net/publication/341539878
CITATIONS READS
0 3,126
1 author:
Sufardi Sufardi
Syiah Kuala University
46 PUBLICATIONS 48 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN FUNGI SELULOLITIK TAHAN KEKERINGAN SEBAGAI PUPUK HAYATI SPESIFIK LOKASI TERHADAP KUALITAS BIOLOGI
TANAH DAN HASIL JAGUNG View project
All content following this page was uploaded by Sufardi Sufardi on 21 May 2020.
DIAGNOSA HARA
153
154 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.
(1) Sistem evaluasi yang didasarkan pada uji tanah (soil testing)
(2) Sistem evaluasi yang didasarkan pada analisis tanaman (plant analysis)
(3) Sistem evaluasi yang didasarkan pada pengujian hara hilang (berkurang)
(missing nutrient) seperti teknik percobaan omisi atau substraksi
(omission and substraction trials), dan teknik percobaan ekstraksi
(extraction trial), dan
(4) Percobaan sederhana pada lahan petani (simple trial on farmers field).
Keempat sistem di atas dapat dipilih satu, dua, atau seluruhnya
tergantung pada maksud dan tujuan dari evaluasi yang akan dilaksanakan.
Jika persoalan-persoalan evaluasi kesuburan tanah ingin diatasi secara cepat,
maka sistem ketiga dan ke empat dapat dipilih sebagai jawabannya. Akan
tetapi, nilai infromasi yang diperoleh lebih rendah (low informative value).
Namun jika ingin diperoleh penyelesaian masalah nutrisi secara lebih
kongkrit dan akurat, maka pendekatan dengan menggunakan sistem pertama
dan ke dua lebih sesuai. Secara menyeluruh dan komprehensif, penggunaan
ke empat sistem sekaligus secara berstruktur yang diawali dengan uji tanah,
hingga percobaan di lapangan sangat dianjurkan untuk mendapatkan
keakuratan dan ketepatan dalam memberikan rekomendasi. Dengan
perkataan lain cara komprehensif ini akan diberikan nilai informatif yang
lebih tinggi (high informative value).
Pada umumnya di negara-negara tropika jarang dijumpai pelaksanaaan
metode evaluasi kesuburan dan nutrisi tanaman yang efektif terutama
disebabkan oleh penggunaan pupuk yang tidak terlalu luas misalnya di
Afrika, sehingga sistem evaluasi kesuburan jarang diterapkan. Di Indonesia
sendiri pemakaian sistem evaluasi dalam penetapan rekomendasi hanya
terbatas pada daerah-daerah tertentu saja seperti di Jawa. Namun ironisnya,
hasil rekomendasi tersebut diberlakukan hampir seluruh penjuru tanah air
atau daerah dengan tingkat variasi yang sangat tinggi. Hal ini itu selain tidak
efektif, para pakar pemupukan menilai cara ini justru merugikan bagi petani
dan bahkan dapat menurunkan produktifitas tanah (Radjagukguk, 1989).
Selain sistem evaluasi yang telah dikemukakan di atas, sebenranya
masih ada beberapa teknis evaluasi non teknis yang dapat dilakukan untuk
mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan kesuburan tanah dan
nutrisi tanaman misalnya dengan mengumpulkan data sekunder tentang
situasi dan kondisi lahan seperti informasi jenis tanah, informasi dari
masyarakat petani, dan melalui pengamatan visual tentang keragaan tanaman
di lapangan atau gejala defisiensi hara (sympton defficiency) (Sufardi, 2010).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka tahapan diagnosa hara dan
penilaian kesuburan tanah dapat dilaksanakan sebagai berikut :
dengan cara ini. Oleh sebab itu, informasi dan pengalaman dari petani ini
cukup penting sebagai informasi awal di dalam penentuan langkah
berikutnya.
