Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MATA KULIAH TEORI AKUNTANSI

“Sistem Pengukuran Akuntansi”

DOSEN PENGAMPU:
Jarot Triono, SE., MM., Ak., CA., CPA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7

Nurul Chairunisa : 2011070480


Shafira Putri : 2011070522
Shafira Wahyu : 2011070592
Tiara Alifa A.P. : 2011070606

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
PERBANAS INSTITUTE
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas hidayah-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, dan inayah-Nya kepada penulis. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Makalah yang berjudul
“Sistem Pengukuran Akuntansi” diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Teori
Akuntansi.

Adapun makalah yang berjudul “ Sistem Pengukuran Akuntansi ” ini telah penulis
usahakan dapat disusun dengan sebaik mungkin dengan mendapat bantuan dari
berbagai pihak, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan secara tepat
waktu. Untuk itu penulis tidak lupa untuk menyampaikan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan makalah ini.

Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya,
penulis tetap menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan, baik dari segi
penggunaan kosa-kata, tata Bahasa, maupun kekurangan-kekurangan lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca
yang bermaksud untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis agar penulis
dapat memperbaiki kualitas makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah yang berjudul “Sistem Pengukuran Akuntansi”


ini bermanfaat, dan pelajaran-pelajaran yang tertuang dalam makalah ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya oleh para pembaca.

Bekasi, 3 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1

BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam praktik akuntansi, pada umumnya permasalahan yang muncul


berkaitan dengan masalah teknis atas pencatatan dan pelaporan laporan keuangan
atau transaksi ekonomi. Kemudian, praktik akuntansi mengalami perubahan
semenjak dicetuskannya sistem double entry oleh Pacioli. Setelah Wall Street jatuh
pada tanggal 1929, ide tentang penerapan sistem biaya historis mulai muncul.
Namun, sistem tersebut tidak secara sistematis diterapkan langsung sebagai dasar
utama dalam pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi dalam suatu
perusahaan hingga akhir tahun 1930-an.
Biaya historis memang banyak membantu dalam sistem akuntansi, namun
tidak cukup memuaskan dalam penilaian untuk pengambilan keputusan ekonomi.
Sebagai contoh, ketika asset dibeli biaya historis memang tepat, sebab menunjukan
harga kini, tetapi dengan berlalunya waktu, biaya historis hampir pasti tidak akan
relevan lagi. Sehingga muncul beberapa sistem pengukuran alternatif yang terus
dikembangkan untuk menggantikan biaya historis seperti Current Cost Accounting
System dan current selling price atau yang dikenal sebagai Exit Price Accounting
System. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari
masing-masing sistem pengukuran akuntansi.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka Penulis dapat merumuskan masalah


makalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Historical cost accounting?
2. Apa yang dimaksud dengan Current cost accounting?
3. Apa yang dimaksud dengan Financial capital vs Physical capital?
4. Apa yang dimaksud dengan Exit price accounting?

Tujuan Penulisan

Berdasarkan pokok masalah tersebut, maka Penulis memiliki tujuan dalam


penulisan makalah sebagai berikut:

1
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Historical cost accounting
2. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Current cost accounting
3. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Financial capital vs Physical capital
4. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Exit price accounting

Manfaat Penulisan

Pada penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca seperti Pelajar, Praktisi maupun Masyarakat Umum sebagai penambah
wawasan mengenai sistem pengukuran akuntansi.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

Definisi Pengukuran
Pengukuran (measurement) adalah penentuan besarnya unit pengukur (jumlah rupiah)
yang akan dilekatkan pada suatu objek (elemen atau pos) yang terlibat dalam suatu transaksi,
kejadian, atau keadaan untuk mempresentasi makna atau atribut (Atribute) objek tersebut.

Sejarah
Sistem akuntansi untuk pertama kali diperkenalkan oleh Pacioli pada abad ke 15, yaitu
sistem akuntansi double entry. Sejak saat itu teknik dasar akuntansi tidak berubah secara
signifikan. Bersamaan dengan revolusi industri, khususnya setelah jatuhnya wall street pada
tahun 1929, sistem akuntansi trandisional berdasarkan historical cost system muncul dan
memimpin sebagai fundamental accounting system. Kemudian pada tahun 1960-an beberapa
alternative dasar sistem akuntansi lainnya muncul dan mulai berkembang, yaitu current cost
accounting dan current selling prices (exit prices). Current cost accounting juga dianggap
sebagai metode pertama yang mempresentasikan fair value accounting system.
Edward and Bell pada tahun 1961 memperkenalkan sebuah sistem nilai terkini (current
cost accounting system) dalam bukunya The Teory and Measurement of Business Income.
Sistem ini dilandaskan atas nilai terkini sehingga bisa dikatakan bahwa sistem ini adalah sistem
pertama yang menggunakan nilai fair value. Sistem yang kedua adalah menggunakan harga
jual untuk mengukur objek (exit price accounting system). Dukungan untuk masing-masing
sistem tersebut sangat bervariasi.

Historical Cost
Menurut Suwardjono (2008;475), biaya historis atau historical cost merupakan rupiah
kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam sistem pembukuan. Prinsip ini
menggunakan harga perolehan dalam pencatatan transaksi yang terjadi atas aktiva, utang,
modal dan biaya. Harga perolehan yang dimaksud adalah harga yang sudah disepakati oleh
kedua pihak pada saat awal terjadinya transaksi dan memiliki asumsi bahwa harga tersebut
tidak akan berubah atau stabil. Secara umum, penggunaan biaya historis ini dapat ditemukan

3
dalam laporan keuangan yang mengacu kepada Generally Accepted Accounting Principles
(GAAP).

A. Tujuan Penerapan Akuntansi Biaya Historis


Tujuan penerapan akuntansi biaya historis adalah lebih difokuskan pada hubungan
“kontraktual” antara pemilik (owners) dengan pihak manajemen. Hal ini membuat manajemen
bertanggung jawab atas penggunaan asset dalam operasi perusahaan serta dampaknya terhadap
nilai bersih asset. Tanggung jawab manajemen tersebut dituangkan dalam bentuk laporan laba
rugi. Oleh karena itu, akuntabilitas pelaporan keuangan dari manajemen untuk para owners
dianggap sangat penting sehingga dijadikan sebagai tujuan utama dalam penerapan akuntansi
biaya historis.
Beberapa kritik atas penerapan metode biaya historis mengatakan bahwa metode tersebut
hanya memperhitungkan input yang berdasar pada biaya historis tanpa memperhatikan
perubahan nilai dari aset dan liabilitas. Hal tersebut tentu menyesatkan dan menghasilkan
dividen yang tidak tepat karena mungkin terdapat gain/loss selama memiliki aset/liabilities
tersebut, dan ini seharusnya diakui ketika mengevaluasi aset tersebut. Berdasarkan prinsip
biaya historis, gain/loss tersebut tidak diakui sampai aset tersebut benar-benar terjual. Oleh
karena itu, menentukan net residual value tidaklah penting dalam penerapan akuntansi biaya
historis.

