Anda di halaman 1dari 18

F3.

JUDUL: KONSELING ANEMIA DALAM KEHAMILAN PADA IBU HAMIL


SAAT ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS SUKOHARJO

LATAR BELAKANG
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi dengan kadar hemoglobin di bawah 11gr% pada
trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5gr% pada trimester 2, nilai batas tersebut dan perbedaannya
dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2. Darah
bertambah banyak dalam kehamilan yang tidak diimbangi dengan jumlah plasma menyebabkan
pengenceran darah. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologis
dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Defisiensi zat besi bukan satu-satunya penyebab
anemia, tetapi ketika prevalensi anemia meningkat, kekurangan zat besi merupakan penyebab
utama dan ibu hamil mempunyai risiko yang tinggi untuk mengalami anemia defisiensi zat
besi. Menurut WHO kebutuhan zat besi yang besar (1000 mg) selama hamil tidak cukup apabila
didapatkan dari makanan saja, sehingga harus dibantu dengan suplementasi tablet besi
(Kemenkes RI. 2014).

PERMASALAHAN
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan target Millenium Development Goals
(MDG’s) adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.Perdarahan menempati
persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%). Anemia dan Kekurangan Energi Kronik
(KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan (Kemenkes RI, 2014).
Kekurangan zat besi sejak sebelum kehamilan bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil
menderita anemia. Diperkirakan bahwa angka kejadian anemia mencapai 12,8% dari kematian
ibu selama kehamilan dan persalinan di Asia. Dan prevalensi anemia defisiensi besi pada ibu
hamil Indonesia sebesar 50,5% (Kemenkes RI. 2014).

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

Konseling dan edukasi pada ibu hamil dengan anemia mengenai efek anemia pada
perkembangan bayi, perlunya kontrol ulang kadar Hb, dan pentingnya rutin untuk
mengkonsumsi pil tambah darah.

PENATALAKSANAAN
Konseling dan Edukasi meliputi:
1. Tanda dan gejala anemia:
a. Mudah lelah, lesu, lunglai, letih dan mudah lupa
b. Mudah merasa ngantuk
c. Wajah menjadi lebih pucat
d. Memiliki kebiasaan makan yang aneh
e. Sering merasa pusing dan mata berkunang-kunang
2. Risiko anemia pada kehamilan:
a. Melahirkan bayi prematur
b. Bayi dapat lahir dengan cacat bawaan
c. Mengalami depresi setelah kehamilan
d. Membutuhkan transfusi darah jika mengalami kehilangan darah yang cukup
banyak
e. Anak yang dilahirkan bisa terganggu perkembangannya.
f. Melahirkan dengan risiko.
3. Pencegahan anemia.
a. Konsumsi secara rutin suplementasi tambah darah yang diberikan.
b. Pemeriksaan darah berulang untuk mengetahui kadar Hb.
c. Konsumsi makanan yang bergizi utamanya yang mengandung banyak zat Fe,
seperti daging merah, kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan serta
mengurangi konsumsi teh dan kopi.
4. Pentingnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil. Ibu hamil memerlukan jumlah Fe yang
lebih banyak karena sebagian akan digunakan janin dalam perkembangan. Maka dari
itu, untuk memenuhi jumlah zat Fe yang cukup untuk ibu hamil dan janinnya maka
diperlukan suplementasi tambahan.
MONITORING DAN EVALUASI
Setiap ibu hamil dengan anemia disarankan untuk rutin mengecek kadar Hb di puskesmas
(dievaluasi dengan jumlah kunjungan pada buku KMS) dan patuh dalam mengkonsumsi
suplementasi tambah darah (dievaluasi dengan jumlah tablet yang tersisa).

F1. PENYULUHAN TENTANG CARA CUCI TANGAN YANG BENAR DALAM


UPAYA MENCEGAH PENULARAN COVID-19

LATAR BELAKANG
Di awal tahun 2020 ini, dunia dikagetkan dengan kejadian infeksi berat dengan penyebab yang
belum diketahui, yang berawal dari laporan dari Cina kepada World Health Organization
(WHO) terdapatnya 44 pasien pneumonia yang berat di suatu wilayah yaitu Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, China, tepatnya di hari terakhir tahun 2019 Cina. Dugaan awal hal ini terkait
dengan pasar basah yang menjual ikan, hewan laut dan berbagai hewan lain. Pada 10 Januari
2020 penyebabnya mulai teridentifikasi dan didapatkan kode genetiknya yaitu virus corona
baru. Penelitian selanjutnya menunjukkan hubungan yang dekat dengan virus corona penyebab
Severe Acute Respitatory Syndrome (SARS) yang mewabah di Hongkong pada tahun 2003,
hingga WHO menamakannya sebagai novel corona virus (nCoV19). Tidak lama kemudian
mulai muncul laporan dari provinsi lain di Cina bahkan di luar Cina, pada orangorang dengan
riwayat perjalanan dari Kota Wuhan dan Cina yaitu Korea Selatan, Jepang, Thailand, Amerika
Serikat, Makau, Hongkong, Singapura, Malaysia hingga total 25 negara termasuk Prancis,
Jerman, Uni Emirat Arab, Vietnam dan Kamboja. Ancaman pandemik semakin besar ketika
berbagai kasus menunjukkan penularan antar manusia (human to human transmission) pada
dokter dan petugas medis yang merawat pasien.
Saat ini hampir seluruh negara di dunia menghadapi virus ini sehingga WHO menetapkan
sebagai pandemi COVID 19. Di Indonesia kasus COVID-19 terus meningkat setiap harinya
sampai bulan Oktober 2020 kasus di Indonesia mencapai angka 350.000 jiwa terjangkit virus
ini dengan angka kematian mencapai 13.000 jiwa. Hal ini menetapkan Indonesia berada pada
urutan atas negara dengan jumlah kematian tinggi karena COVID-19.
PERMASALAHAN
Virus yang menyebabkan COVID-19 terutama ditransmisikan melalui droplet (percikan air liur)
yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau mengembuskan nafas. Droplet ini
terlalu berat dan tidak bisa bertahan di udara, sehingga dengan cepat jatuh dan menempel pada
lantai atau permukaan lainnya.
Penularan dapat terjadi ketika seseorang saat menghirup udara yang mengandung virus jika
berada terlalu dekat dengan orang yang sudah terinfeksi COVID-19 serta dapat tertular jika
menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi lalu menyentuh mata, hidung, atau mulut.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan melakukan 3M, memakai masker, mencuci
tangan, dan menjaga jarak. Namun pengetahuan masyarakat terkait langkah cuci tangan yang
benar masih sangat rendah.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

Penyuluhan terhadap pengunjung Puskesmas Sukoharjo dan memberikan demo mengenai


langkah cuci tangan 6 langkah sesuai rekomendasi WHO.

PENATALAKSANAAN
Melakukan penyuluhan serta demo mengenai 6 langkah cuci tangan menurut WHO.
1. Basahi tangan, gosok sabun pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua telapak
tangan secara lembut dengan arah memutar 
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan. Bilas dengan air bersih
dan keringkan
Cuci tangan dilakukan minimal 40 detik jika menggunakan sabun dan 20 detik jika
menggunakan alkohol dengan kandungan minimal alkohol sebesar 60%. 5 waktu penting cuci
tangan yaitu:
1. Sebelum makan
2. Setelah BAB
3. Sebelum menjamah makanan
4. Sebelum menyusui dan memegang bayi/anak
5. Setelah beraktifitas
Dengan adanya wabah ini maka penting untuk sering cuci tangan terutama sebelum memegang
area wajah utamanya mata, hidung dan mulut. Pada pengunjung puskesmas dihimbau untuk cuci
tangan sebelum memasuki area pemeriksaan dan setelah meninggalkan area pemeriksaan.

MONITORING DAN EVALUASI


Meminta audiens untuk menirukan gerakan cuci tangan yang benar dan menyarankan untuk
selalu menerapkan 3M.

F4. PENILAIAN STATUS GIZI BALITA PADA POSYANDU BALITA DALAM ERA
TANGGAP DARURAT COVID-19

LATAR BELAKANG
COVID-19 telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO (WHO,2020). Dan juga telah
dinyatakan Kepala Badan nasional penanggulangan Bencana melalui Keputusan nomor 9 A
Tahun 2020 diperpanjang melalui Keputusan nomor 13 A tahun 2020 sebagai Status Keadaan
Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia. Selanjutnya
dikarenakan peningkatan kasus dan meluas antar wilayah, Pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Nasional Berskala Besar dalam Rangka
percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan Keputusan Presiden no 11
tahun 2020 yang menetapkan Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, kemudian diperbaharui
dengan Keputusan Presiden No. 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana non alam penyebaran
COVID-19 sebagai Bencana Nasional. Di sisi lain, Pemerintah mempunyai tanggung jawab
untuk menjamin setiap warga negara termasuk anak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
dasar yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah no 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan
Minimal dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 4 tahun 2019 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Pelayanan Kesehatan Balita didalamnya meliputi pemantauan pertumbuhan, perkembangan,
pemberian imunisasi dasar dan lanjutan, kapsul vitamin A dan tatalaksana balita sakit jika
diperlukan.
PERMASALAHAN