Menurut Mengel dan Kikrby (2007) informasi tentang kondisi
kesehatan ternak juga dapat membantu dalam menilai status unsur hara tanah,
karena ada korelasi antara kesehatan ternak dengan defisiensi beberapa unsur
hara, seperti :
a. Penyakit yang dikenal sebagai “steely wool desease” pada domba atau
penyakit yang ditandai dengan bulu domba yang mengeras (bagaikan
waja) timbul akibat rendahnya Cu dalam hijauan makanan ternak
(pasture). Hal ini mengindikasikan bahwa tanah di wilayah tersebut
bermasalah dengan unsur hara Cu (terjadi defisiensi Cu).
b. Defisiensi P pada lahan dapat berakibat turunnya fertilitas/kesuburan
ternak sapi atau kelainan pembentukan tulang (bone-deformity).
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa ada korelasi positif
antara produktifitas ternak dengan kandungan P di dalam tanah dan
pakan ternak karena unsur P ini sangat berperan di dalam pembentukan
jaringan produksi dan keturunan dari ternak. Terhadap tulang juga
terbukti bahwa unsur ini sangat penting sebagai penyusun tulang sama
halnya dengan fungsi P pada manusia. Oleh karena itu, jika indikasi ini
ditemukan pada hewan ternak, maka sangat boleh jadi di wilayah
tersebut terjadi kekurangan unsur hara P di dalam tanah.
c. Contoh yang lain adalah penyakit “molibdenosis” pada ternak akibat
defisiensi unsur molibdenum (Mo) pada rumput makanan ternak.
d. Fenomena serupa juga terjadi untuk penderita penyakit gondok yang
disebabkan karena rendahnya iodium dalam makanan yang sering
ditemukan di daerah pegunungan. Di wilayah pegunungan, selain karena
jauh dari laut, banyak tanah yang miskin akan iodium (I) sehingga
indikasi ini juga berkorelasi dengan status unsur hara di dalam tanah,
meskipun unsur I ini belum dikatakan sebagai unsur hara yang esensial
bagi tanaman.
e. Informasi lainnya, seperti di daerah gambut yang miskin hara, sering
terjadi pertumbuhan tanaman yang lebih baik pada tempat
pembongkaran seresah atau pembakaran sampah. Hal ini
mengindikasikan bahwa tanah gambut tersebut bersifat asam sehingga
dengan pembakaran serasah/sampah dapat mensuplai kation Ca dan/atau
Mg ke dalam tanah sehingga dapat mengurangi efek meracun asam-
asam organik sebagai penyebab keasaman tanah tersebut.
f. Pertumbuhan tanaman yang lebih baik di sekitar kawat telepon. Hal ini
terjadi karena kabel telpon mengandung Cu yang merupakan unsur hara
mikro yang esensial bagi tanaman. Adanya respon tersebut
mengindikasikan bahwa tanah tersebut bermasalah dengan ketersediaan
unsur hara Cu.
g. Pertumbuhan pinus yang dekat kawat berduri lebih baik, karena
mendapatkan Zn dari kabel tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tanah
tersebut kekurangan unsur hara Zn.
Mengamati sifat geologi dan jenis tanah juga merupakah langkah yang
baik untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kualitas lahan dan
status unsur hara tanah. Pengamatan dan cara ini dapat dilakukan dengan
metode survai yaitu dengan mengamati morfologi tanah atau dapat juga
dengan menggunakan informasi dari peta jenis tanah setempat. Jika suatu
wilayah telah tersedia peta jenis tanah detail, maka informasi geologi dan
jenis tanah ini akan lebih mudah diketahui. Sebelum tahun 1990-an informasi
jenis tanah ini tersedia di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam bentuk
Peta Tanah Tinjau sekala 1:250.000. Meskipun tidak detail, tetapi informasi
ini dianggap sudah cukup sebagai fakta awal. Namun jika suatu wilayah telah
dipetakan secara detail tentang jenis tanah menurut Klasifikasi Tanah USDA
(2002), maka informasi tentang gambaran kesuburan tanah akan dapat
diperoleh dari peta ini.
