Anda di halaman 1dari 45

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/341539878

BAB 6 - DIAGNOSA HARA

Book · May 2020

CITATIONS READS

0 3,126

1 author:

Sufardi Sufardi
Syiah Kuala University
46 PUBLICATIONS   48 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Genetic Improvement View project

EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN FUNGI SELULOLITIK TAHAN KEKERINGAN SEBAGAI PUPUK HAYATI SPESIFIK LOKASI TERHADAP KUALITAS BIOLOGI
TANAH DAN HASIL JAGUNG View project

All content following this page was uploaded by Sufardi Sufardi on 21 May 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BAB VI

DIAGNOSA HARA

D iagnosa hara menguraikan tentang teknik-teknik mendiagnosa


(mengevaluasi) status hara dalam tanah dan tanaman melalui
pendekatan sederhana, analisis tanah, analisis tanaman, dan percobaan
pemupukan serta menjelaskan teknik menyusun rekomendasi pemupukan.
Dengan membaca bab ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan teknik
melakukan diagnosa hara di dalam tanah dan tanaman.

6.1. Program Evaluasi (Diagnosa)

Diagnosa hara merupakan suatu proses untuk mengevaluasi dan


mengidentifikasi masalah-masalah unsur hara (nutrisi) yang dimulai dari
penilaian status unsur hara hingga penetapan rekomendasi pemupukan dan
pengelolaan daur hara bagi tanaman yang diusahakan.
Dengan demikian, maka tujuan dari diagnosa mencakup tiga hal, yaitu :
(1) Sebagai dasar dalam penentuan rekomendasi pemupukan pada lokasi
yang spesifik.
(2) Menyediakan informasi untuk perencanaan pengelolaan kesuburan tanah
dan manajemen tanaman
(3) Mengidentifikasi problema yang berkaitan dengan pengelolaan daur
hara.
Selain ketiga tujuan utama di atas, melalui evaluasi kesuburan tanah dapat
juga di tetapkan tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu atau
penggunaan tertentu dan membuat klasifikasikan tanah menurut kendala yang
menjadi pembatas penggunaan lahan sebagaimana yang pernah
dikembangkan di Brazil (Sanchez dan Salinaz, 1981).
Menurut Sanchez (1992), ada beberapa sistem yang dikembangkan
untuk mengevaluasi status kesuburan tanah dan nutrisi tanaman yaitu :

153
154 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

(1) Sistem evaluasi yang didasarkan pada uji tanah (soil testing)
(2) Sistem evaluasi yang didasarkan pada analisis tanaman (plant analysis)
(3) Sistem evaluasi yang didasarkan pada pengujian hara hilang (berkurang)
(missing nutrient) seperti teknik percobaan omisi atau substraksi
(omission and substraction trials), dan teknik percobaan ekstraksi
(extraction trial), dan
(4) Percobaan sederhana pada lahan petani (simple trial on farmers field).
Keempat sistem di atas dapat dipilih satu, dua, atau seluruhnya
tergantung pada maksud dan tujuan dari evaluasi yang akan dilaksanakan.
Jika persoalan-persoalan evaluasi kesuburan tanah ingin diatasi secara cepat,
maka sistem ketiga dan ke empat dapat dipilih sebagai jawabannya. Akan
tetapi, nilai infromasi yang diperoleh lebih rendah (low informative value).
Namun jika ingin diperoleh penyelesaian masalah nutrisi secara lebih
kongkrit dan akurat, maka pendekatan dengan menggunakan sistem pertama
dan ke dua lebih sesuai. Secara menyeluruh dan komprehensif, penggunaan
ke empat sistem sekaligus secara berstruktur yang diawali dengan uji tanah,
hingga percobaan di lapangan sangat dianjurkan untuk mendapatkan
keakuratan dan ketepatan dalam memberikan rekomendasi. Dengan
perkataan lain cara komprehensif ini akan diberikan nilai informatif yang
lebih tinggi (high informative value).
Pada umumnya di negara-negara tropika jarang dijumpai pelaksanaaan
metode evaluasi kesuburan dan nutrisi tanaman yang efektif terutama
disebabkan oleh penggunaan pupuk yang tidak terlalu luas misalnya di
Afrika, sehingga sistem evaluasi kesuburan jarang diterapkan. Di Indonesia
sendiri pemakaian sistem evaluasi dalam penetapan rekomendasi hanya
terbatas pada daerah-daerah tertentu saja seperti di Jawa. Namun ironisnya,
hasil rekomendasi tersebut diberlakukan hampir seluruh penjuru tanah air
atau daerah dengan tingkat variasi yang sangat tinggi. Hal ini itu selain tidak
efektif, para pakar pemupukan menilai cara ini justru merugikan bagi petani
dan bahkan dapat menurunkan produktifitas tanah (Radjagukguk, 1989).
Selain sistem evaluasi yang telah dikemukakan di atas, sebenranya
masih ada beberapa teknis evaluasi non teknis yang dapat dilakukan untuk
mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan kesuburan tanah dan
nutrisi tanaman misalnya dengan mengumpulkan data sekunder tentang
situasi dan kondisi lahan seperti informasi jenis tanah, informasi dari
masyarakat petani, dan melalui pengamatan visual tentang keragaan tanaman
di lapangan atau gejala defisiensi hara (sympton defficiency) (Sufardi, 2010).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka tahapan diagnosa hara dan
penilaian kesuburan tanah dapat dilaksanakan sebagai berikut :

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 155

(1) Pengumpulan infromasi awal (langkah-langkah pendahuluan)


(2) Pengamatan visual (survai lapangan)
(3) Uji Mikrobiologis
(4) Evaluasi secara teknis, yaitu :
a. Uji tanah (soil testing)
b. Uji tanaman (plant analysis)
c. Percobaan pemupukan (laboratorium, rumah kaca, dan lapangan)
(5) Interpretasi data dan penetapan rekomendasi sementara
(6) Uji multilokasi
(7) Penetapan rekomendasi dan penerapannya
(8) Penelitian/riset dan pengembangan.
Adapun penjelasan lebih jauh mengenai tahapan evaluasi dan diagnosa
hara dapat dijelaskan pada sub bab berikut.

6.2. Pengumpulan informasi awal (langkah-langkah awal)

Pengumpulan informasi awal meskipun tidak sistematis tetapi dinilai


cukup penting untuk mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan
dengan status hara dan masalah-masalah yang berkaitan dengan nutrisi
tanaman dan kesuburan tanah. Langkah-langkah awal yang dapat dilakukan
untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang lingkungan
setempat melalui pengamatan-pengamatan sederhana, misalnya :
a. Mengumpulkan data sekunder
b. Mewawancarai petani/pemda setempat
c. Menggunakan informasi kesehatan ternak
d. Menggunakan informasi jenis tanah dan lain-lain.
Pengumpulan data sekunder dapat dilakukan misalnya dengan
melakukan kunjungan ke Dinas terkait untuk mendapatkan data sekunder
berupa laporan kerja, laporan tahunan, atau publikasi penelitian dan data
statistik yang berkaitan dengan pertanian dan pengelolaan tanah atau dapat
pula dengan melakukan pencarian data di Perpustakaan dan internet. Saat
sekarang dengan kemajuan teknologi dan informasi telah banyak publikasi
yang ditempatkan di dalam media elektronit (internet) sehingga akan
memudahkan untuk mendapatkan informasi awal tentang kondisi lingkungan
di suatu daerah termasuk tentang keadaan pertanian dan kesuburan tanah.
Informasi awal juga dapat diperoleh dengan melakukan wawancara langsung
dengan petani setempat atau penyuluh pertanian lapangan (PPL). Petani
biasanya lebih tahu tentang persoalan-persoalan yang dihadapi karena
didasakan pada pengalaman bertani mereka, namun biasanya mereka tidak
semua masalah bisa diatasi karena keterbatasan ilmu dan keahlian.
Pengalaman mereka dalam penyelesaian persoalan lebih bersifat trial and
error (coba-coba), walaupun sebagian persoalan dapat mereka pecahkan

BAB VI DIAGNOSA HARA


156 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

dengan cara ini. Oleh sebab itu, informasi dan pengalaman dari petani ini
cukup penting sebagai informasi awal di dalam penentuan langkah
berikutnya.
Menurut Mengel dan Kikrby (2007) informasi tentang kondisi
kesehatan ternak juga dapat membantu dalam menilai status unsur hara tanah,
karena ada korelasi antara kesehatan ternak dengan defisiensi beberapa unsur
hara, seperti :
a. Penyakit yang dikenal sebagai “steely wool desease” pada domba atau
penyakit yang ditandai dengan bulu domba yang mengeras (bagaikan
waja) timbul akibat rendahnya Cu dalam hijauan makanan ternak
(pasture). Hal ini mengindikasikan bahwa tanah di wilayah tersebut
bermasalah dengan unsur hara Cu (terjadi defisiensi Cu).
b. Defisiensi P pada lahan dapat berakibat turunnya fertilitas/kesuburan
ternak sapi atau kelainan pembentukan tulang (bone-deformity).
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa ada korelasi positif
antara produktifitas ternak dengan kandungan P di dalam tanah dan
pakan ternak karena unsur P ini sangat berperan di dalam pembentukan
jaringan produksi dan keturunan dari ternak. Terhadap tulang juga
terbukti bahwa unsur ini sangat penting sebagai penyusun tulang sama
halnya dengan fungsi P pada manusia. Oleh karena itu, jika indikasi ini
ditemukan pada hewan ternak, maka sangat boleh jadi di wilayah
tersebut terjadi kekurangan unsur hara P di dalam tanah.
c. Contoh yang lain adalah penyakit “molibdenosis” pada ternak akibat
defisiensi unsur molibdenum (Mo) pada rumput makanan ternak.
d. Fenomena serupa juga terjadi untuk penderita penyakit gondok yang
disebabkan karena rendahnya iodium dalam makanan yang sering
ditemukan di daerah pegunungan. Di wilayah pegunungan, selain karena
jauh dari laut, banyak tanah yang miskin akan iodium (I) sehingga
indikasi ini juga berkorelasi dengan status unsur hara di dalam tanah,
meskipun unsur I ini belum dikatakan sebagai unsur hara yang esensial
bagi tanaman.
e. Informasi lainnya, seperti di daerah gambut yang miskin hara, sering
terjadi pertumbuhan tanaman yang lebih baik pada tempat
pembongkaran seresah atau pembakaran sampah. Hal ini
mengindikasikan bahwa tanah gambut tersebut bersifat asam sehingga
dengan pembakaran serasah/sampah dapat mensuplai kation Ca dan/atau
Mg ke dalam tanah sehingga dapat mengurangi efek meracun asam-
asam organik sebagai penyebab keasaman tanah tersebut.

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 157

f. Pertumbuhan tanaman yang lebih baik di sekitar kawat telepon. Hal ini
terjadi karena kabel telpon mengandung Cu yang merupakan unsur hara
mikro yang esensial bagi tanaman. Adanya respon tersebut
mengindikasikan bahwa tanah tersebut bermasalah dengan ketersediaan
unsur hara Cu.
g. Pertumbuhan pinus yang dekat kawat berduri lebih baik, karena
mendapatkan Zn dari kabel tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tanah
tersebut kekurangan unsur hara Zn.
Mengamati sifat geologi dan jenis tanah juga merupakah langkah yang
baik untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kualitas lahan dan
status unsur hara tanah. Pengamatan dan cara ini dapat dilakukan dengan
metode survai yaitu dengan mengamati morfologi tanah atau dapat juga
dengan menggunakan informasi dari peta jenis tanah setempat. Jika suatu
wilayah telah tersedia peta jenis tanah detail, maka informasi geologi dan
jenis tanah ini akan lebih mudah diketahui. Sebelum tahun 1990-an informasi
jenis tanah ini tersedia di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam bentuk
Peta Tanah Tinjau sekala 1:250.000. Meskipun tidak detail, tetapi informasi
ini dianggap sudah cukup sebagai fakta awal. Namun jika suatu wilayah telah
dipetakan secara detail tentang jenis tanah menurut Klasifikasi Tanah USDA
(2002), maka informasi tentang gambaran kesuburan tanah akan dapat
diperoleh dari peta ini.
Sifat geologi ini kadang-kadang sangat spesifik pada suatu daerah,
misalnya :
a. Tanah yang ber-pH tinggi, status unsur mikro seperti Mn, Zn, Cu, dan
Fe biasanya rendah sebagaimana ditemukan pada tanah Grumusol
(Vertisol). Pada tanah dengan pH tinggi, kelarutan unsur-unsur mikro
tersebut rendah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah-tanah
tersebut sering terjadi defisiensi Fe, Mn, dan Zn.
b. Tanah bereaksi masam seperti Podsolik Merah Kuning, Latosol, Laterit
(Ultisol, Spodosol, Oxisol, sebagian Inceptisol), ketersediaan hara Ca,
Mg, Mo, dan P rendah. Pada tanah bereaksi masam fosfat (P), molibdat
(Mo), dan sulfat (S) umumnya rendah karena difiksasi oleh Al, Fe, dan
mineral liat tipe 1:1, dan oksida hidrat Al dan Fe (Sanchez dan Salinaz,
1981). Magnesium dan kalsium juga tidak tersedia karena
penyerapannya sering dihambat oleh tingginya konsentrasi ion Al dan Fe
pada kompleks pertukaran (Bohn et al., 1985).
c. Tanah dengan sifat-sifat “Andic” atau “andic soil properties” atau tanah-
tanah yang dulu dikenal sebagai Andosol (USDA, 2002: Andisol)
biasanya bermasalah dengan ketersediaan fosfat karena pada tanah ini

BAB VI DIAGNOSA HARA


158 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

adsoprsi P oleh mineral alofan dan imogolit (fraksi-fraksi amorf) sangat


tinggi (P-retention > 92 %) sehingga unsur P bermasalah pada tanah ini
walaupun secara fisik tanah ini sangat baik bagi pertumbuhan tanaman
(Wada, 1986).
d. Tanah rawa dan Gambut (Histosol), sering terjadi defisiensi Cu, dan
keracunan pirit (seperti pada jenis tanah Sulfaquept) serta sering terjadi
keracunan metan dan asam-asam organik (phenolic acids) (Rahman,
2005).

