Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk menjamin keberlanjutan sistem produksi tersebut diperlukan
reorientasi sistem dari sistem konvensional ke sistem pertanian berkelanjutan yang
dilandasi oleh prinsip-prinsip ekologi, ekonomi dan sosial di dalam sistem
produksinya. Salah satu bentuk sistem pertanian yang dimaksud adalah sistem
pertanian organik. Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang
berasaskan daur ulang secara hayati yang mampu memperbaiki status kesuburan
dan struktur tanah yang menganut ”hukum pengembalian (law of return) ” yang
berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan
organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun
ternak, yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan pada tanaman dengan
mengandalkan bibit lokal dan menghindari penggunaan pupuk dan pestisida kimia
sintetis Mengingat batasan pertanian organik yang mempersyaratkan tidak
digunakannya pupuk anorganik dan pestisida kimia sintetik, serta lahan yang
digunakan harus bebas dari residu kedua agrokimia tersebut, nampaknya
usahatani pertanian organik sulit diwujudkan, kecuali di lokasi-lokasi yang sistem
usahataninya belum intensif. Alasannya, nutrisi, khususnya N yang terkandung
dalam pupuk organik, tidak mencukupi kebutuhan tanaman. Kandungan N pada
kompos, misalnya kurang 2% dibandingkan dengan urea yang kandungan N-nya
46%. Selain itu, lahan pertanian umumnya sangat bergantung pada pupuk
anorganik, sehingga dikhawatirkan produktivitas tanaman akan merosot dan target
produksi tidak akan tercapai. Oleh karena itu, selama program swasembada
pangan utama belum tercapai dan terlanjutkan, alternatif pilihan adalah cara
budidaya organik rasional yang masih membenarkan penggunaan pupuk
anorganik (semi organik (Usyati et al., 2018)
Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah setiap organisme yang
dapat mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan tanaman sehingga
tanaman menjadi rusak, pertumbuhannya terhambat, dan atau mati. UU No. 12
tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman menyatakan bahwa “Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) adalah “Semua Organisme yang dapat merusak,
mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan” Di Indonesia
lebih dari 50 % kerugian yang didapatkan petani akibat dari serangan hama. (Pada
et al., 2014)
Untuk menekan serangan hama, beberapa teknik pengendalian telah
diterapkan diantaranya pengendalian secara kultur teknis (cara budidaya), fisik,
mekanik, dan kimia. Terkait dengan cara pengendalian secara kultur teknis (cara
budidaya), Visalakshmi et al . (2014) menunjukkan bahwa pada budidaya metode
S ystem Rice Intensifi cation (SRI) intensitas serangan penggerek batang dan
ganjur serangannya lebih rendah dibandingkan pada metode konvensional dengan
masing-masing serangan sundep (6,1% : 15,6%); beluk (7,2% : 11,9% ), dan
ganjur (74,1% : 7,1% (Usyati et al., 2018)
Meskipun demikian, permasalahan hama dan penyakit tanaman masih
terjadi. Salah satu contohnya adalah serangan hama penggerek batang Xystrocera
festiva Thombs. (Coleoptera: Cerambycidae) atau sering disebut sebagai boktor
atau uter-uter. Sampai saat ini, boktor dianggap sebagai hama yang paling
merugikan pada hutan sengon karena menyebabkan kematian, patahnya batang
dan menurunkan jumlah dan kualitas kayu yang dihasilkan. (Supriatna et al.,
2017)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa itu hama dan penyakit tanaman ?
1.2.2 Apa perbedaan hama dan penyakit ?
1.2.3 Apa dampak yang disebabkan oleh hama dan penyakit ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.3.1 Mengetahui pengertian hama dan penyakit
1.3.2 Mengetahui perbedaan hama dan penyakit
1.3.3 Mengetahui dampak yang disebabkan oleh hama dan penyakit

Pada, G., Padi, T., Di, S., Dumoga, K., & Mongondow, K. B. (2014). POPULASI
DAN INTENSITAS SERANGAN HAMA PUTIH (Nymphula depunctalis
Guene) PADA TANAMAN PADI SAWAH DI KECAMATAN DUMOGA
TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW. Cocos, 4(2).
Supriatna, A. H., Haneda, N. F., & Wahyudi, I. (2017). Sebaran Populasi,
Persentase Serangan, Dan Tingkat Kerusakan Akibat Hama Boktor Pada
Tanaman Sengon: Pengaruh Umur, Diameter, Dan Tinggi Pohon. Silvikultur
Tropika, 8(ISSN:2086-8227), 79–87.
Usyati, N., Kurniawati, N., Ruskandar, A., & Rumasa, O. (2018). Populasi Hama
dan Musuh Alami pada Tiga Cara Budidaya Padi Sawah di Sukamandi.
Agrikultura, 29(1), 35. https://doi.org/10.24198/agrikultura.v29i1.16924

Anda mungkin juga menyukai