemudian
dituduh sebagai antek PKI karena menyebarkan ajaran-ajaran
komunisme dan pada akhirnya dibubarkan.
Pada masa orde baru, terjadi pengekangan terhadap organisasi-
organisasi perempuan karena dikhawatirkan akan seperti Gerwani.
Saat inilah kemudian feminisme mulai dikaitkan dengan komunisme.
Usaha-usaha untuk mendomestikan atau melarang perempuan
berkiprah di ruang publik tampak jelas terlihat pada program-
program yang gencar dipromosikan oleh pemerintahan Soeharto
seperti PKK (Program Kesejahteraan Keluarga) dan Dharma Wanita
yang berfungsi untuk mendukung program-program Golkar serta
mendukung birokrasi militer (Djoeffan, 2001). Pada program-program
tersebut dominasi laki-laki dalam sistem patriarki diterapkan dengan
mengkonstruksi struktur sosial dan mendoktrin opini publik bahwa
tugas perempuan adalah seputar pekerjaan domestik di dalam rumah
sepeti mengurus keluarga, memasak, mengatur rumah tangga, dan
lain-lain yang sering kali disingkat dengan anekdot dapur, sumur,
kasur. Sehingga dengan kata lain sangat jelas bahwa persepsi dan
citra perempuan ideal yang ingin ditonjolkan dari program-program
tersebut adalah perempuan yang diam di rumah, mengurus keluarga
dan menuruti perintah suami.
Secara pribadi saya tidak berkeberatan jika perempuan mengurus
rumah dan keluarga, selama memang itu pilihan pribadinya yang

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 315


diputuskan secara suka rela tanpa mendapat paksaan dari siapapun.
Namun yang saya ingin cermati adalah bagaimana pada akhirnya
seolah-olah beban rumah tangga seperti pengasuhan anak, pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga mulai dari memasak, membersihkan rumah,
menyuci, menyetrika dan lain-lain sepenuhnya dibebankan kepada
perempuan dikarenakan alasan keliru. Alasan yang telah menjadi
pandangan umum menyatakan ‘sudah kodrat perempuan untuk
mengurus segala tetek bengek rumah tangga’. Dalam pernyataan
tersebut, kata-kata kodrat kembali muncul, tanpa banyak orang
memahami apa makna dari kodrat itu sendiri. Sekali lagi saya ingatkan,
kodrat adalah fungsi-fungsi biologis dari seseorang, sehingga kodrat
perempuan adalah bentuk fisik dan fungsi biologisnya yang sama
sekali tidak ada hubungannya dengan beban pekerjaan rumah tangga!
Di era reformasi, organisasi perempuan marak bermunculan
seperti halnya pada tahun 1930an dengan semangat tidak hanya
menghilangkan penindasan terhadap perempuan namun juga untuk
memperbaiki kehidupan berbangsa, melawan KKN, mendukung
reformasi, membela kaum yang termarjinalkan (lihat Djoeffan, 2001).
Sedangkan di jaman globalisasi saat ini, walaupun istilah feminisme
mulai digaungkan melalui beragam media namun kenyataannya
kesenjangan gender dan penindasan perempuan masih terus terjadi.
Hal ini bisa dilihat tidak hanya dari nilai GII yang telah dibahas di awal
tulisan, namun dapat diamati dari kasus-kasus kekerasan terhadap
perempuan yang hampir setiap hari diberitakan oleh media baik lokal
ataupun nasional, media konvensional ataupun online. Selain itu juga
dengan mudahnya pesan-pesan yang bersifat seksis serta perilaku
misoginis ditemui di kehidupan sehari-hari. Seksisme adalah perilaku
berdasarkan gender stereotype yang bersifat diskriminatif. Sementara
misoginis adalah perilaku yang membenci dan mendiskreditkan
perempuan. Seksisme dan misoginis akan diuraikan lebih lanjut di
bagian selanjutnya.
Dilihat dari sejarah perjuangan perempuan di Indonesia yang
sebenarnya sudah cukup panjang, namun sampai saat ini masih sulih
untuk membentuk istilah Indonesian feminism. Menurut Saparinah
Sadli, sangat sulit untuk mendefinisikan Indonesian feminism,
karena ia tidak yakin jika Indonesia telah mengembangkan teori-teori

316 — G.E.N.C.E.
feminisme Indonesia walaupun telah banyak ditemukan data-data
empiris tentang isu-isu perempuan namun data-data tersebut belum
dapat dijadikan landasan body of knowlegde untuk mengembangkan
istilah Indonesian feminism (Sadli, 2002).
Sadli dalam tulisannya yang berjudul ‘Feminism in Indonesia
in an International Context’ yang merupakan salah satu bab dalam
buku Women in Indonesia: Gender, Equity, and Development (2002)
menceritakan pengalamannya mengelola program pascasarjana
Program Studi Kajian Wanita Universitas Indonesia, yang merupakan
pusat kajian wanita pertama dalam sistem pendidikan formal di
Indonesia pada awal tahun 1990an. Pada saat acara peresmian,
program studi yang ia pimpin mendapat masukan dari salah satu
tamu undangan perempuan (dosen senior dan pengacara) yang ingin
memastikan bahwa kurikulum yang ditawarkan tidak cenderung
dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran para feminis barat. Sehingga
pada wal-awal pendirian, pengelola pusat kajian tersebut sangat
berhat-hati dalam menggunakan istilah ‘perspektif gender’ ataupun
‘perspektif feminis’. Walaupun pada kenyataannya kurikulum yg
dijalankan mengadopsi perspektif-perspektif feminisme, namun
penggunaan istilah feminsme, feminis, atau gender diganti menjadi
istilah ‘perspektif perempuan’ demi menjaga keharmonisan di antara
komunitas akademisi dalam universitas (lihat Sadli; 2002, hlm 82-83).
Saat ini Indonesia tampaknya tengah digempur oleh nilai-nilai
konservatif yang cenderung ekstrim disertai dengan trend Arabization
(yang mengagung-agungkan budaya Arab yang belum tentu
merupakan bagian dari ajaran agama Islam) masih terus berlangsung.
Arabization dipandang sebagai suatu proses menerapan sistem
patriarki di Arab kepada masyarakat Indonesia (Muttaqin, 2015). Hal
ini menyebabkan kekhawatiran atas gerakan feminsme akan dianggap
sebagai gerakan ‘kiri’ yang disamakan oleh komunisme yang pada
akhirnya diberikan label ‘haram’ oleh kelompok-kelompok tertentu
dan menjadi kian sulit untuk berkembang di Indonesia.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 317


Feminisme: Peluang dan Tantangannya di Era Digital
Media
Seperti halnya dua sisi mata uang, teknologi selalu membawa dua
dampak yang saling bertentangan. Perkembangan teknologi digital
media di satu sisi dapat menyebarluaskan nilai-nilai kesetaraan gender
yang diperjuangkan oleh kaum feminis. Para feminis memperoleh
keuntungan dari digital media yang menjadikan public sphere sebagai
ruang tanpa batas yang dapat diakses kapan pun dimanapun. Ruang-
ruang tersebut dapat diisi oleh pehamanan-pemahaman tentang
maksud dan tujuan feminisme dan pejelasan mengapa gerakan
feminisme memerlukan dukungan tidak saja oleh perempuan, akan
tapi juga oleh laki-laki. Secara lebih detail, perkembangan digital media
membuka peluang terhadap penyebaran nilai-nilai feminisme dengan
cara sebagai berikut:

Menyebarluaskan nilai-nilai feminisme


Terbukanya akses yang sangat luas bagi feminis untuk menyampaikan
pesan dan ideologi of femininity dalam beragam format digital seperti
video, vlog, online news, blog, online discussion, social networking dan
lain-lain. Hal ini tentunya tidak hanya akan meningkatkan aksesabilitas
namun juga memperluas jangkauan pesan yang disampaikan. Digital
media menjadi medium yang cukup efektif untuk menyebarluaskan
ideology of femininity karena digital media bersifat public, siapapun
boleh berekspresi asalkan tidak melanggar aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh masing-masing platform.
Melalui digital media kelompok aktivitis perempuan dapat
dengan bebas membuat kampanye mengenai program-program yang
memperjuangkan perempuan tanpa perlu khawatir mendapat sensor
berlebih dari pihak-pihak yang anti feminisme. Misalnya kelompok
aktivis dapat menyampaikan aspirasinya tentang lebih rendahnya
upah buruh pekerja perempuan dibandingkan dengan laki-laki dalam
bentuk video yang kemudian dapat disebarkan melalui youtube dan
facebook tanpa merasa khawatir video tersebut disensor oleh pihak
pengusaha atau pemilik pabrik.

318 — G.E.N.C.E.
1. Meningkatkan kesetaraan hubungan kekuasaan berbasis gender
(gender power relations)
Power atau kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi,
sementara power relations adalah bagaimana hubungan antar individu
berdasarkan kekuasaan. Power juga senantiasa berkaitan dengan
kontrol, seseorang yang memiliki power tentunya ia akan lebih mudah
memegang kendali akan kontrol sehingga ketika berbicara mengenai
power relations maka secara otomatis juga akan membahas siapa
dikontrol atau dikendalikan oleh siapa.
Kesenjangan power relations dapat terjadi mulai dari lingkup
tingkat paling rendah yaitu keluarga sampai dengan tingkat tertinggi
seperti dalam ruang lingkup politik dan pemerintahan. Contohnya,
power relations antara orang tua dan anak, orang tua memiliki power
relations yang lebih dominan terhadap anaknya karena seorang anak,
terutama yang belum dewasa, masih bergantung baik secara material
dan immaterial kepada orang tuanya. Oleh karena itu orang tua
memiliki power yang lebih kuat untuk mengarahkan, menentukan,
mengambil keputusan terbaik untuk anaknya ketika si anak belum
dewasa dan belum dapat bertanggungjawab atas dirinya sendiri.
Pada akhirnya maka orang tua lah yang memiliki power untuk
mengendalikan perilaku, kebahagiaan, kesejahteraan dan bahkan arah
hidup anaknya.
Tentu saja power dan kendali ini seharusnya dimanfaatkan
secara berimbang untuk kemaslahatan bersama. Namun sayangnya
dalam sistem patriarki, penyebab dari ketimpangan power relations
antara perempuan dan laki-laki terjadi karena dominasi laki-laki
atas perempuan. Power atau kekuasaan identik dengan maskulinitas
yang notabene dimiliki oleh laki-laki. Ketimpangan ini tentu saja
memperlebar kesenjangan dan ketidaksetaraan gender antara laki-
laki dan perempuan. Namun power relations bukan suatu hal yang
mutlak, power relations dapat dikonstruksi, dinegosiasikan, bahkan
diperbaharui. Kembali ke power relations antara orang tua dan anak,
seorang anak yang semakin lama semakin dewasa dan sudah dapat
mengambil keputusan secara logis tentunya memiliki power yang lebih
besar dibanding ketika ia remaja.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 319


Oleh karena power relations sifatnya tidak statis, maka digital
media dapat dijadikan medium untuk mempengaruhi hubungan
kekuasaan laki-laki atas perempuan. Digital media dapat digunakan
oleh para perempuan untuk menyuarakan aspirasi, opini, atau sekedar
curahan hati agar dapat didengar, diperhatikan, disadari, dianggap
keberadaannya dan mempengaruhi power relations. Misalnya dengan
membuat blog tentang pelarangan untuk melakukan tindakan kekerasan
terhadap perempuan, maka secara langsung blog tersebut tengah
berupaya agar masyarakat patriarki memahami hak-hak perempuan
untuk diperlakukan sebagaimana layaknya manusia, bukanlah
keinginan perempuan untuk mendapatkan perlakuan kekerasan
baik secara struktural maupun nonstruktural. Ketika pembaca blog
terbuka wawasannya bahwa perempuan layak diperlakukan setara,
maka diharapkan terjadi peningkatan power relations oleh perempuan.
Semakin banyak konten-konten digital media yang membahas
tentang pentingnya kesetaraan gender, maka semakin besar peluang
perempuan untuk memperoleh posisi yang kuat dalam power relations.

2. Memperkuat women’s agency


Salah satu definisi agency menurut Oxford Dictionaries adalah
sesuatu atau seseorang yang bertindak untuk menghasilkan suatu
dampak tertentu. Dalam kaitannya dengan kesetaraan gender, agency
merupakan kemampuan untuk membuat pilihan dan melawan tekanan
(Stewart, 1994). Dengan kata lain, women’s agency adalah bagaimana
perempuan memiliki kemampuan untuk membuat pilihan-pilahan
yang bebas dari tekanan atau paksaan. Pada sistem patriarki, seringkali
perempuan tidak dapat memilih, apalagi memutuskan apa yang ia
inginkan, apa yang ia cita-citakan, bahkan sulit untuk menentukan
jalan hidupnya sendiri.
Dominasi laki-laki, dalam keluarga entah itu ayah, pakde (kakak
laki-laki orang tua), om, kakak laki-laki, memegang kendali yang cukup
besar dalam setiap langkah seorang perempuan sebelum menikah.
Dan ketika sudah menikah, kembali perempuan kebanyakan berada
dalam kuasa suami. Sebagai contoh, masih banyaknya perempuan-
perempuan yang tidak dapat melanjutkan pendidikan dibandingkan

320 — G.E.N.C.E.
dengan saudara laki-lakinya karena kondisi ekonomi keluarga padahal
anak perempuan itu ingin terus belajar. Sistem patriarki menganggap
anak laki-laki lebih layak untuk mendapat pendidikan dibandingkan
perempuan yang nantinya hanya akan menikah, melahirkan,
mengurus anak dan rumah tangga sehingga tidak perlu pintar. Bahkan
masih terdapat orang tua yang menasehati anak perempuannya agar
jangan sekolah terlalu tinggi dan menjadi pintar karena kekhawatiran
anaknya kelak akan sulit mendapatkan jodoh, dengan alasan ‘laki-laki
takut punya istri yang pendidikannya lebih tinggi’.
Berdasarkan contoh diatas tampak jelas bagaimana women’s agency
seringkali dianggap sebagai suatu hal yang tidak penting atau malah
dianggap sebagai sesuatu yang tidak ada, tidak bermakna. Padahal
agar tercapai kesetaraan gender, tentunya pengakuan akan women’s
agency harus disadari baik perempuan itu sendiri dan juga oleh laki-
laki. Adalah hak seorang perempuan untuk menetapkan apa yang
terbaik untuk dirinya tanpa adanya paksaan dari siapapun. Kesadaran
akan pentingnya perempuan memiliki agency ini dapat ditumbuhkan
salah satunya dengan adanya dukungan digital media. Misalnya
dengan membuat digital poster tentang pentingnya pendidikan
bagi perempuan, diharapkan akan semakin banyak orang tua yang
menyekolahkan anak perempuannya dan akan semakin banyak
perempuan yang terpacu semangatnya untuk melanjutkan pendidikan
formal atau nonformal sampai ke jenjang tertinggi yang ia inginkan.
Feminisme menghadapi banyak tantangan dalam menghadapi
globalisasi (Putri, 2106). Teknologi digital media sebagai contoh dari
globalisasi dapat dijadikan sebagai medium untuk ekploitasi dan
objektifikasi seksualitas perempuan yang dapat menghambat dan
menjadi tantangan dalam penyebarluasan feminisme. Walaupun
tantangan tersebut cukup banyak, namun tulisan ini hanya akan
membahas tiga hal yang menurut saya cukup krusial, yaitu objektifikasi
tubuh perempuan, pemujaan berlebih terhadap kecantikan, dan
memperluas pesan-pesan seksisme dan misoginis. Berikut ini adalah
pemaparan dari tiga hal yang menjadi tantangan tersebut:

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 321


1. Meningkatnya objektifikasi terhadap tubuh perempuan
Kemudahan dalam mengakses, mengunggah, mengunduh, dan
membagikan konten-konten digital disertai dengan kecepatan
broadband yang semakin merata dari kota sampai pelosok desa dan
semakin murahnya harga paket data komunikasi, membuat pengguna
digital media dalam hitungan detik dapat menikmati beragam konten
digital. Tubuh perempuan seringkali dijadikan objek visualisasi
mulai dari tampilan yang biasa-biasa saja sebagai model iklan produk
kebutuhan sehari-hari sampai dengan tampilan sensual yang mengarah
pada pornografi. Visualisai ini tentunya membahayakan terutama bagi
para generasi muda. Tidak saja bahaya kecanduan pornografi yang
perlu dikhawatirkan, namun semakin sering seseorang menonton
pornografi, maka akan semakin tertanam dalam alam bawah sadarnya
mengenai pemahaman akan peran perempuan semata-mata adalah
sebagai objek seksual pemuas nafsu laki-laki.
Ketika seseorang melihat perempuan sebagai objek seksual, maka
hal ini akan menyebabkan ia dengan mudah merendahkan posisi
perempuan dan dengan menganggap perempuan sebagai makhluk
rendah yang dapat ia eksploitasi secara seksual. Pada akhirnya ia
senantiasa akan berpikirin bahwa perempuan adalah manusia yang
tidak berharga jika tidak dapat memenuhi keinginannya termasuk
juga memuaskan nafsu seksualnya sehingga keberadaannya dinilai
dari seberapa besar sensualitas yang dimilikinya. Ketika perempuan
dianggap semata-mata hanya sebagai objek maka inilah kemudian
yang dapat mencetuskan tindakan-tindakan agresif, penindasan,
kekerasan baik secara fisik, psikis, maupun verbal terhadap perempuan.
Sehingga dampak dan bahaya pornografi tidak sebatas merusak mental
seseorang, namun juga merugikan perempuan.
Sayangnya, masih banyak juga perempuan yang tidak sadar
bahwa dirinya telah dijadikan objek seksual. Contohnya seperti yang
dipaparkan oleh Diarsi (1996) dalam papernya dimana ia menceritakan
bahwa seorang model ternama di Indonesia menyatakan bahwa
kalau suatu iklan ingin sukses maka harus menggunakan perempuan
sebagai modelnya. Dengan kata lain, jika tidak ada penampilan model
perempuan dalam suatu iklan, maka sudah pasti produk tersebut tidak

322 — G.E.N.C.E.
akan diminati atau dibeli. Ketidaksadaran bahwa dirinya telah menjadi
objek seksual juga terjadi karena objektifikasi tubuh perempuan
dianggap sebagai suatu fenomena wajar yang dengan mudah dapat
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari apalagi dalam dunia maya.
Menurut Hariyanto (2009) jika perempuan terus-menerus dicekoki oleh
tayangan media yang merepresentasikan perempuan sebagai objek
seksual maka bisa jadi perempuan menjadi tidak sadar jika mendapat
perlakuan tidak senonoh dari laki-laki dan merasa perlakuan itu adalah
perlakuan yang wajar. Misalnya jika ada laki-laki yang bersiul ketika
seorang perempuan lewat, atau dikenal dengan istilah catcalling, bisa
saja karena merasa wajar maka si perempuan malah menjadi bangga
karena berhasil menjadi pusat perhatian dan tidak merasa terganggu
dengan siulan tersebut. Padahal catcalling merupakan suatu bentuk
pelecehan secara verbal.

2. Pemujaan berlebih terhadap kecantikan fisik


Tantangan yang kedua ini masih berhubungan dengan tantangan
pertama yang telah diuraikan di atas karena objektifikasi tubuh
perempuan tidak dapat dilepaskan dari pemujaan terhadap kecantikan
fisik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa berkat penyebaran budaya
populer dari negara Barat, kontruksi makna cantik yang diagung-
agungkan oleh perempuan adalah karakteristik fisik perempuan dari
ras Kaukasoid. Oleh karena itu, perempuan ‘dituntut’ untuk tampil
cantik yang selalu dikaitkan dengan kesempurnaan fisik ras Kaukasoid
seperti rambut pirang lurus panjang, kulit putih, wajah simetris, hidung
mancung, bibir sensual dan tubuh tinggi semampai nan seksi. Bahkan
ajang-ajang kecantikan dunia sepeti Miss Universe, Miss World dan
Miss-miss lainnya mewajibkan kontestannya memperagakan bikini
untuk dinilai kecantikan dan kesempurnaan bentuk tubuhnya. Tampak
jelas bahwa slogan 3B -- beauty, brain and behaviour yang diusung
oleh penyelenggara kontes-kontes kecantikan hanyalah slogan semata,
karena yang dinilai hanya B yang pertama, yaitu beauty.
Walaupun tentunya tidak semua perempuan ras Kaukasoid
memiliki penampilan sesuai dengan definisi cantik tersebut, namun
media massa telah berhasil membentuk konsep ideal seorang

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 323


perempuan yang mana menjadi perempuan berarti haruslah menjadi
cantik. Bahkan konsep cantik ini direpresentasikan ke dalam wujud
boneka Barbie. Hal ini menyebabkan perempuan-perempuan non ras
Kaukasoid, yang berambut hitam, berkulit sawo matang, atau yang
bermata sipit; beusaha dengan beragam cara memiliki rambut pirang,
berkulit putih, bermata besar berwarna biru, dan berbadan kurus.
Diarsi (1996) menyatakan bahwa sebagai sebuah ideologi
yang dominan, patriarki sangat erat kaitannya dengan kapitalisme.
Pendapat Diarsi dapat dicermati dari fenomena yang saat ini
berlangsung dimana konsep perempuan cantik ala ras Kaukasoid
tersebut telah menumbuhkan munculnya beragam produk perwatan
kecantikan mulai dari ujung rambut sampai dengan ujung kuku, mulai
dari harga selangit sampai harga termurah, mulai dari kualitas tinggi
sampai produk bermutu rendah semaunya telah menjadi komoditi
yang tersedia di pasar. Tentu saja yang paling diuntungkan dari bisnis
‘cantik’ ini adalah kaum kapitalis yang terus menerus menawarkan
tidak hanya produk kencantikan namun juga konsep cantik itu sendiri.
Misalnya kita dapat mengamati betapa menjamurnya produk-produk
krim pemutih wajah yang menggunakan model iklan perempuan-
perempuan keturunan ras Kaukasoid yang kulit wajahnya memang
sudah putih sejak lahir. Iklan-iklan ini semakin mempromosikan
konsep cantik dengan menggunakan tag line yang memperkuat
kontruksi makna cantik adalah kulit putih, seperti ‘jadikan kulit putih
dan cantik’ atau ‘putih mu, cantik mu’ dan lain-lain.
Persepsi publik yang meyakini bahwa perempuan itu harus cantik
yang kemudian menjadikan fisik ras Kaukasoid sebagai acuannya
ini sedikt banyak juga dipengaruhi oleh perkembangnya digital
media. Cepatnya perputaran informasi melalu digital media turut
andil dalam mengkontruksi persepsi publik tentang makna cantik.
Contohnya adalah budaya selfie dengan menggunakan hashtag thigh
gap yang menggambarkan perempuan kurus memakai bikini dan
memperlihatkan jarak antara kedua pahanya saat sedang berdiri tegak
atau sedang berbaring untuk berjemur di pantai. Semakin besar jarak
antara kedua pahanya, maka semakin kecil paha tersebut dan semakin
ideal tubuh mereka. Walaupun hashtag ini lebih popular di negara-
negara yang tidak mempermasalahkan pemakaian bikini, namun ‘ide’

324 — G.E.N.C.E.
bentuk tubuh ideal tersebut telah menyebar ke seluruh pelosok dunia
melalui digital media. Contoh lainnya tentang body image yang juga
popular di Indonesia adalah hashtag A4 body size yang memperagakan
foto selfie dengan menempatkan kertas berukuran A4 dengan posisi
portrait di depan badan anatara dada dan perut. Jika ukuran badan
lebih kecil dari lebar kertas berarti proporsi tubuh ideal telah tercapai
dengan kata lain tubuh telah berhasil menjadi kurang dari 21 cm.
sebagaimana ukuran kertas A4 yaitu 21cm x 29,7 cm. Kedua contoh
ini menunjukkan bahwa konsep perempuan cantik adalah perempuan
yang memiliki bentuk tubuh ideal dan pengertian ‘ideal’ sendiri adalah
tubuh yang cenderung kecil dan kurus.
Sebenarnya tidak ada masalah jika seorang perempuan ingin
menjadi cantik, namun yang perlu dikritisi adalah pengkontruksian
konsep dan makna cantik itu sendiri yang seakan-akan membuat tujuan
hidup seorang perempuan hanyalah untuk menjadi cantik secara fisik
dan penampilan fisik adalah segalanya. Padahal setiap perempuan dari
ras apapun merupakan individu-individu unik yang memiliki karakter,
kepribadian, dan potensi diri yang menjadikannya cantik sesuai
dengan definisinya masing-masing sehingga tidak perlu menjadikan
kesempunaan fisik sebagai patokan dan alat ukurnya. Selain itu,
bahaya dari propaganda ‘cantik’ lainnya adalah pembentukan konsep
diri yang salah pada perempuan. Jika perempuan-perempuan hanya
terobsesi untuk menjadi cantik secara fisik dan merasa sudah puas
jika sudah merasa cantik niscaya mereka tidak lagi memiliki passion
atau keinginan untuk mengoptimalkan potensi dirinya. Hal ini tentu
saja akan mengakibatkan kemunduran bagi perjuangan-perjuangan
feminis dan juga perjuangan Kartini yang ingin meningkatkan derajat
perempuan.

3. ‘Pembiasaan’ seksisme (sexism) dan misoginis (mysoginist)


Seperti telah diuraikan sebelumnya seksisme dan misoginis merupakan
salah satu bentuk perilaku yang merendahkan perempuan. Singkatya
seksisme adalah diskriminasi gender yang dapat berlaku pada
siapapun, namun lebih sering menimpa perempuan. Contoh dari
seksisme misalnya sebutan janda yang sering diasosiasikan negatif

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 325


dengan perempuan centil yang hobi kawin cerai, sementara kata
duda hanya merujuk pada laki-laki yang sudah tidak beristri. Kata-
kata seksis juga sering digunakan sebagai bahan lelucon atau olok-
olok dalam keseharian seperti misalnya ungkapan ‘kalau emak-emak
itu pasti cerewet’ atau ‘laki-laki kok nangis kaya perempuan aja’ atau
‘pasti yang nyetir perempuan deh, lambat banget’. Seksisme juga
sering terjadi dalam perekrutan pegawai, misalnya dalam suatu iklan
BUMN ternama, menyebutkan bahwa suatu posisi hanya disediakan
untuk pelamar laki-laki.
Sebenarnya tanpa disadari sejak jaman kanak-kanak kita telah
dibentuk oleh pemikiran-pemikiran seksis. Misalnya dalam materi
pelajaran yang sering disebut adalah ‘Pak Polisi’ atau ‘Bapak Direktur’
atau ‘Bapak Dokter’ dibanding ‘Bu Polisi, ‘Ibu Direktur’, atau ‘Ibu
Dokter’. Penyebutan profesi yang bias gender ini lama kelamaan dapat
membentuk pola pikir anak-anak bahwa profesi tertentu hanya dapat
dikerjakan oleh gender tertentu dengan kata lain yang pantas menjadi
polisi, direktur, dokter adalah hanya laki-laki.
Sementara misoginis adalah prasangka terhadap perempuan
yang dapat menyulut kebencian terhadap perempuan. Contoh perilaku
misoginis yang umum terjadi, ‘kasian dia jadi korban pemerkosaan
tapi ya salah sendiri kenapa pakai rok mini’ atau ‘pasti istrinya tidak
becus ngurus keluarga, pantas saja suaminya kawin lagi’. Dalam
contoh pertama, jelas-jelas yang menjadi korban kekerasan seksual
yang termasuk dalam tindakan pidana adalah si perempuan, namun
yang dihujat malah rok yang dipakainya alih-alih perilaku kriminal si
pemerkosa. Sementara di contoh kedua, kata mengurus keluarga selalu
dibebankan kepada istri, padahal dalam rumah tangga seharusnya
membina keluarga bahagia adalah tujuan bersama dan tanggung
jawab dari kedua belah pihak suami dan istri. Belum lagi pemakluman
bahwa laki-laki bisa dengan mudah ‘kawin lagi’ jika menghadapi
masalah rumah tangga tentunya tambah menunjukkan superioritas
laki-laki yang lagi-lagi merugikan perempuan.
‘Pembiasaan’ serta ‘pemakluman’ perilaku seksis dan misoginis
semakin menjadi hal yang umum dengan beredarnya meme-meme
di digital media yang menyudutkan perempuan. Contohnya tulisan

326 — G.E.N.C.E.
‘Tilang saya dong kak!’ di bawah foto polisi wanita yang terkenal
karena wajahnya yang masuk dalam kategori ‘polisi wanita cantik’
yang dikontruksi oleh media. Mungkin saja tujuan meme tersebut
hanya sebagai lelucon namun tentunya lelucon yang sama sekali tidak
lucu bahkan boleh jadi menghina profesi polisi karena seakan-akan
masyarakat hanya akan patuh jika polisinya perempuan, itu juga berarti
profesi polisi perempuan dianggap tidak berwibawa karena dipanggil
dengan sebutan ‘kak’ dan yang dinilai dari seorang polisi adalah
penampilan fisiknya, bukan kemampuannya melindungi mengayomi
masyarakat. Meme ini dapat dengan mudah dikirim dari satu gadget
ke gadet lain, satu platform ke platform lain, sehingga ‘pembiasaan’
yang membahayakan ini akan semakin terlihat sebagai lelucon ‘biasa’.
Terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik mengenai
peluang dan tantangn penggunaan teknologi digital media terhadap
ideologi femininitas.
1. Digital media membantu penyebaran kampanye dan program-
program yang berpihak pada kepentingan perempuan
2. Digital media dapat dijadikan sebagai medium untuk
menegosiasikan posisi perempuan dalam gender power relations
sehingga perempuan memiliki power yang setara dengan laki-
laki
3. Digital media dapat menjadi sumber informasi yang dapat
membantu perempuan untuk memperkuat women’s agency
sehingga perempuan dapat memilih apa yang terbaik untuk
dirinya tanpa adanya intervensi-intervensi dari sistem patriarki
4. Digital media dapat menjadi sarana semakin mudahnya eksploitasi
tubuh perempuan yang kemudian membuat perempuan dianggap
dan juga bahkan mengganggap dirinya hanyalah objek seksual.
5. Digital media mendukung kontruksi makna cantik yang
menggiring persepsi publik tentang perlunya seorang perempuan
menjadi cantik ala ras Kaukasoid yang jika terus menerus dapat
membentuk konsep diri ‘cantik adalah segalanya’.
6. Digital media dapat memperluas perilaku seksis dan misoginis
yang merendahkan perempuan yang seringkali tidak disadari
baik oleh perempuan itu sendiri karena dianggap ‘biasa’.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 327


Walaupun digital media dapat menjadi tantangan dan melemahkan
nilai-nilai dan ideologi feminisme, namun terdapat beberapa cara
untuk meminimalisir efek negatif tersebut. Pertama, sebagaimana
yang dicita-citakan oleh Kartini agar perempuan mendapatkan akses
pendidikan, maka prinsip-prinsip kesetaraan gender sudah seharusnya
menjadi bagian dari kurikulum sejak dini agar anak-anak perempuan
paham dengan konsep-konpsep power relations, women’s agency, dan
menghindari seksisme dan misoginis. Kedua, tentunya digital media
tetap harus dimanfaatkan oleh para feminis dan aktivis perempuan
secara maksimal agar masyarakat luas menjadi paham atau setidaknya
menjadi terbuka wawasannya tentang apa tujuan dari fenimisme
dan bagaimana feminisme dapat memperbaiki kualitas hidup tidak
saja perempuan namun juga laki-laki. Ketiga, pemanfaatan teknologi
digital media harus diiringi dengan peningkatan literasi digital
sehingga pengguna internet dapat secara cerdas memilih dan memilah
mana konten digital yang patut diakses dan mana yang tidak, mana
yang merendahkan perempuan dan mana yang tidak. Oleh karena itu
literasi digital pun sudah seharusnya menjadi bagian dari kurikulum
nasional.

328 — G.E.N.C.E.
Oleh karena itu sangat diperlukan kerjasama dari setiap kalangan
untuk membuka wawasan tentang pentingnya perjuangan dan gerakan
feminisme dalam mendobrak sistem patriarki—yang sekali lagi saya
tekankan bahwa terlepasnya masyarakat dari belenggu patriarki
bukan saja hanya akan menguntungkan bagi perempuan namun juga
bagi laki-laki. Bebasnya masyarakat dari kesenjangan gender akan
meningkatkan potensi setiap individu baik perempuan dan laki-
laki karena gerik-geriknya tidak akan lagi dikonstruksi berdasarkan
gender, namun berdasarkan kapabilitas dan kemampuannya.
Seperti yang diungkapkan oleh Wajcman (2009) pemikiran politis
feminis tentang teknologi merupakan kunci untuk mencapai kesetaraan
gender. Pada akhirnya jika teknologi digital media dapat digunakan
secara maksimal untuk memberdayakan ideologi-ideologi feminisme,
maka nilai GII akan menurun dan nilai HDI dapat meningkat yng
mengindikasikan terdapatnya penumbuhan tingkat kemakmuran
negara, yang sekali lagi menguntungkan bagi seluruh rakyat baik
perempuan dan (tentunya) laki-laki.

Referensi
Diarsi, M. (1996). It’s Not Only to Say to Patriarchy: Feminism in
Women’s Movement in Indonesia 1990s. Asian Journal of
Women’s Studies, 2(1), 158–169. http://doi.org/10.1080/12259
276.1996.11665780

Djoeffan, S. H. (2001). Gerakan Feminisme di Indonesia: Tantangan


dan Strategi Mendatang. Mimbar, XVII(3), 284–300.

Hariyanto. (2009). Gender dalam Konstruksi Media. Komunika, 3(2),


167–183.
Human Development Report 2016: Human Development for Everyone.
(2016). United Nation Development Programme. New York. eISBN:
978-92-1-060036-1 Diunduh dari http://hdr.undp.org/sites/default/
files/2016_human_development_report.pdf pada 11 Januari 2018

Gamble, S. (2006). Introduction. In S. Gamble (eds), Postfeminism. The


routledge companion to feminism and postfeminism. http://doi.
org/10.5860/CHOICE.47-2994

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 329


Kroløkke, C. & Sørensen, A. S. (2006). Gender Communication
Theories and Analyses: From Silence to Performance. http://doi.
org/10.4135/9781452233086

Muttaqin, F. (2015). Feminist Interpretation of the Quran As an


Ideological Critique Against Patriarchy (An Indonesia Context).
Masyarakat & Budaya, 17(1), 29–36.

Najmi, & Ofianto. (2006). Perjuangan Pendidikan Kartini Vs Rahmah


El Yunusiyyah Bagi Perempuan Indonesia: Sebuah Pendekatan
Historis Dan Kultural. Sejarah Dan Budaya, 10(1), 72–79.

Putri, P. (2016). In Searching of Feminist Technology: Challenge in


21st Century Feminism. Prosiding Konferensi Internasional
Feminisme: Persilangan Identitas, Agensi dan Politik (20 Tahun
Jurnal Perempuan).

Rinaldo, R. (2010). Mobilizing Piety: Islam and Feminism in Indonesia.


Oxford University Press, USA.

Sadli, S. (2002). Feminism in Indonesia in an International Context. In K.


Robinson & S. Bessel (Eds.), Women in Indonesia: gender, Equity,
and Development (pp. 80–91). Singapore: Institute of Southeast
Asian Studies.

Stewart, A. J. (1994). Toward a Feminist Strategy for Studying


Women’s Live. In John W. Creswell and Cheryl N. Poth, 2018,
Qualitative Inquiry aand Research Design: Choosing Among Five
Approaches, Sage Publications Inc.

Taylor, J. S. (1976). Raden Ajeng Kartini. Signs, 1(3), 639–661. Retrieved


from http://www.jstor.org/stable/3173146%5Cnhttp://www.
jstor.org/stable/pdf/3173146.pdf?acceptTC=true

Wajcman, J. (2009). Feminist theories of technology. Cambridge Journal


of Economics, 34(1), 143–152. http://doi.org/10.1093/cje/ben057

Walby, S. (1989). Theorising Patriarchy. Sociology, 23(2), 213–234.

330 — G.E.N.C.E.
[15]
SMART TOURISM
Pendekatan Digital dalam Mengelola Objek dan
Perjalanan Wisata beserta Sektor Pendukungnya
Oleh Tauhid Nur Azhar

Mengutip pernyataan Prof. Yanuar Nugroho dalam artikel beliau di


harian Kompas, ekosistem digital adalah suatu kondisi di mana hal-hal
yang bersifat natural, manual, dan mekanis akan digantikan fungsinya
oleh teknologi digital yang bersifat mampu mengontrol akurasi sebuah
sistem dengan lebih baik dan praktis. Hemat energi dan proses yang
berarti mampu menjamin terciptanya optimasi produksi baik manufaktur
maupun jasa. Sementara industri wisata adalah sebuah bisnis bergenre
jasa yang mengemas dan menjual “pengalaman”. Produk dengan jenis
pengalaman (experiences) ini terkait erat dengan sensasi, edukasi, dan
informasi yang diterima secara multisensori. Maka men-deliver produk
yang satu ini gampang-gampang susah.
Banyak negara memiliki keunggulan komparatif berupa objek wisata
berbasis keindahan dan keunikan alam yang hanya bisa didapatkan di
daerah tertentu (locus delicti). Potensi geologi atau bentang alam khusus
serta keindahan pantai dan kehidupan bawah laut (terumbu karang) tentu
sulit diciptakan secara artifisial. Demikian pula gunung api dan struktur
pegunungan karst yang khas, tak dapat ditiru dengan sempurna, apalagi
dapat memberikan pengalaman yang sama.
Teknologi holografik maupun VR memang akan memberikan sensasi
yang mendekati tapi tetap belum dapat menyamai kondisi di alam asli,
terutama karena ada proses yang harus dilalui dan itu unik. Misal semua
orang bisa ke pantai Baruna Singaraja sewa perahu di pagi hari dan pergi
melihat lumba-lumba hidung botol (Tursiops sp), dan ada yang bertemu
dgn segerombolan lumba-lumba, ada yang hanya jumpa satu dua, dan
banyak pula yang tak melihat apa-apa. Tapi dalam proses “berburu”

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 331


lumba-lumba itu wisatawan merasakan alunan ombak dan hembusan
angin pagi yang mengiringi terbitnya sang matahari yang indah sekali.
Rerata wisatawan puas meski tak berjumpa lumba-lumba. Sama dengan
kondisi wisata kepulauan yang tak selalu didukung cuaca, tapi berteduh
di bawah rimbun perdu atau pohon kelapa saat hujan gerimis merinai
sambil menyeruput secangkir kopi tubruk murahan yang panas mengepul
akan menjadi kesan yang begitu membekas.

***
Pengalaman traveling penulis ke berbagai destinasi, baik yang
mainstream maupun ekstrem memberikan gambaran bahwa mengelola
pengalaman ini sangat unik sekaligus sangat menarik. Siapa dulu yang
menyangka bahwa sawah bersubak di Tegal Lalang yang merupakan
kearifan lokal akan menjadi destinasi wisata yang mendunia? Siapa yang
menyangka foto diri di puncak bukit pulau Padar yang berbatu kemerahan
dan gersang akan menjadi bagian dari variabel penting eksistensi diri
di media sosial. Siapa mengira sebuah pantai sepi di pulau Seram yang
bernama Ora akan memiliki sebuah resort apung bernuansa natural
yang diperebutkan orang sedunia hingga harus dibooking jauh-jauh hari.
Banyak contoh lainnya, mulai dari Nihiwatu, Raja Ampat, Pantai Liang,
gusung pasir Morotai, sampai sate gurita di Sabang bisa menarik orang
berumah ribuan kilometer untuk datang menyambangi.
Budaya melancong dan pelesir memang merupakan bagian tak
terpisahkan dari perjalanan ke dalam diri yang jika digambarkan mirip
judul film The Pursuit of Happiness yang dibintangi Will Smith. Pemuasan
fungsi kognitif terhadap sensasi keindahan multisensori inilah yang harus
dikelola oleh manajemen wisata di suatu area. Bukan hanya sekedar
bentang alam dan budaya, tapi total rasa. Betapa Jogja-Solo, dan juga
sebagian besar kota-kota di Eropa yang punya keunggulan komparatif
berupa warisan budaya dalam berbagai bentuk tinggalan arsitektural
bersejarah, meski sedemikian luar biasa bangunan dan warisan budayanya
masih harus mengembangkan sektor penunjang agar soal pengalaman
berbasis multi rasa ini dapat dialami secara paripurna.
Maka, Bali bukan hanya Kecak, Pendhet, Pura, dan pantai-pantai
putih berair jernih biru turquoise saja, tapi juga harus punya resort,

332 — G.E.N.C.E.
bandara, dan rumah sakit yang tidak hanya memudahkan dan memberi
kenyamanan wisatawan, tetapi juga mampu memberikan rasa aman.
Tetapi memang, soal rasa ini memang rumit sedemikian rupa. Ada
kalanya wisatawan (contoh saya sendiri) menginginkan fasilitas luxury
bak raja seperti resort kelas dunia di Maldives yang sampai menyediakan
pesawat amfibi/sea plane untuk antar jemput tetamunya. Makanan
berkelas seperti caviar Beluga dari Ukraina, salmon terbaik Norwegia, dan
keju biru Perancis harus tersedia. Spa Sauna juga gym dan kolam renang
berair asin harus ada. Meski di daerah tropis udara harus tetap silir
semilir. Demikian juga saat di Hallstatt atau Aspen Colorado yang bersalju
dengan suhu minus sepuluh di bawah nol, inginnya tetap hangat dan bisa
tidur nyaman meringkuk seperti bayi dalam kandungan. Itulah manusia.

Tetapi ada kalanya jalanan berlumpur, tebing yang sangat licin

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 333


dan berbahaya di tepi air terjun raksasa Victoria, auman hewan
buas di Serengeti tanpa jaminan keamanan, atau melihat penguin di
pulau Phillips yang berombak amat besar adalah sebuah kesenangan
yang sensasinya tak tergantikan. Sulitnya mencapai danau Kakaban,
Maratua, atau pulau kecil bernama pulau Cinta di Teluk Tomini adalah
bagian dari keberhargaan sebuah perjalanan. Dan, keindahan di tujuan
adalah hadiah yang tak terperikan. Sungguh sensasi adalah adrenalin
dan endorfin yang berpadu dengan kortisol yang muncul secara
bergantian saat ketakutan dan kekhawatiran berimbuh harapan dapat
jumpa mimpi dan keindahan.
Itulah yang saya alami saat harus bergulat dengan badai salju di
lereng selatan Himalaya, seputaran Tangmarg, agar dapat merasakan
sensasi berdiri di salah satu gunung yang menjadi penyangga langit
bagi dunia. Hujan butiran salju dengan suhu minus yang membuat
segenap tulang berderak pilu dan sendi-sendi mendadak ngilu,
sungguh sensasi yang membuat super sensasi meledak saat bisa berdiri
di puncak putih berselubung salju yang begitu indahnya. Proses yang
sulit ini menjadikan keindahan dirasakan maksimal.
Maka, memberi akses jalan nyaman, bandara kinyis-kinyis
dengan kursi-kursi necis, mobil berpengemudi klimis, dan makanan
resto dengan menu import dari dapur bertaraf sekurangnya berbintang
Michelin 2, adalah hal sia-sia yang justru membuat perjalanan menjadi
berkurang maknanya.
Pengalaman penulis belum lama ini menjelajahi negara bagian
Jammu Kashmir di punggung Himalaya menunjukkan bahwa kondisi
semi ekstrem yang harus dihadapi membuat akhir perjalanan menjadi
begitu nikmat dan indahnya. Di penghujung ketakutan, kecemasan,
dan kekhawatiran terjadilah “banjir” endorfin, serotonin, dan prolaktin
yang membuat lidah tak mampu berhenti mengucap syukur. Tapi di
balik itu sesungguhnya orang bertualang dan menjelajah tetap saja
mengikuti naluri fisiologis paling mendasar, yaitu respons defensif.
Kebutuhan terhadap rasa aman yang memerlukan kepastian.

***

334 — G.E.N.C.E.
Pertanyaan terkait dengan judul artikel ini, apakah ekosistem digital
dapat memfasilitasi pengalaman berwisata yang mampu memuaskan
multi indera dan sekaligus menghadirkan kepastian serta rasa aman?
Dengan konsep yang diusung oleh Prof. Yanuar di atas maka fungsi kontrol
dan akurasi senyata (real time) semestinya dapat menjembatani pelaku
usaha wisata dan wisatawan sebagai pelanggannya. Pengalaman indah
saya tinggal selama dua hari di rumah apung di Dal Lake di ketinggian
1 mil di atas permukaan laut, dengan panorama dikelilingi pegunungan
bersalju akan terasa lebih sempurna jika ada kepastian tentang berbagai
hal terkait dengan keselamatan dan kenyamanan. Perkembangan
teknologi digital saat ini sudah sampai pada kemudahan layanan akses
transportasi dan akomodasi serta cara pembayaran.
Sebagai contoh adalah aplikasi lokal, Traveloka, yang selalu saya
gunakan untuk mencari tiket pesawat, kereta api, hotel, sampai membeli
paket internet luar negeri, dan transportasi dari dan ke bandara, bahkan
membayar asuransi BPJS. Semua menjadi sangat mudahnya. Bahkan
saat ini tidak lagi bersifat domestik, tetapi sudah memasuki area global.
Sebagai contoh, saya yang tinggal di Bandung ingin berwisata di destinasi
baru di New Soho Jakarta Barat, Jakarta Aquarium. Maka, saya akan
mencari tiket kereta api Argo Parahyangan ekonomi Premium yang
nyaman dan berharga murah. Proses pesan dan beli dapat saya lakukan
di aplikasi. Demikian pula pembayaran, karena ada fasilitas Sakuku , atau
seperti saya, gunakan aplikasi mobile banking. Usai proses pesan dan beli
tiket kereta, kita lanjutkan mencari penginapan, silahkan pilih, pesan ,dan
bayar. Siapkan juga transportasi lokal dan belilah di aplikasi yang sama
tiket masuk wahana.
Semua mudah dan karena tidak memerlukan proses yang panjang
maka utilisasi asset pelaku bisnis wisata juga menurun hingga terciptalah
efisiensi. Diskon tiket pun dapat diberikan. Berbekal sebuah hape saya
dapat liburan sekeluarga selama dua hari di ibukota dengan harga
terjangkau dan rasional (objektif) serta mendapatkan semua fasilitas
sesuai dengan apa yang saya bayar. Di sisi lain, ketidakpastian (uncertainty)
seperti harga yang fluktuatif subjektif dan disinformasi produk yang
kadang menimbulkan kekecewaan akan dapat diminimalisir. Sebaliknya,
aplikasi dengan single solution termasuk fitur pembayaran (fintech) juga
dapat mengefisienkan proses produksi pelaku bisnis wisata.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 335


Keterangan Gambar:
Sistem cerdas akan membantu mengorganisir, mengelola, dan memberikan
solusi bagi kebutuhan wisatawan serta pelaku usaha wisata.

***
Maka, kini diperlukan inovasi yang dapat merangkum kebutuhan
wisatawan dan pelaku bisnis wisata terhadap objektivitas informasi
e.g lokasi, cara mencapainya, kemudahan mengatur perjalanan sampai
di lokasi, akomodasi, edukasi terkait objek wisata, makanan, dan juga
suvenir.
Saya membayangkan gabungan fungsi dan fitur Traveloka dengan
GoJek dan Tokopedia tapi dapat bersifat lokal dan khusus pada ranah
wisata (tourism). Sederhananya begini, saya ingin pergi ke sebuah pulau

336 — G.E.N.C.E.
eksotik lalu saya memesan airlines, memilih kursi dan opsi khusus lainnya
(misal makanan halal), mengatur penjemputan di bandara (bisa dengan
kendaraan warga lokal, sepeda, atau mungkin becak dan delman), jika saya
puas dengan layanannya saya dapat memberi tip digital (seperti GoJek),
belajar tentang sejarah dari situs budaya di pulau tersebut, mengatur
transportasi lokal saya lewat aplikasi dan dicarikan alternatif paling
efisien untuk melakukan kunjungan ke beberapa destinasi sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan kita serta kemungkinan yang bisa dilakukan.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 337


Belanja suvenir bisa offline karena ada sensasi tersendiri tetapi
pembayaran dan tip digital karena hal ini kerap menjadi keluhan
wisatawan (over paid, dan lainnya). Barang atau suvenir dapat dikirimkan
dan di-tracking, warung yang akan didatangi dapat dipesan dan dibayar
terlebih dahulu. Terlebih jika kita keterlibatan total dengan budaya dan
masyarakat setempat, maka jika masyarakat juga menggunakan aplikasi
yang sama, mereka dapat menjadi pemandu wisata lokal (guide) yang
tentunya punya pengalaman subjektif dengan daerahnya, kita bisa
memesan dan membayar untuk makan di rumah penduduk dengan
masakan yang disiapkan langsung di dapur rumah tersebut.
Kita bisa berkeliling dengan sepeda atau kuda atau gerobak yang
dimiliki penduduk. Bahkan kita dapat diajak ke pantai tak dikenal di
Google yang diketahui dengan baik oleh AKAMSI alias anak kampung
sini. Suvenir pun tak melulu toko cenderamata, bisa saja produk tenun
rumahan, batik yang dibuat para ibu rumah tangga, buah dari pekarangan,
atau masakan tahan lama yang disiapkan oleh para keluarga yang ahli
dalam bidang kuliner lokal. Acara tradisi yang tak terpublikasi pun jadi
dapat diketahui, demikian pula informasi tentang nilai dan maknanya
yang tentu saja sarat dengan kearifan lokal. Penginapan pun demikian,
kita dapat memilih rumah penduduk dengan ketersediaan fasilitas sesuai
dengan apa yang mereka miliki.

338 — G.E.N.C.E.
Sederhananya aplikasi wisata cerdas berbasis masyarakat ini seperti
jejaring sosial media per lokasi yang dapat dicari melalui map di menu
dan setiap akun yang dipublish dapat menampilkan produk dan jasa yang
mereka miliki. Karena aplikasi ini memiliki fitur fintech, proses pemesanan
dan pembayaran pun dapat dilakukan online dan kita tidak merasa tertipu
karena kemahalan. Ekonomi kerakyatan akan bangkit. Semua orang akan
menciptakan keunggulan kompetitifnya masing-masing. Resep-resep
tradisional nan tua akan kembali dan disajikan sebagai kekhasan.
Ini mungkin mirip dengan konsep aplikasi Madhang milik Mas
Kaesang Pangarep. Di mana kita bisa memilih dan membeli masakan
rumahan dari ibu-ibu rumah tangga yang memiliki akun di aplikasi.
Bayangkan jika kita datang ke sebuah pulau dan dijemput dengan bendi
atau sado warga, makan siang di pantai dengan bekal dari masakan
tradisional yang lezat dan menginap di rumah panggung yang nyaman
tanpa khawatir dengan pungli dan tip yang kebanyakan.

Keuangan liburan
menjadi terkontrol dan
terukur. Masyarakat
destinasi wisata akan
menggeliat roda
ekonominya dan
tentu akan terjadi
“multiplier effect” pada
sektor-sektor lain
yang terimbas seperti
nelayan, dan lainnya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 339


Senangnya jika kita dapat ikut melaut dan makan siang di pulau
gusung pasir dengan bekal nasi dan sambal ibu nelayan serta bakar
ikan yang baru dipancing. Inilah momentum saat hal-hal natural manual
bertemu dan bersahabat dengan produk-produk digital.

Keterangan Gambar:
Beberapa konsep pengembangan wisata cerdas berdasar penelitian
yang mengacu pada aplikasi sistem cerdas (cognitive computing, deep
learning, natural linguistic program, dan AI). Pendekatan yang dilakukan
komprehensif dan mengakomodir aspek gender dan budaya.

340 — G.E.N.C.E.
BAGIAN 4
Peradaban Digital,
Aneka Permasalahan
dan Solusinya
(1)
Budaya Digital dan Perubahan Perilaku
Oleh Supra Wimbarti

Pendidikan kerap dimaknai sebagai sesuatu yang sangat


esensial dalam kehidupan manusia sehingga sangat
dibutuhkan manusia, bahkan sejak dahulu kala. Tentu
saja pada jaman purba tatacara mendidik tidak seperti
sekarang dimana peserta didik duduk berderet-deret di
bangku di dalam kelas, dengan aturan-aturan yang sudah
ditentukan, yang hasil didik pun diukur dengan kaku.
Pendidikan di dahulu kala dilakukan dengan lebih santai,
tidak terkungkung dalam ruang, dapat terjadi di ruang
terbuka namun tujuannya tetap sama yakni manusia
terbebas dari kekufuran. Pendidikan jaman duhulupun
juga ditujukan agar kehidupan manusia lebih tertib dan
nyaman.
Keberhasilan pendidikan yang sudah dicapai
manusia di muka bumi ini sekaligus juga adalah
kegagalan. Mengapa tidak? karena tujuan pendidikan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 341


adalah melepaskan diri dari kegelapan, dan kebodohan. Tujuan
pendidikan adalah mencapai tingkat kehidupan yang lebih tinggi,
tujuan pendidikan adalah mengeksplorasi dunia termasuk manusia
yang hidup di dalamnya. Perkenalan antarmanusia dilakukan dengan
berkomunikasi yang ujungnya saling memahami, mentransfer
pengetahuan yang dipunyai oleh seseorang atau sekelompok individu
ke individu atau kelompok lain. Teknologi tinggi yang dipakai dalam
kehidupan manusia adalah hasil dari pendidikan ini. Teknologi tinggi
diidamkan sebagai alat bantu untuk kenyamanan hidup manusia,
ternyata tidak selamanya terpenuhi. Dengan teknologi tinggi tetapi
konten informasi yang tidak benar ternyata dapat memicu salah
paham, yang berujung pada hatred, kebencian antar kelompok, dan
bahkan peperangan. Teknologi juga dapat dipakai untuk mendekatkan
sanak keluarga yang jauh. Anggota keluarga yang sedang bepergian
atau tinggal di belahan bumi yang lain setiap waktu bisa berhubungan
sekaligus melihat wajah dan kegiatan mereka, membuat ketentraman
hati seluruh keluarga. Teknologi juga menjauhkan anggota keluarga
yang hidup berdekatan, bahkan se rumah, karena setiap anggota hanya
sibuk dengan gadgetnya sendiri, di sinilah dimulainya kerenggangan
hubungan face-to-face antar manusia yang sehat.
Jadi, salahkah pendidikan yang menghasilkan sains dan
menciptakan teknologi?

