Anda di halaman 1dari 17

3

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Bab ini dikemukakan beberapa konsep-konsep yang membentuk kerangka


teori dan rumus-rumus yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang
dijadikan sebagai pedoman sekaligus pendukung di dalam menyelesaikan penulisan
ini.

2.1 Proyek Konstruksi

Pada suatu proyek konstruksi terdapat berbagai kegiatan yangt dilakukan oleh
orang-orang yang terlibat dalam proyek itu sendiri. Dipohusodo (1996 : 7),
menyatakan proyek adalah suatu upaya yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan,
sasaran, dan harapan-harapan penting dengan menggunakan anggaran dana serta
sumber daya yang tersedia yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.
Soeharto (1995 : 13), menyatakan kegiatan proyek dapat diartikan sebagai
satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan
alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk atau
deliverable yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Kegiatan proyek
dalam proses mencapai hasil akhirnya dibatasi oleh anggaran, jadwal, dan mutu
yang harus dipenuhi dibedakan dari kegiatan operasional, hal tersebut karena
sifatnya yang dinamis, non-rutin, multi-kegiatan dengan intensitas yang
berubah-ubah, serta memiliki siklus yang pendek.
Subagya (2000 : 11), mengemukakan proyek adalah suatu pekerjaan yang
memiliki tanda-tanda khusus sebagai berikut, yaitu:
1. Waktu mulai dan selesainya sudah direncanakan;
2. Merupakan suatu kesatuan pekerjaan yang dapat dipisahkan dari yang lain;
3. Biasanya volume pekerjaan besar dan hubungan antar aktifitas kompleks.

3
4

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Sulistyo (2007),


menerangkan bahwa Jenis pekerjaan yang sering mengalami change order adalah
pekerjaan galian tanah biasa dan urugan tanah biasa yang termasuk dalam kategori
pekerjaan utama sub grade, Penyebab terjadinya change order yang terbanyak adalah
ketidak cocokan antara gambar dan keadaan lapangan dan perubahan gambar
perencanaan dan tanah longsor dan Fase konstruksi yang sering mengalami change
order adalah fase awal proyek.
Nurhadiyati (10 : 2010), menyatakan perubahan pekerjaan pada konstruksi
proyek menyebabkan penundaan konstruksi (construction delay), yang pengerjaan
konstruksi yang melewati termin waktu penyelesaian keseluruhan pada kontrak, atau
melewati termin waktu penyerahan proyek yang telah disepakati sebelumnya oleh
pihak pihak yang terkait. Keterlambatan proyek dapat dikategorikan menjadi :
1. Keterlambatan yang menjadi tanggung jawab pihak pemilik/ pengawas,
misalnya dikarenakan perubahan pada dokumen kontrak.
2. Keterlambatan yang menjadi tanggung jawab pihak kontraktor, misalnya
disebabkan karena dukungan pengawas dan teknis yang tidak cukup,
keterlambatan dalam persetujuan dengan subkon/ supplier.
3. Keterlambatan yang bukan tanggung jawab pihak-pihak yang berkontrak,
misalnya disebabkan pemogokan, atau keadaan cuaca yang diluar dari
kebiasaan.

2.1.1 Jenis-jenis proyek


Soeharto (1995 : 9), menyatakan proyek dapat dikelompokkan menjadi :
a. Proyek Engineering-Konstruksi
Terdiri dari pengkajian kelayakan, desain engineering, pengadaan, dan
konstruksi.
b. Proyek Engineering-Manufaktur
Dimaksudkan untuk membuat produk baru, meliputi pengembangan produk,
manufaktur, perakitan, uji coba fungsi dan operasi produk yang dihasilkan.
c. Proyek Penelitian dan Pengembangan
5

Bertujuan untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka


menghasilkan produk tertentu.
d. Proyek Pelayanan Manajemen
Proyek pelayanan manajemen tidak memberikan hasil dalam bentuk fisik,
tetapi laporan akhir, misalnya merancang sistem informasi manajemen.
e. Proyek Kapital
Proyek kapital merupakan proyek yang berkaitan dengan penggunaan dana
kapital untuk investasi.
f. Proyek Radio-Telekomunikasi
Bertujuan untuk membangun jaringan telekomunikasi yang dapat menjangkau
area yang luas dengan biaya minimal.
g. Proyek Konservasi Bio-Diversity Proyek konservasi bio-diversity merupakan
proyek yang berkaitan dengan usaha pelestarian lingkungan.

2.1.2 Tahap Siklus Proyek


Soeharto (1995 : 14), menyatakan salah satu sistematika penahapan yang disusun
oleh PMI (project Management Institute) terdiri dari tahap-tahap konseptual,
perencanaan dan pengembangan (PP/Definisi), implementasi, dan terminasi.
a. Tahap Konseptual
Dalam tahap konseptual, dilakukan penyusunan dan perumusan gagasan,
analisis pendahuluan, dan pengkajian kelayakan. Deliverable akhir pada
tahap ini adalah dokumen hasil studi kelayakan.
b. Tahap PP/Definisi
Kegiatan utama dalam tahap PP/Definisi adalah melanjutkan evaluasi hasil
kegiatan tahap konseptual, menyiapkan perangkat (berupa data, spesifikasi
teknik, engineering, dan komersial), menyusun perencanaan dan membuat
keputusan strategis, serta memilih peserta proyek. Deliverable akhir pada
tahap ini adalah dokumen hasil analisis lanjutan kelayakan proyek, dokumen
rencana strategis dan operasional proyek, dokumen anggaran biaya, jadwal,
dan garis besar kriteria mutu proyek.
6

c. Tahap Implementasi
Pada umumnya, tahap implementasi terdiri dari kegiatan desain-engineering
yang rinci dari fasilitas yang hendak dibangun, pengadaan material dan
peralatan, manufaktur atau pabrikasi, dan instalasi atau konstruksi.
Deliverable akhir pada tahap ini adalah produk atau instalasi proyek yang
telah selesai.
d. Tahap Terminasi
Kegiatan pada tahap terminasi antara lain mempersiapkan instalasi atau
produk beroperasi, penyelesaian administrasi dan keuangan lainnya. Deliverable
akhir pada tahap ini adalah produk yang siap beroperasi dan dokumen
pernyataan penyelesaian masalah asuransi, klaim, dan jaminan.

2.2 Manajemen Proyek

Ervianto, (2003:13) menyatakan Manajemen proyek adalah semua


perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan koordinasi suatu proyek dari awal
(gagasan) sampai selesainya proyek untuk menjamin bahwa proyek dilaksanakan
tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu. Seperti yang dikutip oleh Soeharto (1995 :
17), menyatakan melihat dari wawasan manajemen, bahwa manajemen proyek
adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber
daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan.
Soeharto (1995 : 19), mengemukakan definisi manajemen proyek adalah
ilmu dan seni yang berkaitan dengan memimpin dan mengkoordinir sumber daya
yang terdiri dari manusia dan material dengan menggunakan teknik pengelolaan
modern untukmencapai sasaran yang telah ditentukan, yaitu lingkup, mutu,
jadwal dan biaya, serta memenuhi keinginan para stake holder.
Siswanto (2007 : 12), menyatakan dalam manajemen proyek, penentuan
waktu penyelesaian kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan awal yang sangat
penting dalam proses perencanaan karena penentuan waktu tersebut akan menjadi
dasar bagi perencanaan yang lain, yaitu:
7

a. Penyusunan jadwal (scheduling), anggaran (budgeting), kebutuhan sumber


daya manusia (manpower planning), dan sumber organisasi yang lain.
b. Proses pengendalian (controlling).

2.3 Sasaran Proyek

Menurut (Syah, 2004:15), dalam segitiga abadi manajemen proyek selalu


diungkapkan bahwa suatu proyek dalam pelaksanaannya harus memenuhi ketiga
kriteria yaitu :
1. Biaya proyek, tidak melebihi batas yang telah direncanakan atau yang telah
disepakati sebelumya atau sesuai dengan kontrak pelaksanaan suatu pekerjaan.
2. Mutu pekerjaan, Atau mutu hasil akhir pekerjaan dan proses/cara pelaksanaan
harus memenuhi standart tertetu sesuai dengan kesepakatan, perencanaan, atau
dokumen kotrak pekerjaan.
3. Waktu penyelesaian pekerjaan, harus memenuhi batas waktu yang telah
disepakati dalam dokumen perencanaan atau dokumen kontrak.

2.4 Contract Change Order Pada Proyek Konstruksi

Penundaan penyelesaian pekerjaan, pengeluaran biaya yang membengkak dan


kerusakan pada kualitas pekerjaan merupakan hal biasa yang selalu menjadi
permasalahan dalam konstruksi proyek. Hal tersebut diatas tidak selalu menjadi
kesalahan dari tim pelaksana proyek, tetapi lebih sering merupakan akibat dari
permintaan perubahan yang berbeda dari spesifikasi pekerjaan oleh pemilik proyek.
Perpres 54 tahun 2010 Pasal 87 tentang Perubahan Kontrak menyatakan:
(1) Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan,
dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam dokumen
kontrak, PPK bersama penyedia barang atau jasa dapat melakukan perubahan
kontrak yang meliputi:
a. Menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam
kontrak;
8

b. Menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;


c. Mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan;
d. Mengubah jadwal pelaksanaan.
(2) Pekerjaan tambah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
ketentuan :
a. Tidak melelbihi 10% (sepuluh perseratus) dalam harga yang tercantum dalam
perjanjian/kontrak awal; dan
b. Tersedianya anggaran.
(3) Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama
berdasarkan kontrak, dengan melakukan subkontraktor kepada pihak lain,
kecuali sebagian pekerjaan utama kepada penyedia barang/jasa spesialis.
(4) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyedia
barang/jasa dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam dokumen kontrak.
(5) Perubahan kontrak yang disebabkan masalah administrasi, dapat diulakukan
sepanjang disepakati kedua belah pihak.
Barrie & Palson, (1992 : 243) menyatakan Contract Change Order adalah
sebagai dokumen resmi yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, antara pemilik
proyek dan pelaksana proyek. Perubahan perintah kerja antara arsitek, dan pemilik
proyek menurut dokumen untuk memberikan kompensasi pada kontraktor terhadap
perubahan, tambahan pekerjaan, keterlambatan atau akibat lain dari perjanjian
bersama yang tertulis dalam kontrak.
Sedangkan menurut Fisk dan Reynold (2006 : 175) terdapat 4 (empat) tahapan
dasar berkaitan dengan pelaksanaan proses change order, yaitu:
a. Permintaan change order oleh initiator (bisa pihak kontraktor, arsitekengineer)
untuk memperoleh persetujuan dari pemilik proyek atau arsitek-engineer.
b. Selama permintaan persetujuan dari initiator, diskusikan dengan pihak
kontraktor dan naskah dokumen dari proposal change order untuk mengetahui
dampak dari perubahan dalam kontrak waktu dan biaya.
c. Pihak kontraktor mengajukan proposal change order yang telah ditanda tangani
kepada pemilik proyek, yang menunjukkan semua biaya dan waktu tambahan
9

d. Pemilik proyek menerima proposal yang telah ditanda tangani dan memerintahan
untuk pelaksanaan pekerjaan yang telah disebutkan.

2.4.1 Ruang Lingkup dari contrac change order


Perubahan konstruksi menunjukkan perubahan lingkup pekerjaan kontraktor
atau metode pelaksanaan akibat kesalahan pemilik proyek, pihak ketiga seperti
subkontraktor atau upplier, serta kesalahan diluar pihak kontraktor. Construction
change menurut Fisk dan Reynold (2006), terdiri dari :
1. Ketidak sempurnaan perencanaan dan spesifikasi.
2. Interpretasi dari engineer yang berbeda.
3. Standart performa yang tinggi dibandingkan yang telah dispesifikasikan.
4. Ketidak layakan pemeriksaan dan penolakan.
5. Perubahan dalam metode pelaksanaan.
6. Perubahan dalam rangkaian konstruksi.
7. Hal-hal yang belum ditentukan oleh pemilik proyek.
8. Ketidak mungkinan atau ketidak praktisan dalam pelaksanaan.

2.4.2 Tujuan Contract Change Order


Pelaksanaan change order untuk mengubah permintaan perencanaan dan atau
lingkup konstruksi proyek, menuntut penambahan dalam nilai kontrak atau kontrak
waktu. Pengajuan proposal change order oleh kontraktor menurut Fisk dan Reynold
(2006) bertujuan, antara lain :
1. Untuk mengubah rencana kontrak dengan adanya metode khusus dalam
pembayaran.
2. Untuk mengubah spesifikasi kontrak, termasuk perubahan pembayaran dan
waktu kontrak yang berubah dari sebelumnya.
3. Untuk persetujuan tambahan pekerjaan baru, dalam hal ini termasuk
pembayaran dan perubahan dalam kontrak.
4. Untuk tujuan administratif, dalam menetapkan metode pembayaran kerja
ekstra maupun penambahannya.
10

5. Untuk mengikuti penyesuaian terhadap harga satuan kontrak bila terjadi


overruns dan underruns, yang disesuaikan dengan spesifikasi.
6. Untuk pengajuan pengurangan biaya insentif proposal (proposal value
engineering).
7. Untuk mempengaruhi pembayaran yang dilakukan setelah tuntutan
diselesaikan.

2.4.3 Dampak CCO terhadap Kinerja Waktu Proyek


Soeharto, (56 : 1995), menyatakan Dalam usaha mencapai tujuan proyek
telah ditentukan batasan, sebagai parameter penting bagi penyelenggaraan proyek,
yakni dikenal dengan triple constrain, terdiri dari biaya/anggaran, jadwal/waktu dan
mutu/kualitas. Untuk batasan jadwal/waktu ini mengharuskan suatu proyek
dilaksanakan sesuai kurun waktu dan tanggal akhir yang telah ditentukan, dan waktu
penyelesaian konstruksi merupakan salah satu keberhasilan proyek konstruksi.
Perubahan atas terjadinya change order terhadap kinerja waktu bisa dengan adanya
penambahan waktu, sehingga waktu penyelesaian pekerjaan konstruksi proyek secara
keseluruhan menjadi lebih lambat dari jadwal kontrak. Perubahan termin waktu
proyek karena adanya penambahan waktu sebagai dampak dari timbulnya change
order, dapat menjadikan suatu proyek mengalami penundaan (delay). Untuk itu
change order menjadi salah satu penyebab utama dari penundaan proyek, selain
menjadi sumber dari beberapa perselisihan (dispute) pada industri konstruksi saat ini.
Othman, Hassan & Pasquire, (112 : 2004), menyatakan Perubahan yang
disebabkan adanya modifikasi kontrak, modifikasi desain dan perubahan pada
material serta spesifikasi oleh pemilik proyek, karena adanya perbedaan dengan
kondisi site selama konstruksi proyek berlangsung, kesalahan dan tidak selesainya
desain oleh perencana dan kesalahan dalam melakukan survey atau investigasi
terhadap site, menjadi penyebab utama terjadinya penundaan konstruksi proyek
bangunan.
11

2.4.4 Tahapan Proses CCO


Semakin jauh kemajuan proyek, akan semakin besar dampak yang
diakibatkan oleh perubahan lingkup kerja. Untuk mengatasi itu pemilik proyek,
konsultan/perencana, kontraktor dan organisasi operasi bersamasama mereduksi
perubahan lingkup kerja. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan proses
change order sesuai dengan langkah-langkah prosedur dibawah ini, antara lain
(Soeharto, 1995):
1. Evaluasi mendalam tentang perlunya perubahan lingkup kerja.
2. Mengkaji dampak yang diakibatkan oleh adanya perubahan lingkup kerja
dalam aspek jadwal dan biaya.
3. Mengajukan persetujuan kepada pimpinan proyek atau pemilik proyek bila
lingkup perubahan cukup besar.
4. Mengadakan kegiatan tindak lanjut berupa pengawasan dan laporan khusus
untuk menyakinkan bahwa perubahan lingkup kerja dijalankan sebaik-
baiknya.
Sedangkan menurut Fisk dan Reynold (2006) terdapat 4 (empat) tahapan
dasar berkaitan dengan pelaksanaan proses change order, yaitu:
1. Permintaan change order oleh initiator (bisa pihak kontraktor,
arsitekengineer)
untuk memperoleh persetujuan dari pemilik proyek atau arsitek-engineer.
2. Selama permintaan persetujuan dari initiator, diskusikan dengan pihak
kontraktor dan naskah dokumen dari proposal change order untuk
mengetahui dampak dari perubahan dalam kontrak waktu dan biaya.
3. Pihak kontraktor mengajukan proposal change order yang telah ditanda
tangani kepada pemilik proyek, yang menunjukkan semua biaya dan waktu
tambahan yang diminta.
4. Pemilik proyek menerima proposal yang telah ditanda tangani dan
memerintahkan untuk pelaksanaan pekerjaan yang telah disebutkan.
12

2.4.5 Faktor-faktor terjadinya Contract Change Order


Menurut Barrie dan Paulson (1992 ; 246), berdasarkan pihak yang terkait
dalam proyek dapat diuraikan menjadi 3 kategori, yakni :
a. Perubahan yang disebabkan oleh pemilik proyek atau perencana, meliputi:
1. Kinerja pemilik yang rendah;
2. Cacat dalam desain dan spesifikasi akibat kesalahan dan ketidak lengkapan
desain atau perubahan dalam desain;
3. Keterlambatan dalam menyediakan gambar-gambar atau klarifikasi
desain untuk konstruksi yang sudah disetujui;
4. Instruksi percepatan;
5. Penambahan atau penguranan lingkup pekerjaan.
b. Perubahan yang disebabkan oleh kontraktor, meliputi :
1. Kegagalan memulai pekerjaan seperti perencanaan;
2. Kegagalan dalam pemasok tenaga kerja yang optimal;
3. Kegagalan kinerja kontraktor atau subkontraktor;
4. Kualitas hasil pekerjaan yang kurang baik atau cacat dalam pemasangan
pekerjaan;
5. Keterlambatan jadwal pekerjaan atau jadwal pengadaan Subkontraktor;
6. Perbaikan prosedur;
7. Penggantian material;
8. Perubahan metode pekerjaan;
9. Pengajuan CRIP (Cost Reduction Incentive Proposal) change order.
c. Perubahan oleh hal yang lain, adalah tindakan kelalaian dari pihak ketiga
yang meliputi :
1. Cuaca atau kejadian alam lainnya;
2. Perubahan kondisi tapak dibawah tanah;
3. Perselisihan buruh;
4. Kondisi lapangan;
5. Kondisi moneter.
13

2.4.6 Faktor-faktor terjadinya Keterlambatan Proyek


Menurut (Andi dkk, 2003), Faktor-faktor yang potensi untuk mempengaruhi
waktu pelaksanaan konstruksi, yang terdiri dari tujuh (7) kategori adalah:
1. Tenaga Kerja (labors):
a. Keahlian tenaga kerja;
b. Kedisiplinan tenaga kerja;
c. Motivasi kerja;
d. Angka ketidakhadiran;
e. Ketersediaan tenaga kerja;
f. Peganti tenaga kerja baru;
g. Komunikasi antara tenaga kerja dan badan pembimbing.
2. Bahan (material)
a. Pengiriman bahan;
b. Ketersediaan bahan;
c. Kualitas bahan.
3. Peralatan (equipment):
a. Ketersediaan peralatan;
b. Kualitas peralatan.
4. Karakteristik Tempat (site characteristic):
a. Keadaan permukaan dan dibawah permukaan tanah;
b. Penglihatan atau tanggapan lingkungan sekitar;
c. Karakteristik fisik bangunan sekitar lokasi proyek;
d. Tempat penyimpanan bahan/material;
e. Akses ke lokasi proyek;
f. Kebutuhan ruang kerja;
g. Lokasi proyek.
5. Manajerial (managerial):
a. Pengawasan proyek;
b. Kualitas pengontrolan pekerjaan;
c. Pengalaman manajer lapangan;
d. Perhitungan keperluan material;
14

e. Perubahan desain;
f. Komunikasi antara konsultan dan kontraktor;
g. Komunikasi antara kontraktor dan pemilik;
h. Jadwal pengiriman materian dan perlatan;
i. Jadwal pekerjaan yang harus diselesaikan;
j. Persiapan atau penetapan rancangan tempat.
6. Keuangan (financial):
a. Pembayaran oleh pemilik;
b. Harga material;
c. Pembayaran gaji tukang;
d. Pembayaran peralatan.
7. Faktor-faktor lainnya (other factor):
a. Intensitas curah hujan;
b. Kondisi ekonomi;
c. Kecelakaan kerja.
Kusjadmikahadi, (2000: 20), menyatakan keterlambatan proyek konstruksi
berarti bertambahnya waktu pelaksanaan penyelesaian proyek yang telah
direncanakan yang tercantum dalam dokumen kontrak. Penyelesaian pekerjaan tidak
tepat waktu adalah kekurangan dari tingkat produktifitas dan tentunya akan
mengakibatkan pemborosan dalam pembiayaan, baik berupa pembiayaan langsung
yang dibelanjakan untuk proyek-proyek pemerintah, maupun berwujud
pembengkakan investasi dan kerugian pada proyek-proyek swasta.

2.5 Metode Pengambilan Sampel

Nazir (2003:271), menyatakan metode pengambilan sampel ada dua yaitu


sampel besar dan sampel kecil. Sampel besar adalah sampel dengan jumlah
responden sebanyak 35 atau lebih, sedangkan sampel kecil adalah sampel dengan
jumlah responden kurang dari 35.
15

Menurut Sugiyono (2004:79), jumlah anggota sampel sering dinyatakan


dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang 100% mewakili populasi adalah sama
dengan jumlah anggota populasi itu sendiri.
Jumlah anggota sampel yang paling tepat digunakan dalam penelitian
tergantung pada tingkat kesalahan yang dikehendaki. Makin besar tingkat kesalahan
maka akan semakin kecil jumlah sampel yang diperlukan, dan sebaliknya, makin
kecil tingkat kesalahan, maka akan semakin besar jumlah anggota sampel yang
diperlukan.

2.6 Metode Statistika

Harinaldi (2005:34), menyatakan statistik adalah metode ilmiah dalam


mengumpulkan, mengklasifikasikan, meringkas, menyajikan, mengintepretasikan,
dan menganalisis data guna mendukung pengambilan kesimpulan yang valid dan
berguna sehingga dapat menjadi dasar pengambilan keputusan yang masuk akal.
Salah satu statistik yang sering digunakan adalah rata-rata hitung (mean),
yaitu nilai atau angka yang representative atau dapat mewakili sekumpulan nilai yang
dihadapi. Nilai rata-rata atau ukuran rata-rata yang berupa angka tersebut pada
umumnya mempunyai kecenderungan untuk berada di sekitar titik pusat penyebaran
angka tersebut.
Perhitungan rata-rata (mean) berbeda antara rata-rata untuk jenis data
berkelompok atau bergolong adalah data yang telah digolongkan dalam distribusi
frekuensi. Perhitungan frekuensi data tak berkelompok biasanya setiap data mewakili
data tersebut secara tunggal.
1. Rata-rata (mean) untuk data tak berkelompok menggunakan rumus sederhana
sebagai berikut:

X=
∑ Xi
n .............................................................................................(2.2)
Dimana ;
X = rata-rata (mean) variable X
∑Xi = penjumlahan unsur pada variable X
16

n = jumlah subjek
2. Rata-rata (mean) untuk data berkelompok menggunakan rumus sederhana
sebagai berikut:

X=
∑ Xi xfi ..............................................................................................(2.3)
n

dimana ;
fi = frekuensi relatif tiap kelas interval
n = jumlah subjek

2.7 Menentukan Ukuran Sampel

Sugiyono (2003 : 55), menyatakan sebuah sampel adalah bagian dari seluruh
individu yang menjadi objek penelitian. Tujuan penentuan sampel ialah untuk
memperoleh keterangan mengenai objek penelitian dengan cara mengamati hanya
sebagian dari populasi. Tujuan lainnya dari penentuan sampel ialah untuk
mengemukakan sifat-sifat umum dari populasi dan untuk menarik generalisasi dari
hasil penyelidikan.
Para ahli dalam mencari sampel biasa menggunakan suatu sampel yang
ditarik sedemikian rupa, dimana suatu unsur individu dari populasi tidak didasarkan
atas pertimbangan pribadi tetapi tergantung kepada aplikasi kemungkinan
(probabilitas). Besarnya taraf kesalahan bisa 1%, 5% dan 10%. Semakin besar taraf
kesalahan maka akan semakin kecil jumlah sampel, begitu pula sebaliknya, Sugiyono
(2003 : 70), untuk menentukan berapa banyak anggota sampel, akan diambil dengan
menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :
N
s = N (e)2 + 1 .....................................................................................(2.4)

dimana :
s = jumlah sampel;
N = jumlah populasi;
17

E = error (1%, 5% dan 10%).


2.8 Skala Likert

Skala pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah skala likert.
Sugiyono (2003:90), mendefinisikan skala likert adalah skala yang digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, persepsi responden terhadap suatu objek. Skala likert
selain dapat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dalam bentuk chek list. Tipe
pengukuran skala likert sangat popular dengan sejumlah keuntungan antara lain :
1. Mempunyai banyak kemudahan.
Menyusun sejumlah pertanyaan mengenai sifat atau sikap tertentu relatif mudah.
Menentukan skor juga mudah karena tiap jawaban diberi nilai berupa angka yang
mudah dijumlahkan.
2. Skala tipe likert mempunyai reliabilitas tinggi dalam mengurutkan manusia
berdasarkan intensitas sikap tertentu.
3. Skala likert ini sangat luwes atau fleksibel, lebih fleksibel daripada teknik
pengukuran lainnya.
Kategori dari penilaian skala likert :
Sangat Berpengaruh :5
Berpengaruh :4
Cukup Berpengaruh :3
Tidak Berpengaruh :2
Sangat tidak Bepengaruh :1

2.9 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sugiyono, (1999:2) menyatakan Dalam penelitian, data mempunyai


kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan penggambaran variabel yang
diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data sangat
menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedang benar tidaknya data
tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data. Pengujian instumen
biasanya terdiri dari uji validitas dan reliabilitas.
18

2.9.1 Uji Validitas


Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dari kuisioner yang
dilakukan dalam pengumpulan data. Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui
apakah faktor yang tersaji dalam kuisioner benar-benar mampu mengungkapkan
dengan pasti apa yang diteliti.
Sugiyono (2003 : 212), menyatakan bahwa cara yang dilakukan adalah
dengan analisis faktor, dimana setiap nilai yang ada pada setiap butir pertanyaan
untuk satu variabel dengan menggunakan rumus korelasi yang dinyatakan dalam
bentuk persamaan:
n ∑ XY−(∑ X)( ∑ Y )
r=
√ [ n ∑ X −(∑ X ) ][ n ∑ Y −( ∑ Y ) ] ..........................................................(2.5)
2 2 2 2

Dimana :
X = nilai setiap pertanyaan
n = Jumlah responden
Y = Nilai total seluruh butir pertanyaan untuk suatu variabel
r = koefisien korelasi
Pada umumnya syarat minimum koefisien korelasi adalah ≥ 0,3. Jika korelasi
antara butir dengan skor kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut
dinyatakan tidak valid.

2.9.2 Uji Reliabilitas


Menurut Sugiyono (2003 : 149), analisis reliabilitas menunjuk pada satu
pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai
alat pengumpul data. Analisis reliabilitas yang umum digunakan adalah analisa
Cornbach Alpha. Adapun pengujian dengan menggunakan koefisien Cornbach
Alpha harus lebih besar atau sama dengan 0,6 yaitu nilai yang dianggap dapat
menguji valid tidaknya kuisioner yang digunakan.
Rumus – rumus yang digunakan Sugiyono, (2003), adalah sebagai berikut :
19

[
∑ σb
]
2
k
r= 1− 2
(k −1) σ1
............................................................................(2.6)

Dimana :
r = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑ σ 2b = jumlah varians butir


2
σ1 = varians total

2.10 Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data


dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi, Sugiyono (1999:142), analisis deskriptif memberikan mean
dan peringkat masing-masing parameter yang dibahas, dan disajikan dalam bentuk
tabel. Adapun teknik penyajian data yang didapat adalah memberikan gambaran rata-
rata (mean) yang disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 2.1 Kriteria interpretasi skor


No Rentangan Rentangan Kualifikasi
Persentase Skor Skor Mean
1 Angka 81% - 100% 4<X≤5 Sangat Berpengaruh
2 Angka 61% - 80% 4<X≤4 Berpengaruh
3 Angka 41% - 60% 4<X≤3 Cukup Berpengaruh
4 Angka 21% - 40% 4<X≤2 Kurang Berpengaruh
5 Angka 0% - 20% 1 Sangat Tidak Berpengaruh
Sumber : Riduwan (2003:15)

Anda mungkin juga menyukai