Sifat geologi ini kadang-kadang sangat spesifik pada suatu daerah,
misalnya :
a. Tanah yang ber-pH tinggi, status unsur mikro seperti Mn, Zn, Cu, dan
Fe biasanya rendah sebagaimana ditemukan pada tanah Grumusol
(Vertisol). Pada tanah dengan pH tinggi, kelarutan unsur-unsur mikro
tersebut rendah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah-tanah
tersebut sering terjadi defisiensi Fe, Mn, dan Zn.
b. Tanah bereaksi masam seperti Podsolik Merah Kuning, Latosol, Laterit
(Ultisol, Spodosol, Oxisol, sebagian Inceptisol), ketersediaan hara Ca,
Mg, Mo, dan P rendah. Pada tanah bereaksi masam fosfat (P), molibdat
(Mo), dan sulfat (S) umumnya rendah karena difiksasi oleh Al, Fe, dan
mineral liat tipe 1:1, dan oksida hidrat Al dan Fe (Sanchez dan Salinaz,
1981). Magnesium dan kalsium juga tidak tersedia karena
penyerapannya sering dihambat oleh tingginya konsentrasi ion Al dan Fe
pada kompleks pertukaran (Bohn et al., 1985).
c. Tanah dengan sifat-sifat “Andic” atau “andic soil properties” atau tanah-
tanah yang dulu dikenal sebagai Andosol (USDA, 2002: Andisol)
biasanya bermasalah dengan ketersediaan fosfat karena pada tanah ini
lapangan. Gejala daun di atas sangat spesifik pada jagung sehingga akan
sangat membantu dalam mengidentifikasi permasalahan nutrisi jika salah satu
fenomena daun tersebut ditemukan di lapangan. Penjelasan gambar di atas
adalah sebagai berikut :
1. Daun pertama dari kiri merupakan daun yang mengalami keracunan
unsur kimia sehingga tepi daun seperti terbakar.
2. Daun kedua dari kiri adalah daun yang mengalami serangan penyakit,
sehingga gejalanya sporadis dan seperti bercak-bercak.
3. Daun ketiga dari kiri adalah daun yang mengalami cekaman air (water
stress)
4. Daun keempat dari kiri adalah daun yang mengalami defisiensi
(kekurangan) magnesium (Mg)
5. Daun kelima dari kiri adalah daun yang mengalami defisiensi nitrogen (N)
6. Daun keenam dari kiri adalah daun yang mengalami defisiensi kalium (K)
7. Daun ketujuh dari kiri adalah daun yang mengalami defisiensi fosfor (P)
dan
8. Daun kedelapan dari kiri atau daun paling kanan adalah daun dengan
pertumbuhan yang normal atau sehat.
Gambar 6.1. Gejala defisiensi hara pada daun jagung akibat kekurangan
unsur tertentu dan akibat serangan penyakit dan kekeringan
(@Pearson education Inc. 2011, modifikasi penulis)
Gambar 6.2. Ilustrasi tentang gejala defisiensi daun pada tanaman yang
mengalami berbagai defisiensi unsur hara (modifikasi
penulis).
Sampel tanah yang akan diambil dibagi atas tiga macam sampel yaitu : (i)
sampel tunggal (single sample), (ii) sampel gabungan atau sampel komposit
(composite sample), dan (iii) sampel agregat utuh atau sampel tak terganggu
(undisturb soil sample).
1. Sampel Tunggal
Sampel tunggal yaitu sampel tanah yang diambil untuk keperluan
identifikasi sifat-sifat khusus pada tempat/lapisan tertentu, misalnya untuk
mengamati sifat-sifat morfologi lapisan horizon tanah dalam profil atau untuk
mengambil sifat-sifat khusus dari fisika tanah, misalnya untuk penetapan
Berat Volume (BV), permeabilitas, porositas tanah, atau pengambilan sampel
yang mencirikan sifat-sifat tertentu seperti gejala pirit, kongkresi atau karatan
atau identifikasi spesifik lainnya.
Cara pengambilan sampel secara komposit dapat dilihat pada Gambar 6.4.
dan Gambar 6.5. sedangkan metode land system dapat dilihat contonya pada
Gambar 6.6.
F. G.
A. K.
B.
E. L.
J.
I.
D.
C. N.
M.
H.
Misalnya :
Areal (ha) Sampel Kebutuhan Kits
0-100 6 1
> 100 12 2
b. Lahan yang tidak seragam (ununiform)
Pengambilan sampel pada lahan yang tidak seragam, harus didasarkan
pada satuan lahan yang dibuat terlebih dulu, misalnya dengan melihat bentuk
wilayah (lereng), jenis tanah, pola penggunaan tanah, dan drainase. Selanjutnya
intensitas pengambilan sampel tergantung luas setiap satuan lahan. Apabila
luas lahan kurang dari 10 hektar atau kurang dari 25 acre kits sampling dapat
digunakan untuk 2 atau 3 paddocks dan apabila jenis tanah dan pertumbuhan
seragam maka tanah minimum yang harus diambil adalah 2 sampel per
paddocks. Sampel-sampel tambahan perlu diambil jika jenis tanah dan
pertumbuhan terjadi perbedaan.
Misalnya :
Areal (ha) Sampel Kebutuhan Kits
0-50 6 1
50-150 12 2
> 150 18 3
c. Sampel untuk agregat utuh atau sampel tak terusik (undisturb soil sample)
Sampel tak terusik merupakan sampel tanah yang diambil untuk
pengamatan beberapa sifat fisika tanah aktual seperti untuk BV,
permeabilitas, porositas, dan sebagainya. Persoalan lain yang perlu
diperhatikan adalah ke dalaman pengambilan sampel. Kedalaman
pengambilan sampel sangat tergantung kepada tanaman yang akan
dibudidayakan. Menurut Wong (1971) secara umum sampel tanah dapat
diambil sedalam 15 cm sedangkan untuk tanaman-tanaman berperakaran
dalam diambil pada ke dalaman 30 cm. Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tempat pengambilan sampel. Sebagai contoh jika pupuk P telah
diberikan secara banding (setempat) maka pengambilan sampel tanahnya
adalah di antara jalur pemberian band.
Persiapan Sampel
A. Untuk Analisis Sifat Kimia Tanah dan Unsur Hara
Persiapan sampel dibedakan untuk tanah kering angin (air dry soil sample)
dan tanah basah (wet soil sample). Prosedur persiapan sampel untuk sampel
tanah kering angin adalah sebagai berikut :
1. Sampel diambil 0,5-1,0 kg per titik sampel dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang telah diberi label (no. Sampel).
2. Keringkan sampel didalam ruangan dan jangan kena sinar matahari.
Sangat Sangat
Parameter Rendah sedang Tinggi
rendah Tinggi
C-organik (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 1,01-5,00 > 5,00
N-total (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75
C/N <5 5 - 10 11 - 15 16 - 25 > 25
P2O5 (HCl 25%, mg/100 g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
P2O5 Bray I (ppm) < 10 10 - 15 15 - 25 26 - 35 > 35
P-Bray I (ppm) < 4,4 4,4 - 6,5 6,6 - 10,9 11 - 15,3 > 15,3
P2O5 Olsen (ppm) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
P-Olsen (ppm) < 4,4 4,4 - 10,9 11 - 19,6 19,7-26,2 > 26,2
K2O (HCl 25%, mg/100 g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