6.3. Pengamatan visual (survai lapangan)


Survai lapangan merupakan langkah yang cukup strategis untuk
mendapatkan informasi umum dan khusus tentang kualitas lahan dan
informasi tentang keadaan tanah di suatu daerah terutama bagi tenaga ahli
tanah (agronimis), kegiatan ini cukup penting. Ada tiga hal yang dapat
dilakukan melalui pengamatan visula atau survai lapangan, yaitu :
1. Mengamati vegetasi setempat
2. Mengamati gejala daun (sympton defficinecy), dan
3. Mengamati morfologi dan sifat-sifat tanah dan lingkungannya.
Pengamatan vegetasi penting terutama pada lahan yang belum dibuka
atau mempunyai vegetasi asli, karena tipe vegetasi merupakan indikator
kesuburan tanah, misalnya :
a. Tingkat kesuburan tanah yang tinggi dapat diindikasi dengan vegetasi
tertentu, seperti Brigalow soils. Indikasi semacam ini ditemukan pada
tanah-tanah tersebur di dunia seperti di Michigan (USA) yang termasuk
tanah-tanah ordo Mollisol. Ordo tanah ini berkembang dari adanya
akumulasi humus yang tebal yang terbentuk dari vegetasi di atasnya
sehingga mengasilkan lapisan tanah yang lunak, gembur yang kaya
dengan bahan organik (USDA, 2002).
b. Tanah yang tercemar limbah akan terindikasi langsung oleh tanaman
yang tumbuh di atasnya. Pembuangan limbah-limbah dan akumulasi
pollutan pada lahan pertanian biasanya dapat menurunkan kualitas lahan
karena senyawa-senyawa beracun tersebut langsung mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Tanah-tanah tercemar ini banyak dijumpai di
lahan bekas tambang dan lahan tercemar oleh buangan B3 (bahan
beracun berbahaya). Indikasi utama pencemaran adalah keracunan dari
logam-logam berat seperti Al, Mn, Ni, Cd, Hg, Cd, Pb, As, Cs, dan lain-
lain.
c. Mangrove, merupakan tanaman yang hidup di daerah bersalinitas tinggi
karena toleran terhadap natrium (Na). Jika ditemukan ada tanaman

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 159

mangrove maka indikasi tanah di bawahnya adalah tanah salin atau


lahan rawa.
d. Pinus hutan sering ditemukan pada tanah-tanah bereaksi masam.
Tanaman pinus hutan (Pinus markusii) merupakan vegetasi asli yang
sangat toleran dengan kondisi tanah yang masam, sehingga jika di
wilayah lahan darat (upland) atau pegunungan ditemukan adanya pinus
alam ini, maka indikasi bahwa tanah tersebut bersifat masam.
Melihat gejala daun (sympton defficiency) kadang akan diperoleh
informasi yang cukup penting mengenai status unsur hara tertentu terutama
pada tanah-tanah yang miskin hara. Menurut Chapman (1978), cara ini dapat
diamati dengan beberapa metode yaitu:
a. Gejala Khusus (specific simptons)
Gejala ini dapat dilakukan dengan cara pengolesan hara tertentu pada
daun (leaf painting) kemudian dilihat responsnya.
b. Dapat juga dilihat dengan metode suntikan (injection) untuk
mengidentifikasi unsur-unsur tertentu, atau
c. Gejala defisiensi yang muncul akibat kekurangan unsur tertentu seperti :
1. Klorosis (defisiensi N, S, Mg, Fe)
2. Nekrosis (defisiensi K, Ca, Zn, dll.)
3. dan lain-lain.
Gejala defisiensi hara ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan
beberapa cara berikut yaitu :
1. Metode fisiologis (physiological methods) yaitu dengan memperhatikan
fungsi dari unsur hara kemudian diperhatikan gejala defisiensi yang
muncul, misalnya jika tanaman kekurangan N maka akan memunculkan
daun berwarna kekuningan (klorosis) karena secara fisiologis tanaman
akan terhambat proses fotosintesis.
2. Menggunakan hara tidak lengkap (incomplite nutrition solution) yaitu
dengan menguji tanaman dibiakkan di dalam media yang telah dibuat
perlakuan pupuk dengan sistem hara tidak lengkap. Sebagai kontrol
digunakan media tanpa hara, kemudian diuji pada beberapa media lain
yang diberikan hara secara bervariasi hingga lengkap. Setelah itu,
pertumbuhan tanaman diamati gejala defisiensinya.
3. Menggunakan kultur hara (solution culture). Kultur hara merupakan
media cair yang telah diset dengan unsur hara, kemudian diuji coba
untuk ditanam dengan tanaman tertentu, kemudian diamati gejala
pertumbuhannya.
Pada Gambar 6.1. dan Gambar 6.2. disajikan ilustrasi gejala-gejala
defisiensi unsur pada daun tanaman sebagai indikator di dalam pengamatan

BAB VI DIAGNOSA HARA


160 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

lapangan. Gejala daun di atas sangat spesifik pada jagung sehingga akan
sangat membantu dalam mengidentifikasi permasalahan nutrisi jika salah satu
fenomena daun tersebut ditemukan di lapangan. Penjelasan gambar di atas
adalah sebagai berikut :
1. Daun pertama dari kiri merupakan daun yang mengalami keracunan
unsur kimia sehingga tepi daun seperti terbakar.
2. Daun kedua dari kiri adalah daun yang mengalami serangan penyakit,
sehingga gejalanya sporadis dan seperti bercak-bercak.
3. Daun ketiga dari kiri adalah daun yang mengalami cekaman air (water
stress)
4. Daun keempat dari kiri adalah daun yang mengalami defisiensi
(kekurangan) magnesium (Mg)
5. Daun kelima dari kiri adalah daun yang mengalami defisiensi nitrogen (N)
6. Daun keenam dari kiri adalah daun yang mengalami defisiensi kalium (K)
7. Daun ketujuh dari kiri adalah daun yang mengalami defisiensi fosfor (P)
dan
8. Daun kedelapan dari kiri atau daun paling kanan adalah daun dengan
pertumbuhan yang normal atau sehat.

Gambar 6.1. Gejala defisiensi hara pada daun jagung akibat kekurangan
unsur tertentu dan akibat serangan penyakit dan kekeringan
(@Pearson education Inc. 2011, modifikasi penulis)

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 161

Gambar 6.2. Ilustrasi tentang gejala defisiensi daun pada tanaman yang
mengalami berbagai defisiensi unsur hara (modifikasi
penulis).

Ilustrasi pada Gambar 20 menunjukkan bahwa gejala defisiensi setiap


unsure hara sangat bervariasi dan sangat spesifik. Hal ini terjadi karena setiap
unsure hara memiliki peran dan fungsi yang berbeda di dalam tanaman
sehingga eksistensi satu unsur tidak dapat digantikan oleh unsure yang lain
sesuai dengan criteria esensialitas yang dikemukakan oleh Arnon dan Stout
(Tisdale et al., 1987). Kendati demikian secara umum ada beberapa unsur
yang menampakkan gejala defisiensi yang mirip, misalnya gejala defisiensi
yang terjadi akibat kekurangan nitrogen, sulfur, magnesium dan besi. Jika
diperhatikan gejala kekurangan ke empat unsur tersebut akan
memperlihatkan daun berwarna kekuningan karena ke empat unsur ini
terlibat di dalam proses fotosintesis yang berhubungan dengan klorofil. Oleh
karena itu, untuk membedakan unsur mana yang kahat maka perlu
diperhatikan proses munculnya gejala.
Lebih lanjut keunikan gejala daun akibat defisiensi unsur hara dapat
diperhatikan ilustrasi Gambar 6.3.

BAB VI DIAGNOSA HARA


162 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Gambar 6.3. Tanda-tanda defisiensi hara pada daun (modifikasi penulis)

6.4. Uji Mikrobiologis


Uji mikrobiologis pada prinsipnya adalah sama dengan tanaman,
bahwa mikrobia juga membutuhkan unsur hara untuk pertumbuhannya,
sehingga jika suatu unsur hara menunjukkan defisiensi, maka pertumbuhan
mikrobia juga terhambat. Uji mikrobiologi ini sering dilakukan di
laboratorium di dalam petridish dimana medium pertumbuhan dibuat selektif
terhadap beberapa unsur sehingga dapat diketahui bagaimana respon terhadap
mikroorganisme yang dibiakkan. Secara langsung juga dapat dilihat
bagaimana respons mikrobia pada tanah yang diambil untuk diperiksa. Jika
terjadi perkembangan mikrobia terhambat atau menunjukkan gejala
kekurangan hara, berarti tanah tersebut juga ditemukan problema tentang
nutrisi. Uji mikrobiologis ini disebut juga uji biokimia karena berhubungan
dengan aktivitas biokimia dan enzimatis dari mikroorganisme (Mengel dan
Kirkby, 2007).

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 163

6.5. Evaluasi Secara Sistematis (teknis)


Evaluasi secara sistematis ini merupakan diagnosa hara tanaman dan
evaluasi status kesuburan tanah yang dilaksanakan secara terstruktur di
laboratorium, atau di lapangan. Tujuan dari evaluasi teknis ini adalah
menetapkan status kesuburan tanah dan menyusun rekomendasi pupuk.
Sistem evaluasi secara sistematis ini meliputi tiga metode, yaitu :
(1) Melalui uji tanah (soil testing)
(2) Melalui analisis Tanaman (plant analysis), dan
(3) Dengan membuat percobaan pemupukan (fertilizer experimental).

6.5.1. Uji Tanah


Uji tanah merupakan metode yang paling praktis dan cepat diperoleh
informasinya. Pada dasarnya uji tanah ini bertujuan untuk menentukan
ketersediaan unsur hara tanah yang mempunyai korelasi dengan pertumbuhan
tanaman. Menurut Fits (1974) ada beberapa tahapan dalam pelaksanaan
program evaluasi yaitu :
(1) Penambilan sampel atau teknik sampling (tanah dan tanaman)
(2) Analisis laboratorium (tanah dan tanaman)
(3) Korelasi antara hasil analisis dengan respons hasil
(4) Interpretasi dan rekomendasi
(5) Penetapan Rekomendasi Sementara berdasarkan Uji Tanah
(6) Penelitian/riset.
Dengan demikian maka konsep uji tanah pada dasarnya adalah penggunaan
hasil analisis tanah sebagai cara untuk menentukan rekomendasi pupuk
(Sanchez, 1992). Dalam program uji tanah ini ada komponen laboratorium
dan rumah kaca serta lapangan (field).

Pengambilan Sampel Tanah


Pengambilan sampel tanah ini merupakan tahap pertama dan yang
paling penting karena merupakan sumber kesalahan yang paling besar
(Mengel dan Kirkby, 2007). Mengapa demikian karena besarnya ekstrapolasi
dari jumlah sampel yang dianalisis ke situasi di lapangan. Misalnya sebagai
contoh kita mengambil sebanyak 500 g sampel secara komposit (composite)
mewakili 2,5 hektar lahan sampai ke dalaman 15 cm. Kemudian dibuat
subsampel lagi menjadi 5 g dan ini harus mewakili 2,5 ha untuk kedalaman
15 cm dengan perbandingan 1:1.000.000.000 atau 10-9. Oleh karena itu bisa
dianggap mengapa pengambilan sampel tanah itu sebagai sumber kesalahan
(error) terbesar.

BAB VI DIAGNOSA HARA


164 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Sampel tanah yang akan diambil dibagi atas tiga macam sampel yaitu : (i)
sampel tunggal (single sample), (ii) sampel gabungan atau sampel komposit
(composite sample), dan (iii) sampel agregat utuh atau sampel tak terganggu
(undisturb soil sample).

1. Sampel Tunggal
Sampel tunggal yaitu sampel tanah yang diambil untuk keperluan
identifikasi sifat-sifat khusus pada tempat/lapisan tertentu, misalnya untuk
mengamati sifat-sifat morfologi lapisan horizon tanah dalam profil atau untuk
mengambil sifat-sifat khusus dari fisika tanah, misalnya untuk penetapan
Berat Volume (BV), permeabilitas, porositas tanah, atau pengambilan sampel
yang mencirikan sifat-sifat tertentu seperti gejala pirit, kongkresi atau karatan
atau identifikasi spesifik lainnya.

2. Sampel Gabungan (composite sample)


Sampel komposit yaitu sampel tanah yang diambil dari beberapa
tempat kemudian digabungkan menjadi satu sebagai sampel representatif
untuk suatu luasan tertentu. Pengambilan sampel komposit bertujuan untuk
mengetahui secara umum sifat-sifat fisika, kimia, dan/atau biologi tanah yang
dianggap mewakili (representasi) luas lahan atau satuan lahan tertentu,
misalnya sampel tanah yang diambil pada lapisan atas (0-20 cm) atau lapisan
bawah (40-60 cm) untuk melihat kesuburan tanah pada luas tertentu.
Pengambilan sampel tanah komposit dapat dilakukan dengan menggunakan
sistem grid atau sistem diagonal (zigzag) jika lahan mempunyai bentuk yang
seragam (uniform paddocks), namun jika lahan tidak seragam, maka
pengambilan sampel komposit harus dibedakan berdasarkan satuan bentuk
lahan (landform) stempat (Landon, 1986).

Cara pengambilan sampel secara komposit dapat dilihat pada Gambar 6.4.
dan Gambar 6.5. sedangkan metode land system dapat dilihat contonya pada
Gambar 6.6.

Gambar 6.4. Skematik cara pengambilan sampel tanah komposit (grid


dan zigzag) pada tanah yang seragam (uniform paddocks)

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 165

F. G.
A. K.
B.
E. L.
J.
I.

D.
C. N.
M.
H.

Gambar 6.5. Skematik cara pengambilan sampel tanah komposit zigzag


pada tanah yang tidak seragam (variable paddocks)

(a) Metode Sistem Lahan (land system) (b) Metode sistematis

Gambar 6.6. Ilustrasi terapan pengambilan sampel tanah komposit menurut


metode sistem lahan (a) dan metode sistematis (b)

Intensitas Pengambilan Sampel

a. Lahan yang Seragam (uniform)


Pengambilan sampel pada lahan yang seragam tergantung tingkat
survai dan tujuan analisis. Makin luas lahan dan makin kecil sekala
pemetaan, maka rasio pengambilan sampel makin kecil. Untuk survai
intensif, setiap 4-10 ha dapat diambil 1 sampel (composite sample).

BAB VI DIAGNOSA HARA


166 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Misalnya :
Areal (ha) Sampel Kebutuhan Kits
0-100 6 1
> 100 12 2
b. Lahan yang tidak seragam (ununiform)
Pengambilan sampel pada lahan yang tidak seragam, harus didasarkan
pada satuan lahan yang dibuat terlebih dulu, misalnya dengan melihat bentuk
wilayah (lereng), jenis tanah, pola penggunaan tanah, dan drainase. Selanjutnya
intensitas pengambilan sampel tergantung luas setiap satuan lahan. Apabila
luas lahan kurang dari 10 hektar atau kurang dari 25 acre kits sampling dapat
digunakan untuk 2 atau 3 paddocks dan apabila jenis tanah dan pertumbuhan
seragam maka tanah minimum yang harus diambil adalah 2 sampel per
paddocks. Sampel-sampel tambahan perlu diambil jika jenis tanah dan
pertumbuhan terjadi perbedaan.
Misalnya :
Areal (ha) Sampel Kebutuhan Kits
0-50 6 1
50-150 12 2
> 150 18 3

c. Sampel untuk agregat utuh atau sampel tak terusik (undisturb soil sample)
Sampel tak terusik merupakan sampel tanah yang diambil untuk
pengamatan beberapa sifat fisika tanah aktual seperti untuk BV,
permeabilitas, porositas, dan sebagainya. Persoalan lain yang perlu
diperhatikan adalah ke dalaman pengambilan sampel. Kedalaman
pengambilan sampel sangat tergantung kepada tanaman yang akan
dibudidayakan. Menurut Wong (1971) secara umum sampel tanah dapat
diambil sedalam 15 cm sedangkan untuk tanaman-tanaman berperakaran
dalam diambil pada ke dalaman 30 cm. Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah tempat pengambilan sampel. Sebagai contoh jika pupuk P telah
diberikan secara banding (setempat) maka pengambilan sampel tanahnya
adalah di antara jalur pemberian band.

Persiapan Sampel
A. Untuk Analisis Sifat Kimia Tanah dan Unsur Hara
Persiapan sampel dibedakan untuk tanah kering angin (air dry soil sample)
dan tanah basah (wet soil sample). Prosedur persiapan sampel untuk sampel
tanah kering angin adalah sebagai berikut :
1. Sampel diambil 0,5-1,0 kg per titik sampel dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang telah diberi label (no. Sampel).
2. Keringkan sampel didalam ruangan dan jangan kena sinar matahari.

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 167

3. Bersihkan dari rerumputan, sampah dan bebatuan.


4. Setelah kering angin, tumbuk sampel dengan menggunakan mortal dan
lesung porcelain.
5. Saring dengan ayakan 2-mm dan 0,5-mm, kemudian masukkan ke dalam
kantong kecil atau botol filem.
6. Sampel siap digunakan untuk analisis.

Khusus untuk tanah sawah (sampel basah), prosedur persiapan sampelnya


adalah :
1. Persiapkan tabung plastik beserta dengan penutupnya (kolektor sampel)
2. Ambil dan masukkan sampel tanah basah ke dalam tabung tersebut dan
tutup segera tabungnya.
3. Bawa ke laboratorium dan simpan di dalam lemari es (kulkas) pada
temperatur 15-20 0C.
4. Tentukan kadar air tanah setiap kali sampel digunakan dalam analisis.

B. Untuk Analisis Sifat Fisika (Agregat Utuh)


1. Persiapkan cincin sampel atau dengan menggunakan bor khusus.
2. Tetapkan tempat pengambilan sampel utuh.
3. Bersihkan permukaan tanah dari rerumputan, lalu tancapkan ring sampel
pelan-pelan hingga semua bisa masuk ke dalam tanah.
4. Untuk mengangkat kembali ring tanpa merusak agregat, maka irislah
tanah di luar ring sampel dengan menggunakan pisau.
5. Angkat perlahan ring sampel dan potonglah dengan hati-hati kelebihan
tanah pada kedua permukaan ring.
6. Masukkan ke dalam kantong palstik yang telah diberi dengan nomor dan
nama tempat.
7. Sampel siap di analisis.
Ilustrasi cara pengambilan sampel tanah utuh menggunakan ring sampel
dapat dilihat pada Gambar 6.7.

Gambar 6.7. Contoh Pengambilan Sampel Agregat Utuh untuk


Sifat Fisika Tanah

BAB VI DIAGNOSA HARA


168 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Pengamatan dan Pengambilan Sampel Profil Tanah:


Pengambilan dan tatacara pembuatan profil tanah adalah sebagai
berikut :
1. Buat Profil Tanah (penampang tegak lurus) dengan dimensi 1,0 m x 1,0
m x 1,5 m (lihat contoh profil pada Gambar 6.8.).
2. Berikan batasan-batasan horizonnya berdasarkan perbedaan ciri dari
warna, susunan bahan, atau kekerasan tanah.
3. Beri simbol sesuai ciri horizonnya (misalnya: Ah, A1, A2, B1t, Bw, C,
dan sebagainya) menurut nomenklatur lama atau O, A, E, B, BC, C
menurut nomenklatur baru.
4. Catat ketebalan masing-masing horizon tersebut (tambahkan uraian
sifat-sifat tanahnya).
5. Ambil contoh tanah dari setiap horizonnya, masukkan ke dalam kantong
pplastik yang telah diberi label sesuai dengan simbol horizon dan
ketebalannya.

Gambar 6.8. Contoh deskripsi morfologi profil tanah

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 169

Contoh Membuat Tampilan Data Deskripsi Profil Tanah:


Penyajian informasi morfologi tanah biasanya mengikuti format
tertentu yang telah dibakukan. Format tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
No. Profil : I/J1
Tgl pengamatan : 17-11-2009
Lokasi : Jantho, Kec. Jantho, Kab. Aceh Besar
Klasifikasi Tanah
DS (1976) : Podsolik Merah Kuning
FAO (1985 : Ochric Nitosol
USDA (1998) : Typic Hapludult
Penggunaan Tanah : Tegalan
Kelerengan : Berombak (5-8 %)
Bahan induk : Batuan liat masam
Erosi : Agak Berat
Uraian morfologi Profil :

Simbol Kedalaman Uraian

OA 0-10 cm Coklat Tua (10 YR 4/3), lempung, halus,


gembur, kuat, masif, perakaran halus
banyak, nyata.
A1 10-24 cm Coklat kehitaman (10 YR 4/4), lempung
berliat, agak halus, gembur, agak
kuat,agak plastis, perakaran halus
banyak, jelas, nyata.
B1t 24-47 cm Kuning kecoklatan (10 YR 5/5), liat,
agak halus, sangat teguh, kuat,plastis,
perakaran halus sedang, jelas, nyata.
Bw 47-58 cm Kuning kemerahan (10 YR 5/6), liat
berpasir, kasar, keras, perakaran halus
sedikit, baur.
C 58-113 cm Bahan induk, padu, keras, masif
R 113+ cm Batuan induk
Sumber : Sufardi (2010)

BAB VI DIAGNOSA HARA


170 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Metode Analisis Tanah dan Unsur Hara


Macam-macam item analisis tanah yang bekaitan dengan diagnosa
hara tanaman adalah sebagai berikut :
1. Distribusi Butir Primer (pasir, debu, dan liat).
Analisis distribusi butir primer atau analisis tekstur di laboratorium
biasanya menggunakan teknik analisis mekanis. Analisis tekstur diawali
dengan pemisahan fraksi tanah dengan menggunakan agen pendispersi
seperti natrium pirofosfat, kemudian dipisahkan fraksi pasir dengan
metode penyaringan. Kandungan debu dan liat ditetapkan dengan
metode pipet. Hasil analsisi fraksi tanah dinyatakan dalam satuan persen.
2. pH (H2O dan KCl) dan juga pengukuran pH khusus seperti pH NaF, pH
CaCl2, dan lain-lain.
Pengukuran pH biasanya dilakukan dengan menggunakan alat pH meter
(metode elektrometrik).
3. C-organik.
Kadar C organic tanah dianalisis dengan menggunakan beberapa
metode. Yang paling sering digunakan adalah metode yang
dikembangkan oleh Walkley & Black dan metode Kurmis. Prinsipnya
adalah tanah diekstrak dengan larutan asam kuat (H2SO4) sehingga C
organik mengalami degradasi berubah menjadi CO2(Jackson, 1973).
4. N-total.
Kandungan N total tanah pada prinsipnya sama dengan prinsip analisis
C organic yaitu didestruksi dengan menggunakan asam sulfat. Metode
yang paling terkenal dalam analisis N total tanah adalah metode
Kjeldahl. Metode ini menggunakan prinsip destilasi untuk mengukur N
tanah yang berasal dari larutan ekstrak (Hidayat, 1978).
5. P-tersedia.
Analisis P tersedia tanah memiliki banyak sekali metode karena cirri
tanah yang berbeda akan mensyaratkan metode yang berbeda pula.
Adapun metode yang sering dipakai adalah metode Bray 1 dan Bray 2
untuk tanah-tanah masam dan metode Olsen dan Trough untuk tanah-
tanah yang bereaksi agak netral hingga agak alkalis. Hasil analisis
biasanya dinyatakan dalam satuan ppm atau mg kg-1.
6. Kation-kation basa (Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd).
Analisis kation-kation basa ini biasanya dipakai metode standard atau
yang lebih umum dikenal adalah metode ammonium asetat (1N
CH3COONH4) atau NH4OAc yang disangga pada pH 7. Namun perlu
diingat bahwa hasil analsis menggunakan metode ini kurang begitu
sesuai untuk tanah-tanah yang masam dengan pH < 5,5. Metode analisis

