Anda di halaman 1dari 3

LATIHAN TUGAS MANDIRI (LTM)

Nama Mahasiswa : Leni Nur Halizah


NPM : 2106714932
Program Studi : Sosiologi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Mata Kuliah/ Kelas : MPK Agama Islam
Nama Dosen : Ali Mudassir, M.P.d

RESUME KAJIAN
Islam berkaitan dengan kitab al-quran’an sebagai pedoman bagi setiap umatnya.
Dikarenakan al-qur’an tidak memerinci segala pembahasannya, hadis hadir sebagai
petunjuk tambahan untuk memudahkan umat muslim dalam memahami berbagai ajaran
agama islam. Misalnya, Al-Qur’an mewajibkan umat Islam untuk shalat dan zakat,
tetapi tidak dijelaskan secara rinci tata caranya. Oleh karena itu, terdapat hadis yang
menjadi tafsir atas Al-Qur’an. Salah satu ibadah yang sudah dijelaskan dalam al-qur’an
adalah mengenai wudhu. Sisanya dijelaskan lebih rinci oleh hadis dan kebiasaan-
kebiasan yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Namun, penjelasan dalam hadis mengenai ibadah-ibadah banyak yang
bervariasi. Misalkan mengenai cara Rasulullah bersujud. Berdasarkan hadis, Rasulullah
bersujud dengan lutut terlebih dahulu dan dengan tangan terlebih dahulu. Hal ini
membawa hikmah bahwa kita bisa memilih dari dua tata cara tersebut tergantung
dengan kondisi yang kita hadapi saat melaksanakan sholat.
Terdapat pula hal-hal yang bercorak Islam, tetapi tidak termaktub dalam al-
qur’an dan hadis. Misalnya adalah penggunaan bedug untuk penanda waktu shalat dan
halalbihalal. Keduanya bukan kegiatan yang disebutkan dalam al-qur’an dan hadis.
Namun, dua hal tersebut merupakan produk budaya lokal khas Indonesia yang bercorak
Islam. Keduanya tidak diharamkan karena tidak bertentangan dengan pokok-pokok
ajaran agama Islam dan makna kedua hal tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Bedug
dapat membantu masyarakat agar lebih mendengar panggilan shalat dan halalbihalal
dapat menjadi media silaturahmi yang diwajibkan dalam al-qur’an.
Contoh lain adalah mengenai syariat, yakni contohnya jenggot. Jenggot
merupakan salah satu kebiasaan Rasulullah. Hal ini menimbulkan pertentangan di
kalangan ulama. Ada yang mengatakan bahwa jenggot merupakan bagian dari syariat
dan ada yang mengatakan bahwa itu tidak menjadi bagian dari syariat. Oleh karena itu,
jenggot menjadi opsional bagi umat Islam. Boleh mengikutinya dan boleh tidak.
Hal yang lain adalah penggunaan alat transportasi. Zaman Rasulullah hidup,
tidak ada kendaraan seperti sekarang. Semua orang bepergian menggunakan unta dan
kuda. Lantas apakah boleh menggunakan unta dan kuda untuk bepergian di era ini
sebagai bentuk meneladani Rasulullah? Tentu saja boleh. Namun, kita tidak boleh
memaksa orang lain untuk menggunakan dua hewan itu sebagai alat transportasi karena
bukan merupakan hal yang diwajibkan oleh Al- Qur’an dan hadis.
Begitu pula dalam hal berpakaian. Umat Islam tidak diwajibkan untuk memakai
gamis sebagaimana yang dikenakan oleh umat muslim di wilayah Jazirah Arab. Sama
halnya umat islam tidak diwajibkan untuk menggunakan sarung sebagaimana yang
dipakai oleh muslim di Asia Tenggara. Pakaian lebih menyeret ke ranah budaya di mana
penggunaannya menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang dihadapi masing-
masing golongan. Patokan yang digunakan dalam Al- Qur’an dan hadis adalah pakaian
digunakan untuk menutup aurat-aurat yang telah dijelaskan.
Terakhir, mengenai kenegaraan. Al-Qur’an dan Hadis tidak menjelaskan dan
atau mewajibkan bentuk negara tertentu. Dalam sejarah peradaban Islam sendiri,
Rasulullah dan para khalifah menggunakan sistem kekhalifahan, sedangkan pada era
setelahnya umat Islam menggunakan sistem monarki. Lalu, di era modern ini bentuk
pemerintahan negara-negara Islam sangat beragam. Ada yang menggunakan sistem
monarki, republik, dan lain sebagainya. Patokan mengenai hal ini dalam Al-Qur’an
adalah sistem tersebut tidak membawa keburukkan dan bertentangan dengan ajaran
agama Islam.
Hadist dan Sunnah tentunya tidak akan terlepas dari ilmu-ilmu Islam karena pada
dasarnya dari sanalah semua sumber ilmu Islam. Aksara dan huruf-huruf hijaiyahnya
hadir dalam mendampingi seluruh muslim dan muslimat. Al-Qur’an pada dasarnya
tidak berdiri sendiri dan selalu memiliki pendamping. Maka disinilah letak hadist dan
sunnah-sunnah menjadi wajib dimana menjadi patokan seluruh umat muslim. Adapun
Hadist dan Sunnah adalah perkataan perbuatan dan persetujuan yang diberikan oleh
Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an membutuhkan hadist dikarenakan banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang
berbicara secara global (universal), biasanya berbentuk makna bias. Dimana kita
sebagai manusia seringkali mengartikan dan menafsirkannya ke dalam berbagai bentuk
dan rupa sehingga ditakutkan membuat kelalaian atau kesalahan. Ayat-ayat yang
universal ini tentunya dirincikan kembali melalui sunnah dan hadist. Sunnah dan hadist
inilah yang diharapkan nantinya dapat membantu para muslim dan muslimat dalam
menjalani kehidupan sehari-hari, beribadah kepada Allah dan berakhlaqul karimah.
Contohnya adalah tentang peragaan salat, tata cara salat, tata cara wudhu dengan baik
dan rinci, tentunya tidak memilki keterangan-keterangan ayat tertentu yang
menjabarkannya dengan jelas. Dari sinilah kita membutuhkan penyempurnaan dan
perincian lewat sunnah dan hadist. Begitu pula dengan zakat serta haji.
Al-Qur’an hanya memerintahkan untuk menyempurnakan haji dan umrah,
tetapi tidak dengan rincian ayat penjelasnya, tidak dengan tata cara. Maka dari itu disaat
Rasulullah masih ada, Rasul segera mempraktekkannya ke beberapa umatnya dan
umatnya segera melaksanakannya. Tentunya hal ini yang harusnya kita perhatikan dan
kita maknai ilmu-ilmunya sampai sekarang.
Pada masa itu, tentunya seringkali menimbulkan beberapa perdebatan dan
peselisihan, bahkan sampai sekarang. Pada saat itu Nabi memberi solusi. Dalam bidang
ibadah, terdapay kaidah yang menyatakan bahwa semua hal dipatokkan dengan kata
haram terlebih dahulu, jangan dilaksanakan dahulu sebelum adanya petunjuk lebih jelas
ataupun petunjuknya secara rinci. Apabila ada pernyataan langsung dari Nabi
Muhammad SAW bahwa hal itu boleh, sunnah atau wajib dilakukan, baru orang-orang
segera melaksanakannya sesuai denga napa yang Nabi perintahkan.
Namun, terkadang beberapa perkataan dan perlakuan Nabi Muhammad SAW
berbeda dengan hadistnya, dan beberapa golongan menjadikannya beberapa penafsiran. Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang menjadikannya hadist dhaif (belum tentu hal itu kuat
pernyataannya). Contohnya seperti pemakaian bedug sebagai alat pemanggil salat dalam
kebudayaan kita. Tentunya disini kita mengartikannya sebagai panggilan yang menandakan
sedikit lagi akan adzan dan tidak ada hadist yang melarang pemakaiannya. Begitu pula dengan
maulid Nabi Muhammad SAW yang biasanya diselenggarakan setahun sekali dalam
kebudayaan Indonesia. Maulid disini diisi dengan kegiatan belajar mengajar, apabila diartikan
maka tentunya hal ini adalah syariat, ada pula beberapa pengajaran yang mengisinya dengan
kegiatan ta’lim.
Disini, kita harus mengerti bidang-bidang apa saja yang sudah disepakati hukumnya
dan ruang mana yang masih diperselisihkan oleh para ulama. Respon terhadap persoalan
kontemporer ini beragam. Bahkan bagi para ulama masih mengeluarkan pendapat yang
berbeda-beda, tergantung kondisi dan tempat dari adanya penyelengaraan hal tersebut.
Mengapa hal-hal seperti ini masih dijadikan permasalahan? Karena pada dasarnya terdapat
beberapa hal yang tidak bisa ditolerir seperti hubungannya dengan ibadah.
Memahami Al-Qur’an dan hadist harus dipahami dengan betul konsep dan
kajiannya masing-masing. Masih banyak faktor yang bisa mempengaruhi pemahaman
seseorang atas Al-Quran termasuk sekuat apa komitmen seseorang untuk mewujudkan
kemaslahatan bersama baik sesama anggota keluarga masyarakat warga negara maupun
sesama makhluk Allah sebagai penghuni alam semesta. kemaslahatan semesta dan
kemaslahatan bersama dalam misi Al-Quran karena ini juga menjadi salah satu faktor
penting apakah sebuah pemahaman atas Al-Quran itu valid atau sesuai dengan jiwa Al-
Quran. Pemahaman tersebut haruslah sejalan dengan tauhid dan kemaslahatan semesta
yang mencerminkan kemuliaan akhlak manusia.

Anda mungkin juga menyukai