Perubahan Perilaku Manusia berkat Teknologi


Diakui atau tidak, pendidikan pada jaman tertentu membawa dampak
pada perkembangan teknologi. Sejak abad ke 18 terjadi revolusi industri
yang mengubah perilaku manusia. Revolusi pertama pada tahun
1784 ditandai dengan diketemukannya dan digunakannya alat-alat
produksi mekanik, jalan kereta api, dan mesin uap. Kehidupan menjadi
lebih nyaman karena mobilitas dan produktivitas manusia meningkat,
terutama dalam bidang pertanian dan transportasi. Revolusi kedua
yang terjadi di paruh kedua abad 19 ditandai dengan produksi masal,
tenaga listrik, dan assembly line. Revolusi ketiga pada pertengahan abad
ke 20 ditandai dengan lahirnya komputer, otomatisasi produksi, dan
munculnya barang2 elektronik. Revolusi keempat yang sampai masih

342 — G.E.N.C.E.
berjalan dimulai di awal abad 21 yang ditandai dengan kecerdasan
buatan (artificial intelligence), big data, robot, dan hal-hal lain yang
sekarang belum ada. Gambar 1 menunjukkan perjalanan perubahan
tersebut.

Gambar 1. Garis waktu empat revolusi industri. Sumber: ASPGulf,


2017-2018.

Dalam kehidupan sehari-hari, seiring dengan kemajuan teknologi


di berbagai bidang tersebut, terjadi juga perubahan perilaku manusia
yang menggunakan hasil kemajuan itu. Tengok misalnya penemuan
pendingin ruangan elektrik (air conditioner, AC) oleh Willis Carrier
tahun 1902 di Buffalo, New York, sesudah dia lulus dari Universitas
Cornell. Hadirnya teknologi pendingin ruangan mengubah banyak
perilaku manusia termasuk industri. Sebelum ada AC penduduk
Amerika membangun rumah dengan banyak ruang terbuka untuk
memungkinkan angin lalu lalang, mereka suka duduk-duduk di bawah
pohon di musim panas. Namun dengan dipasangnya AC di rumah
mereka, mereka lebih suka ada di dalam rumah yang tertutup dengan
pendingin. AC sudah menjadi bagian dari hidup sehari-hari manusia,
demi kenyamanan, selain rumah, hotel – super market, rumah sakit,
bahkan kandang binatang tertentu oleh manusia diberi AC. Selain AC,
alat pendingin air dan makanan, yaitu lemari pendingin atau kulkas
juga mengubah perilaku manusia. Berbelanja makanan yang semula
dilakukan setiap pagi, sekarang bisa dilakukan hanya seminggu sekali,
karena kebutuhan bahan makanan selama itu bisa disimpan di kulkas.
Ibu-ibu yang dulunya pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan
untuk dimasak hari itu, bertemu dengan tetangga, mengobrol di pasar,
sudah menyusut jumlahnya. Televisi (TV) adalah produk teknologi

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 343


Barat yang masuk ke Indonesia di tahun 1960an. Bahkan pemerintah
RI membangun TVRI tahun 1962 untuk meliput siaran Asian Games
yang dilaksanakan di Indonesia. TV adalah alat pembelajaran dan
penyebaran informasi yang amat ampuh, bahkan diakui sebagai alat
pemersatu sebuah bangsa. Berbeda dengan radio, TV menyuguhkan
berita, hiburan, dan pendidikan secara audiovisual. Gambar yang
langsung dapat dilihat oleh pemirsa mempunyai dampak psikologis
berbeda dibandingkan hanya mendengar suara saja. Meskipun
demikian, suara yang didengar, sebagaimana buku yang dibaca,
memberikan kesempatan tak terhingga untuk menginterpretasikan
apa yang didengar atau dibaca. Imajinasi pendengar dan pembaca
bisa amat kreatif bahkan liar, yang banyaknya sebanyak pemirsa atau
pembaca. Gambar yang ada di TV, sebaliknya, memberi peluang yang
lebih terbatas untuk menginterpretasi.
Tayangan televisi sudah lama diprihatinkan orangtua dan
pemerintah. Tayangan televisi yang agresif dan mengandung
pornografi sudah dideklarasikan sebagai tayangan yang dianggap
merusak mental terutama anak dan remaja. Di tahun 1994 dimana
hanya ada beberapa stasiun televisi swasta di Indonesia, ada terdapat
29 film anak-anak yang ditayangkan dalam satu minggu. Anak-
anak prasekolah yang mempunyai kebiasaan menonton film yang
agresif ternyata juga menampilkan perilaku agresif, bahkan mampu
menghasilkan fantasi agresif (Wimbarti, 2002). Pada penelitian ini,
anak adalah pemirsa pasif, tidak ada interaksi langsung dengan tokoh-
tokoh yang ada dalam tayangan tersebut. Dan cara menonton pasif ini
mampu memantik perilaku anak-anak menjadi agresif, karena adanya
efek peniruan.
Bagaimana bila anak, remaja, atau orang dewasa tidak hanya
pasif menonton, tapi aktif secara virtual dan tenggelam dalam bermain
peran di dalam game internet, apakah dampaknya sama dengan bila
mereka hanya menonton, ataukah dampaknya lebih dahsyat?

Perkembangan anak dan keberadaan internet


Sejak awal tahun 1990, revolusi teknologi sudah mengubah cara
manusia melakukan komunikasi, dan komunikasi berteknologi tinggi

344 — G.E.N.C.E.
ini sudah menjadi peradaban baru manusia. Peradaban baru dalam
berkomunikasi ini ditandai dengan mudahnya alat komunikasi tingkat
tinggi didapatkan dan diakses oleh banyak orang, murah dan tidak
membutuhkan bertemu langsung dengan lawan komunikasinya.
Karakteristik teknologi informasi dan komunikasi memberikan
kesempatan bagi setiap orang termasuk anak dan remaja untuk mengisi
waktu-waktu luangnya (walau hanya sedikit) dengan cara-cara yang
mereka sukai.
Keberadaan internet memang seperti pisau berujung dua dan
disikapi oleh masyarakat, terutama orangtua dengan positif dan
negatif. Terhadap internet ini orangtua memandang berbahaya bagi
anak-anak, meracuni pikiran anak dengan isi internet yang tidak sesuai
dengan usia anak. Namun di sisi lain, anak Jaman Now bila tidak
mengenal internet akan terugikan secara kognitif dan sosial, sebab dari
internet anak bisa mendapatkan stimulasi kognitif dan mendapatkan
teman baru.
Kajian yang dilakukan oleh Johnson (2010) ternyata mengamini
pendapat ini, anak-anak sekolah yang menggunakan internet
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan internet, ternyata
kemampuan membacanya lebih bagus dan rerata nilai akademiknya
lebih tinggi saat diukur lagi 6 bulan, 12 bulan, dan 16 bulan kemudian.
Ini menandakan penggunaan internet oleh anak mempunyai dampak
positif terhadap prestasi belajar dalam kurun waktu yang cukup lama.
Mengapa demikian? Anak yang sering mengakses internet dihadapkan
pada fitur-fitur yang ada di layar yang juga sering terdapat pada buku
bacaan. Kebiasaan berinteraksi dengan fitur internet membuat anak
familiar dengan tulisan maupun simbol-simbol yang banyak dijumpai
di buku bacaan. Penggunaan internet menstimulasi proses kognitif
yang terlibat dalam menginterpretasikan teks yang sedang dibaca,
termasuk di dalamnya adalah proses metakognitif yang terjadi. Proses
metakognitif yang dimaksud adalah merencanakan, strategi untuk
mencari, dan mengevaluasi informasi yang didapat. Ketiga kegiatan
itu adalah hal penting saat berselancar di website. Di saat menggunakan
internet, selain jari-jari tangan, mata pengguna juga memegang
peranan penting. Pemakaian internet oleh anak-anak ternyata juga
membantu meningkatkan perkembangan kognitif mereka. Penelitian

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 345


Van Deventer dan White (2002) lebih dari 15 tahun yang lalu sudah
mengkonfirmasi hal tersebut, pada penggunaan game video. Terutama
pada area kecerdasan visual, maka penggunaan games meningkatkan
kemampuan pemainnya untuk memonitor beberapa stimulus yang
muncul bersamaan di layar, untuk membaca diagram, untuk mengenali
ikon, dan membayangkan hubungan-hubungan spasial obyek yang
muncul di layar. Pada remaja awal berumur 10-11 tahun yang bermain
game video dengan fasih, ternyata juga punya kemampuan memonitor
diri yang baik, ingatan visual yang baik, dan rekognisi pola yang lebih
lancar daripada remaja yang tidak bermain game video. Namun di
sisi lain, dalam relasi sosial, anak dan remaja yang banyak bermain
game video juga terbukti perhatiannya mudah terganggu, konsentrasi
terpecah, kasar, dan agresif.
Perjalanan hidup setiap manusia biasanya digambarkan seperti
mengarungi dunia yang berlapis bak bawang. Artinya, ada unsur
di luar diri manusia yang mempengaruhi, yang antara lain adalah
mikrosistem, mesosistem, exosistem dan makrosistem seperti yang
digambarkan berikut ini.

Gambar 2. Subsistem Teknoekologi. Sumber: Johnson & Puplumpu (2008).

346 — G.E.N.C.E.
Subsistem teknoekologi yang merupakan lingkungan mikrosistem
yang langsung dihadapi anak bersifat hidup dan tak hidup. Lingkungan
hidup misalnya teman-temannya, dan lingkungan tak hidup termasuk
alat-alat komunikasi, informasi, dan teknologi untuk rekreasi (televisi,
telpon, e-book, komputer, internet, dan sebagainya). Semakin komplek
subsistem yang dihadapi oleh anak, maka anak membutuhkan
proses kognitif yang makin komplek juga. Internet dalam hal ini,
memungkinkan anak dan orang dewasa untuk menjangkau informasi
yang komplek, internet menjadi jembatan antara diri individu dengan
dunia luar yang menuntut proses yang lebih luhur.
Orangtua dan guru adalah kelompok yang mencemaskan
penggunaan internet anak-anak dan remaja. Psikolog khususnya,
mengkhawatirkan kalau penggunaan internet yang berlebihan di
antara anak dan remaja akan mengganggu kesejahteraan subyektif
mereka. Mereka yang memakai internet berlebihan banyak dilaporkan
mempunyai kesejahteraan subyektif yang rendah, misalnya munculnya
depresi dan jauh dari kehidupan sosial yang wajar. Australia sebagai
negara maju, mempunyai warganegara dewasa pengguna internet
sebanyak 83%; di antara remaja Australia yang berumur 15–17 tahun,
97% nya adalah orang-orang yang rajin ber-online-ria. Ini prosentase
yang lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat (93%) dan Eropa
(86%). Di negara kanguru ini ternyata ada hasil penelitian menarik
yang dilakukan oleh Posso di tahun 2016, yaitu pelajar yang memakai
waktunya di atas rata-rata sibuk dengan media sosialnya ternyata
prestasi matematikanya di bawah rata-rata. Sebaliknya, mereka yang
sibuk dengan game internet bisa mencapai nilai matematika di atas
rata-rata!
Penggunaan internet untuk bermain game online, offline, atau
media sosial tidak akan membuat cemas masyarakat luas bila tidak ada
dampak negatifnya. Kekhawatiran tersebut nampaknya riil bila sudah
meninjau informasi berikut ini. Survey yang melibatkan 23.533 orang
dewasa menunjukkan mereka yang kecanduan memakai internet
ternyata menunjukkan gangguan mental. Munculnya gejala ADHD,
obsesif kompulsif, cemas dan depresi biasa terlihat di antara orang-
orang ini. Apakah ada variasi dampak penggunaan itu antara pria
dan wanita? YA! Pengguna laki-laki ternyata berkaitan kuat dengan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 347


penggunaan berlebihan game video, sedangkan para wanitanya
gangguan mental banyak terkait dengan media sosial. Mereka yang
statusnya tidak menikah ternyata gangguan mental berkaitan dengan
sukanya menggunakan game video dan media sosial. Survey ini
dilakukan di tahun 2016 oleh sekelompok ilmuwan yakni Andreassen,
Billieux, Griffiths, Kuss, Demetrovics, Mazzoni, dan Pallesen.

Era teknologi digital dan perubahan perilaku


Kecanduan internet dapat juga dibahasakan dengan penggunaan
internet yang bermasalah;, gangguan kecanduan internet, penggunaan
internet berlebihan, yang semuanya menunjuk pada pemakaian
internet yang berlebihan, yang menimbulkan konsekuensi negatif
secara psikologis, mengganggu kehidupan sosial dan pekerjaan, dan
kehidupan akademis seseorang.
Sebetulnya, seberapa banyak orang Indonesia yang menggunakan
internet? Bagaimana komposisi umurnya? Pada tahun 2016, Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia melaporkan bahwa jumlah
penggunanya adalah 132,7 juta orang, jumlah yang lebih dari 50%
penduduk Indonesia. Dari jumlah itu 18,4% nya adalah pengguna anak
sampai dewasa awal berumur 10 – 24 tahun. Daya penetrasi internet
pada anak dan remaja dalam rentang itu adalah 75,5%.
Pertanyaannya adalah, di manakah mereka tinggal? Laporan dari
Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia menunjukkan
bahwa pengguna internet terbesar di Indonesia berasal dari Jakarta,
Banten, dan Yogyakarta. Aktivitas memakai internet yang dilakukan
kebanyakan adalah untuk mengakses Youtube (40%), bermain game
online (63%), mencari informasi akademik (65%) dan menggunakan
media sosial (77%). Dimanakah umumnya orang Indonesia mengakses
internet? Ini menarik. Survey tahun 2017 yang dilakukan oleh Nielsen
Cross-Platform 2017 (Lubis, 2017) menunjukkan orang mengakses
internet hampir di semua tempat yaitu Kendaraan Umum (53%), Kafe
atau Restoran (51%), dan acara Konser (24%). Belum dilaporkan apakah
pengaksesan dari rumah dan tempat kerja juga tinggi.

348 — G.E.N.C.E.
Pada jaman manusia di bumi ini masih hidup pada masa mencari
makan dengan berburu, menangkap ikan, dan bercocok tanam, tentu saja
telpon, televisi, apalagi internet, belum ada. Pada masa itu komunikasi
langsung dan cepat amat diperlukan untuk keberlangsungan hidup.
Adanya tanda-tanda akan ada banjir, binatang buas datang, penyakit
menular dan semacamnya, yang mengancam keberlangsungan hidup
diri atau komunitasnya harus diketahui seawal mungkin. Setiap orang
dewasa harus selalu dalam keadaan waspada, tidak boleh ketinggalan
berita, karena ketinggalan berita dapat berarti ancaman bagi hidup
seseorang atau komunitas (suku). Setiap orang dewasa selalu ingin
tidak ketinggalan mengetahui keadaan setiap saat.
Fenomena ini disebut fear of missing out (FoMO). Komunikasi
secara oral relatif tidak banyak berubah, namun komunikasi tertulis
berkembang amat pesat terutama dengan munculnya Social Networking
Sites (SNS). Facebook digunakan oleh 1,74 juta orang di seluruh
dunia dan merupakan platform yang terpopuler. Karena jejaring
online menggunakan Facebook, Instagram, Twitter atau pelayanan
pengiriman berita menjadi amat popular di antara anak dan remaja,
maka konsekuensi anak dan remaja mengalami FoMO amat besar.
FoMO masih ada pada jaman now ini, tetapi dalam bentuk yang
berbeda. Stimulusnya berbeda, sumber dari ketakutan ini berbeda.
Jaman sekarang sumber dari FoMO adalah sosial media. Dalam sepuluh
tahun terakhir ini fenomena FoMO begitu merebaknya sehingga istilah
ini dimasukkan ke dalam Oxford Dictionary di tahun 2013. Kamus itu
menerjemahkan FoMO sebagai munculnya kecemasan yang dialami
seseorang bila ia ketinggalan berita menarik yang terjadi dimana saja,
terutama di media sosial. Orang yang mengalami FoMO, ingin selalu
terhubung dengan media sosial untuk mengetahui apa yang terjadi
pada kenalan-kenalannya, apa yang mereka kerjakan, kemana mereka
pergi, dengan siapa, bagaimana suasananya. Orang seperti merasa
tidak mau ketinggalan, selalu harus ada dengan siapa saja, dimana
saja. Tidak betah dalam keadaan sendiri. Bila tidak terhubung dengan
kenalannya dia akan merasa gelisah. Selalu memastikan bahwa
ponselnya ada di dekatnya, setiap ada notifikasi selalu tergesa-gesa
untuk membukanya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 349


Gambar 3: Fenomena FoMO di media sosial. Foto oleh Jurgen Appelo.
Sumber: The Science Behind FOMO, David Lopera, 11 Mei 2016.

Andrew Przybylski dari Oxford Internet Institute banyak meneliti


tentang bermain game elektronik dan kaitannya dengan adaptasi
psikososial remaja. Anak dan remaja di Inggris yang hanya sedikit
bermain game, ternyata juga lebih sehat mentalnya, kehidupannya
memuaskan dan dapat berekspresi dengan sehat dibandingkan mereka
yang terlalu banyak bermain game.
Lebih jauh lagi, mereka yang banyak berkutat menggunakan media
sosial cenderung akan mengalami FoMO. FoMO akan mendorong
orang untuk membuka Facebook, bukan Facebook yang menyebabkan
orang mengalami FoMO. Orang yang mengalami FoMO akan selalu
memonitor teleponnya saat bangun tidur di pagi hari, sampai mereka
mau tidur lagi di malam hari, bahkan di saat mereka menyetir mobil.
Di Spanyol Fuster, Chamarro, & Oberst (2017) membenarkan dugaan
bahwa FoMO berkaitan dengan banyaknya menggunakan media
sosial, intensitasnya dalam menggunakan jaringan sosial, kecanduan
memakai ponsel, dan akses terhadap jejaring sosial. Tentang

350 — G.E.N.C.E.
Instagram, Majalah Time (MacMillan, 2017) melaporkan bahwa
berdasarkan penelitiannya terhadap 1.500 remaja dan orang dewasa
awal, Instagram ternyata adalah media sosial yang terburuk, ditilik
dari sudut pandang kesehatan mental. Instagram memang dipuji
sebagai lahan untuk expresi diri dan identitas diri, akan tetapi juga
berkaitan dengan tingginya kecemasan, depresi, bullying, dan FoMO.
Berbeda dengan Instagram, YouTube diakui sebagai media sosial yang
mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan penggunanya.
FoMO pada dasarnya adalah emosi ketakutan. Bila ini berkenaan
dengan emosi, maka dimanakah secara neuropsikologis FoMO ini
berada di otak? Amigdala, bagian dari sistem limbik di otak adalah
sumber dari emosi dan ingatan jangka panjang. Amigdala memberi
sinyal kepada otak untuk flight atau fight ketika orang merasa terancam
atau tidak aman.
Fenomena FoMO hampir mirip dengan perasaan adanya
pengucilan atau eksklusi sosial. Saat seseorang mengalami FoMO,
otak akan menghantarkan sinyal stres mirip saat seseorang mengalami
pengucilan dari aktivitas. Individu yang mengalami ekslusi sosial
mengalami kenaikan aktivitas di otak yang berkaitan dengan rasa
sakit. Saat seseorang merasa dikucilkan, korteks singulat anterior dan
korteks prefrontal ventral kanan menjadi aktif. Saat merasa distres
seperti perasaan dikucilkan, korteks singulat anterior berfungsi
sebagai “sistem alarm” yang membuat otak menjadi waspada selama
perasaan dikucilkan tersebut muncul. Hal ini menunjukkan bahwa
saat seseorang merasa terkucil, badan orang itu bereaksi seperti saat
dia merasakan sakit. Terkait dengan FoMO, orang merasa dia terkucil
dari orang-orang lain, perasaan terkucil ini menimbulkan kecemasan
dan distres saat dia tahu bahwa orang-orang lain beraktivitas bersama-
sama, sedangkan dia tidak ikut (Lopera, 2016).
Bagaimana sekarang jalan keluar dari FoMO? Kerapkali penyebab
FoMO adalah ketidakbahagiaan hidup. Untuk menjadi bahagia, orang
berusaha mencari kebahagiaan itu dari luar dirinya. Disarankan orang
yang mengalami FoMO untuk menemukan kebahagiaan dari dalam
dirinya. Memulai dengan diri sendiri, yaitu dengan memberikan
Perhatian. Berikan perhatian lebih pada aktivitas sekolah, pada

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 351


aktivitas di rumah, atau di lingkungan. Artinya, mulailah menyibukkan
diri dengan ikut dalam kegiatan di lingkungan sekolah seperti OSIS,
olahraga, kegiatan sosial, yang membuat individu sibuk dalam dunia
nyata.
Penggunaan internet berlebihan akan menjurus ke kecanduan
internet dimana orang yang kecanduan menjadi kurang atau tidak bisa
berfungsi normal dalam kehidupan sehari-harinya. Kecanduan internet
dapat menimbulkan kriminalitas di kala orang itu membutuhkan
uang untuk dapat selalu online. Mencuri atau merampas uang dengan
kekerasan sering dilakukan remaja agar selalu dapat terhubung
dengan internet. Mengurung diri kamar, lupa makan, minum, dan
tidur sehingga mengganggu kesehatan juga bagian dari orang yang
kecanduan internet. Dalam beberapa studi ternyata orang-orang yang
kesepian dan pemalu adalah calon dari pecandu internet. Sedangkan
orang-orang yang lebih tangguh dapat melindungi dirinya sendiri dari
kecanduan internet (Nitu, 2017; Terwase & Ibaishwa, 2014).
Manusia hidup sejak kecil meniru perilaku orang yang ada di
sekitarnya, baik yang riil maupun non-riil seperti yang ditampilkan
dalam video atau film. Di banyak negara, termasuk Indonesia banyak
anak dan remaja melakukan tindak kekerasan yang merupakan
copycat dari apa yang sudah ditontonnya di layar. Semakin mirip
tokoh yang ada di layar dengan dirinya, maka akan semakin mudah
bagi pemirsanya untuk meniru langsung. Kemiripan itu antara lain
dalam hal: warna kulit, warna rambut, jenis kelamin, umur, dan
asal (orang se negara – orang asing). Di awal tahun 1990-an di mana
internet masih belum berkembang, dan permainan game video belum
merebak seperti sekarang, anak-anak dan remaja menonton televisi
atau film di bioskop. Menonton tayangan TV yang penuh kekerasan,
meskipun anak sebagai pemirsa pasif, ternyata dapat menimbulkan
efek imitasi/meniru pada anak-anak (Wimbarti, 2002). Sekarang,
anak tidak lagi sebagai pemirsa pasif dalam bermain game video,
akan tetapi bermain langsung dan meleburkan dirinya sebagai tokoh
dalam game video. Game video dengan judul yang sudah provokatif
keras ini akan amat mudah di”reacting” kembali oleh pemainnya di
dunia nyata: “Manhunt,” “Thrill Kill,” “Gears of War” dan “Mortal
Kombat.” Adanya dampak bermain game video terhadap perilaku

352 — G.E.N.C.E.
kekerasan anak dan remaja mengakibatkan turunnya kemampuan
prososial, empati dan keterlibatan moral dalam perilaku anak dan
remaja. Anak menjadi seperti robot yang tanpa perasaan, kasar, yang
akhirnya menggunakan cara keras untuk menyelesaikan masalah.
Sebuah lingkaran kekerasan yang dipicu oleh menonton dan bermain
game video keras. Dalam tesisnya akhir-akhir ini Prisca Anindya Dewi
(2018) menemukan bahwa kecanduan bermain game video berkaitan
erat dengan munculnya agresivitas pada remaja laki-laki. Namun
demikian bila orangtua berperan aktif sebagai mediator anak dalam
bermain game video, agresivitas anak dapat dihindari.
Menilik banyaknya dampak negatif dari pemakaian internet
yang tidak bijaksana menimbulkan pertanyaan yang menggelitik.
Sebetulnya, bagaimana sih temperamen atau kepribadian dari orang-
orang yang kecanduan internet? Kecanduan internet sendiri banyak
dipertanyakan, apakah dampak pada orang yang kecanduan internet
sama dengan kecanduan obat-obatan (narkoba) atau kecanduan sex?
Kecanduan internet mempunyai karakteristik sebagai aktivitas yang
terus menerus dengan dunia maya, tergantung berlebihan ke dunia
maya, dengan disertai perubahan mood, kurang toleran, menarik
diri dan sifatnya kambuhan (muncul kembali, kambuh). Kecanduan
internet juga dianggap sebagai perilaku kecanduan seperti kecanduan
menonton televisi, kecanduan game video, dan berjudi yang patologis
(Lee & Jung, 2012). APA sendiri memasukkan diagnosis terkait
penggunaan internet sebagai bermain game video online dan tidak
berminat pada hal-hal lain; mengalami gangguan klinis atau distres
sebagai akibat dari bermain game internet yang berlebih-lebihan;
mengalami dampak negatif dalam kehidupan akademis maupun
kerja karena tersitanya waktu untuk bermain video online atau game
komputer; dan mengalami gejala menarik diri (withdrawl) bila tak bisa
mendapatkan akses ke game online (APA, 2013). Yang termuat dalam
DSM-5 tidak termasuk fenomena seperti orang yang menghabiskan banyak
waktu dengan internet, masalah yang berkaitan dengan bermain game online
atau banyak memakai media social seperti Facebook.
Remaja yang bermasalah dalam penggunaan internet (Problematic
Internet User = PIU) dibandingkan dengan remaja yang bermasalah dalam
penggunaan obat-obatan (Problematic Drug Users = PDU) ternyata

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 353


mempunyai temperamen yang berbeda. Remaja yang bermasalah dalam
penggunaan internet dalam kehidupan sosialnya ternyata lebih tidak sensitif
dibandingkan dengan temannya yang bermasalah dalam penggunaan
obat-obatan (Lee & Jung, 2012). Mereka yang kecanduan internet adalah
orang-orang yang cenderung menghindari keadaan yang sulit, kurang bisa
mengarahkan dirinya sendiri, kurang dapat menata hidupnya sendiri, dan
kurang bisa diajak bekerjasama. Selanjutnya, pecandu internet ini juga
dilaporkan mempunyai gen dan kepribadian yang mirip dengan
pasien penderita depresi (Lee & Jung, 2012).

Penutup
Penggunaan internet yang merupakan jelmaan dari revolusi industri
level 4 disikapi bermacam-macam oleh orangtua dan profesional (guru,
dokter, psikolog dan sebagainya). Meskipun internet menunjukkan
pengaruh yang positif bagi kemampuan kognitif manusia termasuk
dalam kemampuan matematika, namun ternyata dampak negatifnya
terhitung lebih banyak. Hal ini membutuhkan kewaspadaan bagi
para penggunanya. Sebetulnya internet juga mempunyai daya rusak
yang tinggi terhadap kehidupan masyarakat, terutama media sosial.
Terjadinya kesalahpahaman, terjadinya pengiriman berita palsu (hoax)
melalui media sosial adalah dampak negatif dari penggunaan internet,
yang berpotensi mempunyai daya rusak besar terhadap suatu bangsa.
Sayang kajian tentang hoax ini tidak akan dilakukan di sini.
Kenyataan bahwa penggunaan internet terutama game internet
mempunyai daya rusak pada penggunanya, yang disejajarkan dengan
kerusakan akibat kecanduan yang lain, maka keluarga, sekolah, dan
institusi tempat kerja perlu melakukan deteksi dini dan mengupayakan
pertolongan bagi anggotanya yang sudah kecanduan. FoMO perlu
disikapi dengan bijak, karena adanya FoMO menunjukkan kehidupan
yang tidak bahagia. Karena anak-anak pra remaja di Indonesia banyak
yang telah menggunakan internet, maka pendampingan terhadap
mereka perlu dipikirkan. Propaganda Kesehatan Mental di sekolah
yang berkenaan dengan penggunaan internet bisa dikembangkan
untuk prevensi kecanduan game internet. Ramdhani (2016) menyatakan
bahwa terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy) seperti self

354 — G.E.N.C.E.
talk, dan mindfulness dapat dilatihkan untuk menambah kemampuan
orang mengontrol dirinya terutama dalam penggunaan internet yang
berlebihan.

Daftar Referensi
Abdullah, M. 2017. The Relationship between Internet Addiction and
Temperament among Children and Adolescents. Psychol Behav Sci
Int J. Volume 5 Issue 5.
DOI: 10.19080/PBSIJ.2017.05.555674.
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders fifth edition DSM-5. Arlington. doi:
10.1176/appi.books.9780890425596.744053
Andreassen, C; Billieux, J; Griffiths, M; Kuss, D; Demetrovics, Z;
Mazzoni, E; Pallesen, S. 2016. The Relationship between Addictive
Use of Social Media and Video Games and Symptoms of Psychiatric
Disorders: A Large-Scale Cross-Sectional Study. Psychology of
Addictive Behaviors, Vol. 30, No. 2, 252–262 0893-164X/16/$12.00
http://dx.doi.org/10.1037/adb0000160.
Dewi, P. 2018. Peran Adiksi Video Game Terhadap Agresivitas Yang
Dimoderatori Oleh Persepsi Terhadap Mediasi Orangtua Pada
Masa Anak-Anak Akhir Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Fuster, H; Chamarro, A; & Oberst, U. 2017. Fear of Missing Out, online
social networking and mobile phone addiction: A latent profile
approach. Aloma, 35(1), 23-30.
Johnson, G. 2010. Internet Use and Child Development: Validation
of the Ecological Techno-Subsystem. Educational Technology &
Society, 13 (1), 176–185.
Johnson, G., & Puplampu, P. 2008. A conceptual framework for
understanding the effect of the Internet on child development:
The ecological techno-subsystem. Canadian Journal of Learning and
Technology, 34, 19-28.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 355


Lee, M; & Jung, In-Kwa. 2012. Comparisons of temperament and
character between problematic internet users and problematic
drug users in Korean adolescents. Open Journal of Psychiatry, 2,
228-234. http://dx.doi.org/10.4236/ojpsych.2012.23030 (http://
www.SciRP.org/journal/ojpsych/)
Lopera, D. 2016. The Science Behind FOMO. Innovation: Princeton
Journal of Science and Technology, 11 Mei.
Lubis, M. 2017. Tren Baru di Kalangan Pengguna Internet di Indonesia.
Nielsen Cross-Platform 2017. http://www.nielsen.com/id/en.html
MacMillan, A. 2017. Why Instagram Is the Worst Social Media for
Mental Health. Time Magazine, May 25.
Nitu. 2017. Shyness as a Psychological correlates of Internet Addiction.
International Journal of Education and Psychological Research
(IJEPR) Volume 6, Issue 2.
Posso, A. 2016. Internet Usage and Educational Outcomes among
15-Year-Old Australian Students. International Journal of
Communication, 10, 3851–3876.
Ramdhani. N. 2016. Game Internet dan Adiksi, Kontrol Dirikah
Solusinya? Dalam Neila Ramdhani, Supra Wimbarti, dan Yuli
Fajar Susetyo (Editor): Psikologi untuk Indonesia Tangguh dan
Bahagia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Terwase, J; & Ibaishwa, R. 2014. Resilience, Shyness and Loneliness as
Predictors of Internet Addiction among University Undergraduate
Students in Benue State. IOSR Journal Of Humanities And Social
Science (IOSR-JHSS) Volume 19, Issue 9, Ver. III.
Van Deventer, S. S., & White, J. A. 2002. Expert behavior in children’s
video game playing. Simulation and Games, 33, 28-48.
Wimbarti, S. 2002. Children’s Aggression in Indonesia: The Effects of Culture,
Familial Factors, Peers, TV Violence Viewing, and Temperament.
(Disertasi). Los Angeles: University of Southern California.

356 — G.E.N.C.E.
(2)
Adiksi Internet

Oleh Shelly Iskandar & Elvine Gunawan

Pendahuluan
Internet telah merevolusi dunia sejak ditemukan pertama kali tahun
1960-an. Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan internet
bertumbuh dengan pesat dan menjadi hal yang penting dalam
kehidupan manusia. Saat ini internet menjadi alat bantu utama
untuk bekerja dan kegiatan sosialisasi sehingga tanpa disadari
individu menghabiskan banyak waktu untuk menggunakan internet.
Peningkatan angka penggunaan dan popularitas penggunaan internet
ternyata menyebabkan konsekuensi positif dan negatif. Akhir-akhir
ini, terdapat pertambahan jumlah laporan mengenai konsekuensi
negatif dari penggunaan internet yang berlebihan.1,2
Perkembangan teknologi dan pola hidup tersebut menyebabkan
adanya pengelompokan generasi. Individu yang lahir antara tahun
1977 dan 1997 (Generasi Y) disebut generasi milenial. Generasi Z
(generasi net, gen I (internet), gen 911, atau gen M (multi tasking) adalah
generasi yang lahir pada tahun 1990 dan awal tahun 2000. Generasi
Z tumbuh dengan internet dan merupakan penerima langsung dari
perkembangan teknologi modern. Individu yang termasuk dalam
generasi ini tumbuh dengan komputer rumah, internet, video games,
dan berbagai gadget lainnya. Oleh karena itu, secara asadar mereka
menjadi tergantung terhadap internet, email, media sosial dan lainnya.2
Beberapa potensi penyalahgunaan internet selain adiksi (dengan
perilaku ketergantungan dan toleransi yang tidak dapat dikontrol)
adalah internet stalking, kekerasan seksual, perudungan, judi online,
akses situs pornografi, sexting, dan masih banyak lagi.2 Berdasarkan
banyaknya hal negatif yang dapat diakibatkan dari adiksi internet,
maka perlu adanya pembahasan mengenai adiksi internet dan cara
mengatasinya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 357


Definisi
Internet adiksi merupakan salah satu bentuk adiksi teknologi. Beberapa
nama lainnya yaitu penyalahgunaan internet, gangguan adiksi
internet, adiksi cyberspace, adiksi net, adiksi online, penggunaan internet
patologis, high internet dependency. Hingga saat ini belum ada definisi
pasti dari adiksi internet. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder, 5th edition (DSM-5), adiksi internet adalah kelompok
dari adiksi non zat/kimia (perilaku) yang melibatkan interaksi
manusia-mesin secara berlebihan. Beard menegaskan individu dengan
adiksi internet adalah individu yang keadaan psikologisnya (termasuk
sekolah, pekerjaan, dan interaksi sosial) mengalami hendaya karena
penggunaan internet. Young mengelompokkan adiksi internet sebagai
bagian dari spektrum gangguan obsesif kompulsif (dengan kehilangan
pengenalan waktu), gejala withdrawal (marah, depresi, emosional)
ketika tidak ada komputer atau internet, gejala toleransi (kebutuhan
internet yang semakin bertambah dan peningkatan jumlah perangkat
lunak) dengan variasi gejala tambahan seperti peningkatan kemarahan,
rasa lelah, isolasi sosial, dan perilaku anti sosial seperti berbohong,
mencuri, dan lainnya. Terdapat beberapa subtipe dari adiksi internet
seperti bermain game secara berlebihan, preokupasi seksual, email,
media sosial, dan lainnya.2,3

358 — G.E.N.C.E.
Epidemiologi
Rentang epidemiologi dari adiksi internet atau penggunaan patologis
beragam, rata-rata berkisar antara 1.5-8.2%.2 Pada tabel 1 didapatkan
perbandingan epidemiologi dari adiksi internet.2,4

Tabel 1. Perbandingan Epidemiologi Adiksi Internet.2,4


Negara Persentase (%) Penggunaan “ambang”
Inggris 8.2 18.1
Yunani 11 12.8
Korea Selatan 18.2 37.9
Hongkong 19.1
Belanda 3 -
Norwegia 1.98 8.68
China 10.8 -
Turki 11.6
Italia 36.7

Proses Neuronal Adiksi Internet


Struktural Otak
Berdasarkan penelitian pada adiksi terkait zat, adiksi berkembang
melalui mekanisme habituasi di mana terjadi pengembangan menjadi
perilaku adiksi yang mengarah kepada peningkatan pelepasan
dopamin di jalur dopamin. Sebagai konsekuensi, individu tersebut
menjadi kurang sensitif terhadap rewards normal (makanan, seks) dan
pada akhirnya menyebabkan perubahan kimiawi otak yang mengarah
kepada toleransi dan craving.3 Penelitian dalam bidang adiksi perilaku
menunjukkan hipotesis serupa.5
Penelitian menunjukkan individu dengan adiksi internet
memiliki peningkatan sensitivitas terhadap penghargaan dan
penurunan sensitivitas terhadap hukuman dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Penelitian dengan menggunakan fMRI (functional
magnetic resonance imaging) terhadap 16 individu adiksi internet dan
15 kontrol menunjukkan individu dengan adiksi internet memiliki
peningkatan aktivitas girus frontal superior kiri pada saat menang

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 359


dibandingkan kelompok kontrol, seperti dapat dilihat pada gambar
1 dan 2. Penelitian ini menyimpulkan bahwa individu dengan adiksi
internet memiliki peningkatan sensitivitas terhadap kemenangan
dan mengalami kesulitan dalam mengontrol emosi saat kalah dan
menyangkal kekalahannya yang berdampak pada keberlanjutan
terhadap penggunaan internet walaupun menghadapi konsekuensi
negatif.5

Gambar 1.
Area otak yang menunjukkan perbedaan individu dengan Adiksi Internet
dibandingkan dengan kelompok kontrol saat menang. a: Individu dengan adiksi
internet menunjukkan aktivasi girus frontal superior kiri yang lebih kuat dibandingkan
kelompok kontrol saat menang. b: Gambar Beta dari girus frontal superior kiri saat
menang dan kalah. Gambar menunjukkan perbedaan disebabkan peningkatan aktivitas
otak pada individu dengan adiksi internet saat menang.

Gambar 2.
Area Otak yang menunjukkan perbedaan individu dengan Adiksi Internet dibandingkan
dengan kelompok kontrol saat kalah. a: Individu dengan adiksi internet menunjukkan
aktivasi girus frontal superior kiri yang lebih kuat dan penurunan aktivasi di Posterior
Cingulate Cortex (PCC) dibandingkan kelompok kontrol saat kalah. b: Gambar Beta
menunjukkan perbedaan pada girus frontal superior kiri disebabkan penurunan sinyal
bold saat kalah pada kelompok kontrol. Perbedaan pada gambaran PCC disebabkan
oleh penurunan aktivasi otak saat kalah pada individu dengan adiksi internet.

360 — G.E.N.C.E.
Individu dengan adiksi internet merupakan individu yang
rentan dengan perilaku kekerasan. Beberapa bagian yang memegang
peranan penting dalam perilaku agresi adalah korteks prefrontal dan
sistem limbik yang juga merupakan bagian yang berhubungan dengan
gangguan adiksi internet.6
Penelitian yang dilakukan oleh Zhou7 terhadap 18 remaja
dengan menggunakan Voxel Based Morphometry (VBM) menunjukkan
individu dengan adiksi internet memiliki gray matter density (GMD)
yang lebih rendah di area korteks cingulate anterior kiri, korteks
cingulate posterior kiri, insula kiri, dan girus lingual kiri, bagian
otak yang diketahui memegang peranan penting pada perilaku
adiksi.7 Penelitian lain dengan menggunakan VBM yang dilakukan
oleh Yuan8 menunjukkan perubahan gray matter volume pada korteks
prefrontal dorsolateral bilateral, supplementary motor area, dan korteks
orbitofrontal yang berhubungan dengan durasi adiksi internet. Adiksi
internet dapat menyebabkan perubahan struktur otak yang pada
akhirnya berdampak terhadap disfungsi kronik.
Penelitian yang dilakukan oleh Dong9,10 terhadap 15 orang individu
dengan adiksi internet dan 15 kontrol dengan menggunakan fast stroop
task menunjukkan bahwa individu dengan adiksi internet memiliki
peningkatan aktivitas di korteks cingulate anterior dan penurunan
aktivasi di korteks orbitofronral. Penelitian ini menyimpulkan adanya
hendaya dalam kemampuan error-monitoring pada individu dengan
adiksi internet.

Neuromodulator
Sistem dopamin mempengaruhi perilaku dan proses reward. Perilaku
adiktif sering kali menunjukkan peningkatan kadar dopamin di
nukleus akumbens. Penelitian pencitraan dengan Single Photon
Emission Computed Tomography (SPECT) yang dilakukan oleh Hou
terhadap 5 orang individu dengan adiksi internet dan 9 kontrol
sehat menunjukkan tingkat ekspresi DAT menurun secara signifikan
pada individu adiksi internet, membuktikan adanya disfungsi sistem
dopaminergik otak pada individu dengan adiksi internet.6,10,11

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 361


Penelitian yang dilakukan oleh Liu di China terhadap 33 remaja
menunjukkan adanya perbedaan tingkat dopamin pada darah perifer
yang signifikan antara individu dengan adiksi internet dan kontrol
(t=2.722, P<0.05) dan tingkat dopamin berhubungan secara signfikan
dengan nilai Internet Addiction Test (r = 0.457, p<0.001), selain itu
terdapat korelasi positif yang signfikan antara kadar dopamin plasma
dengan waktu online (r=0.380, p<0.01).12
Selain dopamin, neurotransmiter yang berperan dalam adiksi
adalah serotonin. Penelitian mengenai peranan serotonin terhadap
adiksi internet belum banyak. Penelitian yang dilakukan oleh Lee (2008)
menunjukkan adanya perbedaan homozygous short allelic variant of the
serotonin transporter gene (SS-5HTTLPR) pada individu dengan adiksi
internet. Sistem serotonergik juga berperan penting dalam memediasi
reward, pilihan, ketergantungan, dan craving pada penyalahgunaan zat.
6,13

Neurotransmitter lain yang memiliki peranan adalah sistem anti


kolinergik. Penelitian yang dilakukan oleh Montag14 menunjukkan
adanya perbedaan nicotinic acetylcholine receptor subunit alpha 4
(CHRNA4) pada individu dengan adiksi internet dan kontrol.

Diagnosis
Hingga saat ini belum ada kriteria diagnosis dan alat/kuesioner
untuk mendiagnosis pasti adiksi internet. Kriteria diagnosis merujuk
kepada kriteria diagnosis secara umum. Beberapa kriteria umum yang
digunakan sebagai landasan untuk menentukan adanya perilaku
adiksi internet adalah perilaku kompulsif yang menonjol, merubah
alam perasaan, hasil luaran perilaku negatif, terdapat toleransi, gejala
withdrawal, konflik, relaps, dan berdampak terhadap kehidupan sosial,
keuangan, dan pekerjaan.1-3
Beberapa alat dikembangkan untuk membantu diagnosis adiksi
internet, salah satunya adalah Internet Addiction Scale (IAS), CHEN IAS,
Brenner Internet-Related Addictive Behavior Inventory, Chinese Internet-
Related Addictive Behavior Inventory Version II (C-IRABI-II), Goldberg
Internet Addictive Disorder Scale, Pathological Internet Scale (Morahan-
Martin), young Diagnostic Questionnaire.2

362 — G.E.N.C.E.
Pendekatan perilaku-kognitif yang dikembangkan oleh Davis,
membedakan dua jenis penggunaan internet patologis, yakni Specific
Pathological Internet Use (SPIU) dan Generalized Pathological Internet
Use (GPIU). Selain itu untuk mengembangkan teori kognitif dari
penggunaan internet patologis, diperkenalkan dua konsep seperi
penyebab yang berkontribusi secara distal dan proksimal. Penyebab
distal adalah psikopatologi yang mendasari (depresi, cemas,
penyalahgunaan zat) dan penguatan perilaku (tersedia di internet
sendiri melalui pengalaman dari fungsi baru dan cues situasional yang
berkontribusi terhadap respon terkondisikan). Penyebab proksimal
mungkin melibatkan kognisi maladaptif yang dipandang sebagai
kondisi yang cukup potensi untuk mengarah pada GPIU dan SPIU dan
juga menyebabkan serangkaian gejala yang terkait dengan penggunaan
Internet patologis.3
Hal penting dalam mendiagnosis adiksi internet adalah
membedakan antara adiksi internet dan penggunaan internet berlebih.
Pada adiksi internet, harus didapatkan gejala utama dari perilaku
adiksi, yaitu, perilaku kompulsif yang menonjol, perubahan mood,
gejala toleransi, gejala withdrawal, konflik, relaps, dan gangguan fungsi.
Individu dengan gangguan penggunaan internet berlebih hanya
menunjukkan beberapa gejala perilaku adiksi. Selain itu gangguan
fungsi pada penggunaan internet berlebih tidak seberat gangguan
fungsi pada adiksi internet.3,4

Komorbiditas dan Konsekuensi


Beberapa komorbiditas dari adiksi internet adalah Gangguan
Pemusatan dan Perilaku Hiperaktivitas (GPPH), depresi, perilaku
impulsivitas, gangguan cemas, fobia sosial, gangguan perilaku
kompulsif, autism atau perilaku autistik, gangguan penyalahgunaan
zat, adiksi cyber-sex, masalah judi, hostilitas, gangguan afektif bipolar,
gangguan kepribadian, dan gangguan psikiatri lainnya.2,6
Terdapat hubungan yang kuat antara komorbiditas gangguan
psikiatrik dengan adiksi internet sehingga mekanisme kontribusi
penting untuk diketahui. Beberapa mekanisme terjadinya hubungan
ini adalah (1) gangguan psikiatri berdampak, berkontribusi terhadap,

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 363


menyebabkan deteriorasi gejala atau perjalanan penyakit dari
gangguan adiksi, (2) gangguan adiksi menyebabkan, berkontribusi,
menyebabkan deteriorasi gejala atau perjalanan penyakit psikiatri, (3)
gangguan psikiatri dan adiksi memiliki beberapa mekanisme biologi,
psikologi, sosiologi yang serupa, (4) bebrapa faktor yang berhubungan
dengan pengambilan sampel penelitian, penilaian, investigasi, desain
penelitian, atau analisis hasil berpengaruh terhadap ketidaksesuaian
estimasi berlebih dari komorbiditas.4
Beberapa konsekuensi dari adiksi internet adalah depresi,
disfungsi keluarga (termasuk perceraian), performan akademi yang
buruk, adiksi cyber sex, cemas, gangguan makan, mata kering dan
iritasi, insomnia, masalah keuangan, nyeri kepala, insomnia, kondisi
muskuloskeletal, isolasi sosial, perawatan diri buruk, penyalahgunaan
zat, dan lain-lain.2,3 Penelitian yang dilakukan oleh Dong tahun 2013
menunjukkan individu dengan adiksi internet memiliki hendaya
fleksibilitas kognitif dibandingkan kelompok kontrol, sama seperti
pada kelompok dengan perilaku adiktif lainnya.15

Populasi Rentan : Remaja


Remaja merupakan kelompok yang paling banyak menerima dampak
dari perubahan teknologi yang menyedikan berbagai fasilitas seperi
pendidikan, dunia hiburan, permainan, dan media sosialisasi.
Terkadang remaja menggunakan internet sebagai salah satu cara
untuk menghindari realitas kehidupan dan memasuki dunia fantasi
yang mudah ditemukan di internet seperti perangkat lunak Second Life,
World of War Craft, dan lainnya.2
Perubahan periode perkembangan menjadi remaja merupakan
fase penting dalam perkembangan suatu perilaku adiksi. Pada masa
remaja, hal yang penting adalah terdapat interaksi otak-perilaku-
interaksi sosial. Hal yang penting adalah terdapat dua pembentukan
neural network yaitu emosi atau afektif, yang berkembang lebih dahulu,
lebih cepat, dan lebih intensif dibandingkan network kedua yaitu
penilaian atau judgement, yang berpusat di sistem limbik subkortikal
dan akan berperan dalam kontrol dan inhibisi dari reaksi emosi.2,16,17

364 — G.E.N.C.E.
Pada remaja, network emosi menunjukkan prevalensi struktural
dan fungsional yang melebihi network judgement pada tahun-tahun
awal fase remaja hingga usia 18 tahunan. Dominasi dari network emosi
dimanifestasikan oleh hiperaktivitas sistem limbik, yang berdampak
pada kecenderungan untuk mengambil tindakan berisiko, tanpa
pertimbangan, tindakan berbahaya. Tahap perkembangan maturasi
ini menunjukkan besarnya keterlibatan emosi pada pengambilan
keputusan remaja, seperti dapat dilihat pada gambar 3.16-18

Fase anak menuju remaja Fase remaja menuju dewasa

Gambar 3. Perbedaan Gray Matter Density (VBM) antar kelompok usia

Terapi
Farmakoterapi
Pemberian terapi farmakoterapi terutama diberikan untuk mengatasi
komorbiditas yang menyertai adiksi internet. Beberapa obat yang dapat
digunakan adalah golongan antidepresan (escitalopram, citalopram,
bupoprion), antipsikotik (olanzapine, quetiapine, quetiapine kombinasi
dengan citalopram), antagonis receptor opioid (naltrexone 150 mg per
hari kombinasi dengan sertraline), psikostimulan (methylphenidate),
antagonis glutamate (memantine).19

Non farmakoterapi
Beberapa terapi nonfarmakoterapi yang dapat dilakukan untuk adiksi
internet adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT). CBT memiliki
bukti yang cukup baik dalam tata laksana adiksi.19 Cognitive Behavioral

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 365


Therapy for Internet Addiction (CBT-IA) dapat dilakukan dengan
dikombinasikan dengan Interaction of Person-Affect-Cognition- Execution
(I-PACE).13,20 I-PACE merupakan model yang menjelaskan gejala adiksi
internet dengan melihat interaksi antara kombinasi faktor predisposisi,
moderator, mediator, dengan penurunan fungsi eksekutif dan
hilanganya kemampuan mengambil keputusan pada individu dengan
adiksi internet, seperti dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5.13

Gambar 4. Model I-PACE13

366 — G.E.N.C.E.
Gambar 5. Integrasi elemen CBT-IA dengan Pendekatanmodel I-PACE13

Terapi lain yang efektif adalah multi family group therapy (MFGT).
Penelitian yang dilakukan di China terhadap 92 orang menunjukkan
bahwa 6 sesi MFGT membantu menurunkan adiksi internet dan
proses maintenance therapy (100 versus 11.1%, p<0.001). Mekanisme
yang mendasari efektivitas MFGT adalah peningkatan komunikasi,
kelekatan, dan kedekatan antara orang tua dan anak, pemenuhan
kebutuhan psikologis sebagai hasil peningkatan komunikasi dan
kelekatan orangtua-anak. 21

Kesimpulan
Internet memiliki banyak manfaat dalam membantu kehidupan
manusia namun penggunaannya yang berlebihan dapat menimbulkan
risiko untuk terjadinya adiksi yang akan menimbulkan gangguan
proses berpikir dan perilaku. Deteksi dan penanganan adiksi internet
perlu dilakukan secara dini untuk menghindari konsekuensi yang
merugikan. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 367


Daftar Pustaka
1. Kuss DJ, Griffiths MD, Karila L, Billieux J. Internet addiction: a
systematic review of epidemiological research for the last decade.
Curr Pharm Des. 2014;20(25):4026-52.
2. Greydanus DE, Greydanus MM. Internet use, misuse, and addiction
in adolescents: current issues and challenges. International journal
of adolescent medicine and health. 2012;24(4):283-9.
3. Pontes HM, Kuss DJ, Griffiths MD. Clinical psychology of Internet
addiction: a review of its conceptualization, prevalence, neuronal
processes, and implications for treatment. Neuroscience &
Neuroeconomics. 2015;4:11-23.
4. Ko CH, Yen JY, Yen CF, Chen CS, Chen CC. The association
between Internet addiction and psychiatric disorder: a review of
the literature. European psychiatry : the journal of the Association
of European Psychiatrists. 2012 Jan;27(1):1-8.
5. Dong G, Hu Y, Lin X. Reward/punishment sensitivities among
internet addicts: Implications for their addictive behaviors. Prog
Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry. 2013 Oct 01;46:139-45.
6. Hahn C, Kim DJ. Is there a shared neurobiology between
aggression and Internet addiction disorder? Journal of Behavioral
Addictions. 2014 Mar;3(1):12-20.
7. Zhou Y, Lin FC, Du YS, Qin LD, Zhao ZM, Xu JR, et al. Gray matter
abnormalities in Internet addiction: a voxel-based morphometry
study. European journal of radiology. 2011 Jul;79(1):92-5.
8. Yuan K, Qin W, Wang G, Zeng F, Zhao L, Yang X, et al.
Microstructure abnormalities in adolescents with internet
addiction disorder. PloS one. 2011;6(6):e20708.
9. Dong G, Shen Y, Huang J, Du X. Impaired error-monitoring
function in people with Internet addiction disorder: an event-
related fMRI study. European addiction research. 2013;19(5):269-
75.
10. Zhu Y, Zhang H, Tian M. Molecular and functional imaging
of internet addiction. BioMed Research International.
2015;2015:378675.