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 171

lainnya adalah metode 1N NH4Cl, metode BaCl2TEA pH 8,2, metode


0,5 M CaCl2, dan lain-lain. Hasilnya dinyatakan dalam satuan
miliekivalen per 100 g tanah atau me/100 g atau cmol kg-1 (ISRIC,
1989).
7. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Analisis KTK biasanya menggunakan metode yang sama dengan
analisis kation basa tergantung jenis tanah. Satuan pengukuran KTK
sama dengan kandungan kation tertukar yaitu me/100 g tanah atau
cmol(+) kg-1.
8. Kejenuhan Basa.
Kejenuhan basa dihitung dari rasio jumla kation basa dibagi KTK total
atau KTK efektif dikali 100 persen.
9. Al-dd dan H-dd serta Kejenuhan Al.
Kadar Al-dd dan H-dd tanah biasanya ditetapkan dengan metode
McLean (Hidayat, 1978) yaitu dengan menggunakan larutan
pengekstrak 1M KCl dan titrasi. Penetapan kedua kation asam ini
berlaku pada tanah-tanah mineral yang mempunyai pH lebih rendah 5,5.
Jika pH netral atau lebih besar dari pH 5,5 maka kation Al-dd dianggap
tidak aktif (Uehara dan Gillman, 1981). Kejenuhan Al dihitung dengan
menggunakan rasio antara kadar Al-dd ekstrak 1M KCl dengan KTK
efektif dikali 100 persen.
10. Daya Hantar Listrik (DHL) atau Electrical conductivity (EC).
Pengukuran DHL ini umumnya ditujukan untuk tanah-tanah yang
mempnyai masalah dengan kegaraman (salinity). Penetapan DHL
dilakukan dengan menggnakan alat EC-meter atau Soil
conductivitymeter dan dinyatakan dalam satuan milimhos atau mili
Siemen per sentimeter atau mS cm-1 (Landon, 1986).
11. Cadangan P2O5 dan K2O
Analisis P dan K cadangan tanah atau kadang-kadang disebut juga
dengan P dan K total untuk mengetahui potensi kandungan P dan K di
dalam tanah. Tanah biasanya diekstrak dengan larutan HCl 25 % dan
hasilnya dinyatakan dalam satuan mg per 100 g tanah.
12. Kadar air tanah.
Penetapan kadar air tanah digunakan untuk mengkoreksi hasil analisis
kimia tanah dan juga mengetahui bobot kering tanah. Metode
analisisnya adalah melalui pengeringan dan penimbangan sampel tanah

BAB VI DIAGNOSA HARA


172 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

pada 105 oC di dalam oven yang disebut juga dengan metode


gravimetrik dan dinyatakan dalam persen.

Sejumlah item analisis di atas merupakan parameter cirri tanah yang


umum digunakan untuk menilai kesuburan tanah sehingga disebut juga
dengan analisis rutin. Pembacaan data hasil analisis harus mengacu pada
criteria analisis rutin tanah seperti disajikan pada Tabel 6.9. (modifikasi Pusat
Penelitian Tanah, Bogor, 1983).

Tabel 6.9. Kriteria Hasil Analisis Kimia Tanah Rutin di Laboratorium


Menurut PPT Bogor (1983)

Sangat Sangat
Parameter Rendah sedang Tinggi
rendah Tinggi
C-organik (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 1,01-5,00 > 5,00
N-total (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75
C/N <5 5 - 10 11 - 15 16 - 25 > 25
P2O5 (HCl 25%, mg/100 g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
P2O5 Bray I (ppm) < 10 10 - 15 15 - 25 26 - 35 > 35
P-Bray I (ppm) < 4,4 4,4 - 6,5 6,6 - 10,9 11 - 15,3 > 15,3
P2O5 Olsen (ppm) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
P-Olsen (ppm) < 4,4 4,4 - 10,9 11 - 19,6 19,7-26,2 > 26,2
K2O (HCl 25%, mg/100 g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
KTK (cmol kg-1) <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40
Kation-kation Basa :
Ca-dd (cmol kg ) -1
<2 2-5 6 - 10 11 - 20 > 20
Mg-dd (cmol kg ) -1
< 0,4 0,4 - 1,0 1,1 - 2,0 2,1 - 8,0 > 8,0
K-dd (cmol kg ) -1
< 0,1 0,1 - 0,2 0,3 - 0,5 0,6 - 1,0 > 1,0
Na-dd (cmol kg ) -1
< 0,1 0,1 - 0,3 0,4 - 0,7 0,8 - 1,0 > 1,0
Jumlah Kation (cmol kg ) -1
<5 5 - 10 11 - 15 16 - 20 > 20
Kejenuhan Basa (%) < 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70
DHL (mS cm ) -1
< 1,0 1,1 - 2,0 2,1 - 3,0 3,1 - 4,0 > 4,0
SO4 (ppm) <4 5 - 14 15 - 199 200 - 250 > 250
Cadangan mineral (%) <5 5 - 10 11 - 20 21 - 40 > 40
ESP (%) 2-9 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
Sgt masam masam Agk netral Agak Alkalis
masam alkalis
< 4,5 4,6-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 > 8,5

Sumber : Pusat Penelitian Tanah Bogor (1983)

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 173

Selain analisis rutin terdapat sejumlah parameter tanah yang secara


khusus diperlukan untuk dianalisis terutama dalam mendiagnosa
masalah-masalah yang berkaitan dengan nutrisi (unsurhara) tanaman dan
masalah lingkungan. Parameter analisis khusus antara lain retensi fosfat,
kandungan unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, Cl), KTK efektif,
Kapasitas Tukar Anion (KTA), Titik Nol Muatan (PZC = point of zero
charge), dan analisis logam-logam berat (Cd, Hg, Pb, Ni, As, Ce, Ag,
Se, dan lain-lain).

13. Retensi fosfat.


Retensi fosfat (P-retention) biasanya dibutuhkan untuk mendiagnosa
kemungkinan adanya sifat-sifat “andic” pada horizon tanah terutama
pada sebaran tanah-tanah dekat dengan gunung api yang memiliki bahan
induk abu vulkanik. Retensi P ini dapat dianalisis dengan menggunakan
metode Blakemore et al., 1987. Masalah retensi P ini juga bias dipelajari
dengan menganalisis pola adsorpsi fosfat dengan pendekatan persama
isotherm yang dikembangkan Langmuir dan Freundlisch sehingga akan
diketahui kapasitas jerapan P tanah dan afinitasnya (Tan, 1995; Sufardi,
1999).

14. Unsur Hara Mikro


Unsur hara mikro tanah dianalisis dengan menggunakan metode yang
sangat bervariasi sebagai mana disajikan pada Tabel 21. Pengamatan
unsur mikro ini (Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl) menjadi lebih mudah
jika di Laboratorium telah tersedia peralatan yang standar yaitu AAS
(atomic adsorption spectrophotometry) (Jones, 1985). Kriteria
penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 6.10.

15. Kapasitas Tukar Anion (KTA dan KTK Efektif


Kapasitas tukar anion (KTA) biasanya digunakan untuk mengetahui cirri
khusus pada tanah-tanah dengan aktifitas liat rendah (low activity clay)
yaitu tanah-tanah yang didominansi oleh fraksi Fe dan Al oksida-hidrat
dengan KTK tanah yang sangat rendah seperti yang terdapat pada tanah-
tanah ordo Oxisol (Latosol, Laterit, Podsolik) (Bohn et al., 1985). KTK
efektik dihitung dari penjumlahan kation basa tertukar (Ca-dd, Mg-dd,
K-dd, dan Na-dd) ekstrak 1N NH4OAc pH 7 ditambah kandungan Al-dd
dan H-dd tanah (ekstrak 1M KCl) dan dinyatakan dalam satuan me/100
g atau cmol(I)kg-1.

BAB VI DIAGNOSA HARA


174 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Tabel 6.10. Metode ekstraksi dan kriteria analisis unsur hara mikro tanah
Sangat Sangat
Unsur Agen Pengekstrak Rendah sedang Tinggi
rendah Tinggi
1N-NH4OAc pH 4,8 (ppm) <2 2-5 5 - 50 50 - 750 > 750
DTPA CaCl2 pH 7,3 (ppm) < 2,5 2,5 - 4,9 5 - 40 40 - 400 > 400
Fe
EDTA (ppm) < 1,5 1,5 - 5,0 6 - 19 20 - 500 > 500
Na-dithionit-sitrat (%) < 0,1 0,1 - 2,0 2,1 - 5,0 5,1 - 12 > 12
NH4OAc pH 4,8 (ppm) <1 1-5 5 - 19 20 - 40 > 40
0,05 M HCl + 0,025 M <5 5-9 10 - 20 30 - 50 > 50
Mn H2SO4 (ppm)
H-Quinon + NH4OAc (ppm) < 25 25 - 65 66-200 200-600 > 600
H2O (ppm) <2 2,0 - 4,0 4,1 - 9 10 - 25 > 25
1N-NH4OAc pH 4,8 (ppm) < 0,2 0,2 - 4,9 5 - 19 20 - 40 > 40
0,5 M EDTA (ppm) < 1,5 1,5 - 5,0 5,1 - 25 25 - 60 > 60
Cu 0,43 M HNO3 (ppm) < 3,0 3,0 - 6,0 6,1 - 40 41 - 100 > 100
1 M HCl (ppm) < 100 100-200 201 - 400 401-750 > 750
0,1 M HCl (ppm) < 0,1 0,1 - 2,0 2,1 - 4,0 4,1 - 10 > 10
1N-NH4OAc pH 4,8 (ppm) < 0,25 0,25 - 2,5 2,6 - 10 11 - 20 > 20
EDTA + (NH4)CO3 (ppm) < 1,4 1,4 - 3,0 3,1 - 12 13 - 24 > 24
Zn DTPA + CaCl2 pH 7,3 (ppm) < 0,5 0,5 - 1,0 1,1 - 11 12 - 25 > 25
0,1 M HCl (ppm) < 1,0 1,0 - 7,5 7,6 - 15 16 - 40 > 40
Dithizone+NH4OAc (ppm) < 0,3 0,3 - 2,5 2,6 - 6,5 6,6 - 17 > 17
NH4-Oksalat pH 3,3 (ppm) < 0,04 0,04 - 0,2 0,3 - 2,0 2,1 - 5,0 > 5,0
Mo
0,43 M HNO3 (ppm) <1 1-9 10 - 20 21 - 74 > 74
H2O panas (ppm) <1 1 - 1,5 1,6 - 30 21 - 40 > 40
B
Ekstrak jenuh (ppm) < 0,5 - 0,5 - 5,0 5,1 - 10 > 10
Co Asam Kuat (ppm) < 0,4 0,4 - 4,0 5 - 10 11 - 40 > 40
Cl Titrasi AgNO3
Si Larut asam (Trough) (ppm) < 50 50 - 75 76-150 151-300 > 300

Sumber : Landon (1987)

16. Logam berat (Ni, Cd, Ag, Hg, Ce, Co, Pb, As, dll)
Penetapan logam-logam berat ini menjadi penting pada tanah-tanah
yang bermasalah dengan pencemaran (polusi) dan menjadi indicator
pencemaran lingkungan. Metode analisisnya mirip dengan metode analisis
unsur mikro namun ada juga beberapa unsur yang mempunyai metode
analisis tersendiri. Secara umum pengukuran total unsur limbah ini dapat
dilakukan dengan menggunakan AAS.

