Anda di halaman 1dari 25

Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344

19

PERAN MASYARAKAT SEKITAR DESA PENYANGGA DALAM KONSERVASI TAMAN


NASIONAL ALAS PURWO BERBASIS KEARIFAN LOKAL
Eko Setiawan; Keppi Sukesi; Kliwon Hidayat; Yayuk Yuliati
Program Studi Sosiologi Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Email: oke.setia@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini menggambarkan kehidupan masyarakat sekitar kawasan desa
penyangga Taman Nasional Alas Purwo, khususnya Dusun Kutorejo Desa Kalipait yang
memiliki kearifan lokal berupa sejumlah tradisi, berupa aturan atau pantangan yang masih
berlaku secara turun temurun. Kearifan lokal ini memiliki nilai kecerdasan ekologis yang
dipelihara dan dikembangkan dan dipelajarinya tentang hubungan aktivitas manusia
dengan ekosistemnya. Kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat digunakan sebagai
acuan dalam pengelolaan kawasan hutan dan perairan pantai, baik berupa mitos maupun
pantangan. Pusat perhatian dari kajian ekologi menurut Julian Steward adalah proses
adaptasi kultural terhadap lingkungan. Proses ini dipandang sebagai suatu bentuk
hubungan dialektika dalam konteks hubungan saling ketergantungan dengan yang lain.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan desain studi kasus. Hasil
penelitian menunjukkan masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Alas Purwo memiliki
kearifan lokal berupa sejumlah tradisi, aturan atau pantangan yang masih berlaku secara
turun temurun yang kemudian dipelihara dan ditaati sampai sekarang. Pantangan tersebut
berupa larangan membunuh burung merak serta pantangan dalam sistem payang.
Kata Kunci: Konservasi, Taman Nasional Alas Purwo, Kearifan Lokal.

Abstract
This research describes the life of the community around the buffer village area of
Alas Purwo National Park, especially Kutorejo Village Kalipait hamlet which has local
wisdom in the form of a number of traditions, in the form of rules or restrictions that are still
valid for generations. This local wisdom has the value of ecological intelligence that is
maintained and developed and studied about the relationship of human activities with their
ecosystems. Local wisdom owned by the community is used as a reference in the
management of forest areas and coastal waters, both in the form of myths and abstinence.
The center of attention from ecological studies according to Julian Steward is the process
of cultural adaptation to the environment. This process is seen as a form of dialectical
relationship in the context of interdependent relationships with others. The type of research
used is descriptive qualitative with case study design. The results showed that the
community around Alas Purwo National Park area has local wisdom in the form of a number
of traditions, rules or restrictions that are still valid for generations that are then maintained
and obeyed until now. The restrictions are in the form of a ban on killing peacocks and
abstinence in the payang system.
Keywords: Conservation, Alas Purwo National Park, Local Wisdom.

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas
Purwo Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
20

Pendahuluan bermacam keanekaragaman hayati dan


Indonesia masih menempati non hayati. Hutan merupakan kawasan
peringkat kedua dunia dalam hal yang sangat potensial dalam kehidupan
kekayaan biodiversitas, setelah Brazil. sosial ekonomi masyarakat yang hidup di
Indonesia memiliki 300.000 jenis spesies sekitar hutan. Masyarakat yang tinggal
satwa atau 17% satwa di dunia (Warsito, sekitar hutan atau yang disebut
2010). Kekayaan jenis satwa yang dimiliki masyarakat tradisional tidak dapat
Indonesia antara lain 515 spesies dipisahkan karena merupakan bagian dari
mamalia, 1.539 spesies burung, 45% dari ekosistem hutan.
jumlah spesies ikan, 16% spesies reptil, Desa Kalipait adalah potret paling
15% spesies serangga yang ada di dunia jelas bagaimana keunikan kemampuan
juga terdapat di Indonesia (Mangi, 2013). beradaptasi struktur sosial masyarakat.
Hutan tropis di Indonesia merupakan yang Kehidupan masyarakatnya yang berada
terluas kedua di dunia setelah Brazil pada lahan magersari, dan memiliki posisi
(Istiawati, 2016). Indonesia adalah salah kunci dalam pengelolaan hutan.
satu negara Megacenter of biodiversity Sedangkan Dusun Kutorejo adalah
(Astirin, 2000, Baliton et al., 2017). sebuah dusun yang berbatasan langsung
Kelimpahan jumlah yang melimpah dari dengan wilayah Taman Nasional Alas
tumbuhan dan satwa liar di Indonesia, Purwo, sehingga aktivitas berbagai
menempatkan Indonesia sebagai negara kegiatan dan sangat bergantung dengan
dengan tingkat keanekaragaman tertinggi taman nasional sangat tinggi. Setiap hari
ke tiga di dunia (Dirjen KSDAE, 2016). mereka harus keluar masuk hutan Taman
Pemerintah Indonesia telah menetapkan Nasional Alas Purwo, untuk mencari hasil
kawasan konservasi sebanyak 521 unit, hutan maupun biota laut. Mayoritas mata
dengan luas 27.1 juta hektar untuk pencahariannya tergantung pada hutan,
melindungi kekayaan keanekaragaman yakni sebagai pencari kayu dan sebagai
hayati (Ditjen PHKA, 2014). Salah nelayan. Hutan tidak hanya menjadi
satunya, hutan merupakan kekayaan sumber pemenuhan kebutuhan hidup
alam yang wajib dijaga kelestariannya semata, namun memiliki fungsi sosial,
sebagai penyeimbang alam dan paru- budaya dan religiusitas. Hutan dan
paru bumi. Ekosistem hutan terdapat masyarakat sekitar kawasan taman

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas
Purwo Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
21

nasional terdapat ikatan sangat erat yang telah berlangsung sejak ratusan tahun

Penerapan Metode Pembelajaran Group Investigation (Gi) untuk Meningkatkan Kompetensi


Investigasi Kelompok pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 11 Yogyakarta
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
22

silam. Masyarakat sekitar taman nasional Gauthama, et al (2013) menyebutkan


memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang bahwa masyarakat Jawa
terbentuk dari interaksi berulang-ulang mengimplementasikan hakekat hubungan
antara masyarakat dengan sumberdaya manusia dengan alam dengan filsafah
alam hutan. Akibatnya terbangun suatu memayu hayuning bawana
sistem tatanan sosial budaya masyarakat (mengusahakan keselamatan dunia
yang menyatu dengan ekosistem hutan. beserta segala isinya agar tetap
Hutan menjadi satu kesatuan lingkungan terpelihara dan harmonis). Persepsi
budaya menjadi tumpuan hidup masyarakat inilah yang dapat dijadikan
masyarakat sekitar kawasan taman penuntun moral dan pranata sosial dalam
nasional untuk menopang sistem mengatur hubungan manusia dengan
kehidupannya. pemanfaatan sumberdaya alam hutan
Berbagai kegiatan orang-orang di secara bertanggungjawab dan
area hutan saat itu terus mendekati zona berkelanjutan.
inti, ditempat tersebut mereka biasa Sebenarnya interaksi masyarakat
mendirikan pemukiman sementara terhadap hutan dengan kearifan lokalnya
sebagai tempat peristirahatan untuk sudah berlangsung lama sebelum
mencari hasil hutan maupun biota laut. penetapan kawasan hutan menjadi
Sebenarnya tantangan dalam kawasan konservasi. Kearifan lokal yang
perlindungan dan pengelolaan hutan di dapat mendukung konservasi terbentuk
Indonesia seringkali datang dari dari hasil interaksi antara manusia dengan
masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. lingkungannya sehingga masyarakat
Magdalena (2013) menyatakan, tradisional memiliki pemahaman yang
kelestarian pengelolaan hutan sangat lebih mendalam terhadap lingkungannya
tergantung kepada partisipasi masyarakat (Beltran & Phillips, 2010). Kearifan lokal
lokal dalam pengelolaan. Hubungan hutan menunjukkan adanya hubungan yang
dan masyarakat setempat tidak lepas dari tidak dapat dipisahkan antara perilaku
konsep ekosistem yaitu suatu sistem manusia yang khas dengan
ekologi yang terbentuk oleh hubungan lingkungannya yaitu membentuk perilaku
timbal balik antara makhluk hidup dengan manusia secara kolektif dalam bentuk
lingkungannya (Soemarwoto, 2014). norma-norma yang harus ditaati secara

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas
Purwo Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
23

turun temurun. Kearifan lokal dapat bertujuan untuk mengetahui kondisi hutan
diterjemahkan sebagai akal budi, tabiat, mangrove dan kontribusinya terhadap
perasaan mendalam dan anjuran untuk pendapatan rumah tangga masyarakat
kemuliaan manusia. Penguasaan atas dari nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar
kearifan lokal akan mengusung jiwa kawasan Taman Nasional Alas Purwo.
mereka yang berbudi luhur (Yuliati, 2013). Satyasari (2010) kegiatan ekowisata
Senada dengan ungkapan Liliweri (2014), mangrove di Taman Nasional Alas Purwo
bahwa kearifan lokal dapat diartikan memberikan keuntungan ekonomi bagi
sebagai pandangan hidup yang masyarakat lokal, oleh karena itu
berkembang dalam suatu komunitas pengembangan ekowisata mangrove di
sosial dan etnik tertentu yang dibatasi Bedul cenderung memenuhi prinsip
oleh unsur kedaerahan, letak geografis keuntungan bagi masyarakat lokal. Azmi
dan pengalaman sejarah yang unik. (2015) dalam penelitiannya, menilai
Upaya kajian keterkaitan interaksi penggunaan dan nilai spesies bagi
masyarakat sebenarnya telah dilakukan, masyarakat Desa Kalipahit di sekitar
namun masih belum memberikan hasil Taman Nasional Alas Purwo. Spesies
komprehensif. Van Assendelf (1991) telah memiliki peran dan nilai simbolik untuk
melakukan penelitian tentang dampak stabilitas kelompok budaya dari waktu ke
manusia terhadap kawasan Taman waktu didefinisikan sebagai spesies kunci
Nasional Alas Purwo, namun penelitian ini budaya. Fiddarain (2016) kajian
hanya mendeskripsikan berbagai aktivitas penelitiannya hanya di kawasan blok
manusia di sepanjang garis pantai, tidak Patuk sebagai strategi problem solving
secara spesifik mengidentifikasi pengaruh yang bersifat solusi integratif demi
aktivitas manusia. Kajian yang lebih terwujudnya kesepakatan bersama untuk
mengerucut pada interaksi manusia meningkatkan kepedulian terhadap
dengan kawasan taman nasional pelestarian kawasan Taman Nasional
sebenarnya pernah dilakukan oleh Alas Purwo. Beberapa kasus kegagalan
Pramusanti (2001) tapi hanya sebatas dalam konservasi di atas seperti yang di
berinteraksi dengan masyarakat dalam sampaikan oleh Iswandono (2016) dalam
pemungutan sumberdaya alam. penelitian ini belum adanya titik temu
Febriyanti (2007) dalam penelitiannya dalam pengelolaan bersama antara

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
24

pengelola kawasan hutan dan masyarakat partisipasi masyarakat terhadap


tradisional dalam melakukan konservasi keberhasilan konservasi juga dapat dilihat
hutan oleh karena itu pengelolaan hutan di Costa Rica, ketika masyarakat
seharusnya mengintegrasikan kearifan berpartisipasi maka sektor swasta ikut
lokal dengan prinsip-prinsip konservasi. terlibat (Aguilar-Stoen, 2015). Kondisi ini
Kearifan lokal yang mendukung memberikan makna kegiatan yang
konservasi keanekaragaman hayati menggunakan pendekatan partisipatif dan
memiliki tujuan yang sama, yaitu kebersamaan akan memberikan hasil
terwujudnya kelestarian keanekaragaman yang baik.
hayati untuk kesejahteraan masyarakat, Dari uraian tersebut di atas terlihat
tetapi pengetahuan tradisional kurang bahwa dengan heterogenitas masyarakat
dipahami karena dianggap kuno dan tidak yang ada menyebabkan munculnya
masuk akal (Kosmaryandi, 2012). variasi perilaku sosial dan budaya di
Urgensi pengkajian partisipasi masyarakat terhadap lingkungan. Dengan
dalam kegiatan partisipasi dalam kegiatan adanya keunikan, keragaman budaya,
konservasi yang bersifat top down terbukti hubungan lingkungan dan masyarakat
memberikan hasil tidak maksimal. tradisional di kawasan Taman Nasional
Mendez-Lopez (2014) melakukan riset di Alas Purwo, menjadikan keunikan dan
Mexico juga mengakui bahwa rendahnya daya tarik untuk diteliti sesuai dengan
partisipasi masyarakat dalam kegiatan permasalahan dimasa modern ini, seperti
konservasi disebabkan banyaknya kondisi yang sudah dilakukan oleh peneliti-
masyarakat yang belum lengkap ditelisik. peneliti sebelumnya yang masih
Senada temuan Thaman (2016) berhubungan manusia dan
membuktikan partisipasi masyarakat lingkungannya. Novelty penelitian ini
pedesaan dalam kegiatan konservasi di adalah menemukan suatu cara untuk
Portugal hanya 43%, menjadikan melakukan konservasi keanekaragaman
konservasi tidak efektif. Berbeda di Fiji hayati dengan mengintegrasikan kearifan
yang menggunakan pendekatan buttom lokal masyarakat sekitar kawasan Taman
up menunjukkan keterlibatan masyarakat Nasional Alas Purwo. Pentingnya
yang besar 88% sehingga menjadikan pemahaman kearifan lokal pernah
kegiatan konservasi efektif. Pengaruh diungkapkan oleh Ihsannudin (2015b)

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
25

bahwa kearifan lokal dalam konservasi sekitar desa penyangga dengan


sumberdaya alam yang dimiliki, mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam
sebagaimana nyampa di masyarakat kegiatan konservasi.
Masalembu ternyata mampu
menumbuhkan partisipasi masyarakat Metode
dalam melakukan konservasi sumberdaya Penelitian ini menggunakan
alam. Tidak dapat dilupakan modal sosial paradigma konstruktivisme sebagai
harus dioptimalkan dalam pengelolaan landasan filosofis untuk memahami
sumberdaya alam agar optimal realitas di masyarakat dengan
(Ihsannudin, 2015a). Sebagai pendekatan kualitatif yang dilakukan
jawabannya, Liberati (2016) mengusulkan dengan desain studi kasus. Penelitian
adanya partnership berupa partisipasi kualitatif lebih menekankan pada proses
ragam pemangku kepentingan. dan makna yang tidak diuji atau diukur
Sudah banyak penelitian- secara ketat dari segi kuantitas ataupun
penelitian yang mengintegrasikan frekuensi (Denzin&Lincoln, 2000). Data
kearifan lokal dan konservasi dengan yang digunakan merupakan data kualitatif
fokus penelitian yang berbeda, yang tidak terdiri dari angka-angka,
diantaranya: fokus pada zonasi (Freitas & melainkan berupa gambaran dan data
Tagliani 2009, Kosmaryandi, 2012), (Rahmad, 2010). Selain itu metode
sedangkan perbedaan, metode dan penelitian kualitatif didefinisikan sebagai
proses integrasi taman nasional proses untuk mendapatkan pemahaman
(Bohensky & Maru, 2011), pengetahuan yang lebih baik mengenai kompleksitas
tradisional ekologi mengenai populasi dalam interaksi manusia (Sarwono, 2006).
spesies (Fraser et al. 2006; Gagnon & Hakikat penelitian kualitatif adalah
Berteaux 2009; Moller et al, 2004). mengamati orang dalam lingkungan
Klasifikasi vegetasi dan lingkungan hidupnya serta berinteraksi dengan
(Naidoo & Hill 2006). Penelitian ini mereka, berusaha memahami mereka
diharapkan dapat memberikan manfaat tentang dunia sekitarnya dengan tujuan
bagi para pemangku kepentingan, serta mencoba memahami, menggali
dukungan pada pengelola taman nasional pandangan dan pengalaman mereka
untuk melibatkan masyarakat tradisional untuk mendapat informasi yang

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
26

diperlukan (Iskandar, 2009). Tujuan dari kurang lebih 60 km dari Pusat


penelitian deskriptif adalah untuk Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi ke
menggambarkan objek sesuai apa arah Selatan jalur menuju ke Taman
adanya (Sukardi, 2008). Agar Nasional Alas Purwo. Desa Kalipait
memperoleh hasil yang maksimal, maka adalah potret paling jelas bagaimana
dipilih strategi dan teknik penelitian yang keunikan kemampuan beradaptasi
dianggap tepat dan dapat struktur sosial masyarakat. Kehidupan
dipertanggungjawabkan. Informan masyarakatnya tinggal di desa penyangga
ditetapkan dengan teknik purposive. memiliki posisi kunci dalam pengelolaan
Pengumpulan data dengan menggunakan hutan. Sedangkan Dusun Kutorejo
observasi dan wawancara. Penelitian ini berbatasan langsung dengan wilayah
berfokus pada penggalian data interaksi Taman Nasional Alas Purwo, sehingga
masyarakat lokal di sekitar kawasan berbagai kegiatan dengan taman nasional
Taman Nasional Alas Purwo dan persepsi sangat tinggi. Setiap hari mereka harus
masyarakat serta faktor sosial, ekonomi, keluar masuk hutan, untuk mencari hasil
budaya yang melatarbelakanginya. hutan maupun biota laut. Interaksi antara
Dengan begitu, harmonisasi komunikasi masyarakat sekitar desa penyangga dan
dan interaksi dapat dicapai dengan Taman Nasional Alas Purwo intens
maksimal (Neuman, 2003). Analisis data karena ketergantungan masyarakat pada
menggunakan model interaktif, meliputi sumberdaya alam masih tinggi. Tingkat
komponen-komponen, pengumpulan ekonomi warga di daerah penyangga
data, reduksi data, sajian data, penarikan masih tergolong rendah, dan banyak yang
kesimpulan. bergantung pada pemanfaatan
sumberdaya alam. Bentuk interaksi
Hasil dan Pembahasan
masyarakat sekitar desa penyangga
1. Eksistensi Masyarakat Sekitar Desa dengan Taman Nasional Alas Purwo
Penyangga adalah pemungutan hasil hutan, pantai,
yang ada di dalam kawasan taman
Desa Kalipait adalah sebuah desa
nasional, yang dikenal dengan sebutan
di Kabupaten Banyuwangi yang berada di
kayal.
wilayah bagian ujung selatan, tepatnya
Pengelolaan kawasan Taman

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
27

Nasional Alas Purwo di Kabupaten lahan masyarakat sekitar (Alikodra, 2012).


Banyuwangi dinilai masih kurang efektif. Selain itu permasalahan dalam
Hal ini dikarenakan pengelolaan yang kegiatan pemungutan yang dilakukan
dilakukan belum mencapai tujuan yang masyarakat, selama ini adalah selain
ditetapkan. Selain itu luasnya kawasan memberikan nilai ekonomis kepada
hutan dan banyaknya permasalahan masyarakat, kegiatan ini juga cenderung
gangguan terhadap kawasan hutan itu berakibat atas rusaknya sumberdaya
sendiri. Undang-Undang No. 5 tahun 1990 alam. Masih belum diakuinya kegiatan
tentang Konservasi Sumberdaya Alam masyarakat dalam kegiatan pengelolaan
Hayati dan Ekosistemnya taman nasional, sehingga tidak ada suatu
mengamanatkan betapa pentingnya peraturan atau kebijaksanaan yang
upaya perlindungan keanekaragaman mengakomodir masalah ini. Sehingga
hayati, termasuk satwa liar yang ada pada akhirnya yang menjadi korban
dalam kawasan. Sepertinya Undang- adalah sumberdaya alam taman nasional
Undang tersebut belum itu sendiri. Padahal baik pengelola
diimplementasikan secara optimal, masih maupun masyarakat lokal sekitar
banyaknya pelanggaran seperti kawasan sama-sama memiliki kebutuhan
perburuan satwa yang dilindungi, akan terjaminnya kelestarian sumberdaya
khususnya satu satwa liar yang terancam alam. Pengelola taman nasional memiliki
populasinya karena perburuan liar adalah aturan atau pengkategorian gangguan
banteng (Bos javanicus d’Alton), dan yang terdiri pertama adalah kategori
burung cucak hijau. Ancaman terhadap tingkat pelanggaran tinggi yaitu semua
keberadaan dan populasi banteng dan bentuk kegiatan yang mengakibatkan
burung cucak hijau sudah sejak lama. kematian atau hilangnya suatu
Situasi dan kondisi taman nasional yang sumberdaya, seperti perburuan satwa
berbatasan langsung dengan pemukiman burung, penebangan pohon, tindakan
penduduk lokal, khususnya Dusun membakar hutan. Tindakan pengamanan
Kutorejo menjadikannya rentan konflik yang diambil oleh pengelola Taman
penduduk dengan satwa. Salah satu Nasional Alas Purwo adalah dengan
pemicu konflik yaitu adanya satwa liar menangkap pelaku beserta barang
yang keluar kawasan dan mengganggu buktinya. Kedua, kategori gangguan

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
28

dengan tingkat pelanggaran sedang sekitar taman nasional memiliki nilai-nilai


meliputi kegiatan pemungutan bambu dan kearifan lokal yang terbentuk dari interaksi
gebang. Ketiga, kategori gangguan berulang-ulang antara masyarakat
dengan tingkat pelanggaran rendah dengan sumberdaya hutan. Akibatnya
meliputi pemungutan kayu bakar. terbangun suatu sistem tatanan sosial
Pengambilan kayu dan bambu dengan budaya masyarakat yang menyatu
skala yang besar dapat menurunkan daya dengan ekosistem hutan. Hutan menjadi
dukung lingkungan (Poerwanto, 2000). satu kesatuan lingkungan budaya menjadi
Salah satu cara untuk meminimalisir tumpuan hidup masyarakat sekitar
gangguan terhadap sumberdaya alam kawasan taman nasional untuk menopang
adalah dengan mengikutsertakan sistem kehidupannya. Pusat kajian dari
masyarakat dalam kegiatan pengelolaan teori ekologi budaya dari Julian H Steward
taman nasional sebagai mitra. Karena adalah lingkungan dan budaya tidak bisa
dengan diakuinya kegiatan pemungutan dilihat terpisah, tetapi merupakan hasil
masyarakat, berarti masyarakat campuran (mixed product) yang
merasakan langsung manfaat berproses lewat dialektika. Dengan kata
keberadaan taman nasional tersebut, dan lain proses ekologi memiliki hukum timbal
sekaligus memiliki tanggung jawab untuk balik dan saling mempengaruhi karena
menjaga keberlanjutan dari pemanfaatan budaya dan lingkungan bukanlah entitas
yang dilakukannya. yang masing-masing berdiri sendiri atau
Masyarakat desa mayoritas mata bukanlah barang jadi yang bersifat statis
pencahariannya tergantung pada hutan (Agusyanto, 2012). Dalam hal tersebut
dan pantai, yakni sebagai pencari kayu konsep adaptasi menjadi konsep sentral
dan nelayan. Bagi mereka hutan tidak antara manusia dengan kebudayaannya
hanya menjadi sumber pemenuhan dengan lingkungan alam fisik dimana
kebutuhan hidup, namun memiliki fungsi manusia itu hidup dan berkembang.
sosial, budaya dan religiusitas. Karena Secara sederhana, hubungan antara
hutan dengan masyarakat sekitar manusia dengan lingkungannya dapat
kawasan taman nasional terdapat ikatan dilihat pada gambar berikut ini:
sangat erat yang telah berlangsung sejak
ratusan tahun yang lalu. Masyarakat

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
29

sekitar melalui konsep mitos, praktik ritual,


pengelolaan kawasan hutan. Mereka
Manusia berusaha untuk selalu menjaga hubungan
Lingkungan
dengan
Fisik antara lingkungan alamnya agar tetap
kebudayaan
(Ekosistem)
nya harmonis. Masyarakat lokal pada
umumnya sangat mengenal dengan baik
lingkungan sekitarnya. Mereka hidup
dalam berbagai ekosistem alami dan telah
Masyarakat sekitar kawasan lama hidup berdampingan dengan alam
Taman Nasional Alas Purwo memiliki secara harmonis sehingga mengenal
kearifan lokal berupa sejumlah tradisi berbagai cara memanfaatkan
yaitu aturan atau pantangan yang masih sumberdaya alam secara berkelanjutan.
berlaku secara turun temurun dan ditaati Kearifan lokal yang dimiliki oleh
masyarakat. Kearifan lokal memiliki nilai masyarakat desa ini kemudian
kecerdasan ekologis yang perlu dipelihara menimbulkan implikasi baik bagi
dan dikembangkan agar tidak tergilas oleh lingkungan maupun bagi kehidupan
modernisasi. Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat sekitar kawasan taman
oleh masyarakat digunakan sebagai nasional. Kegiatan pengelolaan hutan di
acuan dalam pengelolaan kawasan hutan, kawasan taman nasional, dengan adanya
berupa mitos dan praktik ritual kearifan lokal tersebut berdampak positif
keagamaan. Mereka menganggap bahwa akan pelestarian tumbuhan untuk
hutan merupakan suatu pemberian dari menjaga keseimbangan ekosistem.
Tuhan yang bersifat sakral. Mereka Masyarakat sekitar kawasan desa
beranggapan bahwa anugerah tersebut penyangga mempertahankan hutan
harus dijaga kelestariannya agar tidak sebagai bagian dari kehidupan mereka.
musnah, maupun dieksploitasi secara Salah satunya ada beberapa cara yang
berlebihan. Selain itu mereka juga dianggap tidak masuk akal seperti, tidak
mempercayai bahwa hutan tersebut boleh mengambil kayu di hutan karena
memiliki kekuatan magis, dan didukung akan menyebabkan marahnya mahluk
adanya mitos-mitos yang diwariskan sejak halus penunggu hutan, jika masuk hutan
zaman nenek moyang. Masyarakat tidak boleh ribut jika tidak ingin terkena

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
30

musibah, pantangan mengambil daun keberlangsungan hidupnya. Dengan kata


atau ranting jika tidak ingin diikuti oleh lain, kelestarian kawasan hutan sangat
mahluk ghaib sampai ke rumah. dipengaruhi oleh pola kehidupan
Perlindungan hutan seperti itu, masyarakat tradisional karena mereka
merupakan salah satu wujud sangat bergantung pada sumberdaya
perlindungan yang sangat efektif, alam hayati dan kondisi lingkungan di
sehingga kelestarian hutan tetap terjaga. kawasan Taman Nasional Alas Purwo.
Hutan dianggap sebagai titipan dari Mereka berusaha memahami, mengenali,
leluhur, melindungi hutan dengan cara agar mampu memanfaatkan guna
tersendiri yang dilakukan oleh masyarakat memenuhi kebutuhan mereka.
lokal, merupakan suatu etika yang harus Pengetahuan tersebut sangat penting
dilaksanakan dan sebagai bagian dari bagi masyarakat sekitar kawasan,
norma yang mereka miliki. keterlibatan aktif masyarakat untuk
2. Kearifan Lokal Masyarakat Desa mengelola hutan. Kearifan lokal
Penyangga dalam Konservasi merupakan kearifan lingkungan dalam
Kelestarian kawasan hutan dan bentuk tata nilai dan perilaku hidup dalam
kehidupan masyarakat tradisional yang bermasyarakat di suatu tempat, baik antar
hidup di sekitarnya saling mempengaruhi sesama masyarakat maupun dalam
dan tidak dapat dipisahkan. Hutan berinteraksi dengan lingkungan mereka.
memiliki peranan penting yang bukan Kearifan lokal merupakan bentuk
hanya sebagai penyeimbang iklim global pengetahuan, keyakinan, wawasan,
tetapi juga sebagai sumber kehidupan pemahaman serta adat kebiasaan yang
masyarakat. Hutan menjadi media menuntun perilaku manusia dalam
hubungan timbal balik antar manusia dan kehidupan manusia dalam kehidupan
makhuk hidup lainnya dengan faktor alam ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini
dari proses ekologi yang mendukung dihayati, dipratekkan, diajarkan,
keberlangsungan kehidupan. Dengan diwariskan dari generasi ke generasi
demikian kehidupan manusia pada sekaligus membentuk pola perilaku
dasarnya berhubungan erat dengan manusia terhadap sesama manusia dan
lingkungan alam karena bergantung pada alam. Perilaku ini berkembang menjadi
ekosistem yang menjamin suatu kebudayaan di suatu daerah dan

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
31

akan berkembang secara turun temurun, menunjukkan ruang interaksi dimana


yang unsur-unsurnya adalah budaya suku peristiwa atau situasi tersebut terjadi
bangsa yang tinggal di daerah itu (Wikantoyoso, 2019). Kearifan lokal
(Aminudin, 2013). Nilai kearifan lokal sampai saat ini masih dipegang teguh
dapat dihayati, dipratekkan, diajarkan dan oleh masyarakat tradisional sekitar
diwariskan dari satu generasi ke generasi kawasan taman nasional yang hidupnya
lainnya yang sekaligus membentuk pola bergantung pada alam terutama hutan
perilaku manusia sehari-hari, baik dan laut. Hutan merupakan salah satu
terhadap alam maupun sesama manusia. kekayaan alam yang wajib dijaga
Kearifan lokal sering berkaitan kelestariannya, di dalamnya terdapat
dengan kearifan ekologi yang menjadi bermacam-macam keanekaragaman
pedoman manusia dalam berinteraksi hayati dan non hayati, baik flora maupun
dengan lingkungan alam, biofisik dan fauna. Hutan sebagai penyeimbang alam
supranatural yang memandang manusia dan paru-paru bumi, merupakan kawasan
merupakan bagian dari alam. Kearifan yang sangat potensial terutama untuk
lokal terbentuk karena adanya hubungan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
antara masyarakat tradisional yang yang hidup di sekitar hutan. Hutan
memiliki kepercayaan, hukum, pranata, menjadi sumber pemenuhan kehidupan
ilmu pengetahuan dan cara mengelola sehari-hari oleh masyarakat. Masyarakat
sumberdaya alam secara lokal. Kearifan lokal merupakan kelompok masyarakat
lokal merupakan hal utama bagi yang memiliki asal usul para leluhur
masyarakat dalam beradaptasi dengan secara turun temurun di wilayah geografis
alam dan menjadi suatu warisan budaya tertentu serta memiliki nilai, budaya,
yang terkandung dalam konsep berfikir sosial, ideologi, ekonomi dan politik. Hal
masyarakat setempat (Nurdin & Ng, ini sangat berpengaruh pada pengelolaan
2013). Kearifan lokal terbentuk sebagai hutan secara arif dan bijaksana oleh
keunggulan budaya masyarakat setempat masyarakat tradisional sehingga
maupun kondisi geografis dalam arti luas pelestarian hutan dapat terjamin.
(Ayatrohaedi, 2016). Kearifan lokal (local Masyarakat lokal sekitar desa
wisdom) terdiri dari dua kata yaitu kearifan penyangga pada umumnya sangat
(wisdom) sedangkan lokal (local) mengenal dengan baik lingkungan

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
32

sekitarnya, mereka hidup dalam berbagai Masyarakat sekitar kawasan


ekosistem alami dan telah lama hidup Taman Nasional Alas Purwo memiliki
berdampingan dengan alam secara kearifan lokal berupa sejumlah tradisi,
harmonis. Dengan kearifan lokal yang aturan atau pantangan yang masih
dimiliki sehingga mengenal berbagai cara berlaku secara turun temurun yang
memanfaatkan sumberdaya alam secara kemudian dipelihara dan ditaati
berkelanjutan, keseimbangan ekosistem masyarakat. Kearifan lokal ini memiliki
lingkungan hutan untuk sekian lama nilai kecerdasan ekologis yang perlu
terjaga dan lestari. Perilaku masyarakat dipelihara dan dikembangkan agar tidak
dalam kaitannya dengan pemeliharaan tergilas oleh modernisasi. Pengetahuan
lingkungan berkaitan dengan persepsi ekologi tradisional serta informasi studi
mereka tentang lingkungan lingkungan ilmiah tidak hanya sekedar dibandingkan
sekitar. Sikap masyarakat dalam tetapi untuk diintegrasikan dalam
memperlakukan alam sekitarnya juga pengelolaan sumberdaya alam
dipengaruhi pengalaman dan (Brook&McLachlan 2005). Dapat
pengetahuan mereka tentang kearifan dibuktikan bahwa pengetahuan ekologi
lokal. Masyarakat yang tinggal di sekitar tradisional secara sains merupakan
hutan yang mayoritas bermata pengelolaan sumberdaya alam
pencaharian sebagai petani mempunyai berdasarkan pada praktek pengelolaan
hubungan yang sangat erat dengan tradisional. Untuk itulah penelitian ini
lingkungannya. Disamping itu masyarakat bertujuan untuk mengintegrasikan
mengenal sikap dan pola pikir serta dalam kearifan lokal ke dalam konservasi yang
bertindak masih berpegang teguh pada mempertimbangkan keberadaan
norma, adat, serta tradisi yang diwarisi masyarakat setempat. Kearifan lokal yang
secara turun temurun. Dengan demikian dimiliki oleh masyarakat digunakan
kearifan lokal merupakan pandangan sebagai acuan dalam pengelolaan
hidup dan pengetahuan tradisional yang kawasan hutan, mitos, praktek ritual
menjadi acuan dalam berperilaku dan keagamaan. Mereka menganggap bahwa
telah dipraktekan secara turun temurun hutan merupakan suatu anugerah Tuhan
untuk memenuhi kebutuhan dan atau pemberian dari Tuhan yang bersifat
tantangan dalam kehidupan. suci dan sakral. Mereka beranggapan

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
33

bahwa anugerah tersebut harus dijaga 3. Larangan Mengambil atau


keberadaannya agar tidak musnah, Membunuh Burung Merak
maupun dieksploitasi secara berlebihan. Sebenarnya masyarakat
Selain itu mereka juga mempercayai tradisonal yang ada di sekitar kawasan
bahwa hutan tersebut memiliki kekuatan Taman Nasional Alas Purwo, memiliki
magis, dan didukung adanya mitos-mitos cara-cara di dalam upaya konservasi.
yang diwariskan sejak zaman nenek Kearifan lokal yang dimiliki oleh
moyang. Masyarakat sekitar melalui masyarakat sekitar kawasan taman
konsep mitos, praktik ritual, pengelolaan nasional, ternyata memiliki nilai
kawasan hutan, mereka berusaha untuk konservasi yang cukup tinggi dalam
selalu menjaga hubungan antara menjaga kelestarian alam yang saat ini
lingkungan alamnya agar tetap harmonis. masih dipakai dalam kehidupan sehari-
Masyarakat lokal pada umumnya sangat hari. Kearifan lokal di dalam
mengenal dengan baik lingkungan memanfaatkan sumber daya alam, hingga
sekitarnya. Mereka hidup dalam berbagai saat ini masih dilakukan dan diyakini
ekosistem alami, dan telah lama hidup secara turun temurun dari generasi ke
berdampingan dengan alam secara generasi. Maksud dan tujuannya berupa
harmonis sehingga mengenal berbagai lambang-lambang atau pertanda dapat
cara memanfaatkan sumberdaya alam berbentuk larangan, seperti pantangan
secara berkelanjutan. Kearifan lokal yang mengambil atau membunuh burung
dimiliki oleh masyarakat desa ini merak. Larangan mengambil maupun
kemudian menimbulkan implikasi baik membunuh burung merak, menurut
bagi lingkungan maupun bagi kehidupan masyarakat karena disebabkan karena
masyarakat sekitar kawasan taman burung merak merupakan binatang
nasional. Kegiatan pengelolaan hutan di kesayangan para makhluk halus
kawasan taman nasional dengan adanya penungggu Taman Nasional Alas Purwo.
kearifan lokal tersebut berdampak positif Burung merak merupakan hewan di
akan pelestarian tumbuhan untuk lindungi dan unik lantaran memiliki warna
menjaga keseimbangan ekosistem. keemasan, panjangnya bisa mencapai
300 cm, dengan penutup ekor yang
panjang, dan terdapat jambul tegak di

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
34

atas kepalanya. Terdapat perbedaan telingan bumi, bila menyebut harimau


yang mencolok untuk merak betina maka kata ini merambat di dalam tanah, ia
karena berukuran lebih kecil, warna mendengar lalu akan datang.
bulunya kurang mengkilap, berwarna
Dalam pembahasan di atas dapat
keabu-abuan, tanpa hiasan bulu penutup
diketahui bahwa satwa endemik yaitu
ekor. Burung merak memiliki nilai ekonomi
burung merak keberadaannya semakin
tinggi dan dapat dimanfaatkan dalam
langka dan terancam punah. Burung
bentuk hidup (sebagai satwa pelihara
memiliki peran dalam berbagai aspek
untuk kepentingan ekowisata).
kehidupan, baik ekologi maupun ekonomi
Sampai saat ini masih ditaati oleh dan sosial. Semakin maraknya perburuan
masyarakat di sekitar kawasan taman terhadap keberadaan satwa tersebut
nasional, karena nilai-nilai konservasi karena bernilai ekonomis tinggi,
yang ada masyarakat secara tidak merupakan suatu alasan kuat melakukan
langsung melakukan upaya pengawetan pengawasan lebih lanjut. Salah satunya
keanekaragaman hayati. Khususnya upaya konservasi merupakan alternatif
satwa burung merak merupakan salah untuk memberikan perlindungan terhadap
satu komponen dari ekosistem, sehingga satwa. Salah satu program yang
dengan terjaganya satwa tersebut mutu dilakukan oleh pihak Balai Taman
dan kualitas ekosistem secara tidak Nasional Alas Purwo dengan melibatkan
langsung dapat dijaga. Selain itu masyarakat sekitar yaitu melakukan
masyarakat sekitar kawasan taman penangkaran terhadap burung merak.
nasional juga mengembangkan sebentuk Tujuan dari kegiatan tersebut tidak hanya
adaptasi hidup bersama satwa. Bentuk melakukan perlindungan tetapi lebih pada
kearifan lokal terlihat dari panggilan peningkatan produktivitas burung yang
hormat kepada satwa gajah dan harimau mulai terancam. Pengembangbiakan
dengan sebutan simbah. Gajah dipanggil burung tentunya untuk menambah
dengan sebutan simbah gede, harimau populasi agar terhindar dari kepunahan.
dengan sebutan simbah loreng. Menyebut Kegiatan konservasi burung seyogyanya
atau mengucap kata harimau dipercayai tidak hanya dilakukan oleh Lembaga
hanya mencari perkara, harimau punya Pemerintah saja dengan melibatkan

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
35

semua komponen masyarakat. Perlu Jaring merupakan komponen


adanya koordinasi yang intensif antara utama pada payang dan sebagian besar
lembaga formal dan non formal, sehingga bahan dari kontruksi payang terdiri dari
ada sinkronisasi yang lebih terarah dalam jaring. Secara umum kontruksi payang
menjalankan berbagai kegiatan terdiri dari tiga bagian (sayap, badan dan
konservasi terhadap burung. kantong). Masing-masing bagian memiliki
ukuran dan dimensi yang berbeda-beda
4. Pantangan dalam Sistem Payang antara satu payang dengan payang
Sistem payang termasuk alat lainnya. Bagian kantong pada payang
penangkap ikan atau udang yang sudah merupakan tempat untuk menampung
lama dikenal nelayan Indonesia. Payang ikan hasil tangkapan. Biasanya jaring
salah satu alat penangkap ikan tradisional pada kantong terbuat dari bahan
yang masih ditemukan di lapangan polyamide. Badan jaring merupakan
walaupun jumlahnya semakin kecil. bagian jaring, biasanya terletak ditengah-
Payang merupakan alat penangkapan tengah jaring antara sayap dan kantong.
ikan yang sudah lama dikenal dan Ukuran panjang badan jaring bervariasi
digunakan oleh nelayan Indonesia hingga antara 16-18m. Panjang jaring tergantung
saat ini. Payang dapat dikategorikan dari besarnya mata jaring yang digunakan
sebagai alat yang memiliki produktivitas dan jumlah banyaknya mata jaring.
tinggi dan dapat digolongkan sebagai alat Sayap merupakan bagian
penangkap ikan yang masih bersifat terpanjang antara 60-70m dari seluruh
tradisional (Palo&Assir, 2019). Payang bagian payang yang terdiri dari sayap
merupakan pukat kantong yang kanan maupun sayap kiri. Ukuran sayap
digunakan untuk menangkap gerombolan yang panjang dimaksudkan agar dapat
ikan permukaan (Brandt, 1995). Payang membatasi atau mencakup daerah
biasanya digunakan untuk menangkap perairan dengan seluas-luasnya sehingga
jenis-jenis ikan permukaan (pelagic fish), dengan cepat dapat menghadang
dimana pada dasarnya kontruksi alat gerombolan ikan pelagis yang memiliki
tangkap ini menpunyai bagian-bagian kecepatan renang yang tinggi, agar dapat
yang terdiri dari jaring (kantong, badan menggiring ikan masuk kedalam kantong.
dan sayap), pelampung, pemberat, tali.

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
36

Pelampung berfungsi untuk payang biasanya terdiri tali ris atas dan tali
membantu bukaan mulut jaring, serta ris bawah digunakan pada bagian sayap
untuk mempertahankan bentuk jaring serta mulut jaring. Tali ris tidak diikat pada
sesuai yang diinginkan. Pelampung yang jaring, namun hanya dimasukan kedalam
digunakan pada payang, biasanya ada mata jaring yang terluar dari sayap atau
dua macam yaitu pelampung utama (caka bagian pinggir luar sayap. Kondisi ini
atas) dan pelampung (kulu) pada sayap. menyebabkan pembukaan mata jaring
Semua pelampung tidak dipasang secara menjadi tidak beraturan, pada saat
permanen pada jaring, hanya dipasang dilakukan penarikan jaring, mata jaring
pada saat pengoperasian jaring, setelah cenderung tertutup sehingga
itu dilepas kembali. Hal ini dilakukan memungkinkan ikan-ikan kecil tidak lolos
bertujuan untuk mempermudah melalui mata jaring.
penanganan jaring supaya volumenya Untuk menunjang operasional
tidak terlalu besar. penangkapan ikan menggunakan payang,
Pemberat berfungsi agar bagian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
bawah mulut jaring terendam dengan diantaranya pemeriksaan mesin pada
sempurna sehingga membentuk bukaan perahu, penyediaan BBM, serta mengatur
mulut jaring secara menganga maksimal. posisi alat tangkap. Payang biasanya
Pemberat berfungsi agar bagian bawah dioperasikan di daerah permukaan,
jaring terendam dengan baik sehingga karena target tangkapannya ikan yang
membentuk bukaan mulut jaring yang bergerombol. Pengoperasian payang di
maksimal (Boesono, 2014). Semua perairan berada pada kedalaman 250-
pemberat kecuali caka bawah tidak 350m dengan kedalaman jaring berkisar
dipasang secara permanen. Pemasangan 20-30m sehingga tidak berdampak pada
pemberat dilakukan pada saat kerusakan ekosistem laut. Proses
pengoperasian jaring, kemudian setelah penurunan jaring biasanya ditandai ketika
selesai hauling pemberat dilepas. nelayan sudah bersiap-siap untuk
Tali-temali sangat mendukung menurunkan rakit dari kapal dan
dalam konstruksi payang, terdiri dari tali memisahkan atraktor dengan sebuah
ris berfungsi untuk memperkuat jaring dan pelampung besar tempat dimana kapal
sekaligus tempat mengikat jaring. Pada ditambatkan. Dimana 1 Anak Buah Kapal

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
37

(ABK) akan turun ke rumpon untuk sayap disisi lain serta penurunan tali
diikatkan pada sebuah tali panjang yang selambar.
dipegang oleh seorang ABK yang berada Selanjutnya dalam proses
dikapal (punggawa) untuk mengulur dan penarikan jaring dilakukan setelah jaring
menarik rumpon pada saat payang melingkari rumpon dan kedua tali
pengoperasian berlangsung. selambar bertemu, setelah tali selambar
Setelah penentuan arah untuk sudah berada di atas kapal maka akan
operasi penangkapan, kapal akan dilkukan penarikan tali selambar. Proses
bergerak mengelilingi rumpon. Proses penarikan jaring harus dilakukan dengan
melingkari rumpon dilakukan berlawanan cepat, dengan harapan untuk menutup
dengan arah jarum jam, dimana posisi alat peluang ikan untuk meloloskan diri. Waktu
tangkap berada pada buritan sebelah kiri yang dibutuhkan untuk penarikan jaring
kapal. Pada saat kapal sedang hingga semua bagian jaring naik kekapal
mengelilingi rumpon, maka hal pertama sekitar 8-15 menit, mesin tetap dinyalakan
yang dilakukan adalah melempar dengan kecepatan rendah hingga hasil
pelampung bola yang sudah diikat pada tangkapan pada jaring berada di atas
tali pada salah satu bagian sayap. kapal. Setelah kantong berada di atas
Selanjutnya penurunan tali selambar kapal dan sudah aman dari resiko
dilakukan, maka setelah tali selambar lolosnya hasil tangkapan, maka tali
turun, selanjutnya penurunan bagian pengikat pada ujung kantong dibuka dan
sayap jaring. Kemudian penurunan hasil tangkapan ditempatkan pada
pelampung dan pemberat pada sayap, sebuah box. Proses setting dan hauling
penurunan pelampung dan pemberat yang dilakukan di daerah rumpon pada
dilakukan secara bergantian, dimana kedalaman sekitar 30 m, letaknya sangat
penurunan pelampung terlebih dahulu jauh dari dasar perairan, sehingga tidak
dilanjutkan dengan pemberat, kemudian mengganggu dasar perairan. Dari segi
pelampung yang berbentuk bola yang pengoperasian payang, tidak
terletak pada mulut jaring bagian atas menunjukkan kondisi yang dapat merusak
serta pemberat. Setelah bagian sayap lingkungan maupun sumberdaya ikan.
diturunkan, maka dilanjutkan dengan Penangkapan dengan
penurunan badan kantong dan bagian menggunakan jaring payang dapat

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
38

dilakukan baik pada malam maupun siang lebih dalam lagi akan berdampak positif
hari. Untuk malam hari, terutama pada bagi lingkungan, yaitu dengan adanya
hari-hari gelap atau tidak dalam keadaan rumpon ini maka sebagai rumah bagi ikan
terang bulan dengan menggunakan alat sebagai tempat berlindung dari predator,
bantu berupa lampu petromaks. Sedang disamping itu terjadi rantai makanan
penangkapan yang dilakukan pada waktu sebagai wujud keseimbangan alam akan
siang hari menggunakan alat bantu terjadi disekitar rumpon. Hal ini saja
rumpon atau hanya dengan cara sebagai salah satu wujud kepedulian
menduga-duga di tempat yang dikira masyarakat nelayan terhadap lingkungan,
banyak ikan. Biasanya pada bulan april, dengan diterapkannya kearifan lokal
mei, juni, para nelayan sering rumpon ini, diharapkan masa mendatang
menggunakan alat tangkap payang dapat ditumbuh kembangkan dengan
dengan alat bantu lampu dan teknologi yang lebih baik, berupa
penangkapan dilakukan pada saat malam pembangunan terumbu karang buatan.
hari. Sedangkan jika sudah memasuki Nelayan di Pantai Plengkung
bulan september, oktober, para nelayan mengenal tiga musim penangkapan ikan,
menggunakan alat bantu rumpon dan yaitu musim paceklik, sedang dan puncak.
penangkapan dilakukan pada pagi hingga Pada musim paceklik hasil tangkapannya
sore hari (Amry, Renta, & Nofridiansyah, sangat rendah, waktu musim sedang hasil
2017). Rumpon yang ada sangat tangkapannya sedang, sedangkan waktu
sederhana dan masih terbuat dengan musim puncak hasil tangkapannya tinggi.
cara tradisional. Bahan dari rumpon ini Sistem pelaksanaan penangkapan ikan
terdiri dari daun kelapa kering, ranting, dengan menggunakan metode payang,
ban bekas, tali tampar dan batu besar dilakukan pada lima hari sebelum bulan
yang berfungsi sebagai pemberat. purnama sampai lima hari setelah bulan
Rumpon merupakan wujud kearifan lokal purnama karena pada waktu itu terjadi air
yang memberikan pendidikan tentang pasang sehingga mengakibatkan ikan dan
pelestarian lingkungan, dimana udang terbawa arus hingga jatuh ke
memberikan tempat untuk menjadi rumah dalam muara. Sistem ini hanya bisa
bagi ikan dan bukan sebaliknya merusak dilaksanakan pada sekitar bulan
lingkungan. Bahkan jika kita lihat dan kaji purnama, sedangkan pada hari yang lain

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
39

tidak bisa dilakukan. Pelaksanaan sistem memiliki kearifan lokal berupa sejumlah
payang, terdapat beberapa pantangan tradisi, aturan atau pantangan yang masih
untuk tidak boleh melakukan kegiatan lain berlaku secara turun temurun yang
seperti menjala. Berdasarkan kemudian dipelihara dan ditaati sampai
kepercayaan jika melanggar pantangan saat ini. Kehidupan masyarakat sekitar
maka hasil yang didapat di dalam desa penyangga sangat erat kaitannya
payangan akan sedikit. Sesama pencari dengan upaya konservasi. Hal ini dapat
ikan yang memakai sistem payang akan dilihat dari bentuk kearifan lokal, seperti:
menasehati temannya jika melanggar (a) larangan mengambil atau membunuh
pantangan tersebut. Nilai-nilai konservasi burung merak. Pantangan tersebut
yang terdapat dalam sistem payang, menurut keyakinan masyarakat
maka pemanfaatan sumberdaya alam bahwa burung merak merupakan
dengan menggunakan peralatan binatang kesayangan para makhluk
sederhana dan ramah lingkungan halus penungggu Taman Nasional
mengakibatkan meminimalkan merusak Alas Purwo. Saat ini masih ditaati
ekosistem. Adanya beberapa pantangan oleh masyarakat sekitar kawasan
selama melakukan payang dengan taman nasional. Sebenarnya dengan
menggunakan alat lain untuk mengambil adanya pantangan tersebut mereka
sumberdaya alam, di situ terdapat telah menerapkan nilai-nilai
pendidikan moral bahwa pelaku payang konservasi yang ada masyarakat,
diajak untuk bijaksana dalam mengambil secara tidak langsung merupakan
sumberdaya alam seperlunya saja tidak upaya pengawetan keanekaragaman
berlebihan. hayati. Khususnya satwa burung
merak merupakan salah satu
Simpulan komponen dari ekosistem, sehingga
Taman Nasional Alas Purwo dengan terjaganya satwa tersebut
menjadi berpotensi sebagai penyangga mutu dan kualitas ekosistem secara
kehidupan dikarenakan dalam tidak langsung dapat dijaga
pengelolaannya masih menerapkan keutuhannya.
kearifan lokal. Masyarakat sekitar (b) Sistem payang termasuk alat
kawasan Taman Nasional Alas Purwo penangkap ikan atau udang yang

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
40

sudah lama dikenal luas mayoritas Alikodra, H.S. (2012). Konservasi


sumberdaya alam dan lingkungan.
nelayan Indonesia. Alat tangkap
Pendekatan ecosophy
masih bersifat tradisional dan bagi penyelamatan bumi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
memiliki produktivitas tinggi.
Press.
Berdasarkan kepercayaan jika
Aminudin. (2013). Menjaga Lingkungan
melanggar pantangan maka hasil
dengan Kearifan Lokal. Bandung:
yang didapat di dalam payangan
Titian Ilmu.
akan sedikit. Nilai-nilai konservasi
Amry, R. A., Renta, P. P., & Nofridiansyah,
yang terdapat dalam sistem payang,
E. (2017). Analisa Kelayakan Usaha
berupa pemanfaatan sumberdaya Penangkapan Ikan Menggunakan
Alat Tangkap Payang (Seine Net)
alam dengan menggunakan
Menggunakan Alat Bantu Rumpon
peralatan sederhana dan ramah Di Pantai Malabero Kota Bengkulu.
Jurnal Enggano, 2(2), 129–142.
lingkungan dapat meminimalkan
https://doi.org/10.31186/jenggano.2
merusak ekosistem laut. .2.129-142

Astirin. (2000). Permasalahan


Ucapan Terima Kasih
Pengelolaan Keanekaragaman
Hayati di Indonesia. Jurnal
Terimakasih disampaikan kepada semua
Biodiversitas. 1(1): 36-40.
pihak yang terlibat dalam penelitian ini
Ayatrohaedi. (2016). Kepribadian Budaya
sehingga terlaksana dengan baik dan tim
Bangsa. Jakarta: Pustaka Jaya.
redaksi Jurnal Pendidikan Sosiologi
Azmi, Rizka Syabana. (2015). Konservasi
Fakultas Ilmu Sosial UNY yang telah
Spesies Kunci Budaya
mempublikasikan penelitian ini. Masyarakat Desa Kalipahit di
Sekitar Taman Nasional Alas
Purwo, Jawa Timur. Skripsi. Bogor
Daftar Pustaka (ID): Institut Pertanian Bogor.

Baliton RS., Wulandari C., Landicho LD.,


Aguilar-Stoen, Mariel. (2015). Global Cabahug RED., Paelmo RF.,
forest conservations initiativies as Comia RA., Roberto G., Budiono
spaces for participation in P., Herwanti S., Rusita and
Colombia and Costa Rica. Journal Castillo AKSA. 2017. Ecological
Geoforum 61 (2015) 36-44. Services of Agroforestry
Agusyanto. (2012). Jaringan Sosial. Landscapes in Selected
Watershed Area inThe Philippines
Jakarta: UI Press
and Indonesia. JOURNAL

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
41

BIOTROPIA. 24(1): 71-84.


Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
Beltrán J, Phillips A. (2010). Indigenous dan Konservasi Alam (Ditjen
and traditional peoples and PHKA). (2014). Statistik. Jakarta:
protected areas: principles, Ditjend PHKA.
guidelines and case studies.
Febriyanti, Dwiyandhi. (2007). Studi Nilai
Cambridge (UK): IUCN,
Manfaat Hutan Mangrove Resort
Cambridge and WWF
Bedul bagi Masyarakat Sekitar
International.
Kawasan Taman Nasional Alas
Purwo, Banyuwangi. Skripsi.
Bohensky EL, Maru Y. (2011). Indigenous
Bogor (ID): Institut Pertanian
Knowledge, Science, and
Bogor.
Resilience: What Have We
Learned from a Decade of
Fiddarain, Arrajih. (2016). Rancangan
International Literature on
Solusi Konflik Lahan di Taman
Integration?. Ecology and Society.
Nasional Alas Purwo. Skripsi.
16(4): 1-7.
Bogor (ID): Institut Pertanian
Boesono, W. A. H. (2014). Analisis
Bogor.
Efisiensi Teknis Genuine Payang
Dan Modifikasi Payang Dengan
Fraser DJ, Coon T, Prince MR, Dion R,
Windows Samping Terhadap Hasil
Bernatchez L. (2006). Integrating
Tangkapan Di Perairan Kabupaten
Traditional and Evolutionary
Kendal. Journal of Fisheries
Knowledge in Biodiversity
Resources Utilization Management
Conservation: a Population Level
and Technology, 3, 46–53.
Case Study. Journal Ecology and
Society. 11(2):1-7.
Brandt, A.V. (1995. Classification of
Freitas DMD, Tagliani PRA. (2009). The
Fisher Gear, Modern Fishir Gear
Use of GIS for The Integration of
of The World. Fishing News. Ltd
Traditional and Scientific
London.
Knowledge in a Supporting
Artisanal Fisheries Management in
Brook RK, McLachlan SM. (2005). On
Southern Brazil. Journal of
using expert-based science to
Enviromental Management.
“test” local ecological knowledge.
90(6):2071-2078.
Ecology and Society 10(2): 17-24
Gagnon CA, Berteaux D. (2009).
Denzin, NK and YS Lincoln (eds). (2000).
Integrating Traditional Ecological
Handbook of Qualitatif Research
Knowledge and Ecological
(Second Edition), Thousand Oaks,
Science: a Question of Scale.
London, New Delhi: Sage
Journal Ecology and Society.
Publication.
14(2):1-8.
Gauthama, M.P, Kusrestuwardhani,
Direktorat Jenderal Konservasi
Alkadri. (2013). Budaya Jawa dan
Sumberdaya Alam dan Ekosistem
Masyarakat Modern. Jakarta:
(KSDAE). (2016). Statistik
BPPT Press.
Direktorat Jenderal KSDAE.
Jakarta: KLHK.

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
42

Ihsannudin. (2015a). The Role of Social http://dx.doi.org/10.1016/j.jenvma


Capital on Salt Smallholder n.2016.08.041.
Society of Madura Indonesia in Liliweri, A. (2014). Pengantar Studi
Land Certification Ownership.
Kebudayaan. Bandung: Nusamedia.
Scientific Journal of PPI-UK 2(4):
144-151. Magdalena. (2013). Peran Hukum Adat
Dalam Pengelolaan Dan
Ihsannudin. (2015b). Fisherman’s Perlindungan Hutan Di Desa
Behavior of Multi Ethnic Sesaot, Nusa Tenggara Barat dan
Community In Adapting Climate Desa Setulang, Kalimantan Timur.
Change In Small Island. Jurnal Sosial Ekonomi. Vol.10
International Journal of Andalas No.2.
2(2): 1-14. doi.org/10.14710/jkt.v19i2.839.
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Mangi, H. (2013). Asosiasi Burung Julang
Sulawesi (Rhyticeros cassidix)
Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada. dengan Pohon Eboni (Diospyros
Istiawati, N. F. (2016). Pendidikan celebica Bakh) di Cagar Alam
Karakter Berbasis Nilai-Nilai Pangi Binangga Desa Pangi
Kearifan Lokal Adat Ammatoa Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal
Dalam Menumbuhkan Karakter Warta Rimba 1(1): 1-8.
Konservasi. CENDEKIA: Journal Mendez-Lopez. (2014). Local participation
of Education and Teaching, 10(1), in biodiversity conservation
1. initiatives: a comparative analysis
https://doi.org/10.30957/cendekia. of different models in South East
v10i1.78. Mexico. Journal of Environmental
Iswandono, Elisa. (2016). Integrasi Management 125(1): 321-329.
Kearifan Lokal Masyarakat Suku
Manggarai dalam Konservasi Moller H, Berkes F, Lyyer PO, Kislalioglu
Tumbuhan dan Ekosistem M. (2004). Combining Science and
Pegunungan Ruteng Nusa Traditional Ecological Knowledge:
Tenggara Timur (Disertasi). Bogor Monitoring Populations for Co-
(ID): Institut Pertanian Bogor. Management. Journal Ecology
Kosmaryandi N. (2012). Pengembangan and Society. 9(3):1-10.
Zonasi Taman Nasional: Sintesis Naidoo R, Hill K. (2006). Emergence of
Kepentingan Konservasi Indigenous Vegetation
Keanekaragaman hayati dan Classifications Through
Kehidupan Masyarakat Adat Integration of Traditional
[Disertasi]. Bogor (ID): Institut Ecological Knowledge and
Pertanian Bogor. Remote Sensing Analyses.
Liberati. (2016). Beyond Protection: Journal Enviromental
Expanding Concervation Management. 38(3):377-386.
Opportunity to Redefine Neuman, William Lawrence. (2003).
Conservation Planning in the 21st Social Research Methods:
Century. Journal of Environmental Qualitative and quantitative
Management. Approaches. Pearson Education.

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 13 No 1| pISSN: 1978 –192X eISSN: 2654-9344
43

Nurdin, B. V., and Ng, K. S. F. (2013). Pembangunan. Jakarta:


Local Knowledge of Lampung Djambatan.
People in Tulang Bawang: An Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian
Ethnoecological and Pendidikan Kompetensi dan
Ethnotechnological Study for Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.
Utilization and Conservation of
Rivers. Procedia - Social Science Thaman. (2016). A comparison of rural
and Behavioral. 91: 113–119. comunity perceptions and
involvement in conservations
Palo, M., & Assir, A. (2019). Analisis between the Fiji Island and
Aspek Teknis Jaring Payang Di Southwestern Portugal. Journal
Perairan Mamuju , Sulawesi Barat Ocean & Coastal Management
Analyses on Technical Aspects of 133 (2016) 43-52.
Scottish Seine Net in. 6(12), 214–
229. Van Assendelf HB. (1991). Werholes,
Mammals and Human Impact in
Poerwanto, Hari. (2000). Kebudayaan dan Alas Purwo Baluran National Park
Lingkungan: Dalam Persepektif East Java Indonesia, An Inventory
Antropologi. Yogyakarta: Pustaka along the coast in 1991. FONC
Pelajar. project, Fakultas Kehutanan
Pramusanti. (2001). Interaksi Masyarakat Universitas Gajah Mada,
Sekitar dengan Taman Nasional Yogyakarta.
Alas Purwo (Studi Kasus di Desa Warsito. (2010). Penyebaran dan
Kendalrejo Kecamatan Tegaldimo Populasi Burung Paruh Bengkok
Kabupaten Banyuwangi Provinsi Pada Beberapa Tipe Habitat di
Jawa Timur) [Skripsi]. Bogor (ID): Papua. Jurnal Penelitian Hutan
Institut Pertanian Bogor. dan Konservasi Alam 7(1): 93 –
Rahmat, Jalaluddin. 2010. Metode 102.
Penelitian Komunikasi. Bandung: Wikantoyoso, Respati. (2019). Kearifan
Lokal Dalam Perencanaan dan
Remaja Rosdakarya. Perancangan Kota; Untuk
Mewujudkan Arsitektur Kota
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian
Berkelanjutan. Malang: Malang
Kuantitatif dan Kualitatif.
Grup Konservasi Arsitektur dan
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kota.
Yuliati, Yayuk. (2011). Perubahan
Satyasari, Ika. (2010). Evaluasi Ekologis Dalam Strategi Adaptasi
Pengembangan Ekowisata Masyarakat di Pegunungan
Mangrove: Studi Kasus di Bedul, Tengger (Suatu Kajian Gender
Resort Grajagan, Taman Nasional dan Lingkungan). Malang: UB
Alas Purwo, Jawa Timur. Skripsi. Press.
Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Soemarwoto, Otto. (2014). Ekologi,
Lingkungan Hidup dan

Peran Masyarakat Sekitar Desa Penyangga dalam Konservasi Taman Nasional Alas Purwo
Berbasis Kearifan Lokal

Anda mungkin juga menyukai