Balita merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan, terutama
masalah gizi kurang atau buruk. Hal inidisebabkan karena pada saat fase balita akan terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Masalah gizi umumnya disebabkan oleh dua
faktor, faktor yang pertama yakni faktor langsung yang berhubungan dengan asupan gizi atau
konsumsi makanan terhadap zat gizi tertentu dan penyakit infeksi. Faktor yang kedua adalah
faktor tidak langsung berupa pengetahuan ibu tentang makanan bergizi, pendidikan orang tua,
pendapatan dalam keluarga. Oleh sebab itu, kegiatan posyandu balita berfungsi untuk memantau
tumbuh kembang anak (pengukuran BB, TB, dan Lingkar Kepala) agar jika ditemukan kondisi
gizi kurang atau gizi buruk, dapat dilakukan penanganan awal dengan cepat.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

Pelaksanaan posyandu balita pada era new normal disesuaikan dengan pedoman kemenkes
mengenai syarat-syarat dilaksanakannya posyandu dengan tetap mematuhi protokol kesehatan
secara ketat dan menempatkan lokasi posyandu di ruang terbuka serta menginfokan terlebih
dahulu kepada warga yang memiliki balita untuk datang secara bergantian (tidak berkelompok),
memakai masker baik balitanya maupun pengantarnya, tidak datang ke posyandu jika anak
sedang sakit/dirinya sendiri sakit.

PENATALAKSANAAN
Kegiatan posyandu dilakukan di ruang terbuka dengan 5 meja. Petugas dan kader posyandu
memakai alat pelindung diri sesuai standar (APD level 2). Penatalaksanaan meliputi:
1. Balita datang di skrinning suhu dan adanya keluhan lain.
2. Balita dan pengantar di wajibkan untuk cuci tangan terlebih dahulu
3. Dilakukan penimbangan BB dengan timbangan injak untuk mengurangi kontak antar
balita, pengukuran TB/PB, pengukuran lingkar kepala
4. Pencatatan hasil
5. Plotting hasil pada buku KMS
6. Melakukan konseling mengenai status gizi anak dan edukasi untuk selalu memberikan
makanan bergizi dan seimbang, jika ditemukan anak dengan gizi kurang/buruk maka
dilakukan intervensi awal.
7. Pemberian makanan tambahan dan menghimbau untuk langsung pulang.
MONITORING DAN EVALUASI
1. Evaluasi kepatuhan ibu dan balita dalam mematuhi peraturan new normal
2. Evaluasi kesiapan petugas dalam adaptasi posyandu di era new normal (APD, alat
pengecek suhu, dan fasilitas cuci tangan)
3. Evaluasi mengenai antusias dan pengetahuan ibu terkait status gizi anak serta
pemahaman ibu terkait edukasi pentingnya makanan sehat, bergizi dan seimbang.

F5. BULAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH ERA ADAPTASI BARU

LATAR BELAKANG
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak
akan menderita penyakit tersebut. Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk
mempertahankan tingkat kekebalan di atas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang
masa perlindungan. Pelaksanaan kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dilaksanakan
oleh puskesmas dan monitoring dilakukan oleh dinas kesehatan.

PERMASALAHAN
Imunisasi yang telah diperoleh dari bayi belum cukup untuk melindungi terhadap penyakit,
sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap tingkat kekebalan
yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi, pada usia sekolah anak-anak mulai berinteraksi
dengan lingkungan baru dan bertemu dengan lebih banyak orang sehingga beresiko tertular atau
menularkan penyakit. Pada tahun 2002 sebanyak 777.000 di antaranya 202.000 berasal dari
Negara ASEAN, dan 15% dari kematian campak tersebut berasal dari Indonesia. Diperkirakan
30.000 anak Indonesia meninggal tiap tahunnya disebabkan komplikasi campak, artinya 1 anak
meninggal tiap 20 menit karena setiap tahunnya lebih dari 1 juta anak Indonesia belum
terimunisasi campak.
PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

Seluruh sekolah dasar di wilayah Kecamatan Sukoharjo diberikan imunisasi MR pada siswa
kelas 1 SD dan imunisasi HPV (program baru pemerintah) pada setiap siswa putri kelas 5 SD.

PELAKSANAAN
Setiap siswa diberikan informasi terlebih dahulu melalui guru/wali kelas mengenai kegiatan
imunisasi di era adaptasi baru. Siswa diwajibkan datang menggunakan masker dan mematuhi
protokol kesehatan. Pelaksanaan kegiatan:
1. Petugas bersiap dengan APD sesuai standar
2. Siswa yang datang dilakukan pengecekan suhu tubuh dan diwajibkan cuci tangan
3. Siswa diberikan imunisasi sesuai program
4. Siswa diberikan obat untuk pereda nyeri/ demam jika muncul
5. Siswa menunggu sekitar 10 menit diluar ruangan dengan tetap mematuhi peraturan jaga
jarak untuk melihat adanya KIPI.
6. Siswa dihimbau untuk segera pulang jika masa observasi sudah selesai.

EVALUASI DAN MONITORING


Evaluasi mengenai kepatuhan siswa dalam melaksanakan peraturan adaptasi baru.
Evaluasi adanya kejadian ikutan paska imunisasi.

F2. SOSIALISASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT


LATAR BELAKANG
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene
dan sanitasi melalui pemberdayaan dengan metode pemicuan. Tujuan STBM adalah untuk
mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat yang meliputi 3 komponen yaitu penciptaan lingkungan yang
mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi, peningkatan penyediaan sanitasi dan
pengembangan inovasi sesuai dengan konteks wilayah.

PERMASALAHAN
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait permasalahan air minum, higiene dan sanitasi masih
sangat besar. Hasil Risert Kesehatan Dasar 2010 menunjukknan penduduk yang melakukan BAB
numpang di tetangga sebesar 6,7%, menngunakan jamban tidak sehat 25% dan 17,7% BAB
disembarang tempat (Definisi JMP). Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di
Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat mencuci tangan dilakukan: (i) setelah buang air besar
12%; (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%; (iii) sebelum makan 14%; (iv) sebelum
memberi makan bayi 7%; dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Studi BHS lainnya
terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukkan 99,20% telah merebus air
untuk keperluan air minum, akan tetapi 47,50% dari air tersebut masih mengandung Eschericia
coli. Implikasinya, diare, yang merupakan penyakit berbasis lingkungan menjadi penyebab
nomor satu kematian bayi di Indonesia, yaitu 42% dari total angka kematian bayi usia 0-11
bulan. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sejumlah 460 balita
setiap harinya (Riset Kesehatan Dasar 2010).

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

Penyuluhan terpadu terhadap seluruh kader desa Kelurahan Begajah untuk melakukan penilaian
indikator STBM di lingkup daerahnya.

PELAKSANAAN

Seluruh kader desa Kelurahan Begajah Sukoharjo berkumpul dan diberikan pengertian mengenai STBM.
Dijelaskan juga mengenai indikator-indikator STBM yaitu:
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan, kondisi ketika setiap individu dalam suatu
komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi
menyebarkan penyakit. Perilaku stop buang air besar sembarangan diwujudkan melalui
kegiatan paling sedikit terdiri atas:

a. Membudayakan perilaku buang air besar sehat yang dapat memutus alur kontaminasi
kotoran manusia sebagai sumber penyakit secara berkelanjutan.
b. Menyediakan dan memelihara sarana buang air besar yang memenuhi standar dan
persyaratan kesehatan.

2. Cuci Tangan Pakai Sabun, perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang
mengalir dan sabun. Perilaku cuci tangan pakai sabun diwujudkan melalui kegiatan
paling sedikit terdiri atas:

a. Membudayakan perilaku cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun
secara berkelanjutan
b. Menyediakan dan memelihara sarana cuci tangan yang dilengkapi dengan air
mengalir, sabun, dan saluran pembuangan air limbah.

3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga, melakukan kegiatan mengelola air
minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari
sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip
higiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga. Perilaku
pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga diwujudkan melalui kegiatan paling
sedikit terdiri atas:

a. Membudayakan perilaku pengolahan air layak minum dan makanan yang aman dan
bersih secara berkelanjutan.
b. Menyediakan dan memelihara tempat pengolahan air minum dan makanan rumah
tangga yang sehat.

4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga, melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah


tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang, dan mendaur ulang.
Perilaku pengamanan sampah rumah tangga diwujudkan melalui kegiatan paling sedikit
terdiri atas:

a. Membudayakan perilaku memilah sampah rumah tangga sesuai dengan jenisnya dan
membuang sampah rumah tangga di luar rumah secara rutin.
b. Melakukan pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan pengolahan
kembali (recycle).
c. Menyediakan dan memelihara sarana pembuangan sampah rumah tangga di luar
rumah.

5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga, melakukan kegiatan pengolahan limbah cair
di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi, dan dapur yang
memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang
mampu memutus mata rantai penularan penyakit. Perilaku pengamanan limbah cair
rumah tangga diwujudkan melakui kegiatan paling sedikit terdiri atas:

a. Melakukan pemisahan saluran limbah cair rumah tangga melalui sumur resapan dan
saluran pembuangan air limbah.
b. Menyediakan dan menggunakan penampungan limbah cair rumah tangga.
c. Memelihara saluran pembuangan dan penampungan limbah cair rumah tangga.

MONITORING DAN EVALUASI


Memberikan kesempatan untuk kader menanyakan hal yang kurang jelas. Pengumpulan hasil
penilaian indikator kepada pihak Puskesmas Sukoharjo jika sudah selesai. Menilai indikator yang
masih kurang dalam penilaian dan mengupayakan perbaikan.
F2. PENINJAUAN SALURAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

LATAR BELAKANG
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) adalah perlengkapan pengelolaan air limbah bisa berupa pipa
atau pun selainnya yang dipergunakan untuk membantu air buangan dari sumbernya sampai ke tempat
pengelolaan atau ke tempat pembuangan. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) merupakan sarana
berupa tanah galian atau pipa dari semen atau pralon yang berfungsi untuk membuang air cucian, air
bekas mandi, air kotor/bekas lainnya.

Saluran air limbah sangat penting untuk direncanakan dalam utilitas bangunan gedung/rumah. Bukan
hanya karena perannya yang vital dalam menyalurkan benda atau zat yang tidak dibutuhkan oleh
penggunanya, serta bahkan bahan-bahan yang beracun, saluran limbah sering merupakan saluran yang
pertama harus dibuat secara fisik ketika gedung mulai didirikan. Pengaruhnya sangat nampak jelas,
misalnya pada perletakannya yang tidak boleh berdekatan atau saling mengganggu dengan saluran air
minum/air bersih lainnya. Bila hal ini sampai terjadi, perbaikan biasanya merupakan tindakan yang rumit
serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

PERMASALAHAN

Setiap hari, setiap rumah tangga menghasilkan limbah yang bila tidak ditangani dengan baik
akan berdampak buruk bagi kondisi lingkungan. Limbah rumah tangga merupakan buangan
berbentuk cair dan padat baik dari dapur, kamar mandi dan cucian. Limbah ini selain ber -
bahaya bagi lingkungan, juga mengganggu kesehatan manusia. Sebab dalam lim bah tersebut
banyak terdapat kuman dan bakteri yang menyebabkan banyak penyakit.
Air limbah merupakan air bekas yang berasal dari kamar mandi, dapur atau cucian yang dapat
mengotori sumber air seperti sumur, kali ataupun sungai serta lingkungan secara keseluruhan.
Banyak dampak yang ditimbulkan akibat tidak adanya SPAL yang memenuhi syarat kesehatan.
Hal yang pertama dirasakan adalah mengganggu pemandangan, dan terkesan jorok karena air
limbah mengalir kemana-mana. Selain itu, air limbah juga dapat menimbulkan bau busuk
sehingga mengurangi kenyamanan khususnya orang yang melintas sekitar rumah tersebut. Air
limbah juga bisa dijadikan sarang nyamuk yang dapat menularkan penyakit seperti malaria serta
yang tidak kalah penting adalah adanya air limbah yang melebar membuat luas tanah yang
seharusnya dapat digunakan menjadi berkurang.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

Peninjauan langsung Saluran Pembuangan Air Limbah rumah tangga di desa padat penduduk
di wilayah Kelurahan Bulakan. Menilai jarak aman antara SPAL dan akses air bersih warga.

PENATALAKSANAAN
1. Menilai langsung SPAL yang berada di kawasan padat penduduk di Kelurahan
Bulakan. Menilai ketentuan dasar SPAL yang baik dan aman, yaitu:

a. Tidak mencemari sumber air minum yang ada di daerah sekitarnya baik air
dipermukaan tanah maupun air di bawah permukaan tanah.
b. Tidak mengotori permukaan tanah.
c. Menghindari tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah.
d. Mencegah berkembang biaknya lalat dan serangga lain.
e. Tidak menimbulkan bau yang mengganggu.
f. Konstruksi agar dibuat secara sederhana dengan bahan yang mudah didapat dan
murah.
g. Jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 m.

2. Menentukan pembangunan SPAL berikutnya pada rumah tangga dan kawasan yang
masih terdapat genangan air selokan.

EVALUASI DAN MONITORING

- Memberikan edukasi mengenai cara perawatan berkala yang perlu dilakukan yaitu,

1. Saluran setiap hari perlu dibersihkan dengan memakai alat sapu.


2. Jangan membuang benda-benda padat seperti : batu kerikil, kertas, kain, plastik dan
barang-barang lainnya
3. Semua resapan perlu sering dikontrol, agar bagian-bagian yang tersumbat
dibersihkan.

- Menentukan rumah tangga yang perlu dibantu dalam pembuatan SPAL.


- Memperkirakan jumlah alat dan bahan yang diperlukan untuk pembangunan SPAL
selanjutnya.

F6. EDUKASI DIET PADA PENDERITA DIABETES UNTUK MENCAPAI TARGET


GULA DARAH

LATAR BELAKANG
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medis berupa peningkatan kadar glukosa darah
melebihi normal yang menjadi karakteristik beberapa penyakit terutama diabetes melitus di
samping berbagai kondisi lainnya. Diabetes melitus (DM) saat ini menjadi salah satu
ancaman kesehatan global. Berdasarkan penyebabnya, DM dapat diklasifikasikan menjadi 4
kelompok, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional dan DM tipe lain. Pada pedoman
ini, hiperglikemia yang dibahas adalah yang terkait dengan DM tipe 2. Berbagai penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan
prevalensi diabetes melitus tipe 2 di berbagai penjuru dunia. Organisasi WHO memprediksi
adanya peningkatan jumlah penyandang DM tipe 2 yang cukup besar pada tahun-tahun
mendatang. Badan kesehatan WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM tipe 2 di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Prediksi
dari International Diabetes Federation (IDF) juga menjelaskan bahwa pada tahun 2013 –
2017 terdapat kenaikan jumlah penyandang DM dari 10,3 juta menjadi 16,7 juta pada tahun
2045.

PERMASALAHAN
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia
yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM sebesar 14,7%
pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural, sehingga diperkirakan pada tahun 2003 terdapat
sejumlah 8,2 juta penyandang DM di daerah rural. Berdasarkan pola pertambahan penduduk,
diperkirakan bahwa pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20
tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%), maka
diperkirakan terdapat 28 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 13,9 juta di daerah rural.
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh Departemen Kesehatan,
terjadi peningkatan prevalensi DM menjadi 8,5%.Peningkatan tersebut searah dengan prevalensi
obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko diabetes, yaitu 14,8 % pada data RISKESDAS
tahun 2013 menjadi 21,8% pada tahun 2018. Hal ini seiring pula dengan peningkatan prevalensi
berat badan lebih yaitu dari 11,5% menjadi 13,6%, dan untuk obesitas sentral (lingkar pinggang
≥ 90cm pada laki-laki dan ≥ 80cm pada perempuan) meningkat dari 26,6% menjadi 31%. Data-
data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang DM di Indonesia sangat besar dan
merupakan beban yang berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis
atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia
tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta
jiwa, dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural,
sehingga diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang DM di daerah
rural. Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 nanti akan
ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada
urban (14,7%) dan rural (7,2%), maka diperkirakan terdapat 28 juta penyandang diabetes di
daerah urban dan 13,9 juta di daerah rural. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2018 oleh Departemen Kesehatan, terjadi peningkatan prevalensi DM menjadi
8,5%.Peningkatan tersebut searah dengan prevalensi obesitas yang merupakan salah satu faktor
risiko diabetes, yaitu 14,8 % pada data RISKESDAS tahun 2013 menjadi 21,8% pada tahun
2018. Hal ini seiring pula dengan peningkatan prevalensi berat badan lebih yaitu dari 11,5%
menjadi 13,6%, dan untuk obesitas sentral (lingkar pinggang ≥ 90cm pada laki-laki dan ≥ 80cm
pada perempuan) meningkat dari 26,6% menjadi 31%. Data-data di atas menunjukkan bahwa
jumlah penyandang DM di Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang berat untuk dapat
ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan.
Salah satu tatalaksana utama diabetes adalah pengaturan pola makan yang benar.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI


Memberikan edukasi mengenai pola makan pada setiap penderita diabetes yang datang ke Poli
BP Puskesmas Sukoharjo

PENATALAKSANAAN
Konseling dan edukasi mengenai diet pada penderita diabetes meliputi: Variasi makanan dengan
memperhatikan 3J (Jumlah, Jenis, Jadwal)
a. Jumlah Makanan
Jumlah kalori ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan
aktivitas. Batasi penggunaan karbohidrat kompleks seperti : Nasi, lontong, roti, ketan,
jagung, kentang, dll. Dikurangi jumlahnya dari kebiasaan sehari-hari. Hindari
penggunaan sumber karbohidrat sederhana / mudah diserap seperti gula pasir, gula jawa,
sirup, selai, manisan, buah-buahan, susu kental manis, minuman botol ringan, dodol, es
krim, kue-kue manis, bolu, tarcis, abon, dendeng, dan sarden
b. Jenis Makanan.
Jenis makanan utama yang dikonsumsi dapat disesuaikan dengan konsep piring
makan model T, yang terdiri dari kelompok sayuran (ketimun, labu siam,
tomat, wortel, bayam, dll), karbohidrat (nasi, kentang, jagung, ubi, singkong,
dll), dan protein (ikan, telur, tempe, tahu, kacang hijau, kacang merah, dll).
Pengolahan sayur, karbohidrat, protein tidak menggunakan gula, garam dan
lemak yang berlebih. Menghindari minuman yang diberi pemanis seperti the atau kopi.
c. Jadwal Makan
Jadwal makan terdiri dari 3x makan utama dan 2-3x makanan selingan
mengikuti prinsip porsi kecil.

EVALUASI DAN MONITORING


Mengajurkan pasien untuk selalu kontrol rutin gula darah dan melihat perubahan kadar gula
darah pada bulan berikutnya setelah perubahan diet yang dianjurkan.

F5. TRACING ATAU PELACAKAN KASUS KONTAK ERAT DENGAN PASIEN


TERKONFIRMASI COVID-19
LATAR BELAKANG
Pelacakan Kontak (contact tracing) adalah proses untuk mengidentifikasi, menilai dan mengelola
orang-orang yang berkontak erat dengan kasus konfirmasi/probable untuk mencegah penularan
selanjutnya. Kegiatan ini penting karena kasus konfirmasi dapat menularkan penyakit sejak 2
hari sebelum hingga 14 hari sesudah timbulnya gejala. Kontak Erat adalah orang yang memiliki
riwayat kontak dengan kasus konfirmasi atau probable 2 hari sebelum dan 14 hari sesudah
muncul gejala, seperti bertatap muka dalam radius 1 meter selama lebih dari 15 menit, atau
bersentuhan langsung, atau merawat 4 langsung pasien tanpa menggunakan alat pelindung diri
(APD) yang sesuai, atau situasi lainnya yang berisiko (dalam satu ruangan, kantor, mode
transportasi dll). Orang-orang yang berkontak dengan kasus konfirmasi atau probable sejak 2
hari sebelum hingga 14 hari setelah timbul gejala klinis, yaitu:
1. Orang yang memiliki kontak fisik atau berada kurang dari 1 meter selama 15 menit atau
lebih.
2. Orang yang berada di lingkungan tertutup yang sama untuk jangka waktu lama, seperti orang
yang tinggal satu rumah, rekan kerja, teman sekolah, hadir di pertemuan, atau menggunakan
alat transportasi/ kendaraan yang sama.
3. Orang yang mengunjungi kasus, baik di rumah ataupun di fasilitas layanan kesehatan, seperti
kerabat, dll.
4. Orang atau fasilitas umum yang dikunjungi kasus.
5. Petugas kesehatan yang kontak tanpa menggunakan APD standar.
6. Orang yang berkontak dengan jenazah kasus konfirmasi/probable tanpa menggunakan APD
yang sesuai.

PERMASALAHAN
Ny. S,
Pasien merasakan badan pegal-pegal dan tidak enak pada tanggal 26 Oktober 2020. Lalu pasien
memanggil tetangganya untuk kerok badan (Ny. )

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI


PENATALAKSANAAN
Setelah mengkomunikasikan dengan pihak terkait, petugas puskesmas dan dokter internsip
bersiap untuk mengunjungi rumah pasien terkonfirmasi COVID-19 untuk mendata orang-orang
yang termasuk kontak erat dengan pasien.
1. Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat.
2. Melakukan koordinasi dengan gugus tugas tingkat desa/RW.
3. Mengkomunikasikan dengan petugas/ warga setempat dan lakukan edukasi untuk mencegah
stigmatisasi.
4. Mempersiapkan alat perlindungan diri meliputi, face shield, masker, dan handsanitizer.
5. Melakukan wawancara di ruangan terbuka dengan menjaga jarak minimal 2 meter.
6. Menyiapkan alat tulis, alat komunikasi
7. Warga memakai masker/masker medis.
8. Menghindari kontak dengan barang-barang sekitar kontak erat.
9. Wawancara terarah mengenai kronologi.

F1. PENYULUHAN TENTANG CARA PENGGUNAAN MASKER YANG BENAR


DALAM UPAYA MENCEGAH PENULARAN COVID-19

LATAR BELAKANG
Di awal tahun 2020 ini, dunia dikagetkan dengan kejadian infeksi berat dengan penyebab yang
belum diketahui, yang berawal dari laporan dari Cina kepada World Health Organization
(WHO) terdapatnya 44 pasien pneumonia yang berat di suatu wilayah yaitu Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, China, tepatnya di hari terakhir tahun 2019 Cina. Dugaan awal hal ini terkait
dengan pasar basah yang menjual ikan, hewan laut dan berbagai hewan lain. Pada 10 Januari
2020 penyebabnya mulai teridentifikasi dan didapatkan kode genetiknya yaitu virus corona
baru. Penelitian selanjutnya menunjukkan hubungan yang dekat dengan virus corona penyebab
Severe Acute Respitatory Syndrome (SARS) yang mewabah di Hongkong pada tahun 2003,
hingga WHO menamakannya sebagai novel corona virus (nCoV19). Tidak lama kemudian
mulai muncul laporan dari provinsi lain di Cina bahkan di luar Cina, pada orangorang dengan
riwayat perjalanan dari Kota Wuhan dan Cina yaitu Korea Selatan, Jepang, Thailand, Amerika
Serikat, Makau, Hongkong, Singapura, Malaysia hingga total 25 negara termasuk Prancis,
Jerman, Uni Emirat Arab, Vietnam dan Kamboja. Ancaman pandemik semakin besar ketika
berbagai kasus menunjukkan penularan antar manusia (human to human transmission) pada
dokter dan petugas medis yang merawat pasien.
Saat ini hampir seluruh negara di dunia menghadapi virus ini sehingga WHO menetapkan
sebagai pandemi COVID 19. Di Indonesia kasus COVID-19 terus meningkat setiap harinya
sampai bulan Oktober 2020 kasus di Indonesia mencapai angka 350.000 jiwa terjangkit virus
ini dengan angka kematian mencapai 13.000 jiwa. Hal ini menetapkan Indonesia berada pada
urutan atas negara dengan jumlah kematian tinggi karena COVID-19.
PERMASALAHAN
Virus yang menyebabkan COVID-19 terutama ditransmisikan melalui droplet (percikan air liur)
yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau mengembuskan nafas. Droplet ini
terlalu berat dan tidak bisa bertahan di udara, sehingga dengan cepat jatuh dan menempel pada
lantai atau permukaan lainnya.
Penularan dapat terjadi ketika seseorang saat menghirup udara yang mengandung virus jika
berada terlalu dekat dengan orang yang sudah terinfeksi COVID-19 serta dapat tertular jika
menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi lalu menyentuh mata, hidung, atau mulut.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan melakukan 3M, memakai masker, mencuci
tangan, dan menjaga jarak. Namun pengetahuan masyarakat terkait langkah cuci tangan yang
benar masih sangat rendah.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

Penyuluhan terhadap pengunjung Puskesmas Sukoharjo tentang tatacara memakai masker dan
syarat masker yang baik untuk mencegah penularan COVID-19.

PENATALAKSANAAN
Penyuluahan mengenai tata cara memakai masker yang baik dan benar sesuai dengan arahan
kemenkes, yaitu:
7. Basahi tangan, gosok sabun pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua telapak
tangan secara lembut dengan arah memutar 
8. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
9. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih
10. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci
11. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
12. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan. Bilas dengan air bersih
dan keringkan
Cuci tangan dilakukan minimal 40 detik jika menggunakan sabun dan 20 detik jika
menggunakan alkohol dengan kandungan minimal alkohol sebesar 60%. 5 waktu penting cuci
tangan yaitu:
6. Sebelum makan
7. Setelah BAB
8. Sebelum menjamah makanan
9. Sebelum menyusui dan memegang bayi/anak
10. Setelah beraktifitas
Dengan adanya wabah ini maka penting untuk sering cuci tangan terutama sebelum memegang
area wajah utamanya mata, hidung dan mulut. Pada pengunjung puskesmas dihimbau untuk cuci
tangan sebelum memasuki area pemeriksaan dan setelah meninggalkan area pemeriksaan.

MONITORING DAN EVALUASI


Meminta audiens untuk menirukan gerakan cuci tangan yang benar dan menyarankan untuk
selalu menerapkan 3M.

Anda mungkin juga menyukai