Anda di halaman 1dari 35

PEMANFAATAN LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT (Elaeis

guineensis Jacq.) SEBAGAI BAHAN UTAMA PAKAN IKAN


LELE (Clarias Sp.)

Oleh :

GHOZI NAUFAL CHANIAGO


201711057

PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
POLITEKNIK KELAPA SAWIT
CITRA WIDYA EDUKASI
BEKASI
2020
PEMANFAATAN LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT (Elaeis
guineensis Jacq.) SEBAGAI BAHAN UTAMA PAKAN IKAN
LELE (Clarias Sp.)

Oleh:

GHOZI NAUFAL CHANIAGO


201711057

Laporan Tugas Akhir


sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Ahli Madya pada
Program Studi Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit

PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
POLITEKNIK KELAPA SAWIT
CITRA WIDYA EDUKASI
BEKASI
2020
PERNYATAAN

Tugas akhir mengenai PEMANFAATAN LIMBAH BATANG KELAPA


SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SEBAGAI BAHAN UTAMA PAKAN
IKAN LELE (Clarias Sp.) adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan
dari komisi pembimbing, dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun, sumber informasi yang dikutip atau dirujuk
dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah
disebutkan dalam teks dari tugas akhir ini. Dengan ini Saya melimpahkan hak
cipta kepada Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi.

Bekasi, Agustus 2020

GHOZI NAUFAL CHANIAGO


NIM 201711057
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pemanfaatan Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis


Guineensis Jacq.) Sebagai Bahan Utama Pakan Ikan Lele

(Clarias Sp.)
Nama : Ghozi Naufal Chaniago
NIM : 201711057
Program Studi : Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit

Disetujui:
Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Vira Irma Sari S.P., M.Si.. Ir. Rufinusta Sinuraya, M.M.


NIDN. 0407078901 NIDN. 0404096804

Diketahui:

Ketua Jurusan Ketua Program Studi


Perkebunan Kelapa Sawit Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit

Yuliyanto, S.Si., M.Si. Toto Suryanto, S.P., M.Si.


NIDN. 0409077504 NIDN. 0427047010

Tanggal Ujian : 01 September 2020 Tanggal Lulus :


ABSTRAK

GHOZI NAUFAL CHANIAGO. Pemanfaatan Limbah Batang Kelapa Sawit


(Elaeis Guineensis Jacq.) Sebagai Bahan Utama Pakan Ikan Lele (Clarias Sp.).
Dibimbing oleh VIRA IRMA SARI dan Rufinusta Sinuraya.
Tanaman kelapa sawit yang tidak lagi produktif di usia tua dan
mengharuskan dilakukan penanaman ulang, sehingga banyak limbah yang
terbuang seperti batang kelapa sawit. Inovasi pembuatan pakan ternak ikan lele
merupakan salah satu cara memanfaatkan limbah pelepah kelapa sawit. Tujuan
penelitian ini adalah mendapatkan alternatif bahan organik dari limbah batang
kelapa sawit sebagai bahan pakan pelet untuk ikan lele, mengetahui cara
pembuatan pakan ikan lele dari limbah batang kelapa sawit, mengetahui pengaruh
pakan batang kelapa sawit terhadap bobot dan panjang ikan lele, mengetahui daya
apung dan kandungan nutrisi dari pakan pelepah kelapa sawit. Penelitian ini
dilaksanakan mulai Januari 2020 sampai dengan Juli 2020, di areal percobaan
Jalan Lestari Elok V, Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten
Tangerang, Banten. Metode penelitian yang digunakan dengan metode Rancak
Acak Kelompok (RAK), perlakuan yang digunakan pada percobaan ini yaitu P0 =
pakan biasa, P1 = (Batang kelapa sawit + tepung ikan + terigu + molase), P2 =
(Batang kelapa sawit + tepung ikan + tapioka + molase). Setiap jenis pakan
diberikan dengan dosis yang sama yaitu 5 gram. Jumlah ikan untuk setiap
perlakuan pada setiap dosis adalah 2 ekor, sehingga jumlah ikan seluruhnya
adalah 18 ekor. Pemanfaatan limbah batang kelapa sawit sebagai pakan pelet ikan
lele (Clarias sp) diharapkan mampu memberikan pengaruh nyata pada bobot dan
panjang ikan lele. Penelitian ini mebahas tentang pembuatan pelet ikan lele
Clarias sp dengan bahan utama batang kelapa sawit dan berserta perekatnya
dengan cara yang sama dan menmbahkan tepung ikan sebagai penambahan
kandungan yang terdapat pada komposisinya.

Kata kunci : Batang kelapa sawit, pakan ikan, ikan lele

iv
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan yang
berjudul “Pemanfaatan Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Sebagai Bahan Utama Pakan Ikan Lele (Clarias Sp.)”. Penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah
membantu dalam penyususnan laporan ini yaitu kepada:
1. Ibu Vira Irma Sari, S.P., M.Si. dan Bapak Ir. Rufinusta Sinuara, M.M.. selaku
dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang senantiasa membimbing
dalam pelaksanaan dan penulisan laporan
2. Bapak Sylvia Madusari, S.Si., M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan
pengarahan kepada penulis.
3. Orang tua yaitu Bapak Arwan Chaniago dan Ibu Nurhabzia Batubara dan Adik
yaitu Farid Hadid Chaniago, Fetry Annes Tasya yang telah mendukung baik doa
maupun materi.
4. Teman-teman satu program studi Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit angkatan
2017, dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung namum tidak
dapat disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan
ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan Praktik Kerja
Lapangan ini. Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan

Bekasi, September 2020

GHOZI NAUFAL CHANIAGO

v
RIWAYAT HIDUP

GHOZI NAUFAL CHANIAGO. Lahir di Tangerang, Banten pada tanggal 16


Januari 1999. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak
Arwan Chaniago dan Ibu Nurhabzia Batubara.
Pendidikan formal penulis diawali di Sekolah Dasar Negeri Medang
Tangerang dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan ke MTS Negeri 5 Kabupaten Tangerang dan lulus pada tahun 2014.
Penulis melanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 23
Kababupaten Tangerang dan selesai pada tahun 2017, penulis melanjutkan
pendidikan ke Perguruan Tinggi Program Diploma III Politeknik Kelapa Sawit
Citra Widya Edukasi dan tercatat sebagai Mahasiswa Program Studi Budidaya
Perkebunan Kelapa Sawit tahun angkatan 2017.
Penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan selama perkuliahan,
diantaranya adalah sebagai anggota Bengkel Seni, Widya Bisnis, dan Futsal.
Penulis pernah mengikuti Latihan Dasar Kepemimpinan di Rindam Jaya Gunung
Nyomot, Bogor, pada tahun 2017.
Penulis mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Kebun Percobaan 3
Politeknik Kelapa sawit Citra Widya Edukasi selama 40 hari dan melakukan
pengabdian kepada masyarakat di Kampung Karapyak RT 16 RW 04 Desa Cinta
Mekar, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Penulis melakukan magang di
PT Masuba Citra Mandiri. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di PT
Mitra Mendawai Sejati Estate Suayap yang berada di Desa Suayap, Kecamatan
Arut Selatan, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. mulai tanggal 24 Februari
sampai 4 April 2020 (1 bulan 11 hari).

vi
D AFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xi

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian......................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................... 2
1.4 Hipotesis Penelitian..................................................................... 3
1.5 Batasan Masalah.......................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Limbah Batang Kelapa Sawit...................................................... 4
2.2. Tepung Terigu............................................................................. 5
2.3 Tepung Tapiona.......................................................................... 6
2.4 Tepung Ikan ............................................................................... 7
2.5 Molase Tebu ............................................................................... 7
2.6 Ikan Lele .................................................................................... 8
2.7 Pakan Organik ............................................................................ 9

BAB III. METODOLOGI


3.1. Waktu dan Tempat...................................................................... 11
3.2. Alat dan Bahan............................................................................ 11
3.3. Metode Penelitian........................................................................ 11
3.4. Prosedur Percobaan..................................................................... 11
3.4.1 Persiapan Alat dan Bahan ................................................. 11
3.4.2 Pemotongan dan Pencacahan Batang ............................... 12
3.4.3 Pencampuran Bahan ......................................................... 12
3.4.4 Pencetakan Pakan Ikan ..................................................... 13
3.4.5 Aplikasi Pakan Ikan Lele .................................................. 13

vii
3.5. Parameter Pengamatan................................................................ 14
3.5.1 Bobot Ikan Lele ................................................................ 14
3.5.2 Panjang Ikan Lele ............................................................ 15
3.5.3 Daya Apung Pakan .......................................................... 16

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Bobot Bibit Ikan Lele ................................................................. 16
4.2. Panjang Bibit Ikan Lele .............................................................. 17
4.3. Daya Apung ................................................................................ 18
4.4. Hasil Analisis Nutrisi Pakan ...................................................... 18

BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan.................................................................................. 21
5.2. Saran............................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22


LAMPIRAN.................................................................................................... 26

viii
DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pemberian pelet ikan lele dari limbah batang kelapa sawit terhadap berat
bibit ikan lele................................................................................................ 16
2. Pengaruh pemberian pelet ikan lele dari limbah batang kelapa sawit
terhadap panjang bibit ikan lele.................................................................... 17
3. Rataan daya apung berbagai jenis pakan ..................................................... 26
4. Kandungan nutirisi pakan pelet ikan berbahan dasar batang kelapa sawit +
tepung ikan + terigu + molase .................................................................... 18
5. Kandungan nutrisi pakan pelet ikan berbahan dasar batang kelapa sawit +
tepung ikan + terigu + molase ..................................................................... 19

ix
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1. Batang Kelapa Sawit 5
2. Tepung Terigu 6
3. Tepung Tapioka 7
4. Tepung Ikan 7
5. Molase Tebu 8
6. Pakan Organik 9
7. Pemotongan dan Pencacahan Batang Kelapa Sawit 10
8. Pencetakan Pakan Ikan Lele 10
9. Pengaplikasian Pakan Ikan Lele 11
10. Pengukuran Bobot Ikan Lele 14
11. Pengukuran Panjang Ikan Lele 14
12. Daya Apung Pakan Ikan Lele 15

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu komoditas pertanian penghasil
devisa negara terbesar. Kegiatan ekspor minyak kelapa sawit di Indonesia pada
tahun 2018 mencapai angka 27,35 juta ton (Ditjenbun, 2018). Kegiatan ekspor
minyak kelapa sawit setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga harus
dilakukan peningkatan produksi CPO, untuk meningkatkan produksi CPO dapat
dilakukan dengan cara peremajaan tanaman terhadap tanaman yang sudah tua
(tidak produktif). Tanaman kelapa sawit yang tidak lagi produktif di usia tua
mengharuskan dilakukan penanaman ulang, sehingga banyak limbah yang
terbuang seperti batang kelapa sawit. Namun, melimpahnya limbah batang kelapa
sawit ini tidak diiringi dengan pemanfaatan yang optimal (Lubis et al., 1994).
Peningkatan perkebunan kelapa sawit yang tinggi mengakibatkan limbah
perusahaan juga tinggi. Salah satu limbah perkebuan yaitu batang kelapa sawit.
Potensi luas peremajaan kelapa sawit di Indonesia berkisar antara 20 hingga 50
ribu ha per tahun. Setiap hektar terdapat 140 batang sawit tua dan ditaksir
menghasilkan biomasa dari batang sebanyak 167 m³ limbah batang kelapa sawit
umumnya digunakan sebagai kompos maupun mulsa, namun belum ada yang
memanfaatkan sebagai pakan pelet. Batang kelapa sawit dapat berpotensi sebagai
bahan pakan pelet, karena mengandung karbohidrat dan protein yang dibutuhkan
oleh hewan. Kandungan dalam batang kelapa sawit sebesar 55.5% karbohidrat,
protein sebesar 1.6%, serat kasar 36%, dan lemak sebesar 0.6% (Sinurat et al.,
2012.)
Pakan adalah bentuk makanan buatan yang dibuat dari beberapa macam
bahan yang kita ramu dan kita jadikan adonan, kemudian kita cetak sehingga
merupakan batangan atau bulatan kecil-kecil. Ukurannya berkisar 1-2 cm. Jadi
pelet tidak berupa tepung, tidak berupa butiran, dan tidak pula berupa larutan
(Setyono, 2012). Permasalahan yang sering terjadi yaitu penyediaan pakan buatan
yang memerlukan biaya yang relatif tinggi, sehingga perlu adanya pakan organik
yang lebih mudah dan sederhana dalam pembuatannya. Pembuatan pakan organik

1
dari batang kelapa sawit perlu penambahan bahan campuran seperti tepung ikan,
tepung terigu, tepung tapioka, dan molase.
Penggunaan tepung ikan sebagai campuran bahan baku pakan dikarenakan
tepung ikan memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, sehingga dapat
menyeimbangkan nutrisi pakan berbahan baku batang kelapa sawit. Pemberian
tepung terigu dan tepung tapioka sebagai campuran pakan ikan hanya untuk
merekatkan adonan pakan, begitu juga dengan molase tebu. Susilawati et al.,
(2012) menyatakan bahwa bahan-bahan yang dapat menjadi perekat misalnya
tepung terigu, tepung tapioka, dan molase.
Keuntungan menggunakan pakan berbahan baku batang kelapa sawit
adalah pembuatannya yang sederhana, bahannya mudah diperoleh di industri
perkebunan kelapa sawit, maka penambahan melalui tepung diharapkan dapat
menjadi bahan pakan ternak yang mampu meningkatkan pertumbuhan ikan lele.
Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan
pakan berbahan baku batang kelapa sawit pada pertumbuhan ikan lele.

1.2 .Tujuan Penelitian


1. Mendapatkan alternatif bahan organik dari limbah batang kelapa sawit
sebagai bahan pakan pelet untuk ikan lele (Clarias sp).
2. Mengetahui cara pembuatan pakan ikan lele dari limbah batang kelapa
sawit.
3. Mengetahu pengaruh pakan batang kelapa sawit terhadap bobot dan
panjang ikan lele(Clarias sp).
4. Mengetahui daya apung dan kandungan nutrisi dari pakan batang kelapa
sawit.

1.3. Manfaat Penelitian


1. Memanfaatkan limbah batang kelapa sawit menjadi pakan pelet ikan lele
(Clarias sp)
2. Mengetahui wawasan tentang pembuatan pakan pelet ikan lele
menggunakan batang kelapa sawit sebagai bahan alternatif.

2
3. Menambah informasi tentang pembuatan pakan pelet ikan lele dari limbah
batang kelapa sawit.

1.4. Hipotesis Penelitian


Pemanfaatan limbah batang kelapa sawit sebagai pakan pelet ikan lele
(Clarias sp) diharapkan mampu memberikan pengaruh nyata pada bobot dan
panjang ikan lele.
1.5. Batasan masalah
Penelitian ini mebahas tentang pembuatan pelet ikan lele Clarias sp
dengan bahan utama batang kelapa sawit dan berserta perekatnya dengan cara
yang sama dan menmbahkan tepung ikan sebagai peambahan kandungan yang
terdapat pada komposisinya

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Batang Kelapa Sawit


Kelapa sawit merupakan tanaman yang berbatang lurus dan tidak
bercabang. Pembengkakan pangkal batang (bole) terjadi karena internodia (ruas
batang) dalam masa pertumbuhan awal tidak memanjang, sehingga
pangkalpangkal pelepah daun yang tebal berdesakan. Bonggol batang ini
membantu memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak. Dalam
satu sampai dua tahun pertama perkembangan batang lebih mengarah ke samping,
diameter batang dapat mencapai 60 cm. Setelah itu perkembangan mengarah ke
atas, sehingga diameter batang hanya sekitar 40 cm. (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2008).
Pertumbuhan batang berlangsung lambat, tinggi pohon bertambah 35-75
cm per tahun. Tingkat pemanjangan sedemikian kecilnya sehingga hanya cukup
untuk mengakomodasikan penempelan pangkal daun pada batang. Sehingga 7
walaupun batang mempunyai ruas (internodia), pada batang pohon-pohon dewasa
yang daunnya telah rontok hanya terlihat susunan berkas-berkas pangkal daun
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
limbah batang kelapa sawit hasil peremajaan ini akan dibakar karena tidak
dimanfaatkan lagi oleh petani. Pati berguna untuk menghasilkan energi karena
termasuk kedalam kandungan karbohidrat. Oleh karena itu berdasarkan dari
kandungan nutrisi yang terdapat didalam batang kelapa sawit diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan konsentrat sapi perah yang mengandung energi tinggi.
Layak tidaknya suatu pakan untuk diujikan kepada ternak adalah dengan melihat
hasil fermentasinya secara in vitro. Terdapat beberapa parameter yang dapat
dievaluasi seperti kecernaan bahan kering dan bahan organik, konsentrasi VFA,
konsentrasi NH3, total gas dan gas metana. In vitro juga berfungsi untuk
mengevaluasi pakan, mempelajari aksi terhadap faktor antinutrisi, suplemen
pakan, dan aditif (Lopez 2000).

4
Sifat-sifat dasar dari batang kelapa sawit yaitu kadar airnya sangat
bervariasi pada berbagai posisinya dalam batang. Kadar air batang dapat mencapai
100-500%. Sifat lain adalah berat jenis yang juga berbeda pada setiap bagian
batang. Secara rata-rata berat jenis batang kelapa sawit termasuk kelas kuat pada
bagian tepi dan kelas kuat pada bagian tengah dan pusat batang (Bakar, 2003).
Komponen utama yang terkandung pada batang kelapa sawit adalah
selulosa, lignin, air, pati dan abu. Kadar air dan pati yang tinggi menyebabkan
kestabilan dimensi kayu, sifat fisik, sifat mekanik rendah sehingga mudah patah,
retak dan berjamur (Bakar, 2003).
Kandungan dalam batang kelapa sawit sebesar 55.5%, protein, sebesar
1.6%, serat kasar 36%, dan lemak sebesar 0.6% pada ketinggian 0-1 meter dari
puncak batang (Sinurat et al. 2012). Pengolahan secara fisik untuk mengubah
ukuran dan bentuknya melalui proses pencacahan dan penggilingan pelepah
kelapa sawit dan menambahkan bahan campuran lain dalam proses pembuatan
pakan yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan bobot dan panjang ikan
lele (Clarias sp). Hal ini sejalan dengan penelitian Shilvia (2016) Pemanfaatan
limbah batang kelapa sawit sebagai pakan sapi. Batang kelapa sawit terdapat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Batang kelapa sawit

2.2 Tepung Terigu


Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir atau
biji gandum yang dihaluskan, kemudian biasanya digunakan untuk pembuatan
mie, kue dan roti. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein

5
dalam bentuk gluten yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang
terbuat dari bahan terigu (Aptindo, 2012).
Hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum yang tersusun oleh 67-
70% karbohidrat, 10-14% protein, dan 1-3% lemak (Damodaran, 1997).
Keunggulan mutu protein terigu adalah kemampuan membentuk gluten yang
diperlukan untuk berbagai produk pangan, salah satunya adalah pakan ternak
(Bogasari, 2011). Ketika tepung dibasahi saat prsiapan adonan, gluten mengikat
sebagian air dan membentuk struktur seperti kisi-kisi. Struktur ini yang
dimanfaatkan untuk menerangkap udara guna meningkatkan volume adonan pada
pembuatan makanan (Kompas, 2010). Tepung terigu terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tepung terigu

2.3 Tepung Tapioka


Tepung tapioka biasanya digunakan dalam pembuatan pakan dan
berfungsi sebagai bahan pengikat. Tepung tapioka adalah granula pati dari umbi
ketela pohon yang kaya akan karbohidrat. Tepung tapioka mempunyai kandungan
amilopektin yang tinggi sehingga mempunyai sifat tidak mudah menggumpal,
mempunyai daya lekat yang tinggi, tidak mudah pecah dan rusak
(Tjokroadikoesomo, 1993).
Kandungan gizi tepung tapioka per 100 gr sampel adalah 362 kal, protein
0,59%, lemak 3,39%, air 12,9% dan karbohidrat 6,99% (Sediaoetomo, 2004).
Penggunaan bahan pengikat bertujuan untuk membantu proses gelatinisasi,
sehingga menghasilkan produk dengan nilai sensori yang baik dan dapat
mempengaruhi komposisi gizi pakan yang dihasilkan. Tepung tapioka terdapat
pada Gambar 3.

6
Gambar 3. Tepung tafipoka

2.4 Tepung Ikan


Tepung ikan adalah pakan sumber protein hewani yang biasa digunakan
dalam ransum ternak monogastrik. Kebutuhan ternak akan pakan sumber protein
hewani sangat penting, karena memiliki kandungan protein relatif tinggi yang
disusun oleh asam-asam amino esensial kompleks yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh ternak (Purnamasari et al., 2006).
Tepung ikan yang baik mempunyai kandungan protein kasar sebesar 58-
68%, air 5,5-8,5%, serta garam 0,5-3,0% (Sitompul, 2004). Tepung ikan salah
satu produk yang diolah dari ikan, baik ikan bentuk utuh maupun limbah
pengolahan ikan yang sering digunakan sebagai bahan campuran pembuatan
pakan. Tepung ikan terdapat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tepung ikan

2.5 Molase Tebu


Molase tebu terbuat dari tetesan tanaman tebu yang berasal dari produk
sampingan industri pengolahan gula tebu yang mengandung gula dan asam-asam
organik. Kebutuhan molase untuk bahan pakan tidak terlalu banyak, yaitu sekitar
5%. Keuntungan memanfaatkan molase sebagai pakan ternak, karena mempunyai
kandungan karbohidrat yang tinggi berkisar 48-60%, kadar mineral cukup dan
rasanya disukai ternak.

7
Molase tebu telah dimanfaatkan secara meluas digabungkan dengan pakan
lain dinegara-negara industri, dimana molase dapat berfungsi sebagai perekat
pakan pelet sehingga mengurangi perdebuan (Akhadiarto, S. 2008). Molase
terdapat pada Gamabar 5.

Gamabar 5. Molase

2.6. Ikan Lele


Ikan lele merupakan salah satu komoditas budidaya yang memiliki
berbagai kelebihan, diantaranya adalah pertumbuhan cepat dan memiliki
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi. Menurut Soares (2011)
permintaan ikan lele mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini
menyebabkan produksi ikan lele juga mengalami peningkatan. Produksi ikan lele
nasional selama 2010-2014 rata-rata meningkat sebesar 35% per tahun yakni pada
tahun 2010 sebesar 270.600 ton dan meningkat pada tahun 2014 sebesar 900.000
ton (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2014 dalam Rica, 2015). Salah satu
areal alternatif yang memiliki prospek besar dari segi potensi luas maupun daya
dukung pengembangan perikanan adalah lahan rawa pasang surut. Menurut Ardi
et al. (2006), rawa Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, ditetapkan sebagai rawa
pasang surut apabila memenuhi kriteria terletak di tepi pantai, dekat pantai, muara
sungai, atau dekat muara sungai dan tergenangi air yang dipengaruhi pasang surut
air laut. Salah satu karakteristik pengaruh pasang surut air laut terhadap kualitas
air di rawa pasang surut adalah perairan rawa pasang surut mengandung garam-
garam yang tinggi dan dikatagorikan sebagai tipologi lahan salin. Kadar salinitas
rawa pasang surut yang disebut sebagai lahan salin berkisar 1 ppt (Djufry et al.
2011), sedangkan menurut (Najiyati S dan Lili M. 2015).
Pada kondisi hipertonik menyebabkan air bergerak masuk ke dalam tubuh
dan ionion keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Untuk menjaga

8
keseimbangan cairan tubuhnya, ikan air tawar berosmoregulasi dengan cara
minum sedikit atau tidak minum sama sekali. Sedangkan pada kondisi hipotonik
menyebabkan air akan mengalir dari dalam tubuh ikan air laut ke lingkungannya
secara osmose melewati ginjal, insang, dan juga kulit. Sebaliknya, garam-garam
akan masuk ke dalam tubuh melalui proses difusi. Untuk mempertahankan
konsentrasi garam dan air dalam tubuh ikan air laut memperbanyak minum air
laut dan melakukan osmoregulasi (Affandi dan Tang , 2002).
Proses osmoregulasi ikan membutuhkan energi yang cukup besar untuk
menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuh maupun lingkungan sehingga
energi yang digunakan untuk pertumbuhan akan berkurang. Menurut Affandi dan
Tang (2002) penggunaan energi yang berasal dari pakan dapat ditekan apabila
ikan yang dibudidaya dipelihara pada media yang isoosmotik, sehingga pakan
yang diberikan menjadi efisien serta kelangsungan hidup dan pertumbuhan
menjadi optimal. Kondisi isoosmotik terjadi apabila konsentrasi cairan tubuh
sama dengan konsentrasi media. Nilai osmolaritas cairan tubuh ikan biasanya
diukur dengan menggunakan alat Knauer Semimicro Osmometer (Anggoro et al.,
2013). Namun dalam penelitian ini alat ukur alternatif yang digunakan yaitu
menggunakan indikator daya hantar listrik (DHL) (Hidayah, 2013).

2.7. Pakan Organik


Pelet adalah bentuk makanan buatan yang dibuat dari beberapa
macamahan yang kita ramu dan kita jadikan adonan, kemudian kita cetak
sehingga merupakan batangan atau bulatan kecil-kecil. Ukurannya berkisar antara
1-2 cm. Jadi pelet tidak berupa tepung, tidak berupa butiran, dan tidak pula berupa
larutan (Setyono, 2012). Permasalahan yang sering menjadi kendala yaitu
penyediaan pakan buatan ini memerlukan biaya yang relatif tinggi, bahkan
mencapai 60–70% dari komponen biaya produksi.
Harga pakan ikan yang terdapat di pasaran pada umumnya relatif mahal.
alternatif pemecahan yang dapat diupayakan adalah dengan membuat pakan
buatan sendiri melalui teknik sederhana dengan memanfaatkan sumber-sumber
bahan baku yang relatif murah. Tentu saja bahan baku yang digunakan harus
memiliki kandungan nilai gizi yang baik yaitu yang mudah didapat ketika

9
diperlukan, mudah diolah dan diproses, mengandung zat gizi yang diperlukan oleh
ikan, dan berharga murah. Misalnya sludge adalah sisa akhir dari pengolahan
biogas yang masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan yang memiliki
kandungan nutrisi lengkap yang dibutuhkan oleh ikan.
Penambahan janggel jagung, tepung ikan dan bekatul yang kurang
bernilai ekonomis dapat dilakukan untuk menambah kandungan nutrisi pada pelet
yang dihasilkan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk
memanfaatkan sludge, janggel jagung, tepung ikan dan bekatul sebagai bahan
baku pembuatan pakan ikan dengan perbandingan tertentu sehingga diperoleh
pakan ikan yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dengan harga yang relatif
murah (Emma, 2006). Untuk meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi
tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, dan memudahkan aplikasi
dalam penyajian pakan.
Pelet dikenal sebagai bentuk massa dari bahan baku pakan yang
didapatkan sedemikian rupa dengan cara menekan melalui dari lubang cetakan
pelet secara mekanis. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan destinasi pakan
sehingga mengurangi tempat penyimpanann, menekan biaya dan memudahkan
aplikasi dalam penyajian pakan. Berkaitan dengan heal tersebuut di atas penelitian
tertarik untuk memanfaatkan limbah batang kelapa sawit, tepung ikan dan tepung
perekat seperti, terigu, sagu dan tapioca sebagai bahan baku pembuatan pakan
ikan lele dengan bahan yang mudah ditemukan ( Hartadi et al, 2005 ). Pakan
organik terdapat pada gambar 6.

Gambar 6. Pakan organik

10
BAB III
METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan selama satu setengah bulan, dimulai Januari
2020 sampai September 2020. Penelitian dilaksanakan di areal percobaan Jalan
Lestari Elok V, Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten
Tangerang, Banten.

3.2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari gergaji mesin,
parang, mesin ketam, baskom, timbangan analitik, autoklaf, gelas ukur,, alat
pencetak pakan, galon, kamera handphone, dan alat tulis kertas. Bahan-bahan
yang digunakan adalah batang kelapa sawit, tepung ikan, tepung terigu, tepung
tapioka, molase tebu, dan bibit ikan lele.

3.3. Metode Penelitian


Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok ( RAK ) non
faktorial. Perlakuan pada percobaan ini adalah :
PO : Pakan biasa
P1 : Pakan batang + tepung ikan + terigu + molase
P2 : Pakan batang + tepung ikan + tapioka + molase
Setiap perlakuan diuji sebanyak 3 kali, setiap wadah perlakuan berisi 2 ekor ikan
lele. Jumlah ikan seluruhnya adalah 18 ekor.

3.4. Prosedur Percobaan


3.4.1. Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat dan bahan dilakukan satu minggu sebelum percobaan,
kemudian alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan sebelum melakukan
percobaan.

11
3.4.2. Pemotongan dan Pencacahan Batang
Batang dipotong menggunakan alat gergaji mesin. batang yang sudah
dipotong dibersihkan dari pelepah dan anak daunnya kemudian dipotong-potong
menjadi beberapa bagian. Pelepah yang sudah dipotong kemudian dicacah sampai
halus menggunakan mesin pencacah. Pemotongan batang dan pencacahan batang
dapat dilihat pada Gambar 7.

a) Pemotongan batang kelapa sawit b) Hasil pemotongan batang


kelapa sawit

c) Pencacahan batanag kelaap sawit d) Hasil cacahan batang kelapa


sawit
Gambar 7. Pemotongan dan pencacahan batang kelapa sawit
3.4.3 Pencampuran Bahan
Proses pembuatan pakan ikan lele (Clarias sp) berbahan baku batang
kelapa sawit dilakukan dengan cara mencampurkan semua bahan yaitu batang
yang sudah dicacah tepung ikan 350 gr, tepung terigu 300 gr, tepung tapioka 300
gr, dan molase tebu 50 ml. Setelah bahan dicampur kemudian bahan
dihomogenkan dan dikukus dengan suhu 80̊ C selama 5 menit. Pencampuran
bahan dapat dilihat pada Gambar 8.

12
a) pencampuran baha dasar pelet b) pencampuran molase
Gambar 8. Pembuatan pakan ikan lele (Clarias sp)
3.4.4 Pencetakan Pakan Ikan
Adonan pakan ikan lele (Clarias sp) yang sudah dikukus dengan autoklaf
dengan suhu 80̊ C selama 3 menit, kemudian dicetak menggunakan alat pencetak
manual, Adonan yang sudah dicetak dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3
hari. Adonan yang sudah dicetak dapat dilihat pada Gambar 9.

a. Pencetakan pakan ikan lele b. Pakan ikan yang sudah dicetak


Gambar 9. Pencetakan pakan ikan lele
3.4.5 Aplikasi Pakan Ikan Lele
Pengaplikasian pakan ikan lele dilakukan setiap pagi dan sore hari sesuai
dengan perlakuan yang telah ditentukan. Pengaplikasian dapat dilihat pada
Gambar 5.

13
Gambar 9. Pengaplikasian pakan ikan lele

3.5 Parameter Pengamatan


3.5.1 Bobot Ikan Lele
Penimbangan bobot ikan lele dilakukan dengan cara memasukkan ikan
lele pada wadah, kemudian ikan ditimbang dengan timbangan analitik.
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui bobot ikan ikan lele. Kegiatan
penimbangan dilakukan setiap seminggu sekali sampai ikan berusia 6 minggu.
Penimbangan bobot ikan lele dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pengukuran berat ikan lele


3.5.2 Panjang Ikan Lele
Pengukuran panjang ikan lele dilakukan dengan cara memasukkan ikan
lele ke dalam plastik ukuran 1 kg, ikan lele diukur menggunakan penggaris.
Pengukuran panjang dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan panjang ikan lele.
Kegiatan pengukuran panjang ikan lele dilakukan setiap seminggu sekali sampai
ikan berusia 6 minggu. Pengukuran panjang ikan lele dapat dilihat pada gambar
11.

14
Gambar 11. Pengukuran panjang ikan lele

3.5.3 Daya Apung Pakan


Pengujian daya apung dilakukan untuk mengetahui berapa lama tingkat
mengapung pakan ikan lele. Pengujian dilakukan dengan cara menaburkan pakan
ikan ke dalam wadah yang sudah berisi air, dan hitung berapa lama waktu yang
mengapungnya dengan menggunakan stopwatch. Daya apung pakan ikan lele
dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Daya apung pakan ikan lele

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bobot Bibit Ikan Lele


Pemberian pakan pelet ikan lele dari limbah batang kelapa sawit
berpengaruh nyata terhadap bobot bibit ikan lele mulai 3 samapai 6 minggu
setelah aplikasi (MSA). Bobot bibit ikan lele tertinggi pada 6 MSA terdapat pada
perlakuan batang + tepung ikan + terigu + molase sebesar 37,17 gram dengan
dosis 5 gram dan bobot terendah pada pelet kimia yaitu 27,67 gram dengan dosis
5 gram. Rataan pemberikan pakan pelet dari limbah batang kelapa sawit dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pemberian pelet ikan lele dari limbah batang kelapa sawit terhadap berat
bibit ikan lele
Bobot Ikan
Perlakuan 1 2 3 4 5 6
---------- Gram ----------
Pakan pelet
17,67 20,00 22,50 b 23,50 b 26,67 b 27,67 b
kimia
Batang + tepung
ikan + terigu + 17,83 20,50 25,33 a 29,17 a 33,50 a 37,17 a
molase
Batang + tepung
ikan + tapioka + 18,00 21,00 24,83 a 29,17 a 33,00 a 35,17 a
molase
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda nyata menu rut Uji DMRT 5%.

Kandungan protein kasar mempengaruhi daya cerna ikan dan penyerapan


energi yang terkandung dalam pakan. Kandungan protein kasar pada perlakuan
Batang + tepung ikan + terigu + molase sebesar 18,39% menyebabkan pakan
mudah dicerna dan dapat disukai oleh ikan lele dalam proporsi makanan yang
dapat dicerna oleh ikan. Perlakuan Batang + tepung ikan + tapioka + molase
mengandung protein kasar sebesar 15,64% hal ini memungkinkan ikan mudah
mencerna pakan dan proporsi makanan yang dicerna ikan dapat tercerna secara
optimal.
Kandungan dalam batang kelapa sawit sebesar 55.5%, protein, sebesar
1.6%, serat kasar 36%, dan lemak sebesar 0.6% pada ketinggian 0-1 meter dari

16
puncak batang (Sinurat et al. 2012). Selanjutnya, bila produk limbah kelapa sawit
dimanfaatkan untuk ternak dapat menyebabkan kekurangan sehingga menurunkan
produktivitas sehingga sebelum dimanfaatkan terlebih dahulu dilakukan perlakuan
untuk meningkatkan kualitas dan daya cernanya (Indraningsih, et al, 2006).
Protein merupakan makro nutrien penting yang berperan sebagai sumber energi
utama bagi ikan sehingga tingginya kandungan dan kecernaan protein pada pakan
dapat memengaruhi pertumbuhan ikan (Salamah et al., 2015).

4.2 Panjang Bibit Ikan Lele


Pemberian jenis pakan ikan lele dari limbah batang kelapa sawit tidak
berpengaruh nyata terhadap panjang bibit ikan lele umur 1 sampai 6 minggu
setelah aplikasi (MSA). Panjang ikan lele terpanjang terdapat pada perlakuan
batang+tepung ikan+terigu+molase 17,92 cm dengan dosis 5 gram dan panjang
terpendek terdapat pada pakan biasa 16,95 cm dengan dosis 5 gram. Rataan
pemberikan pakan pelet dari limbah pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Pengaruh pemberian pelet ikan lele dari limbah batang kelapa sawit
terhadap panjang bibit ikan lele
Panjang Ikan
Perlakuan 1 2 3 4 5 6
---------- cm ----------
Pakan pelet
10,95 12,47 14,12 14,88 16,23 16,95
kimia
Batang + tepung
ikan + terigu + 11,00 12,47 14,17 15,70 16,98 17,92
molase
Batang + tepung
ikan + tapioka + 10,90 12,07 13,67 15,10 16,73 17,35
molase
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda nyata menu rut Uji DMRT 5%.

Pertumbuhan panjang ikan lele pada umur 1 sampai 6 MSA tidak


berpengaruh nyata, hal ini dikarenakan kandungan karbohidrat pada semua pakan
memiliki kandungan yang sama, oleh karena itu pertumbuhan benih ikan lele pada
semua perlakuan mengalami pertumbuhan panjang yang sama. Menurut Yuda et

17
al., (2013) menyatakan bahwa pakan yang mengandung karbohidrat yang banyak
digunakan sebagai energi untuk pertumbuhan benih ikan lele.

4.3 Daya Apung


Pengujian daya apung pakan ikan lele (Clarias sp) terlama terdapat pada
perlakuan pakan pelet batang + tepung ikan + tapioka + molase dan pakan kimia
yaitu selama 8 menit. Rataan daya apung berbagai jenis pakan dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Rataan daya apung berbagai jenis pakan
Perlakuan Daya Apung (menit)
Pakan kimia 8
Pakan pelet batang + tepung ikan + terigu + molase 8
Pakan pelet batang + tepung ikan + tapioka +molase 7

Pakan pelet batang + tepung ikan + tapioka + molase memiliki daya apung
paling lama dibandingkan dengan pakan pelet batang + tepung ikan + terigu +
molase, hal ini dikarenakan bahan perekat yang digunakan dalam pembuatan
pakan memiliki daya ikat yang kuat dan pakan memiliki kadar air yang rendah
yaitu 13,73%. Menurut Sahwan (2002), kadar air pakan sebaiknya lebih baik tidak
lebih besar dari 15%. Kadar air yang rendah mengakibatkan daya apung dari
pakan semakin lama dan kandungan dari bahan perekat yang bagus
mengakibatkan pakan tidak mudah hancur. Hal ini sejalan dengan pendapat
Soetanto (2008) menyatakan bahwa pencampuran tepung gaplek atau tepung
tapioka dalam proses pembuatan pakan ikan lele dapat membantu pakan tersebut
memiliki ikatan antar agregat yang kuat sehingga mengurangi pori-pori yang
terbentuk akibatnya memperlambat daya serap air dan akan meningkatkan daya
apungnya.

4.4 Hasil Analisis Nutrisi Pakan


Hasil analisis kandungan nutrisi ikan lele pada semua jenis perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Kandungan nutrisi pakan pelet ikan berbahan dasar batang kelapa sawit +
tepung ikan + terigu + molase.
Perlakuan Hasil Analisis

18
Protein Lemak Serat
Air Abu Karbohidrat
Kasar Kasar Kasar
-------------------- % -------------------
P1 14,50 12,09 18,39 2,52 8,82 35,03
Keterangan : Hasil pengujian pelet ikan di Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan.

Tabel 5. Kandungan nutrisi pakan ikan pelet berbahan dasar batang kelapa sawit +
tepung ikan + tapioka + molase.
Perlakuan Hasil Analisis
Protein Lemak Serat
Air Abu Karbohidrat
Kasar Kasar Kasar
-------------------- % -------------------
P2 15,71 8,76 15,64 1,03 7,00 45,43
Keterangan : Hasil pengujian pelet ikan di Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan
Kadar air pada pakan ini masih dalam batas kisaran ideal. Badan
standarisai nasional ( 2006 ) menyatakan kadar air yang baik dalam pakan
maksimal 14% ke atas. Tingkat kekeringan pakan ini sangat menentukan daya
tahan pakan karena apabila pakan buatan mengandung banyak air maka akan
menjadi lembab. Dalam kondisi ini apabila pakan disimpan terlalu lama akan
ditumbuhi jamur. Dengan demikian kualitas dari pakan akan menurun, bahkan
dapat berbahaya bagi ikan. Kadar air pada pakan buatan ini sudah relatif sedang
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama.
Kadar abu pada pakan menunjukkan indikator besarnya kandungan untuk
mineral yang terdapat dalam pakan tersebut (Jangkaru, 1974). Perbedaan kadar
abu pada pakan buatan, dikarenakan persentase bahan yang berlainan antara
perlakuan satu dengan perlakuan lainnya.
Lemak dalam makanan mempunyai peran yang penting sebagai sumber
tenaga, bahkan dibanding dengan protein dan karbohidrat, lemak dapat
menghasilkan tenaga yang besar. lemak dalam pakan berpengaruh terhadap rasa
dan tekstur pakan yang dibuat. Menurut Mudjiman (1989) kandungan lemak ideal
untuk makanan ikan berkisar 4-18%. Jadi, kadar lemak pada pakan buatan ini
berada dibawah batas kisaran kadar lemak ideal untuk pakan ikan.
Protein merupakan senyawa kimia yang sangat diperlukan oleh tubuh ikan
sebagai sumber energi dan diperlukan dalam pertumbuhan, pemeliharaan jaringan
tubuh, pembentukan enzim dan hormon steroid (Dharma dan Suhenda, 1986).
Bagi ikan, protein merupakan sumber tenaga yang paling utama. Pemberian
protein dengan kadar yang sesuai akan meningkatkan pertumbuhan ikan. Menurut

19
Mangalik (1986) dalam Lovell (1989) bahwa small channel catfish dapat tumbuh
baik dengan pakan yang mengandung protein 27% hingga 38%.
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi setelah protein dan
lemak yang didapat dari pakan. Kadar karbohidrat pada pakan P1 sebesar 35,44%
dan P2 sebesar 46,30%. Rukmana (1997) menyatakan bahwa kadar serat yang
optimal dalam menunjang pertumbuhan ikan adalah 4-8%. Jadi, kadar serat pada
pakan buatan ini berada pada batas kisaran kadar serat ideal untuk pakan ikan.

20
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Limbah batang kelapa sawit dapat dijadikan sebagai alternatif pakan untuk ikan
lele.
2. Pembuatan pakan ikan lele berbahan baku batang kelapa sawit dilakukan dengan
cara mencampur dan menghomogenkan semua bahan, kemudian dikukus,
dilakukan pencetakan lalu dikeringkan.
3. Pakan batang + tepung ikan + tapioka + molase dengan dosis 5 gr menghasilkan
bobot rata - rata tertinggi 37,17 gram dengan rata - rata panjan tertinggi 17,92 cm
pada ikan lele.
4. Pakan batang + tepung ikan + terigu + molase memiliki daya apung 8 menit dan
kandungan nutrisi kadar air 14,50 %, kadar abu 12,90 %, protein kasar 18,39 %,
lemak kasar 2,52 %, serat kasar 8,82 %, dan karbohidrat 35,03 %.
Pakan batang + tepung ikan + tapioka + molase memiliki daya apung 7 menit dan
kandungan nutrisi kadar air 15,71 %, kadar abu 8,76 %, protein kasar 15,64 %,
lemak kasar 1,03 %. Serat kasar 7,00%, dan karbohidrat 45,43 %.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis dan bahan dasar tanaman
kelapa sawit yang berbeda.

21
DAFTAR PUSTAKA

[DITJENBUND] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2019. Statistik Perkebunan


Kelapa sawit Indonesia. (internet). [diunduh pada 28 November 2019].
Tersedia pada https://media.neliti.com-ID-biologi-serangga-penyerbuk-
elaeidobius-k.pdf

Affandi R dan Tang UM.2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press, Pekanbaru (ID).

Akhadiarto, S. 2008. “Pemanfaatan Limbah Tanaman Tebu untuk Pakan Sapi.”


Pusat Teknologi Produksi Pertanian. Jakarta (ID): 4(3): 149-54.

Anggoro S, Subiyanto, Rahmawati YA. 2013. Domestikasi Lobster Air Tawar


(Cherax quadricarinatus) Melalui Optimalisasi Media dan Pakan. Journal od
Management of Aquatic Resources. 2(3):128-137.

Aptindo (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia). 2012.


http://www.aptindo.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=111:permintaan-terigu-
terusmeningkat&catid=1:latestnew&Itemid=50

Bakar, E. S. 2003.Kayu Sawit Sebagai Substitusi Kayu dari Hutan Alam Forum
Komunikasi dan Teknologi dan Industri Kayu, 2 : 5-6. Bogor.

Bogasari. 2011. Seputar Tepung Terigu. Jakarta( ID): PT ISM Bogasari Flour
Mills. 34 hal.

Damodaran, S. and A. Paraf. 1997. Food Proteins and Their Applications. Marcel
Dekker. New York (AS).

Dharma, L. dan N. Suhenda. 1986. Pengaruh pemberian pakan dengan tangan dan
alat self feeder terhadap pertumbuhan dan produksi ikan mas di kolam air
deras. Bulletin Penelitian Perikanan Darat 5 (1): 79-84.

Emma, Z. 2006. Studi Pembuatan Pakan Ikan dari Campuran Ampas Tahu,
Ampas Ikan, Darah Sapi Potong, dan Daun Keladi yang Disesuaikan dengan
Standar Mutu Pakan Ikan. Jurnal Sains Kimia. 10: 40-45.

22
Hidayah U.2013.Penentuan Kondisi Isoosmotik Benih Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dan Patin (Pangasius sp.) Berdasarkan Gradien Daya Hantar
Listrik (DHL) Media dan TubuhIkan. [Skripsi]. InstitutPertanian Bogor,
Bogor.

Indraningsih,Y.Sani, R., Widiastuti. 2005. Evaluation of farmers appreciation in


reduing pesticide by organic farming practice. Indo. J of Agric. Sci. 6(2):
59–68.

Jangkaru, Z. 1974. Makanan Ikan. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Perikanan


Darat . 54 – 56 hal.

Lubis, A. U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensisJacq.) di Indonesia. Sumatera


Utara (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Marihat - Bandar Kuala. 435 hal.

Lopez J. 2000. Probiotic in animal nutrition. J Anim Sci. 13:12-26.

Lovell, T. 1989. Nutrition and feeding of fish. New York (AS): Auburn
University.

Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun., 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa


Sawit. Gadjah Mada University Press. Jakarta

Mudjiman. 2000. Makanan Ikan. Jakarta(ID): CV Simplex. 77 hal.

Najiyati S., Lili, .M. 2015. Mengenal Tipe Lahan Rawa Gambut. Wetlands
International-Indonesia Programme, Bogor (ID).

Purnamasari, E. 2006. Potensi dan Pemanfaatan Bahan Baku Produk Tepung Ikan.
Jurnal Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Unmul Samarinda.

Rukmana, Rahmat. 1997. Ikan Nila, Budi Daya dan Aspek Agribisnis.Kanisius.
Yogyakarta

Salamah, Nur, B.P.U., Munti, Y., Widanarni. 2015. Kinerja pertumbuhan ikan lele
dumbo, Clarias gariepinus Burchel 1822, yang dikultur pada sistem
berbasis bioflok dengan penambahan sel bakteri heterotrofik. Jurnal
Iktiologi Indonesia. 15(2): 155-164.

23
Sahwan, M. 1999. Pakan Ikan dan Udang Formulasi, Pembuatan dan Analisis
Ekonomi. Jakarta (ID): . PT Penebar Swadaya. 65-75 hal.

Setyono, B. 2012. Pembuatan Pakan Buatan. Unit Pengelola Air Tawar.


Kepanjen. Malang (ID). 22 hal.

Shilvia, S.M. 2016. Pemanfaatan limbah batang kelapa sawit sebagai pakan sapi
perah laktasi secara In Vitro. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sinurat, A.P, Mathius I.W, Purwadaria T. 2012. Pengolahan dan Pemanfaatan


Hasil Samping Industri Sawit sebagai Bahan Pakan. Jakarta (ID): IAARD.
65 hal.

Sitompul, S. 2004. Analisis asam amino dalam tepung ikan dan bungkil keledai.
Buletin Teknik pertanian. 9(1): 33-34.

Soares T. 2011. Kajian Usaha Benih Ikan Lele Dumbo Di Desa Tulungrejo,
Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, [Skripsi]. Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Jawa Timur, Surabaya (ID).

Soediaoetomo AJ. 2004. Ilmu Gizi dan Profesi untuk Mahasiswa. Dian Rakyat.
Jakarta (ID).

Soetanto, N. Edy. 2008. Tepung Cassava dan Olahannya. Yogyakarta (ID) :


Kanisius. 55 hal.

Susilawati I, Mansyur, Islami R.Z. 2012. Penggunaan berbagai bahan pengikat


terhadap kualitas fisik dan kimia pellet hijauan makanan ternak. Jurnal Ilmu
Ternak. 12(1): 47-50.

Tjokroadikusumo PS. 1993. HFSdan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta (ID): PT.
Gramedia. 56-65 hal.

24

Anda mungkin juga menyukai