KTK (cmol kg-1) <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40
Kation-kation Basa :
Ca-dd (cmol kg ) -1
<2 2-5 6 - 10 11 - 20 > 20
Mg-dd (cmol kg ) -1
< 0,4 0,4 - 1,0 1,1 - 2,0 2,1 - 8,0 > 8,0
K-dd (cmol kg ) -1
< 0,1 0,1 - 0,2 0,3 - 0,5 0,6 - 1,0 > 1,0
Na-dd (cmol kg ) -1
< 0,1 0,1 - 0,3 0,4 - 0,7 0,8 - 1,0 > 1,0
Jumlah Kation (cmol kg ) -1
<5 5 - 10 11 - 15 16 - 20 > 20
Kejenuhan Basa (%) < 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70
DHL (mS cm ) -1
< 1,0 1,1 - 2,0 2,1 - 3,0 3,1 - 4,0 > 4,0
SO4 (ppm) <4 5 - 14 15 - 199 200 - 250 > 250
Cadangan mineral (%) <5 5 - 10 11 - 20 21 - 40 > 40
ESP (%) 2-9 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
Sgt masam masam Agk netral Agak Alkalis
masam alkalis
< 4,5 4,6-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 > 8,5
Tabel 6.10. Metode ekstraksi dan kriteria analisis unsur hara mikro tanah
Sangat Sangat
Unsur Agen Pengekstrak Rendah sedang Tinggi
rendah Tinggi
1N-NH4OAc pH 4,8 (ppm) <2 2-5 5 - 50 50 - 750 > 750
DTPA CaCl2 pH 7,3 (ppm) < 2,5 2,5 - 4,9 5 - 40 40 - 400 > 400
Fe
EDTA (ppm) < 1,5 1,5 - 5,0 6 - 19 20 - 500 > 500
Na-dithionit-sitrat (%) < 0,1 0,1 - 2,0 2,1 - 5,0 5,1 - 12 > 12
NH4OAc pH 4,8 (ppm) <1 1-5 5 - 19 20 - 40 > 40
0,05 M HCl + 0,025 M <5 5-9 10 - 20 30 - 50 > 50
Mn H2SO4 (ppm)
H-Quinon + NH4OAc (ppm) < 25 25 - 65 66-200 200-600 > 600
H2O (ppm) <2 2,0 - 4,0 4,1 - 9 10 - 25 > 25
1N-NH4OAc pH 4,8 (ppm) < 0,2 0,2 - 4,9 5 - 19 20 - 40 > 40
0,5 M EDTA (ppm) < 1,5 1,5 - 5,0 5,1 - 25 25 - 60 > 60
Cu 0,43 M HNO3 (ppm) < 3,0 3,0 - 6,0 6,1 - 40 41 - 100 > 100
1 M HCl (ppm) < 100 100-200 201 - 400 401-750 > 750
0,1 M HCl (ppm) < 0,1 0,1 - 2,0 2,1 - 4,0 4,1 - 10 > 10
1N-NH4OAc pH 4,8 (ppm) < 0,25 0,25 - 2,5 2,6 - 10 11 - 20 > 20
EDTA + (NH4)CO3 (ppm) < 1,4 1,4 - 3,0 3,1 - 12 13 - 24 > 24
Zn DTPA + CaCl2 pH 7,3 (ppm) < 0,5 0,5 - 1,0 1,1 - 11 12 - 25 > 25
0,1 M HCl (ppm) < 1,0 1,0 - 7,5 7,6 - 15 16 - 40 > 40
Dithizone+NH4OAc (ppm) < 0,3 0,3 - 2,5 2,6 - 6,5 6,6 - 17 > 17
NH4-Oksalat pH 3,3 (ppm) < 0,04 0,04 - 0,2 0,3 - 2,0 2,1 - 5,0 > 5,0
Mo
0,43 M HNO3 (ppm) <1 1-9 10 - 20 21 - 74 > 74
H2O panas (ppm) <1 1 - 1,5 1,6 - 30 21 - 40 > 40
B
Ekstrak jenuh (ppm) < 0,5 - 0,5 - 5,0 5,1 - 10 > 10
Co Asam Kuat (ppm) < 0,4 0,4 - 4,0 5 - 10 11 - 40 > 40
Cl Titrasi AgNO3
Si Larut asam (Trough) (ppm) < 50 50 - 75 76-150 151-300 > 300
16. Logam berat (Ni, Cd, Ag, Hg, Ce, Co, Pb, As, dll)
Penetapan logam-logam berat ini menjadi penting pada tanah-tanah
yang bermasalah dengan pencemaran (polusi) dan menjadi indicator
pencemaran lingkungan. Metode analisisnya mirip dengan metode analisis
unsur mikro namun ada juga beberapa unsur yang mempunyai metode
analisis tersendiri. Secara umum pengukuran total unsur limbah ini dapat
dilakukan dengan menggunakan AAS.
