16 Nopember 2020
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Jawa Timur.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Timur.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan
keagamaan Islam berbasis masyarakat dan didirikan oleh
perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam,
dan/atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT, menyemaikan akhlak
mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan
lil’alamin yang tercermin dari sikap rendah ahti, toleran,
keseimbangan, moderat dan nilai luhur bangsa Indonesia
lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan
dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
-7-
BAB II
ASAS, MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pengembangan Pesantren dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. kebangsaan;
c. kemandirian;
d. keberdayaan;
e. kemaslahatan;
f. multikultural;
g. profesionalitas;
h. akuntabilitas;
-9-
i. keberlanjutan; dan
j. kepastian hukum.
Pasal 3
Peraturan Daerah ini dimksudkan sebagai landasan norma
hukum dan sebagai pedoman dalam pengembangan
Pesantren sesuai dengan ciri khas dan kearifan lokal.
Pasal 4
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:
a. menjamin pengembangan Pesantren sebagai lembaga
pendidikan, sebagai sarana dakwah dan sebagai agen
pemberdayaan masyarakat;
b. memfasilitasi pengembangan pesantren untuk memenuhi
aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan,
kesehatan dan keamanan;
c. memfasilitasi pendidikan berbasis Pesantren bagi anak
petani, anak nelayan, anak buruh, anak yatim, anak
yatim piatu yang kurang mampu secara setara dan
berkualitas;
d. menjamin kemaslahatan guru, santri dan beasiswa bagi
peserta didik Madrasah Diniyah;
e. penyetaraan pendidikan pesantren dalam rangka
menghapus kategori putus sekolah bagi Santri;
f. menjamin keberlangsungan dakwah Islamiyah melalui
Pesantren; dan
g. memfasilitasi potensi ekonomi dan kemandirian
Pesantren.
Pasal 5
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi:
a. perencanaan Pengembangan Pesantren;
b. pelaksanaan Pengembangan Pesantren;
c. sistem penjaminan mutu dan struktur organisai
Pesantren;
d. kerjasama;
e. partisipasi Masyarakat dan Dunia Usaha;
- 10 -
f. larangan;
g. pengawasan;
h. sistem informasi Pesantren;
i. pembiayaan; dan
j. sanksi administratif.
BAB III
PERENCANAAN PENGEMBANGAN PESANTREN
Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan Pengembangan Pesantren,
Pemerintah Provinsi menyusun rencana program
Pengembangan Pesantren.
(2) Penyusunan rencana program Pengembangan
Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
berpedoman pada Rencana Jangka Menengah Daerah
dan Rencana Jangka Panjang Daerah.
(3) Rencana program Pengembangan Pesantren
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bagian
dari Rencana Strategis dan/atau Rencana Kerja
Pemerintah Provinsi.
BAB IV
PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PESANTREN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Pengembangan Pesantren di Daerah dilaksanakan
melalui:
a. Pengembangan fungsi pesantren;
b. fasilitasi pesantren;
c. pemberdayaan pesantren; dan
d. pembinaan pesantren.
(2) Pengembangan Pesantren sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan tetap menghormati ciri
- 11 -
Bagian Kedua
Pengembangan Fungsi Pesantren
Paragraf 1
Pengembangan Fungsi Pendidikan
Pasal 8
(1) Pesantren menyelenggarakan pendidikan untuk
membentuk Santri yang unggul dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mampu
menghadapi perkembangan zaman.
(2) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. pendidikan formal; dan/atau
b. pendidikan non formal.
Pasal 9
(1) Pendidikan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (2) huruf a terdiri atas jenjang:
a. pendidikan dasar;
b. pendidikan menengah; dan/atau
c. pendidikan tinggi.
(2) Pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan dalam bentuk:
a. satuan pendidikan Mu’adalah ula atau pendidikan
Diniyah formal ula; dan/atau
b. satuan pendidikan Mu’adalah wustha atau
pendidikan Diniyah formal wustha.
(3) Pendidikan formal pada jenjang pendidikan menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilaksanakan dalam bentuk satuan pendidikan
Mu’adalah ulya atau pendidikan Diniyah formal ulya.