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 175

17. Titik Nol Muatan atau PZC atau ZPC (zero point of charge)
Titi muatan nol ini merupakan parameter khusus penciri muatan tanah
pada system koloid. Parameter ini digunakan pada tanah-tanah yang
mempunyai system liat muatan berubah (soils with variable charge clay).
Penentuan PZC ini biasanya dilakukan dengan membuat treatmen tanah
dengan beberapa variasi konsentrasi garam kemudian diukur perubahan pH
sehingga akan ditemukan suatu nilai pH yang menunjukkan jumlah muatan
posistif sama dengan muatan negatif yang disebut dengan titik nol muatan
(Uehara dan Gillman, 1981; Sufardi, 1999).

Laboratorium Analisis
Aspek analisis di laboratorium biasanya terkait dengan organisasi
laboratorium dan metode analisis (ekstraksi). Laboratrorium biasanya dapat
dibagi kepada dua, yaitu: (a) laboratorium pelayanan (service laboratory) dan
(b) laboratorium penelitian (research laboratory). Loboratorium pelayanan
dikembangkan khusus melayanan pesanan (order) sampel tanah sehingga
menggunakan metode analisis standar.
Suatu metode ekstraksi kimia harus memiliki 3 kriteria yang disebut kriteria
Bray, yaitu :
(1) Proporsional dengan bentuk hara tersedia
(2) Tepat dan akurat
(3) Berkorelasi dengan pertumbuhan tanaman.
Di laboratorium pelayanan, metode ekstraksi biasanya mencakup banyak
aspek (unsur) karena ingin melayani secara cepat sehingga disebut juga
analisis rutin. Misalnya menggunakan Ekstraksi Bray untuk analisis P, Ca,
Mg, K, Na, unsur mikro, dan KTK. Di laboratorium penelitian metode
analisis sangat beragam dan senantiasa terus dikembangkan sesuai dengan
perkembangan ilmu.

Prosedur Analisis
Di dalam analisis tanah terutama analisis kimia (unsur hara)
memerlukan beberapa perhatian khusus, seperti :
(1) Peralatan yang tersedia dan ketelitian alat.
(2) Bahan Kimia yang digunakan dan tingkat kemurniannya. Untuk ekstrak
harus digunakan jenis yang murni (pro-analisis) atau grade/concentrate.
(3) Konsentrasi pengekstrak (molaritas).
(4) Kesesuaian metode analisis dengan tujuan analisis dan jenis tanah.
(5) Persiapan sampel (tingkat kehalusan sampel, perbandingan sampel
dengan larutan ekstrak).

BAB VI DIAGNOSA HARA


176 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

(6) Tahapan di dalam analisis, seperti waktu ekstraksi, pengocokan, lama


pengamatan, suhu ruang dan kalibrasi alat, ketepatan standar dan warna
pada pengukuran dengan spektrofotometer/Flame/AAS/titrasi.
(7) Penentuan kadar air tanah
(8) Faktor Pengenceran
(9) Perhitungan Hasil analisis dan satuan data analisis.

Interpretasi Data Analisis


Sebelum memberikan rekomendasi maka data perlu diberi interpretasi
yaitu dengan menggunakan Tabel kriteria analisis (Tabel 20 dan 21),
kemudian dikonversi dalam bentuk kuantitatif di lapangan agar memudahkan
di dalam penetapan rekomendasi. Sebagai contoh untuk hasil analisis tanah P
tersedia tanah metode Bray 1 diperoleh data 10 ppm, maka berdasarkan Tabel
Kriteria didapat bahwa tanah tersebut mempunyai kandungan P tersedia yang
sedang (Tabel 20). Jika dikonversi ke dalam satuan hektar lahan maka
dengan menggunakan asumsi bahwa 1 Hektar tanah mempunyai bobot
2.000.000 kg, maka hasilnya diperoleh bahwa kadar P tersedia adalah 20 kg
ha-1 P. Demikian juga untuk data analisis kimia yang lain. Satuan hasil
analisis tanah perlu dipahami benar agar daftar nilai kriteria dapat
diinterpretasi secara real dengan kondisi lapangan.

Penetapan Rekomendasi
Rekomendasi yang akan diberikan tergantung kepada beberapa
tujuan/Kegunaan misalnya :
1. Untuk Rekomendasi Dosis Pupuk
2. Status Kesuburan Tanah
3. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Budidaya, dan tanaman
lainnya
4. Evaluasi Kemampuan lahan
5. Penilaian Kualitas Tanah
Penetapan rekomendasi dosis pupuk dari hasil uji tanah bersifat sementara
karena masih diperlukan uji tanaman dan percobaan di lapangan. Untuk
penetapan rekomendasi dosis pupuk perlu disediakan beberapa informasi
tambahan, yaitu :
1. Jenis Tanaman apa yang akan diusahakan
2. Kebutuhan dan tingkat hasil yang ingin dicapai
3. Tekstur tanah dan KTK
4. Jenis Pupuk dan kandungan haranya
5. Efisiensi Hara dari Pupuk

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 177

Contoh Penentuan Rekomendasi Pupuk dari Uji Tanah :


1. Hasil analisis P tersedia : 5 ppm (sangat rendah)
Ini setara dengan 10 kg P/ha.
Jika kebutuhan tanaman 100 kg P/ha, maka pupuk yang harus diberikan
adalah 100-10 = 90 kg P/ha, jika efisiensi 30 %, kebutuhan pupuk adalah
: 100/30 x 90 kg/ha = ~ 300 kg P/ha.

2. Hasil analisis Ca-dapat ditukar (Ca-dd) : 5 cmol kg-1 (rendah)


Untuk 1 hektar lahan dengan bobot tanah 2.000.000 kg, maka nilai ini
setara dengan : 5 mg x Berat atom Ca/valensi Ca per 100 g tanah atau =
5 x (40/2) mg/100 g tanah = 100 mg Ca/100 g tanah = 1.000 mg Ca/kg
tanah, sehingga untuk 1 heaktar = 1000 mg x 2.000.000 = 2.000.000.000
mg Ca per hektar = 2 ton Ca per hektar atau setara dengan 100/40 x 2
ton CaCO3 per ha = 5 ton CaCO3 per hektar.
3. Hasil analisis N-total : 0,20% (rendah)
Untuk 1 hektar lahan dengan bobot tanah 2.000.000 kg, maka nilai ini
setara dengan : 0,20/100 x 2.000.000 kg = 4.000 kg N per hektar.
Dengan menggunakan asumsi 1 % N total merupakan bentuk tersedia,
maka kadar N tersedia dalam tanah tersebut = 1/100 x 4.000 kg = 40 kg
N/ha. Jika kebutuhan tanaman misalnya 100 kg N/ha, maka julah pupuk
yang harus ditambahkan adalah : 100 kg – 40 kg = 60 kg N/ha.
Jika ingin diberikan Urea (46 % N), maka kebutuhan pupuk N setara
dengan 100/46 x 60 kg = 130,34 kg Urea per hektar.

Kriteria Penilaian Status Kesuburan Tanah


Penilaian status kesuburan tanah dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan menggunakan sifat
beberapa criteria kimia tanah seperti yang dikembangkan oleh Pusat
Penelitian Tanah (P3MT) tahun 1983. Menurut kriteria ini, ada beberapa
indikator kesuburan tanah yang digunakan untuk menilai status kesuburan
tanah yaitu nilai dari KTK dan kejenuhan basa (KB) serta kadar cadangan
unsur hara di dalam tanah (P 2 O5 dan K 2 O) dan kandungan C organik
tanah (Tabel 22).
Kriteria sebagaimana termuat dalam Tabel 6.11. sebenarnya memiliki
banyak kelemahan karena tidak memasukkan sifat kimia fisika dan biologi
tanah seperti tekstur tanah dan kandungan mikroorganisme sebagaimana
yang diusulkan oleh Bennette (1976). Apalagi jika dikaitkan dengan kualitas
tanah yang harus memperhatikan aspek lingkungan yang lebih luas maka
terasa sekali metode ini sangat sederhana, namun disisi praktis sangat mudah
dipakai sebagai criteria untuk penilaian status kesuburan tanah. Sebagai

BAB VI DIAGNOSA HARA


178 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

contoh jika suatu tanah mempunyai KTK tanah sedang dengan KB rendah,
sementara kandungan C organik dan cadangan hara rendah, maka status
kesuburannya adalah rendah (kriteria No 20). Kriteria ini juga tidak
memasukkan nilai pH sebagai kriteria, padahal pH tanah bisa dijadikan
indikator kesuburan tanah dan nutrisi tanaman karena berhubungan erat
dengan kedua sifat tersebut.

Tabel 6.11. Kriteria penilaian status kesuburan tanah (P3MT, 1983)


Tingkat
No. KTK KB P2O5, K2O, C-organik
Kesuburan
1 T T 2 T tanpa R Tinggi
2 T T 2 T dengan R Sedang
3 T T 2 S tanpa R Tinggi
4 T T 2 S dengan R Sedang
5 T T TSR Sedang
6 T T 2 R dengan T Sedang
7 T T 2 R dengan S Rendah
8 T S 2 T tanpa R Tinggi
9 T S 2 T dengan R Sedang
10 T S 2 S tanpa R Sedang
11 T S Kombinasi lain Rendah
12 T S 2 T tanpa R Sedang
13 T S 2 T dengan R Rendah
14 T S Kombinasi lain Rendah
15 S T 2 T tanpa R Sedang
16 S T 2 T dengan R Sedang
17 S T Kombinasi lain Rendah
18 S S 2 T tanpa R Sedang
19 S S 2 T dengan R Sedang
20 S S Kombinasi lain Rendah
21 S R 3T Sedang
22 S R Kombinasi lain Rendah
23 R T 2 T tanpa R Sedang
24 R T 2 T dengan R Rendah
25 R T 2 S tanpa R Sedang
26 R T Kombinasi lain Rendah
27 R S 2 T tanpa R Sedang
28 R S Kombinasi lain Rendah
29 R R Semua kombinasi Rendah
30 SR TSR Semua kombinasi Sangat rendah
SR/R/S/T = Sangat rendah/Rendah/Sedang/Tinggi

Evaluasi Kesesuaian Lahan/Tanaman


Setiap tanaman membutuhkan syarat hidup yang berbeda-beda,
sehingga persyaratan kesuburan tanah juga berbeda antara spesies tanaman.
Kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis tanaman telah dibuat oleh :
a. FAO/CSR (1976)
b. PPT/Agroklimat (1993)
c. Departemen Pertanian RI (1997)

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 179

Kriteria tersebut pada prinsipnya sama, yaitu berdasarkan kelas kesesuaian


lahan, yaitu :
a. Kelas S1 : Sangat sesuai (Highly suitable)
b. Kelas S2 : Cukup sesuai (Moderatly suitable)
c. Kelas S3 : Agak sesuai (Marginally suitable)
d. Kelas N : Tidak sesuai (Not suitable)

Evaluasi Kemampuan Lahan


Kemampuan lahan adalah gambaran umum kapasitas lahan untuk
mendukung usaha pertanian. Data hasil analisis tanah tidak dapat membuat
kriteria kemampuan lahan, karena sebaian besar kriteria kemampuan lahan
didasarkan pada parameter lahan seperti: lereng, ketebalan solum, drainase,
ancaman banjir dan erosi, dll.
Kriteria Kemampuan lahan dapat dipakai metode : (a) USDA (1982) atau (b)
metode Sys (1993). Teknik evaluasi kemampuan lahan lebih lanjut dapat
berpedoman pada kriteria masing-masing metode.

Penilaian Kualitas Tanah


Kualitas tanah saat ini merupakan isue yang sangat penting, karena
tingkat kesuburan saja tidak menjamin kualitas tanah itu baik karena bisa saja
kesuburan tanah tinggi, tetapi tanah tersebut ternyata telah tercemar (tidak
sehat). Persoalannya adalah belum ada kriteria yang baku tentang kualitas
tanah, meskipun telah ada beberapa para ahli yang telah mencoba
mengajukan misalnya dengan menggunakan system skor (indeks) kualitas
tanah. Jauh sebelumnya oleh Bennette (1976) telah membuat kriteria kualitas
tanah sebagai berikut (Tabel 6.12) :

Tabel 6.12. Beberapa kriteria tanah untuk menilai kualitas


No Sifat Tanah Keterangan
1 Struktur Remah dan Gembur
2 Porositas Sedang, aerasinya baik
3 Retensi Air Besar
4 Warna Lebih gelap/hitam
5 Kadar Bahan organik Tinggi (tanah mineral)
6 Kadar koloid Tinggi
7 Kejenuhan basa Tinggi
8 Kadar unsurhara tersedia Tinggi
9 pH Netral
10 Kadar Zat penghambat Rendah
11 Populasi jasad hidup Tinggi
Sumber : Bennette (1976)

BAB VI DIAGNOSA HARA


180 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

6.5.2. Analisis Tanaman

Kegunaan Analisis Tanaman


1. Dapat dipakai terutama di daerah-daerah yang sistem uji tanah tidak
efektif atau tidak tersedia.
2. Sangat sesuai untuk tanaman yang bersifat permanen atau tanaman keras
seperti kelapa sawit, kakao, kopi, dan sebagainya.
3. Dapat juga dipakai untuk tanaman semusim untuk membantu dalam
rekomendasi pemupukan.
Analisis tanaman merupakan pengaruh intergrasi antara tanah, air, tanaman,
iklim, dan variabel-variabel pengelolaan yang merupakan ukuran ideal
ketersediaan hara. Kelemahannya adalah pada saat diperoleh hasil analisis
yang menunjukkan adanya problema nutrisi, mungkin sudah terlambat untuk
mengkoreksi atau memperbaikinya kecuali pada tanaman tahunan.

