MAKALAH
Disusun oleh :
Rafida Ramelan 2180050007
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah “Kaidah Al-Dhararu
Yuzalu”. Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Ilmu Qawa’id Al-Ahkam.
Penyusun makalah ini tidak terlepas dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dosen mata kuliah Ilmu Qawa’id Al-Ahkam, Dr. Hj. Aah Tsamrotul Fuadah,
M.Ag.
2. Seluruh teman-teman Hukum Keluarga (AS), yang senantiasa mendukung
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya akan segala
kekurangan, maka kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
kemampuan penulis di masa mendatang.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
4. Apa saja kaidah-kaidah cabang dari al-dhararu yuzalu?
4
BAB II
KAIDAH AL-DHARARU YUZALU
1
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2010, Hlm. 288
2
Ibid
5
Al-Husaini mengartikan al-dharar dengan “bagimu ada manfaat tapi bagi
orang lain ada mudharat”. Sedangkan al-dhirar diartikan dengan “bagimu tidak
ada manfaatnya dan bagi orang lain memudharatkan”.3 Ulama lain mengartikan al-
dharar dengan “membuat kemudharatan” dan al-dhirar “membawa kemudharatan
diluar ketentuan syari’ah”.4
3
Ali Ahmad Al-Nadwi, Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, Cet.V, Dar Al-Qalam, Beirut, 1998, Hlm. 88
4
Jaih Mubarok, Sejarah dan Kaidah Asasi, Cet. I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hlm.
153
5
Shalih bin Ghanim Al-Sadlan, Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, Dar Bilnisyah, Riyadh,
1997, Hlm. 497
6
Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman, Dasar-dasar Pembinaan Fiqih Islam, Al-Ma’arif,
Bandung, 1986, Hlm. 510
7
Ibid, Hlm. 511
6
Berdasarkan hal tersebut maka kaidah ini penting untuk menunjukan
keseimbangan dan keadilan dalam perilaku serta secara moral menunjukkan akhlak
mulia karena tidak memberi madharat kepada orang lain.
2.2. Rukun, Syarat, dan Sumber Dalil
Rukun kaidah ini hanya ada satu, yaitu al-dharar (kemudharatan). Syarat
adanya kemadharatan dalam kaidah ini pada prinsipnya adalah8:
a. Tidak boleh menghilangkan kemadharatan yang sama tingkatannya.
b. Tidak boleh menimbulkan kemudharatan lain yang lebih besar atau lebih tinggi
tingkatannya.
c. Kondisi darurat atau mengancam. Hal ini bertujuan untuk 'mempertahankan
maqashid al-syari’ah yakni untuk menjaga jiwa (hifzu al-nafs), menjaga harta
(hifzu al-mal), menjaga keturunan (hifzu al-nasl), menjaga akal (hifzu al-‘aql)
dan menjaga agama (hifzu al-din).
d. Keadaan darurat hanya dilakukan sekadarnya dalam arti tidak melampaui
batas.
e. Tidak ada jalan lain yang halal kecuali dengan melakukan yang dilarang.
...َاَعلايهن
ضيقو ا
ض ُّاروهنَلت ا
اوالَت ا...
“...dan janganlah kamu memudharatkan mereka (istri) untuk menyempitkan
hati mereka...”
8
A. Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Cet.VII, Kencana, Jakarta, 2017, Hlm. 70-72
7
• QS. Al-Baqarah [2]: 233
...ََعلايكمَإل اَماَاضطررُتَإلايه
َاَحرام ا
اوقادَفاص الَلاكم اَم ا...
“...(Allah) telah menjelaskan kepadamu sekalian apa yang Allah haramkan
kepadamu, kecuali apa yang kamu terpaksa memakannya...”
...َاوالَت فسدواَِفَاْلارض
“janganlah kamu sekalian membuat kerusakan di bumi...”
َين
بَالمفسد ا
ُّ اوالَتابغَال اف اس اادَِفَاْلارضَإنَاَّللا اَلَُي...
“...janganlah kamu membuat kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
8
2. Hadits Nabi Saw.
ََشهركم
َِف ا،َه اذا
َِفَبالادكم ا،َه اذا أالاَإنَاَّللاَ احرام ا
َ اكحرامةَياومكم ا،َعلايكمَد اماءاكم اَوأام اوالاكم •
اه اذا
“Ketahuilah sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas kalian, darah dan
harta sesama kalian, seperti haramnya hari kalian ini, di negeri kalian, dan
pada bulan kalian ini .”(HR. Bukhari)
9
A. Djazuli, Op. Cit, Hlm. 67-68
9
- Larangan murtad dari agama Islam dan larangan mabuk-mabukan.
Kaidah ini terbentuk atas dasar materil yang bersifat nushush al-syaari’
(bersumber dari nash syara’) dan dirumuskan karena memiliki kaitan dari beberapa
nash syara’.
10
Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman, Op.Cit, Hlm. 511
11
Ibid, Hlm. 73
10
Al-dhararu laa yuzaalu bi al-dharariَّ)َلَيََازالََبَلضََرر
ََّ(الضََررََاsemakna dengan Al-
4.
ا ا
dharaaru laa yuzaalu bimitslihi)َلَيََازالََبَثَلَه
ََّ(الضَاَررََا
Artinya kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan lagi.
Maksudnya adalah kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan
kemudharatan yang sebanding keadaannya. 12 Contoh: orang yang kelaparan
tidak boleh mengambil barang orang lain yang juga sedang kelaparan, tidak
boleh membunuh anak dengan alasan kesulitan ekonomi.
12
Ibid, Hlm. 74
13
Ibid, Hlm. 75
14
Ibid
11
sejak dahulu.15 Contoh: sampah yang menggunung sudah lama terjadi sehingga
mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar, maka sampah itu harus
dialokasikan ke tempat pembuangan lain.
15
Ibid, Hlm. 76
16
Ibid
17
Muhlish Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
1999, Hlm. 132-133
18
A. Dzajuli, Op.Cit, Hlm. 77
12
Contoh: boleh memakan makanan haram baru bisa dilakukan jika tidak ada
makanan lain yang halal.
19
Ibid, Hlm. 78
20
Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman, Op.Cit, Hlm. 513
21
Muhlish Usman, Op. Cit, Hlm. 138
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Setelah penulis memaparkan dan membahas uraian mengenai kaidah al-
dhararu yuzalu dalam penulisan makalah ini, maka penulis dapat menarik beberapa
simpulan sebagai berikut.
Kaidah al-dhararu yuzalu memiliki makna bahwa manusia harus dijauhkan
dari madharat baik oleh dirinya maupun orang lain, atau dengan kata lain tidak
boleh saling memberi madharat, tapi sebaliknya harus saling memberi manfaat.
Kaidah ini penting untuk menunjukan keseimbangan dan keadilan dalam perilaku
serta secara moral menunjukkan akhlak mulia karena tidak memberi madharat
kepada orang lain.
Rukun kaidah ini adalah al-dhararu yang berarti kemadharatan. Syarat dari
kemadharatan ini yaitu tidak boleh menghilangkan kemadharatan yang sama
tingkatannya, tidak boleh menimbulkan kemudharatan lain yang lebih besar atau
lebih tinggi tingkatannya, berlaku saat kondisi darurat atau mengancam, tidak
melampaui batas, dan tidak ada jalan lain yang halal kecuali dengan melakukan
yang dilarang. Adapun sumber dalil yang mendukung kaidah ini terdapat dalam
beberapa nash Al-Qur’an dan Al-Sunnah, diantaranya QS. Al-Baqarah [2]: 231 dan
hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang menyatakan bahwa barangsiapa
memadharatkan maka Allah akan memadharatkannya, dan barangsiapa yang
menyusahkan maka Allah akan menyusahkannya.
Kaidah ini dilatarbelakangi oleh berbagai masalah fiqih yang dapat
menghilangkan kemudharatan, diantaranya larangan menimbun barang-barang
kebutuhan pokok masyarakat, adanya berbagai macam sanksi dalam fiqih jinayah,
larangan murtad dari agama Islam dan lain sebagainya.
Kaidah-kaidah cabang dari kaidah al-dhararu yuzalu ini adalah al-
dharuuraat tubiihu al-makhzhuuraat, al-dharuuraat tuqaddiru biqadarihaa, al-
dhararu yuzaalu biqadri al-imkaani, al-dhararu laa yuzaalu bi al-dharari,
yuhtamilu al-dhararu al-khash liajali al-dharari al-‘am, al-dhararu laa yakuunu
14
qadiiman, al-haajatu tanzila manzilata al-dharurati ‘amamatan kaana au
khaashahَّ, kullu rukhshatin ubiihat lidhdharurati wa al-haajati lam tustabah qabla
wujuudiha, kullu tasharrufin jarra fasadan au daf’a shalaahan manhii ‘anhuَّ, dan
dar-ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al-mashalih.
15
DAFTAR PUSTAKA
Jaih Mubarok, Sejarah dan Kaidah Asasi, Cet. I, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002.
Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman, Dasar-dasar Pembinaan Fiqih Islam, Al-
Ma’arif, Bandung, 1986.
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2010.
16