Anda di halaman 1dari 22

By: Tintin Sukartini

Penelitian eksperimental
 Klinik (paling banyak: uji klinik)
 Lapangan

Gradasi:
 Pra-eksperimen
 Quasi eksperimen
 True ekperimen (kelompok perlakuan-kontrol,
random sampling, randomisasi/random alokasi)
Uji klinik (penemuan obat baru)
Tahapan 1
 Dilakukan di laboratorium, uji pra klinis, in vitro
dengan hewan coba
 Tujuan mengumpulkan aspek farmakologi dan
toksikologi obat
Tahapan 2
Digunakan manusia sebagai subyek penelitan
Melewati 4 fase:
 Fase I: meneliti keamanan serta toleransi
pengobatan, biasanya dengan 100-200 subyek
penelitian
 Fase II: menilai sistem dan dosis pengobatan yang
paling efektif, subyek 100-200
 Fase III: mengevaluasi obat dan cara pengobatan
baru dibanding dengan pengobatan yang telah ada
(terapi standar). Baku emas uji klinis: uji klinis
acak terkontrol
 Fase IV: mengevaluasi obat yang telah dipakai
dalam masyarakat untuk jangka waktu yang relatif
lama (5 tahun atau lebih), deteksi efek samping.
Efek samping 1:10.000 tidak terdeteksi pada Fase
III. Fase ini disebut juga post-marketing trial
Desain eksperimen
 Desain paralel
 Desain menyilang (Cross over design)
Desain paralel:
 Merupakan suatu perbandingan antar-kelompok
(group comparison)
 Disusun 2 kelompok (atau lebih), intervensi yang
dilakukan pada kelompok tersebut dilakukan secara
paralel dan simultan
 Yang paling umum dilakukan pada 2 kelompok (1
kelompok intervensi “eksperimen”, 1 kelompok dengan
non intervensi “standar”.
 Dilakukan randomisasi atau matching agar diperoleh
hasil yang sahih
Desain menyilang (cross-over
design)
 Pada desain ini setelah dilakukan randomisasi,
kelompok A mendapat intervensi “eksperimen” dan
kelompok B mendapat intervensi “standar”
 Setelah waktu tertentu, jenis intervensi dipertukarkan:
kelompok A mendapat intervensi “standar” dan
kelompok B mendapat intervensi “eksperimen”
 Dipergunakan untuk uji klinis obat pada penyakit
kronik yang relatif stabil misal: hipertensi, asma,
rinitis alergi, hiperlipidemia
Hal yang perlu diperhatikan
pada desain menyilang
 Terdapat efek carry over yaitu efek obat pertama
belum hilang pada saat dimulai pengobatan kedua
 Terdapat efek order, yaitu terjadi perubahan derajat
penyakit dan keadaan lingkungan selama penelitian
berlangsung
 Terdapat eriode wash out, waktu untuk
menghilangkan efek obat awal sebelum pengobatan
kedua dimulai (efek carry over). Lama periode wash
out bisa tergantung pada sifat farmokokinetik obat.
Uji Diagnostik
 Uji diagnostik dapat dilakukan secara bertahap
(serial), atau dilakukan sekaligus beberapa uji
diagnostik (pararel). Pada uji serial, pemeriksaan
dilakukan secara bertahap; perlu tidaknya
pemeriksaan selanjutnya ditentukan oleh hasil
pemeriksaan terdahulu.
 Uji diagnostik dibagi berdasarkan pada kegunaanya
misalnya untuk skrining, untuk memastikan atau
menyingkirkan diagnosis, memantau perjalanan
penyakit, menentukan prognosis, dll.
Tujuan Uji Diagnostik
1. Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau
menyingkirkan penyakit. Untuk keperluan ini uji
diagnosis harus sensitif.
2. Untuk keperluan skrining.
3. Untuk pengobatan pasien.
Prinsip Dasar
 Uji diagnostik uji diagnostik
baru memberi manfaat yang lebih
baik
 Namun kadangkala nilainya tidak lebih dari uji
diagnosis yang sudah ada dengan catatan:
1. Nilai diagnosistiknya tidak jauh berbeda.
2. Lebih nyaman bagi pasien
3. Lebih mudah atau lebih sederhana
4. Lebih murah atau dapat mendiagnosis pada fase
lebih dini
Struktur Uji Diagnostik
Uji diagnostik mempunyai variabel prediktor yaitu hasil
uji diagnostik dan variable hasil akhir atau outcome
yaitu sakit atau tidaknya seorang pasien, yang
ditentukan oleh pemeriksaan dengan baku emas.
Skala Pengukuran Variabel
 Skala dikotom, yaitu skala nominal yang mempunyai 2
nilai, yaitu hasil positif-negatif, dalam klinik ini dikenal
sebagai penilaian kualitatif.
 Skala ordinal, misalnya hasil pemeriksaan protein dalam
urin +++, ++, + dan – (semi kuantitatif)
 Skala numerik, misalnya kadar gula darah 120 mg/dl
(kuantitatif)
 karena uji diagnostik selalu berbentuk tabel 2x2 maka
pelbagai skala tsb (skala ordinal atau skala numerik) perlu
diubah dalam skala nominal dikotom yaitu normal-
abnormal atau positif-negatif, dengan cara menggunakan
titik potong (cut off point) tertentu.
Baku Emas
1. Baku emas yang dipakai sebagai pembanding tidak
boleh mengandung unsur atau komponen yang diuji.
2. Baku emas tidak boleh mempunyai sensitivitas dan
atau spesifisitas yang lebih rendah daripada uji
diagnostik yang diteliti.
Analisis dalam Uji Diagnostik
Uji diagnostik esensinya merupakan studi cross-
sectional analitik ia tak mempunyai struktur yag mirip
dengan penelitian observasi lain, misalnya studi kasus-
kontrol atau studi kohort.
 Uji menggunakan uji chi square.
 Namun hasil uji tidak memberi informasi apapun
tentang hasil uji diagnostik, sehingga diperlukan uji
lain yaitu: sensitivitas dan spesifisitas
Sensitivitas dan Spesifisitas
1. Bila subjek benar-benar sakit, berapa besarkah
kemungkinan hasil diagnostik positif atau
abnormal? Jawaban atas pertanyaan ini adalah
sensitivitas.
2. Bila subjek tidak sakit, berapa besarkah
kemungkinan bahwa hasil uji negatif? Jawaban atas
pertanyaan ini adalah spesifisitas
 Sensitifitas = a: (a+c)
 Spesitifitas = d: (b+d)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai