Anda di halaman 1dari 3

BUMI HANGUS LAUTAN NERAKA

(BANDUNG LAUTAN API)


BUMI HANGUS LAUTAN NERAKA
A. LATAR BELAKANG
1. SITUASI INDONESIA
Istilah Bang Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka
tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje
Bastaman menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit
Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje
Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan
Cimindi.

Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat


segera menulis berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api.”
Namun, karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul
berita diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api.”

Dalam peristiwa Bandung Lautan Api itu, hanya dalam waktu tujuh
jam sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka,
meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal
ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda
untuk menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer
dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Bandung Lautan Api (BLA) merupakan salah satu peristiwa
bersejarah bagi warga Bandung. Peristiwa yang terjadi pada 24 Maret
1946 itu merupakan tonggak sejarah yang dibangun oleh warga
Bandung demi membela tanah air. Saat itu para pahlawan terdahulu rela
berkorban dengan menghanguskan rumahnya sendiri agar tidak
diduduki oleh para sekutu dan Nederlandsch Indië Civil Administratie
atau Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) yang berniat
menguasai Bandung. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II di
kawasan Asia Pasifik oleh Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945
membuat semua jajahannya diambil alih Sekutu termasuk Indonesia.
Panglima Tertinggi Tentara Jepang di Jawa baru pada tanggal 21
Agustus 1945 secara resmi mengumumkan bahwa Jepang telah
menyerah kepada Tentara Sekutu.

Seminggu setelah proklamasi, para pemuda telah melakukan


penyerangan di sebuah Markas Jepang seperti di lapangan Tegallega
untuk memperoleh senjata. Pemerintahan Indonesia telah terbentuk,
beberapa alat kelengkapan negara juga sudah tersedia, tetapi karena
baru awal kemerdekaan tentu masih banyak kekukarangan. Pada
tanggal 15 September 1945 pasukan Sekutu datang ke Indonesia,
namun kedatangan Sekutu tersebut ditumpangi oleh Netherlands Indies
Civil Administration (NICA). Pasukan Sekutu tersebut mendarat di
Tanjung Priok dengan Kapal Chamberlain yang dipimpin oleh W.R.
Petterson.

Pada tanggal 29 September 1945 Tentara Sekutu/Inggris di bawah


pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christinson, Panglima Besar AFNET
telah mendarat di Jakarta pukul 10.00 WIB. Pada tanggal 30 September
1945, Presiden Republik Indonesia, berkaitan dengan kedatangan
Tentara Inggris di Jawa itu, mengumumkan agar rakyat jangan
menghalang halangi Tentara Sekutu/Inggris karena pendaratannya
semata-mata untuk kepentingan dan ketentraman umum.

2. SITUASI BANDUNG

Anda mungkin juga menyukai