FLAIL CHEST
Oleh :
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN 2021/2022
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
Flail chest adalah suatu keadaan yang dialami berdasarkan atas suatu kejadian dari
trauma tumpul seperti misalnya terjadinya pengaturan kecelakaan kendaraan bermotor
berkecepatan tinggi (Brian L, 2017).
Flail chest adalah keadaan yang terjadi ketika serangkaian tulang rusuk yang
berdekatan retak di setidaknya 2 tempat, anterior dan posterior (Davignon K, 2014).
Jadi, flail chest adalah suatu keadaan yang dialami berdasarkan atas suatu kejadian
dari trauma tumpul ketika serangkaian tulang rusuk yang berdekatan retak di setidaknya 2
tempat, anterior dan posterior.
2. KLASIFIKASI
Flail Chest berkaitan dengan trauma thorak, yang dapat disebabkan oleh:
a) Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada dada terjadi sebagai akibat dari gaya yang didorong ke dada
dinding tetapi tidak meninggalkan luka terbuka. Kendaraan bermotor kecelakaan
menyumbang 90% dari seluruh trauma dada tumpul, penyebab lain yang mungkin
termasuk jatuh, olahraga berat dan tindakan kekerasan.
b) Truma Tembus
Menembus luka dada adalah orang-orang di mana suatu objek menembus dinding
dada dan menciptakan celah ke rongga toraks. Luka-luka ini sebagian besar akibat
penusukan, luka tembak dan luka ledakan (Umar, 2016).
3. ETIOLOGI
Flail chest merupakan salah satu dari bentuk trauma toraks yang diakibatkan oleh
trauma tumpul yaitu kendaraan bermotor kecelakaan menyumbang 90% dari seluruh trauma
dada tumpul, penyebab lain yang mungkin termasuk jatuh, olahraga berat dan tindakan
kekerasan. Penyebab dari trauma tembus adalah Luka-luka ini sebagian besar akibat
penusukan, luka tembak dan luka ledakan (Umar, 2016).
4. PATOFISIOLOGI
Flail chest terjadi ketika serangkaian tulang rusuk yang berdekatan retak di setidaknya
2 tempat, anterior dan posterior. Bagian dinding dada ini menjadi tidak stabil dan bergerak ke
dalam selama inspirasi spontan. Dampak fisiologis dari dada yang berkibar tergantung pada
beberapa faktor, termasuk ukuran segmen flail, tekanan intratraks yang dihasilkan selama
ventilasi spontan, dan kerusakan terkait pada paru-paru dan dinding dada. Pengobatan
bervariasi dengan tingkat keparahan gangguan fisiologis yang disebabkan oleh segmen flail
itu sendiri. Fiksasi bedah segera dapat menurunkan morbiditas, tetapi pengobatan konservatif
dengan ventilasi tekanan positif lebih disukai ketika beberapa cedera pada organ intrathoracic
Pneumotoraks
Mekanisme Ggn. Pergerakan
peradangan dinsing dada
Udara luar
terhisap masuk
Pelepasan zat kimia Ventilasi menurun karena tekanan
(histamine) negative
intrapleura
Jumlah O2 jaringan
Ujung saraf bebas menurun
Tekanan pleura
menurut terus
Thalamus Kebutuhan O2
jaringan menurun
Luka akibat Perubahan
pasang WSD Status
Rangsangan nyeri
Kesehatan
Metabolisme
anaerob
Invansi Gangguan
Nyeri patogen integritas
Osidosis kulit/jaringan
metabolisme
Nyeri saat
bergerak
Resiko
dispnea infeksi
7. KOMPLIKASI
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement,
yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest
tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan
secara keseluruhan
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan yang dibutuhkan adalah
9. PENCEGAHAN
Pencegah flail chest yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebabnya, seperti
menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus kecelakaan dan
trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda
tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Patriani, 2012) .
10. PENATALAKSAAN
1. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
a. Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat
kejadian. yang ditanyakan:
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Jenis senjata atau penyebab trauma
Arah masuk terjadinya trauma
Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
b. Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
Inspeksi
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan
keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
Palpasi
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
Perkusi
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis
miring.
Auskultasi
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
c. Pemeriksaan tekanan darah.
d. Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu yang besar.
e. Pemeriksan kesadaran
f. Pemeriksaan sirkulasi perifer.
g. Kalau keadaan gawat pungsi.
h. Kalau perlu intubasi napas bantuan.
i. Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
j. Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
k. Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau
keadaan memungkinkan).
2. Therapi
Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan
dan resusitasi cairan.
Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-
hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada
Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi
cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar
optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi
yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua
penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting
pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat
sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara
lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian
kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi
dan ventilasi.
3. Tindakan Operasi (Stabilisasi)
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area “flail”
dengan indikasi:
a. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb).
b. Gagal/sulit weaning ventilator.
c. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif).
d. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif).
e. Menghindari cacat permanent.
Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)
bronchial toilet fisioterapi agresif tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet. Tindakan
stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat menolong penderita, yaitu
dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah
dengan pembedahan. Takipnea, hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi
endotrakeal dan ventilasi dgn tekanan positif.
2. Pengkajian sekunder
3. Pengkajian sekunder/ secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head ton toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelahb kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tada-
tanda syok telah mulai membaik.
a. Anamnesis
Anamnesis juga harus meluputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga, yaitu A : alergi ( adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan), M : medikasi/ obat-obatan ( obat-obatan yang diminum), P : pertinent medical
history ( riwayat medis pasien seperti penyakit yang permah diderita, obatnya apa, berapa
dosisnya), L : last meal ( obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian), E : events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab
cedera ( kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama).
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,diagnose medic, alamat, semua
data mengenai identitas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2) Indentitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sanat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung
jawab klien selama perawatan, data yag terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat bernafas
4) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembang dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliati atau
provokati (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kuliatas (Q) yaitu
bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri atau klien merasa
nyaman dan time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
b) Pemeriksaan fisik
1) Kepala : lakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh kepala dan wajah untuk
mengetahui adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka
termal, ruam, perdarahan, dan nyeri nyeri tekan.
2) Wajah
a) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor
atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami
miosis atau midriasis, adanya icterus, ketajaman mata (macies visus dan
acies campus), apakah konjungtiva anemis atau adanya kemerahan.
b) Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan ciuman,
apabila ada deformitas lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari
suati fraktur.
c) Telinga : Periksa adanya nyeri tinnitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan
membrane timpani atau adanya hemotimpanum.
d) Mulut : Inspeksi pada bagian mukosa, adanya lesi.
3) Totaks
a) Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping, dan belakang
untuk mengetahui adanya trauma tumpul/tajam, luka, lecet, memar, ruam,
ekimosis, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kesimetrisan
evpansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan, frekuesnsi
dan irama jantung. Pada pasien flail chest, pasien akan mengalami
pernafasan paradoksal/ takut untuk bernafas.
b) Palpasi : Palpasi seluruh dinding dada untuk mengetahui adanya trauma
tajam / tumpul. Pada pasien dengan lail chest akan ditemukan krepitasi dan
nyeri tekan saat dilakukan plpasi pada dada.
c) Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.
d) Auskultasi : suara nafas tambahan ( apakah ada ronki, wheezing) dan bunyi
jantung (murmur, gallop).
4) Abdomen : Inspeksi abdomen bagian depan dan belkang untuk adanya trauma
tajam, tumpul, dan perdarahan internal, adakah distensi abdomen, acites, luka,
memar. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen untuk mendapatkan nyerin
lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri
tekan, hepatomegaly.
5) Ektremitas : Inspeksi adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, paralisis, atropi/
hipertropi, pada jari-jari periksa adanya clubbing finger, serta catat adanya
nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler reill, palpasi untuk memeriksa
deyut nadi distal.
6) Punggung : Memeriksa punggung dilakukan dengan log roll, memeriksa
pasien dengan tetap ,menjaga kesegarisan tubuh. Periksa adanya perdarahan,
lecet, luka, hematoma, ruam, lesi, dan edema serta nyeri.
7) Neurologis : Pemeriksaan neurologis yang di teliti meliputi pemeriksaan
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Pada pemeriksaan neurologis
inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegia atau hemiparase
( gangguan pergerakan), distaksia (kesukaran dalam mengkoordinasi otot),
rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan respon sensori.
(Khumairoh,2013)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap gangguan
kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan terhadap respon tersebut dari seorang individu,
keluarga, kelompok atau komunitas. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada trauma dada
(flail chest):
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan deformitas tulang dada (D.0005).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisik (flail chest) (D.0077).
3. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage (D.0129).
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan itegritas struktur tulang (D.0054).
5. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma (D.0142)..
3.Intervensi Keperawatan
1 Pola Nafas Setelah diberikan asuhan Pemantauan Respirasi 1. Membuka jalan nafas untuk
Tidak Efektif keperawatan …x… jam Observasi menjamin jalan masuknya
berhubungan diharapkan inspirasi dan atau udara keparu secara normal
Monitor pola nafas, monitor
dengan ekspirasi yang tidak sehingga menjamin
saturasi oksigen
deformitas memberikan ventilasi adekuat menjamin kecukupan
Monitor frekuensi, irama,
tulang dada membaik dengan kriteria hasil oksigenasi tubuh.
kedalaman dan upaya napas
(D.0005) : 2. Tanda vital dapat
Monitor adanya sumbatan
digunakan untuk
Dispnea menurun jalan napas
mengidentiikasi perubahan
Penggunaan otot
Terapeutik yang terjadi pada keadaan
bantu napas menurun
Atur interval pemantauan umum pasien dan
Frekuensi napas
respirasi sesuai kondisi peningkatan respirasi
membaik
pasien adalah tanda dypsneu
Kedalaman napas
3. Membantu pemasukan O2
membaik Edukasi
ke dalam tubuh dan
Jelaskan tujuan dan prosedur ventilasi pada sisi yang
pemantauan tidak sakit
Informasikan hasil 4. Mengetahui irama,
frekuensi napasdan
pemantauan, jika perlu terjadinya dyspnea pada
pasien
Terapi Oksigen
5. Untuk melonggarkan jalan
Observasi
nafas.
Monitor kecepatan aliran
oksigen
Monitor posisi alat terapi
oksigen
Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
Edukasi
Terapeutik
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan Setelah dilakukan intervensi Perawatan Integritas Kulit
3 1. Pengkajian yang optimal
Integritas keperawatan selama 3 x 24
akan memberikan data yang
Kulit/Jaringan jam, maka integritas kulit dan Observasi
objektif untuk mencegah
berhubungan jaringan meningkat, dengan Identifikasi penyebab
kemungkinan komplikasi
dengan kriteria hasil: gangguan integritas kulit
dan mengetahui factor
trauma
Elastisitas meningkat penyebab nyeri
mekanik
Kerusakan lapisan Terapeutik 2. Pendekatan dengan
terpasang
kulit menurun menggunakan relaksasi dan
bullow Ubah posisi tiap 2 jam jika
distraksi telah menunjukkan
Hidrasi menurun tirah baring
drainage
keefektifan dalam
(D.0129) Nyeri menurun Gunakan produk berbahan
mengurangi nyeri dan
petroleum atau minyak pada
mampu mengalihkan
kulit kering
perhatian terhadap nyeri
Hindari produk berbahan
3. Istirahat dapat
dasar alcohol pada kulit
merelaksasikan semua
jaringan dan akan
Edukasi
meningkatkan kenyamanan
Anjurkan menggunakan
4. Analgetik dapat memblok
pelembab
lintasan nyeri, sehingga
Anjurkan minum air yang
nyeri akan berkurang
cukup
Anjurkan meningkatkan
peningkatan nutrisi
Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
Edukasi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara memeriksa luka
Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Implementasi
Pelaksanaan atau impelentasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan yang telah
direncanakan). Dalam tahap ini perawat arus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya
fisik dan perlindungan kepala pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman dalam hak-hak pasien dan perkembangan pasien. Dalam tahap
pelaksanaan ada tiga tindakan yaitu, tindakan mandiri, delegatif, dan tindakan kolaborasi.
a. Mandiri : aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan bukan
merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan.
b. Delegatif : tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan
yang berwenang.
c. Kolaboratif : tidakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana didasarkan atas
keputusan bersama. (Aiz, 2017).
Evaluasi
a. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuab atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas
proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke
efektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subejektf (data berupa keluhan pasien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisis data dan perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA
Umar Farooq. 2016. Classification And Management Of Chest Trauma. Vol. 16 (2)