Tujuan & Aplikasi


1. Mengidentifikasi problema-problema nutrisi dan menentukan upaya
mengoreksinya secara kuantitatif melalui penentuan level kritis.
2. Menghitung nilai-nilai serapan hara sebagai pedoman untuk menentukan
rekomendasi
3. Memonitor status nutrisi tanaman yang permanen yang disebut dengan
crop logging.

Tahap-tahap Analisis Tanaman


(1) Pengambilan sampel (sampling).
(2) Pengeringan sampel (drying)
(3) Penghalusan sampel (grinding)
(4) Pengambilan subsampel (subsampling)
(5) Destruksi Tanaman (destruction /digestion)
(6) Pengenceran (diluting)
(7) Pengukuran atau analisis unsur
(8) Memperoleh konsentrasi dalam jaringan tanaman
(9) Menghitung serapan hara oleh tanaman.

Pengambilan Sampel Tanaman


Pengambilan sampel tanaman tergantung pada umur tanaman, jenis
tanaman, & unsur yang dianalisis, tetapi secara umum yang sering digunakan
adalah daun YFEL (youngest fully expanded leaf) (Jones et al., 1991).
Contoh sampel untuk beberpa jenis tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.13.

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 181

Tabel 6.13. Contoh pengambilan sampel bagian tanaman untuk beberapa


jenis tanaman
Keadaan (umur)
Tanaman Daun/bagian tanaman yang diambil
Tanaman
Jagung Umur 25-35 hari Seluruh bagian tanaman atas
Umur 35 hari/berbunga Daun pertama dari atas (bunga) yang
telah berkembang penuh
Padi Benih (Tingi kurang dari Seluruh bagian tanaman
30 cm)
Menjelang atau saat Empat daun teratas
berbunga
Biji sudah penuh Daun bendera

Kedelai Sebelum atau awal Daun-daun muda yang telah berkembang


berbunga penuh
Tebu Sampai umur 4 bulan Daun ketiga atau keempat dari atas yang
telah berkembang penuh
Pisang Umur 6-8 bulan Daun ketiga dari atas yang telah
berkembang penuh
Kacang Tanah Umur 25-30 hari Seluruh bagian di atas tanah
Saat berbunga Daun-daun teratas yang telah
berkembang penuh
Tembakau Saat berbunga Daun keempat dari ujung
Kopi Enam minggu setelah Daun ketiga atau keempat dari ujung
berbunga, sebelum biji
mengeras
Donahue et al. (1992)

Pengeringan dan Penghalusan Sampel


Pengeringan sampel tanaman dapat dilakukan dengan langkah-langkah
berikut :
a. Potong bagian tanaman yang akan dianalisis, sesuai tujuannya.
b. Bersihkan dengan air suling (akuades),
c. Keringkan di tempat berangin (sebaiknya dialaskan dengan kertas koran
(kertas isap) sambil dibalik-balik agar cepat kering,
d. Setelah kering angin, masukkan ke dalam oven pada suhu 70-80 oC.
e. Setelah kering, ambil sampel dan cencanglah pendek-pendek, kemudian
gerus dengan grinder sampai halus.
f. Sampel yang telah dihaluskan, masukkan ke dalam botol timbang. Buka
tutupnya dan masukkan ke dalam oven pada suhu 105 oC.
g. Setelah kering mutlak, tutup botol dan simpan sampel di dalam lemari
dingin dan kering.
h. Sampel ini siap di analisis.

BAB VI DIAGNOSA HARA


182 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Destruksi Sampel dan Analisis Unsur


Menurut Yash (1998), destruksi sampel tanaman dapat dilakukan
dengan metode berikut :
1. Metode Pengabuan Kering (ashing), yaitu dengan pemanasan pada suhu
tinggi (moven) hingga menjadi abu. Metode ini dapat menghilangkan
unsur-unsur yang mudah menguap seperti N, dan S sehingga cocok
untuk menganalisis kandungan kation basa seperti Ca, Mg, K, Na, dan
unsur-unsur logam sejenisnya.
2. Metode Destruksi Basah, yaitu dengan menggunakan larutan asam-asam
kuat seperti H2SO4, HNO3, HClO3, dan H2O2. Prosedur destruksi
tanaman dapat diikuti langkah-langkah berikut :
a. Timbang 0,025 g sampel tanaman yang telah kering dan masukkan
ke dalam labu takar 100 ml
b. Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat pelan-pelan.
c. Tempatkan di atas alat destruksi dan panaskan dari suhu rendah
(low) hingga 300 oC.
d. Biarkan mendingin kira-kira 1 jam.
e. Panaskan lagi dengan menambah asam sulfat encer hingga sisa-sisa
sampel terlarut semuanya.
f. Tambahkan akuades hingga tanda tera.
g. Larutan ini digunakan sebagai larutan stock.
h. Selanjutnya unsur hara seperti N, P, K, Ca, Mg, K, Fe, Mn, Cu, Zn,
dll. dapat diukur dengan prosedur seperti pada analisis tanah.

Interpretasi Data Analisis


Data hasil analisis tanaman dapat menggambarkan :
1. Konsentrasi dalam Jaringan, yaitu persentase hara dalam jaringan
tertentu. Biasanya dinyatakan dalam persen (untuk unsur makro seperti
C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, k, dan S) atau ppm (untuk unsur mikro seperti
Fe, Mn, Zn, Cu, B, Cl, Mo).
2. Serapan Total, yaitu persentase kandungan hara dalam jaringan dikali
dengan bobot kering tanaman (BKT), atau dapat ditulis :
Serapan Total = % kandungan hara x BKT
Misal :
Konsentrasi N tanaman jagung 4,0 %.
Bobot kering tanaman jagung = 100 g, maka
Serapan total = 4/100 x 100 g = 4 g N/tanama.

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 183

Kriteria tinggi rendahnya kandungan hara sangat bervariasi tergantung pada


jenis tanaman dan bagian mana yang diambil sebagai sampel. Namun secara
umum konsentrasi hara dalam tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.14.
sedangkan level kritisnya untuk beberapa tanaman dapat dilihat Tabel 6.15.

Tabel 6.14. Status unsur hara dalam jaringan tanaman

Sumber : Mengel dan Kirkby (2007)

Tabel 6.15. Level Kritis Unsur Hara pada Beberapa Tanaman


Nama Unsur Tebu Padi Jagung Kedelai
Unsur Makro (%)
Nitrogen (N) 1,50 2,50 3,00 4,20
Fosfor (P) 0,05 0,10 0,25 0,26
Kalium (K) 2,25 1,00 1,90 1,71
Kalsium (Ca) 0,15 0,15 0,40 0,36
Magnesium (Mg) 0,10 0,10 0,25 0,26
Sulfur (S) 0,01 0,10 - -
Silikon (Si) - 5,00 - -
Unsur Mikro (ppm)
Besi (Fe) 10,00 70,00 15,00 51,00
Mangan (Mn) 10-20 20,00 15,00 21,00
Tembaga (Cu) 5,00 6,00 5,00 10,00
Seng (Zn) 10,00 10,00 15,00 21,00
Molibden (Mo) - - 0,10 1,00
Khlor (Cl) - - - -
Boron (B) 1,00 3,40 10,00 21,00
Humber (1973)

BAB VI DIAGNOSA HARA


184 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

6.5.3. Percobaan Pemupukan


Percobaan pemupukan dapat dilakukan mulai dengan cara yang
sederhana sampai percobaan lengkap/faktorial. Percobaan sederhana
misalnya :
1. Percobaan Substraksi (omission trial)
2. Percobaan Ekstraksi
3. Percobaan larutan hara (nutrient solution)
Percobaan lengkap meliputi percobaan satu factor hingga multifactor, yaitu :
1. Percobaan Faktor Tunggal (single factor)
2. Percobaan 2 faktor (bifactor)
3. Percobaan 3 faktor (trifactor)
4. Percobaan multifaktor lainnya.
Percobaan pemupukan dapat dilakukan di Laboratorium, Rumah Kaca,
dan/atau di Lapangan.

a. Percobaan Sederhana

Sistem ini termasuk ke dalam percobaan sederhana. Di lapangan atau


di rumah kaca, teknik ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu
dengan menerapkan percobaan substraksi atau percobaan ekstraksi.
1. Percobaan Substraksi (omission trial)
Percobaan ini terdiri atas beberapa perlakuan pemupukan (penambahan
hara), dimana kontrol merupakan pemberian hara lengkap. Contoh
perlakuan percobaan substraksi dapat dilihat pada Tabel 6.16.

2. Percobaan Ekstraksi
Percobaan ini kebalikan dari percobaan substraksi, karena yang menjadi
kontrol adalah tanpa pemberian pupuk (tanah asli). Contoh penyusunan
perlakuan pupuk pada teknik percobaan ekstraksi ini dapat dilihat pada
Tabel 6.17.
Kedua percobaan di atas dapat dilakukan di rumah kaca atau di lapangan.
Percobaan teknik ini cocok dikembangkan di daerah yang pelayanan analisis
tanahnya terbatas atau yang menghendaki hasil evaluasi hara cepat.
Setelah dibuat percobaan dengan menggunakan tanaman tertentu maka
diamati respons hasilnya pada setiap perlakuan. Hasil terbaik di antara
perlakuan dapat dijadikan sebagai rekomendasi yang dapat dianjurkan kepada
masyarakat/petani. Kedua sistem tersebut sangat efektif diterapkan pada
wilayah-wilayah yang tidak memiliki sistem uji evaluasi sistematis atau tidak
memiliki perangkat pengamatan atau analisis yang standar secara teknis baik
dilapangan maupun di laboratorium. Keuntungan lain adalah metode ini cepat

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 185

dapat diterapkan di lapangan karena jika ingin dikaji setiap satu faktor hara,
maka akan membutuhkan waktu yang lama. Metode sederhana ini telah
berhasil dengan baik dikembangkan oleh FAO di negara-negara ketiga pada
masa dahulu terutama di Benua Afrika seperti di Ghana, Nigeria, Sudan, dan
di beberapa negara Amerika Latin (Sanchez, 1992).

Tabel 6.16. Susunan Perlakuan Pemupukan pada Percobaan Omisi


(substraksi)

Sumber : Sufardi (2010)

Tabel 6.17. Contoh Percobaan Pemupukan Menurut Teknik Ekstraksi

Sumber : Sufardi (2010)

BAB VI DIAGNOSA HARA


186 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Korelasi Uji Tanah


Korelasi uji tanah bertujuan untuk :
a. Menghubungkan hasil uji tanah dengan respons tanaman
b. Menerjemahkan hasil uji tanah ke dalam tingkat ketersediaan hara
c. Berguna untuk saran dalam pemupukan.
Korelasi uji tanah terdiri atas dua tahapan yaitu tahap penjajakan (eksplorasi)
dan tahap lanjutan (definitif).
a. Tahap penjajakan (eksploratory)
Membuat percobaan rumah kaca dengan sampel-sampel tanah yang
banyak dan beragam jenis. Tujuannya adalah menetapkan level kritis
sementara.
b. Tahap Lanjutan (definitif)
Membuat percobaan lapangan dengan menseleksi sampel tanah dengan
cermat dari percobaan rumah kaca. Tujuannya adalah menetapkan level
kritis secara definitif.