368 — G.E.N.C.E.
11. Hou H, Jia S, Hu S, Fan R, Sun W, Sun T, et al. Reduced Striatal
Dopamine Transporters in People with Internet Addiction
Disorder. Journal of Biomedicine and Biotechnology. 2012;2012.
12. Liu M, Luo J. Relationship between peripheral blood dopamine
level and internet addiction disorder in adolescents: a pilot study.
International journal of clinical and experimental medicine.
2015;8(6):9943-8.
13. Young KS, Brand M. Merging Theoretical Models and Therapy
Approaches in the Context of Internet Gaming Disorder: A
Personal Perspective. Frontiers in psychology. 2017;8:1853.
14. Montag C, Kirsch P, Sauer C, Markett S, Reuter M. The role of the
CHRNA4 gene in Internet addiction: a case-control study. Journal
of addiction medicine. 2012 Sep;6(3):191-5.
15. Dong G, Lin X, Zhou H, Lu Q. Cognitive flexibility in internet
addicts: fMRI evidence from difficult-to-easy and easy-to-difficult
switching situations. Addictive behaviors. 2014 Mar;39(3):677-83.
16. Chwedorowicz R, Skarżyński H, Pucek W, Studziński T.
Neurophysiological maturation in adolescence – vulnerability
and counteracting addiction to alcohol. Annals of Agricultural
and Environmental Medicine. journal article. 2017;24(1):19-25.
17. Dahl RE. Biological, developmental, and neurobehavioral
factors relevant to adolescent driving risks. American journal of
preventive medicine. 2008 Sep;35(3 Suppl):S278-84.
18. Ernst M, Korelitz KE. Cerebral maturation in adolescence:
behavioral vulnerability. L’Encephale. 2009 Dec;35 Suppl 6:S182-
9.
19. Przepiorka AM, Blachnio A, Miziak B, Czuczwar SJ. Clinical
approaches to treatment of Internet addiction. Pharmacological
reports : PR. 2014 Apr;66(2):187-91.
20. Young KS. Treatment outcomes using CBT-IA with Internet-
addicted patients. Journal of Behavioral Addictions. 2013
Dec;2(4):209-15.
21. Liu QX, Fang XY, Yan N, Zhou ZK, Yuan XJ, Lan J, et al. Multi-
family group therapy for adolescent Internet addiction: exploring
the underlying mechanisms. Addictive behaviors. 2015 Mar;42:1-
8.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 369


(3)
Gangguan Kecanduan Internet

Oleh Nugraha P. Utama

PEMBUKAAN
Perkembangan teknologi internet sudah kita akui dan rasakan mampu
mengubah wajah dunia menjadi lebih dinamis dan penuh warna.
Sesuatu yang booming saat ini, dalam hitungan bulan, atau bahkan hari
dapat menjadi sesuatu yang sudah dilupakan, atau sebaliknya, hal-hal
baru muncul bagai cendawan di musim hujan. Oleh karena sifatnya
yang dinamis tinggi inilah yang membuat teknologi internet ini
memaksa manusia untuk selalu dinamis, beradaptasi dengan kondisi
yang selalu berubah.
Segala kemudahan bias didapatkan dari berkembangnya teknologi
internet ini. Ingin kirim surat, e-mail jauh lebih cepat daripada post-mail.
Saat malas keluar rumah, dengan membuka aplikasi di smartphone yang
terhubung internet, dalam hitungan jam atau bahkan menit kita sudah
dapat mendapatkan makanan hangat di depan mata. Akibat teknologi
internet ini, dunia ibarat dalam genggaman, berbagai kemudahan yang
didapat membuat tingkat ketergantungan manusia terhadap teknologi
internet semakin tinggi.
Saat ini, isu sosial yang diakibatkan oleh pemakaian internet
secara berlebihan menjadi bahan perdebatan di seluruh dunia. Internet
Addiction Disorder (IAD) atau dalam bahasa Indonesia kita terjemahkan
bebas sebagai adiksi atas penggunaan internet, ternyata dapat
menyebabkan permasalahan dalam otak kita, gangguan psikologi, serta
permasalahan sosial, yang dampaknya dapat menghancurkan hidup
manusia. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Weinstein et.al
2010 (Weinstein & Lejoyeux, 2010)terhadap para pengguna internet di
Eropa dan Amerika Serikat, ditemukan bahwa IAD memiliki tingkat
kelaziman antara 1.5% hingga 8.2% dari total pengguna internet di

370 — G.E.N.C.E.
kawasan tersebut. Untuk kawasan Asia, diwakili oleh penelitian
di 6 kawasan; China (879 responden), Hongkong (839 responden),
Jepang (744 responded), Korea Selatan (936 responden), Malaysia
(969 responden), dan Philippines (999 responden), terhadap remaja
berusia 12 -18 tahun, ditemukan bahwa kawasan-kawasan di Asia ini
lebih rawan terhadap permasalahan IAD. Dari hasil data, didapati
bahwa remaja sebagian besar mengakses internet dari rumah masing-
masing; Jepang (96%), Hongkong (91.5%), Korea Selatan (86.3%),
Malaysia (78.5%), dan Philippines (19.4%). Selain di rumah, mereka
juga mengakses internet di tempat umum, sekolah perpustakaan, dan
rumah teman. Terkait dengan aktivitas yang para remaja lakukan saat
mengkases internet, mereka sebagian besar menggunakan internet
untuk melihat email, jejaring sosial, browsing, dan bermain game online
(Mak et al., 2014).
Beberapa hasil penelitian mencoba untuk menjawab persoalan
terkait dengan IAD, mulai dari definisi IAD, klasifikasi IAD, bagaimana
mendiagnosa IAD, bagaimana IAD bisa terjadi dan bagaimana kita bisa
mengontrolnya, dan apa yang membedakan IAD dengan adiksi yang
lain (Beard, 2005; Byun et al., 2009; Chou, Condron, & Belland, 2005;
Wolfling, Buhler, Lemenager, Morsen, & Mann, 2009), dan ada juga
beberapa penelitian yang fokus bagaimana mengatasi atau menangani
IAD (Laura Widyanto & Griffiths, 2006; Petersen, Weymann, Schelb,
Thiel, & Thomasius, 2009; Peukert, Sieslack, Barth, & Batra, 2010). Dan
tulisan ini berusaha untuk merangkum hasil penelitian yang sudah
dicapai, sehingga kita memiliki gambaran yang lebih jelas tentang IAD.

KLASIFIKASI
Sebenarnya masih banyak perdebatan yang terjadi dalam menentukan
cara terbaik dalam mengklasifikasikan perilaku yang dicirikan dengan
waktu yang dihabiskan di depan computer/internet/video games
yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. (Czincz & Hechanova,
2009). Perilaku yang diikuti dengan adanya perubahan suasana hati
(mood), keasyikan yang berlebihan dengan internet dan media dijital,
ketidakmampuan untuk mengendalikan waktu yang dipakai untuk
bermain teknologi dijital, diperlukannya waktu yang semakin lama

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 371


atau jenis permainan dijital baru untuk mengambalikan suasana
hati, gejala untuk mengucilkan diri ketika tidak bermain dengan
dijital teknologi, dan keberlanjutan perilaku ini dapat mengakibatkan
berbagai macam permasalahan mulai dari konflik dalam keluarga,
terganggunya pekerjaan ataupun kegiatan belajar-mengajar, hingga
hilangnya kehidupan sosial (Beard, 2005; YOUNG., 2009). Beberapa
hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan internet yang
berlebihan adalah salah satu ciri dari penyakit mental yang lain seperti
ketakuan (anxiey) atau depresi, bukan penyakit mental yang berbeda,
misalkan yang hasil penelitian yang ditulis oleh Kratzer dan rekan
(Kratzer & Hegerl, 2008). Adiksi Internet juga dapat dianggap sebagai
gangguan kontrol secara impulsif. Namun masih ada konsensus
yang berkembang mengkategorikan gejala ini sebagai adiksi (Grant,
Potenza, Weinstein, & Gorelick, 2010). American Society of Addiction
Medicine (ASAM) baru-baru ini merilis definisi baru tentang adiksi
sebagai penyakit yang berkaitan dengan otak kronis, yang secara resmi
mengusulkan pertama kalinya bahwa adiksi tidak terbatas hanya
pada penggunaan obat-obatan atau zat adiktif lainnya (ASAM, 2011).
Semua kecanduan, entah kimiawi atau perilaku, memiliki karakteristik
tertentu yang dominan, seperti penggunaan yang berlebihan hingga
kehilangan kendali atasnya, suasana hati yang berubah-ubah,
berkurangnya toleransi, pengucilan diri, dan kelanjutannya yang
memiliki dampak negatif.

KARAKTERISTIK DIAGNOSA UNTUK IAD


Proposal serius pertama untuk kriteria diagnostik diajukan pada
tahun 1996 oleh Dr. Young, memodifikasi kriteria DSM-IV terkait
dengan kecanduan judi (Chakraborty, Basu, & Vijaya Kumar, 2010).
Sejak itu, berbagai variasi nama dan penentuan kriteria telah diajukan
untuk dapat merepresentasikan masalah yang saat ini dikenal dengan
istilah Internet Addiction Disorder (IAD). Problematic Internet Use (PIU)
(Davis, 2001), adiksi komputer, ketergantungan internet (Dowling &
Quirk, 2009), Penggunaan internet yang berlebihan (Caplan, 2002),
dan beberapa sebutan lainnya dapat ditemukan dalam berbagai
tulisan. Demikian juga berbagai kriteria yang sering tumpang tindih

372 — G.E.N.C.E.
telah diajukan dan dipelajari, dan beberapa di antaranya telah
berhasil divalidasi. Akan tetapi, beberapa penelitian secara empiris
masih memberikan seperangkat kriteria yang tidak konsisten dalam
mendefinisikan adiksi internet ini (Byun et al., 2009; Winkler, Dorsing,
Rief, Shen, & Glombiewski, 2013).
Beard (Beard, 2005) merekomendasikan lima kriteria dasar untuk
mendiagnosa kecanduan internet: (1)Ianya disibukkan oleh internet
(memikirkan aktivitas online sebelumnya atau mengantisipasi sesi
online berikutnya); (2) Penggunaan internet dengan jumlah waktu
yang meningkat untuk merasa puas; (3) Gagal untuk mengendalikan,
mengurangi, atau menghentikan penggunaan Internet; (4) Ianya
gelisah, murung, depresi, atau mudah tersinggung saat mencoba
mengurangi atau menghentikan penggunaan internet; (5) Terhubung
atau melakukan kegiatan online lebih lama dari yang semula
direncanakan. Selain itu, setidaknya satu dari kriteria berikut ini
harus ada: (6) Membahayakan atau mempertaruhkan kehilangan
hubungan, pekerjaan, pendidikan, atau kesempatan karir yang penting
demi internet; (7) Telah berbohong kepada anggota keluarga, terapis,
atau orang lain untuk menutupi tingkat penggunaan internet; (8)
Menggunakan Internet sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah
atau menghilangkan suasana dysphoric (mis., Perasaan tidak berdaya,
rasa bersalah, cemas, depresi) (Beard, 2005).
Saat ini ada beberapa alat penilaian yang telah dikembangkan
untuk mengevaluasi IAD, antara lain Young’s Internet Addiction Test
(Young, 1998), the Problematic Internet Use Questionnaire (PIUQ) yang
dikembangkan oleh Demetrovics, Szeredi, and Pozsa (Demetrovics,
Szeredi, & Rozsa, 2008) dan the Compulsive Internet Use Scale (CIUS)
(Meerkerk, Van Den Eijnden, Vermulst, & Garretsen, 2009).

PREVALENSI
Tingkat prevalensi atau tingkat jumlah kasus terkait IAD saat ini sangat
bervariasi, menurut hasil penelitian oleh Chakraborty dan koleganya
(Chakraborty et al., 2010), didapati bahwa tingkat prevalensi IAD

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 373


memiliki nilai varian yang sangat tinggi, nilai prevalensi IAD berada
diantara 0.3% dan 38%. HAsil penelitian yang dilakukan oleh Weinstein
dan Lejoyeux (Weinstein & Lejoyeux, 2010) didapati bahwa untuk
Amerika Serikat dan Eropa, tingkat prevalensi IAD sangat bervariasi
antara 1.5% dan 8.2%, bahkan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh
Young dan de Abreu (Young & Abreu, Oct2010) menyebutkan bahwa
nilai prevalensi IAD di Amerika Serikat dan Eropa bervariasi diantara
6% dan 18.5%.
Hasil-hasil tersebut memberikan gambaran nyata, bahwa hingga
saat ini kita masih belum memiliki standard baku atas prosedur
pengkategorian IAD yang dapat diberlakukan disemua Negara,
atau kita juga dapat mengatakan bahwa faktor budaya sangat
berpengaruh pada pengkategorian IAD, sehingga nilai prevalensi yang
didapatkan sangat bervariasi di setiap Negara. Selain itu, penelitian
dilakukan berdasarkan hasil survei online yang sangat mungkin tidak
mempresentasikan keadaan yang sesuangguhnya (Peukert et al., 2010).

PEMODELAN
Untuk merumuskan suatu permasalahan yang menyangkut kesehatan
mental, terdapat beberapa model yang berkembang dalam merumuskan
adiksi internet, antara lain:
• Cognitive-behavioral model of problematic Internet use atau model
kognitif-perilaku penggunaan Internet bermasalah (Davis,
2001),
• The anonymity, convenience and escape (ACE) model atau model
anonimitas, kenyamanan dan pelarian (Young, Griffin-
shelley, Cooper, O’Mara, & Buchanan, 2000),
• The access, affordability, anonymity (Triple-A) engine atau akses,
keterjangkauan, anonimitas (Cooper, Putnam, A. Planchon, &
C. Boies, 1999),
• A phases model of pathological Internet use atau model bertahap
untuk penggunaan Internet patologis yang dikembangkan
oleh Grohol (Grohol, 1999 (updated 2016)),

374 — G.E.N.C.E.
• A comprehensive model of the development and maintenance of
Internet addiction atau model komprehensif pengembangan
dan pemeliharaan kecanduan internet oleh Winkler & Dörsing
(Winkler et.al., 2013), yang mempertimbangkan faktor sosial
budaya (misalnya, faktor demografi, akses dan penerimaan
Internet), kerentanan biologis (misalnya faktor genetik,
kelainan pada proses neurokimia), kecenderungan psikologis
(misalnya, karakteristik kepribadian, pengaruh negatif), dan
atribut spesifik Internet untuk menjelaskan “keterlibatan
berlebihan dalam aktivitas internet “ (Winkler et al., 2013).

KEKACAUAN NEUROBIOLOGIS
Telah diketahui bahwa kecanduan mengaktifkan bagian-bagian otak
yang terkait dengan kesenangan, atau yang dikenal bersama sebagai
“reward center (pusat penghargaan)” atau “pleasure pathway (jalur
kesenangan)” di otak (Linden, 2011; Maté, 2010). Ketika bagian-bagian
otak ini teraktifkan, maka pelepasan dopamin bersamaan dengan opiat
dan bahan kimia saraf lainnya meningkat. Seiring waktu, reseptor
terkait akan terpengaruh, rasa senang yang pertama kali dirasa saat
melakukan aktivitas yang mengaktifkan pusat penghargaan di otak
semakin berkurang, akibatnya terjadilah toleransi otak dimana
diperlukan aktivitas yang intensitasnya lebih untuk menghasilkan
rasa senang seperti yang dirasa pertama kali. Diperlukannya aktivitas
yang semakin meningkat seiringnya waktu inilah yang menyebabkan
adiksi, dan peningkatan aktivitas ini juga selanjutnya diperlukan
untuk menghindari perilaku menarik diri (withdrawal). Selain itu,
penggunaan internet juga dapat menyebabkan pelepasan dopamin
secara khusus di bagian nucleus accumbens, yang merupakan bagian
pusat penghargaan yang secara khusus terlibat dalam kecanduan
lainnya (Bai, Lin & Chen, 2001; Ko et al., 2009).

DUKUNGAN DAN PENGHARGAAN


Apa manfaat penggunaan internet dan video game sehingga
bisa menyebabkan kecanduan? Teorinya adalah para pengguna
internet menjadi kecanduan karena mereka memperoleh berbagai

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 375


penghargaan saat mereka menggunakan berbagai aplikasi computer,
baik penghargaan yang bersifat nyata ataupun yang bersifat maya.
Apapun jenis aplikasi dijital yang digunakan, seperti internet browsing,
chat room, video game, SMS, cloud game, pornografi, dll., semua kegiatan
ini dapat menyebabkan rasa penghargaan dan rangsangan dengan
tingkatan yang berbeda dan bervariasi (Young & Abreu, Oct2010).
Rasa penghargaan dan rangsangan ini akan semakin meningkat jika
digabungkan dengan konten yang meningkatkan mood, misalkan
rangsangan seksual dari kegiatan melihat pornografi, memperoleh
penghargaan sosial semisal menjadi superhero dalam video game, fantasi
yang romantis di situs kencan, bahkan keuntungan finansial dari situs
poker online (Amichai-Hamburger & Ben-Artzi, 2003).

KECENDERUNGAN SECARA BIOLOGIS


Ada beberapa hasil penelitian yang menemukan bahwa faktor genetik
berpengaruh pada kecenderungan terjadinya perilaku adiktif (Eisen
et al., 1998; Grant, Brewer, & Potenza, 2006). Sejauh ini, secara teori
kita dapat dikatakan bahwa mereka yang berkecenderungan untuk
berperilaku adiktif memiliki jumlah reseptor dopamin/serotonin
yang kurang atau jumlah serotonin/dopamin yang mereka miliki lebih
sedikit dibandingkan dengan mereka tanpa kecenderungan adiktif
(Beard, 2005). Dengan sedikitnya produksi hormon serotonin/dopamin
ataupun sedikitnya jumlah reseptor untuk hormon ini, mengakibatkan
mereka mengalami kesulitan untuk merasakan tingkat kenikmatan
yang setara dengan tingkat kenikmatan yang diperoleh kebanyakan
individu saat melakukan aktivitas yang sama. Oleh karenanya, untuk
meningkatkan kesenangan, individu-individu yang berkecenderungan
adiktif ini membutuhkan perangsangan dopamin/serotonin yang
lebih besar dari rata-rata orang tanpa kecenderungan adiktif, sehingga
mereka ini memiliki resiko kecanduan yang lebih tinggi.

GANGGUAN KESEHATAN MENTAL


Para peneliti masih belum secara jelas menjawab, mana yang lebih
dahulu antara gangguan mental dengan kecanduan (seperti IAD), tapi

376 — G.E.N.C.E.
mereka dengan mudah dapat mengatakan bahwa banyak gangguan
mental akan terjadi bersamaan dengan terjadinya kecanduan seperti
misalnya IAD. Jadi efek sebab-akibat antara gangguan mental dan
kecanduan masih dalam tahap perdebatan (Dong, Lu, Zhou, & Zhao,
2011; Kratzer & Hegerl, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Dong
et al. (Dong et al., 2011) sedikit menjawab perdebatan yang terjadi ini,
dilaporkan bahwa menurut hasil penelitian mereka, didapati bahwa
nilai depresi, kecemasan permusuhan, sensitivitas interpersonal, dan
psikotisme adalah akibat atau konsekuensi dari IAD. Akan tetapi hasil
penelitian ini masih terbatas, sehingga diperlukan penelitian lebih
mendalam untuk benar-benar dapat menyimpulkan dengan pasti.

PENGOBATAN BAGI KECANDUAN INTERNET


Ada konsensus atau pendapat umum dari para peneliti yang
menyimpulkan bahwa pelarangan total menggunakan internet
untuk para IAD jangan menjadi tujuan dalam proses intervensi
penyembuhan orang dengan IAD. Yang menjadi tujuan utama dari
proses penyembuhan ini dalah tercapainya keseimbangan dan kendali
atas penggunanaan internet dengan media dijital yang digunakan.
Misalkan jika orang dengan IAD memiliki kecanduan aplikasi
media sosial seperti facebook, maka orang dengan IAD ini tetap boleh
menggunakan internet untuk melakukan kegiatan dijital lainnya,
dengan catatan bahwa penggunaan media sosial tersebut harus dibatasi
dan diawasi dengan benar (Petersen et al., 2009). Terdapat beberapa cara
intervensi untuk penyembuhan orang dengan IAD yang berkembang
saat ini. Proses penyembuhan orang dengan IAD dapat dilakukan
dengan intervensi obat-obatan, akan tetapi sangat disayangkan bahwa
penelitian terhadap kefektifan penyembuhan melalui obat-obatan
memiliki kualitas metodologi yang rendah dikarenakan seringnya
menggunakan metoda penelitian intra-kelompok.
Mengacu kepada buku karya Young “Internet Addiction:
Symptoms, Evaluation, and Treatment” (KS, 1999), ada beberapa
strategi penyembuhan yang diturunkan dari metoda pendekatan
perilaku-kognitif, yaitu:

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 377


i. Penjadualan aktivitas yang mengganggu proses penggunaan
internet; dimana kita harus memetakan jadual penggunaan
internet dari orang dengan IAD dahulu, lalu dibuatlah jadual
baru yang menganggu aktivitas penggunaan internet tersebut.
ii. Menggunakan metoda stopper eksternal; yang mana kita
melakukan satu aktivitas atau membuat suatu kejadian yang
membuat orang dengan IAD untuk log off.
iii. Membuat goal atau batasan waktu penggunaan internet.
iv. Menjauhkan diri dari aplikasi dijital tertentu yang menjadi
sumber kecanduan.
v. Menggunakan kartu pengingat; yang mengingatkan orang
dengan IAD akan bahaya dari IAD dan manfaatnya jika sembuh
dari IAD.
vi. Mengembangkan inventaris aktivitas pribadi yang dapat
melibatkan orang dengan IAD atau membuat inventaris aktivitas
pribadi yang mana saat ini tidak dapat dilakukan karena tidak
ada waktu akibat dari IAD
vii. Bergabung dengan grup yang mendukung penyembuhan IAD,
sebagai kompensasi atas kurangnya dukungan sosial.
viii. Terlibat dalam terapi keluarga; memetakan permasalahan
hubungan dalam keluarga.

Sayangnya dalam buku tersebut, bukti secara klinis atas efektivitas


strategi di atas tidak dipaparkan dengan jelas.
a. Pendekatan-pendekatan non-psikologis
Meskipun belum ada penelitian medis tentang keefektifan perawatan
farmakologis untuk IAD, ada beberapa hasil penelitian yang membahas
tentang penggunaan obat-obatan untuk proses penyembuhan orang
dengan IAD. Penggunaan obat-obatan dalam proses penyembuhan ini,
terutama selective serotonin-reuptake inhibitors (SSRIs) atau dalam bahasa
Indonesia disebut penghambat ambilan kembali serotonin secara
selektif, diketahui efektif berdasarkan beberapa hasil penelitian dalam
menangani depresi dan kecemasan, yang mana depresi dan kecemasan
ini merupakan gangguan mental yang terkait dengan IAD (Atmaca,

378 — G.E.N.C.E.
2007; Huang, Li, & Tao, 2010; Wieland, 2005). Dalam penelitian medis
yang dilakukan oleh Dell’Osso dan rekan (Dell’Osso et al., 2008) dengan
menggunakan Escitalopram (SSRI) untuk merawat 14 subjek dengan
gangguan penggunaan internet impulsif-kompulsif, ditemukan bahwa
penggunaan internet menurun secara signifikan dari rata-rata 36,8 jam
/ minggu menjadi 16,5 jam / minggu.
Dalam penelitian yang lain oleh Han, Hwang, dan Renshaw
(Han, Hwang, & Renshaw, 2010), dinyatakan bahwa keinginan untuk
bermain video game di internet, total waktu bermain di internet, dan
juga sinyal aktivitas otak di daerah prefrontal dorsolateral korteks saat
dirangsang menunjukan penurunan dibandingkan sebelum dilakukan
pengobatan dengan bupropion yaitu obat antidepresan yang non-
trisiklik. Dalam penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa lama
periode pengobatan dengan bupropion ini dilakukan selama enam
minggu secara berkelanjutan. Penelitian yang dilakukan oleh Han dan
koleganya (Han et al., 2009) untuk menyembuhkan 62 anak dengan
gangguan Attention Defisit and Hiperactivity Disorder (ADHD) atau
gangguan hiperaktif dan perhatian-defisit yang kecanduan video-game
online, didapati bahwa setelah proses penyembuhan menggunakan
Methylphenidate yang merupakan jenis obat yang biasa digunakan
untuk mental-stimulan selama delapan minggu, didapati bahwa
waktu anak-anak tersebut untuk mengakses internet berkurang secara
signifikan dibandingkan sebelum pengobatan, hal ini juga didukung
oleh turunnya nilai Young’s Internet Addiction Scale (YIAS-K) setelah
pengobatan dibandingkan sebelum pengobtan. Berdasarkan hasil
tersebut, penulis menyarankan bahwa methylphenidate ini mungkin
dapat juga digunakan untuk diterapkan dalam proses penyembuhan
orang dengan IAD. Penelitian lain oleh Shapira dan rekan (Shapira,
Goldsmith, Keck, Khosla, & McElroy, 2000) ditemukan bahwa obat-
obatan penstabil mood ternyata berguna untuk memperbaiki gejala
IAD. Selain penelitian di atas, ada beberapa laporan kasus pasien yang
diobati dengan kombinasi escitalopram (SSRI) (Sattar & Ramaswamy,
Dec 2004), citalopram (SSRI)-quetiapine (antipsikotik) (Atmaca, 2007)
dan naltrexone (anti opioid reseptor) (Bostwick & Bucci, 2008).
Selain itu, beberapa peneliti juga menyebutkan bahwa
berkurangnya level dopamine akibat berkurangnya aktivitas online

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 379


dapat diganti dengan melakukan latihan fisik. Selain itu, latihan fisik
secara berkelompok yang biasa diterapkan dalam terapi-kelompok
perilaku-kognitif diketahui banyak membantu proses penyembuhan
orang dengan IAD (Zhang, 2009).

b. Pendekatan secara psikologis


Motivational Interviewing (MI) atau wawancara motivasi adalah
suatu metoda dengan teknik wawancara yang berpusat pada klien,
yang diarahkan untuk meningkatkan motivasi dalam diri dengan
mengeksplorasi dan mengatasi keragu-raguan klien (W. R. Miller &
Rollnick, 2002). MI menggunakan teknik interview seperti pertanyaan
terbuka, mendengarkan perasaan klien, dukungan positif, dan
refleksi diri secara umum untuk membantu individu memahami atau
mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap perubahan (N. H.
Miller, 2010), dan MI ini dikembangkan untuk membantu individu
melepaskan perilaku adiktif dengan mempelajari keterampilan
perilaku yang baru. Sayangnya, data penelitian yang membahas
keampuhan MI dalam mengobati IAD masih sangat kurang. Untuk
saat ini metoda MI ini cukup efektif dalam menangani kasus-kasus
adiksi yang terkait dengan alkohol, obat-obatan, dan kesulitan untuk
olahraga dan pengaturan pola makan (dieting) (Burke, Arkowitz, &
Menchola, 2003).
Meskipun belum adanya kontrol studi yang mengulas seberapa
efektif intervensi anggota keluarga untuk meningkatkan motivasi
pengguna internet untuk mengurangi penggunaannya, tapi hasil postif
dari intervensi anggota keluarga dalam mengurangi penggunaan
internet didapati dalam penelitian yang dilakukan oleh Peukert dan
rekan (Peukert et al., 2010)
Selain itu, dari sisi pendekatan psikologis juga dikenal metoda
Reality Therapy (RT) atau terapi realitas yang bertujuan untuk
mendorong individu agar mereka memilih untuk memperbaiki hidup
mereka dengan cara melakukan perubahan perilakunya. Di dalam
terapi ini, tercakup sesi yang menunjukkan kepada individu bahwa
kecanduan adalah pilihan, dan mereka adalah penentunya. Dalam
terapi ini, individu diberi pelatihan tentang manajemen waktu, selain

380 — G.E.N.C.E.
juga memperkenalkan aktivitas alternatif sebagai pengganti aktivitas
yang sebelumnya menjurus pada perilaku bermasalah. Menurut
Kim (Kim, Spring2007), RT ini dapat dikatan sebagai alat utama
dalam pemulihan kecanduan seperti obat-obatan, seks, gila makan,
dan gila kerja, termasuk untuk kecanduan internet. Dalam program
konseling berkelompok yang dipandu oleh Kim (Kim, Spring2008),
dilaporkan bahwa program tersebut yang dilakukan secara insentif
dan berkelanjutan, mampu mengurangi tingkat kecanduan sekaligus
meningkatkan harga diri dari 25 mahasiswa dengan IAD di Korea
Selatan.
Selain itu, dari sisi pendekatan psikologis, juga didapati metoda lain
yang disebut Acceptance and Commitment Therapy (ACT) yang merupakan
sebuah protokol yang berisi latihan-latihan yang disesuaikan dengan
permasalahan tiap individu. Penelitian yang dilakukan oleh Twohig
dan Crosby dengan menggunakan ACT menyatakan bahwa mereka
berhasil mengurangi prosentase waktu penderita dengan kecanduan
pornografi dalam melihat konten pornografi sebanyak 85% (Twohig
& Crosby, 2010). Dan pengurangan waktu dalam mengakses konten
pornografi sebanyak 85% dibandingkan sebelum terapi ini bertahan
hingga masa studi, yaitu 3 bulan pasca penelitian.
Menurut Widyanto dan Griffith (Laura Widyanto & Griffiths,
2006) disebutkan bahwa untuk saat ini, sebagian besar perawatan
untuk menangani kasus adiksi atau kecanduan merupakan modifikasi
yang bersumber dari pendekatan perilaku-kognitif. Cognitive-
Behavioral Therapy (CBT) atau terapi perilaku-kognitif dikenal sangat
berhasil untuk menangani kasus adiksi yang terkait dengan perilaku
ataupun adiksi yang terkait dengan gangguan pada control diri sesaat,
seperti gila judi, gila belanja, dan penyakit bulimia nervosa yang selalu
memuntahkan makanan setelah ditelan (de Abreu & Góes, 2007).
Di dalam penelitiannya, Young merawat 114 orang dengan
IAD dengan menggunakan metoda CBT, dan dilaporkan bahwa
metoda CBT ini mampu meningkatkan kemampuan peserta rawat
dalam mengelola permasalahan mereka, yang ditunjukkan dengan
meningkatnya motivasi untuk berhenti menyalahgunakan internet,
meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan penggunaan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 381


komputer mereka, meningkatnya kemampuan sosial secara nyata
atau offline, meningkatnya kemampuan untuk menjauhkan diri dari
materi pornografi online, meningkatnya kemampuan bersosialisasi dan
beraktivitas nya, dan meningkatnya kemampuan dalam mengontrol
ketenangan terhadap aplikasi yang menjadi masalahnya.
Hasil lain yang dilaporkan oleh Cao, Su dan Gao (CAO, SU, &
GAO, 2007)terhadap 29 siswa sekolah menengah dengan IAD dengan
menggunakan metoda CBT dalam kelompok, ditemukan bahwa setelah
perawatan, nilai Chen-Internet Adicction Scale (CIAS); salah satu alat
uji yang digunakan untuk menentukan seberapa tinggi tingkat IAD,
ternyata lebih rendah pada peserta rawat dibandingkan nilai CIAS
pada kelompok kontrol. Selain itu, disebutkan juga bahwa setelah
perawatan para peserta rawat didapati menjadi lebih baik pada fungsi
perilaku psikologis mereka. Penelitian serupa terhadap 38 delapan
remaja dengan IAD dengan menggunakan metoda CBT gubahan
Li dan Dai, yang dimodifikasi khusus untuk menanggulangi remaja
dengan IAD , didapati bahwa setelah perawatan, kelompok peserta
rawat memiliki nilai CIAS pada aspek depresi, kecemasan, kompulsif,
menyalahkan diri sendiri, ilusi, dan mengurung diri, menurun secara
signifikan. Komparasi studi yang dilakukan oleh Zhu, Jin, dan Zhong
(Zhu, Jin, & Zhong, 2009) yang membandingkan CBT dengan elektro
akupunktur-CBT (EA-CBT) pada 47 pasien dengan IAD yang dibagi
dalam 2 kelompok tersebut, menyatakan bahwa kedua metoda tersebut
secara signifikan mampu mengurangi nilai IAD dan kecemasan pada
aspek penilaian diri, kesehatan diri, namun efek terapi EA-CBT lebih
baik dibandingkan dengan efek CBT saja.

c. Pengobatan Multimodal
Pengobatan multimodal adalah pendekatan perawatan yang ditandai
dengan penerapan beberapa jenis pengobatan dari berbagai disiplin
ilmu seperti farmakologi, psikoterapi, dan konseling keluarga secara
bersamaan atau berurutan untuk menangani berbagai kasus adiksi
yang kompleks seperti halnya IAD (Orzack & Orzack, 1999).
Berdasarkan hasil studi perawatan terhadap 23 remaja dengan IAD
yang dilakukan oleh Du, Jiang, dan Vance (Du, Jiang, & Vance, 2010),
perawatan dengan metoda kelompok multimodal berbasis sekolah

382 — G.E.N.C.E.
CBT; termasuk pelatihan orang tua, pendidikan guru, dan kelompok
CBT, ditemukan efektif, terutama dalam meningkatkan kemampuan
emosional dan peraturan, gaya perilaku dan manajemen diri. Selain
itu, hasil dari pengobatan multimodal serupa yang terdiri dari solution-
focused brief therapy (SFBT) atau terapi singkat yang berfokus pada
solusi, terapi keluarga, dan terapi kognitif (CT) yang diterapkan pada
52 remaja dengan IAD di Tiongkok menyatakan bahwa setelah tiga
bulan pengobatan, nilai pada Young’s Internet Addiction Diagnostic
Questionnaire (IAD-DQ), nilai pada Symptom Checklist-90 (SCL-90),
dan jumlah waktu yang dihabiskan untuk melakukan kegiatan online
menurun secara signifikan (Fang-ru & Wei, 2005).
Dengan menggunakan program edukasi psikologis; suatu
program yang menggabungkan perspektif teoritis psikodinamis dan
kognitif, Orzack dan rekan (Orzack, Voluse, Wolf, & Hennen, 2006)
dengan mengkombinasikan Readiness to Change (RtC), CBT, dan MI
dalam merawat 35 lelaki yang terlibat dalam problematik internet-
enabled sexual behaviour (IESB) atau kecanduan pornografi online,
ditemukan bahwa terjadi peningkatan kualitas hidup dan penurunan
gejala depresi setelah 16 minggu sesi pengobatan, namun tingkat
penggunaan internet yang bermasalah gagal menurun secara signifikan.
Kasus pengobatan yang lain terhadap 23 siswa sekolah menengah
dengan IAD yang diobati dengan gabungan metoda behavioural therapy
(BT) atau cognitive therapy (CT), rehabilitasi psikososial, pemodelan
kepribadian, dan pelatihan orang tua, didapati bahwa nilai yang terkait
dengan gejala kecanduan internet menurun secara signifikan(Rong,
Zhi, & Yong, 2005).
Penelitian lain berdasarkan multi-level konseling; penggabungan
MI, perspektif keluarga, kerja kasus, dan kerja kelompok, terhadap
59 peserta dengan IAD menyatakan bahwa pendekatan multimodal
ini berhasil untuk menurunkan kecanduan internet secara signifikan,
akan tetapi program multi-level konseling ini kurang signifikan untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis para peserta konseling tersebut
(Shek, Tang, & Lo, 2009). Program multi-level konseling berkelompok
lainnya yang menggabungkan CBT, pelatihan kompetensi sosial,
pelatihan pengendalian diri, dan pelatihan ketrampilan komunikasi
terhadap 24 orang dengan IAD di Tiongkok juga menunjukkan hasil

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 383


yang signifikan dalam menurunkan gejala IAD (Yu & Fu-Min, 2007).
Para peneliti ini melaporkan bahwa nilai CIAS yang sudah disesuaikan
untuk kegunaan dalam bahasa China, menunjukkan bahwa setelah
proses perawatan, nilai para peserta rawat lebih rendah secara
signifikan daripada nilai CIAS kelompok kontrol.

d. Program re START
Di Amerika Serikat, saat ini berkembang suatu program yang
dinamakan reSTART, yang merupakan program untuk pemulihan
kecanduan internet, dimana peserta program harus menjalani rawat
inap. Program reSTART ini memadukan teknologi detoksifikasi,
dimana selama 45 -90 hari para peserta tidak diperkenankan memakai
satu teknologi apapun, pengobatan narkoba dan alkohol, 12 langkah
kerja, Cognitive-Behavioral Therapy (CBT), Experiental Adventure Based
Therapy (EABT) atau terapi berbasis pengalaman berpetualang,
Acceptance and Commitment Therapy (ACT) atau terapi penerimaan
dan komitmen, intervensi peningkatan otak, terapi dengan bantuan
hewan, Motivational Interviewing (MI) atau wawancara motivasi,
Mindfullness Based Relapse Prevention (MBRP), Mindfullness Based Stress
Reduction (MBSR), psikoterapi interpersonal berkelompok, psikoterapi
individual, pengobatan personal bagi gangguan yang kembali terjadi,
pendidikan mental berkelompok (tujuan hidup, pendidikan tentang
kecanduan, pelatihan komunikasi dan keteguhan, ketrampilan sosial,
keterampilan hidup, perencanaan hidup seimbang), perawatan paska
pengobatan seperti pemantauan penggunaan teknologi, psikoterapi
dan kelompok diskusi yang berkelanjutan, pengobatan rawat jalan
secara personal, dan pendekatan holistik.
Dari data peserta sebanyak 19 orang dewasa, program reSTART
ini dilaporkan menunjukkan peningkatan dalam proses penilain OQ45-
2, suatu metoda pengukuran kesehatan mental, setelah menyelesaikan
program reSTART selama lebih dari 45 hari. Berdasarkan data
tersebut didapati 74% peserta menunjukkan peningkatan klinis yang
signifikan, 21% peserta tidak menunjukkan perubahan yang berarti,
dan 5% peserta memburuk. Hasil ini belum dapat digunakan untuk
memberikan kesimpulan yang berarti, dikarenakan jumlah peserta

384 — G.E.N.C.E.
didik yang masih sedikit, serta tidak adanya kelompok kontrol dalam
program ini. Terlepas dari keterbatasan yang ada, kita dapat melihat
bahwa program ini berperan dalam sebagian besar perbaikan para
peserta.

PENUTUP
Seperti dapat dilihat dari tulisan singkat ini, meskipun belum adanya
standar pendeteksi atau pengklasifikasian yang baku untuk IAD, serta
belum diakuinya secara resmi bahwa IAD merupakan jenis perilaku
adiksi yang berbeda dengan yang lain, bidang penelitian terkait IAD
ini berkembang sangat pesat. Peneliti dunia masih berdebat perihal
pengklasifikasian IAD ini, apakah ianya termasuk dalam bagian
perlaku adiksi, gangguan tingkah laku impulsif, atau bahkan ianya
termasuk dalam bagian gangguan obsesif kompulsif atau biasa kita
kenal dengan Obsesive Compulsive Disorder (OCD).
Namun berdasarkan hasil penelitian sejauh ini, gejala yang
dijumpai pada orang dengan IAD banyak serupa dengan gejala yang
ditemui pada orang dengan perilaku adiktif. Selain itu, hingga saat
ini masih belum jelas apakah mekanisme dasar yang bertanggung
jawab atas perilaku adiktif akan sama untuk jenis IAD yang berbeda;
misalkan IAD yang terkait dengan kecanduan seksual online, IAD
yang terkait dengan game online, atau IAD yang terkait dengan
browsing berlebihan. Dari sudut pandang praktikal, semua jenis
IAD masuk ke dalam satu kategori dikarenakan semua itu memiliki
berbagai kesamaan yang terkait dengan aktivitas berinternet, seperti
interaksi tanpa identitas atau anonimitas, interaksi tanpa resiko. Selain
itu semua jenis IAD memiliki kesamaan gejalan yang mendasar,
misalkan perilaku menarik diri, perilaku ketakutan yang tidak umum,
rasa senang yang berbeda dari norma umum, dan perilaku internet
sebagai salah satu hiburan wajib. Kesemua jenis IAD juga memiliki
beberapa gejalan yang serupa, misalnya meningkatnya jumlah waktu
yang dihabiskan untuk berkegiatan secara online, serta tanda-tanda
kecanduan lainnya. Meskipun demikian penelitian lebih lanjut harus
tetap dilakukan untuk memperkuat pendapat tersebut. ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 385


REFERENCES
Amichai-Hamburger, Y., & Ben-Artzi, E. (2003). Loneliness and Internet
use. Computers in Human Behavior, 19(1), 71-80. doi: https://doi.
org/10.1016/S0747-5632(02)00014-6
ASAM, A. S. o. A. M. (2011). Public Policy Statement: Definition
of Addiction. . http: //www.asam.org/1DEFINITION_OF_
ADDICTION_LONG_4-11.pdf.
Atmaca, M. (2007). A case of problematic internet use successfully
treated with an SSRI-antipsychotic combination. Prog
Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry, 31(4), 961-962. doi: 10.1016/j.
pnpbp.2007.01.003
Bai, Y. M., Lin, C. C., & Chen, J. Y. (2001). Internet addiction disorder
among clients of a virtual clinic. Psychiatr Serv, 52(10), 1397. doi:
10.1176/appi.ps.52.10.1397
Beard, K. W. (2005). Internet addiction: a review of current assessment
techniques and potential assessment questions. Cyberpsychol
Behav, 8(1), 7-14. doi: 10.1089/cpb.2005.8.7
Bostwick, J. M., & Bucci, J. A. (2008). Internet sex addiction treated with
naltrexone. Mayo Clin Proc, 83(2), 226-230. doi: 10.4065/83.2.226
Burke, B. L., Arkowitz, H., & Menchola, M. (2003). The efficacy of
motivational interviewing: a meta-analysis of controlled clinical
trials. J Consult Clin Psychol, 71(5), 843-861. doi: 10.1037/0022-
006x.71.5.843
Byun, S., Ruffini, C., Mills, J. E., Douglas, A. C., Niang, M., Stepchenkova,
S., . . . Blanton, M. (2009). Internet addiction: metasynthesis of
1996-2006 quantitative research. Cyberpsychol Behav, 12(2), 203-
207. doi: 10.1089/cpb.2008.0102
CAO, F.-L., SU, L.-Y., & GAO, X.-P. (2007). Control Study of Group
Psychotherapy on Middle School Students with Internet Overuse.
Chinese Mental Health, 21(5), 4.
Caplan, S. E. (2002). Problematic Internet use and psychosocial well-
being: development of a theory-based cognitive–behavioral
measurement instrument. Computers in Human Behavior, 18(5),
553-575. doi: https://doi.org/10.1016/S0747-5632(02)00004-3

386 — G.E.N.C.E.
Chakraborty, K., Basu, D., & Vijaya Kumar, K. G. (2010). Internet
addiction: consensus, controversies, and the way ahead. East
Asian Arch Psychiatry, 20(3), 123-132.
Chou, C., Condron, L., & Belland, J. C. (2005). A Review of the Research
on Internet Addiction. Educational Psychology Review, 17(4), 363-
388.
Cooper, A., Putnam, D., A. Planchon, L., & C. Boies, S. (1999). Online
sexual compulsivity: Getting tangled in the net (Vol. 6).
Czincz, J., & Hechanova, R. (2009). Internet Addiction: Debating the
Diagnosis. Journal of Technology in Human Services, 27(4), 257-272.
doi: 10.1080/15228830903329815
Davis, R. A. (2001). A cognitive-behavioral model of pathological
Internet use. Computers in Human Behavior, 17(2), 187-195. doi:
https://doi.org/10.1016/S0747-5632(00)00041-8
de Abreu, C. N., & Góes, D. S. (2007). Psychotherapy for Internet
Addiction. In K. S. Young & C. N. de Abreu (Eds.), Internet
Addiction: A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment.
Hoboken, NJ, USA. : John Wiley & Sons, Inc.
Dell’Osso, B., Hadley, S., Allen, A., Baker, B., Chaplin, W. F., &
Hollander, E. (2008). Escitalopram in the treatment of impulsive-
compulsive internet usage disorder: an open-label trial followed
by a double-blind discontinuation phase. J Clin Psychiatry, 69(3),
452-456.
Demetrovics, Z., Szeredi, B., & Rozsa, S. (2008). The three-factor model
of Internet addiction: the development of the Problematic Internet
Use Questionnaire. Behav Res Methods, 40(2), 563-574.
Dong, G., Lu, Q., Zhou, H., & Zhao, X. (2011). Precursor or Sequela:
Pathological Disorders in People with Internet Addiction Disorder.
PLOS ONE, 6(2), e14703. doi: 10.1371/journal.pone.0014703
Dowling, N. A., & Quirk, K. L. (2009). Screening for Internet dependence:
do the proposed diagnostic criteria differentiate normal from
dependent Internet use? Cyberpsychol Behav, 12(1), 21-27. doi:
10.1089/cpb.2008.0162
Du, Y. S., Jiang, W., & Vance, A. (2010). Longer term effect of
randomized, controlled group cognitive behavioural therapy for

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 387


Internet addiction in adolescent students in Shanghai. Aust N Z J
Psychiatry, 44(2), 129-134. doi: 10.3109/00048670903282725
Eisen, S. A., Lin, N., Lyons, M. J., Scherrer, J. F., Griffith, K., True, W. R., .
. . Tsuang, M. T. (1998). Familial influences on gambling behavior:
an analysis of 3359 twin pairs. Addiction, 93(9), 1375-1384.
Fang-ru, Y., & Wei, H. (2005). The effect of integrated psychosocial
intervention on 52 adolescents with Internet addiction disorder.
Chinese Journal of Clinical Psychology, 13(3), 3.
Grant, J. E., Brewer, J. A., & Potenza, M. N. (2006). The neurobiology of
substance and behavioral addictions. CNS Spectr, 11(12), 924-930.
Grant, J. E., Potenza, M. N., Weinstein, A., & Gorelick, D. A. (2010).
Introduction to behavioral addictions. Am J Drug Alcohol Abuse,
36(5), 233-241. doi: 10.3109/00952990.2010.491884
Grohol, J. M. (Producer). (1999 (updated 2016)). Internet addiction
guide. Retrieved from http://psychcentral.com/netaddiction/
Han, D. H., Hwang, J. W., & Renshaw, P. F. (2010). Bupropion sustained
release treatment decreases craving for video games and cue-
induced brain activity in patients with Internet video game
addiction. Exp Clin Psychopharmacol, 18(4), 297-304. doi: 10.1037/
a0020023
Han, D. H., Lee, Y. S., Na, C., Ahn, J. Y., Chung, U. S., Daniels, M. A., . .
. Renshaw, P. F. (2009). The effect of methylphenidate on Internet
video game play in children with attention-deficit/hyperactivity
disorder. Compr Psychiatry, 50(3), 251-256. doi: 10.1016/j.
comppsych.2008.08.011
Huang, X. Q., Li, M. C., & Tao, R. (2010). Treatment of internet addiction.
Curr Psychiatry Rep, 12(5), 462-470. doi: 10.1007/s11920-010-0147-1
Kim, J.-U. (Spring2007). A Reality Therapy Group Counseling Program
as An Internet Addiction Recovery Method for College Students
in Korea. International Journal of Reality Therapy, 26(2), 7.
Kim, J.-U. (Spring2008). The Effect of a R/T Group Counseling Program
on The Internet Addiction Level and Self-Esteem of Internet
Addiction University Students. International Journal of Reality
Therapy, 27(2), 9.

388 — G.E.N.C.E.
Ko, C. H., Liu, G. C., Hsiao, S., Yen, J. Y., Yang, M. J., Lin, W. C., . . .
Chen, C. S. (2009). Brain activities associated with gaming urge
of online gaming addiction. J Psychiatr Res, 43(7), 739-747. doi:
10.1016/j.jpsychires.2008.09.012
Kratzer, S., & Hegerl, U. (2008). [Is “Internet Addiction” a disorder of its
own?--a study on subjects with excessive internet use]. Psychiatr
Prax, 35(2), 80-83. doi: 10.1055/s-2007-970888
KS, Y. (1999) Internet Addiction: Symptoms, Evaluation, And Treatment.
Innovations in Clinical Practice: Vol. 17. http: //treatmentcenters.
com/downloads/ internet-addiction.pdf.
Laura Widyanto, L., & Griffiths, M. (2006). ‘Internet Addiction’: A Critical
Review (Vol. 4).
Linden, D. J. (2011). The Compass of Pleasure: How Our Brains Make Fatty
Foods, Orgasm, Exercise, Marijuana, Generosity, Vodka, Learning, and
Gambling Feel So Good.: Viking.
Mak, K. K., Lai, C. M., Watanabe, H., Kim, D. I., Bahar, N., Ramos,
M., . . . Cheng, C. (2014). Epidemiology of internet behaviors and
addiction among adolescents in six Asian countries. Cyberpsychol
Behav Soc Netw, 17(11), 720-728. doi: 10.1089/cyber.2014.0139
Maté, G. (2010). In the Realm of Hungry Ghosts: Close Encounters with
Addiction.: North Atlantic Books.
Meerkerk, G. J., Van Den Eijnden, R. J., Vermulst, A. A., & Garretsen,
H. F. (2009). The Compulsive Internet Use Scale (CIUS): some
psychometric properties. Cyberpsychol Behav, 12(1), 1-6. doi:
10.1089/cpb.2008.0181
Miller, N. H. (2010). Motivational interviewing as a prelude to coaching
in healthcare settings. J Cardiovasc Nurs, 25(3), 247-251. doi:
10.1097/JCN.0b013e3181cec6e7
Miller, W. R., & Rollnick, S. (2002). Motivational interviewing: preparing
people for change. New York: Guilford Press.
Orzack, M. H., & Orzack, D. S. (1999). Treatment of computer addicts
with complex co-morbid psychiatric disorders. Cyberpsychol Behav,
2(5), 465-473. doi: 10.1089/cpb.1999.2.465
Orzack, M. H., Voluse, A. C., Wolf, D., & Hennen, J. (2006). An ongoing

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 389


study of group treatment for men involved in problematic
Internet-enabled sexual behavior. Cyberpsychol Behav, 9(3), 348-
360. doi: 10.1089/cpb.2006.9.348
Petersen, K. U., Weymann, N., Schelb, Y., Thiel, R., & Thomasius, R.
(2009). [Pathological Internet use--epidemiology, diagnostics,
co-occurring disorders and treatment]. Fortschr Neurol Psychiatr,
77(5), 263-271. doi: 10.1055/s-0028-1109361
Peukert, P., Sieslack, S., Barth, G., & Batra, A. (2010). [Internet- and
computer game addiction: phenomenology, comorbidity, etiology,
diagnostics and therapeutic implications for the addictives and
their relatives]. Psychiatr Prax, 37(5), 219-224. doi: 10.1055/s-0030-
1248442
Rong, Y., Zhi, S., & Yong, Z. (2005). Comprehensive Intervention on
Internet Addiction of Middle School Students. Chinese Mental
Health, 19(7), 3.
Sattar, P., & Ramaswamy, S. (Dec 2004). Internet gaming addiction.
Canadian Journal of Psychiatr, 49(12), 2.
Shapira, N. A., Goldsmith, T. D., Keck, P. E., Jr., Khosla, U. M., &
McElroy, S. L. (2000). Psychiatric features of individuals with
problematic internet use. J Affect Disord, 57(1-3), 267-272.
Shek, D. T., Tang, V. M., & Lo, C. Y. (2009). Evaluation of an Internet
addiction treatment program for Chinese adolescents in Hong
Kong. Adolescence, 44(174), 359-373.
Twohig, M. P., & Crosby, J. M. (2010). Acceptance and commitment
therapy as a treatment for problematic internet pornography
viewing. Behav Ther, 41(3), 285-295. doi: 10.1016/j.beth.2009.06.002
Weinstein, A., & Lejoyeux, M. (2010). Internet addiction or excessive
internet use. Am J Drug Alcohol Abuse, 36(5), 277-283. doi:
10.3109/00952990.2010.491880

Wieland, D. M. (2005). Computer addiction: implications for nursing


psychotherapy practice. Perspect Psychiatr Care, 41(4), 153-161. doi:
10.1111/j.1744-6163.2005.00038.x
Winkler, A., Dorsing, B., Rief, W., Shen, Y., & Glombiewski, J. A. (2013).

390 — G.E.N.C.E.
Treatment of internet addiction: a meta-analysis. Clin Psychol Rev,
33(2), 317-329. doi: 10.1016/j.cpr.2012.12.005
Wolfling, K., Buhler, M., Lemenager, T., Morsen, C., & Mann, K. (2009).
[Gambling and internet addiction: review and research agenda].
Nervenarzt, 80(9), 1030-1039. doi: 10.1007/s00115-009-2741-1
Young, K. S. (1998). Caught in the Net: How to Recognize the Signs of
Internet Addiction--and a Winning Strategy for Recovery. New York:
J. Wiley.
Young, K. S., & Abreu, C. N. d. (Oct2010). Internet Addiction: A Handbook
and Guide to Evaluation and Treatment (K. S. Young & C. N. d. Abreu
Eds.). New Jersey: John Wiley & Sons Inc.
Young, K. S., Griffin-shelley, E., Cooper, A., O’Mara, J., & Buchanan, J.
(2000). Online infidelity: A new dimension in couple relationships
with implications for evaluation and treatment. Sexual Addiction &
Compulsivity, 7(1-2), 59-74. doi: 10.1080/10720160008400207
YOUNG., K. S. (2009). Internet Addiction: The Emergence of a New
Clinical Disorder. CyberPsychology & Behavior, 1(3), 8.
Yu, B., & Fu-Min, F. (2007). The Effects of Group Counseling on Internet-
Dependent College Students. Chinese Mental Health, 21(4), 4.
Zhang, L. (2009). The applications of group mental therapy and sports
exercise prescriptions in the intervention of Internet addiction
disorder. Psychological Science (China), 32(3), 4.
Zhu, T. M., Jin, R. J., & Zhong, X. M. (2009). [Clinical effect of
electroacupuncture combined with psychologic interference on
patient with Internet addiction disorder]. Zhongguo Zhong Xi Yi Jie
He Za Zhi, 29(3), 212-214.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 391


(4)
ADIKSI GADGET?
oleh Tauhid Nur Azhar

Tulisan ini adalah jawaban atas pertanyaan Prof. Suhono dan Mbak
Wien serta Mas Albert (CEO Samsung) tentang apa yang terjadi
pada anak-anak Bondowoso yang adiksi gadget.
Secara garis besar kasus ini memang sudah terkategori sebagai
adiksi. Dalam konsep adiksi, ada beberapa faktor yang terlibat, teori
defisiensi neurotransmitter yang disampaikan Mas Albert itu benar
dan bisa menjadi salah satu hipotesa. Aktivitas yang tersita gadget
menyebabkan makan menjadi tidak bervariasi dan bahkan lupa.
Efek lanjutannya adalah hadirnya ketidakseimbangan probiotik
dalam tubuh, kemudian ada perubahan metabolit serta kelak kadar
neurotransmiter dan neuroendokrin juga neuropeptida.
Di sisi lain, atensi yang begitu tinggi pada game/gadget/internet
sangat efektif dalam mengubah behaviour. Hal ini disebabkan karena
adanya konsep reward yang diterjemahkan oleh ventral tegmental
area/VTA dan nukleus akumben bagian sub kortikal otak manusia
yang bertanggung jawab dalam proses reward anticipation. Bagian
ini terdiri dari neuron-neuron dopaminergik yang akan craving atau
menuntut stimulus yang secara habituasi atau pembiasaan telah
menjadi faktor pemicu mereka untuk bekerja dan mensintesis NT
dopamin.
Kehilangan stimulus dari gadget/game/internet akan mendorong
substitusi area aktif sebagai bagian dari defense process/survival tools
yang didominasi epinefrin dan kortisol. Hadir kecemasan dan gejala
putus obat (drug withdrawl) karena kadar dopamin dan serotonin yang
menurun drastis. Kondisi ketergantungan stimulus pada reward system
yang terjadi karena proses yang simultan dan berkesinambungan akan
menghasilkan pola dan sirkuit belajar dan memori di limbic loop yang
melibatkan hipokampus dan amigdala juga endokrin sistem yang
mewartakan kondisi fisiologi ke seluruh sistem tubuh, hipotalamus.
Akan terjadi perubahan preferensi, ambang batas kesenangan, stress

392 — G.E.N.C.E.
kronik, serta reaksi faal tubuh yang mengikuti. Trajectory atau lintasan
syaraf ke otak depan (frontal area) akan menghasilkan gangguan
signifikan pada aliran data di pusat kendali “error” di orbitofrontal
cortex/OFC dan selanjutnya di jalur dlPFC dan pintasan ACC.

