Anda di halaman 1dari 6

C.

LAGU HALO – HALO BANDUNG


1. TERCIPTANYA LAGU “HALO – HALO BANDUNG”
Kota Bandung yang telah lama ditinggalkan dan sebelumnya
menjadi lautan api menginspirasi para pejuang untuk menciptakan sebuah
lagu yang membangkitkan semangat. Asal kata “Halo” diperoleh dari
penggunaan kata yang biasa digunakan saat melakukan panggilan telepon,
biasa diawali dengan kalimat sapaan 'Hallo!'. Untuk masa itu, melakukan
suatu panggilan telepon internasional merupakan suatu prestasi yang
sangat spektakuler. Panggilan telepon pertama itu langsung dilakukan oleh
Ratu Emma (ibu dari Ratu Wilhelmina) dari stasiun radio di Den Haag
(The Prague) di negeri Belanda. Sehingga istilah 'Hallo Bandoeng' menjadi
begitu sangat populer, khususnya di kalangan aristokrat Belanda dan para
pribumi yang mendapat pendidikan di sekolah - sekolah Belanda.
Namun ada yang mengatakan juga, bahwa hal tersebut
dicerminkan dengan penggunaan kata "Halo!" yang bermakna sapaan khas
pemuda dari Medan, Sumatera Utara, yang ditimbulkan dari pengaruh film-
film koboi dari Amerika yang sangat popular hingga sering diputar pada
saat itu. Kata “Halo” ini tidak langsung terangkai menjadi sebuah lagu
karena pada malam hari para pejuang sibuk bergerilya ke dalam kota.
Siang hari baru mereka memiliki waktu santai sambil menunggu malam
tiba. Saat itulah irama Halo-halo Bandung yang sudah tercipta dibahas
lagi. Para pejuang mencari inspirasi lirik berikutnya dan kebetulan ketika
itu Bandung menjadi Ibu Kota Keresidenan Priangan sehingga tercipta lirik
"Ibu Kota Periangan".
Lirik berikutnya merupakan ungkapan sebuah kenangan karena
kota Bandung yang sudah lama ditinggalkan menjadi kenangan bagi para
pejuang, maka terbentuk syair "kota kenang-kenangan" Lirik-lirik tersebut
mengalir dalam obrolan para pejuang. Pertemuan dengan para pemuda
Ambon yang tergabung dalam Pemuda Indonesia Maluku (PIM)
memberikan inspirasi baru karena pemuda Ambon yang lama tidak
bertemu dengan pejuang lain celetuk berkata "cukimai! sudah lama beta
tidak bertemu dengan kau!". Sapaan ini akhirnya dijadikan syair berikutnya
"sudah lama beta, tidak berjumpa dengan kau". Kota Bandung yang telah
dijadikan Lautan Api dan gerilya yang sering dilakukan pejuang di malam
hari dengan tujuan menyingkirkan NICA dari kota tersebut membuat para
pejuang yang multi etnis itu menutup lagu ini dengan lirik "sekarang telah
menjadi Lautan Api, mari bung rebut kembali". Maka jadilah lagu Halo-halo
Bandung. Semangat yang tak pernah pudar, meski tersingkir dari kotanya
sendiri. Semangat demi sebuah kedaulatan hingga rela kotanya dijadikan
Lautan Api. Peristiwa yang patut dikenang, bukan hanya oleh masyarakat
kota Bandung namun kita semua sebagai sebuah bangsa yang besar.
Bangsa yang menghargai jasa para
pahlawannya.

