Anda di halaman 1dari 6

Melatih Leadership Anak Cara Islam

Oleh : Tony Raharjo (Konselor Keluarga, Penulis Buku ‘Parenting Islam untuk Orangtua Milenial’)

Saat ini, setiap hari kita akan dipaksa memilih lebih banyak hal setiap harinya. Dari masalah remeh
temeh hingga yang berakibat besar untuk diri dan masa depan, dunia menawarkan banyak pilihan.

Daniel Levitin, seorang psikolog Amerika mengatakan pada tahun 1976 ada 9000 merek produk di toko
grosir, sedangkan saat ini ada lebih dari 40.000 merek produk yang bisa kita temukan di toko grosir.
Padahal kebutuhan kita akan tercukupi hanya dengan 150 merek produk saja.

Ledakan dunia informasi, tanpa disadari mengakibatkan ledakan pilihan dalam hidup kita. Termasuk
dalam bab pengasuhan anak.
Semenjak sarapan pagi, ledakan informasi mengakibatkan ledakan pilihan menu
yang bisa kita sajikan untuk anak kita. Di satu sisi ini menguntungkan, namun di sisi
lain ini pun membingungkan. Menentukan menu sarapan saat ini, tak semudah
orang tua zaman dahulu untuk memutuskannya. Ini baru bab sarapan, belum bab-
ba lain yang berpengaruh lebih besar untuk anak dan keluarga, seperti pemilihan
model sekolah anak, tempat sekolah anak dan lain sebagainya.

Ledakan informasi ini juga dialami anak dalam pengasuhan kita. Dunia yang semakin cepat dan viral,
membuat informasi dan pilihan-pilihan memenuhi anak-anak kita. Dari bab, pakaian, makanan, pola
sikap hingga perasaan setiap hari ditawarkan dunia pada anak-anak kita dengan banyak ragamnya. Maka
melatih kemampuan anak untuk memilih, sangat berguna bagi masa depan anak hidup di dunia yang
penuh pilihan.

Kemampuan memilih, adalah kemampuan dasar leadership bagi setiap orang. Seseorang terlihat
kepemimpinannya dari pilihan-pilihan yang dilakukannya, terutama pilihannya saat kondisi kritis.

Melatih leadership anak dalam bahasa pengasuhan awal untuk anak, berarti mengajarkan anak untuk
berani memilih, memberi ruang anak untuk memutuskan, melatih tanggung jawab dari setiap
keputusan dan mengevaluasi setiap pilihan yang keliru.

Lakukan hal itu di pagi hari, saat mood anak dalam kondisi positif, dan tubuhnya masih segar untuk
bertindak atas pilihannya. Selain itu pilihan di pagi hari cenderung lebih tepat dan rasional, dibanding
memilih di siang hari saat tubuh mulai keletihan dan konsentrasi menurun, atau pilihan di malam hari
yang cenderung intuitif dan terburu-buru.

Dalam teknik manajemen rapat, rapat di pagi hari lebih tepat digunakan untuk mengambil keputusan.
Sebaliknya rapat di sore/malam hari lebih tepat digunakan untuk mengumpulkan informasi.

Beri waktu anak untuk memilih di pagi hari. Tanyakan padanya apa yang mau
disantapnya hari ini ? Biarkan dia memilih baju yang ingin dipakainya hari ini jika ia
belum sekolah. Tentu saja tidak semua urusan hidupnya di bebaskan memilih, namun
harus ada ruang-ruang kecil dalam aktivitasnya dimana orang tua memberikan
kesempatan dan kepercayaan untuknya memilih. Ruang-ruang ini yang perlahan
diperluas seiring bertumbuhnya anak.

Sertakan kepercayaan dalam ruang-ruang pilihan anak. Seiring usia saat ruang-ruang pilihan diberikan
lebih luas, sertakan juga kepercayaan yang lebih luas untuk mereka. Beri kepercayaan pada mereka
untuk memilih, memutuskan dan bahkan beri kepercayaan mereka untuk melakukan kesalahan.

Pada saatnya anak haruslah mandiri. Maka mereka harus belajar memilih untuk hidupnya sendiri. Ini
juga berarti mereka harus belajar menanggung kesalahan yang diperbuatnya sendiri.

Sebagai contoh, Imam Hasan Al Banna, memberikan kepercayaan kepada anaknya dalam hal mengelola
uangnya sendiri. Pada masa itu 1942-1943 ia memberikan uang jajan harian sekitar 3 qirsy kepada
anaknya, saat umumnya orang memberikan uang jajan seperempat atau setengah qirsy pada anak-anak
mereka.

Anaknya, Saiful Islam pernah ditanya oleh wartawan apakah uang sebesar itu akan merusak seorang
anak. Ia menjawab; “yang terpenting bukan uang jajan besar atau kecil, tapi yang terpenting adalah
bagaimana pola pendidikan dan pembinaan di rumah”. Ini menggambarkan betapa besar kepercayaan
orang tua kepada anaknya, dan kepercayaan orang tua terhadap pola pengasuhan yang ia terapkan.

Ini penting, selain harus memberi kepercayaan kepada anak, orang tuapun harus
percaya dengan model pengasuhan yang ia pilih untuk anak-anaknya. Bagaimana
anak dididik di rumah sama pentingnya dengan bagaimana orang tua memberikan
kepercayaan pada anak.

Percayalah, jika orang tua terlalu “pelit” pada anak, mereka tidak akan belajar apapun tentang
bagaimana mereka mengelola uang. Berikan ia anggaran, untuk memilih dan bertanggung jawab apa
yang mau ia beli. Lakukan bertahap sesuai usianya. Jika sudah beranjak remaja, beri anak anggaran
untuk ia memilih dan memutuskan sepatu dan baju apa yang hendak ia beli. Dan banyak contoh lainnya
yang bisa kita gunakan untuk memberi tanda pada anak , bahwa kita percaya pada mereka.

Setelah memberikan ruang untuk memilih dan memberi kepercayaan, ajak anak untuk berfikir tentang
apa yang ia pilih. Ini bagian lain dari pengembangan kepemipinan bagi anak, saat anak mampu berfikir
dan menjelaskan pilihannya. Ini bentuk tanggung jawab pikiran/rasional anak.

Caranya dengan bertanya kepada mereka, tantang ide-ide mereka, tentu tidak dengan cara yang agresif.

Saat anak usia 2 tahun, bisa ajukan pertanyaan?


“Kenapa pilih baju yang ini?”
Anak akan menjawab berdasar pengetahuan mereka, tak usah dibantah. Saat ini anak sedang belajar
berfikir secara mendiri, mengembangkan tanggung jawab pikiran dari apa yang ia pilih.

Dalam perkembangan usianya ( 7 tahun ke atas), pertanyaan bisa dikembangkan oleh orang tua.
“ Kenapa pilih baju yang ini?”
“Soalnya aku suka yang ada gambar bunga” jawab si anak
“ Ini juga ada gambar bunganya” ujar orang tua datar sambil menujukkan baju lain yang bergambar
bunga.

Respon anak bisa jadi bertahan dengan pilihannya, atau bergeser mengikuti pilihan
orangtuanya. Tak masalah apapun responnya, tak usah ditekan dan dipaksa, yang
jelas anak akan belajar tentang bagaimana menimbang pendapat.

Semakin tumbuh anak semakin banyak kombinasi yang kita mainkan, diatas 10 tahun, mulai tawarkan
“perbedaan” dalam pertanyaan kita.
“Kenapa pilih baju yang ini?”
“ Soalnya aku suka warna kuning” jawab si anak
“ kalau menurut bunda, kamu ngga cocok pakai warna kuning, kamu terlihat lebih cantik pakai baju
putih”
Respon anak bisa jadi juga akan bertahan, atau beralih mencoba warna putih. Sekali lagi tak masalah
dengan apapun responnya. Tapi anak disini akan belajar tentang pendapat yang berbeda dan bagaimana
dia bersikap terhadap perbedaan.

Kalaupun ia bertahan dengan pendapatnya, ia akan belajar bertanggung jawab secara rasional dan logis
untuk mempertahankan pilihannya. Kemampuan berpikir secara mandiri seperti ini adalah hal yang juga
harus dimiliki anak dari sisi kepemimpinan.

Namun terlepas dari kebebasan dan pengembangan kemampuan anak untuk memilih, dipercaya,
bertanggung jawab, berfikir dan menjelaskan pilihannya secara rasional. Tetaplah jangan pernah
lupakan pendidikan pengasuhan agama dan moral. Jika pengasuhan kepemimpinan hanya didasarkan
pada nilai kemampuan berfikir dan memilih, tak bisa kita bayangkan jadi seperti apa anak kita jadinya
nanti.

Selalu juga ajarkan pada anak, tak ada kebebasan yang sebebas-bebasnya. Dalam kebebasan untuk
memilih selalu ada batas yang harus diperhatikan, ajarkan sedari kecil.
Semisal, waktu kita membebaskan anak untuk memilih pakaian yang ingin digunakan, tentukan syarat
untuk membatasinya.

Misalnya,
” Boleh pilih mau pakai baju yang mana asal menutup aurat” ketika akan pergi keluar rumah , atau ;
“Boleh pakai baju yang mana,asal baju tidur”
ketika anak selesai mandi sore menjelang tidur.

Lakukan secara bertahap, jangan pernah hilangkan batas-batasnya, agar kelak anak tumbuh berani
dalam pilihan namun berhati-hati dalam batasan.

@tonyraharjo
Instagram :
@tonyraharjo
@kelasparenting_id

Anda mungkin juga menyukai