B. Contoh Kasus Historical Cost


Pada 1 Januari 2014, PT ABC membeli kendaraan operasional perusahaan senilai Rp
200.000.000 dengan asumsi memiliki umur ekonomis 10 tahun dan tidak memiliki nilai sisa.
Ketika sudah memasuki tahun ke empat, PT ABC menjual kendaraan tersebut dengan nilai
penyusutan sampai dengan tahun ke empat senilai Rp 80.000.000. Berdasarkan data diatas,
metode yang dapat digunakan oleh PT ABC antara lain sebagai berikut:
➢ Apabila menggunakan historical cost
Apabila PT ABC menggunakan metode Historical Cost, maka nilai penjualan kendaraan
adalah nilai yang sebenarnya terjadi atas kendaraan tersebut, yaitu Rp 200.000.000
dikurangi penyusutan Rp 80.000.000 sehingga menjadi Rp 120.000.000.

C. Kelemahan historical cost


Kelemahan penggunaan nilai historis menurut Muljono yang dikutip dari Kodrat
(http://www. petra.ac.id/~puslit/journals) antara lain:
4
1. Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal tertentu
pada saat tertentu akan dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang yang telah
ditetapkan beberapa periode yang lalu pada saat pencatatan terjadinya biaya tersebut,
2. Nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila
dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. Di samping itu juga
terjadi perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aktiva dan pasiva dalam valuta asing
yang dikuasai persahaan sehingga mengalami kesulitan dalam perhitungan selisih kurs
yang tepat,
3. Alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan
mengakibatkan laba dihitung terlalu besar,
4. Laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada
asumsi adanya stable monetary unit tersebut tidaklah riil apabila diukur dengan
perkembangan daya beli uang yang sedang berlangsung,
5. Perusahaan tidak akan memperahankan real-capital-nya dan ada kecenderungan terjadinya
kanibalisme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak perseroan dan
pembangian laba yang lebih besar daripada semestinya,
6. Menyalahi mathematical principle karena berbagai himpunan yang tidak sama
dijumlahkan menjadi satu dan
7. Di samping hal-hal di atas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan
apabila harus mendasarkan pada laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi adanya
stable monetary unit.

D. Kelebihan Historical cost


Kegunaan historical cost pada akuntansi conventional sudah banyak ditentang. Mereka
yang mempertahankan historical cost mempunyai argumentasi mengenai posisinya:
1. Historical cost relevan dalam membuat keputusan ekonomi
2. Historical cost berdasarkan pada transaksi yang sesungguhnya, tidak pada kemungkinan.
3. Selama sejarah, laporan keuangan yang menggunakan historical cost sangat berguna.
4. Pengertian terbaik mengenai konsep keuntungan adalah kelebihan dari harga jual dari
historical cost.

5
Current Cost
A. Dasar Pemikiran Current Cost Accounting
Current Cost Accounting (CCA) adalah suatu sistem akuntansi dimana asset dinilai pada
harga beli pasar sekarang dan profit ditentukan dengan alokasi yang didasarkan pada biaya
sekarang (current costs). Mengapa menggunakan current cost? Menurut Edwards dan Bell
masalah mendasar tersebut diungkapkan menjadi 3 pokok permasalahan:
➢ Masalah ekspansi: berapa jumlah asset yang seharusnya dipegang/dipertahankan pada saat-
saat tertentu.
➢ Masalah komposisi: apa bentuk asset yang sesuai?
➢ Masalah pendanaan: bagaimana aset-aset tersebut didanai?

Manajer dalam membuat keputusan mengenai tiga pertanyaan di atasmendasarkan pada


haarapan di masa yang akan datang. Untuk merumuskan harapan tersebut secara tepat, manajer
perlu untuk mengevaluasi kegiatan dan keputusan di masa lampau. Alat yang digunakan dalam
evaluasi ini adalah perbandingan data akuntansi untuk sebuah periode yang telah ditentukan
dengan harapan-harapan pada periode tersebut. Jika perbandingan tersebut mengungkapkan
bahwa harapan-harapan tidak akurat, maka kejadian atau harapan di masa sekarang bisa
diubah. Sebagai contoh, jika data akuntansi mengungkapakan bahwa total biaya bahan mentah
lebih tinggi daripada yang dianggarkan karena harga bahan mentah lebih tinggi dari yang
diharapkan, maka perusahaan perlu mengubah perkiraan harga bahan mentah di masa yang
akan datang dan mengubah keputusan penganggaran harga bahan mentahdi masa datang. Agar
informasi akuntansi berguna dalam pengambilan keputusan, informasi akuntansi harus
mengukur kejadian aktual dari suatu periode seakurat mungkin. Menurut Edwards dan Bell
bahwa pergerakan harga dalam suatu periode tertentu adalah kejadian yang penting untuk
manajemen. Walaupun Edwards dan Bell menekankan kebutuhan informasi untuk manajemen,
mereka menentang bahwa data-data tersebut juga penting untuk pihak luar seperti pemegang
saham dan kreditor. Pemegang saham dan kreditor tertarik dengan evaluasi kinerja dari manajer
dan juga perusahaan. Dari teori tersebut informasi akuntansi melayani dua tujuan:
➢ Evaluasi oleh manajer terhadap keputusan masa lalu untuk membuat keputusan yang paling
baik di masa datang.
➢ Evaluasi terhadap manajer oleh pemegang saham, kreditor, dan yang lainnya. Evaluasi baik
oleh pihak internal atau eksternal menyediakan alat untuk keberhasilan fungsi ekonomi
karena sumber daya akan dialokasikan lebih efisien. Tujuan sampingan dari informasi
akuntansi adalah menyediakan dasar yang pantas dan terukur untuk perpajakan.
6
B. Konsep Profit Bisnis
Dua keputusan yang sering dihadapi manajemen:
➢ Holding decisions: apakah akan “menahan” aset dan kewajiban atau untuk melepas
keduanya (contoh. Apakah menjual aset atau membayar utang)
➢ Operating decisions: bagaimana menggunakan dan mendanai operasi perusahaan. Agar
dapat mengevaluasi holding decisions dan operating decisions dari manajer, Edwards dan
Bell menyarankan konsep profit yang mereka sebut dengan “profit bisnis” yang berisikan:
A. Current operating profit: kelebihan pada nilai sekarang dari output yang dijual
dibandingkan nilai biaya sekarang dari inputnya.
B. Realisable cost saving: kenaikan current cost dari aset yang dipertahankan oleh perusahaan
pada periode sekarang. Istilah yang kita gunakan untuk realisable cost savings adalah
“holding gains/losses”, yang dapat direalisasi atau tidak dapat direalisasi.

