Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

Aktivitas Gunungapi dan Gunung Berapi

Aktivitas gunungapi merupakan pencerminan dari aktivitas magma yang


terdapat di dalam bumi. Beberapa aktivitas magma berjalan sangat lambat
sehingga dapat membeku sebelum mencapai permukaan bumi. Hasil pembekuan
magma di dalam kerak bumi ini disebut pluton atau batuan beku intrusif. Tubuh
batuan beku ini akan muncul ke permukaan bumi setelah batuan yang
menutupinya mengalami proses erosi. Aktivitas magma yang berlangsung sangat
cepat dapat menyemburkan magma yang panas setelah mencapai permukaan
bumi. Aktivitas tersebut sering disebut aktivitas gunungapi.

Aktivitas gunungapi atau sering disebut juga sebagai aktivitas vulkanik.


Erupsi dari suatu gunungapi ini kadang-kadang merupakan letusan yang eksplosif
atau efusif. Faktor utama yang mengontrol macam erupsi gunungapi ini adalah
komposisi magma, temperatur magma dan kandungan gas yang terkadung dalam
magma. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi mobilitas dari magma atau
sering disebut viskositas (kekentalan) magma. Semakin kental magma semakin
sulit magma untuk mengalir.

Asal Usul Magma

Magma adalah suatu lelehan silika bersuhu tinggi berada di dalam litosfir,
yang terdiri dari ion-ion yang bergerak bebas, hablur yang mengapung di
dalamnya, serta mengandung sejumlah bahan berwujud gas. Lelehan tersebut
diperkirakan terbentuk pada kedalaman berkisar sekitar 200 km di bawah
permukaan bumi.

Seperti yang telah diketahui bahwa magma terbentuk apabila batuan


mengalami peningkatan temperatur hingga mencapai titik leburnya. Pada kondisi
di permukaan bumi, batuan dengan komposisi granitik (asam) mulai melebur pada
temperatur sekitar 750°C, sedangkan batuan basaltik (basa) mencapai temperatur
1000°C. Karena batuan mempunyai komposisi mineral yang sangat bervariasi,
maka batuan akan melebur sempurna dengan perbedaan temperatur sampai
beberapa ratus derajad dari pertama kali batuan tersebut mulai melebur. Cairan
yang pertama kali terbentuk pada waktu batuan mengalami pemanasan yang
tinggi adalah mineral yang mempunyai titik lebur yang terendah. Bila pemanasan
berlangsung terus, maka proses peleburan akan berlangsung terus mengikuti
masing-masing titik lebur mineral yang menyusun batuan tersebut sampai
komposisi cairan mendekati komposisi batuan asalnya. Tetapi kadang-kadang
proses peleburan tidak berlangsung sempurna. Proses peleburan yang bertahap ini
disebut partial melting. Hasil yang signifikan dari proses partial melting ini
adalah dihasilkannya cairan magma dengan kandungan silika yang lebih tinggi
daripada batuan asalnya.

Darimana sumber panas yang dapat meleburkan batuan? Salah satu


sumber panas berasal dari peluruhan mineral radioaktif yang terkonsentrasi pada
mantel bumi bagian atas dan kerak bumi. Selain itu pekerja-pekerja pada
pertambangan bawah tanah juga sudah lama mengetahui bahwa temperatur akan
meningkat dengan bertambahnya kedalaman atau sering disebut karena adanya
gradient geothermal.

Bila temperatur merupakan satu-satunya faktor yang menentukan apakah


batuan akan meleleh atau tidak, maka bumi merupakan suatu bola pijar yang
dilapisi oleh lapisan padat yang tipis. Tetapi ternyata tekanan juga bertambah
besar sesuai dengan kedalaman. Karena batuan mengembang pada waktu
dipanaskan, maka diperlukan tambahan panas untuk melelehkan batuan yang
menutupinya, untuk mengatasi efek dari tekanan di sekitarnya. Titik lebur batuan
akan meningkat dengan meningkatnya tekanan.

Di alam, batuan yang dalam akan melebur oleh salah satu sebab dari dua
faktor yaitu : pertama, batuan akan melebur karena temperatur naik melebihi titik
lebur batuan tersebut. Kedua, tanpa kenaikan temperatur, pengurangan tekanan di
sekitar batuan dapat menyebabkan titik lebur batuan turun. Kedua proses tersebut
merupakan faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam proses
pembentukan magma.
Penyebaran aktivitas magma
Sebagian besar dari lebih 600 gunungapi aktif yang telah diketahui terletak
di sepanjang busur pertemuan lempeng yang konvergen. Beberapa gunungapi
aktif terletak disepanjang pemekaran lantai samudera. Ada tiga jalur gunungapi
aktif yang berhubungan dengan aktivitas tektonik global, yaitu sepanjang
pematang kerak samudera (pusat pemekaran kerak samudera), palung laut dalam
(zona subduksi) dan pada kerak buminya sendiri (gambar 1).

Gambar 1. Penyebaran aktivitas magma pada kerak bumi

Vulkanisme pada pusat pemekaran kerak samudera. Volume batuan volkanik


yang terbesar terdapat di sepanjang pematang dasar samudera, dimana terjadi
pemekaran kerak samuder. Pada waktu kerak bumi saling menjauh, tekanan di
bawah kerak bumi menurun. Penurunan tekanan ini menyebabkan penurunan titik
lebur batuan penyusun mantel bumi. Akibatnya terbentuklah magma basaltik
dalam jumlah yang sangat besar yang berasal dari peleburan batuan penyusun
mantel bumi. Magma ini naik ke atas dan mengisi celah-celah baru akibat
pemekaran kerak bumi.

Sebagian dari magma basaltik tersebut dapat mencapai lantai dasar


samudera dan membentuk aliran lava yang sangat besar. Kadang-kadang aktivitas
ini dapat membentuk kerucut gunungapi hingga muncul ke permukaan laut dan
membentuk pulau-pulau baru. Selain itu, banyak gunungapi dan pulau-[ulau baru
yang terbentuk sepanjang sistem pematang dasar samudera ini akan bergerak
saling menjauh bersamaan dengan terbentuknya kerak samudera yang baru akibat
pemekaran kerak samudera.

Vulkanisme pada zona subduksi. Batuan yang berkomposisi andesitik


dan granitik terdapat di sepanjang tepi samudera yang dibatasi oleh kontinen dan
rantai kepulauan gunungapi. Hanya sebgaian kecil saja dijumpai sebagai bagian
dari gunungapi bawah laut. Selanjutnya kebanyakan gunungapi yang
mengeluarkan magma andesitik dijumpai pada kerak kontinental atau jajaran
pulau-pulau yang terletak berdekatan dengan palung laut dalam.

Pada waktu kerak bumi mencapai kedalaman sekitar 125 km, terjadi
peleburan batuan yang membentuk magma dengan komposisi andesitik. Setelah
terbentuk magma dalam jumlah yang cukup banyak, magma ini akan naik ke atas
karena densitasnya yang lebih kecil dari batuan sekitarnya.

Jalur gunungapi (ring of fire) yang terbentuk di dunia berhubungan erat


dengan zona subduksi. Gunungapi aktif yang terbentuk di sepanjang zona ini
menghasilkan magma dengan komposisi menengah. Gunungapi yang terdapat di
Indonesia pada umumnya merupakan gunugapi dengan tipe ini (Gambar 2).

Volkanisme pada kerak benua. Sebetulnya aktivitas gunungapi pada


kerak bumi yang kaku sangat sulit untuk dijelaskan. Aktivitas semacam ini terjadi
di daerah Yellowstone Amerika Serikat dan daerah sekitarnya menghasilkan lava
riolitik, pumis dan aliran debu volkanik, sementara aliran lava basaltik yang
cukup luas terdapat di bagian baratnya. Batuan tersebut yang komposisinya sangat
bervariasi, saling menutupi satu dengan lainnya.

Karena ekstrusi basaltik terjadi pada kerak kontinen seperti yang terjadi
pada kerak samudera, maka kemungkinan sumber dari magma ini berasal dari
mantel bumi bagian terluar.
Gambar 2. Jalur gunungapi di dunia yang juga merupakan batas-batas
lempeng tektonik

Magma dalam kerak Bumi dapat terbentuk sebagai akibat dari perbenturan
antara 2 (dua) lempeng litosfir, dimana salah satu dari lempeng yang berinteraksi
itu menunjam dan menyusup kedalam astenosfir. Sebagai akibat dari gesekan
yang berlangsung antara kedua lempeng litosfir tersebut, maka akan terjadi
peningkatan suhu dan tekanan, ditambah dengan penambahan air berasal dari
sedimen-sedimen samudera akan disusul oleh proses peleburan sebagian dari
litosfir. Sumber magma yang terjadi sebagai akibat dari peleburan tersebut akan
menghasilkan magma yang bersusunan asam (kandungan unsur SiO2 lebih besar
dari 55%). Sedangkan magma yang bersusunan basa merupakan magma yang
terjadi dan bersumber dari astenosfir. Magma seperti itu didapat di daerah-daerah
yang mengalami gejala regangan yang dilanjutkan dengan pemisahan litosfir.

Dengan demikian maka magma asal yang membentuk batuan-batuan


memiliki sifat asam, intermediet, dan basa. Hal tersebut dikarenakan magma
memiliki karakteristik magma antara lain diferensiasi magma yang merupakan
proses penurunan temperatur magma yang terjadi secara perlahan yang diikuti
dengan terbentuknya mineral-mineral seperti yang ditunjukkan dalam deret reaksi
Bowen. Pada penurunan temperatur magma maka mineral yang pertama kali yang
akan terbentuk adalah mineral Olivine, kemudian dilanjutkan dengan Pyroxene,
Hornblende, Biotite (Deret tidak kontinu). Pada deret yang kontinu, pembentukan
mineral dimulai dengan terbentuknya mineral Ca-Plagioclase dan diakhiri dengan
pembentukan Na-Plagioclase. Pada penurunan temperatur selanjutnya akan
terbentuk mineral K-Feldspar(Orthoclase), kemudian dilanjutkan oleh Muscovite
dan diakhiri dengan terbentuknya mineral Kuarsa (Quartz). Proses pembentukan
mineral akibat proses diferensiasi magma dikenal juga sebagai Mineral
Pembentuk Batuan (Rock Forming Minerals).

Pembentukan batuan yang berkomposisi ultrabasa, basa, intermediate, dan


asam dapat terjadi melalui proses diferensiasi magma. Pada tahap awal penurunan
temperatur magma, maka mineral-mineral yang akan terbentuk untuk pertama
kalinya adalah Olivine, Pyroxene dan Caplagioklas dan sebagaimana diketahui
bahwa mineral-mineral tersebut adalah merupakan mineral penyusun batuan ultra
basa. Dengan terbentuknya mineral-mineral Olivine, pyroxene, dan Ca-Plagioklas
maka konsentrasi larutan magma akan semakin bersifat basa hingga intermediate
dan pada kondisi ini akan terbentuk mineral mineral Amphibol, Biotite dan
Plagioklas yang intermediate (Labradorite – Andesine) yang merupakan mineral
pembentuk batuan Gabro (basa) dan Diorite (intermediate). Dengan terbentuknya
mineral-mineral tersebut diatas, maka sekarang konsentrasi magma menjadi
semakin bersifat asam. Pada kondisi ini mulai terbentuk mineral-mineral K-
Feldspar (Orthoclase), Na-Plagioklas (Albit), Muscovite, dan Kuarsa yang
merupakan mineral-mineral penyusun batuan Granite dan Granodiorite (Proses
diferensiasi magma ini dikenal dengan seri reaksi Bowen).

Selain itu, asimilasi magma yang merupakan suatu proses meleburnya


batuan samping (migling) akibat naiknya magma ke arah permukaan dan proses
ini dapat menyebabkan magma yang tadinya bersifat basa berubah menjadi asam
karena komposisi batuan sampingnya lebih bersifat asam. Apabila magma asalnya
bersifat asam sedangkan batuan sampingnya bersifat basa, maka batuan yang
terbentuk umumnya dicirikan oleh adanya Xenolite (Xenolite adalah fragment
batuan yang bersifat basa yang terdapat dalam batuan asam). Pembentukan batuan
yang berkomposisi ultrabasa, basa, intermediate, dan asam dapat juga terjadi
apabila magma asal (magma basa) mengalami asimilasi dengan batuan
sampingnya.

Sebagai contoh suatu magma basa yang menerobos batuan samping yang
berkomposisi asam maka akan terjadi asimilasi magma, dimana batuan samping
akan melebur dengan larutan magma dan hal ini akan membuat konsentrasi
magma menjadi bersifat intermediate hingga asam. Dengan demikian maka
batuan-batuan yang berkomposisi mineral intermediate maupun asam dapat
terbentuk dari magma basa yang mengalami asimilasi dengan batuan sampingnya.
Klasifikasi batuan beku sangat erat hubungannya dengan komposisi magma. Salah
satu faktor utama yang membedakan bermacam batuan beku adalah kandungan
unsur silika (SiO2) dalam magma (tabel 1).

Tabel 1. Variasi sifat magma dengan komposisi yang berbeda


Karakteristik Basaltik Andesitik Granitik
Kandungan silika Kecil (± 50%) Sedang (± 60%) Besar (± 70%)
Kekentalan Rendah Sedang Tinggi
Kecenderungan membentuk lava Tinggi Sedang Rendah
Kecenderungan membentuk piroklastik Rendah Sedang Tinggi
Titik lebur Tinggi Sedang Rendah

Magma pembentuk batuan beku basalktik (basa) mengandung kira-kira 50%


silika, batuan beku granitik (asam) mengandung sekitar 70% silika, sedangkan
batuan beku andesitik (menengah) mengandung sekitar 60% silika. Jadi dapat
dikatakan bahwa viskositas magma sangat berhubungan dengan kandungan
silikanya. Semakin tinggi kandungan silika dalam magma, maka magma semakin
kental (viskos) dan aliran magma akan semakin lambat. Hal ini disebabkan karena
molekul-molekul silika terangkai dalam bentuk rantai yang panjang, walaupun
belum mengalami kristalisasi. Akibatnya karena lava basaltik kandungan
silikanya rendah, maka lava basaltik cenderung bersifat encer dan mudah
mengalir, sedangkan lava granitik relatif sangat kental dan sulit untuk mengalir
walaupun pada temperatur yang tinggi.
Kandungan gas dalam magma juga akan mempengaruhi terhadap
mobilitas magma. Keluarnya gas dari magma menyebabkan magma menjadi
semakin kental. Selain itu berkurangnya kandungan gas dalam magma dapat pula
menyebabkan tekanan yang cukup kuat untuk mengeluarkan magma melalui
lubang kepundan (kawah gunungapi). Pada waktu magma bergerak naik ke atas
mendekati permukaan bumi pada gunungapi, tekanan magma pada bagian paling
atas akan berkurang. Berkurangnya tekanan akan mengakibatkan lepasnya gas
dari magma dengan cepat. Pada temperatur tinggi dan tekanan yang rendah,
memungkinkan gas untuk mengembangkan volumenya sampai beberapa kali dari
volumenya mula-mula. Magma basaltik yang kandungan gasnya cukup besar,
memungkinkan gas tersebut untuk keluar melalui lubang kepundan gunungapi
dengan relatif mudah. Keluarnya gas tersebut dapat membawa lava yang
disemburkan sampai beberapa meter tingginya seperti air mancur lava. Sedangkan
pada magma yang kental, kandungan gas kurang, akan sulit untuk mengalir.

Material yang dikeluarkan pada erupsi gunungapi


Pada aktivitas gunungapi, material yang keluar pada erupsi gunungapi dapat
berupa lava, rombakan batuan, bongkah lava, material halus, dan debu gunungapi.
Selain itu hampir semua erupsi gunungapi juga mengeluarkan gas dalam jumlah
yang besar.
1. Aliran Lava
Karena kandungan silikanya yang rendah, lava basaltik pada umumnya sangat
encer dan akan mengalir dengan penyebaran yang cukup luas atau membentuk
seperti lidah. Di Kepulauan Hawaii, lava semacam ini dapat mengalir dengan
kecepatan sampai 30 km/jam pada kemiringan yang besar. Pada waktu lava
basaltik dari tipe Hawaii ini mengalami pembekuan, lava ini akan membentuk
permukaan yang licin dan kadang-kadang membentuk kerutan pada
permukaannya karena pada bagian dalam lava ini masih cair dan masih tetap
mengalir. Kenampakan yang demikian disebut pahoehoe lava atau sering juga
disebut ropy lava karena bentuknya seperti tali yang dipintal. Kenampakan
lainnya yang dapat dibentuk oleh aliran lava basaltik adalah lava dengan
permukaan kasar, terbentuk blok-blok dengan sisi-sisi yang tajam.
Kenampakan yang demikian disebut aa lava atau block lava. Aliran dari lava
aa relatif dingin dan tebal dan tergantung pada kemiringan lereng,
kecepatannya berkisar antara 5 sampai 50 m/jam. Selain itu keluarnya gas dari
lava pada waktu proses pembekuannya akan menghasilkan lubang-lubang dan
kenampakan seperti duri yang tajam pada permukaannya. Pada waktu bagian
dalam dari lava ini mengalami pembekuan, bagian luarnya akan hancur dan
memberikan kenampakan blok-blok yang sejajar dengan aliran lavanya.

Gambar 3. Block lava yang telah membeku

2. Gas
Magma mengandung bermacam gas yang terlarut karena adanya tekanan yang
besar di dalamnya. Begitu tekanan magma berkurang, maka gas-gas tersebut
akan keluar dari dalam magma. Kandungan gas di dalam kebanyakan magma
diperkirakan sekitar 1 sampai 5 % dari total berat magma dan kebanyakan dari
jumlah ini adalah uap air. Meskipun jumlah gas di dalam magma relatif kecil,
tetapi gas yang dapat dikeluarkan dari magma diperkirakan dapat mencapai
beribu-ribu ton setiap harinya. Analisis yang pernah dilakukan pada erupsi
gunungapi di Hawaii menghasilkan komposisi gas terdiri dari 70% uap air,
15% karbon dioksida, 5% nitrogen, 5 % sulfur dan dalam jumlah sedikit
adalah klor, hidrogen dan argon.

3. Material piroklastik
Pada waktu lava yang bersifat basal dikeluarkan, gas-gas yang terlarut akan
dengan mudah dilepaskan. Gas-gas tersebut dapat juga menyemburkan lava
sangat tinggi ke udara. Sehingga menghasilkan semacam air mancur lava.
Sebagian dari material yang dikeluarkan akan diendapkan di sekitar lubang
kawahnya dan membentuk struktur kerucut pada gunungapi tersebut.
Sedangkan material yang lebih halus akan terbawa oleh angin sampai jarak
yang cukup jauh dari lubang kawahnya. Sebaliknya kandungan gas pada
magma yang mempunyai kekentalan yang tingggi akan sangat sulit dilepaskan
dan dapat memperbesar tekanan dalam magma itu sendiri, sehingga dapat
menimbulkan erupsi yang eksplosif. Pada waktu gas tersebut dilepaskan,
disemburkan juga material-material padat dari batuan dan lava dengan ukuran
yang sangat bervariasi. Material yang dilepaskan pada proses ini disebut
material piroklastik. Ukuran material piroklastik ini mulai dari debu yang
sangat halus, pasir bahkan sampai bongkah yang sangat besar.

Partikel yang berukuran debu (ash) dihasilkan oleh lava yang dikeluarkan
banyak mengandung gas. Pada waktu gas yang panas ini disemburkan, lava
akan terikut disemburkan menjadi partikel-partikel yang halus. Pada waktu
debu yang halus ini jatuh, gelas shard yang menyusunnya akan membentuk
welded tuff. Kadang-kadang lava yang terbentuk seperti busa dikeluarkan
juga pada waktu erupsi dan akan membentuk pumis. Batuan ini mengandung
banyak rongga, sangat ringan dan mengapung dalam air, sehingga sering
disebut batuapung. Material piroklastik yang berukuran sebesar kacang
disebut lapili (batu kecil) dan yang berukuran lebih besar sering disebut
cinder. Cinder ini mengandung banyak rongga.
Material hasil erupsi gunungapi yang terakumulasi di puncak dan belum
mengalami kompaksi dengan baik dapat dengan mudah longsor ke bawah.
Apabila longsoran ini bercampur dengan air hujan atau air yang terdapat di
dalam kawah, maka akan menghasilkan lahar atau ladu. Lahar yang
dihasilkan dari campuran antara material gunungapi dengan air hujan disebut
lahar dingin atau lahar hujan. Sedangkan yang bercampur dengan air yang
terdapat di kawah gunungapi disebut lahar panas.

Gunungapi dan Erupsi Gunungapi


Erupsi yang terus menerus melalui suatu lubang yang terpusat akan menghasilkan
akumulasi material hasil erupsinya dan membentuk suatu bentuk kerucut yang
disebut gunungapi. Pada puncak gunungapi tersebut terdapat lubang tempat
keluarnya magma yang disebut kawah (crater). Lubang ini berhubungan dengan
dapur magma melalui suatu saluran. Beberapa gunungapi mempunyai kawah yang
sangat besar yang disebut kaldera. Ketika cairan magma naik ke atas, cairan
tersebut akan mengisi lubang kawah atau kepundan sampai penuhbaru kemudian
dialirkan ke luar dari kawah atau kaldera tersebut. Sebaliknya lava yang kental
kadangkala akan menutupi pipa gunungapi dan akan naik ke atas dengan sangat
lambat atau disemburkan keluar sehingga membuat lubang kawah menjadi
tambah luas. Kadang-kadang keluarnya lava tidak selalu melalui lubang kawah
yang terpusat, tetapi melalu rekahan-rekahan yang menuju ke lereng-lereng
gunungapi tersebut. Aktivitas yang terus menerus dari erupsi pada lereng
gunungapi akan membentuk kerucut pada lerengnya yang disebut gunungapi
parasit (parasitic cone). Gunungapi Etna di Italia mempunyai lebih dari 200
kawah sekunder. Beberapa dari kawah sekunder ini hanya mengeluarkan gas pada
waktu erupsinya dan disebut fumarol. Berdasarkan pada karakteristik erupsi dan
bentuk gunungapinya, ahli gunungapi mengelompokkan gunungapi menjadi tiga
tipe, yaitu gunungapi kerucut (cinder cones), composite cones, dan gunungapi
perisai (shield volcanoes) pada gambar 4.
Gambar 4. Jenis-jenis Gunungapi

A. Cinder cones
Gunungapi cinder cones dibentuk dari fragmen-fragmen lava yang
disemburkan. Gunungapi tipe ini membentuk lereng yang cukup terjal sekitar
30° sampai 40°, karena pada umumnya material piroklastik yang membentuk
gunungapi ini cenderung tertumpuk dengan sudut yang besar. Gunungapi tipe
ini relatif rendah sampai 300 m tingginya. Kadang-kadang gunungapi ini
merupakan gunungapi parasit pada gunungapi yang besar.

B. Gunungapi strato
Gunungapi strato sering juga disebut composite cones merupakan bentuk
gunungapi yang sering dijumpai di dunia. Gunungapi tipe ini dibentuk oleh
lava yang relatif kental dan umumnya berkomposisi andesit. Gunungapi strato
dibangun oleh semburan lava kental yang berlangsung lama. Apabila tipe
erupsi berubah maka akan terjadi erupsi yang sangat eksplosif dengan
mengeluarkan material piroklastik. Sebagian besar material piroklastik yang
dikeluarkan diendapkan di sekitar puncaknya sehingga membentuk kerucut
dengan kemiringan lereng yang tajam. Selanjutnya kerucut tersebut akan
tertutup kembali oleh lava. Kadang-kadang kedua erupsi tersebut terjadi
bersama-sama, sehingga menghasilkan suatu struktur batuan yang berlapis,
selang-seling antara lava dan piroklastik. Dua buah gunungapi yang
membentuk kerucut yang sangat ideal adalah Gunung Fujiyama di Jepang dan
Gunung Mayon di Filipina. Kedua gunung tersebut menunjukkan kemiringan
lereng yang terjal di puncaknya dan agak landai ke arah lereng.

C. Gunungapi perisai (shield volcanoes)


Gunungapi perisai (shield volcanoes) dibentuk oleh lava yang encer yang
dikeluarkan oleh gunungapi tersebut. Karena encernya, maka lava yang
dikeluarkan akan menyebar luas dengan mudah. Gunungapi tipe ini disusun
oleh lava basaltik dan hanya sedikit mengandung material piroklastik, serta
dicirikan oleh kemirngan lereng yang sangat landai. Kemiringan lerengnya
pada umumnya kurang dari 15°.

Seperti halnya permukaan bumi lainnya, daerah gunungapi juga mengalami proses
penurunan permukaan yang terus menerus oleh proses pelapukan dan erosi.
Cinder cones sangat mudah mengalami erosi, karena disusun oleh material
piroklastik yang lepas.

Pembentukan Kaldera
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, beberapa gunungapi
mempunyai kawah yang sangat besar yang disebut kaldera. Beberapa kaldera
diperkirakan terbentuk karena runtuhnya dinding kawah yang disebabkan
kosongnya dapur magma setelah erupsi yang sangat hebat.
Beberapa kaldera terisi oleh air dan membentuk danau kawah. Contohnya
adalah danau kawah di Oregon yang mempunyai kedalaman sekitar 1300 meter
dan lebar antara 8 sampai 10 kilometer. Pembentukan danau kawah ini dimulai
kira-kira 7000 tahun lalu ketika gunungapi, yang kemudian diketahui bernama G.
Mazama, meletus dengan hebat untuk ke empat kalinya dengan mengeluarkan
debu. Karena banyaknya material yang dikeluarkan, maka sekitar 1500 meter dari
ketinggian gunung yang 3600 meter, runtuh dan membentuk kaldera yang besar.
Setelah runtuhnya puncak gunungapi ini, air hujan mengisi lubang kaldera
tersebut. Aktivitas magma berikutnya membentuk gunungapi kecil di tengah
danau kawah tersebut.

Gambar 5. Proses Pembentukan Kaldera

Erupsi Celah Memanjang


Erupsi melalui kawah pada puncak gunungapi merupakan erupsi yang
sangat umum terjadi. Tetapi ada juga gunungapi yang kegiatan erupsi melalui
rekahan yang memanjang yang disebut celah (fissures). Material hasil erupsi
melalui celah yang memanjang ini tidak membentuk kerucut tetapi akan menyebar
pada area yang cukup luas dan membentuk dataran tinggi (plateau). Contoh yang
sangat terkenal adalah Columbia plateau di Amerika Serikat. Plateau ini
dihasilkan dari erupsi lava basaltik yang sangat cair melalui rekahan yang sangat
banyak. Aliran lava yang terus menerus setebal 50 meter telah menutupi bentang
alam ditempat tersebut dan membentuk dataran lava, yang dibeberapa tempat
ketebalannya dapat mencapai lebih dari satu kilometer. Lava basaltik ini sangat
encer dengan ditemukannya hasil pembekuan lava tersebut sampai 150 kilometer
dari sumber erupsinya.
Apabila magma yang dikeluarkan melalui erupsi celah banyak
mengandung silika, maka akan dihasilkan aliran piroklastik yang banyak
mengandung debu volkanik dan fragmen pumis. Material piroklastik ini akan
mengalir dengan kecepatan yang tinggi menyebar dan menutupi areal di sekitar
gunungapi tersebut. Setelah diendapkan material piroklastik ini menyerupai aliran
lava.
Endapan aliran piroklastik yang sangat besar dijumpai di beberapa tempat
di dunia dan pada umumnya berassosiasi dengan kaldera. Kemungkinan yang
paling terkenal dari endapan piroklastik ini adalah dataran tinggi Yellowstone di
Baratlaut Wyoming Amerika Serikat. Disini tubuh magma yang besar yang kaya
silika masih dijumpai beberapa kilometer di bawah permukaan. Beberapa kali ada
2 juta tahun terakhir, batuan penutup magma ini mengalami retakan yang
mengakibatkan terjadinya erupsi yang besar yang disertai dengan pembentukan
kaldera.

Bentuk tubuh Batuan Beku Intrusif


Magma yang bergerak naik ke atas dan membeku sebelum mencapai
permukaan bumi akan membentuk batuan beku intrusif atau sering disebut juga
pluton. Pada gambar 6 menunjukkan beberapa tipe tubuh batuan beku intrusif
yang terbentuk akibat pembekuan magma di bawah permukaan bumi. Beberapa
dari bentuk tubuh batuan beku tersebut tabular, sedang yang lainnya besar dan
masif. Selain itu beberapa tubuh batuan tersebut memotong struktur yang telah
ada seperti perlapisan batuan sedimen, sedang yang lainnya sejajar dengan
perlapisan batuan sedimen. Berdasarkan dari bentuknya tersebut tubuh batuan
beku intrusif dapat diklasifikasikan menjadi bentuk masif dan tabular. Sedangkan
berdasarkan orientasinya terhadap struktur batuan disekitarnya, dapat
diklasifikasikan menjadi diskordan, yaitu tubuh batuan beku yang memotong
struktur batuan sedimen, dan konkordan, yaitu yang sejajar dengan struktur
batuan sedimen.

Tubuh batuan intrusif mempunyai variasi ukuran dan bentuk yang sangat
besar. Dike adalah tubuh batuan beku intrusif yang diskordan yang dihasilkan
pada waktu magma menerobos melalui rekahan yang memotong perlapisan
batuan sedimen di sekitarnya. Tubuh batuan beku ini mempunyai ukuran mulai
dari kurang dari satu sentimeter sampai lebih dari satu kilometer. Dike yang
terbesar dijumpai panjangnya sampai lebih dari seratus kilometer. Pada umumnya
dike mempunyai resistensi yang lebih besar dari batuan sekitarnya.

Sill adalah tubuh batuan beku intrusif yang tabular yang terbentuk oleh
magma yang menerobos di sepanjang bidang perlapisan batuan sedimen. Orientasi
bentuk sill sangat bervariasi terutama pada daerah yang sudah mengalami
perlipatan, walaupun bentuk yang mendatar sangat umum dijumpai. Karena
ukurannya yang relatif seragam dengan penyebaran memanjang yang sangat
besar, sill terutama dibentuk oleh magma cair. Oleh sebab itu sill pada umumnya
disusun oleh batuan yang bersifat basaltik, karena magma basaltik mempunyai
sifat yang sangat encer. Karena terobosan magma yang membentuk sill ini,
menyebabkan batuan sedimen yang terletak di atas tubuh sill ini akan mengalami
pengangkatan sesuai dengan ketebalan sill tersebut. Konsekuensi dari hal tersebut
adalah sill pada umumnya terbentuk pada kedalaman yang tidak begitu besar
dimana tekanan yang disebabkan oleh batuan di atasnya relatif kecil.

Kenampakan sill sering sulit dibedakan dengan aliran lava. Perlu


pengamatan yang teliti untuk dapat membedakan keduanya. Ada tiga macam
kenampakan yang dapat membedakan keduanya. Pertama, pada permukaan aliran
lava sering dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya gas pada waktu lava tersebut
membeku. Sedangkan pada batuan beku sill rongga-rongga tersebut tidak
terbentuk karena proses pendinginannya yang berlangsung lambat. Kedua, pada
waktu cairan magma bersentuhan dengan batuan disekitarnya, akan terjadi
perubahan pada batuan tersebut karena panas dari magma. Proses ini pada sill
akan terjadi pada bagian bawah dan atas dari tubuh sill. Sedangkan pada aliran
lava, proses ini hanya terjadi pada bagian bawah lava. Ciri yang ketiga, ketika
magma yang panas bersentuhan dengan batuan disekitarnya yang dingin, magma
yang bersentuhan dengan batuan tersebut akan membeku dengan cepat dan
membentuk tekstur yang sangat halus yang disebut chilled margin. Sill
membentuk chilled margin pada kedua sisinya, atas dan bawah, sedangkan lava
hanya membentuk chilled margin pada bagian bawahnya saja.
Lakolit merupakan tubuh batuan beku seperti sill, karena lakolit terbentuk
oleh magma yang menerobos diantara perlapisan batuan sedimen pada kondisi
lingkungan yang tidak begitu jauh dari permukaan bumi. Tetapi tidak seperti sill,
magma yang membentuk lakolit lebih kental, sehingga magma tersebut akan
menghasilkan bentuk lensa yang tebal dan akan mengangkat batuan sedimen yang
ada di atasnya menjadi cembung. Jadi batuan beku lakolit dapat dikenali dengan
mudah karena permukaan tubuhnya menunjukkan kenampak seperti kubah.

Tubuh batuan beku intrusif yang terbesar adalah batolit. Beberapa tubuh
batolit yang telah dikenali ada yang ukurannya mencapai lebih dari 40.000 km2.
Tubuh batuan beku yang masif dan diskordan ini biasanya disusun oleh batuan
dengan komposisi mineral hampir seperti granit. Batolit yang kecil mempunyai
struktur relatif sederhana dan disusun oleh satu jenis batuan beku. Dari studi
tubuh batolit diketemukan disusun oleh bermacam jenis batuan beku yang
dihasilkan dari beberapa kali terobosan pada jangka waktu yang relatif lama
(jutaan tahun). Batolit pada umumnya merupakan inti dari suatu sistem
pegunungan. Pada tempat tersebut proses pengangkatan dan erosi akan
memindahkan batuan yang menutupinya sehingga tubuh batuan beku batolit ini
akan tersingkap di permukaan.

Stock merupakan tubuh batuan beku intrusif yang ukurannya lebih kecil
dari batolit. Luas permukaannya kurang dari 100 km2. Stock dapat merupakan
pluton yang kecil atau bagian dari tubuh batuan beku yang sangat besar yang tidak
tersingkap oleh proses erosi sehingga menunjukkan kenampakan seperti batolit.
Gambar 6. Bentuk-bentuk tubuh batuan beku dalam (pluton)

Anda mungkin juga menyukai