17. Titik Nol Muatan atau PZC atau ZPC (zero point of charge)
Titi muatan nol ini merupakan parameter khusus penciri muatan tanah
pada system koloid. Parameter ini digunakan pada tanah-tanah yang
mempunyai system liat muatan berubah (soils with variable charge clay).
Penentuan PZC ini biasanya dilakukan dengan membuat treatmen tanah
dengan beberapa variasi konsentrasi garam kemudian diukur perubahan pH
sehingga akan ditemukan suatu nilai pH yang menunjukkan jumlah muatan
posistif sama dengan muatan negatif yang disebut dengan titik nol muatan
(Uehara dan Gillman, 1981; Sufardi, 1999).
Laboratorium Analisis
Aspek analisis di laboratorium biasanya terkait dengan organisasi
laboratorium dan metode analisis (ekstraksi). Laboratrorium biasanya dapat
dibagi kepada dua, yaitu: (a) laboratorium pelayanan (service laboratory) dan
(b) laboratorium penelitian (research laboratory). Loboratorium pelayanan
dikembangkan khusus melayanan pesanan (order) sampel tanah sehingga
menggunakan metode analisis standar.
Suatu metode ekstraksi kimia harus memiliki 3 kriteria yang disebut kriteria
Bray, yaitu :
(1) Proporsional dengan bentuk hara tersedia
(2) Tepat dan akurat
(3) Berkorelasi dengan pertumbuhan tanaman.
Di laboratorium pelayanan, metode ekstraksi biasanya mencakup banyak
aspek (unsur) karena ingin melayani secara cepat sehingga disebut juga
analisis rutin. Misalnya menggunakan Ekstraksi Bray untuk analisis P, Ca,
Mg, K, Na, unsur mikro, dan KTK. Di laboratorium penelitian metode
analisis sangat beragam dan senantiasa terus dikembangkan sesuai dengan
perkembangan ilmu.
Prosedur Analisis
Di dalam analisis tanah terutama analisis kimia (unsur hara)
memerlukan beberapa perhatian khusus, seperti :
(1) Peralatan yang tersedia dan ketelitian alat.
(2) Bahan Kimia yang digunakan dan tingkat kemurniannya. Untuk ekstrak
harus digunakan jenis yang murni (pro-analisis) atau grade/concentrate.
(3) Konsentrasi pengekstrak (molaritas).
(4) Kesesuaian metode analisis dengan tujuan analisis dan jenis tanah.
(5) Persiapan sampel (tingkat kehalusan sampel, perbandingan sampel
dengan larutan ekstrak).
Penetapan Rekomendasi
Rekomendasi yang akan diberikan tergantung kepada beberapa
tujuan/Kegunaan misalnya :
1. Untuk Rekomendasi Dosis Pupuk
2. Status Kesuburan Tanah
3. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Budidaya, dan tanaman
lainnya
4. Evaluasi Kemampuan lahan
5. Penilaian Kualitas Tanah
Penetapan rekomendasi dosis pupuk dari hasil uji tanah bersifat sementara
karena masih diperlukan uji tanaman dan percobaan di lapangan. Untuk
penetapan rekomendasi dosis pupuk perlu disediakan beberapa informasi
tambahan, yaitu :
1. Jenis Tanaman apa yang akan diusahakan
2. Kebutuhan dan tingkat hasil yang ingin dicapai
3. Tekstur tanah dan KTK
4. Jenis Pupuk dan kandungan haranya
5. Efisiensi Hara dari Pupuk
contoh jika suatu tanah mempunyai KTK tanah sedang dengan KB rendah,
sementara kandungan C organik dan cadangan hara rendah, maka status
kesuburannya adalah rendah (kriteria No 20). Kriteria ini juga tidak
memasukkan nilai pH sebagai kriteria, padahal pH tanah bisa dijadikan
indikator kesuburan tanah dan nutrisi tanaman karena berhubungan erat
dengan kedua sifat tersebut.
a. Percobaan Sederhana
2. Percobaan Ekstraksi
Percobaan ini kebalikan dari percobaan substraksi, karena yang menjadi
kontrol adalah tanpa pemberian pupuk (tanah asli). Contoh penyusunan
perlakuan pupuk pada teknik percobaan ekstraksi ini dapat dilihat pada
Tabel 6.17.
