Anda di halaman 1dari 3

Info Aktual

Info Aktual Home

Waspadai Formalin dan Boraks


Informasi Lama yang Sering Diabaikan

Rabu, 11 Januari 2006

Belakangan, Neneng Hartawati, warga Bekasi semakin bingung memilih makanan yang akan dimasak dan
juga jajanan yang aman bagi kedua anaknya yang duduk di sekolah dasar. "Mau masak sesuatu harus berpikir
dua kali dari biasanya. Membeli jajanan bagi anakpun sulit. Rasanya kok semua menjadi tidak aman."
cetusnya.

Perempuan berusia 37 tahun ini mengatakan, semakin banyak informasi penggunaan formalin , boraks, zat
pewarna dan sebagainya, semakin dia bingung. "Bagaimana tidak, sepertinya hampir semua makanan
menggunakan bahan-bahan itu. Di sekolah misalnya, pemanis buatan, pewarna tambahan, hampir ada di
semua jajanan. Lama-lama saya jadi tambah bingung.

Untunglah Neneng tertolong dengan kebiasaan anaknya yang tidak terlalu suka jajan. Untuk mengalihkan
perhatian anak-anaknya, dia membekali berbagai kue buatan sendiri. Dan untungnya lagi, kedua anaknya
termasuk sensitif terhadap berbagai pengawet dan pemanis buatan. Setiap jajan makanan yang mengandung
zat-zat tersebut, biasanya langsung batuk. "Jadi mereka sudah tahu sendiri resikonya, dan berusaha
menghindarinya," paparnya.

Neneng bisa jadi agak beruntung. Tetapi tidak semua orang tua seberuntung Neneng. Kondisi ekonomi
terkadang tidak memungkinkan mereka memilih makanan berkualitas yang biasanya diikuti dengan dengan
harga mahal. Namun paling tidak munculnya pengunaan formalin secara tidak langsung menggugah
kesadaran para ibu untuk lebih berhati-hati memilih makanan ataupun jajanan.

Saat ini, di pasaran memang masih banyak beredar makanan dan minuman yang menggunakan bahan
tambahan pangan (BTP) berbahaya.

Produk pangan tidak terdaftar seperti banyak dijual di sekolah-sekolah masih menjadi ancaman. Banyak yang
masih menggunakan BTP berbahaya dan juga melakukan pengolahan kurang higienis.

Umumnya, para penjual menggunakan BTP berbahaya untuk memperbaiki tekstur, rasa dan warna. Beberapa
bahan kimia bersifat toksik atau beracun, jika terus dikonsumsi bisa menyebabkan berbagai penyakit, bahkan
kematian. Sebenarnya informasi seperti itu bukanlagi barang baru, namun toh tetap banyak digunakan
masyarakat.

"Dalam hal ini, penyebaran informasi, penyuluhan, dan juga pengawasan harus secara rutin dilakukan. Sekali
saja longgar, pasti akan terulang lagi. Masalah seperti ini berkaitan juga dengan bisnis dan juga kondisi
ekonomi," ujar Mia, 34, ibu rumah tangga yang juga pegawai perusahaan swasta di Jakarta, ketika dimintai
komentar tentang maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan.

http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/formalin/formalin110106.htm (1 of 3)17/09/2006 12:26:17


Info Aktual

Berkaitan dengan kebutuhan informasi, akhir pekan lalu, Dedi Fardiaz, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan
Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM menyebutkan, bahan yang ditambahkan ke dalam makanan bisa dibagi
menjadi dua. Pertama, BTP yang diizinkan untuk digunakan dengan jumlah penggunaan maksimum, serta
BTP yang dilarang digunakan untuk pangan. "Pada kenyataannya, banyak BTP yang dilarang, namun masih
sering ditemukan dalam makanan olahan. Antara lain, pewarna merah rhodamin B, boraks, atau asam borat
(boric acid) dan senyawanya, serta formalin," ungkapnya.

Rhodamin B ialah pewarna merah terang yang diproduksi untuk industri tekstil. Bahan tersebut biasanya
dikemas ulang dalam plastik kecil dan tidak berlabel, sehingga dapat terbeli oleh industri kecil untuk pewarna
makanan.

Rhodamin B bersifat racun dan dapat menyebabkan kanker. Kelebihan dosis makanan ini dapat menyebabkan
keracunan. Berbahaya jika tertelan, terhirup, ataupun terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi iritasi
pada paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Zat warna ini bukan hanya disalahgunakan pada
makanan, tetapi juga bahan baku kosmetik.

Sedangkan boraks biasanya digunakan pada deterjen. Sifatnya sangat beracun, sehingga sama sekali tidak
boleh dipakai untuk campuran makanan. Asam borat yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan mual,
muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, hingga kematian.
Meski sangat berbahaya, namun di pasaran masih sering ditemui penggunaan boraks untuk makanan.
Tujuannya memperbaiki warna, tekstur serta rasa.

Bagaimana dengan formalin? Zat yang belakangan mencuat karena ditemui di ayam, tahu, dan mie ini biasa
digunakan dalam industri plastik, anti busa, bahan konstruksi, kertas, tekstil, cat dan mebel. Formalin juga
digunakan untuk mengawetkan mayat.

Berbagai penelitian,menunjukkan formalin dapat menyebabkan kanker (karsinogen) dan menimbulkna rasa
terbakar pada tenggorokan serta perut jika terminum. Sedikitnya 30 ml (sekitar 2 sendok makan) formalin
dapat menyebabkan kematian.

Dalam sebuah jumpa pers kepada wrtawan beberapa waktu lalu, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia mengingatkan bahaya formalin. Selain menyebabkan kanker, formalin
terbukti bersifat korosif dan iritatif.

Uap formalin sangat berbahaya jika terhirup saluran pernapasan, dan iritatif jika tertelan atau terkena mata.
Jika sampai tertelan, orang tersebut harus segera mengkonsumsi air putih sebanyak-banyaknya, dan juga
mengosongkan lambung. Selain itu, formalin juga dapat merusak sistem saraf (neurotoksik).

Selain, pewarna merah, boraks, dan formalin, BTP berbahaya lain yang sering ditemui dalam makanan ialah
asam salisilat, dietilpirokarbonat, dulsin (pemanis buatan), kalium klorat (pengoksidasi, pemutih, desinfektan),
antibiotik kloramfenikol, kalium bromat, serta minyak nabati yang dibrominasi, biasanya digunakan sebagai
emulsifier. "Semua yang disebutkan itu sangat berbahaya. Karena itu masyarakat harus lebih berhati-hati," ujar
Dedi.

Sumber : Koran Media Indonesia No. 9157/Tahun XXXVI

Back to Top | Home

http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/formalin/formalin110106.htm (2 of 3)17/09/2006 12:26:17


Info Aktual

http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/formalin/formalin110106.htm (3 of 3)17/09/2006 12:26:17

Anda mungkin juga menyukai