Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA PADA TN.

Y DI RUANG GARDENIA RSUD


DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

OLEH :

VIRAINITA

NIM : 2020-01-14401-026

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PRODI DIPLOMA-III KEPERAWATAN

2020/2021
1.1 KONSEP DASAR ASMA

1.1.1 DEFINISI

Secara umum asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari
trachea dan bronkus terhadap bermacam macam stimuli yang ditandai dengan
penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih lebihan dari kelenjar
kelenjar di mukosa bronchus. Berikut merupakan pengertian asma dari berbagai ahli :

1. Asma adalah keadaan biasa, yang menyerang 5% dari penduduk amerika serikat.
Dimana ditandai dengan respons bronkoreseptor yang berlebihan terhadap banyak
stimuli yang menyebabkan limitasi ( kesulitan ) paroksimal aliran udara, terutama saat
ekspirasi, dengan di tandai sesak napas dan wheezing ( Robbins dan Kumar,1995)

2. Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang namun reversibel, dan di antara episode penyempitan bronkus
tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal ( William RSolomon, 2003)

3. Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa
bronkus terhadap bahan alergen (Riyadi, 2009)

4. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakeadan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalannafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan (The American Thoracic Society,1962).(Muttaqin, Arif,
2008)

5. Asma bronchial adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh


periodeepisodic spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronchial
(spasme bronkus).Spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga membuat
pernafasan menjadisulit dan menimbulkan bunyi mengi. (Asih, Niluh Gede Yasmin.
2004)

6. Asma Bronchial adalah inflamasi pada jalan nafas. Pasien-pasien mengalami


episode batuk, mengi, dada terasa seperti diikat, dan/atau dyspnea (sesak nafas),
yangsering memburuk saat malam atau pagi hari. Terdapat variasi keparahan dan
frekuensiserangan. Asma dapat didefinisikan sebagai Peningkatan responsivitas
bronkusterhadap berbagai stimulus, bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas
yang meluas yang keparahannya berubah secara spontan maupun berbagai akibat
pengobatan. (J.P.T. Ward, Richard M. Leach, Charles M.Wiener, 2006)

1.1.2 ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.

1. Faktor Predisposisi

a) Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui


bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi, biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.

2. Faktor Presipitasi

a) Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.

Contohnya : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut contohnya : makanan dan obat-obatan

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit Contohnya : perhiasan, logam
dan jam tangan

b) Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.

c) Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati

d) Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.

e) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas
tersebut

1.1.3 PATOFISIOLOGI

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.

Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,


alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema
lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam
lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan
bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi.

Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest.

PATHWAY ASMA
1.1.3 MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi Klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnea, dari wheezing.
Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan
tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah
ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa
tingkatan penderita asma yaitu :

1. Tingkat I

Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila
ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.

2. Tingkat II

Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh
serangan.

3. Tingkat III

Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi


jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.

4. Tingkat IV

Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik
dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5. Tingkat V

Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang
berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada
asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis,
gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
1.1.4 KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma diantaranya (Kurniawan Adi
Utomo, 2015) :

1. Pneumonia

Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau kedua paru – paru
yang biasanya disebabkan oleh infeksi.

2. Atelektasis

Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru – paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus).

3. Gagal nafas

Terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru – paru tidak
dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan terjadi pembentukan karbondioksida
dalam sel – sel tubuh.

4. Bronkhitis

Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru – paru
yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang – ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan.

1.1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

- Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.


- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

b) Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

c) Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3


bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

 Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
 Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
 Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.

d) Scanning Paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

e) Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator.

Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator


aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

1.1.6 PENATALAKSAAN MEDIS

a. Oksigen 4-6 liter/menit

b. Pemenuhan hidrasi via infus

c. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam secara subkutan (SC)

d. Bronkodilator/ antibronkospasme dengan cara :

1. Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg (Bricasma), fenoterol


HBr 0,1% solution (berotec), orciprenaline sulfur 0,75 mg (Allupent).

2. Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminophillin) bolus IV 5-


6 mg/kg BB

3. Peroral dengan aminofillin 3x150 mg tablet, agonis B2 (salbutamol 5 mg atau


feneterol 2,5 mg atau terbutaline 10 mg)

4. Antiedema mukosa dan dinding bronkus dengan golongan kortikosteroid,


deksamethasone 4 mg IV setiap 8 jam

5. Mukolitik dan ekspektoran:

1. Bronhexime HCL 8 mg per oral 3x1 MADICAL

2. Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan bronhexime HCL 8 mg dicampur dengan


aquades steril. (Nugroho, T. 2016).

1.2 MANAJEMEN KEPERAWATAN

1.2.1 PENGKAJIAN

1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, , pendidikan, alamat, kondisi tempat tinggal (banyak polutan
atau tidak, lingkungan perokok atau tidak) pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama: Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan. Apakah terdapat sesak, batuk berdahak yang dialami, penurunan berat
badan, kelelahan saat beraktivitas,
3) Riawayat penyakit terdahulu: pernah ada gangguan pernapasan sebelumnya
seperti asma, pengobatan apa saja yang sudah diberikan, apa yang menjadikan
saudara sampai dirujuk ke rumah sakit, apa saja yang telah dilakukan.
4) Riwayat penyakit keluarga: seperti darah tinggi, diabetes melitus, penyakit
pernapasan seperti asma.
5) Kebutuhan dasar
a) Oksigenasi
Apakah nadi dalam rentang normal, pernapasan normal/bradikardi/ takikardi, tekanan
darahnya normal, suara napas normal atau ada tambahan sura napas, apakah terpasang
alat bantu napas, apakah terpasang oksigen, jika iya berapa liter permenit.
b) Cairan dan Nutrisi
Apakah terpasang infus, jika iya, berapa tpm dan sejak kapan dipasangkan infus.
Apakah terpasang NGT, jika iya sejak kapan terpasang, apakah ada edema,
bagaimana kondisi konjungtiva .
c) Kebersihan
Bagaimana keadaan badan, kulit, rambut, kulit rambut, kuku, gigi dan mulut bersih.
d) Pola eliminasi
Apakah terpasang kateter urin, apakah ada perubhan pola eliminasi baik BAK/
maupun BAB.
e) Pola istirahat
Apakah terdapat gangguan pada pola istirahat karena keluhan teretentu
f) Nyeri dan Kenyamanan
Apakah terdapat nyeri pada pasien, identifikasi penyebab nyeri, kualitas nyeri, lokasi
nyeri, keparahan nyeri dan waktu terjadinya nyeri.
g) Pola aktivitas
Apakah ada kondisi atau gangguan yang menyebabkan perubahan pola aktivitas pada
pasien
h) Hubungan sosial
Bagaiaman interkasi pasien dengan keluarga, maupunn dengan petugas kesehatan,
apakah ada masalah pada hubungan sosialnya.
i) Penyuluhan dan pembelajaran
Apakah pasien kooperatif, apakah ada menggunakan bahasa khusus, apakah ada tidak
buta huruf.

1.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
dan sekresi yang tertahan dibuktikan dengan Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, adanya wheezing atau ronkhi kering (SDKI D.0001 hal. 18).
2) Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan energi dibuktikan dengan
dispnea, penggunaan otot bantu napas, pola napas abnormal (takikardi, bradikardi,
hiperventilasi, kaussmaul, cheyne-stokes (SDKI D.0005, hal. 26).
3) Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi,
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedure operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan) dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri, Bersikap protektif
(waspada,posisi menghindari nyeri), gelisah, sulit tidur (SDKI. D.0077, hal. 172)
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakbugaran fisik, nyeri,
kecemasan, keengganan melakukan pergerakan, dibuktikan dengan nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, gerakan
terbatas, fisik lemah. (SDKI. D.0054, hal. 124)
5) Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan, dibuktikan
dengan pasien mengeluh sulit tidur, sering terjaga, istirahat tidak cukup. (SDKI.
D.0055, hal 126)

1.2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

1) Bersihan 1. Batuk efektif meningkat Latihan Batuk Efektif


Melatih pasien yang tidak
JalanNapas 2. Dispnea menurun
memiliki kemampuan batuk
TidakEfektif 3. Gelisah menurun secara efektif untuk
membersihkan laring, trakea
berhubungan
(SLKI L.01001, hal. 18) dan bronkiolus dari sekret
dengan atau benda asing di jalan
hipersekresi jalan napas.
Observasi
napas dan sekresi
- Identifikasi kemampuan
yang tertahan
batuk.
dibuktikan dengan
- Monitor adanya retensi
Batuk tidak efektif,
sputum.
tidak mampu
- Monitor tanda dan gejala
batuk, sputum
infeksi saluran napas.
berlebih, adanya
- Monitur input dan output
wheezing atau
cairan (misalnya jumlah
ronkhi kering
dan karakteristik).
(SDKI D.0001 hal.
18). Terapeutik
- Atur posisi semi-fowler.
- Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
pasien.
- Buang sekret pada tempat
sputum.

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur.
- Anjurkan tarik napas dari
hidung selama 4 detik,
diitahan 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik.
- Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam hingga
3 kali.
- Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3.

Kolaborasi
- Kolaboras pemberian
mukolitik atau
ekspektroan jika perlu

(SIKI I.01006, hal. 142)


2) Pola Napas Tidak Pola Napas Menajemen Jalan Napas
Efektif 1. Dispnea menurun Observasi :
berhubungan
2. Penggunaan otot bantu 1. Monitor pola napas
dengan penurunan
napas menurun (frekuensi, kedalaman, usaha
energi dibuktikan
napas)
dengan dispnea, 3.Frekuensi napas membaik
penggunaan otot 2. Monitor bunyi napas
4. Kedalaman napas
bantu napas, pola tambahan (mis. Gurgling,
membaik
napas abnormal mengi, weezing, ronkhi
(takikardi, (SLKI; L.01004, hal 95) kering)
bradikardi,
3. Monitor sputum (jumlah,
hiperventilasi,
warna, aroma)
kaussmaul, cheyne-
stokes
(SDKI;D.0005, Terapeutik :
hal. 26).
1. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)

2. Posisikan semi-Fowler atau


Fowler

3. Berikan minum hangat

4. Lakukan fisioterapi dada,


jika perlu

5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik

6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum

Penghisapan endotrakeal

7. Keluarkan sumbatan benda


padat dengan forsepMcGill

8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :

1. Anjurkan asupan cairan


2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.

2. Ajarkan teknik batuk


efektif

Kolaborasi

4. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
(SIKI; I.01011, hal 187)

3) Nyeri akut Tingkat Nyeri Menajemen Nyeri


berhubungan
1. Keluhan nyeri menurun Observasi:
dengan Agen
pencedera fisik 2. Sikap protektif menurun 1. Identifikasi lokasi,

(mis. abses, 3. Gelisah Menurun karakteristik, durasi,

amputasi, terbakar, frekuensi, kualitas intensitas


4. Kesulitan tidur menurun nyeri.
terpotong,
mengangkat berat, 5. Frekuensi nadi membaik 2. Identifikasi skala nyeri.
prosedure operasi,
6. Pola napas membaik 3. Identifikasi respons nyeri
trauma, latihan
7.Tekanan darah membaik non verbal.
fisik berlebihan)
dibuktikan dengan 8. Pola tidur membaik 4. Identifikasi faktor yang
pasien mengeluh memperberat dan
(SLKI;L.08066, hal 145)
nyeri, Bersikap memperingan nyeri.
protektif
5. Identifikasi pengetahuan
(waspada,posisi dan keyakinan tentang nyeri
menghindari
6. Identifikasi pengaruh nyeri
nyeri), gelisah,
pada kualitas hidup.
sulit tidur.
(SDKI. D.0077, 7. Monitor keberhasilan terapi

hal. 172) komplementer yang sudah


diberikan.

8. Monitor efek samping


penggunaan analgetik.

Terapeutik:

1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, teapi musik, terapi
pijat, aroma terapi, dll).

2. Kontrol lingkungan yang


memperberat nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan).

3. Fasilitasi istirahat dan tidur.

4. Pertibangkan jenis dan


sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi:

1. Jelaskan penyebab, periode


dan pemicu nyeri.

2. Jelaskan strategi meredakan


nyeri.

3. Anjurkan monitor nyeri


secara mandiri.

4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara mandiri.

5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian
analgetik

(SIKI I. 082338, hal. 201)

4) Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi


mobilitas fisik
1. Nyeri menurun
berhubungan Observasi :
dengan 2. Kecemasan menurun 1.Identifikasi adanya nyeri
ketidakbugaran 3. Gerakan terbatas atau keluhan fisik lainnya
fisik, nyeri, menurun 2. Identifikasi toleransi fisik
kecemasan, melakukan pergerakan
4. Kelemahan fisik
keengganan 3. Monitor frekuensi jantung
menurun
melakukan dan tekanan darah sebelum
pergerakan, (SLKI;L05042, Hal 65) memulai mobilisasi
dibuktikan dengan 4. Monitor kondisi umum
nyeri saat bergerak, selama melakukan mobilisasi
enggan melakukan
pergerakan, merasa Terapeutik :

cemas saat 1.Fasilitasi aktivitas

bergerak, gerakan mobilisasi dengan alat bantu

terbatas, fisik 2. Fasilitasi melakukan

lemah. (SDKI. pergerakan

D.0054, hal. 124) 3. Libatkan keluarga pasien


dalam melakukan pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.duduk
ditempat tidur,duduk disisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

(SIKI; I.05173, hal 30)

Setelah dilakukan intervensi


Observasi :
5) Gangguan Pola selama 3x24 jam, maka
1.Identifikasi pola aktivitas
Tidur kriteria hasil :
dan tidur
berhubungan 1. Keluhan sulit tidur
2. Identifikasi faktor
dengan hambatan Menurun
pengganggu tidur
lingkungan, 2. Keluhan Sering terjaga
3. Identifikasi makan dan
dibuktikan dengan menurun
minuman yang mengganggu
pasien mengeluh 3. Keluhan tidak puas tidur
tidur
sulit tidur, sering menurun
Terapeutik :
terjaga, tidak puas 4. Keluhan istirahat tidak
1.Modifikasi lingkungan
tidur istirahat tidak cukup menurun
2. Fasilitasi menghilangkan
cukup. (SDKI. (SLKI.L05045, hal 96)
stress sebelum tidur
D.0055, hal 126)
3. Tetapkan jadwal tidur rutin
Edukasi :
1.Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit.

2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan minuman yang
mengganggu tidur.
(SIKI, I.09265.Hal 48)

1.2.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pada proses ini perawat merealisasikan tindakan untuk mencapai tujuan. Kegiatan
dalam implementasi meliputi pengumpulan data berkelanjutan, observasi respon
pasien, serta menilai data baru. Selain itu, perawat harus mendokumentasikan setiap
tindakan yang telah diberikan kepada pasien (Kozier B, 2010).

1.2.5 EVALUASI

Pada proses ini, intervensi keperawatan harus ditentukan apakah intervensi tersebut
harus diakhiri, dilanjutkan, dimodifikasi, ataupun dirubah. Evaluasi dilakukan secara
continue dimana evaluasi dilakukan segera setelah implementasi dilaksanakan
sehingga memungkinkan perawat untuk segera merubah atau memodifikasi intervensi
keperawatannya. Evaluasi tidak hanya dilaksanakan segera setelah implementasi
dilakukan, namun juga dilaksanakan pada interval tertentu untuk melihat
perkembangan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kozier B, 2010)

Anda mungkin juga menyukai