Kedua percobaan di atas dapat dilakukan di rumah kaca atau di lapangan.
Percobaan teknik ini cocok dikembangkan di daerah yang pelayanan analisis
tanahnya terbatas atau yang menghendaki hasil evaluasi hara cepat.
Setelah dibuat percobaan dengan menggunakan tanaman tertentu maka
diamati respons hasilnya pada setiap perlakuan. Hasil terbaik di antara
perlakuan dapat dijadikan sebagai rekomendasi yang dapat dianjurkan kepada
masyarakat/petani. Kedua sistem tersebut sangat efektif diterapkan pada
wilayah-wilayah yang tidak memiliki sistem uji evaluasi sistematis atau tidak
memiliki perangkat pengamatan atau analisis yang standar secara teknis baik
dilapangan maupun di laboratorium. Keuntungan lain adalah metode ini cepat
dapat diterapkan di lapangan karena jika ingin dikaji setiap satu faktor hara,
maka akan membutuhkan waktu yang lama. Metode sederhana ini telah
berhasil dengan baik dikembangkan oleh FAO di negara-negara ketiga pada
masa dahulu terutama di Benua Afrika seperti di Ghana, Nigeria, Sudan, dan
di beberapa negara Amerika Latin (Sanchez, 1992).
a. Metode Kontinyu,
Cara ini merupakan model klasik yang didasarkan pada hukum
pertumbuhan hasil yang makin menurun (law of deminishing return).
Dalam model ini menggunakan fungsi seperti kuadratik, akar kuadrat,
logaritmik, dan persamaan Mitscherlisch. Model terbaik ditentukan
dengan melihat koefisien determinasi (R2) terbesar/teruji. Taraf optimum
diduga dengan persamaan regresi atau dengan perhitungan BC rasio.
2. Penerapan Rekomendasi
Penerapan rekomendasi hasil evaluasi kesuburan tanah dapat diarahkan
kepada tujuan, seperti :
a. Penerapan Dosis Pemupukan
b. Penentuan arah penggunaan lahan, atau
c. Peruntukan bagi Klasifikasi Kesuburan tanah.
6.6. Rangkuman
Diagnosa hara merupakan suatu proses untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi masalah-masalah unsur hara (nutrisi) yang dimulai dari
penilaian status unsur hara hingga penetapan rekomendasi pemupukan dan
pengelolaan daur hara bagi tanaman yang diusahakan. Dengan demikian,
maka tujuan dari diagnosa mencakup tiga hal, yaitu :
9. Uji multilokasi
10. Penetapan rekomendasi dan penerapannya
11. Penelitian/riset dan pengembangan.
Sebelum membuat rekomendasi pemupukan berdasarkan hasil analisis
tanah dan tanaman maka perlu dilakukan interpretasi hasil uji tanah dan
tanaman yang dilanjutkan dengan penerapan rekomendasi. Perlu diingat
bahwa jika dipakai untuk penetapan dosis pemupukan maka yang
direkomendasikan harus bersifat:
1. Spesifik lokasi/wilayah. Sebaiknya setiap perbedaan jenis tanah dan
iklim (agroklimat) harus mempunyai rekomendasi tersendiri.
2. Setiap tanaman harus mempunyai dosis rekomendasi tersendiri
3. Rekomendasi juga didasarkan pada tujuan pengelolaan tanaman.
4. Rekomendasi harus diperbaharui setiap 4-5 tahunan dan perlu dimonitor
setiap tahun.
5. Sebelum penerapan di lapangan, perlu disosialisasi terlebih dulu kepada
petani melalui sistem penyuluhan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan
(PPL) atau dinas terkait.
