Anda di halaman 1dari 7

Nama : Eka Ajeng Wahyu Farahdiba

Nim : 23030210004
Tugas Nomor: 12
Tanggal Diserahkan: 01 Desember 2021
Topik/Materi : Teori Kecerdasan
Ringkasan isi materi :
A. Definisi kecerdasan dalam psikologi menurut para ahli
Sejumlah ahli mendefinisikan kecerdasan dalam psikologi sebagai suatu
kemampuan yang mencakup berbagai karakteristik, keahlian, dan bakat seseorang.
Sementara, ahli lainnya mendefinisikan kecerdasan sebagai suatu kemampuan
tunggal yang spesifik.

Selain itu, kecerdasan juga berkaitan dengan proses berpikir rasional dan
bertindak secara sengaja guna merespon lingkungan secara efektif (Weschler, 1944).
Pendapat ini didukung oleh Gardner (2006), bahwa kecerdasan berasal dari proses
mental manusia. Bagi Gardner, kecerdasan adalah potensi biopsikologis untuk
memproses informasi dari lingkungan guna memecahkan masalah dan menciptakan
sesuatu yang bernilai budaya. Kemudian, pengertian lainnya adalah menurut Alfred
Binet. Baginya, kecerdasan dalam psikologi meliputi kemampuan mental yang terdiri
atas atensi dan memori. Binet dan Simon (1905) juga mendefinisikan kecerdasan
sebagai suatu penilaian, pengertian praktis, inisiatif, dan kemampuan beradaptasi.

Menurut pendekatan psikometris, kecerdasan dipandang sebagai sifat


psikologis yang berbeda pada setiap individu. Kecerdasan dapat diperkirakan dan
diklasifikasi berdasarkan tes inteligensi. Tokoh pengukuran inteligensi Alfred Binet
mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan yang terdiri dari tiga komponen,
yakni (1) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, (2) kemampuan
untuk mengubah arah pikiran atau tindakan, dan (3) kemampuan untuk mengkritisi
pikiran dan tindakan diri sendiri atau autocritism. Menurutnya, inteligensi
merupakan sesuatu yang fungsional sehingga tingkat perkembangan individu dapat
diamati dan dinilai berdasarkan kriteria tertentu.

Edward Lee Thorndike, seorang ahli psikologi pendidikan, mengklasifikasi


inteligensi ke dalam tiga bentuk kemampuan, yakni:
1. kemampuan abstraksi yakni kemampuan untuk “beraktivitas” dengan
menggunakan gagasan dan simbol-simbol secara efektif;
2. kemampuan mekanik, yakni kemampuan untuk “beraktivitas” dengan
menggunakan alat-alat mekanis dan kemampuan untuk kegiatan yang memerlukan
aktivitas indra-gerak;
3. kemampuan sosial, yakni kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri
terhadap situasi baru dengan cara-cara yang cepat dan efektif.

Menurut Thorndike, ketiga kemampuan tersebut, dapat saling berkorelasi,


namun mungkin pula tidak. Dengan demikian ada seseorang yang memiliki daya
abstraksi bagus, tetapi lemah dalam bersosialisasi, tetapi ada pula orang yang bagus
dalam melakukan abstraksi, mekanik, dan sosial sekaligus.

B. Pengertian Kecerdasan Majemuk  (multiple intelligent)

1. Theory of multiple intelegent


Seorang ahli pendidikan dari Harvard University bernama Howard Gardner
berpendapat bahwa tidak ada manusia yang tidak cerdas. Paradigma ini menentang
teori dikotomi cerdas-tidak cerdas. Gardner juga menentang anggapan “cerdas” dari
sisi IQ (intelectual quotion), yang menurutnya hanya mengacu pada tiga jenis
kecerdasan, yakni logiko-matematik, linguistik, dan spasial. Untuk selanjutnya,
Howard Gardner, kemudian memunculkan istilah multiple intelligences. Istilah ini
kemudian dikembangkan menjadi teori melalui penelitian yang rumit, melibatkan
antropologi, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, psikometri, studi biografi,
fisiologi hewan, dan neuroanatomi (Armstrong, 1993; Larson, 2001).

Kecerdasan, menurut paradigma multiple intelligences (Gardner, 1993), dapat


didefinisikan sebagai kemampuan yang mempunyai tiga komponen utama, yakni:
1. kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan
nyata seharihari;
2. kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru yang dihadapi
untuk diselesaikan;
3. kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan
menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.

Howard Gardner, merumuskan bahwa macam-macam kecerdasan bisa dibagi


menjadi delapan jenis, yaitu:
 Kecerdasan kinestetik: Kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh Anda dan
menangani objek dengan terampil
 Kecerdasan interpersonal: Kapasitas untuk mendeteksi dan merespon dengan tepat
suasana hati, motivasi, dan keinginan orang lain
 Kecerdasan intrapersonal: Kapasitas untuk menjadi sadar diri dan selaras dengan
perasaan, nilai, kepercayaan, dan proses berpikir batin.
 Kecerdasan logis-matematis: Kemampuan untuk berpikir secara konseptual dan
abstrak, dan kemampuan untuk membedakan pola logis atau numerik
 Kecerdasan musikal: Kemampuan untuk menghasilkan dan menghargai ritme, nada,
dan timbre
 Kecerdasan naturalistik: Kemampuan untuk mengenali dan mengkategorikan
hewan, tumbuhan, dan benda lain di alam
 Kecerdasan verbal-linguistik: Keterampilan verbal yang berkembang baik dan
kepekaan terhadap bunyi, makna, dan ritme kata
 Kecerdasan visual-spasial: Kapasitas untuk berpikir dalam gambar dan gambar,
untuk memvisualisasikan secara akurat dan abstrak
C. Kecerdasan intelektual

 Pengertian
Kecerdasan intelektual adalah kemampuan intelektual, analisa, logika, dan
rasio. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan, dan
mengolah informasi menjadi fakta (Widodo, 2012, p. 77).
Kecerdasan intelektual atau inteligensi diklasifikasikan ke dalam dua kategori
yaitu general cognitive ability dan spesifik ability. Kinerja seseorang dapat
diprediksi berdasarkan seberapa besar orang tersebut memiliki g factor.
Seseorang yang memiliki kemampuan general cognitive maka kinerjanya dalam
melaksanakan suatu pekerjaan juga akan lebih baik, meskipun demikian spesifik
ability juga berperan penting dalam memprediksi bagaimana kinerja seseorang
yang dihasilkan (Rae Earles dan Teachout, 2007, p. 521).Sedangkan menurut
Mujib dan Mudzakir (2000), indikator kecerdasan intelektual adalah:
1. Mudah dalam menggunakan hitungan
2. Baik ingatan
3. Mudah menangkap hubungan percakapan-percakapan
4. Mudah menarik kesimpulan
5. Cepat dalam mengamati
6. Cakap dalam memecahkan berbagai problem.

Menurut Wikipedia Kecerdasan intelektual (bahasa Inggris: intelligence


quotient, disingkat IQ) adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan
sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti
kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak,
memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya tangkap, dan belajar.
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki
oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan
alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang
menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia
berdasarkan perbandingan usia kronologis.
Kecerdasan intelektual menurut ahli :
Konsep kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient/IQ) muncul ketika William
Stern menemukan adanya lapisan neo-cortex pada otak manusia. Dari lapisan inilah
manusia dapat mempelajari banyak hal termasuk berhitung, berbahasa, hingga
menggunakan komputer. Kecerdasan intelektual menurut para ahli memiliki definisi
yang beragam.
Secara umum, kecerdasan intelektual merujuk pada potensi yang dimiliki
oleh individu untuk mempelajari sesuatu lewat alat-alat berpikir. Kecerdasan ini
dapat dinilai dari kemampuan verbal dan logika berpikir seseorang. Konsep ini
pertama kali diutarakan oleh Alfred Binet.
Menurut William Stern, kemampuan intelektual adalah kesanggupan
seseorang untuk menyesuaikan diri pada hal-hal baru dengan menggunakan alat-alat
berpikir menurut tujuan yang ingin dicapai. Kemampuan intelektual juga merujuk
pada kapabilitas seseorang untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara
bermakna dan dapat berinteraksi secara efisien dengan lingkungannya.

D. kecerdasan emosional
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Salah satu contoh pengungkapan emosi seseorang.
Kecerdasan emosional (bahasa Inggris: emotional quotient, disingkat EQ)
adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta
mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu
pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan
(intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu
hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting
dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa
kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam
memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.

Menurut Howard Gardner (1983), terdapat lima pokok utama


dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola
emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon
dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan
emosi sebagai alat untuk memotivasi diri. Pakar kepemimpinan Zig Ziglar
menggambarkan kecerdasan emosional (EQ) sebagai sikap (attitude) yang lebih
relevan dibandingkan dengan kecerdasan intellektual (IQ) yang digambarkan sebagai
kompetensi (aptitude): "It is your attitude (EQ), and not your aptitude (IQ), that will
determine your altitude (ketinggian prestasi).

Beberapa tokoh mengemukakan tentang teori kecerdasan emosional antara


lain, Mayer & Salovey dan Daniel Goleman. Salovey dan Mayer mendefinisikan
kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai, “himpunan bagian dari
kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang
melibatkan kemampuan pada orang lain, memilahmilah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.”. Menurut
Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence);
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion
and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi
diri, empati dan keterampilan sosial.
Daniel Goleman mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari
hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan
suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki
tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam
pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengemukakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam
memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.
Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan
emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Daniel Goleman (Emotional Intelligence) menyebutkan bahwa kecerdasan emosi
jauh lebih berperan ketimbang IQ atau keahlian dalam menentukan siapa yang akan
jadi bintang dalam suatu pekerjaan.