C. Standar Akuntansi International dan Current Cost


Pada pemaparan sebelumnya diketahui bahwa beberapa negara telah mencoba
menerapkan sistem akuntansi current cost akan tetapi sistem tersebut tidak dapat diterapkan
secara menyeluruh. Pada tanggal 15 Juli 2004, AASB mengadopsi standar akuntansi
internasional untuk semua komponen laporan keuangan setelah 1 Januari 2005. Selanjutnya
IASB dan FASB sepakat bahwa basis terbaik untuk melakukan pengukuran adalah nilai wajar.
IAS 39/AASB 139 dan IFRS 3/AASB 3 mendifinisikan nilai wajar sebagai nilai sebuah aset
apabila digantikan atau nilai hutang apabila dilunasi/ diselesaikan. Pada pasar yang aktif, nilai
wajar adalah harga transaksi dan apabila tidak terdapat pasar aktif maka pendekatan untuk
menghitung nilai wajar dapat digunakan, antara lain discounted cash flow, option pricing
models, depreciated replacement cost, market indexes dan appraisal value. Meskipun nilai
wajar yang diterima pada umumnya adalah harga pasar, pengertian biaya transaksi bukan
merupakan sesuatu yang baku dan harga transaksi tidak selalu diterapkan secara konsisten.
Sebagai contoh, menurut IAS 39 /AASB 139, nilai wajar untuk marketable securities dan aset
keuangan adalah harga jual, untuk held to maturity securities, nilai wajar yang digunakan
adalah biaya amortisasi.
Menurut IAS 16/AASB 116 untuk Property, Plant, and Equipment, nilai wajar yang
dipakai adalah harga perolehan pada saat pemilik benar-benar memperoleh control atas aset
tersebut pada saat proses akuisisi. Setelah akuisisi, pada setiap kelas asset harus diputuskan
mengenai model pengukuran yang akan diterapkan. Semua asset dalam satu kelas yang sama
7
harus menggunakan prinsip pengukuran yang sama, tetapi tidak semua kelas harus
menggunakan model yang sama. Tidak terdapat waktu / periode spesifik untuk revaluasi aset.
IAS 16/AASB 116 mengijinkan tiap entitas untuk memilih antara cost model dan current cost
model. Menurut IAS 40/ AASB 140, tiap entitas dapat memilih antara model depresiasi atau
model nilai wajar ketika melakukan pengukuran terhadap investment property.
Menurut standar akuntasi internasional, difinisi atas nilai wajar dapat bervariasi mulai dari
model biaya perolehan dan harga penjualan sampai dengan model penilaian yang berdasarkan
discounted cash flows atau option pricing. Tidak terdapat standar yang menentukan konsep
capital maintenanced, oleh karena itu tidak terdapat penerapan yang baku untuk pengukuran
pendapatan berdasarkan perubahan atas modal.

D. Objectivity of current cost


Pendukung konsep historical cost berargumen bahwa current cost accounting kurang
objektif karena sebagian besar perhitungan current cost tidak didasarkan pada tansaksi aktual
dimana perusahaan ikut serta. Sebagai contoh akuntan tidak lagi memperhitungkan harga
pasar berdasarkan prinsip COMWOL. Salah satu alsannya karena standardisasi prosedur dan
alasan lainnya mengenai masalah ketersediaan data harga pasar. Untuk barang yang memiliki
harga yang relatif mudah untuk diukur, objektifitas dari current cost masih dapat diterima
akuntan. Persediaan, barang baku dan barang jadi masuk ke dalam kategori ini. Bahkan current
cost dapat lebih objek dalam menhgitung arus barang yang masuk dan keluar. Namun untuk
perusahaan yang sangat besar nyaris sulit dalam menghitung arus barang. Oleh karena itu
untuk mempermudahnya diperlukan asumsi-asumsi antaralain seperti FIFO dan LIFO.

E. Penerapan current cost di berbagai negera


Metode pengukuran current cost dan tingkat harga dalam akuntansi telah dicoba dan
diadopsi di beberapa Negara yaitu sebagai berikut:
a) Penerapan current cost di United States
Pada tahun 1979, FASB mencabut ASR 190 dan menerbitkan Statement 33. Statement 33
meminta pengungkapan tambahan dari rekening umum di sesuaikan inflasi dan data current
cost. FASB juga mengharuskan perusahaan untuk mengungkapkan informasi mengenai :
1) Laba dari operasi yang dilanjutkan atas dasar biaya saat ini untuk tahun keuangan saat ini
2) Biaya saat persediaan PPE pada akhir tahun keuangan saat ini
3) Perubahan dalam biaya saat ini untuk tahun keuangan saat ini persediaan dan PPE, dengan
menggunakan constant dollar basis
8
b) Penerapan current cost di United Kingdom
Pada tahun 1975, Sandilands Committee, yang didirikan oleh pemerintah Inggris,
merekomendasikan sistem akuntansi biaya saat ini. Komite menyimpulkan bahwa laporan
biaya perolehan, termasuk yang langsung disesuaikan dengan perubahan tingkat harga umum,
memiliki kegunaan terbatas. Dalam mempertimbangkan kebutuhan informasi dari berbagai
pengguna, diputuskan bahwa penilaian dari manfaat masa depan yang diperoleh dari aktiva
bersih perusahaan adalah relevansi khusus bagi pengguna. Oleh karena itu, kapasitas fisik dan
operasi tampilan modal didukung akuntansi biaya.
Lebih lanjut, Sandilands menetapkan bahwa holding gain mencerminkan kondisi ekonomi
saat ini yang umumnya di luar kendali manajemen dan bukan merupakan indikasi aktivitas
normal. Mereka memutuskan bahwa holding gain harus diungkapkan tetapi tidak dimasukkan
dalam laporan laba.

c) Penerapan current cost di Australia


Pada Oktober 1976, profesi akuntasi di Australia mengeluarkan DPS 1.1, Statement of
Provisional Accounting Standards (PAS) Current Cost Accounting. Rekomendasi sistem
current cost adalah berdasarkan mempertahankan kapasitas operasi perusahaan secara utuh.
Standar ini dipertimbangkan akan menjadi sistem baru untuk menggantikan historical cost
ketika para user sudah mulai familiar.
Namun, dikarenakan banyak kritik yang masuk dan lobi dari perusahaan dan individu,
serta kurangnya efek yang material, a downgrade Statement of Accountung Practice SAP 1
sangat merekomendasikan seluruh entitas untuk menyajikan current cost sebagai catatan
tambahan di laporan keuangan historical cost, namun bukan sebagai suatu persyaratan.
Alternatif lain current cost disajikan di laporan keuangan menggantikan historical cost.

Financial and Physical Capital


Konsep capital maintenance yang selama ini banyak diperdebatkan memiliki hubungan
erat dengan laba. Pengertian laba menurut Suwardjono (2006) adalah tambahan kemampuan
ekonomik yang ditandai dengan kenaikan kapital dalam suatu perioda yang berasal dari
kegiatan produktif dalam arti luas yang dapat dikonsumsi atau ditarik oleh entitas
pengusaha/pemilik kapital tanpa mengurangi kemampuan ekonomik kapital mula-mula (awal
perioda). Disini timbul suatu permasalahan karena definisi tersebut menuntut pengukuran atau

9
penilaian kapital pada awal periode dan akhir periode akan tetapi tidak ada pembatasan
bagaimana cara menilai kapital tersebut. Ada dua jenis pengukuran atau penilaian kapital yang
selama ini diperdebatkan, yaitu financial capital maintenance (pemeliharaan kapital finansial)
dan physical capital maintenance (pemeliharaan kapital fisik).

A. Financial capital maintenance


Menurut konsep ini modal dipandang sebagai kekayaan pemegang saham. Hal itu
berarti bahwa modal merupakan jumlah rupiah modal pemegang saham tanpa memperhatikan
bentuk atau wujud aktiva fisiknya. Dengan demikian, pengertian modal difokuskan pada
jumlah rupiah yang diinvestasikan pada suatu perusahaan. Laba akan diukur berdasarkan
kenaikan jumlah rupiah yang diinvestasikan tersebut.
Kapital finansial adalah klaim dipandang dari jumlah atau nilai yang melekat padanya
tanpa memperhatikan wujud fisik klaim tersebut. Kalau pun berwujud fisik, wujud kapital
tersebut adalah instrumen atau aset finansial.
Pada umumnya kapital finansial adalah kapital yang dikuasai pemegang saham atau pemegang
obligasi. Dengan konsep ini, laba atau kembalian atas kapital finansial akan timbul bila jumlah
klaim finansial pada akhir periode melebihi melebihi jumlah rupiah klaim finansial pada awal
periode (setelah pengaruh transaksi pemilik/penguasa klaim selama perioda dikeluarkan). Ini
tidak terlalu kontroversi karena pengukurannya dalam bentuk satuan mata uang, satuan mata
uang tersebut secara umum dijadikan tolak ukur daya beli.

B. Physical capital maintenance


Kapital fisik lebih kontroversi dibanding dengan kapital finansial. Kapital fisik merupakan
sumber ekonomik yang dikuasai oleh entitas yang dipandang atau dimaknai sebagai kapasitas
produksi fisik (physical productive capacity) yaitu kemampuan menghasilkan barang dan jasa.
Dengan konsep ini, kapital dapat dipertahankan kalau aset nonmoneter diukur atas dasar kos
sekarang (current cost) atau kos pengganti (replacement cost) pada saat pengukuran. Selisih
antara kos sekarang akhir dengan kos sekarang awal (atau kos historis) merupakan jumlah
penyesuaian untuk mempertahankan kapital sehingga bagian tersebut tidak termasuk bagian
dari laba. Disinilah muncul perdebatan karena kapital fisik bertujuan untuk mempertahankan
produktifitas kapital dalam perusahaan, ini adalah sesuatu hal yang tidak mudah untuk di
terjemahkan kedalam satuan mata uang.
Untuk mempermudah pemahaman kita mengenai perbedaan dari financial capital maintenance
dengan physical capital maintenance, berikut contoh perbedaan tersebut dalam bentuk angka:
10
➢ Financial capital maintenance (Konsep pemeliharaan modal keuangan)
Dalam penentuan laba berasumsi bahwa perusahaan memiliki laba hanya jika aktiva bersih
perusahaan yang diukur dalam satuan uang (misalnya $, Rp) pada akhir periode melebihi nilai
aktiva bersih awal periode setelah dikurangi transaksi dengan pemilik.

Awal Periode Akhir Periode


Total aktiva $510,000 $560,000
Total kewajiban $430,000 $390,000
Aktiva bersih (ekuitas pemilik) $80,000 $170,000

Apabila tidak ada investasi baru dari pemilik atau pembagian laba kepada pemilik selama satu
periode, maka laba yang terjadi $90,000. Angka ini merupakan peningkatan aktiva bersih.
Namun jika dalam periode tersebut ada investasi baru dari pemilik $40,000 dan deviden
$15,000 maka laba yang terjadi dihitung sebagai berikut:
Aktiva bersih, akhir periode $170,000
Perubahan (kenaikan) aktiva bersih $90,000
Dikurangi investasi oleh pemilik (40,000)
Ditambah dividend kepada pemilik (15,000)
Laba yang terjadi $65,000

➢ Physical capital maintenance (Konsep pemeliharaan modal fisik)


Konsep ini menganggap bahwa laba terjadi “hanya jika kapasitas produktif fisik perusahaan
pada akhir periode melebihi awal periode setelah dikurangi transaksi dengan pemilik”. Dalam
contoh diatas, jika nilai aktiva awal $80,000 meningkat di akhir $100,000 karena peningkatan
harga maka laba yang terjadi tahun tersebut $45,000 bukan $65,000.
Dari contoh tersebut tampak bahwa terjadi perbedaan laba. Pada financial capital
maintenance, laba yang terjadi menjadi lebih besar yaitu 65,000 sedangkan pada physical
capital maintenance hanya sebesar 45,000. Perbedaan sebesar 20,000 terjadi karena pada
physical capital maintenance perusahaan mempertahankan kapasitas produksi fisik mereka
agar tidak turun karena adanya perubahan harga pada nilai aktiva awal mereka yang berdampak
pada turunnya laba perusahaan.
Untuk kapital finansial, untung atau rugi dari capital maintenance akan diperhitungkan
dalam penentuan laba peruode sebagai untung terealisasi. Bila kapital fisik dianut, untung atau
rugi penahanan tidak dimasukan sebagai komponen laba periode tetapi diberlakukan sebagai
11
penyesuai ekuitas pemegang saham (capital adjustment). Dalam physical capital maintenance,
kapital dapat dikatakan tetap atau dipertahankan jika perusahaan mampu mengganti seluruh
asetnya dengan aset sejenis atau kalau perusahaan mampu mempertahankan kapasitasnya untu
memproduksi barang dan jasa secara tetap atau sama dengan periode sebelumnya.

Perbedaan antara konsep physical capital dengan financial capital adalah pengaruh dari
perubahan harga pada aktiva dan atau utang yang dimiliki oleh suatu perusahaan selama
periode tertentu. Menurut konsep financial capital pengaruh perubahan harga diakui dan akan
menimbulkan adanya holding gains atau losses yang kemudian dimasukkan ke laporan rugi-
laba. Konsep physical capital mengakui perubahan harga tersebut sebagai capital maintenance
adjustment dan akan dimasukkan secara langsung ke dalam komponen modal, tidak
dimasukkan ke laporan rugi-laba.

Exit Price Accounting


A. Pengertian Exit Price Accounting
Exit price accounting merupakan sistem akuntansi yang menggunakan harga jual pasar
untuk mengukur posisi keuangan perusahaan dan kinerja keuangan. Menurut Edwards and Bell
(1961) exit value adalah harga maksimum dari aset yang saat ini ditahan apabila dijual dan
dikurangi dengan biaya transaksi. Sebutan lain untuk exit value adalah nilai realisasi bersih (net
relizable value) dari aset. Exit Price Accounting ini memiliki dua hal utama dari biaya historis
konvensional:
• Nilai aktiva non-moneter disesuaikan untuk mengukur perubahan harga jual pasar khusus
untuk aktiva dan mereka dimasukkan dalam pendapatan sebagai keuntungan yang belum
direalisasi
• Perubahan daya beli umum uang dipertimbangkan ketika mengukur modal keuangan dan
hasil usaha

B. Support Terhadap Exit Price Accounting


Berikut beberapa pernyataan yang mendukung exit price accounting:
1) Menyediakan informasi yang berguna
Perusahaan bisnis pada masa lalu dimiliki langsung oleh orang atau mitra kelompok kecil.
Sehinggga akuntan memiliki kewajiban untuk menyiapkan laporan keuangan hanya untuk dua
pihak, pemilik yang mengelola bisnis dan tahu semua rinciannya, dan kreditur yang tertarik

12
terutama dalam kemampuan pemiliknya untuk membayar rekening atau pinjaman saat jatuh
tempo.
Pada masa sekarang, dengan banyaknya jumlah pemegang saham pada suatu perusahaan
menyebabkan Laporan keuangan perusahaan sebagai media informasi utama mengenai
perusahaan tersebut, sehingga Laporan keuangan dari akuntan eksternal menjadi sangat
penting. Menurut MacNeal, Prinsip-prinsip Akuntansi yang Konvensional yang didasari
Historical Cost berpotensi menghasilkan laporan keuangan yang salah dan menyesatkan serta
tidak berorientasi pada keputusan pemilik saham.
Solusi ideal untuk akuntan adalah melaporkan semua keuntungan dan kerugian seperti nilai
seperti yang ditentukan dalam pasar yang kompetitif. Namun, tidak semua aset memiliki nilai
pasar. Oleh karena itu MacNeal mengusulkan penerapan penilaian:
• Aset yang dapat dipasarkan pada harga pasar (exit price)
• Aset tidak tidak dapat dipasarkan yang dapat direproduksi pada biaya pengganti.
• Aset tidak dapat dipasarkan yang tidak dapat direproduksi pada biaya historis.

2) Pengambilan Keputusan yang Adaptif


Chambers telah mengajukan pendapat secara komprehensif mengenai Exit Price
Accounting dalam continuously contemporary accounting (CoCoA) dan dikembangkan
menjadi Current Cash Equivalents (CCE). Chambers melihat bahwa perusahaan sebagai suatu
entitas yang adaptif terlibat dalam pembelian dan penjualan barang dan jasa. Dalam bisnisnya,
sebuah perusahaan harus dapat ikut serta dalam transaksi pasar dan hal ini diungkap dalam
Laporan Keuangan. Pada Lingkungan pasar, monetary asset dan liabilities dapat ditentukan
dengan harga pasar, contohnya harga beli atau current cost tidak menampakkan kemampuan
masuk kedalam pasar dengan cash untuk tujuan adaptasi. Sedangkan harga jual atau Current
Cash Equivalent menunjukkan harga realisasi pada dasar likuidasi.
Ketika perusahaan membeli aktiva tidak lancar, ia akan mengubah kemampuannya untuk
beradaptasi. Jika aset tersebut dibeli untuk kas, penurunan saldo kas perusahaan menyebabkan
berkurangnya kebebasan untuk berinvestasi pada yang lain. Jika aset tersebut dibeli secara
kredit, hal ini mengurangi kemampuan perusahaan untuk memperoleh kredit lebih lanjut.
Tetapi konsep perilaku adaptif melihat perusahaan selalu siap untuk tindakan membuang asset
jika hal itu merupakan yang terbaik. Maka, perusahaan akan menjaga aktiva tidak lancar hanya
apabila nilai sekarang dari arus kas masa depan bersih dari penggunaan aktiva lebih besar dari
nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan bersih dari investasi alternatif exit value aset

13
tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan apakah kesempatan alternatif
memberi keuntungan yang lebih besar jika aset non-lancar mereka jual atau diinvestasi. Ini
adalah konsep opportunity cost, yang menggunakan harga jual dan bukan harga penggantian
aset, sebagai basis pengukuran.
Chamber mengakui bahwa setiap aset, pada prinsipnya merupakan sebuah nilai tukar
(harga keluar) dan nilai pakai. Nilai pakai (nilai sekarang) pada dasarnya adalah sejumlah nilai
yang dihitung dari harapan sekarang dan Chambers berpendapat bahwa itu merupakan
keyakinan tentang masa depan, bukan fakta sekarang.

3) Informasi yang Relevan dan dapat dipercaya.


Sterling yakin bahwa ada suatu metode terbaik dalam menentukan keuntungan. Kriteria
dalam menentukan metode penilaian mana yang terbaik adalah metode yang memberikan
informasi lebih banyak dimana isi informasi tersebut harus relevan dan dapat dipercaya.
Untuk menjadi relevan, informasi harus berguna dalam model keputusan pengguna laporan
akuntansi. Model keputusan, pada gilirannya, memungkinkan pengguna untuk menentukan
tindakan yang diambil dari beberapa alternatif. Jika tidak ada kendala, informasi yang
dikumpulkan dapat relevan untuk setiap user atau untuk setiap masalah yang diberikan dan
model keputusan. Namun, karena informasi sumber daya produksi langka dan mahal maka
menjadi kendala untuk memilih model keputusan yang sesuai dengan menilai kemampuan
model untuk memprediksi konsekuensi dari program alternatif yang tersedia saat tindakan.
Contohnya, seorang pedagang gandum pada pasar sempurna dan harga yang stabil. Dia
mengartikan keuntungannya sebagai perbedaan antara modal pada dua hal diwaktu yang
berbeda antara tambahan investasi atau distribusi ke pemilik. Untuk pedagang tersebut dapat
dilihat 3 keputusan dan permasalahan
• Keputusan untuk masuk dan tetap didalam pasar
• Melanjutkan keputusan untuk menahan kas atau gandum
• Mengevaluasi keputusan yang lalu
Sterling menjelaskan bahwa untuk kasus pedagang gandum metode penilaian yang paling
tepat dan relevan adalah Present Selling Prices. Kesimpulan Sterling, Present Market Method
Valuation mempunyai unsur:
• Relevan ke semua
• Dapat dipercaya
• Bermakna empiris

14
• Additive
• Konsisten
• Suatu penilaian
• Lebih informatif

4) Additivity
Chambers mempertimbangkan masalah aditif menjadi faktor kunci dalam mendukung
akuntansi CCE. Produk utama dari sistem akuntansi laporan akuntansi - neraca dan laporan
laba rugi. Jika kita memberikan nilai yang berbeda dengan karakteristik yang relatif kecil dari
fakta dan menggunakan skala pengukuran relatif kecil, maka tidak ada arti tertentu atau
komersial dapat dideduksi dari agregat - mereka tidak dapat secara logis ditambahkan bersama-
sama. Sebagai contoh, kita tidak bisa menilai kewajiban sebesar harga perolehan (surat hutang),
beberapa aset sebesar biaya penggantian (persediaan), yang lain sebesar nilai kini (sewa aset)
dan yang lain di setara kas (debitur) dan memperoleh neraca yang sesuai. Juga tidak bisa kita
gunakan untuk mencampuradukan biaya historis pada tanggal yang berbeda dan makna
berbeda pada perhitungan aktiva bersih.
Maka, penilaian dari semua elemen dalam neraca dan laporan laba rugi pada setara uang
mereka (nilai keluar), menyediakan satu aturan yang dapat diterapkan secara konsisten
terhadap perusahaan manapun. Sistem ini berkonsentrasi pada pengukuran kemampuan
keuangan penting - uang dan setara uang. Itu membuat tidak menggunakan karakteristik fisik
atau aset lainnya.

5) Alokasi
Thomas mengeluhkan kenyataan bahwa sistem akuntansi biaya (historical dan current)
sangat bergantung pada alokasi biaya untuk penilaian asset dan penentuan keuntungan. Ia
Berpendapat Exit Price Accounting dimasa mendatang mempunyai laporan keuangan bebas
alokasi. Laporan laba-rugi tidak melaporkan perubahan dalam jumlah yang dialokasikan, tapi
melaporkan arus masuk aktiva dan perubahan nilai-nilai keluar dari aset perusahaan dan
kewajiban dalam suatu periode tertentu. Laba menampilkan jumlah perubahan daya beli riil
dari aktiva bersih, tidak termasuk investasi tambahan oleh dan distribusi kepada pemilik.