- 12 -
Pasal 10
(1) Kurikulum Pendidikan Mu’adalah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) terdiri atas kurikulum
Pesantren dan kurikulum pendidikan umum.
(2) Kurikulum Pesantren sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikembangkan oleh Pesantren dengan berbasis
pada Kitab Kuning atau Dirasah Islamiyah dengan pola
pendidikan Mu’allimin.
(3) Penyusunan dan penetapan kurikulum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11
(1) Ma’had Aly sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(4) menyelenggarakan pendidikan akademik pada
program sarjana, magister, dan doktor.
(2) Ma’had Aly mengembangkan rumpun ilmu agama
Islam berbasis Kitab Kuning dengan pendalaman
bidang ilmu keislaman tertentu.
(3) Pendalaman bidang ilmu keislaman tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembangkan
berdasarkan tradisi akademik Pesantren dalam bentuk
konsentrasi kajian.
- 13 -
Pasal 12
(1) Ma’had Aly sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dapat menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) konsentrasi
kajian pada 1 (satu) rumpun ilmu agama Islam.
(2) Ma’had Aly sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memasukkan materi muatan Pancasila,
kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia ke dalam
kurikulum Ma’had Aly.
(3) Ma’had Aly memiliki otonomi untuk mengelola
lembaganya sesuai dengan ketentuan yang tertuang
dalam statuta Ma’had Aly.
Pasal 13
(1) Santri pada satuan pendidikan Mu’adalah yang telah
menyelesaikan pendidikan dinyatakan lulus melalui
penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan
Mu’adalah.
(2) Santri yang dinyatakan lulus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berhak:
a. melanjutkan ke jenjang dan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi baik yang sejenis maupun tidak
sejenis; dan/atau
b. mendapatkan kesempatan kerja.
(3) Santri Ma’had Aly yang telah menyelesaikan proses
pembelajaran dan dinyatakan lulus berhak
menggunakan gelar dan mendapatkan ijazah serta
berhak melanjutkan pendidikan pada program yang
lebih tinggi dan kesempatan kerja.
(4) Pemerintah Provinsi dapat memberikan fasilitasi bagi
Santri pada satuan pendidikan Mua’dalah dan/atau
Santri Ma’had Aly untuk melanjutkan jenjang
pendidikan yang lebih tinggi dan/atau kesempatan
kerja.
(5) Selain fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Pemerintah Provinsi wajib mengupayakan Santri
tergolong angka partisipasi sekolah penyumbang
peningkatan indeks pembangunan manusia.
- 14 -
Pasal 14
(1) Pendidikan Pesantren jalur pendidikan non formal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b
dapat diselenggarakan secara berjenjang atau tidak
berjenjang.
(2) Pendidikan Pesantren jalur pendidikan non formal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengeluarkan syahadah sebagai tanda kelulusan.
(3) Lulusan pendidikan Pesantren jalur pendidikan non
formal yang telah dinyatakan lulus ujian dan
mempunyai syahadah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diakui sama dengan pendidikan formal pada
jenjang tertentu.
(4) Lulusan pendidikan Pesantren jalur pendidikan
nonformal yang dinyatakan lulus ujian dan
mempunyai syahadah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan formal yang lebih tinggi, baik yang sejenis
maupun tidak sejenis dan/atau kesempatan kerja.
Paragraf 2
Pengembangan Fungsi Dakwah Islamiyah
Pasal 15
(1) Pesantren menyelenggarakan fungsi dakwah untuk
mewujudkan Islam rahmatan lil alamin.