***
Sederhananya anak yang mengalami adiksi gadget tidak bisa lagi
menilai secara objektif pilihan yang harus dilakukan. Dia hanya dapat
terpuaskan jika ada stimulasi dari yang disukai, yaitu gadget/game/
internet. Kondisi ini dipengaruhi juga oleh dampak ikutan penggunaan
teknologi seperti bertambah miskinnya gerak. Karena gerak dan
aktivitas fisik/motorik memerlukan perencanaan dan fungsi kognitif
selain kecerdasan spasial, dan itu akan merangsang serta menjadi
insentif bagi area perencana gerak/ supplementary motor area/cortex,
dan premotor cortex yang punya hubungan erat dengan basal ganglia
dan cerebelum.
Orang yang tidak bergerak dan merencanakan gerak akan
mengalami degradasi kemampuan kognitif karena area motorik
yang bersebelahan dengan area kognitif akan berhenti menstimulasi

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 393


sistem kecerdasan lainnya. Jika mengacu pada konsep yang diadopsi
oleh deep learning dan knowledge growing system-nya Pak Arwin,
pola-pola pada penderita adiksi ini akan menjadi pattern acuan atau
‘refferal system’ dalam lapis pembelajaran yang bersifat reverbigeratif
dan akan diperkuat/augmented jika sumber stimulus dopamin cs
tetap didapatkan dari gadget/game/internet.
Pada tahap lanjutan, gangguan kinerja fisiologi otak dapat
merambah sampai fungsi Insula dan frontal girus inferior yang secara
sederhana adalah bagian dari proses/mekanisme berpikir rasional
dan berbasis pada pengolahan data objektif yang bersifat faktual serta
mengintegrasikannya dengan knowledge yang didapatkan dari hasil
belajar. Lintasan ini mungkin yang paling bertanggung jawab pada
maraknya kelompok yang begitu mudahnya percaya pada berita hoax.
Jika diakumulasikan semua jalur yang punya kemungkinan terpapar,
kita akan punya gambaran ke depan tentang langkah-langkah apa yang
tepat untuk mengatasi dan mengantisipasi dampak teknologi, agar
tercipta harmoni antara fungsi dan efek samping yang dapat direduksi.
Ketertarikan berlebih dan lack of reward stimulus dari lingkungan
(keluarga) akan mendorong shifting behaviour untuk mencari dan
mensubstitusi dari piranti dan proses yang paling memungkinkan, dan
saat ini gadget dan contentnya menyediakan semuanya.
Aktivitas fisik itu menstimulasi produksi dopamin, adrenalin,
juga endorfin (Beta dinorfin, enkefalin, derivat morfin endogen dan
reseptor opiadnya). Kalau dilakukan bersama dengan orang-orang
terkasih dan penuh dengan sentuhan sayang maka akan diproduksi
juga oksitosin dan fenilethylamine yang merupakan chemical factor
untuk “attachment”. Nah, ini yang hilang di tengah-tengah kita yang
sibuk di dunia maya tanpa “physical touch”
Berdasarkan hal ini, Samsung dan lainnya bisa mempertimbangkan
pengembangan produk ke arah ini. Touch and relationship dalam
frame motion. Bergerak dan berinteraksi. Baik itu dari device ataupun
dari content. Peluang ada kebijakan TKDN, kita bisa berkontribusi
menyelamatkan bangsa melalui inovasi sederhana based on fitrah
manusia ini. ***

394 — G.E.N.C.E.
(5)
PONSEL DAN TUMOR OTAK
oleh FX Wikan Indrarto

Ada sejumlah data menarik dari Top 10 Most-Read Articles by


Pediatricians Last Month yang terbit pada Januari 2015 sebagaimana
bisa kita lihat di http://www.medscape.com/viewarticle. Salah satu
yang menarik adalah tentang tumor otak yang dimuat di dalam jurnal
“Pathophysiology” dan dipublikasikan secara online pada 28 Oktober
2014. Apa yang sebaiknya diketahui?
Penggunaan jangka panjang ponsel, telepon genggam atau
HP dan pesawat telepon cordless atau nirkabel dikaitkan dengan
peningkatan risiko terkana glioma, jenis tumor otak yang paling
umum. Penelitian terbaru (waktu itu) yang dipimpin oleh Dr. Lennart
Hardell, Ph.D, Profesor Departemen Onkologi, University Hospital,
Örebro, Swedia, menunjukkan bahwa risiko glioma tiga kali lipat pada
orang yang menggunakan HP selama lebih dari 25 tahun. Selain itu,
risiko juga lebih besar bagi mereka yang telah mulai menggunakan HP
atau cordless sebelum usia 20 tahun.
Peningkatan penggunaan perangkat komunikasi nirkabel telah
meningkatkan paparan atau eksposur yang lebih besar, pada medan
elektromagnetik karena frekuensi radio (RF-EMF atau radiofrequency
electromagnetic fields). Otak adalah target utama RF-EMF saat HP
digunakan, dengan eksposur tertinggi berada di sisi otak yang sama
dengan letak HP.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 395


Data ini sendiri dikumpulkan dari dua buah penelitian dengan
rancang bangun kasus-kontrol. Penelitian pertama melibatkan
pasien berusia 20 sampai 80 tahun yang didiagnosis tumor otak pada
rentang tahun 1997-2003. Adapun penelitian kedua melibatkan pasien
yang berusia 18-75 tahun yang didiagnosis pada tahun 2007-2009.
Kelompok kasus berasal dari enam pusat onkologi di seluruh Swedia.
Kelompok kontrol dari jenis kelamin dan usia yang sama, secara acak
diambil dari Swedish Population Registry. Semua subyek penelitian
mengisi kuesioner dan merinci paparan HP dan telepon nirkabel yang
digunakan.
Penelitian ini melibatkan 1.498 orang dalam kelompok kasus
tumor otak ganas dengan usia rata-rata adalah 52 tahun. Kebanyakan
pasien (92%) memiliki diagnosis glioma. Dan, lebih dari setengah
(50,3%) adalah jenis yang paling ganas, yaitu astrocytoma kelas IV
(glioblastoma multiforme). Pada kelompok kontrol melibatkan 3.530
orang, dengan usia rata-rata 54 tahun. Hasil analisis menunjukkan
peningkatan risiko glioma, berkaitan dengan penggunaan HP dan
‘cordless’ selama lebih dari 1 tahun, setelah penyesuaian untuk usia
saat didiagnosis kanker, jenis kelamin, indeks sosial ekonomi, dan
tahun saat didiagnosis. Risiko tertinggi terjadi pada mereka pengguna
HP dan ‘cordless’ terlama, yaitu lebih dari 25 tahun.
Table risiko (Odds Ratio) glioma pada penggunaan HP dan
cordless:
• Penggunaan HP > 1 tahun, Odds Ratio 1.3 dan (95%
Confidence Interval) (1.1 - 1.6)
• Penggunaan telepon tanpa kabel> 1 tahun, Odds Ratio 1.4,
dan (95% Confidence Interval) (1.1 – 1.7)
• Penggunaan HP > 25 tahun, Odds Ratio 3.0, dan (95%
Confidence Interval) (1.7 - 5.2)
Risiko terjadinya tumor otak meningkat sepadan dengan
peningkatan penggunaan HP dan ‘cordless’. Hal ini ditandai dengan
semakin meningkatkanya odds ratio sesuai dengan meningkatnya
lama penggunaan. Risiko untuk glioma terbesar di bagian otak paling
terkena paparan RF-EMF HP. Rasio odds lebih tinggi untuk paparan

396 — G.E.N.C.E.
ipsilateral atau satu sisi yang sama dan glioma lebih sering terjadi pada
lobus temporal dan bilateral atau dua sisi otak. Rasio odds tertinggi
pada subyek yang pertama kali menggunakan HP (1,8) atau telepon
cordless (2,3) sebelum berusia 20 tahun.
Dr. Dade Lunsford, Profesor Bedah Syaraf, dan Direktur Center for
Image Guided Neurosurgery, University of Pittsburgh, Pennsylvania
USA, mengatakan penelitian terbaru tersebut memberikan tambahan
data “tetapi belum meyakinkan”, tentang bukti peran potensial
teknologi HP atau ‘cordless’, dalam patogenesis glioma. Hal ini
disebabkan karena beberapa variabel, termasuk besaran paparan
radiasi pengion dan riwayat keluarga, tidak dikendalikan.
Selain itu, penelitian ini mengandung ‘recall bias’ atau bias memori,
karena subyek penelitian mungkin terpengaruh ingatan, kekhawatiran
dan pendapat pribadinya. Perlu dicatat juga, bahwa peneliti tidak
menganalisis data dari kalangan industri HP di Denmark, yang dimuat
pada Lancet Oncol. 2011; 12: 624-626 dan Rev Environment Health
2012; 27: 51-58, meskipun data tersebut oleh peneliti disebut sebagai
‘informatif’.
Dr. Lunsford juga mempertanyakan bahwa sel glial dan Schwann
adalah jaringan yang tidak mudah terpicu (late-responding tissues) dan
bahwa proses onkogenesis kedua jenis sel tersebut karena pengaruh
teknologi HP, tetap tidak terjelaskan. Dugaan jika HP dan ‘cordless’
menyebabkan tumor otak tersebut, diragukan karena tidak lebih
banyak pasien yang mengalami kanker sel skuamosa atau melanoma,
pada bagian basal ipsilateral, yang secara teoretis seharusnya lebih
rentan.
Dokter dan orangtua seharusnya prihatin dan mendiskusikan
tindakan pencegahan untuk pasien mereka yang masih anak. Tindakan
pencegahan terbaik adalah menggunakan mode hands-free pada HP,
fitur pengeras suara, dan pesan teks seperti SMS, Whatsapp atau BBM,
bukan menelepon atau ‘call’. Sudahkah kita menganjurkan tindakan
pencegahan tersebut pada anak dan remaja di sekitar kita? ***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 397


(6)
MENGATASI HOAKS:
Tantangan Masyarakat Digital di Indonesia
Oleh Santi Indra Astuti

Dapatkah Anda sebutkan, paling tidak dalam setahun belakangan


ini, satu hari di mana Anda bebas hoaks saat membuka media sosial?
Jempol sepuluh jari jika ada. Hari-hari ini, khususnya pasca Pilpres
2014, hoaks merajalela. Bukan berarti hoaks tak pernah ada. Hoaks
sudah eksis sejak dulu. Namun, digitalisasi yang mengamplifikasi data
dan kecepatan penyebaran informasi membuat serangan hoaks begitu
masif belakangan ini.
Bagi beberapa pihak, hoaks adalah hal biasa. Salah atau selip
informasi, maafkan saja. Manusia tidak bebas salah toh? Hoaks nggak
usah dianggap serius. Secepat itu datangnya, secepat itu juga hilang
dan ditimpa oleh limpahan informasi lainnya. Atau, ditimpa oleh
hoaks-hoaks lainnya.
Bagi pihak lain, hoaks adalah tambang emas. Bisnis hoaks yang
mendulang like (dan share) berpotensi menghasilkan pendapatan yang
tidak sedikit. Paul Horner mendapatkan tak kurang dari USD 10.000
atau 133 juta rupiah setiap bulan. Di kawasan Macedonia, anak-anak
muda yang berkecimpung dalam bisnis hoaks menghasilkan USD
60.000 selama enam bulan menggoreng isu hoaks dalam Pilpres US
kemarin, atau setara dengan 800 juta rupiah1.
Seorang informan di talkshow “Mata Najwa” mengaku
mendapatkan 300 hingga 500 juta rupiah per bulan dari situs web
hoaks yang dikelolanya. Pendapatan itu bersumber dari iklan di
situs web tersebut2. Jika dalam sebulan ia dan timnya bisa mengelola
2 situs web hoaks (yang katanya operasionalnya mudah saja), maka
pendapatannya bisa mencapai 1 milyar rupiah. Masih ingat dengan

1 (https://techno.okezone.com/read/2017/08/25/207/1763389/menggiurkan-nih-pendapatan-
bisnis-konten-hoaks-di-media-sosial).
2 https://quwerty.com/berapakah-nilai-bisnis-situs-hoaks-di-indonesia/

398 — G.E.N.C.E.
nama “Saracen” bukan? Jaringan pebisnis hoaks tersebut pasang tarif
72 juta rupiah untuk setiap paket unggahan hoaks berkonten SARA.
Rinciannya, 15 juta untuk biaya pembuatan situs, 45 juta untuk 15
orang buzzer per bulan, 10 juta untuk Jasriadi sang boss Saracen.
Mereka eksis sejak Agustus 2015.3 Bayangkan, sudah berapa banyak
uang yang mereka dapatkan. Jangan lupa hitung juga berapa banyak
kerusuhan yang sudah terjadi diakibatkan oleh sebaran hoaks tersebut.
Mengingat parahnya sebaran dan dampak hoaks, tak heran
jika bagi yang lain hoaks menjadi pemecah belah keluarga, ancaman
terhadap lingkar pertemanan, hubungan persaudaraan, sampai
perusak persatuan bangsa dan negara. Hoaks meracuni grup media
sosial. Yang tujuan awalnya dibentuk untuk saling beramah tamah
dan bersilaturahmi, akhirnya malah jadi berantem dan kubu-kubuan.
Hoaks mencemari dunia akademis. Yang tadinya dibentuk untuk
sharing informasi valid dan shahih, jadinya malah digunakan untuk
sebar berita bohong demi tujuan tertentu. Hoaks menggoncang
dunia sosialita emak-emak. Yang tadinya bikin grup untuk hidup
bahagia dengan sharing resep, tempat makan enak dan info parenting,
akhirnya tercemar oleh hoaks yang menggiring pada permusuhan
dan bikin orang jadi paranoid. Masifnya hoaks yang beredar hari-hari
ini membuat pihak terakhir ini menganggap bahwa Indonesia sudah
termasuk dalam kategori negara darurat hoaks.

Serba-serbi Hoaks di Indonesia


Berkaca pada beberapa definisi, hoaks dirumuskan sebagai rangkaian
informasi yang sengaja disesatkan sedemikian rupa, namun ‘dijual’
sebagai kebenaran (Silverman, 2015)4. Hoaks adalah “deliberate
fabrication or falsification in the mainstream or social media (pemalsuan atau
perekayasaan informasi yang disengaja dalam media sosial maupun
media arus utama lainnya)” (Rubin, Chen dan Conroy, 2015)5. Hoaks

3 http://nasional.kompas.com/read/2017/08/25/20475761/polisi-sebut-saracen-pasang-tarif-
rp-72-juta-per-paket-konten-sara
4 Silverman, Craig. (2015). Lies, Damn Lies, And Viral Content How News Situs webs Spread
(And Debunk) Online Rumors, Unverified Claims, And Misinformation. Tow Center for Digital
Journalism: A Tow/Knight Report.
5 Rubin, Victoria L. , Chen, Yimin, & Conroy, Niall J. (2015). Deception Detection for News:
Three Types of Fakes. Language and Information Technology Research Lab (LIT.RL) Faculty of
Information and Media Studies University of Western Ontario, London, Ontario, Canada.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 399


acap disamakan dengan fake news, yaitu berita palsu yang mengandung
informasi yang disengaja guna menyesatkan orang dan kerap memiliki
agenda politik tertentu (Merwe, 2016)6. Bukan sekadar ‘misleading’ alias
menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan
faktual, namun disajikan seolah-olah sebagai serangkaian kebenaran.
Jadi, bisa disimpulkan, sebuah informasi dikatakan hoaks jika
memenuhi tiga unsur: (1) (1) informasi yang menyesatkan (misleading
information); (2) tindakan yang disengaja (deliberate or purposefully
act); dan (3) ketidakbenaran yang ditampilkan seolah-olah sebagai
kebenaran (presented untruth as the ultimate truth)7.
Sumber hoaks secara garis besar ada dua, yaitu misinformasi
dan disinformasi. Misinformasi adalah informasi yang salah,
sementara disinformasi adalah informasi yang sengaja dikelirukan.
Konten misinformasi dan disinformasi yang sering dikemas menjadi
hoaks terdiri atas: (1) Satire/parodi (yang kerap disalahpahami); (2)
Konten menyesatkan (yang biasanya mem-framing sebuah isu untuk
mendukung atau mendiskreditkan pihak lain); (3) Konten tiruan
(ketika sumber aslinya ditiru/dipalsukan); (4) Konten palsu (isinya
100% salah dan didesain untuk menipu); (5) Keterkaitan yang salah
(ketika judul, isi, gambar/foto tidak mendukung konten); (6) Konten
yang salah (ketika konten asli dipadankan atau diframing dengan
konteks yang tidak tepat); dan (7) Konten yang Dimanipulasi (ketika
teks atau gambar yang asli sengaja diutak-atik dengan tujuan untuk
menipu’8
Satu hal yang menarik dan tampaknya ‘khas’ Indonesia, hoaks
masih kerap disalahkaprahkan dengan janji yang tidak atau belum
dipenuhi. Tidak tepat janji, dikatakan hoaks. Ini biasanya dipakai
untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu dalam Pemilu. By
definition, hoaks bukanlah janji yang tidak/belum ditepati. Masalah
janji yang belum ditepati adalah masalah ending, masalah di akhir.
6 Merwe, Nicola van der. (2016). Fake News: the significance of false reporting in the South African
media. Focal Points Research. https://www.newsclip.co.za/temp/fake-news-the-significance-
of-false-reporting-in-the-south-african-media.pdf
7 Astuti, Santi Indra. (2017). Konstruksi Body of Knowledge tentang Hoaks di Indonesia: Upaya
Merumuskan Strategi Anti Hoaks. Prosiding dalam Lustrum Aspikom 2017 “Komunikasi
Membangun Kebersamaan dan Kemajemukan Bangsa” di UKSW Salatiga, 3-5 Oktober 2017.
8 https://www.suara.com/tekno/2017/05/15/232015/ini-7-jenis-konten-misinformasi-dan-
disinformasi

400 — G.E.N.C.E.
Tolok ukurnya pada pemenuhan janji-janji tersebut, sesuai dengan
term yang disepakati. Hoaks adalah false/falsified information yang sudah
dikelirukan sejak awal dinyatakan. Hoaks diawali dengan pernyataan
yang mengandung data yang seolah-olah faktual. Tidak ada hoaks
yang diawali dengan ‘kalau…’ ‘jika… ‘ dan sejenisnya—ini spekulatif
namanya. Tolok ukurnya pada keabsahan atau validitas data tersebut.
Tidak ada kaitannya dengan pemenuhan janji-janji kampanye!
Penelitian tentang hoaks di Indonesia masih sedikit, mengingat
fenomena ini baru masif sekitar dua – tiga tahun belakangan ini. Kendati
demikian, terdapat beberapa penelitian yang bisa menggambarkan
seperti apa wajah hoaks di Indonesia. Survey Mastel tahun 2016 yang
dipublikasikan pada bulan Februari 2017 mengungkap sejumlah fakta
penting tentang keberadaan hoaks di tengah masyarakat9. Pertama,
hoaks yang paling sering ditemuka berbentuk tulisan (62.10%), disusul
oleh gambar (37.50%). Kedua, hoaks paling banyak beredar di media
sosial (92.40%). Ada empat medsos yang diidentifikasi, yaitu Facebook,
Twitter, Instagram dan Path.
Disusul oleh penyebaran hoaks di aplikasi chatting (62.80%). Tiga
aplikasi chatting yang paling banyak menjadi lokasi penyebaran hoaks
adalah Whatsapp, Line dan Telegram. Popularitas BBM sudah jauh
menurun. Persentase situs web penyebar hoaks mencapai 34.9%. Data
Kemenkominfo menyebutkan adanya 800.000 situs penyebar hoaks di
Indonesia10, dua di antaranya adalah pos-metro.com dan nusanews.
com11. Kedua situs ini terkategori ‘istimewa’ karena berita hoaksnya
termasuk yang paling banyak di-share oleh netizen Indonesia. Ini
belum termasuk akun-akun media sosial seperti Jonru, Nanik Deyang,
dan lain-lain kerap juga menyebarluaskan berita hoaks di statusnya
masing-masing. Ketiga, jenis hoaks yang paling sering diterima oleh
publik adalah hoaks bertema sosial politik (91.8%), SARA (88.6%),
kesehatan (41.2%), makanan/minuman (32.6%), penipuan keuangan
(24.6%), dan iptek (23.7%).

9 http://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang-wabah-hoaks-nasional/
10 https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-182956/ada-800-ribu-
situs-penyebar-hoaks-di-indonesia
11 http://tekno.kompas.com/read/2016/12/02/15030027/dua.situs.penyebar.hoaks.di.indonesia

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 401


Kategori hoaks lain yang persentasenya di bawah 20% adalah
berita duka, candaan, bencana alam dan lalulintas. Jangan salah, biarpun
kategorinya di bawah 20%, tetap saja ngeselin. Keluarga pak Habibie
menghitung setidaknya sudah 5 kali beliau dikabarkan meninggal
dunia. Begitu tahu kabar itu salah, reaksi umum adalah “yah, anggap
saja doa panjang umur”. Khas Indonesia, dan menggampangkan
masalah. Hoaks tentang lalulintas, biar persentasenya paling sedikit,
jelas bikin jengkel. Sudah siap-siap pindah rute, eh ternyata arus lalin
yang katanya ditutup itu baik-baik saja. Walhasil terpaksa buang
bensin nggak perlu, buang energi dan menguapkan cadangan emosi
karena semua orang lewat jalan alternatif sehingga bikin macet dari
ujung ke ujung.
Masih menurut survey Mastel, seberapa parahkah dampak hoaks?
84.5% menganggap hoaks sangat mengganggu kehidupan mereka.
75.9% menyatakan hoaks telah mengganggu kerukunan masyarakat
di Indonesia. Dan, ya, 70% memastikan hoaks telah menghambat dan
mengganggu jalannya pembangunan di Indonesia. Rasanya, saya
tidak perlu mengulang kabar ihwal tragedi hoaks penculik anak yang
merenggut nyawa pak Maman di Mempawah Kalimantan.
Bapak yang berangkat jauh-jauh sambung-sambung angkot
hendak menjenguk cucunya, dikeroyok sampai mati dikira penculik
anak. Padahal, ia yang berpeluh berkeringat membawa hasil bumi
untuk oleh-oleh, hanya numpang beristirahat di Kantor Kepala Desa.
Ekspresinya yang tampak kebingungan karena kehilangan alamat
anaknya dihakimi massa sebagai tampang penculik mencari mangsa.
Mamanpun dikeroyok ramai-ramai, tewas dihakimi massa, padahal
ia jelas-jelas tak mengganggu siapapun12. Rasanya, kita juga tak
perlu mengulang tragedi bentrok antarkampung di Indramayu yang
merusak 99 rumah di Desa Curug gegara dipicu berita hoaks13. Ini
belum lagi fitnah, caci-maki, dan perpecahan akibat hoaks.
Sampai di sini, masihkah hoaks di Indonesia kita anggap enteng?

12 http://regional.liputan6.com/read/2902109/tak-sempat-temu-cucu-maman-tewas-karena-
hoaks-penculikan-anak
13 http://www.radarcirebon.com/bentrok-antarwarga-di-indramayu-terpicu-berita-hoaks-
begini-awalnya.html

402 — G.E.N.C.E.
Hoaks dan Masyarakat Indonesia
Pertanyaan yang kerap muncul saat mendiskusikan hoaks adalah
mengapa masyarakat Indonesia begitu gampang terpengaruh hoaks?
Apa yang menyebabkan hoaks begitu marak? Survey Mastel merinci
beberapa penyebab, di antaranya: (1) Hoaks digunakan sebagai alat
untuk memengaruhi opini publik (40.6%), (2) Masyarakat senang
berita heboh (28.9%), (3) Belum ada atau minimnya tindakan hukum
(22.90%), (4) Dapat dimanfaatkan sebagai peluang bisnis (7.6%).
Berkaca pada apa yang terjadi di negara lain, maupun yang
terjadi di Indonesia belakangan ini, penyebaran hoaks tidak pernah
melibatkan satu pihak. Rantai penyebaran hoaks meliputi (1) Produser
atau kreator hoaks; (2) Distributor atau penyebar hoaks—bisa menyatu
dengan sang produser, bisa juga agen buzzer sendiri; (3) Retailer alias
pengecer. Ada pengecer yang buka jasa secara profesional seperti
buzzer, ada juga yang cuma ikut-ikutan terprovokasi saja, mau nyebar
hoaks gratisan dengan alasan ini itu; (4) Konsumen hoaks, yaitu
mereka yang menjadi sasaran hoaks. Layaknya micin, ada konsumen
yang doyan, ada yang tidak mau karena tahu racunnya, eh ada juga
yang pilih-pilih—meyakini hoaks yang sesuai dengan keyakinannya.
Dalam rantai sebaran hoaks tadi, coba tebak, kategori mana yang
paling banyak di Indonesia? Betul, jawabannya adalah nomor tiga
yaitu retailer, alias pengecer. Mereka ini bukan buzzer, tetapi pengecer
sukarela yang mau-maunya bekerja untuk keuntungan orang lain.
Tentu saja, saat melakukannya, para pengecer ini tidak sadar kalau
‘kepolosannya’ sedang dimanfaatkan. Dipikirnya sedang berjuang
membela ideologi atau nilai-nilai agama, atau sedang melawan
propaganda rezim. Well, macam-macam alasan tentu saja bisa dibuat.
Tentu saja, semua inipun tak lepas dari rendahnya literasi atau
kemampuan membaca dan menulis, yang mestinya dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan. Rendahnya literasi itu, pada taraf yang
paling dasar, terlihat dari ketidakmampuan membedakan hoaks
dan bukan hoaks. Padahal, ciri-ciri hoaks sebenarnya gampang
diketahui. Judul bombastis provokatif, informasi lebay (too good to be
true, too bad to be true), kalimat emosional, tanpa data. Jika pun ada
data, kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Link yang

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 403


disertakan bisa jadi tidak valid, atau malah tidak mengarah ke mana-
mana alias cuma php doang.
Lantas, sudah tahu itu hoaks, mengapa tetap disebarkan?
Psikolog David Braucher menyebutkan dua macam bias yang kerap
menghinggapi publik yang aktif menyebarkan dan membenarkan
hoaks, yaitu implicit bias dan confirmatory bias14. Implicit bias adalah
tendensi kelompok yang menganggap bahwa apapun yang bersumber
dari kelompok tersebut selalu benar. Catat: SELALU BENAR. Bias kedua
adalah confirmatory bias. Yaitu, tendensi untuk menganggap bahwa apa
yang kita yakini sebelumnya itu selalu benar. Tidak mungkin salah.
Jadi kalau ada berlawanan dengan hoaks tersebut, ya yang beda itulah
yang salah. Kombinasi implicit bias dan confirmatory bias, menurut
ucher, lethal sifatnya. Mematikan. Kedua bias bekerjasama secara
eksponensial untuk menyimpangkan realitas kebenaran semakin jauh
dari pandangan kita.
“As our implicit bias leads us to trust and view more positively those of
our own group, we become more insulated, only hearing from people of
our own group. As those of our own group share our beliefs, they share
“facts” that confirm our beliefs. It is a feedback loop, and we end up living
in a bubble.”

Ihik.
Masuk ke media sosial, dampaknya lebih parah. Kalau di awal tulisan
ini saya sebut adanya dampak amplifikasi yang memasifkan hoaks,
maka secara psikologis media sosial berfungsi bak steroid yang
membuat kita rentan terbujuk masuk dalam realitas alternatif yang
dikonstruksikan oleh hoaks tersebut. Dalam dunia online, kita hanya
berasosiasi dengan orang-orang yang sepaham dengan kita (ingat,
algoritma yang dirancang media sosial juga memungkinkan ini),
sehingga menghasilkan implicit bias. Antar orang-orang yang sepaham
seia sekata dan biasanya merasa senasib sepenanggungan ini, akan
beredar informasi yang senada sehingga memperkuat confirmatory bias.
Braucher berujar, “It is a feedback loop, and we are end up living in a bubble”.

14 https://www.psychologytoday.com/blog/contemporary-psychoanalysis-in-action/201612/
fake-news-why-we-fall-it

404 — G.E.N.C.E.
Masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah masyarakat
yang terperangkap dalam bubble, dalam gelembung itu. Sebagian
masyarakat Indonesia cenderung emosian, reaktif, dan lebay maksimal.
Bukan saja gampang dipengaruhi, ternyata, masyarakat Indonesia juga
terperangkap dengan implicit dan confirmatory bias yang parah. Fakta
menunjukkan, tingkat pendidikan tak berkorelasi dengan kecerdasan
memilah informasi, dan kebijaksanaan untuk menyaring informasi.
Hasil penelitian Kemdikbud dan Kominfo tahun 2015 menunjukkan,
banyak profesor maupun doktor atau kalangan akademis yang percaya
pada hoaks (kabar bohong). “Pengaruh media sosial memang luar biasa,
tinggal kasih foto dan judul langsung menyebar berita hoaks tersebut,”
ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) Hilmar Farid usai peresmian kantor
Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (Hiski) di Jakarta awal
tahun ini15.
Jangankan masyarakat awam, kalangan akademispun terbukti
gampang dipengaruhi dengan kalimat-kalimat sugestif. Semangat
menyebar informasi (yang dianggap penting dan bermanfaat),
nyatanya tidak dibarengi oleh kemauan ber-tabayyun dan cek-ricek
informasi, Padahal, melakukan cek dan ricek bagi ilmuwan/akademisi
adalah kompetensi dasar yang wajib dimiliki dan dijalankan.
Jadi, tidak adakah jalan keluar untuk masalah ini?

Melawan Hoaks dengan Social engineering Masyarakat


Digital
Dalam setiap situasi apapun, kita harus optimis. Begitu pula saat
berhadapan dengan hoaks. Bagaimana mencegah penyebaran hoaks?
Para pemroduksi hoaks, terutama yang terorganisir, berasal dari
kalangan yang melek digital. Mereka punya akses ke teknologi digital,
menguasai seluk-beluk pemanfaatannya, dan mengetahui psikologi
massa netizen Indonesia. Tindakan seperti blokir dan flagging, walau
bermanfaat, tetap tidak mampu memberikan manfaat jangka panjang.

15 http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/01/04/oj8ydj335-banyak-profesor-dan-
doktor-percaya-pada-hoaks?fb_comment_id=1162501097161411_1163078603770327#f2
83d2904aa339c

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 405


Tidak ada satupun solusi yang efektif, kalau digunakan
sendiri-sendiri. Dalam upaya memberantas hoaks, ijinkan saya
memperkenalkan model Inokulasi.

Skema
Logika Gerakan Anti Hoaks: Model Inokulasi

Dari sudut pandang Ilmu Komunikasi, merajalelanya hoaks


dapat dianalogikan dengan model Inokulasi. Model Inokulasi dirilis
oleh William McGuire (1961), dan pada awalnya digunakan untuk
menjelaskan operasi komunikasi dan kontrakomunikasi. Pemakaiannya
berkembang pada praktik periklanan dan pemasaran. Kini, mari kita
lihat bagaimana model ini bisa diaplikasikan untuk melawan hoaks.
Berkaca pada model Inokulasi, hoaks dapat kita andaikan sebagai
virus. Untuk membendung virus, dibutuhkan dua strategi. Pertama,
menyuntikkan antivirus sebagai solusi tindakan darurat. Kedua, seiring
dengan injeksi antivirus, dilakukan vaksinasi untuk solusi jangka
panjang. Dalam mengatasi sebaran wabah/virus, antivirus berfungsi
guna melemahkan atau membunuh virus guna mencegah meluasnya
dampak virus secara langsung. Sementara vaksin membantu tubuh
untuk mengembangkan sistem kekebalan tubuh, yang dapat mengatasi
serangan-serangan virus lebih lanjut. Ketika virus hoaks merajalela,
antivirus yang dibutuhkan adalah hoaksbuster dan law enforcement.
Penegakan hukum secara tegas diperlukan bukan hanya untuk
menangkap dan melokalisir pelaku, tetapi juga memberikan efek jera
pada yang lain. Sementara yang dimaksud dengan hoaksbuster adalah
‘pasukan’ pengurai hoaks dan penawar racun hoaks.
Saya ingin menggarisbawahi peran hoaksbuster. Mereka adalah
orang-orang yang memerangi hoaks dengan acara: (1) membongkar trik
atau tipuan hoaks, dan/atau (2) menyebarluaskan temuan (hoaks yang

406 — G.E.N.C.E.
di-debunk) ke kelompok-kelompok yang telah telanjur terinfeksi. Peta
sebaran hoaks yang dikaji oleh di University of Columbia, sebagaimana
dikutip dalam sebuah diskusi memperlihatkan, peran hoaksbuster
sangat signifikan dalam melokalisir sebaran hoaks, terutama yang
beredar di grup-grup aplikasi chatting16. Tentu saja, hoaksbuster ini
membutuhkan support. Secara teknis, mereka perlu dibekali dengan
kemampuan dasar membongkar atau memecahkan hoaks (yang
sebenarnya sederhana saja). Selain itu, perlu dibuat sebanyak-banyak
situs fact checkers untuk memudahkan para hoaksbuster.
Secara psikologis, hoaksbuster perlu diberi penguatan mental.
Maklum, ketika mereka beraksi membongkar hoaks, pihak penyebar
hoaks jelas tak terima dan ramai-ramai mem-bully sang hoaksbuster
yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Perlu ada penguatan mental agar
mereka tidak mengambil langkah meninggalkan kelompok chatting-
nya (siapa sih yang tahan di-bully?). Tindakan left the group berisiko
membentuk atau menguatkan echo chamber—sebuah fenomena di mana
sebuah grup hanya memiliki satu ‘warna’, satu ‘suara’, sehingga gagal
mendapatkan penjelasan alternatif atau memperoleh perspektif yang
berbeda, yang kemungkinan mengandung kebenaran. Echo chamber
beresiko membentuk polarisasi dan menguatkan confirmatory maupun
implicit bias, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Selain antivirus, perlawanan terhadap virus perlu dilengkapi
dengan vaksin agar wabah selanjutnya dapat dicegah. Tugas vaksin
adalah membangun daya imunitas tubuh terhadap serangan virus.
Untuk melawan hoaks, vaksin yang diperlukan adalah penanaman
literasi di semua lini—mulai dari literasi dasar maupun jenis-jenis
literasi lainnya seperti literasi informasi17, literasi media18, dan literasi
digital19. Kapasitas literasi inilah yang akan berfungsi sebagai daya
imunitas bagi publik untuk melindungi diri mereka dari hoaks.
16 https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2017/02/01/110902/redam-berita-palsu-
dengan-hoaks-buster.html
17 Literasi informasi, dalam sejumlah kepustakaan, dinyatakan sebagai kemampuan untuk
mengumpulkan, mengorganisasikan, menyaring dan mengevaluasi informasi dan untuk
membentuk opini yang kokoh berdasarkan kemampuan tersebut (Irianto, 2012:10).
18 Literasi media, yang mengalami perkembangan pesat selama 30 tahun terakhir, didefinisikan
sebagai “kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan memproduksi isi
pesan media (Aufderheide, 1993 dalam Guntarto, 2015:11)
19 Digital Literacy yaitu “an ability to use information and communication technologies, to find,
evaluate, create, and communicate information, requiring both cognitive and technical skills
(sebuah kecakapan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, guna menemukan,
mengevaluasi, menciptakan dan mengomunikasikan informasi, yang membutuhkan keahlian
kognitif maupun keterampilan teknis)” (ALA Digital Literacy Taskforce, 2011).

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 407


Hoaks bukan virus kemarin sore. Dia bisa hilang timbul kapan
saja. Layaknya virus, hoaks bisa bertransformasi, bermetamorfosis,
bermutasi menjadi bentuk yang semakin canggih, semakin sulit
dideteksi, dan –yang menguatirkan—semakin sulit diobati. Oleh
karena itu, perlawanan terhadap hoaks harus dilakukan secara
berkesinambungan, tidak bisa hit and run. Perlawanan terhadap
hoaks, dengan demikian, mesti dikerangka sebagai bagian dari social
engineering masyarakat digital.
Pada bulan Januari 2017, perlawanan terhadap hoaks mulai
digulirkan secara masif di berbagai wilayah di Indonesia, melibatkan
berbagai kalangan. Pada tanggal dilakukan gerakan serentak Deklarasi
Anti Hoaks di enam kota yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang,
Wonosobo dan Solo. Hal ini menandai babak baru perlawanan anti
hoaks secara terbuka. Gerakan ini berhasil melecut perhatian terhadap
hoaks dan dampaknya. Sejak itu, gerakan ini terus bergulir di berbagai
tempat, berbentuk kampanye publik dan edukasi di berbagai kota,
menyasar berbagai kalangan. Para penggagasnya juga mengaktifkan
forum web sebagai fact checkers dan mengembangkan kerja sama
dengan berbagai pihak untuk melatih sebanyak-banyaknya warga
sehingga melek digital.
Memberantas hoaks tidak bisa dilakukan sendirian. Perlawanan
terhadap hoaks mesti dijadikan sebuah gerakan masif. Berbagai grup
anti hoaks kini didirikan di berbagai unit profesi, juga di berbagai
wilayah Indonesia. Kerjasama lintas sectoral juga dikembangkan untuk
mempersempit ruang gerak hoaks dan mempercepat proses debunking
hoaks. Menjadikan perlawanan terhadap hoaks sebagai sebuah gerakan
perlawanan, itulah yang dimaksud dengan menjadikan gerakan anti
hoaks sebagai salah satu bagian social engineering masyarakat digital.
Setelah nyaris setahun Deklarasi Anti Hoaks didengungkan,
pekerjaan masih jauh dari selesai. Hoaks masih banyak beredar—
malah mungkin semakin canggih dan semakin bervariasi. Kita juga bisa
melihat bahwa kelompok penyebar hoaks pun melakukan perlawanan
tak kalah sengit. Mereka melakukan segala cara untuk mendelegitimasi
upaya para pejuang anti hoaks. Mulai dari melabeli para pejuang anti
hoaks ini sebagai ‘produsen hoaks yang sesungguhnya’, hingga dengan
semena-mena menyempitkan gerakan anti hoaks sebagai gerakan
yang dipolitisasi pendukung rejim. Komunikasi perlu dikembangkan
para penyedia platform—terimakasih atas upaya yang telah dilakukan
pemerintah maupun para aktor gerakan anti hoaks untuk membuka

408 — G.E.N.C.E.
jalur komunikasi dengan para raksasa provider platform digital,
sehingga mereka mau bekerjasama membersihkan platformnya
dari hoaks. Ini saja tidak cukup. Perlu dirintis rembug nasional yang
mempertemukan pihak-pihak yang selama ini terpolarisasi dan saling
mengasingkan diri, untuk membuka sekat-sekat serta menghilangkan
bias prasangka. Dalam beberapa situasi, terbukti jumpa tatap muka,
ngobrol dari hati ke hati, dapat mencairkan perbedaan, mendorong
orang mencari persamaan, dan membuat siapapun saling menghormati
pilihan masing-masing, tanpa harus nge-hoaks. Inilah sekarang yang
perlu diintensifkan dan ditingkatkan frekuensinya.
Di atas kecanggihan komunikasi digital, we are still human.
Melawan hoaks tidak cukup dengan kecerdasan dan perangkat yang
hebat. Saya percaya bahwa komunikasi antarpersona tetap merupakan
bagian penting dari social engineering masyarakat digital. Itu sebabnya,
komunikasi yang mementingkan relasi hakiki antarmanusia sampai
kapanpun tak boleh ditinggalkan dalam upaya melawan hoaks (000).
***

REFERENSI
ALA Digital Literacy Taskforce, (2011) http://connect.ala.org/
files/94226/
Guntarto, Bobi. (2015). Model Pendidikan Literasi Media di Indonesia (Studi
Tentang Struktur Pengetahuan dan Keragaman Tujuan Pendidikan
Literasi Media di Indonesia). Thesis. Jakarta: Pascasarjana Ilmu
Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia.
Iriantara, Yosal. (2009). Literasi Media: Apa, Mengapa, Bagaimana.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Merwe, Nicola van der. (2016). Fake News: the significance of false
reporting in the South African media. Focal Points Research. https://
www.newsclip.co.za/temp/fake-news-the-significance-of-false-
reporting-in-the-south-african-media.pdf
Rubin, Victoria L. , Chen, Yimin, & Conroy, Niall J. (2015). Deception
Detection for News: Three Types of Fakes. Language and Information
Technology Research Lab (LIT.RL) Faculty of Information and
Media Studies University of Western Ontario, London, Ontario,
Canada.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 409


(7)
Cerdas Menyikapi Video Game
di Era Digital

oleh NXG Indonesia

Simpan sejenak konsep klasifikasi generasi yang populer itu. Bagi


kami manusia terlalu unik untuk dikuantifikasi berdasarkan angkatan
kelahiran. Tiap daerah punya ragam budaya yang berbeda, tentu hal
ini berpengaruh juga pada pembentukan karakter dari masyarakat
setempat. Apa mungkin kita mengatakan bahwa seseorang yang lahir
di Berlin pada tahun 2000 memiliki karakter serupa dengan orang yang
lahir Kalabahi ditahun serupa? Memaksakan satu ‘konsep generasi’
secara general ke berbagai daerah di dunia merupakan langkah
gegabah dan terlalu terburu-buru. Bahkan apabila merujuk kajian
klasifikasi generasi Strauss-Howe (salah satu tokoh rujukan generasi X,
Y, & Z atau lebih dikenal dengan istilah Baby Boom, 13th Generation,
Millenial, & Homeland/Post-Milenial), mereka justru menggunakan
teori generasi dalam konteks budaya masyarakat Amerika.
Pencaplokan teori generasi dan adaptasi teknologi serampangan
di Indonesia merupakan contoh terbaik kekeliruan berpikir masyarakat
tentang bagaimana menyikapi suatu perkembangan budaya. Salah satu
contoh lain adalah adaptasi internet dan teknologi digital yang terlalu
berlebihan. Ada pernyataan menarik yang terlontar dari Kominfo RI
dalam perhelatan Siber-Kreasi di Kemayoran (27-28/10 2017) beberapa
waktu lalu. “Indonesia mengalami kesenjangan digital! Tidak semua
masyarakat mampu mengakses internet seperti di kota,” begitulah
kurang lebih agenda besar pemerintah yang terdengar oleh kami saat
acara berlangsung. Perhatian pemerintah pusat tentang kesenjangan
digital disambut oleh Kominfo melalui Balai Penyedia dan Pengelola
Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) dengan program
“Akses Internet untuk Desa”. Tentu hal ini perlu diapresiasi, tapi tetap
kita perlu kritisi dengan melalui pertanyaan-pertanyaan sederhana
seperti; “apa betul seluruh desa perlu internet?”

410 — G.E.N.C.E.
Internet bak obat ajaib bagi umat manusia dari ‘kegelapan’
informasi dan pendidikan tapi bisa juga jadi petaka, bahkan sumber
konflik bagi sebagian masyarakat. Sehingga bagi kami, pemerataan
akses internet hingga ke desa dan pelosok perlu dikaji kembali atau
minimalnya perlu dibarengi dengan edukasi dan literasi digital
secara tuntas. Kita sama-sama melihat bagaimana masyarakat dan
pemerintah khususnya memandang teknologi sebatas perangkat dan
‘mengaksesnya’ adalah urusan ketersediaan jariangan, perangkat
lunak-keras, dan sebaran BTS. Sehingga tak heran apabila kami melihat
banyak penyalahgunaan teknologi digital (termasuk didalamnya
internet, video games, media sosial, dan sebagainya) di masyarakat.
Bagi kami teknologi digital bukan semata urusan peranti lunak dan
keras tapi merupakan produk budaya, sehingga penting bagi kita
untuk memperlakukannya dalam kerangka kajian sosial-budaya
bukan hanya pendekatan sains-teknologi saja.
Sudah saatnya kita mengubah cara pandang kita terhadap
teknologi dan semua turunannya. apabila dulu kita melihat terdapat
dikotomi yang kental antara kebudayaan dan teknologi. Relasi
yang tak bersahabat antara kebudayaan-teknologi pernah menjadi
kecenderungan paradigma pembangunan di Indonesia, utamanya
pada masa Orde Baru. Hingga tak heran, apabila jargon-jargon
pembangunan di Indonesia cuma urusan infrastruktur semata tapi
jarang menyentuh ranah pendidikan dan literasi. Dikotomi inilah yang
menurut kami menjadi penyebab utama terjadinya gap-pengetahuan
yang begitu luas di masyarakat kita, utamanya ihwal perkembangan
teknologi digital, bagaimana menyikapi, dan memanfaatkannya.
Salah satu dampak gap-pengetahuan yang luar biasa adalah salah
kaprah tentang teknologi itu sendiri. Misalkan video game, terdapat
dua spektrum masyarakat yang sangat mencolok; pertama mereka
yang menolak mentah-mentah video game karena menganggap akan
‘merusak’ anak-anak mereka dengan dalih konten-konten negatif
didalmnya; kedua, adalah kelompok yang menerima bagitu saja video
game tanpa berpikir bahwa didalamnya terdapat konten-konten yang
perlu diawasi. Kelompok kedua cenderung berpikir bahwa video
game (layaknya mainan anak-anak lainnya) diperuntukan memang
untuk anak-anak saja.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 411


Kedua kelompok ini merupakan ‘korban’ dikotomi pengetahuan
budaya-teknologi yang kental. Masing-masing beranggapan bahwa
teknologi dan pengetahuan tentang pemanfaatannya merupakan
dunia dua berbeda. Pada buku kali ini, kami akan lebih memperdalam
kelompok kedua. Karena selama enam tahun kebelakang kami
melakukan kegiatan literasi digital di masyarakat, kelompok kedua
terlihat lebih dominan. Tipikal masyarakat yang kami temui cenderung
melihat perkembangan teknologi sebagai sesuatu yang generik dan tak
perlu diantisipasi dengan serius, termasuk kehadiran video game yang
kini digemari oleh anak-anak mereka.
“Saya pikir salah paham terbesar dikalangan orang tua adalah
mereka berpikir video game hanya untuk anak-anak” - Patricia Vance,
Presiden Entertainment Software Ratting Board (ESRB)
Sepertinya ucapan itu ada benarnya. Banyak masyarakat yang tak
peduli dengan (konten) video game. Mereka menilai ‘permainan layar
kaca’ itu cuma untuk anak-anak. Sama seperti ketika mereka menilai
permainan lainnya (tradisional). Memang pada dasarnya permainan
tercipta di dunia anak-anak. Terlebih orang dewasa terlalu ‘sibuk’
sehingga tak sempat bermain. Padahal, kata Patricia, orang tua yang
hidup di era sekarang tumbuh bersama video game. Sehingga sangat
mustahil mereka tak mengenal ‘isi’ video game. “Tapi saya rasa salah
paham itu masih ada dan bersifat fundamental,” imbuhnya dalam
sebuah wawancara di laman resmi ESRB.
Debut video game dimulai sejak awal 1950-an. Lalu mulai tenar
ketika video game arcade (kita kenal sebagai ding-dong) diperkenalkan
tahun 70-an. Sejak saat itu industri video game berkembang pesat.
Sekarang beragam jenisnya, mulai dari konsol besar (ding-dong)
hingga perangkat mobile. Bagi kita yang hidup di era 70-an, terutama
di Indonesia tentu akan merasa asing dengan video game. Pakar Media
Massa, Santi Indra Astuti melabeli dengan istilah ‘masyarakat transisi’
(dalam konsep Teori Generasi Strauss-Howe, kita menyebutnya X, Y,
atau Z). Yakni, mereka yang hidup ditengah perubahan massal ‘wajah
dunia’. Semula tradisional mendadak jadi digital.
“Sedangkan mereka yang lahir tahun 80-an ke atas sudah mulai
terbiasa dengan teknologi,” jelas dosen Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung (Unisba) itu. Wajar apabila para orang

412 — G.E.N.C.E.
tua sekarang masih ‘kebingungan’ dengan gejala lompatan teknologi.
Sedangkan, anak-anak mereka yang sekarang sudah berumur 20-
an atau kurang begitu terbiasa dengan era ‘serba-cepat’. Apalagi
anak-anak sekarang, mereka terbiasa dengan YouTube, Google Play,
Twitter, Xbox, hingga iPad. Lonjakan kebudayaan inilah yang kerap
menimbulkan ‘salah paham’ dalam pemanfaatannya kelak.
Santi menjelaskan, posisi video game sangat vital. Selaku produk
media massa, video game juga punya andil besar di masyarakat dan
keluarga. Di Amerika, video game sudah jadi bagian dari keluarga.
Sebuah data tahun 2010 menunjukan 72% rumah di Amerika dilengkapi
dengan konsol video game. Data yang dilansir oleh Entertainment
Software Associaton (ESA) menunjukan setiap detik dalam sehari di
Amerika terjual 9 judul video game (2009). Di sektor ekonomi industri
software video game begitu diperhitungkan. Selama 2009, video game
sudah menyumbang USD 4,9 miliar. Tentu angka ini terus naik dan
berlipat ganda tiap tahunnya.
Melihat pertumbuhan ‘si bungsu’ yang begitu cepat, kita kudu
siap-siap. Globalisasi memperlancar transfer teknologi, termasuk di
dalamnya video game. Video game baru masuk Indonesia era 90-an
dan langsung menjamur. Trend-nya mulai mencolok medio tahun
2001, saat game online mulai booming. Berlanjut begitu cepat hingga
sekarang. Sebut saja beberapa video game yang sempat mencuri
perhatian kaula muda; Counter Strike, Nexia, Ragnarok, Tomb Rider,
World of Warcraft, Call of Duty, Grand Theft Auto, dan sebagainya.
Tak lupa konsol video game yang tiap tahun selalu ada inovasi.
Disadari atau tidak, video game sekarang sudah berada di ruang
tamu. Tumbuh bersama anak-anak kita, bermain dan belajar bersama.
apabila tak disikapi, bukan tak mungkin video game akan ‘membawa’
anak kita. Seperti televisi, yang beberapa tahun kebelakang sempat
‘menculik’ anak-anak Indonesia. Sudah banyak ‘korban’ media massa.
Mulai dari urusan kesehatan, psikologis, hingga yang kecanduan.
Para pegiat komunikasi dan media massa menggelorakan isu ‘melek
media’. Seperti yang dilakukan Santi di Unisba melalui program media
literasi. Kita harus mampu mengontrol konsumsi media, alih-alih kita
yang ‘dikuasai’. “Itu artinya Anda yang pegang kendali,” tutur Santi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 413


Lalu, bagaimana dengan video game? Sama saja. Kita tidak boleh
lengah, apa lagi sampai ‘menyerahkan’ buah hati pada video game.
NXG Indonesia, selaku pemantau konten video game dan komunitas
pemerhati isu literasi digital di Indonesia berusaha membantu
masyarakat ‘memegang kendali’. Sudah saatnya kita mengenali
‘mainan’ baru anak-anak kita. Lebih dari itu, kita harus memahami
dan ‘menguasainya’. Hal ini penting! Sebab tanpa kendali, video game
justru memberi efek negatif. Misalnya, penggunaan video game yang
tidak sesuai atau durasi bermain yang berlebihan. Di sinilah orang tua
berperan. Sebagai ‘pemandu’ kegiatan bermedia yang dilakukan anak-
anak.
Pendiri FamilyFriendlyVideoGame.com, Johner Riehl berpendapat
bahwa sekarang adalah saat yang tepat bagi orang tua untuk mulai
merubah cara pandang mereka terhadap video game. “Mungkin 15
tahun yang lalu kita masih bisa menyampingkan isu video game. Tapi
kini, semua orang ‘hidup’ bersama video game.” Video game ibarat
perabot dapur, kata Johner, mereka ada disetiap rumah. Baik itu
konsol, komputer, perangkat portable, hingga video game berbasis web
-seperti permainan facebook. Anda perlu mengidentifikasi, apa yang
digunakan oleh anggota keluarga di rumah, terlebih yang digunakan
anak-anak.
Kenyataannya orang tua yang tumbuh di awal ‘era’ video
game ‘menularkan’ hobi barunya kepada anak-anak. Penulis
sendiri misalnya, pengalaman pertama bermain video game justru
diperkenalkan oleh ayah. “Tapi orang tua yang lebih tua lagi atau
kakek dan nenek tidak melakukan hal itu, karena mereka tak sempat
‘mengenal’ video game,” tambah Johner. Mereka masih menilai video
game sebagai ‘barang asing’ yang berbahaya. Walaupun penilaian
mereka tak semua salah. Hingga kini diskusi dan kajian tentang video
game memang banyak mengungkap sisi negatif, seperti kekerasan,
erotisme, aksi-aksi terorisme, hingga pengaruhnya pada perilaku. Tapi
dilain pihak, banyak juga yang menentang hal itu. Salah satunya seperti
yang pernah dibawakan oleh FOX News, 2011 lalu. Sebuah tayangan
televisi dengan menampilkan para ‘expert’ video game secara tegas
menyatakan, “siapa bilang tayangan dan sindirian bertema seks dan
kekerasan dalam video game punya efek ‘peluru’?”

414 — G.E.N.C.E.
Pro dan kontra video game tetap berlangsung hingga kini.
Sementara itu industri video game terus merngkak dan semakin
maju. Tentu saja kita perlu ‘amunisi’ guna menjamu tamu yang satu
ini; pengetahuan baru, keterampilan, hingga software khusus. Penulis
menyajikan beberapa pengetahuan dasar untuk menghadapi video
game, bahkan lebih dari itu. Informasi setelah ini sangat penting
diketahui. Anggap saja ini langkah awal. Selanjutnya, Andalah
pengambil keputusan. Berikut tiga hal yang perlu kita ketahui sebelum
melangkah lebih dalam di dunia video game;
SISTEM RATING VIDEO GAME - Layaknya film atau program
televisi, video game juga punya rating. Setiap rating merepresentasikan
konten di dalam video game. Beberapa negara punya standar rating
masing-masing. Di Eropa misalnya, terdapat Pan European Game
Information (PEGI) yang bertugas ‘melabeli’ setiap video game yang
beredar. NXG Indonesia juga bergerak dibidang peratingan video
game. Silakan pelajari rating-rating tersebut, dapat diakses melalui
nxgindonesia.net. Mengapa Anda harus menggunakan sistem rating
lokal? Bisa jadi standar-standar budaya pada satu wilayah berbeda.
Eropa dan Amerika saja punya standar rating yang berbeda; PEGI
(Eropa) dan ESRB (Amerika). Apalagi dengan Indonesia. NXG
Indonesia merupakan sistem rating yang telah disesuaikan dengan
kultur dan pola perilaku konsumsi video game masyarkaat Indonesia
pada umumnya.
PARENTAL CONTROL - Ini merupakan fitur yang sudah
tersedia di dalam perangkat video game. Baik itu konsol seperti Play
Station, Nintendo, Xbox, atau komputer. Melalui fitur ini, orang tua
diberi keleluasaan untuk mengatur penggunaan konsol. Mulai dari
pengaturan waktu dan durasi bermain anak hingga memblokir video
game dengan label tertentu. Beberapa perangkat generasi baru telah
dilengkapi dengan sistem Parental Control. Anda bisa mengunjungi
laman resmi dari developer konsol bersangkutan.
PERATURAN DI RUMAH - Scott Steinberg dalam The Modern
Parent Guide to Kids and Video Game (2011) menegaskan pentingnya House
Rules terhadap video game. Hal ini penting guna tercipta iklim bermedia
yang sehat. Inti dari kegiatan ini adalah mendidik keterbukaan dan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 415


disiplin. Setiap anggota keluarga diharapkan mengetahui jenis media
apa saja yang digunakan sebagai hiburan dirumah. “Termasuk video
game apa saja yang bisa dimainkan bersama,” tambah Scott. Ia juga
menjelaskan pentingnya komunikasi dan pengatura waktu bermain
video game. apabila perlu semua anggota keluarga harus terlibat saat
anak-anak akan bermain. Cari waktu yang memungkinkan, seperti
hari libur dan akhir pekan. Selain menyenangkan, kegiatan macam ini
membantu mengurangi stres dan konflik.

Mengapa Isu Video Game Penting?


Merujuk kajian dan diskusi-diskusi tentang video game beberapa
tahun terakhir, penulis merangkum beberapa isu penting terkait video
game. Isu ini nantinya yang akan menjawab beberapa pertanyaan yang
kerap orang tua ajukanseperti; Kenapa video game penting? Apakah
betul video game menimbulkan kecanduan? Konten seperti apa yang
perlu diwaspadai? Tentu saja banyak isu dan perhatian seputar dunia
video game. Akan tetapi, penulis hanya memilih beberapa saja yang
paling sering didiskusikan oleh masyarakat kita. Beberapa isu itu
adalah; (1) Durasi Bermain, (2) Kesehatan dan Kecanduan, dan (3)
Konten Kekerasan.
Keempat isu itulah yang membuat video game menjadi penting dan
layak mendapat perhatian orang tua. Seperti halnya konsumsi televisi
dan internet, video game pun menuntut pemahaman media literasi
yang tinggi. Orang tua selaku garda terdepan pendidikan anak-anak,
merupakan penanggung jawab atas perilaku dan pola konsumsi media
anak-anak. Kita tak mungkin selamanya menyalahkan lingkungan dan
institusi sekolah bukan? Sudah saatnya kita membuka diri dan sama-
sama belajar bahwa pendidikan media yang paling utama dimulai dari
keluarga. Sudah saatnya kita bekali diri dengan pengetahuan terbaru.
Termasuk isu seputar video game dan anak-anak.

Durasi Bermain
Beberapa orang tua mengeluhkan durasi bermain video game anak
mereka. Kebanyakan mengaku kewalahan dan kesulitan mengatur

416 — G.E.N.C.E.
waktu bermain. Pasalnya, video game sangat asik dimata anak-anak.
Tak hanya menyuguhkan grafis yang indah, tantangan yang diberikan
kadang menjadi motivasi bagi anak-anak untuk terus bermain. Karena
itu, isu durasi bermain video game menjadi problem bersama orang
tua saat ini. Setelah sibuk ‘mengatur’ durasi televisi dan internet,
kini orang tua juga harus memasukan video game kedalam daftar
‘pekerjaan rumah’ mereka.
Seorang psikolog dan peneliti asal Iowa State University, Dr.
Douglas Gentile melakukan riset unik tentang durasi bermain video
game pada anak-anak. Ia membuat laporan (2012) bahwa anak-anak
usia sekolah dasar dan menengah rata-rata bermain video game
13 jam/ minggu untuk anak laki-laki dan 5,5 jam/ minggu untuk
anak perempuan. Bukan hanya anak sekolah dan remaja, anak-anak
prasekolah umur dua sampai lima main video game rata-rata 28
menit/ hari. Hal serupa juga terjadi di Indonesia, pada kurun 2012-
2013 NXG Indonesia pernah melakukan riset kecil di Bandung tentang
penggunaan video game pada anak-anak. Hasilnya, anak-anak usia
SD-SMP menghabiskan rata-rata 4 jam/ hari. “Memang paparan video
game tak ‘sehebat’ televisi yang mencapai 24 jam/ minggu bahkan
lebih, akan tetapi resiko kesehatan, prestasi akademis, dan perilaku
agresif berlaku juga untuk video game.”
Hingga umur 21, anak-anak Amerika telah menghabiskan 10
ribu jam bermain video game, angka ini belum termasuk game arcade
(semacam ding-dong). Douglas menyarankan agar penggunaan video
game di kontrol dan tidak menyita banyak waktu luang anak-anak.
Pasalnya, penggunaan media seperti ini telah menyita banyak waktu
bagi anak-anak. “Bayangkan saja, anak-anak kita menghabiskan 37
jam/ minggu di depan layar monitor,” tambah Douglas yang juga
peneliti dari National Institute on Media and the Family. Para pakar
ilmu kesehatan anak dari The American Academy of Pediatrics
sepakat bahwa waktu ideal untuk screen time (termasuk nonton televisi
dan main video game) untuk anak-anak adalah tidak lebih dari dua
jam per hari! Untuk anak-anak dengan rentang umur 6 - 12 tahun,
sedangkan umur 2 - 5 tahun waktu screen time yang direkomentasikan
adalah satu jam per hari. Bahkan, khusus untuk balita dengan umur <
18 bulan sama sekali tidak disarankan untuk terpapar oleh screen alias
difokuskan kepada aktivias fisik.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 417


Diakhir penelitian, Douglas berharap peran aktif dari orang
tua dengan mengatur durasi bermain anak-anak dan konten video
game. “Pada akhirnya kita harus meminimalisasi efek negatif sembari
mendulang potensi berharga dari video game.”

Kesehatan dan Kecanduan


Tentu kita semua tak ingin anak kita jadi pemalas dan kurang berolah
raga bukan? Dr. Douglas telah menyinggung bahwa durasi bermain
yang berlebihan akan berdampak buruk pada kesehatan. Isu kesehatan
pada pemain video game merupakan masalah serius. Biasanya, para
pecandu video game punya masalah serius seputar mata, tulang
belakang, kulit, hingga gangguan pernapasan. Beberapa pakar
menyebutkan bahwa korelasi antara kecanduan video game dengan
obesitas pun positif.
Beberapa pengembang konsol game mulai menilai masalah
kesehatan sebagai hal serius. Kini, beberapa konsol game di buat
seinteraktif mungkin, dengan masukan kegiatan-kegiatan yang
melibatkan sistem motorik. Misalnya beberapa produk Nintendo
seperti Wii Fit Plus dan Wii Sports. Ada juga video game serial EA
Sports Active atau Dance-Dance Revolution (DDR), yang menuntut
pemain banyak bergerak. Tentu saja niat baik dari pengembang ini
patutu diacungi jempol. Tetapi, apakah bermain video game ‘aktif’
seperti yang mereka tawarkan mampu mensubtitusi kegiatan olahraga?
Ternyata tidak.
Jawaban itu dipertegas oleh penelitian The American Academy of
Pediatrics, Maret 2012 lalu. Melalui jurnalnya, mereka mengeluarkan
artikel ilmiah Impact of an Active Video Game on Healthy Children’s.
Penelitian yang melibatkan 84 anak (rentang umur 9-12) dan dilakukan
selama 13 minggu itu menunjukan tidak ada dampak signifikan dari
video game aktif, semisal Wii Fit Plus dan DDR terhadap perbaikan
kesehatan anak. “Tak ada alasan bagi kita untuk percaya bahwa video
game aktif mampu meberikan dampak signifikan pada kesehatan anak
Anda,” imbuh kepala riset, Tom Baranowski. Tapi, Tom melanjutkan,
dibandingkan dengan video game pasif, jelas hal ini lebih baik. Orang

418 — G.E.N.C.E.
tua bisa saja memilihkan NIntendo Wii atau Microsoft Xbox Kinect
untuk anak mereka, tapi harus merogoh kocek yang tak sedikit.
Bandingkan dengan lari pagi dan olaharaga bersama; gratis.
Tak cuma kesehatan, beberapa pemain benar-benar kecanduan.
Masalah kesehatan dan kecanduan dalam video game adalah dua
hal yang beriringan. Seorang pecandu video game biasanya punya
masalah serius soal kesehatan mereka. Kecanduan diartikan sebagai
obsesi berlebihan terhadap sesuatu. Misalnya, rokok, alkohol, obat,
hingga video game. Tahun 2003 lalu, Dr. Douglas Gentile melakukan
penelitian tentang video game addiction. Ia tak sendiri, kali ini ditemani
oleh peneliti dari Minnesota School on Professional Psychology, Argosy
University, Marny R. Hauge. Hasilnya, kecanduan video game paling
sering menimpa remaja akhir (adolescent).
Tentu saja orang tua bisa sedikit bernafas legas, karena kecanduan
video game biasanya tidak terjadi pada anak-anak usia SD dan SMP.
Itu sih teorinya, tetapi tetap saja kita sering menemukan anak-anak
SMP, malahan SD yang tergila-gila dengan video game. Bahkan, untuk
beberapa mahasiswa di Amerika, lebih mementingkan bermain video
game dari pada kuliah adalah hal biasa. “Biasanya mereka akan tidur
larut atau tidak tidur, bolos kuliah, tidak mengerjakan tugas, beberapa
mahasiswa menunjukan perilaku agresif terhadap instruktur atau
dosen.”
Beberapa karakteristik yang umum ditemukan pada pecandu
video game; Tak acuh, baik itu pada pola makan, tidur, ibadah, maupun
kesehatan; Obsesi berlebihan pada video game; Mudah Berbohong,
baik saat bermain video game online atau dikehidupan sehari-hari;
Pemarah dan depresi, emosi para pecandu biasanya sulit dikontrol,
mereka mudah marah untuk perkara sepele sekalipun; Ketergantungan
dan utang, banyak diantara pecandu yang berutang karena perlu
memenuhi hasratnya dalam bermain. Dalam catatan penelitiannya,
Douglas dan Marny menemukan satu siswa yang bermain sampai 20
jam sehari!
Kem Lee dalam Gamer Addiction: A Threat To Student Success! What
Advisors Need To Know (2005) berpendapat bahwa pihak kampus/
sekolah perlu mengambil langkah tegas apabila mendapati siswanya

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 419


kecanduan video game. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah
mengidentifikasi siswa yang berpotensi kecanduan, membuat regulasi
dan program-program yang berkaitan dengan pengentasan kecanduan,
hingga melakukan pendekatan personal guna menggali latar belakang
dan proses kecanduan pada siswa. Kem menilai, para pecandu biasanya
punya ‘masalah’ sosial di kelas atau kampus. Memang hal ini bukan
sepenuhnya tanggung jawab pihak sekolah dan kampus, karena para
siswa semestinya telah dewasa. Akan tetapi, kampus bisa membantu
mengurangi dampak buruk video game ini dengan membuat regulasi
yang tepat.
Terlepas hal ini tanggung jawab sekolah atau bukan, penulis rasa
peran orang tua tetap signifkan. Pola pendidikan orang tua di rumah
berpengaruh pada perilaku anak di luar. Meski anak kita masih kecil,
bukan berarti isu-isu kecanduan media tidak kita perhatikan. Justru
saat mereka kecil adalah saat yang paling tepat untuk mengajarkan
pola konsumsi media yang sehat.

Konten Kekerasan
20 April 1999. Columbine High School, Colorado. Dua pelajar, Eric
Harris (18 tahun) dan Dylan Klebod (17) datang ke sekolah sembari
membawa senapan. Mereka membunuh 13 orang temannya (termasuk
guru) dan melukai 24 lainnya, meledakan sebuah mobil, bunuh diri
setelahnya. 16 April 2007. Virginia Tech, Virginia. Seung Hui Cho (23)
membunuh 32 orang, 17 terluka, kemudian bunuh diri. 14 Desember
2012. Sandy Hook Elementary, Connecticut. Pemuda setempat, Adam
Peter Lanza (20) membunuh 28 orang (termasuk ibunya sendiri),
akhirnya bunuh diri.
Ketiga kasus ini punya satu benang merah yang sama; para pelaku
kecanduan video game. Eric Harris dan Dylan Klebod kecanduan
Doom, Seung Hui Cho bermain Counter Strike, sedangkan Adam Peter
Lanza penggemar Call of Duty. Tentu banyak faktor yang memotivasi
pelaku melakukan aksi brutal ini. Sebut saja bullying (Eric dan Dylan),
depresi (Cho), atau autism (Peter), serta beberapa faktor eksternal
lainnya. Tetapi, beberapa pakar psikologi mengungkap bahwa perilaku
agresif mereka banyak dipengaruhi oleh konten kekerasan video game.
Mengingat keempat pelaku adalah pecandu video game.

420 — G.E.N.C.E.
Sebuah penelitian dipandu oleh Prof. Brad Bushman,
ahli komunikasi dan psikologi Ohio State University, Amerika
membuktikannya. Ia didukung oleh peneliti lain; Laurent Bègue
dari University Pierre Mendès (Perancis) dan Michael Scharkow
dari University of Hohenheim (Jerman). Penelitian ini melibatkan 70
mahasiswa di Perancis sebagai partisipan yang dilakukan Desember
2012. Mereka kemudian dibagi kedalam dua kelompok dan disuruh
main video game selama 20 menit setiap hari, selama tiga hari berturut-
turut.
Kelompok pertama diberi video game yang penuh dengan aksi
kekerasan; Condemned 2, Call of Duty 4 dan The Club. Kelompok dua
sebaliknya, tanpa konten kekerasan. Hanya kelompok pertama yang
menjadi lebih agresif dalam kehidupan sehari-hari. “Setelah bermain
video game kekerasan, mereka cenderung berpikir dan bertindak
agresif,” tutur Bushman. Mereka melihat dunia nyata dengan ‘pikiran
yang penuh aksi’. Sehingga bersikap agresif sebagai bentuk difensif
akan lingkungannya. Sikap ini bisa ditunjukan dalam bentuk tidak
sabaran atau mudah marah. “Kami berharap melakukan penelitian
lebih lama agar hasilnya lebih matang, tapi itu tidak etis.”
Tentu saja penelitian Bushman hanya satu dari sekian banyak
penelitian. Rata-rata berkesimpulan paparan konten kekerasan
berkorelasi positif dengan perilaku. Tapi, banyak juga yang menentang.
Mereka beranggapan bahwa potensi kekerasan pada anak-anak atau
remaja tidak dipengaruhi oleh konten kekerasan video game. Pro
dan kontra dalam isu violent video masih berlanjut, sementara industri
hiburan terus saja memproduksi konten-konten kekerasan. Bagi mereka
konten seperti ini adalah yang paling laku dan menguntungkan.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 421


Bagaimana tidak, game terbaik dari tahun ke tahun selalu
didominasi oleh video game berlabel ‘dewasa’. Sebut saja serial Grand
Theft Auto, Call of Duty, Battlefield, dan Assassins Creed. Hampir
semua bertema kekerasan dan pembunuhan.
Bagi penulis, hal yang paling menyedihkan adalah penghargaan
atas tindak kekerasan itu sendiri. Dalam video game kita sudah biasa
dengan skor atau poin. Nah, banyak video game memberikan skor atas
tindak kekerasan yang pemain lakukan. Misalnya ketika kita memuluk
kita akan mendapat 50 poin, membunuh dengan senjata mendapat 100
poin. Semakin tinggi poin kita maka semakin baik level atau reputasi
permainan kita. Dalam permainan Point Blank (PB) misalnya, para
pemain harus saling bunuh agar mendapat pangkat lebih tinggi.
Semakin tinggi pangkat mereka, semakin besar ‘hadiah’ yang akan
mereka dapatkan.
Ironis memang, ditengah budaya Indonesia yang santun dan
menjunjung tinggi etika, video game hadir menawarkan hal lain. Anak-
anak ‘diajarkan’ saling bunuh satu sama lain, memukul dan merusak
sesuatu adalah prestasi dalam video game. Mempelajari sistem rating
dan mengaktifkan parental kontrol adalah keharusan. Tidak ada alasan
untuk tidak peduli! Karena kini, video game sudah ada di rumah Anda,
di ruang keluarga, bahkan di kamar anak-anak Anda.

Sistem Rating
Memilih video game untuk anak-anak adalah langkah tepat. Selain
untuk menghindarkan konten ‘berbahaya’ dari anak-anak, orang tua
pun bisa lebih terlibat pada aktivitas bermain anak-anak. Kebiasaan
buruk orang tua pada umumnya adalah tidak peduli terhadap video
game yang dimainkan oleh anak mereka. Baru setelah mendapati anak
mereka main video game berkonten kekerasan mencolok atau terdapat
adegan porno orang tua akan bertindak. Biasanya, dengan memarahai
anak karena bermain terlalu lama atau langsung mematikan konsol
video game karena kesal.
Tentu akan lebih bijak apabila kita ikut berpartisipasi dalam
kegiatan bermain anak-anak. Saat bermain video game bersama, ajaklah
anak untuk berdiskusi tentang konten video game. Memang tak semua

422 — G.E.N.C.E.
orang tua punya waktu untuk melakukan hal itu. apabila Anda salah
satu orang tua yang sibuk, maka memilihkan video game yang tepat
adalah solusi dan sistem rating memudahkan kita melakukan hal itu.
Orang tua cukup melihat rating video game yang bersangkutan, lalu
menyesuaikannya dengan usia anak. Setiap rating merepresentasikan
konten di dalamnya. Misalkan, video game berating “Dewasa 18+”
sudah pasti mengandung konten kekerasan yang tinggi, lain lagi
dengan rating “Semua Usia.” Mulai sekarang pastikan anak-anak
memainkan video game yang sesuai untuk usia mereka.

NXG Indonesia
NXG Indonesia, merupakan komunitas Pemantau Konten Video
Game pertama dan komunitas satu-satunya di Indonesia yang concern
terhadap isu konten video game. Mereka memastikan tiap video game
yang didistribusikan di Indonesia telah ‘terlabeli’ oleh rating versi
Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memudahkan kita memilih video
game.
Berikut adalah sistem rating versi NXG Indonesia:

Klasifikasi ini mengindikasikan video game


layak untuk semua usia, termasuk anak-
anak. Tidak ada konten video game yang
dianggap berbahaya atau bermasalah.
Rentang umur yang dianjurkan adalah 6-12
tahun.

Rating ini mengindikasikan video game


mulai tidak cocok untuk anak-anak
dibawah umur 12 tahun. Karena mulai
terdapat konten kekerasan fantasi tingkat
rendah di dalam video game. Hendaknya
penggunaan video game berlabel A12+ ini
mulai dibatasi dan diperlukan bimbingan
orang tua. Rentang umur yang disarankan
adalah 12 - 15 tahun.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 423


Klasifikasi ini mengindikasikan bahwa
konten video game hanya cocok untuk
pengguna yang sudah menginjak usia
remaja. Atau pengguna dengan rentang
umur 15 - 18 tahun. Konten video game
dengan label R sudah mulai mengandung
konten kekerasan yang intensif, simulasi
perjudian, hingga konten porno/ erotisme
tingkat sedang. Pada label R juga pemain
kerap menemukan role model karakter
yang buruk; misalnya perokok berat, suka
bermain judi, minum alkohol, hingga
tukang pukul.
Video game dengan label D18+ sangat
tidak cocok untuk anak-anak. Hanya
diperuntukan bagi pengguna/ pemain
dengan rentang umur 18 tahun atau lebih.
Banyak konten dalam video game label
D18+ yang dianggap BERBAHAYA untuk
anak-anak. Misalnya adegan kekerasan
tingkat tinggi dan sadisme. Tidak jarang
memunculkan tayangan pembunuhan yang
sangat gamblang; misalkan menggorok
leher musuh, mutilasi, penampilah
darah dan potongan tubuh manusia, dan
sebagainya. Kita juga akan menjumpai
konten prostitusi, porno/ erotisme,
perjudian, serta penggunaan obat terlarang.
Role model yang dimainkan juga kerap
mencerminkan seorang pembunuh,
pecandu alkohol, atau pelaku prostitusi.

Beberapa negara di dunia punya sistem rating berbeda. Misalkan,


di wilayah Amerika terdapat Entertainment Software Rating Board
(ESRB) yang memiliki hingga tujuh klasifikasi. Di Eropa ada Pan
European Game Information (PEGI) punya lima klasifikasi. Jepang
punya Computer Entertainment Rating Organization (CERO), Game
Rating Board (GRB) di Korea Selatan, Entertainment Software Rating
Association (ESRA) dari Iran, bahkan di Rusia proses perating
dilakukan oleh Departemen Kebudayaan milik pemerintah (Ministry
of Culture), dan kini sejak 2016 Indonesia juga sudah memiliki lembaga

424 — G.E.N.C.E.
rating video game resmi milik pemerintah yang bernama Indonesia
Game Rating Sistem (IGRS).
Tentu saja, setiap lembaga punya standar penilaian berbeda.
Rating sebuah video game di suatu negara bisa saja berbeda. Perbedaan
ini bisa dikarenakan oleh sistem penilaian konten hingga norma
budaya setempat. Bisa saja, sebuah adegan dikatan porno di negara
tertentu tapi tidak bagi yang lain. Mengingat perbedaan budaya dan
norma inilah, penulis sangat menganjurkan untuk selalu menggunakan
rating lokal milik Indonesia. Selain sistem penilaian telah disesuaikan,
klasifikasi yang dibuat NXG Indonesia juga lebih sederhana dan
mudah dipahami.
Salah satu faktor penentu klasifikasi video game adalah unsur
konten. Konten dalam video game umumnya bersifat majemuk,
sehingga dalam satu video game mungkin saja mengandung banyak
konten berbahaya! Beberapa konten dibagi lagi kedalam tiga kategori;
Rendah, Sedang, dan Berbahaya. Berikut ini, adalah daftar konten
‘bermasalah’ versi Next Generation:
1. ALKOHOL, TEMBAKAU/ ROKOK, & NARKOTIKA -
Penggunaan alkohol, produk tembakau, serta obat-obatan
terlarang dan/ atau yang dilarang oleh pemerintah. Baik
digunakan oleh tokoh utama maupun tokoh pendukung.
Beberapa video game menggambarkan karakter pecandu berat,
penjuan, atau bandar. Adegan itu juga termasuk kedalam konten
ini.
2. SIMULASI PERJUDIAN - Aktivitas/ kegiatan perjudian tanpa
melibatkan uang/ alat transaksi lainnya yang sah secara hukum.
Misalkan menggunakan poin tertentu di dalam video game yang
tidak dapat ditukar dengan uang.
3. PERJUDIAN - Aktivitas/ kegiatan perjudian dengan melibatkan
uang/ alat transaksi lainnya yang sah. Biasanya pemain diharuskan
menyimpan/ transfer sejumlah uang atau menggunakan kartu
kredit.
4. PORNO/ EROTISME - Menampilkan adegan / tayangan baik
berupa audio maupun visual yang tidak sesuai dengan norma
kesusilaan. Biasanya berupa penggunaan suara seperti desahan,

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 425


penampilan karakter yang mengeksploitasi bagian tubuh
tertentu, misalnya dada, paha, dan bokong, atau menampilkan
tokoh dalam kondisi tanpa busana/ setengah telanjang.
5. KEGIATAN SEKSUAL / PROSTITUSI - Menampilkan, baik
secara visual maupun audio kegiatan-kegiatan seksual (biasanya
disertai tayangan porno), seperti bersetubuh (meski tak selamanya
menampilkan adegan secara utuh), masturbasi, serta aktivitas
prostitusi. Beberapa video game mengambarkan seorang tokoh
yang mengelola tempat prostitusi dan mengatur pelacur, serta
melakukan promosi kegiatan seksual.
6. KEKERASAN - Aktivitas fisik/ psikologis dengan motivasi
intimidasi/ penunjukan kekuatan dengan menimbulkan luka
(fisik/ non-fisik), darah terhadap objek kekerasan, kegiatan
menggunakan benda tajam/ senjata api/ tangan kosong dalam
aksi kekerasan, maupun aksi pembunuhan. Bisa juga kekerasan
dalam bentuk psikologis, seperti seseorang yang diancam
akan dipancung bisa tidak menyelesaikan misi, adegan yang
menunjukan seseorang ditodong oleh senapan dikepala, atau aksi
pengerusakan.
7. KEKERASAN FANTASI - Kekerasan yang menimbulkan luka,
dan/atau adegan pembunuhan terhadap mahluk fantasi, termasuk
eksploitasi objek kekerasan. Bisa juga penggambaran kekerasan
dengan grafik yang tidak realistis. Misalkan penggunaan gambar
pixel atau ilustrasi yang sedikit abstrak.
8. KEKERASAN SEKSUAL - Adegan/ kegiatan pemerkosaan,
pelecehan, atau kegiatan kekerasan lainnya yang berbasis gender.
9. SADISME/ AKSI TERORISME - Tampilan potongan tubuh,
daging manusia, tulang, atau luka serius yang membuat objek
tereksploitasi, tampilan mayat manusia secara massal, mutilasi,
penampilan darah dalam jumlah besar/ menjijikan, pembantaian,
aksi terorisme, serta perusakan materi dalam skala besar. Bisa
juga adegan kejahatan yang terencana dengan melibatkan banyak
karakter guna menyerang tokoh/ fraksi tertentu. Biasanya luka
dan kerusakan ditampilkan berlebihan.
10. TINDAK KRIMINAL - Adegan yang menampilkan tindakan yang

426 — G.E.N.C.E.
melanggar hukum atau kejahatan, seperti mencuri, merampok,
membunuh, atau kegiatan lainnya yang merugikan diri sendiri/
orang lain. Biasanya berkaitan dengan konten kekerasan atau
sadisme. Beberapa video game menggunakan karakter perampok
sebagai tokoh utama atau seorang pencuri ulung.
11. DIALOG KASAR - Penggunaan bahasa yang tidak semestinya,
dan/atau penggunaan bahaya yang tidak patut dan dianggap
tidak sopan oleh norma/ aturan yang berlaku. Termasuk
penggunaan bahasa asing yang tidak sesuai.
Sama seperti klasifikasi video game, daftar konten ‘bermasalah’
pada tiap lembaga pemantau bisa sangat berbeda. apabila NXG
Indonesia, membuat sebelas daftar konten berbahaya. Maka ESRB
punya 30 daftar konten, sedangkan PEGI membagi konten kedalam
delapan kategori, dan IGRS memliki sepuluh konten. Tentu saja hal ini
sah-sah saja, mengingat tiap pemantau punya sistem ratingnya sendiri.
Guna memudahkan, kami akan menampilkan sistem rating ESRB,
PEGI, dan IGRS sebagai bahan komparasi.

Entertainment Software Rating Board (ESRB)


Early Childhood. Game dengan rating ini
tidak mengandung konten-konten ofensif,
seperti kekerasan, tema-tema seksual, dan
bahasa kasar. Biasanya video game dengan
label EC memang diperuntukan untuk anak-
anak. Cocok untuk anak umur 3-6 tahun.

Everyone. Kategori ini bisa saja berisi


kekerasan kartun ringan atau bahasa dan
tema-tema yang sugestif. Direkomendasikan
untuk umur 6 tahun keatas.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 427


Everyone 10+. Permainan ini berisi konten
yang mungkin dianggap tidak cocok untuk
anak di bawah usia 10 tahun. Beberapa
konten mulai menunjukan intensitas
moderat, mungkin berisi kekerasan kartun,
humor-humor slapstick, animasi darah, dan
tema-tema sugestif.

Teen. Permainan ini berisi konten yang


mungkin tidak sesuai untuk anak di bawah
usia 13 tahun. Konten kekerasan mulai
muncul, menampilkan darah dan beberapa
adegan sadis, konten perjudian juga
mulai ditemui, tema-tema seksual dapat
terlihat misalkan dari karakter-karakter
setengah telanjang, beberapa dialog kadang
menggunakan bahasa kasar.
Mature 17+. Game dengan rating ini memiliki
konten yang tidak cocok untuk pemain
dibawah 17 tahun, termasuk membeli,
meminjam, atau hanya melihat isi permainan.
Konten pada rating ini punya intensitas
kekerasan yang tinggi, dengan menampilkan
darah dan agedan sadisme, konten perjudian
mulai sering muncul, konten dan tema seksual
mendominasi (meski sesekali disensor), juga
penggunaan bahasa kasar oleh karakter.
Adult Only 18+. Konten dalam video game
ini hanya cocok untuk usia 18 tahun atau
lebih. Terdapat adegan sadisme yang
mencolok, konten seksual, dan perjudian
yang melibatkan uang sungguhan.

428 — G.E.N.C.E.
Rating Pending. Merupakan rating yang
diberikan kepada video game yang belum
rampung. Biasanya diberikan untuk
melengkapi materi promosi sebuah video
game yang akan terbit. Setelah video game
rilis, ESRB akan mengganti ratingnya.

Adapun konten ‘bermasalah’ versi ESRB adalah sebagai berikut;


Alcohol Reference, Animated Blood, Blood, Blood and Gore, Cartoon Violence,
Comic Mischief, Crude Humor, Drug Reference, Fantasy Violence, Intense
Violence, Language, Lyrics, Mature Humot, Nudity, Partial Nudity, Real
Gambling, Sexual Content, Sexual Themes, Sexual Violence, Simulated
Gambling, Strong Language, Strong Lyrics, Strong Sexual Content,
Suggestive Themes, Tobacco Reference, Use of Drugs, Use of Alcohol, Use of
Tobacco, Violence, Violent References.
Selain 30 konten itu, terdapat pula konten tambahan pada
beberapa video game. Misalnya Animated Blood and Gore, Animated
Violence, Edutainment, Informational, Realistic Blood, Realistic Blood and
Gore, Realistic Violence, Mature Sexual Theme, dan Some Adult Assistance
May Be Needed. Semua konten ini ditampilkan bersandingan dengan
klasifikasi video game bersangkutan. Tentu hanya konten dominan
yang ditampilkan. Selain itu informasi tambahan seperti Share Location,
User Interaction, dan Share Info (profil pribadi, seperti email dan usia)
biasanya akan ditampilkan sebagai informasi tambahan bagi pengguna
baik di website maupun di sampul DVD / Blueray video game.

Pan European Game Information (PEGI)

Cocok untuk umur 3 tahun lebih. Bisa saja


mengandung unsur kekerasan ringan dalam
konteks yang dapat diterima untuk anak-
anak, tetapi masih menggunakan bahasa yang
baik.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 429


Cocok untuk umur 7 tahun lebih. Bisa saja
mengandung kekerasan kartun ringan,
kegiatan olah raga, atau ada beberapa elemen
yang mungkin menakutkan bagi anak-anak di
bawah umur tujuh.

Cocok untuk umur 12 tahun lebih.


Menampilkan kekerasan yang bertema
fantasi, bahasa slang, sindiran seksual, atau
perjudian.

Cocok untuk umur 16 tahun atau lebih.


Menampilkan kekerasan yang vulgar,
bahasa kasar, tema-tema dan konten seksual,
perjudian, atau penggunaan obat-obatan
ilegal.

Hanya diperuntukan bagi pengguna umur


18 atau lebih. Menampilkan kekerasan yang
vulgar, termasuk kekerasan terhadap objek
yang tak berdaya, pembunuhan dalam jumlah
banyak, pembunuhan tanpa alasan, bahasa
kasar, konten seksual vulgar, penggunaan
obat-obatan ilegal secara terbuka, hingga
konten diskriminasi.

Sedangkan konten bermasalan versi PEGI dibagi kedalam


delapan kategori; Violence (kekerasan), Bad Language (bahasa kasar),
Fear (sesuatu yang menakutkan), Sex (kegiatan seksual), Drugs (obat-
obatan ilegal), Gambling (perjudian), Discrimination (diskriminasi),
an Online (interaksi pemain melalui internet).

430 — G.E.N.C.E.
Indonesia Game Rating Sistem (IGRS)
Merupakan lembaga resmi peratingan video game di Indonesia,
dibentuk tahun 2016 oleh Kominfo melalui Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Klasifikasi
Permainan Interaktif Elektronik. Merujuk pada Pasal 4 Butir 3 peraturan
diatas, maka terdapat lima klasifikasi usia pada sistem rating IGRS;

Pengguna 3 tahun tau lebih dengan syarat video game


tidak memuat 10 konten ‘berbahaya’ versi IGRS dan
penggunaan video game harus disertai pendampingan
orang tua (Pasal 5 Butir 3)

Diperuntukan bagi pengguna dengan umur 7 atau


lebih. Konten yang dilarang hampir mirip dengan
klasifikasi 3+ hanya saja tidak ada syarat harus disertai
pendampingan orang tua

Pemain dengan umur 13 atau lebih. Mulai menampilkan


sebagian kecil referensi rokok, minuman keras, adegan
horor atau menakutkan, dan bisa melakukan interaksi
secara online

Tidak direkomendasikan untuk anak-anak yang


berumur kurang dari 18 tahun. Mulai menampilkan
adegan kekerasan yang intens dengan tampilan darah,
mutilasi, atau kanibalisme

Diperuntukan untuk semua kalangan. Tayangan


terbebas dari konten ‘berbahaya’

Selain klasifikasi, IGRS juga merumuskan sepuluh daftar konten


yang perlu diperhatikan; Rokok, minuman keras, dan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya; Kekerasan; Darah, mutilasi,
dan kanibalisme; Penggunaan bahasa; Penampilan tokoh; Seksual;
Penyimpangan seksual; Simulasi judi; Horor; dan Interaksi daring
(merujuk pada penjelasan tentang kategori konten pada Pasal 4 Butir
2).***

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 431


Kita bisa melihat terdapat beberapa perbedaan signifikan diantara
keempat lembaga rating itu. Misalnya, PEGI tidak mengkategorikan
penggunaan alkohol dan rokok sebagai konten yang perlu diwaspadai,
sedangkan NXG dan ESRB memasukannya. NXG memasukan “tindak
kriminal” seperti mencuri, merampok, atau kejahatan lainnya yang
melanggar hukum sebagai konten ‘bermasalah’ sedangkan PEGI,
ESRB, dan IGRS tidak. Lalu IGRS memasukan “Penyimpangan
Seksual” sebagai konten bermasalah, tapi tidak terdapat pada ketiga
lembaga rating lainnya. Perbedaan konten ini akan berpengaruh pada
hasil penilaian akhir dan klasifikasi video game itu sendiri. Silakan
Anda pilih yang paling sesuai dengan budaya setempat, agar rating
yang kita gunakan tepat.
Mungkin beberapa rating ini akan kita jumpai sehari-hari.
Dengan mempelajari dan menggunakannya berarti kita telah
‘menjauhkan’ konten berbahaya dari anak-anak. Karena disadari atau
tidak, banyak anak-anak yang mengkonsumsi konten dewasa pada
video game, karena ketidakmengertian orang tua akan sistem rating
itu sendiri. Mulai sekarang, cobalah lihat judul video game yang
anak Anda mainkan kemudian cari tahu ratingnya di nxgindonesia.
net atau website resmi lembaga rating lainnya. Selain menggunakan
sistem rating, orang tua juga bisa memeriksa konten video game
melalui ulasan dari pemerhati video game. Banyak sekali website yang
menyajikan ulasan tentang video game terbaru. Bahkan, beberapa
penyedia ulasan kerap menyajikan screenshoot dari video game yang
bersangkutan. Dengan begitu orang tua tak perlu repot memainkan
video game untuk mengetahui isinya.
Pemantau konten video game awalnya dipandang sebelah mata.
Berbeda dengan ‘pemantau’ film dan televisi yang sudah populer
sedari tahun 80-an. Lembaga pemantau video game pertama adalah
ESRB yang berdiri sejak September 1994 di Kanada. Ketika itu,
lembaga macam ini masih belum diperhitungkan. Baru setelah tragedi
Columbine High School yang memakan 13 korban jiwa, publik mulai
serius tanggapi isu video game. Sejak saat itu bermunculan lembaga
sejenis; CERO (2002), PEGI (2003), GRB (2006), ESRA (2007), dan banyak
lagi di beberapa negara lain. Sedangkan NXG Indonesia secara resmi
berdiri November 2011 lalu. Memang hal ini agak terlambat, mengingat

432 — G.E.N.C.E.
video game telah masuk Indonesia pada akhir 90-an. Langkah NXG
Indonesia ini kemudian disusul oleh Kominfo RI dengan membentuk
IGRS (2016). Tentu saja munculnya lembaga rating video game perlu
kita sambut baik. Mengingat video game telah menjadi ‘konsumsi’
sehari-hari anak-anak Indonesia. Dengan hadirnya lembaga rating,
minimalnya kita sudah selangkah menuju ekosistem bermain video
game yang yang lebih sehat.

Ekosistem Bermain yang Lebih Baik


Seorang sejarawan sekaligus ahli budaya asal Belanda, Johan Huizinga
menemukan pola unik tentang manusia yang ia sebut sebagai Homo
Ludens. Bagi Johan, umat manusia sejatinya adalah para pemain.
Sejak zaman batu hingga era digital seperti sekarang pola ini selalu
muncul: kita (manusia, tentunya) selalu ingin bermain, menyukai
permainan, dan sepertinya sangat mudah kecanduan dengan mainan
(apapun bentuknya). Video game kini cuma urusan cangkang belaka,
hanya masalah bentuk semata sedangkan esensi dari permaianan itu
tetap sama: bersenang-senang. Sehingga apabila Anda atau anak-
anak kita tidak menikmati permainan dalam video game, apalagi
malah stress maka kita telah menyimpang dari fitrah awal video
game tadi. Penyimpangan ini bisa terjadi karena banyak faktor; mulai
dari penggunaan video game yang tidak sesuai usia, durasi bermain,
kompetisi yang tak sehat, atau obsesi yang terlalu berlebihan.
Dari awal sudah kita bahas tentang kekeliruan masyarakat
dalam menyikapi video game. Tak adil rasanya apabila tidak
diimbangi informasi positif tentang video game ini. Karena pada
prinsipnya -seperti kata Johan, kita adalah mahluk bermain dan
perkembangan teknologi telah membawa video game ketengah hidup
kita. Merperlakukannya secara tidak adil, dengan melulu mencari hal
negatif tentu bukan hal bijak. Padahal tujuan utama kita adalah mencari
pola terbaik untuk bersama-sama menikmati video game tanpa harus
ada yang ‘dikorbankan’.
Jika kita membuka kajian tentang video game, pasti tak akan
habis pembahasan pro-kontra terlebih apabila subjek kajiannya adalah

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 433


anak-anak. Salah satu yang paling populer adalah The Benefits of Playing
Video Games, jurnal yang berisi kumpulan penelitian positif tentang
video game ini dirilis tahun 2013 oleh American Psychologist. Isinya
sangat kontras dengan penelitian-penelitian video game sebelumnya
yang kerap memojokan video game dan para penggunanya. Dalam
jurnalnya American Psychologist merangkum tiga manfaat utama dalam
penggunaan video game; kognitif, motivasional, dan emosional. Selain
itu, beberapa penelitian terpisah juga menunjukan manfaat video game
bagi terapi ADHD dan autisme.
Selain jurnal itu masih banyak jurnal-jurnal lain atau hasil
penelitian yang sama-sama mengembuskan nada positif terhadap
dunia video game. Bahkan, beberapa peneliti, pendidik, hingga para
aktivis banyak yang mulai berpikir, “video game adalah jawaban dari
kegagalan sistem pendidikan kita yang monoton dan lamban.” Salah
satu organisasi akademik yang getol mengadvokasi hal ini contohnya
Games, Learning, and Society di Madison Wisconsin, Amerika Serikat.
Gerakan mereka terbilang unik, pasalnya mereka mengadakan
pertemuan tahunan, mengadakan lokarya riset, mengajar di kelas-
kelas, hingga mengembangkan produk berupa video game dengan
tujuan utama menunjukan kepada masyarakat bahwa video game
merupakan medium ideal untuk pengembangan pendidikan di era
seperti sekarang. Tema dalam video game juga beragam, tak hanya
menyuguhkan hiburan grafis semata, para pemain juga dikenalkan
dengan topik-topik ilmiah seperti; sistem biologi di tubuh, pergerakan
masyarakat, manajemen emosi, empati, bahasa pemrograman, hingga
literasi digital.
Quest to Learn (Q2L) adalah sebuah sekolah publik di New
York yang cukup inovatif, mereka mengusung filosofi Game-Based
Learning. Misalnya, pada kelas 9 Biologi para siswa akan ditantang
untuk berperan sebagai ilmuan di sebuah perusahaan Bio-Tech
terkemuka dengan misi membuat kloning dinosaurus. Selama setahun
mereka akan mempelajari ilmu-ilmu terkait kloning dan teknologi
penunjangnya, contohnya genetika, biologi, dan ekologi. Meski
kontroversi, sekolah konsep game-based learning ini tetap diminati
karena digadang-gadang sebagai sekolah alternatif yang paling relevan
dengan kemajuan teknologi kini.

434 — G.E.N.C.E.
Bila Q2L menyuguhkan model, lain lagi dengan The Commonsense
yang lebih mengedepannkan sistem kurikulum digital yang mereka
namai K–12 Digital Citizenship Curriculum. Isinya adalah semacam
panduan bagi sekolah, komunitas pendidikan, atau para aktivis literasi
digital dalam mengedukasi anak-anak agar lebih aman dan nyaman
selama menggunakan teknologi digital (termasuk didalamnya internet
dan video game). Hal ini menunjukan bahwa dunia literasi digital
(dan video game) sudah cukup menyedot perhatian para peneliti
dan akademisi. Cukup bagi kita untuk menaruh curiga berlebihan
pada video game dan produk-produk digital lainnya, kini saatnya
kita memanfaatkan video game untuk keperluan pendidikan anak-
anak kita. Dengan kolaborasi teknologi-pendidikan diharapkan akan
membentuk generasi-generasi berikutnya yang lebih melek teknologi
sehingga tak perlu lagi terjadi gap pengetahuan seperti sekarang.
Setelah kita sama-sama melihat kekurangan dan kelebihan video
game, kini kita bisa menilai pemainan ini dengan lebih objektif. Kita
sama-sama sepakat bahwa rating dalam video game mampu membatasi
paparan konten ‘berbahaya’ pada anak-anak, ketika konten sudah tepat
dan pengguna sudah mampu memanfaatkan teknologi ini dengan
tepat maka kita sudah bisa mewujudkan ekosistem bermain video
game yang lebih sehat di rumah. Tentu ini semua butuh kerja keras dan
kerjasama semua anggota keluarga (ayah, ibu, dan anak-anak). Setelah
rumah selesai, kami punya keyakinan bahwa membangun masyarakat
/ lingkunan yang lebih ramah anak (khususnya dalam pemanfaatan
teknologi digital) akan jauh lebih mudah.

Profil Organisasi
Berdiri November 2011 di Bandung. NXG Indonesia adalah komunitas
pemantau konten video game di Indonesia. Kegiatan kami meliputi
dua agenda besar: peratingan video game & media literasi kepada
masyarakat. Harapannya, ekosistem bermain video game di Indonesia
akan lebih sehat. Selain itu, anak-anak juga diharapkan terbebas dari
paparan video game berkonten dewasa. Kini kami mulai menggarap isu
yang lebih besar: literasi digital. Bagi kami, pendidikan media-massa
sangat penting! Khususnya di era digital seperti sekarang, pengetahuan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 435


masyarakat akan perangkat, teknologi, hingga penggunaan media
perlu di up-grade. Video game, hanyalah salah satu bagian dari isu
literasi digital. ***

436 — G.E.N.C.E.
[8]

MENGUNGKAP KEBENARAN:
Isu Kesehatan pada Peradaban Digital

Oleh N. Nurlaela Arief

Berita bohong atau hoaks yang kian marak khususnya di media sosial
telah mendapat perhatian dari berbagai kalangan, termasuk Alumni
Doktor Komunikasi Fikom Unpad pada saat Kongres Perdana di
Bandung, Desember 2017, menyatakan diri berperang melawan Hoaks.
PERHUMAS Indonesia juga tak mau diam, terus mengkampanyekan
Indonesia Bicara Baik untuk menyeimbangkan peredaran berita hoaks
di Indonesia.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, ada
lebih dari 800.000 situs yang telah diblokir sepanjang 2016-2017 karena
memiliki konten hoaks dan ujaran kebencian. Termasuk lebih dari
300.000 akun media sosial yang dibekukan karena mengunggah pesan
serupa yang berpotensi memprovokasi dan mengadu domba.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 437


Hoaks apa yang paling sering kita terima? menurut data dari
MASTEL, sebanyak 91.80% adalah tentang sosial politik khususnya
pilkada dan pemerintah, kedua adalah 88.60% SARA, pada peringkat
ketiga adalah hoax tentang kesehatan sebesar 41.20%, keempat
adalah makanan dan minuman 32.60%, kelima penipuan keuangan
sebesar 24.50%, keenam hoaks tentang IPTEK sebesar 23.70%, ketujuh
hoaks mengenai kabar berita duka sebanyak 18.80%, kedelapan hoaks
tentang candaan sebesar 17.60%, kesembilan hoaks tentang kejadian
bencana alam 10.30% dan kesepuluh hoaks tentang info lalu lintas
sebesar 4%.
Selain isu politik dan SARA yang menjadi topik utama hoaks, isu
kesehatan, juga menjadi topik yang banyak dibahas sepanjang tahun
2016 dan 2017, termasuk didalamnya tentang vaksin.

Vaksin Palsu – MR - KLB Difteri


Juni 2016 publik dikagetkan dengan temuan vaksin palsu yang
terungkap, setelah sekitar 13 tahun oknum pembuat vaksin palsu
beroperasi, Agustus 2017 terjadi penolakan beberapa sekolah di
Yogyakarta saat peluncuran vaksin Measles Rubella (MR) untuk masuk
ke dalam program imunisasi nasional, sedangkan pada akhir tahun
2017, Penyakit difteri kembali mewabah di Indonesia, tak kurang dari
28 Provinsi dinyatakan mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB).
Penyakit Difteri yang sempat lenyap dari Indonesia pada awal
tahun 1990-an merebak kembali. Difteri adalah penyakit infeksi yang
ditimbulkan oleh bakteri Corinebacterium diphtheria, Bakteri itu sangat
berbahaya dan menular, menimbulkan infeksi di saluran pernafasan,
sehingga penderita akan kesulitan bernafas, dan bakteri tersebut akan
menimbulkan toksin atau racun yang bisa merusak permukaan saluran
pernapasan, mengganggu ke jantung, persyarafan dan akhirnya bisa
menimbulkan kematian.
Dari hasil investigasi mendalam berbagai pihak bahwa para
orangtua yang anaknya menjadi korban difteri ini, menyatakan tidak
memberikan vaksin pada anaknya, karena keraguan terhadap manfaat
vaksin. Akibat percaya terhadap berita hoax, sejumlah orang tua
menjadi terpengaruh, takut dan khawatir untuk memberikan vaksin

438 — G.E.N.C.E.
pada anak-anaknya, hal ini menyebabkan banyak korban dan temuan
kasus penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi.
Sebagai praktisi Public Relations (PR) di Indonesia, baik PR
korporasi, PR di industri swasta dan lembaga pemerintah, termasuk
akademisi, Asosiasi profesi PR dan komunikasi perlu membantu
pemerintah dalam upaya mengimbangi penyebaran berita hoaks
terkait isu kesehatan tersebut. Bagaimana sebaiknya peran serta
praktisi kesehatan termasuk PR menyikapi isu kesehatan dan turut
serta memberikan edukasi, sosialisasi dan promosi kesehatan berupaya
meluruskan pandangan dan persepsi yang salah, yang sudah terlanjur
beredar di masyarakat.
Public Relations memiliki peran yang sangat penting dalam
menyampaikan informasi, edukasi, meyakinkan masyarakat
tentang isu kesehatan (Wise,2001) salah satu fungsi yang masih
sangat diperlukan adalah peran dalam komunikasi kesehatan untuk
menyampaikan informasi mengenai pencegahan penyakit menular,
mencegah epidemic, termasuk bagaimana merespon saat terjadi
krisis komunikasi kesehatan dan komunikasi kesehatan saat darurat
(emergency communications) serta bagaimana melakukan recovery
setelahnya (Wise, 2011).
Sampai saat ini riset dan pembahasan mengenai penanganan
krisis komunikasi kesehatan dalam konteks kesehatan masyarakat,
serta dalam perspektif Public Relations masih terbatas, sebagai contoh,
Liu and Kim (2011) pernah melakukan riset bagaimana organisasi
kesehatan memframing pada saat terjadi pandemic virus H1N1 tahun
2009 melalui social media dan media traditional; hasil riset menunjukan
bahwa lembaga kesehatan lebih mengandalkan media tradisional
dibandingkan dengan media sosial saat mengkomunikasi tentang
krisis pandemik virus H1N1. Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit atau Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika,
merupakan sumber yang paling popular dan dijadikan rujukan
masyarakat saaat itu pada saat krisis terjadi.
J.P.D. Guidry et al. (2016) juga melakukan penelitian bagaimana
lembaga kesehatan menangani krisis komunikasi kesehatan melalui
social media engagement. Dengan pendekatan strategic health risk
communication, penelitian mengenai Ebola-related social media yang

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 439


dilakukan oleh tiga lembaga kesehatan yaitu CDC, Badan Kesehatan
Dunia (WHO), and Medicins Sans Frontieres (MSF) yang juga dikenal
dengan Doctors without Borders, melalui kampanye twitter dan
Instagram.
Dengan berbagai kejadian luar biasa terkait isu kesehatan di
Indonesia sepanjang 2016 dan 2017, diperlukan penelitian komprehensif
dengan pendekatan risiko komunikasi kesehatan dan krisis komunikasi
kesehatan pada beberapa kasus yang terjadi di Indonesia.
Framework komunikasi risiko kesehatan dalam upaya
menyeimbang­­kan peredaran informasi benar dan dapat dipertanggung­
jawabkan, mengungkap kebenaran dan memberikan pilihan informasi
bagi publik agar tidak terjebak dalam ketakutan yang berlebihan
terhadap dampak vaksin seperti layaknya rasa ketakutan yang
berlebihan jika terjadi tindakan kejahatan “fear of crime”.

Kelompok tidak setuju Vaksin


Tahun 2005 telah ditemukan kasus lumpuh layuh karena virus polio
liar, pada anak umur 20 bulan di Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu,
Kabupaten Sukabumi. Anak tersebut belum pernah mendapat
imunisasi polio. Dari hasil penelitian tim independen Kegiatan Ikutan
Paska Imunisasi (KIPI) dibawah koordinasi Kementerian Kesehatan,
diketahui bahwa virus polio yang mewabah di Sukabumi berasal dari
Nigeria yang dibawa melalui ibunya yang bekerja di Timur Tengah.
Pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) 8-15 Maret 2016
lalu, tidak semuanya berjalan mulus, terjadi penolakan pada beberapa
wilayah seperti di kecamatan Harjamukti Cirebon yang menolak
mengikuti program PIN Vaksin Polio dikarenakan ada anggapan
kandungan haram dalam vaksin. Bahkan penolakan di Kelurahan
Argasunyu Kecamatan Harjamukti ini sudah terjadi hampir 15 tahun,
sehingga cakupan imunisasi di wilayah ini hanya mencapai 60 persen.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Cirebon, pada PIN 2016
hanya berhasil memberikan vaksin kepada 9 balita dari target 139.
Dilapangan petugas kesehatan terkendala akibat gerakan kunci pintu
rumah warga. Penolakan di wilayah tersebut sudah berlangsung

440 — G.E.N.C.E.
sejak lama, di wilayah Cirebon terdeteksi 1 orang anak yang terkena
penyakit difteri karena tidak divaksin pada 15 tahun lalu.
Penolakan juga terjadi di beberapa wilayah, pada kalangan
menengah dan atas yang aktif menggunakan media sosial juga
terjadi penyebaran informasi melalui facebook, twitter, instagram dan
whatsapps group yang berisi penyebaran berbagai informasi. Momen
ini dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk mempengaruhi orang
tua dengan penyebaran hoaks vaksin.

Gerakan Antivaksin di Dunia


7 Februari 2009, NBC News menyiarkan, terjadi outbreak atau kejadian
luar biasa akibat vaksin di Minnesota, Amerika Serikat. Vaksin Hib
(Haemophilus Influenzae tipe B). Vaksin ini telah diberikan sejak 20 tahun
sebelumnya, namun beberapa dari anak di Minnesota termasuk satu
orang yang meninggal karena tidak diberikan vaksin. Masalahnya
bukan orang tuanya tidak mampu atau tidak memiliki akses pada
layanan kesehatan atau tidak paham manfaat dari vaksin. Setelah
dilakukan pendalaman, alasannya dikarenakan orang tua merasa takut
terhadap isu adanya kandungan zat berbahaya di dalam vaksin.
Gerakan anti dan pro vaksin terjadi di beberapa negara Eropa,
komunitas dari orang tua yang pro terhadap vaksin diantaranya: Group
Voices for Vacccine, Moms Who Vax, Nurses Who Vaccinate. Adapun
komunitas anti vaksin memproduksi film seperti Vaccines – Calling the
Shots, Invisible Threat. Kelompok anti vaksin mengambil data-data dari
sumber yang diragukan. Banyak orang tua anak yang telah memberikan
vaksin khawatir dikarenakan anaknya memiliki risiko untuk tertular
penyakit dari anak anak lain yang tidak diberikan vaksin.
Ketakutan terhadap vaksin dan pilihan apakah akan divaksin
atau tidak divaksin merupakan bahasan utama dari buku Deadly
Choices: How Anti Vaccine Movement karya Offit A. Paul. MD. Kejadian
luar biasa di Minnesota bukan yang pertama. Pada 2008-2009 terjadi
wabah penyakit Meningitis di Pensylvania, New York, Oklahama,
dan Maine. Lebih dari 4 anak meninggal akibat tidak diberikan vaksin
oleh orang tuanya. Pergerakan anti vaksin Amerika modern lahir

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 441


pada 19 April 1982 saat TV lokal NBC membuat film dokumenter
berjudul DPT: Vaccine Roulette. Liputan ini berisi kesedihan, gambar
yang menakutkan, dan kamera yang fokus pada anak yang cacat yang
disebabkan oleh vaksin. Serta gambaran jarum suntik yang siap untuk
menyuntik bayi. Kemudian muncul berbagai testimoni tentang anak
balita yang diceritakan oleh orang tuanya. Siaran tersebut menjadi
perbincangan bagi para dokter anak di Amerika. Deadly Choices
(2011:208).
25 Maret 1984, penderita DPT meninggal akibat sebelumnya tidak
divaksin. Kemudian media berubah menceritakan bahayanya jika tidak
vaksinasi. Selain media televisi, pada 19 Des 2008 sebuah program di
radio meluncurkan acara dengan judul “Ruining it for the Rest of Us”
menceritakan tentang epidemic vaksin campak di San Diego dengan
korban anak laki-laki berusia 7 tahun yang tidak mendapatkan vaksin
dan tertular penyakit yang dibawa dari Swiss.
Pada peradaban digital ini, diberbagai negara terjadi penolakan
vaksin yang semula melalui media televisi, media cetak dan radio, pada
saat ini telah bergeser melalui digital, seiring dengan perkembangan
teknologi. Di Amerika Serikat dan Kanada, lebih dari 50% pengguna
internet mempercayai seluruh atau sebagian besar website kesehatan.
Baik individu maupun kelompok mendapat informasi tersebut secara
online tanpa menyaring, mengkaji atau berkonsultasi kepada ahlinya.
Informasi yang bersumber dari website-website tersebut dimanfaatkan
oleh kelompok dan penggiat anti vaksin, penyebaran melalui media
sosial lebih banyak dibandingkan melalui media lainnya.

Health in Digital Era


Riset mengenai penggunaan media digital untuk pencarian informasi
kesehatan dan manajemen informasi kesehatan pribadi pernah
dilakukan di Inggris (Bianca Mitu) riset lanjutkan mengenai eHealth
literacy sangat penting untuk mengembangkan dan meningkatkan
strategi pencarian digital tentang informasi kesehatan.
Badan Nasional Statistik Inggris (2015) menemukan fakta bahwa
pada kuartal 1 Januari-Maret 2015, sebanyak 86 persen orang dewasa
atau sebanyak 44.7 juta orang di Inggris telah menggunakan internet

442 — G.E.N.C.E.
untuk pencarian literasi kesehatan dan informasi eHealth (Thackeray,
Crookston and West 2013). Riset lanjutan juga banyak dilakukan
diberbagai negara terkait hal yang sama dari berbagai perspektif.
Trend gen X dan gen Y saat ini sebelum mengambil keputusan
untuk pergi ke tempat pelayanan kesehatan dan memberikan vaksin
pada putra putrinya, sebelumnya mencari referensi melalui media
sosial, tentang manfaat serta risiko-risiko paska pemberian vaksin.
Informasi tentang efek samping vaksin juga menjadi pertimbangan,
testimoni dari sesama teman di media sosial menjadi pendorong dalam
pengambilan keputusan, walaupun sebagian memiliki keyakinan,
karena waktu kecil telah diberikan vaksin, dan kelompok pasangan
muda meneruskan kembali kebiasaan tersebut pada putra-putrinya.
Fakta bahwa media dituntut untuk mendapatkan berita penting,
eksklusif, menarik. Akan tetapi, dalam penyajian berita itu pula, media
dituntut untuk tetap mampu menyajikan berita secara cepat, akurat,
dan berimbang. Sebagian besar media, termasuk juga kalangan reporter
saat ini sering terjebak pada kecepatan, tanpa mempertimbangkan
akurasi, verifikasi, keberimbangan atau kepentingan-kepentingan lain.
Pada saat terjadi isu vaksin palsu di media yang mendapatkan
perhatian yang besar, sehingga banyak narasumber yang bersedia
dan menawarkan diri untuk diwawancarai dan menyampaikan
pendapatnya, walaupun narasumber tersebut tidak memiliki
persyaratan dalam penentuan narasumber, tidak memiliki kompetensi
dan kepakaran yang cukup.
Statement dari narasumber tersebut dilakukan melalui media
sosial dan digital yang berulang-ulang kemudian, terlihat oleh media
arus utama sehingga dengan maksud untuk memperkaya sudut
pandang penulisan, beberapa influencer yang muncul di media sosial
mendapatkan wawancara dan masuk sebagai narasumber pada media
arus utama.

Sistem Biomedis, Personalistik dan Naturalistik


Dikutip dalam Health & Therapeutic Communication (Mulyana, 2016:87)
mengenai 3 sistem dasar bersumber dari bukunya (Mullavey-O’

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 443


Byrne, 1994 : Sulivan, 2001) terdapat tiga paradigma atau sistem untuk
menelaah kesehatan, keadaan sakit dan penyakit yaitu sistem Biomedis,
sistem Personalistik dan sistem Naturalistik. Menurut sistem biomedis
yang dominan di wilayah (Amerika Utara, Eropa Utara, Australia dan
Selandia Baru) sejak abad ke-18 hingga kini penyakit merupakan akibat
dari abnormalitas fungsi atau struktur tubuh; penyakit disebabkan
oleh bakteri atau virus, kecelakaan dan usia tua. Keadaan sakit, seperti
juga keadaan sehat, adalah fenomena objektif yang disebabkan oleh
faktor-faktor tertentu yang dapat diteliti secara ilmiah di laboratorium.
Penyembuhannya melalui pembedahan dan pengobatan kimiawi.
Pengobatan Barat berpegang pada pendapat bahwa penyakit
disebabkan oleh mahkluk mikroskopis seperti bakteri, kuman atau
virus yang mengacaukan fungsi fisiologis alamiah atau masalah
psikologis. Karena merasa yakin bahwa penyakit disebabkan oleh
infeksi, alergi, terganggunya fungsi fisiologis seseorang, semua yang
harus dilakukan yaitu menghilangkan atau menetralisi mekanisme
penyerbu atau situasi penyebab stress agar pasien dapat sembuh
secepatnya. Sayangnya tidak semua penyakit memberikan respon
terhadap metode perawatan seperti itu, meskipun telah dicapai
kemajuan dalam ilmu pengetahuan modern secara mengagumkan.
Kenyataanya, sejumlah obat yang diberikan oleh dokter memiliki efek
samping yang serius.
Hubungan 3 sistem dasar perawatan kesehatan ini dengan
keraguan memberikan vaksin bagi balita ini bahwa Vaksin merupakan
produk biologis yang berasal dari virus atau bakteri yang dilemahkan,
dikembangkan pertama kali orang Edward Jenner yang berasal dari
Inggris. Mengingat bisa dikatakan ini pengobatan dari barat untuk
mencegah virus dan bakteri, sehingga berkaitan dengan paradigma
sistem Bio Medis. Keraguan vaksin di Indonesia dipengaruhi oleh
adanya Kepercayaan sebagian masyarakat terhadap sistem naturalis.
Persepsi bahwa tubuh telah memiliki kekebalan alami yang dibawa
oleh tubuh sejak lahir. Paradigma ini berkaitan dengan sistem
Naturalis. Sistem Personalistik bersinggungan dengan persepsi pada
beberapa wilayah di Indonesia yang memiliki kelompok penolakan
vaksin seperti di Kelurahan Harjamukti, Cirebon, bahwa penyakit
yang dideritanya merupakan takdir dari Tuhan.

444 — G.E.N.C.E.
Kebenaran & Peradaban Digital
Edukasi pentingnya vaksin, sebelum peradaban digital, tidak memiliki
halangan yang berarti. Di masa lalu, pemerintah melalui program
sukses “Pekan Imunisasi Nasional”, “Gerakan Posyandu”, Kampanye
publik dengan lagu “Aku Anak Sehat” masih teringat dalam ingatan
dan telah mencatatkan pencapaian yang menggembirakan. Begitu
peradaban digital, kampanye negatif, hoaks menjadi tidak terbendung,
generasi X, generasi Y memilih sendiri kebenaran dan jalan yang mana
yang dipilihnya untuk menuju hidup sehat.
Bahwa “kebenaran” atau “truth” yang harus diungkap terkait isu-
isu kesehatan khususnya vaksin harus disertai dengan fakta dan kaidah
dalam risiko kesehatan, Edukasi promosi kesehatan dan kampanye
komunikasi publik yang dilakukan perlu disesuaikan dengan target
audiens generasi X,Y dan bahkan Z Truth jangan menjadi post-truth,
sehingga emosi dan keyakinan personal justru lebih berpengaruh
dalam membentuk opini publik dari pada fakta obyektif. ***

References :
Association of State and Health Territorial Officials. 2010. Communicating
Effectivelly about Vaccacines. USA: ASTO
European Centre for Disease Prevention and Control. 2012. Technical
Document Communication on Immunisation – Building Trust.
Stockholm: IBN 978-92-9193-333-4 doi 10.2900/20590.
Eve, D., Maryline, V., & Noni E, M. (2015). Vaccine Hesitancy, vaccine
refusal and the anti-vaccine movement: influence, impact and
implications. Expert Reviews, 14(1), 99-117.
Glanz, Karen., et al. 2008. Health Behavior and Health Education, Theory,
Research, and Practice. San Francisco: A Wiley Print.
Goldstein, S., et al. 2015. Health Communication and Vaccine Hesitancy.
Institute for Health and Development Communication, and
University of Witwatersrand, Johannesburg, South Africa,
Department of Paediatrics, Dalhousie University, Canadian
Centre for Vaccinology, IWK Health Centre, Halifax, Canada

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 445


Polio Eradication, UNICEF Headquarters, New York, USA. USA:
Elsevier.
Greenberg J, Dube E,Dredger M. (2017) Vaccine Hesitancy: In search of
the risk communication comort zone. PLOS Current Outbreaks.
2017 Mar 3. Edition 1. Doi: 10.1371/current.outbreaks.
Greenberg, Dube, & Drieger. (2017, March 3). Vaccine Hesitancy:
In Search of the Risk Communication Comfort Zone. Current
Outbreaks, 1, 11.
Guidry, J. P. (2017, May 5). Ebola on Instagram and Twitter: How
health organizations address the health crisis in their socia media
engagement. Public Relation Review, 43, 477-486.
J.P.D. Guidry et al, (2016) Ebola on Instagram and Twitter: How health
organizations address the health crisis in their social media
engagement, Public Relations Review. Elsevier. 43 (2017) 477-486.
Kata A. A Postmodern Pandora’s box: Anti-vaccination misinformation
on the internet. Elsevier. Vaccine. 28 (2010) 1709-1716
Kata, A. (2010, December 9). A postmodern Pandora’s box: Anti-
vaccination misinfoemation on the Internet. Vaccine, 28(28), 1709-
1716.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Cakupan Imunisasi Nasional. Retrieved
8 October 2017, from <http://www.pusdatin.kemkes.go.id/
resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-imunisasi.
pdf> [14/04/2017]
Liu, B.F. & Kim, S (2011) How organizations framed the 2009 H1N1
pandemic via social media and traditional media : implication for
U.S. health communicators. Public Relations Review, 37,233-244.
Elsevier.
Lundgren E. Regina. McMakin H Andrea. (2013) Risk Communication,
A Handbook for Communicating Environmental, Safety and
Health Risks, Fifth Edition. John Wiley & Sons
Marinescu, Valentina & Mitu, Bianca. 2016. The Power of the Media
in Health Communication. London: Routledge Taylor & Francis
Group.

446 — G.E.N.C.E.
Mitra, T., Counts, S., & Pennebaker, J. W. (2016). Understanding
Anti-Vaccination Attitudes in Social Media. Association for the
Advancement of Artificial Intellegence, 10.
Mulyana, Deddy. 2016. Health and Therapeutic Communication an
Intercultural Perspective. Bandung: Rosda International.
Olson, Karin., et al. 2016. Handbook of Qualitative Health Research for
Evidence-Based Practice. New York: Springer.
Pamera F, W. (2011). Risk and Crisis Communications. Canada: John
Wiley & Sons Inc.

Piotrowski, T.J & Valkenburg, M.P. 2017. Plugged in: How Media Attract
and Affect Youth. Amsterdam: Yale University Press.
Regina E, L., & Andrea H, M. (2013). Risk Communication (Vol. 5). New
Jersey, United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Robert M. Wolfe “Anti-vaccinationists Past and Present” British
Medical Journal (2002), retrieved 21 January 2017, from https://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1123944/
Seale, C. 2002. Media & Health. London: SAGE Publication.
Severin, J.W. James, W. Tankard, Jr. 2001. Communication Theories:
Origins, Methods & Uses in the Mass Media. Texas: Pearson.
Sheng, Zhu. 2013. Effect of The Health Belief Model in Explaining HBV
Screeening and Vaccination Health Behavior: a Systematic Review. The
University of Hongkong. Hongkong: Open Dissertation Press.
Thompson, L.T Dorsey, A. Miller, I.K, Parrot, R. 2014. Handbook of
Health Communication. USA: Univeristy of Dayton.
Tirkkonen, P., & Luoma-aho, V (2011) online authoriry communication
during an epidemic: a finnish examples, Public Relations Review,
37, 172-174.
Tursunbayeva, A. (2017, April 26). Use for social media for
e-Government in the public health sector: A systematic review of
published studies. Government Information Quarterly, 270-282.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 447


UNICEF Indonesia. 2005. Penyakit Polio di Sukabumi. Retrieved 10
June 2017 from https://www/unicef.org/indonesia/id/health_
nutrition_3136.html [15/04/2017]
Walaski (Ferrante) Pamela. (2011) Risk and Crisis Communications,
Methods and Messages. John Wiley & Son
Wise, K (2001) Opportunities for public relations research in public
health, Public Relations Review, Elsevier. 38, 592-599.

Pernyataan :
Tulisan ini merupakan bagian dari disertasi penelitian mengenai
komunikasi kesehatan edukasi vaksin di Indonesia, Fakultas
Komunikasi, Bidang Komunikasi Kesehatan, Universitas Padjadjaran.

448 — G.E.N.C.E.
[9]

Mindfulness, Multitasking, dan Tantangan


Ksehatan Mental di Era Digital
Oleh Duddy Fachrudin

I’m living in the moment


I’m living my life
Just taking it easy
With peace in my mind
(Jason Mraz, Living in The Moment)

T
eknologi informasi memudahkan hidup manusia. Inovasi
disruptif membawa individu menjadi lebih cepat, lebih smart,
dan lebih menghemat waktu terhadap aktivitas kehidupan
kita. Layanan transportasi online misalnya, memudahkan individu
menuju tempat yang kita tuju. Maka, semua orang setuju, bahwa era
digital informasi ini memiliki dampak positif dan membuat kehidupan
manusia menjadi lebih baik.
Namun, era baru ini juga memiliki ekses yang dapat berdampak
negatif terhadap kesehatan mental kita. Gangguan tidur, stres, depresi
(dan berakhir dengan bunuh diri), permasalahan pada atensi dan
memori akibat seringnya multitasking, Fear of Missing Out (FOMO)
atau suatu kecemasan sosial karena kurang update, narsis yang
patologis, menurunnya empati, dan adiksi internet merupakan sederet
permasalahan yang mungkin terjadi pada individu yang kurang
mampu “berselancar” dengan baik di era digital informasi. Maka, Scott
Becker, Ph.D (2015) dari MSU Counseling Center memaparkan dengan
gamblang atropi yang terjadi pada beberapa bagian otak seperti halnya
korteks prefrontal, striatum, dan insula akibat kekurangmampuan
individu hidup di era digital informasi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 449


Korteks prefrontal merupakan bagian otak yang menjadi
pembeda manusia dengan mahluk lainnya. Pengambilan keputusan,
pengendalian impuls (dorongan), perencanaan, dan kebijaksanaan ada
di dalamnya. Sementara striatum, bagian otak yang berkaitan dengan
penghargaan dan juga learning (proses belajar). Insula merupakan
bagian yang berhubungan dengan empati dan compassion  (kasih
sayang). Lalu, apa jadinya jika pada kedua bagian tersebut terjadi atropi
atau penyusutan? Individu menjadi seorang yang reaktif, terburu-buru
dalam mengambil keputusan, sulit konsentrasi dan mudah lupa, ingin
mendapat hasil yang cepat atau kurang mau menjalani proses, dan
kurang bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

(Gambar 1: Korteks prefrontal, bagian otak yang memiliki fungsi luhur)

Maka kemampuan “berselancar” dan beradaptasi di era digital


informasi menjadi kebutuhan yang layak dipertimbangkan bahkan
disejajarkan dengan kebutuhan pokok kita. Dan salah satu dari
kemampuan “berselancar” itu adalah ability to live in the present moment,
seperti yang dikatakan Abraham Maslow, psikolog ternama dunia.
Kemampuan untuk hidup ada saat ini (in the present) dan disadari
seutuhnya itu bernama mindfulness.

450 — G.E.N.C.E.
Mindfulness dan Multitasking
Time Magazine, salah satu media terkemuka dunia menyatakan tahun
2014 sebagai tahun mindfulness. Pernyataan tersebut bukan tanpa
alasan.  Mindfulness menjadi sebuah pendekatan yang paling sering
diaplikasikan selain Cognitive Behavior Therapy oleh para praktisi
psikologi.
Penelitian-penelitian  mindfulness berkembang sangat pesat
sejak awal tahun 1980. Fakta mengejutkan lainnya, 25% dari seluruh
pegawai perusahaan di Amerika Serikat pernah mendapatkan
pelatihan mindfulness. 

Lalu apa sebenarnya mindfulness?


Germer, Siegel, dan Fulton (2005) menyebutkan mindfulness adalah
suatu kondisi kesadaran pada saat ini dengan penuh
penerimaan.  Mindfulness menekankan pada kesadaran, menjadi
sadar sepenuhnya pada hal yang terjadi saat ini dengan mengalihkan
pengalaman yang lain, diterima sepenuhnya tanpa penilaian (Mace,
2008). Mindfulness merupakan suatu keterampilan dalam memberikan
perhatian dengan berfokus pada satu tujuan, saat ini, dan tidak menilai
(Kabat-Zinn, 1990). Sederhananya mindfulness merupakan suatu
kondisi di mana pikiran, perasaan, dan tubuh kita berada pada saat ini,
tidak mengembara ke masa lalu maupun masa depan.
Mindfulness sangat berorientasi pada hidup saat ini. Konsep
hidup saat ini (living in the present) berbeda dengan hidup untuk
saat ini (living for the present). Hidup untuk saat (living for the present)
ini dapat membuat seorang individu berperilaku dengan tidak
mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi di masa depan.
Sementara hidup pada saat ini (living in the present) mengembangkan
perilaku berdasarkan kontrol diri dan pencapaian tujuan yang lebih
efektif (Brown, Ryan, & Creswell, 2007). 
Orang yang sehat dan bahagia mengembangkan kehidupan
yang  mindful. Pikirannya tidak mengembara kemana-mana, baik ke
masa lalu maupun masa depan. Biasanya orang yang hidup di masa
lalu masih memendam kekecewaan, kemarahan, kekesalan, dendam,

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 451


dan perasaan bersalah. Sedangkan orang yang hidup di masa depan
merupakan tipe orang yang cemas dan khawatir berlebihan, selain itu
hidupnya juga cenderung terburu-buru dan tidak tenang. 
Kehidupan di era digital yang serba cepat dan terburu-buru
memiliki potensi berkembangnya perilaku yang tidak mindful
(mindless). Bahkan karena terburu-buru individu (digital natives)
sering melakukan suatu aktivitas yang dibarengi aktivitas lain.
Dengan adanya alat-alat teknologi yang canggih di jaman digital
memungkinkan individu untuk multitasking atau task switching—istilah
yang dipopulerkan Guy Winch, Ph.D. Setiap orang bisa mengerjakan
tugas atau pekerjaan di laptop sambil mendengarkan musik favorit
ditambah makan keripik kentang. Bahkan sesekali menelepon
atau menerima telepon dari klien atau atasan. Contoh lainnya
yang ditemui penulis ketika mengajar mindfulness, yaitu seorang
peserta bercerita bahwa ia mandi sambil streaming video di Youtube. 
Sesuai prediksi Moore, bahwa dunia komputasi akan meningkat baik
secara kecepatan dan kinerja dengan ditandai semakin murahnya
biaya komponen di dalamnya. Artinya, komputer akan semakin
mudah dimiliki oleh siapapun. Dan dengan adanya komputer akan
terjadi pergeseran atau perubahan aktivitas manusia, salah satunya
dari unitask ke multitask.

(Gambar 2: Aktivitas multitasking)

452 — G.E.N.C.E.
Pada era informasi digital, multitasking menjadi sebuah kebutuhan
bahkkan life style (gaya hidup), khususnya bagi kalangan usia produktif.
Banyak manfaat dari multitasking seperti mengatasi kebosanan dan
agar berbagai pekerjaan dapat selesai dalam satu waktu dan secepat
mungkin. Namun sayangnya kadang aktivitas multitasking menjadi
tidak produktif, menurunkan tingkat fokus, menjadi lebih lupa,
dan malah membuat stres jika tidak dikelola dengan baik. Selain
itu multitasking dapat membahayakan keselamatan individu itu sendiri,
terutama jika dilakukan saat mengendarai kendaraan.
Tidak jarang kita menjumpai orang mengendarai kendaraan
sambil berinteraksi dengan orang lain melalui smartphone, atau sambil
makan sepotong burger dan mendengarkan musik. Di jalan pun masih
terlihat para pengendara motor yang mengobrol dengan rekannya
sesama pengendara motor. Atau pengendara motor yang merekam
video perjalanan melalui teman yang duduk dibelakangnya. Hal ini
bukan hanya membahayakan keselamatan diri mereka tapi juga orang
lain. 
Karena terdapat lebih dari satu aktivitas yang dilakukan, maka
atensi (perhatian) pun terbagi. Perhatian tidak sepenuhnya pada
aktivitas mengendarai kendaraan, tapi terpecah pada aktivitas makan,
menelepon, mendengarkan musik, dan sebagainya. Hal ini tidak hanya
berlaku saat mengendarai kendaraan bermotor, tapi juga bersepeda,
seperti yang dilakukan Nicky Hayden, juara MotoGP tahun 2006 yang
meninggal karena kecelakaan. Ia tertabrak sebuah mobil saat bersepeda
sambil mendengarkan musik melalui ipodnya. Sang pembalap diduga
atensinya terbagi antara mendengarkan musik melalui ipodnya dengan
aktivitas bersepeda sehingga tidak melihat lampu lalu lintas.
Maka mengembangkan hidup mindful sesungguhnya
meminimalisir multitasking. Namun bagaimana jika aktivitas kita
mengharuskan kita harus melakukan aktivitas multitasking?
Inspirasi yang bagus datang dari sebuah penelitian ciamik
yang dilakukan David M. Levy dan beberapa koleganya (2012) yang
berjudul  The Effects of Mindfulness Meditation Training on Multitasking
in a High-Stress Information. Penelitian ini memaparkan kelompok
yang berlatih meditasi mindfulness  lebih bisa meng-handle  dengan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 453


konsentrasi yang lebih baik dan stres yang lebih rendah saat
melakukan aktivitas multitasking yang dilakukan di lingkungan kantor
seperti mengecek dan menjawab email serta pesan-pesan instan lainya,
mengusulkan agenda rapat, dan aktivitas lainnya sambil menerima
telepon dibandingkan kelompok yang hanya mendapat intervensi
relaksasi tubuh dan kelompok kontrol (tidak mendapat perlakuan
meditasi mindfulness).

Tantangan Kesehatan Mental


Aktivitas fisik akan semakin berkurang di era digital. Membeli barang,
memesan tiket, dan mendatangkan makanan yang kita inginkan bisa
dilakukan sambil tiduran atau bersantai ria di rumah.
Kebalikan dari aktivitas fisik yang semakin menurun, aktivitas
mental justru semakin tinggi akibat multitasking. Karena seringnya
multitasking otak kita menjadi lelah yang kemudian diiringi dengan
kemampuan memori dan atensi yang rendah. Contohnya saja, seorang
calon dokter yang penulis temui beberapa kali gagal dalam ujian
profesi (UKMPPD). Ia berkata bahwa ia sulit fokus dan apa yang
dipelajarinya semalam lupa begitu saja keesokannya harinya. Calon
dokter ini ternyata belajar untuk menghadapi ujian profesi sambil
melihat instagram.
Fakta tersebut juga sejalan dengan temuan penulis ketika
mengisi sebuah seminar di sebuah kampus. Penulis meminta seluruh
peserta untuk menjawab pernyataan sesuai dengan kondisi mereka,
berdasarkan skala likert dari rentang 1 = sangat tidak sesuai, 2 = tidak
sesuai, 3 = ragu-ragu, 4 = sesuai, dan 5 = sangat sesuai. Pernyataannya:
“Smartphone saya telah atau akan mengalihkan perhatian saya
dari tugas-tugas saya”.
Hampir 70% dari seluruh peserta menjawab 4, yaitu pernyataan
tersebut sesuai dengan kondisi mereka.
Maka bisa dibayangkan, orang-orang dengan usia produktif di
masa sekarang dan masa yang akan datang akan lebih sering lupa, sulit
fokus, dan mudah stres. Aktivitas yang dikerjakan tidak produktif dan

454 — G.E.N.C.E.
“membuang-buang” waktu, tenaga, dan biaya. Kerugian berdampak
bukan hanya pada individu saja melainkan institusi, masyarakat, dan
negara.

(Gambar 3: Living mindfully)

Kerugian atau dampak terburuk bagi kesehatan mental atas


kebiasaan multitasking yaitu penurunan fungsi kognitif yang ditandai
dengan kerusakan sel-sel otak lebih dini yang dapat meningkatkan
resiko demensia maupun alzheimer. Maka tantangan kesehatan
mental di era digital adalah bagaimana individu dapat engaged dengan
aktivitas yang dilakukannya. Engagement terjadi dengan hadirnya
pikiran, perasaan dan segala sensasi ketika melakukan aktivitas
tersebut. Atau dengan kata lain living mindfully.
Semakin multitasking dunia ini, maka kita semakin perlu
mengembangkan kehidupan yang mindful. Berlatih mindfulness dapat
dilakukan dengan meditasi maupun non-meditasi. Praktik meditasi
dalam konteks ini tidak bertujuan sebagai suatu ritual dalam sebuah
agama tertentu, namun merupakan bentuk metode dalam psikologi
untuk mengelola pikiran dan perasaan. Sementara praktik non-meditasi

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 455


yaitu dengan mempraktikkan mindfulness dalam aktivitas keseharian,
seperti makan, minum, mengendarai mobil, dan sebagainya.Latihan-
latihan ini membawa kita untuk sadar sepenuhnya terhadap kehidupan
yang kita jalani. Sadar sepenuhnya tentang diri kita, dan sadar akan
arah tujuan kehidupan kita.

Referensi:
Becker, S. (2015). This is your brain online: The impact of technology
on mental health [Pdf]. Diunduh pada 2 November 2017
dari http://spartanyouth.msu.edu/precollege/documents/
ThisisyourbrainonlineforPre-CollegeFacultyandStaffMarch2015.
pdf
Brown, K. W., Ryan, R. M., & Creswell, J. D. (2007). Mindfulness: Theoretical
foundations and evidence for its salutary effects. Psychological
Inquiry, 18(4), 211-237, doi: 10.1080/10478400701598298
Germer, C. K., Siegel, R. D., & Fulton P. R. (Eds.). (2005). Mindfulness
and psychotherapy. New York: Guilford Press.
Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: Using the wisdom of your body
and mind to face stress, pain, and illness. New York: Bantam Dell.

Levy, D. M., Wobbrock, J. O., Kaszniak, A. W., & Ostergen, M. (2012).


The effects of mindfulness meditation training on multitasking in
a high stress information environtment. Graphic Interface. 
Mace, C. (2008). Mindfulness and mental health: Therapy, theory, and
science. New York: Routledge.

Sumber gambar:
Gambar 1: https://www.thinglink.com/scene/766699406505279489
Gambar 2: https://www.kompasiana.com/idrisapandi/multitasking-
di-tengah pekerjaan_58b6a4876c7a619b06eaf9d3
Gambar 3: http://positivemindfulleader.com/the-most-impactful-
minute-of-your-day-the-mindful-minute/

456 — G.E.N.C.E.
MANUSIA X.0
Oleh
Tauhid Nur Azhar dan Diana Hasansulama

K
emajuan bioteknologi di era disrupsi digital yang saling
berkelindan dalam jejaring sinergi menghasilkan hasil-hasil
riset yang memiliki banyak makna. Di satu sisi hasil riset
kekinian mulai menguak banyak tabir misteri tentang alam semesta
dan komponen makhluk hayati di dalamnya, termasuk manusia.
Motif biologis yang dahulu tergambar dari berbagai penafsiran paleo
arkeologis dari berbagai artefak seperti lukisan gua di Altamira,
Lascaux, dan Leang-Leang serta berbagai benda dengan fungsi
keseharian seperti yang terdapat di gua Pawon menunjukkan
terjadinya revolusi peradaban seiring dengan semakin majunya cara
berpikir manusia. Revolusi otak yang antara lain diprakarsai oleh
tuntutan kebutuhan yang mewajibkan lahirnya berbagai inovasi untuk
menghasilkan solusi telah melahirkan budaya agraris dan peternak
yang mengubah pola pencarian bahan pangan di era pemulung dan
pemburu. Hewan buruan dan tanaman sumber pangan yang semakin
sulit diperoleh seiring dengan peningkatan jumlah populasi manusia
dalam satu bioma, yang tentu saja meningkatkan juga kuantitas
konsumsi pangannya, melahirkan inovasi budidaya hewan ternak
dan tanaman pangan serta semakin canggihnya alat tangkap. Seiring
dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang semakin membaik dan
mungkin juga disertai penemuan api dan metoda memasak dengan
panas, maka terjadi pula optimasi perkembangan otak dan jaringan
syaraf secara organik.
Otak yang makin berkembang dan kompetisi yang semakin ketat
selain meningkatkan tekanan (stressor) juga melatih kekuatan “otot”
otak untuk terus mengembangkan sinaps-sinaps baru yang diikuti
dengan peningkatan kapasitas prosesingnya juga. Walhasil terjadilah
lompatan peradaban sekaligus berbarengan dengan bermunculannya
dampak ikutan yang tidak diharapkan. Lahan semakin terbatas karena
pertumbuhan populasi mendorong terjadinya eksploitasi fungsi lahan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 457


secara berlebihan dan monofungsi. Tetapi makhluk cerdas bernama
manusia berhasil menemukan jawaban, teknologi. Konsep pupuk
berisi unsur hara anorganik diperkenalkan, maka habislah satu pulau
di lepas pantai Chile yang terbangun dari Guano Camar laut serta
kaya fosfat dikeruk untuk dijadikan pupuk. Setelah sumber alamiah
habis manusia tak habis akal. Haber-Bosch, dua ilmuwan Jerman
menemukan cara untuk memanen nitrogen dari udara. Alih-alih
menunggu urea dari kotoran hewan, kini manusia dapat memperoleh
zat-zat yang dibutuhkannya sesukanya saja. Tetapi masalah tidak akan
pernah berhenti, karena pada hakikatnya masalah adalah pembentuk
kehidupan itu sendiri. Masalah adalah tekanan berkesinambungan
yang ditujukan untuk menghasilkan bentuk-bentuk akumulatif adaptif
hingga mendekati titik kesetimbangan optimal. Dalam konteks energi,
ini adalah titik equilibrium saat nilai entropi mendekati entalpi. Sistem
biologis pun berkembang sedemikian rupa dengan prinsip yang
juga hampir sama. Adaptasi sel-sel eukariota yang “mengakuisisi”
sel prokariota untuk menjadi “generator” energi di dalam tubuhnya
adalah salah satu contoh nyata adanya simbiosa mutualisma tingkat
dewa. Mitokondria sebagai salah satu alat kelengkapan di sel mamalia
misalnya, adalah contoh nyata betapa sistem interkoneksi pembangkit
energi berlaku juga di tingkat sel-sel eukariota. Pemanfaatan potensi
bersama dapat dilihat pada fenomena perubahan revolusioner dari
spesies Elysia Chlorotica sp yang kemungkinan besar menginsersikan
(menyelipkan) dengan sengaja gen-gen klorofil yang berasal dari
algae yang dikonsumsinya. Maka ia menjadi “hijau” dan mampu
berfotosintesa untuk menghasilkan mekanisme catudaya mandiri.
Kemampuan adaptasi tingkat lanjut terlihat dari mekanisme epigenetik
di tingkat DNA yang mampu menyesuaikan struktur yang menunjang
proses ekspresi gen agar sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Penemuan
dari serangkaian riset berkelanjutan menunjukkan adanya fungsi-
fungsi protein khusus yang terlibat dalam proses pemilihan gen yang
akan diekspresikan.
Protein dan gen terkait mekanisme epigenetik ini antara lain Xist
di kromosom X dan CENP-A yang terletak di kromosom-kromosom
dan proteinnya berfungsi mengatur proses mitosis melalui peran
centromer dan histon. Keberadaan gugus metil dan proses metilasi juga
menjadi kunci on off nya gen-gen tertentu dalam proses epigenetik.
Artinya manusia sebagai makhluk hayati terus menerus melakukan
proses perbaikan yang berkesinambungan sampai di tingkat molekuler

458 — G.E.N.C.E.
untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Maka pengetahuan
ini membawa kita pada perspektif baru mengenai proses adaptasi.
Selama ini dengan kemampuan berinovasi yang didorong oleh upaya
pemenuhan kebutuhan, manusia telah melakukan rekayasa genetika
hingga rekayasa cuaca dan membangun jejaring industri manufaktur
yang mampu mereduksi berbagai kekurangan yang melekat pada
dirinya.
Bahkan hari-hari ini manusia mulai membangun “otak” super
yang mampu mengolah milyaran data yang dijaring dari samudera
informasi untuk menghasilkan berbagai jawaban dan solusi bagi
berbagai masalah kehidupan. Era big data, machine learning, artificial
intelligence, deep learning sampai terbukanya kemungkinan hadirnya
artificial biology adalah keniscayaan yang tak dapat dipungkiri. Saat
teknologi block chain dan LiVi menjadi hal rutin dalam keseharian di
masa depan dan bergandengan tangan dengan surveilans berbasis
5G, berbagai sensor dalam konteks kendali smart mobility seperti
anisotropic magneto resistive, inductive sensor dll, maka akan terciptalah
manusia virtual. Manusia masa depan yang melampaui terminologi
4.0, lebih tepat sebagaimana yang dinamakan Prof. Suhono Harso
Supangkat dengan manusia X.0.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 459


Manusia dengan daya dukung otak mesin pengolah data raksasa
nyaris tanpa batas, dengan indera yang telah dianugerahi/diperluas
melalui penggunaan beragam sensor yang mampu mengakuisisi data
terkini dari lingkungan yang jika diolah oleh sistem berlevel ubiquitos
computing maka akan dapat menghasilkan tidak saja paparan dan
visualisasi data sebagai produk akhir, melainkan juga prediksi/
forecasting, trend atau pola, dan pada akhirnya menyajikan juga
alternatif solusi. Pada tahun 2012 tim Brainstat Telkom University
telah mempresentasikan di Microsoft Imagine cup New York sebuah
terobosan masa depan tentang konsep sensor baru berbasis pola
interferensi dari pajanan EMF (electromagnetic field) tubuh manusia
pada gelombang EM yang diterima atau dipancarkan piranti seluler.
Jika konsep ini bisa diterapkan dalam lingkungan yang lebih luas
dan mencakup banyak aspek, maka dapat dibayangkan lingkungan
kita akan berevolusi menjadi jejaring multisensory environment yang
dapat dipantau dan memantau untuk kemudian diolah hingga menjadi
bagian dari proses menghasilkan solusi. Berbagai perkembangan piranti
berbasis teknologi ICT yang masuk dalam kategori interoperability dan
IoT (Internet of Things) telah menghadirkan banyak kemudahan sebagai
solusi yang mampu mereduksi proses berbelit dan meningkatkan
akurasi, yang pada gilirannya akan mereduksi konsumsi energi dan
penggunaan waktu. Berkembangnya industri perangkat wearable
seperti smartwatch dan banyak alat kesehatan dengan sensor non
invasif yang mampu mendeteksi dan mengevaluasi kondisi fisiologi
manusia (denyut nadi, tekanan darah, kadar gula darah, sampai tingkat
stress seseorang) serta terintegrasi dengan sistem layanan medik yang
secara berkesinambungan melakukan evaluasi dan memberikan solusi
sesuai dengan kebutuhan akan meningkatkan kualitas kesehatan
secara revolusioner. Di sisi lain kemajuan teknologi digital di ranah
ilmu hayati seperti pemetaan gen dan teknik pencitraan yang semakin
presisi, akurat, dan beresolusi sangat tinggi amat memudahkan peneliti
untuk melakukan proses rancang bangun konstruksi hayati yang
produknya antara lain obat-obatan dan metoda terapi yang mampu
menembus batas ketidakmungkinan saat ini. Lalu bagaimana rupa
manusia di masa yang akan datang ? Seperti apa gambaran manusia X.0
itu? Apakah fisik akan terudimentasi dan mengisut karena tak pernah
dipergunakan lagi? Apakah mobilitas justru akan sangat berkurang
karena manusia tidak lagi perlu bergerak, alam nyata berpindah nyaris

460 — G.E.N.C.E.
sempurna ke alam digital/virtual. Apakah alih guna fungsi lahan
akan berhenti karena manusia tak perlu lagi sapi, ayam, domba, padi,
gandum, dan sayur mayur, juga ikan, kerang, dan cumi?
Manusia dengan teknologi rekayasa gen seperti yang hari ini
sudah terjadi dengan metoda CRISPR dan didahului beberapa windu
lalu dengan teknik cloning dan cloning ekspresi, dapat mengubahsuai
fungsi fisiologinya, termasuk metabolisme, untuk mengefisienkan
asupan dan mengoptimalkan energi. Bisa saja meneladani Elysia
Chlorotica yang berlaku pandai dengan menyisipkan gen fotosintesa
dalam tubuhnya. Yang jelas saat ini molecular gastrocnomy telah
berhasil meramu ringkas rasa dalam butir-butir nutrisi tinggi energi
yang kaya akan cita dan aroma. Saripati Ibu Bumi Negeri Gunung Api
demikian mungkin nanti judul ransum nutrisi kita. Dan bersamaan
dengan itu hutan-hutan akan menghijau kembali, laut dan samudera
kembali biru dan dipenuhi kecipak biota yang semula nyaris tiada.
Sampah dan limbah, plastik dan mikroplastik, lubang ozon dan hujan
asam akan menjadi masa lalu. Dan manusia akan “tinggal” dalam dunia
hiruk pikuk virtual tanpa relasi dan interaksi fisikal. Apa mungkin ya
? Semua kemungkinan terbuka, maka yang perlu dipersiapkan adalah
kapasitas mental kita agar mampu beradaptasi secara optimal. Lebih
afdholnya silahkan simak highlight soal optimasi kapasitas mental
manusia yang ditulis oleh kawan saya, seorang psikolog olahraga
terkemuka, Ibu Diana Hasansulama, dan sedikit tulisan saya tentang
Mind Control yang menyajikan beberapa fakta aneh tentang upaya
berbagai spesies untuk mengendalikan perilaku berbasis pemenuhan
kebutuhan.

Optimasi Kapasitas Mental


Salah satu ranah aktivitas mental adalah kognisi, sehingga untuk
dapat mengoptimalkan kapasitas fungsi kognisi, khususnya dalam
beradaptasi dengan perubahan, sebaiknya lebih berfokus pada segala
hal yang berhubungan dengan cara berpikir. Bagaimana ia memandang
suatu kejadian atau permasalahan, bagaimana ia mengintepretasikan
kejadian tersebut, dan apa yang menjadi fokus perhatiannya. Apakah
berfokus pada solusi permasalahan atau malah terjebak pada cara
pandangnya akan kekurangan yang ia miliki serta permasalahan itu
sendiri sehingga abai pada solusi.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 461


Oleh karenanya, upaya yang pertama kali dilakukan dalam
mengoptimasi kapasitas mental yang dimiliki, adalah keinginan untuk
mau bertanggungjawab pada keadaan yang dihadapi. Tanggung
jawab yang dimaksudkan disini, adalah menerima bahwa kejadian
tersebut adalah ‘masalah’ yang harus ia hadapi sebagai akibat dari
perilakunya, tanpa menyalahkan orang lain maupun keadaan. Dengan
mengambil tanggung jawab akan masalah/ kejadian yang ia hadapi,
membuat ia menyadari celah kekurangan yang ia miliki yang harus ia
perbaiki, sehingga dikemudian hari ia tidak menemui permasalahan
yang sama, maka ia harus berupaya melakukan suatu tindakan yang
bersifat proaktif. Mencegah timbulnya permasalahan yang sama
dengan mengantisipasi berbagai kemungkinan yang muncul dengan
perencanaan yang lebih matang, dan detail.
Melalui proses bertanggungjawab, maka secara tidak langsung
ia menyadari kekurangan serta permasalahan yang sesungguhnya
ia hadapi. Dan dengan mengetahui kekurangan yang ia miliki, maka
sesungguhnya ia telah menyelesaikan sebagian dari permasalahan
yang ia hadapi. Memudahkannya untuk lebih fokus akan
kemampuannya saat ini yang perlu dikembangkan, sehingga ke depan
pengembangannya akan menjadi lebih terarah.
Cara pandang yang berubah juga membuat perubahan cara
berpikir seseorang. Manakala ia melihat suatu kejadian dari sudut
pandang baru, membuat pemaknaan yang diberikan terhadap
kejadian tersebut menjadi berbeda. Diri yang menyadari kekurangan,
akan memunculkan kebutuhan untuk pengembangan dan perbaikan.
Sehingga upaya yang akan dilakukan kemudian, dikarenakan diri yang
membutuhkan perubahan dan pengembangan, bukan karena suruhan
ataupun semata saran dari orang lain/luar diri. Oleh karenanya ia telah
siap untuk melangkah lebih jauh untuk mengembangkan diri dengan
mempersiapkan cara berpikir yang berbeda.
Dengan memproses stimulus yang baru dan berbeda, maka
secara tidak sadar ia mempelajari hal yang baru, membuat penilaian
baru, meningkatkan kemampuan berbahasanya serta membuat
memori baru serta meningkatkan kemampuan berbahasanya. Dengan
cara berpikir yang berbeda, sehingga membuat kemampuan otak akan
meningkat, karena otak ‘dipaksa’ untuk berpikir secara optimal guna
melihat berbagai alternatif serta sudut pandang baru yang ia dapatkan.
Dengan wawasan yang lebih luas, ia akan memiliki berbagai alternatif

462 — G.E.N.C.E.
solusi yang dapat ia pilih untuk menyelesaikan permasalahan (fokus
terhadap solusi), tidak melulu terjebak dalam lingkaran permasalahan
akibat sudut pandang yang sempit.

Belief
The Oxford English Dictionary, mendefinisikan belief sebagai berikut:
Suatu perasaan bahwa sesuatu itu ada atau benar, terutama hal-
hal yang tidak memiliki bukti. Pendapat yang dipegang teguh yang
dipercayai sebagai keimanan. Sistem keyakinan yang akan dianut oleh
seseorang adalah yang paling membuat nyaman dan paling masuk
akal baginya.Apa hubungan aktivitas mental dan belief? Secara
biologis dan neuropsikologis, keyakinan dapat didefinisikan sebagai
kumpulan dari pengalaman perseptual (persepsi), evaluasi emosi,
dan abstraksi kognitif yang bercampur dengan fantasi, imajinasi, dan
spekulasi intuitif. Kata ‘persepsi’ merujuk pada informasi yang kita
terima tentang diri sendiri dan dunia sekitar melalui indera-indera
kita. Konsep kognisi mewakili tingkatan proses yang berbeda di dalam
otak, termasuk semua proses konseptual abstrak yang digunakan otak
kita untuk mengatur dan membuat persepsi itu masuk akal, dimana
dalam aktivitas tersebut terlibat juga memori.
Membuka wawasan yang berujung pada mau menerima informasi
dari luar, menyaring serta mencari pembuktian akan kebenaran,
secara tidak langsung hal ini menstimulasi suatu keyakinan untuk
tumbuh dan berubah ketika kita berinteraksi dengan dunia luar. Jika
sebuah konsep atau pengalaman tidak menghasilkan respon emosi,
maka kemungkinan ia tidak akan mencapai level kesadaran. Contoh
gambaran bagaimana anatomi keyakinan dibentuk ketika ia melewati
berbagai pusat pengolahan di otak, yaitu : kebanyakan orang Amerika
dewasa percaya akan Tuhan, tetapi tidak percaya akan adanya laki-
laki tua gendut periang yang mengendap-endap masuk cerobong
asap pada malam Natal. Sedangkan pada anak-anak, mereka biasanya
mempercayai keduanya, percaya akan adanya peri, goblin. Namun
seiring bertambahnya usia, hal itu hanya diyakini sebagai mitos.
Emosi yang kuat menghasilkan memori yang kuat; dan memori saat
disertai bahasa adalah landasan bagi terbentuknya keyakinan sadar.
Tingkat keyakinan seperti inilah yang sering disebut “pengetahuan’,
tetapi jika ia tidak memiliki daya rekat emosi, keyakinan tidak akan
kukuh tertanam dalam pikiran kita. Dengan memiliki keyakinan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 463


maka akan memudahkan seseorang untuk melakukan berbagai hal,
mengoptimalkan potensi yang ia miliki, termasuk melakukan yang
sebelumnya tidak terpikirkan dapat ia lakukan. Belief akan membuat
seseorang bertindak dengan kesungguhan hati, bertindak secara
maksimal, karena ia yakin mampu melakukannya.

Faktor Pendukung Optimasi Mental


Otak terdiri dari dua bagian: otak besar (cerebrum) dan otak kecil
(cerebellum) yang masing-masing berfungsi untuk memproses
stimulus. Otak akan benar-benar bekerja dan mengalami peningkatan
fungsi apabila semua bagian otak ikut memproses stimulus. Hal ini
terjadi saat kita melakukan kegiatan yang mendorong untuk aktif
bergerak, mencari, mempelajari dan memahami hal baru secara tiga
dimensi di dunia nyata. Memainkan game di depan layar untuk
‘mengasah otak” mungkin akan memberikan efek positif, namun
belum optimal untuk meningkatkan fungsi otak jika tidak disertai
berbagai pendekatan pro-otak yang holistik. Oleh karenanya aktivitas
kognisi akan optimal jika dipelihara dengan baik melalui pendekatan
spiritual yang baik, asupan gizi yang tepat, serta kebugaran fisik
dengan melakukan aktivitas fisik yang teratur dan terukur.

464 — G.E.N.C.E.
Pemuka Agama
Marthin Luther pernah mengatakan, “Ada banyak hal yang harus saya
kerjakan hari ini sehingga saya perlu menyisihkan satu jam lagi untuk
berdoa.” Baginya doa bukanlah tugas mekanis, melainkan merupakan
sumber kekuatan dalam melepaskan dan melipatgandakan energinya.
Pada orang-orang yang memiliki kesadaran spiritual yang baik,
mereka memiliki keyakinan bahwa segala yang dihadapi merupakan
kebaikan bagi diri. Kemudahan dan kesulitan hanyalah merupakan
suatu fase yang tidak abadi, dimana semuanya saat dihadapi akan
dapat menghantar diri mencapai level yang lebih baik. Oleh karenanya,
mereka memahami bahwa bagian yang dapat dikontrol penuh adalah
usaha dan upaya keras dalam melakukan sesuatu, sementara hasil
dari upaya tersebut merupakan kewenangan Pencipta. Cara berpikir
tersebut menyebabkan turunnya denyut jantung, berkurangnya nyeri
kronis, dan menghapus pemikiran negatif. Hal itu dapat mendorong
stabilitas emosi.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Dr. Johnstone
melalui pengamatan SPECT (Single Photon Emission Computed
Tomography), dengan para yogi Buddhis, dan biarawati Franciscan
sebagai probandusnya didapatkan hasil yang menunjukkan bagian-
bagian otak apa yang mendapatkan aliran darah saat berada dalam
fase kesadaran tinggi. Saat biarawan Buddhis ini berada di kesadaran 
yang paling tinggi, mereka menekan sebuah tombol dan pada saat itu
gambaran aliran darah di otak dipetakan. Apa yang terjadi? Bagian-
bagian lobus frontal menjadi sangat aktif. Pada otak seseorang yang
memiliki level spiritualitas yang baik, tampak volume hippocampus
kanan lebih besar secara signifikan dan grey matter (substansi kelabu) di
talamus kanan juga meningkat. Demikian pula aktivitas girus temporal
inferior kiri, dan korteks orbito-frontal kanan tampak meningkat jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Mind Control
Ini bukan seperti yang anda bayangkan. Bukan kisah dari sudut
pandang psikologi ataupun parapsikologi. Ini soal mikrobiologi.
Dan mengapa sore/malam ini saya menulis soal ini? Sederhana
sekali alasannya, saya baru saja ketinggalan sebuah buku yang baru

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 465


separuh saya baca. Buku keren hasil berburu di Big Bad Wolf kemaren.
Judulnya 10% Human, yang nulis Alana Collen. Biasalah buku itu saya
baca di mana saja dan saya taruh di mana saja juga, lalu lupa. Maka
saya wajib nulis ini, karena saya tidak mau hasil separuh membaca
juga raib seperti bukunya. Intinya di bab yg paling lecek karena saya
bolak balik dan curat coret, Mind Control, saya mendapatkan beberapa
fakta yang amat menarik. Beberapa sebenarnya saya sudah pernah
baca dan pernah menuliskannya juga. Intinya Alana ingin menunjang
hipotesisnya soal peran mikroba dalam hidup manusia, lebih spesifik
lagi dalam tubuh manusia.
What? Lalu konstruksi argumentasinya itu dibangun dengan
menyodorkan beberapa fakta yang membuat kita ikut yakin dan
percaya dengan pendapatnya. Fakta yang disodorkan Alana adalah
seputar telaah kasus dimana mikroba berhasil memperdaya “host”
atau tuan rumah yang menjadi induk semangnya. Memperbudak sih
lebih tepatnya. Contoh paling awal di bab Mind Control adalah kisah
tentang kodok-kodok malang di Amerika Utara yang “cacat” bawaan
karena kakinya saat bermetamorfosa dari kecebong ke percil (anak
kodok) jumlahnya berlebih atau jika tidak berlebih tidak tumbuh
sempurna. Akibatnya kodok cacat itu jadi amat mudah dimangsa
burung Heron, predatornya. Dan ternyata itu adalah sebuah skenario
saudara-saudara...skenario cerdas yang agak , tricky dari sejenis
makhluk mungil tak kasat mata. Bangsa Trematoda. Menginfeksi
kodok adalah upayanya untuk dapat mencapai Heron. Host ideal bagi
spesiesnya untuk berkembang dan bertumbuh secara optimal. Ada
pertanyaan? Kok tidak langsung ke Heron? Kayaknya ada yang nanya
gitu deh. Persoalannya adalah telur atau larva Trematoda keluar lewat
kotoran Heron dan Heron hampir sama dengan kita, agak kurang
doyan makan kotorannya sendiri...
Dengan kata lain para amfibian yang lahir cacat itu dikondisikan
agar cacat, agar memiliki kelainan alat gerak hingga menjadikan
dirinya sasaran empuk bagi Heron. Heron sasaran akhirnya. Medium
paling ideal utk menggandakan diri dan berketurunan. Maka
tampilan fisik atau fenotip dari kodok yang terinfeksi “diatur” dan
“direncanakan” oleh Trematoda. Dimana Trematoda membutuhkan
“kendaraan” untuk mengevakuasinya ke “rumah bersalin” alias tubuh
burung Heron. Burung apaan sih Heron? Tidak lain dan tidak bukan

466 — G.E.N.C.E.
adalah burung Cangak atau Kuntul yang masuk dalam keluarga
Ardeidae. Hipotesa Collen juga didukung oleh fakta yang berhasil
diekstraksi dari peran jamur cordyceps yang berhasil “membajak” otak
semut api hingga para semut berubah menjadi “zombie” yang tetiba
tidak lagi menurut pada aturan kerja kelompok dan tidak bersikap
sebagaimana layaknya anggota komunitas/suku. Semut ini tiba-tiba
membelot dari jalur kerja kelompoknya dan bahkan menaiki pohon
sampai ketinggian 150 Cm yang tidak pernah dilakukan kelompoknya.
Ternyata di atas pohon ia menyedot saripati nutrisi tumbuhan dari
pembuluh kayu sedemikian keras dan banyaknya hingga ia terjatuh ke
permukaan tanah dan mati. Spora-spora cordiceps segera bermunculan
dan melakukan proses regenerasi. Tanpa kita sadari cordiceps telah
memperalat semut untuk membantu mengambilkannya faktor-faktor
nutrisi penting di pohon yang dibutuhkan, dan tidak mungkin sebagai
organisme berseltunggal dapat melakukannya sendiri. Pinter. Laku
bijak laku cerdas...meski tak dapat dipungkiri terkesan kejam. Contoh
lain yang tidak kalah serem adalah bagaimana toksoplasma yang
mampu menjadikan tikus menjadi pelacak ulung air kencing kucing.
Dan tidak hanya itu saja, tikus nekat ini tidak berhenti sampai tingkat
mengendus saja, melainkan mengikuti bau itu dan mendekati kucing.
Lalu lanjutan ceritanya so pasti tragis kan ? Hap...kucing dengan riang
mendapati dirinya mendapatkan makan siang gratis. Weird...ga juga sih.
Toksoplasma mempengaruhi otak dan indera tikus karena butuh tikus
untuk ditelan kucing agar toksoplasma dapat berkembang optimal,
dan beranak pinak. Serta antara lain dapat mencapai host terindah
mereka, manusia. Jarang kan orang memelihara tikus rumahan ? Yang
ada jika tikus lewat banyak di antara kita menjerit-jerit histeris dan
mencari gagang sapu untuk menggebuknya. Poor little cute mouse...
Tapi ketahuilah, bahwa bagi toksoplasma, untuk mempertahankan
eksistensi ia memerlukan lingkungan paling ideal yang harus mampu
menyediakan semua kebutuhan dasar yang diperlukan. Dan manusia
adalah surga toksoplasma. Meski tentu saja ada konsekuensi serius
bagi salah satu pihak yg terlibat dalam hubungan non mutualis ini.
Lalu apa yang terjadi pada manusia yang terinfeksi dari kucing? Ada
perbedaan mencolok pada perilaku berdasar gender. Jika pria yang
terinfeksi maka ia akan menjadi lebih agresif dalam konteks hubungan
sosial, semakin longgar dalam persoalan etika dan norma yang
dipercaya, dan berkurangnya rasa takut. Sebaliknya pada wanita terjadi
perubahan yang meningkatkan ambang batas toleransi kepatutan

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 467


(permisiveness), lebih atraktif, memikat, dan genit. Hayo yang genit-
genit jangan-jangan kena toxo loh. Yang gahar-gajar juga kena toxo
kali. Apa yang sedang dilakukan toxo? Ia sedang merancang sebuah
konspirasi licik untuk meningkatkan mating rate manusia... supaya pada
kawin mawin begitu. Ini menjadi renungan bagi kita semua...apakah
kita menikah itu dikendalikan bakteri yang ingin menjadikan bayi kita
kelak sebagai kapal angkasanya? A smart little bustard alien yang sedang
membangun spaceship nya di tubuh kita? Gawat ini...sungguh gawat.
Apakah ini berarti jodoh kita disetir bakteri? Apakah ini juga jawaban
mengapa Elly Sugigi selalu tampak menarik bagi para bujang muda
yang sedang mencari eksistensi? Apakah hanya toxo yang mampu
menyetir kita? Atau jangan-jangan ada bangsa Arkea atau protozoa
yang juga mendorong kita berumah tangga, makan sambel pedes
,minum miras oplosan made in Cicalengka dan lain lain sebagai bagian
dari konstruksi pemenuhan kepentingan dan kebutuhan mereka?
Sungguh dunia ghoib yang semakin menarik untuk diselami. Menjadi
wajar akhirnya jika agama mempersyaratkan faktor-faktor tertentu
saat memilih pasangan dan menikah, rupanya ditujukan antara lain
untuk mengurangi resiko “pembajakan” oleh para alien tak kasat mata
alias faktor ghoib yang dekat sekali dengan kita. Pada kasus yang lebih
serius, seorang ibu pejuang yang bernama Ellen Bolte merasa tidak
puas dengan diagnosis dokter anak yang memvonis anaknya, Andrew,
terkena sindroma autism. Mengapa?
Karena Ellen merasa ada kejanggalan sehubungan dengan
munculnya gangguan kognitif pada Andrew. Bermula dari infeksi
telinga yang membuat Andrew bayi harus terus menerus mendapatkan
terapi antibiotika dalam jangka panjang. Setelah infeksi telinganya
sembuh mulailah didapati gejala autism yang juga diikuti gangguan
saluran cerna seperti diare dan muntah. Ellen yang ulet berjuang dan
terus mencari dokter yang mau mempelajari kasus Andrew. Hingga
pada akhirnya ia menemukan artikel ilmiah tentang peran ekosistem
dan populasi microbiota usus dengan beberapa sistem transmisi
otak. Setelah serangkaian studi literatur yang amat rumit, Ellen yang
bukan dokter juga bukan ahli ilmu hayati, berani berkesimpulan
bahwa penyebab gejala autisme pada Andrew adalah keberadaan
bakteri clostridium di usus. Lebih lanjut setelah bekerjasama dengan
Dr. Richard Sandler dan Prof Finegold yang ahli mikrobiologi dengan
kekhususan pada bakteri anaerob usus, didapati fakta-fakta yang
cukup mengejutkan. Dugaan Ellen Bolte ada benarnya.