6.7. Glossarium
Bennette. 1976 In. In. P.A. Sanchez (1992) Properties and Management of
Soils in The Tropics. John Wiley and Sons. New York.
Blackmore, L.C., P.L. Searle, and B.K. Daly. 1987. Methods for chemical
analysis of soils. N.Z. Soil Bureau Sci. Rep. 80. Soil Bureau, Lower
Hutt, New Zealand.
Bohn, H.L., B.L McNeal, and G.A. O,connor. 1985. Soil chemistry. John
Wiley & Sons, New York
Cate-Nelson. 1965. In. P.A. Sanchez (1992) Properties and Management of
Soils in The Tropics. John Wiley and Sons. New York.
Chapman, H.D. 1978. Diagnostic Criteria for Plants and Soil. Univiversity of
California, Reverside.
Departemen Pertanian RI. 1997. Pedoman Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk
Tanaman Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Jakarta.
Donahue, M.L., W. Baver, and D. Reever. 1992. Soils and Soil Management.
John Wiley & Sons., New York.
FAO/CSR. 1976. Land Suitability Classification. Food and Agriculture
Organization. Soil Conservation Service. Rome.
Fits, S.E. 1974. Steps in Soil Fertility Evaluation. In. P.A. Sanchez.
Properties and Management of Soils in The Tropics. John Wiley and
Sons. New York.
Hidayat, A. 1978. Methods of soil chemical analysis. Publ. Japan
International Cooperation Agency (JICA) in the frame of the
Indonesia-Japan Joint Food Crop Research Program, Bogor.
Humber, R. 1973. Soil Testing and Plant Analisys. In. Soil Sci. Soc. of
America, Madison, WI.
ISRIC (International Soil Reference and Information Centre). 1987.
Procedure for soil analysis. 2nd. Ed. Wageningen, The Netherlands.
Jackson, M.L. 1973. Soil chemical analysis. Prentice-Hall of India Pvt., Ltd.,
New Delhi.
Jones, J.B. B. Wolf., and H.A. Mills. 1991. Handbook of Plant Analysis.
Mac.Micro Publ. Athens. 467 p.
Jones, J.B., Jr. 1985. Soil testing and plant analysis: Guides to the
fertilization of horticulture crops. Hortic. Rev. 7:1-67.
Landon, F. 1986. Soil Chemistry Analysis. McGraw Hill Publ. Toronto.
Mengel, K. dan E.A. Kirkby, 2007. Principles of Plant Nutrition. Inter.
Potash. Inst. 864 p.
P3MT (Program Peningkatan Pertanian Menunjang Transmigrasi). 1983.
Pertemuan Teknik Survey dan Pemetaan Tanah. Departemen Pertanian
RI. Jakarta.
PPT/Agroklimat.1993. Petunjuk Teknik Evaluasi Kesesuaian Lahan. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Pusat Penelitian Tanah (LPT) Bogor. 1983. Panduan Analisis Tanah.
Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.
Radjagukguk, B. 1989. Seputar Masalah Efisiensi Pemupukan pada lahan
Pertanian. Makalah Seminar. Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Rahman, A.R. 2005. Pengelolaan Tanah Gambut. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. RI, Jakarta.
Sanchez, P.A. 1992. Properties and management of soils in the tropics. John
Wiley & Sons, New York.
Sanchez, P.A., and P. Salinaz. 1981. Effect of lime on exchangeable Al and
corn growth. Soil Sci. 23:89-92.
Sufardi. 1991. Kajian perubahan status PZC, Al, Fe, dan P tanah bermuatan
terubahkan akibat pemberian pupuk hijau dan pupuk fosfat. Tesis S2.
Fakultas Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Waugh & Cate-Nelson. 1976. In. P.A. Sanchez (1992) Properties and
Management of Soils in The Tropics. John Wiley and Sons. New
York.
Wong, S. 1976. Soil sampling technics. In. P.A. Sanchez (1992) Properties
and Management of Soils in The Tropics. John Wiley and Sons. New
York.
Yash, K. 1998. Handbook of reference methods for plant analysis. Boca
Baton : CRC Press, 298 p.