“Halo-halo Bandung, Ibu Kota Periangan


Halo-halo Bandung, kota kenang-kenangan
Sudah lama beta, tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi Lautan Api
Mari bung rebut kembali”

2. KONTROVERSI PENCIPTA LAGU HALO – HALO BANDUNG


Lagu Halo – Halo Bandung memiliki beberapa kontroversi
mengenai penciptaan ada polemik yang masih belum selesai hingga kini
mengenai pencipta Halo – Halo Bandung. Perdebatan tentang pencipta
lagu Halo-halo Bandung sudah lama terjadi. Sejumlah kalangan meyakini
lagu “Halo – Halo Bandung” adalah hasil karya komponis legendaris
Indonesia, Ismail Marzuki. Namun ada sebagian orang lainnya yang
beranggapan lain dengan berbagai argumen dan teori yang diajukan.
Berikut beberapa kontroversi mengenai penciptaan lagu “Halo – Halo
Bandung.”

a. ANGGAPAN LAGU DICIPTAKAN OLEH ISMAIL


MARZUKI
Sejauh ini, masyarakat Indonesia menganggap bahwa lagu
perjuangan tersebut merupakan ciptaan Ismail Marzuki berdasarkan
informasi dan bermacam sumber. Karena penciptaan lagu Halo – Halo
Bandung oleh Ismail Marzuki bisa dibilang sangat unik.
Keterlibatan Ismail Marzuki dalam memimpin Studio Orkes NIROM II
Bandung, membuat ia jatuh cinta pada Miss Eulis. Setelah bermukim di
Jakarta, ingatan akan kota Bandung menjadi kenangan indah,
sehingga tercipta lagu Halo Bandung dalam Bahasa Sunda. Sampai
pada bentuknya yang kita kenal sekarang, lagu Halo – Halo Bandung
ternyata  memiliki tiga versi.
Tidak kurang uniknya adalah sejarah lagu yang dikenal Halo –
Halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki. Karena mendapat tugas
memimpin Studio Orkes NIROM (Nederlandsch-Indische Radio Omroep
Maatschappij) II Bandung di Tegalega bersama Jan Snijders
dengan sederetan penyanyi Miss Lee, Miss Netty, Miss Annie Landauw,
Miss Nining dan juga Miss Eulis. Setelah bermukim kembali di Jakarta,
ingatan ke kota Bandung merupakan kenangan indah, sehingga
terciptalah lagu berjudul: Halo Bandung, juga dalam bahasa Sunda,
dengan syairnya sebagai berikut : 

“Halo – Halo Bandung, ibu kota Periangan


Halo – Halo Bandung, kota inget-ingetan
Atos lami abdi patebih, henteu patingal
Mugi mugi ajeuna tiasa tepang deui
'tos tepang 'teu panasaran.”
(Lagu & Sjair: Ismail MZ)

Dengan terjemahan sebagai berikut : 


    
“Halo – Halo Bandung, ibu kota Periangan;
Halo-halo Bandung, kota kenang-kenangan;
Sudah lama saya berjauhan, tidak terlihat; 
Semoga sekarang dapat jumpa lagi; 
Setelah jumpa, tidak penasaran.”
    
Di sini terbukti, lagu itu berjudul Halo Bandung, bukan Halo –
Halo Bandung, lahir sebagai rasa rindu yang sentimental. Di zaman
Jepang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, rasa rindu tetap
melekat. Di Perpustakaan Musik RRI Jakarta terdapat partitur lagu
Halo Bandung dalam bahasa Indonesia yang menurut katalog sebagai
ciptaan dan gubahan Ismail Marzuki. Katalog itu berasal dari NIROM.
Syairnya berbunyi sebagai berikut : 
    
“Halo – Halo Bandung, Ibu Kota Pasundan
Halo – Halo Bandung, kota kenang-kenangan
Lama sudah beta, ingin berdjumpa pada mu
S'lagi hajat dan hasrat masih dikandung badan
Kita 'kan djumpa pula.”
   
Selain itu ada sebuah duplikat dari partitur itu yang syairnya
diubah Ismail Marzuki dengan tulisan tangannya dan paraf Mz. Ada pun
bunyinya seperti yang dikenal sekarang : 

    
“Halo – Halo Bandung, ibu kota Periangan
Halo – Halo Bandung, kota kenang-kenangan
Sudah lama beta, tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api
Mari Bung rebut kembali.”

b. ANGGAPAN LAGU DICIPTAKAN OLEH C. SIMANJUTAK


Anggapan ini muncul dari buku-buku cetak sekolah maupun
sumber akademis yang kerap kali menuliskan bahwa Cornel
Simanjuntak, salah seorang pencipta lagu dan pahlawan nasional
Indonesia kelahiran Sumatera Utara, adalah pencipta lagu Halo – Halo
Bandung.

c. ANGGAPAN LAGU DICIPTAKAN OLEH BONA L. TOBING


Ibu Kasur, salah seorang tokoh komponis senior Indonesia,
mengatakan bahwa mendiang suaminya, Pak Kasur yang juga tokoh
komponis Indonesia, mengatakan bahwa lagu tersebut diciptakan oleh
seseorang bernama Tobing, menurut surat kabar Pikiran Rakyat edisi
yang sama.
Dalam buku Saya Pilih Mengungsi, Pestaraja Marpaung
menyatakan bahwa Bona L Tobing adalah orang yang pertama kali
mengucapkan "Halo! Halo Bandung!" yang menjadi sumber inspirasi
lagu tersebut. Seperti dikutip dari surat kabar Pikiran Rakyat yang sama
lagi.
Ceritanya, pada suatu malam di Ciparay, diselenggarakan
perayaan Batak. Di sana, disediakan pula sebuah panggung dan
memberikan kesempatan kepada pengunjung yang ingin
menyumbangkan lagu. Seorang pemuda Batak bernama Bona L.
Tobing, tiba-tiba menyapa, "Halo!" kepada Kota Bandung di kejauhan,
“Halo Bandung!”. Kemudian sapaan itu memiliki irama, “Halo-Halo
Bandung” seperti irama yang dikenal saat ini. Akan tetapi, irama itu
tidak selesai karena malam sudah larut.

d. ANGGAPAN LAGU DICIPTAKAN OLEH PARA PEJUANG


BANDUNG SELATAN
Di dalam buku “Saya Pilih Mengungsi”, Pestaraja Marpaung,
yang akrab dipanggil Bang Maung, menyebutkan bahwa lagu tersebut
bukan ciptaan perseorangan melainkan merupakan ciptaan bersama
para pejuang di Ciparay, Bandung Selatan, tanpa melihat asal-usul suku
bangsa. Hal tersebut dicerminkan dengan penggunaan kata "Halo!"
yang adalah sapaan khas pemuda dari Medan, Sumatera Utara, yang
ditimbulkan dari pengaruh film-film koboi dari Amerika yang sering
diputar pada waktu itu. Ditambah dengan penggunaan kata "beta",
bahasa daerah Ambon, Maluku, yang berarti "saya".
Berikut kutipan dari buku Saya Pilih Mengungsi tentang cerita
Pestaraja Marpaung mengenai penciptaan lagu Halo-Halo Bandung.
"Sebagai pejuang, Bang Maung pun turut menyusup ke Kota
Bandung, setiap malam, setelah peristiwa Bandung Lautan Api.
Siang hari tidak ada kerja. Jadi di Ciparay ini, anak-anak
Bandung dari Pasukan Istimewa tiduran. ‘Eh, lagu yang kemarin
itu mana? Halo! Halo Bandung! de-de-de— (berirama
menurun).’ Setelah lama, orang Ambon juga ikut. Pemuda
Indonesia Maluku itu, di antaranya Leo Lopulisa, Oom Teno,
Pelupessy. Sesudah Halo-Halo Bandung, datang orang
Ambonnya. Sudah lama beta! tidak bertemu dengan kau!’
Karena itu, ada ‘beta’ di situ. Bagaimana kata itu bisa masuk
kalau tidak ada dia di situ. Si Pelupessy-lah itu, si Oom Tenolah
itu, saya enggak tahu. Tapi, sambil nyanyi bikin syair. Itulah
para pejuang yang menciptakannya. Tidak ada itu yang
menciptakan. Kita sama-sama saja main-main begini. Jadi,
kalau dikatakan siapa pencipta (Halo-Halo) Bandung? Para
pejuang Bandung Selatan,” Ucapnya."

Anda mungkin juga menyukai