Metode Korelasi Uji Tanah


(1) Metode Cate-Nelson (1965) yaitu dengan menggunakan grafik Kuadran
IV. Menurut metode ini nilai kritis yang ditetapkan adalah taraf dosis yang
dicapai pada 90 persen dari produksi maksimum. Misalkan produksi padi
dicapai pada dosis 100 kg ha-1 Urea, maka dosis anjurannya adalah 90 kg
ha-1 Urea (90 % dari dosis yang memberikan produksi maksimum)
(Sanchez, 1992).
(2) Estimasi secara regresi.
Untuk menetapkan rekomendasi menurut cara ini dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan penduga respon, misalnya :
a. Model persamaan kuadratik
b. Persamaan Mitcherlisch, atau
c. Rancangan Permukaan respons.

6.5.4. Penetapan Rekomendasi

Untuk membuat rekomendasi pemupukan berdasarkan hasil analisis


tanah dan tanaman perlu dilakukan langkah-langkah berikut :
1. Interpretasi Hasil Uji Tanah dan Tanaman
Maksud interpretasi adalah untuk menduga berapa banyak setiap hara
nutrisi yang hasrus diberikan untuk mendapatkan respons hasil dari suatu
sistem tanah-tanaman (berbeda antar tanaman). Interpretasi ini dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti :

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 187

a. Metode Kontinyu,
Cara ini merupakan model klasik yang didasarkan pada hukum
pertumbuhan hasil yang makin menurun (law of deminishing return).
Dalam model ini menggunakan fungsi seperti kuadratik, akar kuadrat,
logaritmik, dan persamaan Mitscherlisch. Model terbaik ditentukan
dengan melihat koefisien determinasi (R2) terbesar/teruji. Taraf optimum
diduga dengan persamaan regresi atau dengan perhitungan BC rasio.

b. Model Linier (Lurus)


Cara ini dikembangkan oleh Waugh & Cate-Nelson (1976) yang
didasarkan pada Hukum Minimum Leibig (Leibig’s law of minimum).
Menurut model ini, respons dibagi kepada zona, yaitu: (a) titik awal
respon, (b) titik melandai, dan (c) titik hasil relatif (rasio titik I dengan
titik II). Jika dipakai metode Cate-Nelson, titik optimum merupakan
level pada hasil 90 % dari maksimum.

2. Penerapan Rekomendasi
Penerapan rekomendasi hasil evaluasi kesuburan tanah dapat diarahkan
kepada tujuan, seperti :
a. Penerapan Dosis Pemupukan
b. Penentuan arah penggunaan lahan, atau
c. Peruntukan bagi Klasifikasi Kesuburan tanah.

Penerapan Rekomendasi Pemupukan


Perlu diingat bahwa jika dipakai untuk penetapan dosis pemupukan
maka yang direkomendasikan harus bersifat:
1. Spesifik lokasi/wilayah. Sebaiknya setiap perbedaan jenis tanah dan
iklim (agroklimat) harus mempunyai rekomendasi tersendiri.
2. Setiap tanaman harus mempunyai dosis rekomendasi tersendiri
3. Rekomendasi juga didasarkan pada tujuan pengelolaan tanaman.
4. Rekomendasi harus diperbaharui setiap 4-5 tahunan dan perlu dimonitor
setiap tahun.
5. Sebelum penerapan di lapangan, perlu disosialisasi terlebih dulu kepada
petani melalui sistem penyuluhan oleh PPL/Dinas terkait.

Arahan Penggunaan Lahan


Arahan penggunaan lahan terutama sangat penting pada lahan yang
belum dibuka, misalnya lahan gambut, hutan bekas HPH, dan sebagainya.
Hal ini perlu untuk memberikan jaminan terhadap keberhasilan dalam
pemanfaatan lahan tersebut.

BAB VI DIAGNOSA HARA


188 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Klasifikasi Kesuburan Tanah


Hasil evaluasi kesuburan tanah sedapat mungkin dapat menggambarkan
apa yang menjadi hambatan pada lahan tersebut sehingga perlu dibuat
klasifikasi berdasarkan kendala yang ditemukan. Klasifikasi Kesuburan
Tanah bukan suatu sistem klasifikasi, karena hanya mengelompokkan tanah
kepada sifat-sifat dominan yang menjadi pembatas dalam pengelolaan, dan
sama sekali tidak didasarkan kepada morfologi.
Contoh klasifikasi kesuburan tanah menurut Sanchez (1992) adalah
sebagai berikut :
1. Tanah Bertekstur Kasar (misal: Psamments atau Entisol dengan tekstur
tanah pasir). Tanah ini bermasalah karena kapasitas menahan air dan
unsur hara sangat rendah karena tidak mengandung koloid, sehingga
terkedala bagi penanaman.
2. Tanah Fiksasi P Tinggi (misal: Andisol, Ultisol, Oxisol, dan sebagian
Inceptisol). Tanah ini didominasi fraksi-fraksi penjerap P yang tinggi
seperti mineral 1:1, alofan, dan/atau fraksi oksida hidrat Al dan Fe dan
dalam beberapa kasus mempunyai kadar Al dan Mn terlarut yang tinggi
sehingga sering mengikat anion fosfat tanah. Tanah ini umumnya
bereaksi masam hingga sangat masam.
3. Tanah Yang selalu tergenang (misal: Gambut/Tanah Rawa). Tanah ini
merupakan tanah yang terdapat pada ekosistem rawa yang mempunyai
topografi cekungan sehingga tergenang dalam waktu lama. Selain
bereaksi masam, tanah ini sering terjadi keracunan asam-asam organik
dan pirit serta defisiensi unsur hara mikro seperti Cu dan Zn.
4. Tanah Masam (acid soils) (misalnya: Ultisol, Gambut/Histosol, tanah
sulfat masam/sulfaquent, sulfaquept, dan lain-lain). Kelompok ini
merupakan tanah-tanah mineral dan/atau tanah organik yang mempunyai
pH < 6,5 bahkan jika dikeringkan, pH tanah bisa mencapai <3,5 akibat
oksidasi pirit.
5. Tanah Fiksasi kalium tinggi (misal: Grumusol/Vertisol). Tanah ini
dicirikan oleh kandungan mineral liat tipe 2:1 (motmorillonit, illit, mika
hidrat, atau muskovit) yang tinggi, sehingga dapat mengikat K+ yang
menyebabkan tidak tersedia bagi tanaman.
6. Tanah yang didominasi bahan amorf (misal: Andisol). Tanah ini
memiliki sifat andik dan umumnya terbentuk dari bahan vulkanik yang
bersifat amorf seperti alofan, imogolit, dan ferihidrit. Mineral ini mampu
menjerap P hingga sangat tinggi hinga > 91 % dengan pH NaF > 10.
Tanah ini sering terjadi defisiensi hara P, meskipun sifat-sifat tanah yang
lain relatif baik (subur).

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 189

7. Tanah salin (misal: Solanchak, Solonetz, dan sebagainya). Tanah ini


umumnya terbentuk di daerah iklim sedang hingga kering dan banyak
ditemukan akumulasi garam pada permukaan tanah atas yang
berpengaruh buruk pada tanaman. Tanah ini dicirikan oleh kandungan
Na yang tinggi dan mempunyai pH 7,5 hingga > 8,5.
8. Tanah beraktivitas liat rendah (low activiti clay soils), misalnya: Oxisol,
Ultisol, dan lain-lain. Tanah ini umumnya berkembang di iklim tropika
basah dan telah mengalami pelapukan lanjut, sehingga didominasi oleh
fraksi Fe oksida yang mempunyai muatan negatif rendah sehingga KTK
tanah sangat rendah (< 8 cmol kg-1).
9. Tanah dengan liat tipe 2:1 (misalnya: Vertisol). Sifat ini dikhususkan
untuk tanah yang kaya mineral liat tipe 2:1 seperti motmorillonit, atau
vermikulit. Persoalan utama pada tanah ini adalah sukar diolah karena
liatnya sangat lekat.
10. Tanah yang selalu kering (arid soils), misalnya: Aridisol. Tanah ini
terbentuk di kawasan iklim kering (arid) sehingga tidak mencukupi
kebutuhan air bagi tanaman.
11. Tanah dengan bahaya pirit (misal: tanah sulfat masam). Tanah ini
terbentuk di kawasan rawa yang relatif dangkal di atas bahan induk
mineral yang mengandung mineral FeS2. Mineral ini jika teroksidasi
akan menyebabkan pH tanah turun drastis hingga 2,5-3,5 sehingga
membahayakan tanaman.
12. Tanah kapur (calcareous soils), misalnya: Renzina atau tanah dari
subgroup Rendoll. Tanah ini terbentuk di atas bahan induk kapur (carst)
yang belum berkembang lanjut. Tanah ini biasanya mempunyai
ketebalan solum yang tipis.
13. Tanah dengan kandungan Al tinggi (misalnya: tanah Podsolik Merah
Kuning atau Ultisol). Tanah ini dikenal sebagai tanah yang mengandung
Al larut yang tinggi sehingga meracuni tanaman dan mempunyai pH
sangat masam.
14. Tanah-tanah lainnya.

6.6. Rangkuman
Diagnosa hara merupakan suatu proses untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi masalah-masalah unsur hara (nutrisi) yang dimulai dari
penilaian status unsur hara hingga penetapan rekomendasi pemupukan dan
pengelolaan daur hara bagi tanaman yang diusahakan. Dengan demikian,
maka tujuan dari diagnosa mencakup tiga hal, yaitu :

BAB VI DIAGNOSA HARA


190 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

1. Sebagai dasar dalam penentuan rekomendasi pemupukan pada lokasi


yang spesifik.
2. Menyediakan informasi untuk perencanaan pengelolaan kesuburan tanah
dan manajemen tanaman
3. Mengidentifikasi problema yang berkaitan dengan pengelolaan daur
hara.
Ada beberapa sistem yang dikembangkan untuk mengevaluasi status
kesuburan tanah dan nutrisi tanaman yaitu :
1. Sistem evaluasi yang didasarkan pada uji tanah (soil testing)
2. Sistem evaluasi yang didasarkan pada analisis tanaman (plant analysis)
3. Sistem evaluasi yang didasarkan pada pengujian hara hilang (berkurang)
(missing nutrient) seperti teknik percobaan omisi atau substraksi
(omission and substraction trials), dan teknik percobaan ekstraksi
(extraction trial), dan
4. Percobaan sederhana pada lahan petani (simple trial on farmers field).
Evaluasi secara sistematis merupakan diagnosa hara tanaman dan
evaluasi status kesuburan tanah yang dilaksanakan secara terstruktur di
laboratorium, atau di lapangan. Tujuan dari evaluasi teknis ini adalah
menetapkan status kesuburan tanah dan menyusun rekomendasi pupuk.
Sistem evaluasi secara sistematis ini meliputi tiga metode, yaitu :
1. Melalui uji tanah (soil testing)
2. Melalui analisis Tanaman (plant analysis), dan
3. Dengan membuat percobaan pemupukan (fertilizer experimental).
Selain sistem evaluasi yang telah dikemukakan di atas, sebenranya
masih ada beberapa teknis evaluasi non teknis yang dapat dilakukan untuk
mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan kesuburan tanah dan
nutrisi tanaman misalnya dengan mengumpulkan data sekunder tentang
situasi dan kondisi lahan seperti informasi jenis tanah, informasi dari
masyarakat petani, dan melalui pengamatan visual tentang keragaan tanaman
di lapangan atau gejala defisiensi hara (sympton defficiency).
Tahapan diagnosa hara dan penilaian kesuburan tanah dapat
dilaksanakan sebagai berikut :
1. Pengumpulan infromasi awal (langkah-langkah pendahuluan)
2. Pengamatan visual (survai lapangan)
3. Uji Mikrobiologis
4. Evaluasi secara teknis, yaitu :
5. Uji tanah (soil testing)
6. Uji tanaman (plant analysis)
7. Percobaan pemupukan (laboratorium, rumah kaca, dan lapangan)
8. Interpretasi data dan penetapan rekomendasi sementara

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 191

9. Uji multilokasi
10. Penetapan rekomendasi dan penerapannya
11. Penelitian/riset dan pengembangan.
Sebelum membuat rekomendasi pemupukan berdasarkan hasil analisis
tanah dan tanaman maka perlu dilakukan interpretasi hasil uji tanah dan
tanaman yang dilanjutkan dengan penerapan rekomendasi. Perlu diingat
bahwa jika dipakai untuk penetapan dosis pemupukan maka yang
direkomendasikan harus bersifat:
1. Spesifik lokasi/wilayah. Sebaiknya setiap perbedaan jenis tanah dan
iklim (agroklimat) harus mempunyai rekomendasi tersendiri.
2. Setiap tanaman harus mempunyai dosis rekomendasi tersendiri
3. Rekomendasi juga didasarkan pada tujuan pengelolaan tanaman.
4. Rekomendasi harus diperbaharui setiap 4-5 tahunan dan perlu dimonitor
setiap tahun.
5. Sebelum penerapan di lapangan, perlu disosialisasi terlebih dulu kepada
petani melalui sistem penyuluhan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan
(PPL) atau dinas terkait.

