Anda di halaman 1dari 5

Nama : I Kadek Nanda Sanjaya

Nomor : 9

Kelas : XII MIPA 6

Mapel : Bahasa Indonesia

TAJUK RENCANA

Taliban Pun Menghapus Mural

Taliban, yang menguasai Afghanistan pertengahan Agustus 2021, mulai menghapus mural di
Kabul. Selain kurang menghargai karya seni, tindakan itu dinilai mencederai janji untuk
membangun pemerintahan yang inklusif.

Oleh REDAKSI

10 September 2021 09:28 WIB


Beberapa hari belakangan media ramai memberitakan, Taliban menghapus mural di Kabul,
ibu kota Afghanistan. Tindakan ini dikecam sebagian warga dunia.

Kantor berita AFP, Selasa (7/9/2021), melaporkan protes Omaid Sharifi, seorang seniman,
terhadap penghapusan sejumlah mural tersebut. Bersama para seniman dalam kelompok
ArtLord, dia membuat sekitar 2.200 mural di Kabul dan kota-kota lain di negeri itu sejak
2014. Karya seni itu menampilkan beragam obyek, warna-warni, dan sarat aspirasi sosial dan
politik rakyat. (Kompas, 8/9/2021)

Namun, sebagian karya seni itu sekarang telah hilang. ”Taliban seperti memasang kain kafan
di seluruh kota,” kata Sharifi, yang kini tinggal di permukiman sementara pengungsi
Afghanistan di Uni Emirat Arab, Senin (6/9/2021).

Kantor berita Associated Press (AP) menayangkan video yang merekam seorang petugas
menghapus mural di salah satu sudut kota Kabul. Gambar warna-warni itu didedikasikan
untuk dokter dan pekerja bantuan kemanusiaan Jepang, Tetsu Nakamura, yang terbunuh pada
2019. Petugas menimpa lukisan itu dengan cat putih dan propaganda Taliban dalam aksara

Tindakan Taliban memicu kecaman luas, terutama dari para seniman dan pencinta seni
budaya. Bagaimanapun mural lazim menghiasi wajah kota modern. Selain menyajikan
keindahan dan hiburan bagi orang yang berlalu lalang di jalan, seni visual itu juga dianggap
sebagai kanal untuk menyuarakan unek-unek publik. Kehadiran mural mencerminkan adanya
kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Peristiwa belakangan itu mengingatkan perilaku Taliban lama yang pernah menguasai
Afghanistan sekitar 20 tahun silam, tepatnya 1996 hingga 2001. Saat itu, mural di kota-kota
juga diberangus dan diganti propaganda pemerintah. Pada 2001, patung Buddha bersejarah di
lembah Bamiyan diruntuhkan dengan roket dan dinamit. Peristiwa itu dikenang sebagai
tragedi arkeologis.

Penghapusan mural yang kini berulang agak mendekatkan citra Taliban baru, yang
menguasai negara itu sejak pertengahan Agustus 2021, dengan Taliban lama.

Perilaku konservatif itu juga mengikis optimisme, bahwa kelompok itu benar-benar bakal
memenuhi janji untuk membangun pemerintahan yang inklusif. Apalagi, sejumlah nama
dalam kabinet yang baru diumumkan ternyata masuk daftar hitam Perserikatan Bangsa-
bangsa (PBB). Kaum perempuan juga masih belum mendapat kepastian jaminan kebebasan.
Namun, semua masih dalam proses transisi. Saat perlawanan dalam negeri kian minim
terhadap Taliban, sebenarnya kelompok ini berkesempatan untuk membangun kehidupan
Afghanistan yang mengayomi semua kelompok masyarakat, termasuk menghargai karya
seni. Memberangus mural dan karya seni itu hanya akan menambah tekanan internasional.

Dunia menunggu janji Taliban untuk sungguh-sungguh mewujudkan semangat inklusif dalam
kehidupan nyata..

Struktur Teks Editorial

1. Pengenalan isu (tesis) :


Beberapa hari belakangan media ramai memberitakan, Taliban menghapus mural di
Kabul, ibu kota Afghanistan.
2. Penyampaian pendapat/argumen :
Kantor berita AFP, Selasa (7/9/2021), melaporkan protes Omaid Sharifi, seorang
seniman, terhadap penghapusan sejumlah mural tersebut. Bersama para seniman
dalam kelompok ArtLord, dia membuat sekitar 2.200 mural di Kabul dan kota-kota
lain di negeri itu sejak 2014. Karya seni itu menampilkan beragam obyek, warna-
warni, dan sarat aspirasi sosial dan politik rakyat. (Kompas, 8/9/2021)
Namun, sebagian karya seni itu sekarang telah hilang. ”Taliban seperti memasang
kain kafan di seluruh kota,” kata Sharifi, yang kini tinggal di permukiman sementara
pengungsi Afghanistan di Uni Emirat Arab, Senin (6/9/2021).
Kantor berita Associated Press (AP) menayangkan video yang merekam seorang
petugas menghapus mural di salah satu sudut kota Kabul. Gambar warna-warni itu
didedikasikan untuk dokter dan pekerja bantuan kemanusiaan Jepang, Tetsu
Nakamura, yang terbunuh pada 2019. Petugas menimpa lukisan itu dengan cat putih
dan propaganda Taliban dalam aksara
Tindakan Taliban memicu kecaman luas, terutama dari para seniman dan pencinta
seni budaya. Bagaimanapun mural lazim menghiasi wajah kota modern. Selain
menyajikan keindahan dan hiburan bagi orang yang berlalu lalang di jalan, seni visual
itu juga dianggap sebagai kanal untuk menyuarakan unek-unek publik. Kehadiran
mural mencerminkan adanya kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Peristiwa belakangan itu mengingatkan perilaku Taliban lama yang pernah menguasai
Afghanistan sekitar 20 tahun silam, tepatnya 1996 hingga 2001. Saat itu, mural di
kota-kota juga diberangus dan diganti propaganda pemerintah. Pada 2001, patung
Buddha bersejarah di lembah Bamiyan diruntuhkan dengan roket dan dinamit.
Peristiwa itu dikenang sebagai tragedi arkeologis.
Penghapusan mural yang kini berulang agak mendekatkan citra Taliban baru, yang
menguasai negara itu sejak pertengahan Agustus 2021, dengan Taliban lama.
Perilaku konservatif itu juga mengikis optimisme, bahwa kelompok itu benar-benar
bakal memenuhi janji untuk membangun pemerintahan yang inklusif. Apalagi,
sejumlah nama dalam kabinet yang baru diumumkan ternyata masuk daftar hitam
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Kaum perempuan juga masih belum mendapat
kepastian jaminan kebebasan.
3. Penegasan :
Namun, semua masih dalam proses transisi. Saat perlawanan dalam negeri kian
minim terhadap Taliban, sebenarnya kelompok ini berkesempatan untuk membangun
kehidupan Afghanistan yang mengayomi semua kelompok masyarakat, termasuk
menghargai karya seni. Memberangus mural dan karya seni itu hanya akan menambah
tekanan internasional.
Kaidah Kebahasaan Teks Editorial
1. Penggunaan kalimat retoris :
 Apakah masyarakat rishi dengan penghapusan mural?
2. Menggunakan kata – kata populer :
 Berekspresi
 Lazim
 Didedikasikan
 Kecaman
3. Menggunakan kata ganti penunjuk yang merujuk pada waktu, tempat, peristiwa
atau hal lainnya yang menjadi fokus ulasan :
 Kantor berita AFP, Selasa (7/9/2021), melaporkan protes Omaid Sharifi,
seorang seniman, terhadap penghapusan sejumlah mural tersebut. Bersama
para seniman dalam kelompok ArtLord, dia membuat sekitar 2.200 mural di
Kabul dan kota-kota lain di negeri itu sejak 2014.
 Peristiwa belakangan itu mengingatkan perilaku Taliban lama yang pernah
menguasai Afghanistan sekitar 20 tahun silam, tepatnya 1996 hingga 2001.
Saat itu, mural di kota-kota juga diberangus dan diganti propaganda
pemerintah. Pada 2001, patung Buddha bersejarah di lembah Bamiyan
diruntuhkan dengan roket dan dinamit. Peristiwa itu dikenang sebagai tragedi
arkeologis.
 Tindakan Taliban memicu kecaman luas, terutama dari para seniman dan
pencinta seni budaya.
 Penghapusan mural yang kini berulang agak mendekatkan citra Taliban baru,
yang menguasai negara itu sejak pertengahan Agustus 2021, dengan Taliban
lama.
 Perilaku konservatif itu juga mengikis optimisme, bahwa kelompok itu benar-
benar bakal memenuhi janji untuk membangun pemerintahan yang inklusif.
4. Menggunakan konjungsi kausalitas :
 Selain kurang menghargai karya seni, tindakan itu dinilai mencederai janji
untuk membangun pemerintahan yang inklusif.
 Selain menyajikan keindahan dan hiburan bagi orang yang berlalu lalang di
jalan, seni visual itu juga dianggap sebagai kanal untuk menyuarakan unek-
unek publik.

Anda mungkin juga menyukai