15
6) Kenyataan (Reality)
Exit price melibatkan referensi untuk contoh-contoh yang nyata karena, setiap contoh
mengacu pada saat ini, harga pasar sebenarnya. Penyusutan tidak didefinisikan dengan cara
konvensional, namun dalam arti ekonomi penurunan harga pasar. Penyusutan tidak mungkin
terjadi dalam beberapa tahun jika harga naik atau tetap konstan. Jika tidak ada nilai realisasi
dapat dikaitkan dengan item, maka item tersebut akan memiliki saldo nol. Selain itu,
dipertukarkan adalah bagian dari definisi suatu aset sehingga goodwill tidak dapat dijual secara
terpisah, tidak termasuk dari pertimbangan. Dengan dua kendala - dipertukarkan dan adanya
harga jual - semua item pada laporan keuangan dapat dikuatkan dengan bukti nyata.

7) Obyektifitas
Hal ini sering dikatakan bahwa harga pasar saat ini tidak objektif. Namun, beberapa studi
penelitian menunjukkan bahwa harga pasar relatif lebih objektif daripada kebanyakan orang
percaya. Parker melakukan studi penelitian tentang perbandingan relatif dan objektivitas untuk
exit price dan jumlah biaya historis tercatat. Objektivitas didefinisikan sebagai konsensus di
antara penilai. Komparatif didefinisikan sebagai sebuah konsensus dalam pengukuran.
Menggunakan 148 perusahaan bisnis, Parker menunjukkan bahwa untuk mengukur
objektivitas dan komparatif, exit price mengungkapkan dispersi yang sedikit dari jumlah
tercatat. Penyebab utama dari kurangnya objektivitas nilai tercatat adalah dispersi estimasi
akuntansi di masa manfaat dan nilai sisa.
McKeown juga menerapkan model ruang untuk sebuah perusahaan kontruksi jalan
berukuran sedang, dan menyimpulkan dengan analisa statistik bahwa metode yang digunakan
untuk menentukan exit price adalah objektivitas lebih (diverifikasi) daripada metode
berdasarkan Financial Accounting Standard. Dalam studi lain, McKoewn dibandingkan empat
model (exit price, current replacement, historical cost in specific level, istorical cost in general
level) yang diusulkan dengan metode GAAP untuk objektivitas mereka (verifiability) dan
menyimpulkan bahwa model CCE adalah yang paling objektivitas.

8) Ukuran risiko
Exit price dan perubahan exit price juga bisa menjadi indikasi risiko keuangan pembelian
aset. Misalnya, jika sebuah perusahaan membeli aset dengan exit price yang berbeda secara
signifikan dari entry price, maka aset tersebut adalah proposisi berisiko. Informasi keuangan
menunjukkan bahwa pembelian aset tersebut harus merupakan proposisi jangka panjang

16
dimana nilai ekonomi yang ditemukan oleh nilai pakai. Sebaliknya, jika exit price meningkat
secara drastis, biaya peluang meningkat kembali dan harus dioperasikan dengan lebih efisien.
Untuk memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi posisi risiko dan
kinerja dalam mengelola risiko keuangan yang signifikan dengan rancangan standar akan
membutuhkan:
a. deskripsi dari setiap risiko keuangan yang signifikan dan tujuan perusahaan serta kebijakan
untuk mengelola risiko tersebut.
b. informasi tentang dampak risiko tersebut terhadap laporan posisi keuangan (neraca) dan
laporan kinerja keuangan.
c. informasi mengenai metode dan asumsi utama yang digunakan untuk memperkirakan nilai
wajar instrumen keuangan.

C. Kritik terhadap Exit Price Accounting


Terdapat beberapa kritik yang dilakukan menyangkut penggunaan nilai realisasi bersih.
Terutama adalah nilai ini mempunyai kelemahan dalam segi objektivitas. Maksudnya
penentuan harga jual atas aset yang sebenarnya tidak ditujukan untuk dijual akan menimbulkan
kesulitan karena dua penilai yang berbeda sangat mungkin membuat hasil yang berbeda dalam
penerapan net realizable value. Selain itu entitas yang tidak memiliki pengetahuan pasar yang
mencukupi tentang penjualan aset (karena memang bukan bidangnya) tentu akan kesulitan
menentukan nilai yang lebih tepat.
1) Konsep laba
Mengingat bahwa keuntungan adalah ukuran efektivitas kinerja aktual perusahaan dalam
menggunakan sumber daya yang dipercayakan, Bell menyatakan: “Aktiva tertentu telah dibeli
dengan rencana operasi yang direncanakan. Rencana itu, operasi-operasi, memang orang-orang
yang telah mengembangkan rencana harus dievaluasi alternatif-altenatif tentang masa depan
yang dianggap, dan tugas akuntan untuk memberikan data untuk mengevaluasi”.
Setelah evaluasi ini dibuat, perusahaan dapat memutuskan apakah akan terus menggunakan
aset yang diperoleh untuk tujuan tersebut atau untuk menjualnya dan menggunakan hasil itu
dalam beberapa alternatif lain. Konsep bermakna laba, oleh karena itu pengukuran kinerja
dalam hal yang seharusnya. Hanya setelah rencana yang diharapkan dalam hal hasil yang
dibuat dapat kita melanjutkan ke tahap berikutnya untuk menentukan apakah rencana itu harus
diubah dan aktiva yang dijual. Di sisi lain, keluar pengukuran harga memerlukan konsep
keuntungan di mana rencana selalu untuk memaksimalkan setara kas aktiva bersih selama
periode pendek periode yang berurutan. Bell berpendapat bahwa untuk perusahaan lain dari
17
satu yang berkaitan dalam operasi perdagangan paling sederhana, seperti yang diteliti oleh
Strelling, 'seperti pandangan dari perusahaan, tujuan dan modus yang berpikir, hanya akan
tampaknya tidak berlaku. Argumen yang bertentangan dengan exit price yang harus mengukur
peristiwa masa lalu, yang benar-benar terjadi, daripada yang mungkin terjadi jika perusahaan
melakukan sesuatu yang lain dari apa yang direncanakan.
2) Additivity
Pendukung exit price mengklaim bahwa pengukuran akuntansi, jika mereka harus objektif,
harus didasarkan hanya pada nilai masa lalu dan kini. Perhitungan antisipasi tidak dapat
ditambahkan bersama-sama dengan angka saat ini. Pengkritik menunjukkan, bagaimanapun,
arus kas yang setara aset ditentukan berdasarkan asumsi likuidasi bertahap dan teratur. Jika itu
terjadi, peristiwa masa depan harus diasumsikan ketika setara kas saat ini tercatat pada tanggal
neraca. Nilai realisasi untuk sebuah aset yang harus dijual segera di dalam likuidasi mungkin
memaksa sangat menyimpang dari likuidasi, bertahap teratur. Jika, pada kenyataannya,
antisipasi tidak dapat dihindari dalam setara kas memastikan saat ini, maka model exit price
sendiri melanggar prinsip eksklusi perhitungan antisipatif.
3) Penilaian kewajiban
Chambers berpendapat bahwa hutang obligasi secara efektif berbentuk modal dan harus
dinyatakan sebesar nilai nominal, bukan di nilai pasar. Ini telah membuat inkonsistensi, karena
obligasi sebagai aktiva harus dinyatakan sebesar nilai pasar. Dalam pertahanan, Chambers
menyatakan bahwa pada waktu tertentu, terlepas dari harga di pasar, perusahaan yang berutang
kepada pemegang obligasi hanya sebesar jumlah kontrak obligasi, karena itu adalah jumlah
kontrak yang relevan dalam menilai posisi keuangan saat ini. Dalam kebanyakan kasus, ini
setara dengan nilai nominal. Tapi kritikus tidak yakin karena, menurut definisi, posisi keuangan
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk terlibat dalam transaksi. Hal ini secara logis
menyiratkan kemampuan perusahaan untuk pasar untuk membeli obligasi sendiri dengan harga
pasar.
4) Current Cost or Exit price
Satu pertanyaan sangat penting dalam memutuskan apakah akan menggunakan current cost
atau exit price. Di tahap mana dari siklus operasi, exit price mendominasi penilaian aset?
Teori current cost berpendapat bahwa harga entri adalah ' metode penilaian normal'
dibandingakan exit price karena alasan berikut:
• Menggunakan harga keluar (exit price) mengarah ke revaluasi anomali atas perolehan
karena segera setelah nilai pembelian biasanya harga jatuh sehingga kurang dari harga
perolehan.
18
• Menggunakan harga keluar (exit price) menyiratkan pendekatan jangka pendek untuk
operasi bisnis karena salah satu tertarik pada nilai-nilai disposisi dan likuidasi.
• Menggunakan harga keluar (exit price) untuk persediaan barang jadi mengarah pada
antisipasi terhadap laba operasi sebelum titik skala karena persediaan dinilai lebih dari
biaya saat ini

