Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

FLAIL CHEST

Oleh :

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN 2021/2022
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI
Flail chest adalah suatu keadaan yang dialami berdasarkan atas suatu kejadian dari
trauma tumpul seperti misalnya terjadinya pengaturan kecelakaan kendaraan bermotor
berkecepatan tinggi (Brian L, 2017).
Flail chest adalah keadaan yang terjadi ketika serangkaian tulang rusuk yang
berdekatan retak di setidaknya 2 tempat, anterior dan posterior (Davignon K, 2014).
Jadi, flail chest adalah suatu keadaan yang dialami berdasarkan atas suatu kejadian
dari trauma tumpul ketika serangkaian tulang rusuk yang berdekatan retak di setidaknya 2
tempat, anterior dan posterior.

2. KLASIFIKASI
Flail Chest berkaitan dengan trauma thorak, yang dapat disebabkan oleh:
a) Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada dada terjadi sebagai akibat dari gaya yang didorong ke dada
dinding tetapi tidak meninggalkan luka terbuka. Kendaraan bermotor kecelakaan
menyumbang 90% dari seluruh trauma dada tumpul, penyebab lain yang mungkin
termasuk jatuh, olahraga berat dan tindakan kekerasan.
b) Truma Tembus
Menembus luka dada adalah orang-orang di mana suatu objek menembus dinding
dada dan menciptakan celah ke rongga toraks. Luka-luka ini sebagian besar akibat
penusukan, luka tembak dan luka ledakan (Umar, 2016).

3. ETIOLOGI
Flail chest merupakan salah satu dari bentuk trauma toraks yang diakibatkan oleh
trauma tumpul yaitu kendaraan bermotor kecelakaan menyumbang 90% dari seluruh trauma
dada tumpul, penyebab lain yang mungkin termasuk jatuh, olahraga berat dan tindakan
kekerasan. Penyebab dari trauma tembus adalah Luka-luka ini sebagian besar akibat
penusukan, luka tembak dan luka ledakan (Umar, 2016).
4. PATOFISIOLOGI
Flail chest terjadi ketika serangkaian tulang rusuk yang berdekatan retak di setidaknya

2 tempat, anterior dan posterior. Bagian dinding dada ini menjadi tidak stabil dan bergerak ke

dalam selama inspirasi spontan. Dampak fisiologis dari dada yang berkibar tergantung pada

beberapa faktor, termasuk ukuran segmen flail, tekanan intratraks yang dihasilkan selama

ventilasi spontan, dan kerusakan terkait pada paru-paru dan dinding dada. Pengobatan

bervariasi dengan tingkat keparahan gangguan fisiologis yang disebabkan oleh segmen flail

itu sendiri. Fiksasi bedah segera dapat menurunkan morbiditas, tetapi pengobatan konservatif

dengan ventilasi tekanan positif lebih disukai ketika beberapa cedera pada organ intrathoracic

hadir (Davignon K, 2014).


5. PATHWAY FLAIL CHEST
Trauma
tembus/tumpul

Lengkung Iga akan


semakin
melengkung

Gesekan fragmen Fraktur iga multiple


costa yang patah saat segmental (Fail Mengenai/ merusak
inspirasi/ekspirasi Chest) pleura

Pneumotoraks
Mekanisme Ggn. Pergerakan
peradangan dinsing dada
Udara luar
terhisap masuk
Pelepasan zat kimia Ventilasi menurun karena tekanan
(histamine) negative
intrapleura

Jumlah O2 jaringan
Ujung saraf bebas menurun
Tekanan pleura
menurut terus

Thalamus Kebutuhan O2
jaringan menurun
Luka akibat Perubahan
pasang WSD Status
Rangsangan nyeri
Kesehatan
Metabolisme
anaerob
Invansi Gangguan
Nyeri patogen integritas
Osidosis kulit/jaringan
metabolisme
Nyeri saat
bergerak
Resiko
dispnea infeksi

Gangguan Nyeri akut


mobilitas fisik Ketidakefektifan
pola napas
6. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya gerak
pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal flail chest yang ada akan
tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu mengadakan kompensasi terhadap pengurangan
cadangan respirasinya. Namun bila terjadi penimbunan secret-sekret dan penurunan daya
pengembangan paru-paru akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan akhirnya kolaps

7. KOMPLIKASI
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement,
yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest
tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan
secara keseluruhan

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan yang dibutuhkan adalah

1. Radiologi: foto thorax (AP).


2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis: menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin: mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal atau menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Oraksentesis: menyatakan darah/cairan

9. PENCEGAHAN
Pencegah flail chest yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebabnya, seperti
menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus kecelakaan dan
trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda
tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Patriani, 2012) .

10. PENATALAKSAAN
1. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
a. Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat
kejadian. yang ditanyakan:
 Waktu kejadian
 Tempat kejadian
 Jenis senjata atau penyebab trauma
 Arah masuk terjadinya trauma
 Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
b. Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
 Inspeksi
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan
keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
 Palpasi
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
 Perkusi
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis
miring.
 Auskultasi
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
c. Pemeriksaan tekanan darah.
d. Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu yang besar.
e. Pemeriksan kesadaran
f. Pemeriksaan sirkulasi perifer.
g. Kalau keadaan gawat pungsi.
h. Kalau perlu intubasi napas bantuan.
i. Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
j. Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
k. Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau
keadaan memungkinkan).
2. Therapi
 Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan
dan resusitasi cairan.
 Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-
hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada
Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi
cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar
optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi
yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua
penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting
pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat
sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara
lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian
kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi
dan ventilasi.
3. Tindakan Operasi (Stabilisasi)
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area “flail”
dengan indikasi:
a. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb).
b. Gagal/sulit weaning ventilator.
c. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif).
d. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif).
e. Menghindari cacat permanent.

Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)
bronchial toilet fisioterapi agresif tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet. Tindakan
stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat menolong penderita, yaitu
dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah
dengan pembedahan. Takipnea, hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi
endotrakeal dan ventilasi dgn tekanan positif.

B. KONSEP KEPERAWATAN TEORITIS


A.Pengkajian
1. Identitas
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mana dilakukan
pengumpulan data, pengelompokan data, serta analisa data yang menghasilkan satu masalah
keperawatan yang dikumpulkan melalui wawancara, pengeumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostic, dan review catatan sebelumnya. Pengkajian dalam
keperawatan gawat darurat dilakukan dengan primary survey dan secondary survey. Proses
pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status kesehatan pasien gawat darurat di
rumah sakit secara sistematik, akurat, dan berkesinambungan. (Khumairoh,2013).
1. Pengkajian primer
a. Airway
Tindakan pertama kali yang dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan
mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya gangguan/sumbatan jalan
nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain:
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obtuksi jalan nafas pada pasien, seperti:
a. Adanya snoring atau gargling
b. Stridor atau suara nafas tidak muncul
c. Agitasi (hipoksia)
d. Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
e. Sianosis
3) Lihat dan dengar bukti adanya masalah pada saluran nafas bagian atas potensial
penyebab obtruksi, seperti muntahan dan pendarahan.
4) Jika terjadi obtruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbukia
5) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang beresiko
mengalami cedera tulang belkang
6) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
a) Chin lit / jaw thust
b) Lakukan suction
c) Oropharyngeal airway / nasopharybgeal airway, laryngeal mask airway
d) Lakukan intubasi
b. Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing
pada pasien antara lain :
1) Look, listen, dan feel : lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernafasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sianosis,
penetrating injury, lail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan
b) Palpasi untuk menilai adanya pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema
c) Auskultasi untuk menilai adanya suara abnormal pada dada.
2) Observasi pergerakan dinding dada pasien
3) Tentukan laju dan tingkat kedalam nafas pasien, kaji lebih lanjut mengenai karakter
dan kualitas pernafasan pasien.
Pada pasien dengan lail chest biasanya akan mengalami sesak nafas yang berat karena
ketika inspirasi atau ekpirasi akan merasakan nyeri sehingga pasien akan mengalami
pernafasan paradoksal / takut untuk bernafas dan bisa terjadi gagal nafas. Selain itu
biasanya pergerakan dada pada pasien flail chest akan aismetris akibat dari raktur
segmen iga sehingga dinding dada bergerak ke dalam ketika inspirasi dan akan
mengembang ketika ekspirasi. Ketika di palpasi dinding dada pasien akan ditemukan
krepitasi.
c. Circulation
Pengkajian circulation dilakukan untuk melihat ada atau tidak tanda syok atau perdarahan
pada pasien. Hipovolomia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
syok didasarkan pada temuan klinis : hipotensi, takikardi, hipotermia, pucat, ekstremitas
dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Langkah-langkah dalam
pengkajian status sirkulasi pasien, antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan
2) kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan memberikan penekanan
secara langsung.
3) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia.
d. Disability
Dilakukan suatu pemeriksaan neurogis yang cepat. Pemeriksaan neurologis ini terjadi dari
pemeriksaan tingkat kesadaran pasien, ukuran dan respon pupil, tanda-tanda lateralisasi,
dan tingkat cedera korda spinalis. Pengkajian disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :
1) Alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan
2) Vicalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak dapat dimengerti.
3) Respon to pain, harus dinilai keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan
untuk mengkaji gagal untuk merespon.
4) Unrespond, jika pasien tidak merespon baik itu stimulus nyeri.
e. Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, pasien harus dibuka keseluruhan pakainnya
untuk memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang
belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan rog roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal.
Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat
dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.

2. Pengkajian sekunder
3. Pengkajian sekunder/ secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head ton toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelahb kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tada-
tanda syok telah mulai membaik.
a. Anamnesis
Anamnesis juga harus meluputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga, yaitu A : alergi ( adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan), M : medikasi/ obat-obatan ( obat-obatan yang diminum), P : pertinent medical
history ( riwayat medis pasien seperti penyakit yang permah diderita, obatnya apa, berapa
dosisnya), L : last meal ( obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian), E : events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab
cedera ( kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama).
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,diagnose medic, alamat, semua
data mengenai identitas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2) Indentitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sanat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung
jawab klien selama perawatan, data yag terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat bernafas
4) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembang dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliati atau
provokati (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kuliatas (Q) yaitu
bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri atau klien merasa
nyaman dan time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
b) Pemeriksaan fisik
1) Kepala : lakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh kepala dan wajah untuk
mengetahui adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka
termal, ruam, perdarahan, dan nyeri nyeri tekan.
2) Wajah
a) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor
atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami
miosis atau midriasis, adanya icterus, ketajaman mata (macies visus dan
acies campus), apakah konjungtiva anemis atau adanya kemerahan.
b) Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan ciuman,
apabila ada deformitas lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari
suati fraktur.
c) Telinga : Periksa adanya nyeri tinnitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan
membrane timpani atau adanya hemotimpanum.
d) Mulut : Inspeksi pada bagian mukosa, adanya lesi.
3) Totaks
a) Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping, dan belakang
untuk mengetahui adanya trauma tumpul/tajam, luka, lecet, memar, ruam,
ekimosis, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kesimetrisan
evpansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan, frekuesnsi
dan irama jantung. Pada pasien flail chest, pasien akan mengalami
pernafasan paradoksal/ takut untuk bernafas.
b) Palpasi : Palpasi seluruh dinding dada untuk mengetahui adanya trauma
tajam / tumpul. Pada pasien dengan lail chest akan ditemukan krepitasi dan
nyeri tekan saat dilakukan plpasi pada dada.
c) Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.
d) Auskultasi : suara nafas tambahan ( apakah ada ronki, wheezing) dan bunyi
jantung (murmur, gallop).
4) Abdomen : Inspeksi abdomen bagian depan dan belkang untuk adanya trauma
tajam, tumpul, dan perdarahan internal, adakah distensi abdomen, acites, luka,
memar. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen untuk mendapatkan nyerin
lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri
tekan, hepatomegaly.
5) Ektremitas : Inspeksi adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, paralisis, atropi/
hipertropi, pada jari-jari periksa adanya clubbing finger, serta catat adanya
nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler reill, palpasi untuk memeriksa
deyut nadi distal.
6) Punggung : Memeriksa punggung dilakukan dengan log roll, memeriksa
pasien dengan tetap ,menjaga kesegarisan tubuh. Periksa adanya perdarahan,
lecet, luka, hematoma, ruam, lesi, dan edema serta nyeri.
7) Neurologis : Pemeriksaan neurologis yang di teliti meliputi pemeriksaan
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Pada pemeriksaan neurologis
inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegia atau hemiparase
( gangguan pergerakan), distaksia (kesukaran dalam mengkoordinasi otot),
rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan respon sensori.
(Khumairoh,2013)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap gangguan
kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan terhadap respon tersebut dari seorang individu,
keluarga, kelompok atau komunitas. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada trauma dada
(flail chest):
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan deformitas tulang dada (D.0005).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisik (flail chest) (D.0077).
3. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage (D.0129).
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan itegritas struktur tulang (D.0054).
5. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma (D.0142)..
3.Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


Keperawatan

1 Pola Nafas Setelah diberikan asuhan Pemantauan Respirasi 1. Membuka jalan nafas untuk
Tidak Efektif keperawatan …x… jam Observasi menjamin jalan masuknya
berhubungan diharapkan inspirasi dan atau udara keparu secara normal
 Monitor pola nafas, monitor
dengan ekspirasi yang tidak sehingga menjamin
saturasi oksigen
deformitas memberikan ventilasi adekuat menjamin kecukupan
 Monitor frekuensi, irama,
tulang dada membaik dengan kriteria hasil oksigenasi tubuh.
kedalaman dan upaya napas
(D.0005) : 2. Tanda vital dapat
 Monitor adanya sumbatan
digunakan untuk
 Dispnea menurun jalan napas
mengidentiikasi perubahan
 Penggunaan otot
Terapeutik yang terjadi pada keadaan
bantu napas menurun
 Atur interval pemantauan umum pasien dan
 Frekuensi napas
respirasi sesuai kondisi peningkatan respirasi
membaik
pasien adalah tanda dypsneu
 Kedalaman napas
3. Membantu pemasukan O2
membaik Edukasi
ke dalam tubuh dan
 Jelaskan tujuan dan prosedur ventilasi pada sisi yang
pemantauan tidak sakit
 Informasikan hasil 4. Mengetahui irama,
frekuensi napasdan
pemantauan, jika perlu terjadinya dyspnea pada
pasien
Terapi Oksigen
5. Untuk melonggarkan jalan
Observasi
nafas.
 Monitor kecepatan aliran
oksigen
 Monitor posisi alat terapi
oksigen
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen

Terapeutik

 Bersihkan secret pada mulut,


hidung dan trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan
napas
 Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

 Ajarkan keluarga cara


menggunakan O2 di rumah
Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
2
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Observasi
dengan agens jam, maka tingkat nyeri  Identifikasi lokasi,
pencedera menurun, dengan kriteria karakteristik, durasi,
fisik (flail hasil: frekuensi, kualitas, intensitas
chest) nyeri
 Keluhan nyeri
(D.0077)  Identifikasi skala nyeri
menurun
 Identifikasi respon nyeri non
 Meringis menurun
verbal
 Gelisah menurun
 Identifikasi factor yang
 Frekuensi nadi
memperberat dan
membaik
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik

 Berikan teknik non


farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan Setelah dilakukan intervensi Perawatan Integritas Kulit
3 1. Pengkajian yang optimal
Integritas keperawatan selama 3 x 24
akan memberikan data yang
Kulit/Jaringan jam, maka integritas kulit dan Observasi
objektif untuk mencegah
berhubungan jaringan meningkat, dengan  Identifikasi penyebab
kemungkinan komplikasi
dengan kriteria hasil: gangguan integritas kulit
dan mengetahui factor
trauma
 Elastisitas meningkat penyebab nyeri
mekanik
 Kerusakan lapisan Terapeutik 2. Pendekatan dengan
terpasang
kulit menurun menggunakan relaksasi dan
bullow  Ubah posisi tiap 2 jam jika
distraksi telah menunjukkan
 Hidrasi menurun tirah baring
drainage
keefektifan dalam
(D.0129)  Nyeri menurun  Gunakan produk berbahan
mengurangi nyeri dan
petroleum atau minyak pada
mampu mengalihkan
kulit kering
perhatian terhadap nyeri
 Hindari produk berbahan
3. Istirahat dapat
dasar alcohol pada kulit
merelaksasikan semua
jaringan dan akan
Edukasi
meningkatkan kenyamanan
 Anjurkan menggunakan
4. Analgetik dapat memblok
pelembab
lintasan nyeri, sehingga
 Anjurkan minum air yang
nyeri akan berkurang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
peningkatan nutrisi
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
 Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

4 Gangguan Setelah diberikan asuhan Dukungan Mobilisasi 1. Untuk mengetahui


mobilitas keperawatan …x… jam Observasi perubahan tanda-tanda vital
fisik diharapkan pasien mampu 2. Mengetahui kemampuan
 Identifikasi adanya nyeri atau
berhubungan menunjukan tingkat mobilitas pasien dalam mobilisasi
keluhan fisik lainnya
dengan yang optimal dengan kriteria 3. Memberikan reinforcement
 Identifikasi toleransi fisik
kerusakan hasil : positi terhadap pasien
melakukan pergerakan
itegritas 4. Edukasi yang tepat
 Pergerakan ekstremitas  Monitor ftekuensi jantung
struktur memberikan pemahaman
meningkat dan tekanan darah sebelum
tulang yang jelas pada pasien
 Kekuatan otot memulai mobilisasi
(D.0054) sehingga pasien dapat
meningkat  Monitor kondisi umum
melakukan perubahan
 Nyeri menurun selama melakukan mobilisasi
posisi dengan cara yang
 Gerakan terbatas
Terapeutik benar
menurun
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi 5. Untuk mengetahui
 Kelemahan fisik
dengan alat bantu kebutuhan terapi pasien
menurun
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkat pergerakan

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
5
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Observasi
dengan jam, maka glukosa derajat  Monitor tanda dan gejala
trauma infeksi menurun, dengan infeksi local dan sitemik
(D.0142) kriteria hasil:

 Demam menurun Terapeutik

 Kemerahan menurun  Batasi jumlah pengunjung


 Nyeri menurun  Berikan perawatan kulit pada
 Bengkak menurun daerah edema
 Kadar sel darah putih  Cuci tangan sebelum dan
membaik sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi

Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara memeriksa luka
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
 Implementasi
Pelaksanaan atau impelentasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan yang telah
direncanakan). Dalam tahap ini perawat arus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya
fisik dan perlindungan kepala pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman dalam hak-hak pasien dan perkembangan pasien. Dalam tahap
pelaksanaan ada tiga tindakan yaitu, tindakan mandiri, delegatif, dan tindakan kolaborasi.
a. Mandiri : aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan bukan
merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan.
b. Delegatif : tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan
yang berwenang.
c. Kolaboratif : tidakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana didasarkan atas
keputusan bersama. (Aiz, 2017).
 Evaluasi
a. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuab atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas
proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke
efektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subejektf (data berupa keluhan pasien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisis data dan perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, AH.2017. Bab II Tinjauan Pustaka Dokumentasi Keperawatan.


Brian L. 2017. The Management of Flail Chest. Volume 17. Issue 1.
Ciraulo DL. 2014. Flail chest as a marker for significant injuries. Journal of the American College of
Surgeons
J. Kent. 2014. Management of Flail Chest Without Mechanical Ventilation. The Annals of Thoracic
Surgery. Volume 19. Issue 4
Nuratif & Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC
Jilid 2. Yogyakarta: Medication

Umar Farooq. 2016. Classification And Management Of Chest Trauma. Vol. 16 (2)

Anda mungkin juga menyukai