E. Kecerdasan spiritual
Zohar (2017) Memiliki pendapat bahwa kecerdasan spiritual merupakan hal
yang lebih fundamental di antara kecerdasan yang lain. Tentu saja hal tersebut akan
memaksa kita untuk mengubah cara berpikir kita yang memiliki pola pikir bahwa
satu hal terbentuk hanya melalui  kecerdasan tertentu seperti IQ dan EQ saja .
Adanya kecerdasan spiritual akan membuat mekanisme berpikir yang berbeda dalam
diri kita sehingga kita dapat melihat arti atau nilai dari sebuah masalah dengan
kepala yang tenang, sehingga tentu saja kita dapat lebih bijak dalam menghadapi
masalah dan tidak mudah menyerah ketika mengalami kesusahan.
Kecerdasan spiritual juga akan mengoptimalkan cara berpikir rasional (IQ)
dan emosional (EQ) dikarenakan kecerdasan spiritual memiliki akses yang lebih tinggi
dalam hal makna, nilai, tujuan, dan aspek ketidaksadaran dari diri kita yang selalu
terikat dengan makna, nilai, dan juga tujuan dalam hidup yang memberikan beragam
perspektif.
Kecerdasan spiritual juga dapat dikatakan sebagai penyeimbang dari
pemikiran kita yang rasional dan pemikiran kita yang emosional sehingga
membentuk sebuah pengalaman baru dalam diri kita untuk menggapai makna dan
nilai baru dari diri kita ataupun orang lain di sekitar kita.

Menurut Wikipedia Kecerdasan spiritual (bahasa Inggris: spiritual quotient,


disingkat SQ) adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk
mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk
menerapkan nilai-nilai positif. SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang
untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu.[2] Ciri utama dari
SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan
pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna.
Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengan
kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu
menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil pelajaran yang berharga
dari suatu kegagalan, mampu mewujudkan hidup sesuai dengan visi dan misi,
mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal, mandiri, serta pada akhirnya
membuat seseorang mengerti akan makna hidupnya.

Pertanyaan :
Apakah semua anak memiliki semua jenis kecerdasan tersebut?
Apa yang akan terjadi jika anak tidak memiliki salah satu dari jenis kecerdasan diatas?
REFERENSI

Cherry, K. (2019, September 19). How General Intelligence Influences Performance on


Cognitive Tasks. (A. Morin, Editor)
Diambil kembali dari Verywellmind: https://www.verywellmind.com/what-is-general-
intelligence-2795210
Cherry, K. (2019, Oktober 8). Theories of Intelligence in Psychology.
Diambil kembali dari Verywellmind: https://www.verywellmind.com/theories-of-
intelligence-2795035
Gardner, H. (2006). Multiple intelligences: New horizons (Rev. ed.). Basic Books.
Sternberg, R. J. (1985). Beyond IQ: A Triarchic Theory of Intelligence. Cambridge: Cambridge
University Press.
Wechsler, D. (1944). The measurement of adult intelligence (3rd ed.). Williams & Wilkins
Co. https://doi.org/10.1037/11329-000
Ewert, A., & Chang, Y. (2018, May 17). Levels of Nature and Stress Response. Retrieved
from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5981243/
In touch, in tune. (2009, September 18). Retrieved from
https://www.news24.com/health24/Natural/Life-lessons/In-touch-in-tune-20120721

Moallemi, S., Bakhshani, N. M., & Raghibi, M. (2011). On the relationship between mental
health, spiritual intelligence and dysfunctional attitudes in students of Systan and
Baluchestan University, Southeast of Iran.

Moallemi, S. (2014, February 15). Spiritual intelligence and high risk behaviors. Retrieved
from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4070194/#A18477R7

Nazir, S. A. P. S. M., & Nazir, A. (2018). REVIEW AND ANALYSIS OF A NEW INTELLIGENCE:
THE SPIRITUAL INTELLIGENCE. Advance and Innovative Research, 309.

Skrzypińska, K. (2020). Does spiritual intelligence (SI) exist? A theoretical investigation of a


tool useful for finding the meaning of life. Journal of religion and health, 1-17.

Sohrabi, F. (2007). Fundamental of spiritual intelligence.

Zohar, D. (2017, November 26). Spiritual Intelligence: A New Paradigm for Collaborative
Action. Retrieved from https://thesystemsthinker.com/spiritual-intelligence-a-new-
paradigm-for-collaborative-action/

Vaughan, F. (2002). What is Spiritual Intelligence? Journal of Humanistic Psychology, 42(2),


16–33. https://doi.org/10.1177/0022167802422003

Anda mungkin juga menyukai