Anda di halaman 1dari 38

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA (UPERTIS)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN Kode Dokumen
UPERTIS- YPP/PS-…./F/01/20

RENCANA PEMBELAJARAN PRATIKUM SEMESTER (RPPS)


MATA KULIAH KODE RUMPUN MK Pratikum 1 SEMESTER TGL
SKS PENYUSUNAN
Keperawatan gawat Darurat KPE Keperawatan Gawat Darurat 1 III 8 Februari 2022
21311
Dosen Pengembang RPS Koordinator mata kuliah Ka. PRODI
OTORIRASI

Ns. Ida Suryati, M.Kep


Ns. Muhammad Arif, M.Kep
Ns. Aldo Yuliano, S.Kep,MM Ns. Ida Suryati, M.Kep Ns. Ida Suryati, M.Kep
Capaian CPL-PRODI
Pembelajaran (CP) P4 Menguasai teknik , prinsip dan prosedur pelaksanaan asuhan /praktik keperawatan yang dilakukan secara
mandiri atau berkelompok pada bidang keperawatan Gawat Darurat

CP-MK Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


M5 Mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada pada kasus dengan Bantuan hidup dasar, initial assesment

1
, triage, pembidaian, balut tekan dan transportasi sesuai dengan standar yang berlaku dengan berfikir
kreatif dan inovatif sehingga menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif

Lanjutan RPS;
Mata kuliah ini adalah mata kuliah keahlian keperawatan yang berfokus pada Bantuan hidup dasar, initial
Diskripsi Singkat MK assesment, triage, pembidaian, balut tekan dan transportasi

Mata kuliah ini juga merupakan integrasi dan penerapan dari komunikasi dalam keperawatan, serta membuat
keputusan dalam mempertimbangkan aspek legal dan etik

Kegiatan belajar mahasiswa berorientasi pada pencapaian kemampuan psikomotor, berfikir sistematis, komprehensif
dan kritis dalam mengaplikasikan konsep dengan pendekatan proses keperawatan sebagai dasar penyelesaian
masalah serta mengembangkan sikap profesional ( pengembangan soft skill ) melalui beberapa model belajar yang
relevan

2
Intervensi keperawatan pada tindakan Bantuan hidup dasar, initial assesment ,triage, pembidaian, balut tekan dan
Materi Pembelajaran/ transportasi
Pokok Bahasan

Strategi pratikum Pendekatan pratikum ini adalah pendekatan student center learning. Dimana mahasiswa lebih berperan aktif dalam
proses pembelajaran pratikum. Metode yang digunakan lebih banyak menggunkan metode ISS (Interactive Skill
Station ) dan Problem Base Learning. Interactive skill station diharapkan mahasiswa belajar mencari materi secara
mandiri menggunakan berbagai sumber kepustakaan seperti internet expert dan lain-lain Untuk pertemuan akan
dilakukan pra-pratikum / penjelasan singkat diawal untuk diberikan kerangka fikir dalam diskusi, persiapan laporan
pendahuluan dan pelaksanaan pratikum. Untuk materi keterampilan, metode yang akan dilakukan adalah simulasi ,
demonstrasi dilaboratorium, latihan dan mandiri

Pembimbing Ns. Ida Suryati, M.Kep, Ns. Muhammad Arif, M. Kep, Ns. Aldo Yuliano, S.Kep, MM

Tugas mahasiswa Untuk intervensi keperawatan

1. Membuat Laporan pendahuluan sesuai dengan materi pratikum :

- Bantuan hidup dasar

- initial assesment
- triage
- Pembidaian
- Balut tekan
- Transportasi

3
2. Mengikuti demonstrasi masing-masing dosen sesuai dengan materi melalui video di e learning

3. Melakukan latihan secara terstruktur maupun mandiri di tempat bekerja masing-masing

4. Mengikuti evaluasi sesuai tindakan yang dilaksaanakan secara luring / daring

Tugas Pembimbing 1. Mengkoreksi laporan pendahuluan yang dibuat oleh mahasiswa

2. Memberikan masukan sesuai pertemuan demonstrasi

4. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk latihan mandiri masing-masing

5. Memberikan penilaian sesuai kemampuan mahasiswa

Pustaka Utama:
a. Emergency Nurse Association ( 1991 ). Standart Of Emergency Nursing Practice ( 2 nd
Ed ), Mosby Year
Book. St Louis.
b. Hudak. C M. et. all ( 1997 ). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
c. Lyne A Thelan, Joseph K D ( 1994 ). Critical Care Nursing Diagnosis and Management. St. Louis : Mosby
d. Lanros N E, Barber J M ( 1997 ). Emergency Nursing With Certification Preparation & review, ( 4 th
Ed ).
Appleton & Lange
e. Sheehy B S ( 1992 ). Emergency Nursing : Principle and Practice ( 3 rd Ed ). Mosby Year Book

Pendukung:

4
Mata Kuliah syarat -
Hari/Tanggal/Waktu Kegiatan/ Intervensi Keperawatan Kelompok Pembimbing
Terlampir

Keterangan:
1. TM: Tatap Muka, BT: Belajar Terstruktur, BM: Belajar Mandiri; Daring : belajar melalui video dan video call
2. 1 SKS : 1 X 170 menit x 14 = 2380 : 60 = 40 jam
3. RPS: Rencana Pembelajaran Semester, RMK: Rumpun Mata Kuliah, PRODI: Program Studi
4. Kriteria dan Bentuk Penilaian: mengunakan Rubrik penilaian psikomotor, deskripsi, holistik individu/kelompok,.
5. Ketentuan diberlakukan pembelajaran daring dan luring : ( daring ( 60 % daring dan 40 luring ) karena adanya edaran walikota dan aturan
upertis pembatasan tatap muka di kota Bukittinggi

PENILAIAN :
1. Laporan pendahuluan : 20%
2. Ujian Pratikum : 60%
3. Ujian Teori : 20%

5
TATA TERTIB :
1. Kehadiran pratikum 100%
2. Berpakaian rapi dan sopan ( tidak memakai sandal, kaos oblong, baju ketat, anting dan rambut gondrong
3. Mengenakan jas laboratorium
4. Mengganti apabila menghilangkan, merusak alat laboratorium
5. Mahasiswa menyiapkan alat sehari sebelum pelaksanaan pratikum’

JADWAL LABORATORIUM KGD PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN ALIH JENJANG

6
No Hari/Tgl/ Jam Kegiatan Pembimbing Kelompok
Daring
1 Selasa / 8 Februari 2022 Pembuatan laporan pendahuluan Team Semua mahasiswa
Jam 14.00- 19.00 wib
2 Selasa / 8 Februari 2022 Ns. Ida Suryati, M.Kep Semua mahasiswa
Jam 19.00- 21.00 wib Demonstrasi
Bantuan hidup dasar, Triage, transportasi
Rabu/ 9 Februari 2022 Demonstrasi Ns. Muhammad Arif, Semua mahasiswa
Jam 08.00-10.00 wib Airway dan breathing manajemen M.Kep
Rabu/ 9 Februari 20212 Demonstrasi Ns. Aldo Yuliano, S.Kep, Semua mahasiswa
Jam 11.00-13.00 wib Pembidaian, balut tekan, penatalaksanaan MM
syok
3 Kamis / 10 Februari Bimbingan mandiri Bantuan hidup dasar, Ns. Ida Suryati, M.Kep Semua mahasiswa
2022 Triage, transportasi
Jam 08.00-10.00 wib
4 Kamis / 10 Februari Bimbingan mandiri Airway dan breathing Ns. Muhammad Arif, Semua mahasiswa
2022 manajemen M.Kep
Jam 11.00-13.00 wib
Kamis / 10 Februari Bimbingan mandiri Ns. Aldo Yuliano, S.Kep, Semua mahasiswa
2022 Pembidaian, balut tekan, penatalaksanaan MM
Jam 11.00-13.00 wib syok
Kamis / 10 Februari Latihan mandiri Bantuan hidup dasar, Ns. Ida Suryati, M.Kep Semua mahasiswa
2022 Triage, transportasi

7
Jam 11.00-13.00 wib
5 Kamis / 10 Februari Latihan mandiri Airway dan breathing Ns. Muhammad Arif, Semua mahasiswa
2022 manajemen M.Kep
Jam 11.00-13.00 wib
6 Kamis / 10 Februari Latihan mandiri Ns. Aldo Yuliano, S.Kep, Semua mahasiswa
2022 Pembidaian, balut tekan, penatalaksanaan MM
Jam 11.00-13.00 wib syok
Luring
7 Sabtu / 12 Februaru Ujian Bantuan hidup dasar, Triage, Ns. Ida Suryati, M.Kep Semua mahasiswa
2022 transportasi
Jam 14.00-19.00 wib
8 Sabtu / 12 Februaru Ujian Airway dan breathing manajemen Ns. Muhammad Arif, Semua mahasiswa
2022 M.Kep
Jam 14.00-19.00 wib
9 Sabtu / 12 Februaru Ujian Ns. Aldo Yuliano, S.Kep, Semua mahasiswa
2022 Pembidaian, balut tekan, penatalaksanaan MM
Jam 14.00-19.00 wib syok

DAFTAR NAMA KELOMPOK PRATIKUM


No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

8
ALNI DEVI ROZA ERNI ELYTA RIKA OKTAVIA PUTRI
ANDRI DEDI EVITA SATRIA RINI ENDRIANI
ASISWAN FEBRI KARMILA SRI HARTATI
ATRA DESITA GUSNIKARDISON SRI WARNIDA
BENY RAMADANI GUSTANUL SRIWI MARTOSA
DIANA DORA HARI YANTO SYAHRIAL
DIDI YUDHA PERMANA MARLENI VIVI ASRININGSIH
DINA MARSELINA YUSAKH NELA FITRIA YOFIA MARINA
DONA IMELLYA NENENG TARMILAH YULI HARTI
DWI MUCHRANTO NOVIA NELI SANDI ZURIA ANGRAINI
EGI AGUSTIN PERMATA PELIA PELTRESIA PITRAWATI
ELVA MURNI PRO FERDIAN MS DARMAWISNA
EMA ZURAINI RAHMI YULITA LIZA SASMITA
EMI ROSITA

Lanjutan RPS; Rangan Rencana Tugas Mahasiswa

9
RENCANATUGAS MAHASISWA (RTM)
MATA KULIAH Keoerawatan Gawat Darurat
KODE KPE 21311 SKS 1 SEMESTER III
DOSEN Ns. Ida Suryati, M.Kep, Ns. Muhammad Arif, M.Kep, Ns. Aldo Yuliano, S.Kep,MM
PENGAMPU
BENTUK TUGAS:
Pembuatan laporan Pendahuluan

JUDUL TUGAS:
Laporan pendahuluan BHD, Airway breathing manajemen, Pembidaian, balut tekan, dan transportasi, Penatalaksanaan syok

SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH:


Defenisi, indikasi, kontra indikasi, tujuan, prosedur BHD, Airway breathing manajemen, Pembidaian, balut tekan, dan transportasi,
Penatalaksanaan syok

DISKRIPSI TUGAS:

10
Mahasiswa membuat laporan pendahuluan terkait materi pratikum yang akan dilaksanakan mulai dari defenisi, indikasi, kontra
indikasi, tujuan, prosedur

METODE PENGERJAAN TUGAS:

BENTUK DAN FORMAT LUARAN:


a. Obyek Garapan:
b. Bentuk Luaran:
1. Makalah laporan pendahuuan

INDIKATOR, KRITERIA DAN BOBOT PENILAIAN:


a. Ketepatan membuat teori tentang materi pratikum

JADWAL PELAKSANAAN:
Sabtu/ 6,13,14 februari 2021

LAIN-LAIN:

DAFTAR RUJUKAN:

11
a. Emergency Nurse Association ( 1991 ). Standart Of Emergency Nursing Practice ( 2 nd Ed ), Mosby Year Book. St Louis.
b. Hudak. C M. et. all ( 1997 ). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
c. Lyne A Thelan, Joseph K D ( 1994 ). Critical Care Nursing Diagnosis and Management. St. Louis : Mosby
d. Lanros N E, Barber J M ( 1997 ). Emergency Nursing With Certification Preparation & review, ( 4 th Ed ). Appleton & Lange
e. Sheehy B S ( 1992 ). Emergency Nursing : Principle and Practice ( 3 rd Ed ). Mosby Year Book

1. Rubrik Holistik Penilaian Individual/Kelompok:

12
RUBRIK HOLISTIK PENILAIAN MAKALAH INDIVIDU/KELOMPOK
MATA KULIAH Keperawatan kegawatdaruratan
KODE KPE 21311 SKS 3 SEMESTER I
DOSEN Ns. Ida Suryati, M.Kep
PENGAMPU
BENTUK TUGAS:
KELOMPOK/INDIVIDU:
JUDUL TUGAS:

Dimensi Bobot Nilai Komentar (catatan) Nilai Total

Laporan Pendahuluan 20
Ujian Pratikum 60
Ujian Teori 20
Nilai Akhir 100%

13
14
STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR (SOP)
Manajemen Airway, Breathing dan Circulation

A. PENGELOLAAN JALAN NAFAS (AIRWAY MANAGEMENT)

1.TUJUAN

Membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara secara normal

2.PENGKAJIAN

Pengkajian airway dilakukan bersama-sama dengan breathing menggunakan teknik L


(look), L (listen) dan F (feel) yang dilakukan dalam satu gerakan dalam tempo waktu
yang singkat (lihat materi pengkajian ABC).
3. TINDAKAN
a. Tanpa Alat
1) Membuka jalan nafas dengan metode :
- Head Tilt (dorong kepala ke belakang)
- Chin Lift Manuver (perasat angkat dahu)
- Jaw Thrust Manuver (perasat tolak rahang)

15
Pada pasien yang diduga mengalami cedera leher dan kepala hanya dilakukan Jaw
Thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
2) Membersihkan jalan nafas
- Finger Sweep (sapuan jari)

Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut
belakang atau hipofaring (gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya) dan
hembusan napas hilang.

16
- AbdominalThrust (GentakanAbdomen)

- ChestThrust (PijatanDada)

- BackBlow (TepukanPadaPunggung)

17
b. Dengan Alat
1) Pemasangan Pipa (Tube)
- Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring, pipa nasofaring). Pipa orofaring
digunakan untuk mempertahankan jalan nafas dan menahan pangkal lidah agar tidak
jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan napas terutama pada pasien-pasien tidak
sadar.

- Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut pernapasan belum juga baik, dilakukan
pemasangan pipa endotrakhea (ETT/endotracheal tube). Pemasangan pipa
endotrakhea akan menjamin jalan napas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan
memudahkan tindakan bantuan pernapasan. 

18
2) Penghisapan Benda Cair (Suctioning)
- Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair maka dilakukan
penghisapan (suctioning). Penghisapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu
pengisap (penghisap manual portabel, pengisap dengan sumber listrik).

B.
- Membersihkan benda asing padat dalam jalan napas: Bila pasien tidak sadar dan
terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring yang tidak mungkin diambil
dengan sapuan jari, maka digunakan alat bantuan berupa laringoskop, alat
penghisap (suction) dan alat penjepit (forceps).

C. 3)MembukaJalanNafasDengaNKrikotirotomi

Bila pemasangan pipa endotrakhea tidak mungkin dilakukan, maka dipilih tindakan
krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih dan trampil, dapat
dilakukan krikotirotomi dengan pisau .

19
B. PENGELOLAAN FUNGSI PERNAFASAN (BREATHING
MANAGEMENT)

1. TUJUAN
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara membersihkan pernafasan buatan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.

2. PENGKAJIAN
Gangguan fungsi pernafasan dikaji dengan melihat tanda-tanda gangguan pernafasan
dengan metode LLF dan telah dilakukan pengelolaan jalan nafas tetapi tetap tidak ada
pernafasan.

3. TINDAKAN
a. Tanpa Alat
Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung
sebanyak 2 (dua) kali tiupan dan diselingi ekshalasi.
b.DenganAlat

- Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu Bag” (self inflating bag). Pada
alat tersebut dapat pula ditambahkan oksigen. Pernapasan buatan dapat pula diberikan
dengan menggunakan ventilator mekanik.

20
- Memberikan bantuan nafas dan terapi oksigen dengan menggunakan masker, pipa
bersayap, balon otomatis (self inflating bag dan valve device) atau ventilator mekanik.

C. PENGELOLAAN SIRKULASI (CIRCULATION MANAGEMENT)

1. TUJUAN
Mengembalikan fungsi sirkulasi darah.

2. PENGKAJIAN
Gangguan sirkulasi dikaji dengan meraba arteri besar seperti arteri femoralis dan
arteri karotis. Perabaan arteri karotis sering dipakai untuk mengkaji secara cepat. Juga
melihat tanda-tanda lain seperti kulit pucat, dingin dan CRT (capillary refill time) > 2
detik. 

Gangguan sirkulasi dapat disebabkan oleh syok atau henti jantung. Henti jantung
mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan terhenti dan menyebabkan kematian
dengan segera.

Henti jantung ditandai dengan :


- Hilang kesadaran
- Apneu atau gasping
- Sianosis dan pucat
- Tidak ada pulse (pada karotis atau femoralis)
- Dilatasi pupil (bila henti sirkulasi > 1 menit

21
3. TINDAKAN
Tindakan untuk mengembalikan sirkulasi darah dilakukan dengan eksternal chest
compression (pijat jantung) untuk mengadakan sirkulasi sistemik dan paru. Sirkulasi
buatan (artificial circulation) dapat dihasilkan dengan intermitten chest compression.

Eksternal chest compression menekan sternum ke bawah sehingga jantung tertekan


antara sternum dan vertebrae menimbulkan “heart pump mechanism”, dampaknya
jantung memompa darah ke sirkulasi dan pada saat tekanan dilepas jantung melebar
sehingga darah masuk ke jantung.

22
BANTUAN HIDUP DASAR

BHD diberikan pada korban yang mengalami gangguan sumbatan jalan nafas, henti nafas dan
henti nadi.Beberapa keadaan korban dibawah ini dapat menyebabkan terjadinya henti nafas :

1. Tenggelam
2. Stroke
3. Obstruksi jalan nafas
4. Epiglotitis
5. Overdosis obat – obatan
6. Tersengat listrik
7. Infark miokard
8. Tersambar petir
9. Koma akibat bertbagai macam kasus

TATA LAKSANA

Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit memprediksi
kapan terjadinya.Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan melakukan upaya
kongkrit untuk mengantisipasinya.Harus dipikirkan satu bentuk mekanisme bantuan kepada
korban dari awal tempat kejadian, selama perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di
fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian cedera.Tercapainya kualitas hidup penderita pada
akhir bantuan harus tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.

Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan
:

1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya


2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :

 Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap

23
 Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan
paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei

SURVEI PRIMER
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi.
Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad
A, B, C, dan D, yaitu :

 airway (jalan napas)
 breathing (bantuan napas)
 circulation (bantuan sirkulasi)

Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
korban / pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi

2. Memastikan kesadaran dari korban /


Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus melakukan upaya
agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau
menggoyangkan bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah
pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! /
Mbak !!!

1. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta
bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis
yang lebih lanjut. penolong dapat meminta bantuan kepada orang di sekitarnya untuk
menghubungi panggilan darurat/ rumah sakit terdekat supaya dapat mengirimkan bantuan
tenaga kesehatan yang lebih ahli.
1. Memperbaiki posisi korban / pasien
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus dalam posisi terlentang
dan berada pada permukaan yang rata dan keras.Jika korban ditemukan dalam posisi miring
atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.Ingat !penolong harus
membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara

24
bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi
horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.

1. Mengatur posisi penolong


Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan
sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakan lutut.

A (AIRWAY) Jalan Napas


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan   melakukan

tindakan :

1. Pemeriksaan jalan napas


Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda
asing.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,
sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan
berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.

1. Membuka jalan napas


Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak
sadar tonus otot–otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink,
inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat
dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tilt – chin lift) dan Manuver
Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang
awam dan petugas kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas
kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.

B ( BREATHING) Bantuan napas


Terdiri dari 2 tahap :

1. Memastikan korban / pasien tidak


Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan
hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut

25
dan hidung korban / pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka.Prosedur
ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

1. Memberikan bantuan
Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut,
mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap
kali hembusan adalah 1,5–2 detik dan volume udara   yang dihembuskan adalah 400 -500 ml
(10 ml/kg) atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang.

Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai
volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16–
17%.Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban / pasien setelah diberikan
bantuan napas.

Cara memberikan bantuan pernapasan :

 Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif
untuk memberikan udara ke paru–paru korban / pasien.

Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas
dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban
dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan   juga penolong
harus menutup lubang hidung korban / pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk
mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan
orang dewasa adalah 400 – 500 ml (10 ml/kg).

Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara
memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

 Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan,
misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya
jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban / pasien.

26
C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahapan :

1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.


Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis
didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari tangan (jari telunjuk dan tengah)
penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari
digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira–kira 1–2 cm, raba dengan lembut selama 5–10
detik.

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan
melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban /
pasien.Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan
napas.

1. Melakukan bantuan sirkulasi


Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi
atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

 Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri
sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
 Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas.
Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong dalam
memberikan bantuan
 Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan
diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jari–jari tangan menyentuh dinding dada
korban / pasien, jari–jari tangan dapat diluruskan atau
 Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga
dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan
berkisar antara 1,5–2 inci (3,8–5 cm).
 Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang
kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang
dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan
kompresi. (50% Duty Cycle).

27
 Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat
melepaskan
 Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan baik oleh 1 atau 2
penolong jika korban / pasien tidak terintubasi dan kecepatan kompresi adalah 100 kali
permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan
siklus berikutnya atau tidak.Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai
tekanan sistolik 60–80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah
jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari
menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan
sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

3.2.   MELAKUKAN BHD 1 DAN 2 PENOLONG.


Orang awam hanya mempelajari cara melakukan BHD 1 penolong. Teknik BHD yang
dilakukan oleh 2 penolong menyebabkan kebingungan koordinasi. BHD 1 penolong pada
orang awam lebih efektif mempertahankan sirkulasi dan ventilasi yang adekuat, tetapi
konsekuensinya akan menyebabkan penolong cepat lelah.

BHD 1 penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut :

1. Penilaian korban.
Tentukan kesadaran korban / pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan
mantap), jika tidak sadar, maka

1. Minta pertolongan serta aktifkan sistem


2. Jalan napas (AIRWAY)
 Posisikan korban / pasien
 Buka jalan napas dengan manuver tengadah kepala – topang
3. Pernapasan (BREATHING)
Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak pernapasan
korban / pasien.

 Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak adanya trauma
leher (trauma tulang belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery position),
dengan tetap menjaga jalan napas tetap

28
 Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukan bantuan napas. Di
Amerika Serikat dan dinegara lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali,
sedangkan di Eropa, Australia, New Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal
terdapat kesulitan, dapat dicoba dengan membetulkan posisi kepala korban / pasien, atau
ternyata tidak bisa juga maka dilakukan :
 Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan 2
kali ventilasi, setiap kali membuka jalan napas untuk menghembuskan napas,
sambil mencari benda yang menyumbat di jalan napas, jika terlihat usahakan
 Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi jalan napas
oleh benda
 Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan
 Setelah memberikan napas 8-10 kali (1 menit), nilai kembali tanda – tanda adanya
sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak bernapas
lanjutkan kembali bantuan
1. Sirkulasi (CIRCULATION)
Periksa tanda–tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan dengan
cara melihat ada tidaknya pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas
kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis.

 Jika ada tanda–tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi dada,
hanya menilai pernapasan korban / pasien (ada atau tidak ada pernapasan)
 Jika tidak ada tanda–tanda sirkulasi, denyut nadi tidak ada lakukan kompresi dada :
 Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar.
 Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali dengan kecepatan 100 kali per
 Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan
 Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai kembali
kompresi 30 kali dengan kecepatan 100 kali per
1. Penilaian Ulang
Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+2Menit) kemudian korban dievaluasi kembali,

 Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan rasion 30 : 2.
 Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi
 Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 8-10 kali
permenit dan monitor nadi setiap

29
 Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan
napas tetap terbuka kemudian korban / pasien ditidurkan pada posisi sisi yang benar.

30
SYOK DAN PENANGANANNYA

PENGERTIAN:
Sindrom gangguan pathofisiologi berat yang berhubungan dengan metabolisme selluler yang
abnormal, kegagalan sirkulasi Syok atau renjatan dapat diartikan sebagai keadaan terdapatya
pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada kemampuan pengangkutan oksigen
serta unsur- unsur gizi lainnya secara efektif ke berbagai jaringan sehingga timbul cidera
seluler yang mula- mula reversible dan kemudian bila keadaan syok berlangsung lama
menjadi irreversible.(Isselbacher, dkk, 1999, hal 218)

KLASIFIKASI SYOK Klasifikasi syok yang dibuat berdasarkan penyebabnya menurut


Isselbacher, dkk, (1999, hal 219) :
1. Syok Hipovolemik atau oligemik Perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak akibat
sekunder dari muntah, diare, luka bakar, atau dehidrasi menyebabkan pengisian
ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan preload berat, direfleksikan pada penurunan
volume, dan tekanan end diastolic ventrikel kanan dan kiri. Perubahan ini yang
menyebabkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup (stroke volume) dan curah
jantung yang tidak adekuat.
2. Syok Kardiogenik Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik.
Tekanan arteri sistolik < 80 mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 1,8 L/menit/
m2, dan tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering tampak tidak
berdaya, pengeluaran urin kurang dari 20 ml/ jam, ekstremitas dingin dan sianotik.
GASTER, Vol.7 No.2 Agustus 2010 Cemy Nur Fitria, Syok dan Penanganannya …595
Penyebab paling sering adalah 40% lebih karena miokard infark ventrikel kiri, yang
menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan pompa
ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi kontraktilitas miokard
setelah henti jantung dan pembedahan jantung yang lama. Bentuk lain bisa karena
gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral akut, biasanya disebabkan
oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan penurunan yang berat pada curah jantung
forward (aliran darah keluar melalui katub aorta ke dalam sirkulasi arteri sistemik) dan
karenanya menyebabkan syok kardiogenik.
3. Syok Obstruktif Ekstra Kardiak Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk
mengisi selama diastole, sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup (Stroke
Volume) dan berakhirnya curah jantung. Penyebab lain bisa karena emboli paru masif.
31
4. Syok Distributif Bentuk syok septic, syok neurogenik, syok anafilaktik yang
menyebabkan penurunan tajam pada resistensi vaskuler perifer. Patogenesis syok septic
merupakan gangguan kedua system vaskuler perifer dan jantung.

DERAJAT SYOK Berat dan ringannya syok menurut Tambunan Karmel, dkk, (1990,
hal 2).
1) Syok Ringan Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan prgan non-vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relative dapat hidup lebih lama
dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap
(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau anya sedikit
menurun, asidosis metabolic tidak ada atau ringan.
2) Syok Sedang Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal, dan lainnya). Organ- organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih
lama seperti lemak, kulit, dan otot. Oligouria bisa terjadi dan asidosis metabolic.
Akan tetapi kesadaran relative masih baik.
3) Syok Berat Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok
lanjut terjadi vasokonstriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oligouria dan
asidosis berat, ganguan kesadaran dan tanda- tanda hipoksia jantung (EKG
Abnormal, curah jantung menurun).

MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis syok adalah


1. Syok Hipovolemik Manifestasi klinik dari syok adalah hipotensi, pucat, berkeringat
dingin, sianosis, kencing berkurang, oligouria, ganggua kesadaran, sesak nafas.
(Tambunan Karmel, dkk, 1990, hal 6).
2. Syok Septik/ Syok Bakteremik 1 Fase Hiperdinamik/ Syok panas (warm shock):
Gejala dini:
1) Hiperventilasi
2) Tekanan vena sentral meninggi
3) Indeks jantung naik
4) Alkalosis
5) Oligouria
6) Hipotensi
7) Daerah akral hangat
32
8) Tekanan perifer rendah
9) Laktikasidosis

2 Fase Hipodinamik:
a. Tekanan vena sentral menurun
b. Hipotensi
c. Curah jantung berkurang
d. Vasokonstriksi perifer
e. Daerah akral dingin
f. Asam laktat meninggi
g. Keluaran urin berkurang

3. Syok Neurogenik Tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bradikardi, sesudah
pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Pengumpulan darah di dalam
arteriol, kapiler, dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

4. Syok Kardiogenik
a. Pasien tidak sadar atau hilangnya kesadaran secara tiba- tiba.
b. Sianosis akibat dari aliran perifer berhenti
c. Dingin (Skeet Muriel.,1995, 70)

LANGKAH- LANGKAH PERTAMA MENANGANI SYOK


Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut Alexander R H, Proctor H J.
Shock., (1993 ; 75 – 94)
1. Posisi Tubuh
a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi
penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke
organ-organ vital.
b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan
digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari
terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama
seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita
tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring)
33
untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari
sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting
adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari
terjadinya asfiksia.
d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau
kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari
bagian tubuh lainnya.
e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkan dengan posisi telentang datar.
f. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang
dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih
besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi
lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya
kembali.

2. Pertahankan Respirasi
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
c. Berikan oksigen 6 liter/menit d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat,
berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
d. Pertahankan Sirkulasi Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu
infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan
(CVP).

PENATALAKSANAAN SYOK BERDASARKAN JENISNYA


1. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt
MT and Carlson RW (1989, hal 993-1002) adalah Kalau terjadi komplikasi syok
anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral,
maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
34
1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas
parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan
oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan
lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Penilaian A, B, C ini merupakan
penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai
dengan protokol resusitasi jantung paru.
a. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita
dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular.
Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4
ug/menit.
b. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena
dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
c. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk
mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
d. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena
untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik.
Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung
serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas
keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas
atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid,
35
maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume
plasma. 600 Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat
kehilangan cairan 20– 40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan
larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan
kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan
koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
e. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok
anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam
perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di
tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas
yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi
waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi
dari jantung.
f. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi
harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali
suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

2. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


a. Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan
selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas.
Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
b. Pemberian Cairan
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
b. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan
yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
c. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi
kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau
muntah. 4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan
pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau
pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.

36
d. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan
jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama
dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar.
Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan
berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian
volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali
volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid
memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah
diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan
ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap. 6) Pemantauan tekanan
vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.
2) 7) Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah
dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
3) 8) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat
pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ
Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP,
“Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.

3. Penatalaksanaan Syok Neurogenik Konsep dasar untuk syok distributif adalah


dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah
vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk
mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. Penatalaksanaannya
adalah
a) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
b) Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan
oksigen dari otot-otot respirasi.

37
c) Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.
d) Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) :
3 Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
4 Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan
darah. Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya
terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa
pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat
menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik
5 Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer.

38

Anda mungkin juga menyukai