6.7. Glossarium

1. Andisol : tanah-tanah mineral yang berkembang dari abu volkan yang


mempunyai sifat-sifat tanah “andik”. Sebagai salah satu ordo tanah.
2. Aridisol. tanah-tanah mineral yang terbentuk di wilayah dengan iklim
kering (arid). Sebagai salah satu ordo tanah.
3. Bahan amorf : kelompok fraksi-fraksi tanah yang tidak mempunyai
susunan struktur kristalin yang terbentuk akibat pembekuan cepat dari
erupsi magma gunung api.
4. Daya Hantar Listrik (DHL) : merupakan salah satu perameter kimia
tanah salin yang menyatakan konsentrasi ion-ion terlarut di dalam tanah
yang diukur dengan alat Conductivitymeter.
5. Diagnosa Hara : sistem atau seperangkat metode (cara) yang digunakan
untuk mengidentifikasi status dan dinamika unsur hara di dalam tanah
dan tanaman.
6. Entisol : tanah-tanah mineral yang tidak mempunyai horizon penciri
permukaan pada kedalam 1 meter dari permukaan. Sebagai salah satu
ordo tanah.

BAB VI DIAGNOSA HARA


192 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

7. Gambut/Histosol : tanah-tanah mineral yang berkembang dari abu


volkan yang mempunyai sifat-sifat tanah andic. Sebagai salah satu ordo
tanah.
8. Gejala Visual (visual sympton) : kenampakan dan perubahan-
perubahan dari morfologi tanaman akibat kekurangan (defisiensi) atau
keracunan (toksisitas) dari unsur hara.
9. Grumusol (Vertisol) : tanah-tanah mineral yang berkembang dari
bahan induk liat atau kapur yang didominasi oleh mineral liat tipe 2;1.
10. Horizon : lapisan-lapisan tanah yang terbentuk akibat proses-proses
genesis pada profil tanah.
11. Inceptisol. tanah-tanah mineral yang berkembang dari abu volkan yang
mempunyai sifat-sifat tanah andic. Sebagai salah satu ordo tanah.
12. Liat tipe 2:1 : kelompok mineral yang tersusun atas dua lapisan Si
tetrahedral dan satu lapisan Al oktahedral yang terdapat dalam fraksi liat
tanah.
13. Omission Trial : suatu teknik percobaan sederhana untuk menilai status
hara tanaman (tanah) dengan menggunakan sistem hara hilang (missing)
atau berkurang di mana perlakukan kontrol merupakan perlakuan hara
lengkap.
14. Oxisol : tanah-tanah mineral yang mempunyai horizon oksik dalam 2 m
dari permukaan tanah atau mengandung plintit pada kedalaman 30 cm
dari permukaan dan tidak mempunyai harison spodik atau argilik di atas
horizon oksik. Sebagai salah satu ordo tanah.
15. Percobaan Ekstraksi : suatu teknik percobaan sederhana untuk menilai
status hara tanaman (tanah) dengan menggunakan sistem hara bertambah
di mana perlakukan kontrol merupakan perlakuan tanpa pemberian hara.
16. Percobaan Faktorial : suatu percobaan pemupukan untuk menilai
status hara tanaman (tanah) dengan menggunakan satu atau lebih faktor
dari pemberian hara (pupuk) yang dilakukan di Rumah Kaca atau di
lapangan.
17. Pirit : mineral yang mengandung besi dan sulfur yang terdapat pada
tanah-tanah rawa.
18. Podsolik Merah Kuning (PMK) : nama jenis tanah mineral yang telah
terjadi diferensiasi horizon lengkap yang dicirkan oleh reaksi tanah yang
masam dan kejenuhan basa yang rendah dan berwarna kuning
kemerahan hingga coklat kekuningan.

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 193

19. Profil tanah : Penampang tegak lurus tanah yang menggambarkan


sifat-sifat dan kenampakan morfologi tanah.
20. Psamments : subgroup tanah menurut Klasifikasi USDA yang
mempunyai tekstur lapisan atas yang sangat kasar dan berpasir.
21. PZC (point of zero cherge) : suatu kondisi pH tanah yang menunjukkan
jumlah muatan positif sama dengan muatan negatif.
22. Renzina (Rendoll) : tanah-tanah mineral yang mempunyai horizon
kambik yang terbentuk dari bahan induk kapur dan bahan induk lainnya
yang mempunyai lapisan permukaan yang gembur dan lunak.
23. Solanchak : kelompok tanah garam menurut sistem klasifikasi
FAO/Uniesco (1974) yang dicirikan dengan kandungan garam larut
terutama Na yang tinggi dan terdapat akumulasi garam pada kedalaman
kurang dari 45 cm dari permukaan tanah.
24. Solonetz : kelompok tanah yang bersifat alkalis menurut sistem
klasifikasi FAO/Unesco (1974) yang dicirikan dengan kandungan Na
dan ESP yang tinggi (> 60 %).
25. Sulfaquent, Sulfaquept : kelompok tanah (menurut USDA) yang
memiliki horizon penciri sulfurik, atau sulfudik pada lapisan tanah.
Tanah ini disebut juga tanah-tanah sulfat masam.
26. Tanah beraktivitas liat rendah (low activiti clay soils) : tanah yang
didominasi oleh fraksi Fe dan Al oksida yang mempunyai KTK dan
kejenuhan basa sangat rendah.
27. Tanah kapur (calcareous soils) : tanah-tanah yang didominasi oleh
material kapur dan karbonat tinggi sehingga mempunyai reaksi yang
agak alkalis.
28. Tanah masam (acid soils) : tanah-tanah yang mempunyai pH lebih
rendah dari 6,5.
29. Tanah salin : tanah yang mempunyai kandungan garam terlarut yang
tinggi yang dicirikan dengan pH tanah > 7,5 dengan DHL > 4 mS cm-1
dan mengandung Na > 30 %.
30. Tanah sulfat masam : tanah-tanah yang berkembang pada tipologi
rawa yang dicirikan dengan adanya lapisan sulfurik dan sulfudik pada
ketebalan 60 hingga 125 cm dari permukaan tanah.
31. Uji Biologi : evaluasi status unsur hara tanah dan tanaman dengan
menggunakan teknik percobaan secara mikrobiologis dan/atau

BAB VI DIAGNOSA HARA


194 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

percobaan dengan menggunakan indikator tanaman baik di


laboratorium, rumah kaca maupun di lapangan.
32. Uji Tanah : evaluasi status unsur hara dan sifat-sifat tanah dengan
menggunakan teknik-teknik analisis tanah di laboratorium.
33. Uji Tanaman : evaluasi status unsur hara di dalam tanaman dan/atau
tanahdengan menggunakan analisis tanaman di laboratorium.
34. Ultisol : tanah-tanah mineral yang telah berkembang lanjut yang
mempunyai horizon argilik dan kandik dengan kejenuhan basa kurang
dari 35 persen jika diukur pada pH 8,2. Sebagai salah satu ordo tanah.

6.8. Daftar Pustaka

Bennette. 1976 In. In. P.A. Sanchez (1992) Properties and Management of
Soils in The Tropics. John Wiley and Sons. New York.
Blackmore, L.C., P.L. Searle, and B.K. Daly. 1987. Methods for chemical
analysis of soils. N.Z. Soil Bureau Sci. Rep. 80. Soil Bureau, Lower
Hutt, New Zealand.
Bohn, H.L., B.L McNeal, and G.A. O,connor. 1985. Soil chemistry. John
Wiley & Sons, New York
Cate-Nelson. 1965. In. P.A. Sanchez (1992) Properties and Management of
Soils in The Tropics. John Wiley and Sons. New York.
Chapman, H.D. 1978. Diagnostic Criteria for Plants and Soil. Univiversity of
California, Reverside.
Departemen Pertanian RI. 1997. Pedoman Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk
Tanaman Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Jakarta.
Donahue, M.L., W. Baver, and D. Reever. 1992. Soils and Soil Management.
John Wiley & Sons., New York.
FAO/CSR. 1976. Land Suitability Classification. Food and Agriculture
Organization. Soil Conservation Service. Rome.
Fits, S.E. 1974. Steps in Soil Fertility Evaluation. In. P.A. Sanchez.
Properties and Management of Soils in The Tropics. John Wiley and
Sons. New York.
Hidayat, A. 1978. Methods of soil chemical analysis. Publ. Japan
International Cooperation Agency (JICA) in the frame of the
Indonesia-Japan Joint Food Crop Research Program, Bogor.

BAB VI DIAGNOSA HARA


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 195

Humber, R. 1973. Soil Testing and Plant Analisys. In. Soil Sci. Soc. of
America, Madison, WI.
ISRIC (International Soil Reference and Information Centre). 1987.
Procedure for soil analysis. 2nd. Ed. Wageningen, The Netherlands.
Jackson, M.L. 1973. Soil chemical analysis. Prentice-Hall of India Pvt., Ltd.,
New Delhi.
Jones, J.B. B. Wolf., and H.A. Mills. 1991. Handbook of Plant Analysis.
Mac.Micro Publ. Athens. 467 p.
Jones, J.B., Jr. 1985. Soil testing and plant analysis: Guides to the
fertilization of horticulture crops. Hortic. Rev. 7:1-67.
Landon, F. 1986. Soil Chemistry Analysis. McGraw Hill Publ. Toronto.
Mengel, K. dan E.A. Kirkby, 2007. Principles of Plant Nutrition. Inter.
Potash. Inst. 864 p.
P3MT (Program Peningkatan Pertanian Menunjang Transmigrasi). 1983.
Pertemuan Teknik Survey dan Pemetaan Tanah. Departemen Pertanian
RI. Jakarta.
PPT/Agroklimat.1993. Petunjuk Teknik Evaluasi Kesesuaian Lahan. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Pusat Penelitian Tanah (LPT) Bogor. 1983. Panduan Analisis Tanah.
Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.
Radjagukguk, B. 1989. Seputar Masalah Efisiensi Pemupukan pada lahan
Pertanian. Makalah Seminar. Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Rahman, A.R. 2005. Pengelolaan Tanah Gambut. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. RI, Jakarta.
Sanchez, P.A. 1992. Properties and management of soils in the tropics. John
Wiley & Sons, New York.
Sanchez, P.A., and P. Salinaz. 1981. Effect of lime on exchangeable Al and
corn growth. Soil Sci. 23:89-92.
Sufardi. 1991. Kajian perubahan status PZC, Al, Fe, dan P tanah bermuatan
terubahkan akibat pemberian pupuk hijau dan pupuk fosfat. Tesis S2.
Fakultas Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Sufardi. 2010. Evaluasi Kesuburan Tanah Menuju Rekomendasi Pemupukan.


Modul Kuliah. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.

BAB VI DIAGNOSA HARA


196 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Tan, K.H. 1995. Dasar-dasar kimia tanah (terjemahan : Principles of Soil


Chemistry). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tisdale, S.S., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1987. Soil fertility and
fertilizers. 4th ed. McMillan Publ. Co., Inc., New York.
Uehara, G., and G.P. Gillman. 1981. The mineralogy, chemistry, and physics
of tropical soils with variable charge clays. Westview Press, Boulder,
CO.
USDA (Soil Survey Staff). 2002. Keys to Soil Taxonomy. 9th ed. USDA.
Natural Resources Conservation Services. Washington, DC.

USDA (United State Department of Agriculture). 1982. Land Capability


Classification. Soil Conservation Service, Washington D.C.
Wada, K. 1986. Ando soils in Japan. Kyushu Univ. Press. (Publ.), Tokyo,
Japan.

Waugh & Cate-Nelson. 1976. In. P.A. Sanchez (1992) Properties and
Management of Soils in The Tropics. John Wiley and Sons. New
York.
Wong, S. 1976. Soil sampling technics. In. P.A. Sanchez (1992) Properties
and Management of Soils in The Tropics. John Wiley and Sons. New
York.
Yash, K. 1998. Handbook of reference methods for plant analysis. Boca
Baton : CRC Press, 298 p.

BAB VI DIAGNOSA HARA

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai