Anda di halaman 1dari 23

PENGKAJIAN UMUM SISTEM HEMATOLOGI

1. Wawancara
Biasa juga disebut dengan anamnesa adalah menanyakan atau tanya jawab yang
berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang
direncanakan.
2. Observasi
Tahap kedua dalam pengumpulan data adalah pengamatan, dan pada praktiknya
kita lebih sering menyebutnya dengan observasi.
3. Pemeriksaan Fisik
Tahap ketiga dalam pengumpulan data adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat
keperawatan klien.
Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu :
a. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh
yang diperiksa melalui pengamatan. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh
meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris.
b. Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-
jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya
tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
2) Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
3) Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
4) Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir. Misalnya : adanya tumor, oedema,
krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.
c. Perkusi
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
1) Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
2) Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru
pada pneumonia.
3) Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung,
perkusi daerah hepar.
4) Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong,
misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.dan timpani pada usus
d. Auskultasi
Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
1) Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada
klien pneumonia, TBC.
2) Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat
ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada
edema paru.
3) Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi
maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
4) Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
4. Pengkajian Fisik
1. Pasien anak-anak/pediatrik
Untuk anak-anak yang lebih dewasa dan remaja, urutan pemeriksaan  seperti
pada pasien dewasa mungkin dapat dilakukan, tetapi makin muda pasiennya maka
makin besar kemungkinannya untuk menggunakan pendekatan “oportunisik” untuk
dapat memperoleh data pengkajian vital.
2. Pasien usia lanjut/geriatrik
5. Pendekatan Pengkajian Fisik 
Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :
1. Head to toe (kepala ke kaki)
Mulai dari : keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga,
hidung, mulut dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal, punggung,
genetalia, rectum, ektremitas.
2. ROS (Review of System / sistem tubuh)
Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan
umum, tanda vital, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem persyarafan, sistem
perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan integumen, sistem
reproduksi.
3. Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982
Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola
fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus meliputi :
persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan, nutrisi-pola metabolisme, pola
eliminasi, pola tidur-istirahat, kognitif-pola perseptual, peran-pola berhubungan,
aktifitas-pola latihan, seksualitas-pola reproduksi, koping-pola toleransi stress, nilai-
pola keyakinan.

4. Doengoes (1993)
Mencakup : aktivitas/istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan dan
cairan, hygiene, neurosensori, nyeri/ketidaknyamanan, pernafasan, keamanan,
seksualitas, interaksi sosial, penyuluhan/pembelajaran.
PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK FISIK
HEMATOLOGI

Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

0. Sama sekali tidak melakukan.

1. Perlu perbaikan: langkah-langkah dilakukan tetapi tidak lengkap.

2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan lengkap.

SKOR/NILAI
No LANGKAH/KEGIATAN 0 1 2
Persiapan Dokter
Mencuci Tangan (Cukup diucapkan lisan)
Persiapan Pasien
Menjelaskan mengenai pemeriksaan fisis yang akan dilakukan, tujuan dan
1 manfaatnya secara ringkas dan sederhana.
Memberikan jaminan pada pasien dan keluarganya tentang kerahasiaan
2 semua informasi yang didapatkan pada pemeriksaan fisis tersebut.
Menjelaskan mengenai hak-hak pasien dan keluarganya, misalnya tentang
3 hak menolak untuk diperiksa.
Meminta persetujuan pasien atau keluarga untuk pemeriksaan fisis (informed
4 consent).
Mempersilahkan pasien berbaring dalam posisi mendatar, kepala disanggah 1
5 bantal.

6 Dokter berdiri di sebelah kanan pasien

Penilaian Status Pasien secara Umum


Melihat dan mencatat keadaan umum pasien: sakit ringan, sakit sedang atau
7 sakit berat
Pemeriksaan Kepala/Muka
8 Melihat dan mencatat kelainan yang dapat diidentifikasi secara sepintas
Meletakkan jari di sela-sela rambut pasien dan menarik rambut secara
perlahan dengan sedikit tekanan lalu menilai apakah rambut mudah tercabut
9 atau tidak
Meletakkan telapak tangan yang dominan di depan wajah pasien lalu
menggerakkan telapak tangan ke arah atas dan meminta pasien untuk
mengikuti dengan bola matanya kemudian dokter menarik palpebra inferior
dengan tangan yang satu ke arah bawah dan menilai apakah konjungtiva
10 pucat (anemia) atau terdapat injeksi atau tidak
Meletakkan telapak tangan yang dominan di depan wajah pasien lalu
menggerakkan telapak tangan ke arah bawah dan meminta pasien untuk
mengikutinya kemudian dokter menarik palpebra superior dengan tangan
yang satu ke arah atas dan menilai apakah terdapat sklera kuning (ikterus)
11 atau terdapat perdarahan pada sklera (biasanya pada hemofilia) atau tidak
Meminta pasien membuka mulut dan mengamati apakah ada perdarahan
atau sisa-sisa perdarahan di dalam mulut, atrofi papil lidah, hipertrofi
12 ginggiva maupun stomatitis.
Pemeriksaan Dada Depan
Menekan dengan lembut pada sternum dan kedua klavikula dengan pangkal
telapak tangan dan meminta pada pasien untuk mengatakan jika terdapat
13 nyeri tekan atau tidak.
Pemeriksaan Abdomen
Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
14 splenomegali.
Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
15 hepatomeg li.
a
Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
16 pembesaran kelenjar para-aorta (biasanya pada ALL, CLL, limfoma maligna).
Memeriksa ada tidaknya pembesaran kelenjar inguinal dengan melakukan
17 palpasi.
Pemeriksaan Ekstremitas Superior
Memperhatikan secara cermat apakah ada koilonikia kuku, bekas garukan
18 dan inspeksi lipatan palmaris untuk menunjukkan kepucatan.
Memeriksa denyut nadi pasien. Takikardi (denyut nadi lebih dari 100 kali per
19 menit) dapat ditemukan pada pasien anemia.
Apabila terdapat purpura, memperhatikan luas dan distribusinya (dari peteki
20 sampai ekimosis).
Memeriksa adanya purpura yang teraba, purpura yang teraba menunjukkan
14 vaskulitis sistemik.
15 Memperhatikan apakah ada perdarahan intraartikuler
Pemeriksaan Ekstremitas Inferior