Dengan demikian, berdasarkan penjelasan mengenai Exit Price Accounting sebelumnya,


dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Exit Price Accounting merupakan sistem akuntansi yang menggunakan harga jual pasar untuk
mengukur posisi keuangan perusahaan dan kinerja keuangan.
2. Terdapat beberapa argumen yang memberikan dukungan terhadap digunakannya Exit Price
Accounting ini, di antaranya ialah dapat menyediakan informasi yang berguna, membantu
pengambilan keputusan yang adaptif, menyediakan informasi yang relevan dan dapat
dipercaya, memberi gambaran sesuai dengan kenyataan yang ada, meningkatkan obyektivitas
dan argumen-argumen lainnya.
3. Terdapat pula beberapa argumen yang bertentangan dengan metode Exit Price ini, di antaranya
adalah, kadang exit price tidak dapat mengantisipasi setara kas dan memastikan nilainya saat
ini, dalam menilai kewajiban terlepas dari harga di pasar, perusahaan yang berutang kepada
pemegang obligasi hanya sebesar jumlah kontrak obligasi, dan argumen-argumen lainnya yang
bertentangan.
4. Menurut Miller dan Loftus penggunaan informasi mengenai harga pasar atau nilai sekarang
membuat laporan keuangan semakin relevan. Meskipun begitu, pengambilan sebagian dari
standar-standar mengakibatkan kekurangan konsistensi dalam penentuan dasar penilaian.

Value In Use VS Value in Exchange


Nilai suatu barang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nilai pakai (value in use) dan
nilai tukar (value in exchange).
A. Nilai pakai (value in use)
Nilai pakai adalah kemampuan suatu barang untuk dapat memuaskan kebutuhan. Misalnya
buku pelajaran ekonomi, tas sekolah, buku tulis, beras, tektil, perumahan, dan kendaraan, yang
semua mempunyai nilai pakai. Tinggi atau rendahnya nilai pakai barang ditentukan oleh
intensitas kebutuhan, tempat dan waktu. Contohnya baju dingin akan tinggi nilainya jika

19
dibutuhkan di daerah pegunungan yang berhawa dingin, apalagi di waktu musim salju. Nilai
pakai terdiri dari dua macam, yaitu:
o Nilai pakai subjektif
Adalah nilai/arti yang diberikan oleh seseorang pada suatu barang, sehubungan dengan
kemampuan barang untuk memenuhi/memuaskan kebutuhan. Misalnya Buku pelajaran
ekonomi bagi siswa, buku tulis bagi siswa, tas sekolah bagi siswa, nasi bagi orang yang
lapar.
o Nilai pakai objektif
Adalah kemampuan suatu barang untuk dapat memuaskan kebutuhan manusia pada
umumnya. Misalnya sandang, makanan, perumahan sangat bernilai bagi suatu keluarga,
buku pelajaran sangat bernilai bagi siswa SMA.

B. Nilai Tukar (value in exchange)

Nilai tukar ialah kemampuan suatu barang untuk dapat ditukarkan dengan barang lain di
pasar. Misalnya: Buku pelajaran ekonomi, tas sekolah, buku tulis, beras, tekstil, tembakau,
cengkeh, obat-obatan memiliki nilai tukar. Tinggi atau rendahnya nilai tukar suatu barang
ditentukan oleh nilai pakai barang tersebut. Contoh beras memiliki nilai pakai yang lebih besar
daripada pasir, sehingga nilai tukar beras lebih tinggi daripada nilai tukar pasir. Bila suatu
barang semakin tinggi nilai pakainya, maka nilai tukarnya juga akan semakin tinggi. Faktor
lain yang juga ikut menentukan tinggi atau rendahnya nilai tukar suatu barang adalah faktor
persediaan. Makin sedikit persediaan makin tinggi nilai tukarnya. Misalnya: beras, gula pasir,
semen, besi baja, dan lain sebagainya. Nilai tukar terdiri dari dua macam, yaitu:
o Nilai tukar subjektif
Adalah nilai/arti yang diberikan seseorang pada suatu barang, sehubungan kemampuan
suatu barang untuk dapat ditukarkan dengan barang lain. Seorang petani memberikan
penilaian pada padi yang dihasilkannya menurut ukurannnya sendiri
o Nilai tukar objektif
Adalah kemampuan suatu barang untuk dapat ditukarkan dengan barang lain. Hampir
semua barang yang ada di dalam masyrakat mempunyai nilai tukar objektif, karena setiap
manusia tidak membuat sendiri barang-barang yang ia butuhkan. Semakin maju
pembagian kerja dalam masyrakat, makin mudah kita memperoleh barang-barang dengan
jalan pertukaran. Maka dengan sendirinya barang-barang tersebut mempunyai nilai tukar

20
objektif. misalnya: mengganti penggunaan bus menjadi taxi. Hal ini terjadi karena bus
memiliki nilai tukar objektif dengan taxi.

Setiap barang memiliki value in use dan value in exchange. Perbedaan mengenaivalue in
use dan value in exchange pertama kali dikemukakan oleh Adam Smith. AdamSmith
mengatakan bahwa harga dan utilitas tidak dapat dihubungkan, karena hargaberhubungan
dengan faktor produksi sedangkan utilitas merupakan perspektif penggunabarang tersebut.
Adam Smith mengatakan bahwa value in exchange suatu barang dapat jauhlebih tinggi dari
value in use -nya. Solomons mempertahankan pendapatnya bahwa nilaikegunaan bagi pemilik
barang merupakan pendekatan yang paling relevan, karena aset yang disimpan (tidak dijual)
oleh pemiliknya pasti memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai jualnya (exit
price). Hal ini berpengaruh besar untuk barang-barang yang jarang diperdagangkan (non-
marketable), karena untuk barang seperti ini bisa saja nilai jual barang tersebut sangat murah
karena tidak ada yang membutuhkan barang tersebut selain pemiliknya, padahal bagi
pemiliknya barang tersebut sangat bermanfaat dan memiliki nilai utilitas tinggi.
Pada intinya, perusahaan dapat menilai suatu aset dari nilai kegunaan dan manfaatyang
diberikan barang tersebut kepada perusahaan ataupun dari nilai jual dan nilai sinergi yang
didapat barang tersebut. Keduanya memiliki kegunaan yang berbeda dalam penggunaannya.
Pendekatan value in use biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan berbasis produksi,
dimana perusahaan seperti ini tidak terlalu mementingkan likuiditas dan lebih fokus kepada
arus kas di masa depan yang didapatkan dari proses produksi. Perusahaan seperti ini biasanya
memiliki aset-aset yang spesifik untuk produksinya sehingga harga jualaset tersebut bisa saja
sangat rendah. Yang diharapkan dari penggunaan pendekatan iniadalah mendapatkan efisiensi
dari penggunaan aset yang dimiliki. Pendekatan value inexhange biasanya dari sudut pandang
internal manajer suatu perusahaan yang membutuhkanlikuiditas tinggi (perusahaan yang
memiliki hutang, perusahaan yang memperdagangkan tradeable goods, dsb). Di perusahaan
seperti ini, short-term performance lebih dipentingkan agar dapat beradaptasi dengan kondisi
pasar saat ini.
Pendekatan value-in-use menggunakan investor eksternal atau badan yang berorientasi
pada produksi sebagai pembanding yang relevan. Seperti investor (perusahaan) jarang berfokus
pada nilai likuidasi saat ini tetapi tertarik pada prospekarus kas masa depan, yang lebih akurat
diprediksi oleh laba operasi dari pada arus kas saat ini. Pendekatan ini berfokus pada
mendapatkan hasil yang paling efisien dari asset yang digunakan dan tidak mempertimbangkan
adaptasi sebagai pilihan.
21
Sebaliknya, exit price sebagai pendekatan value-in-exchange mengambil sudut pandang
manajer internal atau kreditur yang harus membuat keputusan yang berkaitan dengan likuiditas
perusahaan dan daya beli saat ini. Kinerja jangka pendekd ari perusahaan adalah lebih penting.
Pendekatan ini sangat penting untuk perusahaan dengan masalah likuiditas atau perusahaan
yang bergerak dibidang barang-barang diperdagangkan dan yang dapat dengan cepat
beradaptsi operasi mereka dengan kondisi pasar.

Staubus menunjukkan bahwa sejumlah factor yang umum untuk setiap view point :
1. Pengamatan harga pasar lebih relevan untuk pengambilan keputusan keuangan
2. Keandalan yang dibutuhkan olehsistem pengukuran, yaitu penilaian tidak bergantung pada
alokasi subjektif
3. Adiktif (pengukuran) dari fenomena ekonomi adalah dibuat dalam satuan yang sama,
disesuaikan dengan pergerakan inflasi harga.

22
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Sistem pengukuran akuntansi ada tiga yakni Historical Cost Accounting, Current Cost
Accounting, dan Exit Price Accounting. Tujuan biaya historis menekankan pada sebuah
hubungan kontrak konservatif antara perusahaan dan mereka yang menyediakan sumber daya
untuk itu dengan membuat manajemen bertanggung jawab atas input dari aset operasional dan
output berikutnya pada nilai bersih dari ekuitas operasi. Dengan demikian, laporan laba rugi
adalah mekanisme komunikasi kunci. Sedangkan Akuntansi biaya sekarang (CCA) adalah
sistem akuntansi dimana aset dinilai berdasarkan harga pasar saat membelidan laba ditentukan
oleh alokasi berdasarkan pada biaya saat ini. Tujuan dari current cost perlunya pertimbangan
manajer dihadapkan dengan keputusan dalam menjalankan bisnis. Satu asumsi kita bisa buat
adalah bahwa manajer dari suatu perusahaan ingin mengetahui bagaimana mereka harus
mengalokasikan sumber daya perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan.
Serta Exit price accounting merupakan sistem akuntansi yang menggunakan harga jual
pasar untuk mengukur posisi keuangan perusahaan dan kinerja keuangan. Memiliki dua hal
utama dari biaya historis konvensional: nilai aktiva non-moneter disesuaikan untuk mengukur
perubahan harga jual pasar khusus untuk aktiva dan mereka dimasukkan dalam pendapatan
sebagai keuntungan yang belum direalisasi dan perubahan daya beli umum uang
dipertimbangkan ketika mengukur modal keuangan dan hasil usaha.
Current Cost Accounting ini telah, atau direkomendasikan untuk digunakan, pada tahap
tertentu yaitu selama tahun 1970-an dan 1980-an diAmerika Serikat, United Kingdom dan
Australia dan kemudian ditinggalkan. Kebanyakan sistem didasarkan pada modal fisik dan
tidak mengakui holding gains sebagai pendapatan. Pemeriksaan IFRS menunjukkan bahwa
historical cost accounting umum dipakai dan masih berlaku umum dari beberapa jenis nilai
standar akuntansi yang berlaku.
Namun, metode pengukuran tidak secara fundamental didorong oleh prinsip-prinsip
yang nyata dan terakhir IASB standar akuntansi telah mengambil pendekatan sedikit demi
sedikit untuk penilaian. Pengukuran yang berbeda digunakan untuk nilai aktiva dan kewajiban
menurut situasi yang spesifik. Pengatur standar telah dikompromikan dalam masalah ini
dengan mendukung definisi yang tidak jelas dari "nilai wajar" daripada merekomendasikan
satu metode akuntansi mencakup semua pengukuran. Ini tercermin dalam konsep pengukuran

23
yang berbeda yang digunakan dalam standar dan beberapa berpendapat bahwa hal itu
mencerminkan pengukuran dari konsep teoritis pemeliharaan modal.
Menurut Horton dan Macve, IASB bergerak menuju pendekatan nilaikeluar (exit price)
dan pada tahun 2004, mengusulkan sistem yang didasarkan pada akuntansi nilai wajar di mana
semua kenaikan nilai wajar akan dianggap menjadi bagian dari laporan laba rugi. Namun, pada
tahap saat ini, pendekatan IASB dapat dilukiskan sebagai pendekatan penilaian dicampur
dengan fair value accounting kadang-kadang didefinisikan sebagai current market entry cost
prices tetapi juga sebagai nilai historis, harga jual dan discounted cash flow masa depan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Godfrey, Jayne. Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane Hamilton and Scott Holmes. 2010.
Accounting Theory 7th Edition. Singapore: Craft Print International Ltd.
Suwardjono. 2010. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan (Ed-3). BPFE:
Yogyakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai