OLEH :
VIRAINITA
NIM : 2020-01-14401-026
2020/2021
1.1 KONSEP DASAR ASMA
1.1.1 DEFINISI
Secara umum asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari
trachea dan bronkus terhadap bermacam macam stimuli yang ditandai dengan
penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih lebihan dari kelenjar
kelenjar di mukosa bronchus. Berikut merupakan pengertian asma dari berbagai ahli :
1. Asma adalah keadaan biasa, yang menyerang 5% dari penduduk amerika serikat.
Dimana ditandai dengan respons bronkoreseptor yang berlebihan terhadap banyak
stimuli yang menyebabkan limitasi ( kesulitan ) paroksimal aliran udara, terutama saat
ekspirasi, dengan di tandai sesak napas dan wheezing ( Robbins dan Kumar,1995)
2. Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang namun reversibel, dan di antara episode penyempitan bronkus
tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal ( William RSolomon, 2003)
3. Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa
bronkus terhadap bahan alergen (Riyadi, 2009)
4. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakeadan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalannafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan (The American Thoracic Society,1962).(Muttaqin, Arif,
2008)
1.1.2 ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1. Faktor Predisposisi
a) Genetik
2. Faktor Presipitasi
a) Alergen
Contohnya : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit Contohnya : perhiasan, logam
dan jam tangan
b) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
c) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati
d) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas
tersebut
1.1.3 PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan
bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest.
PATHWAY ASMA
1.1.3 MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi Klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnea, dari wheezing.
Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan
tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah
ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa
tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila
ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
2. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh
serangan.
3. Tingkat III
4. Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik
dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang
berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada
asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis,
gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
1.1.4 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma diantaranya (Kurniawan Adi
Utomo, 2015) :
1. Pneumonia
Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau kedua paru – paru
yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
2. Atelektasis
Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru – paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus).
3. Gagal nafas
Terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru – paru tidak
dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan terjadi pembentukan karbondioksida
dalam sel – sel tubuh.
4. Bronkhitis
Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru – paru
yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang – ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan.
a) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c) Elektrokardiografi
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.
d) Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e) Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator.
1.2.1 PENGKAJIAN
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, , pendidikan, alamat, kondisi tempat tinggal (banyak polutan
atau tidak, lingkungan perokok atau tidak) pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama: Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan. Apakah terdapat sesak, batuk berdahak yang dialami, penurunan berat
badan, kelelahan saat beraktivitas,
3) Riawayat penyakit terdahulu: pernah ada gangguan pernapasan sebelumnya
seperti asma, pengobatan apa saja yang sudah diberikan, apa yang menjadikan
saudara sampai dirujuk ke rumah sakit, apa saja yang telah dilakukan.
4) Riwayat penyakit keluarga: seperti darah tinggi, diabetes melitus, penyakit
pernapasan seperti asma.
5) Kebutuhan dasar
a) Oksigenasi
Apakah nadi dalam rentang normal, pernapasan normal/bradikardi/ takikardi, tekanan
darahnya normal, suara napas normal atau ada tambahan sura napas, apakah terpasang
alat bantu napas, apakah terpasang oksigen, jika iya berapa liter permenit.
b) Cairan dan Nutrisi
Apakah terpasang infus, jika iya, berapa tpm dan sejak kapan dipasangkan infus.
Apakah terpasang NGT, jika iya sejak kapan terpasang, apakah ada edema,
bagaimana kondisi konjungtiva .
c) Kebersihan
Bagaimana keadaan badan, kulit, rambut, kulit rambut, kuku, gigi dan mulut bersih.
d) Pola eliminasi
Apakah terpasang kateter urin, apakah ada perubhan pola eliminasi baik BAK/
maupun BAB.
e) Pola istirahat
Apakah terdapat gangguan pada pola istirahat karena keluhan teretentu
f) Nyeri dan Kenyamanan
Apakah terdapat nyeri pada pasien, identifikasi penyebab nyeri, kualitas nyeri, lokasi
nyeri, keparahan nyeri dan waktu terjadinya nyeri.
g) Pola aktivitas
Apakah ada kondisi atau gangguan yang menyebabkan perubahan pola aktivitas pada
pasien
h) Hubungan sosial
Bagaiaman interkasi pasien dengan keluarga, maupunn dengan petugas kesehatan,
apakah ada masalah pada hubungan sosialnya.
i) Penyuluhan dan pembelajaran
Apakah pasien kooperatif, apakah ada menggunakan bahasa khusus, apakah ada tidak
buta huruf.
1) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
dan sekresi yang tertahan dibuktikan dengan Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, adanya wheezing atau ronkhi kering (SDKI D.0001 hal. 18).
2) Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan energi dibuktikan dengan
dispnea, penggunaan otot bantu napas, pola napas abnormal (takikardi, bradikardi,
hiperventilasi, kaussmaul, cheyne-stokes (SDKI D.0005, hal. 26).
3) Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi,
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedure operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan) dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri, Bersikap protektif
(waspada,posisi menghindari nyeri), gelisah, sulit tidur (SDKI. D.0077, hal. 172)
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakbugaran fisik, nyeri,
kecemasan, keengganan melakukan pergerakan, dibuktikan dengan nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, gerakan
terbatas, fisik lemah. (SDKI. D.0054, hal. 124)
5) Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan, dibuktikan
dengan pasien mengeluh sulit tidur, sering terjaga, istirahat tidak cukup. (SDKI.
D.0055, hal 126)
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur.
- Anjurkan tarik napas dari
hidung selama 4 detik,
diitahan 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik.
- Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam hingga
3 kali.
- Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3.
Kolaborasi
- Kolaboras pemberian
mukolitik atau
ekspektroan jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
Penghisapan endotrakeal
Edukasi :
Kolaborasi
4. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
(SIKI; I.01011, hal 187)
Terapeutik:
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, teapi musik, terapi
pijat, aroma terapi, dll).
Edukasi:
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara mandiri.
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan minuman yang
mengganggu tidur.
(SIKI, I.09265.Hal 48)
Pada proses ini perawat merealisasikan tindakan untuk mencapai tujuan. Kegiatan
dalam implementasi meliputi pengumpulan data berkelanjutan, observasi respon
pasien, serta menilai data baru. Selain itu, perawat harus mendokumentasikan setiap
tindakan yang telah diberikan kepada pasien (Kozier B, 2010).
1.2.5 EVALUASI
Pada proses ini, intervensi keperawatan harus ditentukan apakah intervensi tersebut
harus diakhiri, dilanjutkan, dimodifikasi, ataupun dirubah. Evaluasi dilakukan secara
continue dimana evaluasi dilakukan segera setelah implementasi dilaksanakan
sehingga memungkinkan perawat untuk segera merubah atau memodifikasi intervensi
keperawatannya. Evaluasi tidak hanya dilaksanakan segera setelah implementasi
dilakukan, namun juga dilaksanakan pada interval tertentu untuk melihat
perkembangan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kozier B, 2010)