468 — G.E.N.C.E.
Maka meski upaya pemberian antibiotik spesifik bagi clostridium
dapat menghasilkan perubahan perilaku dan parameter psikometrik
pada Andrew tapi sifatnya sebagian besar tidak permanen. Setidaknya
terobosan besar yang dicapai dalam hal ini adalah adanya pengetahuan
baru tentang korelasi antara keberadaan bakteri di saluran cerna dengan
kondisi dan kinerja otak beserta perangkatnya. Padahal jika kita rujuk
lebih mendalam beberapa artikel tentang keberadaan populasi spesies
mikroba tertentu di usus, tentulah tak terlepas dari faktor “pupuk” dan
makanannya. Prebiotik istilah kerennya. Darimana ? Ya dari apa yang
kita makan. Maka kajian ini akan menjadi sangat luas dan berspektrum
pelangi, karena soal makan pasti terkait dengan kondisi geografi
dan potensi sumber daya alam serta tak terlepas dari mekanisme
mempertahankan diri dan adaptasi lingkungan. Seperti gurita yang
pandai mimikri dan Elysia Chlorotica yang berhasil menginsersikan
(menyelipkan) gen alga berhijau daun sebagai bagian dari “generator”
energinya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 469


Maka dari kajian ini dapat dikembangkan lagi konsep-konsep
ketahanan nasional dan ketahanan pangan yang dibahas sampai
level genom (nutrigenomic). Kalau berbicara warfare tentu saja kita
bisa mulai mendesain “Kopassus” mikroba yang diarahkan untuk
mengubah sifat, perilaku, dan perangai bangsa. Menjadi saling benci
dan mengumbar angkara. Persis Rahwana yang meminta umur
sepanjang dunia dan berakhir tragis dengan dijepit oleh 2 gunung
yang berasal dari kepala anak kembarnya yang dipancungnya sendiri,
Sondara-Sondari. Dari mulutnya terus keluar gelembung-gelembung
mikro berisi “bibit” kejahatan. Kira-kira begitu gambarannya
perang bioteknologi ke depannya. Tak hanya mikroba, mind control
berarti dapat dimanipulasi melalui bahan dan jenis makanan serta
ketersediaan. Populasi bakteri kan menuruti ketersediaan sumber
nutrisi. Belum lagi jika manipulasi hayati ini sudah memasukkan
aspek kimia fisika seperti hubungan sebab akibat antara interferensi
gelombang dengan aktivitas biologis manusia. Radiasi elektromagnetik
dan sifat dasar gelombang yang dapat saling berinteraksi dalam pola
interferensi saling meniadakan, melemahkan, atau menguatkan bisa
jadi jalan masuk. Mekanisme epigenomik dan junk DNA bisa jadi
medan perang barunya. Aktivasi sifat buruk melalui manipulasi histon
dan metilasi akan jadi gerbang Kurusetra. Maka pertempuran semesta
di masa depan adalah pertempuran siapa yang bisa memenangkan
mind control. Toksoplasma sudah lama menerapkannya...

470 — G.E.N.C.E.
Bagaimana Infrastruktur dan
Sistem Transportasi Cerdas
dapat
Merubah Perilaku Masyarakat ? D r . d r . Ta u h i d N u r
A z h a r , S . K e d . , M . K e s

J ika kita mengacu pada pernyataan Enrique


Penalosa, Walikota Bogota Kolombia periode
1998-2001, kemajuan suatu bangsa dapat
tercermin dari pola dan perilakunya dalam
memanfaatkan transportasi publik. Bukan dari
dan alami sendiri di tanah air membuat kita dapat
menerima dan mengerti saat Walikota Bandung
Ridwan Kamil, yg lebih dikenal sebagai Kang Emil,
tokoh populer dengan popularitas tinggi di media
sosial, menempatkan indeks kebehagiaan atau
jumlah banyaknya mobil pribadi di jalanan (e- happiness index sebagai indikator perubahan yang
ticketing, KCJ 2016). Kasus di beberapa kota besar di perlu menjadi titik fokus pada proses perbaikan
Indonesia saat ini semakin kompleks dengan kotanya, dalam hal ini Bandung. Perubahan perilaku
hadirnya "jutaan" sepeda motor. Meski tak dapat menjadi kunci, tapi juga sekaligus membutuhkan
dipungkiri kehadiran inovasi layanan transportasi prasyarat penunjang yang kehadirannya adalah
online khas Indonesia seperti GoJek telah mampu bagian dari keniscayaan untuk mewujudkan
meningkatkan utilitas dari sepeda motor yang perubahan yang diimpikan. Cuplikan success story
semula hanya berfungsi tunggal, menjadi multi kecil dapat menjadi guidelines atau garis pemandu
fungsi dengan penekanan pada fungsi ekonomi. arah perubahan yang dapat menjadi semangat
Harus diakui inovasi ini adalah terobosan kreatif bersama, dengan harapan dapat direplikasi dan
sekaligus solutif bagi masalah permutasi dan diimplementasikan di banyak level atau tingkatan.
ledakan populasi baik di domain demogra i maupun Ilustrasi menarik yang dapat kita renungkan antara
otomotif. Tapi tentu saja kapasitas jalan raya dan lain adalah kisah inspiratif tentang Kepala Polisi
resiko ikutannya seperti kecelakaan dan emisi gas Kereta Api bawah tanah New York yang lebih dikenal
buang tidak terpecahkan. Perlu dipertimbangkan sebagai subway di era 1980an, William Bratton.
juga peningkatan pengguna jalan raya seiring dengan Bratton berhadapan dengan realita kemasyarakatan
peningkatan mobilitas dan daya beli. Semua ekses ini urban yang sarat dengan kepentingan dan
sudah terlihat nyata di beberapa kota seperti Jakarta p ra g m a t i s m e ya n g d iwa r n a i ra s a f r u s t a s i
dan Bamdung. Kerugian inansial akibat kemacetan berkepanjangan dari sebagian warga kota yang
di Ibukota dalam satu tahun telah menembus angka termarjinalkan.
triliunan rupiah. Menurut prakiraan Pemprov DKI Mungkin apa yang dilakukan Bratton bagi
Jakarta nilainya bahkan mendekati 67 triliun rupiah. sebagian kalangan tidak cukup signi ikan dan berarti
Itu baru dari perhitungan nilai yang terukur secara karena hanya berfokus pada sekelompok kecil
nominal, sementara kerugian dalam berbagai hal yg masyarakat, juga di satu sektor saja. Tapi perubahan
bersifat intangible seperti tingginya tingkat stress besar, bahkan revolusi selalu terlahir dari perubahan
dan kerentanan terhadap berbagai penyakit sebagai kecil yang berkesinambungan. Apakah gerakan
dampak ikutannya. Belum lagi ongkos sosial yang Boedi Oetomo yang digagas segelintir mahasiswa
harus dikeluarkan akibat letupan emosi yang S t o v i a ya n g t e r i n s p i ra s i p i d a t o D r. C i p t o
terkadang berbuntut kekerasan di ruang publik. M a n g u n k u s u m o j a u h s e b e l u m p ro k l a m a s i
Sungguh suatu permasalahan rumit dengan tingkat kemerdekaan tidak berarti ? Tanpa gerakan
keacakan dan kompleksitas yang tinggi. Perlu perlawanan intelektual yang digagas Dr. Soetomo
berbagai terobosan strategis yang sistematik agar dkk itu bukan tak mungkin jika sampai hari ini kita
problematik kronik ini dapat diselesaikan dengan belum merdeka. Upaya William Bratton dalam
pendekatan dinamik. Kenyataan yang kita cermati mendidik pengguna subway relatif sederhana, ia

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 471


hanya menghukum para pelanggar tak bertiket, Walikota New York pun menghargai dan mengakui
pelaku vandal, dan tukang kencing sembarangan gagasan William Bratton itu sebagai salah satu upaya
dengan "disetrap" alias dihukum berdiri di peron konstruktif dalam mengubah perilaku warga kota.
agar terlihat oleh semua calon penumpang yang Untuk itu kelak William Bratton diangkat sebagai
menunggu kereta api. Meski sederhana dan terkesan kepala polisi New York, atau Chief of NYPD.
barbar, hukuman sosial ala Bratton efektif juga. Pertanyaan mendasar dari kasus-kasus perubahan
Te r j a d i p e n u r u n a n j u m l a h p e l a n g g a r a n perilaku ini berkisar di soal manakah pendekatan
perkeretapian cukup signi ikan. Keteraturan mulai yang harus dikedepankan ? Apakah rekayasa sosial ?
dirasakan sebagai kebutuhan. Meluangkan waktu Ataukah rekayasa teknikal ? Bicara soal manusia dan
untuk antre dan membeli tiket telah menjadi perilakunya tentu tak terlepas dari kompleksitas
kebutuhan yang dianggap sebagai investasi sosial individual yang kemudian berkembang menjadi
untuk menjamin keteraturan dan ketenangan serta kompleksitas komunal. Mengatur satu orang saja
keyakinan bahwa hak-hak pengguna tidak akan sulit, apalagi mengatur sekelompok orang. Ada
terabaikan atau bahkan terzalimi oleh mereka- pepatah kuno yang menyatakan bahwa satu orang
mereka yang tidak berhak. Kita mengantre karena yang tengah sendirian akan menulis buku, puisi,
punya pengetahuan dan kesadaran, bahkan ataupun lagu (melukis, memasak, berenang, dan
kesadaran kolektif bahwa antrean adalah upaya melamun juga bisa), dua orang bertemu akan
untuk mendistribusikan keadilan dalam bentuk hak mengobrol, berdiskusi, main catur, ataupun ngopi
individual dengan mengatur cara serta waktu untuk bersama, tiga orang bertemu akan berserikat dan
mendapatkannya. Maka upaya kecil William Bratton bersekutu, lebih dari itu bisa membuat partai politik,
diapresiasi tinggi oleh penulis yang merupakan New ke l o m p o k a r i s a n , p e n g a j i a n , a t a u b a h k a n
membangun perusahaan. Negara dibentuk oleh
kesamaan nasib dan kepentingan yang didukung
kesamaan bioantropologi termasuk bahasa dan
habitat.
Kita semestinya menyisakan sedikit ucapan
terimakasih pada beberapa bangsa penjajah kita
seperti Belanda, Portugis, Inggris, Perancis, dan
Jepang yang karena kehadiran merekalah kita bisa
merasakan kesamaan nasib sebagai bangsa yang
ternistakan dalam belenggu penjajahan. Maka
merubah perilaku sebenarnya memiliki prinsip
dasar yang sama, kesamaan nasib dan kebutuhan
Sistem e-ticketing yang bersifat non tunai juga membawa adalah pendorong perubahan yang paling kuat.
budaya baru dalam antre dan menghargai hak-hak orang lain Bahkan dalam terminologi agama secara eksplisit
agar tercipta keadilan bagi semua. disampaikan bahwa tidak akan berubah nasib suatu
Yorker asli, Malcolm Galdwell, yang memasukkannya kaum jika mereka tidak mengusahakannya. Dalam
secara khusus di bab IV buku best seller yang tulisan ini saya akan berfokus pada perubahan
ditulisnya, Tipping Point(e-ticketing, PT. KCJ, 2016). perilaku masyarakat perkotaan, khususnya di

472 — G.E.N.C.E.
Sebagai studi kasus yang menarik, penerapan
e-ticketing di jalur KCJ ternyata merupakan gerakan
revolusioner yang berdampak konstruktif luar
dalam. Penerapan teknologi terapan terintegrasi
dalam hal tiketing kereta komuter mengubah
manajemen perusahaan menjadi transparan,
akuntabel, dan objektif. Laporan keuangan dan
penjualan bersifat sewaktu (realtime) serta dapat
membantu menjaga integritas dan kejujuran
pegawai. E isiensi dapat diterapkan berdasar sistem
ERP yang terintegrasi dengan sistem distribusi tiket.
Salah satu commuter line yang memiliki tujuan jakarta kota. Bukan hanya itu saja, sistem e-ticketing menuntut
Memiliki beberapa relasi, berawal dari stasiun Bogor.-Jakarta
Kota.
perubahan pada desain dan ketertiban stasiun.
Untuk itu dilakukan penertiban besar-besaran
wilayah Jabodetabek pada khususnya dan Jawa pada stasiun di wilayah Jabodetabek. Bukan perkara
umumnya yang terjadi karena adanya rekayasa gampang, karena negara ini tanpa disadari menganut
teknososial melalui layanan jasa dan sistem budaya hegemoni dominan dan mengalami
perkeretapian. Sebagai penumpang KA dan degenerasi hukum akibat lemahnya law of
commuter line/CL yang merasa amat tertolong enforcement yang digerus oleh mekanisme
dengan sarana dan prasarana perkeretapian yang transaksional dalam konteks pelacuran kekuasaan.
semakin aman, nyaman, dan menjanjikan kepastian Siapa yang berkuasa dan punya kewenangan dapat
dalam hal waktu dan keselamatan perjalanan. membarternya dengan keuntungan pribadi. Maka
Sebagai pemegang kartu elektronik multitrip yang tak heran jika stasiun-stasiun yang merupakan asset
juga sudah terintegrasi dengan teknologi POS (point negara atau milik rakyat banyak, dikuasai oleh
of sales) dan penyelenggara e-money lainnya, pedagang dan preman serta kelompok preman yang
kenyamanan dalam mengakses fasilitas KCJ tidak berhak atas penguasaan lahan. Ironisnya tak
(Keretapi Commuter Jakarta) sudah maujud sebagai j a ra n g p ra k t i k- p ra k t i k t e r s e b u t d i s o ko n g
sebuah keniscayaan yang menyejukkan di ibukota. sepenuhnya oleh para pejabat yang berwenang,
Tapi tak hanya itu saja, penerapan konsep e-ticketing seperti kepala stasiun setempat. Tentu dengan
di semua stasiun CL Jabodetabek telah berperan imbalan keuntungan yang berlipat dari jumlah wajar
signi ikan dalam merubah perilaku konsumen yang penghasilan sebagai karyawan. Budaya permisif dan
dalam hal ini adalah warga DKI dan sekitarnya, dalam toleransi yang tidak tepat sasaran mengakibatkan
konteks positif untuk mau berproses mengantre dan lahirnya budaya jual-beli kekuasaan yang sangat
tertib dalam memanfaatkan fasilitas transportasi. pragmatik. Cara berpikir menjadi pendek dan
Sebenarnya bukan hanya masyarakat Jabodetabek sempit, nilai moral dan etika termarjinalkan secara
saja, melainkan mengintrusi pula warga daerah sempurna. Maka penertiban untuk membuat stasiun
penunjang atau sub urban seperti penduduk steril dengan penerapan tiket elektronik yang
Rangkas Bitung dan Maja yang notabene berbeda membutuhkan gate turn stiles menutup potensi
propinsi dan budaya. orang yang tidak berkepentingan keluar masuk area

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 473


peron. Tapi persoalan tidak sesederhana resistensi aparat yang terbiasa menjadi "pelindung" bisnis
penertiban belaka,, e-ticketing membutuhkan itur-
itur kompleks terkait dengan fungsi yang melekat
dan karakter masyarakat. Bagaimana masyarakat
tidak menghilangkan kartu, mau tap in dan tap out di
stasiun awal dan tujuan. Bagaimana jika saldo kartu
kurang atau kartu hilang ? Belakangan juga muncul
masalah sekaligus potensi bisnis, park and ride.
Bagaimana komuter menyediakan parkir kendaraan
yang digunakan sebagai feeder dari permukiman ke
stasiun ? Parkir mobil, motor, dan sepeda harus
tersedia. Lebih ideal jika ada angkutan massal skala
kecil sebagai pengumpan dari kawasan permukiman
dll. Penertiban stasiun mengajarkan kita pada
budaya menghargai hak dan kepemilikan yang sah
secara hukum. Saat hukum bisa ditegakkan maka
hak-hak individual dan komunal dapat terlindungi
dan tidak saling beririsan atau berhadapan secara Selain Commuter Line, Transjakarta merupakan transportasi
diametral dalam kon lik kepentingan. Semua ini umum yang memiliki integrasi dengan e-ticketing dan e money,
sehingga memudahkan para pelaku urban dari daerah periperi
memerlukan visi perubahan berdurasi jangka
panjang yang menjangkau jauh ke masa depan. Ini haram yang marak di negeri ini. Edo terinspirasi
adalah buah kepemimpinan visioner yang sangat nasihat Pak Jonan yang bertanya setengah retoris,
kuat dari seorang Ignasius Jonan dan Kuncoro Mau menjadi bagian dari sejarah atau hanya menjadi
Wibowo duet maut direksi kereta api yang justru pembaca sejarah ? Kesulitan tentu sudah diprediksi,
s a m a s e k a l i t i d a k p u n y a p e n g a l a m a n d i meski ternyata dalam merubah peradaban kesulitan
perkeretapian. Bankers dan eksekutif teleko ini yang dihadapi terkadang jauh lebih "mengerikan"
bersama Mas Wimbo yang juga berlatar teleko dibandingkan prakiraan. Mungkin kondisi semacam
menakhodai PT. Kereta Api Indonesia dan inilah yang dihadapi Rasulullah Saw di masa awal
membumikan cita-cita mereka tentang Indonesia syiar pasca menerima wahyu yang pertama. Siapa
yang lebih baik melalui program kongkret yang yang bisa menduga bahwa sekitar 13 abad kemudian
terencana meski agak "gila" dan dianggap utopia. ajaran yang beliau sampaikan diakui dunia sebagai
Kehebatan duet Jonan dan Kuncoro ini antara lain pengubah utama peradaban manusia ? Demikianlah
tampak dari kemampuan mereka mempengaruhi perjuangan dimulai. Orang-orang gila seperti Tri
dan menginspirasi tim mereka hingga semua punya Handoyo dan Tri Setyo dari PT. KCJ dan Telkomsigma,
tujuan mulia yang sama. Dwiyana SR alias Bang Edo, s e r t a M a s R i a t ya n g m e n j a d i G M I T ya n g
Wa k a d a o p s I J a k a r t a p u n y a t u g a s b e r a t bertanggungjawab pada proses reformasi sistem
membersihkan dan menegakkan hukum di stasiun komutasi terkomputasi (smart system) adalah para
yang diperuntukkan bagi layanan komuter. Yang "pahlawan" garda depan yang punya keyakinan
dihadapi bukan hanya preman tapi kadang juga bahwa mimpi bisa dan bahkan wajib diwujudkan.

474 — G.E.N.C.E.
Kesulitan demi kesulitan datang silih berganti terupdate secara otomatis. Bahkan pengguna
dan seperti membanjir tiada henti. Tapi bukankah aplikasi mobile resmi dari kereta api kini sudah dapat
setelah kesulitan akan datang kemudahan ? Dan menggunakan e-boardingpass langsung di gate
kesulitan itu ibarat badai yang menempatkan keberangkatan dengan menunjukkan display gawai
seorang nakhoda di samudera, menguatkan dan pintar. Tak lama kemudian semangat inovasi ini
mencerdaskannya untuk bijak dalam bersikap dan menular pada moda-moda transportasi lainnya
mengambil tindakan. Sungguh luar biasa upaya tim seperti penerbangan dan bus malam. Perubahan
kereta api dalam mengembalikan marwah bangsa terjadi secara bertahap dan perlahan menjadi bagian
yang tercermin dari ketertiban dan kepedulian yang dari gaya hidup berkeadaban.
menjadi indikator kecerdasan sosial yang bersifat Lalu pertanyaan paling fundamental yang
empatik sekaligus mendidik untuk peduli pada orang bisa menjadi bagian dari kurikulum revolusi mental
lain dan kelak pada gilirannya pada bangsa dan adalah, apakah yang menjadi dasar manusia mau
negara serta kemanusiaan secara universal. Inilah b e r u b a h ? K a j i a n d a r i a s p e k n e u r o s a i n s
bibit utama dari konsep rahmatan lil alamin. menunjukkan bahwa manusia punya kecenderungan
Perubahan kecil pada akhirnya menjadi gelombang untuk terpolarisasi dalam gaya tarik menarik antara
pendidikan massa yang luar biasa. Kedisiplinan kenyamanan dan kesengsaraan. Teori ini diusung
tercipta, kebersihan terjaga, dan pada akhirnya oleh Millon. Sederhananya seorang manusia
kenyamanan terbangun tanpa disadari melalui cenderung akan bertahan di zona nyaman seiring
bangunan kesadaran bersama. Stasiun-stasiun dengan semakin kuatnya keyakinan bahwa stagnansi
menjadi cantik dan nyaman. Keamanan relatif sangat adalah kontraversi dari perubahan. Ketidak pastian
terjamin. Peron sangat kondusif bagi gerakan atau uncertainty dalam proses perubahan adalah
penumpang naik dan turun. Permutasi manusia di momok bagi mereka-mereka yang sudah terbenam
lingkungan seputar stasiun tertata dan angkutan dalam lautan kenyamanan (comfort zone). Dalam
publik lainnya mau tidak mau tergerak untuk pendekatan senada Skinner memperlihatkan suatu
mengikuti arus dan irama perubahan menuju kondisi penelitian perubahan perilaku berdasar stimulus
lebih tertata. yang diterima.
Konsep ini terintegrasi meski dengan sistem Stimulus yang diberikan harus mencakup lima aspek sehingga
yang terpisah dengan sistem ticketing jarak jauh di dapat merubah perilaku seseorang.
perusahaan induk kereta api. Kedua model ticketing
kereta ini berhasil merubah perilaku pelanggan
keretapi. Pemanfaatan teknologi informasi membuat
pelanggan dapat merencanakan perjalanannya lebih
baik dan memiliki kemudahan dalam proses booking
dan transaksi. Bahkan pembelian tiket dapat bersifat
multi channel serta pembayaran pun dapat dilakukan
melalui berbagai model. Perkembangan terakhir,
pembelian di stasiun sudah lebih memanfaatkan
vending machine dan diberlakukannya proses check
in yang membuat aktualisasi data penumpang dapat

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 475


Seekor tikus yang terkurung di kandang dan University of Southern California/USC's memberi
secara tidak sengaja menyentuh tombol rahasia, gambaran objektif tentang area otak yang terlibat
akan mendapati dirinya dihujani pakan yang dalam proses "penolakan" untuk merubah keyakinan
mengenyangkan. Sekali dua kali tikus itu belum dan kebiasaan. Meski sebenarnya riset Kaplan lebih
menyadari pola dan masih menduga itu adalah ditunjukkan untuk menilai perilaku dan pilihan
insidensi. Tetapi setelah beberapa kali, muncul pola politik seseorang. Berikut kutipan dari hasil
habituasi dan pemahaman terhadap korelasi arti wawancara Kaplan di salah satu situs sains populer;
tombol dan hadirnya pakan. Demikianlah pada “After reading each statement, each participant was
akhirnya tikus tersebut menjadi bertambah cerdas shown evidence challenging the statement. While they
dan dengan kesengajaan mendatangi tombol jika ia were reading the statements and counter-evidence,
lapar. Pada percobaan kedua dengan setting yang their brains were scanned in a functional MRI
sama, tombol bukan berfungsi menghadirkan pakan machine.
melainkan penderitaan. Dimana penderitaan itu Then, the participants completed questionnaires
berupa sengatan listrik yang dialirkan melalui lantai intended to gauge just how strongly they agreed with
kandang. Semula pola ketidaksengajaan diyakini each statement they had seen. After examining the
sebagai bagian dari fenomena. Tetapi lambat laun brain scans, the researchers found that when the
muncul kesadaran, bahwa ada pola terkait antara participants were presented with evidence that
tombol dan setrum di lantai. Maka tikuspun menjadi challenged the political statements they agreed with,
pandai menghindari. Percobaan ketiga, si tombol increased activity occurred in the dorsomedial
tidak berfungsi apa2. Disentuh, disenggol, atau prefrontal cortex and decreased activity in the
diinjak pun tidak ada reaksi apa-apa. Maka tikus pun orbitofrontal cortex.”
tidak memberi makna apapun pada kehadiran -The dorsomedial prefrontal cortex is associated
tombol. Skinner menamakan pola pertama dan kedua with emotion regulation and the orbitofrontal
sebagai positive dan negative reinforcement . Penting cortex with cognitive lexibility, Kaplan
sekali kita memahami ini dalam konsep perubahan. (sciencedaily.com Dec, 2016).
Seseorang cenderung mau untuk berubah jika
mampu memetakan dan melihat bene it yang akan
dapat dinikmati. Dalam konteks neurosains
mekanisme ini disebut sebagai reward anticipation
yang antara lain diperankan oleh ventral tegmental
area/VTA, salah satu struktur sub kortikal yang
memiliki hubungan fungsional dengan sistem limbik
dan area prefrontal cortex sebagai pengelola fungsi
eksekutif (executive function). Sebagaimana padai tpendapat Kapla, fungsi OFC atau
Salah satu penelitian yang amat menarik orbitofrontal cortex itu lebih pada pertimbangan dan
tentang reaksi otak manusia terhadap "tantangan" mendeteksi error sebelum sebuah keputusan diambil sehingga
terhadap apa yang sudah diyakini tergambar dari sering dikaitkan dengan leksibilitas kognitif. Fleksibel dalam
pencitraan fungsional MRI. Penelitian yang dipimpin menilai situasi. Sedangkan dorsolateral PFC lebih berperan
sebagai regulator emosi.
oleh Jonas Kaplan dari Brain and Creativity Institute ,

476 — G.E.N.C.E.
S a a t m a n u s i a " d i t a n t a n g " a t a u
digiring/dikondisikan untuk berubah, maka timbul
reaksi otak yang ditandai dengan peningkatan
aktivitas emosi dan penurunan leksibilitas kognitif.
Marah dan mengeluh adalah respon normal di awal
perubahan. Penolakan adalah hal wajar saat zona
nyaman terusik di saat asyik. Tetapi upaya
konstruktif untuk memberikan kesadaran melalui
pengalaman personal akan membawa pengertian
baru tentang reward yang menjadi bene it komunal.
Maka upaya tegas dan tak kenal lelah jajaran PT. KCJ
(penyelenggara komuter Indonesia) dan manajemen
PT. Kereta Api dalam mendidik masyarakat melalui
sistem dan peraturan mungkin dapat menjadi model
pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengakselerasi perbaikan peradaban. Tampak keras
dan kejam di awal, tapi sangat logis dan rasional
mengingat dampak yang ditimbulkan adalah bagian
tak terpisahkan dari upaya untuk membangun -TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA-
karakter bangsa. Bahkan karena semula sulit
dimengerti dan dianggap tidak berempati pada
lapisan masyarakat tertentu yang mengais rezeki
dari sektor informal, mahasiswa sebuah perguruan
tinggi terkemuka di Indonesia pun turut berperan
aktif mendemo PT. KAI dan KCJ. Belakangan sebagian
besar mahasiswa kampus tersebutlah penikmat
utama layanan kereta komuter yang semakin
nyaman.
Demikianlah sekelumit tulisan singkat
tentang upaya konstruktif merubah Indonesia secara
sistematis melalui berbagai penerapan sistem cerdas
(smart system') yang dalam artikel pendek ini
dicontohkan dengan kajian pada pengembangan
sistem transportasi cerdas di layanan komuter
Ibukota.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 477


Mengelola Sampah
dan Limbah Secara
Berkesinambungan
“Sampah adalah sesuatu yang berharga, karenanya kita
harus membuang sampah pada tempatnya. Jika tidak
akibat yang kita tidak akan pernah terduga.”
-Dr. dr. Tauhid Nur Azhar, S.Ked.,M.Kes, P3K (Penulis
Pengajar Petualang Kesehatan)

Supported Design by :

478 — G.E.N.C.E.
M anusia dalam menjalani proses hidupnya senantiasa
memproduksi limbah yang terbagi dalam banyak kategori.
Ada limbah atau sampah konsumsi, padat, cair,
biodegradable , recycleable atau juga toksik dan berbahaya. Bahkan
bentuknya bisa beraneka dan terkadang bahkan tak kasat mata. Misal
harinya yang diproduksi masyarakat Indonesia. Jumlah ini naik satu
ton dibandingkan produksi 2015 sekitar 64 juta ton sampah perhari."
Sebagai ibukota yang padat penduduk dan penglaju (komuter), Jakarta
memproduksi 70 ribu ton/hari. Sebagian berakhir di TPA Bantar
Gebang, sebagian lagi masuk ke aliran sungai Ciliwung dan
emisi gas buang, polusi udara, dan radiasi radioaktif serta medan bersemayam di Teluk Jakarta. Tak heran jika ada beberapa penelitian
elektromagnetik. Baru dari kategori organik dan anorganik saja kita PhD ilmu kelautan dari berbagai institusi dan negara yang menilai
sudah kebingungan mengelolanya. Daerah aliran sungai di pulau Jawa kandungan berbagai polutan seperti logam berat dan merkuri (Hg) di
dan Sumatera seperti Citarum, Ciliwung, atau Brantas, dan Musi di Teluk Jakarta sudah memasuki tahap gawat alias kritis. Baru saja
Sumatera adalah contoh betapa sungai adalah pilihan paling ekonomis dipublikasi oleh media, baik daring maupun konvensional, hasil survey
sebagai tempat pembuangan sampah. Ideal sekali. Sampah dilempar awal dari tim Kodam III Siliwangi yang dirilis oleh Kapendam,
dan segera hanyut menjauh. Kalaupun disadari akan ada dampak, dinyatakan sekurangnya ada 31 entitas bisnis yang dengan sengaja
itupun terukur karena diketahui bersifat tidak langsung dan yang membuang limbahnya ke sungai Citarum dan anak2 sungainya.
terkena ekses pun bukan kita. Pola berpikir yang memarjinalkan nilai Ironisnya semakin maju peradaban manusia yang ditandai semakin
konektivitas dan hukum sebab akibat ini teramat naif. Multiplier effect pesatnya pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam pengembangan
yang dapat terjadi langsung ataupun tidak langsung pasti akan teknologi berdampak pula pada meningkatnya kualitas kesehatan dan
berdampak pada kita semua. Sungai yang tercemar, angka kesakitan perbaikan daya beli. Konsekuensi wajar yang dapat terjadi adalah
meningkat, bencana alam antropogenik dll, selain menimbulkan ledakan populasi (population overgrowth) dan ledakan limbah baik
kerugian material juga akan berdampak pada alokasi anggaran negara rumah tangga maupun industri yang menyertainya. Sebagai contoh
yang secara tidak langsung akan menimbulkan pengurangan Indonesia di tahun 2019 saja, masih menurut Dirjen Pengelolan
pembiayaan di sektor lain seperti pendidikan. Lalu kerusakan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, total jumlah sampah akan mencapai
lingkungan yang tidak dapat diperbaiki akan menghadirkan krisis 68 juta ton, dan sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9,52 juta
daya dukung. Tentu saja kompleksitas permasalahan ini bukan tanpa ton atau 14 persen dari total sampah yang ada. Parah sekali bukan.
harapan untuk dicarikan jalan keluar. Berbicara data, berapa produksi Apalagi sampah plastik itu memerlukan waktu untuk terurai ratusan
sampah di Indonesia setiap harinya? Direktur Jendral Pengelolaan tahun. Padahal menurut Menko Maritim, Jenderal (Pur) Luhut Binsar
Sampah, Limbah dan Bahan Beracun (Dirjen PSLB3) Kementerian Panjaitan, produksi sampah plastik kita di lautan mencapai 0,48
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Tuti Hendrawati Mintarsih sampai dengan 1,29 juta ton pertahun. Dengan pertimbangan waktu
memberi jawabannya. “Tahun 2016 ada sekitar 65 juta ton sampah per endap dan urai yang lambat, maka kemungkinan besar gangguan

Supported Design by :

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 479


Proses pirolisis sampah plastik merupakan proses dekomposisi senyawa organik yang terdapat dalam plastik melalui proses
pemanasan dengan sedikit atau tanpa melibatkan oksigen. Pada proses pirolisis senyawa hidrokarbon rantai panjang yang
terdapat pada plastik diharapkan dapat diubah menjadi senyawa hidrokarbon yang lebih pendek dan dapat dijadikan
sebagai bahan bakar alternatif. Pengolahan Sampah Plastik dengan Metoda Pirolisis menjadi Bahan Bakar Minyak
(Endang K, dkk )

limbah organik dari pasar dan rumah tangga mengacaukan


kondusivitas perairan yang ditandai antara lain dengan berubahnya
biological oxygen demand atau BOD. Tapi manusia memang makhluk
unik, di saat sebagian dari kita berkutat dan terbenam dalam
pragmatisme kronis yang melahirkan kondisi hedonis praksis, maka
ada sebagain lain sibuk berkutat mencari solusi melalui berbagai
inovasi. Salah satunya tentu Pak Muryani di Blitar dan Pak Hamidi di
Tangerang Banten. Pak Muryani yang kini kondang karena diliput
media (sampai Hitam-Putih Trans7 nya Mas Deddy Corbuzier pun
meliput dan mengundang beliau) dan memenangkan lomba inovasi
lingkungan tingkat Propinsi. Inovasi beliau adalah mengubah limbah
plastik menjadi bahan bakar minyak seperti bensin, solar, dan
kerosene. Dalam bahasa kimia, proses yang dilakukan dengan bantuan
pemanasan untuk mengubahsuai rantai polimer hidrokarbon hingga
dapat menjadi bahan bakar ini dinamakan pirolisis.
Dr. Madhukar dari IIP (Indian Institute of Petroleum)
memperkenalkan konsep pirolisis dengan menggunakan suhu tinggi
Masalah ini diperberat pula dengan terdegradasinya daya dan konversi katalitik yang diikuti dengan proses kondensasi untuk
dukung lingkungan akibat eksploitasi lingkungan yang berlebih. mencairkan kembali fraksi gas yang terbentuk. Gugus atau rantai
Kebutuhan konsumtif dalam ranah pangan membuat konversi lahan poliolen seperti polietilen dan polipropilen adalah struktur terbanyak
tidak terkendali. Daerah tutupan tanaman keras di DAS Citarum dalam limbah plastik komersial/konsumtif. Catatan Kementerian LHK,
menurut pusat layanan penginderaan jauh Lapan hanya berkisar dari anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) saja dalam
sekitar 8,9% saja. Selebihnya termasuk di tebing dengan sudut curam 1 tahun dihasilkan 10,95 juta lembar kantong plastik yang jika
rawan erosi ditanami tanaman semusim yang homogen hingga dihamparkan kira2 setara dengan 65,7 hektar atau seluas 60x lapang
menghilangkan potensi untuk menjadi bagian konservasi tanah dan bola. Bayangkan ! Tapi dengan pirolisis 1 Kg plastik poliolen dapat
air. Apa yang terjadi ? Sedimentasi meningkat tajam, diprakirakan di menghasilkan 650-700 ml bensin atau 850 ml solar, atau 450-500 ml
DAS Citarum saat ini laju endapan berkisar sekitar 8650 ton/ tahun. produk aromatik. Sedangkan low density polyethylene/LDPE yang
Sungai mendangkal, limbah kimia seperti logam berat mengendap, dan banyak terdapat di kemasan makanan, botol Aqua/ air mineral, keresek

Supported Design by :

480 — G.E.N.C.E.
4R Reduce ReUse
Recycle ReCreate
yang banyak mengandung monomer etilen dapat diubah menjadi bermikrokontrol (smart farming) di struktur atap halte busway sebagai
polimer bahan bakar cair dengan pemanasan sekitar 400-�00� C upaya mereduksi emisi gas buang secara biologi (dengan tanaman
dengan menggunakan katalis Kaolin. Persoalannya bukan hanya pengonsumsi CO/CO2 tinggi), dan dapat dikonsumsi serta tentu
terletak pada desain tanur atau reaktornya saja, melainkan efektivitas memiliki fungsi estetika. Untuk catudaya sistem pompa air
bahan bakar untuk pemanasnya. sprayer/penyemprot lahan hidro/aeroponik itu kami berencana
Pada tahun 2013/2014 saya dan tim elektro FTUI pernah menggunakan teknologi coating atap dengan lapisan nano partikel
mengajukan usul inovatif dalam upaya mengoptimalkan "panen" air, penyerap cahaya yang dikembangkan oleh Prof Mikrajuddin Abdullah
dimana saat musim penghujan di kota-kota besar seperti Jakarta, air dari Fisika ITB. Atap halte yang dicoating partikel nano (antara lain
berlimpah bahkan dianggap sebagai musibah karena memicu TiO2) yang peka cahaya akan hasilkan listrik tidak hanya untuk
terjadinya banjir. Padahal air melimpah karena berkurangnya daya catudaya mikrokontrol dan pompa, tapi juga dapat menjadi sumber
serap lahan hijau, volume badan sungai yang mengisut, dan subsidiens energi penerangan dan fasilitas WiFi.
permukaan air tanah yang terus berlanjut dengan penurunan
permukaan tanah, seperti yang teridentikasi di gedung2 pencakar
langit sepanjang Jl. Thamrin. Ketiadaan kolam retensi baik yang alami
maupun buatan mendorong air secepatnya mencari jalan pintas ke laut.
Jika jalan pintasnya itu sungai yang bantarannya menyempit dan
dangkal, lalu lautnya tengah mengalami pasang naik (rob) maka yang
terjadi tentu banjir. Dan karena minim jumlah air yang bisa diserap
lingkungan, terutama di daerah yang disebut area tangkapan air
(catchment area), maka pada saat musim kemarau terjadilah
kekeringan yang mengenaskan. Maka tim Merapi dulu punya Inovasi
Storm untuk memanen air hujan dan mengurangi jumlah gelontoran
permukaan (run off) saat hujan melanda dengan membuat kolam2
tampung bawah tanah di bawah halte busway. Pertimbangannya
adalah halte busway itu masif dan tersebar di semua wilayah serta tidak Saya juga pernah belajar banyak dari salah seorang walikota
akan ada masalah pembebasan lahan karena itu ada di tanah Pemda inspiratif Malang yang mengelola limbah kotoran manusia di
atau di sempadan jalan yang merupakan garis hijau. Konsep bak sepanjang DAS Brantas yang melintas di kotanya dengan membangun
tampung air ini kami integrasikan dengan vertikultur hidroponik septic tank massal yang menampung limbah warga agar tidak

Supported Design by :

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 481


Protecting Our Planet Starts
With You

pemanfaatan bioteknologi yang tepat. Saat ini banyak hasil riset tentang
mikroba dan proses enzimatik yang dapat digunakan untuk
mempercepat reaksi pembentukan gas. Bahkan dengan bercermin pada
konsep yang digagas Lovelock, kita dapat menangkap karbon dioksida
dan monoksida hasil emisi gas buang perkotaan dari sektor transportasi
dan industri dan berbagai gas dari limbah organik (khususnya yang
memiliki gugus H dan -OH) lalu mengubahnya menjadi metana dan
hidrogen untuk fuelcell , maka kita akan punya sumber energi alternatif
yang sangat besar dan terbaharukan.
Akhirul kata, jika kita mampu berpikir dan mengembangkan
konsep berteknologi secara holistik dan multi perspektif kita dapat
mengelola limbah kita sendiri secara bijaksana dan bahkan
mendapatkan multi manfaat. Sehat salah satunya. Multiplier effect
secara ekonomi juga Insya Allah akan terjadi, perbaikan lingkungan
hampir pasti, dan jelas kebutuhan energi yang semakin mendekati
krisis ini akan sedikit teratasi.
angsung dibuang ke sungai. Konsep ini berhasil, dan selain dapat
menghasilkan air limbah dengan baku mutu yang aman untuk
dikembalikan ke sungai, juga bisa menjadi energi untuk keperluan
sehari-hari. Bagaimana jika ada kota di Indonesia yang mau dan
mampu membuat Giant Sewage Water Treatment yang menjadi septic
tank raksasa yang menampung tinja orang sekota, ini bakal dahsyat
banget. Terlebih jika diintegrasikan secara holistik dengan pusat Di Tempat Yang Dirindukan, 29 Januari 2018
insinerasi, pengolahan limbah domestik organik, dan proses konversi
limbah plastik menjadi bahan bakar dan aspal (saat ini Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Jalan dan Jembatan KemenPUPR telah
menguji coba aspal bersumber dari limbah plastik). Betapa besar energi
metana yang dapat dihasilkan, terlebih jika dibantu dengan Penulis

Supported Design by :

482 — G.E.N.C.E.
EPILOG
D’où Venons-Nous?
Que Sommes-Nous?
Où Allons-Nous?
oleh
TAUHID NUR AZHAR

F
rasa di atas jika diterjemahkan secara bebas dapat
diartikan sebagai dari mana kita, siapa kita, mau ke
mana kita. Kalimat aslinya ditulis oleh Paul Gaugin
(1897) di pojok kanan salah satu lukisan legendarisnya
sekaligus menjadi judul lukisannya. Pertanyaan yang
sama dilontarkan oleh Nabi Ibrahim as., “Min aina, ila
aina?” Dari mana dan hendak ke manakah gerangan kita
ini?
Kondisi inilah yang saat ini tengah kita hadapi,
badai teknologi yang mendorong turbulensi peradaban
dan jungkir baliknya tata nilai yang selama ini diyakini.
Revolusi peradaban yang dimulai semenjak ditemukannya
api lalu diikuti dengan penemuan bahasa tulis dan metoda
komunikasi multikanal, mendapat energi baru hingga
terakselerasi dengan kecepatan ultratinggi yang bahkan
kita tak tahu serta tak punya mekanisme pengereman
untuk menghentikannya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 483


Pesatnya perkembangan otak manusia telah menghantarkan
aneka perubahan mendasar dalam upaya meningkatkan kualitas hidup
seiring dengan lahirnya berbagai penemuan yang merupakan bagian
dari sifat prokreasi manusia. Beberapa hipotesa tentang kemajuan
pesat otak manusia menempatkan revolusi nutrisi sebagai salah satu
penyebab utama karena setelah ditemukannya teknik memasak,
diduga kandungan nutrisi dari berbagai bahan alam dapat diserap dan
digunakan lebih optimal oleh sistem tubuh manusia.
Sebagai contoh, keberadaan asam amino prekursor nitrik oksida
(NO) dan glutamat dari berbagai jenis protein yang menjadi lebih
mudah diserap akan meningkatkan kualitas kinerja sel-sel neuron baik
dalam hal transmisi sinaptik maupun pembentukan jaringan baru atau
neurogenesis. Peningkatan kinerja neurofisiologi dari otak manusia
tentu punya kontribusi signifikan dalam proses prokreasi.
Manusia membutuhkan inovasi sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari proses pencarian solusi masalah kehidupan.
Teori psikologi Millon menempatkan manusia sebagai makhluk

484 — G.E.N.C.E.
yang terpolarisasi antara kondisi menghindari kesakitan atau
ketidaknyamanan dengan kondisi kenikmatan nan bergelimang
kesenangan. Tentu manusia berkecenderungan untuk mempertahankan
kesenangan yang menjadi bagian dari mekanisme reward sekaligus
juga pencetus munculnya kondisi adiksi. Kecanduan pada kemudahan
dan kenikmatan.
Perkembangan aspek kognitif manusia membawanya sebagai
makhluk yang bersifat substitutif alias mampu mencari dan menjadi
pengganti dari suatu fungsi alam yang bisa didapatkan dengan
melakukan alih fungsi (misal lahan) atau juga memanfaatkan
potensi yang iddle. Tidak berhenti hanya di situ saja, manusia pun
berkembang sebagai makhluk komplementatif, saling melengkapi dan
berkolaborasi. Untuk itu diperlukan pola-pola interaksi dan model-
model komunikasi yang dapat mewadahi kebutuhan tersebut.
Jika kedua fungsi tersebut telah berhasil terpenuhi, maka akan
muncul fungsi augmentasi atau memperkaya fungsi dan memberi
nilai tambah. Ilmu dan teknologi telah menghantarkan manusia untuk

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 485


memberi nilai tambah pada gelombang elektromagnetik sebagai media
data dalam proses komunikasi, tentu nilai tambahnya bagi manusia
(antroposentrik) bukan bagi gelombang elektromagnetiknya.
***
Dengan segenap keunggulan tersebut terjadilah ledakan populasi
yang dibalas oleh manusia dengan melahirkan revolusi industri. The
reign of machine dimulai. Manusia-manusia nan cerdas mulai berpikir
bahwa kekuatan magis imajinasi yang berpadu dengan intelegensi
dan daya ungkit lainnya mengerucut pada pola solutif cepat dan
cenderung impulsif tanpa disertai banyak pertimbangan tentang
dampak yang mungkin ditimbulkan. Padahal manusia telah dikaruniai
piranti canggih untuk mengevaluasi dan memfiltrasi keputusannya
agar bersifat solutif sekaligus meminimalisasi dampak yang tidak
diharapkan dalam jangka panjang.
Prosesor pengambilan keputusan yang
melekat sebagai bagian dari keistimewaan
manusia terletak di daerah frontalis otaknya,
tepatnya di area prefrontalis yang antara lain
terdiri dari orbitofrontal cortex yang bersama-
sama ventromedial prefrontal cortex melakukan
evaluasi nilai berdasar asupan dari reward
mechanism yang diperankan oleh struktur sub
kortikalis; ventral tegmental area dan nukleus
akumben.
Keinginan adalah versi kebutuhan yang diekstensi atau
diamplifikasi sehingga menjadi prasyarat kesenangan. Contoh ketika
seseorang lapar itu adalah serangkaian pesan yang disampaikan oleh
sel-sel tubuh yang memerlukan asupan energi melalui serangkaian
proses hormonal dan enzimatis yang berakhir di jaringan syaraf, dan
muncul sebagai sebuah sensasi sekaligus motivasi yang lahir dari
eksplorasi memori untuk mencari solusi berupa tentu saja proses
asupan nutrisi.
Akan tetapi, proses tidak berjalan secara linier seperti yang kita
duga, adanya memori dan kesan mendalam terhadap rasa dan bentuk
terkait rasa tersebut membuat kita tak hanya lapar dan butuh makan,
melainkan secara spesifik kita dapat menginginkan suatu jenis makanan
yang kita anggap sesuai selera. Jadi bisa saja antara kebutuhan dan

486 — G.E.N.C.E.
keinginan pemenuhannya sama, atau bisa jadi sama sekali berbeda.
Semakin lebar perbedaan ini semakin lebar pula jurang kufur yang
akan melahirkan keluh kesah, kekecewaan, serta kesedihan. Jejaring
indera sensoris yang menghasilkan proses belajar dan menginginkan
melibatkan batang otak, sistem limbik, sampai area ventromedial
prefrontal cortex yang maujud dalam emosi.
Sementara itu, di sisi lain secara paralel daerah otak yang dikenal
sebagai girus frontalis inferior mendorong area yang sama (ventromedial
prefrontal cortex) dan dorsolateral prefrontal cortex untuk melakukan
kendali diri. Untuk dapat mengevaluasi dan mengendalikan diri
(keinginan) tentu diperlukan referensi dan preferensi yang antara lain
dihasilkan oleh kerja daerah dorsolateral prefrontal cortex dan korteks
singulata anterior yang bertanggungjawab mengelola aspek kognisi.
Maka, keputusan cerdas seorang manusia semestinya bersifat solutif,
seimbang, penuh kepedulian, dan dapat dipertanggungjawabkan
dalam jangka panjang.
Kelemahan pola pikir yang manusiawi dapat terjadi
karena ketidakseimbangan sistem rasional dalam menentukan
proporsionalitas dominasi jalur “pengaruh” pada sistem pengambilan
keputusan. Kecemasan dan ketakutan akan mendorong sistem
pengambilan keputusan cenderung memperturutkan desakan emosi
untuk mencari cara tercepat dan termudah untuk menghilangkan
kesakitan dan mendapatkan kesenangan. Pada titik ini, fungsi kognisi
yang menghasilkan intelektualitas kalah suara dengan desakan untuk
memilih solusi instan yang bersifat impulsif.
Apakah aspek kecepatan dalam mengambil keputusan memang
kurang penting? Tentu saja tidak, bahkan dalam banyak hal kecepatan
dalam mengambil keputusan dapat menyelamatkan banyak
kepentingan, bahkan kehidupan. Tentu saja, akan sangat ideal apabila
kecepatan itu diimbangi dengan komprehensifitas pertimbangan yang
dilakukan sehingga mampu mengelimininasi dampak yang tidak
diharapkan.
***
Sebagai gambaran algoritma pengambilan keputusan yang baik perlu
mempertimbangkan sejumlah pertanyaan eksekutif sebagai berikut:
Apa yang terjadi jika saya melakukan X?

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 487


Apa yang terjadi jika saya tidak melakukan X?
Apa yang tidak terjadi jika saya melakukan X?
Apa yang tidak terjadi jika saya tidak melakukan X?
Terasa aneh dan lucu ya? Sebenarnya tidak juga. Jika kita
memperhatikan cara kerja otak, khususnya area prefrontal cortex dalam
menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan (fungsi eksekutif) maka
secara paralel akan terlihat bahwa ada tiga fungsi dengan sifat khusus
yang berjalan secara bersamaan. Sifat pertama adalah reward driven
approach –yang dipengaruhi oleh motif dasar untuk mendapatkan
kesenangan/pleasure yang antara lain diperankan oleh nukleus
akumben dan ventral tegmental area dan tentu terhubung dengan
sistem kendali emosi serta survival tools yang bersifat primordial (basic
instinct).
Sifat dari fungsi kedua yang berjalan paralel adalah value based
decision yang dikelola secara berkesinambungan oleh orbitofrontal
cortex dan ventromedial prefrontal cortex. Sedangkan fungsi ketiga
yang paralel dan terintegrasi adalah goal/achievement, objective aims
yang diperankan antara lain oleh kerja dari dorsolateral prefrontal
cortex dan korteks singulata anterior. Keputusan kita dapat menjadi
keputusan bijak ataupun keputusan picik bergantung pada posisi
tawar setiap komponen dalam “koalisi” keputusan.
Apakah “reward” yang mendominasi atau mungkin “tujuan” yang
menghegemoni? Apapun yang menjadi faktor penentu akan selalu ada
nilai di dalamnya. Di titik inilah nilai menjadi krusial. Karena nilai
dibangun oleh serangkaian mekanisme cerdas yang diarahkan untuk
mengekstraksi makna dari setiap aktivitas biologis.
Mengacu pada hipotesis dissipating driven adaptive organization
yang digagas Prof. Jeremy England dari MIT, pada prinsipnya setiap
aktivitas makhluk atau elemen semesta adalah bentuk menghilangkan
hambatan entropis agar energi dapat terus menerus tersirkulasi.
Contoh adalah terbentuknya model tornado saat ada daerah bertekanan
tinggi yang stagnan, maka tekanan diubah menjadi gerak rotasi yang
bersifat kinetik. Keping-keping salju membentuk struktur geometris
heksagonal agar dapat memantulkan cahaya matahari ke segala arah
secara multifaset.
Hipotesis Prof. England bahkan mulai diujikan juga pada pola-
pola pembentukan makro molekul organik seperti asam amino dan

488 — G.E.N.C.E.
asam nukleat. Dimana struktur-struktur tersebut pada gilirannya
akan menghasilkan mesin-mesin biologi yang dapat mengolah energi
rantai elektron menjadi panas/kalor yang secara akumulatif dapat
terkonveksi dan menyebar kembali ke semesta sebagai bagian dari
proses entropi.
Pendekatan lain dalam kerangka yang sama adalah teori
self organizing critically yang digagas Per Bak dan timnya. Teori
ini menunjukkan bahwa elemen-elemen di semesta memiliki
kecenderungan untuk membentuk organisasi yang paling efektif.
Contohnya adalah gugus pasir yang meski terhembus angin atau
terhempas ombak akan selalu membangun struktur yang adaptif
terhadap faktor pengubahnya.
Demikian pula dalam konsep geometri fraktal yang digagas
oleh Mandelbrot, di dalam ketidakteraturan terdapat keteraturan
yang teramat proporsional dan presisi. Setiap unsur seolah selalu
memiliki ukuran dan peran sehingga dapat saling mengisi dan
melengkapi. Bahkan, di tingkat atomik dapat diamati pola-pola
orbital dan keteraturan bersyarat yang mencerminkan stabilitas dan
keseimbangan. ***
Mengacu pada teori-teori tersebut muncul pertanyaan sangat
mendasar, bagaimana masa depan manusia dan semesta? Apakah
setiap proses dan perubahan yang terjadi di dalamnya adalah upaya
mencari konstelasi keseimbangan baru? Perubahan pola dan gaya hidup
akibat penetrasi teknologi yang sedemikian masif dalam kehidupan
tentulah akan mempengaruhi laju perubahan evolutif peradaban
manusia. Kurva dan siklus silih berganti terjadi dan keseimbangan
baru selalu terbentuk dengan tiga sifat dasar yang menjadi hipotesis
saya: substitutif, komplementatif, dan augmentasi.
Sifat prokreasi manusia yang semula didominasi dorongan
eksploitatif yang kerap berakhir dengan bencana antropogenik
(disebabkan oleh ulah manusia sendiri) perlahan tapi pasti mulai
tersubstitusi oleh teknologi yang bersifat ramah lingkungan. Ledakan
minyak bumi yang melahirkan berbagai moda transportasi beserta
bencana teknologinya, polusi dari emisi gas buang, insiden dan
accident , serta berbagai dampak akibat tingginya laju permutasi
manusia seperti pembukaan lahan untuk permukiman, bandara area
industri dan bisnis, serta fasilitas publik lainnya pada gilirannya akan
membebani alam melebihi rasio dayagunanya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 489


Kecerdasan dan kemampuan eksploitatif ini secara tidak langsung
terus meningkatkan jumlah manusia dan merubah keseimbangan
demografis. Kebutuhan primer seperti pangan dan perumahan
mendorong dieksploitasinya lahan-lahan yang semula diperuntukkan
sebagai hutan penghasil oksigen dan penjaga cadangan air serta habitat
bagi berbagai spesies yang berbagi ruang hidup bersama. Kebutuhan
pangan dan krisis energi yang mulai menjadi kekhawatiran bersama
merebak karena cepatnya informasi terdistribusi.
Era energi berbasis hidrokarbon sebentar lagi akan memasuki
masa senja, dan tak lama pula akan terbenam bersama malam. Maka
manusia mengerahkan segenap daya dengan prinsip kerja bersama
mengoptimalkan sumber daya yang ada (crowd sourcing) berupaya
keras melahirkan genre baru energi baru dan terbaharukan. Mulai dari
memanen hidrogen, cahaya matahari, air, sampai menangkap energi
gelombang telah dilakukan. Demikian pula masalah degradasi kualitas
bumi sebagai wahana hidup bersama, mulai diperbaiki juga dengan
bantuan teknologi.
Efisiensi lahan pertanian dilakukan dengan berbagai cara seperti
intensifikasi memanfaatkan konsep knowledge management yang pada
gilirannya melahirkan banyak inovasi seperti vertikultur, hidroponik,
aeroponik, digitalisasi pertanian dan produk pertanian, rekayasa
genetika bibit, sampai mulai diproduksinya berbagai produk pangan
dan peternakan berbasis pada pengembangan sel tunas. Baru-baru saja
dipublikasikan bahwa saat ini manusia sudah berhasil memproduksi
beberapa jenis daging tertentu di laboratorium.
Ini dapat dibayangkan seperti keajaiban printer 3D yang mampu
mencetak model 3D dengan konsep additive layer manufacturing dengan
menggunakan bahan dasar resin. Chuck Hull membuka mata kita
bahwa model 3D di komputer dapat maujud dalam bentuk nyata.
Konsep additive layer manufacturing bahkan membuka kemungkinan
manusia akan dapat mencetak organ tubuh 3D dengan bahan dasar
sel-sel punca yang disesuaikan dengan fungsi dan lokasi sehingga
terdiferensiasi dan mampu menjalankan fungsi-fungsi fisiologinya.
Revolusi digital yang telah terprediksi semenjak matematika, fisika,
dan kimia menjadi alat bedah potensi elemen-elemen kesemestaan,
menjadi keniscayaan sebagai bibit revolusioner saat bersinergi dengan
lahirnya kemampuan mengodifikasi arti melalui simbol (semiotika)

490 — G.E.N.C.E.
yang melahirkan bahasa lisan dan tulisan. Pada gilirannya kemampuan
mengomunikasikan pesan ini melahirkan interaksi kecerdasan yang
membidani hadirnya kecerdasan akumulatif.
Hadirnya kecerdasan akumulatif dan kolaboratif yang terstruktur
ini mendorong terciptanya banyak teknologi yang kemudian menjadi
faktor pengubah peradaban. Ditemukannya alat cetak (Guttenberg),
mesin uap, radio, telepon, sampai akhirnya lahir teknologi ICT yang
dapat mengerjakan hampir semua tugas manusia, membawa kita ke
dimensi baru peradaban (neo civilization). Jika dulu beberapa abad
manusia terjebak dalam perang fisik untuk memperebutkan sumber
daya yang dianggap menjadi sumber keamanan dan kenyamanan
(energi, pangan, dan komoditas bernilai tukar yang bersifat delusif
karena sistemnya diciptakan manusia sendiri), maka kini pertempuran
bergeser ke arah hibrid, asimetrik, dan melalui proksi. Dimana
semuanya terjadi dan berlangsung di dimensi virtual, alias bersifat
maya tapi dirasakan secara nyata.
Banjir dan tumpah ruahnya informasi tidak hanya mendorong
terciptanya potensi pengembangan teknologi secara eksponensial,
melainkan juga melahirkan bencana katastropik yang bersifat destruktif.
Bahkan bencana digital ini mungkin dapat menjadi salah satu bentuk
kiamat alternatif. Sementara bencana katastropik yang terjadi akibat
interaksi alam dengan manusia (kita sebut bencana karena sebenarnya
ada fenomena alam yang berdampak pada manusia) pada hakikatnya
adalah mekanisme normal yang sudah seharusnya terjadi sebagai
bagian dari berprosesnya alam (sunnatullah).
Letusan Toba Purba sekitar 76 ribu tahun lalu menghasilkan
keseimbangan baru berbagai unsur dan elemen alam, termasuk
berkurangnya populasi manusia dan terbentuknya komunitas penyintas
yang punya kapasitas serta kualitas daya tahan di atas rata-rata. Seleksi
alam mungkin bahasa kerennya. Gempa dan tsunami terjadi karena
pada dasarnya lempeng bumi seperti lempeng Indo-Australia dan
Eurasia memang masih terus bergerak sebagai bagian dari dinamika
geologis. Maka saat terjadi tumbukan dan adanya patahan naik, tidak
dapat dielakkan akan terjadi gempa dan juga tsunami.
***
Kembali ke konsep dan dampak revolusi digital, kemajuan ilmu materi
yang ditandai dengan semakin kompres dan kecilnya ukuran prosesor

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 491


ataupun integrated circuit/IC melahirkan banyak terobosan yang
kemudian dicirikan memiliki performansi fungsi berdaya guna tinggi,
berdaya tampung besar, berkecepatan tinggi, dan hemat catu daya.
Tak pelak prediksi Gordon Moore menjadi kenyataan dalam waktu
yang relatif sangat singkat. Kini kita melihat wearable device dan piranti
cerdas berbasis sistem otonom/autonomous system sudah menjadi
bagian keseharian kita. Internet of things dan M2M atau machine to
machine communication, telah menghadirkan peradaban baru dimana
peran strategis manusia mulai bergeser.
Adanya akumulasi data yang luar biasa besar yang terkumpul
melalui search engine ataupun penggunaan aplikasi yang dilengkapi
sistem penganalisis pola dan pattern pengguna hingga dapat
memberikan gambaran psikografi yang spesifik dan sangat mendekati
kenyataan, adalah fakta yang tak dapat begitu saja kita nafikan. Mesin
dan sistem tidak hanya mampu ditanamkan kecerdasan kognitif,
melainkan mampu mengembangkan diri melalui mekanisme knowledge
growing system, telah lahir genre learning machine yang mampu
menjalankan fungsi eksekutif untuk memprediksi dan mengambil
keputusan berdasar analisis data yang sangat akurat. Bahkan dengan
pola dan model matematika yang tepat (contoh pengembangan
pendekatan Bayesian) serta serial data yang memenuhi syarat cuplikan,
mesin dapat memprediksi dengan tepat hal-hal apa yang akan terjadi.
Kita akan berhadapan dengan mesin cenayang atau mesin waktu yang
seolah sudah dapat melihat apa yang terjadi di kemudian hari.
Kebanggaan kita sebagai manusia yang membangun sistem
melenakan kita dalam keyakinan bahwa mesin tidak akan pernah
menyamai keistimewaan manusia dalam hal mengembangkan nilai,
keyakinan, kecenderungan, atau perasaan. Sebenarnya keyakinan
tersebut perlu dievaluasi kembali, karena semua fungsi eksekutif
yang diperankan oleh area prefrontal cortex di otak manusia akan
dapat dikerjakan mesin, bahkan dengan kinerja yang lebih baik karena
adanya privilege berupa kondisi bebas distorsi. Kekuatan sekaligus
kelemahan manusia adalah emosi.
Apakah mesin kelak dapat memiliki emosi? Emosi mungkin
sekali bisa diciptakan melalui serangkaian model kompilasi data
dengan pembobotan peran peran perdata set hingga melahirkan
kecenderungan, keinginan, dan keberpihakan. Emosi bisa diciptakan

492 — G.E.N.C.E.
dengan catatan semua prasyaratnya terpenuhi. Yang masih menjadi
pertanyaan besar, juga ditanyakan pada saya oleh Dr. Richard Mengko
dari STEI-ITB, apakah mungkin komputer membangun kesadaran.
Sadar bahwa dia adalah makhluk atau entitas yang hidup dan memiliki
makna dalam hidupnya. Saya tidak yakin dalam hal ini, karena
semua kemungkinan terbuka. Karena saya juga belum mengenal
benar struktur anatomi kesadaran, apakah dia lahir dari akumulasi
pengetahuan, ataukah dia hadir sebagai konsekuensi kita lahir sebagai
makhluk yang diciptakan?
Fungsi analisis dan eksekutif mesin dapat melihat pola secara
cermat dan tidak bercela. Gabungan data dan pengetahuan yang
dipelajari serta dilatihkan dalam proses data training dengan lapis-lapis
pembelajaran yang berkesinambungan akan melahirkan kemampuan
prediktif berakurasi tinggi karena kehandalan sistem memori dan
ketepatan mendeduksi informasi. Contoh, kulkas pintar masa depan
tidak hanya bisa berbelanja online sendiri, melainkan juga dapat
menjadi dokter pribadi yang mampu mendiagnosa penyakit tuannya
bahkan jauh hari sebelum terjadi dengan melihat pola konsumsi dan
gaya hidup yang tercermin dari “isi” kulkas. Itu baru dari satu aspek
saja. Bagaimana kalau si kulkas terintegrasi dengan sofa cerdas, tempat
tidur, mobil, akun fintech, sensor di rumah cerdas dll, maka user akan
terpetakan dengan sangat detil dan model matematika prediktif dengan
berbagai pembobotan dan perhitungan simpangan akan segera bisa
dikerjakan. Walhasil peta jalan hidup kita akan “terbaca” oleh sistem.
Maka ada kemungkinan hidup kita di masa yang akan datang
akan ditentukan dan diselamatkan oleh kecerdasan mesin, yang
ironisnya kita ciptakan sendiri. Deep Learning yang mungkin ke depan
akan segera berevolusi menjadi Ultimate Learning dapat digambarkan
sebagai suatu mekanisme nyaris sempurna dalam menyadur kinerja
otak manusia, bahkan kedahsyatan powernya dapat dilipatgandakan
karena kapasitas mesin tentu saja bisa diamplifikasi dengan pendekatan
hardware. Ini bukan khayalan, pemecahan persoalan sistem kompleks
yang rumit kini dapat dikerjakan cepat dengan mengoptimalkan
resources di berbagai tempat untuk melakukan proses computing.
Soal-soal logika yang membuat kening manusia berkerut seperti
pertanyaan seperti berikut. Ada tiga orang penduduk sebuah kota
bertemu di rumah makan. Sebut saja nama ketiga orang tersebut:

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 493


Aceng, Budi, dan Cecep. Kita ingin tahu apa profesi mereka mereka
masing-masing. Tetapi data yang tersedia hanyalah penjelasan terkait
profesi dan pernyataan dari ketiga orang tersebut. Profesi ketiga orang
itu teridentifikasi sebagai Ustadz dengan ciri tidak pernah berbohong.
Lalu ada yang menjadi pedagang dengan ciri pernyataannya bisa jujur
bisa bohong. Dan profesi ketiga adalah penipu sehingga tentu saja
setiap pernyataannya dapat diasumsikan sebagai kebohongan.
Lalu pernyataan mereka masing-masing dapat disimak di sini:
Budi: menurut saya Aceng adalah Ustadz. Lalu Cecep berkata: saya
adalah pedagang. Dan Aceng mengatakan bahwa Cecep adalah
penipu. Mesin akan dengan cepat membangun model logika yang
mampu mengeliminir Budi dan Cecep dari profesi Ustadz dari struktur
pernyataannya sendiri. Cecep mendeclare bahwa dirinya pedagang,
dan itu berarti dia bukanlah Ustadz. Karena prasyarat yang melekat
pada Ustadz adalah jujur. Jika Cecep Ustadz maka dia akan berkata
saya adalah Ustadz, dan jika dia mengatakan bahwa dia pedagang
jelaslah dia bukan Ustadz. Sedangkan pernyataan Budi bahwa Aceng
adalah Ustadz, bisa salah sekaligus benar, tapi yang jelas dia bukan
Ustadz karena dia berkata Aceng adalah Ustadz terlepas dia bohong
atau jujur yang jelas pernyataan itu menegasikan bahwa Budi bukanlah
Ustadz. Jika Cecep dan Budi bukanlah Ustadz, profesi Ustadz pastilah
dijalani oleh Aceng.
Lalu bagaimana dengan dua profesi lainnya? Mudah saja! Mesin
akan segera menggunakan pernyataan Aceng yang jujur sebagai
petunjuk profesi selanjutnya. Karena Aceng yang Ustadz mengatakan
bahwa Cecep adalah penipu, maka itulah kenyataannya. Dan tentu
saja, Budi adalah pedagang, bukan hanya karena Cecep telah terbukti
sebagai penipu, tapi diperkuat juga dengan pernyataan sang penipu
bahwa dia adalah pedagang yang notabene bohong. Demikianlah cara
memecahkan masalah kompleks kompleks yang dengan amat mudah
dapat diolah mesin dalam waktu yang super cepat.
Bahkan dalam prinsip-prinsip dasar quantum computing yang
antara lain mengadopsi teori dan mekanisme quantum electro dynamic/
QED, prosesing data yang terjadi bukan saja mampu meniru otak
manusia dengan teori lateralisasi yang menghasilkan kinerja paralel
dua belahan otak, melainkan dapat membuat sistem augmentasi
yang memproses data secara paralel dalam waktu bersamaan

494 — G.E.N.C.E.
dengan menggunakan banyak pola dan model matematika. Silahkan
bayangkan kedahsyatannya.
***
Berdasarkan hal ini, saya membayangkan akan hadirnya spesies
hibrid antara manusia dan mesin. Tapi bisa jadi saya juga boleh
mendapuk diri sebagai Nostradamus baru jika sebagian saja prediksi
soal spesies baru ini benar. Mengapa? Karena saat ini saja wearable
device, surveilance system, algoritma motion magnification system yang
teramat peka dalam menganalisis perubahan, sampai dengan sensor
yang mampu memindai tidak hanya tanda dan gejala perubahan
lingkungan, tetapi juga tanda-tanda penting fisiologis manusia sudah
jamak ditemui dan digunakan dalam berbagai penelitian.
Jika kita asumsikan perkembangan ilmu material yang saat ini
sudah sampai pada tingkatan nano yang dapat dilihat antara lain
di carbon nano tube dan smart material yang tidak hanya sekedar
kecil melainkan juga punya sifat cerdas yang ditandai dengan
kemampuannya menyerap informasi, akan berkembang jauh lebih
pesat karena daya dukung informasi dan proses kolaborasi. Maka
dalam waktu dekat pula akan lahir berbagai sensor dan device baru
yang mungkin saja dapat langsung diimplankan di tubuh manusia.
Dulu saat konsep pace maker atau alat pacu jantung diperkenalkan,
mungkin tak banyak yang yakin bahwa teknologi itu dapat berjalan.
Akan tetapi, saat ini alat pacu jantung yang diimplan langsung di area
jantung adalah suatu keniscayaan.
Saya berkhayal akan datang suatu masa di mana teknologi
komunikasi tak memerlukan lagi piranti seluler seperti yang kita kenal
saat ini. Karena secara fisiologis semua data yang diterima indera
sesungguhnya adalah gelombang elektromagnetik dan mekanik yang
diubah menjadi biolistrik, maka jika ada nano device yang dapat
diimplankan langsung seperti susuk KB ke berbagai bagian tubuh,
manusia akan dapat mentransmisikan pesan dan data langsung dari
tubuhnya sendiri.
Catudaya bisa didapatkan dari optimasi potensial aksi dan
memanfaatkan energi kinetik serta hasil respirasi aerobik. Proses
amplifikasi sinyal dapat dilakukan dengan beacon-beacon khusus
di lingkungan yang secara selektif berdasar prinsip Fourier bisa
memfiltrasi dan memisahkan data dari berbagai sumber yang memiliki

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 495


“tag” atau karakter yang berbeda-beda. Konektivitas nirkabel yang
sudah merata dan menjamin kecepatan transmisi data saat inipun
sudah jadi kenyataan. Untuk melegitimasi otentisitas sumber transmisi
hingga dapat dipastikan berasal dari individu yang benar, kita bisa
menggunakan potensi DNA yang memiliki perbedaan spesifik di
rangkaian kode, khususnya di segmen-segmen short tandem repeated.
Mari kita bayangkan lahirnya suatu genre baru pola komunikasi
dan interaksi yang mungkin akan dinamakan human to machine
communication dan sebaliknya. Di mana konsep ini pada gilirannya
akan menghasilkan eliminasi dan reduksi berbagai device, siatem,
serta berbagai mekanisme ikutan yang dulu perlu dibangun
infrastrukturnya. Manusia akan mengoptimalkan utilitas mesin dan
mesin didesain untuk memahami manusia dan dinamikanya.
Bayangkan juga jika kolaborasi antara mesin dan manusia pada
saatnya akan menemukan solusi-solusi inovatif dalam memenuhi
kebutuhan bersama. Akan tercipta kolaborasi dan ko-kreasi berupa
terobosan inovatif hasil mengelaborasi super kognisi mesin dan
kebijaksanaan manusia. Mungkin akan tercipta sumber energi hayati
berskala elementer yang bisa dimurnikan dan disaring atau bahkan
disintesis tanpa mengeksploitasi alam sebagai sumber makanan
manusia. Soal nutrisi dan rasa terjaga, bahkan lebih optimal dari yang
bisa kita bayangkan. Demikian pula akan ditemukan sumber energi
baru dari pemanfaatan dark energy, perpetual motion, dan juga anti matter
melalui proses anihilasi dan banyak posibilitas lainnya. Demikian pula
kualitas hidup bisa ditingkatkan dengan DNA dan brain re-programming
yang langsung bekerja di tingkat metilasi dan sinaptogenesis misalnya.
Menyikapi kemungkinan prediksi futuristik tersebut dapat terjadi
di masa depan ada baiknya jika kita juga harus siap untuk berevolusi.
Membangun sistem dengan batas-batas yang memastikan bahwa
engine adalah tools untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesadaran.
Mengapa kesadaran? Karena kita akan punya capaian intelektualitas
luar biasa saat teknologi membantu kita mengatasi masalah domestik
dan kita punya waktu untuk berpikir dan mencari makna hidup.
Bahkan, dengan teknologi pula kita memiliki referensi dan refferal
system dari komunitas bahkan kosmis yang dapat digunakan untuk
mempelajari tujuan hidup. ***

496 — G.E.N.C.E.
DAFTAR PUSTAKA

Alfred Boediman. Artificial Intelligence Series: Fear Detected


(AI Series).
Avi Peled, MD. 2008. Neuro Analysis. Routledge London.
Bozzi et al. Neuroprotective Role of Dopamine against
Hippocampal Cell Death. Neuroscience 20, 8643-49,
2000
Brenda Kay Wiederhold. Cyber Psychology, Behavior and
Social Networking. Journal: Specila Issue on VR and
Pain. June 2014.
CB Insights. Tech Investing in Southeast Asia. September 7,
2017.
Charles Schmitt, Perennial Philosophy: From Agostino
Steuco to Leibniz, Journal of the History of Ideas. P. 507,
Vol. 27, No. 1, (Oct. – Dec. 1966)
CSIS. Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi,
dan Politik. Rilis dan Konferensi Pers “Survey
Nasional CSIS 2017”. Jakarta, 2 November 2017.
Daniel Geschwind and Jeffrey P. Gregg. Microarrays for the
Neurosciences: An Essential Guide. A Bradford Book,
The MIT Press.
David Niewolny. How the Internet of Things is Revolutionizing
Healthcare. (White Paper). freescale.com/healthcare.
Evian Gordon. Integrative Neuroscience: Bringing Together
Biological Psychological and Clinical Models of the
Human Brain. Harwood Academic Publishers.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 497


Genes, Environment and Human Behavior (Biological Science Curriculum
Study/BSCS). Colorado Springs.
Harada, T., Itakura, S., Xu, F., Lee, K., Nakashita, S., Saito, D. N.,
and Sadato, N. (2009). Neural Correlates of the Judgment of Lying:
A Functional Magnetic Resonance Imaging Study. Neuroscience.
Res. 63, 24–34. doi: 10.1016/j.neures.2008.09.010
Harenski, CL. Shane Antonenko, and K. Kiehl. 2008. Gender
Differences in Neural Mechanisms Underlying Moral Sensitivity.
Soc. Cogn. Affect. Neurosci. 3, 313–321. doi: 10.1093/scan/nsn026
Harenski, CL. and Hamaan, S. 2006. Neural Correlates of Regulating
Negative Emotions Related to Moral Violations. Neuroimage 30,
313–324. doi: 10.1016/j.neuroimage.2005.09.034
Hauser, MD. 2006. Moral Minds: How Nature Designed Our Universal
Sense of Right and Wrong. New York, NY: Ecco/HarperCollins
Publishers.
Haushofer, J., and Fehr, E. (2008). You shouldn’t have: your
brain on others’ crimes. Neuron 60, 738–740. doi: 10.1016/j.
neuron.2008.11.019.
Hamer, Dean. 2014. How Faith is Hardwired into Our Genes. Random
House. London UK.
John E. Kelly. Computing, Cognition and the Failure of Knowing. IBM.
Kathleen Taylor. 2004. Brainwashing: The Science of Thought Control.
Oxford University Press.
Keith D. Markman, et.al. (Ed.) 2013. The Psychology of Meaning. American
Psychology Association. Wahington DC.
Kenneth M. Heilman, et.al. Creative Innovation: Posible Brain Mechanism.
Neurocase. 29 April 2010.
KM. Woodbury-Harris and BM Coull (Ed.). 2009. Clinical Trials in the
Neuroscience. Karger.
Lesley K. Fellows. The Cognitive Neuroscience of Human Decision Making:
A Review and Conceptual Framework. Behavioral and Cognitive
Neuroscience Review.
Matthew D. Lieberman. The Brain’s Braking System. University of
California, LA.

498 — G.E.N.C.E.
Natasa Jikic-Begic. Cognitive-Bahvioral Theraphy and Neuroscience:
Towards Closer Integration. University of Zagreb, Croatia.
Nelson B. Inside Your Mind. Knowledge. Vol. 4 Issue 2, 2012.
Pascual L. et.al. How Does Morality Work in the Brain? A Functional
and Structural Perspective of Moral Behavior. J Integrative
Neuroscience. September 2012.
Philipe Taupin. 2007. The Hippocampus: Neurotransmission and Plasticity
in the Nervous System. Nova Biomedical Books, New York.
Richard H. Thaler & Cass R. Sunstein. Nudge: Improving Decisions About
Health, Wealth, and Happiness. Yale University Press. New Haven
& London.
Ronald Britton. 2015. Between Mind and Brain: Models of the Mind and
Models in the Mind. Karnac Books Ltd.
Sissela Bok. 2010. Exploring Happiness: From Aristotle to Brain Science.
Yale University Press. New Haven and London.
Suhono Harso Supangkat. Cyber to Physical System and Artificial
Intelligence for City (PPT). Smart City Living Lab. Institut
Teknologi Bandung.
Tauhid Nur Azhar. 2014. Your Brain in Bandung. Rumah Ilmu Publisher.
Bandung.
Tauhid Nur Azhar. 2004. Manusia Taqwim. Kampung DNA. Bandung.
Tauhid Nur Azhar. 2014. The Truth. Rumah Ilmu Publisher. Bandung.
Thalamocertical Pathways. Virtual Neuroanatomy. October 2nd, 2014.
The Nielsen Company. The New Trend Among Indonesia’n Netizen: How
and Where Digital Consumer are Watching Content Online. 26 July
2017.
The Nielsen Company. 2017. Indonesia Macroeconomy & FMCG
Update: “A Weakening of Consumer Purchase or Shifting Priority?”
The Omidyar Group. Is Social Media a Threat to Democracy? October 1,
2017.
Tim Wheelock. An Introduction to Human Neuroanatomy. Harvard Brain
Tissue Resource Center.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 499


500 — G.E.N.C.E.
Short Curiculum Vitae

TAUHID NUR AZHAR

Tauhid, adalah salah satu alumni terbaik


Universitas Diponegoro, Semarang. Merupa­
kan lulusan program Post Graduate Undip
dengan IPK cum laude 3,85. Beliau dikenal
karena kefasihannya berbicara mengenai
pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Comunication Skill, bahkan beliau juga
mumpuni dalam bidang pemrograman IT.
Perjalanan karirnya yang sudah melanglang
buana, serta beberapa penghargaan yang
telah beliau peroleh membuktikan kesuksesan
beliau dalam pengaplikasian ilmu yang telah didapat ketika duduk di
bangku perkuliahan.

“Terjebak” di Fakultas Kedokteran


Tauhid Nur Azhar ini, memulai perkuliahannya di Fakultas Kedoteran
Universitas Diponengoro pada tahun 1989. Kemudian pada tahun 2000
beliau menyelsaikan program masternya di Universitas yang sama.
Ketika awal masa perkuliahan di Fakultas Kedokteran Undip, beliau
merasa “terjebak” dengan jurusan yang sebenarnya tidak dinginkan.
Kondisi kritis perkuliahan tersebut beliau rasakan hingga akhir
semester 4 dan semua itu berubah ketika beliau mengingat kembali
mimpi orang tuanya yang sangat mengharapkan dirinya untuk
menjadi seorang dokter. Dengan ketekunan dan jiwa optimis lambat

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 501


laun beliau mulai mencintai ilmu kedokteran, bahkan beliau mampu
menjadi lulusan terbaik program Post Graduate Undip dengan IPK
cum laude 3,85. “Dalam ilmu Kedokteran, Allah menitipkan tanda-
tanda cinta-Nya yang apabila di telusuri, kita bisa menemukan bahwa
semua itu ada yang merencanakan. Sehingga kedokteran bisa menjadi
pondasi mengembangkan ilmu yang lain”. Tutur beliau.
Aktivis Organisasi
Ketika masih kuliah S1, Tauhid termasuk mahasiswa yang aktif
berorganisasi. Beliau pernah tercatat sebagai anggota senat FK Undip,
aktivis masjid As-Syifa, serta salah satu perintis cabang ASEAN Medical
Student Ascosiation International Undip. Dengan aktif diberbagai
organisasi, beliau mendapat banyak sekali ilmu diluar perkuliahan.
Dari ilmu kedokteran yang menjadi dasar keilmuan profesinya, lambat
laun beliau mulai mengembangkan kapasitas potensi diberbagai
bidang. Beliau banyak belajar dari biografi ilmuwan – ilmuwan timur
tengah terdahulu yang menguasai banyak bidang, seperti Ibnu Sina
yang tidak hanya ahli dalam bidang kedokteran tetapi juga ahli dalam
bidang matematika, ilmu pemerintahan, dan ilmu agama.
Karya untuk Negeri
Dokter serba bisa ini sangat produktif untuk berkarya. Hingga saat ini,
sebanyak 33 judul buku karangannya telah diterbitkan. Bukan hanya
itu saja, beliau juga aktif dalam berbagai bidang penelitian diantaranya
sebagai peneliti Bioteknologi di PAU-ITB dan Unpad. Beliau juga aktif
sebagai konsultan tesis dan disertasi di Undip, Unpad, ITB, UGM, UI,
UK Malaysia, Queensland University of Technology. Karya lainnya
adalah software Kalkulator Nutrisi untuk Balita, fungsinya sebagai
alat bantu hitung kadar nutrisi yang terkandung pada anak usia
dibawah lima tahun. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai mentor
utama Tim Gatotkaca dan Malabar yang sukses menjadi juara nasional
Imagine Cup Microsoft pada tahun 2011 dan 2012 dan sekaligus berhak
mewakili Indonesia di kejuaraan tingkat dunia.
Saat ini beliau berprofesi sebagai CEO Tauhid Institude serta
staff pengajar biopsikologi dan psikofisiologi di Universitas Kristen
Maranatha dan Universitas Islam Bandung. Beliau juga tergabung

502 — G.E.N.C.E.
dalam International Brain Research Organization (BRO), tim Research
and Development Telkom dan konsultan pendidikan dan perencanaan
PT.KAI. Tauhid Nur Azhar juga aktif menjadi trainer pembekalan
pensiun serta spiritual motivator di beberapa perusahaan BUMN dan
perusahaan swasta di Indonesia. Karena sangat mumpuni diberbagai
bidang ilmu, banyak orang yang tidak menyangka jika beliau adalah
seorang dokter.

BAMBANG IMAN SANTOSO

Mengikuti orangtua bekerja, masa kecilnya lama


di daerah Papua, yang dulu sempat dikenal
dengan nama: Irian Jaya. Pada awal kariernya
banyak berkecimpung di dunia eletronik,
baik di bidang telekomunikasi, komunikasi
data (network) maupun dunia broadcasting
(penyiaran). Berbagai institusi korporasi telah
banyak dibantu, baik perusahaan nasional
maupun multinasional. Mulai menjadi teknisi,
engineer, sampai menduduki posisi puncak GM
(General Manager) Divisi Teknik di salah satu perusahaan market
leader industri radio siaran berjaringan.
Lelaki separuh baya yang memiliki sepasang putra dan putri
ini, sangat gemar berolahraga seperti: pencak silat, berlari, berenang,
bersepeda sampai dengan berolahraga mewah: “playing golf” - hanya
sebagai sarana menjaga relasi dengan mitra dan para sahabatnya.
mulai tertarik dengan manusia sejak meneruskan program magister
manajemen dan terjun langsung ke bidang pemasaran sejak sepuluh
tahun yang lalu.
Sampai dengan hari ini, sosok yang gemar menikmati kuliner
dan lantunan musik - tidak hanya jazz, menikmati kebersamaannya
di antara komunitas pencinta ilmu neurosains, serta rajin bersosialisasi
dan aktif berorganisasi di lingkungan alumni sekolah dan tempat
kuliah-kuliah yang pernah dijajaki.
Untuk menjaga dan terus menambah wawasannya di bidang
teknik elektro, pria bersahabat ini hampir 4 tahun mulai mengajar
di salah satu universitas swasta di Jakarta tempat kelahirannya.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 503


Pengalaman bekerja menjadi direksi dan komisaris di perusahaan
terakhir tempat dia bekerja, memutuskan untuk mendirikan dan
menjalankan sendiri usaha-usahanya bersama istri tersayang.

ARWIN DATUMAYA WAHYUDI SUMARI

Beliau adalah peraih Lencana Adi Makayasa


sebagai lulusan terbaik Akademi Angkatan Udara
(AAU) tahun 1991 dan peraih Trofi Lulusan
Terbaik Majoring Elektronika AAU 1988-1991.
Dr. Arwin meraih gelar S-1 di bidang Elektronika
tahun 1995, S-2 di bidang Teknik Komputer
tahun 2008, dan S-3 bidang Teknik Elektro dan
Informatika tahun 2010 dari Sekolah Teknik
Elektro dan Informatika (STEI) ITB, semuanya
dengan predikat Cum Laude melalui program
Fast-track Doktor ITB.
Staf Ahli Desk Ketananan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional
(DKKICN) Kemenko Polhukam tahun 2015-2016 ini memiliki sertifikasi
sebagai Flight Simulator Instructor (F.S.I.), Flight Simulator Maintenance
Engineer (F.S.M.E.), Visual Database Modeling engineer (V.D.B.M.), System
Administrator (S.A.) untuk Full Mission Simulator F-16A Fighter Aircraft
dari masing-masing dari Thomson Training & Simulations Ltd., United
Kingdom dan Evans & Sutherland, Amerika Serikat, sertifikasi sebagai
Senior Radar Engineer (S.R.Eng.) untuk Weather Mobile Radar Meteor
500DX Hardware dari SELEX-Gematronix, Germany serta sertifikasi
Insinyur Profesional Madya (IPM) dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Kolonel Lek Dr. Arwin menyelesaikan Resident Indonesian Defense
Management Course (RIDMC), Defense Resource Management Institute,
Naval Postgraduate School, Monterey dan Senior Manager Course in
National Security Leadership, The National Security Studies Program,
The Elliot’s School of International Affair, George Washington University,
Washington DC, USA pada tahun 2014 secara berturut-turut. Menjadi
Secretary dan Speaker pada Network of ASEAN Defense and Security
Institution (NADI) cabang Universitas Pertahanan Indonesia dari 2013
sampai dengan 2015.

504 — G.E.N.C.E.
Dr. Arwin memperoleh beberapa penghargaan nasional dan
internasional diantaranya adalah Piagam Penghargaan Kertas Karya
Perorangan (Taskap) “Sastratama” dari Komandan Seskoau (2011),
Piagam Penghargaan sebagai Pembicara pada Seminar Interoperabilitas
TNI AD dari Kepala Staf TNI AD (2015), Commendation for the
Successfulness of NADI Workshop on Energy Security 2014 dari President
of National Defense College of the Philippines, Department of National
Defense, Republik Filipina (2015) dan Best Paper Award dalam the
Fourth International Conference on Advances in Computing, Electronics and
Communication (ACEC2016), Roma, Italia (2016).

Fokus penelitian Kolonel Lek Dr. Arwin adalah pada pembangunan dan
pengembangan teori, metode, dan aplikasi Cognitive Artificial Intelligence
for Defense and Security yang mencakup Knowledge-Growing System,
teknik-teknik probabilistik, dan sistem berbasis agen dan multiagen;
Cyberspace Operations; Information Operations; Cybersecurity; Modeling
and Simulation; dan teori, metode serta isu-isu yang berhubungan dengan
sektor Pertahanan-Keamanan. Hingga saat ini Kolonel Lek Dr. Arwin
juga Senior Researcher di Cognitive Artificial Intelligence Research Group
(CAIRG) STE ITB, dosen luar biasa di Perbanas Institute untuk Mata Kuliah
Cybersecurity, anggota Ikatan Alumni Pertahanan Indonesia-Australia
(IKAHAN), anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan anggota
Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) serta Program Chair Member Asian
Conference on Defence Technology (ACDT) sejak 2017.

Ketua Bidang Ketahanan Informasi Desk Cyberspace Nasional (DCN)


Kemenko Polhukam tahun 2016-2017 ini, bersama Prof. Dr. Ir. Adang
Suwandi Ahmad, DEA, IPU; Dr. Ir. Aciek Ida Wuryandari, M.T.; dan Prof.
Dr. Ir. Djaka Sembiring, M.Eng. menciptakan metoda baru di bidang
Artificial Intelligence yakni metoda fusi penginferensian-informasi A3S
(Arwin-Adang-Aciek-Sembiring) pada tahun 2009. Metoda ini menjadi
landasan perspektif baru dalam Artificial Intelligence yang disebut dengan
Cognitive Artificial Intelligence (CAI) dengan Knowledge-Growing
System (KGS) sebagai intinya. Metoda A3S dan KGS sedang dalam proses
untuk didaftarkan sebagai Hak Paten dan HAKI atas nama Prof. Dr. Ir,
Adang Suwandi Ahmad dan Dr. Arwin Datumaya Wahyudi Sumari.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 505


Dalam bidang akademik, Kolonel Lek Dr. Arwin telah
mempublikasikan lebih dari 170 karya ilmiah secara internasional dan
nasional dalam bentuk buku, jurnal, prosiding, dan materi workshop serta
seminar, menjadi pembicara dan moderator di berbagai konferensi dan
seminar nasional dan internasional, serta Steering Committee/Technical
Program Committee pada seminar dan konferensi internasional dan
nasional.
Jabatan terakhir Kolonel Lek Dr. Arwin Sumari adalah Analis
Kebijakan Rencana Kontinjensi Ekonomi, Deputi Bidang Politik dan
Strategi, Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas).

SUPRA WIMBARTI

Lahir, mengarungi masa anak-anak dan remaja,


menikah dan menapaki hari tua di Yogyakarta.
Tersisip kehidupan di Inggris dan bertahun-
tahun di Amerika memperdalam Psikologi.
Percaya bahwa tumpuan kesehatan (mental)
adalah masa kanak-kanak. Banyak membimbing
tesis dan disertasi pada topik adiksi video games
kaitannya dengan pelbagai aspek psikologis....
serta neurodevelopmental disorders pada anak-anak. Dia berkarir di
Fakultas Psikologi UGM sebagai anggota Kelompok Bidang Keilmuan
(KBK) Mind, Brain, and Performance.

SHELLY ISKANDAR

Mengenal dunia adiksi lewat


berbagai kursus dan pelatihan di
dalam dan luar negeri membuatnya
mendalami Psikiatri Adiksi di Unpad
dan Radboud University, Belanda.
Melihat pentingnya pemahaman
adiksi untuk promosi, prevensi,

506 — G.E.N.C.E.
terapi, dan rehabilitasi yang sangat penting untuk kualitas hidup
dirinya dan anggota keluarganya, dia terlibat dalam berbagai program
pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Saat ini, dia menjadi
ketua program studi Psikiatri Unpad.

BUDI SYIHABUDDIN

Lahir di Jakarta dan memutuskan untuk menetap


di Bandung. Menyelesaikan kuliah S1 dan S2 di
IT Telkom dan pernah berperan sebagai Mission
and System Designer untuk Satelit-Nano
Telkom University. Saat ini menjadi peneliti
di Center for Advanced Wireless Technology,
Telkom University, pada bidang teknologi
nirkabel masa depan. Dapat dihubungi melalui
email bsyihabuddin@gmail.com.

ANDHITA NURUL KHASANAH

Kesenangannya pada dunia anak dan di­­


namika kehidupan remaja mengan­tarkan­nya
untuk mendalami ilmu psikologi di Universi-
tas Padjadjaran.
Merasa terus perlu belajar, menyelami penge-
tahuan, dan mencari kebermanfaatan ilmu un-
tuk sesama, membuatnya memilih untuk men-
gabdikan diri dalam dunia pendidikan. Kini Ia
tengah mengabdikan diri di Universitas Islam
Bandung sebagai salah satu staf pengajar dan
berpraktik sebagai psikolog anak dan remaja
di salah satu klinik di kota Bandung. Dia kini tengah menjalani beberapa
riset mengenai anak, pengasuhan, juga tentang olah fisik dan pikiran
yang berdampak pada kesejahteraan diri dan kesehatan mental individu,
salah satunya melalui yoga.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 507


INSAN FIRDAUS

Lahir di Jakarta 34 tahun silam. Mengenyam Pendidikan


S1 Psikologi di UGM dan S2 Magister Profesi Psikologi
di Universitas Tarumanegara. Perkenalannya dengan
mind and brain science pada sebuah seminar ilmiah di
tahun 2013 membuatnya tertarik untuk mendalami
bidang cognitive therapy dan hubungannya dengan
neuroscience. Hal ini mampu merubah sudut
pandangnya terhadap perilaku manusia yang telah dia
pelajari selama di bangku kuliah.
Mendalami cognitive therapy di Cleveland Center for Cognitive
Therapy, USA dan tergabung di Academy of Cognitive Therapy, USA
sebagai international diplomate. Merasa memiliki banyak kekurangan
di area neuroscience, dia “berguru” secara informal dengan para pakar
neuroscience di dalam dan luar negeri. Selain itu, dia pun mendapatkan
kesempatan untuk belajar neuroscience melalui IBRO (International
Brain Research Organization).
Memulai karier sebagai psikolog di area penyalahgunaan zat dan
melakukan penelitian khususnya tentang otak adiksi serta aplikasinya
melalui Cognitive Therapy. Dia juga tertarik pada topik penelitian lain
seperti epigenetic, mind dan brain plasticity. Mengajar paruh waktu pada
fakultas Psikologi di beberapa universitas di Jakarta (2013-2015). Menjadi
Head of Center dari Personality Development Center (PDC) tempat di
mana dia bernaung untuk mengamalkan ilmunya.
Untuk memperdalam keilmuannya dalam bidang mind and brain
science, Insan Firdaus menempuh program Ph.D di Vrije Universiteit
Amsterdam Jurusan Clinical Neuro and Developmental Psychology.

DODY QORI UTAMA

Calon dokter yang malah menjadi dosen informatika karena buta warna.
Menyelesaikan S1 dalam bidang Informatika selama 3,5 tahun di STT
Telkom, Mas Dody melanjutkan studinya di ITB dalam bidang Biomedical

508 — G.E.N.C.E.
Engineering untuk mendapatkan
gelar master dan doktornya. Hal
ini dilakukan untuk menghidupkan
kembali mimpinya dalam bidang
kesehatan dengan membuat teknologi
berorientasi kesehatan. Ayah dua anak
ini sangat tertarik dengan teknologi
kesehatan sehingga memfokuskan
diri dalam bidang teknologi
kesehatan. Cita-cita terbesarnya adalah menghancurkan batasan-batasan
diskriminasi yang terjadi pada penderita buta warna. Untuk komunikasi
lengkap, Dody Qori Utama bisa dikontak di dodyqori@gmail.com atau
081220312439.‬‬

IAN AGUSTIAWAN

Bermula dari ketertarikannnya terhadap


buku, dia ingin menularkan semangat
positif yang sama untuk seluruh anak-
anak di Indonesia ini dengan startup yang
dibentuknya tiga tahun silam, sebuah
startup yang bermimpi besar untuk
membantu sekolah dan lembaga pendidikan
sederajat bertranformasi secara digital dan
meningkatkan literasi serta menginspirasi
semua orang yang ada di dalamnya.
Bagi dia, budaya membaca adalah salah satu pintu untuk
berkembang, menjadikan individu dan kelompoknya menjadi lebih
baik dan tentunya merupakan kunci utama dalam menyambut Generasi
Emas Indonesia 2045. Dalam kesehariannya, lelaki pecinta kopi dan
bike-touring ini menghabiskan waktu bersama tim startup-nya dan
berkolaborasi dengan beberapa stakeholder di dunia pendidikan.
Mari berkolaborasi membangun indonesia! Ian Agustiawan dapat
dihubungi melalui agustiawanian@outlook.com

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 509


ALILA PRAMIYANTI

Ibu satu anak ini adalah dosen dan peneliti di


Program Studi Ilmu Komunikasi, Telkom University,
Bandung. Ia menyelesaikan program sarjana di
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
dan program magister di Magister Manajemen
Komunikasi Universitas Indonesia. Saat ini ia
tengah melanjutkan studi S3 di Queensland
University of Technology, Australia. Ia tertarik untuk meneliti fenomena
sosial budaya di era digital terutama bagaimana keterkaitan perempuan
dengan perkembangan digital media dan bagaimana digital media dapat
digunakan sebagai medium untuk mengatasi ketidaksetaraan gender.

INA KURNIATI

Perjalanan karier profesionalnya dimulai di bank


asing yang ditekuni dalam waktu yang cukup
lama. Namun, ketertarikannya kepada teknologi
telah mengubah haluan kariernya sampai saat ini.
Tanpa berbekal pengalaman yang cukup, dia mulai
mempelajari bidang baru tersebut. Beruntung
pada saat itu teknologi mobile baru masuk ke
Indonesia, sehingga dia berkesempatan belajar
mengimplementasikan teknologi mobile di Indonesia untuk pertama
kalinya. Implementasinya dimulai dari perusahaan telekomunikasi,
korporasi, MTV mobile sampai dengan layanan Hello Doctor.
Beranjak dari pengalaman bekerja di beberapa perusahaan teknologi
membuatnya percaya akan kemampuan pengembang aplikasi lokal yang
mumpuni. Maka, saat ini dia ingin berbagi pengalaman dan menjembatani
kemampuan mereka dengan berbagai kesempatan yang ada melalui
INAISDEV, mimpinya akan lahir pengembang aplikasi yang berkelimpahan
dengan keterampilan, kecerdasan dan keikhlasan.

510 — G.E.N.C.E.
SANTI INDRA ASTUTI

Lahir di Magelang, 15 Agustus 1970. Mengikuti


ayah, berpindah-pindah dari Magelang,
Bandung, Medan, berkeliling Aceh, dan akhirnya
memutuskan menetap di Bandung. Terlibat
dalam dunia media sejak berkuliah di Fikom
Unpad jurusan Jurnalistik, dilanjutkan di Program
Magister Ilmu Komunikasi FISIP UI. Saat ini
tengah menempuh program Ph.D di School of
Communication, Universiti Sains Malaysia (USM) Penang.
Sempat mampir di dunia jurnalistik di Radio KLCBS Bandung, sejak
1996 mengajar paruh waktu di Stikom Bandung, mulai 1998 tercatat
sebagai dosen tetap Fikom Unisba bidang kajian Ilmu Jurnalistik dengan
spesialisasi Kajian Media dan Literasi Media.
Menjadi aktivis Literasi Media sejak 2006 dengan menggagas event Hari
Tanpa TV di Kota Bandung, founder Bandung School of Communication
Studies (2007), menjadi Board of Advisory Yayasan Pengembangan
Media dan Anak (YPMA) (2008 -...), founder Smoke Free Bandung (2015),
anggota Komite Litbang Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO)
dan penasihat Indonesia Hoaxbuster Bandung (2016 -...).
Ibu dari dua anak yang beranjak dewasa ini sangat hobby dengan olahraga,
travelling, nonton, merajut dan jajan dari seblak sampai ngopi.

NUGRAHA P. UTAMA

Otaknya selalu terpanggil untuk menjadi


seorang pengajar, dan dia adalah seorang
neurosaintis by training di National Institute
of Neuroscience, Japan selama 5 tahun untuk
coginitive, affective, dan vision. Dengan
spesialisasi pendidikan di computer science dan
intelligence systems yang didapatnya dari Tokyo
Institute of Technology, Japan membuat ayah

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 511


dan suami favorit dari anak dan istrinya ini berkelana hampir separuh
umurnya di luar negeri.
Setelah mencoba beberapa kali, berkat doa dan dukungan
semuanya, cita-cita sejak kecilnya menjadi dosen di almamaternya
dapat tercapai. Lelaki penikmat air mineral yang lebih suka dipanggil
Utama ini sangat berbahagia jika dia dapat membantu dan bekerjasama
sesuai keahlian yang dia kuasai. Computer science, intelligence
systems, dan neuroscience adalah topik yang dia gemari dan selami
hingga saat ini. Agar makin kenal, sapalah Utama melalui email di
utama@informatika.org

DUDDY FACHRUDIN

Kang Duddy, penggemar manga One Piece yang


pernah belajar di Teknik Perminyakan ITB akan
tetapi tidak diselesaikan dan beralih mendalami
psikologi di Unisba dan UGM. Kegiatan sehari-hari
belajar hidup mindful dan menulis di blog. Saat
ini Kang Duddy diberi kesempatan untuk belajar
bersama mahasiswa kedokteran yang cerdas-
cerdas di Fakultas Kedokteran Unswagati Cirebon.
Boleh disapa untuk sekedar berbagi cerita di: www.mindfulnesia.id
dan email: duddy.fahrifitria@gmail.com.

N. NURLAELA ARIEF

Lala Arief, demikian dia dipanggil, adalah lulusan Manajemen SDM dari
Universitas Padjadjaran (S1), Magister Business dari Institut Teknologi
Bandung (S2), dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran
Bandung (S3), Health Communications (on progress), serta English
Communications, Nanyang University Singapore.
Peraih Sertifikasi Accredited PR Practitioner (MIPR) dari Perhumas
Indonesia dan London School of PR dan Certified International dalam
bidang Sustainability Reporting dari NCSR dan GRI Belanda ini memiliki

512 — G.E.N.C.E.
pengalaman lebih dari 18 tahun, telah menduduki beberapa posisi
struktural dan strategis di perusahaan seperti Executive Secretary, Head
of Training Development, HR Service & Industrial Relations, Human
Resources Development, Public Relations dan saat ini sebagai Head of
Corporate Communications PT Bio Farma (Persero), Leading Vaccine
Manufacturer, perusahaan Bioteknologi, Produsen Vaksin dan Antisera
terbesar di Asia Tenggara, produk Vaksin yang dihasilkan telah digunakan
dilebih dari 130 negara di dunia. More info : www.biofarma.co.id
Wanita yang memiliki falsafah hidup “a never-ending learning, tulus,
ikhlas dan istiqomah” ini pun telah mendapatkan sejumlah penghargaan
selama menjalani kariernya dalam bidang humas, antara lain: (1) 6
Oktober 2016, Insan PR Indonesia, (2) 27 Oktober 2015 terpilih sebagai
Tokoh PR Inspirasional yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan
Pers (SPS) Pusat, (3) 2013, Terbaik ke 1-the best Public Relations Manager
BUMN se Indonesia dan memenangkan Piala dari Menteri Negara BUMN
saat itu, Dahlan Iskan, (4) 2006, Sebagai The Winner of Secretary Award,
Asia Pacific, dan Berbagai penghargaan dari Majalah MIX, meraih the Best
Social Campaign Program (Social Media), dan lain-lain.
Lala Arief kini menjabat sebagai Head of Corporate Communication PT
Bio Farma Persero, Ketua Perhimpunan Humas Indonesia (Perhumas)
Jawa Barat, Ketua Bidang Wilayah dan Sosial, Forum Humas BUMN,
Anggota IPRA (International PR Association), Member of GRI Community,
dan Ketua ISI JABAR, 2007-2010.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 513


Adang Suwandi Ahmad

Adang Suwandi Ahmad (ASA) meraih Sarjana


Teknik Elektro (Ir.) FTI, ITB pada Maret 1976.
Diplome Etude Approfondi Signaux et Bruits
(S-2) option Electronique diraih pada 1978
dari Universite des Sciences du Languedoc
Montpellier, France dan Docteur Ingenieur
Signaux et Bruits option Electronique dari
universitas yang sama Juli 1980.  ASA diangkat
menjadi Guru Besar ITB (Profesor) dalam
bidang Sistem Instrumentasi Elektronika Cerdas
pada tahun 2000. ASA juga memiliki beberapa sertifikasi kompetensi
diantaranyan adalah F-28 Avionics Maintenance Engineer dari Fokker,
Amsterdam The Netherland; Dosen Profesional bidang Elektronik dari
Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional dan
Insinyur Profesional Utama (IPU) dar Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

ASA pernah bertugas sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Elektro ITB (1989-
1992), Asisten Direktur bidang Rekayasa pada Pusat Pengembangan
Politeknik dan Program Diploma (P5D) Dikti, Ketua Pusat Penelitian
Antar Universitas (PAU) Mikroelektronika ITB (2001-2003), Ketua Pusat
Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi (2004-2005) dan Dekan
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB (2006-2010). Saat
ini menjabat sebagai Kepala Cognitive Artificial Intelligence Researh
Group (CAIRG), STEI ITB. Antara 1981-1998 ASA ditugaskan di PT. IPTN
dan terakhir mendapat penugasan sebagai Deputi Sistem Elektronika
dan Optronika Pusat Pengembangan Metoda, Teknologi dan Produksi
(PMTP) serta aktif pada pengembangan Sistem Avionik.  Pada 1990 ASA
mendirikan Intelligent System Research Group (ISRG) yang bergerak
dalam penelitian dan pengembangan Sistem berbasis Kecerdasan. ASA
pernah diangkat sebagai Anggota Non Organik Dislitbangau, Husein
Sastranegara oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara pada tahun 1992.
Dalam karirnya, ASA telah meraih beragam penghargaan baik dari
dalam maupun luar negeri yakni Professional: Top 100 Engineers 2012
dari International Biographical Center, Cambridge, England; Initiator of

514 — G.E.N.C.E.
Research Activities and Development of Research Culture dari Institut
Teknologi Telkom, Peneliti Terbaik tahun 2002 dari Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; dan
Bersama Kolonel Lek Dr. Ir. Arwin Datumaya Wahyudi Sumari, S.T., M.T.,
IPM bersama meraih penghargaan Best Paper Award dalam the Fourth
International Conference on Advances in Computing, Electronics and
Communication (ACEC2016), Roma, Italia tahun 2016.

Prof. Dr. Ir. Adang Suwandi Ahmad, DEA, IPU bersama Kolonel Lek Dr.
Ir. Arwin Datumaya Wahyudi Sumari, S.T., M.T., IPM; Dr. Ir. Aciek Ida
Wuryandari, M.T.; dan Prof. Dr. Ir. Djaka Sembiring, M.Eng. menciptakan
metoda baru di bidang Artificial Intelligence yakni metoda fusi
penginferensian-informasi A3S (Arwin-Adang-Aciek-Sembiring)
pada tahun 2009. Metoda ini menjadi landasan perspektif baru
dalam Artificial Intelligence yang disebut dengan Cognitive Artificial
Intelligence (CAI) dengan Knowledge-Growing System (KGS) sebagai
intinya. Metoda A3S dan KGS sedang dalam proses untuk didaftarkan
sebagai Hak Paten dan HAKI atas nama Prof. Dr. Ir, Adang Suwandi
Ahmad dan Dr. Arwin Datumaya Wahyudi Sumari. Penelitian ASA banyak
bergerak dalam bidang Sistem Instrumentasi Elektronika (Devices and
Systems), pembangunan dan pengembangan teori, metode, dan aplikasi
Cognitive Artificial Intelligence Science and Engineering yang mencakup
Knowledge-Growing System, Sistem Elektronika Cerdas/Kecerdasan
Tiruan, Keamanan Informasi, Bioinformatika dan Fusi Informasi serta
Sistem berbasis Kecerdasan..  Kerja sama penelitian dengan Dislitbangal
(1992) telah menghasilkan Simulator Olah Yudha.

Dalam bidang akademik, ASA telah mempublikasikan lebih dari 250 karya
ilmiah secara internasional dan nasional dalam bentuk buku, jurnal,
prosiding, dan materi workshop serta seminar, menjadi pembicara dan
moderator di berbagai konferensi dan seminar nasional dan internasional,
serta Steering Committee/Technical Program Committee pada seminar
dan konferensi internasional dan nasional. ASA telah menjadi Dosen tamu
di Sesko TNI sejak masih bernama Seskogab hingga saat ini.  ASA dapat
dihubungi pada alamat email adangSahmad@yahoo.com.

Membedah Anatomi Peradaban Digital — 515


516 — G.E.N.C.E.

Anda mungkin juga menyukai