Melakukan inspeksi tungkai apakah terdapat memar, pigmentasi atau bekas


garukan. Purpura yang menonjol (teraba) ditemukan pada purpura Henoch-
16 Schonlein, perdarahan intraartikuler.
Memperhatikan adanya ulkus pada tungkai, biasanya di atas maleolus medial
17 atau lateral.
Untuk pemeriksaan selanjutnya Pasien diminta duduk tegak.
Pemeriksaan Kelenjar Aksila
Memeriksa kelenjar aksila dengan cara mengangkat lengan pasien dan
dengan tangan kiri lakukan palpasi pada aksila kanan. Pemeriksa meraba
dengan jari-jarinya setinggi mungkin ke dalam aksila. Pemeriksaan pada
18 aksila kiri dilakukan sebaliknya.

Pemeriksaan Servikal (Leher)

Memeriksa kelenjar servikal dari arah belakang. Usahakan mengidentifikasi


setiap kelompok kelenjar dengan jari-jari tangan.

Mula-mula melakukan palpasi kelenjar submental yang terletak tepat di


19 bawah dagu, lalu kelenjar submandibula yang teraba di bawah sudut rahang.
Melakukan palpasi rantai juguler yang terletak anterior dari m.
sternokleidomastoideus dan kemudian kelenjar triangularis posterior yang
20 terletak di bagian posterior m. sternokleidomastoideus

21 Melakukan palpasi regio oksipital untuk menentukan kelenjar oksipital


Selanjutnya memeriksa kelenjar post aurikuler di belakang telinga dan pre
22 aurikuler di depan telinga.
Pemeriksa berpindah ke depan pasien. meminta pasien untuk sedikit
mengangkat bahu, lalu pemeriksa meraba fossa supraklavikula dan nodus
23 supraklavikula pada dasar m. sternomastoideus

Pemeriksaan nyeri tekan tulang pada dada belakang; pasien tetap dalam
posisi tegak

Melakukan ketokan pada tulang belakang dengan kepalan tangan untuk


24 menentukan nyeri tekan tulang.
Kemudian memeriksa bahu dengan menekannya kearah satu sama lain
26 dengan kedua tangan.

Tes Rumple Leede (Tes Bendungan)

27 Memasang manset spigmomanometer di lengan atas.

28 Mengukur tekanan darah (TD) sistolik dan diastolik pasien.


Memompa kembali spigmomanometer sampai setengah dari jumlah TD
29 sistolik dan diastolik.

30 Mempertahankan selama 5 menit dengan cara melipat selang manset.


31 Membuka manset.

Membuat lingkaran imajiner sekitar 2 inchi (5cm) pada daerah lengan yang
32 paling banyak terdapat bintik-bintik peteki.
Interpretasi: bintik peteki lebih dari 20 maka dilaporkan tes Rumple Leede
33 positif.

8
Lampiran
Cara pemeriksaan Kelenjar getah bening leher
Bila menemukan kelenjar getah bening di leher, perhatikan ukuran, konsistensi, nyeri,
perlekatan. Kelenjar getah bening pada leher dibagi atas 5 daerah penyebaran yaitu:

1. Segitiga submentale dan submandibula


2. Sepertiga atas leher yang mencakup, kelenjar jugularis superior, kelenjar
digastrik dan kelenjar servikal posterior
3. Di antara bifurcatio carotis dan persilangan m. Omohioid dengan m.
Sternokleidomastoideus dan batas posterior m. Sternokleidomastoideus
4. Di daerah jugularis inferior dan supraklavikula
5. Segitiga posterior servikal

Cara pemeriksaan Splenomegali:


1. Pengukuran splenomegali dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu
Hacket yang lebih sering digunakan dalam penelitian endemisitas penyakit dan
Schuffner yang lebih sering digunakan dalam klinik.
2. Metode Hacket, metode ini membagi splenomegali menjadi 5 kelas:
a. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua
lutut.
b. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan
bagian pinggir dalam palmar dan jari tangan pada

9
abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah kaudal ke kranial di bawah
arcus costa kiri
c. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi
d. Metode Hacket diintepretasikan sebagai berikut:
Kelas 0 tak teraba walau dengan inspirasi normal Kelas 1
teraba di tepi costa dengan inspirasi dalam
Kelas 2 teraba di bawah costa sampai pertengahan puting susu dan
umbilicus
Kelas 3 teraba sampai garis horizontal umbilicus
Kelas 4 teraba antara umbilicus dan symphisis pubis Kelas 5
teraba di luar dan di bawah daerah kelas 4

3. Metode Schuffner, metode ini membagi splenomegali menjadi 8:


a. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lut
b. ut.
c. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan
menggunakan bagian pinggir dalam palmar dan jari tangan pada
abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah SIAS (Spina Iliaca Anterior
Superior) ke arah arcus costa kiri
d. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan berikan
penilaian mengenai ukuran, pinggir, konsistensi, nyeri
e. Metode Schuffner membagi splenomegali menjadi 8, dimana
pembesaran mulai dari arcus costa kiri sampai umbilicus adalah Scuffner
I – IV dan umbilicus sampai SIAS adalah Scuffner V – VIII
f. Metode Schuffner diintepretasikan sebagai berikut
i. Tarik garis imajiner (A) yang melalui perpotongan antara linea mid-
clavicularis kiri dengan arcus costa dengan umbilicus
ii. Dengan membagi 4 garis A tersebut maka didapatkan area
yang membatasi Scuffner I-IV
iii. Kemudian tarik garis imajiner kedua (B) yang tegak lurus
dengan A, yang melalui umbilicus, garis ini juga merupakan
batas Scuffner VI
iv. Dari B tarik garis imajiner ketiga (C) yang tegak lurus dengan B
sampai berpotongan dengan SIAS
v. Dengan membagi 4 garis C tersebut maka didapatkan area
yang membatasi Scuffner V-VIII

10
Cara pemeriksaan Hepatomegali
1. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lutut.
2. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan
bagian pinggir dalam palmar dan jari tangan pada abdomen sampai
sedalam 4-5 cm dari arah kaudal ke kranial di bawah arcus costa kanan
3. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan berikan
penilaian mengenai ukuran, pinggir, konsistensi, nyeri
4. Hepatomegali diintepretasikan dengan mengukur pembesaran hepar
sampai sekian sentimeter dibawah arcus costa kanan
PEMERIKSAAN FISIK SENSORI PERSEPSI

I. Pemeriksaan Fisik Pada Mata


Secara umum dapat dipersiapkan oftalmoskop dan penutup mata.
Pemeriksaan fisik pada mata meliputi :
A. Inspeksi
1. Struktur mata interna dan eksterna
Pemeriksaan struktur mata eksternal dan internal mata meliputi :
 Kelopak mata
Pemeriksaan kelopak mata terhadap kemungkinan kelemahan, infeksi,
tumor, edema, atau kelainan. Minta pasien membuka dan menutup matanya.
Gerakan harus lancer dan simetris. Periksa kelopak mata terhadap adanya
xantelasma (plak kekuningan)..
 Konjungtiva
Konjungtiva hendaknya diamati terhadap adanya tanda radang (yaitu
melebarnya pembuluh darah), pigmentasi tidak biasa, nodi, pembengkakan atau
pendarahan. Konjungtiva normal seharusnya berwarna merah muda. Perhatikan
jumlah pembuluh darah. Normalnya hanya terlihat sedikit pembuluh darah.
Mintalah pasien untuk melihat ke atas, dan tariklah kelopak mata bawah ke
bawah. Bandingkan vaskularisasinya.
 Sklera
Inspeksi sclera bertujuan untuk melihat adanya nodul, hyperemia, dan
perubahan warna. Sclera normal seharusnya berwarna putih. Pada individu
berkulit galap, sclera mungkin berwarna sedikit agak seperti lumpur.
 Kornea
Kornea harus jernih dan tanpa keruhan atau kabut. Cincin keputihan
pada perimeter kornea mungkin adalah arkus senilis..
 Pupil
Kedua pupil ukurannya harus sama (isokor), dan bereaksi terhadap
cahaya dan akomodasi. Pada sekitar 5% individu normal, ukuran pupil tidak sama
(anisokoria).anisokoria mungkin merupakan indikasi dari penyakit neurulogik.
Pembesaran pupil atau midriasis, berhubungan dengan obat-obatan
simpatomimetik, glaucoma, atau obat tetes mata yag menyebabkan dilatasi.
Konstriksi pupil, atau miosis, terlihat dengan obat-obatan parasimpatomimetik,
peradangan iris, dan terapi obat untuk glaucoma.
 Iris
Iris diperiksa untuk warnanya, apakah ada nodul, dan vaskularitas.
Normalnya, pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan mata telanjang.
 Kamera oculi anterior
Dengan memberikan sinar secara oblik menembus mata, perkiraan kasar
kedalaman kamera okuli anterior dapat dibuat. Jika terlihat bayangan berbentuk
bulan sabit pada bagian iris yang jauh, kamera okuli anterior mungkin dangkal.
Pendangkalan kamera okuli anterior mungkin akibat penyempitan ruangan antara
iris dan kornea..
 Aparatus lakrimal
Pada umumnya, hanya sedikit yang dapat terlihat pada apparatus
lakrimalis, kecuali pungtum. Jika ada epifora, mungkin ada obstruksi aliran
keluar melalui pungtum. Jika terdapat kelembaban yang berlebihan, periksalah
apakah ada sumbatan duktus nasolakrimalis dengan menekan sakus lakrimalis
secara lembut, berlawanan dengan cincin orbita interna. Jika ada sumbatan, dapat
dikeluarkan materi-materi melalui pungtum.
Cara inspeksi mata :
1) Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang, dan visus.
2) Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan dengan cara sebagai
berikut :
 Anjurkan pasien melihat ke depan.
 Bandingkan mata kanan dan kiri.
 Anjurkan pasien menutup kedua mata.
 Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian piggir
kelopak mata, catat setiap ada kelainan, mis: kemerahan.
 Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait dengan ada tidaknya bulu
mata, sertaamati posisi bulu mata.
 Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat ila ada dropping kelopak
mata atas atau sewaktu mata membuka (ptosis).
3) Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai berikut :
 Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan.
 Amati konjungtiva untuk mengetahui ada atau tidaknya kemerahan, keadaan
vaskularisasi, serta lokasinya.
 Tarik kelopak mata bagian bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari.
 Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila
didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal, misalnya anemic.
 Bila diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu dengan cara membuka atau
membalik kelopak mata atas dengan prawat berdiri di belakang pasien.
 Amati warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang paa keadaan tertentu
warnanya dapat menjadi ikterik.
4) Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan
mengevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalah sama
besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut pinpoint, sedangkan pupil yang melebar
atau dilatasi isebut midriasis.
Cara inspeksi gerakan mata
1) Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan
2) Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nistagmus) yaitu
gerakan ritmis bola mata, mula – mula lambat bergerak ke satu arah, kemudian
dengan cepat kembali ke posisi semula.
3) Bila ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk, frekuensi (cepat atau lambat),
amplitudo (luas/sempit), dan durasinya (hari/minggu).
4) Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu mengalami
deviasi.
5) Luruskan jari telunjuk Anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15 – 30 cm.
6) Beri tahu pasien utnuk mengikuti gerakan jari Anda dan pertahankan posisi kepala
pasien. Gerakkan jari Anda ke delapan arah untuk mengetahui fungsi 6 otot mata.
2. Tajam penglihatan (visus)
Tajam penglihatan diungkapkan dalam suatu rasio, seperti 20/20. Angka
pertama adalah jarak baca pasien terhadap peraga. Angka kedua adalah jarak
terbacanya peraga oleh mata normal. Istilah OD (Oculus Dexter) berarti mata kanan:
OS (Oculus Sinister) berarti mata kiri. OU (Oculi Unitas) berarti kedua mata.
 Memakai Kartu Snellen Standar
Jika tersedia kartu Snellen standar, pasien harus berdiri sejauh 6 meter
dari kartu tersebut. Jika pasien memakai kaca mata, biarkan dipakai terus selama
pemeriksaan. Pasien diminta untuk menutum mata dengan telapak tangan dan
membaca baris terkecil yang mungkin. Jika yang dapat terbaca ialah baris 6/60,
maka visus mata pasien adalah 6/60. Ini berarti bahwa pada jarak 6 meter pasien
dpat membaca apa yang dapat dibaca orang normal pada jarak 60 meter. Jika
pada jarak 6m pasien tidak dapat membaca baris 6/60, maka ia didekatkan pada
kartu sampai baris itu terbaca. Jika pasien baru dapat membaca pada jarak 1 m,
maka tajam penglihatan pasien adalah 1/60.
 Memakai Kartu Tajam Penglihatan Saku
Jika kartu Snellen standar tidak tersedia, maka kartu tajam penglihatan
ukuran saku dapat dipakai. Kartu ini dilihat pada jarak 35 cm. pasien diminta
membaca baris terkecil yang masih dapat dibaca. Jika kedua jenis kartu ini tidak
tersedia, maka dapat dipakai materi cetak apa saja. Pemeriksa harus ingat bahwa
kebanyakan pasien berusia di atas 40 tahun memerlukan kaca baca. Meskipun
pemeriksa tidak dapat memastikan tajam penglihatan, ia pasti dapat menetapkan
apakah pasien masih dapat melihat. Dalam hal ini pasien diminta untuk menutup
satu mata dan membaca baris terkecil yang terbaca pada halaman cetak tertentu.
 Menilai Pasien dengan Penglihatan Buruk
Pasien dengan penglihatan buruk sekali dan tidak dapat membaca salah
satu baris cetak, harus diuji dengan kemampuan membaca jari-jari tangan.
Pengukuran tajam penglihatan ini dilakukan dengan menunjukkan jari-jari tangan
di depan mata pasien, sedangkan salah satu mata ditutup. Pasien ditanyakan
jumlah jari yang terlihat. Jika pasien tetap belum dapat melihat, maka penting
untuk dinilai apakah memang masih ada persepsi terhadap cahaya. Hal ini
dilakukan dengan menutup satu mata dan menyoroti mata yang terbuka dengan
cahaya. Pemeriksa menanyakan apakah pasien dapat melihat lampu menyala atau
dimatikan. NLP (No Light Perception) adalah istilah yang dipakai apabila
seseorang tidak dapat menangkap cahaya.
 Memeriksa Pasien yang Tidak Dapat Membaca
Bagi mereka yang tidak dapat membaca, seperti anak kecil atau buta huruf,
pemakaian huruf “E” dalam macam-macam ukuran dan arah akan sangat
bermanfaat. Pemeriksa meminta pasien menunjukkan arah huruf itu : ke atas, ke
bawah, ke kanan, ke kiri.
Visus 1/300 : Pada jarak 1 m mata masih dapat melihat grakan tangan pemeriksa
yang pada mata normal masih dapat dilihat dari jarak 300 m.
Visus 1/∞ : Mata hanya dapat membedakan gelap dan terang.
Visus 0 : Mata tidak dapat membedakan gelap dan terang.
3. Lapang pandang
Uji lapang pandang berguna untuk menetapakan ada tau tidaknya lesi pada
jalur penglihatan. Terdapat banyak teknik dalam melakukan pemeriksaan lapang
pandang. Salah satunya adalah uji lapang pandang konfrontasi. Pada teknik ini
pemeriksa membandingkan penglihatan perifernya dengan penglihatan perifer
pasien.
 Menilai Lapang Pandang dengan Uji Konfrontasi
 Kelainan Lapang Pandang
 Pemeriksaan Nistagmus Optokinetik
Cara inspeksi lapang pandang
1) Berdiri di depan pasien.
2) Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak
diperiksa.
3) Beri tahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik
pandang, misalnya hidung anda.
4) Gerakkan jari Anda pada suatu garis vertikal / dari samping dekatan ke mata pasien
secara perlahan – lahan.
5) Anjurkan pasien untuk memberi tahu sewaktu mulai melihat jari anda.
6) Kaji mata sebelahnya
4. Gerakan mata
Gerak mata dipengaruhi oleh kontraksi dan relaksasi otot-otot ekstraokular.
Hal ini berakibat bergeraknya mata ke atas atau ke bawah, atau dari sisi ke sisi dan juga
konvergensi.
 Pemeriksaan Kesesuaian Mata
Kesesuaian mata dengan mudah diketahui dengan mengevaluasi lokasi
cahaya yang dipantulkan oleh kornea. Lampu senter diarahkan tepat dari depan
pasien. Jika pasien memandang lurus jauh ke depan, pantulan cahaya akan tampak
tepat di pusat masing-masing kornea.
 Melakukan Uji Tutup
Uji tutup berguna untuk menetapkan apakah mata lurus (normal) atau ada
mata berdeviasi. Pasien diminta untuk melihat pada sasaran jauh. Satu matanya
ditutup dengan karton 7,5 x 12,5 cm. pemeriksa harus mengqamati mata yang tidak
tertutupi. Jika mata yang tidak ditutupi itu bergerak sewaktu berfiksasi pada titik
dikejauhan itu, maka mata itu tidak lurus sebelum mata sebelahnya ditutupi. Jika
mata itu tidak bergerak, maka ia lurus. Uji ini kemudiandilanjutkan dengan mata
sebelahnya.
 Menilai Posisi Utama Pandangan Mata
Penyebab penting timbulnya mata berdeviasi adalah otot ekstraokular yang
paresis (lemah), atau paralisis. Paralisiss otot-otot ini ditentikan dengan memeriksa
enam posisi utama pandangan mata. Pegang dagu pasien dengan tangan kanan dan
memintanya mengikuti tangan kiri anda sewaktu menulis huruf “H” besar di udara.
Jari telunjuk kiri anda diletakkan lebih kurang 25 cm di depan hidung pasien. Dari
garis tengah, gerakkan jari itu 30 cm ke kanan pasien dan berhenti, kemudian 20 cm
ke atas dan berhenti, ke bawah sejauh 40 cm dan berhenti, dan kemudian secara
perlahan kembali ke garistengan. Lintasi garis tengah dan ulangi gerakan serupa
pada sisi yang sebelah. Inilah keenam posisi utama pandangan mata. Anda
perhatikan gerakan kedua mata, yang harus mengikuti jari itu secara mulus. Perlu
pula diperhatikan gerakan paralel kedua mata ke segala arah.
 Menilai Refleks Cahaya Pupil
Pemeriksa meminta pasien melihat jauh, sementara ia menyinari mata
pasien dengan baerkas cahaya terang. Sumber cahaya harus dating dari sisi,
memanfaatkan hidung sebagai penghalang mata mengenai mata sebelah.
 Menilai Refleks Dekat
Reflex dekat diuji dengan meminta pasien berturut-turut melihat sasaran
jauh kemudian sasaran yang diletakkan kurang lebih 12,5 cm dari hidung. Bila
memandangi sasara dekat, mata akan berkonvergensi dan pupil akan mengecil.

5. Pengenalan Warna
Pemeriksaan menggunakan kartu tes ishihara/ benang wol berwarna. Pasien
membaca angka berwarna dalam kartu ishihara. Atau mengambil benang wol sesuai
perintah. Interpretasi dari pemeriksaan pengenalan warna adalah normal dan buta
warna.
Cara pemeriksaan buta warna :
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan Ishihara Color Test
merupakan test untuk mendeteksi defisiensi warna. Buku ini diciptakan oleh, Dr.
Shinobu Ishihara, professor dari Universitas Tokyo, dan telah dipublikasikan sejak
1917.
Syarat Pelaksanaan :
1. Pemeriksa tidak mengalami buta warna.
2. pasien yang hendak diperiksa.
3. Pencahayaan yang cukup (hal ini karena sel batang lebih sensitive terhadap cahaya
juga dibandingkan dengan sel kerucut sehingga warna tidak dapat dibedakan dengan
baik pada keadaan gelap).
4. Alat test berupa bukku ishihara.
Kelainan yang paling sering mucul adalah cacat warna merah dan hijau namun
terkadang cacat biru dan kuning juga kerap terjadi.
B. Palpasi
Palpasi pada mata dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui tekanan bola
mata dan mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara
lebih teliti diperlukan alat Tonometri yang memerlukan keahlian khusus.
Cara palpasi untuk mengetahui tekanan bola mata
 Beri tahu pasien untuk duduk.
 Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.
 Lakukan palpasi pada kedua bola mata. Bila tekanan bola mata meninggi, mata
terasa keras
C. Pengkajian Tingkat Mahir (Pengkajian Funduskopi)
Pengkajian mata tingkat mahir (funduskopi) dilakukan paling akhir.
Pengkajian ini dikerjakan untuk mengetahui susunan retina dengan menggunakan
alat oftalmoskop. Untuk dapat melakukan hal ini, diperlukan pengetahuan anatomi
dan fisiologi mata yang memadai serta keterampilan khusus dalam menggunakan
alat oftalmoskop.
Cara kerja pengkajian funduskopi
1. Atur posisi pasien duduk di kursi.
2. Beri tahu pasien tentang tindakan yang dikerjakan.
3. Teteskan 1-2 tetes obat yang dapat melebarkan pupil dalam jangka pendek,
misalnya tropikamid (bila tidak ada kontraindikasi)
4. Atur cahaya ruangan agak redup.
5. Duduk di kursi di hadapan pasien.
6. Beri tahu pasien untuk melihat secara tetap pada titik tertentu dan anjurkan untuk
tetap mempertahankan sudut pandangnya tanpa berkedip.
7. Bila pasien atau pemeriksa memakai kacamata hendaknya dilepas dulu.
8. Pegang oftalmoskop, atau lensa pada angka nol, nylakan dan arahkan pada pupil
mata pada jarak sekitar 30 cm sampai pemeriksa menemukan red reflex yang
merupakan pancaran dari cahaya retina. Bila letak oftalmoskop tidak tepat, red
reflex tidak akan muncul. Red reflex juga tidak muncul pada berbagai gangguan
misalnya katarak
9. Bila red reflex sudah ditemukan, dekatkan oftalmoskop secara perlahan ke mata
pasien. Bila pasien myopia, atur control kea rah negative (merah). Bila pasien
hiperopia atur control kea rah positif (hitam).
10. Amati fundus secara sistematis yang diawali dengan mengamati pembuluh
darah besar. Catat bila ditemukan kelainan. Lanjutkan pengamatan dengan
membandingkan ukuran arteri dan vena 4:5. Kemudian amati warna macula
yang normalnya tampak lebih terang daripada retina. Berikutnya amati warna,
batas, dan pigmentasi diskus optikus. Normalnya diskus optikus berbentuk
melingkar berwarna merah muda agak kuning, batasan terang dan tetap dengan
jumlah pigmen yang bervariasi. Lalu amati warna retina, kemungkinan ada
darah, dan setiap ada kelainan.
11. Bandingkan mata kanan dan kiri.
12. Catat hasil pengkajian dengan jelas.
13. Setelah pengkajian selesai, teteskan pilokarpin 2% untuk menetralisasi dilatasi
pada mata yang diamati (pada pasien yang ditetesi tropikamid).
14. Tunggu/pastikan pasien dapat melihat seperti semula.
II. Pemeriksaan Fisik Pada Telinga
Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kelainan pada
telinga/fungsi pada telinga yaitu terdiri dari 4 tes:
1. Tes Bisik
Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan
1. Atur posisi pasien berdiri membelakangi Anda pada jarak sekitar 4,5-6 meter.
2. Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.
3. Bisikkan suatu bilangan (misalnya., tujuh enam).
4. Beri tahu pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar.
5. Periksa telinga sebelahnya dengan cara yang sama.
6. Bandingkan kemampuan mendengar pada telingan kanan dan kiri pasien.
Pemeriksaan pendengaran dengan bisikan dapat juga dikerjakan dengan
menggunakan arloji.
Cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan arloji
1. Pegang sebuah arloji disamping telinga pasien
2. Minta pasien menyatakan apakah mendengar detak arloji.
3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta pasien menyatakan
bila tidak dapat mendengar lagi detak arloji tersebut. Normalnya detak arloji masih
dapat didengar sampai jarak sekitar 30 cm dari telinga.
4. Bandingkan telinga kanan dan kiri.
2. Tes Bisik Modifikasi
Cara melakukan tes bisik modifikasi, yaitu :
1. Lakukan dalam ruangan kedap suara.
2. Bisikkan 10 kata dengan intensitas suara lebih kecil dari tes bisik konvensional
karena jaraknya juga lebih dekat dari jarak pada tes bisik konvensional.
3. Perlebar jarak dengan penderita yaitu dengan menolehkan kepala kita atau
pemeriksa berada di belakang penderita sambil melakukan masking (menutup
telinga penderita yang tidak diperiksa dengan menekan tragus penderita ke arah
meatus akustikus eksternus).
4. Pendengaran penderita normal bilamana penderita masih bisa mendengar 80% dari
semua kata yang kita bisikkan.
3. Tes Garputala
A. Tes Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran
tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
 Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
a. Garputala 512 Hz dibunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah
pasien tidak mendengar bunyinya, segera garputala dipindahkan ke depan meatus
akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat
mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
b. Garputala 512 Hz di bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan
meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi
garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang
meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien
mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah
atau lebih keras dibelakang.
 Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1. Normal : tes rinne positif
2. Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
3. Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a. Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
b. Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c. Pseudo negatif : terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I
yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
B. Tes Weber
Cara melakukan tes weber yaitu membunyikan garputala 512 Hz lalu
tangkainya di letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga
mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar
atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut.
Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka
berarti tidak ada lateralisasi.
Pada keadaan patologis pada MAE atau cavum timpani misal otitis media
purulenta pada telinga kanan serta adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani,
bila ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi :
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut
lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya :
1. Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih
hebat.
3. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di
dengar sebelah kanan.
4. Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada
sebelah kanan.
5. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.
C. Tes Swabach
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak
kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat tidak
mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu,
ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya
(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi: akan mendengar
suara, atau tidak mendengar suara.
4. Tes Audiometri
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,
audiologis dan pasien yang kooperatif.
Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
a. Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi yaitu antara 250-500,
1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang
dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang
yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk mengukur ketajaman
pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai
ambang, sehingga akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara.
Dengan membaca audiogram kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang.
b. Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-
kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah
dikaliberasi, untuk mengukur beberapa aspek kemampuan pendengaran.
Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang
dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut
persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b. Kemampuan maksimal pendengaran untuk mendiskriminasikan setiap satuan
bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai
diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi
maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara
dapat berapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada
audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai
ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
Kriteria orang tuli pada tes ini adalah :
 Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
 Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
 Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
 Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Tujuan tes audiometric adalah
1. Mediagnostik penyakit telinga
2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakapan sehari-hari,
atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan,
apakah butuh alat pembantu mendengar atau pendidikan khusus, ganti rugi
(misalnya dalam bidang kedokteran kehakiman dan asuransi).
3. Skrining anak balita dan SD
4. Memonitor untuk pekerja-pekerja ditempat bising
III. Pemeriksaan Fisik Pada Kulit
a. Inspeksi dan Palpasi
Tampilan umum kulit dikaji dengan mengamati warna, suhu, kelembaban,
kekeringan tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularisasi, mobilitas dan kondisi
rambut serta kuku. Turgor kulit, edema yang mungkin terjadi dan elastisitas kulit
harus dinilai dengan palpasi.
Warna kulit bervariasi antara orang yang satu dengan lainnya, berkisar dari
warna gading hingga coklat gelap. Pucat merupakan keadaan tidak adanya atau
berkurangnya tonus serta vaskularitas kulit yang normal dan paling jelas terlihat pada
konjungtiva. Warna kebiruan pada sianosis menunjukkan hipoksia seluler dan mudah
terlihat pada ekstremitas , dasar kuku, bibir serta membrane mukosa. Ikterus , yaitu
kulit yang menguning, berhubungan langsung dengan kenaikan kadar bilirubin serum
dan acapkali terlihat pada sclera serta membrane mukosa.
Selanjutnya yang di inspeksi pada kulit adalah Hygiene kulit, penilaian atas
kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang. Dan kelainan-
kelainan yang bisa nampak pada inspeksi.
Pada palpasi, pertama-tama dirasakan kehangatan kulit, (dinginhangat-
demam), kemudian kelembabannya, pasien dehidrasi terasa kering dan pasien
hipertyroidisme berkeringat terlalu banyak. Texture kulit dirasakan halus, lunak,
lentur, pada kulit normal. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila
lambat kembali ke keadaan semula, menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi.
Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara dibawah kulit akibat fraktura
tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru bisa
berada dibawah kulit dada. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh dijaringan tubuh
lebih daripada jumlah semestinya. Misal, Pitting edema, bila menjadi cekung setelah
penekanan pada tempat-tempat pretibial, saklrum, jari-jari, kelopak mata. Dan untuk
non pitting edema tidak menjadi cekung setelah penekanan, pada mixedema
(hipotyroid).
b. Pemeriksaan Sensitibilitas
Pemeriksaan fisik pada kulit juga bisa dilakukan dengan pemeriksaan
sensitibilitas, pemeriksaan sensibilitas ini merupakan pemeriksaan yang tidak mudah.
Kita bergantung kepada perasaan penderita, jadi bersifat subjektif. Selain itu, reaksi
seseorang terhadap rangsangan dapat berbeda-beda, malah pada satu orangpun reaksi
tersebut dapat berbeda, tergantung pada keadaannya, apakah ia sedang lelah, atau
pikirannya terpusat pada hal yang lain.
Pemeriksaan :
Pada pemeriksaan sensabilitas eksteroseptif, perlu diperiksa rasa raba, rasa
nyeri, dan rasa suhu.
 Rasa raba : sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain
dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau
pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian
yang simetris. Thigmentesia berarti rasa raba halus. Bila rasa raba hilang disebut
thigmanesthrsia.
 Rasa nyeri : dapat dibagi menjadi :
a. rasa-nyeri-tusuk (rasa nyeri cepat): rasa nyeri yang mempunyai sifat yang tajam,
seperti bila tertusuk jarum.
b. Rasa-nyeri-tumpul (rasa nyeri lamban): rasa nyeri yang timbul bila testis dipijat.
Reseptor rasa-nyeri tidak mempunyai bentuk tertentu dan terdiri dari serabut-
serabut saraf yang tidak berselubung, ia terdapat pada epidermis kulit dan pada
selaput lender. Pada beberapa tempat jumlah serabut-serabut ini berdekatan
misalnya pada lidah, bibir, kemaluan dan ujung jari.
Dalam praktek sehari-hari pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum
atau peniti. Tusukan hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan
rasa-nyeri dan bukan rasa-disemtuh atau rasa-raba. Kita periksa seluruh tubuh,
dan bagian-bagian yang simetris dibandingkan. Bila bagian yang simetris
dibandingkan, tusukan harus sama kuat.
 Rasa suhu : ada dua macam rasa-suhu, yaitu rasa panas dan rasa dingin.
Rangsangan rasa-suhu yang berlebihan akan mengakibatkan rasa nyeri. Rasa suhu
diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa
dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas. Untuk memeriksa rasa dingin dapat
digunakan air yang bersuhu sekitar 10-200C dan untuk panasyang bersuhu 40-
500C.
Pada pemeriksaan rasa-suhu diperiksa seluruh tubuh dan dibandingkan bagian-
bagian yang simetris. Bagian yang simetris ini harus diusahakan agar berada dalam
kondisi yang sama.
IV. Pemeriksaan Fisik Pada Hidung
Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi
hidung. Pengkajian hidung dimulai dari bagian luar , bagian dalam, kemudian sinus-
sinus. Pasien dipersiapkan dalam posisi duduk bila memungkinkan. Peralatan yang
dipersiapkan antara lain otoskop, speculum hidung, cermin kecil, dan sumber
penerangan/ lampu.
a. Inspeksi dan Palpasi
Cara inspeksi dan palpasi hidung bagian luar serta palpasi sinus-sinus :
1. Duduk menghadap pasien.
2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan, samping, dan sisi
atas. Perhatikan bentuk atau tulang hidung dari ketiga sisi ini.
3. Amati warna dan pembengkakan pada kulit hidung.
4. Amati kesimetrisan lubang hidung.
5. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat bila ditemukan
ketidaknormalan kulit atau tulang hidung.
6. Kaji mobilitas septum nasi.
7. Palpasi sinus maksilaris , frontalis, dan etmoidalis. Perhatikan adanya nyeri tekan.
Untuk dapat melakukan inspeksi hidung bagian dalam, ada beberapa peralatan
yang diperlukan antara lain otoskop, speculum hidung, cermin kecil dan lampu. Tidak
disarankan bagi peserta didik keperawatan untuk melakukan praktik ini kecuali di bawah
pengawasan instruktur yang berpengalaman.
Cara inspeksi hidung bagian dalam :
1. Duduk menghadap pasien.
2. Pasang lampu kepala.
3. Atur lampu sehingga tepat menerangi lubang hidung.
4. Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan hidung secara lembut dengan
ibu jari anda, kemudian amati bagian anterior lubang hidung.
5. Amati posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi.
6. Amati bagian konka nasalis inferior.
7. Pasang ujung speculum hidung pada lubang hidung sehingga rongga hidung dapat
diamati.
8. Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung, atur posisi kepala sedikit
menengadah.
9. Dorong kepala menengadah sehingga bagian atas rongga hidung mudah diamati.
10. Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-dinding rongga hidung serta
selaput lendir pada rongga hidung (warna , sekresi, dan bengkak).
11. Bila sudah selesai, lepas speculum secara perlahan-lahan.
Pengkajian hidung bagian dalam yang dilakukan di bawah bimbingan instruktur
ahli, dapat pula menggunakan otoskop. Dianjurkan menggunakan otoskop yang
dilengkapi dengan speculum hidung dan kaca pembesar. Pengkajian kepatenan jalan
napas dilakukan terutama bila dicurigai adanya sumbatan atau deformitas pada rongga
hidung bagian bawah.
Cara pengkajian kepatenan jalan napas :
1. Duduk di hadapan pasien
2. Gunakan satu tangan untuk menutup satu lubang hidung pasien, minta pasien
menghembuskan udara dari lubang hidung yang tidak ditutup dan rasakan hembusan
udara tersebut. Normalnya udara dapat dihembuskan dengan mudah dan dapat
dirasakan dengan jelas.
3. Kaji lubang hidung sebelahnya.
Kepatenan jalan napas juga dapat dikaji dengan menggunakan sebuah cermin
yang diletakkan di bawah hidung, pasien dianjurkan untuk menghembuskan udara
dengan mulut tertutup, kemudian kondensasi udara pada cermin diamati. Normalnya sisi
kanan dan kiri seimbang.
V. Pemeriksaan Fisik Pada Lidah
 Warna Lidah
1. Pucat jika warna lidah pucat, itu menunjukkan adanya sirkulasi atau produksi darah
yang tidak baik. Karena terkait dengan sirkulasi udara, kemungkinan terjadi masalah
dengan hati, pasalnya salah satu fungsi hati adalah sebagai filter darah.
2. Kekuningan jika warna lidah anda kekuningan, berarti ada infeksi bekteri, baik dari
dalam tubuh maupun luar tubuh, jika warna kekuningan menuju kehijauan berarti
infeksi bakterinya semakin parah.
3. Merah jika lidah anda berwarna merah, itu menandakan adanya panas dalam, jika
warna merah hanya ada pada ujung lidah, itu menandakan adanya panas pada
jantung. Jika warna merah hanya ada pada sisi lidah, baik sisi kanan maupun kiri, itu
menunjukkan adanya panas dalam hati atau kandung empedu. Jika warna merahnya
lebih tua maka penyakitnya sudah parah.
4. Ungu jika warna lidah anda ungu, itu menunjukkan adanya statis darah atau darah
tidak lancer, warna ungu disini ada 2 yaitu merah ungu dan biru ungu. Merah ungu
adalah kelanjutan lidah merah dan berati adanya panas dan statis darah. Biru ungu
adalah kelanjutan lidah pucat, berati adanya dingin dan statis darah pada penderita.
5. Biru jika lidah berwarna biru, berati terjadi keadaan yang sama dengan jika lidah
berwarna biru keunguan, yakni adanya dingin dan statis darah namun kondisinya
lebih parah.

 Bentuk Lidah
Dibawah ini beberapa bentuk lidah yang tidak normal:
1. Tipis : Jika lidah berbentuk tipis, apalagi disertai warna pucat, itu menunjukkan
adanya defiensi (kekurangan) darah. Hal itu berhubungan dengan hati, semakin tipis
bentuk lidah, berarti semakin menahun penyakit yang diderita.
2. Tebal : Jika bentuk lidah tebal, itu menunjukkan sirkulasi dalam tubuh tidak normal,
sirkulasi ini meliputi, sirkulasi air, nutrisi dan darah. Jadi, jika ketika lidah berbentuk
tebal, kemungkinan ada masalah pada ginjal, limpa dan hati.
3. Kaku : Jika lidah kaku, itu menunjukkan adanya angin dalam tubuh. Karena bagian
dalam tubuh kemasukan angin, maka itu menyebabkan lidah menjdi kaku.
4. Panjang : Jika lidah panjang, berarti ada kecenderungan panas dalam tubuh,
terutama didalam jantung, sebaliknya jika lidah berbentuk pendek dan disertai warna
pucat itu menandakan adanya dingin dalam tubuh.
5. Retak : Jika retak-retak transversal menunjukkan defiensi lambung, bila retak-retak
terdapat pada sisi lidah didekat pertengahan, berarti adanya defiensi menahun pada
limpa.
Retak memanjang pada garis tengah yang mendekati ujung lidah, berati adanya
gangguan pada jantung.

Pemeriksaan pada lidah :


a. Inspeksi Lidah
Pemeriksaan fisik lidah didahului dengan pemeriksaan mukosa.
 Periksa mukosa apakah ada massa?
 Apakah lidahnya lembab?
 Apakah ada lesi berbentuk massa pada sisi atau permukaan bawah lidah?
Minta pada pasien untuk mengangkat lidahnya ke atap mulut sehingga permukaan
bawah lidah mudah diperiksa. Pada orang-orang yang lebih tua, vena-vena besar pada
aspek ventral lidah dapat menjadi berkelok-kelok. Varikosis ini tidak pernah berdarah dan
tidak mempunyai arti klinis.
Periksa pada lidah pasien apakah ada Candidiasis. Selain memeriksa lidah pasien
apakah ada candidiasis, periksa juga apakah pada lidah pasien terdapat leukoplakia.
Leukoplakia bentuk baru yang disebut leukoplakia berambut oral kelihatannya berkaitan
dengan perkembangan AIDS selanjutnya. Lesi putih yang menonjol ini kelihatannya
berombak-ombak atau “berambut” dan ukurannya berkisar mulai dari beberapa milimeter
sampai 2-3 cm. Penyakit ini paling sering ditemukan pada tepi lateral lidah tetapi dapat
dijumpai pula pada mukosa pipi.
b. Pemeriksaan Saraf Kranialis XII
Minta pada pasien untuk menjulurkan lidahnya. Apakah lidah tersebut
berdeviasi ke satu sisi? Kelumpuhan nervus hipoglosus atau saraf kranialis kedua belas
membuat otot-otot lidah pada sisi yang terkena tidak dapat berkontraksi dengan normal.
Oleh karena itu, sisi kontralateral “mendorong” lidah ke sisi lesi.
c. Palpasi Lidah
Setelah melakukan inspeksi lidah dengan cermat, pemeriksaan dilanjutkan
dengan palpasi yang seksama.
 Palpapsi lidah dilakukan dengan meminta pasien untuk menjulurkan lidahnya ke
dalam sepotong kasa.
 Lidah itu kemudian dipegang oleh tangan kiri pemeriksa ketika sisi-sisi lidah
diinspeksi dan dipalpasi dengan tangan kanan.
Dua pertiga anterior dan tepi lateral lidah dapat diperiksa tanpa menimbulkan
refleks muntah. Sangat penting untuk mempalpasi tepi lateral lidah, karena lebih dari 85%
dari semua kanker lidah timbul didaerah ini. Sewaktu mempalpasi mulut pasien,
pemeriksa harus memegang pipi pasien, merupakan tindakan pencegahan kalau-kalau
pasien berusaha berbicara atau menggigit jari pemeriksa.
d. Palpasi Dasar Mulut
Dasar mulut harus diperiksa denga palpasi bimanual. Ini dilakukan dengan
meletakkan satu jari di bawah lidah dan jari lain di bawah dagu untuk memeriksa
adanya penebalan atau massa.
Kelainan pada Lidah
Kelainan yang terjadi pada lidah manusia adalah sebagai berikut. Diantaranya adalah :
 Glositis, atau peradangan lidah. Bisa akut ataupun kronis. Dengan gejala berupa adanya
ulkus dan lender yang menutupi lidah. Peradangan ini biasa timbul pada pasien yang
mengalami gangguan pencernaan ataupun infeksi pada gigi. Lidah lembek dan pucat,
dengan bekas – bekas gigitan pada pinggirnya. Biasanya, glositis kronis menghilang,
apabila kesehatan badan membaik dan memelihara higien mulut yang baik.
 Lekoplakia, ditandai oleh adanya bercak –bercak putih yang tebal pada permukaan
lidah (juga pada selaput lender pipi dan gusi). Hal ini biasanya terlihat pada perokok.
Cara Memelihara Lidah
Cara memelihara agar lidah tetap berfungsi adalah sebagai berikut :
1. Jangan dibiasakan makan dan minim yang masih panas, karena akan berpengaruh pada
lidah.
2. Menggosok gigi secara teratur untuk mengatasi terjadinya infeksi pada gigi.
3. Kurangi merokok bagi perokok berat agar tidak terjadi bercak – bercak putih pada
lidah.

Anda mungkin juga menyukai