(2) Penyelenggaraan fungsi dakwah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. upaya mengajak masyarakat menuju jalan Allah
SWT dengan cara yang baik dan menghindari
kemungkaran;
b. pengajaran pemahaman dan keteladanan
pengamalan nilai keislaman yang rendah hati,
toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia berlandaskan Pancasila dan
- 15 -
Pasal 16
(1) Penyelenggaraan fungsi dakwah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilaksanakan dalam
bentuk:
a. pengajaran dan pembelajaran;
b. ceramah, kajian, dan diskusi;
c. dakwah melalui media dan teknologi informasi;
d. dakwah melalui seni dan budaya;
e. bimbingan dan konseling;
f. keteladanan;
g. pendampingan; dan/atau
h. bentuk dakwah lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan dakwah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus:
a. menanamkan nilai ajaran agama dan menjaga
moralitas umat;
b. memperhatikan tradisi dan kebudayaan
masyarakat;
c. mengikuti perkembangan yang ada di masyarakat;
d. menjaga kerukunan hidup umat beragama;
e. selaras dengan nilai-nilai kebangsaan dan cinta
tanah air; dan
f. menjadikan umat Islam di Indonesia sebagai
rujukan dunia dalam praktek keberagamaan yang
moderat.
- 16 -
Pasal 17
Dalam rangka kelancaran pengembangan Pesantren sebagai
fungsi dakwah, Pemerintah Provinsi dapat memberikan
dukungan dalam bentuk:
a. kerjasama;
b. fasilitasi kebijakan;
c. pendanaan; dan/atau
d. bentuk dukungan lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 3
Pengembangan Fungsi Pemberdayaan Masyarakat
Pasal 18
(1) Pesantren menyelenggarakan fungsi pemberdayaan
masyarakat yang berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan Pesantren dan masyarakat dalam
rangka penyiapan sumber daya manusia yang mandiri
dan memiliki keterampilan agar dapat berperan aktif
dalam pembangunan.
(2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk:
a. pelatihan dan praktik kerja lapangan;
b. penguatan potensi dan kapasitas ekonomi
Pesantren dan masyarakat;
c. pendirian koperasi, lembaga keuangan, dan
lembaga usaha mikro, kecil, dan menengah;
d. pendampingan dan bantuan pemasaran terhadap
produk masyarakat;
e. pinjaman dan bantuan keuangan;
f. bimbingan manajemen keuangan, optimalisasi, dan
kendali mutu;
g. kegiatan sosial kemasyarakatan;
h. pemanfaatan dan pengembangan teknologi industri;
dan/atau
- 17 -
Bagian Ketiga
Fasilitasi Pesantren
Paragraf 1
Fasilitasi Pendidikan Pesantren
Pasal 19
(1) Pemerintah Provinsi memberikan dukungan
pendanaan dalam rangka penyelenggaraan pendidikan
Pesantren.
(2) Dukungan pendanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan kemampuan
keuangan Daerah.
Pasal 20
Selain dukungan pendanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19, Pemerintah Provinsi memberikan fasilitasi dengan
mengikutsertakan peserta didik pada jenjang pendidikan
menengah yang beragama Islam untuk mengikuti
pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh
Pesantren.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fasilitasi
pendidikan Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 dan Pasal 20 diatur dalam Peraturan Gubernur.
- 18 -
Paragraf 2
Fasilitasi Peningkatan Sumber Daya Manusia
Pasal 22
(1) Pemerintah Provinsi menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan terhadap sumber daya manusia Pesantren.
(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan:
a. meningkatkan pengetahuan, keahlian,
keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan
tugas secara profesional;
b. menciptakan sumber daya manusia Pesantren yang
mampu berperan sebagai pembaharu sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman;
c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian
yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman,
dan pemberdayaan santri dan masyarakat; dan
d. menanamkan nilai-nilai kebangsaan untuk
menumbuhkan sikap sukarelawan dan demokratis
serta berjiwa sosial yang tinggi.
Pasal 23
(1) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilaksanakan
dengan tatap muka atau media elektronik.
(2) Dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
Provinsi dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi
dan/atau lembaga pendidikan dan pelatihan.
Paragraf 3
Fasilitasi Pengembangan Sarana dan Prasarana Pesantren
Pasal 24
(1) Pemerintah Provinsi, Pesantren, dan masyarakat
secara bersama-sama melakukan pengembangan
sarana dan prasarana Pesantren di Daerah.
- 19 -
Bagian Keempat
Pemberdayaan Pesantren
Pasal 25
(1) Pemerintah Provinsi menyelenggarakan pemberdayaan
Pesantren di Daerah.
(2) Pemberdayaan Pesantren sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan untuk:
a. peningkatan kemandirian ekonomi Pesantren dan
perekonomian masyarakat di lingkungan Pesantren;
dan
b. peningkatan peran Pesantren dalam pembangunan
Daerah.
Pasal 26
(1) Pemberdayaan Pesantren untuk meningkatkan
kemandirian ekonomi Pesantren dan perekonomian
masyarakat di lingkungan Pesantren sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a dilakukan
dalam bentuk:
a. fasilitasi peningkatan kapasitas Pesantren dalam
rangka menumbuhkembangkan kewirausahaan di
lingkungan Pesantren;
b. fasilitasi akses pemasaran produk hasil usaha
Pesantren;
c. fasilitasi kemitraan antar usaha Pesantren; dan
- 20 -
Pasal 27
Pemberdayaan Pesantren untuk meningkatkan peran
Pesantren dalam pembangunan Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b
dilakukan dalam bentuk:
a. pelibatan Pesantren dalam pelaksanaan kebijakan
pembangunan Daerah atau program nasional;
b. pelibatan Pesantren dalam pemberdayaan masyarakat
sekitar Pesantren; dan/atau
c. pemberdayaan bentuk lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan Pesantren
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 diatur
dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pembinaan Pesantren
Pasal 29
(1) Pemerintah Provinsi menyelenggarakan pembinaan
terhadap Pesantren di Daerah.
(2) Pembinaan Pesantren sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan untuk:
a. pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kualitas
sarana dan prasarana Pesantren
b. peningkatan kualitas penyelenggaraan Pesantren;
- 21 -
Pasal 30
(1) Pembinaan untuk pemenuhan ketersediaan sarana
dan prasarana Pesantren yang memadai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a,
dilaksanakan dalam bentuk:
a. fasilitasi sarana dan prasarana pendidikan
Pesantren;
b. fasilitasi sarana dan prasarana penunjang
Pesantren;
c. fasilitasi sarana bagi Kiai, Santri, dan Dewan
Masyaikh; dan
d. fasilitasi sarana dan prasarana peribadatan.
(2) Pembinaan untuk peningkatan kualitas
penyelenggaraan Pesantren sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b, dilaksanakan dalam
rangka menciptakan lingkungan Pesantren yang layak,
aman, nyaman, bersih, dan sehat serta pemenuhan
atas kebutuhan perkembangan fisik dan psikologis
Santri, yang dilaksanakan dalam bentuk:
a. penyuluhan;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. konseling;
d. edukasi; dan
e. sosialisasi.
(3) Pembinaan untuk meningkatkan pengetahuan,
wawasan, dan keahlian bagi Kiai, Santri, dan Dewan
Masyaikh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(2) huruf c dilakukan dalam bentuk:
a. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
b. penyelenggaraan workshop;
c. pemberian beasiswa bagi Kiai dan Santri; dan
d. fasilitasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan,
wawasan, dan keahlian.
- 22 -
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan Pesantren
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 diatur dalam
Peraturan Gubernur.
BAB V
SISTEM PENJAMINAN MUTU DAN STRUKTUR ORGANISASI
PESANTREN
Bagian Kesatu
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren
Pasal 32
(1) Pesantren wajib menyusun sistem penjaminan mutu
untuk menjamin kualitas dan mutu Pesantren dalam
menyelenggarakan pendidikan keagamaan dan
pendidikan umum.
(2) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun oleh Majelis Masyayikh.
(3) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berfungsi:
a. melindungi kemandiriandan kekhasan pendidikan
Pesantren;
b. mewujudkan pendidikan yang bermutu; dan
c. memajukan penyelenggaraan pendidikan Pesantren.
- 23 -
Bagian Kedua
Dewan Masyayikh
Pasal 33
(1) Dalam rangka penjaminan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32, Pesantren membentuk
Dewan Masyayikh.
(2) Dewan Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dipimpin oleh seorang Kiai.
(3) Dewan Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memiliki tugas sekurang-kurangnya:
a. menyusun kurikulum pesantren;
b. melaksanakan kegiatan pembelajaran;
c. meningkatkan kompetensi dan profesionalitas
pendidik dan tenaga kependidikan;
d. melaksanakan ujian untuk menentukan kelulusan
Santri berdasarkan kriteria mutu yang telah
ditetapkan; dan
e. menyampaikan data Santri yang lulus kepada
Majelis Masyayikh.
Bagian Ketiga
Majelis Masyayikh
Pasal 34
(1) Selain membentuk Dewan Masyayikh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Pesantren
membentuk Majelis Masyayikh dalam rangka
koordinasi pelaksanaan tugas Dewan Masyayikh.
- 24 -
Bagian Keempat
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 35
(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan Pesantren, Kiai
dalam fungsinya sebagai pendidik berperan menjaga
kultur dan kekhasan Pesantren.
(2) Kultur dan kekhasan Pesantren sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa pengembangan
karakter dan nilai-nilai Islam rahmatan lilalamin,
toleran, keseimbangan, dan moderat, yang
berkomitmen pada kebangsaan, berlandaskan kepada
Pancasila serta Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 36
(1) Pendidik pada pendidikan Pesantren jalur pendidikan
formal harus memenuhi kualifikasi dan kompetensi
sebagai pendidik profesional.
(2) Kualifikasi sebagai pendidik profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus berpendidikan Pesantren
dan/atau pendidikan tinggi.
- 25 -
BAB VI
KERJASAMA
Pasal 37
(1) Pemerintah Provinsi mengembangkan pola kerja sama
dalam rangka pengembangan Pesantren sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dalam bentuk:
a. sinergitas program dalam rangka pembinaan dan
pemberdayaan Pesantren;
b. pelaksanaan pembinaan dan pemberdayaan
Pesantren;
c. pendidikan dan pelatihan bagi Kiai, Santri, dan
Dewan Masyaikh;
d. pemberdayaan masyarakat sekitar Pesantren;
dan/atau
e. bentuk kerjasama lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Gubernur.
BAB VII
PARTISIPASI MASYARAKAT DAN DUNIA USAHA
Pasal 38
(1) Masyarakat dan dunia usaha dapat berpartisipasi
dalam Pengembangan Pesantren di Daerah.
(2) Partisipasi masyarakat dan dunia usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk:
- 26 -
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan partisipasi
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 diatur
dalam Peraturan Gubernur.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 40
(1) Setiap Pesantren di Daerah dilarang menganut,
mengembangkan, dan menyebarkan ajaran atau
paham yang bertentangan dengan konsep Islam
rahmatan lil alamin, Pancasila, dan/atau Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Selain larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pesantren di Daerah dilarang:
- 27 -
BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 41
(1) Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu
Pesantren di Daerah, Pemerintah Provinsi melakukan
pengawasan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara terencana dan sistematis dibawah
koordinasi Gubernur.
(3) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Gubernur berwenang:
a. melakukan inspeksi di lapangan;
b. meminta laporan kepada masyarakat;
c. melakukan evaluasi atas penyelenggaraan
Pengembangan Pesantren di Daerah; dan
d. wewenang pengawasan lain sesuai peraturan
perundang-undangan.
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 diatur dalam Peraturan
Gubernur.
- 28 -
BAB X
SISTEM INFORMASI PESANTREN
Pasal 43
(1) Pemerintah Provinsi membangun dan mengembangkan
sistem informasi Pesantren di Daerah.
(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat:
a. data dan informasi Pesantren di Daerah;
b. data dan informasi Pesantren yang akan diberikan
fasilitasi oleh Pemerintah Provinsi;
c. data dan informasi Pesantren yang telah diberikan
fasilitasi oleh Pemerintah Provinsi;
d. data manuscript karya Kiai, Pendidik, dan/atau
Santri Pesantren di Daerahi; dan
e. data Kiai, Pendidik, dan Santri yang memiliki
potensi diberikan fasilitasi pendidikan dan
pelatihan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
sistem informasi Pesantren diatur dalam Peraturan
Gubernur.
BAB XI
PEMBIAYAAN
Pasal 44
(1) Pembiayaan Pengembangan Pesantren menjadi
tanggung jawab bersama antara Pemerintah Provinsi,
Pesantren, dan masyarakat.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
b. anggaran Pesantren;
c. hibah; dan/atau
d. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai
peraturan perundang-undangan.
- 29 -
BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
(1) Setiap Pesantren yang melanggar ketentuan Pasal 40
dikenai sanksi administrasi.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat didahului dengan upaya persuasif.
(3) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian bantuan dan/atau dukungan
pendanaan;
c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. pemberian rekomendasi pencabutan izin Pesantren
kepada pejabat yang berwenang.
(4) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat dikenakan secara berjenjang atau
tidak secara berjenjang.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diatur
dalam Peraturan Gubernur.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
(1) Peraturan Gubernur sebagai pelaksanaan dari
Peraturan Daerah ini wajib ditetapkan paling lambat 6
(enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
(2) Penyusunan Peraturan Gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab
Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan di
bidang pendidikan.
- 30 -
Pasal 48
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal … 2020
GUBERNUR JAWA TIMUR,
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR … TAHUN 2020
TENTANG
PENGEMBANGAN PESANTREN
I. UMUM
Pesantren merupakan wadah perjuangan dan dakwah Islamiyah yang
didirikan untuk mencetak manusia dan kader bangsa yang memiliki moral
dan karakter yang dapat menjadi tauladan bagi masyarakat. Dalam
tataran praksis, Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang
turut serta melakukan pembangunan manusia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat alinea ke IV Pembukaan
(preamble) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan fungsi tersebut, maka keberadaan Pesantren sangatlah penting
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mengingat sumber daya
manusia yang dibutuhkan untuk peradaban di masa mendatang tidak
cukup dibekali dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mumpuni,
namun juga harus memiliki moralitas yang baik serta pengamalan nilai-
nilai keislaman yang kuat dan moderat.
Dewasa ini, di tengah-tengah gempuran arus globalisasi barat yang
kian mengikis kultur kebangsaan yang berciri khas budaya timur,
sehingga berdampak pada tergerusnya moralitas generasi muda menjadi
tantangan besar bagi Pesantren dalam melaksanakan dakwah dan
pendidikan terhadap umat. Oleh karena itu, diperlukan upaya dan
langkah-langkah progresif untuk dapat menjamin eksistensi dan
keberlangsungan hidup Pesantren di Provinsi Jawa Timur.
Jawa Timur sebagai salah satu provinsi dengan jumlah Pesantren
terbanyak di Indonesia, bahkan diantara beberapa Pesantren tersebut
usianya lebih tua dari pada berdirinya Negara Kesatuan Republik
Indonesia, memikul tugas besar yakni tanggungjawab untuk menjaga
keberlangsungan hidup Pesantren dengan menyelenggarakan
Pengembangan Pesantren melalui penguatan terhadap kelembagaan
Pesantren di Daerah, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
Pesantren agar dapat melaksanakan sistem manajemen yang terpadu dan
- 32 -
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas "Ketuhanan Yang Maha Esa" adalah
bahwa penyelenggaraan Pesantren dilaksanakan sebagai bentuk
penghayatan dan pengamalan terhadap keyakinan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas "kebangsaan" adalah bahwa
penyelenggaraan Pesantren diiaksanakan untuk memupuk jiwa
cinta tanah air dan bela negara.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas "kemandirian" adalah bahwa
penyelenggaraan Pesantren dilakukan dengan mengoptimalkan
sumber daya Pesantren.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas "keberdayaan" adalah bahwa bahwa
penyelenggaraan Pesantren dilaksanakan untuk mengoptimalkan
fungsi pendidikan, fungsi penyiaran agarna, dan memberdayakan
masyarakat agar lebih sejahtera.
- 33 -
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas "kemaslahatan" adalah bahwa
penyelenggaraan Pesantren dilaksanakan untuk sebesar-besar
pemanfaatan bagi pembentukan masyarakat yang adil, makmur,
dan sejahtera yang diridai oleh Allah Swt.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas "multikultural" adalah bahwa dalam
Pesantren terdapat keanekaragaman budaya yang harus dihormati.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas "profesionalitas" adalah bahwa
penyelenggaraan Pesantren dilaksanakan dengan mengikuti prinsip
manajemen pendidikan dan pengelolaan organisasi.
Huruf h
Yang dimaksud dengan asas "akuntabilitas" adalah bahwa
pengelolaan Pesantren dilakukan secara bertanggung jawab.
Huruf i
Yang dimaksud dengan asas "keberlanjutan" adalah bahwa
pengelolaan Pesantren tidak hanya ditujukan untuk kepentingan
generasi sekarang, tetapi juga untuk kepentingan generasi yang
akan datang.
Huruf j
Yang dimaksud dengan asas "kepastian hukum" adalah bahwa
pengelolaan Pesantren berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
- 34 -
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup Jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Program sarjana pada Ma’had Aly disebut marhalah ula (M-1).
Program magister pada Ma’had Aly disebut marhalah tsaniyah (M-2).
Program doktor pada Ma'had Aly disebut marhalah tsalisah (M-3).
Ayat (2)
Rumpun ilmu agama Islam yang dikembangkan oleh Ma'had Aly
meliputi:
a. Alquran dan ilmu Alquran;
b. tafsir dan ilmu tafsir;
c. hadis dan ilmu hadis;
d. fikih dan ushul fikih;
e. akidah dan filsafat Islam;
f. tasawuf dan tarekat;
g. ilmu falak;
h. sejarah dan peradaban Islam; dan
i. bahasa dan sastra Arab.
- 35 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Materi muatan Pancasila dan kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk Santri yang memiliki pemahaman dan penghayatan
mengenai Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia serta menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Materi muatan Bahasa Indonesia diberikan dengan pertimbangan
bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi nasional yang
digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "melalui lembaga dakwah yang dibentuk dan
dikelola oleh Pesantren" adalah dakwah yang dilakukan melalui
pengorganisasian secara terstruktur dan terencana dalam bentuk
lembaga dakwah yang diselenggarakan oleh Pesantren.
- 36 -
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
- 37 -
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Sistem penjaminan mutu Pendidikan Pesantren terdiri atas sistem
penjaminan mutu internal dan sistem penjaminan mutu eksternal.
Sistem tersebut mencakup penilaian Iembaga Pendidikan Pesantren
berdasarkan kriteria mutu yang ditetapkan, rekognisi lulusan,
rekognisi pendidik, dan tenaga kependidikan sebagai tenaga
profesional, rekognisi kesetaraan kualifikasi dan kompetensi
pendidik dan tenaga kependidikan dengan pendidikan formal melalui
mekanisme rekognisi pembelajaran lampau, afirmasi dalam
melindungi kekhasan Pendidikan Pesantren, serta fasilitasi dalam
mengembangkan Pendidikan Pesantren.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
- 38 -
Huruf d
Yang dimaksud dengan "kriteria mutu" adalah acuan mutu yang
dikembangkan berdasarkan kekhasan Pendidikan Pesantren dan
dapat berbentuk standar nasional pendidikan danf atau bentuk
lain yang sejenis.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Nilai Islam rahmatan lil'alamin dan berlandaskan Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika
dikembangkan sebagai jiwa Pesantren yang meliputi jiwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan nasionalisme, jiwa keilmuan, jiwa
keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa ukuwah, jiwa kemandirian,
jiwa kebebasan, dan jiwa keseimbangan.
Yang dimaksud dengan 'Jiwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan nasionalisme" adalah jiwa yang merupakan prinsip utama dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan yang dikembangkan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan 'Jiwa keilmuan" adalah jiwa yang melandasi
seluruh pemangku kepentingan dan sivitas akademika Pesantren
- 39 -
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
- 41 -
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penghentian bantuan dan/atau
dukungan dana” adalah penghentian oleh Pemerintah Provinsi
atas bantuan dan/atau dukungan dana yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Huruf c
Penghentian sementara kegiatan dalam ketentuan ini tidak
termasuk kegiatan internal, seperti rapat internal Pesantren.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
- 42 -
Pasal 48
Cukup jelas.